BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Setiap wanita dimanapun berada mempunyai kecenderungan serupa, yaitu ingin terlihat cantik dan menyenangkan untuk dipandang. Hal ini memicu tingginya penggunaan kosmetik yang salah satu fungsinya adalah untuk memperindah bagian luar tubuh. Namun,
kosmetik dalam negeri sampai
sekarang masih menghadapi berbagai kendala. Salah satunya adalah minimnya kosmetik yang berbahan dasar alam, sehingga mengakibatkan ketergantungan terhadap produk-produk impor (Satria & Budi, 2012). Permasalahan lain adalah tingginya penggunaan pewarna berbahaya pada produk kosmetik (Kartika, 2012). Salah satu kosmetik yang berfungsi sebagai pewarna sehingga kerap mengandung pewarna berbahaya adalah lipstik. Sebagai sediaan kosmetik yang digunakan di bibir (Anonim, 1978), lipstik sangat mungkin untuk tertelan bersama ludah atau makanan dan minuman yang dikonsumsi, sehingga akan berdampak buruk jika terdapat bahan berbahaya dalam lipstik. Maka dari itu, perlu dicari alternatif pewarna alami yang aman digunakan untuk sediaan lipstik. Contoh zat warna alami yang kerap ditemukan pada tumbuhan adalah antosian. Antosian salah satunya terdapat pada ekstrak etanol bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) (Siregar & Nurlela, 2011), yang berasal dari bagian mahkotanya (Nakamura dkk., 1990). Ketersediaan bunga kembang sepatu
1
2
yang melimpah di Indonesia menyebabkan bunga ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai zat warna pada sediaan lipstik. Dalam pembuatan lipstik, penting untuk dapat menghasilkan warna yang disukai karena inti penjualan lipstik adalah warna lipstik itu sendiri. Oleh karena itu, perlu diketahui apakah lipstik ekstrak kembang sepatu dapat memberikan warna yang baik. Penggunaan ekstrak sebagai pewarna pada lipstik dapat mempengaruhi konsistensi lipstik yang akan berpengaruh pada sifat dan stabilitas fisik lipstik. Padahal lipstik harus memiliki sifat dan stabilitas fisik yang baik supaya dapat diterima penggunaannya oleh masyarakat. Maka dari itu, perlu diteliti sifat dan stabilitas fisik lipstik dengan variasi kadar ekstrak kembang sepatu. Sebagai kosmetik, lipstik tidak memiliki batasan dosis dan jangka waktu pemakaian, sehingga merupakan suatu keharusan untuk memastikan lipstik tidak menyebabkan iritasi. Jenis iritasi yang paling mudah diamati adalah iritasi primer, karena terjadi di tempat kontak dengan senyawa uji.
B. Rumusan Masalah 1. Apakah lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dapat menghasilkan warna yang disukai? 2. Bagaimana sifat dan stabilitas fisik lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan variasi jumlah ekstrak? 3. Apakah lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) tidak menyebabkan iritasi primer pada hewan uji?
3
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apakah lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dapat menghasilkan warna yang disukai. 2. Untuk mengetahui sifat dan stabilitas fisik lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) dengan variasi jumlah ekstrak. 3. Untuk mengetahui apakah sediaan lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.) tidak menyebabkan iritasi primer pada hewan uji.
D. Tinjauan Pustaka 1. Kembang sepatu a.
Klasifikasi tumbuhan. Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Malvales
Suku
: Malvaceae
Marga
: Hibiscus
Jenis
: Hibiscus rosa-sinensis L.
(Hutapea, 2000)
b. Nama daerah. Bungong Roja (Aceh), Bunga-bunga (Batak Karo), Somasoma (Nias), Bekeju (Mentawai), Kembang Wera (Sunda), Kembang Sepatu (Jawa tengah), Bunga Rebong (Madura), Waribang (Bali),
4
Embuhanga (Sangir), Bunga Cepatu (Timor), Ulange (Gorontalo), Kulango (Buol), Bunga Cepatu (Makasar), Bunga Bisu (Bugis), Ubu-ubu (Ternate), Bala bunga (Tidore) (Hutapea, 2000). c. Morfologi. Merupakan tanaman perdu dengan tinggi 1 - 4 m. Batang berkayu, diameter ± 9 cm, dan akar tunggang coklat muda. Daunnya bertangkai, tunggal, bulat telur, meruncing, bergerigi kasar, dengan ujung runcing dan pangkal bertulang daun menjari. Panjang daun 10 - 16 cm dan lebarnya 5 - 11 cm. Daun penumpu berbentuk garis. Tangkai bunga beruas. Bunga berdiri sendiri, di ketiak, tidak atau sedikit menggantung mahkotanya. Bunga berbentuk actinomorfik dan pentamerous. Daun mahkota bulat telur terbalik dengan panjang sekitar 5,5 - 8,5 cm, merah dengan noda tua pada pangkalnya, berwarna daging, oranye, atau kuning. Kelopak berbentuk tabung dan daun kelopak berbentuk lanset garis. Panjang tabung benang sari kurang lebih sama seperti mahkotanya. Tangkai sari merah, kepala sari kuning, putik merah berbentuk tabung (Hutapea, 2000 ; Steenis, 1972 ; Kumar & Singh, 2012).
Gambar 1. Hibiscus rosa-sinensis
L.
d. Kandungan. Daun Hibiscus rosa-sinensis L. mengandung
flavonoid,
saponin, polifenol (Hutapea, 2000), serta polisakarida asam (Prabakaran
5
dkk., 2011). Sedangkan pada akar terdapat flavonoid, tanin, saponin (Hutapea, 2000), monoglikosida (Qiu dkk., 1998), sikloprenoid dan asam lemak (Nakatani dkk., 1994). Kandungan pada bagian bunga meliputi hibiscetin, zat pahit & lendir (Wijayakusuma dkk., 1994), alkaloid & saponin (Bhaskar dkk., 2011), steroid, tannin, gula pereduksi, carotene, tiamin, riboflavin, niasin, dan asam askorbat (Anonim, 2001). Calyces dan petals kembang sepatu juga mengandung antosian cyanidin-3sophoroside (Nakamura dkk., 1990). 2. Antosianin Antosianin merupakan flavonoid larut air yang dapat memberikan warna merah tua sampai biru pada bunga, buah, ataupun daun tanaman tingkat tinggi. Pada bunga, antosianin terletak dalam vakuola pada sel epidermis. Antosianin terdiri dari antosianidin dan gula.
Gambar 2. Struktur antosianidin (Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003) Tabel I. Gugus pada struktur dasar antosianidinn yang sering dijumpai (Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003)
Nama Cyanidin Delphynidin Pelargonidin Malvidin Peonidin Petunidin
Gugus hidroksil (-OH) pada: 3, 5, 7, 3’, 4’ 3, 5, 7, 3’, 4’, 5’ 3, 5, 7, 4’ 3, 5, 7, 4’ 3, 5, 7, 4’ 3, 5, 7, 4’, 5’
Gugus metil eter (-OCH3) pada:
3, 5’ 3’ 3’
Warna Magenta dan crimson Purple, mauve, blue Orange, salmon Purple Magenta Purple
6
Tabel I menunjukkan perbedaan gugus pada struktur dasar antosianidin menyebabkan keragaman jenis antosianin yang dapat menghasilkan warna yang berbeda. Semakin banyak gugus hidroksi, semakin biru warnanya. Sedangkan apabila gugus metoksi semakin banyak, warnanya akan semakin merah (Delgado-Vargas & Paredes-Lopez, 2003). Menurut Delgado-Vargas & Paredes-Lopez (2003), Lydia dkk. (2001), Siregar & Nurlela (2011), stabilitas antosianin dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: Tabel II. Faktor yang mempengaruhi stabilitas antosian
Faktor pH Temperatur O2 dan H2O2 Cahaya
Keterangan pH asam menyebabkan sebagian besar antosian dalam kondisi paling berwarna Kenaikan temperatur menyebabkan antosian semakin tidak berwarna Dapat mengoksidasi antosian menjadi tidak berwarna Cahaya matahari dan lampu dapat mendegradasi antosian menjadi tidak berwarna
3. Lipstik Lipstik merupakan sediaan kosmetik berbentuk batang, yang digunakan untuk memberikan warna yang menarik pada bibir (Anonim, 1978). Lipstik termasuk dalam kosmetik dekoratif. Pemakaian kosmetik dekoratif lebih untuk alasan psikologis daripada kesehatan kulit, sehingga peran zat warna dan zat pewangi sangat besar dalam sediaan ini (Tranggono & Latifah, 2007). a. Persyaratan. Sediaan lipstik dikatakan baik, jika: 1) Tidak menyebabkan iritasi pada bibir, serta tidak berbahaya jika ditelan.
7
2) Memberikan warna yang menarik, merata, dan stabil. 3) Melapisi bibir dan memberikan permukaan yang halus. 4) Cukup melekat pada bibir tetapi tidak sampai lengket. 5) Melekat dalam jangka waktu lama, namun dapat dihapus jika diinginkan. 6) Melembutkan bibir, tidak menyebabkan bibir kering, tetapi juga tidak boleh terlalu berminyak. 7) Tidak memiliki rasa dan bau yang tidak enak. 8) Mudah diaplikasikan tanpa tekanan yang terlalu besar. 9) Tidak terlalu keras, terlalu lapuh, atau terlalu lembek. 10) Tidak berubah bentuk atau konsistensi selama penyimpanan pada suhu ruang. 11) Bebas dari cacat seperti goresan, kerutan, serta permukaan kasar karena berkristal dan keluarnya minyak (Anonim, 1978 ; Mitsui, 1997 ; Jellinek 1970). b. Komposisi lipstik. 1) Zat warna. Warna yang ada pada lipstik biasanya merah, tetapi memungkinkan antara kuning-jingga dan ungu-biru (Anonim, 1978). Menurut Harry (1982), zat warna dapat memberi warna pada bibir melalui 2 cara, yaitu: a) Mewarnai kulit dengan berpenetrasi pada kulit bagian luar. Contohnya soluble dye seperti water soluble eosin.
8
b) Melapisi bibir dengan lapisan berwarna, sehingga dapat memberi tampilan permukaan yang halus. Contoh: insoluble dye dan pigmen (inorganic pigment, organic pigment, dan metallic lake). 2) Basis Basis akan menentukan rheologi campuran pada pembuatan, penyimpanan, dan penggunaan. Pada suhu pembuatan, basis harus dapat mendispersikan zat warna secara merata selama pencampuran, penuangan, dan pencetakan (Harry, 1982). Tidak ada basis tunggal yang memiliki sifat yang diinginkan, sehingga perlu dikombinasikan dengan basis lain (Lauffer, 1972). Jellinek (1970) membagi basis lipstik menjadi 3 kategori, yaitu: a) Lilin
: Carnauba wax, beeswax, candelila wax, ozokerite
b) Lemak : Lanolin, setil alkohol, cocoa butter c) Minyak: Minyak jarak, minyak paraffin, isopropil miristat 3) Surfaktan, diperlukan pada zat warna yang tidak larut untuk meningkatkan pembasahan dan dispersi pigmen, tetapi penambahan surfaktan juga dapat merubah konsistensi lipstik (Jellinek, 1970). 4) Antioksidan. Pada lipstik, lemak yang teroksidasi dapat menyebabkan munculnya bau tengik. Maka diperlukan antioksidan supaya lipstik bisa awet untuk penggunaan jangka panjang. Contoh antioksidan yang banyak digunakan dalam lipstik antara lain butylated hydroxyanisole, butylated hidroxytoluene, dan propil galat (Lauffer, 1972). Yang perlu
9
diperhatikan adalah beberapa antioksidan dapat mempengaruhi rasa dan kompatibilitas dengan kulit (Jellinek, 1970). 5) Parfum. Parfum harus dapat menutupi bau dan rasa yang tidak menyenangkan dari basis, sebisa mungkin memberi bau dan rasa yang enak untuk memberi nilai tambah pada lipstik. Parfum tidak boleh mengiritasi bibir, harus stabil, dan harus dapat bercampur dengan komponen lain pada lipstik. Jumlah parfum yang biasa digunakan antara 2-4% bobot total lipstik. Parfum yang biasa digunakan pada lipstik adalah minyak esensial mawar, lemon, cinnamon, atau jeruk (Anonim, 1978 ; Jellinek 1970). c. Pembuatan lipstik meliputi proses (Lauffer, 1972 ; Harry, 1982): 1) Color-grinding. Grinding dengan roller mill atau coloid mill membantu proses pembasahan serbuk pigmen oleh minyak atau lanolin supaya pigmen dapat terdispersi merata dan tidak menggumpal dalam basis. 2) Mixing. Proses pencampuran dilakukan pada saat masa lipstik berbentuk
cair
setelah
pelelehan
untuk
mempermudah
homogenisasinya. Pencampuran dilakukan pada tempat yang inert, seperti aluminium atau stainless steel. Wadah dapat berupa steamjacketed untuk menjaga masa lipstik tidak mengeras saat pencampuran. Dalam proses mixing, pengadukan terlalu cepat harus dihindari untuk mencegah masuknya udara ke dalam campuran. Setelah masa
10
tercampur, parfum ditambahkan dan terakhir disaring dengan saringan kawat. 3) Molding atau pencetakan dilakukan selagi campuran masih panas, karena campuran yang panas memiliki tekstur yang lebih cair sehingga mudah dituang dalam cetakan dan dapat memenuhi ruang cetakan dengan baik. Jika hasil mixing sudah tidak terlalu panas, dapat dilakukan pemanasan kembali. Sebelum dicetak, pastikan udara yang ada di dalam campuran sudah naik ke permukaan dengan mengaduk masa secara perlahan. Gelembung udara sangat dihindari dalam proses pencetakan karena dapat menyebabkan permukaan lipstik berongga. Setelah masa dituang dalam cetakan, dilakukan pendinginan sampai masa kira- kira dapat diambil dari cetakan. 4) Flamming. Lipstik dilewatkan secara cepat pada nyala gas kecil guna melelehkan permukaan sehingga bisa menghilangkan goresan atau lubang dan menjadikan permukaan yang halus dan berkilau. 4. Iritasi kulit Pajanan kulit terhadap zat kimia dapat mengakibatkan berbagai jenis lesi, seperti iritasi, fototoksisitas, fotoalergi, urtikaria kontak, kanker kulit, dan lain sebagainya (Lu,1995). Iritasi kulit dibagi menjadi 2, yaitu iritasi primer dan allergic inflammation. Iritasi primer terjadi di tempat kontak pada sentuhan pertama , tanpa melibatkan reaksi imunologi. Respon iritasi primer dapat berupa akut jika respon timbul dan hilang dalam waktu singkat, serta
11
dapat berupa kronis jika reaksi dari jaringan berlangsung hingga beberapa hari karena stimuli iritan yang berulang (Prottey, 1978). 5. Monografi bahan a. Malam karnauba / Carnauba wax, diperoleh dari daun Copernicia cerifera Mart (Fam. Palmae). Pemerian: Serbuk agak kasar atau serpihan warna coklat muda hingga kuning pucat; bau khas lemah, tidak tengik. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; sukar larut dalam etanol (95%) P mendidih; larut dalam kloroform P hangat dan dalam toluen P; mudah larut dalam benzen P hangat. Jarak lebur: 81º - 86º (Anonim, 1986). Kegunaan: menaikkan titik leleh, mengeraskan lipstik, memberikan kilau (Jellinek, 1970). b. Malam putih / White beeswax / Cera Alba, ialah malam yang telah diputihkan diperoleh dari sarang lebah Apis mellifera Linne, atau spesies Apis lain. Pemerian: zat padat; lapisan tipis; bening; warna putih kekuningan; bau khas lemah. Kelarutan: praktis tidak larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%) P dingin; larut dalam kloroform P, dalam eter P hangat, dalam minyak lemak dan dalam minyak atsiri. Jarak lebur: 62º - 64º (Anonim, 1986). Kegunaan: menstabilkan sistem tiksotropi, menahan keluarnya minyak, memudahkan lipstik diambil dari cetakan (Jellinek, 1970). c. Minyak jarak / Castor oil / Oleum Ricini, adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan biji Ricinus Communis Linne (Fam. Euphorbiaceae), yang telah dikupas. Pemerian: Cairan kental, jernih ;
12
hampir tidak berwarna atau kuning pucat, bau lemah, bebas dari bau asing dan tengik; rasa tawar khas. Kelarutan: Larut dalam etanol (95%) P ; dapat bercampur dengan etanol mutlak P, dengan asam asetat glasial P, dengan kloroform P dan dengan ester P. (Anonim, 1986). Kegunaan: untuk membuat lapisan lipstik tertinggal pada bibir, mencegah pengendapan pigmen (Jellinek, 1970), memberi kilau, dan sebagai emolien (Harry, 1982). d. Lanolin / Hydrous Wool Fat / Adeps Lanae Hydrosus, ialah zat seperti lemak dari bulu domba Ovis aries L. (Fam. Bovidae) yang telah dimurnikan. Pemerian: Massa seperti salep, warna putih kekuningan, bau lemah khas. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air, larut dalam kloroform P dan dalam eter P, dengan pemisahan air (Anonim, 1980). Kegunaan: meningkatkan dispersi warna (Lauffer, 1972), sebagai emolien (Jellinek, 1970), mencegah sweating dan cracking, serta meningkatkan kilau (Harry, 1982). e. Minyak mawar / Oleum rosae, adalah minyak atsiri yang diperoleh dengan penyulingan uap bunga segar Rosa gallica Linne, Rosa damascena Miller, Rosa alba Linne, Rosa centifolia Linne dan spesies lainnya (Fam. Rosacae). Pemerian: Cairan tidak berwarna atau berwarna kuning; bau dan rasa khas bunga mawar. Pada suhu 25°C berupa cairan kental. Jika didinginkan perlahan berubah menjadi masa hablur tembus cahaya yang mudah cair pada penghangatan. Kelarutan: Satu ml dapat bercampur
13
dengan 1 ml kloroform P, tanpa kekeruhan. Kegunaan: parfum (Anonim, 1986). f. Parafin padat / Paraffinum solidum, adalah campuran hidrokarbon padat yang diperoleh
dari
minyak
mineral.
Pemerian:
Padat,
sering
menunjukkan struktur hablur; warna putih atau tidak berwarna; tidak berbau juga bila baru dipotong; tidak berasa; bila dipegang agak berlemak. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%) P; larut dalam kloroform P dan dalam eter P. Suhu beku: 50°C - 57°C (Anonim, 1986). Kegunaan: untuk meningkatkan kilau (Lauffer, 1972 ). g. Polisorbat 80 / Polysorbate 80, adalah campuran ester parsial oleat dari sorbitol dan anhidrida sorbitol yang dikondensasi dengan 20 molekul etilenoksida (C2H4O) untuk tiap molekul sorbitol dan mono- dan anhidridanya. Pemerian: Cairan kental, jernih; warna kuning; bau khas asam lemak. Kelarutan: Dapat bercampur dengan air, dengan etanol (95%) P, dengan etilasetat P, dan dengan metanol P; sukar larut dalam minyak biji kapas dan dalam parafin cair P. Kegunaan: surfaktan (Anonim, 1986). h. Propilen glikol / 1,2- propandiol. Rumus molekul: C3H8O2. Berat molekul: 76,09. Kelarutan: Dapat bercampur dengan air, dengan aseton P dan dengan kloroform P; larut dalam eter P dan dapat melarutkan berbagai minyak atsiri; tidak dapat bercampur dengan minyak lemak. Kegunaan: pelarut (Anonim, 1986).
14
i. Propilparaben / Propylis parabenum.. Rumus molekul: C10H12O3. Pemerian:
Serbuk hablur, warna putih; tidak berbau; tidak berasa.
Kelarutan: Sangat sukar larut dalam air; mudah melarut dalam etanol (95%) P dan dalam aseton P; sangat sukar larut dalam gliserol P; agak sukar larut dalam minyak lemak; mudah larut dalam
larutan
alkali
hidroksida. Jarak lebur: 95° - 98°. Kegunaan: pengawet (Anonim, 1986). j. Setil alkohol / Cetyl alkohol, adalah campuran alkohol padat, terdiri terutama dari setil alkohol. Rumus molekul: C16H34O. Pemerian: Berbentuk sisik, butiran, kubus atau lempengan licin; warna putih; bau khas lemah; rasa tawar. Kelarutan: Praktis tidak larut dalam air; larut dalam etanol(95%) P dalam eter P; kelarutan bertambah dengan kenaikan suhu. Jarak lebur: 45°C-50°C (Anonim, 1986). Kegunaan: sebagai emolien dan meningkatkan dispersi pigmen (Jellinek, 1970). k. Talk / Talcum, adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang mengandung sedikit alumunium silikat. Pemerian: Serbuk hablur, sangat halus, licin, mudah melekat pada kulit, bebas dari butiran; warna putih atau putih kelabu. Kelarutan: Tidak larut dalam hampir semua pelarut (Anonim, 1986). Kegunaan: sunscreen (Sayre dkk.,1990).
E. Landasan Teori Ekstrak etanol bunga hibiscus lain, yaitu Hibiscus sabdariffa L.(rosela) yang terbukti mengandung antosian telah diteliti untuk diformulasikan dalam
15
sediaan lipstik. Hasilnya lipstik ekstrak bunga rosela tersebut memiliki homogenitas yang baik, pH memenuhi syarat, dan stabil selama 40 hari. Pada konsentrasi ekstrak 10% memiliki nilai kesukaan sebesar 56,67%. Lipstik tersebut juga tidak mengiritasi sehingga cukup aman untuk digunakan (Savitri, 2010).
F. Hipotesis 1.
Lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) dapat menghasilkan warna yang disukai.
2. Lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) menghasilkan sifat dan stabilitas fisik yang baik. 3. Lipstik ekstrak etanolik mahkota bunga kembang sepatu (Hibiscus rosasinensis L.) tidak menyebabkan iritasi primer pada hewan uji.