I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Alat, bahan, dan teknologi dalam bidang kedokteran gigi terus mengalami perkembangan, salah satunya adalah Air Polisher Devices (APDs).
Konsep
teknologi APDs pertama kali dipasarkan tahun 1976 oleh Dr. Black. APDs bekerja dengan cara mendorong partikel polish melewati campuran air dan tekanan udara melalui ujung pipa handpiece. Energi kinetik dari dorongan partikel polish mengenai permukaan gigi sehingga stain dan plak gigi hilang (Barnes, 2010). Indikasi penggunaan APDs adalah untuk membersihkan noda pada fisur gigi, membersihkan permukaan gigi sebelum aplikasi bahan restorasi atau komposit, membersihkan permukaan gigi sebelum penentuan warna gigi, bleaching, dan fluoridasi (Wilmes dkk., 2009). Menurut beberapa penelitian APDs tidak hanya menyebabkan hilangnya stain pada permukaan gigi, tetapi juga berpengaruh pada jaringan lunak, jaringan keras, dan bahan restoratif (Barnes, 2010).
Penggunaan
APDs
dalam
bidang
ortodonsia
digunakan
untuk
mempersiapkan permukaan email sebelum pemberian bahan adhesif pada pasien yang akan memakai alat ortodontik cekat dan membersihkan gigi pada pasien yang sudah memakai alat ortodontik cekat (Wilmes dkk., 2009). APDs berbeda dengan air abrasion. Air abrasion menggunakan bubuk aluminium oksida dengan The Mohs hardness number 9 (nilai kekerasan rerata 110). APDs menggunakan bubuk sodium bikarbonat dengan The Mohs hardness number 2,5 (Barnes, 2010). Sodium bikarbonat atau natrium bikarbonat 1
mempunyai rumus kimia (NaHCO3). Sodium bikarbonat digunakan dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang farmasi, produksi makanan manusia dan hewan, proses industri bahan kimia lainnya, dan bahan kosmetik. Detergen, sabun, dan pasta gigi merupakan salah satu hasil dari sodium bikarbonat (Solvay., 1996 sit Lakhanisky., 2002). Perawatan ortodontik bertujuan untuk memperbaiki letak gigi-geligi dan rahang yang tidak normal agar diperoleh fungsi gigi-geligi, estetik, dan wajah yang menyenangkan sehingga meningkatkan kesehatan psikososial seseorang. Hasil perawatan ortodontik yang kurang baik akan timbul bila tidak sesuai antara kasus yang dirawat dengan: (1) perencanaan perawatan, (2) pemilihan alat ortodontik, dan (3) kemampuan dokter gigi. Secara garis besar alat ortodontik yang digunakan untuk merawat maloklusi dapat digolongkan menjadi alat ortodontik lepasan (removable appliance) dan alat ortodontik cekat (fixed appliance). Tiga komponen utama pada alat ortodontik cekat adalah perlekatan (attachment) yang berupa braket (bracket) atau cincin (band), kawat busur (archwire) dan alat penunjang (accesories atau auxiliaris) misalnya rantai elastomerik. Braket berfungsi untuk menyalurkan gaya yang dihasilkan oleh kawat busur dan atau auxiliaries pada gigi. Braket mempunyai slot dengan ukuran lebar 0,018” dan 0,022” untuk tempat kawat busur. Braket juga mempunyai sayap (wings) untuk mengikat kawat busur dengan pengikat (ligature wire atau elastic ligature) (Rahardjo, 2009). Maijer dan Smith (1981) mengatakan ada beberapa macam bahan penyusun braket, yaitu: (1) plastik (polycarbonate), (2) plastik yang diperkuat logam, (3) keramik, dan (4) logam. Keuntungan penggunaan braket bahan logam 2
antara lain: (1) dapat didaur ulang, (2) dapat disterilisasi, (3) tahan terhadap deformasi dan fraktur, (4) sedikit terjadi gaya gesek antar permukaan kawat dan braket, dan (5) harganya yang murah. Kerugian penggunaan braket bahan logam adalah: (1) estetika kurang memuaskan, (2) dapat mengalami korosi, dan (3) menyebabkan perubahan warna pada gigi (Bhalajhi, 2004). Braket melekat pada permukaan gigi dengan dua cara yaitu dengan cincin ortodontik (banding) dan tanpa cincin ortodontik (bonding). Perlekatan braket dengan sistem bonding adalah perlekatan antara gigi dan braket secara langsung pada email dengan bantuan bahan bonding dan adhesif (Thurow, 1982). Perlekatan braket sistem bonding lebih banyak digunakan karena dinilai lebih estetis dan praktis. Perlekatan braket sistem bonding tidak sekuat perlekatan braket sistem banding sehingga braket lebih mudah lepas dari permukaan gigi (Proffit dkk., 2000). Braket dapat terlepas dari permukaan gigi selama proses perawatan ortodontik oleh karena tekanan kunyah dan sikat gigi atau sengaja dilepas untuk keperluan reposisi (Proffit dkk., 2000; Chetan dan Muralidhar, 2011). Braket yang lepas menyebabkan ortodontis harus merekatkan kembali braket pada permukaan gigi (rebonding). Prosedur rebonding memerlukan proses daur ulang braket yang bertujuan untuk menghilangkan sisa bahan adhesif pada mesh braket tanpa merusak braket sehingga braket tersebut dapat digunakan kembali (Chetan dan Muralidhar, 2011; Tsui-Hsien dkk., 2011). Maschia dan Chen (1982) mengatakan bahwa daur ulang braket menguntungkan karena dapat memperkecil biaya operasional bagi ortodontis dan pasien.
3
Daur ulang dapat dilakukan oleh perusahaan atau operator sendiri. Beberapa metode yang sering digunakan secara langsung oleh operator adalah membersihkan sisa bahan adhesif dengan menggunakan green stone bur, membakar sisa bahan adhesif baik dengan atau tanpa diikuti dengan pembersihan ultrasonik, dan sanblasting (Chetan dan Muralidhar, 2011). Chetan dan Muralidhar (2011) menggunakan mini torch selama 5 detik untuk membakar sisa bahan adhesif pada basis braket, sedangkan Quick dkk. (2005) membakar sisa adhesif selama 10 detik. Suhu nyala api yang dihasilkan mini torch dipengaruhi oleh jenis bahan gas yang digunakan serta perbandingan antara gas dan udara pada proses pembakaran (Renfroe, 1975; Anusavice, 2003). Proses daur ulang braket dengan pembakaran akan menyebabkan perubahan mikrostruktur braket. Presipitasi khrom karbida yang menyebabkan disintegrasi parsial alloy terjadi pada sebagian besar braket ortodontik yang terbuat dari stainless steel tipe austenitik ketika dibakar pada suhu 400o-900o C. Disintegrasi parsial alloy menyebabkan lemahnya struktur alloy (Phillips, 1991). Hilangnya unsur kromium dari logam melalui presipitasi karbida menyebabkan turunnya resistensi stainless steel terhadap korosi (O`Brien, 1978 dan Phillips, 1991). Wilmes dkk, (2009) melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat dampak dari penggunaan APDs ClinproTM Prophy dan Air-FlowR terhadap permukaan braket. ClinproTM Prophy menggunakan bubuk glycyne dengan ukuran partikel < 63 μm dan Air-FlowR menggunakan bubuk sodium bikarbonat < 0,1 mm. Kedua bahan APDs diaplikasikan pada braket yang berbahan dasar stainless steel, keramik, dan plastik. Setiap braket dilakukan air polishing selama 5, 10, 30, 4
dan 60 detik pada bagian permukaan braket. Jarak APDs dengan permukaan gigi adalah 2 mm. Hasil yang diperoleh adalah pada detik ke-10 setelah air polishing, permukaan braket keramik dan plastik tidak terlihat adanya kekasaran baik dengan ClinproTM Prophy ataupun Air-FlowR, tetapi pada permukaan braket stainless steel dengan menggunakan Air-FlowR terlihat kekasaran permukaan. Kekasaran permukaan braket keramik dan plastik terjadi setelah detik ke-30 dan 60 air polishing. Pada detik ke-60, semua sampel braket menunjukkan kekasaran permukaan akibat ClinproTM Prophy ataupun Air-FlowR, tetapi yang paling kasar adalah braket yang di air polishing dengan Air-FlowR . Gaya gesek adalah tahanan terhadap suatu gerakan saat sebuah objek bergerak bersinggungan dengan objek lain. Gaya gesek bekerja pada bidang kontak antara kawat busur dan braket yang berlawanan arah dengan arah gerakan gigi disepanjang kawat busur (Shouthard,2007). Gaya gesek merupakan variabel tidak terkendali yang terjadi selama peratawan ortodontik baik pada saat pengaturan posisi awal (initial alignment) ataupun menggerakkan gigi dengan cara meluncurkan braket sepanjang kawat busur (Iwasaki dkk., 2003). Beberapa literatur menyebutkan bahwa penurunan atau peningkatan gaya gesek antara braket dan kawat busur terjadi karena beberapa faktor. Gaya gesek akan meningkat atau bervariasi tergantung pada: ukuran kawat, angulasi kawat terhadap braket, cara ligasi, perubahan bentuk kawat, dan bentuk kawat. Kondisi lain yang mempengaruhi gaya gesek adalah lebar braket, lubrikasi, kekasaran permukaan, dan bahan ligasi (ligature wire atau elastic ligature) (Tselepis dkk., 1994).
5
B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan: Bagaimana pengaruh penggunaan air polisher dengan bahan sodium bikarbonat terhadap gaya gesek braket logam daur ulang?
C. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh penggunaan air polisher dengan bahan sodium bikarbonat terhadap gaya gesek braket logam daur ulang.
D. Keaslian Penelitian Buchman (1980) meneliti dampak braket metalik direct-bond ortodontik daur ulang dengan pembakaran terhadap gaya gesek. Hasil yang diperoleh adalah terjadi mikrostruktur braket karena korosi intergranular. Jones dkk., (2002) meneliti pengaruh braket daur ulang stainless steel terhadap slot dan resistansi gaya gesek statis. Hasil yang diperoleh adalah gaya gesek statis meningkat pada braket daur ulang. Wilmes, dkk., (2009) meneliti secara in vitro perubahan permukaan bahan ortodontik cekat seperti kawat busur dan braket dengan menggunakan APDs ClinproTM Prophy dan Air-FlowR . Hasil yang diperoleh dari penelitian adalah terjadi permukaan kasar pada kawat busur dan braket setelah dilakukan air polishing. Parmagnani dan Basting (2012) meneliti penggunaan sodium bikarbonat air polishing terhadap permukaan mikromorfologi braket keramik dan
6
stainless steel. Hasil yang diperoleh adalah terjadi alterasi pada braket metal dan gaya gesek yang meningkat pada kedua jenis braket. Sepengetahuan penulis, belum ada penelitian mengenai pengaruh penggunaan air polisher dengan bahan sodium bikarbonat terhadap gaya gesek braket logam daur ulang.
E. Manfaat Penelitian Penelitian ini bermanfaat untuk: 1. Mengetahui pengaruh penggunaan air polisher dengan bahan dasar sodium bikarbonat terhadap gaya gesek braket logam daur ulang. 2. Bahan pertimbangan penggunaan air polisher sebagai alat pembersih braket pasca daur ulang.
7