BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah Sebuah organisasi dapat berjalan dengan baik dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah komitmen karyawan terhadap organisasi. Komitmen karyawan menjadi salah satu faktor yang penting di dalam kesuksesan berjalannya sebuah organisasi karena komitmen karyawan yang tinggi akan berpengaruh pada kinerja yang dilakukan karyawan guna pencapaian tujuan organisasi. Komitmen organisasi berhubungan dengan tingkat loyalitas serta keinginan karyawan untuk tetap bekerja di organisasi. . Organizational commitment atau komitmen organisasi menurut Mowday, Steers dan Porter (1979), adalah keadaan di mana seorang individu mengidentifikasi dirinya dengan organisasi tertentu dan tujuan organisasi tersebut serta
berkeinginan
untuk
mempertahankan
keanggotaan
dalam
rangka
memfasilitasi tujuan tersebut. Komitmen yang dimaksud adalah komitmen dalam bersikap, di mana pada saat individu merasa terikat dengan organisasi maka sikap dan tindakannya juga akan sejalan dengan tujuan dari organisasi tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi berdampak pada kinerja karyawan yang tinggi, tingkat turnover yang rendah dan tingkat ketidakhadiran yang rendah (Luthans, 2006). Ketiga hal tersebut sangat berpengaruh terhadap produktivitas dan pencapaian target atau tujuan organisasi. Oleh karena itu, karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi akan berusaha
1
2
memberikan kontribusi dan kinerja yang maksimal kepada organisasi demi pencapaian tujuan organisasi. Apabila kinerja karyawan rendah, maka akan sulit bagi organisasi untuk dapat mencapai target yang sudah ditetapkan (Ekawati & Nuraeni, 2013). Di sisi lain, saat ini mulai muncul isu-isu mengenai generasi Y yang akan menjadi penerus dimasa depan untuk menjalankan organisasi menggantikan generasi X. Menurut Iskandar (2013), generasi Y adalah sebuah generasi yang tumbuh bersama perkembangan teknologi nirkabel, internet dan media sosial. Generasi Y menggantikan generasi sebelumnya yang dikenal dengan generasi X atau baby boomers yang merupakan generasi yang lahir pada rentang tahun 1943 hingga 1964. Kehidupan para generasi Y tidak dapat terlepas dari segala sesuatu yang berhubungan dengan internet. Sebuah generasi yang menginginkan sesuatu terjadi dengan cepat, apakah itu berkaitan dengan perubahan atau sebuah proses untuk mencapai hasil. Banyak literatur yang membahas mengenai Generasi Y, hampir semua literatur menyentuh rentang tahun kelahiran antara 1980-an hingga 1990-an. Menurut Meier, Stephen, Crocker dan Stephen (2010), generasi X biasanya digambarkan sebagai generasi baby boomers dan lahir antara 1961 dan 1979. Generasi X belajar bagaimana untuk menghindari kesalahan orang tua terdahulu dan tumbuh menjadi generasi yang menghargai pendidikan, kerja keras dan kekuatan uang dimana karakteristik ini sangat berbeda dari generasi Y. Generasi Y secara luas dikenal sebagai generasi yang lahir antara tahun 1980 dan 2000. Generasi ini memiliki kepercayaan diri, independen, dan berorientasi pada tujuan.
3
Generasi Y di sisi lain tampaknya ingin keseimbangan kehidupan kerja dengan fleksibilitas untuk menentukan diri sendiri di dalam pekerjaan. Generasi Y menyajikan sebuah tantangan untuk manajer yang harus melatih dan memotivasi karyawan generasi berikutnya sehingga kekuatan para generasi Y menjadi keuntungan bagi perusahaan. Perlahan-lahan generasi Y akan mengambil alih kursi atau tempat kerja para generasi X sehingga di masa depan organisasi akan sepenuhnya mempekerjakan para generasi Y. Menurut Sapto W (2016), secara normatif generasi Y saat ini sedang berada di posisi middle structure seperti supervisor, kepala cabang, kepala divisi, pengusaha rintisan, maupun penerus warisan usaha. Di Indonesia, menurut Krisbiyanto (portalhr.com, 2013) di dalam tubuh perusahaan (BUMN) memiliki jumlah rata-rata generasi Y mencapai 25-30% dan jumlah tersebut akan terus meningkat. Bahkan ada sejumlah perusahaan perbankan yang 60% karyawannya adalah generasi Y. Namun di sisi lain, ternyata generasi Y dianggap kurang memiliki loyalitas atau komitmen terhadap organisasi di mana generasi Y tersebut bekerja. Hal ini menimbulkan permasalahan dan pekerjaan rumah bagi organisasi, bagaimana strategi organisasi agar dapat mempertahankan karyawan-karyawan generasi Y yang berpotensi untuk tetap bekerja di organisasi tersebut. Sebagai contoh, sebuah laporan dari biro statistik pekerja Amerika menyampaikan bahwa rata-rata lamanya seorang karyawan bekerja di sebuah perusahaan hanya sampai 4,4 tahun. Namun ternyata bagi karyawan muda, masa abdi di perusahaan bahkan kurang dari setengahnya. Menurut survei yang melibatkan 1.189 karyawan dan 150 manajer menyebutkan sekitar 91% dari
4
generasi Y mengaku berharap stay di organisasi atau perusahaan kurang dari 3 tahun, dan itu berarti para generasi Y akan memiliki sekitar 15-20 pekerjaan di sepanjang hidup (Clifford, 2013). Selanjutnya, dalam HR Magazine (2011) menunjukan survei yang dilakukan oleh The Ashridge Business School and The Institute for Leadership and Management (ILM) di tahun 2012 dengan melakukan wawancara dan mensurvei hampir 2.000 lulusan dan manajer di seantero UK. Hasil yang diperoleh adalah lebih dari setengah (57%) dari rekruitan lulusan baru berencana untuk meninggalkan peran atau pekerjaan saat ini dalam waktu dua tahun, dengan dua perlima (40%) berharap untuk menemukan pekerjaan baru dalam tahun yang sama. Hampir satu dari lima (16%) ingin pindah ke peran atau pekerjaan baru sesegera mungkin. Sedangkan di Indonesia sendiri, sebagai contoh salah satu bank swasta yang ada di Indonesia yaitu DBS, DBS adalah contoh perusahaan dengan 75 persen pegawai berusia muda, rata-rata di usia kisaran 30-35 tahun. Menurut Executive Director Human Resources & Development PT. Bank DBS Indonesia, generasi muda lebih cepat bosan, mereka tidak mau terkungkung. Rata-rata karyawan generasi muda hanya bertahan lima tahun hingga akhirnya berpindah kerja ke perusahaan lain, motif para karyawan generasi Y dalam bekerja adalah challenge (tantangan) bukan uang (Agmasari, 2016). Sebuah riset terhadap 10 ribu pencari kerja di Indonesia, sebanyak 3.500 responden menyatakan bahwa generasi Y cenderung akan berpindah kerja setelah 12 bulan menjadi karyawan dari sebuah perusahaan. Riset tersebut dilakukan
5
Jobstreet.com sebagai situs pencarian pekerjaan. Alasan pindah pekerjaan antara lain ketidaksesuaian minat, lingkungan kerja yang kurang sesuai, hubungan tidak harmonis dengan atasan, melambatnya perkembangan karier, hingga tunjangan dan gaji yang dirasa kurang besar (Primus, 2016). Selain itu, Mayya Indriastuti (Pramita, 2016) juga menyebutkan bahwa angka pengunduran diri atau turnover karyawan semakin tinggi. Pada tahun-tahun sebelumnya hanya sekitar 10 persen, saat ini meningkat menjadi 30 persen di mana kebanyakan karyawan yang mengundurkan diri tersebut adalah karyawan generasi Y yang meninggalkan perusahaan lama demi peluang di perusahaan yang baru meskipun baru bekerja satu tahun. Beberapa fakta baik di luar maupun di dalam negeri telah menunjukkan bahwa generasi Y cenderung kurang memiliki loyalitas atau komitmen terhadap organisasi di tempat para generasi Y tersebut bekerja. Organisasi harus berusaha keras dengan berbagai macam strategi agar dapat mempertahankan karyawan yang saat ini merupakan generasi Y dan bukan lagi generasi X. Dino Martin (Listiyarini, 2015) mengatakan bahwa tidak dapat dipungkiri generasi Y saat ini makin mendominasi dunia kerja. Generasi ini menjadi sumber daya manusia (SDM) yang dibutuhkan perusahaan, bahkan seringkali menjadi andalan dan tulang punggung. Saat ini, generasi Y masih harus berbagi kerja dan tempat dengan generasi X di organisasi, namun akan ada saatnya di masa depan generasi Y yang sepenuhnya akan menjalankan organisasi menggantikan masa kerja generasi X. Karakter generasi Y yang cenderung berpikir lebih bebas, ekspresif, fleksibel dan
6
tidak suka terkekang serta perbedaan model kerja dengan generasi terdahulu membuat organisasi harus berpikir lebih keras agar generasi Y tetap bertahan serta tetap termotivasi untuk bekerja dan tetap produktif demi mencapai tujuan organisasi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan di organisasi. Salah satu faktor yang mempengaruhi komitmen karyawan menurut McShane dan Glinow (2010) adalah keadilan dan dukungan. Lebih lanjut, keadilan organisasi (organizational justice) menurut McShane dan Glinow adalah perasaan karyawan akan keadilan dengan membandingkan rasio hasil/masukan sendiri dengan hasil/masukan orang lain. Persepsi positif karyawan terhadap keadilan organisasi akan berpengaruh terhadap komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan tersebut. Keadilan organisasi yang dimaksud bukan hanya dalam sistem gaji, namun termasuk keadilan dalam pengembangan karir, kesamaan hak dan perlakuan atasan terhadap karyawan di organisasi tersebut. Menurut Stacy Adams (Gitosudarmo & Sudita, 2000), keadilan yang dirasakan karyawan di organisasi adalah di mana karyawan menilai tentang input atau usaha atas pekerjaan yang telah dilakukan dengan output atau hasil yang diperoleh. Karyawan membandingkan hasil yang diperoleh dengan orang lain di dalam kelompok ataupun orang lain di luar kelompok dan bahkan diluar organisasi. Apabila persepsi karyawan yang menganggap bahwa hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan usaha yang telah dilakukan maka karyawan akan mengurangi besar usaha yang harus dilakukan dalam pekerjaan. Persepsi yang
7
dimaksud adalah proses memperhatikan, menyeleksi dan mengorganisasikan dan menafsirkan stimulus dari lingkungan. Persepsi karyawan terhadap keadilan yang diberikan organisasi baik dalam bentuk pengupahan, pengembangan karir dan kesamaan perlakuan dengan karyawan lain akan mempengaruhi komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan. Persepsi terhadap keadilan organisasi akan mempengaruhi besarnya usaha atas pekerjaan yang dilakukan karyawan dan keinginan karyawan untuk tetap memiliki kinerja yang optimal demi mencapai tujuan organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah permasalahan komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan dari generasi Y dipengaruhi oleh persepsi terhadap keadilan yang diberikan organisasi para karyawan generasi Y. Penelitian mengenai hubungan antara persepsi terhadap keadilan organisasi dan komitmen organisasi telah dilakukan sebelumnya. Damayanti dan Suhariadi (2003) melakukan penelitian mengenai persepsi terhadap keadilan organisasi dan komitmen organisasi pada 59 karyawan PT Haji Ali Sejahtera di Surabaya dengan karakteristik berusia 20-50 tahun, memiliki masa kerja minimal 2 tahun dan berpendidikan minimal SMU. Hasil dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap keadilan organisasi dan komitmen organisasi karyawan. Selanjutnya, Rafei-Dehkordi, Mohammadi dan Yektayar (2013) melakukan penelitian mengenai hubungan antara keadilan organisasi dengan komitmen organisasi pada 150 staf di kantor departemen pemuda dan olahraga di provinsi Chahar Mahal Va Bakhtiari dan mendapatkan hasil yaitu terdapat hubungan yang
8
signifikan antara keadilan organisasi dan komitmen organisasi staf di departemen pemuda dan olahraga, di mana dengan lebih banyak pertimbangan fungsional dalam keadilan organisasi di departemen tersebut, maka komitmen organisasi para staf akan meningkat. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara keadilan organisasi dan komitmen organisasi. Penelitian ini ingin mengetahui apakah persepsi terhadap keadilan organisasi juga memberikan pengaruh pada komitmen organisasi yang dimiliki oleh karyawan dari generasi Y. Pada kenyataannya, saat ini organisasi yang memiliki persentase karyawan dari generasi Y yang lebih besar daripada generasi X, di mana generasi Y lebih berjiwa bebas dan fleksibel harus dengan pintar mengatur dan memanajeman karyawan agar para karyawan dapat bertahan di organisasi. Persepsi karyawan terhadap keadilan organisasi menjadi salah satu hal yang penting, karena dengan persepsi yang positif maka karyawan akan nyaman dan tetap termotivasi untuk bekerja di organisasi tersebut. Di sisi lain, generasi Y yang saat ini sedang banyak dibicarakan mengenai kualitas kerja dan loyalitas atau komitmennya terhadap organisasi menjadi sebuah masalah baru yang harus dipecahkan oleh organisasi. Kemudian, timbul pertanyaan apakah organisasi yang dianggap tidak memberikan keadilan bagi karyawan generasi Y kemudian mempercepat turnover para karyawan tersebut yang memilih pindah ke organisasi yang lebih baik. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian yang ingin diajukan oleh peneliti adalah “apakah ada hubungan antara persepsi terhadap keadilan organisasi dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y ?”
9
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara persepsi terhadap keadilan organisasi dan komitmen organisasi pada karyawan generasi Y.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan sumbangan bagi ilmu psikologi terutama psikologi industri dan organisasi serta dapat dijadikan pedoman dalam penelitian selanjutnya. 2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan informasi kepada generasi Y mengenai persepsi mengenai keadilan organisasi pada karyawan yang berkaitan dengan komitmen organisasi para generasi Y. Selanjutnya, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi organisasi, khususnya bagi para atasan mengenai generasi Y serta dapat dijadikan bahan analisis untuk dapat meningkatkan komitmen para karyawan terutama generasi Y di organisasi. Bagi peneliti berikutnya, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan serta dapat dijadikan informasi tambahan bagi peneliti untuk melakukan penelitian.
D. Keaslian Penelitian Penelitian ini memiliki keaslian penelitian ditinjau dari referensi jurnal penelitian yang sebelumnya pernah dilakukan. Beberapa penelitian sebelumnya
10
yang pernah dilakukan berkaitan dengan komitmen organisasi adalah sebagai berikut : 1. Pengaruh keadilan organisasi terhadap komitmen organisasional dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening di sekolah Santa Ursula BSD yang ditulis oleh Harris Kristanto pada tahun 2015. Subjek penelitiannya adalah pegawai pendidikan dan non pendidikan di sekolah Santa Ursula BSD sebanyak 171 orang. 2. Hubungan antara persepsi terhadap keadilan organisasi dengan komitmen karyawan pada organisasi di PT. Haji Ali Sejahtera Surabaya yang ditulis oleh Komi Damayanti dan Fendy Suhariadi pada tahun 2003. Subjek penelitiannya adalah karyawan PT. Haji Ali Sejahtera Surabaya sebanyak 59 orang. 3. Keadilan organisasional, komitmen organisasional dan kinerja karyawan yang ditulis oleh Catur Agus Sancoko dan Mutiara S Panggabean pada tahun 2015. Subjek penelitiannya adalah karyawan di CV Tanaya Fiberglass sebanyak 38 orang. Berdasarkan uraian penelitian yang sebelumnya, peneliti dapat menyatakan bahwa penelitian yang dilakukan asli dari segi : 1. Keaslian topik Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, variabel-variabel yang digunakan hampir sama dengan variabel yang digunakan di dalam penelitian ini.
Kristanto
(2015)
menggunakan
variabel
bebas
yaitu
keadilan
organisasional, variabel tergantung kinerja karyawan dengan komitmen organisasional sebagai variabel intervening, Damayanti dan Suhariadi (2003)
11
menggunakan variabel bebas persepsi terhadap keadilan organisasi dan variabel tergantung komitmen organisasi, serta Sancoko dan Panggabean (2015) menggunakan variabel bebas yaitu keadilan organisasi, variabel tergantung komitmen organisasi dengan kepuasan kerja sebagai variabel intervening. Variabel yang akan diteliti di dalam penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya, variabel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah persepsi terhadap keadilan organisasi sebagai variabel bebas dan komitmen organisasi sebagai variabel tergantung dan tidak terdapat variabel intervening di dalamnya. 2. Keaslian teori Dari penelitian sebelumnya, teori mengenai komitmen organisasi yang digunakan bermacam-macam oleh peneliti. Teori komitmen organisasi yang digunakan oleh Kristanto (2015) adalah teori dari Porter dkk (1974), Damayanti dan Suhariadi (2003) menggunakan teori dari Robert Steers (1985) serta Sancoko dan Panggabean (2015) menggunakan teori dari Meyer dan Allen (2002). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan teori komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1990) sedangkan penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan teori dari Porter dkk (1974) dan Robert Steers (1985). 3. Keaslian alat ukur Alat ukur yang digunakan di dalam penelitian ini berbeda dengan alat ukur yang digunakan di dalam penelitian sebelumnya. Alat ukur yang digunakan oleh Kristanto (2015) dan Sancoko dan Panggabean (2015) tidak disebutkan di
12
dalam penelitian. Sedangkan, Damayanti dan Suhariadi (2003) menggunakan alat ukur komitmen organisasi dari Allen dan Meyer (1990) dan alat ukur keadilan organisasi dari Colquitt (2001). Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan alat ukur yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek dari komitmen organisasi Allen dan Meyer (1990) dimensi-dimensi keadilan organisasi dari Colquitt (2001). 4. Keaslian subjek penelitian Subjek penelitian di dalam penelitian ini berbeda dengan subjek penelitian sebelumnya. Penelitian yang dilakukan oleh Kristanto (2015) menggunakan subjek penelitian pegawai pendidikan dan non pendidikan di sekolah Santa Ursula BSD, Damayanti dan Suhariadi (2003) menggunakan subjek penelitian karyawan PT. Haji Ali Sejahtera dan Sancoko dan Panggabean (2015) menggunakan subjek penelitian CV Tanaya Fiberglass. Perbedaan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini menggunakan subjek generasi Y yang menjadi karyawan atau bekerja tetap di perusahaan ataupun organisasi. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini memiliki keaslian penelitian.