BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat etnis keturunan Arab atau Suku Arab di Indonesia merupakan salah satu etnis yang minoritas yang berada di Indonesia, keberadaan mereka berasal dari pedagang-pedagang Arab yang mendatangi Indonesia yang bertujuan untuk menyiarkan agama Islam dan berdagang. Masyarakat ini juga merupakan warga negara Indonesia, yang hanya saja apabila dilihat dari segi fisik mereka mungkin memiliki perbedaan dengan suku di Indonesia kebanyakan. Suku ini tersebar di seluruh Indonesia, misalnya di Jakarta (Pekojan), Surakarta (Pasar Kliwon), Surabaya (Ampel), Malang (Jagalan), Cirebon (Kauman), Mojokerto (Kauman), Yogyakarta (Kauman) dan Probolinggo (Diponegoro) -- serta masih banyak lagi yang tersebar di kota-kota seperti Palembang, Banda Aceh, Sigli, Medan, Banjarmasin, Makasar, Gorontalo, Ambon, Mataram, Kupang, Papua dan bahkan di Timor Timur. Pada jaman penjajahan Belanda, mereka dianggap sebagai bangsa Timur Asing bersama dengan suku Tionghoa-Indonesia dan suku IndiaIndonesia, tapi seperti kaum etnis Tionghoa dan India, tidaklah sedikit yang berjuang membantu kemerdekaan Indonesia 1. Salah satu keberadaan masyarakat ini adalah di kota Medan. Masyarakat ini berada di beberapa perkampungan yang tersebar di wilayah kota Medan. Suku Arab merupakan etnis yang juga selayaknya diperhitungkan dalam kancah perpolitikan baik nasional maupun daerah. Dasar ketetarikan penulis dalam studi penelitian ini, yakni penulis ingin mengetahui lebih dalam mengenai
1
. Arab Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Arab-Indonesia, (diakses tgl 04.03.2007).
Universitas Sumatera Utara
kehidupan dan bentuk partisipasi politik masyarakat etnis keturunan Arab secara khusus pada pemilihan kepala daerah langsung Walikota Medan tahun 2005 karena mulai bulan Juni 2005, Kepala Daerah dan Wakil Kepala daerah, baik Gubernur / Wakil Gubernur, Bupati /Wakil Bupati maupun Walikota /Wakil Walikota dipilih secara langsung oleh rakyat. Peristiwa ini menandai babakan baru dalam sejarah politik daerah Indonesia; pemilihan secara langsung oleh rakyat 33 gubernur, 349 Bupati, dan 91 Walikota di berbagai provinsi, kabupaten dan kota di seluruh Indonesia. 2 Dalam lingkup ini dilihat dari keikutsertaaan Abdillah AK, MBA sebagai calon Walikota Medan yang juga memiliki keturunan Arab. Bisa kita lihat bahwa Abdillah AK, MBA telah dua kali terpilih sebagai Walikota Medan. Abdillah menjalin hubungan yang harmonis dengan para tokoh agama dan masyarakat. Melalui Forum Komunikasi Pemuka Agama (FKPA), Ia sering melakukan koordinasi dan konsultasi dalam rangka mengantisipasi berbagai situasi dan keamanan, ketertiban masyarakat di Kota Medan. Khususnya dalam meredam peristiwa-peristiwa yang bernuansa SARA (Suku, Agama, Ras dan Aliran kepercayaan) Masyarakat Medan yang sangat heterogen bagi Abdillah justru merupakan anugerah Tuhan yang harus disyukuri. Perbedaan suku, agama, budaya dan adat istiadat juga harus menjadi modal sosial untuk membangun Medan yang semakin beradab. Kepelbagaian juga harus dijadikan perekat untuk bekerja sama dan samasama bekerjasama membagun Medan menuju kota metropolitan. Keberadaan delapan suku yang mendiami Kota Medan menurut Abdillah justru harus dijadikan faktor perekat., bukan faktor pemicu konflik yang berdimensi
2
. Joko J. Prihatmoko, Pemilihan kepala Daerah Langsung, (Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan
Universitas Sumatera Utara
etnis, berbeda jika suku yang berdiam di Medan hanya terdiri dari dua suku saja. Secara teoritik, potensi untuk terjadinya konflik horizontal justru lebih tinggi. 3 Dasar ketertarikan penulis yaitu untuk mengkaji apakah benar adanya masyarakat etnik keturunan Arab di Medan memilih Abdillah sebagai walikota masa itu dengan berdasar dari rasa primordialisme yang dalam penelitian ini, penulis memasukkan peran serta perkumpulan masyarakat Arab yakni Annady AlIslamy yang mewakili etnis keturunan Arab dari Laki-laki dan perempuan dan AlIchwani Arabia yang mewakili suara wanita keturunan Arab. Dan apabila benar, tidak sedikit suara dan pendukung Abdillah dari masyarakat etnis keturunan Arab di Medan dalam suksesnya beliau terpilih menjadi walikota masa itu. Hal ini dapat kita lihat dari perolehan tetap suara pemilihan kepala daerah langsung Kota Medan yahun 2005, data ini dapat dilihat dalam tabel di bawah berikut. Di bawah ini terdapat tabel 1 mengenai calon yang terdaftar dalam Pemilihan Walikota Medan tahun 2005 berdasarkan nomor urut dan pasangannya. Dan tabel 2 yaitu hasil perolehan suara pada Pemilihan Walikota Medan tahun 2005.
di Indonesia), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, hal 1. 3 . Dr. H. Ramli Abdul Wahid, MA, Dr. Iskandar Zulkarnain, M,Si, Drs. Edwin H Supiartoyo, Kiat Bang Dillah Membangun Medan, Medan Madani Centre, Medan, 2005, hal 78-80.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1 Daftar Nama Pasangan Calon yang Terdaftar di KPUD Kota Medan
No Urut 1.
2.
Nama Pasangan Calon
Partai yang Mengusung
Ir. H. Maulana Pohan/Sigit Pramono Asri
-
Partai Keadilan Sejahtera
Drs. Abdillah AK, MBA/Drs.H.Ramli, MM
-
Partai Golongan Sejahtera Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Partai Demokrat Partai Damai Sejahtera Partai Amanat Nasional Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Partai Bintang Reformasi Partai Patriot Pancasila
-
Sumber : KPUD Kota Medan.
Tabel 2 Hasil Perolehan Suara Pilkada Kota Medan 27 Juni 2005
No
Nama Calon Walikota/Wakil Walikota
Jumlah Suara
Presentase
1
Ir. H. Maulana Pohan/Sigit Pramono Asri
292.803
37,37
2
Drs. Abdillah AK, MBA/Drs.H.Ramli, MM
490.682
62,63
783.485
100
Jumlah Sumber: KPUD Kota Medan
Dari tabel di atas, dapat dilihat perbedaan jumlah pemilih yang sangat tampak pada pemilihan kepala daerah Kota Medan antara Abdillah-Ramli dengan MaulanaSigit, hal ini membuktikan bahwasanya pada daerah ini para pemilih pada pemilihan kepala daerah silam lebih memilih Abdillah sebagai calon Walikota medan, tetapi
Universitas Sumatera Utara
apakah etnis keturunan Arab di Medan menjadi bagian pemilih dari jumlah tabel di atas yang ingin dikaji oleh penulis untuk melakukan penelitian. Clifford Geertz menyatakan salah satu sebab kegoncangan primordial berkisar yang seringkali timbul bersama dan berlawanan tujuan, secara deskriptif, salah satunya adalah ras. Ras menurut Clifford, mirip dengan kesukuan dalam arti bahwa ia melihat teori etno-biologis. Tetapi keduanya sesungguhnya amat berbeda. Yang menjadi ciri utama adalah bentuk-bentuk fisik yang feno-tipis terutama warna kulit, bentuk muka, tinggi badan dan bentuk rambut. Maka dari itu, dengan penelitian ini penulis ingin menguak massa yang menurut penulis adalah “massa minoritas” yakni massa yang memilih berdasar cerminan primodialisme dibalik kesuksesan Abdillah terpilih sebagai Walikota Medan. Ikatan primordial tidak hanya berpengaruh dalam satu aspek kehidupan saja. Kenyataan yang sering kita jumpai di mana pun ialah bahwa primordialisme itu justru penting karena ia bergerak dalam keseluruhan aspek kehidupan masyarakat. Masyarakat yang majemuk akan mudah mengaitkan aspek-aspek kehidupan dengan ikatan-ikatan primordial. Dipilihnya sistem pemilihan kepala daerah langsung mendatangkan optimisme dan pesimisme tersendiri. Pemilihan kepala daerah langsung dikenal sebagai perwujudan pengembalian “hak-hak dasar” masyarakat di daerah dengan memberikan kewenangan yang utuh dalam rangka rekuitmen pimpinan daerah sehingga mendinamisir kehidupan demokrasi di tingkat lokal. Keberhasilan pemilihan kepala daerah langsung untuk melahirkan kepemimpinan daerah yang demokratis, sesuai kehendak dan tuntutan rakyat sangat tergantung pada kritisme dan rasionalitas rakyat sendiri. Pada titik itulah, pesimisme terhadap pemilihan kepala daerah langsung menemukan relevansinya.
Universitas Sumatera Utara
Keputusan politik untuk daerah selalu lahir dalam suasana tarik-menarik antara berbagai kepentingan, seperti elite dan publik, pusat dan daerah, partai dan non partai, dan sebagainya. Implementasi pemilihan kepala daerah langsung juga tidak lepas dari persoalan tersebut. Artinya antara harapan (das sein) dan kenyataan memiliki jarak (das sollen) 4 Kepala daerah adalah jabatan politik dan jabatan publik yang bertugas memimpin birokrasi menggerakkan jalannya roda pemerintahan. Fungsi-fungsi pemerintahan terbagi menjadi perlindungan, pelayanan publik dan pembangunan (Protective, public services dan development). Kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan atas ketiga fungsi pemerintahan itu. 5 Dalam konteks pelaksanaan Otonomi Daerah, seorang Kepala Daerah dalam implementasi pola kepemimpinannya seharusnya tidak hanya berorientasi pada tuntutan untuk memperoleh kewenangan sebesar-besarnya, tanpa menghiraukan makna Otonomi Daerah itu sendiri yang lahir dari suatu kebutuhan akan efisiensi dan efektifitas manajemen penyelenggaraan pemerintahan, yang bertujuan untuk memberi pelayanan yang lebih baik dari masyarakat. Paradigama baru Otonomi Daerah harus diterjemahkan oleh Kepala Daerah sebagai upaya untuk mengatur kewenangan pemerintahan sehingga serasi dan fokus pada tuntutan kebutuhan masyarakat, karena Otonomi Daerah bukanlah tujuan, melainkan suatu instrumen untuk mencapai tujuan (James W. Fesler, 1965, AF. Leemans,1970) 6. Kebijaksanaan–kebijaksanaan apapun dalam bidang apapun cenderung menimbulkan kerukunan atau kesenjangan dalam masyarakat, baik secara vertikal
4
. Ibid, hal 3. . Ibid, hal 203. 6 . JR, J, Kaloh, Kepala Daerah (Pola Kegiatan, Kekuasaan dan Prilaku Kepala Daerah, Dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah), PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2003, hal 15-16. 5
Universitas Sumatera Utara
maupun horizontal. Sebab, primordialisme senantiasa menyalurkan kepuasan dan kekecewaan dalam masyarakat melalui kelompok-kelompok yang ada di dalamnya. Keadaan inilah yang menentukan apakah masyarakat dapat menciptakan solidaritas atau tidak terhadap sesamanya. Dengan kata lain, yang menjadi masalah bagi kita sebenarnya bukan kenyataan adanya faktor-faktor primordial dalam masyarakat kita melainkan persepsi dan sikap masyarakat terhadap faktor-faktor tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, penulis mencoba merumuskan masalah tentang ikatan primordial terhadap pemilihan Walikota Medan. Untuk lebih jelas masalah sebenarnya adalah : “Apakah ikatan primordial masyarakat etnis keturunan Arab memiliki relasi terhadap salah satu calonnya yakni Drs. H. Abdillah AK, MBA pada Walikota Medan tahun 2005?”
1.3. Batasan masalah Dalam penelitian ini, penulis memberikan beberapa poin terhadap masalah yang akan dibahas agar tidak menyimpang dari perumusan masalah. Pada penelitian ini penulis hanya membahas mengenai masalah: 1. Mendeskripsikan bentuk ikatan primordial masyarakat etnik keturunan Arab terhadap pemilihan kepala daerah langsung Walikota Medan tahun 2005. 2. Menganalisis partisipasi dan persepsi masyarakat etnik keturunan Arab sebagai manifestasi primordial terhadap pemilihan Walikota Medan tahun 2005.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui ikatan primordialisme dan bentuk solidaritas sesama kelompok etnik keturunan Arab di Kota Medan.. 2. Untuk mengetahui seberapa besar antusiasme masyarakat kelompok etnik keturunan Arab di Kota Medan di bidang politik dalam pemilihan Walikota Medan tahun 2005.
1.5. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan wawasan bagi para akademisi khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk membuktikan kebenaran tentang adanya ikatan primodialisme etnis keturunan Arab pada pemilihan Walikota Medan tahun 2005 silam. Pembuktian ini didukung dengan pernyataan dari responden yakni masyarakat etnis keturunan Arab yang berada di Medan.
1.6. Kerangka Teori 1.6.1. Primordialisme Menurut Clifford Geertz bahwa negara-negara yang baru merdeka atau negara-negara berkembang sering dihadapkan pada sentimen-sentimen primordial, akibatnya konsepsional tentang pengertian tentang bangsa, kebangsaan dan nasionalisme menjadi kabur, mengaburnya konsepsional tentang pengertianpengertian bangsa (nation), kebangsaan (nasionalitas) dan nasionalisme telah sering dibahas dan dikecam dalam setiap karya yang mencoba mengupas masalah hubungan antara kesetiaan kommunal dan kesetiaan politik. Jalan yang lain ditempuh untuk mengatasi persoalan ini ialah usaha memuaskan segala pihak yang
Universitas Sumatera Utara
memandang masalah-masalah yang berhubungan dengannya dari berbagai segi : politik, psikologi, kultur dan demografi. Akibatnya usaha mengurangi kekaburan itu malah tidak banyak mengalami kemajuan. Sebagian dari kekaburan ini dapat dihilangkan kalau saja disadari bahwa rakyat negara-negara baru terdorong oleh dua jenis motif yang kuat, saling mempengaruhi, berbeda satu dari yang lain dan yang seringkali bertentangan: pertama, kehendak untuk diakui sebagai pelaku-pelaku yang bertanggung jawab dan yang hasrat, harapan, tindakan serta pendapatnya diperhitungkan, Kedua, kehendak membina suatu negara modern yang efisien dan dinamis. Kehendak pertama adalah ikhtiar untuk diperhatikan : ia merupakan usaha mencari identitas (kepribadian) dan bahwa identitas itu diakui secara terbuka sebagai sesuatu yang penting, suatu penegasan diri sosial untuk menjadi seseorang di dunia. Kehendak kedua bersifat lebih praktis suatu tuntutan untuk kemajuan meningkatkan taraf hidup, menciptakan tata susunan politik yang tertib, keadilan sosial yang lebih meluas serta lebih memainkan peranan dalam percaturan politik dunia dan menyatakan pengaruhnya dalam masyarakat internasional. Kedua motif itu saling berkaitan, karena kewargaan di dalam suatu negara yang sungguh-sungguh modern makin lama makin diterima sebagai cara menyatakan harkat pribadi bangsa. Ketegangan ini wujud dalam bentuk yang keras dan kronis di negara-negara baru, baik karena perasaan harkat diri rakyat-rakyatnya bertalian erat dengan masalah hubungan darah, ras, bahasa, kedaerahan, agama atau tradisi, maupun karena makin pentingnya peranan negara berdaulat sebagai upaya positif dalam mewujudkan tujuan-tujuan kolektif dalam abad ke 20 ini. Rakyat negara-negara baru yang multi etnis, multi bahasa dan kadang-kadang multi rasial cenderung menilai hal-hal yang seketika, kongkrit dan pengelompokan-pengelompokan
Universitas Sumatera Utara
alamiah seperti itu sebagai isu substantif tentang kepribadiannya masing-masing. Mengalahkan identifikasi-identifikasi spesifik dan yang mudah dikenal terhadap ikatan-ikatan yang lebih luas dan yang agak asing merupakan resiko kehilangan identitas sebagai pribadi yang otonom. Resiko itu terjadi melalui penyerapan ke dalam masa dengan kebudayaannya yang tak jelas atau melalui dominasi kelompok etnis, ras atau bahasa saingannya yang dapat menentukan corak warna tata susunan yang baru itu. Tetapi bersamaan dengan itu hampir setiap anggota masyarakat negara baru sadar bahwa kemungkinan pembaharuan sosial dan kemajuan material yang amat diinginkan serta diperjuangkan dengan kuat bergantung pada kemampuan mereka bersatu dalam masyarakat politik yang lebih besar, bebas dan lebih kuat. Pada umumnya dipandang dari sudut kemasyarakatan bahwa negaranegara baru mudah menjurus pada ketimpangan–ketimpangan serius akibat ikatanikatan primordial. Menurut Cillford Geertz dalam bukunya Interpretation of Culture “Ikatan primordial adalah sebagai perasaan yang lahir dari yang dianggap ada dalam kehidupan sosial, sebagian besar dari hubungan langsung dan hubungan keluarga, tetapi juga meliputi keanggotaan dalam lingkungan keagamaan tertentu, bahasa dan dialek serta kebiasaan-kebiasaan sosial.” 7 Kegoncangan yang menimpa banyak negara modern yang disebabkan keinginan untuk menjadi masyarakat primordial dari pada menjadi masyarakat kebangsaan, serta kesadaran akan manfaat praktis dari pola integrasi sosial yang lebih luas, telah memperkuat kecenderungan mengajukan alasan-alasan ikatan hubungan darah, bahasa, agama dan sebagainya sebagai masyarakat akhir. Akan tetapi dalam masyarakat yang mengalami proses modernisasi, ikatan-ikatan primordial masih didengungkan sebagai landasan penciptaan kesatuan-kesatuan
7
. Clifford Geertz, The Interpretation of Cultures, Basic Book, Inc, New York, 1973, hal 259.
Universitas Sumatera Utara
politik, tradisi politik kebangsaan masih lemah, sedangkan persyaratan teknis akan pemerintahan yang mengusahakan kemakmuran amat kurang dipahami. 8 Kegoncangan primordial biasanya berkisar pada beberapa sebab yang seringkali timbul bersama dan berlawanan tujuan, secara deskriptif, masalahmasalah yang timbul adalah sebagai berikut : a. Hubungan darah Yang penting dalam hal ini adalah kekeluargaan, karena hubungan yang wujud, akibat biologis (keluarga besar garis keturunan dan sebagainya) terlalu terbatas untuk dianggap cukup berarti. Oleh karena itu pengenalan lebih bersifat hubungan keluarga yang lebih sosiologis seperti kesukuan. b. Ras Ras mirip dengan kesukuan dalam arti bahwa ia melihat teori etno-biologis. Tetapi keduanya sesungguhnya amat berbeda. Yang menjadi ciri utama adalah bentuk-bentuk fisik yang feno-tipis terutama warna kulit, bentuk muka, tinggi badan, bentuk rambut. Masalah–masalah perkauman (communalism) di Malaya sebagian besar timbul dari perbedaan ini sekalipun kedua pihak berasal dari jenis feno-tipis Mogoloid yang sama. c. Bahasa Linguisme, karena sesuatu hal yang belum dapat diterangkan secara memuaskan, sehingga hal ini bermasalah di India dan di Malaya dan secara sporadis juga terjadi dibeberapa tempat di dunia. Akan tetapi karena bahasa seringkali dipandang sebagai poros essensi konflik-konflik nasional, ada baiknya ditegaskan dalam hal ini bahwa linguisme bukanlah suatu akibat yang pasti lahir dari keanekaragaman bahasa. Perbedaan-perbedaan bahasa tidak selalu menjurus pada
8
. Ibid, hal 257-261.
Universitas Sumatera Utara
perpecahan. Atau menjadi masalah sosial yang besar, walaupun sering timbul kebingungan tentang penggunaan bahasa. Konflik-konflik primordial bisa saja terjadi dalam masyarakat yang tidak mengenal perbedaan bahasa yang menyolok, seperti di Libanon. d. Daerah Hal ini menjadi faktor di hampir setiap pelosok dunia, kedaerahan dengan sendirinya menjadi masalah serius di daerah-daerah geografis yang heterogen. Ketegangan antara Pakistan Barat dan Pakistan Timur ( Bangladesh) terlibat masalah perbedaan dalam bahasa dan kultur, tetapi faktor geografi justru yang paling menentukan, ini diakibatkan karena secara teritorial negara itu tidak bersambungan. e. Agama Kasus yang terkemuka akibat keterkaitan agama ini adalah Partisi India. Akan tetapi Libanon, orang Karen dan Araken Islam di Birma, orang Batak Toba, Ambon dan Minahasa di Indonesia, orang Moro di Filipina, orang Sikh di Punjab, India semua ini contoh-contoh terkenal tentang kekuatan ikatan keagamaan dalam menghambat ataupun menggagalkan perasaan kebangsaan yang lebih luas. f. Kebiasaan Perbedaan-perbedaan dalam bentuk kebiasaan sering merupakan dasar dari salah satu segi perpecahan nasional. Gejala ini terutama berperan penting dalam hal dimana satu kelompok yang secara intelektual dan kesenian merasa dirinya pembawa peradaban di tengah-tengah penduduk lain yang dianggap kasar dan yang harus berpedoman pada golongan yang unggul. Akan tetapi perlu dicatat bahwa
Universitas Sumatera Utara
golongan yang amat berbeda satu dari yang lain dapat menjalankan gaya hidup umum yang sama. 9 Menurut Nazzarudin Sjamsuddin dalam bukunya Dinamika Sistem Politik Indonesia : “Primordialisme ialah perasaan-perasaan yang mengikat seseorang dikarenakan
oleh hal-hal yang dimilikinya sejak ia dilahirkan. Individu umumnya tidak berada pada posisi untuk memilih sendiri faktor-faktor primordialnya. Ia dilahirkan dalam suatu kondisi tertentu, dan ia harus menerima kondisi itu, biasanya untuk seumur hidupnya. Yang tergolong dalam kondisi ini ialah faktor-faktor seperti daerah atau tempat kelahiran, suku, ikatan darah, ras, agama dan rasa. 10”
Primordialisme dianggap sebagai salah satu hambatan integratif yakni yang ditimbulkan oleh perbedaan yang ada pada kelompok elite dan massa.
1.6.2. Pengertian Kelompok Etnik Defenisi kelompok etnik, Menurut Narroll, 1964 umumnya kelompok etnik dikenal sebagai suatu populasi yang: 1. Secara biologis mampu berkembang biak dan bertahan 2. Mempunyai nilai-nilai budaya yang sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam suatu bentuk budaya. 3. Membentuk jaringan komunikasi dan interaksinya sendiri 4. Menentukan ciri kelompoknya sendiri dan diterima kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain.
9
. Ibid, hal 263. . Nazzaruddin Sjamsuddin, Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal 41. 10
Universitas Sumatera Utara
Defenisi yang ideal memang tidak berbeda jauh dengan yang umum kita kenal, yaitu bahwa suku bangsa sama dengan budaya dan bahasa, sedangkan masyarakat sama dengan suatu unit yang hidup terpisah dari unit lain.
11
1.6.3. Budaya Politik Menurut Nazzarudin Sjamsudin dalam bukunya Dinamika Sistem Politik Indonesia Budaya politik diartikan sebagai “Seperangkat sikap, kepercayaan, dan perasaan warga negara terhadap sistem politik dan simbol-simbol (seperti bendera, bahasa, dan lembaga-lembaga politik) yang dimilikinya. Unsur yang penting pula dalam budaya politik adalah bagaimana sikap atau perasaannya terhadap peranannya sendiri dalam bidang politik. 12”
Menurut Albert Widjaja dalam bukunya Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi: “Budaya politik adalah aspek politik dan sistem nilai-nilai yang terdiri dari ideologi, pengetahuan, adat-istiadat, tahayul dan mithos. 13” Hakekat atau ciri-ciri pokok dari budaya politik menyangkut masalah nilainilai. Nilai-nilai adalah prinsip-prinsip yang dasar yang melandasi doktrin atau satu pandangan hidup bentuk dan budaya politik menyangkut masalah sikap norma. Norma bagi perilaku berasal dari nilai. Norma membentuk sikap normatif seseorang terhadap gejala-gejala; benar atau salah, baik atau buruk, suka atau tidak suka. Bentuk budaya politik disini adalah sikap mental dan tingkat militansi seseorang terhadap orang lain dalam pergaulan di dalam masyarakat. 14
11
. Kutipan dari Fredrik Barth, Kelompok Etnik dan Batasannya : Penerjemah Nining I. Soesilo ; pendamping Parsudi Suparlan , Jakarta, UI Press, 1988, hal 11. R. Narrol, Ethnic Unit Classification, Current Anthroplogy, Vol 5, No. 4. 12 . Nazzaruddin Sjamsuddin, Dinamika Sistem Politik Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993, hal 90. 13 . Albert Widjaja, Budaya Politik dsn Pembangunan Ekonomi, LP3ES, Jakarta, 1982, hal 250. 14 . Ibid, hal 250.
Universitas Sumatera Utara
Bagaimana sikap, kepercayaan, dan perasaan, seseorang terhadap sistem politik sebenarnya ditentukan oleh bagaimana hubungan antara masyarakat itu dengan struktur politiknya. Struktur politik yang sejalan dengan aspek-aspek kebudayaan masyarakat
menciptakan budaya politik
yang
matang,
yaitu
mencerminkan komitmen warga negara yang demikian tinggi terhadap sisem politik. Salah satu hal yang utama dalam hal ini ialah bagaimana tingkat kematangan budaya politik
suatu
negara,
seperti di Indonesia,
dimana
masyarakatnya bersifat majemuk. Dalam keadaan yang demikian, maka penerimaan kelompok masyarakat terhadap sistem politik adalah bervariasi, yaitu tergantung pada bagaimana hubungan antara budaya masing-masing kelompok itu dengan struktur politik nasional.
1.6.4. Partisipasi Politik Partisipasi merupakan aspek penting dalam sebuah tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya modernisasi politik. Partisipasi politik itu merupakan kegiatan yang dilakukan warga negara untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan dengan tujuan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan yang dilakukan pemerintah. Defenisi partisipasi politik menurut Huntington dan Nelson; “Partisipasi politik sebagai kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan mempengaruhi pengambilan keputusan oleh pemerintah. 15 Menurut Miriam Budiarjo secara umum mengartikan; “Partisipasi politik sebagai kegiatan seseorang atau kelompok untuk ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik yaitu dengan cara memilih pimpinan negara secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah (public Policy). 16” 15
. Samuel P. Huntington, Joan Nelson, Partisipasi Politik di Negara Berkembang, Rineka Cipta, Jakarta, 1994, hal 6. 16 . Miriam Budiarjo, Partisipasi dan Partai Politk, Jakarta, PT. Gramedia, Jakarta, 1982, hal 1.
Universitas Sumatera Utara
Partisipasi aktif mencakup kegiatan warga negara mengajukan usul mengenai suatu kebijakan umum yang berbeda dengan kebijakan pemerintah, mengajukan kritik dan saran perbaikan untuk meluruskan kebijaksanaan, membayar pajak dan ikut serta dalam kegiatan pemilihan pimpinan pemerintahan. Di pihak lain partisipasi pasif antara lain berupa kegiatan menaati peraturan atau perintah, menerima dan begitu saja melaksanakan keputusan pemerintah. 17 Ciri-ciri sosial tertentu sangat penting dalam memberikan kesempatan dan kecakapan politik kepada individu. seperti pendidikan tinggi, perbedaan jenis kelamin, dan status sosial ekonomik juga mempengaruhi keaktifan seseorang dalam berpartisipasi politik. Partai politik juga berperan sangat besar dalam partisipasi politik rakyat. Aktivitas kampanye hanya mencapai pengikut serta partai, dengan memperkuat komitmen mereka untuk memberikan suara. 18
1.6.5. Pemilihan Kepala Daerah langsung “Pemilihan kepala daerah merupakan rekuitmen politik yaitu penyeleksian rakyat terhadap tokoh-tokoh yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah, baik Gubernur/Wakil Gubernur maupun Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota. Dalam kehidupan politik di daerah, pemilihan kepala daerah merupakan salah satu kegiatan, yang nilainya equivalen dengan pemilihan anggota DPRD. Equivalensi tersebut ditunjukkan dengan kedudukan sejajar antara kepala daerah dan DPRD. Hubungan kemitraan dijalankan dengan cara melaksanakan fungsi masing-masing sehingga terbentuk mekanisme chek and balances. Oleh sebab itu, pemilihan kepala daerah sesungguhnya bagian dari sistem politik di daerah. 19”
Dalam konteks struktur kekuasaan, kepala daerah adalah kepala eksekutif di daerah. Istilah jabatan publik mengandung pengertian bahwa kepala daerah menjalankan fungsi pengambilan kebijakan yang terkait langsung dengan
17
. Sudjono Sastroatmojo, Prilaku Politik, IKIP Semarang Press, Semarang, 1995, hal 74. . Mochtar Masoed dan Collin McAndrews, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2001, hal 49-50. 18
Universitas Sumatera Utara
kepentingan rakyat (publik), berdampak terhadap rakyat, dan dirasakan oleh rakyat. Oleh
sebab
itu,
kepala
daerah
harus
dipilih
oleh
rakyat
dan
wajib
mempertanggungjawabkan kepercayaan yang telah diberikan kepada rakyat. Adapun dalam pejabat politik terkandung maksud mekanisme rekuitmen kepala daerah dilakukan dengan mekanisme politik., yaitu melalui pemilihan yang melibatkan elemen-elemen politik, seperti rakyat dan partai-partai politik. 20 Asas yang dipakai dalam pilkada langsung sama persis dengan asas dipakai dalam pemilu 2004, yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Rumusan mengenai asas-asas pilkada langsung tertuang dalam pasal 56 Ayat (1) UU No.32/2004 dan ditegaskan kembali pada pasal 4 Ayat (3) PP No. 6/2005. selengakapnya bunyi Pasal 56 Ayat (1) berbunyi: ‘Kepala Daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam satu pasangan calon yang dilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil.” Dengan asas-asas tersebut, dapat dikatakan bahwa pilkada langsung di Indonesia telah menggunakan prinsip-prinsip yang berlaku umum dalam rekuitmen pejabat publik atau pejabat politik yang terbuka. Adapun pengertian asas-asa tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Langsung Rakyat sebagai pemilih mempunyai hak untuk memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nuraninya, tanpa perantara.
2.
Umum Pada dasarnya semua warga negara yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan perundangan berhak mengikuti pilkada. Pemilihan yang bersifat umum mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh
19
. Joko J. Prihatmoko, Pemilihan kepala Daerah Langsung, (Filosofi, Sistem dan Problema Penerapan di Indonesia), Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005, hal 203.
Universitas Sumatera Utara
bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. 3.
Bebas Setiap warga negara yang berhak memilih bebas menentukan pilihan tanpa tekanan dan paksaan dari siapapun. Dalam melaksanakan haknya, setiap warga negara dijamin keamanannya sehingga dapat memilih sesuai dengan kehendak hati nurani dan kepentingannya.
4.
Rahasia Dalam memberikan suaranya, pemilih dijamin dan pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun dan dengan jalan apapun. Pemilih meberikan suaranya pada Surat Suara dengan tidak dapat diketahui oleh orang lain kepada siapa pun suaranya diberikan.
5.
Jujur Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap penyelenggara pilkada, aparat pemerintah, calon/peserta pilkada, pengawas pilkada, pemantau pilkada, pemilih serta semua pihak yang terkait harus bersikap dan bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6.
Adil Dalam penyelenggaraan pilkada, setiap pemilih dan calon/peserta pilkada mendapat perlakuan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun. Sistem pemilihan kepala daerah langsung selalu memberikan ruang
implementasi hak pilih aktif. Seluruh warga asal memenuhi syarat dapat menjadi pemilih dan mencalonkan diri sebagai kepala daerah.
20
Ibid, hal 203.
Universitas Sumatera Utara
1.6.6. Suku Arab di Indonesia Suku Arab-Indonesia adalah warga negara Indonesia yang memiliki keturunan etnis Arab dan etnis pribumi Indonesia. Pada mulanya mereka umumnya tinggal di perkampungan Arab yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.
21
METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran auatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan melakukan metode-metode ilmiah 22. 1. Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian field study yang merupakan penelitian yang berhubungan dengan peneliti yang terlibat dalam lapangan penelitiannya yang salah satu caranya yaitu mengunjungi kejadian dan menghadiri pertemuan upacara. 23 Untuk jenis yang digunakan dalam penelitian ini, adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan suatu cara yang digunakan untuk memecahkan masalah yang yang berdasarkan fakta-fakta dan data-data yang ada. Data yang ada dikumpulkan, diklasifikasikan, kemudian dianalisa. 24
2. Defenisi Konsep Defenisi konsep adalah unsur penelitian yang merupakan defenisi yang dipakai para peneliti untuk menggambarkan secara absrak suatu fenomena sosial atau fenomena alam. Defenisi yang menggambarkan
21
. Arab Indonesia, http://id.wikipedia.org/wiki/Arab-Indonesia, (Diakses Tgl 04.03.2007) . Sutrisno Hadi, Metodologi Reseach, Andi Ofset, Yogyakarta, Jilid I Cetakan ke XXI, 1989, hal 4. 23 . Dolet Unaradjan, Metode Penelitian Ilmu Sosial, Jakarta, PT.Grasindo, Jakarta,2000, hal 194. 24 . Hadari Nawari, Metode Penelitian Bidang sosial, Yogyakarta, Gajah Mada University Press, 1995, hal 40. 22
Universitas Sumatera Utara
1. Suku Arab atau Masyarakat kelompok etnik keturunan Arab merupakan etnik yang berasal dari perantauan yang tujuan asalnya untuk berdagang dan menyiarkan agama Islam dan telah bercampur baur engan penduduk asli dan menciptakan satu kelompok etnis keturunan. 2. Primordial merupakan suatu bentuk rasa satu ikatan yang timbul karena beberapa faktor seperti satu, daerah, suku, hubungan darah, ras, agama dan rasa.
3. Defenisi Operasional Penjelasan tentang bagaimana suatu variabel-variabel akan diukur konkrit. Defenisi operasional merupakan rincian dari indikator-indikator pengukur suatu variabel. Defenisi operasional memudahkan peneliti mengoperasionalkan dengan cara memberikan parameter dan variabel yang diteliti. Adapun indikator yang mendukung penelitian ini adalah; 1. Partisipasi politik masyarakat etnik keturunan Arab yang berada di Medan 2. Bentuk ikatan primordial masyarakat etnis keturunan Arab dengan salah satu calon pada pemilihan kepala daerah langsung tahun 2005.
4. Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian dengan meneliti seluruh populasi akan lebih memungkinkan tercapainya generalisasi, dari objek yang diselidiki. Akan tetapi kemungkinan itu sulit untuk dilakukan karena keterbatasan dari peneliti terutama waktu. Adapun unit yang akan dianalisis dari penelitian ini adalah seluruh masyarakat yang dianggap dewasa (17 tahun ke atas) dan sudah memiliki hak untuk ikut dalam
Universitas Sumatera Utara
pemilihan baik dalam pemilihan umum ataupun pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan secara nasional. Selanjutnya ada empat faktor yang harus dipertimbangkan dalam menetukan besarnya sample (sample size) dalam suatu penelitian untuk mendapatkan data yang representatif yaitu: 1. Derajat keseragaman (degree of homogeneity) dari populasi 2. Presisi yang dikehendaki dari penelitian 3. Rencana analisa 4. Tenaga, biaya dan waktu 25 Penelitian ini tidak menggunakan sample yang jumlahnya sudah ditentukan dalam sebuah populasi, melainkan unit analisis data akan disajikan dengan sample yang hadir di suatu pertemuan dari sebuah perkumpulan.
5. Teknik Pengumpulan Data Penulis mengggunakan 3 teknik pengumpulan data meliputi; 1.
Studi Dokumen atau Bahan Pustaka Untuk menjawab masalah penelitian saya, maka saya menggunakan data yang diperlukan yang sudah tertulis atau diolah oleh orang lain data ini disebut sebagai data sekunder, surat-surat, catatan harian, laporan dan sebagainya merupakan data yang berbentuk tulisan, disebut dokumen dalam arti sempit. Dan dokumen dalam arti luas meliputi monumen, foto, tape dan sebagainya.
2.
Pengamatan (Observasi) Dalam Menjawab masalah penelitian dapat
dilakukan dengan cara
pengamatan, yakni mengamati gejala yang diteliti. Dalam hal ini, pancra
Universitas Sumatera Utara
indera manusia (penglihatan dan pendengaran) diperlukan untuk menangkap gejala yang diamati. Apa yang ditangkap tadi dicatat dan selanjutnya dianalisis. 3.
Wawancara Wawancara merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan sumber data (Responden). Dalam penelitian saya wawancara dilakukan secara langsung yakni, face to face, artinya peneliti (pewawancara) berhadapan langsung dengan responden untuk menanyakan secara lisan hal-hal yang dinginkan, dan jawaban responden dicatat oleh pewawancara. Yang saya lakukan dalam mewawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner) pedoman wawancara yang berisi butir-butir yang akan ditanyakan. 26 Tipe kuisioner yang digunakan yakni; •
Kuisioner yang respons yang ditentukan atau tertutup kuisioner respons yang ditentukan mengandung sejumlah (pernyataan dan pertanyaan ) dengan sejumlah pilihan yang ditentukan. Responden diminta menandai respon yang paling cocok bagi dirinya. 27
25
. Masri Singaribuan dan Sofian Effendi, (editor), Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta, 1989 hal 150-152. 26
. Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum , Jakarta, Granit, 2004, hal 61-73. . James A. Black, Dean J. Champion, Metode dan Masalah Penelitian Sosial, PT. Refika Aditama, Bandung, 1999, Hal 328. 27
Universitas Sumatera Utara
5. Analisis Data Analisis data adalah suatu proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan 28 Dalam penelitian ini, data dan informasi yang terkumpul kemudian akan disusun dan dijabarkan dengan cara menjelaskan fenomena yang ditemukan dalam proses pengumpulan data, kemudian data yang teratur dan tersusun kemudian akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan dianilisis secara sistematis. Adapun analisis dari hasil penelitian bersifat kualitatif dan kuantitatif, selanjutnya akan ditarik kesimpulan terhadap hasil penelitian yang dilakukan dalam rangka pembuktian benar atau tidaknya hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini.
6. Lokasi Penelitian Penelitian ini, dilakukan pada perkumpulan yang mewakili etnis keturunan Arab di Kota Medan, lokasi dari penelitian ini yaitu; 1. Perkumpulan Annady Al-Islamy 2. perkumpulan Ichwani Al-Arabia Penelitian ini dilakukan di dua perkumpulan etnis keturunan Arab dikarenakan kedua perkumpulan ini dianggap mewakili representatif terhadap masyarakat etnis keturunan yang berada di Kota Medan.
28
. Masri Singaribuan dan Sofian Effendi, (editor), Metode Penelitian Survey, Edisi Revisi, LP3ES, Jakarta, 1989 hal 54.
Universitas Sumatera Utara