1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara di Asia yang memiliki kekayaan yang sangat melimpah, hal ini terlihat dari kondisi geografis Indonesia yang begitu strategis dimana Indonesia diapit oleh dua Benua dan dua Samudra, hal ini tentu saja akan menguntungkan negara kita dalam berbagai hal, khususnya dalam hal Perekonomian. Untuk meningkatkan perekonomian di negara kita, pemerintah perlu melakukan perdagangan internasional dengan negara lain. Perdagangan internasional merupakan hal yang perlu diberi perhatian lebih sejalan dengan berkembangnya globalisasi didunia dan liberalisasi perdagangan antar negara, dengan perdagangan internasional diharapkan pertumbuhan ekonomi dapat meningkat. Menurut Samuelson, Perdagangan internasional dapat terjadi karena beberapa alasan. Pertama karena adanya keanekaragaman kondisi produksi di setiap negara. Kondisi produksi ini dapat dipengaruhi oleh iklim kekayaan sumberdaya manusia maupun sumber daya alam yang akan membedakan produk masing-masing negara serta bagaimana produk-produk itu dihasilkan. Kedua, timbulnya increasing returns to scale (penurunan biaya pada skala produksi yang bertambah besar). Banyak proses produksi menikmati skala ekonomis, artinya proses produksi tersebut cenderung memiliki biaya produksi rata-rata yang lebih rendah ketika volume produksi ditingkatkan dan cara yang baik untuk ini adalah dengan memasarkan produk ke pasar global. Alasan ketiga, sekalipun kondisi produksi di semua negara serupa, namun setiap negara mungkin akan melakukan perdagangan jika selera mereka berbeda. Alasan yang lain adalah kemampuan negara untuk melakukan spesialisasi produksi dibandingkan negara lain.
2 Salah satu kegiatan perdagangan internasional yang dilakukan oleh indonesia adalah ekspor. Ekspor Indoenesia terbagi dalam dua golongan, yaitu migas dan nonmigas. Komoditikomoditi non migas yang cukup potensial untuk diekspor dapat dikelompokkan menjadi komoditi primer dan komoditi bukan primer. Komoditi primer merupakan hasil dari sektor pertanian dan sektor pertambangan, sedangkan komoditi bukan primer berasal dari Industri.
Sumber: Laporan Bank Indonesia
Gambar 1.1 Total Ekspor Non Migas Indonesia tahun 1990-2007
Dari perkembangan diatas penururunan nilai Ekspor non migas Indonesia terjadi pada tahun 1998 sampai tahun 1999. Nilai ekpor non migas indonesia mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu $ 41821.1 Juta menjadi $40975.5 Juta pada tahun 1998 dan $ 38873.2 Juta. Kalau diprosentasekan penurunan nilai ekspor nonmigas pada tahun 1998 adalah 12,3%
3 dibandingkan dengan peningkatan sebesar 17,0,% pada tahun sebelumnya. Merosotnya kinerja ekspor nonmigas tersebut disebabkan oleh menurunnya pertumbuhan ekspor barang manufaktur dan barang pertanian serta barang pertambangan . Ekspor nonmigas Indonesia mulai tumbuh kembali di tahun 2000 dengan total Total nilai ekspor $47757.4 Juta meningkat 15,0% dari tahun sebelumnya. Peningkatan kinerja ekspor nonmigas, selain didorong oleh meningkatnya permintaan dunia terutama dari negara- negara di kawasan Amerika dan Asia, juga disebabkan oleh adanya kebijakan-kebijakan Pemerintah yang mendorong kegiatan ekspor. Tetap pertumbuhan itu tidak berlanjut di tahun berikutnya, tahun 2001 espor Indonesia kembali mengalami penurunan sebesar 9,0% atau menjadi $ 43684.6 Juta. Menurut laporan BI tahun 2001 Hal ini dikarenakan. Melambatnya perekonomian dunia serta melemahnya harga-harga komoditas unggulan . Bagi banyak negara, perdagangan internasional khususnya ekspor berperan sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Ekspor dapar menghasilkan devisa, selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai impor dan pembangunan sektor-sektor ekonomi didalam negeri (Tambunan,2001 : 02) Jika dilihat dari struktur perekonomian Indonesia pada masa orde baru yang lebih menitikberatkan pada sektor pertanian, nilai ekspor non migas Indonesia cenderung mengalami peningkatan, hal ini terjadi karena adanya peningkatan produksi pada beberapa komoditas pertanian, selain sektor pertanian, sektor manufakturpun memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pengembangan ekspor non migas Indonesia. Keduanya dapat menjadi andalan bagi pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara melalui sumbangan berupa cadangan devisa. Secara umum, ekspor Indonesia mengalami perubahan yang signifikan dalam kurun 1996-2006. Jika dahulu ekspor didominasi produk-produk sarat penggunaan tenaga kerja maka
4 sekarang ke arah produk yang sarat sumber daya alam dan produk sarat kapital. Lain hal yang terjadi pada struktur impor. Tidak terlalu banyak perubahan yang terjadi pada kurun waktu tersebut. Impor produk mesin tetap berada di urutan pertama tetapi mengalami penurunan. Hal demikian berdampak pada sektor riil yang berarti investasi di sektor riil masih stagnan. Tabel 1.1 Perubahan Struktur Ekspor Indonesia HS
85
JENIS PRODUK
Electrical equipment 27 Mineral Fuels & oils 15 Fats, Oils, & waxes 40 Rubber, & Rubber articles 26 Ores, slag, & ash 84 Machinery 62 Crocheted 44 Wood 48 Paper 61 Knitted Sumber : Pos Hutabarat
TAHUN 2006 NILAI PERINGKAT MIL (US$) 7291 1
TAHUN NILAI PERINGKAT MIL (US$) 3271 2
6410
2
1138
8
6070
3
1525
3
5529
4
2274
5
4994
5
1801
6
4362 3374 3356 2805 2159
6 7 8 9 10
1184 2308 5168 944 1145
10 4 1 12 13
Seiring perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan dunia, maka Indonesia mulai mengembangkan industri manufaktur yang dapat menyerap banyak tenaga kerja serta faktor produksi. Menurut Hill (dalam Tambunan, 2003: 253) Walaupun paling terlambat, akibat pertumbuhan output industri manufakturnya yang pesat selama 1980-an, pada pertengahan 1990an Indonesia termasuk di antara keempat negara ASEAN yang muncul sebagai kekuatan industri yang penting. Tabel 1.2 Neraca Perdagangan Barang Migas dan Non Migas (juta/million US$)
5
Tahun Termasuk Minyak dan Gas Ekspor
Impor
Tidak Termasuk Minyak dan Gas Ekspor
Impor
1985
18.586,7 10.259,1
5.868,8
8.987,5
1986
14.805,0 10.718,4
6.528,4
9.632,0
1987
17.135,6 12.370,3
8.579,6
11.302,3
1988
19.218,5 13.248,5
11.536,9
12.339,4
1989
22.158,9 16.359,6
13.480,1
15.164,4
1990
25.675,3 21.837,1
14.604,2
19.916,6
1991
29.142,4 25.868,8
18.247,5
23.558,5
1992
33.967,0 27.279,6
23.296,1
25.164,6
1993
36.823,0 28.327,8
27.077,2
26.157,3
1994
40.053,4 31.983,5
30.359,7
29.616,1
1995
45.418,0 40.628,7
34.953,4
37.717,9
Sumber : Badan Pusat Statistik Pengutamaan ekspor bagi Indonesia sudah digalakkan sejak tahun 1983. Sejak saat itu, ekspor menjadi perhatian dalam memacu pertumbuhan ekonomi seiring dengan berubahnya strategi industrialisasi dari penekanan pada industri substitusi impor ke promosi ekspor. Dari komoditinya, terdapat beberapa kelompok komoditi yang memang merupakan penyumbang utama dalam komponen ekspor non migas Indonesia, baik dari komoditas pertanian maupun industri. Kelompok barang yang menjadi andalan ekspor nonmigas Indonesia adalah (1) produk mineral, (2) mesin dan pesawat mekanik, perlengkapan elektronik dan bagiannya, (3) tekstil dan barang tekstil, (4) plastik, karet dan barang dari plastik dan karet, (5) logam tidak mulia dan barang terbuat dari logam tidak mulia, dan(6) lemak, minyak dan malam. Keenam kelompok barang ini memberi kontribusi sebesar 67,2% terhadap total ekspor non migas Indonesia sampai Juni 2007 ini. Meskipun terjadi sedikit pergeseran pada beberapa
6 kelompok barang, tetapi keenam kelompok barang ini tetap dominan dalam beberapa tahun terakhir. Sebagai perbandingan, pada 2004 kontribusi keenam kelompok barang tersebut adalah sebesar
66,5%.
Kelompok
barang
yang
kontribusinya
menurun adalah tesktil dan barang tekstil serta mesin dan pesawat mekanik, perlengkapan elektronik dan bagiannya. Sedangkan yang meningkat adalah produk mineral dan logam tidak mulia dan barang terbuat dari logam tidak mulia. Namun demikian, menurut data Global Competitiveness Report, World Economic Forum 2006, daya saing Indonesia berada pada posisi paling rendah di Asia Pasifik, yaitu urutan ke-50 dari 125 negara. Disamping itu, terdapat beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh para pelaku bisnis ekspor, baik berasal dari lingkungan eksternal maupun internal.
Untuk mengatasi tantangan tersebut maka pemerintah berusaha meningkatkan volume ekspor Indonesia ke luar negeri, pemerintah mulai menggalakan sektor industri manufaktur dan mengeluarkan beberapa paket deregulasi yang memudahakan para
ekspotir melakukan
perdagangan internasional, hal ini terlihat dari
perekembangan ekspor non migas Indonesia sesudah krisis moneter. Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Non migas Indonesia Tahun
2001
Perubahan Nilai Ekspor
91,47
2002
2003
2004
2005
103,12 105,24 118,00 118,75
Non Migas Perkembangan Nilai
-8,53
3,12
5,24
18,00
17,75
93,17
91,67
-6,51
-1,61
9,24
8,55
4,87
-2,15
4,81
-3,66
8,70
13,24
Ekspor Non Migas Indeks Harga Ekspor Non
100,14 108,70 113,99
Migas Perubahan Indeks Harga Ekspor Non Migas Perkembangan Volume Ekspor Non Migas Sumber : Badan Pusat Statistik Dari data di atas, kita dapat melihat perkembagan volume ekspor non migas cenderung mengalami penurunan, meskipun di tahun 2005 mengalami peingkatan yang cukup besar. Pertumbuhan ekspor relatif tetap tinggi meskipun cenderung melemah di triwulan terakhir 2005. Di sisi migas, rendahnya pertumbuhan ekspor disebabkan oleh turunnya produktivitas sumur-sumur minyak Indonesia, yang tidak diimbangi dengan
8
eksploitasi sumur-sumur baru yang cukup. Sementara itu, pertumbuhan ekspor non migas lebih didorong oleh relatif tingginya kenaikan harga komoditas internasional sementara volume ekspor non migas cenderung melemah. Di tengah kecenderungan turunnya permintaan ekspor terkait dengan lemahnya pertumbuhan ekonomi berbagai negara partner dagang Indonesia, implementasi strategi penetrasi ekspor belum mampu mendorong peningkatan volume ekspor nonmigas. Di samping itu, tingginya kenaikan harga domestik dan berbagai permasalahan struktural yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi juga memperburuk daya saing produk ekspor Indonesia. Melambatnya pertumbuhan volume ekspor juga terkait dengan perkembangan investasi yang lebih berorientasi ke pasar domestik dari pada untuk ekspor. Salah satu negara yang merupakan tujuan ekspor nonmigas terbesar setalah Jepang adalah Amerika Serikat, saat ini mulai mengalami krisis ekonomi. Hal ini tentu akan memberikan dampak yang sangat besar bagi perekonomian Indonesia. Tanggal 10 Januari 2008, Gubernur The Federal Reserve Ben Bernanke sudah mengonfirmasikan kepada senat bahwa perlambatan ekonomi negara itu semakin mendekat. Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Boediono, Perlamabatan ekonomi bisa berarti banyak hal. Salah satu yang dipercaya akan terjadi adalah melemahnya daya beli penduduk Amerika. (Kompas 22/01/2008).
9
Tabel 1.4 Ekspor Nonmigas Indonesia, Januari-November 2007 Negara Tujuan
Nilai FOB (Juta dollar AS)
Perubahan Nov 2007 thd Okt 2007 (juta dollar AS)
% Peran thd total nonmigas Jan-Nov 2007
Okt 2007
Nov 2007
Jan-Nov 2006
Jan-Nov 2007
1. Jepang
1.013,1
924,1
10.831,5
12.198,5
-89,1
14,60
2. Amerika Serikat
906,4
1.021,0
9,791,6
10.307,3
114,6
12,34
3. Singapura
685,3
751,9
7.143,9
8.242,6
66,6
9,87
4.China
695,2
531,9
4.958,4
6.014,1
-163,3
7,20
5. Malaysia
533,1
438,0
3.513,6
4.287,2
-95,1
5,13
6. Korea Selatan
303,3
273,6
3.009,3
3.435,7
-29,7
4,11
7. Uni Eropa
1.220,2
1.073,1
10.975,7
11.997,5
-147,1
14,36
8. Taiwan
186,0
193,8
2.081,8
2.161,0
7,8
2,59
9. Australia
135,6
5.370,5
53.734,0
60.365,5
-307,7
72,26
Negara 5.678,2
5.370,5
53.734,0
60.365,5
-307,7
72,26
Lainnya
2.591,9
2.361,3
18.140,1
23.167,8
-230,6
27,74
Total Nonmigas
8.270,1
7.731,8
71.874,1
85.533,3
-538,3
10,00
Total
9
Tujuan
Sumber : Berita Resmi statistik No 02/01/ThXI, 2 Januari 2008 Dari data di atas sangat jelas terlihat, bahwa ekspor nonmigas Indonesia ke negara Amerika Serikat cukup besar, setalah negara Jepang. Namun besarnya nilai ekspor ini
bisa saja berkurang cukup drastis, apabila perekonomian di negara
PamanSam tersebut mengalami krisis, jika daya beli penduduk Amerika melemah, maka ekspor Indonesia akan terpengaruh, industri dalam negeri akan maradang, yang pada ujungnya akan meningkatkan pengangguran.
10
Jika permintaan luar negeri berkurang, industri akan melakukan penyesuaian, antara lain mengurangi produksi, jika produksi dikurangi maka bisa jadi tenaga kerjapun akan dikurangi. Pengangguran akan lebih banyak, dan mau tidak mau kemiskinanpun akan ikut melonjak naik. Berikut data mengenai ekspor non migas Indonesia ke Amerika Serikat. Tabel 1.5 Nilai Ekspor Non migas Menurut Negara Tujuan Amerika Serikat (Juta/million $) Tahun
Nilai Ekspor
Tahun
Nilai Ekspor
1983
4266,7
1995
6321,7
1984
2559,9
1996
6794,6
1985
1720,9
1997
7113,1
1986
2901,5
1998
7031,1
1987
3348,6
1999
6896,4
1988
3073,7
2000
8475,5
1989
3496,8
2001
7748,7
1990
3364,6
2002
7558,8
1991
3508,5
2003
7373,7
1992
4419,1
2004
8767,3
1993
5229,7
2005
9868,5
1994
5828,6
2006
11232,1
Sumber : Badan Pusat Statistik Penurunan ekspor non migas Indonesia ke Amerika Serikat ini di duga di pengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya karena Nilai tukar rupiah, Harga Relatif Ekspor, PDB Negara Amerika Serikat, Tarif Pajak Ekspor, dan Tarif Impor Negara Amerika Serikat. Dengan melihat latar belakang tersebut tentunya penting untuk
11
penulis teliti, oleh karena itu penulis akan meniliti dan menaganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi ekspor nonmigas, sehingga judul penelitian yang akan penulis angkat adalah : ”ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR NON MIGAS INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT PERIODE 1983-2006” 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan gambaran yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini akan dibatasi pada beberapa pokok permasalahan yaitu : 1.
Sejauh mana pengaruh Nilai tukar mata uang Dollar terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006 ?
2.
Sejauh mana pengaruh Harga Relatif Ekspor terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006 ?
3.
Sejauh mana pengaruh PDB negara Importir terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006 ?
4.
Sejauh mana pengaruh Tarif Ekspor terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006 ?
5.
Sejauh mana pengaruh Tarif Impor Negara AS terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006 .
12
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengetahui pengaruh Nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006.
2.
Untuk mengetahui pengaruh Harga Relatif Ekspor terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006.
3.
Untuk mengetahui pengaruh PDB negara Importir terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006.
4.
Untuk mengetahui pengaruh Tarif Ekspor terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006.
5.
Untuk mengetahui pengaruh Tarif Impor Negara AS terhadap Ekspor Non Migas Indonesia ke Amerika Serikat periode 1983-2006.
1.3.2 Manfaat Penelitian 1.
Bagi kepentingan penulis sendiri yaitu memberikan tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai keadaan perekonomian secara makro, khususnya masalah Ekonomi Internasional, dan dampaknya bagi Perekonomian Indonesia.
2.
Bagi kepentingan praktis yaitu sebagai rekomendasi bagi pemerintah sehingga dapat dijadikan rujukan dalam membuat kebijakan di Indonesia, khususnya mengenai perdagangan internasional
13
1.4 Kerangka Pemikiran Perdagangan Internasional merupakan salah satu upaya yang dilakukan suatu negera untuk mengembangkan perekonomian dinegaranya. Setiap negara memiliki potensi dan sumber daya yang berbeda, yang dapat digunakan untuk kesejahteraan rakyatnya, dengan perdagangan internasional suatu negara akan memperolah pendapatan yang cukup besar guna membiayai pembangunan. Perdagangan Internasional adalah kegiatan pertukaran barang dan jasa (transaksi) antara dua negara atau lebih, dimana kegiatan tersebut meliputi ekspor dan impor. Ekspor dalam kegiatan pengiriman atau penjaulan barang dan jasa keluar negeri sedangkan impor adalah kegiatan memasukkan atau membeli barang dan jasa. Sudah sejak lama perdagangan internasional menjadi salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan suatu negara. Salah satunya adalah kaum Merkantilisme yang muncul di Eropa. Kaum Merkantilis berpandangan bahwa Suatu negara dapat memenuhi kebutuhannya melalui sektor perdagangan luar negeri yang kuat Menurut kaum merkantilis jika suatu negara dapat memenuhi kebutuhannya melalui surplus neraca perdagangan, maka ia akan menikmati pembayaran yang diterima dari negaranegara lain dalam bentuk emas dan perak. Pendapat tersebut akan mendorong kenaikan kurs, output domestik, dan penyerapan tenaga kerja. Kaum merkantilis beranggapan stok logam mulia menunjukan kekayaan suatu negara dan diperlukan pengendalian perdagangan yang membatasi impor dan mendorong ekspor. Hal inilah yang mendasari lahirnya kebijakan perdagangan (trade policy) merkantilisme, dimana mereka mendorong ekspor sebesar-besarnya dan melarang atau membatasi impor.
14
Pandangan kaum merkantilisme ini mendapat tantangan khususnya oleh para pemikir ekonomi klasik. Menurut David Hume jika nilai ekspor lebih besar dari impor maka kekayaan logam mulia yang dimiliki oleh suatu negara akan meningkat yang secara tidak langsung akan meningkatkan jumlah uang beredar. Hal ini tentu akan berimbas pada inflasi. Naiknya jumlah uang beredar atau Money supply (Ms) yang diikuti dengan peningkatan inflasi didalam negeri tentu akan menyebabkan harga barang impor (Pm) menjadi lebih rendah sehingga kuantitas impor (Qm) meningkat. Menurut Adam Smith perdagangan internasional mengijinkan suatu negara untuk mengambil keuntungan dengan spesialisasi yang menaikkan tingkat produktivitas dalam suatu negara juga output dunia. Pandangan Smith tentang perdagangan mengatakan bahwa kedua partner dagang secara bersama-sama menikmati tingkat konsumsi dan produksi yang tinggi dengan adanya perdagangan bebas. Suatu negara dapat berkonsentrasi pada suatu barang yang dapat dibuat dengan harga yang paling murah. Prinsip Keunggulan Absolut (Absolute Advantage) dimana untuk mendapatkan manfaat perdagangan luar negeri suatu negara harus mempunyai suatu komoditi yang dapat di produksi dengan lebih efisien dengan sumber daya yang lebih melimpah dibandingkan dengan mitra dagangnya. Menurut ahli ekonomi klasik maupun neoklasik, perdagangan internasional dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional merupakan ”motor pertumbuhan”
15
Dalam kritiknya, Adam Smith mengemukakan teori absolute advantage (keunggulan mutlak) bahwa setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional (gain from trade) karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage), serta mengimpor barang jika negara tersebut memiliki ketidak-unggulan mutlak (absolute disadvantage). David Ricardo, salah satu pemikir ekonomi klasik mengembangkan teori Keunggulam Komparatif (Comparative Advantages). Inti dari teorinya adalah setiap negara akan mengekspor barang yang memiliki comparative advantages, yaitu barang yang dapat dihasilkan dalam jumlah besar dan mengimpor barang yang comparative advantagesnya kecil, kedua negara akan memperoleh keuntungan dalam perdagangan internasional. Dalam falsafah ekonomi neoklasik (yang dianggap sebagai basis ideologi paham neoliberal) disebutkan bahwa proses perdagangan internasional timbul karena perbedaan kandungan sumber daya (resource endowments) yang dimiliki setiap negara di dunia. Dalam konteks statis, suatu negara melakukan perdagangan dan akan memperoleh manfaat dari aktivitas perdagangan tersebut karena perbedaan keuntungan komparatif (comparative advantage) yang dimilikinya. Asumsi yang digunakan dalam konteks statis ini adalah bahwa seluruh faktor produksi domestik seperti lahan, dan sumber daya lain, tenaga kerja, dan modal adalah konstan.
16
Teori modern dalam perdagangan internasional dikemukakan oleh Bertil Ohlin dan EL. Hecksccher yang dikenal dengan Teori Heckscher-Ohlin. Teori mereka menekankan bahwa” perdagangan internasional ditentukan terutama oleh adanya perbedaan relatif dalam faktor endowment (faktor pemberian alam) dan harga-harga faktor produksi antar negara dengan determinan perdagangan yang paling penting (dengan asumsi selera dan teknologi sama)”. Teori Heckscher-Ohlin menganggap bahwa ” Tiap negara akan mengekspor komoditi yang intensif penggunaan dalam faktor produksi yang relatif melimpah dan murah, dan akan mengimpor komoditi yang intensif dalam faktor yang relatif jarang (langka dan murah)”. Perdagangan Internasional dalam suatu negara tentu banyak sekali dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, menurut Kindleberger dan Lindert (dalam Abdullah, 1990). Ada beberapa faktor yang mempengaruhi ekspor suatu negara, diantaranya : 1. Nilai Tukar Mata Uang. 2. Konsumsi dan Investasi 3. Harga Internasional. 4. PDB Negara Importir. Sedangkan
Dorn Busch Rudriger (1997:80) menyatakan bahwa ” ekspor
sangat bergantung dengan harga relatif ekspor. Apabila terjadi kenaikan harga barang ekspor maka akan memacu volume ekspor suatu komoditas”. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa kenaikkan harga komoditi yang berlaku dipasaran internasional menyebabkan pengusaha dan pemerintah terus meningkatkan produksi untuk
17
memenuhi permintaan pasar internasional. Hal ini menyebabkan volume ekspor terus meningkat artinya penerimaan negara dari sisi ekspor akan ikut meningkat pula. Menurut Dumairy (1996 : 180), Kinerja ekspor dapat dipengaruhi oleh dua faktor utama. Faktor pertama yaitu faktor yang bersifat komoditikal dan sekaligus internal yaitu bahwa penerimaan ekspor sangat ditentukan oleh komoditas. Sedangkan faktor kedua yang bersifat eksternal yaitu lingkungan internasional. Ekspor suatu negara tentu saja tidak luput dari dinamika atau gejolak perekonomian dunia pada umumnya. Hamdy (2001:63-64) mengemukakan salah satu faktor yang mempengaruhi ekspor. “ Ekspor bisa dipengaruhi oleh kebijakan ekspor dalam negeri dan luar negeri”. Kebijakan ekspor dalam negeri antara lain: 1. Kebijakan perpajakan, apabila pajak semakin meningkat biasanya kurang menggairahkan bagi eksportir. 2. Fasilitas kredit perbankan, apabila fasilitas kredit oleh perbankan mudah maka akan meningkatkan gairah eksportir untuk melakukan ekspor. 3. Prosedur ekspor, prosedur ini berhubungan dengan birokrasi. 4. Subsidi ekspor, subsidi dapat meningkatkan ekspor. 5. Asosiasi eksportir 6. Kelembagaan 7.
Larangan ekspor.
18
Dari hal diatas dapat dijelaskan bahwa ekspor sangat ditentukan oleh komoditas ekspor itu sendiri dan lingkungan internasional seperti adanya gejolak perekonomian di Amerika Serikat dan Jepang yang mengikibatkan kurs dollar melemah sehingga rupiah iku melemah yang pada akhirnya menyebabkan perekonomian di dalam negeri ikut terganggu atau mengalami resesi perekonomian. Apabila perekonomian suatu negara mengalami resesi maka akan berpengaruh terhadap kinerja ekspor yaitu penurunan volume ekspor. Untuk mengatasi hal tersebut, maka diperlukan campur tangan pemerintah sebagai
regulator,
dengan
mengeluarkan
beberapa
kebijakan
internasional.
Kebijakaan internasional mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) daripada neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang dan jasa. Salah satu kebijakan yang perdagangan yang paling umum adalah tarif. Tarif adalah pembebanan pajak (custom duties) terhadap barang-barang yang melewati batas suatu negara. Menurut Paul. A. Samuelson (Mikroekonomi:488) “Tarif adalah pajak yang dikenakan pada barang impor. Tarif cenderung menaikan harga, menurunkan jumlah yang dikonsumsi dan diimpor, serta menaikkan produksi dalam negeri”. Menurutnya tarif dapat dibagi menjadi 2 yaitu : a. Prohibitive tariff (tarif yang mencekik), yaitu tarif yang sedemikian tingginya sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan impor b. Moderat Tariff (tarif yang moderat). Tarif yang lebih moderat ini akan menyulitkan impor, tetapi tidak mematikannya sama sekali.
19
Selain itu tarif dapat digolongkan menjadi : a. Bea ekspor (export duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang yang diangkut menuju ke negara lain. b. Bea transito (transit duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barang-barang yang melalui wilayah suatu negara dengan ketentuan bahwa barang tersebut sebagai tujuan akhirnya adalah negara lain. c. Bea impor (Import duties) adalah pajak atau bea yang dikenakan terhadap barangbarang yang masuk dalam custom area suatu negara dengan ketentuan bahwa negara tersebut sebagai tujuan akhir. Dari beberapa pemikiran para ekonom diatas, kita dapat mengetahui bahwa perdagangan internasional, khususnya ekspor secara tidak langsung dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Manfaat dari perdagangan internasional adalah dapat memulihkan pertumbuhan ekonomi akibat kejenuhan pasar dalam negeri. Hal ini perlu didukung dengan kondisi perekonomian yang stabil,
karena
perkembangan yang terjadi di negara lain dan kondisi perekonomian internasional akan mempunyai pengaruh yang menentukan dalam perdagangan antar negara yang memiliki keunggulan absolut. Secara skematis kerangka pemikiran analisis ekspor non migas Indonesia ke Amerika Serikat dapat digambarkan dalam bentuk bagan dibawah ini:
20
Nilai Tukar Mata Uang Rupiah(X1)
Harga Relatif Ekspor (X2)
Ekspor Non Migas Indonesia ke AS (Y)
PDB Negara Amerika Serikat ( X3)
Tarif Ekspor (X4) 1.5 Hipotesis
Tarif Impor AS (X5)
Gambar 1.2 Kerangka Pemikiran
21
1.5 Hipotesis Hipotesis tidak lain dari jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang kebenaranya harus diuji secara empiris. Hipotesis menyatakan hubungan apa yang kita cari atau yang kita pelajari. Hipotesis adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi. Hipotesis adalah keterangan sementara dari hubungan fenomena-fenomena yang kompleks (M. Nazir, 2003:151). Melihat permasalahan-permasalahan yang telah diungkapkan dimuka dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan penulis akan mencoba untuk mengajukan hipotesis, yaitu :
Hipotesis
1. Nilai Tukar rupiah berpengaruh positif terhadap Ekspor non migas 2. Harga Relatif Ekspor berpengaruh positif terhadap Ekspor nomigas 3. PDB memiliki berpengaruh positif terhadap Ekspor non migas 4. Tarif Pajak Ekspor berpengaruh positif terhadap Ekspor non migas 5. Tarif Impor berpengaruh positif terhadap Ekspor