1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu dari negara-negara yang sedang berkembang di dunia, sehingga Pemerintah Republik Indonesia terus berupaya melaksanakan pembangunan disegala bidang, termasuk bidang pengembangan Kawasan Pariwisata yang merupakan salah bagian bisnis properti di Indonesia dan diyakini mampu mendorong pertumbuhan perekonomian di segala bidang. Pembangunan dan pertumbuhan perekonomian disegala bidang tersebut diharapkan dapat mensejajarkan Indonesia dengan negara lain di dunia ini. Pembangunan pariwisata disuatu daerah diharapkan dapat membawa dampak bergulirnya pembangunan perekonomian disegala bidang di daerah tersebut, karena sektor pariwisata sangat terkait dengan kegiatan dibidang usaha lainnya, sehingga tidap daerah di Indonesia berlomba-lomba memajukan sektor pariwisata. Pariwisata diharapkan dapat mendorong pertumbuhan berbagai bidang usaha rakyat daerah tersebut yang dibutuhkan sebagai pendukung kegiatan pariwisata, sehingga dapat bersama-sama mendukung upaya pemerintah dalam mewujudkan masyarakat adil, makmur dan sejahtera sebagaimana yang dicita-citakan Bangsa Indonesia. Para ahli berpendapat bahwa pendekatan pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) dapat membuka jalan lebih lebar bagi kelompok
2
masyarakat miskin untuk ikut menikmati peluang dan hasil pengembangan pariwisata.1 Sektor pariwisata telah tumbuh menjadi sektor alternatif yang mampu mendorong pembangunan daerah ketika pilihan pada sektor lain mengalami jalan buntu. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia sejak tahun 1967 telah memutuskan untuk
mengambil
manfaat
dari
pengembangan
industri
pariwisata
dalam
pembangunan nasionalnya. Strategi pengembangan pariwisata di Indonesia adalah pariwisata budaya dengan melibatkan masyarakat kecil ikut berperan. Oleh karena itu penting adanya kajian sosiologi terhadap pariwisata nampak semakin jelas, apabila tipe pariwisata yang akan dikembangkan adalah pariwisata budaya. Pariwisata budaya melibatkan masyarakat lokal secara lebih luas dan lebih intensif, karena kebudayaan yang menjadi daya tarik utama pariwisata melekat pada masyarakat itu sendiri.2 Keinginan itu tentu saja tidaklah berlebihan, karena Indonesia memang memiliki potensi yang amat besar dilihat dari sudut pandang pengembangan kepariwisataan.3 Dengan kesiriusan Pemerintah dalam mengembangkan sektor pariwiata di Indonesia, sehingga pertumbuhan kunjungan pariwisata di tahun 2014 telah mencapai 14 %.
1
Julianton Damanik, Hendrie Adji Kusworo, Destha T. Raharjana, 2005, Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pariwisata, Pusat Studi Pariwisata Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta, hlm. 9. 2 Ibid, hlm. 35. 3 Andi Mappi Sammeng, 2000, Cakrawala Pariwiata, Kementerian Negara Pariwisata dan Kesenian, Jakarta, hlm. iv.
3
Selain daya dukung budaya, telah kita sadari bahwa tanah, daya tarik, kemudahan jangkauan terhadap sebuah kawasan dan sektor permodalan memiliki arti penting
dalam
menopang
terwujudnya
kegiatan
investasi
dibidang
usaha
pengembangan kawasan pariwisata. Disisi lain masyarakat Indonesia juga beranggapan bahwa tanah sebagai wujud eksistensi, akar sosial budaya, alat produksi utama, simbul eksistensi, dan status budaya. Selain itu tanah juga merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam kehidupan sosial ekonomi sebuah negara terutama dalam menunjang dan menggerakan pertumbuhan ekonomi, sehingga bisnis properti kerap dipergunakan sebagai tolak ukur kemajuan perekonomian suatu bangsa. Namun disisi lain, dapat juga menjadi penyebab rontoknya sendi-sendi perekonomian sebuah bangsa, karena adanya konflik kepentingan atas tanah itu sendiri. Pengembangan suatu kawasan pariwisata tidak jarang menimbulkkan konflik bagi dua atau lebih masyarakat yang mempunyai persepsi yang berbeda, karena adanya perbedaan latar belakang, sosial, pendidikan, budaya, visi dari masyarakat itu sendiri, bertambahnya jumlah penduduk, kemajuan pembangunan, tingkat kesadaran hukum masyarakat, dan semakin meluasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh tanah sebagai modal dasar dalam berbagai kepentingan, sehingga penanganan konflik pertanahan disuatu daerah selalu menjadi salah satu tema menarik untuk dibahas dan ditunggu-tunggu cara pencegahan dan penyelesaiannya yang tepat dan efektif. Namun
munculnya
persepsi
dari
masyarakat
yang
berbeda-beda
sesungguhnya merupakan indikasi adanya kepedulian masyarakat
tersebut
atas rencana
4
pengembangan kawasan pariwisata tersebut yang nantinya apabila dapat diselesaikan secara tepat akan menjadi pendukung dalam menciptakan kunci sukses dan kekuatan dalam mengembangkan kawasan pariwisata. Ada tiga unsur dasar yang menjadi panduan teori-teori konflik, yaitu : 1. Setiap orang (kelompok) mempunyai kepentingan (interst) yang sering berbeda bahkan bertentangan dengan orang (kelompok) lain di dlam suatu masyarakat. 2. Sekelompok orang mempunyai power (kekuatan) yang lebih dibandingkan kelompok-kelompok lainnya, sehingga lebih mudah memenuhi interesnya, yang pada akhirnya bermuara pada ketidakadilan, menimbulkan kelompok yang mengeksploitasi dan kelompok yang tereksploitasi. 3. Interest dan penggunaan kekuatan (power) untuk mencapai interes tersebut dilegitimasi dengan sistem ide dan nilai-nilai yang disebut ideology, sehingga pada akhirnya ideologi yang berkembang adalah ideologi kelompok dominan.4
Kehadiran hukum dalam masyarakat diharapkan dapat mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat itu sendiri, sehingga tercipta keharmonisan dan kedamaian yang akhirnya dapat mendukung terciptanya masyarakat adil, makmur dan sejahtera. Sudah barang tentu kepentingankepentingan anggota masyarakat juga ada kalanya tidak berjalan seiring, tepapi malah saling bertentangan antara satu dengan lainnya, oleh karena itu agar tidak menimbulkan konflik, oleh hukum diintegrasikan sedemikian rupa, sehingga pertentangan atau konflik-konflik itu dapat diatasi, paling tidak dapat ditekan sekecilkecilnya munculnya konflik sehingga keharmonisan tercipta.
4
I Gde Pitana, Putu G. Gayatri, 2005, Sosiologi Pariwisata, Andi Offest, Yogyakarta, hlm. 21.
5
Hukum bisnis merupakan kaedah-kaedah
yang diadakan untuk mengatur
serta menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul dalam aktivitas antar manusia khususnya dalam bidang perdagangan.5 Salah satu produk hukum adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam mengatur kerjasamanya. Untuk mengurangi konflik dengan masyarakat dan memenuhi keinginan pasar maka pada tahun 1969 Pemerintah Indonesia bekerjasama dengan konsultan telah melakukan penelitian dalam upaya pengembangan Kawasan Pariwisata di Indonesia. Salah satu yang direkomendasikan untuk dikembangkan adalah Kawasan Pariwisata Nusa Dua, dengan pertimbangan antara lain jumlah penduduk sedikit, mempunyai daya tarik alam dan budaya, tanah tidak produktif, mudah dijakau dari bandara. Dalam kaitanya dengan pemilihan Kawasan Nusa Dua sebagai resort pariwisata yang berskala Internasional, Pemerintah Daerah senantiasa bertindak hatihati dan melakukan analisis kelayakan untuk menjamin adanya kepastian bahwa pembangunan yang akan dilaksanakan sungguh-sungguh berorientasi lingkungan dan secara ekonomi layak untuk dikembangkan.6 Selain itu Pemerintah telah melakukan berbagai upaya dalam menciptakan produk hukum. Untuk hukum pertanahan langkah terobosan yang diawali dengan hukum pertanahan yang melindungi kolonial, atau orang barat, menuju perlindungan rakyat Indonesia melalui pembaharuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) yang diundangkan tanggal 24 5
Johanes Ibrahim & Lindawaty Sewu, 2004, Hukum Bisnis, PT. Refika Aditama, Bandung, hlm. 27. I Nyoman Madiun, 2010, Nusa Dua Model Pengembangan Wisata Modern, Udayana University Press, Denpasar, hlm. 5. 6
6
September 1960. UU tersebut adalah produk politik yang sangat responsif dan berorientasi populistik karena telah merombak seluruh sistem feodal yang dianut oleh hukum tanah kolonial. Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 33 ayat 3 telah mengatur “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasi oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Dalam upaya menciptakan kemakmuran masyarakat di Bali khususnya dan Indonesia pada umumnya, maka dengan telah adanya kajian kelayakan baik dari aspek ekonimi, teknis, sosial budaya dan lingkungan bahwa Kawasan Pariwisata Nusa Dua layak untuk dikembangkan sebagai Kawasan Pariwisata yang bertaraf internasional maka Pemerintah Republik Indonesia menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1972 membentuk PT. Pengembangan Pariwisata Bali (Persero) /Bali Tourism Development Corporation/ BTDC yang mulai 16 Mei 2014 telah berubah nama menjadi PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero,/Indonesia Tourism Development Corporation / ITDC, guna mengelola Kawasan Pariwisata Nusa Dua, sebagai percontohan / model pengembangan Pariwisata di Indonesia. ITDC merupakan Badan Usaha Milik Negara yang seratur persen (100%) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dengan modal dasar Rp.1.000.000.000.000,- dan modal yang ditempatkan dan disetor oleh Negara Republik Indonesia adalah sebesar Rp. 410.000.000.000,-. ITDC bergerak dalam usaha kawasan pariwisata, maka berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Pemerintah Nomer 10 Tahun 1961 jo No. 8 Tahun 1953, Peraturan Menteri Agraria
7
No. 2 tahun 1960 jo No. 9 Tahun 1965 dan No. 1 tahun 1966, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun
1974,
berdasarkan
Surat
Keputusan
Menteri
Dalam
Negeri
No.
SK.65/DJA/1974 dan Surat Keputusan lainnya, ITDC memperoleh Hak Pengelolaan atas lahan seluas kurang lebih 300 ha di Kelurahan Benoa, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, yang saat ini dikenal sebagai Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Hal ini sejalan dengan Pasal 3 Anggaran Dasar ITDC yang mengatur bahwa: (1) Maksud dan tujuan Perseroan ini adalah melakukan usaha di bidang Pariwisata, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang dimiliki Perseroan untuk menghasilkan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan/mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai Perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip Perseroan Terbatas. (2) Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut di atas, Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha utama sebagai berikut : a. Merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah serta menggunakan tanah untuk keperluan daerah pariwisata dan menata serta membagi lebih lanjut dalam satuan-satuan lingkungan tertentu dan mengembangkan jasajasa prasarana dan fasilitas-fasilitas pariwisata lainnya; b. Menyerahkan dan menyewakan bagian-bagian tanah kepada pihak ketiga untuk membangun sarana pariwisata berikut segala fasilitas pendukungnya menurut persyaratan yang ditentukan oleh Perseroan selaku pemegang hak, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu berikut keuangannya, dengan ketentuan pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga dilakukan oleh pejabat yang berwenang, sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran dasar; c. Membangun, membeli, menjual, dan mengelola properti termasuk hotel, apartemen, kondominium, vila, dan agrowisata serta fasilitas penunjang lainnya; d. Jasa konsultasi dibidang pengembangan pariwisata, manajemen properti termasuk hotel, apartemen, kondominium, dan vila, meliputi manajemen
8
pengelolaan, -penyewaan, pemeliharaan, perawatan, serta penyediaan fasilitas penunjang lainnya; e. Merencanakan, membangun, dan mengembangkan jasa-jasa -prasarana dan fasilitas-fasilitas umum lainnya meliputi pengelolaan limbah, biro perjalanan, restoran, catering, fasilitas hiburan dan olah raga, serta penyewaan ruangan dalam lingkungan daerah-daerah pariwisata; f. Membangun bangunan yang dipandang perlu untuk keperluan pengusahaan dan administrasi daerah-daerah pariwisata; Visi ITDC adalah “Menjadi Perusahaan Pengembang dan Pengelola Kawasan Pariwisata yang Unggul dalam Bidang Pelayanan”.7 Misi Perusahaan yang merupakan pernyataan tentang cara mewujudkan visi perusahaan, dirumuskan sebagai berikut: 1. 2.
3.
Melakukan kegiatan pengelolaan kawasan pariwisata ramah lingkungan secara profesional dan berkualitas; Membangun kawasan parawisata terpadu di wilayah-wilayah Indonesia yang memiliki potensi pariwisata berdasarkan analisa kelayakan bisnis yang prospektif; Memberikan manfaat yang optimal kepada stakeholder(s) sesuai prinsip bisnis yang sehat.8
Sebagai pengembangan dan pengelola kawasan Pariwisata ITDC mempunyai kompetensi inti Perusahaan adalah: 1.
2. 3.
7 8
Menyiapkan Lahan di Kawasan Pariwisata guna dikembangkan oleh investor untuk usaha Pariwisata dengan didukung atraksi, prasarana penunjang/infrastruktur yang memadai, status lahan jelas, pengembangan yang berwawasan lingkungan; Mempunyai sistem pengelolaan kawasan pariwisata, jaringan mitra usaha dan pemasaran kawasan pariwisata yang handal. Menciptakan kerjasama dengan kepastian hukum hak dan kewajiban yang diatur jelas dalam Perjanjian dan menguntungkan bagi stakeholders serta mengantisipasi perkembangan;
ITDC, 2014, Rencana Jangka Panjang ITDC tahun 2014-2018, ITDC, Nusa Dua, hlm. 7.. Ibid.
9
4. 5. 6. 7. 8.
Menciptakan sistem pengolahan air limbah yang memenuhi standar baku mutu, ramah lingkungan, ekonomis dan berkelanjutan. Menyediakan air irigasi yang memenuhi standar mutu dan menjaga ketersediaan air irigasi melebihi keinginan pelanggan, dan ekonomis. Menciptakan taman yang indah, ekonomis dan berkelanjutan. Menjaga Keamanan dengan nol kriminalitas di Kawasan, dengan sistem kodal maupun teknologi sehingga setiap area terawasi selama 24 jam. SOP Pengelolaan Kawasan yang jelas dengan dilengkapi sistem pengelolaan pelanggan. 9 Dengan kopentensi inti tersebut ITDC, saat ini telah mampu mengelola lahan
seluas kurang lebih 300 ha yang diberikan oleh pemerintah pada tahun 1974 dengan Hak Pengelolaan di Kawasan Pariwisata Nusa Dua, menjadi kawasan yang bertaraf internasional. Mengingat kekuatan dan kelamahan, peluang dan ancaman yang dimilik ITDC baik dari sisi internal maupun eksternal, salah satunya pengembangan usaha pariwisata merupakan Investasi yang membutuhkan padat modal maka strategi pengembangan yang dipilih oleh ITDC yaitu bekerjasama dengan mitra usaha yang mempunyai kapasitas dan kapabilitas serta mempunyai jaringan internasional dalam pengembangan usaha pariwisata di Nusa Dua, antara lain invetor diajak bekerjasama untuk membangun hotel bintang lima, restoran, lapangan golf dan usaha wisata lainnya di Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Investasi mempunyai dua bentuk yaitu investasi langsung dan tindak langsung. Invetasi langsung sebagaimana dilakukan invetor di Kawasan Pariwisata Nusa Dua yaitu investor menanamkan modalnya dalam kegiatan usahanya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, sebelumnya kita kenal Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 9
Ibid.hlm.7.
10
tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Sedangkan investasi tidak langsung menggunakan surat berharga yang dijual belikan melalui bursa efek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995.. Dengan pola investasi bekerjasama dengan investor tersebut maka dari tahun ke tahun kinerja ITDC terus menunjukkan peningkatan. Hal ini selain ditopang manajemen bisnis yang handal juga ditopang adanya Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan yang dapat menciptakan kepastian hukum bagi ITDC dan Investor yang berinvetasi di Kawasan Pariwisata Nusa Dua. Kinerja Keuangan ITDC, untuk rupiah dalam Juta adalah sebagai berikut : KETERANGAN ASET LANCAR TOTAL ASET TOTAL LIABILITAS EKUITAS PENDAPATAN BEBAN LABA BERSIH
2009
2010
2011
2012
2013
2014
187,289 864,329 60,768 803,561 78,849 36,142 42,708
200,331 885,729 65,527 820,203 76,164 56,064 31,691
220,634 914,763 72,244 842,519 85,357 52,282 34,268
318,679 1,004,549 115,519 889,03 108,05 69,008 51,137
346,943 1,069,837 134,668 935,169 128,145 83,515 51,804
345,571 1,121,142 121,154 999,988 173,052 91,753 69,839
1179.96
1,395.56
1,443.23
1,069.00
893.05
796.79
DEBT TO EQUITY RATIO DEBT TO TOTAL ASSET
7.56 7.03
7.99 7.40
8.57 7.90
12.99 11.50
14.40 12.59
12.12 10.81
NET PROFIT MARGIN (%) ROA (%) ROE (%) Pajak Dividen
54.16 4.95 5.33
41.61 2.97 3.20
40.15 3.55 3.85
47.33 4.94 5.58
40.43 4.67 5.35
40.36 6.09 6.83
RATIO CURRENT RATIO
17.048 7.607
17.890 12.812
20.042 10.017
26.430 2.289
25.455 4.998
Dalam enam tahun terakhir Total Aset tumbuh sebesar 29,7% dari Rp864,329, miliar pada 2009 menjadi Rp1.121,142 miliar pada 2014, Laba Bersih tumbuh
39.940 5.226
11
sebesar 63,5% dari Rp42,708 miliar pada 2009 menjadi Rp69,839 miliar pada 2014, Current ratio mengalami penurunan sebesar 32,47% dari 2009 sampai 2014, ROA dan ROE mengalami peningkatan sebesar masing-masing 1,14% dan 1,5%
Kawasan Pariwisata Nusa Dua, pada tahun 2014 telah mempu menyediakan akomodasi kurang lebih 5.000 kamar hotel bertaraf internasional, sehingga cocok untuk penyelenggaraan MICE maupun tujuan wisata. Pekerja langsung di Kawasan Pariwisata Nusa Dua tidak kurang dari 8.000 orang tenaga kerja langsung yang bekerja di perhotelan di Nusa Dua. Dengan tingkat perpindahan pelanggan / Investor sangat sedikit yang menyatakan mengundurkan diri berinvestasi di Kawasan Nusa Dua, sejak tahun 1982. Dengan latar belakang keberhasilan tersebut maka sitem pengembangan dan pengelolaan Kawasan Pariwisata Nusa Dua yang dilakukan oleh ITDC telah menjadi acuan bagi pemerintah kabupaten maupun provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Badan Usaha Milik Negara milik Republik Indonesia maupun negara lain. Sehingga menurut hemat penulis Pengelolaan Nusa Dua saat ini telah mampu menjadi model pengembangan kawasan pawisata, yang perlu untuk dilakukan kajian dari segala aspek salah satunya dalah dari aspek hukum/legal. Dalam upaya meningkatkan perekonomian rakyat melalui pengembangan pariwisata di Nusa Tenggara Barat maka Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2008 telah menetapkan ITDC sebagai
12
pengelola lahan seluas kurang lebih 1.175 ha di Lombok Tengah untuk dikembangkan sebagai Kawasan Pariwisata. Hal ini dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 52 tahun 2014 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 2014 Nomor 146, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 551), telah ditetapkan kawasan seluas 1.035 ha dengan bukti sertifikat Hak Pengelolaan di Kecamatan Pujud, Lombok Tengah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika yang dikelola oleh ITDC. Pasal 2 PMA 9/1965 menyatakan “Jika tanah Negara sebagai dimaksud dalam Pasal 1, selain dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dimaksudkan juga untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak penguasaan tersebut di atas dikonversi menjadi “Hak Pengelolaan” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 6 yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.” Menunjuk Pasal 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1977 mengatur bahwa : Yang dimaksud dengan "Hak Pengelolaan" dalam Peraturan ini adalah: (1) Hak pengelolaan, yang berisi wewenang untuk: a. merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan, b. menggunakan tanah tersebut untuk keperluan pelaksanaan usahanya, c. rnenyerahkan bagian-bagian dari pada tanah itu kepada pihak ketiga menurut persyaratan yang ditentukan oleh perusahaan pemegang hak tersebut, yang meliputi segi-segi peruntukan, penggunaan, jangka waktu dan keuangannya, dengan ketentuan bahwa pemberian hak atas tanah kepada pihak ketiga yang bersangkutan dilakukan oleh pejabat-pejabat yang berwenang, sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
13
(2) Hak pengelolaan yang berasal dari pengkonversian hak penguasaan berdasarkan Peraturan Menteri Agraria No. 9/1965 tentang "Pelaksanaan konversi hak penguasaan atas tanah Negara dan ketentuan tentang kebijaksanaan selanjutnya" yang memberi wewenang sebagaimana tersebut dalam ayat (1) di atas dan yang telah didaftarkan di Kantor Sub Direktorat Agraria setempat serta sudah ada sertiflkatnya. Pasal 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 1977 mengatur bahwa : Bagian-bagian tanah hak pengelolaan yang diberikan kepada Pernerintah Daerah, Lembaga, Instansi dan atau Badan/Badan Hukum Pemerintah untuk pembangunan wilayah pemukiman, dapat diserahkan kepada pihak ketiga dan diusulkan kepada Menteri Dalam Negeri atau Gubernur Kepala Daerah yang bersangkutan untuk diberikan dengan hak milik, hak guna bangunan, atau hak pakai, sesuai dengan rencana peruntukan dan penggunaan tanah yang telah dipersiapkan oleh pemegang hak pengelolaan yang bersangkutan. Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 1977 mengatur bahwa : (1) Setiap penyerahan penggunaan tanah yang merupakan bagian dari tanah hak pengelolaan, kepada pihak ketiga oleh pemegang hak pengelolaan, balk yang disertai ataupun tidak disertai dengan pendirian bangunan di atasnya, wajib dilakukan dengan pembuatan perjanjian tertulis antara pihak pemegang hak pengelolaan dan pihak ketiga yang bersangkutan. (2) Perjanjian termasuk dalam ayat (1) Pasal ini memuat antara lain keterangan mengenai: a. identitas pihak-pihak yang bersangkutan; b. letak, batas-batas dan luas tanah yang dimaksud; c. jenis penggunaannya; d. hak atas tanah yang akan dimintakan untuk diberikan kepada pihak ketiga yang bersangkutan dan keterangan mengenaijangka waktunya serta kemungkinan untuk memperpanjangnya; e. jenis-jenis bangunan yang akan didirikan di atasnya dan ketentuan mengenai pemilikan bangunan-bangunan tersebut pada berakhirnya hak tanah yang diberikan; f. jumlah uang pemasukan dan syarat-syarat pembayarannya; g. syarat-syarat lain yang dipandang perlu.
14
Investor yang mengadakan kerjasama dengan ITDC, berdasarkan Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan, dapat mengajukan permohonan ke Badan Pertanahan Nasional Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan. Hak Guna Bangunan merupakan salah satu hak kebendaan yang dapat dijaminkan sebagai salah satu strategi investasi yang dilakukan oleh investor dalam mencari sumber pendanaan. Namun demikian ada kalanya Investor yang telah memiliki Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan yang menjadi dasar munculnya HGB tersebut, sehingga menimbulkan permasalahan hukum. Dengan telah diterbitkan Hak Guna Bangunan atas nama investor di atas Hak Pengelolaan ITDC, dan investor telah menjaminkan HGB tersebut, pastinya akan melibatkan banyak pihak yang berkepentingan atas lahan tersebut. Hal ini akan membawa dampai apabila ITDC akan menarik kembali lahan yang telah diserahkan kepada Investor tersebut karena investor melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian Penggunaan dan Pemenafaatan Lahan. Demikian juga apabila Investor pemegang Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan ITDC dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, dengan mempunyai beberapa kreditor baik kreditor istemewa, separatis maupun konkuren. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian mengenai hal-hal yang terkait Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan yang dibuat oleh ITDC dengan Investor di Nusa Dua, yang dituangkan dalam suatu penulisan hukum dengan judul Perjanjian Penggunaan Dan Pemanfaatan
15
Lahan Hak Pengelolaan PT. Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) Sebagai Model Kerjasama Investasi Di Bidang Usaha Pariwisata di Nusa Dua.
B. Rumusan Masalah Dari latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut: 1. Apakah factor-faktor yang diperhatikan dalam menyusun Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan Hak Pengelolaan ITDC sebagai model kerjasama investasi di bidang usaha pariwisata di Kawasan Pariwisata Nusa Dua sehingga Perjanjian tersebut dapat menjadi salah satu kompetensi inti ITDC sebagai pengelola Kawasan Pariwisata ? 2. Bagaimana upaya-upaya hukum ITDC kepada investor yang telah memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan ITDC, apabila investor melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan tanah? 3. Bagaimana kedudukan hukum ITDC selaku pemilik Hak Pengelolaan apabila investor yang telah memiliki Hak Guna Bangunan di atas Hak Pengelolaan dinyatakan pailit ?
16
C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui factor-faktor utama apa saja yang menjadi pertimbangan ITDC dalam merumuskan Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan
lahan hak
pengelolaan ITDC oleh investor sebagai model kerjasama investasi di bidang usaha pariwisata di Kawasan Pariwisata Nusa Dua sehingga perjanjian tersebut dapat menjadi bagian kompetensi inti ITDC dalam pengembangan kinerja ITDC selaku pengelola Kawasan Pariwisata. 2. Untuk mengetahui bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh ITDC apabila Investor yang memiliki sertifikat Hak Guna Bangunan di atas Hak Penelolaan ITDC melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan Lahan hak pengelolaan ITDC. 3. Untuk mengetahui kedudukan ITDC selaku pemegang HPL, apabila investor yang memiliki HGB di atas HPL ITDC berdasarkan Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan lahan dinyatakan pailit.
17
D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari pelaksanaan penelitian yang dilakukan baik dari segi teoritis maupun dari segi praktis yaitu : 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat sebagai perluasan wawasan ilmu pengetahuan hukum khususnya yang berkaitan dengan perjanjian penggunaan dan pemanfaatan lahan Hak Pengelolaan yang dikerjasamakan dengan pihak ketiga dengan memberikan Hak Guna Bangunan di atas HPL, yang saat ini banyak dimiliki oleh BUMN. 2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi kepentingan ITDC dalam meningkatkan kepetensi ini guna menunjang visinya menjadi pengelola dan pengembangan kawasan pariwisata yang unggul dalam bidang pelayanan, dan menjadi acuan bagi pihak-pihak yang akan menyerahkan lahan hak pengelolaan kepada pihak ketiga dengan memberikan HGB di atas HPL.
E. Keaslian Penelitian Sepanjang pengamatan dan pengetahuan penulis, penelitian tentang bagaimana menyusun standar Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan tanah hak pengelolaan ITDC oleh investor sebagai model kerjasama investasi di bidang usaha pariwisata di Kawasan Pariwisata Nusa Dua sehingga menjadi kopetensi inti ITDC sebagai pengelola Kawasan Pariwisata, dan upaya hukum yang dilakukan oleh ITDC selaku pemegang Hak Pengelolaan yang diserahkan kepada investor apabila investor
18
melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan lahan hak pengelolaan ITDC, serta untuk mengetahui upaya hukum yang dilakukan oleh ITDC guna menarik lahan yang diserahkan dan menghapus HGB di atas HPL tersebut apabila investor melakukan wanprestasi terhadap Perjanjian Penggunaan dan Pemanfaatan tanah hak pengelolaan ITDC, serta kedudukan hukum apabila terjadi investor dinyatakan pailit belum pernah dilakukan. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian awal. Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan hasil penelitian yang serupa, maka penelitian ini dapat dikatakan sebagai pelengkap atas penelitian tersebut.