BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang gencargencarnya melaksanakan pembangunan dalam segala bidang. Tujuannya adalah untuk menciptakan masyarakat yang makmur dan sejahtera. Salah satu cara untuk mewujudkan tujuan pembangunan tersebut adalah dengan cara mengembangkan sektor perdagangan khususnya perdagangan internasional. Perdagangan internasional merupakan kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat suatu negara. Selain itu, perdagangan internasional juga merupakan salah satu cara untuk memenuhi segala kebutuhan masyarakat, dimana pembangunan Indonesia tidak lepas dari campur tangan negara-negara lain. Beberapa ahli ekonomi seperti Adam Smith dan David Ricardo menyatakan bahwa dengan adanya perdagangan luar negeri dapat memberikan sumbangan yang akhirnya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Perdagangan internasional merupakan kegiatan ekspor yang sangat berpengaruh pada keadaan ekonomi di suatu negara, salah satunya dapat meningkatkan penerimaan negara. Kegiatan ekspor merupakan proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari dalam negeri untuk memasukkannya ke negara lain (Anggitata, 2011). Ekspor adalah bagian penting dari perdagangan internasional karena dapat memperluas pasar produk Indonesia dan menambah devisa negara (Andrianto, 2012). Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan hasil sumber daya alam. Kekayaan yang berlimpah tersebut tentu saja akan menghasilkan kuntungan yang
berlimpah pula. Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia telah memungkinkan berbagai jenis dan varitas hasil perkebunan tumbuh di berbagai daerah. Perkebunan juga menjadi salah satu penopang penting bangsa Indonesia dalam menghadang krisis moneter. Beberapa komoditas perkebunan Indonesia yang berhasil bersaing di pasar internasional anatara lain adalah kelapa sawit, rempahrempah, kakao, karet, kopi, dan vanili. Vanili (Vanilla Planifolia Andrews) merupakan salah satu tanaman rempah yang dibudidayakan di negara beriklim tropis seperti Indonesia. Vanili dikenal dengan istilah emas hijau. Hal ini disebabkan vanili memiliki harga yang lumayan mahal. Di Indonesia, vanili diperkenalkan dari Meksiko pada tahun 1819, dan pertama kali ditanam di Kebun Raya Bogor. Vanili mulai dibudidayakan secara komersial sejak tahun 1850 di Jawa Barat. Saat ini, harga potong atau buah vanili di pasar dalam negeri berkisar Rp 1.500.000 – Rp 2.000.000 per kg potong kering dan Rp 150.000 – Rp 200.000 potong basah. Vanili digunakan sebagai flavoring agent pada produk makanan dan minuman seperti pada es krim, minuman ringan, coklat, permen, puding, kue, dan minuman keras, sedangkan dalam industri non pangan vanili banyak digunakan sebagai bahan untuk penambah wewangian. Bentuk produk yang dijual petani umumnya berbentuk potong basah, sedangkan yang dijual eksportir ke pasaran internasional berbentuk potong kering. Di pasaran internasional, vanili Indonesia dikenal dengan sebutan Java Vanilla Beans (Ruhnayat, 2003). Pada tabel 1.1 terlihat volume ekspor vanili Indonesia tahun 1991-2010 mengalami fluktuasi yang cukup signifikan. Pada tahun 1991, volume ekspor vanili pada titik terendah yaitu hanya sebesar 364.033 kg. Dapat dilihat juga pada tahun 1998 volume ekspor vanili mengalami peningkatan yang cukup tajam yaitu sebesar
828.124 kg. Karena terjadinya krisis moneter pada tahun 1998, menyebabkan dampak yang membuat volume ekspor vanili menurun drastis pada tahun 1999 yaitu hanya berkisar 412.475 kg dan dibarengi dengan jatuhnya harga ekspor yang sangat drastis Rp. 82.698/kg. Peningkatan volume ekspor vanili mencapai puncaknya pada tahun 2010 sebesar 886.043 kg dengan harga ekspor yang sangat murah yaitu sebesar Rp. 18.634/kg. Hal ini terjadi karena vanili bermutu tinggi dan rendah dicampur dengan paku sehingga pelaku ekspor menyamaratakan kualitasnya dan beratnya bertambah. Hal inilah yang menyebabkan mutu vanili Indonesia anjlok (Kompas, 2010).
Tabel 1.1 Volume, Harga, dan Kurs Dollar Amerika Serikat terhadap Rupiah di Indonesia Tahun 1991 – 2010
Tahun
Volume Ekspor (Kg)
Harga Ekspor (Rp/Kg)
Kurs Dollar terhadap Rupiah (Rp/USD)
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
364.033 507.588 559.177 452.410 491.483 608.406 783.450 828.124 412.475 579.907
406.243 435.614 248.258 30.262 218.971 123.475 128.977 144.009 82.698 150.467
1.992 2.308 2.110 2.200 2.308 2.383 4.650 8.025 7.100 9.595
10.400 2001 811.478 273.724 8.940 2002 820.846 176.548 8.465 2003 623.072 193.042 9.290 2004 654.880 125.927 9.830 2005 551.969 38.797 9.020 2006 566.158 28.972 9.419 2007 626.164 31.018 10.950 2008 618.541 24.838 9.400 2009 619.500 19.298 8.991 2010 886.043 18.634 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (data diolah)
Untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dan peningkatan ekspor perlu dilakukan peningkatan produksi dan produktivitas tanaman vanili melalui penumbuhan sentra-sentra produksi baru dan pemantapan sentra produksi yang telah ada. Harga vanili di pasaran sangat ditentukan oleh kualitas buah vanili yang dijual. Umumnya perdagangan buah vanili di tingkat petani dilakukan dalam kondisi buah vanili segar (basah), sehingga tingkat harga yang terjadi merupakan harga yang paling rendah. Perbedaan harga antara harga vanili basah dan vanili kering di lokasi cukup tinggi dengan perbandingan yaitu sebesar 1 : 5. Tinggi atau rendahnya harga vanili di tingkat petani ini sangat dipengaruhi oleh tingkat harga yang ada di pasaran dunia. Oleh karena itu, fluktuasi harga vanili di tingkat petani sangat ditentukan oleh fluktuasi harga vanili dunia. harga buah vanili segar mengalami fluktuasi yang sangat tinggi, pada periode tahun 2002-2003 mengalami tingkat harga yang sangat tinggi yaitu Rp 200.000 per kg vanili basah dan untuk tahun 2005 mengalami harga yang sangat rendah yaitu Rp 20.000 per kg vanili basah (Kurnain, 2012). Tingginya tingkat permintaan pasar dunia dan pasar dalam negeri atas vanili dan produk olahan vanili, tingginya kualitas vanili, rendahnya produktivitas vanili, lemahnya manajemen pengelolaan usaha tani vanili, lemahnya rekayasa teknologi budidaya, dan lemahnya teknologi penanganan pasca panen vanili di Indonesia, hendaknya dijadikan sebagai kekuatan dan peluang yang harus
dimanfaatkan secara optimal sebagai pijakan bagi Indonesia untuk menguasai pasar dunia secara berkelanjutan. Bali merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang mempunyai peluang besar untuk mengisi permintaan dunia akan vanili, terlebih lagi kecenderungan sejumlah pabrikan di dunia sudah mulai melirik vanili natural (vanili asli) ketimbang menggunakan bahan subtitusi vanili yang sebelumnya sempat banyak dilirik kalangan industri. Namun, yang terpenting kini bagaimana untuk mengemas produk perkebunan unggulan ini agar mampu menghasilkan kualitas yang baik. Jika itu terpenuhi, maka bukan tidak mungkin ekspor perkebunan ini akan mampu mengalahkan ekspor komoditi lainnya. Apalagi belakangan ini permintaan pasar terhadap vanili mulai membaik sehingga harga jual vanili juga ikut membaik. Ketika pasar vanili booming tahun 2000-an jumlah pelaku bisnis vanili di Bali lebih dari 10 pebisnis. Dengan hancurnya pasar dan harga vanili di dunia, membuat pelaku industri yang bertahan tak lebih dari tiga pelaku bisnis. Fluktuasi harga yang sangat tinggi membuat banyak petani tidak bisa bertahan. Perkebunan vanili di Bali terus berkurang. Bahkan, sangat sulit sekarang ditemui perkebunan vanili. Tabel 1.2 Harga, Kurs Dollar terhadap Rupiah, Produksi, dan Nilai Ekspor Vanili di Provinsi Bali Tahun 1991-2013 Tahun
Harga (Rp/Kg)
1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
6.500 6.500 2.000 10.000 15.000 8.000 5.000 8.750 10.694 30.000 75.000 200.000 190.000 120.000
Kurs Dollar terhadap Rupiah (Rp/USD) 1.992 2.308 2.110 2.200 2.308 2.383 4.650 8.025 7.100 9.595 10.400 8.940 8.465 9.290
Produksi (Ton)
Nilai Ekspor (000 US$)
281 231 70 90 72 50 27 22 5 8 6 7 6 8
11.972 7.645 7.056 8.286 3.407 4.286 3.488 1.563 1.661 1.654 4.796 6.442 3.838 6.142
2005 190.000 9.830 2006 190.000 9.020 2007 175.000 9.419 2008 150.000 10.950 2009 150.000 9.400 2010 150.000 8.991 2011 105.000 9.068 2012 180.000 9.670 2013 200.000 12.189 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015 (data diolah)
16 10 23 32 29 21 46 53 10
5.345 5.892 6.066 5.565 5.087 4.598 4.977 5.367 7.279
Pada Tabel 1.2 terlihat bahwa harga vanili mengalami perkembangan yang
fluktuatif. Pada tahun 1991, harga vanili masih sangat murah yaitu hanya berkisar Rp. 6.500,00 saja. Hal ini disebabkan oleh belum banyak masyarakat yang mengetahui peluang untuk mengolah perkebunan vanili. Harga vanili masih dalam kisaran ribu rupiah dalam tahun-tahun berikutnya dan mencapai puncaknya pada tahun 2002, yaitu sebesar Rp. 200.000,00 Harga yang melonjak ini dikarenakan, pasar dunia sudah mulai melirik tanaman vanili yang berasal dari Indonesia, khususnya Bali yang kualitasnya mampu bersaing dengan kualitas tanaman vanili dari luar negeri seperti Madagaskar. Jika dilihat pada kolom produksi, terjadi penurunan jumlah produksi yang cukup drastis yaitu pada tahun 1999-2004. Menurut Sedhana (1996), kerusakan tanaman vanili akibat serangan Busuk batang vanili (BBV) pada tahun 1999 mencapai 80%. Hal ini kemudian berdampak sampai tahun 2004 yang menyebabkan produksi vanili menurun sangat tajam dari tahun 1998 yaitu sebesar 22 ton dan kemudian menurun pada tahun 1999 hanya sebesar 5 ton. Pada kolom harga dapat kita lihat, tahun 2013 merupakan tahun yang sangat baik tanaman vanili. Harga pada tahun 2013 mencapai Rp. 200.000,00/kg dimana peluang pasar ekspor vanili mulai terbuka luas berdasarkan kebutuhan pasar akan bahan baku perkebunan sebagai produk olahan konsumsi kian meningkat tajam dan juga mulai beralihnya pabrik pengolahan di dunia pada produk alami (Wiryantha, 2012).
Secara umum, vanili bernilai ekonomis tinggi dengan fluktuasi harga relatif stabil yang harus diimbangi dengan kualitas dan kuantitas vanili. Pemenuhan kebutuhan ini hanya terwujud apabila didukung oleh kondisi lahan yang optimal baik dari luasan maupun kesesuaiannya. Tanaman vanili dapat tumbuh dan berkembang dengan baik pada kondisi lahan dengan tekstur tanah halus sampai agak kasar, kedalaman tanah minimal 0,5 meter dan masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi drainase agak terhambat (Syaifuddin, 2009). Melalui pola tanam yang baik diharapkan dapat mendukung peningkatan produktivitas lahan, sehingga petani memiliki alternatif lain selain vanili untuk menunjang kebutuhan hidupnya (Saragih, 2000). Jika lahan yang digunakan untuk menanam vanili sesuai dengan kriteria, maka tentu saja dapat memproduksi tanaman vanili yang mempunyai kualitas yang baik. Dengan demikian, pemerintah Provinsi Bali diharapkan lebih meningkatkan kualitas dari tanaman vanili tersebut agar tetap bertahan di pasar internasional dan para petani vanili lebih bergairah untuk mengembangkan vanili. Menurut Rahmawati (2012), para eksportir sebaiknya menggunakan teknologi dalam pengolahannya agar kualitas vanili kering yang dihasilkan dapat memenuhi standar ekspor. Selain itu, perlu juga adanya perluasan pasar dalam pendistribusian vanili di Indonesia. Untuk mencapai potensi pengembangan komoditi vanili dan meningkatkan kesejahteraan petani, pemerintah daerah Provinsi Bali memutuskan untuk melakukan percepatan pengembangan vanili. Wiryanatha (2012) mengatakan bahwa pengembangan komoditi vanili juga akan meningkatkan kesejahteraan petani. Dengan masih terbukanya peluang pasar, otomatis kendali harga berada di tangan petani. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang penelitian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah antara lain : 1) Apakah harga, kurs dollar Amerika Serikat, dan produksi secara simultan berpengaruh terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 1991-2013? 2) Bagaimana pengaruh harga, kurs dollar Amerika Serikat, dan produksi secara parsial terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 1991-2013? 3) Variabel manakah di antara harga, kurs dollar Amerika Serikat, dan produksi yang paling dominan berpengaruh terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali tahun 1991-2013? 1.3 Tujuan Penelitian 1) Untuk mengetahui pengaruh harga, kurs dollar Amerika Serikat, dan produksi secara simultan terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 1991-2013. 2) Untuk mengetahui pengaruh harga, kurs dollar Amerika Serikat, dan produksi secara parsial terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 1991-2013. 3) Untuk mengetahui variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap ekspor vanili di Provinsi Bali pada tahun 1991-2013. 1.4 Kegunaan Penelitian Dalam penelitian ini dapat di uraikan beberapa kegunaan yaitu : 1) Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca, dalam arti hasil penelitian ini dapat menambah dan memperkaya bahan pusataka yang sudah ada baik sebagai pelengkap maupun bahan perbandingan dan menjadikan penelitian yang lebih lanjut terhadap objek sejenis atau aspek lainnya yang belum tercakup dalam penelitian ini. 2) Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan pertimbangan
khususnya
bagi
pemerintah
dalam
merumuskan
dan
menentukan kebijakan dalam mengatur jalannya ekspor dan impor di Indonesia. 1.5 Sistematika Penulisan Pembahasan skripsi ini disusun berdasarkan bab secara sistematis, sehingga antara bab yang satu dengan bab yang lainnya mempunyai hubungan yang erat. Adapun sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan Bab ini akan menguraikan hal-hal yang menyangkut pendahuluan, meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II
Kajian Pustaka dan Rumusan Hipotesis Bab ini membahas teori, konsep, dan penelitian terdahulu yang berhubungan dengan ekspor, harga, kurs dollar Amerika Serikat dan produksi. Pada bab ini juga dibahas mengenai teori perdagangan internasional, teori harga, konsep kurs valuta asing, teori produksi serta hubungan anatara variabel bebas dan variabel terikat. Pada bab ini juga dibahas rumusan hipotesis yang merupakan dugaan sementara dari rumusan masalah yang sesuai dengan landasan teori.
Bab III
Metode Penelitian Bab ini memuat cara pemecahan masalah yang diajukan dalam penelitian baik dalam mencari data maupun menganalisa data. Bab ini terdiri dari uraian tentang desain penelitian, lokasi penelitian, objek penelitian, identifikasi variabel penelitian, definisi operasional variabel, jenis dan
sumber data, metode pengumpulan data, serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV
Pembahasan Bab ini menguraikan tentang gambaran umum masing-masing variabel, deskripsi hasil analisis regresi linier berganda dan uji asumsi klasik.
Bab V
Simpulan dan Saran Bab ini memuat kesimpulan yang mencakup seluruh hasil penelitian yang telah dilakukan dan saran-saran yang dipandang perlu dan relevan atas simpulan yang dikemukakan.