HUBUNGAN ANTARA HARGA DIRI DENGAN PRASANGKA ETNIS PADA ETNIS DAYAK PASCA KONFLIK DAYAK-MADURA DI SAMPIT
Eva Fauziah Sonny Andrianto INTISARI
Peneltian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara harga diri dan prasangka etnis. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara harga diri dan prasangka etnis pada etnis Dayak di Sampit. Semakin tinggi harga diri semakin rendah prasangka etnis. Sebaliknya semakin rendah harga diri semakin tinggi prasangka etnis. Subyek dalam penelitian ini adalah etnis Dayak yang tinggal di Sampit, pria dan wanita dengan usia minimal 25 tahun. Teknik pengambilan subyek yang digunakan adalah metode quota sampling. Adapun skala prasangka etnis yang digunakan mengacu pada aspek dari teori Baron & Byrne (2004), Sears dkk (1994), Hudaniah & Dayakisni (2003) yang berjumlah 34 aitem dan skala harga diri yang disusun berdasar aspek dari Baron & Byrne (2004) yang berjumlah 29 aitem. Metode analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan fasilitas program SPSS versi 12,0 for windows untuk menguji apakah terdapat hubungan antara harga diri dan prasangka etnis. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,419 yang artinya ada hubungan yang signifikan antara harga diri dengan prasangka etnis. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata Kunci : Harga Diri, Prasangka Etnis
1
Pengantar
Menurut Tjokrowinoto (2001) didalam pandangan orang Dayak (dan juga suku pendatang lainnya), pendatang dari Madura cenderung dipandang negatif sebagai orang yang berperilaku kasar, keras, selalu mempersenjatai diri dengan clurit dan siap untuk membunuh, bersifat ekspansif dengan kalau perlu merampas hak-hak penduduk asli dan sebagainya. Karenanya, masyarakat Dayak terhinggapi syndroma bogey man atau syndrome wewe-gombel memandang etnis pendatang dari Madura sebagai bogey man yang berpotensi mengancam eksistensi dan lebensraum mereka. Perasaan adanya common enemy ini akan makin memperkuat solidaritas internal mereka yang dapat meningkatnya intensitas konflik. Di pihak lain, masyarakat pendatang yang berasal dari suku Madura juga melakukan stigmatisasi dan stereotyping terhadap suku Dayak, memandang masyarakat Dayak sebagai pemalas, pendengki, pemabuk, pengiri dan sebagainya. Perbenturan dua etnis yang mempunyai perbedaan di semua dimensi prefensi nilai justru cenderung memperkuat etnosentrisme masing-masing. Penyang (2004) meminta agar rencana pemulangan pengungsi Madura ke Kalteng tidak tergesa-gesa. Malah sebaliknya kata Damang jangan dulu karena masih ada warga yang trauma “saya khawatir warga tidak begitu aman dengan hadirnya warga Madura. Sehingga akan ada rasa was-was. Apalagi jika ada pihak tertentu, yang bisa menjadi pemicu pecahnya permasalahan baru. Orang yang penampilannya baik, belum tentu hatinya juga baik” tambah Simal panjang lebar.
2
Penilaian orang Dayak terhadap orang Madura tidak terlepas dari pengalaman pribadi mereka dalam waktu berinteraksi selama berpuluh-puluh tahun. Orang Dayak mulai menyimpulkan bahwa orang Madura suka kekerasan yang diperlihatkan dengan budaya carok. Kemana-mana selalu membawa celurit. Adanya streotip antara etnis Dayak dan Madura akibat perbedaan budaya. Pandangan seseorang atau kelompok etnis menurut budayanya masingmasing akan menentukan streotip etnis lainnya. Hal tersebut terlihat dari pernyataan dari salah satu warga Madura dan Dayak. Menurut Haji Tarap (warga Madura) hal yang paling dibencinya dari orang Dayak adalah adat istiadat, hukum adatnya. Kalau ada kesalahan selalu ada adatnya. Orang Dayak sangat menjunjung tinggi adat-istiadat, hukum adat. Menurut Timanggong Miden (warga Dayak) adat-istiadat dan hukum adat harus dilaksanakan. Jika ada yang melanggar dan tidak mau membayar denda adat sama dengan menghina suku. Jika sudah menghina suku berarti nyawa taruhannya (Surata & Andrianto, 2001). Begitu pula menurut Giring (2004) pencitraan orang Madura di mata orang Dayak Kanayatn Salatiga tidak terlepas dari sistem makna dan sistem nilai yang dipegang oleh orang Dayak Kanayatn dalam menanggapi orang Madura. Orang Madura yang dicitrakan suka kekerasan, dalam hal ini memiliki relasi yang kontras dengan imajinasi Dayak Kanayatn mengenai kehidupan bersama dengan orang dari etnis lain yang memiliki nilai tentram dan tenang. Hubungan antar etnis Dayak dan Madura di Kalimantan Barat berdasarkan hasil penelitian oleh Prof. Sudagung pada tahun 1988 diwarnai dengan sikap prasangka dan persaingan. Hubungan yang kurang harmonis ini diakibatkan oleh faktor perbedaan agama, adat-istiadat dan tingkat ekonomi yang
3
hampir sejajar. Kondisi inilah yang dapat memicu perselisihan diantara dua etnis tersebut. Madura sebagai etnis pendatang terbilang cukup sukses dan berhasil di daerah lain. Keberhasilan ini dapat dianggap sebagai sesuatu yang mengancam keberlangsungan dan masa depan etnis Dayak. Nagian mengakui bahwa etnis Dayak adalah penduduk asli Kalimantan yang selama ini tersisihkan dari sisi ekonomi, pemerintahan dan politik. Hutan-hutan mereka dihabisi, mereka tidak diberi peran tetapi mereka tidak bereaksi. (Surata & Andrianto, 2001). Penelitian yang dilakukan oleh Hidayah (2004) pada mahasiswa Kotawaringin Timur yang berasal dari etnis Dayak dan etnis Madura menunjukkan bahwa prasangka mahasiswa etnis Dayak lebih tinggi daripada mahasiswa Kotim yang beretnis Madura. Penelitian ini memperkuat bahwa adanya prasangka etnis yang terbentuk akibat konflik etnis yang terjadi pada tahun 2001 di Sampit. Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara harga diri dengan prasangka etnis dayak pasca konflik dayak-madura di Sampit. Prasangka merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan yang berbeda dengan golongan orang yang berprasangka itu (Gerungan, 2004). Menurut Baron dan Byrne (2004) prasangka adalah sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan individu tersebut dalam kelompok tersebut. Menurut sears, dkk (1994) prasangka adalah penilaian terhadap suatu kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok orang itu, penilaian terhadap orang lain itu didasarkan kategori rasial dan tidak berdasarkan informasi atau faktor tentang diri mereka sebagai individu.
4
Berbicara mengenai teori dan sebab terjadinya prasangka etnis tidak bisa dipisahkan dari pembahasan tentang teori dan sebab prasangka itu sendiri. Dari berbagai literatur yang ada, terdapat beberapa pendekatan teoritik yang berusaha membahas prasangka, diantaranya dikemukakan oleh Dayakisni & Hudaniah, (2003) yang membaginya dalam dua tipe analisa yaitu pendekatan sosial dan pendekatan individual. Secara garis besar pendekatan individual diwakili oleh pendekatan kognitif dan psikodinamika. Sedangkan pendekatan sosial
diwakili
oleh
pendekatan
situasional,
pendekatan
sejarah
dan
sosiokultural. Sehingga terbagi menjadi empat pendekatan. Namun, dalam penjabarannya ditambah lagi pendapat para ahli psikologi sosial tentang penyebab prasangka dalam empat pendekatan tersebut yaitu : a. Pendekatan Kognitif. Dalam pendekatan kognitif penyebab timbulnya prasangka ada dua aspek, yaitu : atribusi dan ingroup-outgroup. b. Pendekatan Psikodinamika. Menurut pendekatan ini penyebab timbulnya prasangka ada 2 hal, yaitu : prasangka merupakan agresi seseorang yang dialihkan dan prasangka bersumber dari individu yang mempunyai kepribadian yang otoriter (Sears dkk, 1994). c. Pendekatan Sosiokultural Pendekatan ini berusaha menjelaskan bagaimana prasangka ditimbulkan dan dipelihara oleh lingkungan sosial. Latar belakang timbulnya prasangka menurut pendekatan ini ada beberapa sebab, yaitu : Teori belajar sosial dan peranan media massa. d. Teori konflik kelompok (realistic group conflict theories) Aspek-aspek prasangka disusun mengacu pada teori Baron & Byrne (2004), Sears, dkk (1994), Hudaniah & Dayakisni (2003) yang menguraikan beberapa
5
aspek yang berkaitan dengan adanya sikap prasangka. Aspek tersebut adalah sebagai berikut: a. Aspek kepribadian. b. Aspek kecemburuan sosial. c. Aspek konflik akibat kompetisi dan adanya agresi antar kelompok. d. Aspek frustasi dan scapegoating. e. Aspek etnosentrisme. f. Aspek norma/Kultural. g. Penilaian yang terlalu ekstrim. Ketujuh aspek prasangka di atas memberikan gambaran perilaku atau sikap yang ditunjukkan oleh individu atau kelompok terhadap individu atau kelompok lain hampir seragam, meski dengan kualitas dan pola yang berbeda. Seseorang atau suatu kelompok yang memberikan penilaian terlau ekstrim pada individu atau kelompok tertentu akan diikuti oleh anggota intergroupnya secara hampir sama. Penilaian ini pada akhirnya mengekspresikan perilaku diskriminatif pada kelompok tertentu yang dikenai penilaian atau prasangka (Sears, 1994). Menurut Mar’at (Nurdiana, 2004), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap terhadap prasangka : a. Pengaruh pendidikan anak oleh orang tua Nilai-nilai dan norma-norma yang diajarkan orang tua kepada anak memiliki korelasi tinggi dengan nilai-nilai dan norma-norma yang dijabarkan oleh anaknya.
6
b. Pengaruh kepribadian kepribadian yang otoriter membentuk sistem prasangka ke arah etnosentrisme, curiga, berfikir dogmatis, menitikberatkan pada disiplin diri. Hal ini menunjang perkembangan konsep prasangka. c. Peran lembaga pendidikan dan status Lembaga pendidikan dan status akan mempengaruhi pembentukan konsep prasangka, semakin tinggi tingkat pendidikan dan status akan mereduksi prasangka. d. Peran kelompok Norma-norma kelompok yang memiliki fungsi otonomi akan banyak memberikan informasi secara realistis atau emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu. e. Peranan komunikasi Komunikasi memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen kognitif serta afektif akan banyak dipengaruhi oleh media-media komunikasi seperti : film, surat kabar, radio dan televisi.
Kepribadian sebagai salah satu aspek yang penting dari setiap individu mempunyai arti yang sangat berharga. Oleh karena itu masalah self esteem masih menjadi salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam kehidupan seseorang. Self esteem merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang yang tentunya juga berhubungan dengan perilaku terhadap orang lain secara sosial. Mungkin sikap yang paling penting dikembangkan oleh seseorang adalah sikap terhadap diri. Evaluasi terhadap diri sendiri dikenal sebagai self esteem (harga diri). Harga diri sangat berpengaruh terhadap
7
seseorang dalam berpikir, berperilaku, bahkan dalam menentukan nilai-nilai yang dianutnya. Menurut Baron & Byrne (2004) self esteem adalah evaluasi diri atau sikap yang kita miliki terhadap diri kita sendiri baik yang secara umum maupun khusus. Hal ini sebagian didasarkan pada proses perbandingan sosial. Sementara menurut Worchel (Dayakisni & Hudaniah, 2003) harga diri adalah komponen evaluatif dari konsep diri yang terdiri dari evaluasi positif dan negatif tentang diri sendiri yang dimiliki seseorang. Menurut Baron & Byrne (2004) ada 2 macam ciri-ciri self esteem (harga diri) yaitu pada orang yang harga dirinya tinggi dan pada orang yang harga dirinya rendah. Dari uraian tentang ciri-ciri harga diri diatas penulis menyimpulkan bahwa ciri-ciri harga diri yang stabil, yaitu: a. Memiliki kemampuan sosial yang memadai. Menurut Baron & Byrne (2004) b. Agresi dan emosi. c. Kecemasan. d. Mengevaluasi fisik. Hubungan antara Harga diri dan Prasangka Etnis Dayak Pasca Konflik Dayak - Madura Prasangka merupakan sikap perasaan orang-orang terhadap golongan manusia tertentu, golongan ras atau kebudayaan, yang berlainan dengan golongan orang yang berprasangka itu (Gerungan, 2004). Prasangka etnis Dayak pasca konflik Dayak-Madura terbentuk akibat yang ditimbulkan oleh konflik etnis tersebut. Seseorang akan belajar dari pengalaman hidupnya begitu pula yang terjadi pada etnis Dayak setelah
8
mengalami konflik yang cukup berat dalam kehidupan sosialnya. Konflik tersebut mempengaruhi kognitif, sikap dan perilaku etnis Dayak terhadap kelompok etnis lain. Seseorang yang berprasangka pada suatu kelompok (out-group) cenderung mengevaluasi anggota-anggota kelompok sosial tersebut dia akan mengkritik nilai-nilai dan perilaku yang diterapkan dalam kelompok sosial tersebut karena tidak sesuai dengan nilai yang dianut kelompoknya (in-group). Perasaan in-group sering menimbulkan “in-group bias” yaitu kecenderungan untuk menganggap bahwa kelompoknya lebih baik dari pada kelompok lain (outgroup). In-group bias ini pada titik tertentu akan memunculkan pandangan etnosentrisme, etnis yang satu merasa hebat, unggul, berhak daripada etnis lain (Hidayah, 2002). Keberhasilan dan kesuksesan warga Madura di Sampit dapat dianggap sebagai sesuatu yang mengancam keberlangsungan dan masa depan etnis Dayak. Nagian mengakui bahwa etnis Dayak adalah penduduk asli Kalimantan yang selama ini tersisihkan dari sisi ekonomi, pemerintahan dan politik. Hutanhutan mereka dihabisi, mereka tidak diberi peran tetapi mereka tidak bereaksi. (Surata & Andrianto, 2001). Meskipun hal itu terjadi selama puluhan tahun, namun ketika warga Madura meneriakkan ingin menjadikan kota Sampit sebagai kota Sampang kedua warga Dayak tidak lagi diam tetapi bereaksi keras dalam menghadapi hal tersebut. Isu bahwa kota Sampit akan menjadi kota Sampang kedua dipandang warga Dayak sebagai suatu ancaman yang sangat membahayakan habitatnya sehingga harus melakukan ngayau tersebut, menurut Sears dkk (1994) bahwa bila dua kelompok bersaing memperebutkan sumber langka atau rasa aman
9
mereka akan saling mengancam. Hal ini menimbulkan permusuhan diantara mereka dan dengan demikian menciptakan penilaian negatif yang bersifat timbal balik, jadi prasangka merupakan konsekwensi dari konflik nyata yang tidak dapat dielakkan. Kekerasan dilakukan warga Dayak akibat merasa terancam harga dirinya karena merasa daerahnya akan dikuasai warga Madura. Menurut Baron & Byrne (2004) dianggap sebagai hal yang dapat meningkatkan kembali harga diri warga Dayak yang terancam tersebut. Ketika seseorang dengan prasangka dan harga diri yang terancam melakukan penyerangan pada saat itu harga diri orang tersebut dalam keadaan harga diri yang rendah. Individu akan lebih cemas dan mudah marah sehingga individu menjadi lebih terbuka dalam mengekspresikan kemarahannya. Seorang individu yang merasa harga dirinya terancam akan melakukan penyerangan. Hal itu terjadi pada individu yang harga dirinya rendah karena seseorang yang harga dirinya rendah cenderung cemas, mudah berpikir negatif dan
lebih
mengekspresikan
kemarahannya
secara
terbuka
sehingga
penyerangan yang dilakukan disebabkan individu merasa cemas ketika dirinya menghadapi masalah dan berpikir negatif bahwa orang lain akan menghambat dirinya. Sedangkan pada individu yang harga dirinya positif tidak akan mudah mengekspresikan kemarahannya ketika harga dirinya terancam karena individu dengan harga diri yang positif tidak mudah cemas terhadap keselamatan hidupnya dan lebih berani menghadapi resiko sehingga inidividu menjadi lebih obyektif dalam mengahadapi masalah-masalah serta cenderung berpikir positif
10
terhadap orang lain sehingga tidak mudah berprasangka negatif terhadap orang lain. Menurut Baron & Byrne (2004) hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika self esteem mereka terancam, individu dengan prasangka akan menyerang kelompok yang tidak mereka sukai. Hal ini membantu untuk meningkatkan atau mengembalikan self esteem mereka. Lebih lanjut Baron & Byrne (2004) menjelaskan bahwa ketika individu dengan pandangan prasangka memandang rendah sebuah kelompok yang dipandangnya negatif, hal ini membuat mereka yakin akan harga diri mereka sendiri untuk merasa superior dengan berbagai cara.
Metode Penelitian Subyek penelitian yang peneliti gunakan adalah etnis Dayak yang berdomisili di Sampit. Penelitian ini dilakukan terhadap etnis Dayak yang memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. suku bangsa/etnis Dayak 2. lahir dan besar di Sampit 3. usia 25 tahun keatas 4. Pria dan wanita Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh data penelitian yang tepat dan relevan dengan tujuan penelitian dan memiliki validitas dan reliabilitas yang tinggi, maka alat pengambilan data yang sesuai adalah metode skala. Adapun alat ukur (skala) yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
11
a. Skala Prasangka Etnis Skala prasangka etnis yang akan digunakan disini bertujuan untuk mengungkapkan kecenderungan prasangka. Skala prasangka yang disusun berdasarkan teori Baron & Byrne (2004), Sears (1994), Hudaniah & Dayakisni (2003) yang menguraikan beberapa aspek yang berkaitan dengan adanya sikap prasangka. Aspek-aspek yang diukur dalam skala ini adalah : Kepribadian, kecemburuan sosial, konflik akibat kompetisi dan agresi kelompok, frustasi, etnosentrisme, norma Penilaian yang terlalu ekstrim. Skala ini terdiri dari 34 aitem, 19 aitem favourabel dan 15 aitem unfavourabel. b. Skala Harga Diri Skala harga diri digunakan untuk mengungkap seberapa besar harga diri seseorang yaitu dengan penilaian atau evaluasi terhadap diri sendiri, orang lain serta lingkungannya. Ciri-ciri yang diukur dalam skala harga diri ini adalah memiliki kemampuan sosial yang memadai, agresi dan emosi, kecemasan, mengevaluasi fisik. Skala ini disusun berdasar teori Baron & Byrne (2004)
ini
terdiri dari 29 aitem, 16 aitem favourabel dan 13 aitem unfavourabel. Analisis terhadap data penelitian menggunakan Teknik Korelasi Product Moment. Teknik Korelasi Product Moment dilakukan dengan menggunakan program Komputer SPSS 12.0 for windows. Teknik analisis ini digunakan untruk mengetahui secara empiris hubungan antara harga diri dengan prasangka etnis. Hasil Penelitian Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan prasangka etnis pada etnis Dayak di Sampit. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar menunjukan rxy2 = -0,419 dengan p = 0,000 atau p < 0,01.
12
Pembahasan Harga diri memiliki peran penting dalam prasangka etnis pada etnis dayak di Sampit. Hal ini dapat dilihat dari hasil analisis data sumbangan efektif harga diri terhadap prasangka etnis sebesar 17,6%, artinya bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi prasangka etnis adalah harga diri, semantara sisanya 82,4% adalah faktor-faktor lain yang turut berpengaruh terhadap prasangka etnis yang tidak diperhatikan dalam penelitian ini. Faktor-faktor lain tersebut Menurut Mar’at dalam Nurdiana (2004) adalah pengaruh pendidikan anak oleh orang tua, pengaruh kepribadian yang otoriter peran lembaga pendidikan dan status, peran kelompok, peranan komunikasi, peranan hubungan atau kontak langsung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga diri terhadap prasangka etnis termasuk dalam kategori tingkat tinggi. Hal ini disebabkan dengan adanya harga diri yang stabil sehingga subyek menjadi berpikir positif atau tidak cemas, mengevaluasi dirinya positif sehingga dengan orang lain pun positif, tidak mudah emosi sehingga agresi terhadap orang lain tidak menonjol. Hal ini dapat mengurangi prasangka etnis terhadap etnis lain. Skor yang diperoleh harga diri adalah 50,75< X =94,25 berada dalam kategori tinggi. Mean empirik harga diri sebesar 72,5 dan mean hipotetik 82,35. selain itu, prosentase subyek pada harga diri sangat tinggi sebanyak 6 orang (7,5%), 45 orang (56,25%) mempunyai harga diri yang tinggi, 28 orang (35%) mempunyai harga diri sedang, dan 1 orang (1,25%) mempunyai harga diri yang rendah. Skor yang diperoleh prasangka etnis adalah 59,5< X =110,5 berada dalam kategori rendah dengan mean empirik 71,63 dan mean hipotetik 85. Prosentase subyek pada prasangka etnis yang berada dalam kategori sedang 18 orang
13
(22,5%), 55 orang (68,75%) berada dalam kategori rendah, dan 7 orang (8,75%) mempunyai rasangka etnis yang sangat rendah.
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif yang sangat signifikan antara harga diri dengan prasangka etnis pada etnis Dayak di Sampit. Adanya hubungan antara kedua variabel, ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) sebesar menunjukan rxy2 = -0,419 dengan p = 0,000 atau p < 0,01. Hal ini berarti menggambarkan bahwa tingginya harga diri yang dimiliki seorang etnis Dayak memiliki hubungan yang negatif terhadap prasangka etnis. Semakin tinggi harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin rendah prasangka etnis yang dimilikinya, begitu pula sebaliknya semakin rendah harga diri yang dimiliki seseorang maka semakin besar prasangka etnis yang dimiliki etnis Dayak di Sampit. Jadi hipotesis yang menyatakan adanya hubungan negatif antara harga diri dengan prasangka etnis dapat diterima.
Saran Berkaitan dengan hasil penemuan ilmiah yang terbatas, penulis mencoba memberikan rekomendasi beberapa saran sebagai berikut: 1. Untuk masyarakat Kabupaten Kotawaringin Timur (Sampit) Konflik etnis yang pernah terjadi dapat diambil hikmah yang sangat besar, betapa pentingnya membangun harmonisasi dan kedamaian hidup dalam masyarakat multi etnik yang dinamis dan bersahaja. Dan hasil penelitian ini diketahui bahwa ada hubungan antara prasangka etnis dengan harga diri
14
sehingga masyarakat diharapkan mampu menumbuhkan harga diri yang positif dan stabil sehingga mampu mengurangi prasangka negatif terhadap etnis lain. Mengingat betapa bahayanya sebuah prasangka negatif terhadap etnis lain maka diharapkan masyarakat mampu menjaga prasangka terhadap orang atau etnis lain dan hal ini sangat penting agar kerusuhan pada tahun 2001 tidak terulang lagi. Pentingnya kristalisasi kesadaran masyarakat Kotim terhadap prinsip perdamaian, membangun kehidupan yang harmonis dan damai serta saling menghargai dalam kehidupan masyarakat multietnik.
2. Untuk Masyarakat Etnis Dayak Dari hasil penelitian ini diharapkan etnis Dayak dapat menumbuhkan harga diri yang stabil sehingga mampu mengurangi prasangka negatif terhadap etnis lain. Begitu pula dalam hal menyelesaikan masalah yang belum selesai akibat konflik etnis tahun 2001. Hal ini penting agar tidak terjadi lagi konflik etnis yang membawa penderitaan bagi masyarakat Kotim.
3. Untuk Peneliti Selanjutnya Untuk peneliti selanjutnya yang tertarik dengan masalah prasangka etnis perlu diperhatikan variabel-variabel sertaan lainnya yang berkaitan dengan prasangka etnis. Variabel tersebut adalah kepribadian, pola asuh orang tua, pendidikan, kontak langsung dan variabel lain yang masih belum terkontrol dalam penelitian ini. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan metode wawancara dan observasi sehingga informasi yang diambil lebih mendalam.
15