HUBUNGAN ANTARA PRASANGKA DENGAN AGRESIVITAS PADA AGAMA (KRISTEN-ISLAM) DI POSO PASCA KONFLIK POSO TAHUN 1998-2001
OLEH DENNYS CHRISTOVEL DESE 80 2010 038
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
ii
iii
iv
v
HUBUNGAN ANTARA PRASANGKA DENGAN AGRESIVITAS PADA AGAMA (KRISTEN-ISLAM) DI POSO PASCA KONFLIK POSO TAHUN 1998-2001
Dennys Christovel Dese Sutarto Wijono Heru Astikasari S.M.
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
vi
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara prasangka dengan agresivitas pada agama (Kristen-Islam) di Poso pasca Konflik Poso tahun 1998-2001. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan skala sebagai instrumen penelitian. Subjek dalam penelitian ini merupakan masyarakat pemeluk agama kristen poso di Kecamatan Pamona Puselemba yang berjumlah 122 orang dengan masa usia antara 28-40 tahun. Instrumen penelitian ini menggunakan skala prasangka yang dikembangkan berdasarkan teori prasangka dari Sears (1985).Sedangkan skala agresivitas merupakan adaptasi dari skala agresivitas yang dikembangkan Buss dan Perry (1992).Skala prasangkaterdiri dari 29 item dan 20 item dinyatakan lolos seleksi daya diskriminasi item dengan koefisien alpha cronbachnya 0,860. Sedangkan skala agresivitas terdiri dari 29 item dan 23 item dinyatakan lolos uji diskriminasi item dengan
alpha cronbach sebesar 0,892. Hasil uji korelasi menggunakan pearson
correlation diperoleh skor pearson correlation sebesar 0,994 dengan signifikansi 0.000 yang menunjukan bahwa terdapat hubungan positif signifikan antara prasangka dengan agresivitas pada masyarakat agama (Kristen) Poso di Kecamatan Pamona Puselemba. Berdasarkan hasil uji analisis deskriptif menunjukkan bahwa prasangka dan agresivitaspada masyarakat agama (Kristen) Poso di Kecamatan Pamona Puselemba berada pada kategori sedang.
Kata Kunci :Prasangka, Agresivitas, Agama, Konflik, Poso
i
vii
Abstract
This study aims to determine the relationship between prejudice to aggressiveness in religions (Christian-Islam) in post-conflict Poso Poso in 1998-2001. This study uses quantitative methods to scale as a research instrument. Subjects in this study is the religious communities in the district of Poso Christian Pamona puselemba the period amounted to 122 people with ages between 28-40 years. This research instrument using a scale developed prejudices based on the theory of prejudice from Sears (1985). While the scale of aggressiveness is an adaptation of the scale of aggressiveness developed by Buss and Perry (1992). Prejudice scale consists of 29 items and 20 items passed the selection item discrimination power with cronbachnya alpha coefficient 0.860. While the aggressiveness scale consists of 29 items and 23 items passed the discrimination test items with a Cronbach alpha of 0.892. Pearson correlation test results using the Pearson correlation score obtained correlation of 0.994 with 0.000 significance which shows that there is a significant positive relationship between prejudice to aggressiveness in religious communities (Christians) Poso in Pamona Puselemba. Based on the test results of descriptive analysis shows that prejudice and aggressiveness on religious communities (Christians) Poso in Pamona Puselemba in middle category. Keywords: Prejudice, Aggressiveness, Religion, Conflict, Poso
ii
1
PENDAHULUAN Masalah konflik menjadi fenomena yang seakan menjadi biasa dalam masyarakat Indonesia.Kondisi Negara Indonesia dengan segala macam kemajemukan dan heterogenitas.Indonesia merupakan sebuah negara yang terdiri dari multi etnis dan multi budaya.Dewasa ini, Indonesia telah menjadi negara yang multi partai dalam sistem politiknya.Kondisi yang demikian, membuat masyarakat tidak dapat terhindar masyarakatnya dari timbulnya berbagai bentuk konflik vertikal ataupun horizontal. Situasi ini terjadi karena setiap kelompok atau individu punya tujuan yang berbeda satu dengan yang lain. Pertentangan kepentingan itu memunculkan konflik yang terus menjadi bagian dalam rangka untuk memperjuangkan kepentingan masing-masing (Lestari, 2009).Pernyataan tersebut sejalan dengan ungkapan seperti berikut, konflik terjadi ketika tujuan masyarakat tidak sejalan, berbagai perbedaan pendapat dan kepentingan.Oleh sebab itu, konflik biasanya bisa diselesaikan tanpa adanya kekerasaan, sehingga sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian besar atau semua pihak yang terlibat (Fisher, 2001). Pada saat ini Indonesia sangat rentan dengan perpecahan, terjadi berbagai gejolak konflik di berbagai daerah.Salah satunya konflik yang terjadi di Poso yang di sinyalir oleh berbagai kalangan adalah konflik bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).Konflik tersebut terjadi karena adanya pertikaian suku dan pemeluk agama Islam dan Kristen.Peristiwa kerusuhan diawali dengan pertikaian antar dua pemuda yang
berbeda
agama,
sehingga
belarut
dan
berhujung
dengan
terjadinya
kerusuhan.Implikasi-implikasi kepentingan politik elit nasional, elit lokal dan militer juga diduga menyulut terjadinya konflik horizontal, sehingga sulit mencari penyelesaian yang lebih tepat.Sementara itu, terkesan pihak keamanan polri lamban
2
menangani konflik tersebut, sehigga konflik terjadi belarut – larut yang telah memakan korban jiwa dan harta. Secara umum konflik di poso sudah berlangsung tiga kali.Awal kerusuhan terjadi Desember 1998, konflik kedua terjadi April 2000, tidak lama setelah kerusuhan tahap dua terjadi lagi kerusuhan ketiga di bulan Mei-Juni 2000.Kemudian konflik masih terus berlanjut dengan terjadinya kerusuhan pada Juli 2001, hingga pada November 2001. Peristiwa konflik tersebut memperlihatkan adanya keterkaitan antara satu dengan yang lain, sehingga kerusuhan-kerusuhan dicermati dalam konteks jilid satu sampai 3. Pada akhir dibentuk kesepakatan damai pada bulan Desember 2001 dalam deklarasi Malino. Pada dasarnya masyarakat Poso begitu rukun dan saling menghargai dimana terlihat masing-masing penganut agama baik Kristen maupun Islam, mereka begitu taat menjalankan kegiatan atau ajaran agamanya dengan benar, sehingga sebelumnya jarang terjadi tindak kekerasan atau kriminal.Konflik Poso muncul saat pintu politik terbuka lebar di masyarakat.Perebutan kekuasaan suku, agama & antargolongan (SARA) mulai nampak adanya gejala-gejala terjadi di Poso.Hal tersebut di perberat timbulya ketimpangan struktural yang terjadi dalam masyarakat.Perebutan kekuasaan yang di lakukan para elite lokal, memanfaatkan momentum masyarakat Poso yang sedang melaksanakan ibadah Ramadhan dan peringatan Hari Raya Natal.Momentum religius ini di “seret” ke kancah politik yang berujung munculnya konflik (Hasrullah, 2009).Selanjutnya, Jusuf Kalla (dalam Hasrullah, 2009) menegaskan bahwa penyebab konflik Poso bukan kriminal melainkan konflik struktural, elite yang berbeda agama yang menyebabkan timbulnya ketimpangan.Konflik Poso telah memakan banyak korban jiwa serta meninggalkan trauma psikologis yang sulit diukur tersebut, ternyata hanya
disulut
dari
persoalan-persoalan
sepele
berupa
perkelahian
antar
3
pemuda.Solidaritas kelompok memang muncul dalam kerusuhan itu. Namun, konteksnya masih murni seputar dunia remaja, yakni: isu miras dan isu tempat maksiat. Penulis telah mencatat hasil observasi dan wawancara dengan beberapa orang yang pernah mengalami konflik di Poso sejak tahun 2012. Temuan tersebut menunjukan bahwa mereka memiliki kecenderungan untuk dapat melakukan tindakan tertentu kepada orang lain. Dari sisi positif, terlihat bahwa sesama kelompok sendiri mereka lebih menghargai bahkan menganggap orang lain seperti saudara mereka sendiri karena merasa berada dalam satu kelompok.Dalam hal ini adalah memiliki satu kepercayaan/iman yang sama. Sementara itu, tindakan lain dari sisi negatif, antara lain mengejek orang lain, meremehkan orang lain bahkan sampai mengajak orang lain untuk melakukan tindakan kekerasan fisik atau berkelahi. Tindakan ini dilakukan karena sisi lain merasa daerahnya terganggu dan tujuan atau kepentingannya dihalangi serta terkadang melakukan tindakan tersebut tanpa ada maksud lain. Tindakan yang di lakukan tanpa ada maksud tersebut karena ada rasa menganggap diri mereka lebih hebat dari orang lain yang belum pernah mengalami konflik sosial. Tindakan-tindakan yang di lakukan oleh orang-orang yang pernah mengalami konflik sosial seperti meremehkan orang lain, mengejek orang lain, menyakiti tanpa sebab memancing amarah orang lain, dan tindakan yang lain merupakan bentuk agresivitas. Bentuk nyata agresivitas yang dilakukan masyarakat adalah maraknyaperkelahian/tawuran antar kelompok, yangsering membawa korban jiwa. Hal yang terjadi pada saat tawuran sebenarnya adalah perilaku agresi dari seorang individu atau kelompok.
4
Pertanyaannya kemudian adalah mengapakasus-kasus sepele dalam kehidupan sosialmasyarakat sehari-hari dapat tiba-tiba berubah menjadi bencana besar yang berakibat hilangnya nyawa manusia? Peristiwa tersebut banyak mendapat sorotan dan perhatian baik dari masyarakat, pemerintah, pendidik serta psikolog karena adanya gejala peningkatan tingkah laku agresif. Sehingga, disini jelas bahwa agresivitas menarik untuk di teliti. Penelitian dari Maharani (2004) menunjukan bahwa ketika terjadi konflik yang terus menerus maka akan terjadi peningkatan agresivitas. Akibatnya, tindak kekerasan dan keadaan di daerah konflik yang mencekam membawa pengaruh negatif maupun positif bagi remaja yang hidup di daerah tersebut. Pengaruh positif biasanya lebih kepada rasa kekompakan atau rasa tanggung jawab untuk mempertahankan daerah atau keluarga serta harta yang dimiliki dalam satu kelompok yang sama.Namun, dampak negatif lah yang begitu tampak ditimbulkan dari agresivitas dalam konflik. Dalam penelitian Hasrullah (2009) mengenai “Dendam konflik poso periode 19982001” menyatakan ketika perseteruan menyentuh ranah agama sebagai dasar keyakinan umat, world-view, maka konflik tidak dapat dikendalikan lagi, sebab masalah agama mudah menyulut sentimen individu dan kelompok yang sangat sesnsitif dan berakibat kepada konflik berkepanjangan di Poso sehingga tampak seolah-olah konflik antar agama yang akibatnya terjadi dendam, pembantaian, dan lahirnya tragedi kemanusiaan yang semuanya termasuk bentuk agresivitas. Penelitian lain yang dilakukan oleh Destrianus (2011) mengenai pengaruh sikap terhadap agresivitas masyarakat pasca konflik sosial Halmahera, ditemukan bahwa semakin positif sikap terhadap konflik sosial semakin tinggi pula agresivitas verbal/fisik yang ditimbulkan oleh masyarakat.
5
Sebagai salah satu bentuk gejala kejiwaan, agresi pastilah mempunyai penyebab tertentu.Dalamkonteks pengaruh subkultural, sumberagresi adalah komunikasi atau kontaklangsung yang berulang kali terjadi antarsesama anggota masyarakat di lingkungan tempat tinggal.Mengingat kondisi masyarakat,maka peer group berperan juga dalammewarnai perilaku masyarakat yangbersangkutan.Dalam peristiwa konflik antar agama ini, salah satu penyebab dari munculnya perilaku agresi adalah prasangka dari dua kelompok agama yangberbeda tersebut.Konflik seringkali mendasari munculnya perilaku agresi antar kelompok dan konflik antar kelompok seringkali dipicu oleh keadaan in group vs out group sehingga anggota kelompok diwarnai oleh perasaan prasangka (Helmi & Soedardjo, 1998).Walaupun masyarakat dari kedua agama tersebut telah sejak lama hidupberdampingan pada suatu daerah tertentu, perbedaan mendasar yang dimiliki olehkedua agama ini tetap saja mengakibatkan rasa in group maupun out group dalamproses interaksi sosial mereka.Sejalan dengan ini, Tajfel (1978) mengemukakan bahwa terjadinya prasangkadisebabkan adanya ”ingroup favoritism”, yaitu kecenderungan untukmendiskriminasikan dalam perlakuan yang lebih baik atau menguntungkaningroup di atas outgroup. Salah satu teori prasangka adalah realistic conflict theory yang memandang prasangka berakar dari kompetisi sejumlah kelompok sosial terhadap sejumlah komoditas maupun peluang, apabila kompetisi berlanjut maka masing-masing anggota akan memandang anggota kelompok lain sebagai musuh, sehingga jika terdapat isyarat agresi maka perilaku agresi akan muncul (Baron & Byrne, 2004).Baron & Byrne (2004) mendefinisikan prasangka sebagaisebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semataberdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Prasangka merupakansalah satu fenomena yang hanya bisa ditemui dalam
6
kehidupan sosial.Seseorangtidak mungkin berprasangka bila tidak pernah mengalami kontak sosial denganindividu lain, di samping itu prasangka memiliki fungsi heuristik (jalan pintas),yaitu langsung menilai sesuatu tanpa memprosesnya secara terperinci dalam alampikiran (kognisi) kita.Gunanya adalah agar kita tidak terlalu lama membuangwaktu dan energi untuk sesuatu yang telah terlebih dahulu kita ketahui dampaknya(Sarwono, 2006).Masalahnya, sering sekali orang berprasangka secara berlebihansehingga orang tersebut tidak rasional lagi dan akhirnya membuat keputusan yangkeliru. Adanya berbagai kepentingan yang sama dari kolompok yang berbeda diatas dapat
menyebabkan
munculnya
agama,dimana prasangka tersebut
prasangka
pada
tiap-tiap
kelompok
atau
akan meningkatkan kecenderungan untuk
berperilakuagresif pada kelompok lain atau agama lain. Sejalan dengan hal ini Jaspars &Warnaen
(1982)
mengatakan
bahwa
terdapat
dua
hal
yang
seringkali
merupakansumber konflik antar kelompok dan salah satunya adalah prasangka. Konflik agama yang sering terjadi di Indonesia dan menimbulkan banyak kerugian baik fisik maupun psikis adalah diantaranya konflik yang terjadi antara masyarakat penganut agama Kristen dan masyarakat penganut agama Islam.Prasangka terhadap masyarakat penganut agama (Kristen-Islam) sudah jauh lebih lama muncul dibandingkan dengan prasangka-prasangka yang muncul pada agama-agama lain di Indonesia.Diantaranya konflik antara agama yang terjadi di Ambon Maluku dan Poso. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam konflik antar agama terdapattindakan-tindakan yang dimaksudkan secara sengaja untuk menyakiti individumaupun kelompok lain yang dalam hal ini dapat diartikan sebagai agresi, dan agresivitas dapat dimunculkan oleh adanya prasangka. Berpijak dari latarbelakang
7
permasalahan yang penulis kemukakan di atas, maka penulismengadakan penelitian dengan judul “Hubungan antara Prasangka dengan Agresivitas pada Agama (IslamKristen) di Poso Pasca Konflik Poso Tahun 1998-2001”. TINJAUAN PUSTAKA Agresivitas Soemantri (2006) menjelaskan, bahwa perilaku agresif merupakan tindakan nyata dan mengancam sebagai ungkapan benci. Sedangkan Buss & Perry (1992) mengatakan bahwa agresivitas adalah tindakan yang bersifat kekerasan baik dalam bentuk fisik maupun verbal yang bertujuan menyerang atau menyakiti orang lain. Pengertian agresivitas menurut Buss & Perry (1992), yang dipakai dalam penelitian ini. Aspek-aspek Agresivitas Menurut Buss & Perry (1992), ada 4 aspek dalam Agresivitas yaitu : a. Agresi Fisik (physical aggression) merupakan bentuk perilaku yang dilakukan dengan menyerang secara fisik. b. Agresi verbal (verbal aggression). Agresi yang dilakukan untuk melukai orang lain secara verbal. Perilaku ini bertujuan untuk menyerang, melukai dan melanggar hak orang lain berupa perkataan dan ucapan kasar. c. Kemarahan (anger) merupakan suatu bentuk indirect aggression atau agresi tidak langsung berupa perasaaan benci kepada orang lain maupun sesuatu hal atau karena seseorang tidak mencapai tujuannya. d. Permusuhan (hostility) merupakan komponen kognitif dalam agresivitas yang terdiri atas perasaan ingin menyakiti dan ketidakadilan.
8
Sedangkan Soemantri (2006), menyatakan bahwa perilaku agresif dapat dibedakan dilihat dari bagaimana perilaku agresif tersebut terungkap, yaitu: a. Perilaku agresif yang bersifat fisik, berupa serangan langsung pada objek agresif. b. Ledakan agresif, berupa tingkah laku yang tidak terkontrol seperti tantrum. c.
Perilaku agresif verbal, berupa dusta, marah, mengancam, dan sebagainya.
d. Perilaku agresif tidak langsung, misalnya merusak barang milik orang lainmenjadi objek agresif. Selanjutnya Sarwono (1999) menambahkan bahwa agresi terdiri daridua jenis yaitu hostile aggression dan instrumental aggression.Hostileaggression adalah tindakan agresi yang dilakukan berdasarkan perasaanpermusuhan, sedangkan instrumental aggression adalah tindakan agresi yangditujukan semata-mata untuk mencapai tujuan tertentu, bahkan antara pelakudan korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Berdasarkan uraian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwaagresivitas memiliki beberapa jenis antara lain adalah agresivitasyang bersifat fisik seperti memukul maupun menendang, agresivitas yangbersifat verbal seperti mencaci, perilaku kemarahan (Hostile aggression) danperilaku penolakan (instrumental aggression). Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas Menurut Koeswara (1988), faktor-faktor yang menjadi pencetus kemunculan perilaku agresif, yaitu: a) Frustrasi. b) Stres c) Deindividuasi
9
d) Kekuasaan dan Kepatuhan e) Efek Senjata f) Provokasi g) Alkohol h) Suhu Udara Menurut Dollard, dkk. (dalam Lever, 1976), prasangka dalam teori frustrasi agresi termasuk ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi agresif. Orang yang memiliki prasangka juga di pahami oleh Dollard, dkk. (dalam Lever, 1976) sebagai orang yang juga telah memiliki perasaan frustrasi. Frustrasi dapat di sebabkan oleh berbagai macam faktor.Allport (dalam Idhamsyah, 2012) menjelaskan ada empat hal yang menyebabkan frustrasi yaitu; kekurangan pada kondisi fisik dan pemenuhan dasar, masalah di keluarga, hidup lebih dekat pada komunitas, dan kondisi sosial dan kebijakan sosial. Selanjutnya, Baron & Byrne (2004) mengatakan adanya pengaruh dari faktor “Prasangka” terhadap agresivitas, yang menyatakan bahwa agresivitas seringkali didasari oleh konflik antar kelompok sedangkan konflik antar kelompok seringkali dipicu oleh perasaan in group vs out group sehingga anggota kelompok diwarnai perasaan prasangka. Salah satu teori tentang prasangka adalah realistic conflict theory yang memandang prasangka berakar dari kompetisi sejumlah kelompok sosial terhadap suatu komoditas maupun peluang, apabila kompetisi berlanjut maka masingmasing anggota kelompok akan memandang anggota kelompok lain sebagai musuh, sehingga jika terdapat isyarat agresi maka perilaku agresi akan muncul. Baron & Byrne (2004) juga mengungkapkan bahwa ketika kelompok bersaing satu sama lain untuk memperoleh sumber daya yang berharga (contoh: pekerjaan, perumahan,
10
kesempatan, pendidikan), mereka dapat memandang satu sama lain dengan pandangan negatif yang terus meningkat. Hasilnya dapat berupa prasangka etnis dan rasial yang berskala penuh, dan hal tersebut sayangnya sering kali diekspresikan secara terbuka, dalam bentuk aksi agresi yang membahayakan dan diarahkan pada mereka yang dipersepsikan sebagai musuh. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab agresivitas diantaranya adalah faktor frustasi, stres, deindividuasi, kekuasaan & kepatuhan, efek senjata, provokasi, alcohol, suhu udara dan faktor “prasangka”. Prasangka Baron & Byrne (2004) mendefinisikan prasangka sebagai sebuah sikap (biasanya negatif) terhadap anggota kelompok tertentu, semata berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok tersebut. Brown (2005) menyatakan bahwa prasangka seringkali didefinisikan sebagai penilaian negatif yang salah atau tidak berdasar mengenai anggota suatu kelompok, tetapi definisi semacam itu menimbulkan kesulitan konseptual karena ada masalah pemastian apakah penilaian sosial itu memang salah atau sekedar menyimpang dari kenyataan.Sebagai gantinya, prasangka didefinisikan sebagai sikap, emosi, atau perilaku negatif terhadap anggota suatu kelompok karena keanggotaanya di kelompok tersebut. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan oleh penulis bahwa prasangka adalah suatu sikap negatif yang ditujukan kepada seseorang berkaitan dengan keanggotaannya pada suatu kelompok tertentu.
11
Aspek Perilaku Prasangka Terdapat tiga aspek prasangka yang diungkapkan oleh Sears (1985, h.148), yaitu: 1. Kognitif Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu. 2. Afektif Merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu, banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa yang kita percayai sebagai benar dan berlaku bagi objek termaksud. 3. Konatif. Merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang.
Hubungan antara prasangka dengan agresivitas Banyaknya konflik-konflik yang mengandung unsur-unsur agresi terjadi karena prasangka agama ini, memicu munculnya penelitian-penelitian tentang hal tersebut, diantaranya adalah penelitian dari Abidin (1999) yang meneliti tentang prasangka rasial dan persepsi perilaku agresif pada kelompok mahasiswa pribumi dan Cina dari empat universitas di kota Bandung. Abidin (1999) menemukan bahwa kelompok mahasiswa yang lebih berprasangka memiliki tingkat persepsi agresi yang lebih positif dibandingkan mahasiswa yang kurang berprasangka. Mereka lebih menerima jika terjadi kekerasan yang dilakukan etniknya terhadap etnik lain.
12
Penelitian lain yang juga menyangkut tentang prasangka etnis yang dapat menimbulkan perilaku agresif adalah penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni & Faturochman (2006) dengan judul faktor prasangka sosial dan identitas sosial dalam perilaku agresi pada konflik warga: kasus konflik warga Bearland dan warga Palmeriam matraman jakarta timur (social prejudice and social identity factors of aggressive behavior in social conflicts), penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa prasangka sosial berpengaruh terhadap perilaku agresi baik pada warga Bearland maupun pada warga Palmeriam. Penelitian ini mendapatkan data statistik yang sangat signifikan mengenai variabel prasangka sosial dan variabel perilaku agresi. Baron & Byrne (2004), menyatakan bahwa agresivitas seringkali didasari oleh konflik antar kelompok sedangkan konflik antar kelompok seringkali dipicu oleh perasaan in group vs out group sehingga anggota kelompok diwarnai perasaan prasangka. Salah satu teori tentang prasangka adalah realistic conflict theory yang memandang prasangka berakar dari kompetisi sejumlah kelompok sosial terhadap suatu komoditas maupun peluang, apabila kompetisi berlanjut maka masing-masing anggota kelompok akan memandang anggota kelompok lain sebagai musuh, sehingga jika terdapat isyarat agresi maka agresivitas akan muncul. Sikap penuh prasangka terhadap anggota kelompok ras atau agama berbeda telah ditengarai sebagai prediktor potensial untuk peningkatan agresi terhadap anggota kelompok-kelompok tersebut. Sikap prasangka telah diidentifikasi sebagai konstruk psikologis utama dalam menjelaskan agresi yang dimotivasi secara agama dan rasial, dengan merendahkan kelompok lain dan mempertanyakan keabsahan hak partisipasi sosial mereka maka terbentuklah dasar untuk membenarkan perilaku agresif terhadap kelompok minoritas (Krahe, 2005).
13
Dapat di simpulkan bahwa ketika kelompok bersaing satu sama lain untuk memperoleh sumber daya yang berharga (contoh: pekerjaan, perumahan, kesempatan, pendidikan), mereka dapat memandang satu sama lain dengan pandangan negatif yang terus meningkat. Hasilnya dapat berupa prasangka agama dan rasial yang berskala penuh, dan hal tersebut sayangnya sering kali diekspresikan secara terbuka, dalam bentuk aksi agresi yang membahayakan dan diarahkan pada mereka yang dipersepsikan sebagai musuh. Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang telah disebutkan di atas dan dengan memperhatikan pembatasan masalah pada penelitian ini, maka untuk mengetahui hubungan antara prasangka dengan agresivitas, peneliti mengajukan hipotesis sebagai berikut: “Ada Hubungan signifikan antara Prasangka dengan Agresivitas pada Agama (KristenIslam) di Poso Pasca Konflik Poso Tahun 1998-2001”. METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Prasangka(Variabel bebas) Dalam penelitian ini pengukuran terhadap prasangka negatif dilakukan dengan menggunakan skala sikap prasangka terhadap masyarakat agama Kristen-Islam yang di kembangkan oleh peneliti sendiri. Selanjutnya skala sikap ini akan mengungkap 3 aspek dari prasangka yaitu aspek (1) aspek afeksi, yang merujuk pada perasaan emosi (rasa suka atau tidak suka) mengenai objek sikap; (2) aspek konatif, menjelaskan bagaimana seseorang akan berespon pada suatu hal tertentu; (3) aspek kognisi, yaitu kepercayaan,persepsi dan informasi yang dimiliki individu tentang objek sikap.
14
Agresivitas (Variabel terikat) Agresivitas adalah perilaku yang ditujukan untuk menyakiti orang lain baik secara fisik maupun verbal. Pada penelitian ini agresivitas diukur dengan menggunakan skala sikap agresivitasterhadap masyarakat agama Kristen-Islam. Selanjutnya skala sikap ini mengungkap 4 aspek agresi, yaitu agresi fisik, agresi verbal, agresi kemarahan, dan agresi permusuhan terhadap masyarakat agama Kristen-Islam; faktor-faktor tersebut mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Buss dan Perry (1992), serta dikaitkan dengan teori Soemantri (2006), dan Sarwono (1999).
Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat agama kristen Kabupaten Poso di Kecamatan Pamona puselembasebanyak 31.980 jiwa (2012). Sampel pada penelitian ini adalah 122 orang dari populasi penelitian dengan usia 28-40 tahun. Pemilihan usia subjek pada penelitian ini didasari pertimbangan bahwa pada usia ini interaksi sosial yang dialami oleh individu akan meningkat.Desmita (2007), menyatakan bahwa selama periode ini individu melibatkan diri secara khusus dalam karir, pernikahan, dan hidup berkeluarga oleh karena itu pada masa ini dunia personal menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan sesudahnya.Selanjutnya menurut Levinson (1978), pada tahun ini pemilihan struktur kehidupan pada individu menjadi lebih mantap dan telah menemukan tempatnya di masyarakat. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan adalah menggunakan skala pengukuran psikologi, yang terdiri dari 2 skala, yaitu skala prasangkadan skala perilaku agresivitas.Item dalam skala-skala tersebut dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yang telah dimodifikasi yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan
15
Sangat Tidak Sesuai (STS).Pernyataan favorableSTS=1, TS=2, S=3, SS=4 sedangkanPernyataanunfavorableSTS=4, TS=3, S=2, SS=1 Skor individu pada skala sikap, yang merupakan skor sikapnya, adalah jumlah skor dari keseluruhan pernyataan yang ada dalam skala.Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek. Berdasarkan
pada
perhitungan
uji
seleksi
item
dan
reliabilitas
Skala
Prasangkayang terdiri dari 29 item, diperoleh item yang gugur sebanyak 9 item, sisa item yang tidak gugur sebanyak 20 item setelah pengujian dua putaran, dengan koefisien korelasi item totalnya bergerak antara 0,305-0,710. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada Skala Prasangka sebesar 0,860.Koefisien ini dikartagorikan dalam reliable yang cukup (Azwar, 1997).Hal ini berarti SkalaPrasangka mempunyaireliabilitas yang baik. Perhitungan uji seleksi item dan reliabilitas kelompok skala Agresivitasyang terdiri dari 29 item, diperoleh 6 item yang gugur, sehingga tersisa 23 item yang dapat di gunakan setelah dua kali putaran, dengan koefisien korelasi item total bergerak antara 0,324-0,690, dan koefisien Alpha pada kelompok skalaAgresivitassebesar 0,892 yang artinya kelompok skala tersebut reliabel.
Analisis Data Teknik yang digunakan untuk menguji hubungan antara kedua variabel penelitian adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Dalam penelitian ini, analisis data akan dilakukan dengan bantuan program khusus komputer statistik yaitu SPSS version 16.0 for windows.
16
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Deskriptif Berikut adalah hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala Prasangkapada masyarakat Agama Kristen di Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1.1 Kategori Prasangka Interval Kategori F % 68 ≤ x ≤ 80 Sangat Tinggi 4 3,29 % 56 ≤ x <68 Tinggi 23 18,86% 44 ≤ x <56 Sedang 51 41,80% 32 ≤ x <44 Rendah 36 29,50% 20 ≤ x <32 Sangat Rendah 8 6,55% Jumlah 122 100% Maximum = 78 Minimum = 24
Mean
SD
47,573
10,624
Dari tabel 1.1 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar Masyarakat memiliki Prasangka yang berada pada kategori sedang yaitu 51orang atau sebesar 41,80%. Kemudian juga Masyarakat yang memiliki Prasangka pada kelompok yang sangat tinggi yaitu 4 orang atau sebesar 3,29%. Lalu pada Masyarakat dengan tingkat Prasangka yang tinggi yaitu 23 orang atau sebesar 18,85%. Kemudian di tingkat Prasangka yang rendah pada masyarakat sebesar 36 orang atau sebesar 29,50 %. Dan yang terakhir dalam kelompok yang sangat rendah pada Prasangka pada masyakat sebanyak 8 orang atau sebesar 6,55%. Skor paling rendah adalah 24, skor paling tinggi adalah 78, dan rata-ratanya sebesar 47,573 dengan standar deviasi 10,624. Selanjutnya hasil perhitungan nilai rata-rata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil pengukuran skala Agresivitaspada masyarakat Agama Kristen di Kecamatan Pamona Puselemba Kabupaten Poso dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
17
Tabel 1.2 Kategori Agresivitas Interval Kategori F % 78,2 ≤ x ≤ 92 Sangat Tinggi 4 3,28 % 64,4 ≤ x <78,2 Tinggi 16 13,11% 50,6 ≤ x <64,4 Sedang 53 43,44% 36,8 ≤ x <50,6 Rendah 39 31,97% 23 ≤ x <36,8 Sangat Rendah 10 8,20% Jumlah 122 100% Maximum = 90 Minimum = 27
Mean
SD
54,393
11,988
Dari tabel 1.2 di atas, dapat dilihat bahwa sebagian besar Masyarakat memiliki Agresivitas yang berada pada kategori sedang yaitu 53 orang atau sebesar 43%. Kemudian juga Masyarakat yang memiliki Agresivitas pada kategori yang sangat tinggi yaitu 4 orang atau sebesar 3,28%. Lalu pada Masyarakat dengan tingkat Agresivitas yang tinggi yaitu 16 orang atau sebesar 13,11%. Kemudian di tingkat Agresivitas yang rendah pada Masyarakat sebesar 39 orang atau sebesar 31,97 %. Dan yang terakhir dalam kategori yang sangat rendah pada Agresivitas pada Masyarakat sebanyak 10 orang atau sebesar 8,20%. Skor paling rendah adalah 27, skor paling tinggi adalah 90, dan rata-ratanya sebesar 54,393dengan standar deviasi 11,988.
18
Uji Asumsi Uji asumsi yang dilakukan terdiri dari uji normalitas dan uji linearitas. Uji normalitas dapat dilihat pada tabel 1.3 di bawah ini: Tabel Skala 1.3 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Prasangka N Normal Parametersa Most Extreme Differences
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
122 47.5738 10.62425 .087 .087 -.049 .962 .313
Agresivitas 122 54.3934 11.98867 .079 .079 -.054 .869 .437
Pada Tabel Skala 1.3 pada kelompok Prasangkadiperoleh nilai K-S-Z sebesar 0,962 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,313 (p>0,05). Kelompok Agresivitas nilai K-S-Z sebesar 0,869 dengan probabilitas (p) atau signifikansi sebesar 0,437.Dengan demikian kedua kelompok berdistribusi normal.
19
Sementara itu, hasil uji linearitas dapat dilihat pada tabel 1.4 di bawah ini : Tabel Skala 1.4 Uji Linearitas
ANOVA Table Sum of Squares Agresivitas * Between Prasangka Groups
(Combined)
17245.332 36
Linearity
17167.537
Deviation from Linearity Within Groups Total
df
F
Sig.
479.037 279.307 .000
1 17167.537 1.001E4 .000
77.795 35 145.783
Mean Square
85
2.223
1.296 .168
1.715
17391.115 121
Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Hubungan yang linear menggambarkan bahwa perubahan pada variabel bebas akan cenderung diikuti oleh perubahan variabel tergantung dengan membentuk garis linear. Uji lineritas hubungan antara prasangka dengan agresivitas masyarakatdiperoleh nilai Fhitung sebesar 1,296 lebih kecil dari nilai Ftabel yang sebesar 279,307 dengan nilai probabilitas sebesar 0,168 > 0,05. Dari data di atas dapat dikatakan bahwa variabel prasangka mempunyai korelasi yang linear dengan variabel agresivitas.
20
Korelasi Prasangka dan Agresivitas Korelasi Prasangka dan Agresivitas dapat di lihat pada tabel di bawah ini : Tabel Skala 1.5 Uji Korelasi Correlations Prasangka
Pearson Correlation
Prasangka
Agresivitas
1
.994**
Sig. (1-tailed)
.000
N 122 Agresivitas Pearson .994** Correlation Sig. (1-tailed) .000 N 122 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
122 1
122
Pada skala 1.4 di atas dapat di defenisikan bahwa korelasi antara Prasangka dengan Agresivitas adalah 0,994 dan tingkat signifikan antara keduanya adalah 0,000 pada populasi 122. Kemudian korelasi Agresivitas dengan Prasangka adalah 0,994 dan tingkat signifikan antara keduanya adalah 0,000 pada populasi 122.
Pembahasan Berdasarkan hasil analisa data penelitian mengenai Hubungan Antara Prasangka dengan Agresivitas Pada Agama Kristen-Islam di Poso Pasca Konflik Poso Tahun 1998-2001 dengan menggunakan program SPSS versi 16.0, diperoleh korelasi antara Prasangka dengan Agresivitas di peroleh hasil perhitungan koefisien korelasi (r) sebesar 0,994 dengan signifikansi sebesar 0,00 (p < 0,05). Dapat disimpulkan bahwa ada
hubungan
positif
signifikan
antara
Prasangka
dengan
Agresivitaspada
AgamaKristen-Islam di Poso Pasca Konflik Poso 1998-2001 artinya semakin positif masyarakat agama kristen yang berprasangka dengan Agama Islam maka semakin
21
tinggi pula Agresivitas Masyarakat Kristen. Sebaliknya semakin negatif masyarakat agama kristen yang berprasangka dengan agama islam maka semakin rendah pula agresivitas masyarakat Kristen. Sebagian besar masyarakat yang menganggap bahwa prasangka yang menjadi bagian dari kehidupan akan menimbulkan adanya agresivitas.Hal ini sejalan dengan pendapat dari Krahe (2005), yang menyatakan bahwa sikap penuh prasangka terhadap anggota kelompok ras atau agama berbeda telah ditengarai sebagai prediktor potensial untuk peningkatan agresi terhadap anggota kelompok-kelompok tersebut. Sikap prasangka telah diidentifikasi sebagai konstruk psikologis utama dalam menjelaskan agresi yang dimotivasi secara agama dan rasial, dengan merendahkan kelompok lain dan mempertanyakan keabsahan hak partisipasi sosial mereka maka terbentuklah dasar untuk membenarkan agresivitas terhadap kelompok pemeluk agama mayoritas lainnya. Penelitian lain yang juga menyangkut tentang prasangka yang dapat menimbulkan agresivitas adalah penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni & Faturochman (2006) dengan judul faktor prasangka sosial dan identitas sosial dalam tindakan agresi pada konflik warga: kasus konflik warga Bearland dan warga Palmeriam matraman jakarta timur (social prejudice and social identity factors of aggressive behavior in social conflicts), penelitian ini mendapatkan kesimpulan bahwa prasangka sosial berpengaruh terhadap tindakan agresi baik pada warga Bearland maupun pada warga Palmeriam. Penelitian ini mendapatkan data statistik yang sangat signifikan mengenai variabel prasangka sosial dan variabel agresivitas.Lebih jauh menelusuri hubungan antara prasangka dengan agresivitas, pendapat dari beberapa tokoh dapat menjelaskan fenomena ini, seperti Baron dan Byrne (2004), yang berpendapat bahwa adanya stereotipe adalah indikator dari prasangka dan prasangka
22
menimbulkan perilaku diskriminatif yang salah satu bentuknya adalah tindakan agresif yang merusak. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne, Billig dan Tajfel, (1973) menyatakan bahwa prasangka dan diskriminasi adalah hal yang seringkali merupakan sumber dari konflik antar kelompok disebabkan oleh kategorisasi sosial, identitas sosial dan perbandingan sosial. Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah disampaikan, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwaada hubungan positif dan signifikan antara Prasangka dengan Agresivitaspada Agama(Kristen-Islam) di Poso Pasca Konflik Poso 19982001dari hasil ini penulis melihat bahwa masyarakat yang sangat berprasangka dengan masyarakat pemeluk agama lain (Islam) cenderung melakukan agresivitasyang tinggi namun sebaliknya masyarakat yang kurang atau bahkan tidak berprasangka terhadap masyarakat pemeluk agama lain (Islam)cenderung tidak melakukan agresivitas yang tinggi. Hal ini dapat terlihat dari Sumbangan efektif dari prasangka dalam agresivitas sebanyak 98,8% dari seluruh sumbangan efektif yang ada (100%) sementara 1,2% berasal dari faktor lainnya.
Saran Setelah penulis melakukan penelitian dan pengamatan langsung dilapangan serta melihat hasil penelitian yang ada, maka berikut ini beberapa saran yang penulis ajukan: 1. Bagi subjek penelitian. Dengan dilakukannya penelitian ini diharapkan bagi subjek penelitian (masyarakat agamakristen) yang memiliki prasangka yang tinggi agar lebih bisa untuk meminimalkan atau menghilangkan prasangka yang negative. Hal itu dapat dilakukan dengan cara menambah pengetahuan tentang prasangka
23
negatifdan dampaknya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga juga akhirnya tindakan agresivitas berkurang atau hilang untuk terwujudnya keharmonisan dan perdamaian yang sesungguhnya dari kedua belah pihak masyarakat pemeluk agama. 2. Bagi Pemerintah dan kepala daerah. Hendaknya pihak pemerintah terutama bagi para kepala daerahagar dapat membantu memberikan pemahaman serta pegentahuan supaya masyarakat dapat meminimalkan prasangka mereka terhadap pemeluk agama lain dengan latar belakang konflik poso, dan memperhatikan serta mengontrol kegiatan-kegiatan dalam masyarakat, sehingga yang mengarah pada prasangka pasca konflik tidak tampak lagi dalam masyarakat. Selain itu pemerintah atau kepala daerah juga
harus
sering
mengadakan
kegiatan-kegiatan
yang
dapat
membangun
keharmonisan serta kekompakan dalam masyarakat poso yang berujung pada perdamaian yang sesungguhnya dalam masyarakat poso. 3. Bagi Peneliti selanjutnya. Peneliti selanjutnya dapat melakukan atau mengukur lebih mendalam tentang hubungan prasangka dengan agresivitas pada agama (Islam-Kristen) pasca konflik poso dengan mengambil populasi atau sampel masyarakat pemeluk agama Islam, untuk melihat perbandingan hubungan apakah hasilnyasama atau berbeda dengan populasi atau sampel pada masyarakat pemeluk agama Kristen.
24
DAFTAR PUSTAKA Abidin, Z. 1999. Prasangka Rasial dan Persepsi Agresi pada Kelompok Mahasiswa Pribumi dan Cina dari Empat Perguruan Tinggi di Bandung.Tesis. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Azwar, Saifuddin. 1999. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Sigma Alpha. Azwar, S. (2012).Penyusunan skala psikologi.Edisi 2. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Baron, A. R., & Byne, D. (2004).Psikologi sosial.Jakarta: Penerbit Erlangga. Billig, M. & Tajfel, H. 1973, Social categorization and similarity in Intergroup behavior, European Journal of Social Psychology, 3, 27-52. Brown, Robert. 2005. Menangani Prasangka dari Perspektif Psikologi Sosial. Jogjakarta: Pustaka Pelajar Offset. Buss A.H., & Perry M., (1992). The aggression questionnaire.Journal of personality and social psychology 63, 452-459. Desmita. 2007. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Destrianus, (2011).Hubungan antara sikap terhadap konflik sosial di Halmahera Tahun 1999-2000 dengan agresivitas mahasiswa Halmahera.Salitiga: Fakultas PsikologiUKSW. Fisher, Simon, dkk. (2001). Mengelola Konflik : Keterampilan dan Strategi Untuk Bertindak, Cetakan Pertama, Alih Bahasa S.N. Kartikasari, dkk, The British Counsil, Indonesia, Jakarta. Hasrullah. (2009). Dendam konflik poso(periode 1998-2001). Jakarta : PT. Gramedia pustaka utama. Helmi & Soedardjo. 1998. Beberapa Perspektif Perilaku Agresi. Buletin Psikologi. No. 2, 9-15. Jaspars, J.M.S. & Warnaen, S. 1982. Intergroup Relation, Ethnic Identity and Self-evaluation in Indonesia, in H. Tajfel (ed) Social Identity andIntergroup Relation, London: Cambridge University Press . Krahe, B. (2005). Perilaku agresif.Yogyakarta: Pustaka pelajar. Lestari.(2009, januari 26).Informasi umum tentang Indonesia.Dipetik Februari 27, 2013, dari lestari web: Lever , H. (1976). “Frustatio and Prejudice in South Africa”. Journal of Social psychology, 100 (1), 21-33 Levison, D.J., Darrow, D.N., Klein, E.B., Levinson MA & McKee, B. 1978.The Seasons Of a Man’s Life. New York: Knopf
25
Maharani, dkk (2004).Gambaran penyesuaian Sosial Dan Agresivitas Pada Remaja Yang Pernah Hidup Dalam Situasi Konflik Di Aceh.Unika Atma Jaya. Mar’at, 1991.Sikap manusia perubahan serta pengukurannya.Jakarta: Ghalia Indonesia. Nuraeni & Faturochman. 2006. Faktor Prasangka Sosial dan Identitas Sosial dalam Perilaku Agresi pada Konflik Warga: Kasus Konflik Warga Bearland dan Warga Palmeriam Matraman Jakarta Timur. SosiosainsBerkala Penelitian Pascasarjana Ilmu-Ilmu Sosial Universitas GadjahMada. Vol.19. Sarwono, Sarlito W. 1999. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka Sears, D.O, dkk. (1985). Psikologi Sosial jilid 2. Jakarta: Erlangga Soemanntri, Sutjihati. 2006. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama. Tajfel, H. (ed). 1978. Differentiation betweeen Social Groups: Studies in the Social Psychology of Intergroup Relations, European Monographs in Social Psychology, No 14, London: Academic Press