24/03/2016
PENGERTIAN PENGANGKATAN ANAK (ADOPSI)
PERBANDINGAN HUKUM ADOPSI MENURUT HUKUM ADAT DI INDONESIA
MENURUT MUDERIS ZAINI DALAM BUKUNYA YANG BERJUDUL “ADOPSI SUATU TINJAUAN DARI TIGA SISTEM HUKUM” TERDAPAT 2(DUA) SUDUT PANDANG DALAM MENGARTIKAN PENGANGKATAN ANAK (ADOMPSI)
KELOMPOK PEMBANDING NO. ABSENSI 23 NIM. 135010107111001 FINDY PRATAMA ASFARA
SECARA ETIMOLOGI (ASAL USUL KATA) PENGANGKATAN ANAK BERASAL DARI KATA “ADOPTIE”
NO. ABSENSI 26 NIM.135010107111016 MICHAEL HARTONO
DALAM BAHASA BELANDA ATAU “ADOPT” DALAM BAHASA
NO. ABSENSI 29 NIM.135010107111072 SITI PUTRI HAWA
INGGRIS. PENGERTIAN DALAM BAHASA BELANDA MENURUT
NO. ABSENSI 30 NIM.135010107111077 HAPPY VISTADHYLIA PUTRI
KAMUS HUKUM, BERARTI PENGANGKATAN SEORANG ANAK UNTUK SEBAGAI ANAK KANDUNGNYA SENDIRI
NO. ABSENSI 31 NIM.135010107111081 CLARA CAHYA NADIA L. SECARA TERMINOLOGI (ISTILAH PENGGUNAAN KATA) DALAM KAMUS BESAR BAHASA INDONESIA (KBBI) ARTI ANAK
FAKULTAS HUKUM - UNIVERSITAS BRAWIJAYA
ANGKAT YAITU ANAK ORANG LAIN YANG DIAMBIL DAN 1
DISAMAKAN DENGAN ANAKNYA SENDIRI.
2
MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA MENGENAL 3 (TIGA ) MACAM SISTEM KEKERABATAN, YAITU:
SISTEM KEKERABATAN PATRILINIAL MENURUT MR. B. TER HAAR BZN ADOPSI ADALAH PERBUATAN YANG MEMASUKAN DALAM
SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL
KELUARGANYA SEORANG ANAK YANG TIDAK MENJADI ANGGOTA KELUARGANYA BEGITU RUPA, SEHINGGA MENIMBULKAN HUBUNGAN
SISTEM KEKERABATAN PARENTAL
KEKELUARGAAN YANG SAMA SEPERTI HUBUNGAN KEMASYARAKATAN YANG TERTENTU BIOLOGIS, YANG MANA BIASA TERJADI DI INDONESIA 3
4
1
24/03/2016
SISTEM KEKERABATAN PATRILINIAL - PERTALIAN KEKERABATAN YANG DIDASARKAN ATAS GARIS KETURUNAN BAPAK - ANAK
LAKI-LAKI
LEBIH
UTAMA
DARIPADA
ANAK
WANITA,
SEHINGGA
DI INDONESIA MASYARAKAT ADAT YANG MENGANUT SISTEM KEKERABATAN PATRILINIAL ANTARA LAIN ADALAH : MASYARAKAT ADAT DI SUMATRA UTARA, LAMPUNG, DAN BALI
PENGANGKATAN ANAK LAKI-LAKI SAJA YANG DIPERBOLEHKAN, DENGAN TUJUAN MENERUSKAN GARIS KETURUNAN DARI PIHAK BAPAK - HUBUNGAN ANAK ANGKAT DENGAN ORANGTUA KANDUNG PUTUS - ADAT PERKAWINAN YANG BERLAKU ADALAH DENGAN PEMBAYARAN JUJUR - SEORANG
PEREMPUAN
SETELAH
PERKAWINANNYA
DI
LEPASKAN
DARI
HUBUNGAN KEKELUARGAAN KERABAT ASLINYA DAN MASUK MENJADI ANGGOTA KERABAT SUAMINYA - ANAK-ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN ITU JUGA MASUK DALAM LINGKUNGAN KEKELUARGAAN AYAHNYA 5
MASYARAKAT ADAT BALI
6
- DALAM MASYARAKAT ADAT BALI DIKENAL PEMECATAN ANAK ANGKAT YANG
MASYARAKAT ADAT BALI MENGANUT SISTEM KEKERABATAN PATRILINEAL DIMANA ORANG DAPAT
DIANGGAP MENGINGKARI KEWAJIBAN-KEWAJIBANNYA MENURUT HUKUM ADAT.
MENGANGKAT ANAK ORANG LAIN MENJADI ANAK SAH APABILA DILAKUKAN UPACARA ADAT YANG DI
DIKATAKAN INGKAR BILAMANA SI ANAK ANGKAT TELAH DINYATAKAN “ALPA RING
SEBUT DENGAN “PEMERASAN”
RERAMA” ANTARA LAIN MELAKUKAN PERBUATAN PERCOBAAN MEMBUNUH ATAU
-
DENGAN DILAKSANAKANNYA UPACARA INI MAKA SEKALIGUS HUBUNGAN HUKUM ANTARA SI ANAK DENGAN ORANG TUA KANDUNGNYA MENJADI PUTUS DAN IA SEPENUHNYA MENJADI ANAK DARI ORANG TUA YANG MENGANGKATNYA
-
TIMBUL HUBUNGAN ORANG TUA ANGKAT DENGAN ANAK ANGKAT SEPERTI HUBUBUNGAN ORANG
-
-
- LEBIH LANJUT MENURUT HUKUM ADAT BALI BELUM DAPAT DIJELASKAN DENGAN TERPERINCI TERKAIT PEMECAHAN MASALAH TERKAIT KASUSPEMECATAN ANAK ANGKAT.
TUA KANDUNG DENGAN ANAK KANDUNG -
MEMAKI ORANG TUA ANGKATNYA DENGAN KATA-KATA KASAR.
SI ANAK ANGKAT IKUT MENJADI PELANJUT KETURUNAN DARI AYAH ANGKATNYA, DIMANA
- DI DAERAH GIANYAR-BALI PERNAH DIBERITAKAN ADANYA SEORANG ANAK ANGKAT
HUBUNGAN DENGAN ORANG TUA KANDUNGNYA PUTUS
YANG DIPECAT OLEH ORANG TUA ANGKATNYA DENGAN SUATU PUTUSAN PENGADILAN.
SI ANAK ANGKAT MENJADI AHLI WARIS DARI ORANG TUA ANGKATNYA DAN BERHAK MAJU KE DEPAN
DI DAERAH LAIN YAITU KARANGASEM-BALI DIBERITAKAN SEORANG ANAK ANGKAT
UMUM MENGGANTIKAN KEDUDUKAN AYAH ANGKATNYA TERHADAP HARTA KEKAYAAN ORANG TUA
YANG DIANGGAP DURHAKA KEPADA ORANG TUA ANGKATNYA DIPECAT DARI MENJADI
ANGKATNYA TERSEBUT
PEWARIS ORANG TUA ANGKATNYA ITU, DEMIKIAN PULA DI DAERAH TABANAN-BALI.
DAPAT BERHAK KEMBALI SEBAGAI AHLI WARIS DI RUMAH ASALNYA JIKA SECARA NYATA TELAH PULANG DAN DITERIMA KEMBALI OLEH ORANG TUA KANDUNGNYA
7
8
2
24/03/2016
SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL - MERUPAKAN SISTEM KEKERABATAN YANG DIDASARI OLEH ATAS GARIS KETURUNAN IBU (KEBALIKAN DARI SISTEM KEKERABATAN PATRILINIAL) - MENGUTAMAKAN ANAK-ANAK DARI WANITA DARI PADA ANAK-ANAK LAKI (TERMASUK MENGUTAMAKAN PENGANGKATAN ANAK PEREMPUAN DIBANDING ANAK LAKI-LAKI) - BERLAKU ADAT PERKAWINAN SEMENDA, YANG SETELAH PERKAWINAN SI SUAMI MENGIKUTI ISTERI - SEORANG SUAMI TETAP MENJADI ANGGOTA KERABAT ASALNYA DAN TIDAK MASUK KE DALAM LINGKUNGAN KERABAT ISTERINYA - SEDANGKAN ANAK – ANAK YANG LAHIR DARI PERKAWINAN ITU MENJADI ANGGOTA KERABAT IBUNYA - TIDAK MEMUTUS HUBUNGAN ANTARA ANAK ANGKAT DENGAN ORANG TUA KANDUNGNYA
DI INDONESIA MASYARAKAT ADAT YANG MENGANUT SISTEM KEKERABATAN MATRILINEAL SALAH SATUNYA ADALAH : MASYARAKAT ADAT MINANGKABAU DI SUMATRA BARAT
9
10
SISTEM KEKERABATAN PARENTAL - PADA DASARNYA ADAT MINANGKABAU INI TIDAK MENGENAL LEMBAGA PENGANGKATAN ANAK KARENA MENURUT HUKUM ADATNYA HARTA WARISAN SEORANG AYAH TIDAK AKAN JATUH ATAU DIWARISI OLEH ANAK- ANAK KETURUNANYA MELAINKAN DIWARISI OLEH SAUDARA- SAUDARA SEKANDUNG BESERTA SAUDARA PEREMPUAN YANG BERASAL DARI SATU IBU - PADANG ADALAH SALAH SATU DAERAH YANG TIDAK MENGENAL PENGANGKAT ANAK
DAN IBU - ANTARA ANAK LAKILAKI DAN ANAK PEREMPUAN TIDAK DIBEDAKAN DALAM PEWARISAN (TERMASUK ANAK ANGKAT) - ANAK ANGKAT DIUTAMAKAN ANAK KELUARGA DEKAT TERLEBIH DAHULU - BERAPA
HINGGA SAAT INI - NAMUN MENURUT PERKEMBANGANNYA, DENGAN TUJUAN AGAR GARIS KETURUNAN SEBUAH KELUARGA TIDAK PUNAH MAKA PENGANGKATAN ANAK DAPAT DILAKSANAKAN - PENGANGKATAN
- SISTEM KEKERABATAN YANG DIDASARKAN ATAS GARIS KETURUNAN BAPAK
ANAK
DALAM
SISTEM
MATRILINEAL
DI
MASYARAKAT
ADAT
MINANGKABAU TELAH DILAKSANAKAN DI DAERAH KANAGARIAN SUMANI, TANAH LAPANG SARINGAN, KAMPUNG TELENG, DAN LAIN- LAIN
BANYAKNYA
ANAK
YANG
DAPAT
DIANGKAT
TIDAK
ADA
KETENTUANNYA, TERGANTUNG KEPADA KEMAMPUAN DAN KESEDIAN ORANG TUA YANG MENGANGKATNYA - TIDAK ADA SUATU UPACARA TERTENTU YANG HARUS DILAKUKAN, HANYA BENTUK-BENTU ACARA “SELAMATAN” SEDERHAN - HUBUNGAN ANAK ANGKAT DENGAN ORANG TUA KANDUNGNYA TIDAK PUTUS
11
12
3
24/03/2016
DI INDONESIA BANYAK MASYARAKAT ADAT YANG MENGANUT SISTEM KEKERABATAN PARENTAL ANTARA LAIN ADALAH : MASYARAKAT ADAT JAWA, MADURA, RIAU, ACEH, SUMATERA SELATAN, SELURUH KALIMANTAN, SELURUH SULAWESI, TERNATE, DAN LOMBOK.
PADA MASYARAKAT ADAT DI JAWA PADA UMUMNYA HUBUNGAN ANAK ANGKAT DENGAN ORANG TUA KANDUNG TIDAK TERPUTUS - NAMUN BERBEDA DENGAN BEBERAPA WILAYAH SEPERTI CILACAP DAN KROYA YANG BIASANYA HUBUNGAN ANAK ANGKAT DAN ORANG TUA KANDUNG TERPUTUS SAAT ANAK ANGKAT DIANGKAT OLEH ORANG TUA ANGKATNYA - BERBEDA PULA DI DAERAH BANTUL DIMANA TIDAK HANYA PUTUSNYA HUBUNGAN ANTARA ANAK DENGAN ORANG TUA KANDUNGNYA TETAPI JUGA ANAK TERSEBUT PUTUS HAK MEWARISNYA TERHADAP ORANG TUA KANDUNG - TATA CARA PENGANGKATAN ANAK DILAKUKAN DENGAN CARA MENDATANGKAN PIHAK ORANG TUA KANDUNG DAN ORANG TUA ANGKAT. APABILA DARI KEDUA PIHAK TELAH SETUJU, UMUMNYA BARU DILAKSANAKAN ACARA SEDERHANA “SELAMATAN” - TERKAIT DENGAN PEWARISAN SEORANG ANAK ANGKAT BISA MEWARISI DARI KEDUA BELAH PIHAK BAIK ORANG TUA KANDUNG MAUPUN ORANG TUA ANGKAT. TETAPI ANAK ANGKAT HANYA MEWARISI HARTA GONO GINI DARI ORANG TUA ANGKATNYA DAN MENDAPATKAN SELURUH HARTA KEKAYAAN ORANG TUA KANDUNGNYA
13
14
PUTUSNYA HUBUNGAN PENGANGKATAN ANAK DI MASYARAKAT ADA JAWA - BISA LEWAT PUTUSAN HAKIM DI PENGADILAN, ATAU
MASYARAKAT ADAT TIONGHOA DI INDONESIA
- KARENA ORANG TUA ANGKAT MENGEMBALIKAN SI ANAK ANGKAT KEPADA ORANG TUA KANDUNGNYA, KARENA SUDAH TIDAK MAMPU LAGI UNTUK MEMPELIHARANYA - ADA PULA YANG KARENA ADANYA PERMUFAKATAN ANTARA ORANG TUA KANDUNG DENGAN ORANG TUA ANGKAT SUPAYA SI ANAK ANGKAT DIKEMBALIKAN SAJA, KARENA ORANG TUA KANDUNG TELAH MERASA MAMPU MEMELIHARA ANAKNYA SENDIRI - BAHKAN
PERNAH TERJADI SECARA DIAM-DIAM MELARIKAN ANAK KANDUNGNYA
KEMBALI DARI ORANG TUA ANGKATNYA (TASIKMALAYA-JAWA BARAT) - ANAK ANGKAT SENDIRI YANG MENGINGINKAN SUPAYA DIKEMBALIKKAN KEPADA ORANG TUA KANDUNGNYA DAN KEINGINAN ITU BERDASARKAN SUATU ALASAN YANG DAPAT DIBENARKAN - HUBUNGAN PENGANGKATAN ANAK TERSEBUT DAPAT PULA PUTUS JIKA ANAK DIANGGAP MENDURHAKA KEPADA ORANG TUA ANGKATNYA , BERUSAHA MEMBUNUH, MENGANIAYA, ATAU BERBUAT CURANG DENGAN HARTA KEKAYAAN ORANG TUA ANGKATNYA 15
MASYARAKAT ADAT TIONGHOA DI INDONESIA MEMILIKI 3 (TIGA) JENIS PENGANGKATAN ANAK, ANTARA LAIN ADALAH A. ANAK TERSEBUT ANAK YATIM PIATU - TIDAK DIKETAHUI NAMA MARGANYA ATAU NAMA ORANG TUANYA. - ORANG TUA ANGKATNYA BERHAK MEMBERI NAMA ANAK TERSEBUT JUGA MARGANYA - ORANG TUA ANGKATNYA MENGANGGAP DIA SEBAGAI ANGGOTA KELUARGA SENDIRI B. ANAK TERSEBUT ANAK YATIM PIATU DAN PUNYA NAMA MARGA - ANAK ANGKAT JENIS INI TIDAK PERLU DIBERI NAMA MARGA, HANYA MEMBERI NAMA KECIL SAJA - ANAK ANGKAT INI JUGA MASIH BISA TINGGAL DALAM LINGKUNGAN KELUARGANYA C. ANAK YANG DIKWEPANG ATAU ANAK ASUH - KATEGORI ANAK ASUH ADALAH ANAK YANG PUNYA ORANG TUA, PUNYA NAMA MARGA DAN NAMA SENDIRI - BIASANYA ANAK YANG DI KWEPANG MASIH TINGGAL BERSAMA ORANG TUA ASLINYA, DAN MEMANGGIL KELUARGA ORANG TUA ANGKAT SEBAGAI ANGGOTA KELUARGA DALAM. DALAM TRADISI TIONGHOA YANG DIMAKSUD DENGAN ANAK YANG DIKWEPANG ADALAH ANAK YANG KONDISI BADANNYA KURANG SEHAT ATAU TIDAK COCOK DENGAN ORANG TUANYA MENURUT PERHITUNGAN BAJINYA ATAU HONG SHUINYA 16
4
24/03/2016
ADA TIGA HAL ALASAN PENGANGKATAN ANAK DALAM TRADISI MASYARAKAT ADAT TIONGHOA DI INDONESIA YAITU: - KARENA TIDAK MEMPUNYAI KETURUNAN - KARENA MASALAH ‘CIONG’ / KEBERUNTUNGAN - KARENA MASALAH ‘MANCING’ ANAK TERDAPAT UPACARA PENGANGKATAN ANAK MENURUT ADAT TIONGHOA DI INDONESIA 17
BERDASARKAN PUTUSAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA NOMOR 907/PDT.P/1963 TERTANGGAL 29 MEI 1963 TENTANG PENGANGKATAN ANAK PEREMPUAN KETURUNAN TIONGHOA OLEH MASYARAKAT KETURUNAN TIONGHOA SAH. DALAM MENGAMBIL KEPUTUSAN HAKIM TANPA RAGU-RAGU LAGI UNTUK MENYATAKAN BAHWA WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA TIDAK LAGI TERIKAT OLEH PERATURAN PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN STAATSBLAD NOMOR 129 TAHUN 1917 YANG BERARTI BAHWA : - PERMOHONAN PENGANGKATAN ANAK BAGI GOLONGAN KETURUNAN TIONGHOA TIDAK TERBATAS PADA ANAK LAKI-LAKI SAJA TETAPI DIBENARKAN SEORANG ANAK PEREMPUAN BAGI GOLONGAN TIONGHOA UNTUK DIJADIKAN SEBAGAI ANAK ANGKAT OLEH GOLONGAN TIONGHOA SEPANJANG TIDAK MELUKAI HUKUM ADAT MASYARAKAT TIONGHOA. MASYARAKAT HUKUM ADAT TIONGHOA MENGENAL PENGANGKATAN ANAK PEREMPUAN, KARENA MASYARAKAT WARGA NEGARA INDONESIA KETURUNAN TIONGHOA TELAH LAMA MENINGGALKAN SIFAT PATRILINEAL SERTA PENGHORMATAN NENEK MOYANG SEHINGGA SEKARANG LEBIH BERCORAK PARENTAL. PANDANGAN INI TELAH SELARAS DENGAN SEMANGAT PERJUANGAN PERSAMAAN HAK ANTARA PRIA DAN WANITA. - SEHINGGA DENGAN ADANYA PERTIMBANGAN HUKUM DALAM PUTUSAN TERSEBUT, DAPAT DIKATAKAN JUGA, MENGENAI PENGANGKATAN ANAK, BAIK ANTARA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN SAMA. DEMIKIAN JUGA DENGAN HAK WARIS ANAK ANGKAT, BAIK ANTARA LAKI-LAKI DENGAN PEREMPUAN SAMA, YAITU DENGAN MENGANUT SISTEM KEKERABATAN KELUARGA YANG BERSIFAT PARENTAL 18
PERTANYAAN-PERTANYAAN DAFTAR PUSTAKA 1.
1. B. BASTIAN TAFAL, SH., 1983, Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat, C.V. Rajawali, Jakarta.
Ryela (23)
Dalam ketentuan adopsi hukum adat, ada beberapa daerah misalnya di Lampung yang apabila megangkat anak, maka anak angkat itu akan putus hubungan dengan orang tua kandung. Sedangkan
2. Muderis Zaini, 1999, Adopsi Suatu Tinjauan dari Tiga Sistem Hukum, Sinar Grafika, Jakarta.
pada adopsi menurut Hukum Islam, hal tersebut tidak boleh (terkait putusnya hubungan anak dengan
3. Soerjono Soekantao dan Soleman B Toneko,1982, Hukum Adat Indonesia, Rajawali,
orang tua kandungnya). Bagaimana menyelesaikan permasalahan terkait hal itu?
Jakarta.
Jawaban : Menurut kelompok kami, Hukum adat dan Hukum Islam itu berbeda dari segi sumbernya,
4. Yuni, 2008, Kedudukan Anak Angkat Dalam Pewarisan, Semarang.
Hukum Islam itu ditujukkan untuk pribadi masing-masing manusia, sedangkan Hukum adat sendiri awalnya
5. Dewi Sartika, 2002, Kedudukan Anak Angkat Dalam Mewarisi Harta Orang tua Angkatnya,
merupakan suatu kebiasaan masyarakat setempat, dilakukan terus-menerus dan diakui keberadaannya sebagai suatu hukum tersendiri. Jadi terkait pertanyaan diatas, maka hal tersebut tergantung daripada
Semarang.
masyarakat itu sendiri apakah ingin mengangkat anak menggunakan Hukum (agama) Islam atau dengan
6. Soedharyo Soimin, SH., 2004, Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Tentang Adopsi Anak PerempuanDimuat Dalam Buku Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Sinar Grafika,
Hukum adat setempat. Misalnya, di Lampung sendiri pengangkatan anak dibedakan menjadi 2 cara yaitu : dengan cara biasa, yang dilakukan di Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama, tidak melalui adat atau
Jakarta.
dengan cara menggunakan adat setempat. Jadi terlihat bahwa di daerah Lampung terkait pengangkatan
7. Ahmad Kamil, 2008, Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia, Raja
anak sebenarnya dibebaskan menggunakan hukum nasional atau hukum (agama) Islam, atau hukum adat
rafindo Persada, Jakarta.
tergantung seseorang itu ingin menggunakan hukum yang mana karena ketiganya memang diakui di 19
Negara Indonesia yang pluralistik ini.
20
5
24/03/2016
2. Shovia 24 - Di beberapa daerah terdapat akibat dimana anak yang diangkat mengakibatkan putusnya hubungan
TAMBAHAN
dengan orang tua kandungnya. Apakah disini orang tua kandung dengan anak tersebut masih memiliki
Terkait dengan adanya fakta bahwa dalam masyarakat adat Tinghoa dikenal pengangkatan anak yang
hubungan atau benar-benar putus?
tanpa disertai marga asal atau marga asli anak angkat tersebut dikarenakan beberapa hal, seperti anak
- Terkait marga, apakah bisa seseorang mengangkat anak dimana anak tersebut memiliki marga yang
tersebeut tidak benar-benar diketahui identitas orang tua kandungnya, yang sering kali kondisinya adalah
berbeda dengannya?
anak tersebut merupakan hasil dari hubungan terlarang kedua orang tuanya yang ditinggalkan atau
Jawaban:
ditelantarkan begitu saja.
Hubungan disini jika diartikan sebagai hubungan hukum jelas sudah tidak ada, sebab pengangkatan anak
Jika kita membahas terkait marga, masyarakat adat Tinghoa bisa dikatakan sebagai masyarakat adat yang
berakibat masuknya anak secara mutlak ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkat, dan lepas ikatan
sangat mengagung-agungkan “marganya”, sebelum karena pengaruh rezim orde baru yang melakukan
hukum dan hubungan hukum anak dengan orang tua kandungnya, kedudukannya sama dengan anak
pengketatan kepada anak-anak asal keluarga Tinghoa di Indonesia dan akibat membaurnya dengan
kandung. Hubungan jika diartikan sebagai hubungan batin ibu – anak pada dasarnya akan tetap ada dan
masyarakat Indonesia itu sendiri yang membuat marga tersebut sudah mulai tidak terlalu hal yang di
tidak akan pernah terputus (kecuali jika terdapat aturan adat tertentu yang mengatur lain).
agung-agungkan bagi masyarakat Tionghoa di Indonesia saat ini. Sebuah keluarga tanpa anak laki-laki
Terkait perbedaan marga, tetap bisa dilakukan pengangkatan anak, dimana nantinya anak angkat ini akan
satupun di dalamnya sering kali menjadi cemoohan atau olok-olokan di zaman dulu, namun sekarang
ikut atau mempunyai marga yang sama dengan orang tua angkatnya, tentunya di beberapa daerah
anak perempuan pun sudah dianggap sama kedudukannya dengan anak laki-laki. Anak perempuan tetap
dengan menggunakan upacara adat tertentu untuk melakukan pengangkatan anak tersebut (seperti di
bisa mewaris harta orang tuanya, termasuk harta yang berupa jabatan-jabatan di perusahaan orang
Bali).
tuanya ketika dalam keluarga tersebut hanya terdapat anak perempuan. Disinilah terlihat dengan jelas 21
bahwa pluralistik hukum di negara Indonesia sangat tumbuh dan berkembang dengan pesat.
22
3. REFITA (33) Di daerah Cilacap–Jawa Tengah (sistem kekerabatan parental) pengangkatan anak mengakibatkan putusnya hubungan anak yang diangkat dengan orang tua
4. ........................ Apabila terjadi permasalahan dengan pengangkatan anak (anak angkat), diselesaikan di Pengadilan apa atau dimana?
kandungnya. Jika orang tua kandungnya ini meninggal dunia dan mereka tidak memilki keturunan lain, apakah bisa harta warisan dari orang tua kadung ini jatuh
Jawaban : Pada prinsipnya hampir seluruh masyarakat adat di Indonesia memiliki sistem dan cara penyelesaian sendiri-sendiri menurut hukum adatnya masing-masing terkait masalah
pada anaknya yang diangkat?
adat,termasuk permasalahan pengangkatan anak di masyarakat adat.
Jawaban : Bisa. Karena dalam hal ini khusus daerah cilacap memang hubungan anak
Secara umum dikenal 2 cara penyelesaian permasalahan terkait pengangkatan anak di hukum
dengan orang tua kandungnya terputus dalam hal anaknya diangkat oleh orang lain.
adat, yaitu :
Tapi, putusnya hubungan ini tidak menghalangi hak kewarisan anak tadi terhadap
a. Diluar pengadilan, yaitu melalui musyawarah keluarga di masyarakat adat tersebut, dan
harta orang tua kandungnya. Dimana anak angkat dalam sistem kekerabatan yang ada
penyelesaian lewat lembaga adat yang ada di masyarakat tersebut.
di Cilcapap ini menyatakan bahwa anak angkat mendapatkan warisan melalui 2
b. Dalam pengadilan, yaitu sesuai dengan beberapa fakta dan kasus yang sudah ada sebelumnya Pengadilan Negeri di tempat masyarakat adat tersebut berada yang menyelesaikan
sumber, yaitu :
masalah pengangkatan anak di masyarakat adat tersebut, karena dianggap sebagai suatu
- Mendapatkan harta gono-gini dari orang tua angkatnya.
sengketa masyarakat pada umumnya (meskipun tidak ada satupun hukum yang mengatur
- Mendapatkan harta gono - gini dan harta asal dari orang tua kandungnya. 23
penentuan Pengadilan Negeri yang berhak).
24
6
24/03/2016
6. PARAMITA (19) - Dengan pengangkatan anak yang menyebabkan putusnya pertalian seorang anak dengan orang tua
5. .............
kandungnya, apakah dalam hal ini orang tua kandung masih boleh untuk bertemu/ tidak sama sekali?
Apakah terdapat masyarakat
adat yang tidak mengenal adanya
-Adanya adopsi/ pengangkatan anak ini apakah hanya karena faktor ekonomi saja atau ada faktor lainnya?
pengangkatan anak atau adopsi?
Jawaban : Boleh. Pada dasarnya hampir semua masyarakat adat di Indonesia menganggap
Jawaban : Ada. Pada dasarnya adat Minangkabau tidak mengenal
pengangkatan anak “hanya” memutus hubungan hukum anak tersebut dengan orang tua
pengangkatan anak khusnya di daerah Kurai Lima Jorong Bukittinggi,
kandungnya. Sehingga dalam prakteknya orang tua kandung dari anak angkat itu boleh-boleh
Padang dan Painan (tetapi di daerah lain selain itu tetap mengenal
saja bertemu dengan anak kandungnya, walaupun anak yang diangkat tersebut sudah dianggap putus hubungan hukumnya dengan orang tua kandung anak tersebut.
adanya pengangkatan anak pada daerah-daerah di Minangkabau). Di
Terkait faktor lain selain faktor ekonomi dalam pengangkatan anak seharusnya jika kita amati
daerah tersebut umumnya mereka mengenal ada orang dari luar yang
secara menyeluruh terlihat sekali faktor utama dari pengangkatan anak
diterima menjadi anggota keluarga atau bisa disebut dengan
masyarakat adat di Indonesia adalah faktor keturunan, yaitu untuk meneruskan keturunan
di “mayoritas”
atau mempertahankan eksistensi dari sebuah keturunan masyarakat adat. Terlepas faktor-
memelihara anak bukan mengangkat anak.
faktor pewarisan juga menjadi hal penting yang melatarbelakangi pengangkatan anak di 25
masyarakat adat di Indonesia.
26
7. Diajeng (20) Jika ditemukan sengketa atau perselisihan antara hukum adat dan hukum nasional terkait pengangkatan anak bagaimana penyelesaian masalah tersebut? Jawaban : Pasal 18 B ayat (2) UUD NRI menyatakan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat
SEKIAN
dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undangundang”. Dari kutipan pasal diatas sudah sangat jelas terlihat bahwa hukum adat dihargai untuk menjadi hukum yang dapat diterapkan dalam menyelesaikan segala
TERIMA KASIH
permasalahan yang timbul di tengah masyarakat adat. Meskipun prinsip yang digunakan tetap tidak ada satupun hukum yang dianggap lebih superior dibanding hukum yang lain. Dalam prakteknya harapannya Penerapan hukum adat seharunya dapat beriringan dengan hukum nasional demi terciptanya kehidupan bangsa yang lebih baik lagi.
27
28
7