PERAT URAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPAT I AGAM, Menimbang
Mengingat
: a.
bahwa untuk mew ujudkan pengelolaan keuangan Daerah agar berjalan tertib, teratur, sistematis dan terarah sesuai dengan jiwa dan semangat otonomi Daerah, perlu suatu pedoman yang dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaannya;
b.
bahwa sebagai tindak lanj ut Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, perlu ditetapkan Peraturan Daerah tentang Pokok-Pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah.
: 1.
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Sumatera Tengah (Lembaran Negara Tahun 1956 Nomor 25);
2.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 41 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
3.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
4.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
5.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bebas Dan Bersih Dari Kolusi, Korupsi, Nepotisme (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3851);
6.
Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Per ubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 246, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4048);
7.
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 140 Tambahan Lembaran Negara Nomor 387);
8.
Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Dan Kewenangan Propinsi Sebagai Daerah Otonom(Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952).
9.
Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4021).
10. Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 202, Tambahann Lembaran Negara Nomor 4022); 11. Peraturan Pemerintah Nomor 107 Tahun 2000 tentang Pinjaman Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 204,Tambahan Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 4024);
2
12. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 209 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4028); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 211 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4029); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2001 tentang Informasi Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 21 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4081); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan Dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan (Lembaran Negara Nomor Tahun 2001 Nomor 157 Tambahan Lembaran Negara Nomor 4165); 18. Keputusan Presiden Nomor 44 tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan Dan Bentuk Rancangan Undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah Dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 70 ); 19. Keputusan Presiden Nomor 18 Tahun 2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3931);
3
20. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; 21. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4212). Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN AGAM MEMUTUS KAN : Menetapkan
: PERAT URAN DAERAH KABUPATEN AGAM TENTANG POKOKPOKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH BAB I KET ENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1.
Daerah adalah Kabupaten Agam.
2.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Agam.
3.
Bupati adalah Bupati Kabupaten Agam.
4.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disebut DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Agam.
5.
Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut, dalam kerangka Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
4
6.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan ber dasarkan Peraturan Daerah tentang APBD.
7.
Pejabat Pengelola Keuangan Daerah adalah pejabat dan atau pegawai daerah yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku diberi kewenangan tertentu dalam kerangka Pengelolaan Keuangan Daerah.
8.
Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah adalah Bupati yang karena jabatannya mempunyai kewenangan menyelenggarakan keselur uhan pengelolaan keuangan daerah dan mempunyai kewajiban menyampaikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan kewenangan tersebut kepada DPRD Kabupaten Agam.
9.
Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi kewenangan oleh Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah untuk mengelola penerimaan dan pengeluaran Kas Daerah serta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya.
10. Pengguna Anggaran adalah pejabat pemegang kekuasaan penggunaan anggaran belanja Daerah. 11. Kas Daerah adalah tempat penyimpanan uang daerah yang ditentukan oleh Bendahara Umum Daerah. 12. Pemegang Kas adalah orang yang ditunjuk dan diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan APBD di setiap unit kerja pengguna anggaran Daerah. 13. Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut Perhitungan APBD adalah laporan atas pelaksanaan anggaran, yang meliputi Penerimaan dan Pengeluaran dalam tahun anggaran yang bersangkutan. 14. Dana cadangan adalah dana yang disisihkan untuk menampung kebutuhan yang memerlukan dana relatif cukup besar yang tidak dapat dibebankan dalam satu tahun anggaran. 15. Penerimaan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu. 16. Pengeluaran Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu.
5
17. Pendapatan Daerah adalah semua penerimaan Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi hak daerah. 18. Belanja Daerah adalah semua pengeluaran Kas Daerah dalam periode tahun anggaran tertentu yang menjadi beban daerah. 19. Aset Daerah adalah semua harta kekayaan milik Daerah baik barang berwujud maupun barang tidak berwuj ud. 20. Barang Daerah adalah semua barang berw ujud milik daerah yang berasal dari pembelian dengan dana yang bersumber seluruhnya atau sebagian dari APBD dan atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 21. Barang adalah benda dalam berbagai bentuk dan uraian, yang meliputi bahan baku, barang setengah jadi, barang jadi, peralatan, yang spesifikasinya ditetapkan oleh pengguna barang/jasa. 22. Pengadaan Barang/jasa adalah usaha atau kegiatan pengadaan barang/jasa yang diperlukan oleh instansi pemerintah yang meliputi pengadaan barang, jasa pemborongan, jasa konsultansi dan jasa lainnya. 23. Jasa Pemborongan adalah layanan penanganan pekerjaan bangunan atau konstruksi atau w ujud fisik lainnya yang perencanaan teknis dan spesifikasinya ditetapkan pengguna barang/jasa dan proses serta pelaksanaannya diawasi oleh pengguna barang/jasa. 24. Jasa konsultansi adalah layanan jasa keahlian profesional dalam berbagai bidang dalam rangka mencapai sasaran ter tentu yang keluarnya berbentuk piranti lunak dan disusun secara sistematis berdasar kan kerangka acuan kerja yang ditetapkan pengguna jasa. 25. Jasa lainnya adalah segala pekerjaan dan atau penyediaan jasa selain jasa konsultansi, jasa pemborongan dan pemasokan barang. 26. Pengguna Barang/Jasa adalah Kepala Perangkat Daerah sebagai pemilik pekerjaan yang memberi tugas kepada penyedia barang/jasa untuk melaksanakan pekerjaan tertentu guna memenuhi kebutuhan barang/jasa tertentu. 27. Pelelangan adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara menciptakan persaingan yang sehat diantara penyedia barang/jasa yang setara dan memenuhi syarat, ber dasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikuti oleh pihak-pihak yang terkait secara taat asas sehingga terpilih penyedia barang/jasa terbaik. 6
28. Pemilihan Langsung adalah serangkaian kegiatan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa dengan cara membandingkan penawaran dari beberapa penyedia barang/jasa yang memenuhi syarat melalui perintaan harga ulang atau permintaan teknis dan harga serta dilakukan negosiasi secara bersaing, baik dilakukan untuk teknis maupun harga, sehingga diperoleh har ga yang wajar dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan. 29. Penunjukan langsung adalah pengadaan barang/jasa barang/jasanya ditentukan oleh pengguna anggaran.
yang
penyedia
30. Swakelola adalah pelaksanaan pekerjaan yang direncanakan, dikerjakan dan diawasi sendiri dengan menggunakan tenaga sendiri, alat sendiri, atau upah borongan tenaga. 31. Utang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar daerah sebagai akibat Penyerahan uang, barang,dan atau jasa kepada daerah atau akibat lainnya berdasarkan Peraturan Per undang-undangan yang berlaku. 32. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang menjadi hak daerah kewajiban pihak lain kepada daerah sebagai akibat penyerahan uang, barang dan atau jasa oleh daerah atau akibat lainnya berdasar kan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 33. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima dari pihak lain sejumlah uang atau manfaat ber nilai uang sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban utuk membayar kembali, tidak termasuk kredit jangka pendek yang lazim terjadi dalam perdagangan. 34. Dokumen Anggaran adalah segala naskah atau bahan tertulis yang diperlukan atau dihasilkan dalam rangka proses penyusunan, pelaksanaan, perubahan,dan perhitungan APBD. 35. Perangkat Daerah adalah orang/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab kepada Bupati dan membantu Bupati dalam penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Badan, Kantor dan Kecamatan dalam Kabupaten Agam. 36. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah serangkaian kegiatan yang meliputi perencanaan, penatausahaan, pelaporan dan pengawasan pengelolaan keuangan Daerah. 37. Pertanggungjawaban Keuangan Daerah adalah per tanggungjawaban atas sumber dan penggunaan keuangan Daerah. 7
38. Tuntutan Perbendaharaan, selanjutnya disebut TP, adalah suatu tata cara perhitungan terhadap Bendaharawan, jika dalam pengurusannya ter dapat kekurangan perbendaharaan dan terhadap Bendaharawan yang bersangkutan diharuskan mengganti kerugian. 39. Tuntutan Ganti Rugi, selanjutnya disebut T GR, adalah suatu proses tuntutan terhadap Pegawai dalam kedudukannya bukan sebagai Bendaharawan, dengan tujuan menuntut penggantian ker ugian disebabkan oleh perbuatannya melanggar hukum dan/atau melalaikan kewajibannya atau tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana mestinya baik secara langsung ataupun tidak langsung Daerah menderita kerugian. 40. Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi, selanjutnya disebut TPT GR, adalah suatu proses tuntutan melalui TP dan T GR bagi Bendaharawan atau pegawai bukan Bendaharawan yang mer ugikan keuangan dan barang Daerah. 41. Sisa Lebih Perhitungan APBD Tahun Lalu adalah selisih lebih realisasi pendapatan terhadap realisasi belanja Daerah dan mer upakan komponen pembiayaan. 42. Pembiayaan adalah transaksi keuangan Daerah yang dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan Daerah dan belanja Daerah. 43. Rencana Anggaran Satuan Kerja, selanjutnya disebut RASK, adalah dokumen yang memuat rancangan anggaran unit kerja sebagai dasar penyusunan rancangan APBD.
BAB II PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Bagian Per tama Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pasal 2 (1) Bupati adalah pemegang kekuasaan umum pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah mempunyai tugas dan fungsi menyelenggarakan keselur uhan pengelola Keuangan Daerah dan menyampaikan pertanggungjawaban keuangan Daerah kepada DPRD. 8
(3) Bupati dalam menyelenggarakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud ayat (2) berdasarkan pada Peraturan Daerah dan Peraturan Perundang–undangan yang berlaku. Pasal 3 Dalam rangka melakukan kewajiban dalam Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Bupati mendelegasikan sebagian atau seluruh kewenangan kepada Sekretaris Daerah atau Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang keuangan Daerah.
Pasal 4 (1) Bupati menetapkan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah dengan Keputusan. (2) Pejabat Pengelola Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah: a. b. c. d.
Bendahara Umum Daerah; Pengguna Anggaran; Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas; Pemegang Barang.
(3) Jika dibutuhkan, Bupati dapat menunjuk Pembantu Pengguna Anggaran.
Pasal 5 (1)
Bupati paling lambat satu bulan setelah penetapan APBD menetapkan Keputusan tentang: a.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Keputusan Otorisasi ( SKO );
b.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Pembayaran ( SPP ) ;
c.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Perintah Membayar ( SPM );
d.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Cek;
e.
Pejabat yang diberi jawaban ( SPJ );
wewenang
mengesahkan
Surat
Permintaan
Surat Pertanggung9
f.
Pejabat yang diberi wewenang mengelola penerimaan dan pengeluaran kas Daerah ser ta segala bentuk kekayaan Daerah lainnya yang selanjutnya disebut Bendahara Umum Daerah;
g.
Pejabat yang diserahi tugas melaksanakan kegiatan kebendaharawanan dalam rangka pelaksanaan APBD disetiap unit kerja pengguna Anggaran Daerah yang selanjutnya disebut Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas;
h.
Pejabat yang diserahi tugas melaksanakan tata usaha barang Daerah yang selanjutnya disebut Pemegang Barang;
i.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Surat Bukti Pemungutan Pendapatan Daerah;
j.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani Bukti Penerimaan Kas dan Bukti Pendapatan Lainnya yang sah;
k.
Pejabat yang diberi wewenang menandatangani ikatan atau perjanjian dengan Pihak Ketiga yang mengakibatkan pendapatan dan pengeluaran APBD.
Dasar
(2) Pemegang Kas dan Pembantu Pemegang Kas serta Pemegang Barang sebagaimana dimaksud ayat (1) hur uf e dan f tidak boleh merangkap sebagai Pejabat pengelola keuangan daerah lainnya. Pasal 6 (1) Bendahara Umum Daerah mempunyai tugas dan fungsi mengelola penerimaan dan pengeluaran kas daerah serta mengelola kekayaan daerah lainnya. (2) Pengguna anggaran mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan Belanja Daerah sesuai dengan peruntukkannya. (3) Pemegang Kas mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kebendaharaan disetiap unit kerja pengguna anggaran. (4) Pemegang Barang mempunyai tugas dan fungsi pengelolaan barang disetiap unit kerja pemakai.
melaksanakan
kegiatan
kegitan
10
Pasal 7 (1) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Bendaharawan Umum Daerah dan Pengguna Anggaran bertanggung jawab kepada Bupati selaku Pejabat Pemegang Kekuasaan Umum Pengelola Keuangan Daerah. (2) Dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Pemegang Kas bertanggungjawab kepada pejabat Pengguna Anggaran.
Pasal 8 Tugas dan fungsi Pejabat Pengelola Keuangan Daerah serta tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dirinci lebih lanjut dalam Keputusan Bupati. Bagian Kedua Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 9 Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang– undangan yang berlaku, efisien, efektif, transparan dan bertanggungjawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan. Pasal 10 APBD mer upakan dasar pengelolaan Keuangan Daerah dalam Tahun Anggaran yang bersangkutan. Pasal 11 Tahun APBD sama dengan tahun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Pasal 12 (1) Semua penerimaan dan pengeluaran Daerah dalam rangka Desentralisasi dicatat dan dikelola dalam APBD.
pelaksanaan
(2) APBD, perubahan APBD dan per hitungan APBD merupakan Dokumen Daerah. 11
Pasal 13 (1) Dalam menyusun APBD, anggaran pengeluaran har us didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam j umlah yang cukup. (2) Anggaran pengeluaran dalam APBD tidak boleh melebihi anggaran penerimaan
Pasal 14 (1) Selisih lebih Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah disebut surplus anggaran. (2) Selisih kurang Pendapatan Daerah terhadap Belanja Daerah disebut defisit anggaran. (3) Jumlah Pembiayaan sama dengan j umlah surplus/defisit anggaran.
Pasal 15 Daerah dapat melakukan pinjaman dari sumber dalam dan luar negeri untuk menutupi defisit anggaran.
Pasal 16 (1) Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD mer upakan perkiraan penerimaan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. (2) Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. (3) Pemerintah Daerah dilarang melakukan belanja atas beban APBD, jika untuk belanja tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggarannya, atau untuk tuj uan lain selain yang ditetapkan dalam APBD. (4) Apabila dalam satu tahun anggaran diperkirakan terjadi Sisa Lebih Anggaran Tahun Lalu dicatat pada kelompok pembiayaan.
12
Pasal 17 Semua transaksi Keuangan Daerah baik penerimaan maupun pengeluaran tunai dilaksanakan melalui Kas Daerah. Bagian Ketiga Asas-asas Pengelolaan Kas Pasal 18 (1) Berdasarkan APBD disusun proyeksi arus kas, baik pendapatan maupun pengeluaran untuk satu tahun anggaran. (2) Arus kas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disusun ke dalam proyeksi bulanan. Pasal 19 (1) Target Pendapatan Daerah yang minimal realisasi penerimaan.
tercantum dalam APBD merupakan batas
(2) Anggaran Belanja Daerah yang tercantum dalam APBD mer upakan batas maksimal realisasi pengeluaran. BAB III PENYUSUNAN DAN PENETAPAN APBD Bagian Per tama Struktur APBD Pasal 20 Struktur APBD mer upakan satu kesatuan yang ter diri dari : a.
Pendapatan;
b.
Belanja;
c.
Pembiayaan. 13
Pasal 21 Pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 hur uf a, terdiri dari : a.
Pendapatan Asli Daerah;
b.
Dana Perimbangan;
c.
Lain-lain Pendapatan Yang Sah.
Pasal 22 Belanja sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 huruf b terdiri dari : a.
Belanja Aparatur Daerah;
b.
Belanja Pelayanan Publik;
c.
Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan;
d.
Belanja Tidak Tersangka.
Pasal 23 Pembiayaan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 20 huruf c terdiri dari : a.
Penerimaan Daerah
b.
Pengeluaran Daerah Pasal 24
(1) APBD disusun berdasarkan unit pengguna anggaran. (2) Unit pengguna anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) ter diri dari : a.
DPRD;
b.
Bupati dan Wakil Bupati;
c.
Sekretariat Daerah;
d.
Sekretariat DPRD;
e.
Dinas, Badan, Kantor, RSUD dan Kecamatan. 14
Pasal 25 (1) Belanja Tidak Tersangka disediakan untuk membiayai pengeluaran : a.
Penanganan bencana alam;
b.
Penanganan bencana sosial;
c.
Pengeluaran tidak tersangka lainnya yang sangat diperlukan dalam penyelenggaraan kewenangan Pemerintah Daerah.
(2) Penggunaan Belanja Tidak Tersangka diberitahukan kepada DPRD.
Pasal 26 Rincian belanja menurut sub kelompok belanja, jenis belanja, dan rincian jenis belanja diatur dengan Keputusan Bupati.
Pasal 27 (1) Jika pada suatu jenis rekening Pendapatan terdapat pengeluaran, maka pengeluaran tersebut dianggarkan dalam anggaran belanja dalam satu atau beberapa jenis rekening tersendiri. (2) Jika pada suatu jenis rekening pengeluaran ada terdapat penerimaan, maka penerimaan ini dianggar kan dalam Anggaran Pendapatan dalam satu atau beberapa jenis rekening tersendiri.
Pasal 28 (1) Semua yang diterima kembali dari belanja yang telah diselesaikan dengan Surat Perintah Membayar (SPM) dalam tahun berjalan diperlukan sebagai pengurang rekening anggaran belanja tersebut . (2) Penerimaan–penerimaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang terjadi setelah berakhirnya tahun anggaran, dibukukan pada kelompok rekening lainlain pendapatan asli daerah yang sah.
15
Bagian Kedua Dana Cadangan Pasal 29 (1) Daerah dapat membentuk dana cadangan guna membiayai kegiatan yang tidak dapat dibebankan dalam satu Tahun Anggaran dan untuk menampung surplus anggaran. (2) Pembentukan dana cadangan untuk membiayai kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus melalui analisa teknis kegiatan yang direncanakan. (3) Pembentukan dana cadangan sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 30 (1) Dana Cadangan dibentuk dengan kontribusi tahunan dari penerimaan APBD, kecuali dari Dana Alokasi Khusus, Pinjaman Daerah dan Dana Darurat. (2) Semua sumber dana cadangan dan semua pengeluaran atas beban dana cadangan dicatat dan dikelola dalam APBD . (3) Pembentukan dana cadangan pada APBD dicatat pada kelompok pembiayaan sebagai pengeluaran daerah. (4) Pengeluaran dana cadangan pada APBD dicatat pada kelompok pembiayaan sebagai penerimaan daerah. (5) Posisi dana cadangan dilaporkan dalam neraca Daerah yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari laporan pertanggungjawaban Bupati.
16
Bagian Ketiga Penganggaran Multi Tahunan Pasal 31 Kegiatan yang tidak dapat dilaksanakan dalam 1 (satu) tahun dan/atau tidak bisa dibiayai dalam 1 (satu) tahun anggaran, dapat dianggarkan dalam beberapa tahun anggaran. Pasal 32 Kegiatan sebagaimana dimaksud Pasal 31 terlebih dahulu harus melalui analisa teknis dan analisa biaya yang dibutuhkan, dan ditetapkan dengan Keputusan Bupati setelah mendapat persetujuan DPRD.
Bagian Keempat Proses Penyusunan APBD Pasal 33 (1) APBD disusun dengan pendekatan kinerja. (2) APBD sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat : a.
Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja ;
b.
Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan ;
c.
Bagian Pendapatan APBD yang membiayai, Belanja Aparatur Daerah, Belanja Pelayanan Publik, Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan serta Belanja Tidak Tersangka. Pasal 34
(1) Untuk mengukur kinerja keuangan Pemerintah Daerah har us menyusun : a.
Standar Analisis Belanja (SAB)
b.
Tolok ukur kinerja
c.
Standar Biaya. 17
(2) Standar Analisis Belanja, Tolok ukur kinerja, dan Standar Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 35 (1) Dalam rangka menyiapkan rancangan APBD, Pemerintah Daerah bersama-sama dengan DPRD menyusun Arah dan Kebijakan Umum APBD. (2) Berdasarkan Arah dan Kebijaksanaan Umum APBD sebagaimana dimaksud ayat (1), Pemerintah Daerah menyusun Strategi dan Prioritas APBD. (3) Berdasarkan Strategi dan Prioritas APBD sebagaimana dimaksud ayat (2), dengan memperhatikan kondisi ekonomi dan Keuangan Daerah, Pemerintah Daerah menyiapkan Rancangan APBD.
Pasal 36 (1) Dalam rangka menyusun Rancangan APBD, masing-masing unit kerja menyusun usulan program, kegiatan dan anggaran. (2) Usulan program, kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dituangkan dalam Rencana Anggaran Satuan Kerja (RASK). (3) Tata cara pembahasan Rencana Anggaran Satuan Unit Kerja diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Bagian Kelima Proses Penetapan APBD Pasal 37 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD beser ta lampirannya disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimakusd ayat (1) disertai dengan Nota Keuangan.
18
(3) DPRD menetapkan agenda pembahasan sebagaimana dimaksud ayat (1).
Rancangan
Peraturan
Daerah
Pasal 38 (1) Apabila Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 31 ayat (1) tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah ber kewajiban menyempurnakannya. (2) Penyempur naan Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan kembali kepada DPRD dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari. (3) Apabila Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak disetujui DPRD, Pemerintah Daerah mengunakan APBD tahun sebelumnya sebagai dasar pengurusan keuangan daerah.
Pasal 39 Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD yang telah disetuj ui oleh DPRD menjadi Peraturan Daerah dan telah diundangkan dalam Lembaran Daerah ditindaklanj uti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran APBD.
Pasal 40 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang APBD, Bupati menetapkan Rencana Anggaran Satuan Kerja menjadi Dokumen Anggaran Satuan Kerja. (2) Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat Pendapatan dan Belanja setiap Perangkat Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran. (3) Penetapan Dokumen Anggaran Satuan Kerja paling lambat satu bulan setelah Peraturan Daerah tentang APBD ditetapkan.
19
Bagian Keenam Perubahan APBD Pasal 41 (1) Perubahan APBD dapat dilakukan sehubungan dengan : a.
Kebijakan Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah yang bersifat strategis;
b.
Penyesuaian akibat tidak ditetapkan;
c.
Terjadinya kebutuhan yang mendesak;
tercapainya target penerimaan daerah yang
(2) Perubahan APBD ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum berakhir nya tahun anggaran yang bersangkutan, yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pasal 42 (1) Rancangan Peraturan Daerah tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud Pasal 40 disampaikan oleh Bupati kepada DPRD untuk dimintakan persetujuan. (2) Penyampaian Rancangan Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) disertai dengan Nota Perubahan Anggaran. (3) DPRD menetapkan agenda pembahasan sebagaimana dimaksud ayat (1).
Rancangan
Peraturan
Daerah
Pasal 43 Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD yang telah disetujui oleh DPRD menjadi Peraturan Daerah dan diundangkan dalam Lembaran Daerah ditindaklanjuti dengan Keputusan Bupati tentang Penjabaran Perubahan APBD.
Pasal 44 (1) Berdasarkan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD, Bupati menetapkan Rencana Anggaran Satuan Kerja menjadi Per ubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja. 20
(2) Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat Pendapatan dan Belanja setiap Perangkat Daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan oleh Pengguna Anggaran. (3) Penetapan Perubahan Dokumen Anggaran Satuan Kerja paling lambat satu bulan setelah Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD ditetapkan.
Pasal 45 Pengeluaran atas beban APBD akibat adanya rencana diperkenankan sebelum ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
perubahan
tidak
Bagian Ketujuh Pergeseran Anggaran Pasal 46 Bupati dapat melakukan pergeseran anggaran untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan anggaran.
Pasal 47 (1) Pergeseran anggaran dapat dilakukan hanya untuk jenis–jenis pengeluaran dalam lingkup unit kerja, satu kelompok belanja dan satu jenis belanja. (2) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditampung dalam perubahan APBD. Pasal 48 Mekanisme pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud Pasal 46 diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
21
BAB IV PELAKSANAAN ANGGARAN Bagian Per tama Penerimaan dan Pengeluaran APBD Pasal 49 (1) Bupati berkewajiban menagih seluruh piutang Daerah. (2) Bupati dapat menghapuskan sebagian atau selur uhnya piutang Daerah yang tidak dapat ditagih dengan persetujuan DPRD. (3) Penghapusan piutang Daerah sebagaimana dimaksud ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Bupati. (4) Pengapusan piutang sebagaimana dimaksud ayat (2) adalah penghapusan dalam catatan akuntansi keuangan Pemerintah Daerah, tanpa menghilangkan hak untuk menagih piutang dimaksud. (5) Apabila piutang sebagaimana dimaksud ayat (4) dapat diterima, penerimaan dimaksud dicatat pada Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah pada tahun anggaran berjalan.
Pasal 50 Penerimaan yang berasal dari bunga, jasa giro atau nama lain sebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa serta dari penyimpanan dan atau penempatan uang Daerah merupakan Pendapatan Daerah .
Pasal 51 (1) Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang APBD dan diundangkan dalam Lembaran Daerah. (2) Tindakan sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak termasuk yang berkaitan dengan Kepegawaian yang formasinya sudah ditetapkan sebelum APBD disetujui DPRD. 22
Pasal 52 (1) Setiap tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD diter bitkan Keputusan Otorisasi atau Keputusan lain yang disamakan . (2) Pembayaran yang membebani dilakukan dengan menerbitkan Surat Perintah Membayar (SPM) untuk keperluan beban tetap dan beban sementara. (3) Setiap pembebanan APBD harus didasar kan bukti–bukti atau didukung oleh dokumen yang lengkap dan sah. (4) Setiap Pejabat yang menandatangani dan atau mengesahkan bukti yang menjadi dasar pengeluaran atas beban APBD bertanggungjawab atas kebenaran dan akibat dari penggunaan bukti tersebut. (5) Bukti-bukti atau dokumen sebagaiman dimaksud ayat (3) ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
Bagian Ketiga Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan daerah Pasal 53 (1) Setiap penerimaan daerah wajib disetor ke kas daerah secara bruto. (2) Kasir Penerima Uang dilarang menyimpan uang daerah atas nama pribadi atau badan dalam penguasaannya. (3) Pemungutan, penerimaan dan penyetoran uang Daerah dilaksanakan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan Bupati.
Pasal 54 (1) Pembayaran atas beban Anggaran Belanja Daerah dilakukan dengan Beban Tetap dan atau Beban Sementara. (2) Pembayaran dengan Beban Tetap dilakukan untuk : a.
Belanja Pegawai, Belanja Perjalanan Dinas, Uang Pesangon, sumbangan, bantuan, angsuran dan bunga hutang ; 23
b.
Pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang/jasa yang nilainya ditetapkan dengan Keputusan Bupati.
(3) Pembayaran dengan Beban Sementara dapat dilakukan untuk : a.
Keperluan selain yang dimaksud dalam ayat (2) hur uf a;
b.
Pengadaan barang/jasa yang nilainya ditetapkan dengan Keputusan Bupati. Pasal 55
Pemegang Kas wajib menyetorkan kembali sisa Beban Sementara yang tidak dipergunakan sampai dengan akhir tahun anggaran ke Kas Daerah. BAB V BARANG DAN JASA Bagian Per tama Pengadaan Barang dan Jasa
Pasal 56
Pelaksanaan Pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Panitia Pengadaan.
Pasal 57 (1) Panitia Pengadaan dibentuk oleh Pengguna Anggaran. (2) Panitia Pengadaan sebagaimana dimaksud ayat (1) berjumlah ganjil sekurangkurangnya 5 ( lima ) orang yang terdiri dari unsur: a.
Perencana Pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan;
b.
Pengelola keuangan;
c.
Pengelola barang/jasa;
d.
Ahli pengadaan, ahli hukum kontrak atau yang menguasai administrasi kontrak. 24
(3) Jika diperlukan terhadap hal-hal yang bersifat teknis, dapat diikutsertakan aparat dari instansi teknis. Pasal 58 Pengadaan barang/jasa dapat dilaksanakan dengan cara : a. Pelelangan; b.
Pemilihan langsung;
c.
Penunjukan langsung;
d.
Swakelola. Pasal 59
Pengadaan barang dan atau jasa hanya dapat dibebankan pada APBD sepanjang barang atau jasa tersebut diperlukan untuk perangkat Daerah yang bersangkutan.
Pasal 60 (1) Penyedia barang/jasa yang memperoleh pekerjaan, dilarang mengalihkan ( mensubkontrakan ) seluruh pekerjaan atau pekerjaan utama, kepada penyedia jasa lain. (2) Apabila larangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilanggar maka kepada penyedia jasa yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif ber upa: a.
Pembatalan kontrak;
b.
Dikeluar kan dari daftar rekanan penyedia barang/jasa.
Pasal 61 Prosedur dan mekanisme pengadaan barang/jasa diatur lebih lanj ut dengan Keputusan Bupati.
25
Bagian Kedua Pengelolaan Aset Daerah Pasal 62 (1) Bupati mengatur pengelolaan aset Daerah. (2) Pengelolaan aset Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur dengan Keputusan Bupati.
lebih lanjut
Pasal 63 Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, dan Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Kantor Kepala RS UD dan Camat adalah pengguna dan pengelola barang Daerah bagi Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas, Badan, Kantor, RS UD dan Kecamatan yang dipimpinnya . Pasal 64 Dalam hal pengelolaan aset daerah menghasilkan penerimaan termasuk hasil dari pelelangan umum, maka penerimaan tersebut disetor seluruhnya langsung ke kas Daerah. Pasal 65 Aset daerah tidak boleh dipindahtangankan, digadaikan, disewakan, usahakan, dijadikan jaminan tanpa persetujuan DPRD.
diguna-
Pasal 66 Pencatatan aset daerah dilakukan sesuai dengan standar akuntansi Pemerintah Daerah. Pasal 67 Bupati dengan persetujuan DPRD memutuskan hal-hal sebagai berikut : a. b.
Membuat perjanjian damai untuk mengakhiri perselisihan tentang tuntutan daerah; Melepaskan atau menghentikan tuntutan-tuntutan daerah baik selur uhnya maupun sebagian. 26
Pasal 68 Pengaturan lebih lanjut tentang pengelolaan barang Daerah diatur Keputusan Bupati.
dengan
Bagian Ketiga Penghapusan Barang Pasal 69 (1) Barang Daerah yang rusak dan tidak dapat dipergunakan lagi untuk keperluan dinas dapat dihapus dari daftar inventaris. (2) Penghapusan Barang Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus terlebih dahulu memperoleh persetujuan DPRD, kecuali barang Daerah yang tidak mempunyai nilai manfaat ekonomis. (3) Penghapusan Barang Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) dilaksanakan melalui: a. Sewa Beli b. Pelelangan; c. Sumbangan; d. Pemusnahan. (4) Tata cara penghapusan barang Daerah diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati. BAB VI PINJAMAN DAN INVESTASI DAERAH Bagian Per tama Pinjaman Daerah Pasal 70 (1)
Pinjaman daerah dapat bersumber dari : a.
Dalam Negeri;
b.
Luar Negeri. 27
(2) Pinjaman Daerah dari Dalam Negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a bersumber dari : a. Pemerintah Pusat; c.
Lembaga Keuangan Bank;
d.
Lembaga Keuangan bukan Bank;
e.
Masyarakat;
f.
Sumber lainnya.
(3) Pinjaman Daerah dari luar negeri sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dapat berupa pinjaman bilateral atau pinjaman multilateral dan dilakukan melalui pemerintah pusat Pasal 71 Pinjaman Daerah ter diri dari : a.
Pinjaman jangka panjang;
b.
Pinjaman jangka pendek. Pasal 72
(1) Pinjaman jangka panjang hanya dapat digunakan untuk membiayai pembangunan prasarana yang merupakan aset daerah dan dapat menghasilkan penerimaan untuk pembayaran kembali pinjaman, serta memberikan manfaat bagi pelayanan masyarakat. (2) Pinjaman jangka panjang tidak dapat digunakan untuk membiayai belanja administrasi umum, operasional dan pemeliharaan. (3) Batas maksimum pinjaman jangka panjang wajib memenuhi dua ketentuan: a.
jumlah kumulatif pokok pinjaman Daerah yang wajib dibayar tidak melebihi 50% dari jumlah penerimaan umum APBD tahun sebelumnya;
b.
berdasarkan proyeksi penerimaan dan pengeluaran Daerah tahunan selama jangka waktu pinjaman, Debt Service Coverage Ratio ( DSCR ) paling sedikit 2,5 ( dua setengah ).
28
Pasal 73 (1) Pinjaman jangka pendek dilakukan guna pengaturan arus kas dalam rangka pengelolaan kas daerah. (2) Jumlah maksimum pinjaman jangka pendek adalah 1/8 dari jumlah belanja APBD tahun anggaran berjalan. (3) Pelunasan pinjaman jangka pendek wajib diselesaikan dalam tahun anggaran yang berjalan. Pasal 74 (1) Pemerintah Daerah dilarang melakukan perjanjian yang bersifat penjamin terhadap pihak lain yang mengakibatkan beban atas keuangan daerah. (2) Barang milik daerah yang digunakan untuk melayani kepentingan umum tidak dapat dijadikan jaminan dalam memperoleh pinjaman daerah.
Pasal 75 (1) Setiap pinjaman Daerah dilakukan dengan persetujuan DPRD. (2) Berdasarkan persetuj uan DPRD sebagaimana dimaksud ayat (1) mengajukan pinjaman kepada calon pemberi pinjaman.
Daerah
(3) Setiap Pinjaman Daerah dituangkan dalam surat perjanjian pinjaman antara Daerah dengan pemberi pinjaman.
Pasal 76 (1) Untuk memperoleh pinjaman yang bersumber dari Pemerintah Pusat, Bupati mengajukan usulan kepada Menteri Keuangan disertai surat persetujuan DPRD, studi kelayakan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan untuk dilakukan evaluasi. (2) Penandatanganan perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Bupati.
29
Pasal 77 (1) Pinjaman Daerah yang bersumber dari luar negeri dilakukan melalui Pemerintah Pusat. (2) Untuk memperoleh pinjaman yang bersumber dari luar negeri, Bupati mengajukan usulan kepada Menetri Keuangan disertai surat persetujuan DPRD, studi kelayakan dan dokumen-dokumen lain yang diperlukan. (3) Setelah mendapat persetujuan Pemerintah Pusat, Bupati mengadakan perundingan dengan calon pemberi pinjaman dan hasilnya dilaporkan kepada Penerintah Pusat untuk mendapat persetujuan. (4) Penandatangan perjanjian pinjaman sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan oleh Bupati setelah adanya persetujuan Pemerintah Pusat.
Pasal 78 Semua pembayaran yang menjadi kewajiban daerah yang jatuh tempo atas pinjaman daerah, merupakan prioritas dan dianggar kan dalam APBD;
Pasal 79 (1) Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka pinjaman daerah dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan standar akuntansi keuangan Pemerintah Daerah; (2) Keterangan tentang semua pinjaman jangka panjang dituangkan dalam lampiran dari Dokumen APBD; (3) Bupati setiap triw ulan melaporkan kepada DPRD dengan tembusan Menteri Keuangan tentang per kembangan jumlah kewajiban pinjaman daerah dan pelaksanaan dalam rangka memenuhi kewajiban pinjaman yang telah jatuh tempo; (4) Persyaratan pinjaman daerah, batas maksimum pinjaman daerah, dan pembayaran kembali pinjaman daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
30
Bagian Kedua Investasi Daerah Pasal 80 (1) Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam bentuk penyertaan modal, deposito dan investasi lainnya. (2) Investasi sebagaimana dimaksud ayat (1) diatas dapat dilakukan sepanjang hal tersebut memberikan manfaat bagi peningkatan pelayanan masyarakat dan tidak mengganggu likuiditas Pemerintah Daerah.
Pasal 81 Investasi yang bersifat jangka panjang harus terlebih dahulu mendapat persetujuan DPRD. BAB VII SISTIM AKUNTANS I KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pasal 82 (1) Penatausahaan dan per tanggungjawaban Keuangan daerah berpedoman pada Sistem Akuntansi Keuangan Pemerintah Daerah. (2) Sistem Akuntansi Keuangan Daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati. BAB VIII PERHIT UNGAN APBD Pasal 83 (1) Setiap akhir tahun anggaran Pemerintah daerah wajib membuat perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara realisasi pelaksanaan APBD dengan APBD.
31
(2) Perhitungan APBD harus menghitung selisih antara realisasi penerimaan dengan anggaran penerimaan dan realisasi pengeluaran dengan anggaran pengeluaran dengan menjelaskan alasannya. BAB IX PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH Pasal 84 (1) Bupati menyampaikan laporan triwulan pelaksanaan APBD kepada DPRD. (2) Laporan triwulan sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah akhir triw ulan yang bersangkutan. (3) Laporan triwulan memuat : a.
Rincian rencana dan realisasi APBD;
b.
Laporan Aliran Kas.
(4) Bentuk laporan triwulan sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
Pasal 85 (1) Setiap tahun Bupati menyampaikan laporan pertanggungjawaban Keuangan Daerah kepada DPRD. (2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Pasal 86 (1) Setiap unit kerja wajib menyampaikan laporan bulanan rencana dan realisasi anggaran kepada Bupati paling lambat tanggal sepuluh bulan berikutnya. (2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana dimaksud ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.
32
Pasal 87 (1) Laporan per tanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 85, terdiri dari : a.
Laporan Perhitungan APBD;
b.
Nota Perhitungan APBD;
c.
Laporan Aliran Kas; dan
d.
Neraca Daerah.
(2) Laporan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) harus mengungkapkan : a.
secara wajar dan menyeluruh dari kegiatan Pemerintah daerah, pencapaian kinerja keuangan Daerah dan pemanfaatan sumber daya ekonomis serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan;
b.
perbandingan antara realisasi dan anggaran serta penyebab terjadinya selisih antara realisasi dengan anggaran;
c.
konsistensi kebijakan akuntansi antara satu periode akuntansi dengan periode akuntansi sebelumnya;
d.
perubahan kebijakan akuntansi yang diterapkan serta pengaruhnya ;
e.
transaksi atau kejadian penting yang terjadi setelah tanggal tutup buku yang mempengaruhi kondisi keuangan; dan
f.
catatan-catatan terhadap isi laporan keuangan dan informasi tambahan lainnya yang diperlukan yang mer upakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari laporan keuangan. Pasal 88
Laporan Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud Pasal 87 ayat (1) huruf a berupa perhitungan atas pelaksanaan dari semua yang telah dianggarkan dalam tahun anggaran berkenaan, baik kelompok pendapatan, belanja maupun pembiayaan. Pasal 89 (1) Nota Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud Pasal 87 ayat (1) hur uf b disusun berdasarkan Laporan Perhitungan APBD.
33
(2) Nota Perhitungan APBD sebagaimana dimaksud ayat (1) memuat ringkasan realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan serta kinerja keuangan yang mencakup : a. Pencapaian kinerja daerah dalam rangka melaksanakan program yang direncanakan dalam APBD tahun anggaran ber kenaan ber dasarkan Rencana Strategik; b.
Pencapaian kinerja pelayanan yang dicapai;
c.
Bagian belanja APBD yang digunakan untuk membiayai administrasi umum, kegiatan operasi dan pemeliharaan serta belanja modal untuk aparatur daerah dan pelayanan publik;
d.
Bagian belanja APBD yang digunakan untuk anggaran DPRD termasuk Sekretariat DPRD; dan
e.
Posisi Dana Cadangan. Pasal 90
Laporan Aliran Kas sebagaimana dimaksud Pasal 87 ayat (1) huruf c menyajikan informasi mengenai sumber dan penggunaan kas dalam aktifitas operasi, investasi dan pembiayaan. Pasal 91 (1) Neraca Daerah sebagaimana dimaksud Pasal 87 ayat (1) huruf d menyajikan informasi mengenai posisi aktiva, utang dan ekuitas dana pada akhir tahun anggaran. (2) Dalam posisi aktiva sebagaimana dimaksud ayat (1) tidak termasuk sumber daya alam. BAB X PENGAWASAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Pasal 92 (1) Untuk menjamin tercapainya sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas pelaksanaan APBD. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah pengawasan terhadap pencapaian indikator arah dan kebijakan umum, bukan bersifat pemeriksaan. (3) Sistem dan mekanisme pengawasan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. 34
Pasal 93 (1) Untuk menjamin efesiensi dan efektifitas Pengelolaan Keuangan Daerah, perangkat Daerah yang berwenang dibidang pengawasan melakukan pengawasan keuangan Daerah. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup seluruh aspek, termasuk pengawasan terhadap tata laksana penyelenggaraan program, kegiatan dan manajemen Pemerintah Daerah. (3) Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) harus melapor kan hasil pengawasan kepada Bupati.
Pasal 94 (1) Bupati wajib memberikan izin kepada aparat pengawas, selain aparat pengawas sebagaimana dimaksud Pasal 93 ayat (1), sesuai dengan peraturan per undangundangan yang berlaku. (2) Sebelum melakukan pengawasan, aparat pengawas sebagaimana dimaksud ayat (1) wajib melakukan koor dinasi dengan aparat pengawas sebagaimana dimaksud Pasal 93 ayat (1). Pasal 95 Dalam rangka pengawasan keuangan Daerah, Peraturan Daerah dan Keputusan Bupati tentang APBD, Perubahan APBD dan Perhitungan APBD beser ta lampirannya disampaikan kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari setelah ditetapkan.
BAB X I KERUGIAN KEUANGAN DAERAH Pasal 96 (1) Setiap kerugian keuangan daerah sebagai akibat perbuatan melanggar hukum atau kelalaian, harus diganti oleh yang bersalah atau lalai.
35
(2) Penyelesaian kerugian keuangan Daerah sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui : a.
TP; atau
b.
TGR.
(3) Penggantian kerugian tidak menghilangkan kewajiban yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan per buatannya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Pasal 97 Untuk memproses kerugian Keuangan Daerah, Pertimbangan TPT GR Keuangan dan Barang Daerah.
Bupati
membentuk
Majelis
Pasal 98 Bagi pegawai yang dikenakan tuntutan perbendaharaan dan tuntutan ganti rugi keuangan Daerah diberi kesempatan untuk membela diri.
Pasal 99 Prosedur TPT GR, diatur lebih lanj ut dengan Keputusan Bupati.
BAB X II KET ENTUAN PERALIHAN Pasal 100 Selambat-lambatnya dua tahun sejak Peraturan Daerah ini diundangkan, selur uh administrasi pengelolaan keuangan Daerah sudah harus disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini.
36
BAB X III KET ENTUAN PENUTUP Pasal 101 Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Agam. Ditetapkan di Lubuk Basung pada tanggal 26 Pebr uari 2003 BUPAT I AGAM,
dto
ARISTO MUNANDAR Diundangkan di Lubuk Basung pada tanggal 26 Pebr uari 2003 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN AGAM, dto Drs. MUCHSIS MALIK NIP. 010081886 LEMBARAN DAERAH KABUPAT EN AGAM TAHUN 2003 NOMOR 5
37
PENJELASAN ATAS PERAT URAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG POKOK-POKOK PENGELOLAAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH
I . UM UM Pada dasarnya pengelolaan keuangan daerah mer upakan sub sistim dari sistim penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang lebih luas. Sebagai suatu sub sistim, pengelolaan keuangan Daerah di Kabupaten Agam diharapkan mampu memberikan nuansa manajemen keuangan yang lebih adil dan rasional. Sebagai pelaksanaan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, serta Pasal 14 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertangungjawaban Keuangan Daerah, maka ketentuan mengenai Pokok-Pokok Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah perlu adanya pengaturan di Daerah. Penyusunan Peraturan Daerah tersebut merupakan perwujudan dari keinginan untuk lebih mengefesienkan dan mengefektifkan pengelolaan sumber daya keuangan Daerah. Melalui Peraturan Daerah ini dimunculkan paradigma baru pengelolaan keuangan Daerah, sehingga terdapat keseimbangan yang lebih transparan dan akuntabel dalam pendistribusian kewenangan, pembiayaan dan penataan sistim pengelolaan keuangan yang lebih baik dalam mew ujudkan pelaksanaan otonomi Daerah sesuai dengan dinamika dan tuntutan masyarakat yang berkembang.
38
II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Cukup jelas Angka 2 Cukup jelas Angka 3 Cukup jelas Angka 4 Cukup jelas Angka 5 Cukup jelas Angka 6 Cukup jelas Angka 7 Cukup jelas Angka 8 Cukup jelas Angka 9 Cukup jelas Angka 10 Cukup jelas Angka 11 Cukup jelas Angka 12 Cukup jelas Angka 13 Cukup jelas 39
Angka 14 Cukup jelas Angka 15 Cukup jelas Angka 16 Cukup jelas Angka 17 Cukup jelas Angka 18 Cukup jelas Angka 19 Cukup jelas Angka 20 Cukup jelas Angka 21 Cukup jelas Angka 22 Cukup jelas Angka 23 Cukup jelas Angka 24 Cukup jelas Angka 25 Cukup jelas Angka 26 Cukup jelas
40
Angka 27 Cukup jelas Angka 28 Cukup jelas Angka 29 Cukup jelas Angka 30 Cukup jelas Angka 31 Cukup jelas Angka 32 Cukup jelas Angka 33 Cukup jelas Angka 34 Cukup jelas Angka 35 Cukup jelas Angka 36 Cukup jelas Angka 37 Cukup jelas Angka 38 Cukup jelas Angka 39 Cukup jelas Angka 40 Cukup jelas 41
Angka 41 Cukup jelas Angka 41 Cukup jelas Angka 42 Cukup jelas Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Pemegang Kas dibantu oleh beberapa Pembantu Pemegang Kas yang sekurang-kurangnya terdiri dari seorang Kasir, seorang Penyimpan Uang, seoarang Pencatat Pembukuan, serta seorang Pembuat Dokumen Pengeluaran dan Penerimaan Uang.
42
Pada perangkat daerah yang bertanggung jawab atas penatausahaan keuangan daerah, Pembantu Pemegang Kas ditambah dengan seorang Pembantu Pemegang Kas yang bertugas menyiapkan SPP Gaji. Pada Perangkat Daerah yang bertanggung jawab atas Pendapatan Asli Daerah, tugas kasir dibagi menjadi Kasir Penerima Uang dan Kasir Pengeluaran Uang. Huruf d Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 5 Ayat (1) Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas Hur uf d Cukup jelas Hur uf e Cukup jelas Hur uf f Cukup jelas Hur uf g Cukup jelas Hur uf h Cukup jelas
43
Hur uf i Cukup jelas Hur uf j Cukup jelas Hur uf k Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
44
Pasal 10 Cukup jelas Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas 45
Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 20 Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas
46
Pasal 21 Hur uf a Pendapatan Asli Daerah terdiri dari Pajak Daerah, Retibusi Daerah, Hasil Per usahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah. Hur uf b Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang dialokasikan kepada Daerah untuk membiayai kebutuhan Daerah dalam rangka desentralisasi yang ter diri dari Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus ser ta Bagi Hasil Pajak dan Bantuan Keuangan dari Pr opinsi. Hur uf c Lain-lain Pendapatan Yang Sah antara lain Bantuan Dana Kontijensi/Penyeimbang Dari Pemerintah dan Dana Darurat seperti bantuan penanggulangan korban/ker usakan akbiat bencana alam atau akibat bencana sosial. Pasal 22 Hur uf a Belanja Aparatur Daerah ter diri dari Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan ser ta Belanja Modal. Belanja Administrasi Umum ter diri Pegawai/Personalia, Belanja Barang dan Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan.
dari Jasa,
Belanja Belanja
Belanja Operasi dan Pemeliharaan ter diri dari Pegawai/Personalia, Belanja Barang dan Jasa, Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan.
Belanja Belanja
Hur uf b Belanja Pelayanan Publik terdiri dari Belanja Administrasi Umum, Belanja Operasi dan Pemeliharaan ser ta Belanja Modal. Belanja Administrasi Umum ter diri Pegawai/Personalia, Belanja Barang dan Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan.
dari Jasa,
Belanja Belanja 47
Belanja Operasi dan Pemeliharaan ter diri dari Pegawai/Personalia, Belanja Barang dan Jasa, Perjalanan Dinas dan Belanja Pemeliharaan.
Belanja Belanja
Hur uf c Penggunaan Belanja Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dimaksudkan untuk peningkatan pelayanan publik. Hur uf d Cukup jelas Pasal 23 Hur uf a Pembiayaan yang mer upakan penerimaan Daerah antara lain Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu, Transfer dari Dana Cadangan, Pinjaman, Penjualan Obligasi dan Hasil Penjualan Aset Daerah yang Dipisahkan. Hur uf b Pembiayaan yang merupakan pengeluaran Daerah antara lain Penyer taan Modal, Transfer ke Dana Cadangan, Pembayaran Utang Pokok Yang Jatuh Tempo dan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Berjalan. Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas 48
Hur uf e Cukup jelas Pasal 25 Ayat (1) Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Belanja tidak tersangka dianggarkan untuk pengeluaran penanganan bencana alam, bencana sosial atau pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan Pemerintahan Daerah. Pengeluaran lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan dimaksud adalah: -
pengeluaran-pengeluaran yang sangat dibutuhkan untuk penyediaan sarana dan prasarana langsung dengan pelayanan masyarakat, yang anggarannya tidak tersedia dalam tahun anggaran yang bersangkutan;
-
pengembalian atas kelebihan penerimaan yang terjadi dalam tahun anggaran yang telah ditutup dengan didukung bukti-bukti yang sah.
Ayat (2) Setiap penggunaan belanja tidak tersangka ditetapkan dengan Keputusan Bupati dan pemberitahuan kepada DPRD paling lambat satu bulan setelah Keputusan ditetapkan. Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas 49
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 28 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 29 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Analisa teknis yang dimaksud disini antara lain memuat analisa teknis tentang kegiatan yang akan dilaksanakan dan jumlah biaya yang dibutuhkan. Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 30 Ayat (1) Sumber dana untuk pembentukan Dana Cadangan adalah Pendapatan Asli Daerah, pendapatan dari Bagi Hasil Pajak, pendapatan Bagi Hasil Bukan Pajak/Sumber Daya Alam dan pendapatan dari Bagi Hasil Pajak Propinsi. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Pembentukan Dana Cadangan pada APBD dicatat pada kelompok Pembiayaan sebagai pengeluaran Daerah yaitu pada rekening Transfer ke Dana Cadangan.
50
Ayat (4) Pengeluaran Dana Cadangan pada APBD dicatat pada kelompok Pembiayaan sebagai penerimaan Daerah yaitu pada rekening Transfer dari Dana Cadangan. Ayat (5) Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Analisa yang dimaksud disini antara lain analisa tentang jangka waktu pelaksanaan kegiatan dan tahap-tahap pelaksanaan kegiatan setiap tahunnya serta analisa tentang kebutuhan biaya setiap tahap pelaksanaan.
Pasal 33 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas Pasal 34 Ayat (1) Hur uf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas 51
Ayat (2) Cukup jelas Pasal 35 Ayat (1) Arah dan Kebijakan Umum APBD memuat petunjuk dan ketentuanketentuan umum yang disepakati sebagai pedoman dalam penyusunan Rancangan APBD. Untuk memudahkan teknis perencanaan, Arah dan Kebijakan Umum APBD disusun berdasarkan klasifikasi bidang kewenangan Daerah. Dalam rangka perumusan Arah dan Kebijakan Umum APBD dibentuk tim penyusun Rancangan Arah dan Kebijakan Umum APBD yang terdiri dari unsur Pemerintah, DPRD dan masyarakat. Input yang dipakai untuk per umusan Arah dan Kebijakan Umum APBD terdiri dari Rencana Strategik Daerah dan dokumen perencanaan lainnya, aspirasi masyarakat, kinerja APBD tahun yang lalu, pokok-pokok pikiran DPRD tahun yang bersangkutan dan kebijakan Nasional. Penjaringan aspirasi masyarakat dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah maupun DPRD. Metode penjaringan aspirasi masyarakat dapat dilakukan : Secara aktif antara lain melalui survey dengan kuisioner/angket, dan konsultasi publik melalui Musyawarah Pembangunan Nagari, Musyawarah Pembangunan Kecamatan dan Rapat Koordinasi Pembangunan Kabupaten. Secara Pasif antara lain melalui pembukaan kotak saran, kotak pos, telepon bebas pulsa, media masa, website dan sebagainya. Secara Reaktif antara lain melalui dengar pendapat. Pokok-pokok Pikiran DPRD disusun berdasarkan hasil penjaringan aspirasi masyarakat yang dilakukan DPRD dengan mempedomasi Rencana Strategik Daerah dan dokumen perencanaan lainnya, analisa kinerja APBD tahun yang lalu, dan kebijakan Nasional. Bupati dan DPRD membahas konsep Arah dan Kebijakan Umum APBD yang disusun Tim Penyusun Rancangan Arah dan Kebijakan Umum APBD, hasil kesepakatan dituangkan dalam suatu Nota Kesepakatan yang ditandatangani bersama antara Bupati dan Ketua DPRD. 52
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 37 Ayat (1) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD terdiri dari : a.
Ringkasan APBD;
b.
Rincian APBD;
c.
Daftar Rekapitulasi APBD berdasar kan Bidang Pemerintahan dan Perangkat Daerah;
d.
Daftar Jumlah Pegawai per Golongan dan per Jabatan;
e.
Daftar Piutang Daerah;
f.
Daftar Pinjaman Daerah;
g.
Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah;
h.
Daftar Ringkasan Nilai Aktiva Tetap Daerah;
i.
Daftar Dana Cadangan.
Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas 53
Pasal 38 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 39 Penjabaran APBD disusun menurut Kelompok, Jenis, Objek, Rincian Objek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 41 Ayat (1) Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Hur uf c Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
54
Pasal 42 Ayat (1) Lampiran Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD terdiri dari : a. Ringkasan Perubahan APBD; b. Rincian Perubahan APBD; c. Daftar Rekapitulasi Perubahan APBD berdasar kan Bidang Pemerintahan dan Perangkat Daerah; d. Daftar Piutang Daerah; e. Daftar Pinjaman Daerah; f. Daftar Investasi (Penyertaan Modal) Daerah; g. Daftar Dana Cadangan; h. Necara Daerah Tahun Anggaran Yang Lalu. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 43 Penjabaran Perubahan APBD disusun menurut Kelompok, Jenis, Objek, Rincian Objek Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan.
Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 45 Cukup jelas
55
Pasal 46 Cukup jelas
Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas
Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud Piutang Daerah yang tidak dapat ditagih disini adalah Piutang Daerah yang telah kedaluarsa sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 50 Cukup jelas
Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas 56
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 52 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas
Pasal 53 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 54 Ayat (1) Cukup jelas
57
Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
Pasal 55 Cukup jelas
Pasal 56 Cukup jelas
Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas
58
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 58 Hur uf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
Huruf c Cukup jelas
Pasal 59 Cukup jelas
Pasal 60 Ayat (1) Mengalihkan maksudnya adalah menyerahkan pelaksanaan pekerjaan kepada pihak lain dan pihak yang menyerahkan melepaskan tangung jawabnya ter hadap pekerjaan yang diserahkan. Ayat (2) Hur uf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
Pasal 61 Cukup jelas
59
Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 63 Cukup jelas
Pasal 64 Cukup jelas
Pasal 65 Dipindahtangan yang dimaksud disini adalah bertukar kepemilikan dari milik Daerah menjadi milik pihak lain. Digunausahakan yang dimaksud disini adalah disewabelikan.
Pasal 66 Cukup jelas
Pasal 67 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas
Pasal 69 Ayat (1) Cukup jelas 60
Ayat (2) Barang Daerah yang tidak mempunyai nilai manfaat ekonomis maksudnya adalah Barang Daerah yang setelah dihitung sesuai dengan standar akuntansi keuangan Daerah memiliki nilai ekonomis nol. Penghapusan ter hadap Barang Daerah ini dari daftar inventaris dilakukan tanpa persetujuan DPRD akan tetapi dilapor kan secara tertulis. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 70 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
61
Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 71 Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas
Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 73 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Cukup jelas 62
Huruf b Cukup jelas
Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 75 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 76 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 77 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
63
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 78 Cukup jelas
Pasal 79 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 80 Ayat (1) Investasi lainnya antara lain penj ualan obligasi dan saham, pembelian Surat ber harga Bank Indonesia dan sebagainya. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 81 Yang dimaksud dengan investasi jangka panjang adalah investasi yang jangka waktunya lebih dari 1 (satu) tahun. Sedangkan investasi yang jangka waktunya kuirang dari 1 (satu) tahun disebut investasi jangka pendek. Investasi jangka pendek tidak memerlukan persetujuan DPRD akan tetapi dilapor klan secara tertulis. Pasal 82 Ayat (1) 64
Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 83 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hur uf a Cukup jelas Hur uf b Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 85 Ayat (1) Laporan disampaikan oleh Kepala Dinas, Kepala Badan, Kepala Kantor, Kepala Bagian, Kepala RSUD dan Camat kepada Bupati melalui Kepala Perangkat Daerah yang bertanggung jawab dibidang pengelolaan kuangan Daerah. Ayat (2) Cukup jelas 65
Pasal 86 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 87 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas
Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas 66
Pasal 88 Cukup jelas
Pasal 89 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas
Pasal 90 Cukup jelas
Pasal 91 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Sumber daya alam dimaksud disini seperti hutan, sungai, kekayaan di dasar laut, kandungan pertambangan pertambangan dan har ta peninggalan sejarah yang menjadi aset Nasional.
Pasal 92 Ayat (1) Cukup jelas 67
Ayat (2) Dalam melakukan pengawasan DPRD tidak melakukan kegiatan melihat bukti-bukti transaksi keuangan seperti Surat Permintan Pembayaran, Surat perintah Membayar, rekening Bank dan buktibukti transaski keuangan lainnya. Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 93 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 94 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 95 Gubernur dalam hal ini adalah sebagai wakil Pemerintah.
Pasal 96 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas 68
Huruf b Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 97 Cukup jelas
Pasal 98 Cukup jelas
Pasal 99 Cukup jelas
Pasal 100 Cukup jelas
Pasal 101 Cukup jelas
69