1
PERAN NEGARA DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR (Abd. Wahab Hasyim)
A. Latar Belakang Air adalah zat yang sangat berguna dan potensial bagi manusia, satwa, dan tumbuhan. Ketika berbicara air maka berbicara kehidupan (Nurhayati, 2007). Benyamin Franklin pernah menempatkan air sebagai sumberdaya alam yang sangat berharga dibanding sumberdayasumberdaya alam lainnya. Air merupakan benda langka dan tidak bisa dipandang sebagai benda yang tidak memiliki nilai (Dikun, 200). Air merupakan sumberdaya yang dapat diperbaharui, walaupun keberadaannya terus berkurang sangat terbataas. Air adalah suatu zat kimia yang penting bagi semua bentuk kehidupan yang diketahui sampai saat ini di bumi, tetapi tidak di planet lain. Air menutupi hampir 71% permukaan bumi. Menurut Zanayel (2009) bumi memiliki kandungan air sebanyak 1,4 triliun kilometer kubik (330 juta mil³). Dari 71 persen air yang menutupi permukaan bumi, 97 persen merupakan air asin yang berasal dari laut. Air tawar yang merupakan kebutuhan dasar dan utama kehidupan manusia di bumi tidak lebih dari 1 persen dari air yang tersedia di bumi. Menurut Manning (1987) dalam Chay Asak (2007) secara global penyebaran air di dunia , adalah sebagai berikut: Air laut 97,3 persen; air danau 0,01 persen; air es (glacier) 2,14 persen; Akifer 0,61 persen; kelembaban tanah 0,005 persen; atmosfir 0,001 persen; danau 0,009 persen; dan air sungai 0,0001 persen. Air sebagian besar terdapat di laut (air asin) dan pada lapisan-lapisan es (di kutub dan puncak-puncak gunung), akan tetapi juga dapat hadir sebagai awan, hujan, sungai, muka air tawar, danau, uap air, dan lautan es. Air dalam obyek-obyek tersebut bergerak mengikuti suatu siklus air, yaitu: melalui penguapan, hujan, dan aliran air di atas permukaan tanah
2
(runoff, meliputi mata air, sungai, muara) menuju laut. Air bersih, penting bagi kehidupan manusia. Siklus air membuatnya tersedia dalam jumlah tertentu setiap tahun di lokasi tertentu, artinya bahwa dari sisi persediaan cadangan deposit air di bumi per orang, akan berkurang jika penduduk bumi bertambah. Betapa pentingnya air bagi kehidupan, namun aktifitas manusia dalam memenuhi kebutuhan dan tuntutan hidup yang berlebihan telah memaksa terjadi penghancuran terhadap ekosistem sumberdaya air. Eksploitasi terhadap ekosistem sumberdaya air pada beberapa dekade terakhir
ini telah berlangsung dimana-mana dan
dalam skala yang luar biasa
besarnya, yang belum pernah terjadi sebelumnya. Kemerosotan lingkungan sumberdaya air adalah hal yang sangat pahit terasa pada saat kini.
B. Penduduk dan Ketersedian Air Seiring
dengan
meningkatnya
jumlah
penduduk
yang
dibarengi
dengan
meningkatnya kebutuhan hidup manusia, memaksa seluruh pemangku kepentingan secara sadar maupun tidak sadar, melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut, melalui pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya air. Akibatnya, banyak terjadi dampak yang mengerikan bagi lingkungan ekologis, lingkungan ekonomi, dan lingkungan sosialbudaya.
Untuk masalah sumberdaya air, banyak kota –kota besar di Indonesia, air
merupakan masalah krusial dan telah menjadi sumberdaya langka yang memiliki nilai jual yang sangat tinggi. Air permukaan yang selama ini digunakan sebagai salah satu sumber air minum, umumnya berasal dari sungai. Namun kondisi ekologi sungai yang telah banyak mengalami degradasi, menyebabkan secara kualitas dan kuantitas air menjadi berkurang. Sehingga sungai-sungai harus dijaga dan dikelolah agar tidak berdampak secara ekologi maupun untuk keberlanjutan masa depan ummat manusia. Keberlanjutan ekologis sumberdaya air, sangat dibutuhkan bukan hanya sebatas prasyarat untuk menjamin terjadinya proses pembangunan saat kini, tetapi juga sangat dibutuhkan bagi proses keberlanjutan kehidupan masa depan ummat manusia dan eksistensi keberlanjutan bumi. Sebagai syarat untuk menjamin keberlanjutan ekologis sumberdaya alam termasuk sumberdaya air, Djajadiningrat
(2001) menganjurkan, perlu : (1) memelihara
3
integritas tata lingkungan (ekosistem) agar sistem penunjang kehidupan di bumi tetap terjaga, sistem dimana produktifitas sumberdaya air tetap terpulihkan,
serta adaptabilitas dan
pemulihan sumberdaya air dapat berkelanjutan. Selanjutnya, perlu dilakukan tiga cara, agar tidak menggangu integritas tatanan lingkungan sehingga eksistensi manfaat, kualitas, dan jumlah sumberdaya air dapat terus berlanjut, seperti : (a) hindarkan konservasi alam dan modifikasi ekosistem bagi peruntukan tertentu; (b) kurang konversi lahan “virgin” menjadi lahan pemukiman, karena dapat mengurangi sumber areal tangkapan air; (c) limbah yang dibuang ke ekosistem tidak melampaui daya asimilatifnya; (2) memelihara keanekaragaman tatanan lingkungan sebagai media pemberlanjutan kehidupan ekologis sumberdaya air ; (3) mencegah pencemaran lingkungan sumberdaya air. Meningkatnya standar kehidupan masyarakat baik di pedesaan maupun di perkotaan, memberi implikasi pada meningkatnya kebutuhan air dalam jumlah yang jauh lebih besar dibanding beberapa dekade lalu. Dalam upaya memenuhi kebutuhan air yang meningkat drastis tersebut, berbagai usaha yang telah dan sedang dilakukan pemerintah, swasta, dan para ahli
ke arah proyek-proyek “ pembangunan air” yang semakin besar, seperti
pembangunan bendungan-bendungan dan pengalihan-pengalihan sungai. Sampai dengan tahun 2000-an, para insinyur telah membangun lebih dari 36.000 bendungan-bendungan besar di seluruh dunia untuk mengendalikan banjir, menyediakan hidro listrik, irigasi pertanian, pasokan industri, dan air bersih bagi penduduk serta kebutuhan kegiatan perekonomian yang semakin meningkat ( Brown dalam Djajadiningrat, 1995). Berdasarkan asumsi mengenai pentingnya air bagi kehidupan manusia, maka negara harus menjamin hak setiap orang untuk mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang sehat, bersih, dan produktif. Hal ini menegaskan bahwa pemenuhan kebutuhan air bagi masyarakat suatu negara merupakan hak yang paling dasar sebelum pemenuhan hak-hak yang lainnya. Selain sebagai kebutuhan dasar air juga merupakan faktor pendukung utama dalam berhagai kegiatan manusia, rnisalnya untuk kegiatan pertanian sawah, budidaya perikanan, peternakan, sebagai sarana transportasi dan pembangkit tenaga listrik.
4
Pentingnya air bagi kehidupan manusia dan semua makhluk hidup di dunia ini membutuhkan air, pastinya dalam pendistribusian air kepada masyarakat haruslah adil. Air merupakan material yang membuat kehidupan terjadi di bumi. Benyamin Franklin berujar : Betapa berharganya air, manakala sumur-sumur menjadi kering, karena berpuluh-puluh tahun air telah diboroskan, dikelolah dengan keliru, dan terlampau banyak dipergunakan, akibatnya mulai terasa pedih. Kelangkaan air lazimnya menghadirkan kekeringan dan ketandusan lahan-lahan pertanian di pedesaan, sementara di kota sering menimbulkan
konflik di
masyarakat pengguna yang terus meningkat. Lebih banyak air yang dibutuhkan untuk kepentingan manusia dan pembangunan, berarti semakin berkurang fungsinya sebagai penyangga ekosistem-ekosistem, karenanya dalam banyak hal boleh dikatakan alam telah kalah dalam mempertahankan eksistensinya. Menurut dokter dan ahli kesehatan, manusia wajib minum air putih sebanyak 8 gelas per hari. Tumbuhan dan binatang juga mutlak membutuhkan air. Air merupakan sumber daya dan faktor determinan yang menentukan kinerja sektor pertanian, karena tidak ada satu pun tanaman pertanian dan ternak yang tidak memerlukan air (Irianto, 2007). Tanpa air, keduanya akan mati. Sehingga dapat dikatakan bahwa air merupakan salah satu sumber kehidupan, bagi mahluk manusia, mahluk hewani, dan juga mahluk botani. Sumberdaya dan zat yang paling esensial yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Juga dapat dikatakan bahwa air adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa. Berdasarkan UU No 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, Air adalah semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada di darat. Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan non-struktural untuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan (Kodoatie, et al., 2002). Sumber daya air merupakan bagian dari sumber daya yang mempunyai sifat yang sangat berbeda dengan sumber daya alam lainnya. Air adalah sumber daya yang terbarui, bersifat dinamis mengikuti siklus hydrologi yang secara alamiah berpindah-pindah serta mengalami perubahan bentuk dan sifat. Tergantung dari waktu dan lokasinya, air dapat berupa zat padat sebagai es dan salju, dapat berupa air
5
yang mengalir serta air permukaan. Berada dalam tanah sebagai air tanah, berada di udara sebagai air hujan, berada di laut sebagai air laut, dan bahkan berupa uap air yang didefinisikan sebagai air udara. Namun, ketersediaan air sangat bervariasi menurut ruang dan waktu. Sosiawan, et, al. (2009) menyatakan sebagai contoh, Jawa yang penduduknya mencapai 65% dari total penduduk Indonesia, hanya tersedia 4,5% potensi air tawar nasional. Faktanya, jumlah air yang tersedia di Jawa yang mencapai 30.569,2 juta m3/tahun tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan air bagi seluruh penduduknya. Artinya di pulau yang terpadat penduduknya ini selalu terjadi defisit air paling tidak hingga tahun 2015. Defisit akan terus meningkat jika tidak ada upaya konservasi air dan efisiensi pemanfaatannya. Di wilayah lain, walaupun pada tahun yang sama masih tergolong surplus air, secara umum kelebihan air tersebut jumlahnya menurun, dan ketersediaannya sangat berfluktuasi antara musim hujan dan musim kemarau. Dewasa ini permasalahan yang cenderung dihadapi oleh pemerintah maupun masyarakat dalam kaitannya dengan pemanfaatan sumberdaya air meliputi; (1) adanya kekeringan di musim kemarau dan kebanjiran di musim hujan; (2) persaingan dan perebutan air antara daerah hulu dan hilir atau konflik antara berbagai sektor; (3) penggunaan air yang berlebihan dan kurang efisien; (4) penyempitan dan pendangkalan sungai, danau karena desakan lahan untuk pemukiman dan industri; (5) pencemaran air permukaan dan air tanah; (6) erosi sebagai akibat penggundulan hutan. Begitu besar manfaat air bagi semua sektor baik itu dari sektor rumah tangga, pertanian hingga industri, hal diatas cukup membuktikan akan besarnya kebutuhan akan air itu sendiri. Penghematan akan air juga akan mengurangi permasalahan-permasalahan yang akan dihadapi oleh semua pihak. Permasalahan air yang semakin komplek ini menuntut pelaksanaan tanggung jawab dalam mengelola sumberdaya air sehingga dapat menunjang kehidupan masyarakat dengan
6
baik. Perlu untuk melihat masalah tidak hanya melalui satu skenario belaka, namun dari awal pencarian masalah sampai dengan pengendalian masalah harus mempunyai banyak skenario untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi yaitu melalui penunjukan alternatif-alternatif yang memungkinkan untuk disediakan (Islamy, 2004:34). Berdasarkan UU No 7/2004 tentang Sumberdaya Air, Pengelolaan sumber daya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. Beberapa wilayah Indonesia merasakan kesulitan mendapatkan akses air untuk keperluan pertanian, perkebunan atau bahkan untuk kebutuhan sehari-hari. Tanggung jawab negara terkait dengan kegiatan pelayanan air perlu dipertanyakan. Sebagian pakar lingkungan berpendapat, krisis air disebabkan karena faktor kerusakan ekologis. Di banyak wilayah pedesaan, permukaan air bawah tanah jauh menurun, mata air-mata air tercemar dan persediaan menurun secara drastis, bahkan di tahun 2008 tercatat 64 DAS di beberapa wilayah Indonesia berada dalam keadaan kritis. Selain faktor kerusakan ekologis, beberapa pakar berpendapat bahwa krisis air berkenaan dengan privatisasi pelayanan pasokan air dan keterlibatan swasta dalam pengelolaan sumberdaya air. Tidak hanya faktor tersebut, namun sekitar 95% dari kegiatan-kegiatan pelayanan air ini masih dikendalikan oleh sektor publik, yang kemudian diserahkan pada pihak swasta (Batubara, 2009). Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat 3 disebutkan, bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, dikuasai negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat secara adil dan merata”. Penguasaan yang dimaksud tidak menempatkan negara sebagai pemilik (ownership), tetapi tetap pada fungsi-fungsi penyelenggaraan negara (Sudirja, 2006:7). Selanjutnya pasal ini dijelaskan lebih lanjut dalam UU No.7/2004 tentang sumberdaya air, bahwa: Pertama; sumberdaya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan manfaat serbaguna untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di segala bidang baik sosial, ekonomi, budaya, politik maupun bidang ketahanan nasional Kedua; dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung menurun, dan kebutuhan air yang cenderung meningkat sejalan dengan perkembangan
7
jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi masyarakat, sumberdaya air harus dikelola, dipelihara, dimanfaatkan, dilindungi dan dijaga kelestariannya dengan memberikan peran kepada masyarakat dalam setiap tahapan pengelolaan sumberdaya air. Ketiga; pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan keterpaduan antar wilayah, antar sektor, dan antar generasi dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Pernyataan pasal-pasal kedua undang-undang di atas mengingatkan kepada pengelola sumberdaya air tentang pentingnya peran air bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Filosofi penguasaan Negara atas air berpangkal dari ketentuan pasal ini. Negara memiliki tanggung jawab penuh terhadap keterjaminan dan keberlanjutan sumberdaya air di bumi Indonesia. Hari air dunia yang diperingati setiap tanggal 22 Maret seharusnya menjadi peringatan bagi Pemerintah tentang kewajiban konstitusional yang harus dilakukan. Tanggung jawab negara merupakan tanggung jawab konstitusional yang harus dilaksanakan dengan konsisten dan penuh tanggung jawab sebagai amanah dari konstitusi. Pertanyaannya adalah apakah negara telah mengambil peranan dalam pengelolaan sumberdaya air sebagaimana amanah UUD 1945 tersebut. Lemahnya koordinasi dan kelembagaan dapat menimbulkan pengelolaan sumberdaya air yang tidak efisien. Responsibilitas (tanggung jawab)
adalah suatu ukuran yang
menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan (Nugroho 2004) sebagaimana dikutip oleh Thoha (2008). Tanggung jawab negara dapat pula dilihat dari pemberian pelayanan yang telah diberikan telah sejauhmana. Tingkilisan (2005) sebagaimana dikutip oleh Palguna (2009) bahwa Negara merupakan institusi yang legal formal dan konstitusional yang menyelenggarakan pemerintahan dengan fungsi sebagai regulator maupun sebagai Agent of Change. Kelemahan dalam sektor ini juga mencerminkan kurangnya peran serta masyarakat dan sektor swasta dalam pengelolaan sumberdaya air. Padahal para pengguna air yang tidak terkoordinasi dengan baik dapat memicu timbulnya konflik air dan meningkatkan persaingan penggunaan air serta penurunan efesiensi penggunaan air. Pengelolaan sumber daya air
8
belum didukung oleh basis data dan sistem informasi yang memadai. Hal ini dapat menyulitkan rancangan pengelolaan sumberdaya air kedepannya. Menurut Scott dan Banister (2008:28) Otoritas yang dilakukan oleh negara dalam mengelola sumber air akan bekerja lebih baik untuk membebaskan sendiri dari pembuatan keputusan manajemen sumber air, lebih secara efektif didekati di tingkat lokal, dan memfasilitasi wilayah sungai atau alokasi sumber air ‘regional’ melalui data, analisis dan dukungan keputusan. Fukuyama (2005) berpendapat bahwa kekuasaan untuk memaksa memungkinkan mereka melindungi hak milik pribadi dan menciptakan kemampuan publik. Juga memungkinkan mereka mengambil alih hak milik pribadi dan melanggar hak-hak warga negara. Adanya otoritas Negara dalam pengelolaan air biasanya tidak disertai dengan tanggung jawab dari Negara itu atas penggunaan air. Wertheim (1997) sebagaimana dikutip oleh Hanafi (2005:28) membandingkan ideologi Kapitalisme dan Sosialisme. Dimana Kapitalisme menyatakan bahwa air bukan merupakan tanggungjawab negara. Sedangkan Sosialisme memandang sumberdaya air ialah hak milik/barang publik yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial dan ekologi sehingga harus dikuasai negara. Sebagai barang publik, semua berhak atas air: masyarakat berhak sebagai hak asasi, negara berhak mengelola untuk pembangunan dan pasar berhak dengan dalih aturan kelayakan, lalu terjadi
tragedy of
commons. Kepemilikan dalam terminologi Marx ialah dengan batasan dan aturan sehingga tidak ada monopoli. Pernyataan ideologi Wertheim didukung pula oleh Amnivora dan Abdullayev (2009:43) bahwa pembuat kebijakan untuk manajemen air adalah stakeholder tertinggi yaitu Negara. Negara sebagai pembuat kebijakan konsultatif dan inklusif dan desentralisasi proses pembuatan kebijakan top-down dan pembuatan keputusan air adalah prasyarat untuk merumuskan kebijakan yang efektif dan pemfungsian kebijakan. Begitu pula Irianto (2005:1) mengungkapkan air seharusnya tidak ada yang memiliki (res nullus), kalaupun ada menjadi milik bersama umat manusia (res commune), bahkan milik bersama makhluk Tuhan sehingga tidak seorang pun boleh memonopoli, juga lumpuh tidak berdaya. Padahal, posisi negara dalam hubungannya dengan kewajiban yang ditimbulkan berkaitan dengan air sebagai hak asasi manusia amat jelas, yaitu negara harus
9
memberi penghormatan (to respect), perlindungan (to protect), dan pemenuhan (to fulfill) hak manusia atas air (the right to water). Seiring dengan tanggung jawab yang diemban oleh negara dalam pengelolaan sumberdaya air pastinya di dalam negara itu sendiri terdapat beragai konflik Jaral (2008:58) mengungkapkan konflik yang merupakan perbedaan itu tidak boleh menjadi pemicu pertentangan, tetapi justru perbedaan sebagai pendorong untuk saling menyempurnakan di antara kekurangan satu sama yang lain. Sehingga dengan saling melengkapi itulah, maka pelakasanaan manajemen dapat dilakukan secara baik.
C. Negara Sebagai Pemilik SDA Negara adalah sebuah lembaga purba manusia yang telah ada sekitar 10.000 tahun lalu, sejak masyarakat pertanian muncul pertama kali di Mesopotania (Fukuyama, 2005). Di negeri Tiongkok, pada ribuan tahun lampau juga telah terbentuk negara dengan pegawai/ aparat negara yang sangat terlatih. Di eropa, setelah konsilidasi kerajaan-kerajaan Perancis, Spanyol, dan Swedia, muncullah negara-negara baru yang memiliki pasukan-pasukan besar, kekuasaan perpajakan, dan sentralisasi birokrasi yang memiliki otoritas tertinggi. Negara adalah suatu organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang sah dan ditaati oleh rakyatnya (Masrur, 2008). Yang oleh Weber menyebut negara sebagai sebuah komunitas manusia yang mengklaim memonopoli penggunaan yang sah atas kekuatan fisik dalam sebuah wilayah tertentu. Menurut beberapa ahli sebagaimana dikutip oleh Farson (2003): negara adalah perpaduan beberapa keluarga yang mencakupi beberapa desa, hingga pada akhirnya dapat berdiri sendiri sepenuhnya, dengan tujuan kesenangan dan kehormatan bersama (Aristoteles). Negara adalah alat atau wewenang yang mengatur atau mengendalikan persoalan bersama atas nama masyarakat (Soltau); George Jellinek, berpandangan negara merupakan organisasi kekuasaan dari kelompok manusia yang telah berdiam di suatu wilayah tertentu; Djokosoetono, menjelaskan negara adalah suatu organisasi manusia atau kumpulan manusia yang berada di bawah suatu pemerintahan yang sama; Krannenburg, berpendapat, negara adalah suatu organisasi yang timbul karena kehendak dari suatu golongan atau bangsanya
10
sendiri; Sedangkan menurut Soenarko, negara ialah organisasi masyarakat yang mempunyai daerah tertentu, dimana kekuasaan negara berlaku sepenuhnya sebagai sebuah kedaulatan; Pengertian negara dari beberapa ahli di atas dapat simpulkan bahwa negara merupakan: (1) organisasi di suatu wilayah yg mempunyai kekuasaan tertinggi yg sah dan ditaati oleh rakyat; (2) kelompok sosial yg menduduki wilayah atau daerah tertentu yang diorganisasi di bawah lembaga politik dan pemerintah yang efektif, mempunyai kesatuan politik, berdaulat sehingga berhak menentukan tujuan nasionalnya: kepentingan umum lebih utama dari pada kepentingan perseorangan. Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berbentuk republik yang telah diakui oleh dunia internasional dengan jumlah penduduk lebih dari 225 juta jiwa, memiliki wilayah darat, laut dan udara yang luas serta terdapat organisasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berkuasa. Negara merupakan suatu organisasi dari rakyat negara tersebut untuk mencapai tujuan bersama dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negara. Indonesia memiliki Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi cita-cita bangsa secara bersama-sama. Negara Indonesia memiliki kekayaan alam yang berlimpah, baik yang bersifat renewable resources maupun non-renewable resources, yang terdapat di darat maupun di laut. Kekayaan sumberdaya alam ini sering dibanggakan sebagai sebuah keunggulan komparatif. Kekayaan sumberdaya air pun sangat berlimpah, namun berlimpahnya ketersediaan sumberdaya air tersebut hanya dapat memberi manfaat bagi keberlangsungan kehidupan ekonomi dan sosial serta keberlanjutan pembangunan dan lingkungan, manakalah pengelolaannya berlangsung secara efektif dan efisien.
D. Fungsi dan Peran Negara dalam Pengelolaan SDA Fungsi-fungsi negara yang sangat beragama. Oleh sebagian orang, menilai fungsi negara yang buruk, ketika atas nama negara, negara mengambil alih hak milik masyarakat/pribadi menjadi dalam pengelolaan negara. Monopoli kekuasaan sah yang dijalankan negara, membuat individu-individu melepaskan diri dari apa yang disebut Hobbes “perang setiap manusia melawan setiap manusia dalam negeri, namun menjadi konflik pada
11
tataran yang lebih luas. Karena beragamnya tujuan negara,
negara hadir untuk
mempersatukan keberagaman tersebut dalam tujuan yang sama. Adapun fungsi-fungsi utama negara (Heryana, 2010), antara lain: Pertama; fungsi pertahanan dan keamanan (Hankam), negara harus dapat melindungi rakyat, wilayah serta pemerintahan dari ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar. Kedua; fungsi keadilan, negara harus dapat menegakkan hukum secara tegas dan tanpa adanya unsur kepentingan tertentu. Setiap warga Negara harus dipandang sama di depan hukum. Ketiga; fungsi pengaturan dan ketertiban, negara harus mempunyai peraturan (UU) dan peraturan-peraturan lainnya untuk menjalankannya agar terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara. Keempat; fungsi kesejahteraan dan kemakmuran, negara harus mengeksplorasi sumberdaya alam (SDA) dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia (SDM) untuk meningkatkan pendapatan rakyat guna mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Menurut Fukuyama (2005) negara memiliki fungsi yang sangat beragam, mulai dari yang baik hingga yang buruk. Kekuasaan untuk memaksa memungkinkan mereka melindungi hak milik pribadi dan menciptakan kemampuan publik. Juga memungkinkan mereka mengambil alih hak milik pribadi dan melanggar hak-hak warga negara. Monopoli kekuasaan sah yang dijalankan negara memungkinkan individu-individu melepaskan diri dari yang disebut Hobbes “perang setiap manusia melawan setiap manusia” dalam negeri, namun menjadi dasar bagi konflik dan perang pada tataran internasional. Dengan demikian, tugas politik modern adalah menjinakkan kekuasaan negara, mengarahkan kegiatan-kegiatannya ke arah tujuan-tujuan yang dianggap sah oleh rakyat yang dilayaninya dan menjalankan kekuasaan di bawah aturan hukum Evers (1993) sebagaimana yang dikutip oleh Hanafi (2005) memandang fungsi pemerintah adalah untuk menstabilkan masyarakat terhadap berbagai ketidakseimbangan yang dianggap berbahaya, seperti timbulnya persaingan yang teramat keras. Hal ini dapat teratasi melalui aturan pertukaran antar anggota komunitas, seperti penerapan sistem
12
distribusi ulang (redistribution or transfer) atau diberlakukannya sanksi. Pemerintah harus benar-benar kuat dalam mempertahankan pengawasan secara efektif terhadap perilaku dari hari ke hari. Air yang merupakan kebutuhan semua pihak, memerlukan pengelolaan. Saat ini air telah dikelola oleh berbagai stakeholder Pengelolaan lingkungan termasuk pencegahan, penanggulangan kerusakan dan pencemaran serta pemulihan kualitas lingkungan telah menuntut dikembangkannya berbagai perangkat kebijakan dan program serta kegiatan yang didukung oleh sistem pendukung pengelolaan lingkungan lainnya. Sistem tersebut mencakup kemantapan kelembagaan, sumberdaya manusia dan kemitraan lingkungan, disamping perangkat hukum dan perundangan, informasi serta pendanaan. Keterkaitan dan keseluruhan aspek lingkungan telah memberi konsekuensi bahwa pengelolaan lingkungan, termasuk sistem pendukungnya tidak dapat berdiri sendiri, akan tetapi berintegrasi dengan seluruh pelaksanaan pembangunan. Fungsi dasar negara adalah mengatur untuk menciptakan law and order dan mengurus untuk mencapai kesejahteraan (Masrur, 2008). Dalam pandangan teori klasik tentang negara, peran negara dalam pembangunan, termasuk peran kesejahteraan, mencakup lima hal: Pertama; peran ekstraksi, yakni mengumpulkan dan mengeksploitasi sumberdaya yang dimiliki negara untuk kepentingan pembangunan dan kesejahteraan rakyat : misalnya memperoleh devisa dari ekspor, eksploitasi sumberdaya alam, menarik pajak warga, atau menggali pendapatan asli daerah. Kedua; peran regulasi, yakni melancarkan kebijakan dan peraturan yang digunakan untuk mengatur dan mengurus barang-barang publik dan warga. Ketiga; peran konsumsi, yakni menggunakan (alokasi) anggaran negara untuk membiayai birokrasi agar fungsi pelayanan publik berjalan secara efektif dan profesional. Keempat; peran investasi ekonomi, yakni mengeluarkan biaya untuk untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi (GNP, GDP dan PDR) dan membuka lapangan kerja bagi warga.
13
Kelima; peran distribusi sosial, yakni negara mengeluarkan belanja untuk membiayai pembangunan sosial atau kebijakan sosial. Wujud konkretnya adalah pelayanan publik untuk memenuhi hak-hak dasar warga. Kelima peran klasik negara itu dapat terlaksana dalam situasi normal dimana negara mempunyai kekuasaan politik yang besar dan mempunyai basis materi (ekonomi) yang memadai. Negara menjadi pelaku tunggal yang menjalankan peran mengumpulkan basis material sampai dengan membagi material itu kepada rakyat. Dan, dalam mencapai kesejahteraan, dibutuhkan peran normal negara untuk menciptakan pembangunan yang seimbang (balanced development), yaitu keseimbangan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial (Masrur:2008) Negara, sebagai lembaga yang memiliki otoritas untuk merencanakan dan memberlakukan kebijakan, perlu menghadirkan diri dalam sosok yang lebih kuat sehingga dapat memberikan pelayanan terbaik kepada warganya sesuai fungsi-fungsi yang mesti dijalankan. Negara memiliki kelembagaan yang kuat dengan kapasitas birokrasi pemerintahan yang mampu mendukung pelaksanaan fungsinya dalam alur kerja yang transparan, akuntabel dan demokratis.
E. Tanggung Jawab (Responsibilitas) Negara Secara umum, unsur-unsur tanggung jawab negara menurut hukum internasional (Palguna,2009) adalah: 1) Ada perbuatan atau kelalaian (act or omission) yang dapat dipertautkan (imputable) kepada suatu negara; 2) Perbuatan atau kelalaian itu merupakan suatu pelanggaran terhadap suatu kewajiban internasional, baik kewajiban itu lahir dari perjanjian maupun dari sumber hukum internasional lainnya. Hingga akhir Abad ke-20 masih dipegang pendapat bahwa untuk lahirnya tanggung jawab negara tidak cukup dengan adanya dua unsur di atas melainkan harus ada unsur kerusakan atau kerugian (damage or loss) pada pihak atau negara lain. Namun, dalam
14
perkembangannya hingga saat ini, tampaknya unsur “kerugian” itu tidak lagi dianggap sebagai keharusan dalam setiap kasus untuk lahirnya tanggung jawab negara. “Negara adalah berkuasa, sentralisasi dan abadi (durable). Adapun birokrasi legalistik haruslah mengabdikan kepada fungsi yang menjamin adanya stabilitas yang langgeng dan yang mampu menyatakan untuk melindungi keinginan-keinginannya” (Thoha, 2008). Negara begitu kuat dan berkuasa, dan diharapkan tanggung jawab yang diberikannya terhadap warga negara juga demikian. Negara memerlukan pemerintahan yang penuh dengan tanggung jawab, karena negara ingin meningkatkan kepentingan ekonomi masyarakat dan individu dalam masyarakat tersebut. Maka dalam hal seperti ini, negara atau pemerintahan dan hubungan antara warga negara harus didasarkan pada hubungan pemuasan kepentingan individu. Negara yang diwakili oleh pemerintah mengemban mandat publik untuk memenuhi kebutuhan publik, termasuk menciptakan barang publik. Pemerintah memiliki kekuatan pemaksa yang syah (otoritas) untuk mempengaruhi perilaku dan pembuatan keputusan oleh individu masyarakat. Pemerintah juga menguasai sumberdaya untuk menguasai barang publik pada skala yang mencukupi kebutuhan masyarakat. Dan pemerintah memiliki mekanisme untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan barang publik. Namun demikian otoritas yang dimiliki oleh pemerintah seringkali menciptakan barang publik dalam iklim monopolis sehingga tidak ada tekanan untuk mengoptimalkan mutu barang (Nurmandi, 2010:9). Barang publik disini berarti sumber daya air. Sumber daya air memliki manfaat yang sangat luar biasa untuk kepentingan segala aspek kehidupan. Untuk itulah sumber daya air sebaiknya dikelola secara terpadu dan bermanfaat bagi semua pihak, agar mutu dari air tersebut dapat optimal. Disinilah letak tanggung jawab Negara yang harus mengelola air sebaik-baiknya. Peradaban Barat identik dengan dominansi sumber daya, budaya ekologi eksploitatif dan filosofi meliorisme sekuler dan khayalan kemajuan dan kemakmuran terus-menerus. Manusia sebagai makhluk dikaitkan dengan budaya, tidak dengan alam (state of nature). Wertheim (1997) sebagaimana yang dikutip oleh Hanafi (2005) membandingkan ideologi kapitalisme versus pengelolaan. Kapitalisme tidak mensejahterakan. Pemerintah membantu
15
mempertahankan sistem monopoli. Pertumbuhan ekonomi tidak hanya atas inisiatif kapital. Intervensi berupa proteksionisme (merkantilisme) di Jerman, AS dan Perancis (abad ke-19) antara lain melalui perjanjian internasional. Pemerintah penjajah tidak membantu pembangunan ekonomi tetapi menghindari kompetisi. Sistem yang dikembangkan WB dan IMF untuk menghalangi proteksionisme hanya demi menyelamatkan monopoli dan dominansi negara industri, bukan mengembangkan industri dan kesejahteraan. Sosialisme memandang sumber daya air ialah hak milik/barang publik yang mencakup aspek politik, ekonomi, sosial dan ekologi sehingga harus dikuasai negara. Sosialisme Marx oleh Hardin dijadikan dasar kapitalisme air. Sebagai barang publik, semua berhak atas air, masyarakat berhak sebagai hak asasi, negara berhak mengelola untuk pembangunan dan pasar berhak dengan dalih aturan kelayakan, lalu terjadi tragedy of commons. Kepemilikan dalam terminologi Marx ialah dengan batasan dan aturan sehingga tidak ada monopoli. Masyarakat mempunyai sistem pengaturan demokratis dalam menjaga air sebagai milik publik, namun berakhir ketika ada pengambilalihan atau intervensi negara dan kontrol institusi internasional (Shiva, 2003) sebagaimana
dikutip
oleh
Hanafi
(2005).
Pasca
PD
II
kolonialisme
diganti
developmentalisme yang melegitimasi privatisasi oleh negara. Sumber daya alam hanya raw materials
atau alat memupuk keuntungan dan masyarakat harus membayarnya dengan
kemiskinan dan kerusakan lingkungan yang makin parah. Kepercayaan akan paham ini mulai ambruk, masyarakat tidak percaya lagi pada pembangunan. Neoliberalisme dipaksakan melalui kebijakan publik dari global hingga lokal. Kapitalisme dan globalisasi memandang air sebagai komoditas, barang ekonomis dan produk dagang. Perdagangan dan persaingan bebas merupakan cara terbaik untuk berkembang. Pasar dibiarkan, termasuk memberi ruang perdagangan internasional dan investasi,apapun dampak sosialnya. Privatisasi layanan sosial dasar menjadi kebijakan terpenting neoliberalisme. Kepemilikan dan penjualan air merupakan hak fundamental korporat. Air menjadi salah satu incaran privatisasi (Fakih, 2002). Sumberdaya air menghadapi ancaman krisis yang disebabkan degradasi mutu lingkungan dan kapitalisme. Degradasi berlanjut pada krisis ekologi yang menimbulkan bencana. Krisis dibungkus kapitalisme yang menjadikannya
16
komoditas layak jual. Gorz (2002) sebagaimana dikutip oleh Hanafi (2005) Menurut kapitalis, destruksi adalah syarat produksi. Dominansi pandangan ini mengakibatkan ketimpangan luar biasa bahkan perang yang dikamuflase berbagai alasan, meski penyebabnya adalah air (Shiva 2003) sebagaimana dikutp oleh Hanafi (2005). Muncul gerakan lingkungan yang berubah menjadi gerakan sosial sebagai satu-satunya jalan menghadapi dominansi pasar dan globalisasi. Ini penting ketika negara tidak mampu berperan minimal melindungi rakyat dan
lingkungan.
Juga
menyatukan berbagai gerakan menjadi masif.
Siklus air
menghubungkan semua manusia dan dari air manusia belajar menemukan jalan menuju perdamaian dan kebebasan (Shiva, 2003) sebagaimana dikutip oleh Hanafi (2005). Sumber daya air tidak bisa dilepaskan dari sistem ekologi. Jika sistem ekologinya rusak, maka sumber dayanya akan rusak. Sistem ekologi merupakan satu kesatuan dalam lingkungan universal. Pengelola sumber daya air lebih baik tanpa keinginan memiliki. Keinginan itu berarti pelanggaran atas filosofi dasar sumber daya air itu sendiri (Sanim 2003) sebagaimana dikutip oleh Hanafi (2005). Untuk itulah diperlukannya pengelolaan sistem ekologi yang baik untuk masa yang akan datang hal ini terkait dengan filosofi dasar dari sumber daya air.
F. Kebijakan Sumber Daya Air Sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, disusun Kebijakan Nasional Sumber Daya Air (Jaknas SDA) yang memberi arah pengelolaan Sumber daya air di tingkat nasional untuk periode tahun 2010-2030. Adanya Jaknas ini akan membantu pemerintah dalam menetapkan strategi pengelolaan Sumberdaya air. Jaknas SDA meliputi: Pertama; kebijakan Umum, menyangkut pengelolaan sumberdaya air bagi kemanfaatan masyarakat masa kini dan generasi masa mendatang. Kedua; Kebijakan peningkatan konservasi sumber daya air secara terus menerus. Pengolahan air untuk kemanfaatan kebutuhan manusia masa kini dan masa depan menuntut perlu ada pemberlanjutan ekologi sungai, sumber-sumber mata air dan ekosistemnya. Terkait hal tersebut, kebijakan konservasi lingkungan kawasan yang memiliki nilai penting perlindungan sistem kehidupan, keanekaragaman hayati, dan perubahan iklim, yang telah
17
mengalami degradasi
(penyangga sungai dan danau, rawa, dan lahan gambut) perlu
dilaksanakan agar keberadaan sumberdaya air senantiasa tersedia dalam kuantitas serta kualitas yang tetap memadai untuk memenuhi kebutuhan mahluk hidup, untuk sekarang dan masa depan. Ketiga; kebijakan pendayagunaan sumberdaya air untuk keadilan dan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan sumberdaya air harus memenuhi social justice yakni memenuhi secara adil kebutuhan masyarakat
tanpa membeda-bedakan derajat sosial masyarakat.
Kebijakan untuk keadilan juga terkait dengan alokasi secara proporsional berdasarkan kebutuhan peruntukan kegiatan, seperti: pertanian, perikanan, peternakan, industri, dan kebutuhan perkotaan. Keempat; kebijakan pengendalian daya rusak air dan pengurangan dampak. Upaya mempertahankan keaslian daerah hulu sungai dan lingkungan ekosistemnya, merupakan bentuk mengatasi terjadinya banjir, erosi, sedimentasi, patahan tanah-tebing yang merupakan faktor-faktor daya rusak air. Kebijakan ini sekaligus mencegah munculnya dampak penurunan kualitas tanah dan air, sebagai akibat yang timbul banjir, erosi, dan sedimentasi. Kelima; kebijakan peningkatan peran masyarakat dan dunia usaha dalam pengelolaan sumberdaya rusak air, dan. Kebijakan untuk memberi peran aktif pada masayarakat untuk mampu mengelola dan mengantisipasi sumberdaya rusak air, seperti mencegah terjadinya banjir dan erosi melalui penataan dan pemeliharaan lingkungan sungai dan ekosistemnya. Keenam; kebijakan pengembangan jaringan sistem informasi sumberdaya air (SISDA) dalam pengelolaan sumberdaya air nasional terpadu antar sektor (Toni, 2010) Sejalan dengan kebijakan di atas terdapat pula prinsip dan Kebijakan dasar dalam pengelolaan Sumberdaya Air, yang dikemukakan oleh Sunaryo, 2003: 1) Prinsip Dasar a) Pengelolaan sumberdaya air pada dasarnya berupa pemanfaatan, perlindungan dan pengendalian. b) Pengelolaan sumber daya air dilaksanakan secara terpadu (multisektor), menyeluruh (hulu-hilir,
kualitas-kuantitas,
instream-offstream), berkelanjutan (antar generasi),
berwawasan lingkungan (konservasi ekosistem) dengan wilayah sungai (satuan wilayah
18
hidrologi) sebagai kesatuan pengelolaan. “satu sungai, satu rencana, satu pengelolaan terpadu” dengan memperhatikan sistem pemerintahan yang disentralistis sesuai jiwa otonomi. c) Lingkup pengelolaan sumberdaya air - pengelolaan daerah tangkapan hujan (watershed Management) meliputi: penyiapan rencana induk konservasi air, pelaksanaan konservasi, pemantauan dan evaluasi - pengelolaan kuantitas air (Water Quantity Management) meliputi: penyiapan rencana induk pengembangan sumberdaya air, pemberian ijin penggunaan air, alokasi air dan distribusi air. - pengelolaan kualitas air (Water Quality Management) meliputi: penyiapan rencana induk kualitas air, pelaksanaan program kali bersih, pemantauan kualitas air dan pengendalian pencemaran. - pengendalian banjir (Flood Control Management) meliputi: penyiapan pedoman siaga banjir, penyusunan peramalan banjir, pengaturan operasi waduk, dll. - pengelolaan
lingkungan
sungai
(River
Environment
Management)
meliputi:
penyusunan ketetapan garis sempadan, penertiban penggunaan lahan, pengembangan pariwisata dan olah raga air. - pengelolaan Prasarana Pengairan (Water Resources Infrastructures Management) meliputi: pengelolaan waduk, pengelola, bendung, tanggul, rambu-rambu air pengatur. 2) Kebijaksanaan Dasar a)
Pengembangan dan pengelolaan sumber daya air secara nasional dilakukan secara holistic, terencana dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan nasional dan melestarikan lingkungan, untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai UUD 1945 Pasal 33 ayat 3
b) Perencanaan, pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air yang bersifat spesifik harus dilakukan secara terdesentralisasi dengan tetap berdasar satuan wilayah sungai. c)
Pendayagunaan sumber daya air harus berdasar prinsip partisipasi dan konsultasi masyarakat pada tiap tingkat dan mendorong kepada tumbuhnya komitmen bersama antar pihak terkait (stakeholders)
19
d) Pendayagunaan sumberdaya air yang berhasil, memerlukan komitmen untuk membangun secara berkelanjutan, pemantauan, evaluasi, penelitian dan pembelajaran pada berbagai tingkatan, untuk menjawab secara efektif kebutuhan yang berkembang di tingkat nasional, DPS, daerah layanan dan wilayah administrasi. e)
Masyarakat yang memperoleh manfaat/kenikmatan atas pengelolaan sumberdaya air (pemanfaatan, pengalokasian atau pendistribusian, perlindungan, pengendalian) secara bertahap wajib menanggung biaya pengelolaan.
f)
Pengelolaan sumberdaya air diarahkan secara korporasi dengan memanfaatkan potensi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Koperasi dan Badan Usaha Sawata.
g) BUMN/BUMD dibentuk pada wilayah sungai yang tingkat sosial-ekonomi masyarakatnya memadai, Balai PSDA dibentuk pada wilayah sungai yang tingkat sosial ekonomi masyarakatnya belum memadai Dapat disimpulkan bahwa dari berbagai prinsip dasar dan kebijakan dasar yang ada dan telah ditetapkan tersebut diharapkan dalam penerapan pengelolaan sumber daya air dapat sesuai dengan prinsip dan kebijakan dasar tersebut Karena, dengan begitu pelaksanaan pengelolaan sumber daya air akan terarah serta terkendali. Kita ketahui bersama pengelolaan air sangat lah perlu bagi semua aspek. Namun, Prasetyo (2006:4) menyebutkan bahwa arah kebijakan dalam pengelolaan sumber daya air adalah: a) Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 4 Ketetapan ini. b) Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam sebagai potensi pembangunan nasional. c) Memperluas pemberian akses informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah lingkungan termasuk teknologi tradisional.
20
d) Memperhatikan sifat dan karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam tersebut. e) Menyelesaikan konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin terlaksananya penegakan hukum. f) Mengupayakan pemulihan ekosistem yang telah rusak akibat eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan. g) Menyusun strategi pemanfaatan sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan potensi, kontribusi, kepentingan masyarakat dan kondisi daerah maupun nasional. Kebijakan di atas dapat dilihat dan diteliti sebagai arahan-arahan stratregis pengelolaan sumber daya air.Kebijakan pengelolaan sumber daya air di tingkat provinsi perlu segera disusun agar kedepannya dalam melakukan pengelolaan sumber daya air yang lebih efisien dan efektif.
G. Manajemen Pengelolaan Sumberdaya Air Pengelolaan biasa disebut sebagai manajemen (management). Pengelolaan atau manajemen merupakan suatu proses merencanakan, mengorganisir, mengarahkan, dan mengendalikan kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi dengan menggunakan berbagai sumberdaya organisasi yang tersedia (Nickels, McHugh and McHugh ,1997). Untuk hal yang sama oleh Ernie & Kurniawan (2005) menyebutnya sebagai sebuah seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan, pengertian yang sama diperkuat oleh Follet (1997) sebagai sebuah seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain. Sesuai dengan isi UU No. 7 Tahun 2004, menyebutkan bahwa: 1) Pengelolaan sumberdaya air,
adalah suatu upaya sadar
untuk merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air.
21
2) Sumberdaya air dikelola berdasarkan asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keadilan, kemandirian, sera transparansi dan akuntabilitas. 3) Sumberdaya air dikelola secara menyeluruh, terpadu, dan berwawasan lingkungan hidup dengan tujuan mewujudkan, kemanfaatan sumberdaya air yang berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Yang berarti bahwa: a) Menyeluruh mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses perencanaan, pelaksanaan serta pemantauan dan evaluasi. b) Terpadu merupakan pengelolaan yang dilakukan dengan melibatkan semua pemilik kepentingan antar sektor dan antar wilayah administrasi. c)
Berwawasan
lingkungan
hidup
adalah
pengelolaan
yang
memperhatikan
keseimbangan ekosistem dan daya guna dukung lingkungan. d) Berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya air yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan generasi sekarang tetapi juga termasuk untuk kepentingan generasi yang akan datang. e) Sistem sumberdaya air alami adalah sekelompok elemen hidrologi dalam lingkungan alam yang terdiri dari atmosfir, daerah aliran sungai atau daerah tangkapan air, sungai-sungai, lahan basah, daerah banjir (flood plains) , akuifer dan sistem aliran air tanah, danau, estuary, laut, dan lautan. f)
Sistem sumberdaya air buatan manusia adalah sekelompok fasilitas yang dibangun yang dipakai sebagai pengendali aliran air baik secara kuantitas maupun kualitas.
g) Sistem tata pengairan merupakan susunan tata letak sumber air, termasuk bangunan pemanfaatan sesuai ketentuan tekhnik pembinaan di suatu wilayah. Untuk mendukung isi dari UU No.7/2004 terdapat pula PP No. 42/2008. Dalam PP No.42/2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air , menyebutkan bahwa: 1) Berdasarkan beberapa pengelolaan sumberdaya air adalah upaya merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi pengelolaann konservasi sumberdaya air,
22
pendayahgunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. 2) Pola pengelolaan sumberdaya air adalah kerangka dasar dalam merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservas sumberdaya air, pendayagunaan sumberdaya air, dan pengendalian daya rusak air. 3) Lingkup pengaturan pengelolaan sumberdaya air dalam peraturan pemerintah ini meliputi: a.
proses penyusunan dan penetapan kebijakan, pola, dan rencana, pengelolaan sumberdaya air.
b.
Pelaksanaan konstruksi prasarana sumberdaya air, operasi dan pemeliharaan sumber daya air, dan
c.
Konservasi sumber daya air dan pendayahgunaan sumber daya air serta pengendalian daya rusak air. Menurut Grigg (1996) sebagaimana dikutip oleh Kodoatie (2010) definisi tentang dan
yang berkenaan dengan pengelolaan sumberdaya air adalah sebagai berikut: 1) Pengelolaan sumberdaya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural dan nonstruktural unuk mengendalikan sistem sumberdaya air alam dan buatan manusia untuk kepentingan/ manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. 2) Sistem sumberdaya air adalah sebuah kombinasi dari fasilitas pengendalian air dan elemen lingkungan yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan pengelolaan air. 3) Pengelolaan industri keairan adalah praktek dari pengelolaan sumber daya air kedalam industri keairan. 4) Industri keairan terdiri atas organisasi pelayanan sumber daya air (pengeloaan air bersih, air limbah, pengendalian banjir, PLTA, rekreasi, navigasi, lingkungan), peraturanperaturan dan organisasi pendukung. 5) Cara sturuktural untuk pengelolaan air adalah fasilitas yang dibangun untuk pengendalian aliran air dan kualitasnya. 6) Cara non-struktural untuk pengelolaan air adalah program-program atau aktivitas-aktivitas yang tidak membutuhkan fasilitas-fasilitas yang dibangun. 7) Sistem sumberdaya air alami adalah sekelompok elemen hidrologi dalam lingkungan alam yang terdiri dari atmosfir, daerah pengaliran sungai, sungai-sungai, lahan basah, daerah
23
banjir (flood plains, akuifer dan sistem aliran tanah, danau, estuari, laut dan lautan. 8) Sistem sumberdaya air buatan manusia adalah sekelompok fasilitas yang dibangun yang dipakai sebagai pengendali aliran air dan kualitas air, agar dapat dikendalikan dan dimanfaatkan. Berkenaan dengan berbagai pengelolaan sumberdaya air, cukup jelas bahwa pengelolaan sumberdaya air sangatlah kompleks baik dari berbagai tinjauan. Meliputi dimensi-dimensi ruang dan waktu, keterlibatan berbagai stakeholders, serta berbagai disiplin ilmu (teknik, sosial, budaya, ekonomi, lingkungan, kelembagaan, hukum, dll). Alur dari proses pengelolaan, berawal dari sebuah proses yang cukup panjang, pengelolaan juga memiliki banyak definisi, namun hasil akhir dari sebuah pengelolaan adalah untuk mencapai tujuan secara sistematis, efektif dan efisien oleh sebuah organisasi, kelembagaan maupun institusi. Mencermati masalah di atas, ada yang menarik bahwa sebenarnya jalan keluar tidak semata terbatas pada hidrologi dan urusan teknis, peranan yang lebih besar tergantung pada kekuasaan, politik, dan tata pemerintahan di setiap jajaran (Santosa, 2008) . Air yang merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui (renewable) oleh alam dan karena itu, air dianggap sebagai sumber daya alam yang tidak dapat habis. Air dianggap pula sebagai milik umum (common property) dan terkesan gratis. Sehingga penggunaannya sering dilakukan secara tidak hemat dan kurang hati-hati. Anggapan seperti itu sangatlah keliru, sesungguhnya air memiliki siklus tata air yang relatif tetap. Sekarang ini ketersediaan air sumber daya air dirasakan semakin terbatas sehingga penggunaannya ditinjau dari segi “WARUNG JAMU” (waktu ruang, jumlah dan mutu) harus efisien dan memperhatikan keseimbangan antara pasokan (supply system) dengan tuntutan penggunaan (demand system) (Sudirja, 2006). Sebenarnya pemerintah telah mengadopsi konsep teori New Public Management (NPM), dimana konsep ini digunakan pemerintah untuk mengatasi adanya pengelolaan sumberdaya air yang tidak sesuai dengan sasaran.
Konsep New Public Management
sebenarya merupakan model manajemen pelayanan publik dengan ciri yang lebih mengarah pada “inside the organization” yaitu: (1) memfokuskan aktivitasnya hanya pada kegiatan
24
manajemen, tidak pada aktivitas kebijakan; (2) NPM mencoba melihat manajemen pelayanan publik pada segi kinerja dan efisiensi, tidak dari segi politis; (3) dilakukan melalui pemecahan manajemen pelayanan publik menjadi badan-badan kecil dan berkaitan langsung dengan kepentingan dasar pengguna jasa; (4) menggunakan landasan pasar sebagai daya dorong bagi terciptanya kompetisi; (5) pemangkasan ekonomi biaya tinggi sehingga ongkos pelayanan menjadi lebih murah. (Purbokusumo, 2005:13) Ferlie (1997) sebagaimana dikutip oleh Purbokusumo (2005:117) mengungkapkan konsep NPM ini memiliki 5 prinsip utama dalam pelaksanaanya, yaitu: (1) sistem desentralisasi dalam pengambilan keputusan; (2) privatisasi (swastanisasi); (3) Downsizing (penyederhanaan); (4) debirokratisasi; (5) manajerialisme. New Public Management merupakan teori yang beranggapan bahwa praktek manajemen sektor swasta adalah lebih baik dibandingkan dengan praktik manajemen sektor publik. Karena itu penerapannya menyebabkan terjadinya perubahan manajemen sektor publik yang drastis dari sistem manajemen tradisional yang kaku, birokratis dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP) termasuk dalam salah satu stakeholder yang menangani pengelolaan sumber daya air. Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP) juga dapat dikatakan sebagai wakil dari negara yang berkuasa untuk mengelola sumber daya air di wilayah Jawa Timur. Hal itu dikarenakan Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP) mampu mengendalikan dan memelihara beberapa bendungan di Jawa Timur dengan baik. Telah adanya pengakuan secara internasional merupakan bukti utama bahwa Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP) mampu mengelola sumber daya air, pengakuan internasional itu mengenai sistem manajemen mutu pengelolaan sumber daya air Kali Brantas dengan diperolehnya Sertifikat ISO-9001 dari SGS International Certification Service pada bulan Mei 1997 (No Sertifikat:Q9755) dan diperbaharui dengan Sertifikat ISO-9001 Versi 2000 pada bulan Juni 2003 dengan Nomor Sertifikat ID 03/0127 (Sunaryo, Trie M, Waluyo, et al.,2004). Seperti kita ketahui bahwa urusan pengelolaan air disebut sebagai irigasi. Irigasi di WS Bengawan Solo dan WS Brantas menjadi tanggung jawab Organisasi Manajemen Air Publik
25
(OMAP). Rachman dan Kariyasa (2001:8) menunjukkan bahwa belum ada kerjasama yang baik antara pelaku pengelola ditingkat atas (dalam hal ini Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP) dan Pemda setempat) dengan pengelola di tingkat bawah (P3A, P3A Gabungan atau P3A Federasi). Dalam prakteknya secara teknis dan manajemen organisasi P3A hanya berhubungan dengan instansi pemerintah/Dinas Pengairan dan belum ada ikatan kerjasama dengan Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP). Padahal sebenarnya dalam sistem pengelolaan air, ketersediaan air di tingkat bawah (di petak sawah petani) ditentukan oleh Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP) yang diberi wewenang khusus untuk mengelola air di tingkat atas. Baik buruk aliran air yang diterima oleh petani di areal persawahan sangat bergantung oleh Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP). Pendistribusian air yang melalui bendungan dan akan dialirkan ke areal persawahan diatur oleh Organisasi Manajemen Air Publik (OMAP). P3A mempunyai peran
penting dalam pembangunan
pertanian sebagai lembaga yang mempunyai kewenangan dalam pengelolaan irigasi.
Tujuan Pengelolaan Mewujudkan kemanfaatan sumberdaya air bagi kesejahteraan seluruh rakyat secara berkelanjutan, adalah: 1) Konservasi sumberdaya air yang berkelanjutan; 2) Pendayagunaan sumberdaya air yang adil untuk berbagai kebutuhan masyarakat yang memenuhi kualitas dan kuantitas; 3) Pengendalian daya rusak air; 4) Pemberdayaan dan peningkatan peran masyarakat; sawasta, dan pemerintah dalam pengelolaan sumberdaya air; 5) Peningkatan keterbukaan dan ketersediaan data serta informasi dalam pengelolaan sumberdaya air. Sunaryo (2003) menyatakan terdapat beberapa asas dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya air, yaitu didasarkan pada asas sebagai berikut: 1) Asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi.
26
Pengelolaan sumberdaya air diselenggarakan dengan mengupayakan perwujudan fungsi keberlanjutan sosial,
agar
kebutuhan pokok setiap
individu
dapat terlayani.
Keberlanjutan sosial dinyatakan dalam “keadilan sosial”, harga diri manusia, dan peningkatan kualitas hidup seluruh manusia. Selain itu juga perlu memperhitungkan keberlanjutan ekologis yang ada agar ketersediaan air dapat dijaga kelestariannya, serta menjamin keberlanjutan eksistensi bumi. Sumberdaya air juga perlu didayagunakan aspek ekonominya., hingga mampu memberikan nilai tambah yang optimal untuk membiayai upaya pelestarian dan pemeliharaannya. 2) Asas Kemanfaatan Umum Pengelolaan Sumberdaya air dilaksanakan untuk memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kepentingan umum. Bahwa pembangunan memiliki dua hal utama yang saling terkait erat dengan aspek lainnya, sehingga pengelolaan sumberdaya alam harus mampu memberi manfaat secara berkelanjutan terhadap aspek lainnya dan mendorong terjadinnya efisiensi bagi kemanfaatan secara umum. Kemanfaatan umum pengelolaan sumberdaya alam memiliki dimensi, bahwa harus tercapai efisiensi, kesejahteraan yang berkesinambungan, dan pemeratan distribusi hasil manfaat sumberdaya alam. 3) Asas Keterpaduan dan Keserasian Pengelolaan Sumberdaya air dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu untuk berbagai kepentingan dengan memperhatikan sifat alami air yang dinamis dan lintas wilayah administrasi. Selain faktor dinamis dan lintas wilayah administrasi, pengelolaamn sumberdaya alam juga harus memperhatikan keserasian ekologis, keserasian ekonomi, dan keserasian sosial budaya. Terutama pada wilayah lintas administrasi yang terkena pengaruh/dampak dari pengelolaan sumberdaya alam. 4) Asas Kelestarian Pengelolaan sumberdaya air diselenggarakan dengan menjaga kelestarian fungsi sumberdaya air agar berkelanjutan.
27
Bahwa pengelolaan sumberdaya
harus memperhatikan asas kelestarian lingkungan,
dimaksudkan untuk mempertahankan keberlanjutan ekosistem. Bentuk pelestarian dapat dilakukan melalui : mencegah terjadinya pencemaran lingkungan; melakukan perbaikan pada areal ekosistem yang telah terdegradasi; atau pada areal-areal yang tandus dan bekas ekploitasi dapat dilakukan dengan cara revegetasi atau penghutanan kembali. 5) Asas Keadilan Pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan secara merata ke semua lapisan masyarakat diseluruh wilayah tanah air. Keadilan dalam pengelolaan sumberdaya, yaitu harus mampu memenuhi kebutuhankebutuhan ekonomi, sosial, dan lingkungan, yang dirasakan (felt needs) oleh masyarakat di wilayah tersebut, maupun kebutuhan obyektif pembangunan (real needs) dalam wilayah maupun antar wilayah. 6) Asas Kemandirian Pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan berdasarkan pada kepercayaan akan kemampuan sendiri 7) Asas Keterbukaan dan Akuntabilitas Publik Pengelolaan SDA dilakukan dengan proses yang terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan kepada publik. Media Informasi SDA :Mei 2010 Salah satu tujuan dari pengelolaan sumber daya air adalah mendukung pembangunan regional dan nasional yang berkelanjutan dengan mewujudkan keberlanjutan sumber daya air (Sunaryo, et al: 2004:53). Karena sesungguhnya air adalah kebutuhan bersama demi kepentingan masa yang akan datang.
28
DAFTAR PUSTAKA Batubara. 2009. Menggugat Penjajahan Sumberdaya Air dengan Modus Privatisasi. Jakarta. Dikun, Suyono, 2003. Kebijakan Nasional Pembangunan Air Minum Dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat . Pusat Penelitian Lingkungan Hidup. Jakarta Djajadiningrat S.T, 2001. Pemikiran Tantangan dan Permasalahan Lingkungan Untuk Generasi Masa Depan. Study Teknik Ekonomi Departemen Teknik Industri ITB Fakih, M. 2002. Air: dari kolonialisme ke neoliberalisme. Pengantar dalam Vandhana Shiva. 2003. Water Wars: Privatisasi, Profit dan Polusi. Insist. Yogyakarta, Walhi. Jakarta. Fukuyama, Francis. 2005. Memperkuat Negara: Tata Pemerintahan dan Tata Dunia Abad 21. Jakarta: Freedom Institute dan Gramedia Pustaka Utama. Hanafi, Imam. 2005. Model Kebijakan Pemerintah Daerah Dalam Privatisasi Air Bersih. Disertasi tidak diterbitkan. Islamy, Irfan M . 2004. Prinsip-prinsip Kebijakan Negara Ed.2 Bumi Aksara, Jakarta. Kurniawan, Dede. 2010. Arti Tanggung Jawab. Mediakarya. Bandung Kodoatie, Robert,. et al, 2002. Pengelolaan Sumber Daya Air Dalam Otonomi Daerah, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta. Kodoatie, Robert,. Basoeki. 2005. Kajian Undang-Undang Sumber Daya Air, ANDI Yogyakarta, Yogyakarta. Kodoatie, Robert J,. dan Sjarief, Roestam. 2008. Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu. Andi Yogyakarta, Yogyakarta. -------,.2010. Tata Ruang Air, Andi Yogyakarta, Yogyakarta. Masrur, Masad, 2008, Kewajiban Negara Terhadap Kesejahteraan Rakyat, Jurnal Politika, Jakarta 2008 Nurmandi, Achmad. 2010. Manajemen Pelayanan Publik. Sinergi Publishing. Malang Palguna. 2009 Hukum Internasuional. PT. Asdi Mahasatya. Jakarta Sosiawan, et al. 2009. Strategi Pembagian Air Secara Proporsional Untuk Keberlanjutan Pemanfaatan Air, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Bogor. Sudirja, Rija. 2006, Pengelolaan Air Berbasis Masyarakat: Tinjauan Perspektif Legal, Makalah Pelatihan ”Pengelolaan Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat 2006”, Bandung Thoha, Miftah. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Kencana. Jakarta.