BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP
3.1 Kerangka Berpikir Subak sangat berperan dalam pembangunan pertanian beririgasi, khususnya dalam pengelolaan sumberdaya air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi diperlukan untuk melakukan intensifikasi dalam meningkatkan produktivitas usahatani dan mengoptimalkan pemanfaatan air irigasi. Pengelolaan sumberdaya air irigasi merupakan salah satu fungsi subak. Di samping itu, UNESCO mengakui subak sebagai sistem irigasi telah mampu mempertahankan budaya asli bahkan menjadi perekat sosial masyarakat Bali. Hal ini diwujudkan UNESCO dengan mengakui subak sebagai warisan budaya dunia pada tanggal 29 Juni 2012 di Rusia (UNESCO, 2012). Keputusan UNESCO tersebut mengundang perhatian masyarakat luas untuk mengetahui keragaan subak di Bali. Nagaoka (2012) berpendapat bahwa penetapan subak sebagai warisan budaya dunia bukan tujuan akhir, tetapi awal masyarakat Indonesia berjanji pada dunia untuk melestarikan situs tersebut. Oleh karena itu, subak sebagai lembaga irigasi dan pertanian perlu dilestarikan. Di pihak lain, hasil penelitian Windia (2002) mengungkapkan bahwa sistem irigasi subak dengan falsafah THK ini bersifat memiliki peluang untuk ditransformasi ke wilayah lain, sejauh nilai-nilai kesepadanan teknologi yang dimiliki dapat terpenuhi. Subak memiliki beragam fungsi dan beberapa kendala dalam menjalankan fungsinya. Berdasarkan lima fungsi subak yang ditemu kenali oleh Sutawan (2008) maka dalam penelitian ini dirumuskan fungsi subak yang telah 42
43
dimodifikasi, yaitu (1) fungsi alokasi, distribusi, dan pinjam air irigasi; (2) fungsi pemeliharaan fasilitas subak; (3) fungsi pengelolaan sumberdaya; (4) fungsi penyelesaian konflik; dan (5) fungsi penyelenggaraan kegiatan ritual. Dalam pengelolaan fungsi tersebut, subak menghadapi kendala berupa keterbatasan sumberdaya yang dikuasai, antara lain: (1) suplai air irigasi, (2) suplai dana, (3) suplai tenaga kerja keluarga, (4) suplai lahan sawah beririgasi. Berdasarkan fenomena tersebut, diperlukan optimalisasi pengelolaan fungsi sistem subak yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk memaksimalkan produktivitas subak. Optimalisasi pengelolaan fungsi sistem subak juga diharapkan mendukung pelestarian dan transformasi subak. Subak dalam satu daerah irigasi tersebar dari hulu hingga ke hilir. Subak di bagian hulu sangat berperan dalam mempertahankan kelestarian DAS dan sumber air di hulu. Sementara itu, subak di bagian hilir banyak mengalami kerusakan jaringan irigasi akibat alih fungsi lahan, sehingga memungkinkan terjadinya penurunan produktivitas sawah. Subak yang berada di daerah hilir akan kekurangan air pada musim kemarau, sehingga tidak memungkinkan menanam padi sawah dan sebaliknya sawah akan terendam pada musim hujan. Hal ini memungkinkan terdapat perbedaan alokasi sumberdaya subak; pola tanam yang dikembangkan di daerah hulu dan hilir; serta produktivitas subak. Oleh karena itu, optimalisasi perlu dilakukan di subak yang terletak di bagian hulu dan bagian hilir dalam satu daerah irigasi. Optimalisasi pengelolaan fungsi subak ini dianalisis menggunakan program linier dengan sumberdaya yang dikuasai subak sebagai kendala dalam
44
analisis tersebut. Kerangka berpikir optimalisasi pengelolaan fungsi sistem subak disajikan pada Gambar 3.1. Subak sebagai Warisan Budaya Dunia
1. 2. 3. 4. 5.
Fungsi/aktivitas subak: Fungsi alokasi, distribusi, dan pinjam air irigasi; Fungsi pemeliharaan fasilitas subak; Fungsi pengelolaan sumberdaya; Fungsi penyelesaian konflik; dan Fungsi penyelenggaraan kegiatan ritual.
Kendala yang dihadapi subak: 1. Suplai lahan sawah; 2. Suplai air irigasi; 3. Suplai dana; dan 4. Suplai tenaga kerja keluarga.
Optimalisasi Pengelolaan Fungsi Subak Melalui Analisis Linier Programming
Subak dapat ditransformasi dan dilestarikan Gambar 3.1. Kerangka Berpikir Optimalisasi Pengelolaan Fungsi Sistem Subak di DI Kedewatan, Provinsi Bali
3.2 Konsep Subak adalah organisasi tradisional di bidang tata guna air dan atau tata tanaman di tingkat usahatani pada masyarakat adat di Bali yang bersifat sosioagraris-religious, ekonomis yang secara historis terus tumbuh dan berkembang (Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 9 Tahun 2012). Subak merupakan elemen atau sub-sistem dari sistem irigasi secara keseluruhan di sepanjang aliran sungai
45
dalam lingkungan suatu DAS. Kinerja sistem irigasi di hilir aliran sungai juga dipengaruhi oleh sistem irigasi di hulu. Dengan mengadakan koordinasi yang baik antar sistem irigasi sepanjang aliran irigasi maka sumberdaya air di sungai yang merupakan public goods dapat dimanfaatkan secara lebih adil. Lingkungan alami ini merupakan lingkungan eksternal terhadap sistem subak, tetapi berdampak langsung terhadap kinerja subak yang bersangkutan. Kelestarian DAS dan sumberdaya air di hulu dan sistem irigasi/subak baik secara individual maupun secara keseluruhan di sepanjang aliran sungai juga dipengaruhi oleh berbagai kekuatan-kekuatan atau faktor eksternal seperti faktor demografi, sosial, ekonomi, budaya, politik, dan kebijakan pemerintah (Sutawan, 2005). Guna mewujudkan kelestarian subak maka semua elemen subak harus dapat dijaga kelestariannya. Subak sebagai suatu sistem irigasi yang dikelola petani secara swadaya untuk tanaman semusim khususnya padi, memiliki beberapa elemen yang saling terkait, yaitu (1) organisasi petani pengelola air irigasi; (2) jaringan irigasi/sarana dan prasarana irigasi; (3) produksi pangan; (4) ekosistem lahan sawah beririgasi; dan (5) ritual keagamaan terkait dengan usahatani padi (Sutawan, 2005). Manajemen subak berprinsip pada falsafah THK untuk mencapai tujuan organisasinya. Falsafah THK mengandung arti bahwa kebahagiaan manusia akan dapat dicapai apabila manusia mampu menjaga keharmonisan hubungan antara tiga faktor dari THK yaitu sebagai berikut. (1) Unsur Ketuhanan (parhyangan), maksudnya
hubungan
yang
harmonis
antara
manusia
dengan
Tuhan.
Pengejawantahan ini dalam subak diwujudkan dengan adanya pura subak
46
(pengulun subak). (2) Unsur manusia (pawongan), maksudnya hubungan yang harmonis antara manusia dengan manusia. Semua anggota subak (krama subak) mengadakan musyawarah mufakat di dalam subak itu sendiri dalam rangka melakukan segala aktivitas yang berhubungan dengan pertaniannya. (3) Unsur alam (palemahan), adalah tempat melakukan aktivitas sebagai petani berupa areal persawahan (Sutawan, 2008). Dalam penelitian optimalisasi pengelolaan fungsi subak ini, sebagai variabel terikat atau fungsi tujuan dalam program linier adalah produktivitas subak, sedangkan variabel bebas atau aktivitasnya adalah lima fungsi subak. Sistem subak pada prinsipnya memiliki lima fungsi, yaitu (1) fungsi alokasi, distribusi, dan peminjaman air irigasi; (2) fungsi pemeliharaan fasilitas subak; (3) fungsi pengelolaan sumberdaya; (4) fungsi penyelesaian konflik; dan (5) fungsi penyelenggaraan kegiatan ritual. Fungsi alokasi, distribusi, dan pinjam air irigasi adalah aktivitas pengalokasian, pendistribusian, dan peminjaman air irigasi untuk mengairi lahan sawah anggota subak per musim tanam. Fungsi pemeliharaan fasilitas subak adalah aktivitas operasi dan pemeliharaan fasilitas subak per musim tanam. Fungsi pengelolaan sumberdaya adalah aktivitas mobilisasi sumberdaya subak untuk semua aktivitas subak per musim tanam, termasuk untuk aktivitas usahatani dan aktivitas ekonomi lainnya, antara lain penyelenggaraan kegiatan koperasi tani. Fungsi penyelesaian konflik adalah aktivitas penyelesaian konflik di subak, yang diwujudkan dengan penyelenggaraan rapat anggota subak per musim tanam. Fungsi penyelenggaraan kegiatan ritual adalah aktivitas penyelenggaraan kegiatan
47
ritual yang terkait kegiatan usahatani secara langsung maupun tidak langsung di tingkat subak per musim tanam. Subak memiliki sumberdaya terbatas dalam menjalankan fungsifungsinya. Sumberdaya subak yang terbatas terdiri atas suplai (ketersediaan) lahan sawah, suplai air irigasi, suplai dana, dan suplai tenaga kerja keluarga. Sumberdaya subak yang terbatas tersebut merupakan kendala yang dihadapi dalam pengelolaan fungsi subak. Salah satu keputusan manajerial yang sangat penting adalah alokasi sumberdaya subak yang terbatas dalam pengelolaan fungsi subak yang optimal agar dihasilkan produktivitas subak yang maksimal. Hal ini sesuai dengan konsep optimasi, yaitu melalui penggunaan input (sumberdaya) yang tersedia akan menghasilkan keuntungan maksimal (Baumol, 1977; Soekartawi, 1994). Mize dan Cock (1968) berpendapat bahwa optimalisasi mengisyaratkan upaya penemuan nilai maksimal atau minimal dari beberapa fungsi matematis dengan jalan menetapkan harga bagi peubah-peubah yang dapat dikendalikan hingga batas-batas tertentu. Maksimalisasi merupakan proses penemuan nilai maksimal dari suatu fungsi tujuan, sedangkan minimalisasi merupakan proses penemuan nilai minimalnya. Adapun yang dimaksud dengan optimalisasi pengelolaan fungsi subak dalam penelitian ini adalah upaya-upaya yang seharusnya dilakukan agar pengelolaan fungsi sistem subak dengan penggunaan sumberdaya yang terbatas dapat menghasilkan produktivitas maksimal.