Makalah Po
r Topik : Peran Biosistimatika dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati
IDENTIFIKASI SUATU SPESIES BARU MELALUI VARIASI GENETIK: STUDI KASUS PADA POPULASI SCUTELLARIA SLAMETENSIS SPa NOV. (LAMIACEAE) DI GUNUNG SLAMET, JAWA TENGAH Sudarmono Centre for Plant Conservation - Kebun Raya Bogor, Indonesian Institute of Sciences (L1PI), JI. Ir. H. Juanda No. 13, Bogor, Indonesia. email :
[email protected] Abstrak Untuk membuktikan bahwa suatu spesies sebagai spesies baru dapat dilakukan tidak hanya melalui ciri-ciri pad a morfologinya saja namun kini ada pendekatan molekuler yang relative lebih murah, yaitu pendekatan sistem enzim . Tujuan penelitian ini tentu saja tidak hanya pad a populasi spesies baru Scutellaria s/ametensis sp. nov namun juga pada populasi S. disc%r yang ada di Gunung Siamet. Variasi genetika yang ada pada populasi S. s/ametensis dan populasi S. discolor dapat digunakan untuk mengetahui keanekaragaman aiel dan aliran genetika yang berkaitan dengan proses penyerbukannya. Jumlah kromosom dianalisa dan pendekatan sistem enzim menggunakan AAT, EST, MDH dan PER untuk mengevaluasi polimorfik loci. Variasi genetika pada S. s/ametensis adalah relatif tinggi namun pada S. discolor adalah rendah. Ciri-ciri morfologi yang berbeda pada kedua spesies Scutellaria tersebut terjadi juga pada bukti aiel ke-empat sistem enzim tersebut di atas. Namun kedua spesies tersebut mempunyai hubungan kekerabatan yang tingg i. Hal ini membuktikan adanya proses evolusi yang disebabkan adanya isolasi geografi. Kata kunci : Gunung Siamet, Scutellaria s/ametensis sp. nov. , S. discolor, sistem enzim Pendahuluan Scutellaria (Lamiaceae) merupakan marga terbesar dengan 360 species (Huang 1994; Paton 1990; Paton dalam Harley et al. 2004). Marga ini tersebar luas, subkosmopolitan , sedikit terdapat di dataran rendah lembap tropis. Dikenal empat spesies di Indonesia, yaitu ; S. discolor Colebr., S. indica L. , S. javanica Jungh. dan S. s/ametensis Sudarmono & B.J.Conn (Backer & Bakhuizen van den Brink Jr 1965; Keng 1978; Steenis 1972; Sudarmono & Conn 2010) . Spesies di Indonesia merupakan anggota anak marga Scutellaria seksi Scute/Jaria (Paton 1990) dan diklasifikasikan oleh Paton menjadi beberapa 'species-groups: ' "S. discolor species-group' (termasuk S. discolor); "S. humilis speciesgroup' (termasuk S. javanica); "S. violacea species-group' (termasuk S. indica) . 'Speciesgroup' pada S. s/ametensis masih bel um jelas. Alozim umumnya menyediakan sumber informasi perihal variasi genetik pada populasi alam . Parameter variasi genetik seperti interbreeding antara populasi , aiel heterosigositi, keragaman genetik, diferensiasi genetik dan kondisi arus gen dapat menghasilkan informasi pada mutasi gen, penyimpangan genetik, bottle-neck, bahkan kemungkinan populasi terancam punah. Parameter ini tidak hanya dapat menghitung pad a level populasi dan antara populasi tetapi juga antar spesies. Variasi genetik pada level populasi mencerminkan pada level spesies. Hamrick and Godt (1990) menegaskan bahwa spesies dengan daerah geografik terbatas cenderung mempunyai sedikit keragaman genetiknya, mereka berbagi variasi ini kebanyakan dengan cara yang sama pada spesies yang tersebar luas. Bagaimanapun juga geografi ditentukan oleh kondisinya seperti gununggunung. Faktor inbre{Jding sebagai hasil tingginya frekwensi pada perkawinan saudara, untuk kebanyakan tumbuhan berbunga, meningkatnya selfing disebabkan berkurangnya aktivitas polinator. Sistem gunung adalah tempat yg baik yang mana untuk meneliti arus gen diantara spesies endemik dan Gunung Siamet di Jawa Tengah adalah tipikal sistem gunung yang terdiri dari kekayaan flora dengan spesies terbatas misalnya Scutellaria (Lamiaceae). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara Scutellaria sp. yang kemudian dinamai sebagai S. s/ametensis Sudarmono & BJ Conn dengan S. discolor Colebr. , kerabat dekat dalam Famili Lamiaceae yang ada di Gunung Siamet, Jawa Tengah. Pendekatan dilakukan selain dengan mengamati jumlah kromosomnya juga dengan pendekatan analisa alozim.
978
5
inar nasional : Peran Biosistimatika; Purwokerto, 12 Desember 2009
Cara Kerja Koleksi sam pel Sampel Scutellaria slametensis dikumpulkan dari enam populasi di Gunung Siamet (Jawa Tengah, Indonesia, Gambar 1). Lokasi populasi dapat dilihat pad a Tabel 1. Lokasi penelitian meliputi Oesa Kaligua, Kecamatan Pandansari, Kabupaten Brebes, yaitu rute di PTPN IX Perkebunan Teh (Hutan Lindung G. Siamet wilayah Barat), rute pendakian dari Utara masuk melalui Oesa Kaliwadas, Kabupaten Brebes dan perbatasan dengan Kabupaten Tegal dan lokasi dari arah pendakian Gunung Siamet dari selatan (Baturraden, Kabupaten Banyumas). Sampel dari tiga populasi S. discolor adalah didapat dari Bumi Perkemahan Baturaden, Kebun Raya Baturraden dan Telaga Sunyi (Kecamatan Baturraden, Kabupaten Banyumas). Sepuluh individu tumbuhan dianalisa pada setiap populasi. Semua koleksi pada kedua spesies ditanam di Kebun Raya Bogor (Bogor) dan spesimen kering disimpan di Herbarium Bogoriense (BO), National Herbarium of New South Wales (NSW) dan Herbarium Kebun Raya Bogor (disini sebagai 'KRB'). Analisa kromosom. Ujung akar muda diambil pada setiap individu tanaman dan diinkubasi pada 0.05 % larutan colchicine selama 2 jam pada suhu 18 DC. Lalu dicampur dengan fixative fluid (ethanol : chloroform : glacial acetic acid = 2: 1: 1) selama lebih dari 45 menit pada 5°C. Ujung akar di lunakkan dengan 1N HCI pada 60°C selama 18 detik. Jaringan meristem diwarnai dengan 2% aceto-orcein selama 5-10 menit pada slide glass. Setelah itu kemudian ditambahkan satu tetes 45% asam asetat dan ditutup cover slip, selanjutnya ditekan kuatkuat. Oilihat dibawah mikroskop cahaya. Jumlah kromosom dihitung dan ukurannya dikonversikan melalui proyektor atau diukur sesuai perbesaran yang ada. Analisa isozim Variasi alozim dalam populasi dianalisa melalui sistem enzim pada enam populasi Scutellaria slametensis dan dibandingkan dengan tiga populasi S. discolor, keduanya terdapat di Gunung Siamet (Jawa Tengah, Indonesia, Gambar 1). Oaun muda yang masih segar kira-kira 0.5 cm 2 dari setiap individu di kstrak dengan bufer gerusan 0.1 M TRIS-HCI, pH 7.5 (Soltis et ai , 1983). Ekstrak diserap oleh kertas filter (Whatmann No. 3) dan dielektroforesiskan pada 12 % gel pati (sistem elektroforesis horisontal) dan diisikn pada 7.5-10 % gel poliakrilamid (sistem elektroforesis vertikal). Total 4 sistem enzim dianalisa. Aspartate aminotransferase (AAT; EC 2.6.1 .1), Esterase (EST; EC 3.1 .1), Malate dehydrogenase (MOH ; EC 1.1.1.37) and Peroxidase (PER; EC 1.11 .1.7) pada gel elektroforesis (Soltis et al. 1983), dengan beberapa modifikasi pada bufer pH 8.0-8.5. Interpretasi genetik pada pita isozim berdasarkan evaluasi polimorfism alozim yang didokumentasikan sebelumnya (Shield et al. 1983; Kephart 1990; Sudarmono & Okada 2008). Variasi genetik pada populasi adalah dihitung dengan POPGENE ver. 1.31 (Yeh FC, et aI, 1999); rata-rata jumlah aiel per lokus (A), persentase loci polimorfik (Pp) , keragaman gen (heterozigot yang diharap, HE)' Suatu lokus dianggap menjadi polimorfik j ika aiel kedua pada lokus itu terdeteksi lebih dari 1 % pada paling tidak 1 populasi. Identitas genetik dan jarak genetik untuk masing-masing kombinasi pasangan populasi adalah mengikuti Nei (1978) . Pada studi ini unbiased identitas genetik digunakan untuk mengurangi bias sebab individu populasinya kecil «50 individu) dan dianalisa menggunakan POPGENE ver. 1.31 (Yeh et al. 1999). Untuk analisa hubungan genetik antar 9 populasi Scutellaria berdasarkan polimorfism alozim meQggunakan dendrogram Unweighted Pair Group Method using Arithmetic averages (UPGMA) pada Nei (1978) dengan menggunakan NTSYS-pc 2.0 (Rohlf 2000) . Hasil dan Pembahasan Analisa Kromosom Jumlah kromosom pada Scutellaria slametensis dan S. discolor adalah diploid 2n=24. Panjang kromosom metafase mitosis pada S. slametensis berbeda-beda dari 2-2,5 ~m, sedangkan pada S. discolor adalah lebih kecil (1 ,5-2 ~ m).
979
Makalah Post
Tabel1.
Pop
2
3
4
5 6 7
8 9
Topik : Peran Biosistimatika dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati
Rata-rata vari asi genetik pada tingkat populasi Scutellaria di G. Siamet (Jawa Tengah) Lokasi Populasi
Hutan Lindung Blok Paron, Desa Kaliwadas, Kec. Longgewer, Kab. Brebes. Hutan Lindung Blok Sakub, Desa Kaligua, Kec. Pandansari, Kab. Brebes. Hutan Lindung Blok Sokarata, Desa Kaligua, Kec. Pandansari, Kab. Brebes. Hutan Lindung Petak Dua, Baturaden, Purwokerto, Hutan Lindung Pos 3, Baturraden, Purwokerto Hutan Lindung Pos Satu, Baturraden, Purwokerto Bumi Perkemahan Baturraden, Purwokerto Baturraden Botanic Garden, Purwokerto Telaga Sunyi, Baturraden, Purwokerto
Ketinggi an (meter dpl)
Garis Lintang/Bujur
N
Pp%
1.980
S Or16'05,7" E 109°09'30,3"
10
75
2.002
S Or16'03,8" E 109°08'44,0"
10
25
1.802
S Or16'58,5" E 109°07'47,3"
10
50
10
75
10
75
10
75
10
10
1.390 2.215 1.778 980
S Or17'0,23" E 109°12'01,3" S Or16'00,3" E 109°12'03,8" S Or26'0,32" E 109°12'08,3" S Or18'14,2" E 109°13'57,8" S Or18'18 .63" E 109°14'06.62" S Or18'24.8" E 109°14'33.81"
A
Ae
HE
Variasi genetik *
1,7
1,7 5
0,4 17
tinggi
1 ,2
0,1 39
rendah
rendah
5 1 ,2 5 1,5
5
o
1,5
0,2 78
2,0 0 1,7 5 1,7 5
1,9 1 1,7 5 1,7 5 1,5
0,4 50 0,4 17 0,4 17 10,5
?H-f
tinggi tinggi tinggi rendah
1.2 0, 1 rendah 5 25 777 10 1.0 1,0 0,0 rendah 0 0 0 00 Jumlah sample yang diperiksa (N), prosentase loci polimorfik (Pp) , rata-rata jumlah 771
10
25
aiel per lokus (A), rata-rata jumlah aiel efektif per lokus (Ae), heterozigositi atau keragaman genetic yang diharapkan (He). *Kategori persebaran geografinya pada tingkat regional rata-rata Pp= 36,4 %, A = 1,55, Ae = 1,16 dan He = 0,118 (Hamrick & Godt, 1990).
Variasi Genetik Empat loci terdeteksi pad a semua populasi di ke dua spesies Scutellaria (Tabel 1). Ke empat sistem enzim yang diperiksa yaitu, AAT, EST, MDH dan PER adalah konsisten untuk sembilan populasi yang diteliti. Populasi 1, 4-e (Tabel 1) secara genetik tinggi variasinya dengan 75% pada polimorfik loci (Pp 75 %). Populasi 4 mempunyai rata-rata jumlah aiel per lokus (A) 2,00, lebih tinggi dari rata-rata A = 1.75 untuk populasi 1, 5, 6 (TabeI1). Heterozigot yang diharap tinggi pada empat populasi (populasi 1: H E = 0,375; 4: HE = 0,401 ; 5: HE= 0,375; 6: HE = 0,375) (Tabel 1). Kebalikannya, variasi genetik paling rendah terjadi pad a populasi 9 (Pp= 0 %, A = 1,00, HE = 0,000) (Tabel 1). Populasi yang lain mempunyai variasi genetik rendah meliputi: populasi 2 (Pp= 25 %, A = 1,25, HE = 0,139) dan populasi 8 (Pp= 25 %, A = 1,25, HE = 0,125). Berdasarkan jarak genetik (menu rut Nei 1978) terbagi menjadi dua kelompok populasi (Gambar 1). Scutellaria discolor (populasi 7, 8 dan 9) adalah secara genetik berjarak dari semua populasi S. slametensis. Pada taksa S. slametensis, populasi 1 (populasi di blok Paron, Brebes) dan 5 (populasi di Pos III, rute pendakian dari basecamp Baturraden) di atas G ~" Siamet adalah sama genetiknya dan dekat dengan anak kelompok populasi 4 (populasi di Pos II) dan 6 (populasi di Pos I) dimana kedua lokasi itu juga dari rute pendakian asal basecamp Baturraden.
980
5
nar nasional : Peran Biosistimatika; Purwokerto 12 Desember 2009 t
Frekuensi aiel pada 9 populasi Tabel 2. Frekuensi aiel pada 4 loci polimorfik 9 populasi Scutellaria. Spesies Pop. 1 Scutellaria slametensis Pop. 2 S. slametensis Pop. 3 S. slametensis Pop. 4 S. slametensis Pop. 5 S. slametensis Pop. 6 S. slametensis Pop. 7 S. discolor Pop. 8 S. discolor Pop. 9 S. discolor Spesies Pop. 1 Scutellaria slametensis Pop. 2 S. slametensis Pop. 3 S. slametensis Pop. 4 S. slametensis Pop. 5 S. slametensis Pop. 6 S. slametensis Pop. 7 S. discolor Pop. 8 S. discolor Pop. 9 S. discolor
Aat-1a
Aat-1D
0.500 1.000 0.500 0.500 0.500 0.500
0.500
Mdh-1 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500
Mdh-1
Est-1a
Est-1D
1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
D
1.000 1.000 1.000 c Mdh-1
0.500 1.000 0.500 0.500 0.500 0.500
1.000 1.000
0.500 0.150
0.350 0.500 0.500
a
Aat-1C
0.500 0.500
1.000 1.000 1.000 Pel
Pel'
0.500 0.500 1.000 0.500 0.500 0.500
0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 0.500 1.000
Pe,.c
0.500 0.500
Berdasarkan frekuensi aiel pada tingkat populasi (Tabel 2) ditemukan pada populasi 4 pada aiel Aat-1C dengan frekuensi 0,150 (kurang dari 0,500) adalah paling rendah frekuensinya dan aiel ini (Aat-1 C ) juga dimiliki populasi 3 (frekuensi 0,500), populasi 7 (frekuensi 1,000), 8 (frekuensi 1,000) dan 9 (frekuensi 1,000). Aiel Aat-1C, Mdh_1 a,b,c dan Pel adalah a~1 terbagi antara S. slametensis dan S. discolor sedangkan aiel yang hanya dimiliki oleh S. s/ametensis atau aiel spesifik spesies adalah Aat-1a, b, Est-1a dan Pet . Paton (2004) mencatat bahwa jumlah kromosom untuk Scutellaria adalah 2n=1288, dengan jumlah yang paling sering 2n=20, 22, 24, 32 dan 34. Jumlah kromosom pada Scutellaria anak marga Scutellaria , yang termasuk semua spesies di Indonesia, yaitu 2n=24-34 (Paton 1990). Penelitian ini mengkonfirmasikan penemuan Huang (2000) untuk S. discolor dari Taiwan, yang jumlah kromosom spesies ini 2n=24. Jumlah kromosom Scutellaria slametensis adalah juga 2n=24, kedua spesies ini merupakan kerabat dekat. Ukuran jumlah kromosomnya juga kecil yaitu kurang dari 5 ~m panjangnya. Hasil dari rata-rata variasi genetik Scutellaria s/ametensis, spesies dengan penyebaran yang terbatas (Pp= 75 %, A = 2.00, HE = 0.450) adalah lebih rendah atau sama dengan S. montana (Pp = 75.42 %, A = 2.21 , HE = 0.19; Cruzan , 2001). Scutellaria disc%r (berdasarkan Populasi 9) mempunyai variasi genetic rendah dengan hamper semua loci monomorfik dan homozigot. Populasi lokal pad a S. slametensis di G. Siamet mempunyai perbedaan yang kuat (Gambar 1) dan penyebaran alelnya terpisah. Cruzan (2001) menduga bahwa ambang memisahkan diri merupakan pencerminan tingginya tingkat penyerbukan sendiri (selfing) pada populasi yang terisolasi sebab tidak adanya penyerbuk. Hasil dari pengamatan perilaku bunga dan uji penyerbukan pada S. s/ametensis jelas menunjukkan kebanyakan sesuai serbuk sendiri sama dengan hasil dari S. indica (Sun 1999). Jadi , perkecambahan serbuk sari mempengaruhi interseksi pada aliran gen dimana frekkuensi aiel menunjukkan aiel terbagi diantara mereka. Jika variasi genetik adalah umum mempengaruhi aiel terbagi dalam spesies, adalah nyata berkaitan antara aiel terbagi dengan spesies yang penyebarannya loka!. Lebih jauh lagi pad a Gambar 1 bahwa dendrogram pada UPGMA jarak genetic Nei adalah menunjukkan hubungan antara aiel terbagi dan jarak genetik. Dendrogram ini serasi antara analisa alozim dan analisa morfologi yang membagi dua spesies Scutellaria di G. Siamet yaitu S. s/ametensis dan S. disc%r varitas disc%r.
981
Makalah Pos
Topik : Peran Biosistimatika dalam Pengelolaan Sumberdaya Hayati
Topologi pada pohon UPG MA menunjukkan kelompok yang diharapkan berkaitan dengan struktur taksonomi pada taksa yang digunakan pada penelitian ini . Kelompok pertama terdiri dari en am taksa yang didukung anak kelompok dari beberapa populasi. Jarak genetik yang paling tinggi (1,45) berdasarkan Nei (1978) ditemukan antara S. slametensis dan S. discolor pada penelitian ini (Gambar 1) dan ke dua kelompok ini menunjukkan perbedaan pada bentuk daun, ukuran dan warna bunga serta tinggi batangnya namun mempunyai persamaan pad a struktur bunganya. Ada beberapa fitur morfologi yang dapat membedakan S. discolor dari S. slametensis (Sudarmono and Conn 2010). Bentuk daun, tinggi batang dan jumlah ruas bunga majemuk pada S. discolor (populasi 7-9) adalah sangat berbeda dari S. slametensis (populasi 1-6) (Tabel 2). S. discolor mempunyai bunga dengan mahkota jingga (populasi 7-9), dimana S. slametensis mempunyai mahkota dengan dasar putih dan bagian atas ungu (populasi 1 & 2) atau bagian atas jingga (populasi 3-6). S. slametensis mempunyai daun membundar-Ionjong, dimana S. discolor daunnya bundar. S. slametensis mempunyai dua bunga pada setiap ruas bunga majemuk, dimana S. disc%r ada empat bunga per ruas. Tingkat keragaman genetik yang rendah membuat suatu spesies dengan frekuensi endogamy (perkawina antar bunga pada tanaman yang sama) tinggi dan konsekuensinya sebagai spesies yang beresiko tinggi punah (Fracaro and Echeverrigaray 2006) . Jumlahnya yang terbatas pada S. slametensis dan S. discolor dan kecepatan yang tinggi pad a inbreeding mungkin meningkatkan homozigositi dan mengurangi kemampuan tumbuh individu, hilangnya beberapa ciri khas, meningkatnya kemandulan biji, berkurangnya kesuburan dan kecepatan berkecambah bici . Dubash and Fenster (2000) mengungkapkan munculnya lingkaran setan menuju pad a hilangnya suatu populasi.
Kesimpulan Hubungan antara spesies S. slametensis dan S. discolor cukup dekat dilihat dari lima aiel (Aat-1C, Mdh_1 8,b,c dan Pe(1) yang terdapat di kedua spesies tersebut. Empat aiel yaitu Aat- 18, b , Est-18 dan Pe,a merupakan aiel spesifik spesies pada S. slamete[1sis Meskipun variasi genetiknya berbeda-beda namun mempunyai jumlah kromosom yang sama, diploid 2n= 24. Gambar dendrogram memisahkan dua kelompok yaitu kelompok S. slametensis dan kelompok S. discolor, yang juga mempunyai perbedaan pad a ciri-ciri morfologinya, yaitu bentuk daun , tinggi batang dan jumlah ruas bunga majemuk. Daftar Pustaka Backer C.A and Backhuizen van den Brink Jr RC (1965) . Scutellaria , p. 620. In Flora of Java (spermatophytes only). Vol. II Angiospermae, Families 111 -160. Noordhoff, Groningen . Cruzan MB (2001). Population size and fragmentation thresholds for the maintenance of genetic diversity in the herbaceous endemic Scutellaria montana (Lamiaceae). Evolution , 55: 1569-1580. Dubash MR and CB Fenster (2000). Inbreeding and outbreeding depression in fragmented population. Cambridge University Press. Cambridge, 35-53. Elistrand NC, DR Elam (1993) . Population genetic consequences of small population size: impl ication for plant conservation. Annual Review of Ecology and Systematics 24: 217-242. Fracaro F and S. Echeverrigaray (2006). Genetic variability in Hesperozygis ringens Benth. (Lamiaceae) , an endangered aromatic and medicinal plant of Southern Brazil. Biochemical Genetics, vol. 44, Nos. 11/12: 479-490. Goudet J (2000). FSTAT, a program to estimate and test gene diversities and fixation indices (version 2.9.1). Universite de Lausanne, Switzerland . Hamrick JL and Godt JW (1990). Allozyme diversity in plant species. In: Brown AHD, Clegg MT, Kahler AL and Weir BS (Eds.), Plant population genetics, breeding and genetic resources, pp. 43-63. Sinauer, Sunderland , MA. Huang OS (1994) . Scutellaria (Lamiaceae) . Flora of China 17: 75-103. Keng H 1978. Labiatae. In Steenis CGGJ van (Ed .) Flora Malesiana. Series I Spermatophyta 8: 301-394. Kephart SR (1990) . Starch gel electrophoresis of plant isozymes: A comparative analysis of techniques. American Journal of Botany 77: 693-712.
982
minar nasional : Peran Biosistimatika; Purwokerto, 12 Desember 2009
Luzuko OM, Balkwill K and McLellan T (2000). Genetic diversity and gene flow in the morphologically variable, rare endemics Begonia gregei and B. homonyma (Begoniaceae). American Journal of Botany 87: 431-439. Nei M (1972). Genetic distance between populations. American Naturalist 106: 283-292. _ _ (1977). F-statistics and analysis of gene diversity in subdivided populations. Ann . Hum. Genet. 41: 225-233. _ _ (1978) . Estimation of average heterozygosity and genetic distance from a small number of individuals. Genetics 89: 583-590. _ _(1986). Definition and estimation of fixation indices. Evolution 40: 643-645. Paton AJ (1990). A global taxonomic investigation of Scutellaria (Labiatae). Kew Bulletin 45: 399-450. Paton AJ (2004). Scutellaria, pp. 211 . In Harley RM , Atkins S, Budantsey AL, Cantino PO, Conn BJ , Grayer R, Harley MM, KOk R de, Krestovskaja T, Morales R, Paton AJ , Ryding 0 and Upson T. Labiatae, pp. 167- 275. In Ku bitzki K (Ed.) The Families and Genera of Vascular Plants. In Kadereit JW (Ed.) Volume VII Flowering Plants Dicotyledons. Lamiales (except Acanthaceae including Avicenniaceae) . Springer, Berlin. Rohlf FJ 2000. NTSYS, Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis System, Version 2.0.2/ Applied Biostatistics Inc., New York. Shield CR, Orton T J and Stuber CW 1983. An outline general resource needs an procedures for the electrophoretic separation of active enzymes from plant tissue. In: Tanksley SO and Orton T J (eds) Isozyme in Plant Genetics and Breeding, Part A, B, Elsevier, Amsterdam , pp. 443-468. Slatkin M (1987). Gene flow and geographic structure of natural populations. Science, 236: 787-792. Soltis DE, Hauffler CH, Darrow DC and Gastony DC (1983) . Starch gel electrophoresis of ferns: A compilation of grinding buffers, gel and electrode buffers, and staining schedules. American Fern Journal 73: 9-27. Sudarmono and Conn BJ (2010). Scutellaria slametensis (Lamiaceae) , a new species from Central Java, Indonesia. Telopea (in press). Sudarmono and Okada H (2007) . Speciation process of Salvia isensis (Lamiaceae) , an endem ic species of serpentine areas in the Ise-Tokai district, Japan, from the viewpoint of the contradictory phylogenetika trees between chloroplast and nuclear DNA. Journal of Plant Research 120: 483-490. Sun M (1999). Cleistogamy in Scutellaria indica (Labiatae) : effective mating system and population genetic structure. Molecular Ecology 8: 1285-1295. Weir BS and Cockerham CC (1984). Estimating F-statistics for the analysis of population structure. Evolution 38: 1358-1370. Yeh FC, Yang R, Boyle T (1999) . POPGENE version 31; Microsoft window-based freeware for Population Genetic Analysis, Alberta: Alberta University and Center for International Forestry Research , U.S.A.
983