EKONOMI SUMBERDAYA AIR Topik 3. Kelangkaan & Permasalahan Sumberdaya Air
Yusman Syaukat DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA & LINGKUNGAN
FEM - IPB
When the well is dry, we learn the worth of water Benjamin Franklin
Pendahuluan Isu kualitas lingkungan dan keberlanjutan masih relatif baru di Indonesia Isu ini mengemuka akibat semakin buruknya kondisi lingkungan di Indonesia pada saat ini Permasalahan lingkungan memiliki dua kaitan
ke belakang – terkait dengan pola-pola pemanfaatan sumberdaya alam masa lalu dan saat ini; serta ke depan – terkait dengan biaya dan risiko akibat kerusakan lingkungan yang terus berlangsung
Pembangunan Sumberdaya Air
Pembangunan sumberdaya air (SDA) sudah dilaksanakan bahkan sebelum Indonesia merdeka. Pada tahun 1925 saja, luas area sawah beririgasi sudah mencapai 2.84 juta ha Sejak pemerintah Orba, pengembangan sumberdaya air memiliki peran penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan Isu pengelolaan kuantitas dan kualitas sumberdaya air saat ini semakin penting di Indonesia, baik Jawa maupun luar Jawa
Masalah Pengembangan SDA
Pengelolaan SDA memiliki karakteristik dan permasalahan yang sangat berbeda antara di Jawa dan Luar-Jawa Jawa: Overpopulation Degradation & depletion of natural resources
Luar Jawa: degradation of natural resources, due to: widespread deforestation Improper open mining practices Newly open plantation on the watershed
Permasalahan SDA di Jawa (1) Jawa:
7% lahan, 60-65% penduduk, 70% lahan pertanian beririgasi, 75% industri
Konversi hutan di lahan dataran tinggi (upland forest) dan lahan basah di pantai (coastal wetlands) menimbulkan erosi lahan, kerusakan daerah resapan air (watershed degradation), dan kehilangan sumberdaya perairan yang bernilai tinggi Permasalahan kuantitas dan kualitas air terkait dengan konflik:
Antar berbagai sektor yang bersaing (pertanian, industri, dan municipal); Antar air permukaaan dan air tanah
Permasalahan SDA di Jawa (2) Variasi musiman dan tahunan, karena:
Sungai di Jawa relatif pendek (panjang sekitar 150 km) Daerah upper catchments sudah rusak parah
Sehingga, pada musim penghujan air banyak terbuang (surface run-off), dan pada musim kering debit air sungai mencapai hanya 10% Berbagai bendungan (dams) telah dibangun – di Sungai Brantas, Citarum, Bengawan Solo, Serayu-Bogowonto, dan lainnya – tetapi:
Kapasitasnya hanya 5% dari total aliran sungai Diproyeksikan hanya mampu memenuhi kebutuhan air hingga tahun 2010 Pengembangan bendungan selanjutnya terkendala oleh kepadatan penduduk, serta biaya sosial-ekonomi resettlement
Permasalahan SDA di Luar Jawa Isu utama SDA di Luar Jawa terkait dengan semakin meningkatnya konversi lahan hutan dan perairan untuk aktivitas pertanian (yang direncanakan maupun liar), serta pertambangan dan eksploitasi hutan secara berlebihan Konsekuensi:
Erosi lahan Upper watershed degradation
• • • •
Menyebabkan fluktuasi arus air sungai yang sangat tinggi antara musim penghujan dan musim kering Fungsi optimal dan keberlanjutan sungai sangat terganggu Biaya operation & maintenance (O&M) infrastruktur air menjadi tinggi Sedimentasi sungai (terutama di hilir)
Pembukaan dan pengembangan (reklamasi) lahan gambut yang tidak sesuai – misal kasus Kalimantan Tengah – telah menimbulkan masalah lingkungan dan sosial-ekonomi
Permasalahan SDA - Indonesia Pengelolaan SDA Indonesia dihadapkan kepada permasalahan jangka panjang yang semakin kompleks, serta permasalahan investasi Permasalahan tersebut mencakup:
Permasalahan local scarcity akibat permintaan pertanian dan non-pertanian yang terus meningkat Cakupan pelayanan air bersih yang masih rendah Polusi SDA dan dampak pembuangan limbah (domestik & industri) Dampak kerusakan daerah resapan air (watershed) Dampak kerusakan lingkungan akibat kerusakan hutan
Dana (investasi) yang dibutuhkan untuk menanggulangi masalah tersebut sangat besar
Permasalahan SDA - Indonesia Ancaman terhadap pengelolaan SDA:
Kegagalan pemenuhan kebutuhan SDA Terjadinya krisis air dan konflik memperebutkan air Rusaknya sumberdaya alam dan infrastruktur air
Ketersediaan air di Jawa:
Tahun 1930 sekitar 4,700 m3/kapita/th; Tahun 2000 sekitar 1,500 m3/kap/th; dan Tahun 2020 sekitar 1,200 m3/kap/th. Sementara ambang batas penentuan kelangkaan air (water scarcity) adalah 1,700 m3/kapita/th.
Isu Supply & Demand Air
Kebutuhan air utk pertanian dan non-pertanian akan terus meningkat & proporsinya berubah Dg semakin langkanya SDA dan meningkatnya kebutuhan non-pertanian, pd musim kering perlu pergeseran dari pertanian ke nonpertanian? (highest & best value principal) Akibat adanya konversi lahan pertanian sktr 20,000 ha/th, realokasi air menjadi “seimbang” Walaupun realokasi air telah terjadi, yg perlu diperhatikan adalah apakah proses tsb dpt meminimumkan biaya ekonomi dan sosial petani, dan tidak mengganggu produksi pangan
Isu Mahalnya Biaya Investasi
SDA baru relatif mahal untuk dieksploitasi Disamping semakin mahalnya biaya investasi, pembangunan dam dan sarana irigasi menimbulkan biaya lingkungan dan biaya resettlement yang tinggi Biaya produksi air, baik untuk rumahtangga dan industri, semakin meningkat Tingginya biaya produksi air tersebut membuka peluang untuk pengembangan teknologi desalinisasi air laut (saat ini kontribusinya baru 0.2% dari produksi air total)
Isu Kebocoran Air
Kebocoran air masih sangat tinggi, baik untuk air irigasi maupun air bersih (air PDAM) Efisiensi irigasi bervariasi antara 25-35% di LDC Unaccounted for water (kehilangan air) dan nonrevenue water (air tak berekening) juga masih tinggi untuk air PDAM. Upaya penekanan kebocoran tersebut sangat efektif dalam menekan biaya produksi dan pengembangan pelayanan kepada pelanggan. Namun, tingkat kebocoran tersebut sebenarnya tidak hilang sepenuhnya, karena sebagian berperan untuk me-recharge air tanah
Isu Over-drafting Air Tanah dan Kerusakan Lahan Pertanian
Air tanah mengalami penurunan ketika laju pengambilan > recharge rate Ketika air irigasi tidak memenuhi kebutuhan, petani menggunakan air tanah Sekitar 66% lahan pertanian beririgasi mengalami kerusakan karena soil erosion, salinization, nutrient depletion, compaction, biological degradation, or pollution.
Isu Pencemaran dan Kualitas Air Air memiliki fungsi jasa lingkungan yang tidak bernilai ekonomi, namun sangat penting bagi kehidupan dan kesejahteraan manusia Jasa ekosistem air meliputi:
Provisioning of food, freshwater, and other biological products (fiber, medicine, energy) Supporting regulation functions (nutrient cycling, waste treatment) and organization and structure (biodiversity, landscape structure) Enriching cultural life, recreation, and tourism
Jasa lingkungan air ini terancam dan mengalami kerusakan akibat kerusakan sumberdaya alam (deforestation, wetland conversion) dan polusi/ pencemaran
Isu Poor Cost Recovery
Harga air masih lebih rendah dari biaya produksinya. Rendahnya harga air ini mungkin masih terkait dengan fungsi air sebagai a basic right of all individual Tetapi, rendahnya harga air tersebut berisiko terhadap perawatan infrastruktur air dan investasi di masa datang, serta tidak mendukung upaya konservasi/efisiensi pemakaian air Pengenaan harga air yang sesuai (full cost recovery) untuk irigasi tampaknya masih sulit, namun paling tidak dapat diupayakan agar biaya O&M dan biaya depresiasi dapat tertutupi
Akar Permasalahan SDA di Indonesia
Krisis SDA di Indonesia merupakan governance crisis Penanganan masalah harus pada akar masalahnya, tidak simtomatik belaka Misal: mengatasi banjir tidak sekedar membangun tanggul, tetapi apa penyebabnya: kerusakan hutan di daerah hulu? Tanpa mengobati akar permasalahannya, masalah tersebut akan terus muncul kembali
Akar Permasalahan SDA (2)
The real problem: pendekatan pembangunan SDA di Indonesia bersifat pendekatan sektoral, yang cenderung mengutamakan kepentingan sektornya masing-masing, sehingga penanganan masalah air menjadi buruk Akar permasalahan SDA seringkali bersifat eksternal bagi lembaga yang menangani SDA itu sendiri Permasalahan SDA tidak dapat diatasi dengan internalisasi masalah di bawah koordinasi salah satu lembaga pemerintah karena beragamnya pemangku kepentingan yang terkait SDA
Integrated Water Management
Dalam Second World Water Forum dan Ministerial Conference (2000) ditetapkan Integrated Water Resource Management sebagai world water vision yang perlu ditindaklanjuti Keterpaduan menyangkut keselarasan hubungan antara dimensi pertumbuhan ekonomi, keadilan sosial, dan keberlanjutan pengelolaan lahan dan air
International Rivers
Indonesia memiliki 14 sungai yang berbatasan dengan (mengalir dari/ke) negara lain: • 5 sungai dengan Malaysia: Baram, Lupar, Sembakung, Serundong • 3 sungai dengan Timor Lorosae: Loes, Nitibe, Wini • 6 sungai dengan Papua New Guinea: Bewani, Fly, Merauke, Tami, Tari
Hingga saat ini belum muncul permasalahan dengan sungai-sungai tersebut, namun perlu diantisipasi
Reminder … “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar” QS Ar-Ruum: 44
Masalah Hutan Indonesia (1)
Berkurang dan rusaknya hutan: pada tahun 2000, sekitar 101.7 juta hektar hutan dan lahan dalam kondisi rusak; 60juta ha diantaranya berada di kawasan hutan Kerusakan hutan tropis bersifat irreversible, upaya-upaya rehabilitasi hutan tak akan mengembalikan ke bentuk sebelumnya Laju kerusakan hutan sekitar 2.1 juta hektar per tahun pada periode 1997-2001 Industri kehutanan: ketidakseimbangan antara produksi (supply) dan kebutuhan (demand) kayu. Kapasitas produksi 64 juta m3/tahun, sementara kemampuan produksi 23 juta m3/tahun. Dari mana 41 juta m3 kayu per tahun diperoleh??? Status atau kepastian hukum mengenai Kawasan Konservasi tidak jelas. Saat ini ada sekitar 41 Taman Nasional, namun sebagian besar tidak memiliki rencana pengelolaan kawasan
Masalah Hutan Indonesia (2)
Illegal logging terjadi dengan intensitas yang sangat besar di berbagai daerah, bahkan di hutan lindung atau taman nasional. Inilah penyebab kerusakan hutan yang utama. 30 – 50 juta m3 konsumsi kayu nasional diperkirakan berasal dari illegal logging. Penyelundupan log (kayu bulat) ke luar negeri Kebakaran hutan terjadi setiap tahun, akibat pembakaran hutan untuk perluasan kebun. Pada tahun 2000, luas kebakaran hutan dan lahan mencapai 17,500 hektar Dengan adanya otonomi daerah, kewenangan pelaksanaan pengelolaan hutan (“siapa melakukan apa”) tidak jelas; sehingga terjadi benturan kepentingan antara pusat dengan daerah, antar daerah, antar sektor, dan antar pelaku (negara, masyarakat, pengusaha)
Referensi Pasandaran, Effendi; Bambang Sayaka, dan Tri Pranaji. 2006. Pengelolaan Lahan dan Air di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian RI. Rosegrant, Mark W; Ximing Chai, and Sarah A Cline. 2002. World Water and Food to 2025: Dealing with Scarcity. IFPRI, Washington DC. st Witoelar, Erna. (undated). “Water in the 21 Century – The Looming Crisis”. World Bank. 1994. Indonesia: Environment and Development. The World Bank, Washington DC.