I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok dewasa ini telah mendapat perhatian banyak pihak, termasuk pemerintah, LSM, akademisi dan masyarakat luas. Meningkatnya permintaan sumberdaya air sebagai akibat makin meningkatnya jumlah penduduk, pembangunan ekonomi, dan konsen terhadap kebutuhan lingkungan di satu sisi, dan makin berkurangnya ketersediaan sumberdaya air sebagai akibat dari perubahan iklim, rusaknya hutan sebagai daerah tangkapan air, rendahnya recharge (tingginya run-off), dan tingginya biaya infrastruktur di sisi lain, telah menyebabkan tekanan dan kelangkaan sumberdaya air terus meningkat. Kebutuhan air Wilayah Nusa Tenggara Barat mengalami peningkatan signifikan terutama pada periode 1990-2000, dimana kebutuhan air meningkat lebih dari sepuluh kali lipat, dari 26 m 3 per detik menjadi 365 m 3 per detik, dan diprediksi P
P
P
P
pada tahun 2015 meningkat 45%, dan 12% pada tahun 2020 (ESCAP, 2000). Penggunaan air masih didominasi untuk kebutuhan irigasi (56%), dan karena NTB merupakan daerah pemasok beras nasional, jumlah permintaan air terus meningkat sebesar 8.9% per tahun seiring dengan semakin intensifnya program peningkatan produksi pangan.
Kebutuhan air untuk kepentingan domestik juga mengalami
peningkatan. Jumlah sambungan air minum PDAM meningkat rata-rata sebesar 6% per tahun, sedang total konsumsi air meningkat dengan rata-rata peningkatan 8% per tahun (Sa’diyah, 2007).
Pesatnya pembangunan sektor pariwisata selama dua
dasawarsa terakhir, dan maraknya pertumbuhan perusahaan air minum kemasan baik yang merupakan perusahaan lokal maupun delokalisasi perusahaan nasional telah menyebabkan eksploitasi sumberdaya air meningkat lebih tajam. Kebutuhan air
2
mencapai 4.16 milyar m 3 yang terdiri dari 2.32 milyar m 3 untuk sektor pertanian, P
P
P
P
832.92 juta m 3 untuk sektor industri, 179.95 juta m 3 untuk sektor domestik, dan P
P
P
P
832.81 juta m 3 untuk kebutuhan lainnya (Dinas Kimpraswil Propinsi NTB, 2004). P
P
Kebutuhan air di Pulau Lombok dipenuhi dari dua sumber, dari aliran air permukaan berupa aliran sungai, waduk dan embung (dam tradisional berukuran kecil) dan air tanah. Wilayah perairan dikelompokkan dalam 4 Sub Satuan Wilayah Sungai (SSWS) yaitu SSWS Dodokan, SSWS Jelateng, SSWS Putih dan SSWS Mananga. Potensi air permukaan dan air tanah ke empat SSWS tersebut dan kebutuhan air pada berbagai sektor penggunanya pada tahun 2004 disajikan pada Tabel 1 dan 2. Tabel 1. Potensi dan Kebutuhan Air Pulau Lombok Tahun 2004 Potensi (juta m3/th) No.
Neraca (juta m3 per th)
Kebutuhan (juta m3/Tahun)
SSWS
Air Air Permukaan Tanah 1 167.0 1. Dodokan 536.0
Jmlh
Domestik Pertanian Industri
1 703.0 120.21
1 576.99
2. Jelateng
198.0
113.0
311.0
7.08
55.52
3. Menanga
532.0
232.4
764.4
34.95
523.59
1 015.0
147.6
1162.6
17.71
162.78
2 912.0
1 029.0
4. Putih Jumlah
Sumber
3941 179.95
lain
jumlah
643.27 585.12 2 925.59 -1 222.61 0.00
15.65
78.25
232.75
189.13 186.82
934.58
-170.18
225.61
936.99
2 318.87 832.92 832.81 4 164.03
-223.00
0.00
45.12
: Dinas Kimpraswil Propinsi NTB, 2004 dan Dinas Pertambangan dan Energi 2004.
Sumber air tanah diperoleh dari Cekungan Air Tanah Mataram-Selong, Cekungan Air Tanah Tanjung-Sambelia dan Cekungan Air Tanah Sekotong-Awang dengan total luas cekungan 4084 km 2 dan memiliki potensi air 1029 juta m 3 per P
P
P
P
tahun. Luas dan potensi setiap cekungan air tanah yang ada di Pulau Lombok, Propinsi Nusa Tenggara Barat disajikan pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Potensi Air Pada Setiap Cekungan Air Tanah Pulau Lombok, Tahun 2004 Jumlah Air Tanah [juta m 3 /tahun]
Cekungan Air Tanah (CAT) No.
P
2
Nama
Luas [Km ] P
P
P
Bebas
Tertekan
Stok Ait Tanah (juta m3)
1
Mataram-Selong
2 366
662
8
8 072.289
2
Tanjung –Sambelia
1 124
224
22
2 963.778
3
Sekotong Awang *)
596
102
11
1 361.446
4 086
988
41
12 397.513
P
Jumlah
Sumber: Dinas Pertambangan Propinsi Nusa Tenggara Barat, 2004
Dari kedua sumber air tersebut (air permukaan dan air tanah) dapat terlihat bahwa jumlah ketersediaan air
(3.941 milyar
m 3 per tahun) masih lebih kecil P
P
dibandingkan kebutuhannya (4.164 milyar m 3 per tahun). P
P
Neraca Air Pulau
Lombok mengalami defisit sebesar 223.03 juta m 3 per tahun, sehingga untuk P
P
memenuhi kebutuhan tersebut dilakukan pengambilan stok air tanah (Balai Hidrologi Dinas Kimpraswil Propinsi NTB, 2004). Kenyataan ini mengindikasikan perlunya pengelolaan sumberdaya air secara efisien, baik pengelolaan dari sisi permintaan maupun dari sisi penyediaan, agar kelestarian sumberdaya air dapat terjaga. Tingginya tingkat kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok telah menyebabkan kompetisi alokasi penggunaan sumberdaya tersebut semakin meningkat dan pada tingkat tertentu dapat menimbulkan konflik, baik konflik antar sektor maupun antar wilayah pengguna. Konflik antar petani dan PDAM Menang serta perusahaan air minum kemasan pernah terjadi beberapa kali dan di beberapa lokasi sumber air karena kebutuhan irigasi yang selama ini dipenuhi dari sumber mata air tertentu menjadi berkurang hingga mengganggu sistem usahatani. Konflik antar wilayah pengguna juga pernah terjadi karena masyarakat yang berada di sekitar sumber (daerah hulu), yang selama ini dituntut untuk menjaga kelestarian
4
kawasan hutan sebagai daerah resapan air dan dipersalahkan jika terjadi kelangkaan air akibat rusaknya hutan, kurang mendapat alokasi sumberdaya air yang memadai. Sedang masyarakat di kawasan hilir yang selama ini banyak menikmati sumberdaya air, dianggap tidak memberi kontribusi finansial yang cukup berarti bagi upaya konservasi sumber mata air. Kebijakan otonomi daerah di tingkat kabupaten yang memberi wewenang setiap kabupaten untuk mengelola sumberdaya alamnya secara otonom dapat memicu konflik antar wilayah dalam pengelolaan sumberdaya air. Sifat air yang mengalir tidak terbatas pada ruang, mengharuskan adanya koordinasi antar wilayah secara baik. Gejala kelangkaan sumberdaya air di Pulau Lombok haruslah diantisipasi sedini mungkin, mengingat pemenuhan terhadap kebutuhan air masyarakatnya sangat tergantung pada satu sumber (kawasan Gunung Rinjani), maka jika kelestariannya tidak dapat dijaga, opportunity cost (misalnya biaya desalinasi air laut) yang harus ditanggung oleh masyarakat kemungkinan akan lebih tinggi dibandingkan dengan biaya konservasi sumber air yang ada. Permasalahan-permasalahan di atas mendasari pentingnya kajian terhadap upaya pelestarian sumberdaya air dan pengelolaan sumberdaya air secara baik. Masalah alokasi sumberdaya yang efisien dan adil, baik antar sektor pengguna, antar spasial, dan antar generasi, sehingga dicapai kegunaan yang maksimal bagi masyarakat
belakang ini menjadi issue yang sedang berkembang dan menarik
perhatian banyak pihak, baik secara lokal, nasional maupun internasional. Demikian juga diperlukan pegembangan teknik penetapan harga (water pricing) yang tepat bagi terlaksananya alokasi sumberdaya secara efisien, yang akan merupakan kunci penting dalam pengelolaan sumberdaya air yang efisien, adil dan berkelanjutan (sustainable).
5
Pentingnya menjaga kelestarian sumberdaya melalui keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan sumberdaya menjadikan pentingnya pendekatan model pengelolaan sumberdaya air yang mengintegrasikan unsur kepemilikan sumberdaya (resource endowment), sektor produksi yang menggunakan air sebagai input dalam proses produksi, dan rumahtangga sebagai konsumen akhir yang mengkonsumsi air sebagai kebutuhan langsung, dan air maya (virtual water) yang terkandung di dalam barang dan jasa yang dikonsumsinya. Penelitian tentang pengelolaan sumberdaya air telah banyak dilakukan dengan berbagai topik, pendekatan, tujuan dan model matematik yang digunakan. Permasalahan efisiensi penggunaan dan optimasi alokasi sumberdaya air
menjadi
issue paling dominan (Bielsa and Duarte, 2001; Reca et al., 2001; Salman et al., 2001;
Wardlaw and Bhaktikul, 2001);
sumberdaya air,
property right
selain water
pricing dan valuasi
dan kelembagaan. Model pengelolaan yang
dibangun meliputi permasalahan pengelolaan sumberdaya air dengan sumber air tunggal maupun multi sumber (Syaukat, 2000), sektor pengguna tunggal maupun multi pengguna, satu wilayah maupun antar wilayah, satu tujuan maupun multi tujuan (Xevi, 2005), serta model matematika statis maupun dinamik. Tujuan pengelolaan juga dapat berupa pencapaian manfaat sosial maupun individu yang maksimal. Namun pendekatan dan model yang dibangun dalam alokasi sumberdaya air tidak mempertimbangkan kepentingan pemenuhan kebutuhan konsumen akan barang dan jasa yang dalam proses produksi memerlukan sumberdaya air. Atas dasar keterbatasan di atas, maka penelitian ini mencoba mengembangkan model yang dibangun dengan mengintegrasikan kepentingan konsumen dalam pengambilan keputusan alokasi sumberdaya air. Sama halnya dengan penelitian terdahulu, penelitian ini juga akan mengkaji model alokasi sumberdaya air yang
6
optimal antar berbagai sektor pengguna yang berkompetisi, namun berbeda dengan penelitian terdahulu, penelitian ini akan mengembangkan model alokasi sumberdaya air dari sisi cara pandang hubungan antara keberadaan sumberdaya, proses produksi dan rumahtangga. Dalam penelitian terdahulu, hubungan antara sumberdaya dan seluruh
pemakainya didisain secara langsung, sehingga seluruh permakainya
bersifat independent dan saling berkompetisi. Penggunaan sumberdaya air seluruhnya bersifat langsung. Dalam penelitian ini,
pengguna sumberdaya
diklasifikasikan menjadi pengguna antara dan pengguna akhir. Pengguna antara adalah sektor produksi yang menggunakan sumberdaya air sebagai input dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Sedang pengguna akhir adalah rumahtangga yang mengkonsumsi sumberdaya air untuk keperluan minum, mandi, cuci, dan lainnya (penggunaan langsung) dan penggunaan air maya yaitu air yang dibutuhkan untuk memproduksi barang dan jasa yang dikonsumsinya (kebutuhan air tak langsung). Model alokasi sumberdaya air yang akan dibangun dalam penelitian ini menempatkan rumahtangga sebagai pengguna akhir seluruh sumberdaya air.
1.2 Perumusan Masalah Kebutuhan masyarakat akan
air dapat dikategorikan dalam dua jenis
penggunaan, yaitu berupa konsumsi langsung dan konsumsi tak langsung. Konsumsi langsung berupa penggunaan untuk minum, mandi, cuci, menyiram tanaman dam lainnya, sedang kebutuhan tak langsung terefleksikan dalam besarnya kebutuhan akan barang-barang dan jasa dimana untuk memproduksi barang-barang dan jasa tersebut diperlukan sejumlah sumberdaya air. Keterbatasan sumberdaya finansial yang dimiliki oleh masyarakat, terutama pada saat menghadapi krisis ekonomi, mendorong semakin perlunya alternatif
7
pembiayaan kebutuhan rumah tangga yang lebih efisien. Fenomena kenaikan hargaharga komoditas secara global telah menurunkan tingkat utilitas yang dapat dicapai oleh masyarakat, sehingga agar tingkat kesejahteraan masyarakat tidak mengalami penurunan diperlukan reorientasi terhadap alternatif barang yang dikonsumsi. Secara rasional masyarakat akan merubah pola konsumsi, meninggalkan barang-barang yang mengalami kenaikan harga (atau harga lebih mahal) mengganti dengan barang-barang substitusi yang harganya tidak mengalami kenaikan atau lebih murah. Dalam memenuhi kebutuhan air minum dan air bersih masyarakat Kota Mataram
dihadapkan
pada
beberapa
alternatif
pemenuhan
yaitu
dengan
menggunakan air sumur, air layanan PDAM Menang, air galon isi ulang, dan air produksi perusahaan air minum kemasan (Aqua, Neutral, Narmada, Adita dan lainlain). Keputusan pilihan sumber pemenuhan air minum dan air bersih tersebut membawa konsekuensi ekonomi dan kualitas (resiko kesehatan) yang berbeda. Dengan mengkonsumsi air sumur konsumen harus mengeluarkan biaya investasi pembuatan sumur, pompa beserta instalasi, biaya eksploitasi dan biaya pengolahan (merebus), dan untuk mengkonsumsi air PDAM konsumen harus membayar biaya sambung, biaya abunemen dan biaya pemakaian air, sedang untuk konsumsi air isi ulang dan air minum kemasan konsumen harus membayar sebesar harga barang tersebut di pasar. Konsumen beranggapan bahwa kualitas (dilihat dari kontaminan dan kandungan zat-zat yang tidak diinginkan seperti kapur dan endapan lainnya) air minum kemasan lebih tinggi dari air lainnya, disusul air galon isi ulang, air PDAM dan air sumur. Survey terdahulu menunjukkan bahwa lebih dari 50% masyarakat kota Mataram menerima layanan PDAM Menang, namun karena kualitas air PDAM dianggap masih belum memenuhi standar kesehatan dan karena alasan kepraktisan
8
maka 31% diantaranya menggunakan air galon untuk memenuhi kebutuhan air minumnya, sedang hampir setengah penduduk sisanya tergantung pada air sumur. Total konsumsi air PDAM mencapai 16.95 juta m 3 per tahun dengan rata-rata P
P
konsumsi air PDAM sebesar 65 m 3 per kapita per tahun. Sedang konsumsi air galon P
P
baik yang diproduksi oleh perusahaan air minum kemasan maupun depot isi ulang sebanyak 1.6175 juta galon (untuk kebutuhan Pulau Lombok) atau 6–10 galon per rumahtangga per tahun dengan pengeluaran rata-rata Rp 600 000 per rumahtangga per tahun (Sa’diyah, 2007). Kebutuhan akan barang dan jasa dipenuhi melalui proses produksi, yaitu sektor pertanian, industri, dan pariwisata. Selain keterbatasan finansial, keterbatasan keberadaan sumberdaya juga harus menjadi pertimbangan dalam memproduksi barang-barang dan jasa tersebut, dimana semakin langka suatu sumberdaya, semakin mahal harga input yang harus dibayar, semakin kecil keuntungan yang akan didapat. Oleh karenanya pilihan produksi harus didasarkan pada prinsip menggunakan sumberdaya yang langka sesedikit mungkin, dan mensubstitusinya
dengan
sumberdaya yang berlimpah. Dalam konteks makro, suatu negara dengan kelangkaan sumberdaya air dapat memproduksi barang dan jasa yang memerlukan air sedikit dan mengimpor barang dan jasa yang menggunakan air dalam jumlah besar dalam proses produksinya. Dalam memenuhi kebutuhan masyarakat akan air, baik kebutuhan langsung maupun kebutuhan tak langsung, yang terus meningkat baik yang disebabkan oleh penambahan jumlah penduduk maupun pertumbuhan ekonomi, sektor-sektor ekonomi yang berperan dalam memenuhi kebutuhan tersebut juga terus mengalami pertumbuhan, baik dalam jumlah maupun kapasitas produksinya. Kenyataan ini
9
telah meningkatkan permintaan akan sumberdaya air secara signifikan sehingga telah memberi tekanan terhadap ketersediaannya. Kelangkaan sumberdaya air baik kuantitas maupun kualitas yang mulai dirasakan dan telah menyebabkan konflik fisik antar wilayah, sektor dan masyarakat pengguna, membuat pengelola sumberdaya air dihadapkan pada masalah distribusi atau alokasi sumberdaya air antar produsen yang menggunakan air sebagai salah satu input dalam proses produksinya. Dari sudut pandang ekonomi, distribusi input akan mengikuti kaidah dimana sistem produksi yang mampu memberi nilai terhadap sumberdaya air paling tinggi akan memperoleh alokasi sumberdaya air lebih banyak. Jika nilai benefit yang dihasilkan dari suatu proses produksi untuk setiap unit penggunaan air lebih tinggi dibandingkan proses produksi lainnya, maka akan terjadi water transfer ke arah proses produksi yang memiliki nilai net benefit lebih tinggi tersebut. Kondisi alokasi sumberdaya air akan optimum jika nilai net benefit dari penggunaan satu unit air tersebut sama untuk seluruh proses produksi yang ada. Agar alokasi sumberdaya air dapat berjalan efisien, adil dan berkelanjutan, maka proses redistribusi sumberdaya yang ditentukan oleh penawaran dan permintaan, harus berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Meskipun intervensi pemerintah sering mendistorsi pasar, namun dalam kondisi tertentu seperti ketika informasi pasar tidak sempurna, eksisnya monopoli, dan terdapatnya biaya eksternalitas yang besar, diperlukan intervensi pemerintah untuk menciptakan necessary condition agar mekanisme pasar persaingan sempurna dapat berjalan dengan baik. Pasar persaingan sempurna (perfect competition market) diyakini akan menghasilkan distribusi sumberdaya secara efisien. Fokus perhatian penelitian ini lebih diarahkan pada analisis sistem pemenuhan kebutuhan air baik sebagai air minum dan air bersih maupun sebagai input dalam
10
proses produksi barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat yang secara holistik efisien, baik dari sisi pasar input maupun pasar barang dan jasa (output) yang dihasilkan. Dari sisi pasar input, permasalahan yang dihadapi berupa bagaimana sumberdaya air yang semakin langka harus dialokasikan kepada sektor produksi agar dapat mendatangkan benefit yang maksimal. Dari sisi pasar barang dan jasa (output), masalah yang dihadapi adalah bagaimana sektor produksi harus menghasilkan barang dan jasa sedemikian sehingga distribusi output yang dihasilkan dapat memenuhi permintaan konsumen dengan tingkat utilitas tertinggi pada kendala anggaran yang dimiliki . Secara menyeluruh permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana air harus dialokasikan kepada seluruh sektor produksi sedemikian rupa sehingga benefit bersih yang diterima sektor produksi (producer‘s surplus) dan benefit bersih konsumen (consumer’s surplus) adalah maksimal. Untuk mempertajam pokok persoalan yang dikemukakan di atas, dan agar lebih terfokusnya penelitian ini, maka diajukan pertanyaan penelitian yang lebih mendasar sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan penawaran dan permintaan sumberdaya air pada berbagai sektor pengguna? Faktor-faktor apa yang mempengaruhi permintaan dan penawaran tersebut? 2. Bagaimana sistem pengelolaan sumberdaya air yang diterapkan oleh pemerintah daerah pada saat ini? Lembaga apa yang diberi wewenang, dan bagaimana wewenang didistribusikan antar lembaga? Bagaimana keputusan alokasi sumberdaya antar sektor pengguna dilakukan? 3. Bagaimana alokasi sumberdaya air harus dilakukan agar manfaat sosial yang diperoleh masyarakat maksimum?
11
4. Kebijakan alternatif apa yang dapat diterapkan dan bagaimana pengaruhnya terhadap alokasi sumberdaya air yang ada?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis pengelolaan sumberdaya air yang efisien dan berkeadilan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Pulau Lombok. Secara spesifik tujuan penelitian ini adalah: 1. Mengestimasi fungsi penawaran dan permintaan sumberdaya air dari berbagai pengguna dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. 2. Membangun dan menganalisis model alokasi sumberdaya air antar wilayah, sektor pengguna dan waktu. 3. Melakukan
simulasi
pengaruh
berbagai
kebijakan
dalam
pengelolaan
sumberdaya air terhadap alokasi sumberdaya air, stok air tanah, nilai kini benefit sosial total dan nilai ekonomi sumberdaya air. 4. Mengestimasi nilai ekonomi air untuk setiap sektor pengguna.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian tentang sumberdaya alam di Pulau Lombok yang telah dilakukan lebih banyak terfokus pada pengelolaan sumberdaya hutan dan perairan pantai. Topik penelitian yang berkaitan dengan kehutanan lebih banyak mengkaji pemanfaatan hutan dari aspek ekonomi, konservasi sumberdaya hutan (termasuk satwa yang ada di dalamnya), kelembagaan kehutanan, dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan, kurang memberi perhatian kepada keterkaitan antara sumberdaya hutan dan sumberdaya air, meskipun antara keduanya mempunyai hubungan yang sangat erat. Oleh karenanya penelitian tentang sumberdaya air ini
12
akan menjadi kajian pelengkap dalam pengelolaan sumberdaya alam di Pulau Lombok.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat memberi masukan bagi Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sumberdaya air yang semakin langka, sehingga penggunaannya dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi masyarakat, dan dapat menghindarkan konflik sosial yang sering terjadi akibat ketidak jelasan dalam pengelolaan sumberdaya air.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Penelitian ini dilakukan di Pulau Lombok Propinsi Nusa Tenggara Barat. Sumberdaya air yang dialokasikan kepada sektor produksi dan konsumsi berasal dari
air permukaan pada setiap Sub Satuan Wilayah Sungai (SSWS) dan
recharge serta stok air tanah pada Cekungan Air Tanah (CAT). 2.
Air permukaan meliputi air dari mata air, danau, embung (dam tradisional) dan air permukaan lainnya. Besarnya air permukaan dan air tanah yang dialokasikan didasarkan pada besarnya sumberdaya air permukaan dan air tanah yang diukur oleh Badan Hidrologi Dinas Kimpraswil dan Dinas Pertambangan dan Energi Propinsi Nusa Tenggara Barat.
3. Kebutuhan masyarakat akan air tidak hanya meliputi kebutuhan air langsung untuk minum, mandi dan cuci, namun juga kebutuhan air tak langsung (air maya) untuk menghasilkan barang-barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga. 4. Kebutuhan air tak langsung yang diperhitungkan dalam penelitian ini hanya terbatas pada air yang diperlukan untuk menghasilkan barang dan jasa yang
13
dihasilkan secara domestik di Pulau Lombok. Sedang air tak langsung untuk komoditas yang dihasilkan dari luar daerah tidak diperhitungkan. 5. Alokasi air untuk kebutuhan lingkungan, dan untuk permandian ditetapkan berdasarkan persentase tertentu dari stok sumberdaya air yang ada. Besarnya persentase ditetapkan berdasarkan pengalaman penelitian di tempat lain. 6. Perubahan teknologi, perubahan iklim dan pengaruhnya terhadap ketersediaan air permukaan dan air tanah dianggap konstan. 7. Karena keterbatasan peneliti, kualitas air permukaan dan air tanah tidak diperhitungkan dalam model yang disusun. 8. Eksternal cost yang timbul karena ekstraksi air permukaan maupun air tanah tidak diperhitungkan dalam perhitungan biaya, karena dampak negatif yang mungkin timbul dari ekstraksi sumberdaya air masih relatif kecil. 9. Model yang dibangun tidak memasukkan nilai investasi dari setiap sektor atau sub sektor kegiatan ekonomi karena keterbatasan data yang tersedia, dan sulitnya pengukuran beragam jenis investasi dalam perekonomian. Oleh karenanya pengembangan sektor ekonomi ke depan mengasumsikan investasi dapat dilakukan setidaknya mengikuti pertumbuhan investasi yang selama ini terjadi.
1.6 Kebaruan Penelitian Kebaruan penelitian ini terletak pada pendekatan model yang digunakan dalam aspek: 1. Cara pandang terhadap hubungan antara sumberdaya dan pengguna, dimana penelitian terdahulu memandang hubungan antara sumberdaya dan pengguna (berbagai sektor ekonomi) bersifat langsung, konstrain yang dibangun hanya berupa kondisi internal sumberdaya dan sektor ekonomi tersebut, tidak
14
memasukkan kondisi dan kepentingan rumahtangga konsumen dalam model. Dalam penelitian ini komponen utama model terdiri dari sumberdaya, sektor ekonomi dan rumahtangga konsumen yang diposisikan sebagai pengguna akhir dari sumberdaya, sedang sektor ekonomi hanya pemakai antara yang merubah air sebagai input produksi menjadi output yang dibutuhkan konsumen. Konstrain yang dibangun tidak hanya kondisi internal sumberdaya dan sektor ekonomi saja, namun juga kepentingan konsumen, berupa kebutuhan barang dan jasa yang harus dipenuhi. 2. Penelitian model alokasi sumberdaya air yang pernah dilakukan hanya berkaitan dengan air langsung, sedang dalam penelitian ini mencoba memasukkan kebutuhan non air seperti kebutuhan pangan pangan berupa beras, palawija dan kebutuhan protein hewani, kebutuhan non pangan berupa sandang dan papan, dan kebutuhan rekreasi. Seluruh kebutuhan non air tersebut dikonversikan sebagai kebutuhan air dengan bantuan konsep virtual water, yaitu jumlah air yang diperlukan dalam proses produksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh rumahtangga.