PERAN KEPOLISIAN DALAM MENANGGULANGI PENYALAHGUNAAN SENJATA API OLEH WARGA SIPIL (STUDI: POLDA SUMBAR) Irwandy Hendrik1, Dr.Uning Pratrimaratri1, Syafridatati2 Jurusan Hukum Pidana, Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta E-mail :
[email protected]
Abstract The Police Department is one of the institutions that have the task in the field of public order. The Police Department has the authority to issue permits the use of firearms by civilians. Possession of firearms by civilians, whether legal or illegal are often misused. The problem in this study are: (1) What is the role of the police in tackling the misuse of firearms (2) What factors a barrier to tackling the misuse of firearms (3) What efforts to overcome a barrier in tackling the misuse of firearms. This research uses the juridical socio legal approach that is by doing research in West Sumatera regional police. Source data obtained from the primary data and secondary data, primary data obtained from conducting interviews, secondary data obtained from studies of the document. Such Data in qualitative analysis. From the results it can be concluded: (1) the role of the police in tackling the misuse of firearms, such as conducting an investigation if there is misuse of firearms (2) restricting Factor in tackling the misuse of firearms is the cost of the investigation, the society does not give information, limitations of the equipment owned by the police (3) efforts are being made in tackling the misuse of firearms through tightened management of firearms permits.
Key Words: Role, Police Abuse, Firearms, tubuh
Pendahuluan
Polri.
Pada
tahun
2000
institusi
diterbitkan pula Keputusan Presiden
yang telah memisahkan diri dengan
Nomor 89 tentang kedudukan Polri
TNI, ini dapat dilihat dari Instruksi
yang
Presiden
1999
Presiden dan kemudian dipertegas
tentang langkah-langkah kebijakan
dengan keluarnya TAP MPR Nomor
dalam rangka pemisahan Polri dari
IV/MPR/2000
ABRI
dan
Tentara Nasional Indonesia dengan
formal
berjalannya
Kepolisian
Nomor
suatu
2
tahun
merupakan
landasan
reformasi
di
Polri
langsung
dan
berada
tentang
TAP
dibawah
pemisahan
MPR
Nomor
1
VII/MPR/2000 tentang peran TNI
dari sebuah institusi berbasis militer
dan Polri. Landasan-landasan formal
menjadi berbasis sipil, perubahan
tersebut
paradigma ini tidak saja membuat
diatas
belakang
merupakan
disusunnya
latar
Undang-
penampilan
Polri
lembut,
bersahabat
dengan
Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
lunak,
Kepolisian
Republik
masyarakat, tetapi juga menegaskan
pengganti
Polri sebagai alat Negara yang
Undang-Undang Polri yang lama
berfungsi sebagai menjaga keamanan
yaitu Undang-Undang Nomor 28
dan ketertiban masyarakat, serta
tahun 1997.
menegakkan supremasi hukum yang
Negara
Indonesia
sebagai
Pelaksanaan tugas maupun peran serta Polri yang telah disusun
dan
lebih
berbasis pada perlindungan hak sipil warga Negara.
Undang-
Aksi-aksi kekerasan massa
Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang
dan tindak kriminal yang disertai
Kepolisian telah dirumuskan dan
kekerasan sepertinya telah menjadi
memperhatikan
Polri
tren di negeri ini. Berita-berita
sebagai alat Negara sesuai dalam
terdengar silih berganti, dari mulai
bunyi TAP MPR Nomor VII tentang
tawuran
Polri dimana dalam pertimbangannya
pelajar, mahasiswa, pemuda sampai
yaitu
masyarakat
dan
ditentukan
dalam
kedudukan
bahwa
dalam
kehidupan
kelompok
petani
masyarakat,
dan
lain
aparat
sebagainya. Belum lagi aksi-aksi
memberikan
yang menggunakan senjata api baik
perlindungan dan penegakan hukum
yang ilegal maupun yang legal, baik
(Law enforcemet) berupa Kepolisian
dilakukan penjahat maupun oleh
Negara Republik Indonesia, oleh
oknum aparat. Semakin terasa bahwa
sebab itu, Polri merupakan alat
sebuah rasa aman dan nyaman
Negara
semakin lama semakin merambat
masyarakat keamanan
diperlukan yang
yang
kekuasaan
melaksanakan
Negara
dibidang
menjadi
barang
yang
mahal
harganya. Jati diri sebagai bangsa
Kepolisian Preventif dan Sistem
yang ramah tamah seperti yang
Peradilan Pidana (Criminal Justice
dipahami selama ini seperti serta
Sistem).
merta
represif
dalam
rangka
hilang
ketika
melihat
Semenjak berpisah dengan
fenomena kekerasan yang kerap
TNI tahun 1999, wajah Polri berubah
terjadi. Di tengah masalah seperti ini 2
wacana penggunaan senjata api oleh
masyarakat. Senjata tersebut terdiri
masyarakat
kembali
dari senjata api dengan peluru tajam,
mengemuka. Karena tinggi frekuensi
karet dan gas. "Senjata api non
perampokkan atau aksi-aksi melawan
organik yang diberikan izin ke
hukum lainnya dengan menggunakan
masyarakat
senjata api, sehingga banyak pihak
41.269, berupa senjata api peluru
yang kemudian meminta pemerintah
tajam 25.301 pucuk, peluru karet
untuk
10.158 pucuk, gas 5.810 pucuk," ujar
sipil
memperketat
perizinan
kepemilikan senjata api. Rasa didapat
aman
hanya
perangkat
tidak
dengan
merasa
cukup
Sehingga perlu
untuk
segala ancaman marabahaya yang muncul
seketika.
Maka
kepemilikan senjata api adalah salah satu jawabannya.
sipil memiliki senjata adalah karena proses kepemilikan tersebut bisa dilakukan dengan proses yang relatif gampang juga dengan harga yang terbilang murah - apalagi bagi orangorang yang memiliki uang banyak. Karena sifatnya yang gampang dan murah ini maka orang ingin memiliki senjata api. Tercatat sejak awal tahun sekitar
18.030
izin
kepemilikan senjata api dikeluarkan untuk warga sipil. Tercatat
senjata
Kepemilikan
api
memang bukan merupakan tindakan “haram”. Karena dalam peraturan perundang‐undangan
sudah
diatur
yakni dalam UU No 2 tahun 2002 tentang Kepolisian. Sedangkan untuk
biaya pengurusan izin diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50
Alasan lain bagi masyarakat
2012,
lalu.
adanya
mengamankan dirinya sendiri dari
bisa
sebanyak
Irjen Saud Usman Nasution, 7 Mei
hukum.
masyarakat
2000-2011
Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas
Penerimaan
Negara
Bukan
Pajak yang berlaku pada kepolisian negara Republik Indonesia. Dalam undang-undang disebutkan bahwa izin kepemilikan senjata api juga diberikan kepada pejabat seperti pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden
direktur,
presiden
komisaris, komisaris, diretur utama, dan
direktur
keuangan;
pejabat
pemerintah, yakni menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan
pihak
berwenang
telah mengeluarkan 41.269 surat izin
Sekretaris Kabinet, juga gubernur, wakil gubernur, Sekda, Irwilprov,
kepemilikan senjata api non organik ke 3
Ketua
DPRD-I
dan
DPR/MPR,
TNI/Polri
purnawirawan.
Adapun
Anggota dan
kasus perampokan di Dharmasraya juga belum diusut tuntas.
senjata-
Dari uraian latar belakang
senjata yang boleh dimiliki antara
diatas, dapat disimpulkan rumusan
lain adalah : Selain senjata api yang
masalah sebagai berikut:
memerlukan izin khusus (IKHSA). Contoh kasus Mengungkap
1.
dari
perampok
10
anggota
lintas
sindikat
provinsi
2.
dan lokasi berbeda. Satu dari mereka ditembak polisi karena berusaha kabur, demikian di wartakan Harian
Faktor apakah yang menjadi penghambat
untuk
menanggulangi penyalahgunaan
beraksi di Banda Olo, berhasil
Mereka ditangkap pada waktu
menanggulangi
warga sipil?
yang
diciduk polisi.
Kepolisian
penyalahgunaan senjata api oleh
perampokan di Banda Olo, Padang,
Dua
peran
dalam
kasus
Selasa (2/10), membuahkan hasil.
Bagaimana
senjata api? 3.
Upaya apakah untuk mengatasi penghambat
dalam
menanggulangi penyalahgunaan senjata api? Metode Penelitian
Singgalang edisi Sabtu (6/10). Sepanjang 2012, inilah untuk
1. Metode Pendekatan
pertama kali, pelaku rampok berhasil
Metode yang digunakan penulis
ditangkap di Padang. Dari 309 kasus
dalam melakukan penelitian ini
pencurian
adalah
dengan
kekerasan
dengan
menggunakan
sepanjang 2012, sebanyak 12 kasus
metode
berupa perampokan bersenjata. Kita
sosiologis, yaitu suatu metode
tidak menutup mata bahwa masih
pendekatan
banyak
penelitian
dari
kasus
perampokan
pendekatan
dengan
perkembangan
kasus perampokan bersenjata api
masyarakat
yang
Sumbar.
di
Pasar
Abai,
Kecamatan Sangir Batang Hari, yang
melakukan
dengan
tersebut belum terungkap, seperti
beraksi
yuridis
hukum
Kepolisian
melihat di Daerah
2. Jenis Data
mengakibatkan seorang tewas atas
Adapun jenis-jenis data yang
perampokan tersebut. Demikian pula
digunakan dalam penelitian ini adalah : 4
data yang bersifat kualitatif yaitu
a. Data Primer, yaitu data yang dari
dengan menjabarkan data yang
lapangan untuk memecahkan
diperoleh menggunakan kata-kata
masalah. Dalam hal ini penulis
dan kalimat-kalimat.
diperoleh
langsung
melakukan wawancara dengan pihak
Polda
Sumbar
(AKBP.Zaini, Kasubdit Sosbud Dit Intelkam Polda Sumbar dan Briptu Umul Chair). b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh
dari
Kepolisian Barat
kantor
Polda Sumatera
Padang
yaitu
Berita
Acara Pemeriksaan (BAP).
Adapun alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : yaitu
pengumpulan
teknik
data
yang
dilakukan secara lisan guna memperoleh keterangan dari nara
sumber
yang
erat
kaitannya dengan pemecahan masalah
yang
diteliti
oleh
penulis di lapangan. b. Studi dokumen ataupun studi kepustakaan,
yaitu
A.
Peran
Kepolisian
dalam
Menanggulangi Penyalahgunaan Senjata Api Oleh Warga Sipil. Polri senantiasa berusaha mewujudkan keamanan yang kondusif, penegakkan hukum secara
tegas,
konsisten,
transparan, serta melaksanakan
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara,
Hasil Penelitian dan Pembahasan
penulis
mengambil bahan-bahan yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti di lapangan. 3. Teknik Analisa Data Pengolahan data yang digunakan dalam penelitian skripsi ini adalah dengan menggunakan pengolahan
fungsi dan tugas sesuai dengan Undang-Undang
Kepolisian
No 2 tahun 2002, menjamin rasa keadilan serta memberikan perlindungan,
pengayoman,
pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya. Dalam era reformasi saat sekarang ini Polri
terus
membangun
kemitraan dengan masyarakat dengan
menekankan
komunikasi yang menjunjung tinggi nilai-nilai yang berlaku serta
memperhatikan
keberagaman secara santun dan menghargai. Setiap perorangan atau pejabat yang akan mengurus izin
kepemilikan
dan 5
penggunaan senjata api harus
penyalahgunaan
memenuhi syarat dan ketentuan
seperti:
yang berlaku, yakni:
1. Melakukan
1.
Memiliki kemampuan atau keterampilam minimal
menembak
klas
III
dibuktikan
yang dengan
sertifikat yang dikeluarkan oleh
institusi
menembak
pelatihan
yang
sudah
mendapat izin dari Polri. Sertifikat
tersebut
disahkan
oleh
Polri
(Pejabat
Polri
yang
ditunjuk) Mabes Polri atau Polda. 2.
Memiliki
keterampilan
dalam
merawat,
menyimpan
dan
mengamankannya sehingga
terhindar
dari
penyalahgunaan. 3.
Memenuhi mediam
persyaratan
psikologis
dan
persyaratan lain Peranan POLRI dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Senjata Api oleh Masyarakat Sipil di Kota Padang, dalam hal ini Polda Sumbar telah melakukan upaya penanggulangan
senjata
api
pendataan
kepemilikan senjata api, 2. Melakukan
pengecekan
secara
periodik
setiap
setahun
sekali
kepada
pemilik senjata api baik senjata api maupun surat dokumen kepemilikan/penggunaan senjata api, 3. Melakukan penarikan/penggudangan senjata
api
yang
surat
dokumennya
sudah
mati
atau masa berlakunya sudah habis, 4. Penerbitan izin kepemilikan dan penggunaan senjata api maupun senapan angin dan senjata
replika/mainan
dalam rangka pengawasan dan
pengendalian
(Skep
Kapolri No.Pol 82 tahun 2004), 5. Melakukan tindakan/upaya hukum ketentuan
sesuai
dengan
Undang-undang
yang berlaku. Aturan yang mengatur tentang
Penyalahgunaan
Senjata Api oleh warga sipil, dalam
hal
ini
penyidik 6
menggunakan Undang-undang
2009
darurat
Prinsip dan Standar Hak Asasi
No.51
tahun
1951
tentang senjata api. Menurut Dit Intelkam Polda Sumbar, dari tahun 2010 – 2012 tercatat ada 20 kasus penyalahgunaan
senjata
api.
Sebelum tahun 2005, Polri telah
memberikan
kepemilikan
18.030
izin pucuk
senjata legal kepada warga sipil untuk kepentingan bela diri. Sejak
2004,
kepemilikan
senjata api sesungguhnya telah dibatasi sehingga senjata api yang
mulanya
perseorangan dikembalikan
dimiliki sipil
lagi
kepada
aparat kepolisian. Bagi pemilik senjata yang izinnya habis, tetapi belum mengembalikan senjatanya kepada polisi, akan dipidana sesuai dengan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951. Pihaknya
memperkirakan
setidaknya masih ada 1.000 pucuk senjata api yang masih beredar di kalangan warga sipil di sekitar Padang. Peraturan yang mengatur mengenai penggunaan senjata api oleh polisi antara lain diatur dalam Perkapolri No. 8 Tahun
tentang
Implementasi
Manusia
dalam
Penyelenggaraan
Tugas
Kepolisian Negara Republik Indonesia
(“Perkapolri
8/2009”),
serta
di
dalam
Perkapolri No. 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam
Tindakan
Kepolisian
(“Perkapolri
1/2009”).
Berdasarkan
Pasal
47
Perkapolri 8/2009 disebutkan bahwa: 1. Penggunaan
senjata
api
hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk
melindungi
nyawa
manusia. 2. Senjata api bagi petugas hanya
boleh
digunakan
untuk : a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa b. membela
diri
dari
ancaman kematian dan/atau luka berat c. membela
orang
lain
terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat d. mencegah
terjadinya
kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang
7
e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan
anggota
Polri
atau
masyarakat. d. Pada
prinsipnya,
melakukan tindakan yang
penggunaan
sangat
merupakan upaya terakhir
membahayakan
senjata
untuk
jiwa dan f. menangani situasi yang membahayakan
jiwa,
dimana langkah-langkah
api
menghentikan
tindakan pelaku kejahatan atau tersangka (Pasal 8 ayat [2] Perkapolri 1/2009). Jadi, penggunaan senjata
yang lebih lunak tidak cukup.
api
oleh
polisi
Penggunaan senjata api
digunakan saat keadaan adanya
oleh polisi dilakukan apabila
ancaman
(Pasal 8 ayat [1] Perkapolri
manusia.
1/2009):
menggunakan
a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota
Polri
atau
masyarakat b. anggota Polri tidak memiliki alternatif
lain
yang
beralasan dan masuk akal untuk
menghentikan
tindakan/perbuatan kejahatan
atau
pelaku tersangka
tersebut c. anggota
Polri
sedang
mencegah
larinya
pelaku
kejahatan
atau
tersangka
yang merupakan ancaman segera
terhadap
jiwa
polisi
hanya
terhadap
jiwa Sebelum
senjata
harus
api,
memberikan
peringatan yang jelas dengan cara
(Pasal
48
huruf
b
Perkapolri 8/2009): 1. menyebutkan sebagai
dirinya
petugas
atau
anggota Polri yang sedang bertugas 2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti,
angkat
tangan,
atau meletakkan senjatanya dan 3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi Bagaimana pertanggungjawaban
polisi
terhadap penggunaan senjata 8
api? Jika ada pihak yang
penggunaan
dirugikan
tersebut.
atau
keberatan
karena penggunaan senjata api,
kekuatan
Laporan inilah yang akan untuk
bahan
bersangkutan wajib membuat
pertanggungjawaban
hukum
penjelasan
penerapan
petugas
polisi
tentang
secara
alasan
yang
terperinci penggunaan
digunakan
penggunaan
kekuatan, serta sebagai bahan
yang
pembelaan hukum dalam hal
dilakukan dan akibat tindakan
terjadi gugatan pidana/perdata
yang telah dilakukan (Pasal 49
terkait penggunaan kekuatan
ayat [2] huruf a Perkapolri
yang dilakukan oleh anggota
8/2009).
Polri yang bersangkutan (Pasal
senjata
api,
tindakan
Selain
itu,
menggunakan
setelah
senjata
api,
14 ayat [5] huruf e dan f Perkapolri 1/2009).
polisi harus membuat laporan
Pada prinsipnya, setiap
terperinci mengenai evaluasi
individu anggota Polri wajib
pemakaian senjata api. Laporan
bertanggung
tersebut
pelaksanaan
berisi
antara
lain
jawab
atas
penggunaan
(Pasal 14 ayat [2] Perkapolri
kekuatan (senjata api) dalam
1/2009):
tindakan
a. tanggal dan tempat kejadian
dilakukannya (Pasal 13 ayat [1]
b. uraian
Perkapolri
singkat
peristiwa
kepolisian
yang
1/2009).
Oleh
tindakan pelaku kejahatan
karena pertanggung jawaban
atau
sehingga
secara
tindakan
penggunaan senjata api oleh
tersangka,
memerlukan kepolisian
c. alasan/pertimbangan
kekuatan
yang
e. evaluasi hasil penggunaan
yang
senjata
api
penggunaan yang
telah
tidak mengikuti prosedur dapat
pertanggungjawabannnya secara perdata maupun secara
kekuatan dan
maka
dituntut
digunakan
f. akibat
polisi,
terhadap
merugikan pihak lain karena
penggunaan kekuatan d. rincian
individu
permasalahan
ditimbulkan
oleh
pidana. Dasar hukum: 9
penyalahgunaan senjata
1. Peraturan Kepala Kepolisian
api
Republik Indonesia Nomor 1
tahun
2009
Penggunaan
tentang
3. Biaya yang ditimbulkan dalam
Kekuatan
penyalahgunaan senjata
dalam Tindakan Kepolisian
api memerlukan biaya
2. Peraturan Kepala Kepolisian
yang besar
Republik Indonesia Nomor 8
B.
Tahun
2009
penyelidikan
Kesulitan-kesulitan
tentang
Implementasi Prinsip dan
tugas
Standar Hak Asasi Manusia
menanggulangi
dalam
penyalahgunaan
Penyelenggaraan
Kepolisian
senjata
Tugas Kepolisian Negara
api di pengaruhi beberapa
Republik Indonesia.
faktor, yaitu :
Faktor-Faktor yang Menjadi
1.
Penghambat
Undang
dalam
Faktor
Menanggulangi
2.
Penyalahgunaan Senjata Api
hukumnya
Masalah yang timbul di lingkungan dirasakan sendat,
Polda
Sumbar
masih hal
tersendat-
ini
disebabkan
3.
undang-
Faktor
penegak
Faktor sarana / alat-
alat 4.
Faktor masyarakat
b. Faktor Ekstern Untuk memerangi
adanya dua (2) faktor : a.
dalam
kejahatan diperlukan juga
Faktor Intern
bantuan
informasi
dan
dari tenaga praktisi di
daya
tangkal
dari
lingkungan
masyarakat. Karena pada
1. Kurangnya
partisipasi
Polri
terhadap
hakekatnya
penyalahgunaan senjata
senjata api bercampur baur
api
dengan
hukum khususnya
masyarakat.
tenaga
Informasi-informasi
bidang
dengan
Kepolisian,
kepada
2. Kurangnya peneliti
penggunaan
di
dalam
cara
merupakan
melapor Kepolisian
salah
satu
bantuan yang sangat paling 10
berharga.
Keengganan
yang
untuk melapor / menjadi
menyalahgunakan senjata api,
saksi
termasuk
dalam
peristiwa
api
yang
merupakan bagi
juga
mencegah
senjata
peredaran senjata api illegal
dilihatnya
sebagaimana tercantum dalam
penyalahgunaan
C.
pihak-pihak
keuntungan
penyalahgunaan
Pasal
1
Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1951 Pasal 1
senjata api, dan disisi lain
Ayat
1
yang
berbunyi
menghambat kinerja tugas
“barang
siapa
tanpa
pihak Kepolisian.
memasukkan
Upaya-upaya
yang
ke
membuat
:
hak
Indonesia, menerima,
Dilakukan Kepolisian dalam
memperoleh,
Menanggulangi
atau mencoba menyerahkan,
Penyalahgunaan Senjata Api
mencoba
menguasai,
juga
membawa,
mempunyai
upaya
persediaan
Pihak
Kepolisian
melakukan penaggulangan
menyerahkan,
padanya
atau
mengeluarkan dari Indonesia
penyalahgunaan
senjata
api
sesuatu senjata api, amunisi,
oleh warga sipil yaitu dengan
atau sesuatu bahan peledak
cara: Memperketat prosedur
mendapatkan hukuman penjara
didalam
selama 20 tahun.”
memperoleh
izin api,
Dan dari hasil penelitian
dengan cara menseleksi setiap
dari penulis di tempat izin
rekomendasi
diajukan
menembak di Sekolah Polisi
juga
Negara Polda Sumbar, Sekolah
kepemilikan
oleh
senjata
yang
sipemohon,
meningkatkan terhadap
pengawasan
pemegang
izin
Kepolisian hanya
Negara
(SPN)
menerima
surat
penunjukkan
senjata api.
dari
Polda
Selain
melakukan
Sumbar untuk pelaksanaan /
pengetaatan
terhadap
melakukan tes atau uji praktek
pemberian izin senjata api,
menembak kepada si pemohon
aparat keamanan harus tegas
senjata api. Dengan kriteria
memberlakukan
lulus sebagai berikut : Tes
berbagai
produk hukum untuk menjerat
keahlian
menembak 11
merupakan bagian yang sangat penting oleh karena itu setelah usai tahap rekomendasi, tes
a. Melakukan
pendataan
kepemilikan senjata api, b. Melakukan
pengecekan
Pada
secara periodik setiap setahun
bagian tes ini agak fleksibel,
sekali kepada pemilik senjata
tes keahlian dapat dilakukan di
api baik senjata api maupun
Polda setempat atau ditempat
surat dokumen kepemilikan /
yang dipilih oleh pemohon.
penggunaan senjata api,
psikologi
dan
fisik.
Untuk mendapatkan sertifikat
c. Melakukan
penarikan
/
lulus dengan score 85 sampai
penggudangan
senjata
api
120 hingga kualifikasi kelas I
yang
surat
dokumennya
sampai kelas III, calon harus
sudah
mati
atau
lulus tes keahlian. Kualifikasi
berlakunya sudah habis,
masa
kelas III harus bisa berhasil
d. Penerbitan izin kepemilikan
menggunakan sepuluh peluru
dan penggunaan senjata api
dan membidik target dengan
maupun senapan angin dan
poin antara 121 sampai 130,
senjata replika/mainan dalam
untuk
rangka
kualifikasi
kelas
II
pengawasan
dengan poin 131 sampai 140,
pengendalian
dan untuk kelas yang terbaik
KapolriNo.Pol
kelas I 141 sampai 150 dengan
2004),
nilai terbaik. Setiap senjata api
e. Melakukan
yang akan diterimakan kepada
hokum
pemilik senjata api itu dapat
ketentuan
ditembakkan dulu oleh pihak
yang berlaku.
Kepolisian
di
labfor
Kepolisian
menanggulangi
seperti:
82
tahun
sesuai
dengan
Undang-undang
penghambat
Kepolisian
menanggulangi
penyalahgunaan senjata api, pihak
Simpulan
senjata
(Skep
tindakan/upaya
dalam
(Laboratorium Forensik).
1. Peran
2. Faktor
dan
api
dalam
penyalahgunaan
oleh warga sipil
Kepolisian juga sering mengalami kesulitan dalam menanggulangi penyalahgunaan senjata api yaitu masyarakat
ini
dikarenakan
masyarakat
sendiri
tidak
memberikan
informasi
bahwa 12
terjadi api,
penyalahgunaan pengetahuan
senjata
masyarakat
tentang hokum sendiri kurang, pelaku
yang
melarikan
Saran 1.
penunjukkan orang oleh instansi
kesulitan untuk menyelidikinya
tertentu dan pemegang senjata
karena sulit mana senjata illegal
api mestinya adalah orang yang
dan legal.
senjata
api
dapat
secara psikologi tepat. 2.
baik
penal
oleh warga sipil dengan alas an karena terjadi penyalahgunaan
akhirnya akan dikenakan sanksi
senjata api oleh warga sipil itu
pidana berupa melalui pidana
sendiri. 3.
persuasive
pendekatan
secara
selain
itu
terhadap
melakukan
razia
masyarakat
menggunakan penyuluhan
yang
senjata hukum
api, kepada
masyarakat, menghentikan izin kepemilikan
senjata
menindak
atau
sosiologis,
api
bagi
warga sipil dan senjata api yang dimiliki oleh warga sipil akan
Pihak Kepolisian harus dapat bertindak tegas dan konsisten
melalui pidana akan tetapi melalui tindakan
izin
tentang penggunaan senjata api
melalui jalur hokum pidana yang
kebijakan yang diambil bukan
pemberian
sesuai dengan petunjuk Kapolri
yakni
penjara, sedangkan non penal
Sebaiknya
senjata api harus dihentikan
dilakukan
dengan kebijakan criminal dalam masyarakat
bagaimana
efektif, baik dalam tes, maupun
rakitan sehingga pihak Kepolisian
penyalahgunaan
Kepolisian
member rekomendasi yang lebih
banyaknya beredar senjata api
menanggulangi
Pihak
mengevaluasi
diri,
3. Upaya pihak Kepolisian dalam
Sebaiknya
penyalahgunaan
senjata api. 4.
Sebaiknya penyalahgunaan
penyidikan senjata
api
harus diselesaikan dengan jalur pengadilan menggunakan
dengan Undang-Undang
Darurat Nomor 12 tahun 1951 agar
pelaku
penyalahgunaan
senjata api memiliki sifat jera.
segera ditarik.
13
Daftar Pustaka A. Buku-buku AKP Dodi Pribadi Sik, Seminar tentang Tugas dan wewenang Kepolisian di Fakultas Hukum Unand Prog Ekstensi tanggal 11 Mei 2005. Awaloedin Djamin. Masalah dan Issue manajemen Polri dalam era reformasi, Yayasan Brata Bhakti, Jakarta. 2005. Barda Nawawi Arief. Beberapa Aspek Kebijakan Penegakkan dan Pengembangan hukum pidana, Bandung, 1998. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung. 1996. DPM. Sitompul. Beberapa tugas dan wewenang Polri, Perkembangan Hukum Kepolisian Divisi Pembinaan Hukum Polri. Jakarta. 2005.
B. Peraturan undangan
Perundang-
UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI. UU Darurat nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata Api. C. Sumber Lain Alumni Akademi Kepolisian tahun 1996. www.Kepolisian.com Kepemilikan senjata api di tangan sipil, Diakses tanggal 27 April 2013 pukul 20.00 WIB. Harian Singgalang. Tentang Sumber Target Perampokan. 08 Oktober 2012. Ramli Lubis. Tentang Kepemilikan Senjata Api. 23 Mei 2012.
Momo Kelana. Memahami UndangUndang Kepolisian Nomor 2 tahun 2002, Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta. 2002. Suwardji dkk, Kamus Badan Intelijen Keamanan Kepolisian PT. Panca Darma Sejati, Jakarta. 2003. H. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, Prestasi Pustaka, Jakarta. 2005. Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia tentang Tugas dan wewenang Kepolisian Tahun 2009.
14