1
UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI (STUDI : WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE)
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh : R. CHRISTYNA PARDEDE 040200094
DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
2
UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI (STUDI : WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan dan Melengkapi Tugas-Tugas Dalam Memperoleh gelar Sarjana Hukum
Oleh : R. CHRISTYNA PARDEDE 040200094 Disetujui oleh : Ketua Departemen Hukum Pidana
Abul Khair, S.H. M.Hum NIP : 131 842 854
Pembimbing I
Pembimbing II
Nurmalawaty, S.H. M.Hum NIP : 131 803 347
Berlin Nainggolan, S.H. M.Hum NIP : 131 572 434
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kepada Allah Tritunggal: Bapa (Who Created me), Yesus Kristus (I am the good sheperd, He said. The good sheperd gives His life for the sheep like me, so in my life He is My Salvation and The Great inspiration for me) dan Roh Kudus (Who made me strong and faithfully to get a better life) atas berkat dan kasihNya, sehingga skripsi dengan judul: UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT
DALAM
MENANGGULANGI
KEJAHATAN
PROSTITUSI (STUDI : WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE) dapat penulis selesaikan. Pada kesempatan ini dengan rasa hormat, Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu S.H. M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 2. Bapak Prof. Suhaidi, S.H. M.H, selaku Pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan S.H. M.H, DFM, selaku Pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 4. Bapak M. Husni S.H. M.H, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 5. Bapak Abul Khair S.H. M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 6. Ibu Nurmalawaty, S.H. M.Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
4
7. Bapak Berlin Nainggolan, S.H. M.Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak memberi petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai 8. Ibu Dr. Idha Apriliana, S.H. M.Hum, selaku Dosen Wali Penulis 9. Seluruh staf Pengajar dan Pegawai Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 10. Kedua orangtua Penulis yang tercinta, yaitu Ayahanda H. Pardede dan Ibunda R. Siahaan atas semua doa, kasih sayang, perhatian serta dukungan moril dan materil yang diberikan kepada Penulis 11. Bapak Kapolsek Balige, H. Sinaga yang telah banyak membantu penulis didalam menyelesaikan skripsi. 12. Saudara-saudara Penulis yang terkasih, yaitu : abang (Mangara Pardede), kakak (Vera Pardede, Tetty Pardede) dan adek-adekku (Sintong Pardede dan Elisabeth Pardede) dan keponakanku yang lucu Mikhael dan Fairy. 13. Sahabat-sahabat penulis semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu : Itha, Hotma, January, Jhon Slow dan seluruh stambuk 2004 Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara 14. Teman-temanku dimanapun berada : Esika (teman terbaikku), Chahaya, Suparman (yang uda duluan jadi sarjana), Joely, Ade, Sakti, Bangun, Welly, Jackson, Nora, Susy, Sugito (yang masih dalam perjuangan juga) dan semua-semuanya tanpa terkecuali. Medan, Maret 2008 Penulis,
R. CHRISTYNA PARDEDE R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
5
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..................................................................................... i DAFTAR ISI .................................................................................................. ii ABSTRAKSI ................................................................................................. iii
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ..................................................................................... 1 B. Ruang Lingkup Permasalahan .............................................................. 3 C. Keaslian Penulisan ............................................................................... 3 D. Tujuan Penulisan .................................................................................. 4 E. Manfaat Penulisan ................................................................................ 4 F. Tinjauan Kepustakaan .......................................................................... 5 1. Pengertian Prostitusi/Pelacuran ....................................................... 5 2. Klasifikasi Prostitusi/Pelacuran....................................................... 9 3. Tinjauan mengenai Prostitusi dari beberapa aspek ........................ 15 a. Prostitusi menurut pandangan KUHP ............................... 15 b. Prostitusi menurut pandangan Agama (Islam, Kristen) ..... 20 c. Prostitusi menurut pandangan Kriminologi ...................... 23 4. Kondisi sosial budaya Kota Balige................................................ 24 G. Metode Penelitian............................................................................... 26 H. Sistematika Penulisan………………………………………………….27
BAB II. TINJAUAN UMUM TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI / PELACURAN A. 1. Ciri-ciri Prostitusi ......................................................................... 29 2. Keadaan Prostitusi/Pelacuran di Provinsi Sumatera Utara ............. 33 3. Lokalisasi ..................................................................................... 35 4. Akibat-akibat Prostitusi ................................................................ 39 B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Prostitusi di Kota Balige 1. Faktor Intern ................................................................................. 41 2. Faktor Ekstern .............................................................................. 41 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
6
BAB III. UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN PROSTITUSI DI KOTA BALIGE A. Polisi sebagai ujung tombak ............................................................... 54 B. Strategi Polisi ..................................................................................... 60 C. Penanggulangan Kejahatan Prostitusi/Pelacuran tanpa pemidanaan .... 71
BAB IV. PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI/PELACURAN A. 1. Peran Orang tua dalam keluarga ..................................................... 76 2. Peran tokoh agama dan tokoh masyarakat ....................................... 80 3. Peran tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan ............................ 82 B. Saran-saran atau tanggapan masyarakat untuk mengatasi Prostitusi di Kota Balige .................................................................................... 83 C. Kebijakan Hukum Pidana dalam KUHP (baru) untuk menanggulangi Kejahatan Prostitusi/Pelacuran ........................................................... 85
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................................ 88 B. Saran .................................................................................................. 89
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................iv LAMPIRAN .................................................................................................... v
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
7
ABSTRAKSI Prostitusi dikalangan masyarakat merupakan bentuk penyimpangan hubungan seksual, yaitu suatu perbuatan yang sifatnya sangat anti sosial dan merupakan suatu perbuatan yang sangat hina dan dikutuk keberadaannya di tengah-tengah masyarakat karena dianggap sebagai perbuatan yang melanggar norma-norma kesusilaan, norma-noma kesopanan, norma-norma adat dan dilarang oleh agama. Prostitusi didalam kehidupan masyarakat sebagai suatu aksi kejahatan dan menimbulkan suatu sikap gerakan atau dorongan untuk bereaksi dari masyarakat karena masalah ini bukan lagi masalah yang bersifat sederhana, melainkan cenderung meningkat menjadi masalah besar dan sangat kompleks. Judul dari skripsi ini adalah ” UPAYA KEPOLISIAN DAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI (STUDI:WILAYAH HUKUM POLSEK BALIGE), yang akan membahas tentang bagaimana pandangan agama dan kriminologi terhadap kejahatan Prostitusi, faktor-faktor apa yang melatarbelakangi sehingga terjadi kejahatan Prostitusi di Kota Balige, bagaimana upaya kepolisian dan peran serta masyarakat didalam menanggulangi kejahatan Prostitusi, dan bagaimana pengaturannya dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Yang menjadi tujuan akhir dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bahwa Prostitusi merupakan suatu penyakit masyarakat yang dapat menimbulkan banyak kerugian didalam masyarakat dan harus dicegah penyebarannya agar masyarakat tidak terkontaminasi dengan keberadaannya, dan dalam hal ini diperlukan kerjasama yang baik antara masyarakat itu sendiri (dimulai dari diri sendiri) dengan aparat kepolisian guna meminimalisir penyebaran kejahatan Prostitusi. Spesifikasi penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis yang menggambarkan secara sistematis data mengenai masalah yang akan dibahas, data yang terkumpul dianalisis secara sistematis sehingga dapat ditarik kesimpulan dari keseluruhan hasil penelitian. Adapun penyelesaian masalah dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode yuridis normatif dan yuridis empiris. Hasil penelitian dari skripsi ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada kita semua mengenai Kejahatan Prostitusi sebagai suatu penyakit masyarakat yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat, khususnya di Kota Balige adalah disebabkan karena belum adanya peraturan perundang-undangan yang jelas yang mengatur masalah Prostitusi dan tidak tegasnya aparat kepolisian menindak para PSK apabila terjaring rajia, dan dikarenakan keadaan ekonomi yang kurang memadai, serta pengaruh arus globalisasi dan canggihnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Upaya yang dilakukan oleh aparat Kepolisian didalam menanggulangi kejahatan Prostitusi di Kota Balige adalah dengan melakukan rajia dan ”Operasi Pekat atau Penyakit Masyarakat” yang biasanya dilakukan menjelang hari-hari besar keagamaan dengan kerjasama Satpol PP dengan ijin Pemerintahan Kabupaten Toba Samosir. Begitu juga dengan peran serta masyarakat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan didalam menanggulangi kejahatan Prostitusi di Kota Balige adalah dengan melakukan rajia langsung ke tempat-tempat Prostitusi dan memberikan peringatan, bimbingan serta arahan kepada para PSK yang berhasil dijaring dan kemudian dibina. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
8
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada era modernisasi dan globalisasi yang sangat mewarnai kehidupan sosial masyarakat baik di negara maju maupun di negara berkembang, di daerah metropolitan dan di daerah pedesaan, melahirkan berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Prostitusi/pelacuran
merupakan
salah
satu
dampak
negatif
dari
modernisasi globalisasi dunia dewasa ini, memang harus diketahui bahwa prostitusi/pelacuran adalah kisah lama yang membayangi kehidupan manusia. Sejak jaman dahulu hingga sekarang ini, prostitusi/pelacuran sepertinya tidak terlepas dari kehidupan manusia. Prostitusi/pelacuran diibaratkan sebagai bayangan hitam kehidupan manusia. Prostitusi/pelacuran merupakan salah satu bentuk penyakit masyarakat yang harus dihentikan penyebarannya, tanpa mengabaikan usaha pencegahannya dan perbaikannya. Modernisasi dan globalisasi dewasa ini semakin memacu tingkat perkembangan prostitusi/pelacuran ditengah-tengah masyarakat, tidak hanya orang dewasa saja yang terlibat dalam dunia prostitusi/pelacuran, tetapi juga telah melibatkan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan telah menjebak dunia remaja dan anak-anak dengan tingkat penyebaran dan perkembangan yang sangat tinggi.
Semakin
merebaknya kehidupan prostitusi/pelacuran di Indonesia
mungkin disebabkan oleh kurang jelasnya aturan hukum yang mengatur tentang prostitusi/pelacuran, khususnya tentang para Pekerja Seks Komersial (PSK) R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
9
tersebut, dalam KUHP Indonesia tidak ada diatur dengan jelas mengenai prostitusi/pelacuran dan Pekerja Seks Komersial (PSK). Sementara itu, kehidupan prostitusi/pelacuran sangat identik dengan peredaran narkoba dan penyebaran penyakit kelamin yang berbahaya bahkan tidak ada obatnya, seperti HIV/AIDS. Hal ini merupakan keadaan yang sangat berbahaya yang dapat menghancurkan generasi muda bangsa ini, jika keadaan seperti ini terus dibiarkan tanpa ada upaya penyelesaian yang tepat, maka dapat menjadi bom waktu yang kapan saja dapat meledak dan benar-benar menghancurkan bangsa ini juga, sebab generasi muda ini adalah tulang-punggung kehidupan bangsa ini.
Memang hal ini telah menjadi perhatian dunia, termasuk pemerintah Indonesia. Banyak usaha yang telah dilakukan pemerintah untuk menekan prostitusi/pelacuran, seperti Lokalisasi, penertiban para Pekerja Seks Komersial (PSK) dan lain sebagainya. Namun hal ini sepertinya tidak memberikan hasil yang maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah Indonesia mencoba mengatasi perkembangan prostitusi/pelacuran dengan cara membina para Pekerja Seks Komersial (PSK) yang berhasil dijaring sebagai salah satu upaya penanggulangan kejahatan tanpa pemidanaan. Seperti diketahui bahwa pembinaan merupakan elemen penting dalam menyadarkan pelaku atas perbuatannya yang salah dan merobah mental pelaku agar menjadi lebih baik dan lebih siap untuk hidup secara benar ditengah-tengah masyarakat dengan keterampilan-keterampilan yang memadai sebagai modal dalam mempertahankan kehidupannya. Begitu juga halnya dengan kejahatan prostitusi yang terjadi di kota Balige yang semakin lama semakin meningkat dan sangat meresahkan masyarakat perlu R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
10
mendapat perhatian yang serius, mengingat masyarakat kota Balige adalah masyarakat yang religius dan dikenal sangat menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan norma-norma yang hidup dalam masyarakat, sangat menentang keras adanya praktek-praktek prostitusi di seputaran daerah Toba Samosir, khususnya daerah Balige. 1 Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan Kapolsek Balige, bapak H. Sinaga, menyatakan kejahatan prostitusi adalah perbuatan yang sangat hina, dikutuk dan sangat aib. Beliau juga menyesalkan kenapa kota Balige yang hanya merupakan salah satu kota terkecil di Sumatera Utara bisa menduduki urutan pertama kota pengidap HIV/AIDS terbesar di Sumatera Utara. Dari sekian banyak kasus yang ditangani oleh pihak Kepolisian, masalah prostitusi merupakan masalah yang sangat banyak mendapat perhatian dan harus segera ditanggulangi 2
Berdasarkan keadaan yang sangat memprihatinkan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini kedalam bentuk skripsi dan meninjau masalah tersebut dengan memakai disiplin ilmu hukum yang telah penulis peroleh selama ini di Fakultas Hukum USU, khususnya pada departemen hukum pidana.
B. Ruang Lingkup Permasalahan Berdasarkan
Latar
Belakang
yang
dikemukakan
diatas,
maka
permasalahan dalam skripsi ini dirumuskan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor
apakah
yang
menyebabkan
timbulnya
kejahatan
prostitusi/pelacuran di kota Balige?
1
Wawancara dengan Kapolsek Balige, Bapak H. Sinaga pada hari Jumat, tanggal 8 Februari 2008, jam 10.00 WIB 2 ibid R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
11
2. Bagaimana
upaya
Kepolisian
dalam
penanggulangan
kejahatan
prostitusi/pelacuran di kota Balige? 3. Bagaimana peran serta masyarakat didalam upaya penanggulangan kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige?
C. Keaslian Penulisan Dalam menyusun karya ilmiah ini, pada prinsipnya penulis membuatnya dengan melihat dasar-dasar yang telah ada, baik melalui literatur yang penulis peroleh dari kepustakaan, media massa, baik cetak maupun elektronik yang akhirnya penulis tuangkan dalam bentuk skripsi serta ditambah dengan riset langsung dilapangan dan wawancara dengan pihak-pihak yang terkait dengan skripsi penulis.
D. Tujuan Penulisan Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
menyebabkan
timbulnya
prostitusi/pelacuran di kota Balige 2. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige 3. Untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam menanggulangi kejahatan prostitusi/pelacuran di kota Balige
E. Manfaat Penulisan Adapun manfaat yang diharapkan dalam penulisan skripsi ini adalah : R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
12
1. Manfaat Teoritis a. Penulisan skripsi ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian terhadap perkembangan ilmu pengetahuan serta menambah wawasan khususnya mengenai kejahatan prostitusi b. Memberikan kontribusi kepada kalangan akademisi dan praktisi, penambahan
informasi
dan
pengetahuan
hukum
umumnya
dan
perkembangan hukum pidana dimasa yang akan datang 2. Manfaat Praktis Dapat menjadi sumbangsih bagi pemerintah, khususnya bagi lembaga Legislatif sebagai bahan masukan untuk membuat suatu peraturan atau UndangUndang yang berkaitan dengan prostitusi.
F. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Prostitusi/Pelacuran Prostitusi berasal dari kata ”Pro-stituere” atau ”Pro-stauree” yang berarti membiarkan diri berbuat zinah, melakukan persundalan, percabulan, pergendakan. Sedangkan Prostitue adalah Pelacur atau sundal atau dikenal dengan istilah WTS (Wanita Tuna Susila) yang sekarang ini lebih dikenal dengan istilah PSK (Pekerja Seks Komersial). Tuna susila atau tidak susila itu diartikan sebagai kurang beradab karena keroyalan relasi seksualnya dalam bentuk penyerahan diri kepada banyak laki-laki untuk pemuasan seksual dan mendapatkan imbalan jasa atau uang bagi pelayanannya. Tuna susila dapat juga diartikan sebagai salah tingkah atau tidak susila atau gagal menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
13
Maka Pelacur itu adalah wanita yang tidak pantas kelakuannya dan bisa mendatangkan malapetaka atau celaka dan penyakit, baik kepada orang lain yang bergaul dengan dirinya maupun kepada dirinya sendiri. 3 W.A.Bonger
dalam
tulisannya
”Maatschappelijke
Oorzaken
der
Prostitutie”, menyatakan bahwa Prostitusi adalah gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri, melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. P.J. de Bruine Van Amstel menyatakan bahwa Prostitusi adalah penyerahan diri dari wanita kepada banyak laki-laki dengan pembayaran 4. Defenisi diatas mengemukakan adanya unsur-unsur ekonomis dan penyerahan diri wanita yang dilakukan secara berulang-ulang atau terus-menerus dengan banyak laki-laki. Peraturan Pemerintah DKI
Jakarta Raya tahun 1967
mengenai
penanggulangan masalah Prostitusi, menyatakan : bahwa WTS (Wanita Tuna Susila) adalah wanita yang mempunyai kebiasaan melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan, baik dengan imbalan jasa maupun tidak. Sedangkan Peraturan Pemerintah daerah tingkat I Jawa Barat untuk melaksanakan pembatasan dan penertiban masalah Prostitusi, menyatakan : Prostitusi/Pelacuran adalah mereka yang biasa melakukan hubungan kelamin diluar perkawinan yang sah. Kedua Peraturan Pemerintah tersebut menekankan masalah hubungan kelamin diluar pernikahan, baik dengan mendapat imbalan pembayaran maupun tidak. 5 Sedangkan Pasal 296 KUHP menyatakan, ”Pelacuran adalah barangsiapa yang pekerjaannya atau kebiasaannya dengan sengaja mengadakan atau 3
Kartini Kartono, Patologi Sosial, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta.1999, hal 177 Ibid, hal 183 5 Ibid, hal 182-183 4
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
14
memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 1 tahun 4 bulan atau denda sebanyak-banyaknya seribu rupiah”. 6 Pengertian ini sama dengan defenisi pelacuran dalam ensiklopedia Indonesia, pelacuran itu dilakukan oleh wanita maupun pria. Jadi, ada persamaan predikat lacur antara laki-laki dan wanita yang bersama-sama melakukan perbuatan kelamin diluar perkawinan. Dalam hal ini percabulan tidak hanya merupakan hubungan kelamin diluar nikah saja, akan tetapi termasuk pula peristiwa homoseksual dan permainan-permainan seksual lainnya. 7 Menurut Kartini Kartono, Prostitusi adalah bentuk penyimpangan seksual, dengan pola-pola organisasi impuls/dorongan-dorongan seks yang tidak wajar dan tidak terintegrasi, dalam bentuk pelampiasan nafsu-nafsu seks tanpa kendali dengan banyak orang disertai eksploitasi dan komersialisasi seks yang impersonal tanpa afeksi sifatnya. Sedangkan Pelacuran adalah peristiwa penjualan diri (Persundalan) dengan jalan menjualbelikan badan, kehormatan dan kepribadian kepada banyak orang untuk memuaskan nafsu-nafsu seks dengan imbalan pembayaran. Prostitusi/pelacuran dapat juga dikatakan sebagai sebagai perbuatan perempuan atau laki-laki yang menyerahkan badannya untuk berbuat cabul secara seksual dengan mendapatkan upah. 8 Menurut Paulus Moedikdo Mulyono, Pelacuran adalah penyerahan badan wanita dengan menerima bayaran kepada orang banyak guna pemuasan nafsu seksual orang itu.
6
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, 1988, Politea, Bogor Loc. cit, Kartini Kartono, hal 184 8 Ibid, hal 185 7
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
15
Menurut
Budisoestyo,
Pelacuran
adalah
pekerjaan
yang
bersifat
menyerahkan diri kepada umum untuk perbuatan kelamin dengan mendapatkan upah. Menurut Warouw, Pelacuran adalah menggunakan badan sendiri sebagai alat pemuas seksuil untuk orang lain dengan mencapai keuntungan. Menurut Suria Djuanda, Pelacuran adalah seorang wanita yang memberikan dirinya tanpa pilihan untuk uang. 9 Para wanita yang melakukan pelacuran sekarang ini dikenal dengan istilah PSK (Pekerja Seks Komersial) yang diartikan sebagai wanita yang melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang, diluar perkawinan yang sah dan mendapatkan uang, materi atau jasa. 10 Bukan merupakan hal yang tabu lagi kalau di sebuah cafe, pub atau diskotik, usai tamu pria-wanita bertemu di bar, lantas minum bersama, ajojing di lantai disko dan sesudahnya berlanjut menjadi kencan malam. Ada yang sematamata just for fun, azas kebutuhan atau yang penting happy, ada juga yang melewati ahapan transaksi layaknya penjual dan pembeli. Bagi komunitas cafe, budaya seperti itu sudah bukan rahasia lagi bahkan menjadi perilaku yang sangat biasa. 11
9
Skripsi Johannes Harysuandy Siregar, Rehabilitasi Pekerja Seks Komersial (PSK) di Panti Sosial Karya Wanita (PSPW) Parawarsa Berastagi sebagai upaya penanggulangan kejahatan tanpa pemidanaan. Fakultas Hukum USU, 2004 10 Simanjuntak,B. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito, Bandung. 1982. hal 25 11 Moammar Emka, Jakarta Undercover sex ’n the city. Percetakan Galang Printika Yogyakarta. 2002, hal xxvi R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
16
2. Klasifikasi Prostitusi/Pelacuran Menurut Kartini Kartono, jenis prostitusi/pelacuran dapat dibagi menurut aktifitasnya, yaitu yang terdaftar dan terorganisir, dan yang tidak terdaftar. 12 a. Prostitusi/Pelacuran yang terdaftar dan terorganisasi Pelakunya diawasi oleh bagian Vice Control dari kepolisian yang dibantu dan bekerjasama dengan Jawatan Sosial dan Jawatan Kesehatan. Pada umumnya mereka dilokalisir dalam satu daerah tertentu. Penghuninya secara periodik harus memeriksakan diri pada dokter atau petugas kesehatan dan mendapatkan suntikan serta pengobatan sebagai tindakan kesehatan dan keamanan umum. Hal ini terdapat di daerah Bandar Baru, Medan-Sumatera Utara, dimana disana dibangun kompleks-kompleks Pelacuran secara legal dan memiliki ijin, tetapi ijin yang diberikan adalah ijin membuka usaha hiburan dari kepolisian setempat. Selain itu kompleks pelacuran yang terdaftar dan teratur dengan rapi di Indonesia adalah ”Silir”, yang terletak di pinggiran kota Solo sebelah timur. Bagi pengunjungnya disediakan karcis masuk dan semua kendaraan harus diparkir disebelah luar. ”Silir” merupakan shopping centre cinta yang paling rapi penuh bau-bauan wangi yang khas dan gelak ria kaum wanita. Merupakan ”Pasar Tresno” yang mengasyikkan bagi petualang-petualang malam yang memerlukan cinta mesra dan memberikan kesegaran kasih kepada pejalan-pejalan pria yang haus dan kesepian cinta. Daerah Wonogiri yang secara geofisik sangat miskin, gersang dan kering pada musim paceklik menjadi supplayer/penghasil WTS dan penghuni ”Silir”
12
Op. Cit, Kartini Kartono, hal 214
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
17
paling banyak. Maka prostitusi ini dianggap sebagai ”obat mujarab” untuk memerangi kemiskinan dan perut yang lapar, mengalirnya penghuni-penghuni baru di kompleks pasar cinta ini paling deras adalah pada musim panen yang gagal. Disamping pekerjaannya sehari-hari melayani pengunjung yang membeli hiburan cinta, para WTS di ”Silir” itu mendapatkan pelajaran menjahit, merias diri, berolahraga, tata buku, merenda, agama, pengetahuan umum, dan lain-lain untuk mempersiapkan diri kembali menjadi warga masyarakat biasa. Maka dari ”Silir” ini banyak gadis-gadis dan wanita sesat kembali ke desa masing-masing untuk memulai satu kehidupan baru dengan suaminya. Pada umumnya, kepada calon-calon suami dikenakan persyaratanpersyaratan yang lebih berat dalam segi pertanggungjawaban dan bimbingan moral, agar mereka tidak silau dengan harta kekayaan calon istri (hasil tabungan), juga agar mereka mampu menegakkan kewibawaan untuk mengarahkan istrinya ke jalan yang benar dan tidak akan menjalankan lagi praktek pelacuran. Bagi para calon suami dikenakan bermacam-macam aturan dan persyaratan jauh lebih sulit jika dibandingkan dengan usaha meminang anak gadis Solo biasa. Kompleks Silir ini merupakan ”Pasar Tresno” yang dibangun oleh Dinas Sosial Kotamadya Surakarta sekitar tahun 1960-an ketika banyak sekali pelacur berseliweran memenuhi kota Solo, menyelusup jauh ke dalam kota. Sehingga perbuatan mereka itu sangat mengganggu warga kota yang baik-baik. Mereka itu terdiri atas pelacur-pelacur kelas rendah, kelas menengah, sampai gadis-gadis ayu ”konsumsi keraton” dan ”konsumsi babe-babe gede” bagi pejabat-pejabat eselon satu sampai tamu-tamu penting luar negeri. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
18
b. Prostitusi/Pelacuran yang tidak terdaftar Termasuk dalam kelompok ini adalah mereka yang melakukan pelacuran secara gelap-gelapan dan liar baik secara perorangan maupun dalam kelompok. Perbuatannya tidak terorganisir, tempatnya pun tidak tertentu. Bisa disembarang tempat, baik ”mencari mangsa” sendiri maupun melalui calo-calo dan panggilan. Mereka tidak mencatatkan diri kepada yang berwajib sehingga kesehatannya sangat diragukan karena belum tentu mereka itu mau memeriksa kesehatannya pada dokter. Pelacur-pelacur itu biasanya berada di mall-mall, cafecafe, diskotik-diskotik dan night-night club di kota-kota besar yang ada di Indonesia. Biasanya pelacuran yang semacam ini dilakukan oleh pelajar-pelajar SMU, mahasiswa-mahasiswa, wanita-wanita yang baru beranjak dewasa atau para ABG (Anak Baru Gede), dan tarif atau bayaran atau jasa yang mereka berikan pada pelanggan mereka tidak begitu mahal, sekitar Rp.100.000,- sampai Rp.500.000,-. Sedangkan menurut jumlahnya, Pelacuran dapat dibagi dalam : 1. Prostitue yang beroperasi secara individual merupakan ”single operator” 2. Prostitue yang bekerja dengan bantuan organisasi dan ”sindikat” yang teratur rapi. Jadi mereka itu tidak bekerja secara sendirian akan tetapi diatur melalui satu sistem kerja suatu organisasi. Sedangkan menurut tempat penggolongan atau lokasinya, Pelacuran dapat dibagi menjadi : 1. Segregasi atau lokalisasi, yang terisolir atau terpisah dari kompleks penduduk lainnya, kompleks ini dikenal sebagai daerah ”lampu merah” atau petak-petak daerah tertutup R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
19
2. Rumah-rumah panggilan (call houses, tempat rendezvous, parlour) 3. Dibalik front-organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat (apotik, salon kecantikan, rumah makan atau café, tempat mandi uap dan panti pijat, anak wayang dan sirkus). Kategori Prostitusi/Pelacuran Yang termasuk dalam kategori pelacuran adalah 13 : 1. Pergundikan 2. Pemeliharaan bini yang tidak resmi, bini gelap atau perempuan piaraan, mereka hidup seperti suami-istri tetapi tanpa ikatan perkawinan. Gundik-gundik asing ini pada jaman pemerintahan Belanda dahulu disebut ”nyai” 3. Tante girang atau Loose Married Woman Wanita yang telah menikah namun tetap melakukan hubungan erotik dan seks dengan laki-laki baik secara iseng untuk mengisi kekosongan waktu, bersenang-senang “just for fun”, mendapatkan pengalaman-pengalaman seks yang lain yang tidak didapat dari suaminya atau untuk memperoleh tambahan penghasilan 4. Gadis-gadis Panggilan Gadis-gadis dan wanita-wanita biasa yang menyediakan diri untuk dipanggil dan dipekerjakan sebagai PSK melalui saluran atau jalur-jalur tertentu, mereka ini biasanya mahasiswi-mahasiswi atau pelajar-pelajar, karyawati, pelayan-pelayan toko, pegawai-pegawai, ibu-ibu rumah tangga, dan lain-lain. 5. Gadis-gadis bar atau B-Girls
13
Ibid, hal 186
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
20
Gadis-gadis yang bekerja sebagai pelayan-pelayan bar atau café yang sekaligus bersedia memberikan pelayanan seks kepada pengunjungnya. 6. Gadis-gadis Juvenile Delinguent Gadis-gadis muda dan jahat yang didorong oleh ketidakmatangan emosinya dan retardasi/keterbelakangan inteleknya, menjadi sangat pasif, dan sugestibel sekali. Karakternya sangat lemah. Sebagai akibatnya, mereka ini mudah sekali menjadi pecandu minum-minuman keras atau alkoholik, pecandu obatobatan terlarang seperti ganja, morfin, shabu-shabu, ekstasi dan sebagainya sehingga mudah tergiur untuk melakukan perbuatan-perbuatan immoril seksual dan pelacuran. 7. Gadis-gadis binal atau Free girls Gadis-gadis sekolah maupun yang telah putus sekolah karena prinsip yang tidak benar yang menganut dan menyebarkan prinsip kebebasan seks dan kebebasan cinta secara ekstrim untuk mencapai kepuasan seksual pribadi. 8. Gadis-gadis taxi atau gadis-gadis becak Gadis-gadis panggilan yang ditawarkan dan dibawa ketempat-tempat “plesiran” dengan taxi atau becak 9. Penggali emas atau Gold-diggers Gadis-gadis cantik yang pekerjaannya penyanyi atau pemain panggung, opera, anak wayang, pramugari, ratu kecantikan yang pandai merayu dan bermain cinta untuk mengambil atau meraup kekayaan orang-orang berduit. Biasanya mereka ini sulit diajak bermain seks sebab mereka lihai dalam meraup kekayaan atau uang kekasihnya tanpa melakukan relasi seks dengan pasangannya tersebut. 10. Hostes atau Pramuria R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
21
Gadis-gadis yang banyak hadir di diskotik-diskotik, pub-pub yang memberikan diri mereka dipeluk, dicium dan untuk diraba-raba seluruh tubuhnya dan relasi seks lainnya yang tidak sampai kepersetubuhan, baik itu dilantai disco maupun dimeja-meja untuk menemani tamunya selama menikmati hingarbingarnya musik. 11. Promiskuitas/Promiscuity Hubungan seks yang dilakukan seorang wanita secara bebas dan awutawutan dengan pria manapun yang dilakukan dengan banyak laki-laki, yaitu melakukan relasi seks dengan lebih dari satu laki-laki secara bersamaan atau dengan beragam laki-laki tanpa memperdulikan uang yang diperoleh tapi hanya untuk seksual yang abnormal. Penganut-penganut promiskuitas itu menuntut adanya seks bebas secara ekstrem dalam iklim “cinta bebas”. Dengan jalan promiscuous atau ”campur-aduk seksual tanpa aturan”, para penganutnya ingin mendapatkan pengalamanpengalaman seksual yang hebat-hebat, sangat intensif dan eksesif berlebih-lebihan tanpa dibatasi oleh norma-norma susila atau sosial tanpa dihalang-halangi oleh tabu dan larangan-larangan agama yang mengatur kebebasan manusia dalam relasi seksnya.
3. Tinjauan Mengenai Prostitusi Dari Beberapa Aspek A. Prostitusi menurut pandangan KUHP Dalam KUHP sendiri, kejahatan kesusilaan diatur secara khusus dalam Bab XIV KUHP yaitu Pasal 281-Pasal 303, namun Pasal yang secara khusus mengatur tentang Pelacuran adalah Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297 dan Pasal R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
22
506. 14 Namun keempat Pasal ini tidak menekankan kepada Pelacurnya tetapi lebih menekankan kepada laki-laki yang melakukan persetubuhan dan pihak yang mempermudah Pelacuran tersebut (germo) atau penyedia tempat-tempat Pelacuran. Pasal 295 ayat 1 KUHP : Dihukum : Dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun, barangsiapa yang dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul yang dikerjakan oleh anaknya, anak tirinya atau anak angkatnya yang belum dewasa, oleh anak yang dibawah pengawasannya, orang yang belum dewasa yang diserahkan kepadanya supaya dipeliharanya, dididiknya atau dijaganya atau bujangnya yang dibawah umur atau orang yang dibawahnya dengan orang lain. Pasal 295 ayat 2 KUHP : Dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun, barangsiapa yang dengan sengaja diluar hal-hal yang tersebut pada (ayat 1) menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain yang dikerjakan oleh orang belum dewasa yang diketahuinya atau patut disangkanya bahwa ia belum dewasa. Menurut R.Soesilo, percabulan sudah termasuk persetubuhan. Pasal 296 KUHP : Barangsiapa yang pencahariaanya atau kebiasannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000,Pasal 297 KUHP : Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun. 15 Dari ketiga Pasal diatas, banyak pendapat sarjana yang menyatakan bahwa tidak ada aturan yang jelas tentang Pelacuran. Namun menurut pendapat saya, hal itu terjadi karena banyak sarjana yang mengartikan sebagian aturan hanya mengatur tentang ”germo”, yaitu orang yang memudahkan dan mengadakan Pelacuran. Hemat saya, Pasal 296 KUHP tersebut dapat juga kita gunakan untuk
14 15
Op.cit, R. Soesilo Ibid, R. Soesilo
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
23
menjerat Pelacurnya dan pihak yang mempermudah atau memberikan fasilitas untuk melakukan praktek Pelacuran tersebut. Untuk itu mari kita mencoba menelaah dan menyelidiki Pasal 296 tersebut. Pasal 296 KUHP. Dari Pasal tersebut, kita dapat menguraikannya atas beberapa bagian, yaitu : 1. Barangsiapa, hal ini menekankan pada ”seseorang” 2. Pencahariannya, hal ini menunjuk bahwasanya perbuatan tersebut adalah profesi yang mendatangkan imbalan atau balas jasa. Dalam hal ini, dapat kita simpulkan bahwa yang berprofesi bisa Pelacurnya dan bisa juga orang yang menyediakan prasarana untuk Pelacuran itu sendiri. 3. Atau hal ini menekankan pada pilihan, hal ini berarti pembuat Undangundang melihat ada dua variabel yang dapat dikenakan untuk menjerat pelaku, yaitu sebagai mata pencaharian atau sebagai sifat kebiasaan. 4. Sengaja, hal ini menekankan ada unsur melakukan secara sadar dan mengetahui akibat dari apa yang dilakukan. Berarti pelaku dalam keadaan sadar mengetahui risiko atau akibat perbuatannya. 5. Mengadakan, kata ”mengadakan” 16 dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia dari Depdiknas, mengandung 5 pengertian, yaitu : a. Mengadakan, menciptakan b. Menyebabkan ada, menyediakan (uang, perlengkapan dan tempat), mendirikan (perkumpulan) c. Menimbulkan, mendatangkan
16
Departemen Pendidikan Nasional, KBBI, 2001. Balai Pustaka, Jakarta
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
24
d. Menyelenggarakan (pesta, pertunjukan) e. Melakukan (tindakan, perubahan) 6. Mempermudah, dapat diartikan : a. Menjadikan mudah, menggampangkan, mencari akal untuk b. Menjadikan lebih mudah c.
Menganggap atau memandang enteng (tidak berat)
Jika kita lihat asal katanya, yaitu kata ”mudah” yang dapat diartikan : a. Tidak memerlukan banyak tenaga atau pikiran dalam mengerjakan, tidak sukar, tidak berat, gampang b. Lekas sekali (menjadi, menderita) c. Tidak teguh imannya (gampang terbujuk atau gampang diajak berzinah) 7. Perbuatan cabul dapat diartikan segala perbuatan yang melanggar kesusilaan (kesopanan) atau perbuatan yang keji, semuanya itu dalam lingkungan nafsu birahi kelamin, misalnya : cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba buah dada, dan sebagainya. Dari pemilah-milahan Pasal 296 KUHP tersebut diatas, dapat dilihat beberapa alasan mengapa dikatakan dan diterima umum bahwa Pasal 296 KUHP tersebut tidak mengatur dengan jelas tentang Pelacuran, yaitu : a. Banyak sarjana bahkan dalam komentar-komentar KUHP sendiri yang mengartikan kata ”Mengadakan” sebagai menyebabkan ada atau menyediakan (uang, tempat, perlengkapan).
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
25
Para sarjana terpaku hanya pada 1 pengertian ini saja dan melupakan
atau
mengabaikan
pengertian
lain
dari
kata
mengadakan tersebut, yaitu melakukan (tindakan, perbuatan). Melacurkan diri adalah suatu bentuk perbuatan atau tindakan dimana si wanita melakukan tindakan atau perbuatan bersetubuh atau melakukan relasi seks dengan orang lain (dalam hal ini saya tidak ingin membatasi dengan pria sebab relasi seks bisa juga dilakukan dengan sesama wanita, yang dikenal dengan istilah ”Lesbian” yang merupakan salah satu bentuk keabnormalan seks) b. Kata
”memudahkan”
juga
diartikan
secara
sempit
tanpa
memperhatikan arti lain dari kata dasarnya, yaitu kata mudah yang selain dapat diartikan menjadikan mudah atau lebih mudah dalam pencaharian nafkah. Penekanan maknanya pada germo dapat juga diartikan dari kata dasarnya mudah atau gampang terbujuk atau diajak berzinah, tidak teguh imannya, penekanan maknanya pada Pelacurnya. Untuk itu menurut hemat penulis, Pasal 296 KUHP dapat dijadikan dasar untuk menjerat PSK (Pekerja Seks Komersial) dan penyedia fasilitas PSK dengan memberikan imbalan, sebab : 1. Untuk PSK, telah memenuhi unsur : a. Barangsiapa, Pelacur atau PSK adalah orang b. Pencahariannya, Pelacur adalah profesi, sebab PSK menerima imbalan berupa uang setelah melakukan relasi seks dengan pelanggannya R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
26
c. Mengadakan, PSK mengadakan dalam artian melakukan perbuatan atau tindakan, perbuatan seks atau relasi seks dengan seseorang d. Memudahkan, PSK dengan gampang dan mudah diajak untuk melakukan relasi seks secara sadar e. Perbuatan cabul, PSK melakukan relasi-relasi seks dengan orang lain dalam lingkungan nafsu birahi kelamin yang bertentangan dengan nilai-nilai atau norma-norm agama, kesusilaan,
kesopanan
yang
hidup
ditengah-tengah
masyarakat seperti menyentuh alat kelamin, meraba-raba buah dada, berciuman dan bersetubuh. 2. Untuk
seseorang
yang
menyediakan
tempat
atau
mempermudah dilakukannya perbuatan Pelacuran, memenuhi unsur-unsur : a. Pekerjaannya, bila germo tersebut dapat dibuktikan telah menerima imbalan atau uang atau jasa dari PSK atau orang yang melakukan relasi seks dengan PSK atas kemudahan sarana, fasilitas yang telah disediakannya. b. Bila perbuatan menerima imbalan tersebut diatas dilakukan lebih dari sekali c. Bila sarana atau fasilitas serta kemudahan yang diberikan germo
tersebut
untuk
mempermudah
PSK
dengan
pelanggannya melakukan percabulan atau relasi seks dengan imbalan. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
27
B. Prostitusi menurut Pandangan Agama 1. Agama Islam Setiap agama di dunia sangat mengutuk adanya pelacuran, baik agama apapun itu sangat melarang pelacuran karena dianggap sebagai perbuatan yang amat hina dan sangat dikutuk oleh Tuhan. Begitu juga dalam ajaran agama Islam, pelacuran/perzinahan sangat dikutuk dan dilarang oleh Allah. Surat Al Isra ayat 32 menyatakan : ”Dan janganlah kamu sekali-kali melakukan perzinahan, sesungguhnya perzinahan itu merupakan suatu perbuatan yang keji, tidak sopan dan jalan yang buruk” 17 Sebab perzinahan yaitu persetubuhan antara laki-laki dan perempuan diluar perkawinan, itu melanggar kesopanan, merusak keturunan, menyebabkan penyakit kotor, menimbulkan persengketaan, ketidakrukunan dalam keluarga dan malapetaka lainnya. Juga surat An Nur ayat 2 menyatakan pelarangan terhadap kejahatan Pelacuran yang artinya : ”Perempuan dan laki-laki yang berzinah, deralah keduaduanya, masing-masing seratus kali dera. Janganlah sayang kepada duanya dalam menjalankan hukuman agama Allah. Kalau kamu betul-betul beriman kepada Allah dan hari kemudian dan hendaknya hukuman bagi keduanya itu disaksikan oloh sekumpulan orang-orang yang beriman” 18 Sedangkan menurut pasal 296 KUHP, pelacuran suatu perbuatan yang dianggap oleh segenap masyarakat sebagai perbuatan yang hina. Akan tetapi sejak adanya manusia yang pertama hingga dunia akan kiamat nanti, pelacuran itu akan tetap ada selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali kemauan dan hati nurani.
17 18
Op. Cit, Kartini Kartono, hal 181 Ibid, hal 181
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
28
2. Agama Kristen Protestan Prostitusi/pelacuran profesi yang sangat tua usianya, setua umur manusia itu sendiri, yaitu berupa tingkah laku bebas tanpa kendali atau cabul karena adanya pelampiasan nafsu seks dengan lawan sejenisnya tanpa mengenal batasbatas kesopanan. Prostitusi/pelacuran itu selalu ada pada semua negara berbudaya, sejak jaman purba hingga sekarang dan senantiasa menjadi masalah sosial atau menjadi objek urusan hukum dan agama. 19 Selanjutnya dengan perkembangan teknologi, industri dan kebudayaan manusia, turut berkembang pula prostitusi/pelacuran dalam berbagai bentuk dan tingkatannya. Dibanyak negara, prostitusi/pelacuran dilarang bahkan dikenakan hukuman yang dianggap sebagai perbuatan hina oleh segenap anggota masyarakat. Akan tetapi sejak adanya manusia yang pertama hingga dunia akan kiamat nanti, ”mata pencaharian” prostitusi/pelacuran ini akan tetap ada, sukar bahkan hampir tidak mungkin diberantas dari muka bumi, selama masih ada nafsu-nafsu seks yang lepas dari kendali, kemauan dan hati nurani. Maka timbullah masalah prostitusi/pelacuran sebagai gejala patologis, yaitu penataan relasi seks yang diperlakukannya norma-norma perkawinan 20. Sejak jaman dahulu kala, para pelacur selalu dikecam atau dikutuk oleh masyarakat karena tingkah lakunya yang tidak susila dan dianggap mengotori sakralitas hubungan seks. Mereka disebut sebagai orang-orang yang melanggar
19 20
Ibid, hal 181 Ibid, hal 178
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
29
norma moral, adat dan agama bahkan kadang-kadang melanggar norma negara apabila negara tersebut melarangnya dengan Undang-undang atau peraturan. Norma adat pada dasarnya melarang Pelacuran, akan tetapi setiap daerah itu tidak sama peraturannya dan kebanyakan norma tersebut tidak tertulis. Adapun alasan pelarangan Prostitusi/Pelacuran itu karena tidak menghargai diri wanita, diri sendiri, penghinaan terhadap istri dan pria-pria yang ditinggal oleh pasangannya yang melacurkan diri, tidak menghormati kesucian, menyebabkan penyakit kelamin yang berbahaya dan kotor dan mengganggu keserasian perkawinan. Menurut norma agama, perbuatan-perbuatan yang melanggar agama adalah perbuatan-perbuatan dosa atau perbuatan-perbuatan yang buruk, tercela, seperti perbuatan maksiat, penipuan, pembunuhan, perampokan, mabuk dan judi. Dalam ajaran agama Kristen Protestan (baik itu Kristen Katolik), dalam hukum taurat dengan tegas dikatakan ”Jangan berzinah”. Dalam kitab Matius 5:28 dikatakan ” Tetapi Aku berkata kepadamu : Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia didalam hatinya”. Dalam Markus 10:11-12 dikatakan ” Lalu kata-Nya kepada mereka: ”Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap istrinya itu”. ” Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah” 21. Dan untuk mengatasi permasalahan Pelacuran, ajaran Yesus lebih menekankan pengampunan dan pertobatan. Yesus menyuruh wanita yang ketahuan berzinah dalam Yohannes 8:10-11 agar bertobat, sebab semua orang berdosa tetapi yang terpenting adalah pertobatan. Dalam Yohannes 8:10-11 dikatakan ”Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: ”Hai perempuan, dimanakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?”. ” Jawabnya: ”Tidak ada, Tuhan”. Lalu kata Yesus; 21
Lembaga Alkitab Indonesia
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
30
”Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.” 22
C. Prostitusi menurut pandangan Kriminologi Kejahatan dapat dilihat sebagai objek hukum pidana dan dapat juga dilihat sebagai objek Kriminologi yang dapat dibedakan satu dengan yang lain. Sebagai objek hukum pidana, kejahatan dilihat sebagai peristiwa pidana yang dapat mengancam tata tertib masyarakat sehingga masyarakat yang bertindak sebagai pelaku dalam peristiwa pidana tersebut diberikan ancaman hukuman oleh hukum pidana. Sebagai objek kriminologi, kejahatan dilihat bukan sebagai peristiwa pidana melainkan gejala sosial yang menitikberatkan pada manusia pelakunya didalam
kedudukannya
ditengah-tengah
masyarakat,
dengan
kata
lain
dititikberatkan pada penjahatnya. Dari uraian-uraian tersebut diatas, dapat kita lihat bahwa penafsiran masyarakat terhadap kejahatan lebih bersifat subjektif yang dipengaruhi oleh waktu dan tempat dimana masyarakat itu berada. Sebagai contoh ada beberapa perbuatan yang di negara lain dianggap sebagai kejahatan, tetapi di Indonesia bukanlah kejahatan, dan ada pula perbuatan yang pada masa sekarang dianggap sebagai kejahatan tetapi mungkin pada masa mendatang tidak dianggap lagi sebagai kejahatan. Jadi dapat disimpulkan bahwa tidak ada suatu batasan yang jelas terhadap apa yang dimaksud dengan kejahatan, tetapi satu hal adalah sesuatu yang harus dicegah dan diberantas karena merugikan pelaku itu sendiri dan juga orang lain.
22
Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
31
Edwin H. Sutherland dan Donald R. Cressey bertolak dari pandangan bahwa Kriminologi adalah kesatuan pengetahuan mengenai kejahatan sebagai gejala sosial, dan mengemukakan ruang lingkup kriminologi mencakup prosesproses pembuatan hukum, pelanggaran hukum dan reaksi atas pelanggaran hukum. 23 Kriminologi bertujuan untuk mengembangkan suatu kesatuan prinsipprinsip umum dan terperinci serta jenis-jenis pengetahuan lain tentang proses hukum, kejahatan serta pencegahan dan pembinaan pelanggar hukum. 24 Demikian juga halnya dengan kejahatan prostitusi yang hidup dan berkembang dalam kehidupan bermasyarakat, dipandang sebagai suatu gejala masyarakat yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai yang hidup dan mengatur pergaulan masyarakat yang
sangat meresahkan dan dipandang sebagai suatu
perbuatan yang sangat hina dan harus segera dihapuskan karena dianggap dapat merusak moral generasi muda dan norma-norma dalam masyarakat.
4. Kondisi sosial budaya Kota Balige Balige adalah ibukota Kabupaten Toba Samosir. Pemerintah Kabupaten Toba Samosir dibentuk berdasarkan Undang-Undang N0 12 Tahun 1998 tentang pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Toba Samosir dan Kabupaten Mandiling Natal, di Daerah Tingkat I Propinsi Sumatera Utara. Kabupaten Toba Samosir merupakan pemekaran dari daerah tingkat II Tapanuli Utara yang telah diresmikan pada tanggal 9 Maret 1999 oleh Bapak Menteri Dalam Negeri sekaligus pelantikan pejabat Bupati Kepala daerah Tingkat II Toba Samosir. Kabupaten Toba Samosir terdiri dari 11 Kecamatan, 169 desa serta 14
23
Mulyana W. Kusumah, Aneka permasalahan dalam ruang lingkup kriminologi, penerbit Alumni Bandung, tahun 1981, hal 3 24 Ibid, Mulyana W. Kusumah, hal 4 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
32
kelurahan. Kabupaten Toba Samosir terletak di bagian tengah provinsi Sumatera Utara dan berada di jajaran pegunungan Bukit Barisan dengan tofologi berbukit dan bergelombang, dengan posisi tersebut maka wilayah Kabupaten Toba Samosir merupakan salah satu daerah pengaman bagi kabupaten lainnya karena wilayah ini merupakan hulu berbagai sungai yang mengalir ke Wilayah Timur Sumatera Utara. Komposisi tanah di dominasi jenis tufa toba, pasir bercampur tanah liat, kapur dan sebagian lainnya berupa lapisan tanah bantuan yang relatif kurang subur untuk pertanian. Daerah Tingkat II Toba Samosir merupakan daerah yang cukup terkenal di kawasan nusantara, terutama karena potensi alam dan sumber daya manusianya . Potensi alam antara lain luasnya lahan kering untuk dijadikan areal persawahan baru dengan membangun sarana irigasi yang memadai. Perairan Daerah Danau Toba cukup luas dan sungai yang banyak untuk dimanfaatkan potensinya untuk irigasi atau pembangkit tenaga listrik. Keindahan alam dengan panorama khusus kawasan Danau Toba, kekayaan seni budaya asli merupakan potensi daerah dalam upaya mengembangkan kepariwisataan nasional. Potensi lain yang terdapat di Wilayah ini antara lain: Tanah Deatomea, Kaolin, Kwarsa, Belerang, Guano dan sebagainya. Sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka tulang punggung perekonomian di Toba Samosir didominasi oleh Sektor Pertanian terutama sekitar tanaman bahan makanan menyusul industri, jasa-jasa, perdagangan, Hotel dan Restoran serta sektor lainnya.
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
33
Kota Balige sebagai ibukota Kabupaten Toba Samosir dikenal oleh khalayak ramai karena masyarakat kota Balige sangat religius dan sangat menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan memiliki sumber daya manusia yang sangat potensial dan banyak menghasilkan lulusan yang berkompeten dan telah menjadi putra daerah yang berhasil dan sukses 25.
G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitif dengan metode pendekatan empiris sosiologis, yaitu dengan pengumpulan data-data dengan studi kepustakaan maupun studi lapangan dan menggambarkan kondisi kehidupan PSK dengan melakukan riset langsung ke lapangan untuk memperoleh data-data yang berhubungan dengan penelitian. 2. Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian dalam memperoleh data untuk kelengkapan skripsi adalah di daerah Lumban Silintong tepatnya di tempat-tempat hiburan malam dan Losmen Carolina. 3. Sumber Data Data yang dipergunakan dalam penelitian skripsi ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari riset langsung ke lapangan serta wawancara dengan pihak-pihak yang terkait, dan data sekunder diperoleh dari
25
www.tobasakab.go.id
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
34
berbagai peraturan perundang-undangan, buku-buku, artikel-artikel, media massa dan media elektronik yang berhubungan dengan skripsi. 4. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode sebagai berikut : a. Library research (penelitian kepustakaan) yaitu melakukan penelitian dengan berbagai sumber bacaan seperti bukubuku, artikel-artikel, media massa dan media elektronik, pendapat sarjana dan bahan lainnya yang berkaitan dengan skripsi b. Field research (penelitian lapangan) yaitu dengan riset langsung ke lapangan dan wawancara langsung dengan pihak-pihak yang terkait dengan skripsi. 5. Analisis data Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif untuk menjawab permasalahan didalam skripsi.
H. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah, maka pembahasannya harus diuraikan secara sistematis. Untuk memudahkan penulisan skripsi ini, maka diperlukan adanya penulisan sistematika yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan yang merupakan latar belakang penulisan, apa yang menjadi permasalahan penulisan, keaslian penulisan, tujuan dan manfaat penulisan,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
35
tinjauan pustaka, bagaimana metode penelitiannya dalam pengumpulan data dan sistematika dari penulisan skripsi. Bab II : Dalam bab ini, penulis akan menguraikan secara ringkas tentang tinjauan umum terhadap Kejahatan Prostitusi yang meliputi ciri-ciri Prostitusi, keadaan Prostitusi di Sumatera Utara, Lokalisasi, Akibat-akibat Prostitusi dan Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Prostitusi di Kota Balige Bab III : Bab ini memberikan uraian tentang upaya-upaya yang dilakukan kepolisian dalam menanggulangi Kejahatan Prostitusi di Kota Balige, yaitu berupa
Polisi sebagai ujung tombak,
Strategi Polisi dan
penanggulangan kejahatan tanpa pemidanaan Bab IV : Dalam bab ini akan diuraikan bagaimana peran serta masyarakat Kota Balige dalam upaya penanggulangan Kejahatan Prostitusi sebagai suatu penyakit masyarakat yang sangat meresahkan masyarakat dan sulit untuk dihilangkan, dan juga peran serta pihak lain yang terkait serta saran-saran masyarakat untuk mengatasi Prostitusi di Kota Balige dan kebijakan Hukum Pidana (baru) untuk menanggulangi Kejahatan Prostitusi Bab V : Merupakan akhir dari penulisan skripsi ini, bab ini merupakan kesimpulan dari hasil pembahasan yang dihasilkan dari Bab I-Bab IV yang dituangkan dan dirumuskan dalam bentuk kesimpulan dan saran. Tidak lupa penulis juga akan mencantumkan daftar kepustakaan, lampiran yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini.
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
36
Demikianlah sistematika dari penulisan skripsi ini, dimana rangkaian dari sub-sub tersebut merupakan satu ketentuan yang saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya.
BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP KEJAHATAN PROSTITUSI/PELACURAN
A. 1. Ciri-ciri Prostitusi/Pelacuran Di desa-desa, hampir-hampir tidak ada terdapat pelacuran. Jika ada, mereka itu adalah pendatang-pendatang dari kota, yang singgah untuk beberapa hari atau pulang ke desanya. Juga desa perbatasan yang dekat dengan kota-kota dan tempat-tempat sepanjang jalan besar yang dilalui truk-truk dan kendaraankendaraan umum sering dijadikan lokalisasi oleh wanita-wanita tua susila. Sedang di kota-kota besar, jumlah pelacur diperkirakan 1-2 % dari jumlah penduduknya. Dalam bilangan ini sudah termasuk para pelacur yang tersamar atau gelap, dari kelas menengah dan kelas tinggi yang sifatnya non-profesional (amateurisme). Mereka itu beroperasi secara sembunyi-sembunyi, baik secara individual maupun tergabung dalam satu ”sindikat-sindikat amourette” yang berdagang seks serta cinta asmara. 26 Banyaknya langganan yang dilayani oleh para WTS ialah 5-20 orang dalam jangka waktu 12-24 jam dengan penghasilan yang berbeda-beda, tetapi 26
Op.cit, Kartini Kartono, hal 203
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
37
biasanya mereka dapat menghasilkan uang dalam satu malam dapat mencapai ratusan ribu atau jutaan rupiah. 27 Pelacur-pelacur ini bisa digolongkan dalam 2 kategori, yaitu 28 : a. Mereka yang melakukan profesinya dengan sadar dan sukarela berdasarkan motivasi-motivasi tertentu b. Mereka yang melakukan tugas melacur karena ditawan atau dijebak dan dipaksa oleh germo-germo yang terdiri atas penjahat-penjahat, calo-calo dan anggota-anggota organisasi gelap penjual wanita dan pengusaha bordil. Dengan bujukan dan janji-janji manis, ratusan bahkan ribuan gadisgadis cantik dipikat dengan janji dan akan mendapatkan pekerjaan terhormat dengan gaji yang besar. Namun pada akhirnya mereka dijebloskan kedalam rumah-rumah pelacuran yang dijaga dengan ketat, dan secara paksa, kejam dan sadistis dengan pukulan dan hantaman mereka harus melayani buaya-buaya seks yang tidak berperikemanusiaan. Mereka dihajar dengan pukulan-pukulan dan diberi obat perangsang nafsu seks sehingga mereka menjadi tidak sadar dan tidak berdaya. Dan dibawah pengaruh obat-obatan itu, mereka dipaksa melakukan adegan-adegan porno/cabul yang seram (namun menghancurkan hati anak-anak gadis tersebut) dengan bandit-bandit seks. Ciri-ciri khas dari Prostitusi/Pelacuran adalah 29 : 1. Wanita, lawan pelacur adalah gigolo (Pelacur pria ”lonte laki-laki”)
27
Dorce Show, Trans TV, Selasa tanggal 23 Agustus 2005 pukul 9.30 WIB Loc.cit, hal 204 29 Ibid, hal 204 28
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
38
2. Cantik, ayu, rupawan, manis, atraktif, menarik, baik wajah maupun tubuhnya, bisa merangsang selera seks kaum pria 3. Masih muda-muda, 75% dari jumlah pelacur di kota-kota ada dibawah usia 30 tahun, yang terbanyak 17-25 tahun. Yang paling kerap dipekerjakan adalah gadis-gadis pra-puber berusia 11-15 tahun untuk kelas rendahan dan menengah, dan ditawarkan sebagai ”barang baru”. 4. Pakaiannya sangat mencolok beraneka warna, sering aneh-aneh/eksentrik untuk menarik perhatian kaum pria. Mereka itu sangat memperhatikan penampilan lahiriahnya yaitu wajah, rambut, pakaian, alat-alat kosmetik dan parfum yang merangsang. 5. Menggunakan tehnik-tehnik seksual yang mekanistis, cepat, tidak hadir secara psikis (afwezig absent minded) tanpa emosi atau efeksi, tidak pernah bisa mencapai orgasme, sangat provokatif dalam berkoitus dan biasanya dilakukannya secara kasar 6. Bersifat sangat mobil, kerap berpindah dari tempat atau kota yang satu ke tempat atau kota yang lainnya. Biasanya mereka itu memakai nama samaran dan sering berganti nama, juga berasal dari tempat atau kota lain bukan kotanya sendiri agar tidak dikenal oleh banyak orang. Khususnya banyak terdapat migran dari daerah pedesaan yang gersang dan miskin yang pindah ke kota-kota, mengikuti arus urbanisasi. 7. Pelacur-pelacur profesional dari kelas dan menengah kebanyakan berasal dari strata ekonomi dan sosial rendah. Mereka itu pada umumnya tidak mempunyai keterampilan/skill khusus dan kurangnya pendidikan, modalnya ialah kecantikan dan kemudahannya. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
39
Pelacur amateur selain bekerja sebagai buruh di pabrik, restoran, bar, tokotoko sebagai pelayan dan di perusahaan-perusahaan sebagai sekretaris, mereka menyempatkan diri beroperasi sebagai pelacur tunggal atau sebagai ”wanita panggilan”. Biasanya mereka yang seperti ini sering berada di mall-mall atau tempat-tempat hiburan, seperti club-club malam atau diskotik-diskotik. Sedangkan pelacur-pelacur dari kelas tinggi (high class prostituees) pada umumnya berpendidikan sekolah SLTP keatas atau lulusan akademik dan perguruan tinggi yang beroperasi secara amatir atau secara profesional. Mereka itu bertingkah laku immoril karena didorong oleh motivasi-motivasi sosial dan/atau ekonomi. 8. 60%-80% dari jumlah pelacur ini adalah memiliki intelek yang normal, kurang dari 5% adalah mereka yang lemah ingatan (feeble minded), selebihnya adalah mereka yang ada pada garis batas yang tidak menentu atau tidak jelas derajat intelejensinya. Pada umumnya, para langganan dari pelacur itu tidak dianggap berdosa atau bersalah, tidak immoril atau tidak menyimpang, sebab perbuatan mereka didorong untuk memuaskan kebutuhan seks yang vital. Yang dianggap immoril hanya pelacurnya. Namun bagaimanapun ”rendahnya” kedudukan sosial pelacur karena tugasnya memberikan pelayanan seks kepada kaum laki-laki, namun ada pula fungsi pelacur yang ”positif” sifatnya ditengah-tengah masyarakat, yaitu : 1. Menjadi sumber pelancar dalam dunia bisnis 2. Menjadi sumber kesenangan bagi kaum politisi yang harus hidup terpisah dari istri dan keluarganya, juga dijadikan alat untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
40
3. Menjadi sumber hiburan bagi kelompok dan individu yang mempunyai jabatan/pekerjaan mobil, misalnya pedagang, sopir-sopir pengemudi, anggota tentara, pelaut, polisi, buaya-buaya seks, playboy, pria-pria single yang tidak kawin atau baru bercerai, laki-laki iseng dan kesepian, mahasiswa, anak-anak remaja dan adolenses yang ingin tahu, suami istri yang tidak puas di rumah, para olahragawan yang tengah ditatar dalam pusat-pusat latihan, pegawai negeri yang belum sempat memboyong keluarganya ditempat kerjanya yang baru, pengikut-pengikut kongres, seminar, rapat kerja, musyawarah nasional dan sebagainya. 4. Menjadi sumber pelayanan dan hiburan bagi orang-orang cacat, misalnya pria yang berwajah buruk, pincang, buntung, abnormal secara seksual, para penjahat yang selalu dikejar-kejar oleh polisi, dan lain-lain. 30
2. Keadaan Prostitusi/Pelacuran di Provinsi Sumatera Utara Prostitusi/pelacuran adalah penyakit sosial yang hidup ditengah-tengah masyarakat yang keberadaannya seperti bayang-bayang kehidupan manusia itu sendiri, yang dari masa ke masa terus berkembang baik jumlah pelacurnya maupun bentuk-bentuk tindakan-tindakan prostitusi/pelacuran itu sendiri. Di Indonesia, pada tahun 2002 jumlah PSK telah mencapai 129.478 orang. Data ini diambil dari jumlah PSK yang terdaftar dilokalisasi dan dirazia oleh aparat yang berwenang, jadi diperkirakan jumlah PSK di Indonesia terus menerus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003, jumlah PSK diperkirakan mencapai 165.000 orang.31
30 31
Ibid Op.cit, skripsi Johannes Harysuandy Siregar, Fakultas Hukum USU, 2004
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
41
Di Propvinsi Sumatera Utara sendiri yang merupakan daerah yang memiliki banyak objek wisata yang digemari oleh turis mancanegara maupun domestik, dengan kultur budaya dan tingkat ekonomi yang sangat beragam menjadikan Provinsi Sumatera Utara menjadi daerah yang sangat potensial dalam perkembangan Prostitusi/Pelacuran tersebut. Dari data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, pada tahun 1984, jumlah PSK yang terdaftar dan yang pernah dirazia mencapai 2.155 orang dan angka ini mengalami peningkatan terus dari tahun ke tahun hingga tahun 1991, jumlah PSK yang terdata mencapai 3.334 orang. Namun pada tahun 1999, jumlah PSK menurun menjadi 2.000 orang, namun pada tahun 2003 jumlah PSK meningkat kembali menjadi 4.000 orang dengan tingkat pengeksploitasian anak-anak dibawah usia 17 tahun untuk dijadikan PSK menjadi 300-400 orang per tahun. 32 Hal ini mungkin disebabkan oleh krisis ekonomi yang menerpa bangsa kita, pengangguran besar-besaran, globalisasi yang mempengaruhi pola pikir sebagian masyarakat Indonesia dengan degradasi moral bangsa kita khususnya generasi mudanya. Peningkatan tersebut dapat kita lihat dengan semakin banyaknya warungwarung yang disalahgunakan oleh pemiliknya menjadi tempat pelacuran seperti banyak terdapat di daerah Bukit Lawang, Bandar Baru, Belawan, Tembung, Bukit Maraja, Pematang Siantar, Warung bebek di Tebing Tinggi, dan didaerah Tobasa (Balige) dan di berbagai daerah lainnya. Dan tempat-tempat penginapan yang dijadikan sebagai tempat pelacuran gelap seperti di hotel ataupun diskotikdiskotik atau pub-pub yang ada di sepanjang jalan Jamin Ginting, jalan Nibung
32
Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
42
Raya, Sambu, Binjai, dan beberapa kota lainnya yang sudah tidak menjadi rahasia umum masyarakat Sumatera Utara. Di Kabupaten Toba Samosir 33 berdasarkan data yang diperoleh dari Kantor Kepala Dinas Propinsi Sumatera Utara, jumlah Wanita Tuna Susila yang berhasil di data adalah sebanyak 20 orang dan untuk jumlah Propinsi Sumatera Utara seluruhnya adalah 3.895 orang. Kabupaten Toba Samosir menduduki peringkat ke-20 dari 25 kota/kabupaten di Sumatera Utara dan merupakan Kabupaten pengidap HIV/AIDS terbesar di Sumatera Utara. Hal inilah yang menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat, dimana berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara jumlah PSK yang berhasil dijaring adalah sebanyak 20 orang, sedangkan pengidap HIV/AIDS yang berhasil didata sebanyak 45 orang. Bukankah pengidap HIV/AIDS adalah orang yang rentan melakukan relasi seks bebas? Berdasarkan wawancara penulis dengan pihak badan penanggulangan HIV/AIDS kabupaten Toba Samosir dengan kerjasama Rumah sakit HKBP Balige pada hari Selasa, tanggal 12 Februari jam 15.00 diperoleh kesimpulan bahwa sebenarnya jumlah pengidap HIV/AIDS yang ditangani badan penanggulangan HIV/AIDS kabupaten Toba Samosir dengan kerjasama Rumah sakit HKBP Balige adalah lebih banyak dari data yang diperoleh penulis dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara, namun hal ini merupakan suatu hal yang sangat “rahasia” sehingga penulis tidak bisa memperoleh data secara detail informasi pasien pengidap HIV/AIDS di Toba Samosir. Pihak badan penanggulangan HIV/AIDS
33
Data diperoleh dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2007
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
43
Toba Samosir hanya memberikan sekilas tentang pasien pengidap HIV/AIDS dan sangat menjaga kerahasiaannya karena menyangkut eksistensi pasien. 34
3. Lokalisasi Lokalisasi itu pada umumnya terdiri atas rumah-rumah kecil yang berlampu merah yang dikelola oleh mucikari atau germo. Di luar negeri, germo mendapat sebutan ”madam”, sedang di Indonesia mereka biasa dipanggil dengan sebutan ”mama atau mamy”. Ditempat tersebut disediakan segala perlengkapan, tempat tidur, kursi tamu, pakaian dan alat-alat berhias. Juga tersedia macam-macam gadis dengan tipe karakter dan suku bangsa yang berbeda-beda. Disiplin tempat-tempat lokalisasi tersebut diterapkan dengan ketat, misalnya tidak boleh mencuri uang langganan, dilarang merebut langganan orang lain, tidak boleh mengadakan janji diluar, dilarang memonopoli seorang langganan, dan lain-lain. Wanita-wanita PSK itu harus membayar pajak rumah dan pajak obat-obatan sekaligus juga uang ”keamanan” agar mereka terlindungi dan terjamin identitasnya. 35 Tujuan Lokalisasi 36 34
Wawancara dengan pihak badan penanggulangan HIV/AIDS Toba Samosir bekerjasama dengan rumah sakit HKBP Balige, pada hari Selasa tanggal 12 februari 2008, jam 15.00 WIB 35 Ibid, hal 216 36 Ibid, hal 216 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
44
1. Untuk menjauhkan masyarakat umum terutama anak-anak puber dan adolenses dari pengaruh-pengaruh immoril dari praktek pelacuran, dan juga menghindarkan gangguan-gangguan kaum pria hidung belang terhadap wanita-wanita baik. 2. Memudahkan pengawasan para WTS terutama mengenai kesehatannya dan keamanannya, memudahkan tindakan preventif dan kuratif terhadap penyakit kelamin 3. Mencegah pemerasan yang keterlaluan terhadap WTS yang pada umumnya selalu menjadi pihak yang paling lemah 4. Memudahkan bimbingan mental bagi para WTS dalam usaha rehabilitasi dan sosialisasi, kadangkala juga diberikan pendidikan dan keterampilan latihan-latihan kerja sebagai persiapan untuk kembali kedalam masyarakat biasa. Khususnya diberikan pelajaran agama guna memperkuat iman agar bisa tabah dalam menghadapi penderitaan 5. Kalau mungkin diusahakan pasangan hidup bagi para WTS yang benarbenar bertanggungjawab dan mampu membawanya kejalan yang benar, selanjutnya ada dari mereka yang diikutsertakan dalam usaha transmigrasi setelah mendapatkan suami, keterampilan dan kemampuan hidup secara wajar. Usaha ini bisa mendukung program pemerataan penduduk dan memperluas kesempatan kerja didaerah baru. Suasana dalam kompleks lokalisasi, WTS itu sangat kompetitif khususnya dalam bentuk persaingan memperebutkan langganan. Nama-nama WTS pada umumnya sudah diganti untuk menjaga keaslian identitasnya dan juga agar mereka tidak diketahui oleh sanak saudara, solidaritas dikalangan para WTS R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
45
sangat kecil terkecuali pada saat-saat menghadapi bahaya dan sewaktu-waktu diadakan penangkapan/rajia oleh pihak yang berwajib. Banyak WTS sehari-harinya hidup bersama dengan kaum kriminal atau residivis-residivis yang selalu keluar masuk penjara, saingan berat bagi para PSK adalah wanita-wanita dan gadis-gadis yang secara individual beroperasi bebas (menjadi PSK individual) yang disebut dengan ”chippie” di Jakarta, sedangkan di Medan disebut ”bondon”. Biasanya mereka dibayar tidak begitu mahal, berbeda dengan PSK-PSK yang ada dilokalisasi, seringkali PSK-PSK individual itu dilaporkan kepada Polisi oleh PSK-PSK profesional. Apa yang disebut dengan rumah panggilan atau call houses ialah rumah biasa ditengah kampung atau lingkungan penduduk baik-baik dengan organisasi yang teratur rapi dalam bentuk sindikat yang secara gelap menyediakan macammacam tipe wanita PSK, keadaan rumahnya tidak mencolok agak tersembunyi dan anonim. Didalamnya disediakan parlour-parlour atau salon-salon (kamar yang cukup besar sebagai ruang tamu dan tempat pertemuan) yang cukup mewah. Gadis-gadis yang diperlukan dipanggil melalui telepon atau dijemput dengan kendaraan khusus milik organisasi, oleh karena itu wanita-wanita tersebut disebut juga call girls yang terdiri atas segala macam wanita, mulai dari gadisgadis
pelajar,
mahasiswa-mahasiswa,
pegawai-pegawai
wanita,
istri-istri
simpanan (gundik) sampai ibu-ibu rumah tangga yang punya anak dan istri-istri pejabat. Hendaknya selalu diingat bahwa, keterampilan PSK itu tidak hanya memonopoli kaum PSK saja, akan tetapi bisa dipelajari oleh setiap kaum wanita dalam waktu relatif pendek (1-2 bulan) dengan tuntutan madam atau kawanR. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
46
kawannya. Mereka itu pada umumnya melakukan relasi seks klandestin/gelap sebagai part time job atau pekerjaan sambilan. Call houses itu pada umumnya bekerjasama dengan pengurus hotel-hotel, rumah pijat, night club, penginapan, pusat-pusat hiburan, tempat perjudian, tempat-tempat objek wisata dan sebagainya. Tempat-tempat pelacuran juga ada yang diselenggarakan dibalik front organisasi atau dibalik bisnis-bisnis terhormat, yaitu letaknya dibelakang (ditengah, dekat atau bekerjasama) dengan bar-bar, tempat-tempat hiburan, hotel-hotel, night club, rumah-rumah pijat, salon-salon kecantikan, toko-toko buku dan lain-lain. Ringkasnya, pelacuran itu tumbuh dengan pesatnya di kota-kota yang berkembang, yaitu meluas dengan cepat oleh pendirian kompleks-kompleks industri baru, kemunculan berpuluh-puluh sekolah, universitas dan akademik, dibangunnya pusat-pusat pertambangan, pusat-pusat hiburan, basis-basis angkatan udara atau angkatan lau, pusat percaturan politik di ibukota dan seterusnya. Semakin besar kebutuhan kaum pria akan pemuasan dorongan-dorongan seksualnya sebagai kompensasi dari kegiatan kerjanya setiap hari untuk melepaskan segenap ketegangan, semakin pesat pula bertumbuhnya pusat-pusat pelacuran di kota-kota besar. 37
4. Akibat-akibat Prostitusi Beberapa akibat yang ditimbulkan oleh pelacuran adalah 38 : 1. Menimbulkan dan menyebarluaskan penyakit kelamin dan kulit. Penyakit yang paling banyak terdapat adalah syphilis dan gonorrhoe (kencing
37 38
Ibid, hal 217-219 Ibid, hal 212
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
47
nanah), terutama akibat syphilis apabila tidak mendapatkan pengobatan yang sempurna, bisa menimbulkan cacat jasmani dan rohani pada diri sendiri dan anak keturunan. Antara lain adalah : a. Congenital syphilis (sipilis herediter/keturunan) yang menyerang bayi semasih dalam kandungan, sehingga terjadi abortus/keguguran atau bayi lahir mati. Jika bayi itu bisa lahir, biasanya kurang bobot, kurang darah, buta, tuli, kurang intelejensinya, defekt (rusak cacat) mental dan defekt jasmani lainnya. b. Syphilitic amentia, yang mengakibatkan cacat mental ringan, retardasi atau lemah ingatan dan imbisilitas. Sedang yang berat bisa mengakibatkan serangan epilepsi atau ayan, kelumpuhan sebagian atau kelumpuhan total, bisa jadi idiot psikotik atau menurunkan anak-anak idiocy. 2. Merusak sendi-sendi kehidupan keluarga, suami-suami yang tergoda oleh pelacur biasanya melupakan fungsinya sebagai kepala keluarga, sehingga keluarga menjadi berantakan 3. Mendemoralisir
atau
memberikan
pengaruh
demoralisasi
kepada
lingkungan, khususnya anak-anak muda remaja pada masa puber adolesensi 4. Berkolerasi dengan kriminalitas dan kecanduan bahan-bahan narkotika (ganja, morfin, heroin, dan lain-lain) 5. Merusak sendi-sendi moral, susila, hukum dan agama. Terutama sekali menggoyahkan norma perkawinan sehingga menyimpang dari adat kebiasaan, norma hukum dan agama. Karena digantikan dengan pola pelacuran dan promiskuitas, yaitu digantikan dengan pola pemuasan R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
48
kebutuhan seks dan kenikmatan seks yang awut-awutan , murah serta tidak bertanggung jawab. Bila pola pelacuran ini telah membudaya, maka rusaklah sendi-sendi kehidupan keluarga yang sehat 6. Adanya pengeksploitasian manusia oleh manusia lain. Pada umumnya wanita-wanita pelacur itu cuma menerima upah sebagian kecil saja dari pendapatan yang harus diterimanya, karena sebagian besar harus diberikan kepada germo, calo-calo, centeng-centeng, pelindung, dan lain-lain. Dengan kata lain, ada sekelompok manusia benalu yang memeras darah dan keringat para pelacur ini. 7. Bisa menyebabkan terjadinya disfungsi seksual, misalnya impotensi, anorgasme, nymfomania, satiriasis, ejakulasi prematur, yaitu pembuangan sperma sebelum zakar melakukan penetrasi dalam vagina atau liang sanggama, dan lain-lain.
B. Faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya Prostitusi di Kota Balige Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan pihak kepolisian, faktor-faktor penyebab terjadinya prostitusi di kota Balige adalah 39 : 1. Faktor Intern (Dalam diri individu) Setiap orang mempunyai pribadi yang khas dan berbeda dan membentuk tingkah laku yang berbeda dalam mengadakan interaksi dengan lingkungannya. Tingkah laku berkaitan erat dengan lingkungannya, tinglah laku berkaitan erat dengan kebutuhan manusia yang beragam. Kejahatan dapat dipandang sebagai perkembangan pribadi/perilaku yang menyimpang.
39
Wawancara dengan beberapa orang Polisi yang bertugas di Polsek Balige, pada hari Jumat tanggal 8 Februari 2008, jam 13.30 WIB. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
49
Dalam setiap pribadi individu masyarakat, terdapat banyak bakat yang berbeda-beda. Ada bakat yang positif seperti, bakat menari, menyanyi dan lainlain, tetapi ada pula bakat yang negatif separti, menipu, mencuri dan sebagainya. Bakat negatif ini dapat terjadi karena kurangnya keharmonisan dalam keluarga, atau kurangnya iman seseorang, karena kurangnya bimbingan agama dan bimbingan rohani dalam keluarga. Adanya bakat yang negatif, merupakan salah satu faktor mendorong timbulnya kejahatan prostitusi di kota Balige.
2. Faktor Ekstern Faktor-faktor pendorong kejahatan prostitusi yang berasal dari luar diri individu, dapat berupa faktor pendidikan diri individu, yaitu dapat berupa faktor pendidikan dan keterampilan, faktor lingkungan dan penjatuhan hukuman, faktor ekonomi dan kecemburuan sosial, dan faktor penyalahgunaan teknologi. Faktor-faktor diluar individu adalah : 1. Faktor Ekonomi dan Kecemburuan Sosial Timbulnya prostitusi di kota Balige adalah akibat tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tinggi, sulitnya memperoleh pekerjaan menyebabkan orang mengambil jalan pintas melacurkan diri. Hal ini dilakukan karena sebagian PSK mempunyai prinsip pekerjaan ini dilakukan adalah demi melangsungkan hidup, daripada melakukan perbuatan yang melanggar hukum dan di penjara, lebih baik melakukan pekerjaan sebagai PSK. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling dominan penyebab timbulnya kejahatan prostitusi, sebab dengan adanya tekanan ekonomi mereka R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
50
sering melihat orang-orang kaya berselewiran didepan mereka dan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, segala sesuatu harus dibeli. Atau karena dorongan dari dirinya yang ingin hidup seperti orang kaya, sementara ia berada pada ekonomi yang pas-pasan, maka terdoronglah ia untuk melakukan kejahatan, seperti melacur salah satunya. Hal ini terjadi karena adanya kecemburuan sosial dan perkembangan budaya konsumerisme dewasa ini. 2. Faktor Pendidikan dan Keterampilan Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor pendukung timbulnya kejahatan prostitusi. Pada umumnya, para pelaku kejahatan prostitusi adalah orang-orang yang berpendidikan rendah serta kebanyakan yang putus sekolah serta tidak memiliki keterampilan apapun. Karena kurangnya keterampilan dan pendidikan inilah yang menyebabkan mereka sulit bersaing untuk mendapatkan lapangan pekerjaaan, karena dewasa ini segala sesuatu pekerjaan dilakukan dengan menguasai teknologi canggih. Hal ini jelas menuntut pendidikan dan keterampilan yang canggih pula. Oleh karena mereka tidak mampu bersaing dalam memperoleh pekerjaan, akhirnya mereka tidak memiliki pekerjaan atau menganggur. Sementara kebutuhan hidup sehari-hari harus dipenuhi, sedang mereka tidak mempunyai pekerjaan. Mereka akhirnya melakukan pekerjaan melacur untuk memenuhi kebutuhan hidup. 3. Faktor Lingkungan dan Penjatuhan Hukuman Pengaruh lingkungan yaitu dengan seringnya pelaku bergaul dengan teman-teman yang melakukan profesi melacur terlebih dahulu, lama-kelamaan ikut terjun kedalam dunia pelacuran. Lagipula adapun lingkungan tempat R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
51
tinggalnya tergolong daerah rawan kejahatan, banyak tempat-tempat hiburan seperti diskotik atau club-club malam atau cafe-cafe remang yang banyak pada saat sekarang ini. Dan ditambah pula bagi PSK yang tertangkap oleh aparat Kepolisian tidak memperoleh bimbingan yang serius ataupun pengarahan serta bimbingan rohani, tidak dibekali keterampilan, sehingga setelah selesai menjalani hukuman mereka tidak mengalami perubahan dan malah melakukan profesi yang sama lagi.
4. Faktor Penyalahgunaan Teknologi Pada masa globalisasi dan informasi dewasa ini, maka segala sesuatu yang terjadi dibelahan bumi lain dengan mudah dan cepat akan tersebar keseluruh penjuru dunia. Berjamurnya penggunaan TV, internet, VCD, DVD dan majalahmajalah atau buku-buku pornograpi memungkinkan orang untuk melihat adeganadegan yang porno yang tidak pantas dikonsumsi oleh orang-orang atau masyarakat yang beragama dan berbudaya. Tontonan dan bacaan mengenai cara-cara melakukan seks bebas sering ditayangkan secara mendetail, beredarnya kaset-kaset VCD atau DVD tentangtentang film biru dan gambar-gambar porno serta bacaan pornograpi melalui internet, majalah-majalah dan buku-buku cabul yang disajikan dengan menarik membuat para wanita dan para pria tergiur melakukan seks bebas diluar perkawinan sehingga tanpa sadar wanita tersebut dicampakkan, dengan kata lain pria tersebut tidak bertanggung jawab dan pada akhirnya wanita tersebut terjerumus kedunia pelacuran atau dunia hitam. Hal ini terjadi karena penyajian R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
52
film-film dan bacaan-bacaan tersebut sedemikian rupa, sehingga tanpa sadar seseorang telah terkena efek sampingnya.
Beberapa peristiwa dan faktor-faktor lain yang melatarbelakangi timbulnya Prostitusi 40 Berlangsungnya perubahan-perubahan sosial yang serba cepat dan perkembangan
yang
tidak
sama
dalam
kebudayaan,
mengakibatkan
ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri, mengakibatkan timbulnya disharmoni, konflik-konflik eksternal dan internal, juga disorganisasi dalam masyarakat dan dalam diri pribadi. Peristiwa-peristiwa tersebut diatas memudahkan
individu
menggunakan
pola-pola
responsi/reaksi
yang
inkonvensional atau menyimpang dari pola-pola umum yang berlaku. Beberapa peristiwa sosial penyebab timbulnya pelacuran antara lain : 1. Tidak adanya Undang-undang yang melarang pelacuran, juga tidak ada larangan terhadap orang-orang yang melakukan relasi seks sebelum pernikahan atau diluar pernikahan. 2. Yang dilarang dan diancam dengan hukuman ialah, praktek germo (Pasal 296 KUHP) dan mucikari (Pasal 506 KUHP). Namun dalam praktek sehari-hari, ”pekerjaan” sebagai mucikari ini selalu ditolerir, secara inkonvensional dianggap ”sah” ataupun dijadikan sumber pendapatan dan pemerasan yang tidak resmi. 3. Adanya keinginan dan dorongan manusia untuk menyalurkan kebutuhan seks, khususnya diluar ikatan perkawinan
40
Op.cit, Kartini Kartono, hal 206
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
53
4. Komersialisasi dari seks, baik di pihak wanita maupun germo-germo dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan pelayanan seks. Jadi, seks dijadikan alat yang jamak guna (multipurpose) untuk tujuan-tujuan komersialisasi diluar perkawinan. 5. Dekadensi Moral, merosotnya norma-norma susila dan keagamaan pada saatsaat orang mengenyam kesejahteraan hidup, dan ada pemutarbalikan nilainilai pernikahan sejati. 6. Semakin besarnya penghinaan orang terhadap martabat kaum wanita dan harkat manusia. 7. Kebudayaan eksploitasi pada jaman modern ini, khusunya mengeksploitit kaum lemah/wanita untuk tujuan-tujuan komersil. 8. Ekonomi Laisser-faire menyebabkan timbulnya sistem harga berdasarkan hukum ”jual dan permintaan”, yang diterapkan pula dalam relasi seks 9. Peperangan dan masa-masa kacau (dikacau oleh gerombolan-gerombolan pemberontak) didalam negeri meningkatkan jumlah Pelacuran 10. Adanya
proyek-proyek
pembangunan
dan
pembukaan
daerah-daerah
pertambangan dengan konsentrasi kaum pria, sehingga mengakibatkan adanya ketidakseimbangan rasio dan wanita di daerah-daerah tersebut 11. Perkembangan kota-kota, daerah-daerah pelabuhan dan industri yang sangat cepat dan menyerap banyak tenaga buruh serta pegawai pria. Juga peristiwa urbanisasi tanpa adanya jalan keluar untuk kesempatan kerja terkecuali menjadi wanita pelacur bagi anak-anak gadis. 12. Bertemunya macam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan-kebudayaan setempat. Di daerah-daerah perkotaan dan ibu kota, mengakibatkan R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
54
perubahan-perubahan sosial yang cepat dan radikal, sehingga masyarakatnya menjadi sangat instabil. Terjadi banyak konflik dan kurang adanya konsensus/persetujuan mengenai norma-norma kesusilaan diantara para anggota masyarakat, kondisi sosial menjadi terpecah-pecah sedemikian rupa sehingga timbul suatu masyarakat yang tidak bisa diinteregasikan. Terjadilah disorganisasi sosial, sehingga mengakibatkan breakdown/kepatahan pada kontrol sosial. Tradisi dan norma-norma susila banyak dilanggar, maka tidak sedikit wanita-wanita muda yang mengalami disorganisasi pribadi dan secara ”elementer” bertingkah laku semau sendiiri memenuhi kebutuhan seks dan kebutuhan hidupnya dengan jalan melacurkan diri. Beberapa motif yang melatarbelakangi terjadinya Pelacuran 41 : Isu pelacuran atau motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita, adalah : 1. Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui ”jalan pendek”. Kurang pengertian, kurang pendidikan dan buta huruf, sehingga menghalalkan pelacuran. 2. Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadakan relasi seks dengan satu pria/suami 3. Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik. 41
Ibid, hal 208
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
55
4. Aspirasi materiil yang tinggi pada diri wanita dan kesenangan ketamakan terhadap pakaian-pakaian indah dan perhiasan mewah, ingin hidup bermewah-mewahan, namun malas bekerja. 5. Kompensasi terhadap perasaan-perasaan inferior. Jadi, ada adjusment yang negatif, terutama terjadi pada masa puber dan adolenses. Ada keinginan untuk melebihi kakak, ibu sendiri, teman putri, tante-tante atau wanita mondain lainnya. 6. Rasa melit dan ingin tahu gadis-gadis cilik dan anak-anak puber pada masalah seks, yang kemudian tercebur dalam dunia Pelacuran oleh bujukan-bujukan bandit seks 7. Anak-anak gadis memberontak terhadap otoritas orang tua yang menekankan banyak tabu dan peraturan seks, juga memberontak terhadap masyarakat dan norma-norma susila yang dianggap terlalu mengekang diri anak-anak remaja itu, lebih menyukai pola ”seks bebas” 8. Pada masa kanak-kanak pernah melakukan relasi seks atau suka melakukan hubungan seks sebelum perkawinan (ada pre-marital sexrelation) untuk sekedar iseng atau untuk menikmati ”masa indah” di kala muda. Atau, sebagai simbol keberanian dan kegagahan telah menjelajahi dunia seks secara nyata. Selanjutnya gadis-gadis tadi terbiasa melakukan banyak relasi seks secara bebas dengan pemuda-pemuda sebaya, lalu terperosoklah mereka kedalam dunia pelacuran 9. Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan lingkungan yang immoril) yang sejak kecilnya selalu melihat persenggamaan orang-orang dewasa secara kasar dan terbuka, R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
56
sehingga terkondisionir mentalnya dengan tindak-tindak a-susila. Lalu menggunakan mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya 10. Oleh bujuk rayuan kaum laki-laki dan para calo, terutama yang menjanjikan pekerjaan-pekerjaan terhormat dengan gaji yang tinggi. Misalnya sebagai pelayan toko, bintang film, peragawati dan lain-lain. Namun pada akhirnya, gadis-gadis tersebut dengan kejamnya dijebloskan kedalam bordil-bordil dan rumah-rumah pelacuran 11. Banyaknya stimulasi seksual dalam bentuk, film-film biru, gambargambar porno, bacaan cabul, gang-gang anak muda yang mempraktekkan relasi seks dan lain-lain 12. Gadis-gadis pelayan toko dan pembantu rumah tangga tunduk dan patuh melayani kebutuhan-kebutuhan seks dari majikannya untuk tetap mempertahankan pekerjaannya 13. Penundaan perkawinan, jauh sudah kematangan biologis disebabkan oleh pertimbangan-pertimbangan ekonomis dan standar hidup yang tinggi. Lebih suka melacurkan diri daripada kawin 14. Disorganisasi dan disintegrasi dari kehidupan keluarga, broken home, ayah atau ibu lari, kawin lagi atau hidup bersama dengan partner lain. Sehingga anak gadis merasa sangat sengsara batinnya, tidak bahagia, memberontak, lalu menghibur diri terjun dalam dunia pelacuran 15. Mobilitas dari jabatan atau pekerjaan kaum laki-laki dan tidak sempat membawa keluarganya, misalnya pekerjaan : pengemudi, tentara, peleut,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
57
pedagang, dan kaum politisi yang membutuhkan pelepasan bagi ketegangan otot-otot dan syarafnya dengan bermain ”perempuan” 16. Adanya ambisi-ambisi besar pada diri wanita untuk mendapatkan status sosial yang tinggi dengan jalan yang mudah, tanpa kerja berat, tanpa suatu skill atau keterampilan khusus 17. Adanya anggapan bahwa wanita memang dibutuhkan dalam macammacam permainan cinta, baik sebagai iseng belaka maupun sebagai tujuan-tujuan dagang 18. Pekerjaan sebagai pelacur tidak memerlukan keterampilan/skill, tidak memerlukan intelejensi tinggi, mudah dikerjakan asal orang yang bersangkutan memiliki kecantikan, kemudaan dan keberanian. Tidak hanya orang-orang normal, wanita-wanita yang agak lemah ingatan pun bisa melakukan pekerjaaan ini 19. Anak-anak gadis dan wanita-wanita muda yang kecanduan obat bius (hash-hish, ganja, morfin, heroin, candu, likeur/minuman dengan kadar alkohol tinggi dan lain-lain) banyak menjadi pelacur untuk mendapatkan uang pembeli obat-obatan tersebut 20. Oleh pengalaman-pengalaman traumatis (luka jiwa) dan shock mental, misalnya gagal dalam bercinta atau perkawinan dimadu, ditipu sehingga muncul kematangan seks yang terlalu dini dan abnormalitas seks. Contoh: seorang gadis cilik yang pernah diperkosa kesuciannya oleh laki-laki, menjadi terlalu cepat matang secara seksual ataupun menjadi patah hati dan penuh dendam kesumat, lalu menerjunkan diri dalam dunia pelacuran
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
58
21. Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran 22. Ada kebutuhan seks yang normal akan tetapi tidak dipuaskan oleh pihak suami, misalnya karena suami impoten, lama menderita sakit, banyak istri-istri lainnya sehingga sang suami jarang mendatangi istri yang bersangkutan, lama bertugas ditempat yang jauh dan lain-lain. Sedangkan, sebab-sebab timbulnya prostitusi/pelacuran di pihak pria adalah 42: 1. Nafsu kelamin laki-laki untuk menyalurkan kebutuhan seks tanpa satu ikatan 2. Rasa iseng dan ingin dan ingin mendapatkan pengalaman relasi seks diluar ikatan perkawinan, ingin mencari variasi dalam relasi seks 3. Istri sedang berhalangan haid, mengandung tua atau lama sekali mengidap penyakit sehingga tidak mampu melakukan relasi seks dengan suaminya 4. Istri menjadi gila 5. Ditugaskan ditempat jauh, pindah kerja atau didetasir di tempat lain dan belum sempat atau tidak dapat memboyong keluarga 6. Cacat jasmaniah sehingga merasa malu untuk kawin, lalu menyalurkan kebutuhan-kebutuhan seksnya dengan-dengan wanita-wanita pelacur. Misalnya, karena bongkok, buruk muka, pincang, buntung lengan dan lainlain 7. Karena ”Profesinya” sebagai penjahat sehingga tidak memungkinkan untuk membina keluarga
42
Ibid, 211
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
59
8. Tidak mendapatkan kepuasan dalam penyaluran kebutuhan seks dengan partner atau istrinya 9. Tidak perlu bertanggung jawab atau akubat rekaksi seks dan dirasakan lebih ekonomis, misalnya tidak perlu memelihara anak keturunan, tidak perlu membina rumah tangga dan menjamin kehidupan istri. Namun bisa bersenang-senang dalam ”lautan asmara” dengan macam-macam wanita.
BAB III UPAYA KEPOLISIAN DALAM PENANGGULANGAN KEJAHATAN PROSTITUSI DI KOTA BALIGE
Eksistensi Kepolisian adalah lakon yang harus dijalankan sehubungan dengan atribut yang melekat pada individu maupun instansi, dalam hal ini diberikan oleh POLRI didasarkan atas asas Legalitas Undang-Undang yang karenanya merupakan kewajiban untuk dipatuhi oleh masyarakat. Agar peran ini bisa dijalankan dengan benar, pemahaman yang tepat atas peran yang diberikan harus diperoleh. 43 Pemaknaan akan Pelindung, Pengayom, dan Pelayan masyarakat 44 bisa beragam dari berbagai tinjauan, namun untuk kesamaan persepsi bagi kita dan langkah bagi kita, pemaknaan itu dapat dirumuskan : Pelindung : adalah anggota POLRI yang memiliki kemampuan memberikan perlindungan bagi warga masyarakat, sehingga terbebas dari rasa takut, bebas dari ancaman atau bahaya, serta merasa tentram dan damai
43
Skripsi Johan Andreas S. Peranan kepolisian dalam pemberantasan minuman keras (miras) di wilayah hukum Polsek Medan kota. Fakultas Hukum USU. 2006 44 Barda Nawawi Arief, Beberapa aspek kebijaksanaan penegakan dan pengembangan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hal 4 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
60
Pengayom : adalah anggota POLRI yang memiliki kemampuan memberikan bimbingan, petunjuk, arahan, dorongan, ajakan, pesan dan nasehat yang dirasakan bermanfaat bagi warga masyarakat guna terciptanya rasa aman dan tentram Pelayan : adalah anggota POLRI yang setiap langkah pengabdiannya dilakukan secara bermoral, beretika, sopan, ramah dan proporsional Pemaknaan dari peran Pelindung, Pengayom dan Pelayan seyogianya tidak hanya tampil dalam setiap langkah kegiatan apapun yang dilakukan oleh personil POLRI berkaitan dengan tugasnya, melainkan juga dalam perilaku kehidupannya sehari-hari Tampilan perilaku dimaksud akan sangat tergantung pula kepada integritas pribadi masing-masing anggota POLRI, untuk bisa dilaksanakan secara sadar, baik dan tulus. Pada intinya, perilaku yang ditampilkan dapat berwujud : Sebagai Pelindung : berikan bantuan kepada masyarakat yang merasa terancam dari gangguan fisik dan psikis tanpa perbedaan perlakuan Sebagai Pengayom : dalam setiap kiprahnya, mengutamakan tindakan yang bersifat persuasif dan edukatif Sebagai Pelayan : layani masyarakat dengan kemudahan, cepat, simpatik, ramah, sopan serta pembebanan biaya yang tidak semestinya Sebagai pengayom, POLRI harus selalu simpati dan ramah tamah. Disini ada tiga konsep policy Kapolri yang relevan, yaitu etis, open (tanggap) dan ojo dumeh. Sedangkan sebagai pengawas masyarakat, Polri harus tegas, berwibawa
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
61
dan kalau perlu keras. Satu lagi konsep policy Polri adalah relevan kuat, yaitu Polri harus sadar bahwa dirinya adalah sebagai ”Crime Hunter”. 45 Polisi memang harus bertindak keras tetapi tidak bengis, harus melakukan pelayanan yang efisien tapi tidak mengharap apapun, tidak memihak pada kesatuan apapun (khususnya bidang politik) demi tegaknya azas kepolisian. Bagi kepolisian, hal-hal itu merupakan falsafah pelaksanaan tugas yang bersifat universal, sebagai standar minimum perilaku organisasi Polisi. 46 Dalam TAP MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka peranan Kepolisian adalah 47 : 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat 2. Dalam menjalankan perannya, Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib memiliki keahlian dan keteerampilan secara profesional
A. Polisi sebagai ujung Tombak Telah dikenal oleh masyarakat luas terlebih dikalangan kepolisian, bahwa tugas yuridis Kepolisian tertuang dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dan di dalam UU Pertahanan dan Keamanan. Selanjutnya dalam Pasal 15 UU No. 2 tahun 2002 disebutkan 48 : 45
Anton Tabah, Menatap dengan mata hati Polisi Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 1991, hal 97 46 Jend. Pol (Pur) Drs. Kunarto MBA, perilaku organisasi POLRI. Penerbit Cipta Manunggal, Jakarta. 2001, hal 101 47 Tap MPR RI No.VII/MPR/2000 48 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Pokok-pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
62
(1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang : a. Menerima laporan dan/atau pengaduan b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat menggangu ketertiban umum c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan g. Melakukan tindakan pertama ditempat kejadian h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang i. Mencari keterangan dan barang bukti j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain serta kegiatan masyarakat m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu (2) Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan lainnya berwenang : a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan tehadap badn usaha dibidang jasa pengamanan g. Memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pangamanan swakarsa dalam bidang tehnik kepolisian h. Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan menyidik dan memberantas kejahatan internasional i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait j. Mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian internasional k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam tugas kepolisian (3) Tata cara pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a dan d diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
63
Pasal 16 UU No. 2 tahun 2002 49 (1) Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 di bidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk : a. melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan b. melarang setiap orang meninggalkan atau memasuki tempat kejadian perkara untuk kepentingan penyidikan c. membawa dan menghadapkan orang kepada penyidik dalam rangka penyidikan d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menanyakan serta memeriksa tanda pengenal diri e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara h. mendatangkan penghentian penyidikan i. menyerahkan berkas kepada penuntut umum j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadaan mendesak atau mendadak unutk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidana k. memberi petunjuk dan bantuan penyidikan kepada penyidik pegawai negeri sipil serta menerima hasil penyidikan penyidik pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggungjawab (2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf l adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat-syarat sebagai berikut 50 : a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum b. Selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan c. Harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya d. Pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan e. Menghormati hak asasi manusia Tugas pokok tersebut dirinci lebih luas sebagai berikut 51 : 1. Aspek ketertiban dan keamanan umum 2. Aspek perlindungan terhadap perorangan dan masyarakat (dari gangguan atau perbuatan melanggar hukum/kejahatan, dari penyakit-penyakit
49
Ibid, Ibid, 51 Op.cit, Barda Nawawi Arief, hal 3 50
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
64
masyarakat dan aliran-aliran kepercayaan yang membahayakan termasuk aspek pelayanan masyarakat dengan memberikan perlindungan dan pertolongan) 3. Aspek pendidikan sosial di bidang ketaatan/kepatuhan hukum warga masyarakat 4. Aspek penegakan hukum di bidang peradilan, khususnya di bidang penyelidikan dan penyidikan Mengamati tugas yuridis Kepolisian yang demikian luas tetapi luhur dan mulia itu, jelas merupakan beban yang sangat berat. Terlebih ditegaskan bahwa didalam menjalankan tugasnya itu harus selalu menjungjung tinggi hak-hak asasi rakyat dan hukum negara, khususnya dalam melaksanakan kewenangannya dibidang penyidikan. Ditegaskan pula agar senantiasa mengindahkan normanorma keagamaan, perikemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan. Beban tugas yang demikian berat dan ideal itu tentunya harus didukung pula oleh aparat pelaksana yang berkualitas dan berdedikasi tinggi. 52 Memperhatikan perincian tugas dan wewenang kepolisian seperti telah dikemukakan diatas, terlihat bahwa pada intinya ada dua tugas kepolisian dibidang penegakan hukum, yaitu : 1. Penegakan hukum dibidang Peradilan pidana (dengan sarana penal) 2. Penegakan hukum dengan sarana non- penal Tugas penegakan hukum dibidang Peradilan (dengan sarana penal) sebenarnya hanya merupakan salah satu atau bagian kecil saja dari tugas kepolisian, sebagian tugas kepolisian justru terletak diluar penegakan hukum
52
Ibid, hal 4
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
65
pidana (non-penal). Tugas Kepolisian dibidang peradilan pidana hanya terbatas dibidang penyelidikan dan penyidikan, tugas lainnya tidak secara langsung berkaitan dengan hukum pidana walaupun memang ada beberapa aspek hukum pidanya. 53 Misalnya, tugas memelihara ketertiban dan keamanan umum, mencegah penyakit-penyakit masyarakat, memelihara keselamatan, perlindungan dan pertolongan kepada masyarakat dan penanggulangan kejahatan prostitusi, mengusahakan ketaatan hukum warga masyarakat tentunya merupakan tugas yang lebih
luas
dari
yang
sekedar
dinyatakan
sebagai
tindak
pidana
(kejahatan/pelanggaran) menurut ketentuan hukum pidana positif yang berlaku. Dengan uraian diatas, ingin diungkapkan bahwa tugas dan wewenag kepolisian yang lebih berorientasi pada aspek sosial atau aspek kemasyarakatan (yang bersifat pelayanan dan pengabdian) sebenarnya lebih banyak daripada tugas yuridisnya sebagai penegak hukum dibidang peradilan pidana. Dengan demikian dalam menjalankan tugas dan wewenangya, kepolisian sebenarnya berperan ganda baik
sebagai
penegak
hukum
maupun
sebagai
pekerja
sosial
untuk
menggambarkan kedua tugas peran ganda ini. Kongres PBB ke-5 (mengenai Prevention of crime and the treatment of offenders) pernah menggunakan istilah ” service oriented task” dan “law enforcement duties”. 54 Perihal kepolisian dengan tugas dan wewenangnya, ada diatur dalam UU No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam UndangUndang tersebut dikatakan bahwa, kepolisian adalah segala hal-ikhwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan perundang-undangan. 53 54
Ibid, Ibid, hal 5
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
66
Dari keterangan pasal tersebut, maka dapat dipahami suatu kenyataan bahwa tugas-tugas yang diemban oleh polisi adalah sangat komplek dan rumit sekali terutama didalam bertindak sebagai penyidik kejahatan atau tindak pidana. Dalam hal pemberantasan kejahatan prostitusi, polisi adalah sebagai penegak hukum yang umumnya diharapkan oleh masyarakat sebagai fungsi polisi adalah untuk menegakkan hukum pidana (enforcing the criminal law), khususnya dalam kejahatan prostitusi. Polisi
adalah
kepercayaan
masyarakta
dengan
kekuatan
dan
tanggungjawab yang besar. Tuntutan yang alamiah yang besar terhadap kepolisian adalah harus memberikan imbalan dengan standar etika tinggi. Terkadang pelaksanaan dari kegiatan polisi dikatakan sebagai ”ranjau moral” karena banyak pekerjaan polisi yang harus melibatkan diri pada konflik orang lain dan harus menangani berbagai macam perilaku menyimpang. 55 Sebagai alat perlengkapan negara, polisi bertanggungjawab melaksanakan tugas pemerintah sehari-hari, yaitu menimbulkan rasa aman pada warga masyarakat. Tugas pemerintah ini dilakukan polisi melalui penegakan hukum pidana, khususnya melalui pencegahan dan menyelesaikan kejahatan prostitusi yang terjadi. Tetapi dalam usaha menimbulkan rasa aman ini, polisi juga bertugas memelihara ketertiban dan keteraturan. Tetapi untuk keperluan analisa kedua fungsi tersebut harus dibedakan, karena menyangkut profesional yang berbeda. UU Kepolisian (UU No. 2 tahun 2002) memberikan tugas dan wewenang yang sangat luas kepada polisi, mandat yang diberikan ini pada hakikatnya dapat dibagi dalam dua kategori dasar. Yang pertama adalah untuk mencegah dan 55
Polisi dan masyarakat, hasil seminar persatuan kepala polisi Asia Pasifik ke enam di Taipei, 11-14Januari 1998. Penerbit Cipta Manunggal R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
67
menyidik kejahatan, dimana akan tampil wajah polisi sebagai alat negara (penegak hukum). Mandat kedua agak lebih sukar menggambarkannya, polisi disini bertugas adalah sebagai Pengayom yang memberikan perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Kedua wajah polisi ini sebagai penegak hukum dan sebagai pengayom, memberikan khas kepada tugas dan wewenang polisi Indonesia dan menciptakan pula suatu budaya polisi yang akan menentukan kredibilitasnya dalam masyarakat. Sebagaimana telah disebut diatas, masyarakat menginginkan bahwa polisi harus menegakkan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan prostitusi dengan mencegah masyarakat menjadi korban kejahatan dan kalaupun ada warga yang menjadi korban kejahatan prostitusi, polisi harus berusaha melakukan upaya meminimalisir
kejahatahan
prostitusi
dengan
melakukan
rajia
atau
pemindahtempatan wilayah prostitusi dari lingkungan warga masyarakat. Terutama terhadap kejahatan yang menimbukkan dampak yang sangat signifikan, diharapkan polisi melakukan tugasnya dengan lebih cepat. Dalam usaha penegakan hukum ini, tugas polisi tidak saja menyangkut kejahatan prostitusi, polisi juga diwajibkan menegakkan hukum dalam menanggulangi kejahatan yang lebih berat sifatnya. Dan lebih luas lagi, polisi juga diminta menegakkan peraturan administratif (yang memiliki sanksi pidana). Polisi yang digambarkan sebagai ”law enforcer” dan sebagai ”crime fighter”, khususnya sebagai crime fighter terhadap violent and seriousfighter. Dalam peran ini polisi harus mengambil inisiatif untuk mencegah para penjahat dan bukan baru bertindak apabila korban meminta bantuan, pekerjaan polisi dalam peritiwa-peristiwa ini dapat diibaratkan “mempergunakan api untuk R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
68
memadamkan kebakaran” karena polisi sering diharapkan memakai pola kekerasan. 56
B. Strategi Polisi Secara simbiolis, Polisi bukan hanya merupakan lambang system peradilan pidana yang paling jelas, namun polisi juga mewakili suatu sumber pembatasan yang sah dalam suatu masyarakat bebas. Kegiatan polisi dalam suatu masyarakat demokrasi dan bebas merupakan bentuk tugas polisi yang paling sulit. Polisi bertanggungjawab untuk menjaga ketertiban dan harus melakukannya dalam batasan resmi yang sangat terbatas.57 Kredibilitas polisi disini adalah memang angker (ditakuti oleh orang jahat, yang adalah juga warga masyarakat), gambaran murni masyarakat bahwa polisi harus ditakuti, terlihat pula dalam hal dimana seorang ibu mengancam anaknya yang nakal untuk dipanggilkan pak polisi. Citra polisi sebagai penegak hukum dipersulit pula oleh sikap ambivalen masyarakat. Pada satu pihak warga masyarakat mengharapkan perlindungan dari polisi terhadap orang-orang jahat yang berada dalam masyarakat, tetapi di pihak lain masyarakat tidak suka apabila polisi mempergunakan upaya paksa (menggeledah, menangkap, menahan) terhadap diri masyarakat sendiri. Sikap ambivalen (mendua : simpati, tetapi juga tidak suka) ini, membuat polisi tidak mudah, hal ini dapat menimbulkan konflik pada diri seorang polisi dalam menemukan jati dirinya. Untuk memenuhi harapan masyarakat agar polisi cepat menyelesaikan kejahatan, maka organisasi polisi sering harus bergerak 56
Op.cit, skripsi Johan Andreas S, hal ... Thomas Barker dan David L. Carter, Police Deviance (Penyimpangan Polisi), Penerbit Cipta Manunggal, Jakarta. 1999, hal 3-4 57
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
69
seperti organisasi militer, dimana kebijaksanaan ditetapkan dari atas meskipun tidak berdasarkan pemikiran sendiri tidak dibenarkan. Budaya militer yang mengutamakan disiplin ketat, dan bergerak sesuai kelompok diutamakan. Sistem militer mewajibkan bahwa dalam gerakan operasi, polisi harus dapat bertindak sebagai organisasi yang siap melakukan kekerasan fisik. Polisi juga diberikan senjata api untuk dapat melakukan tugas dengan baik. Cara kerja seperti ini perlu karena para orang jahat dalam hal melakukan kejahatan dalam lingkungan masyarakat sering tidak mau tunduk pada kewenangan polisi dan bersikap ataupun secara nyata melawan perintah polisi. Fungsi dan tugas atau kewenangan polisi cukup unik, kalau militer berkekuatan senjata yang tisak memiliki kewenangan yuridis formal terkait dengan peradilan dan kemasyarakatan, maka perangkat peradilan non polisi itu memegang kekuasaan hukum dan pengadilan, tidak bersenjata. Polisi memiliki keduanya, bersenjata dan memiliki kewenangan peradilan tingkat awal. Karena banyak pandangan bahwa kalau polisi diberi kewenangan dan kekuatan terlampau besar, akan lebih bebahaya dari militer. 58 Kewenangan polisi mempergunakan kekerasan berdasarkan hukum untuk memaksa seseorang mematuhi perintah polisi yang bertindak untuk kepentingan umum, penggunaan kekerasan dalam arti ini tidak perlu diberikan lagi oleh Undang-Undang, karena ini bagian dari mandat yang diberikan oleh masyarakat kepada polisi untuk melawan kejahatan. Yang selalu menjadi permasalahan dan karena itu perlu pengaturan, adalah penggunaan kekerasan yang melampaui keperluan atau malahan melampaui batas 58
Robert Baldwin and Richard Kinsey, Police powers politics (Kewenangan polisi dan politik), Penerbit Cipta Manunggal. Jakarta, 2002 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
70
kewajaran. Inilah yang perlu diatur baik melalui kode etik kepolisian, tetapi juga untuk hal yang terakhir melalui aturan yang memuat sanksi disiplin dan sanksi pidana. Hanya apabila warga masyarakat dapat memahami dan menyetujui adanya standar yang wajar dalam penggunaan kekerasan oleh polisi, maka citra polisi yang selama ini sering tercoreng oleh perilaku individu polisi dapat diperbaiki. Sikap ambivalen masyarakat perlu pula diperhatikan disini. Dalam bahan pustaka Kriminologi dikenal istilah ”deadly force” sebagai salah satu isyu tentang kepolisian, yang dimaksud disini adalah ”the action of police officer who shoots and kills of suspect”). 59 Di Indonesia pun isyu ini ada, terutama apabila ada perintah atasan (dalam gaya budaya militer) untuk melakukan tembak di tempat. Perintah ini dianggap sebagai bertentangan dengan perlindungan Hak Asasi Manusia, karena tersangka bukanlah musuh dan baru dapat dianggap bersalah bilamana sudah ada putusan demikian dari pengadilan. Perintah itu harus ditafsirkan hanya berlaku apabila terdapat tersangka yang melawan dan menyerang polisi dengan senjata sehingga mengancam timbulnya luka parah atau kematian (pada polisi atau korban kejahatan). Dalam ancaman yang lebih rendah sifatnya, polisi harus mempergunakan teknik pertahanan diri. Jelas disini ada perbedaan dengan gaya atau budaya militer yang dalam menghadapi lawan atau musuh, memang harus mempergunakan deadly force. Yang juga merusak kredibilitas Polri adalah penggunaan kekerasan yang melampaui keseriusan (sering melampaui batas kewajaran terhadap tersangka yang berada dalam tahanan).
59
Op.cit, skripsi Johan Andreas S
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
71
Umumnya
dikatakan
bahwa
kegiatan
penanggulangan
masalah
kriminalitas didalam masyarakat, dibagi dalam dua usaha, yaitu yang informal informal social controls) adalah melalui keluarga, lingkungan pemukiman (Rukun Tetangga dan Rukun Warga), sekolah, lembaga keamanan dan sebagainya, dan yang bersifat formal formal social control) adalah melalui sistim peradilan pidana criminal justice system). 60 Khususnya mengenai kejahatan prostitusi, disarankan agar srategi penanggulangannya dilakukan melalui dari diri individu sendiri, keluarga, RT dan RW, sekolah, lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan. Tujuan utamanya tentulah
untuk
menghindari
kemungkinan
peningkatan
jumlah
PSK.
Kebijaksanaan yang tepat adalah tidak mengandalkan pada pemidanaan saja, karena PSK tidak akan mungkin dapat dihukum namun hanya dapat dirazia kemudian dibina dan dibimbing, yang dapat dipidana hanyalah orang yang mempermudah dilaksanakannya praktek prostitusi, misalnya menyediakan tempat dan sebagainya (germo). Masalah kejahatan, khususnya pada tingkat tingginya tingkat kejahatan prostitusi harus dipecahkan sebagai bagian dari permasalahan saja yang timbul karena akibat samping perkembangan zaman dan pembangunan nasional. Penelitian-penelitian diluar negeri (seperti juga penelitian tentang prostitusi) serta diskusi-diskusi internasional telah menggambarkan kompleksnya permasalahan dan erat kaitannya dengan usaha mempercepat pertumbuhan ekonomi. Dukungan masyarakat diusahakan dan ditingkatkan, masyarakat harus
60
Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
72
berpartisipasi secara sukarela dan dengan pemahaman yang benar tentang situasi kejahatan prostitusi. Ahli-ahli yang mendalami permasalahan kejahatan prostitusi dari sudut pandang berbagai ilmu pengetahuan harus diminta bantuannya, masalah prostitusi bukan permasalahan yang dapat diselesaikan melalui suatu bidang ilmu pengetahuan saja (misalnya : ilmu kepolisian saja). Mengenai kejahatan prostitusi, penanggulangannya harus berada pada keterpaduan sistem. Namun sebagaimana disampaikan pada awal bukan hanya pihak kepolisian yang bertanggungjawab, tetapi diperlukan suatu penanganan terpadu (multi agency response) dengan koordinasi yang efektif. Pada tahap awal, kepolisian harus diberikan penambahan tenaga-tenaga ahli yang dapat dilibatkan dengan baik ke tempat-tempat yang rawan 61 (tempattempat berkumpul dan beroperasinya pelaku kejahatan prostitusi). Tenaga kepolisian ini harus mempunyai tambahan pendidikan (diatas pendidikan yang telah diperoleh) untuk dapat bekerja secara individual dan profesional dalam menghadapi peningkatan PSK. Bekal keterampilan fisik saja tidak akan mencukupi, karena tujuannya adalah mencoba mengajak para PSK untuk meninggalkan profesinya. Penangkapan dan penghukuman belum tentu dapat menangkal karena mungkin akan diterima, sebaliknya sebagai dukungan mengidentifikasikan diri sebagai PSK. Sekali lagi untuk keperluan ini, diperlukan tenaga-tenaga kepolisian yang khusus terdidik dan dapat bekerja pula sebagai pekerja-pekerja sosial di bidang penanggulangan kejahatan prostitusi.
61
Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
73
Peraturan Perundang-undangan pidana yang dapat menunjang peraturanperaturan hukum pidana yang telah ada perlu pula dipikirkan, tujuannya bukan semata-mata penghukuman, tetapi juga usaha-usaha rehabilitasi bagi pelaku kejahatan prostitusi (PSK) dan menjadi tempat rekruitment anggota-anggota kelompok kejahatan terorganisasi yang biasanya bergerak di bidang kejahatan prostitusi yang bernilai keuntungan tinggi. Dalam masyarakat urban dimana kebanyakan penyebaran kejahatan prostitusi ini bergerak, khususnya di tempat-tempat umum seperti mall, pusatpusat perbelanjaan, tempat-tempat hiburan malam, dan sebagainya, maka sering sukar bagi polisi untuk memastikan bahwa telah terjadi transaksi yang dilakukan oleh PSK dengan pria-pria hidung belang yang membutuhkan relasi seks. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan untuk melaporkan kegiatan para PSK. Agar masyarakat mau membantu polisi menyelidiki perbuatan yamg dilakukan oleh para PSK, maka diperlukan adanya kepercayaan terhadap kepolisian. Kepercayaan masyarakat tidak dapat diperoleh dengan paksaan atau dianggap akan ada (taken for granted), tetapi kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian harus diperoleh karena adanya rasa hormat akan tugas-tugas kepolisian dan keinginan untuk membantu. Strategi dasar disini adalah meningkatkan kegiatan-kegiatan Bimas ( Bimbingan Masyarakat), Siskamling (Sistem Keamanan Lingkungan), Kamtibmas (Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), Swakarsa, dan apa yang pada umumnya tentang pengertian Community Policyng. Salah satu kebijakan dalam hal menanggulangi kejahatan Prostitusi adalah kebijakan kriminal atau politik kriminal. Politik Kriminal disebut juga Criminal
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
74
Policy, 62 yaitu adalah sebagian dari kebijakan sosial dalam hal menanggulangi masalah Kriminal dalam masyarakat dengan sarana penal untuk mencapai tujuannya yaitu, kesejahteraan masyarakat. Dikatakan sebagian daripada kebijakan sosial, oleh karena untuk mencapai kesejahteraan masyarakat masih ada kebijakan sosial yang lainnya, seperti kebijakan di bidang perekonomian, politik dan pertahanan keamanan sebagaimana termuat dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN). Dengan melihat pengetian dari Politik Kriminal tersebut, maka dapatlah disimpulkan bahwa Politik Kriminal merupakan bagian integral dari rencana pembangunan nasional yang kita laksanakan sekarang ini. Pembangunan Nasional yang dilaksanakan sekarang ini, yaitu untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila, tentunya tidak akan terwujud apabila kejahatan tetap merajalela dan meresahkan masyarakat. Meskipun dapat dikatakan bahwa kejahatan tersebut merupakan fenomena sosial, akan tetapi harus dapat ditanggulangi sedemikian rupa atau setidak-tidaknya kejahatan tersebut ditekan seminimal mungkin atau pada suatu tingkat tertentu dapat ditolerir oleh masyarakat. Disinilah peranan yang sangat penting dari Politik Kriminal, yaitu dengan cara mengerahkan semua usaha (yang rasional) untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan tersebut 63. Usaha mana sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum pidana) tetapi dapat juga dengan
62
Op cit, Barda Nawawi Arief,. Hal 47 Muladi dan Arief Barda Nawawi, Teori-teori Kebijakan Pidana, Alumni Bandung, 1984, hal 158 63
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
75
menggunakan sarana non penal, bahkan dengan melalui media massa sebagai kutub yang lebih kecil. Dalam hal menggunakan sarana penal, tidak lain adalah dengan menggunakan hukum pidana sebagai sarana utamanya, baik hukum pidana materil, hukum pidana formal maupun hukum pelaksanaan pidana yang dilaksanakan melalui sistem peradilan pidana untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Tujuan-tujuan tersebut dalam jangka pendek adalah resosialisasi (memasyaratkan kembali) pelaku kejahatan, jangka menengah adalah mencegah kejahatan dan dalam jangka panjang adalah merupakan tujuan akhir, yaitu untuk mencapai kesejahteraan sosial. Dengan demikian, hukum pidana berfungsi ganda, yakni yang primer sebagai sarana penanggulangan kejahatan yang rasional (sebagai bagian Politik Kriminal), dan yang sekunder adalah sebagai sarana pengaturan tentang kontrol sosial sebagaimana dilaksanakan secara secara spontan atau dibuat oleh negara dengan alat perlengkapannya. Dalam hal menggunakan sarana non penal, usaha-usaha yang dapat dilakukan meliputi bidang yang sangat luas sekali di seluruh sektor kebijakan sosial 64. Usaha-usaha non-penal ini misalnya penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggungjawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan masyarakat melalui pendidikan moral agama dan sebagainya, peningkatan usaha-usaha kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan aparat keamanan lainnya, dan sebagainya 65.
64 65
Ibid, hal 159 Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
76
Demikian pula dengan cara melakukan pembinaan melalui media massa, pers yang bertanggungjawab sehingga media massa tidak menjadi faktor kriminogen (yang melibatkan terjadinya kriminal) diantaranya dapat terlihat bahwa pemberitaan media massa yang sensasional, pemberitaan yang cenderung menerangkan hal-hal yang negatif tentang terjadinya suatu peristiwa kejahatan yang dapat mempengaruhi penjahat-penjahat potensial lainnya untuk melakukan kejahatan. Jika dihubungkan dengan masalah-masalah sosial diatas, maka terlihat bahwa penanggulangan masalah kejahatan prostitusi yang dilakukan selama ini lebih banyak menggunakan sarana non-penal. Hal ini dapat dilihat misalnya dengan cara merazia para PSK yang sedang ngumpul-ngumpul di jalanan dan selanjutnya memberikan pendidikan sosial, latihan keterampilan, baik yang dilakukan oleh aparat kepolisian, Angkatan Darat maupun oleh lembaga-lembaga lainnya seperti pesantren bahkan dengan cara mentransmigrasikan mereka. Tujuan utama dari usaha-usaha ini adalah memperbaiki kondisi sosial, namun secara tidak langsung mempengaruhi preventif terhadap kejahatan yang dilakukan oleh PSK tersebut. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, bahwa penyebab orang melakukan kejahatan prostitusi adalah disebabkan faktor individu/pribadi dari orang yang bersangkutan dan faktor luar (ekonomi, sosial, lingkungan). Oleh karenanya untuk menanggulangi kejahatan prostitusi tersebut, sektor tersebut
harus diperhatikan dengan seksama. Kita tidak
memperhatikan
faktor
lingkungan
dari
PSK,
misalnya
boleh hanya dengan
cara
mentransmigrasikan mereka sehingga terhindar dari lingkungannya semula, akan R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
77
tetapi faktor individu dari PSK tersebut harus juga diperhatikan, misalnya dengan cara memberikan pembinaan moral para PSK melalui lembaga-lembaga keagamaan, dan sebagainya. Disisi lain kemungkinan para PSK tersebut pada dasarnya tidak memiliki keterampilan sama sekali, sehingga mereka mencari pekerjaan dengan jalan pintas. Dalam hal seperti inilah diperlukan pendidikan, keterampilan dan lapangan pekerjaan untuk mereka, apabila perlu dengan pendidkan paksa dan kerja paksa dalam jangka waktu tertentu tersebut diberikan upah yang layak atau memadai. Dari sudut penanggulangan dengan sarana penal, dapat dilakukan melalui proses peradilan pidana yang ada, dengan cara menerapkan sanksi pidana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (dalam hal ini dijatuhkan kepada orang yang menyediakan sarana/tempat untuk terjadinya suatu prostitusi). Memang diakui bahwa tidak semua perbuatan PSK, misalnya ngumpul-ngumpul di pinggir jalan, mejeng di hotel-hotel atau plaza-plaza merupakan perbuatan yang mencurigakan. Upaya yang dilakukan kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan prostitusi di kota Balige adalah dengan mengadakan ”Operasi Pekat atau Operasi Penyakit Masyarakat” dengan kerjasama kepolisian dan Satpol PP dengan ijin pemerintahan kabupaten Toba Samosir, upaya ini merupakan rajia untuk memberikan peringatan dan arahan kepada para PSK yang berhasil dirajia 66. Peringatan dengan ancaman akan diusir dari kota Balige apabila masih terlibat
dalam
praktek-praktek
prostitusi
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan para PSK yang berkeliaran bebas di tengah-tengah masyarakat, 66
Op.cit, wawancara dengan Kapolsek Balige, bapak H. Sinaga pada hari Jumat, 8 Februari 2008, jam 10.00 WIB R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
78
sehingga mereka takut berkeliaran bebas dan hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi masyarakat agar tidak terpengaruh terhadap pergaulan anakanak muda. Arahan yang diberikan berupa bimbingan agar mereka meninggalkan pekerjaan mereka dan mencoba beralih kepada pekerjaan yang lebih halal dan menguntungkan bagi diri sendiri dan masyarakat pada umumnya, dan memberitahukan akibat-akibat dari profesi yang mereka geluti sangat berakibat fatal bagi perjalanan hidupnya di masa yang akan datang. Oleh karena itu dalam melaksanakan penanggulangan kejahatan Prostitusi dengan menggunakan sarana penal/hukum pidana, haruslah diperhatikan hal-hal sebagai berikut 67 : 1. Penggunaan hukum pidana harus memperhatikan tujuan pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, maka hukum pidana harus bertugas atau bertujuan untuk menanggulangi kejahatan dan juga tindakan penanggulangan kejahatan itu sendiri demi kesejahteraan dan pengayoman masyarakat 2. Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi oleh hukum pidana adalah perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki, yaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian atas warga masyarakat. Perbuatan yang tidak merugikan tidaklah boleh ditetapkan sebagai perbuatan yang tidak dikehendaki, meskipun tidak semua perbuatan perlu dicegah dengan menggunakan hukum pidana
67
Op.cit, Barda Nawawi Arief, hal 161
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
79
3. Usaha untuk mencegah suatu perbuatan dengan menggunakan sarana hukum pidana dengan sanksi yang negatif, berupa penjatuhan pidana perlu disertai perhitungan akan biaya yang harus dikenakan dan hasil yang diharapkan akan tercapai 4. Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan kapasitas dan kemampuan daya kerja badan-badan penegak hukum, jangan sampai ada melewati batas kewenangan, dimana akan mengakibatkan efek dari peraturan itu menjadi berkurang.
C. Penanggulangan Kejahatan Prostitusi/Pelacuran tanpa Pemidanaan Kejahatan prostitusi dapat dicegah/ditanggulangi dengan tanpa penjatuhan pidana, yakni 68: 1. Dasar hukum penanggulangan kejahatan prostitusi tanpa pemidanaan Adapun yang dijadikan dasar hukum upaya penaggulangan kejahatan prostitusi tanpa pemidanaan adalah : 3. Mengingat selama ini para sarjana menganggap bahwa prostitusi tidak diatur dengan tegas di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), maka sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) yaitu, asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenalli bahwa tiada satu perbuatan boleh dihukum melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam UndangUndang yang ada terdahulu daripada perbuatan itu. Oleh karena itu, maka kejahatan prostitusi tidak dapat dipidana 4. Upaya-upaya penanggulangan kejahatan dengan tanpa pemidanaan merupakan salah satu bentuk dari politik hukum pidana yang diambil guna 68
Op,cit, skripsi Sari Wahyuni Lubis
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
80
mencegah terjadinya kejahatan dengan mengadakan tindakan-tindakan preventif. Tindakan preventif untuk menanggulangi kejahatan prostitusi, salah satu dengan menggunakan rehabilitasi PSK tersebut di panti sosial tuna susila Yang menjadi dasar hukum upaya rehabilitasi tersebut adalah 69, : 1. Undang-Undang Dasar tahun 1945 pasal 27 ayat (2), yaitu Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dan pasal 34 tentang fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara 2. Undang-Undang Republik Indonesia No.6 tahun 1974, tentang Ketentuanketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial 3. Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 4. Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan 5. Keputusan Presiden No. 87 tahun 2002 tentang Penghapusan Eksploitasi seksual, Komersial seksual, Perempuan dan anak 6. Keputusan Mentri Sosial No. 20/HUK/1999 tentang Rehabilitasi sosial penyandang tuna susila 7. Keputusan Mentri Sosial No. 22 /HUK/1995 tentang struktur organisasi dan tata kerja panti.
2. Bentuk-bentuk
penanggulangan kejahatan prostitusi dengan tanpa
Pemidanaan
69
Ibid,
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
81
Usaha penanggulangan kejahatan prostitusi dengan tanpa pemidanaan adalah suatu proses yang membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar, usaha mengatasi masalah Prostitusi tanpa pemidanaan dibagi menjadi 2, yaitu 70 : 1. Usaha yang bersifat pencegahan (Preventif) terjadinya kejahatan prostitusi, usaha ini meliputi : b. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Prostitusi dan PSK c. Meningkatkan pemberian pendidikan keagamaan untuk memperkuat keimanan masyarakat atas nilai religius dan norma kesusilaan d. Mengadakan berbagai bentuk kegiatan dana kesempatan berkarya bagi anak-anak remaja untuk menyalurkan semangat dan energi masa mudanya e. Memperluas lapangan pekerjaan bagi kaum wanita yang disesuaikan dengan kodrat, talenta guna memperoleh upah yang cukup dalam memenuhi kebutuhan hidup f. Pemberian pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan keluarga, baik di lingkungan sekolah maupun ditengahtengah keluarga itu sendiri g. Penyitaan terhadap buku-buku, majalah-majalah, gambar-gambar dan film-film porno serta sarana lain yang merangsang nafsu seks, seperti situs porno di internet h. Meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat secara umum
70
Op.cit, Kartini Kartono, hal 226
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
82
i.
Pembentukan badan koordinasi dari bebrapa instansi terkait, serta masyarakat dalam upaya pencegahan dan penyebaran prostitusi
5. Usaha Reprentif dan Kuratif (penekanan), seperti : a. Pengadaan lokalisasi PSK guna mengawasi, menjamin kesehatan dan keamanan para PSK dan membatasi laki-laki yang ingin melakukan relasi seks dengan PSK b. Rehabilitasi dan resosialisasi PSK, baik dengan sistem panti maupun dengan sistem non panti c. Penyempurnaan panti-panti rehabilitasi PSK yang terkena razia disertai dengan peningkatan pembinaan moral, agama dan pendidikan keterampilan sesuai dengan bakat dan minat masing-masing d. Mengadakan pengobatan secara berrkala bagi para PSK di lingkungan lokalisasi e. Menyediakan
lapangan kerja
baru
bagi PSK yang
bersedia
meninggalkan kehidupan prostitusi/pelacuran guna memulai kehidupan baru yang lebih baik f. Mengadakan pendekatan terhadap pihak keluarga PSK dan masyarakat agar mau menerima kembali PSK yang ingin memulai hidup baru yang lebih baik g. Menindak dengan keras para germo, mucikari dan pedagang perempuan dan anak-anak dengan hukuman yang berat h. Mencarikan pasangan hidup yang permanen bagi para PSK untuk membawa mereka ke jalan yang benar R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
83
i.
Mengikutsertakan para bekas PSK yang ingin memulai hidup baru dalam program transmigrasi.
BAB IV PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM MENANGGULANGI KEJAHATAN PROSTITUSI/PELACURAN
A. 1. Peran Orang tua dalam Keluarga Orang tua perlu menggali potensi anak untuk dikembangkan melalui berbagai macam kegiatan, pengembangan potensi ini dapat menimbulkan prestasi bagi anak sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri, harga diri yang positif dan akhirnya anak akan memiliki jati diri yang stabil. Orang tua dapat berperan sebagai pembimbing bagi anak. Peranan sebagai pembimbing anak terutama dalam membantu anak mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan mengembangkan alternatif penyelesaian masalah, termasuk dalam mengatasi tekanan dan pengaruh negatif teman sebayanya atau sepermainannya dan lingkungannya. Setiap anak yang pergi hendaknya orang tua perlu bertanya dengan rinci kemana tujuan pergi, kapan pulang, dengan siapa pergi dan lain sebagainya yang dirasakan perlu. Kontrol disini untuk menunjukkan bahwa orang tua punya perhatian khusus kepada anak dan tidak membiarkan anak untuk bertindak semaunya sendiri. Yang perlu diingat adalah sekalipun kontol dijalankan dengan R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
84
ketat, tetapi harus selalu berkomunikasi dengan anak dan menerima keberatankeberatan yang disampaikan anak. Bila anak membawa teman ke rumah, bergabunglah dengan mereka. Tanyalah mereka tinggal, apa saja kegiatan mereka bila waktu luang dan bagaimana kabar orang tua mereka. Pembiasaan-pembiasaan ini akan membuat anak maupun teman-temannya menjadi akrab dengan orang tua dan bisa menganggap orang tua sebagai bagian dari kelompok mereka. Orang tua perlu menumbuhkan kesadaran anak, bahwa : 1. Pergaulan bebas dan jatuh ke dunia Pelacuran tidak sesuai dengan nilai, norma dan aturan-aturan hukum yang berlaku di masyarakat 2. Pergaulan bebas yang mengakibatkan terjerembab ke dunia Pelacuran dapat mengakibatkan putus sekolah, tidak bekerja dengan baik, dikucilkan oleh masyarakat dari tengah-tengah pergaulan masyarakat, hamil diluar nikah, terkena berbagai macam penyakit, tidak dihargai orang yang pada akhirnya tidak bisa menjadi manusia mandiri 3. Anak-anak harus mencintai diri sendiri, keluarga, teman-teman, hasil karya orang lain dan lingkungannya 4. Melibatkan anak mewujudkan cita-cita keluarga 5. Sejak kecil, anak harus dibiasakan untuk terikat dalam mewujudkan keutuhan dan keharmonisan keluarga, misalnya : kebiasaan melaksanakan ibadah bersama, makan malam bersama, diskusi tentang masalah keluarga, dan sebagainya 6. Anak
perlu
terlibat
dalam
mewujudkan
cita-cita
keluarga
dengan
membiasakan hidup hemat, menabung dan hidup sederhana R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
85
7. Anak perlu diajak untuk menangkal godaan-godaan negatif dari pengaruh lingkungannya dan memperkuat ketahanan dirinya Langkah-langkah yang dapat diajarkan pada anak agar mereka tidak mudah tergoda ke dunia Pelacuran, adalah : 1. Orang tua menjadi panutan Melihat dan menyerap pola/perilaku nilai-nilai yang ditampilkan orang tua, misalnya : orang tua menghendaki anak agar tidak bergaul dengan sembarangan. Selain itu orang tua perlu jujur dan mengakui kelemahankelemahannya kepada anak tanpa harus merasa takut kehilangan wibawa 2. Orang tua menjadi tempat diskusi Apapun yang disampaikan anak, berita baik maupun buruk perlu didengarkan dengan baik dan kemudian mengajak anak untuk berdiskusi secara lebih terbuka dan mendalam. Untuk itu pilihlah waktu yang tepat, jagalah kerahasiaan anak, perhatikan segala ekspresi wajah dan tingkah laku anak, serta jagalah emosi 3. Orang tua menjadi tempat bertanya Orang tua perlu mengikuti perkembangan remaja dan permasalahannya sehingga dapat memberikan penjelasan bila anak bertanya, termasuk masalah pergaulan bebas dan Pelacuran 4. Mampu membuat aturan secara konsisten, kontiniu dan konsekuen Aturan ini dibuat dengan mempertimbangkan pendapat anggota keluarga secara umum. Sekali aturan ini ditetapkan, maka harus dilaksanakan oleh seluruh anggota keluarga tidak terkecuali oleh orang tua sendiri 5. Mampu mengembangkan tradisi keluarga dan nilai-nilai agama R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
86
Mengerjakan pekerjaan rumah bersama-sama seluruh anggota keluarga pada hari libur, makan malam bersama, rekreasi pada waktu tertentu, sholat/doa bersama, mengakui kesalahan dan meminta maaf baik oleh anak kepada orang tua ataupu orang tua kepada anak adalah contoh hal yang perlu dijadikan kebiasaan.
Sikap orang tua jika mengetahui anaknya telah terjerumus ke dalam prostitusi/pelacuran : 1. Berusaha tenang Kendalikan emosi, marah dan tersingung atau rasa bersalah tidak ada gunanya 2. Jangan tunda masalah Hadapi kenyataan, adakan dialog terbuka dengan anak, kemukakan yang orang tua ketahui, jangan menuduh sembarangan dalam penagruh bad mood 3. Dengarkan anak Beri dorongan non-formal, jangan memberi ceramah atau nasehat yang menjatuhkannya, jangan rendahkan harga dirinya, buat agar anak merasa aman dan berbicara dengan orang tua 4. Hargai kejujuran Bila anak sudah mengakui kesalahannya, janganlah menampilkan reaksi marah. Orang tua seharusnya bersyukur atas anak yang bersikap jujur 5. Bimbing dan arahkan anak Apapun yang telah terjadi, berusahalah tegar. Nasi sudah menjadi menjadi bubur,
penyesalan
tidak
ada
gunanya.
Orang
tua
harus
mampu
membangkitkan semangat anak yang telah terhempas dan memberikan R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
87
bimbingan yang dimulai dari arahan/ceramah kerohanian, pendalaman agama dan arahan-arahan yang bersifat membangun agar anak tidak mengulangi kesalahan yang sama di kemudian hari. Beritahukan akibat-akibat dari perbuatan yang dilakukannya, dan jangan dibiarkan larut dalam kesalahan yang selalu menghantui perasaannya.
2. Peran Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat Dari hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan salah satu tokoh agama Kristen 71, di kota Balige yaitu bapak Sintua M.W. Sianipar yang tinggal di jalan Siliwangi pada hari Selasa 5 Februari 2007, mengatakan kejahatan prostitusi tidak akan pernah bisa dihilangkan dari muka bumi ini mengingat pelacuran sudah ada sejak zaman dahulu dan merupakan bagian dari kebudayaan di berbagai negara di dunia ini. Prostitusi tidak akan pernah bisa diberantas, akan tetapi dapat dikurangi penyebarannya oleh pelaku itu sendiri dan seluruh elemen masyarakat. Prostitusi dapat diminimalisir dengan cara kerjasama anggota masyarakat dan aparat kepolisian dan kerjasama lembaga keagamaan dan lembaga/organisasi kepemudaan yang ada di kota Balige dengan mengadakan ceramah rohani dan bimbingan kepada anak-anak generasi muda tentang pendidikan seks dan pergaulan bebas supaya anak-anak tidak mudah terpengaruh dan jatuh ke dunia pergaulan bebas (pelacuran). Beliau juga menambahkan pendekatan rohani dan pendalaman agama merupakan cara ampuh yang harus dilakukan sebelum generasi muda terimbas pergaulan bebas yang akhirnya menjurus ke dunia Pelacuran. Dan kepada para 71
Wawancara penulis dengan tokoh agama Kristen, bapak M.W. Sianipar pada hari Selasa, 5 Februari 2008, jam 13.30 WIB R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
88
PSK yang telah terjerumus ke dunia pelacuran sebenarnya telah banyak menerima bimbingan dan arahan keagamaan, namun merekanya saja yang tidak mau merubah keadaannya. Sejauh ini, mengingat masyarakat kota Balige pada umumnya menganut agama Kristen Protestan dan dikenal sebagai masyarakat yang religius, usahausaha yang dilakukan oleh masyarakat sendiri didalam menanggulangi kejahatan prostitusi dan juga lembaga keagamaan dan organisasi kepemudaan telah menunjukkan hasil yang positif dimana terlihat dengan berkurangnya jumlah PSK dari tahun ke tahun. Ini menandakan usaha yang dilakukan dengan kerjasama yang baik oleh seluruh anggota masyarakat, aparat kepolisian, tokoh agama, tokoh adat dan organisasi kepemudaan tidak sia-sia. Tidak jauh berbeda dengan pendapat yang diberikan oleh tokoh agama Kristen, bapak M.W. Sianipar, tokoh agama Islam di kota Balige, bapak Haji Napitupulu 72 juga memberikan pendapat yang senada dengan pendapat bapak M.W Sianipar. Sejauh ini usaha yang diupayakan adalah memberikan bimbingan rohani dan ceramah serta pendekatan kerohanian dan keagamaan kepada para PSK yang berhasil dirazia dan dijaring serta kepada anak-anak generasi muda. Beliau juga menambahkan, bahwa pelacuran dapat dikurangi dengan kerjasama yang baik antara anggota masyarakat kota Balige yang terdiri dari suku dan agama yang berbeda-beda, baik melalui tokoh agama dan tokoh masyarakat yang ada di kota Balige dengan memberikan langsung arahan kepada para PSK
72
Wawancara penulis dengan tokoh agama Islam, bapak H. Napitupulu pada hari Kamis 7 Februari 2008 jam 10.00 WIB R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
89
dan anak-anak generasi muda. Tokoh masyarakat bapak Binahar Napitupulu 73 juga memberikan pendapat serupa dengan yang dikatakan oleh kedua tokoh agama yang berbeda tersebut disela-sela wawancara yang dilakukan oleh penulis dengan tokoh masyarakat kota Balige pada hari Kamis 7 Februari 2008 di rumah beliau di Napitupulu Dolok Tolong Balige.
3. Peran Tokoh Pemuda dan Organisasi Kepemudaan Tokoh Pemuda, bapak R. Pardede yang penulis wawancarai pada hari Sabtu, tanggal 9 Februari pukul 10.00 WIB di rumahnya di jalan Lumban Silintong Balige terkait mengenai peran serta tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan di dalam menanggulangi kejahatan prostitusi menyatakan, beliau sangat bangga dengan usaha yang mereka lakukan selama ini di dalam menanggulangi Pelacuran di kota Balige. 74 Mengingat masyarakat kota Balige adalah masyarakat yang religius dan dikenal sangat menjungjung tinggi nilai-nilai adat dan norma-norma yang hidup dalam masyarakat, sangat menentang keras adanya praktek-praktek prostitusi di seputaran daerah Toba Samosir, khususnya daerah Balige. Beliau menambahkan kejahatan prostitusi adalah perbuatan yang sangat hina, dikutuk dan sangat aib. Beliau juga menyatakan kenapa kota Balige yang hanya merupakan salah satu kota terkecil di Sumatera Utara bisa menduduki urutan pertama kota pengidap
73
Wawancara penulis dengan tokoh agama Islam, bapak B. Napitupulu pada hari Kamis 7 Februari 2008 jam 13.00 WIB 74 Wawancara penulis dengan tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan, bapak R. Pardede pada hari Sabtu 9 Februari 2008, jam 10.00 WIB R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
90
HIV/AIDS terbesar di Sumatera Utara75. Ini merupakan hal yang sangat memprihatinkan dan harus segera ditanggulangi. Usaha-usaha yang telah dilakukan oleh organisasi kepemudaaan didalam menanggulangi kejahatan prostitusi di kota Balige sejauh ini adalah dengan terjun langsung ketempat-tempat prostitusi dan merazia para PSK untuk dibina dan dibimbing dan diberikan arahan/nasehat, dan apabila ada masyarakat kota Balige yang tertangkap sebagai PSK maka akan langsung dikembalikan kepada keluarganya untuk dibina dan dibimbing dan pada umumnya akan dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan dianggap sebagai sampah masyarakat dan harus segera diasingkan atau disuruh pergi, dan kepada para PSK yang berasal dari luar daerah akan segera diusir dan disuruh pulang ke tempat asalnya dan menyarankan agar tidak kembali lagi ke kota Balige sebagai PSK. Hal ini dilakukan supaya para PSK sadar akan dampak dari perbuatan yang mereka lakukan selama ini, namun meskipun usaha-usaha tersebut telah dilakukan, pada kenyataannya banyak juga PSK yang tidak jera dan mengulangi profesinya sebagai PSK. 76
B. Saran-saran atau Tanggapan masyarakat Kota Balige untuk mengatasi Prostitusi di Kota Balige Masyarakat
berpendapat
bahwa
pemerintah
diharapkan
dapat
meningkatkan taraf hidup orang banyak, baik itu di bidang ekonomi, sosial maupun bidang pendidikan guna mengurangi kemiskinan sehingga dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya kejahatan di tengah-tengah masyarakat seperti, pencurian, pembunuhan, pelacuran dan lain-lain akibat kemiskinan. 75 76
Op.cit, Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara Op.cit, Wawancara penulis dengan tokoh pemuda dan organisasi kepemudaan
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
91
Sesuai dengan hasil wawancara penulis dengan beberapa anggota masyarakat, mereka memberikan pendapat bahwa pelacuran itu tidak akan dapat dihapuskan dari muka bumi ini selama manusia itu masih ada, karena pelacuran itu sudah ada sejak manusia itu dan sudah merupakan suatu peradaban di beberapa negara tertentu. Sangat tidak mungkin pelacuran dapat dicegah namun dapat diminimalisir sedini mungkin, guna mencegah penyebarannya kepada generasi muda. 77 Masyarakat juga memberikan saran agar para PSK tersebut ditempatkan di pusat rehabilitasi atau tempat-tempat sosial dan diberikan suatu pengarahan dan pelajaran mengenai akibat dari pekerjaan yang mereka jalani dan pengarahan serta bimbingan
atau
pendidikan
mengenai
norma-norma
agama,
kesusilaan,
kesopanan, adat-istiadat dan nilai-nilai moral yang hidup di tengah-tengah masyarakat dan menjelaskan kepada para PSK bahwa perbuatan yang mereka geluti sangat dikutuk oleh Tuhan dan setiap manusia di seluruh dunia karena merupakan perbuatan yang sangat hina. Selain itu, para PSK yang ditempatkan di pusat rehabilitasi atau tempattempat dinas sosial sebaiknya diberikan arahan dan bimbingan mengenai dampak lebih lanjut dari pekerjaan mereka dan diberi keterampilan sesuai dengan bakat dan kemampuan seperti, menjahit, tata boga, salon kecantikan dan keterampilan lainnya agar dapat melangsungkan hidupnya apabila mereka keluar dari pusat rehabilitasi dan tidak kembali pada pekerjaannya semula. Diharapkan pada pemerintah untuk kedepannya dapat mengeluarkan suatu peraturan mengenai masalah prostitusi dan tempat-tempat hiburan yang harus
77
Op.cit, wawancara dengan berbagai anggota masyarakat
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
92
memiliki ijin operasi sehingga tidak sembarangan mengadakan praktek-praktek prostitusi dan tidak dengan sesuka hati menjadi sarana untuk mempermudah jalannya praktek prostitusi/pelacuran, misalnya tempat bertemunya PSK dengan langganan dan mengadakan transaksi jual-beli. Diharapkan kepada pemerintah untuk menyediakan lapangan pekerjaan sesuai dengan bakat dan keahlian yang dimiliki oleh mantan PSK dan diharapkan juga pemerintah untuk dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik itu di bidang ekonomi, sosial maupun pendidikan. Memberikan arahan dan bimbingan kepada anak-anak remaja putri, khususnya mengenai seks bebas, prostitusi sehingga mereka tidak terjerumus ke alam pergaulan seks bebas diluar perkawinan. Karena apabila terjerumus kedalam pergaulan bebas, maka sangat besar kemungkinannya anak tersebut akan jatuh ke dunia prostitusi/pelacuran. Selain itu menghimbau kepada masyarakat supaya tidak mudah terbujuk dengan janji-janji manis untuk dipekerjakan diluar daerah bahkan luar negeri dengan gaji yang besar dan iming-iming yang menggiurkan, karena itu semua hanya akan membawa kita terperangkap ke dunia yang sangat gelap yang tidak pernah dinginkan oleh setiap orang. 78 C. Kebijakan Hukum Pidana dalam KUHP (baru) untuk menanggulangi Kejahatan Prostitusi/Pelacuran Dalam
KUHP,
pasal
yang
mengatur
masalah
penanggulangan
prostitusi/pelacuran adalah Pasal 296 KUHP dan Pasal 297 KUHP 79. Pasal 296 KUHP : 78
Wawancara penulis dengan berbagai anggota masyarakat, pada tanggal 10-14 Februari
79
Op.cit, R. Soesilo
2008 R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
93
Barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000,Sedangkan RUU KUHP (baru) tahun 2005 untuk menanggulangi prostitusi dengan hukuman yang sudah mulai memberatkan, yaitu pasal 496-pasal 498 RUU KUHP baru 80. Pasal 496 (1) Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 495 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun. (2) Setiap orang yang di luar hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau persetubuhan dengan orang yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan sebagai pekerjaan atau kebiasaan, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 497 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, setiap orang yang : a. menjadikan sebagai pekerjaan atau kebiasaan menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh; atau b. menarik keuntungan dari perbuatan cabul atau persetubuhan orang lain dan menjadikannya sebagai mata pencaharian. Sedangkan, Pasal 297 KUHP : Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun. Pasal 498 (1) Setiap orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan atau menyerahkan laki-laki di bawah umur 18 (delapan belas) tahun atau perempuan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, dipidana karena perdagangan laki-laki dan perempuan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan pidana denda paling banyak Kategori V. 80
www.legalitas.org RUU KUHP tahun 2005
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
94
(2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menjanjikan perempuan tersebut memperoleh pekerjaan tetapi ternyata diserahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.
Dari kedua pasal diatas, menunjukkan adanya usaha penanggulangan mengatasi kejahatan prostitusi yang bersifat preventif, dimana adanya usaha penyempurnaan
undang-undang
mengenai
larangan
penyelenggaraan
prostitusi/pelacuran. Didalam kedua Pasal diatas yang terdapat dalam KUHP dan RUU KUHP (baru) tahun 2005 menekankan pada penanggulangan orang yang pekerjaannya atau kebiasaannya mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul, pelacuran dengan orang lain yang disebut dengan mucikari atau germo dan sindikat-sindikat atau agen-agen yang memperdagangkan wanita dan laki-laki untuk dijadikan PSK. Sedangkan untuk PSK sendiri menurut hasil wawancara penulis dengan bapak Kapolsek Balige, kejahatan prostitusi belum dapat ditanggulangi karena prostitusi ini merupakan suatu penyakit masyarakat yang sulit untuk diberantas selagi manusia itu ada di dunia ini. Dan bagi PSK yang berada di pusat rehabilitasi atau dinas-dinas sosial hendaknya diberi suatu keterampilan, seperti menjahit, tataboga atau kerajinan lainnya supaya apabila mereka keluar dari tempat rehabilitasi, mereka dapat melangsungkan hidup dan tidak kembali pada profesi semula. Tetapi yang menjadi kendala saat ini adalah dimana dinas-dinas sosial
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
95
tidak berjalan sesuai dengan eksistensinya dan untuk itu perlu kiranya mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah. 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Kejahatan prostitusi merupakan gejala masyarakat atau penyakit yang hidup di tengah-tengah masyarakat yang sangat dikutuk dan dianggap perbuatan yang paling hina dan dilarang oleh semua ajaran agama apapun di dunia ini. Prostitusi dapat diartikan sebagai perbuatan dimana wanita menjual diri, melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian. Faktor yang dominan penyebab tingginya tingkat kejahatan prostitusi di kota Balige adalah faktor perekonomian yang sangat membelit kehidupan,
81
Op.cit, wawancara dengan Kapolsek Balige, bapak H. Sinaga
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
96
sedangkan Faktor-faktor lainnya pendorong timbulnya kejahatan prostitusi di kota Balige adalah berupa faktor yang berasal dari individu sendiri, seperti adanya bakat jahat dalam diri individu, kurangnya keimanan atau pengetahuan keagamaan. Dan juga faktor diluar diri individu seperti, kurangnya pendidikan dan keterampilan yang menyebabkan terjadinya pengangguran,
perkembangan
teknologi
dan
ilmu
pengetahuan,
lingkungan yang rawan kejahatan dan penjatuhan hukuman yang ringan serta pembinaan yang kurang memadai, adanya tekanan ekonomi dan kecemburuan sosial serta budaya konsumerisme akibat penyalahgunaan teknologi dan adanya pengaruh seks bebas diluar perkawinan. 2. Upaya yang dilakukan kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan prostitusi di kota Balige adalah dengan mengadakan ”Operasi Pekat atau Operasi Penyakit Masyarakat” dengan kerjasama kepolisian dan Satpol PP dengan ijin pemerintahan kabupaten Toba Samosir, upaya ini merupakan rajia untuk memberikan peringatan dan arahan kepada para PSK yang berhasil dirajia. Rajia ini biasanya diadakan menjelang hari-hari besar keagamaan dan apabila masyarakat memintanya kepada aparat kepolisian agar menertibkan para PSK yang berkeliaran bebas karena dapat mempengaruhi pergaulan anak-anak muda 3. Usaha-usaha
yang
telah
dilakukan
oleh
masyarakat
didalam
menanggulangi kejahatan prostitusi di kota Balige dengan kerjasama tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda adalah dengan terjun langsung ketempat-tempat prostitusi dan merazia para PSK untuk dibina dan dibimbing dan diberikan arahan/nasehat, dan apabila ada masyarakat kota R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
97
Balige yang tertangkap sebagai PSK maka akan langsung dikembalikan kepada keluarganya untuk dibina dan dibimbing dan pada umumnya akan dikucilkan dari pergaulan masyarakat dan dianggap sebagai sampah masyarakat dan harus segera diasingkan atau disuruh pergi, dan kepada para PSK yang berasal dari luar daerah akan segera diusir dan disuruh pulang ke tempat asalnya dan menyarankan agar tidak kembali lagi ke kota Balige sebagai PSK.
B. Saran 1. Di dalam menanggulangi kejahatan prostitusi hendaknya diperlukan kerjasama yang baik oleh seluruh elemen masyarakat, supaya harapan masyarakat di dalam menanggulangi kejahatan prostitusi dapat terwujud. 2. Setiap orang tua hendaknya memperhatikan dengan seksama pergaulan anak-anaknya, tidak membiarkan anak bergaul dengan sembarang orang dan memberikan bimbingan dan arahan agar anak tidak terjerumus ke dalam perbuatan terlarang, seperti pergaulan bebas atau seks bebas 3. Diharapkan Pemerintah sedini mungkin membuat peraturan perundangundangan yang mengatur masalah prostitusi, mengingat selama ini tidak adanya aturan yang jelas mengatur masalah prostitusi sehingga para PSK dengan sesuka hati melakukan profesinya tanpa memperdulikan aturanaturan dan hukum yang berlaku di tengah-tengah masyarakat. 4. Sebaiknya bagi para PSK yang berhasil dijaring dan dirazia, dijatuhkan hukuman yang sepantasnya yang memenuhi nilai-nilai keadilan dan sesuai dengan kepentingan masyarakat serta diberikan pembinaan yang maksimal R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
98
agar mereka tidak mengulangi profesinya lagi, dan bagi para ex PSK yang telah berhasil dibina diharapkan dapat menjadi masyarakat yang baik dan masyarakat dapat menerimanya kembali sebagai bagian dari masyarakat tanpa ada pembedaan.
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku Arief, Barda Nawawi. 1998. Beberapa Aspek Kebijaksanaan Penegakan dan Pengembangan Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung. Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka. Jakarta. Emka, Moammar. 2002. Jakarta Undercover, sex ’n the city. Galang Printika, Yogyakarta Kartono, Kartini. 1999. Patologi Sosial. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Kunarto, Drs. Jend. Pol (Pur). 2001. Perilaku organisasi Polisi. Cipta Manunggal. Jakarta.
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
99
Kusumah,W. Mulyana. 1981. Aneka permasalahan dalam ruang lingkup kriminologi. Alumni, Bandung. Muladi dan Arief, Barda Nawawi. 1992. Teori-teori dan Kebijakan Pidana. Alumni, Bandung. Robert Baldwin, Richard Kinsey. 2002. Police powers politics, Kewenangan polisi dan politik. Cipta Manunggal, Jakarta Simanjuntak, B. 1982. Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial. Tarsito, Bandung. Soesilo, R. 1988. KUHP. Politea, Bandung. Tabah, Anton. 1991. Menatap dengan mata hati Polisi Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Thomas Barker, David L. Carter. 1999. Police deviance, Penyimpangan Polisi. Cipta Manunggal. Jakarta. Undang-Undang dan lainnya Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia TAP MPR RI No. VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia RUU KUHP tahun 2005
www.legalitas.org
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
100
WAWANCARA DENGAN KAPOLSEK BALIGE, BAPAK H.SINAGA 1.Bagaimana pandangan Bapak terhadap ”Praktek Pelacuran” di Kota Balige yang makin lama makin meningkat dan sangat meresahkan masyarakat Kota Balige? Jawab : Memang tidak dapat dipungkiri bahwa praktek-praktek Prostitusi yang semakin hari makin merajalela sangat meresahkan masyarakat, dimana banyak
anggota
masyarakat
yang
mengeluh
dan
menyesalkan
keberadaan para PSK yang berkeliaran bebas di tengah-tengah masyarakat, sehingga para orang tua khawatir dengan keberadaan para PSK yang dengan seenaknya berkeliaran dapat mempengaruhi pergaulan anak-anak muda. Saya juga heran mengapa tingkat Prostitusi semakin meningkat di Kota Balige, padahal seperti yang kita ketahui Kota Balige R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
101
dikenal sebagai Kota yang religius dan sangat menjungjung tinggi nilainilai adat dan norma-norma yang hidup dalam masyarakat. Merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari bahwa keberadaan praktek-praktek Prostitusi benar-benar merupakan gejala sosial yang harus segera ditanggulangi dampak
sebelum
yang
sangat
keberadaannya serius
terhadap
benar-benar
menimbulkan
perkembangan
pergaulan
masyarakat. 2. Apakah ada tempat-tempat atau kompleks-kompleks yang memiliki ijin praktek Prostitusi? Jawab : Sejauh ini memang tidak ada tempat atau kompleks yang memiliki ijin praktek Prostitusi di Kota Balige, yang ada hanya tempat-tempat hiburan malam yang memiliki ijin dan pengawasannya dilakukan oleh aparat kepolisian. Namun meskipun demikian, tempat-tempat hiburan malam secara tidak langsung menjadi sarana bertemunya para ”pencari cinta” dan ”penjaja cinta”. Banyak juga tempat-tempat hiburan malam yang beroperasi secara liar dan gelap sehingga kadangkala hal inilah yang sangat meresahkan dan menghambat upaya kepolisian didalam mengkontrol perkembangan tempat-tempat hiburan malam, karena tidak tertutup kemungkinan justru tempat-tempat hiburan malam yang tidak memiliki ijinlah yang sangat rentan menjadi lokalisasi praktek-praktek Pelacuran. 3. Menurut bapak, faktor apa yang paling dominan yang menyebabkan timbulnya Prostitusi di Kota Balige?
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
102
Jawab : Sesuai dengan data yang diperoleh dari para PSK yang berhasil dijaring, faktor yang paling dominan penyebab timbulnya Prostitusi di Kota Balige adalah faktor ekonomi yang melilit para PSK, sehingga demi mempertahankan hidupnya, mereka terpaksa menempuh jalan pintas dengan cara melacurkan diri, meskipun jauh di lubuk hatinya mereka tidak menginginkan pekerjaan itu. 4. Apakah pernah ada upaya rajia yang dilakukan oleh Kepolisian dalam menanggulangi kejahatan Prostitusi di Kota Balige? Biasanya umur berapa sampai dengan berapa PSK yang sering tertangkap pada saat rajia? Jawab : Ya, pernah. Biasanya rajia dilakukan menjelang hari-hari besar keagamaan, seperti Natal, Idul Fitri dan apabila masyarakat meminta supaya polisi menertibkan para PSK yang melakukan perbuatan tidak mengenakkan di tengah-tengah masyarakat. Upaya yang dilakukan disebut dengan ”Operasi Pekat atau Operasi Penyakit Masyarakat” dengan kerjasama kepolisian dan satpol PP dengan ijin pemerintahan kabupaten setempat. Para PSK yang berhasil dirajia pada umumnya berusia 18 sampai 25 tahun, dan kebanyakan masih anak gadis dan berasal dari luar daerah. 5. Sejauh ini, upaya apa yang telah dilakukan oleh pihak Kepolisian didalam meminimalisir kejahatan Prostitusi di Kota Balige? Jawab : Upaya yang dilakukan kepolisian di dalam meminimalisir kejahatan Prostitusi di Kota Balige adalah dengan upaya rajia tadi dan memberikan peringatan dan arahan kepada para PSK yang berhasil dirajia, peringatan dengan ancaman akan diusir dari Kota Balige apabila masih terlibat R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
103
dalam
praktek-praktek
Prostitusi
sangat
berpengaruh
terhadap
perkembangan para PSK yang berkeliaran bebas di tengah-tengah masyarakat, sehingga mereka takut berkeliaran bebas dan hal ini tentunya sangat menguntungkan bagi masyarakat agar tidak terpengaruh terhadap pergaulan anak-anak muda. Arahan yang diberikan berupa bimbingan agar mereka meninggalkan pekerjaan mereka dan mencoba beralih kepada pekerjaan yang lebih halal dan menguntungkan bagi diri sendiri dan masyarakat pada umumnya, dan memberitahukan akibatakibat dari profesi yang mereka geluti sangat berakibat fatal bagi perjalanan hidupnya di masa yang akan datang. 6. Bagaimana dengan kebijakan hukum pidana dalam menanggulangi kejahatan Prostitusi dan bagaimana pula dengan Rancangan Undang-Undang KUHP baru? Jawab : Hukum Pidana kita tidak mengatur tentang keberadaan PSK, yang diatur hanya perbuatan tindak susila yang melanggar hukum. Yang diatur dalam KUHP adalah orang yang mempermudah diadakannya perbuatan cabul, seperti menyediakan sarana cabul, yang dalam hal ini dititikberatkan pada germo atau mucikari. Dalam pasal 296 KUHP disebutkan ”Barangsiapa yang pencahariannya atau kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp.15.000,Sedangkan RUU KUHP (baru) untuk menanggulangi Prostitusi dengan hukuman yang sudah mulai memberatkan, yaitu Pasal pasal 496-pasal 498 RUU KUHP baru. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
104
Pasal 496 (1) Setiap orang yang menghubungkan atau memudahkan orang lain melakukan perbuatan cabul atau persetubuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 495 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 9 (sembilan) tahun. (2) Setiap orang yang di luar hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau persetubuhan dengan orang yang diketahui atau patut diduga belum berumur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun. (3) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilakukan sebagai pekerjaan atau kebiasaan, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 497 Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun, setiap orang yang : a. menjadikan sebagai pekerjaan atau kebiasaan menghubungkan atau memudahkan orang lain berbuat cabul atau bersetubuh; atau b. menarik keuntungan dari perbuatan cabul atau persetubuhan orang lain dan menjadikannya sebagai mata pencaharian.
Sedangkan, Pasal 297 KUHP :
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
105
Memperniagakan perempuan dan memperniagakan laki-laki yang belum dewasa, dihukum penjara selama-lamanya enam tahun. Pasal 498 (1) Setiap orang yang menggerakkan, membawa, menempatkan atau menyerahkan laki-laki di bawah umur 18 (delapan belas) tahun atau perempuan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, dipidana karena perdagangan laki-laki dan perempuan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan pidana denda paling banyak Kategori V. (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menjanjikan perempuan tersebut memperoleh pekerjaan tetapi ternyata diserahkan kepada orang lain untuk melakukan perbuatan cabul, pelacuran, atau perbuatan melanggar kesusilaan lainnya, maka pembuat tindak pidana dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun. Disini dapat dilihat bahwa pemerintah benar-benar sangat memperhatikan praktek-praktek Prostitusi dan harus segera ditindak demi ketentraman dan kenyamanan dan kehidupan bemasyarakat. 7. Apabila PSK tertangkap tangan sedang melakukan aksinya dengan salah satu aparat Kepolisian, bagaimana pertanggungjawabannya apakah sanksi yang dijatuhkan terhadap PSK itu sendiri dan kepada aparat Kepolisian? Jawab : Sejauh ini belum pernah ada kasus seperti itu yang ditemukan, namun seandainya pun ada maka pertanggungjawaban yang diberikan terhadap polisi tersebut hanya berupa sanksi peringatan karena perbuatan yang R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
106
dilakukannya sangat mencerminkan citra buruk terhadap kepolisian sebagai penegak hukum dan pengayom masyarakat, maka untuk itu kalaupun ada polisi yang tertangkap tangan melakukan hal-hal yang sangat bertentangan dengan citra polisi di mata masyarakat, upaya yang dilakukan hanya pada sebatas peringatan agar tidak mengulangi perbuatannya lagi. Dan terhadap PSK itu sendiri seperti yang telah disebutkan sebelumnya hanya pada sebatas peringatan dan arahan agar tidak melakukan kesalahan yang sama, hal ini dilakukan mengingat tidak adanya aturan yang jelas mengenai keberadaan PSK dan praktek Prostitusi. Jadi, disini polisi tidak boleh sewenang-wenang melakukan tindakan tanpa ada dasar hukum yang jelas. 8. Dimana kira-kira sering bapak temui (tahu) praktek-praktek atau tempat-tempat Prostitusi di Kota Balige? Jawab : Yang saya ketahui bukan tempat praktek Prostitusi, tetapi hanya tempat hiburan malam yang meskipun pada kenyataannya seperti yang telah katakan sebelumnya bahwa tidak tertutup kemungkinan tempat hiburan malam itulah yang menjadi sarana praktek Prostitusi meskipun keberadaan tempat hiburan malam itu dibawah pengawasan polisi. Tempat-tempat itu antara lain, Cafe Roma Sera, Cafe Santai, Cafe Danau Toba yang seluruhnya berada di kawasan pinggir Danau Toba, Cafe Hampung Togar, Cafe Mammamia, Cafe Pela-Pela, Cafe Poco-Poco, dan beberapa tempat lainnya seperti Losmen Carolina dan tempat hiburan malam yang tidak memiliki ijin.
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
107
9. Bagaimana dengan peningkatan jumlah PSK, apakah mengalami peningkatan atan malah sebaliknya? Jawab : Yang saya ketahui sejauh ini berdasarkan rajia yang dilakukan oleh aparat kepolisian, jumlah PSK dari tahun ke tahun mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan. Banyak ”barang baru” yang bermunculan dan berasal dari luar daerah dan mencoba bertahan hidup dengan berkecimpung di dunia gelap. 10. Biasanya para PSK yang berhasil dijaring pada saat rajia kebanyakan berasal dari mana? Jawab : Rata-rata berasal dari luar daerah seperti, Parapat, Pematang Siantar, Kisaran, Aceh dan hanya beberapa orang saja yang berasal dari daerah asli Toba Samosir, khususnya Kota Balige. 11. Menurut bapak, pantaskah Kabupaten Toba Samosir, khususnya Kota Balige disebut-sebut sebagai pengidap HIV /AIDS terbesar di Sumatera Utara? Bagaimana usaha yang dilakukan di dalam menanggulangi penyakit HIV/AIDS di Toba Samosir? Apakah ada kerjasama diantara elemen-elemen masyarakat? Jawab : Kalau saya pribadi mengatakan tidak, tetapi fakta mengungkapkan memang itulah kenyataannya, Toba Samosir menduduki peringkat teratas pengidap HIV/AIDS terbesar di Sumatera Utara. Hal ini benarbenar sangat memalukan Kabupaten Toba Masyarakat di mata masyarakat Indonesia, seolah-olah dengan keberadaan penyakit yang mematikan itu citra penduduk Kabupaten Toba Samosir benar-benar tercoreng. Padahal sebenarnya berdasarkan penelitian langsung di lapangan
yang
meskipun
sangat
dirahasiakan
oleh
badan
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
108
penanggulangan HIV/AIDS Toba Samosir dengan kerjasama Rumah Sakit HKBP Balige, para penderita HIV/AIDS pada umumnya orangorang yang berasal dari luar daerah. Mengingat penyakit HIV/AIDS adalah penyakit yang mematikan dan sampai saat ini belum ditemukan obatnya, maka kerahasiaan identitas pengidap HIV/AIDS sangat dirahasiakan oleh badan penanggulangan HIV/AIDS Toba Samosir dengan kerjasama Rumah Sakit HKBP Balige, guna menjaga eksistensi pengidap HIV/AIDS agar tidak dikucilkan oleh masyarakat. HIV/AIDS tertular hanya dengan seks bebas dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang, seperti jarum suntik. Upaya yang dilakukan sejauh ini didalam menanggulangi penyakit HIV/AIDS di Kota Balige adalah dengan menempatkan para pengidap HIV/AIDS di dalam suatu tempat tertentu dan sangat dirahasiakan identitasnya, mengadakan seminar atau bimbingan tentang seks bebas agar generasi muda tidak mudah terpengaruh akan seks bebas dan penyalahgunaan narkotika dan oat-obat terlarang. Ya, kerjasama di antara elemen masyarakat telah menunjukkan hasil yang maksimal terutama kerjasama antara pihak Dinas Kesehatan dan Badan Penanggulangan HIV/AIDS Toba Samosir yang benar-benar memperhatikan perkembangan penyakit HIV/AIDS di tengah-tengah masyarakat Kota Balige. Juga dapat dilihat dari kinerja aparat kepolisian dengan kerjasama organisasi kepemudaan di Kota Balige didalam keseriusan menanggulangi HIV/AIDS dengan melakukan rajia di tempat-tempat hiburan dan pengarahan bagi anak-anak muda mengenai dampak-dampak pergaulan bebas dan penyalahgunaan narkotika dan obat-obat terlarang. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
109
WAWANCARA DENGAN BEBERAPA ORANG PSK 1. Apa yang menyebabkan anda menggeluti profesi sebagai Pekerja Seks Komersiil (PSK)? Jawab : P 1 : Demi memenuhi kebutuhan hidup karena saya tidak memiliki pekerjaan tetap, ya sehingga daripada saya mencuri lebih baik saya melakukan ini. P 2 : Sama seperti dia, pada dasarnya saya melakukan ini karena terbelit masalah ekonomi, kalau seandainya saya memiliki pendidikan dan keahlian lain mungkin saya tidak akan melakukan pekerjaan ini P 3 : Mempertahankan hidup, zaman sekarang ini cari pekerjaan susah apalagi saya hanya tamat SMP, bagaimana bisa saya dapat pekerjaan yang bagus sedangkan keahlian saya tidak punya. Cari pekerjaan lain gajinya sedikit, tidak R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
110
cukup membiayai hidup saya. Ya daripada saya tidak makan, terpaksa saya menggeluti pekerjaan ini. 2. Sejak kapan anda menggeluti pekerjaan ini? Apa tidak ada pekerjaan lain selain menjadi PSK? Jawab : P 1 : Dua tahun yang lalu sejak ayah saya meninggal dunia, saya melakukan ini karena saya sadar dengan modal yang saya miliki, saya tidak akan bisa bertahan hidup. Saya rasa pekerjaan ini merupakan pekerjaan yang pas buat saya meskipun jauh di dasar hati saya tidak pernah berpikiran akan menjadi seorang PSK. P 2 : Sebenarnya saya melakukan pekerjaan ini sudah lama, sewaktu pacaran pun saya sudah melakukan ini. Tapi pacar saya menghianati saya, dia pergi meninggalkan saya dalam keadaan hamil. Dia tidak bertanggungjawab dengan keadaan saya, sampai saya melahirkan pun tidak pernah terlihat batang hidungnya. Demi mempertahankan hidup saya dan anak saya, terpaksa saya melakukan ini karena saya sudah diusir oleh keluarga dan saya tidak memiliki pekerjaan tetap. Seandainya dulu pacar saya itu betanggungjawab atas kehamilan saya, mungkin saya tidak akan pernah melakukan pekerjaan haram ini. P 3 : 3 bulan lalu, saya terjun kedalam pekerjaan ini karena diajak teman saya yang terlebih dahulu menggeluti pekerjaan ini. Kami berasal dari luar daerah dan hidup dalam kemiskinan. Jadi pembantu sangat tidak mencukupi kebutuhan hidup, ya terpaksa saya mengambil jalan pintas menjadi Pelacur demi kelangsungan hidup saya.
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
111
3. Apaka anda tidak merasa berdosa dengan pekerjaan anda? Adakah keinginan anda untuk meninggalkan pekerjaan ini nantinya dan kembali ke jalan yang benar? Jawab : P 1 : Siapapun orangnya pasti mengutuk pekerjaan ini, saya tidak bisa mengatakan apa-apa akan semua ini, jauh di dasar hati saya, saya benar-benar merasa berdosa dengan pekerjaan ini. Seandainya saya memiliki pendidikan yang tinggi dan keahlian, saya pasti akan meninggalkan pekerjaan ini dan kembali ke jalan yang benar. Sama seperti wanita-wanita lainnya, saya menginginkan rumah tangga yang bahagia. Saya berkeinginan seandainya ada laki-laki yang mau menerima saya dengan baik sebagai pendamping hidupnya, saya akan meninggalkan pekerjaan ini. P 2 : Sangat berdosa, tapi apa hendak dikata nasi telah menjadi bubur. Saya hanya bisa menyesali tanpa bisa memperbaikinya. Keinginan untuk meninggalkan pekerjaan ini jelas ada, tapi sampai saat ini saya belum bisa karena saya tidak memiliki pekerjaan lain yang bisa menjamin kelangsungan hidup saya. P 3 : Sama seperti teman-teman lainnya, saya merasa sangat berdosa. Saya mau meninggalkan pekerjaan ini apabila ada pekerjaan yang lebih menjanjikan dan masyarakat bisa menerima saya sebagai bagian dari mereka tanpa mengucilkan saya. 4. Apakah orang tua atau saudara anda tahu dengan pekerjaan ini? Berapa imbalan yang anda peroleh dalam setiap “transaksi”? Jawab : P 1 : Tahu, tapi sepertinya mereka memaklumi pekerjaan saya karena sebagian hasil pekerjaan saya selalu saya sisihkan untuk membantu adik-adik
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
112
saya. Imbalan yang saya peroleh dalam setiap “transaksi” tidak menentu, tapi biasanya dalam satu malam saya bisa memperoleh Rp.300.000-Rp.500.000. P 2 : Tahu, karena sejak saya hamil dan melahirkan saya sudah tidak bersama orang tua lagi, saya sudah mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidup saya. Biasanya saya memperoleh imbalan Rp.200.000Rp.500.000 dalam satu malam. P 3 : Tidak tahu, karena yang mereka ketahui saya pergi merantau ke negeri orang untuk mencari pekerjaan, bukan menjadi Pelacur. Dalam satu malam, saya bisa memperoleh Rp.300.00-Rp.500.000 5. Apakah imbalan yang anda peroleh cukup memenuhi kebutuhan hidup anda? Adakah orang yang mempekerjakan anda seperti germo atau mucikari? Jawab : P 1 : Cukup, bahkan saya dapat menyisihkan sebagian untuk membantu adik-adik saya. Dulunya ada germo yang mempekerjakan saya, tetapi sekarang tidak lagi karena kalau saya melalui germo uangya tidak utuh sampai di tangan saya. Oleh karena itu, saya bekerja dengan sendiri-sendiri tanpa melalui germo lagi. P 2 : Sebenarnya tidak karena saya juga harus membiayai anak saya, tapi itu esemua tergantung saya mempergunakan uang yang saya peroleh. Sama dengan teman yang lain, dulu juga saya melalui germo tapi sekarang tidak lagi, saya sudah beroperasi sendiri. P 3 : Cukup sih cukup, tapi namanya juga manusia mana ada yang berkecukupan, uang yang saya peroleh saya gunakan dengan sebaik-baiknya. Saya dipekerjakan germo sampai sekarang ini karena saya tinggal di sebuah tempat yang dikelola oleh germo. R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
113
6. Apakah anda tidak takut dengan risiko pekerjaan anda seperti mengidap HIV/AIDS, dikucilkan di tengah-tengah masyarakat dan dihina? Jawab : P 1 : Apapun yang terjadi saya siap menanggung risikonya, saya melakukan semua ini dengan pikiran yang matang. Jadi apapun risikonya, saya sudah siap menerimanya. P 2 : Sama seperti dia, saya juga siap dengan segala risiko yang harus saya terima sesuai dengan yang saya lakukan selama ini. P 3 : Ya jelas-jelas takut, setiap orang tentunya ingin dihargai di tengahtengah masyarakat dan terhindar dari segala macam penyakit, terlebih mengidap HIV/AIDS. Tapi apa boleh buat, apapun dampaknya di kemudian hari siap atau tidak siap saya harus menanggung risikonya, karena apa yang saya perbuat di masa lalu itu juga yang akan saya terima di kemudian hari.
WAWANCARA DENGAN GERMO/MUCIKARI 1. Bagaimana prosedur kerja PSK yang anda pekerjakan? Bagaimana perhitungan dengan PSK apabila telah selesai melakukan pekerjaannya? Jawab : Mereka bekerja sesuai dengan tugasnya, yaitu melayani tamu-tamu dan memberlakukan tamu sesuai dengan prosedur kerja dan tidak boleh melakukan pekerjaan lain selain yang telah ditentukan. Perhitungan dilakukan setiap pekerjaan selesai dilakukan, hasilnya 70% untuk PSK dan 30% untuk saya, ini
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
114
sesuai
dengan
kesepakatan
PSK
dengan
saya
karena
sayalah
yang
mempertemukan mereka dan menyediakan sarana yang berhubungan dengan itu. 2. Gadis-gadis umur berapa yang biasanya anda pekerjakan sebagai PSK? Apakah ada tempat yang anda sediakan untuk para PSK tersebut? Jawab : Antara 17 tahun sampai 25 tahun dan pada umumnya mereka berpenampilan menarik dan harus mampu memberikan pelayanan yang maksimal. Saya menyediakan tempat penginapan atau rumah tinggal bagi para PSK dan harus melalui sayalah transaksi dapat dilakukan, tetapi banyak juga PSK yang beroperasi sendiri-sendiri tanpa melalui germo. Biasanya mereka melakukan itu dengan sembunyi-sembunyi dan suka berkeliaran di tengah-tengah kota untuk mencari sasaran. 3. Apakah ada ijin operasinya? Adakah uang keamanan yang dikutip oleh petugas atas tempat yang anda sediakan? Ada, tapi hanya sebatas ijin tempat tinggal bukan ijin praktek Pelacuran. Uang keamanan pasti ada demi keamanan dan ketertiban bersama. 4. Darimana anda mendapat gadis-gadis itu untuk dipekerjakan sebagai PSK? Apakah anda tidak takut dengan risiko pekerjaan anda? Jawab : Pada umumnya mereka yang datang sendiri dan ingin dicarikan pekerjaan apapun asalkan bisa memenuhi kebutuhan hidup, mereka kebanyakan berasal dari luar daeah. Jadi saya tidak perlu susah mencari gadis-gadis untuk dijadikan PSK. Kalau soal risiko saya pasti takut, tapi ini kan terselubung dan sangat dirahasiakan dan tidak semua orang yang tahu dengan pekerjaan yang saya lakukan. Yang tahu hanya orang-orang tertentu saja dan ini harus dirahasiakan.
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009
115
R. Christyna Pardede : Upaya Kepolisian Dan Peran Serta Masyarakat Dalam Menanggulangi Kejahatan Prostitusi (Studi : Wilayah Hukum Polsek Balige), 2008. USU Repository © 2009