1
PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI (Studi : Di Polda Sumut)
Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menperoleh Gelar Sarjana Hukum
OLEH : ROSLAN SILABAN 040200073 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
2
PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI (Studi : Di Polda Sumut) Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH :
ROSLAN SILABAN 040200073 DEPARTEMEN HUKUM PIDANA
Mengetahui :
Ketua Deparrtemen Hukum Pidana
Abul Khair, SH, Mhum
Dosen Pembingbing I
Dosen Pembingbibg II
Tambah Sembiring, SH M.hum
M. Nuh, SH M.hum
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2008
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
3
KATA PENGANTAR Segala Puji Hormat Kemuliaan hanya Kepada Bapa Tuhan Yesus Kristus, King of The King, my saviour, my inspiration, yang telah memampukan, memberi kekuatan, hikmat dan kebijaksanaan kepada Penulis sehingga Penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selama dalam penulisan skripsi ini, Penulis mengalami banyak hal baik suka maupun duka. Penulis menjadikan semua itu menjadi suatu pengalaman sekaligus pembelajaran yang belum pernah dialami dan didapat Penulis sebelumnya. Sudah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang hendak menyelesaikan studinya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara membuat karya tulis ilmiah sebagai suatu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum. Skripsi ini berjudul: “Penyalahgunaan Senjata Api yang dilakukan oleh Aparat Polri”. Skripsi ini dibuat dan disusun Penulis dengan tujuan untuk dapat bermanfaat kepada seluruh pembaca terlebih-lebih mahasiswa/i Fakultas Hukum agar mengetahui bagaimana penerapan hukum yang sesungguhnya dikalangan organisasi kepolisian. Dimana bahwa polisi merupakan aparat penegak hukum, apakah bahwa polisi itu sendiri menerapkan Hukum itu sendiri dengan sesungguhnya didalam kesatuan Organisasi Kepolisian. Oleh karena itu skripsi ini sangat menarik untuk dibaca dan ditelaah serta dipelajari kebenaran isinya.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
4
Pada kesempatan ini dengan rasa hormat, Penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yaitu : 1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. M. H, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH. M. H, DFM, selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 4. Bapak M. Husni, SH. M, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 5. Bapak Abul Khair, SH. M. Hum, selaku Ketua Jurusan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatersa Utara. 6. Ibu Nurmalawaty, SH. M. Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 7. Bapak Tambah Sembiring SH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan bimbingan penuh perhatian dan kesabaran. 8. Bapak M. Nuh, SH. M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai. 9. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
5
10. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. 11. Bapak Kombes Polisi Tryutoyo Kepala Personalia Polda Sumut dan Ibu AKP Julia Ningsih Kepala Urmintu Karopers Polda Sumut. 12. Bapak Kompol Joni Sebayang, Kabid Propam Polda Sumut dan Bapak AKP
A. Hutabarat Kepala Penegakan Hukum (Gakkum) Bidang
Propam Subbid Provos Polda Sumut. 13. Kedua orangtua Penulis Ayahanda tercinta (Alm) A. Silaban yang telah banyak mengajari dan memberi nasihat kepada Penulis selama masa hidupnya. Ibunda tersayang L.br Nababan, yang telah memberi segala rasa cinta dan sayangnya kepada Penulis sejak Penulis merasakan nafas kehidupan hingga sampai saat ini. Dengan tidak berkurang sedikit pun rasa sayang dan cinta kepada Penulis walaupun didalam keseharian Penulis banyak melakukan hal yang kurang mengenakkan hatinya. Terimakasih yang sedalam-dalamnya dari Penulis buat Mama. 14. Kepada ke-10 saudaraku (Abang, Kakak, serta Iparku), terimakasih buat cinta dan kasih sayang kalian. Spesial buat my sister Santi Silaban (Mak Gabriel) dan suaminya R. Tambunan. Terimakasih buat cinta dan sayang kalian yang tak bisa terbalaskan. Tuhan akan senantiasa memberkati setiap usaha kalian berlipat-lipat ganda. Amin. 15. Buat semua keponakanku tanpa terkecuali baik yang sudah berkeluarga, remaja, dan yang masih kecil, terimakasih buat semua dukungan dan doadoanya. Terkhusus buat Michael Gabriel Tambunan yang ganteng, lucu, Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
6
pintar, luar biasa, makasih sayang. Kamu menjadi motivasi dan senantiasa membuatku tersenyum disaat aku gundah. Jadilah anak yang pintar dan takut akan Tuhan. Tuhan Yesus senantiasa memberkatimu sayang. 16. Buat semua sahabat-sahabatku, Esterida (my best friend), Netty yang sudah lebih dulu jadi ibu, cepat kelar sarjananya ya bu….!? Joyo, Nelly Mekarwati sang perawat yang cantik, jangan salah suntik ya bu…!!Ribka, Spesial buat Bripda Arlimbu Asesi Manullang yang jauh disana, Thanks buat semua dukungan, doanya, dan selalu bersedia untuk sharing denganku. Jadilah Abdi Negara yang baik dalam membela kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan golongan. Tuhan senantiasa melindungi kalian. 17. Buat teman-teman seperjuanganku di Kampus Hijau R. Christian N. Pardede, Mala (yang sudah lebih dulu sarjana), Januari, Maeka, Hotma, Chris, Elkana, Budi (tulangku), Flora, sukses buat kalian semua, and all stambuk 2004. 18. Buat Brother Jhon, SH dan Sis Juita SH, Thanks buat kebersamaan kita selama ini di “Kelompok Kecil Nazaret”. Dan juga buat adek-adek kelompok : Evi Novian, Yuli. Thanks buat pengertian kalian selama ini serta tak terlupakan adek-adek stambuk 2006, Ika, Renata, Winda. Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari sempurna. Untuk itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga ilmu yang Penulis dapatkan selama belajar di Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
7
Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya. Dan juga ilmu yang Penulis tuangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Diakhir kata Penulis mengucapkan sekian dan terimakasih. Medan, April 2008 Penulis
Roslan Djita Christina Silaban
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
8
DAFTAR ISI Kata Pengantar…………………………………………………………………i Daftar Isi………………………………………………………………………..vi Abstraksi………………………………………………………………………...vii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang………………………………………………………….1 B. Perumusan Masalah…………………………………………………….10 C. Tujuan dan Manfaat Penulisan………………………………………….10 D. Keaslian Penulisan………………………………………………………12 E. Tinjauan Pustaka………………………………………………………...12 1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia………………………12 2. Sejarah Tentang Kesatuan Polri………………………………….15 2.1. Zaman Penjajahan Belanda………………………………… 15 2.2. Zaman Pendudukan Jepang…………………………………19 2.3. Sesudah Kemerdekaan 17 Agustus 1945……………………20 2.4. Periode dibawah Naungan UUD sementara RI……………..22 2.5. Periode setelah kembali ke UUD 1945, Era Orde Baru Sampai pada Tahun 1999……………………………………24 2.6. Era Reformasi dan Globalisasi……………………………....28 3. Fungsi dan Tugas Pokok Polri…………………………………...34 3.1. Fungsi………………………………………………………..34 3.2. Tugas………………………………………………………...36 4. Pengertian Tindak Pidana……………………………………….39 Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
9
F. Metode Penelitian…………………………………………………………48 G. Sistematika Penulisan…………………………………………………….50 BAB II PROSEDUR PERIZINAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API A. Pengertian Senjata Api……………………………………………………51 B. Jenis-jenis Senjata Api……………………………………………………52 C. Prosedur Perizinan kepemilikan dan penggunaan Senjata Api bagi Aparat Polri……………………………………………………………....62 BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI A. Kepemilikan Senjata Api…………………………………………………64 B. Penyalahgunaan Senjata Api……………………………………………...64 C. Faktor Internal…………………………………………………………….72 1. Faktor Psikologi ……………………………………………….. …….72 2. Faktor Emosional……………………………………………………...72 3. Faktor Kurang Profesional………………………………………….....75 4. Faktor Ekonomi / KesejahteraanPolri………………………………….77 5 .Faktor Jabatan / Pangkat………………………………………………77 6. Faktor Mutasi / Pemindahan yang bermasalah………………………..79 7. Faktor Seleksi / Rekruitmen…………………………………………...80 D. Faktor Eksternal…………………………………………………………..81 1. Lingkungan ……………………………………………………………81 2. Politik…………………………………………………………………..82 E. Upaya Memulihkan Citra Polri…………………………………………84
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
10
BAB IV PENGATURAN UNDANG-UNDANG DALAM HAL PENEAPAN SANKSI TERHADAP APARAT POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Pengaturan Undang-Undang dalam Penerapan Sanksi…………………..91 B. Kasus……………………………………………………………………..93 1. Kasus Posisi……………………………………………………...93 2. Dakwaan…………………………………………………………95 3. Tuntutan………………………………………………………….98 4. Putusan………………………………………………………….113 C. Analisa kasus……………………………………………………………118
BAB V KESIMPULAN DANSARAN A. KESIMPULAN…………………………………………………………121 B. B.SARAN……………………………………………………………….123 DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..124 LAMPIRAN.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
11
ABSTRAKSI Petugas Polisi adalah suatu kelompok pekerja yang unik. Mereka menjalankan peran fungsional dan simbolik yang penting dalam masyarakat. Secara fungsional polisi dituntut untuk melaksanakan tugas dengan sikap ethis, adil dan ramah, memberikan layanan dan menjaga ketertiban. Secara simbolis, petugas Kepolisian bukan hanya merupakan lambang sistem peradilan pidana yang paling jelas, namun mereka juga mewakili suatu sumber pembatasan yang sah dalam suatu masyarakat bebas. Kegitan polisi dalam suatu masyarakat demokrasi dan bebas merupakan bentuk tugas Polisi yang paling sulit. Dibanding dengan aparat penegak hukum lain seperti: jaksa, hakim, dan advokat, tampaknya penegak hukum yang disebut polisi ternyata lebih populer. Polisi sebagai penegak hukum jalanan, sedang jaksa, hakim dan advokat adalah penegak hukum gedongan. Disebut penegak hukum jalanan karena dalam melaksanakan tugasnya, polisi mau tidak mau harus berinteraksi langsung melakukan penyelidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga hampir tak ada jarak yang memisahkan. Dengan demikian, kerja polisi lebih cepat dirasakan masyarakat apakah baik atau jelek, sehingga lebih peka munculnya kritik. Kalau polisi bertindak kurang baik-kurang tanggap-kurang gesit sering menjadi buah bibir masyarakat yang bernada negatif. Jika dibandingkan dengan aparat penegak hukum lainnya. Polri tampaknya yang paling mudah dinilai, karena lembaga inilah yang menerjemahkan hukum di lapangan sehingga menjadi sorotan sekaligus menjadi gambaran akan keberadaannya. Dewasa ini seolah-olah menjadi tren dikalangan aparat Polri, kenapa tidak karena dari tahun ketahun tercatat meningkatnya penyalahgunaan senjata api oleh oknum Polri. Artinya Polisi begitu mudah menyalakkan senjatanya tanpa harus berpikir panjang apa akibat dari perbuatannya tersebut. Setelah berpisah dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) ternyata banyak persoalan yang harus dibenahi di tubuh korsp berseragam coklat tersebut (Polri).
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
12
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Pertumbuhan dan perkembangan
masyarakat
selalu
membawakan
pertumbuhan dan perkembangan dalam segala kebutuhannya, termasuk segala segi dan pengaturannya dalam kehidupan. Penemuan baru dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa pengaruh langsung terhadap pandangan hidup manusia, yang akhirnya dapat merubah cara hidup manusia. Perubahan-perubahan
ini
selalu
dengan
timbulnya
kepentingan-
kepentingan baru untuk kelangsungan hidupnya memerlukan perlindungan terhadap gangguan-gangguan yang mungkin datang dari sesama manusia . Perlindungan ini oleh negara diberi dalam bentuk pengeluaran segala peraturanperaturan hukum. Dihadapkan dengan perkembangan yang demikian pesat, hukumpun berkembang kearah diferensiasi dan spesialisasi. Bidang-bidang hukum tertentu melepaskan diri dari induknya dan berdiri sendiri sebagaimana halnya ilmu hukum itu sendiri lepas dari induknya yaitu filsafat. Demikianlah suatu masyarakat yang modren menghendaki hukum. Sementara itu timbul pula persoalan baru sebagai akibat dari difrensiasi dan spesialisasi, yaitu yang berupa penegakan hukum yang semakin bertambah sulit oleh karena memerlukan pula pemikiran tentang sistem kontrol yang sesuai dengan perkembangan tersebut. Persoalan penegakan hukum menjadi tidak akan Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
13
ada hentinya dibicarakan, apalagi kita selalu menyadari bahwa di dalam masyarakat selalu terdapat dua kekuatan, yaitu disatu pihak kekuatan yang mempersatukan dan dilain pihak kekuatan yang memecah akibatnya pertikaian akan selalu ada dan memungkinkan persoalan penegakan hukum atau masalah ”Rule Of Law” dan ”Law enforcement” akan merupakan persoalan yang selalu up date oleh karena memang diperlukan demi lansung lestari masyarakat dan un tuk mempertahankan ketertiban dalam masyarakat. Seperti di katakan oleh Rosco Pound bahwa: ”manusia, sebagai sejarah peradapan dewasa ini dan dahulupun hidup didalam kelompok-kelompok atau gabungan atau didalam hubungan yang menurut tabiatnya mengandung suatu” ketertiban dalam” (inner- order) yang jika tidak ada manusia tidak akan adapula. ”ketertiban dalam” hal ini dipelihara oleh semacam kontrol sosial 1 ” Di bagian lain dari bukunya, Rosco Pound memberikan pernyataan pula tentang bagaimana caranya ”ketertiban-dalam” itu di pertahankan, sebagai ternyata dalam kutipan dibawah ini: ”tetapi karena tiap-tiap kelompok dan perkumpulan ini mempunyai ”ketertiban dalam” sendiri yang dipelihara oleh beberapa bentuk kontrol sosial, maka masyarakat politik yang teraturpun mempunyai ”ketertibandalamnya”, yang dijaga pejabat dan badan-badanya. Demikianlah di dalam tiap masyarakat yang berorganisasi politik terdapat apa yang kita namakan ketertiban hukum suatu bentuk yang sangat khas dari kontrol sosial ” 2 Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukun (Rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Macstaat) maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum.
1
Momo Kelana, HukumKepolisian (edisi ketiga cetakan keempat), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, halaman 10 2 Ibid halaman 11. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
14
Adanya dukungan kewibawaan itu lebih terlihat urgensinya apabila kita hubungkan dengan pasal 27 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Segala
warga
negara
bersamaan
kedudukannya
didalam
hukum
dan
Pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya" 3. Dengan mengingat bahwa pejabat adalah orang-orang pribadi, dan hukum yang dapat diterapkan kepada mereka adalah hukum yang boleh diterapkan kepada tiap orang lainya. Jadi dengan adanya hukum yang mengatur secara khusus tentang tugas, organisasi, status dan wewenang dari badan-badan penegak hukum tadi maka tindakan-tindakan mereka didalam rangka wewenang hukum dapat dibenarkan, sedangkan tindakan yang diatur yang melampaui batas wewenang hukumnya atau memang
mereka tidak
mempunyai wewenang
hukum untuk bertindak
sewewenang-wenang dan tidak wajar, harus dipandang sebagai tindakan perseorangan secara pribadi. Negara Indonesia yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai tujuan yang jelas sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan undangundang dasar negara republik indonesia alinea ke IV (empat) yaitu: ”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindumgi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah
3
. Undasng-undang Dasar Negara Rrpublik Indonesia tahun 1945 Pasal 27 ayat 1.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
15
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedulatan rakyat dengan berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradap, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan, perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. 4 Dalam mewujudkan tujuan tersebut dibagi dalam bermacam-macam fungsi pemerintahan negara dimaksudkan agar ada pembagian tugas yang jelas antara lembaga yang satu dengan yang lainya, sehingga mudah untuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dari masing-masimg lembaga negara tersebut. Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan terhadap masyarakat di segala bidang. Termasuk tugas dan fungsi Kepolisian Republik Indonesaia terhadap masyarakat dalam biang keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dengan kemajuan masyarakat tersebut maka timbul perubahan tuntutan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan anggota mayarakat. Tuntutan perlindugan ditujukan kepada pemerintah dalam hal ini adalah lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karena Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 1 (satu) undang-
4
. Pembukaan UUD 1945 alinea ke IV.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
16
undang tersebut yang dimaksud dengan Kepolisian adalah segala hal ikwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangundangan. Yang menjadi sorotan tajam masyarakat Indonesia sekarang ini adalah berkisar pada persoalan tindakan-tindakan badan-badan pemerintah yang melampaui batas wewenang hukumnya. Sudah barang tentu termasuk di dalam sorotan terhadap tindakan-tindakan dari pada badan-badan penegak hukum terutama polisi. Fungsi dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dari masa ke masa menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan, mulai dari praktisi hukum maupun akademis bahkan masyarakat kebanyakan dan pada umumnya mereka berusaha memposisikan secara positif kedudukan, fungsi dan peran kepolisaian tersebut. Upaya pengupasan kepolisian itu dikarenakan adanya faktor-faktor dari berbagai pihak kepada Lembaga Kepolisian dan ditaruhnya harapan yang begitu besar, agar fungsinya sebagai aparat penegak hukum bisa berjalan sebagaimana mestinya. Juga tidak bisa berhenti sampai disitu, atensi itu termasuk juga merubah struktur Kepolisian secara kelembagaan, dimana organisasi kepolisian mulai dari bawah institusi sipil, ABRI/Militer, sampai dengan berdiri sendiri, merupakan sejarah yang unik 5. Polisi Republik Indonesia dalam tugas dan fungsinya terhadap masyarakat dalam bidang keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, memberikan perlindungan, penganyoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam praktek
5
. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia halaman 3.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
17
dilapangan belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat. Diusianya yang sudah dewasa, Polri seharusnya sudah menanggalkan citranya sebagai institusi konvensional. Watak-watak primitif institusi polisi yang identik dengan (orde baru) masih juga muncul. Profesionalisme kepolisian masih belum teruji dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum dan penjaga keamanan. Padahal pasca reformasi sektor keamanan-pertahanan, masyarakat sangat berharap institusi ini bisa mengambil peran penting dan straregis yang sesungguhnya. Sayangnya kinerja kepolisian belum memenuhi harapan masyarakat. Hal ini terlihat dalam berbagai bentuk persolan penting yang bisa mengidikasikan bahwa: 1. Mutu anggota Polri yang masih minim akibat proses seleksi dan pelatihan hanya sedikit perhatiannya pada norma Hak Aasasi Manusia. Pelatihan penggunaan senjata api terus diutamakan, mengabaikan pelatihan skil lain. 2. Kedua kultur "mileteristik" yaitu dengan mengedepankan metode kekerasan masih sulit diubah dalam kepolisian yang sudah menjadi institusi sipil. Kebutuhan publik akan fungsi kepolisian sangat berbeda dengan peran militer. Belum tampak perubahan yang nyata dari watak militeristik yang inheren sejak masa orde baru. Kekerasan dan praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia antara lain penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, dan lain-lain masih melekat pada institusi ini. Polisi menjadi contoh nyata dari paradoks penegakan hukum, dimana mereka sebagai penegak hukum tidak mengurangi kejahatan dan Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
18
kekerasan,
namun
justru
menambahkannya.
Suatu
kondisi
yang
menyedihkan, dimana aparat Kepolisian yang dikenal sebagai penegak hukum justru melanggarnya ketika mereka menegakkan hukum yang mereka yakini. 3. Ketiga minimnya kontrol eksternal terhadap institusui kepolisian. Untuk yang
terahir
ini
misalnya,
polisiu
mengedepankan
mekanisme
penyelesaian internal bila mendapati anggotanya melakukan suatu kejahatan. Pasca pemisahan kepolisian dengan TNI belum menjawab persoalan apakah polisi bisa dikontrol secara efektif. Sejauh in i menguatkan posisi kepolisian Republik Indonesia tidak diimbangi oleh akuntabilitasnya. Setidaknya dalam catatan tahun 2007 ada 25 kasus penyalahgunaan senjata api, hal ini mdiungkapkan oleh KaPolri disela-sela rapat kerja dengan komisi III digedung DPR Jakarta pada tanggal 09 Juli 2007 diantaranya 23 bintara, 1 orang perwira madya (pama), dan 1 orang perwira menengah (pamen). 6 Pemisahan TNI- Polri yang telah berlangsung pada usia muda reformasi, ternyata tidak ikut dengan kesiapan mental di dua institusi ini untuk saling menghargai dan menghormati posisi masing-masing. Perseteruan terbuka dalam konteks politik pada rencana legislasi Undang-Undang. Keamanan Nasional tidak jauh berbeda dari peristiwa yang terjadi dilapangan. Mudah meletus bentrokan TNI dan Polri menunjukkan bahwa kedua institusi ini seolah remaja yang tengah
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
19
berebut eksistensi diantaranya persaingan mereka diwilayah abu-abu. Hal ini dapat dilhat dari meningkatnya kasus bentrokan TNI dan Polri sepanjang periode juli 2006-juli 2007 sebanyak 12 kasus. Sebelumnya hanya tercatat 5 kasus. 7 Secara institusional, profesionalitas kepolisian dapat dilihat dan sangat ditentukan dari beberapa indikator seperti nilai dasar, sumber daya manusia, training, manajemen, konsep operasi, struktur, akuntablitas dan transparansi ditubuh institusi kepolisian. Nilai dasar yang ditanamkan mempengaruhi cara pandang dan karakter seorang polisi, termasuk mempengaruhi relasi dengan lingkungan dimana ia bertugas dan memberikan pelayanan. Training menentukan seberapa propesional seorang polisi dilihat dari pengetahuan dan keahlian yang di milikinya, dan sangat dipengaruhi efesiensi, efektivitas, dan sistem yang di berlakukan. Sumber daya manusia menentukan kualitas personal dari sisi kualitas intelejennsi dan kemampuan fisik ketika rekruitmen, pendidikan dan penempatan. Manajemen mempengaruhi tatatertib dan disiplin kerja serta pengawasan melekat di internal institusi. Konsep operasi merupakan gambaran seberapa serius seorang polisi bekerja sesuai dengan prosedur hukum dan meminimalisir efek destruktif dari operasi yang digelarnya, termasuk seberapa jauh operasi yang digelar memberikan respek terhadap Hak Aasi Manusia. Struktur yang terbuka menentukan kredibilitas institusi polisi yang bekerja di bawah kontrol institusi politik yang jelas dan diawasi dalam mekanisme check and balances oleh parlemen. Sementara
6
Hasil wawancara Kontras dengan KaPolri Jend. Pol. Sutanto dsela-sela rapat kerja dengan komisi III DPR di Jakarta, 09 Juli 2007. 7 .www. Google. Com Kontras senin, 09-07-2007. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
20
akuntabilitas terkait dengan ada tidaknya pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukan yang melanggar ketentuan hukum dan Hak Asasi Manusia, termasuk mekanisme complain publik. Dan transparansi terkait dengan anggaran dan program yang dirancang institusi Kepolisian. 8 Dalam konstek Indonesia, persoalan yang muncul justru karena minimnya persinggungan aparatb Kepolisian dengan sejumlah instrumen internasional, ditengah tidak memadainya instrumen internasional untuk memberikan dukungan terhadap perubahan watak dan kinerja Kepolisian yang lebih profesional. Kondisi ini bukan saja menunjukkan suatu karakter polisi yang tidak profesional sebagaimana polisi yang ada di negara-negara demokratis lainnya, namun juga menciderai citra polisi yang dalam konsep kepolisian modren adalah figur yang memiliki integritas moral, kemampuan kerja profesional, menjadi bagian dari sistem penegakan hukum yang bersifat sipil, serta bersama-sama masyarakat membangun ketertiban umum. Dewasa ini sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ditubuh instusi Kepolisian khususnya pelanggaran dalam bidang penyalahgunaan senjata api. Keadaan ini sangat disesalkan dimana bahwa penyalahgunaan senjata api dewasa ini, dilakuka n oleh aparat Polri itu sendiri yang seharusnya melindungi masyarakat. Hal ini membuktikan semakin buruknya citra Polisi di tengah -tengah masyarakat. Aparat Polri yang selama ini dikagumi oleh masyarakat kini tercoreng citranya ditengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan karena ulah atau
8
.www.google.com
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
21
perbuatan dari aparat Polri itu sendiri yang mencoreng nama baiknya sebagai kesatuan aparat yang berseragam coklat tersebut. Oleh karena itu penulis ingin mengkaji dan meneliti hal tersebut dengan mengankat topik: "Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri" dalam bentuk tulisan ilmiah. B. Perumusan Masalah Bertolak dari latar belakang yang telah dijelaskan tersebut diatas maka ditariklah beberapa hal yang menjadi permasalahan untuk dibahas lebih dalam, dalam penulisan skripsi ini. Adapun yang menjadi permasalahan adalah:
1. Bagaimana prosedur kepemilikan dan penggunaan senjata api bagi aparat Polri?
2. Apa yang menjadi faktor-faktor penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat Polri?
3. Bagaimana pengaturan undang-undang dalam hal penerapan sanksi terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana? C. Tujuan dan manfaat penulisan 1.Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian adalah untuk menguraikan dan membahas mengenai penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat Polri dan akibatnya bagi penegakan hukum, dengan membandingkan antara teori dan dengan pelaksanaannya dilapangan dalam merumuskan pola penanganan masalah penyalahgunaan senjata api.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
22
Dan yang menjadi tujuan dari penelitian, pembahasan serta penulisan skripsi ini adalah: a. Ingin mendapatkan pengetahuan bagaimana prosedur perijinan kepemilikan senjata api bagi aparat Polri. b. Ingin
mengetahui
apa
saja
yang
menjadi
faktor-faktor
penyalahgunaan senjata api bagi aparat Polri. c. Ingin mengetahui bagaimana pengaturan sanksi pidana bagi aparat Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api. 2. Manfaat Penelitian Penelitian yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermamfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. a. Manfaat Teoritis Dimaksudkan
hasil
penelitian
ini
dapat
bermamfaat
untuk
mengembangkan pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan Kepolisian dalam hal kepemilikan dan penggunaan senjata api, dan pengaturan sanksi pidana terhadap penyalahgunaa senjata api. b. Manfaat Praktis Secara praktis dimaksudkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor terjadinya penyalahgunaan senjata api tersebut, dan bagaimana pengaruhnya terhadap penegakan hukum di negara indonesia. Dengan adanya penulisan skripsi ini, juga diharapkan bermamfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan khususnya aparat Polri
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
23
sehingga dapat bermamfaat untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam tubuh kesatuan aparat Polri. D. Keaslian Penulisan Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil penelitian dan pemikiran peneliti sendiri. Topik permasalahan dalam skripsi ini sengaja dipilih dan ditulis, oleh karena sepengetahuan peneliti pokok bahasan ini merupakan hal baru dan sedang marak terjadi belakangan ini. Setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di FH USU, maka judul skripsi ini belum ada yang bmembuatnya, walaupun ada peneliti yakin sudut pembahasannya berbeda. Dimana isi skripsi ini peneliti ambil dari berbagai buku, media cetak, maupun media elektronik serta dari hasil riset yang langsung peneliti lakukan melalui pengumpulan data dan wawancara di Kepolisian Sumatera Utara (Polda Sumut) E. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia Untuk menyamakan persepsi tentang pengertian kepolisian republik indonesia, terlebih dahulu dikemukaakan pengertian polisi. Istilah polisi pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, "politea" yang berarti pemerintahan negara Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut dengan "polis", pada waktu itu pengertian polisi menyangkut segala urusan pemerintahan termasuk urusan agama atau dengan kata lain pengertian polisi adalah urusan pemerintahan. Pengertian polisi tersebut pada waktu urusan pemerintahan masih sederhana dan belum seperti sekarang ini.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
24
Dari istilah politea dan polis kemudian timbul istilah lapoli, police (Inggris), polzei (Jerman), dan polisi (Indonesia). Charles Reith dalam bukunnya yang berjudul The Blind Eye of History mengemukakan pengertian polisi dalam bahasa Inggris: ”Police Indonesia the English Language came to mean of planning for improving ordering communal existence” 9 yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau susunan kehidupan masyarakat. Pengertian ini berpanggkal tolak dari pemikiran, bahwa manusia adalah mahluk sosial, hidup berkelompok, membuat aturan-aturan` yang disepakati bersama. Ternyata diantara kelompok itu ada yang tidak mau mematuhi aturan bersam sehingga timbul masalah siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki dan menertibkan kembali anggota kelompok yang telah melanggar. Dari pemikiran ini kemudian timbul Polisi, baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki dan menugaskan tatasusunan kehidupan masyarakat tersebut. Pada abad ke-14 dan 15 oleh karena perkembangan zaman, urusan dan kegiatan keagamaan menjadi semakin banyak, sehingga perlu diselenggarakan secara khusus. Akhirnya urusan agama dikeluarkan dari usaha politea, maka dengan istilah politea atau polisi tinggal meliputi usaha dan urusan keduniaan saja. Dari arti kata polisi yang telah diketengahkan, kalau didalami lebih jauh, akan memberikan berbagai pengertian. Para cendikiawan dibidang Kepolisian sampai pada kesimpulan bahwa dalam kata polisi terdapat tiga pengertian yang
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
25
dalam penggunaan sehari-hari sering tercampur aduk dan melahirkan berbagai konotasi. Tiga arti kata polisi adalah ; (1). Polisi sebagai fungsi, (2). Polisi sebagai organ Kenegaraan dan, (3). Polisi sebagai pejabat atau petugas. Yang banyak disebut sehari-hari memang polisi dalam arti petugas atau pejabat. Karena merekalah yang sehari-hari berkiprah dan berhadapan langsung dengan masyarakat. Pada mulanya dulu polisi itu berarti orang yang kuat dan dapat menjaga keselamatan dan ketemtraman kelompoknya. Namun dalam bentuk polis atau negara kota, polisi sudah harus dibedakan dengan masyarakat biasa, agar rakyat jelas bahwa pada merekalahlah rakyat minta perlindungan, dapatb mengadukan keluhannya dan seterusnya dengan diberi atribut tertentu. Tersirat juga maksud bahwa dengan atribut-atribut khusus dapat segera terlihat bahwa polisi punya kewewnangan menegakkan aturan dan melindungi masyarakat. Pembedaan atribut dengan segala maknanya itu, berkembang terus, sehingga dikemudian hari melahirkan bayak variasi. Setiap negara memberikan atribut yang berbeda-beda sesuai dengan budaya dan estetika yang mereka kehendaki. Atribut itu secara phisik berbentuk seragam baju, kelengkapan dan tanda-tanda atau simbul-simbul yang merupakan tanda pengenal mereka. Beberapa negara bahkan memberikan atribut yang berbeda-beda bagi setiap daerah atau negara bagian. 10 Seiring perkembangan zaman dengan demikian pengertian polisi juga mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan. Waulaupun mengalami perkembangan mengenai polisi, namun ide dasar
9
Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Jakarta, 2005 Penerbit Prestasii Pustaka Publisher, hal 5. 10 . Jend. Pol. (Purn) Etika Kepolisian, hal 56. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
26
keberadaan
polisi
tidak
berubah
yaitu
urusan
mengenai
pemeliharaan
pemerintahan. Perkembangan pemerintahan sekarang yang semakin komplek, maka pengertuian kepolisian juga mengalami perkembangan. Pengertian kepolisian dirumuskan secara limitatib dalam pasal 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yaitu: "kepolisian adalah segala hal ikwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundangundangan". 11 2. Sejarah Tentang Kesatuan Polri Kepolisian Republik Indonesia sebelum mencapai bentuk seperti saat ini mempunyai sejarah yang panjang yang dimulai dengan: 2. 1. Zaman Penjajahan Belanda Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi dan hubungan tata cara kerja kepolisian pada zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda kepolisian tidak pernah di bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang berkantor ”Hoofd van de Dienst der Algemene Polifie” yang hanya bertugas di bidang administrasi/pembinaan, seperti kepegawaian, pendidikan terutama SPN (Sekolah Polisi Negeri) di Sukabumi, dan perlengkapan kepolisian. Struktur organisasi kepolisian pada umumnya tidak centralistis, tetapi lebih bersifat decentralistis menurut daerah keresidenan. Yang diatur secara sentral adalah penyelenggaraan administrasi mengenai personalia, perlengkapan dan
11
. Undang-undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
27
keuangan dari satuan polisi umum di Departemen Binneland Bestuur (dapat di samakan dengan Departemen Dalam Negeri saat ini) Wewenang operasional Kepolisian ada pada Residen yang di bantu oleh Asisten Residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada Procoreuer General (Jaksa Agung). Pada masa hidia belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian seperti Veld politie (polisi lapangan), stans politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestur politie (polisi pamong praja) dan lain-lain. Dalam suatu daerah keresidenan terdapat satuan polisi umum yang bertugas di kota-kota dan anggota-angaota polisi pamong praja (bestuur politie) yang bertugas di luar kota, seperti kecamatan, kewedanan, dan kantor kabupaten, yang anggota-anggotaanya dari agen-agen polisi dan mentri polisi umum di pinpin oleh Hokkomisaris Polisi berkebangsaan belanda dan polisi pamong praja di pinpin oleh Bupati/Kepala daerah kebangsaan pribumi. `polisi pamong praja ini mempunyai corak yang berbeda dengan polisi umum, karena waulaupun merewka berpakaian seragam dinas tetapi mereka tidak berpendidikan khusus kepolisian dan tidak terikat oleh disiplin kepolisian yang ketat. Mereka diangkat dan diberhentikan oleh bupati, jadi mereka ini lebih merupakan alat kekuasaan bupati danpamong pegawai praja daripada alat u ntuk memperhatikan dan keamanan umum. 12 Sejalan dengan administrasi negara bpada waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan Hood Agent (bintara) Inspektur van politie dan Commisaris van Politie. Untuk pribumuoi selama menjjadi agen polisi, Asisten
12
Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, hal 109.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
28
Wedana dan Wedana Polisi. Demikian pula dalam praktek peradilan pidana terdapat perbedaan Kandgrecht dan Raad van Justitie. Yang memegang pinpinan polisi preventif dan represif seluruh daerah Hindia Belanda adalah precenteor general (dapat di samakan dengan Jaksa Agung satr ini) dikota Batavia (Jakarta sekarang) yang dibantu oleh suatu dinas reserse umum, dimana intruksi-intruksi mengenai kepolisian disampaikan langsung kepada residen. 13 Sejak tahun 1941 satuan morachouse (satuan tentara yang melakukan tugas polisi umum) diganti oleh satuan voldpolite (polisi lapangan), karena polisi ternyata hanya dapat mengamankan kota-kota saja, tetapi mereka tidak cakap membrantas kejahatan yang terjadi di desa-desa. Mengenai wewenang, hak dan tugas polisi ini di camtumkan secara terperinci di dalam HIR (Herziene Indiesh Reglement). Mengenai susunan pangkat polisi umum diatur dengan tambahan lembaran negara No. 11737 dan No. 14046 sebagai berikut: 14 1. Hokomisaris Polisi 2. K omisaris Polisi ke-1 3. Wedana Polisi 4. Komisaris Polisi ke-2 5. Hopinspektur Polisi 6. Asisten Wedana Polisi 7. Inspektur Polisi kelas-1
13 14
Loc id hal 15. M. Karya, Hukum Kepolisian, hal 43.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
29
8. Inspektur Polisi kelas-2 9. Menteri Polisi kelas-1 10. Menteri-Polisi 11. Hopagen kelas-1/Hopreserse kelas-1 12. Hopagen kelas-2/Hopreserse kelas-2 13. Hopposis Komandan 14. Poshis Komandan kelas-1/Reserse kelas-1 15. Poshis Komandan kelas-2/Reserse kelas-2 16. Agen Polisi ke-1/Murid Reserse 17. Agen Polisi kelas-2 2. 1. Zaman Pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), pemerintah kepolisian Jepang membagi Indonesia kedalam lingkungan kekuasaan yaitu: 1. Jawa dan Madura yang berkedudukan di Jakarta 2. Sumatera yang berkedudukan di Bukit Tinggi 3. Indonesia bagian Timur yang berkedudukan di Makasar 4. Kalimantan yang berkedudukan di Makasar 15 Dalam masa ini banyak anggota Kepolisian bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi banggsa Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian di Jakarta di namakan Keisatsu Bu dan kepalanya keisatsu Elucho.
15
. Wearsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia, hal 78.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
30
Tiap-tiap kantor polisi didaerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut Sidookaan yang dalam praktek lebih berkuasa dari kepala polisi. Beda dengan zaman Hindia Belanda yang menganut HIR, pada akhir masa pendudukan Jepang yang berwenang menyidik hanya polisi dan polisi juga meminpin organisasi yang disebut Keibodan (semacam Hancip) Selama pendudukan Jepang struktur organisasi kepolisian pada umumnya tidak berubah, tetapi terjadi beberapa perubahan yang bersifat prinsipil, diantaranya: 1. Kepolisian di Sumatera, Jawa dan Madura dipimpin oleh Cian Bucho (Kepala Bagian keamanan, yang berkedudukan di kantor Gonseikan di Jakarta) secara hierarki dia membawahi Sychia Bucho (Kepala kepolisian keresidenan) 2. Urusan kepolisian di kejaksaan disatukan dalam suatu tangan yaitu ditangan Syuchion Bucho tersebut 3. Polisi pamong praja tidak lagi diberi wewenang kepolisian maka tidak diberi wewenang untuk menangkap dan menyidik orang secara formil masih ada 4. Untuk memperkuat kepolisian dibentuk kesatuan tenaga yang disebut pasukan keamanan (keibodan) semacam hancip diseluruh Jawa dan Madura pimpinan atas organisasi ini dipegang oleh kepolisian
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
31
5. Dalam tubuh organisasi kepolisian dibentuk satuan baru yaitu pusaka Tokobetsu Keisatsu Toi (polisi istimewa) nyang merupakan pusaka tempur untuk membantu danmemperkuat satuan polisi umum. 16 2. 3. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 Setelah proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan perundangundangan Hindia Belanda, termasuk mengenai mengenai kepolisian, seperti tercamtum dalam peraturan peralihan UUD1945. Kekuatan aksi rakyat tersebut terletak pada adanya backing senjata api dari polisi sebagai satu-satunya yang diperbolehkan oleh Jepang untuk memegang senpi. Tindakan itu memberi pengaruh yang besar pada waktu akan membentuk kepolisian Republik Indonesia, satuan polisi tersebut tidak dibubarkan, tetapi dikkukhkan menjadi polisi Republik Indonesia. Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945 Kepolisian Republik Indonesia ditetapkan masih dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dengan sebutan Jawatan Kepolisian Negara. Kepala kepolisian Negara untuk pertama kali dipertanyakan kepada Raden Said Soekanto Tjokknodiatonodjo.17 Tujuan tugas kepolisian Republik Indonesia terkndung dalam sumber rencana polisi negara berupa lukisan:
16 17
. D.P.M Sitompul, dan Edwardsyah, Hukum Kepolisian di Indonesia. . Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, hal . 103
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
32
1. Nama lambang ; rastra kotama, poplisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa. Seorang abdi akan melakukan kesalahan besar kalau bersikap sebagai penguasa. 2. Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara. 3. Tiang dan nyala obor ; penegasan bahwa tugas polisi disamping sebagai penerang dan sesuluh bagi masyrakyat, juga bermakna penyadaran hati Nurani rakyat agar selalu sadar akan pentingnya KamTibmas yang mantap. 4. Pancana obor ; 17 sudu belapis 4 dan 5, bermakna Polri berperan langsung pada proses kemerdekaandan sekaligus pernyataan bahwa Polri terlepas dari perjuangan Bangsa Indonesia. 5. Tangkai padi dan kapas adalah gambaran dan cita-cita bangsa yang adil dimana Polri harus ikut berupaya mewujudkannya. 6. Tiga bintang diatas merupakan lambang dari Tribrata, pedoman hidup seorang polisi dan Polri keseluruhan. 7. Warna kuning emas ; lambang kebesaran jiwa dan keagungan hati segenap prajurit Polri. 8. Warna hitam ; sebagai dasar dan latar belakang, bermakna lambang keadilan pengabdian dan sikap tenang dan mantap yang bermakna pula harapan agar Polri selalu tidak goyah pada situasi dan kondisi apapun, tenang, memiliki integritas yang tingi dan prima, agar dapat selalu berpikir jernih, bersih dan selalu tepat dalam mengambil keputusan. 18
18
. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Hal. 108.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
33
Pimpinan negara memangdang perlu menarik Polri dari kementerian dalam negeri, maka dengan Penetapan Pemerintah No. II/SD/1946 tanggal 25 Juni yang menetapkan bahwa sejak 1 Juni 1946 Jabatan Kepolisia Negara langsung di bawah Perdana Menteri. Hal ini menurut Perdan Menteri Sutan Syahrin adalah untuk memudahkan penyusunan kembali tugas organisasi-organisai Polri sesuai dengan azas-azas baru kepolisian Negara merdeka yang demokratis. Penetapan ini merupakan momen bersejarah bagi Polri dan di peringati setiap tahun sebagai hari Bhayangkara. 2. 4. Periode Di bawah Naungan UUD Sementara Republik Indonesia Pada waktu negara kesatuan Republi Indonesia (1950) secara resmi berdiri ada dua masalah yang di hadapi oleh Kepolisia Republik Indonesia, yakni soal status dan soal struktur. Mengenai status tidak ditemukan kesulitan, dengan adanya pasal peralihhan dari UUDS yang memberi legalisasi untuk kembali ke status Penetapan Pemerintah No. II/SD/1946. Lain halnya dengan masalah struktur karena adanya perubahan dari Negara Federasi yang mempunyai status yang berbeda-beda menjadi Negara Kesatuan yang mempunyai Kepolisian secara Nasional, tetapi karena sebelumnya terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950 Kepolisian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berintikan Kepolisia Republik Indonesia telah meleburkan diri dengan Negara-negara bagian yang menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia (Proklamasi) dan juga karena sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950 anggota Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia telah terikat dalam suatu badan yang disebut persatuan pegawai Polisi Republik Indonesia, maka pembentukan Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
34
kepolisian Nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak menemui kesulitan. Pada tanggal 1 Juli 1955 Kepolisian Negara meresmikan Tribrata sebagai pedoman hidupnya yang berisikan sebagai:
19
Kami Polisi Indonesia: 1. Berbakti kepaa Nusa dan Bangsa dengan penuh ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. 2. Menjujung tingi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasiladan UUD 1945. 3. Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan penuh keiklasan untuk mewujudkan keamanandan ketertiban. 2. 5. Periode Setelah Kembali ke UUD 1945, Era Orde Baru Sampai Tahun 1999 Sejarah panjang kepolisian banyak diwarnai dengan kisah legendris pembrantasan kejahatan, karena pada abad pertengahan upaya-upaya agar polisi dalam menegakkan hukum harus manusiwai, menggerakkan revolusi dan pemerintahan sebagai bagian dari perrjuangan menegakkan Hak Asasi Manusia. Keinginan Kepolisian untuk mempunyai Menteri dan Departemen terkabul dengan keluarnya surat keputusan Presiden tertanggal 13 Juli 1959 No. 159 yang mengankat R.S Sekanto Tjokra diat Madjo (Kepala Kepolisian Negara) menjadi Perdana Menteri, tetapi pada kementerian keamanan Nasional yang didalamnya juga termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.
19
. Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisia di Indonesia, Hal. 62.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
35
Pada tanggal 30 Juni 1961 lahirlah Undang-undang pokok Kepolisian Negara yang antara lain berisi: 1. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara Penegak Hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam Negeri perincian tugas tersebut adalah: a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum. b. Mencegah
dan
membrantas
menjalarnya
penyakit-penyakit
masyarakat. c. Memelihara keselamatan Negara terhadap gangguan dari dalam. d. Memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk memberi perlindungsan dan pertolongan. e. Mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara. 2. Melaksanakan tugas-tugas khsus lain yang di beri kepadanya oleh satuan peraturan negara. 3. Kepolisian negara masuk ke dalam unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan sebutan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) dan ikut pula dalam pertahanan negara. 20 Dalam perjuangan orde baru untuk kembali kepada pelaksanaan undangundang dasar 1945 secara mirni an konsekuen maka pada tanggal 1 Juni 1969 dikeluarkan
Keputusan
Presuden
No.
52/1969
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Indonesia dalamrangka
20
. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001, Hal. 104.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
36
normalisasi dan fungsionalisasi semua aparatur dan pemerintah dan angkatanangkatan unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia. Pada dasarnya keputusan Presiden tersebut menegaskan kedudukan organik dan tanggungjawab Kepolisian Republik Indnesia yang sederajat dengan Angkatan-Angkatan Darat, Laut, Udara sebagai unsur Angkatan bersenjata dalam departemen Hankam. Usaha-usaha kearah peningkatan pelaksanaan tugas terus dilaksanakan dengan dikeluarkannaya Keputusan Presisen No. 80 tahun 1969, tentang ABRI sebagai bagian organik departemen hankam bserta tugas dan tanggung jawabnya yang diikuti dengan Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep./A/385/VIII/1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur Kepolisian Republik Indonesia. Dengan Surat Keputusan Menhamkam / Pangab tanggal 6 Juni 1972 No. SKP/B/436/VI/1972 di tetapkan bahwa tanda pangkat dan nama-nama kepangkatan bagi ke empat Angkatan Darat, Laut, Udara. Dan Kepolisian di samakan, sehingga nomor nama-nama kepanggkatan Polri menjadi: 21 1. Jendral Polisi (Perwira Tinggi) 2. Letnan Jendral Polisi 3. Mayor Jendral Polisi 4. Brigadir Jendral Polisi 5. Kolonel Polisi (Perwira Menengah) 6. Letnan Kolonel Polisi
21
. M. Karya. Ibid, Hal.50.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
37
7. Mayor Polisi 8. Kapten Polisi (Perwira Menengah) 9. Letnan Satu Polisi 10. Letnan Dua Polisi 11. Pembantu Letnan Satu (Bintara Tinggi) 12. Pembantu Letnan Dua 13. Sersan Kepala 14. Sersan Mayor 15. Sersan Satu 16. Sersan Dua 17. Kopral Kepala 18. Kopral Satu 19. Kopral Dua 20. Prajurit Kepala 21. Prajurit Satu 22. Prajurit Dua 22 Analisa tentang kelemahan Polri sebenarnya sudah lama dilakukan bahkan sejak dua dekade yang silam. Sebagaimana Presiden Soeharto dalam RAPIM ABRI 1979 menyatakan bahwa: Bahwa perlu dikaji secara mendalam tentang menurunnya citra Polri dan wibawa Polri selaku pelindung dan pengayom masyrakat terutam dalam dua hal yang sangat dominan. Yaitu menurunnya kemampuan teknis khas Kepolisian dalam pelayanan masyarakat. 23
22 23
Skripsi, Morgong Situmorang, Fakultas Hukum USU 2005, Hal 15. Anton Tabah, Membangun Polri Yang Kuat, Hal. 31.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
38
Kelemahan profesional berarti kelemahan sangat prinsipil bagi sebuah lembaga (institusi Polri). Bicara profesional ada batasan menarik dari pakar kepolisian AS. Donald C. Whitlam, yang membagi kriteria profesi sebagai berikut: 24 1. Menggunakan teori ilmu pengetahuan untuk pekerjaannya. 2. Keahlian yang didasarkan pada pelatihan dan pendidikan berjangka panjang. 3. Pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya. 4. Memiliki otonomi dan cara mengontrol peilaku anggota profesi. 5. Mengembangkan kelompok asosiasi seperti The International Chief Of Police Association yang cukup terkenal. 6. Memiliki kode etik sebagai pedoman melakukan profesinya. 7. Memilih profesinya sebagai pengabdian bedasrkan panggilan jiwanya. 8. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya. 2. 6. Periode Reformasi dan Globalisasi Reformasi menuntut intropeksi dan evaluasi yang objektif serta jujur alam keadaan dewasa ini diakibatkan oleh perkembangan masa lampau. Artinya reformasi tidak hanya sebagai koreksi total dari penyimpangan pemerintahan Orde Baru, tetapi juga harus merupakan langkah strategis guna menghadapi era globalisasi dengan segala permasalahannya. Kemandirian Polri di awali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah di pandang dan di sikapi
24
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
39
secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai Abdi Negara yang Profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan Nasional kearah masyarakat yang demokratis, aman, tertib, adil, dansejahtera. Kemandirian Polri di maksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangka ketatanegaraan dan pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah. Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri di kelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengembang fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam. 25 Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahanperubahan melalui tiga aspek yaitu: 1.
Apek Struktural: mencakup perubahan kelembagaan kepolisian dalam ketatanegaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.
2. Aspek Instrumental: mencakup filosopi (visi, misi dan tujuan, doktrin keuangan, kompensasai, kemampauan fungsu danb iptek. 3. Aspek Kultural: adalah muara dari perubahan aspek struktural dan istrumental, karena semua harus trewujud dalam bentuk kwalitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan
25
. Internet, www Mabes Polri. Com.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
40
manajerial, sistem reukruitmen, pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional. Berkenaan dengan uraian tugas tersebut , maka Polri akan terus melakukan perubahan dan penataaan baik di bidang pembinaaan maupun operasional serta pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya reformasi. Visi dan Misi (Skep/1067/VI/2001. 01- Juni 2001) Adapun Visi Polri adalah: Terwujudnya Polri yang mampu menjadi pelindung,pengayom, dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersamasama masyarakat, sebagai penegak hukum yang profesional dan proporsional yang selalu menjungjung supremasi hukum san hak azasi manusia, pemeliharaan keamanan dan ketdertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera. Misi Polri Berdasarkan uraian visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabatan misi Polri kedepan adalah sebagai berikut: 1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek securiti, surety, safety, dan peace). 2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya represifdan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (law abiding citizenship). 3. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
41
4. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. 5. Mengelola sumber daya manusia Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja sama mencapai kesejahteraan masyarakat. 6. Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam(internal Polri) sebagai upaya menyamakan visi dan misi Polri ke depan. 7. Memelihara solidaritas institusi Polri dan sebagai pengaruh eskternal yang sangat merugikan organisasi. 8. Melanjutkan operasi pemulihan keamaanan dibeberapa wilayah konflik guna menjamin keutuhan Negara Republik Indonesia 9. Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbhineka tunggal ika. Sasaran: a. Bidang Kamtibmas 1. Tercapainya situasi kamtibmas yang kondusif bagi penyelenggaraan pembangunan Nasional. 2. Terciptanya proses penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan bebas KKN dan menjunjung tinggi hak azasi manusia.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
42
3. Terwujudnya aparat penegak hukum yang
memiliki integritas dan
kemampuan profsoinal yang tinggi serta mampu bertiundak tegas dan adil dan berwibawa. 4. Kesadaran hukum dan kepatutan hukum masyarakat yang meningkat yang terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap Bintamtibmas yang semakin tinggi. 5. Kinerja Polri yang lebih profesional dengan menjunjung tinggi nilaiu-nilai sehingga disegani dan mendapat dukungan kuat dari masyarakat untuk mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib. b. Bidang Keamanan Dalam Negeri 1. Tercapainya kerukunan antar umat beragama dalam kerangka interaksi sosial yang intensif serta tumbuhnya kesadaran berbangsa guna menjamin keutuhan bangsa yang berbhineka tuinggal ika. 2. Tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia yang Berdasrkan Pancasila dan UUD 1945. Periode 1 April 1999 (Reformasi) berdasarkan surat keputusan Kapolri No. Pol.:
SKEP/1259/X/2000
Tertanggal 3
Oktober
2000
nama-nama
kepangkatan Polri menjadi: 1. Bhangkara Dua (Bhrada) Tantama 2. Bhangkara Satu (Bharatu) 3. Bhangkara Kepala (Bharata) 4. Arjun Brigadir Polisi Dua (Abribda) 5. Arjun Brigadir Polisi Satu (Abribtu) Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
43
6. Arjun Brigadir Polisi Kepala (Abribka) 7. Brigadir Polisi Dua (Bripda) Bintara 8. Brigadir Polisi Satu 9. Brigadir Polisi (Brigadir) 10. Brigadir Polisi Kepala (Bripka) 11. Arjun Inspektur Polisi Dua (Aipda) Bintara Tinggi 12. Arjun Inspektur Polisi Satu (Aiptu) 13. Inspektur Polisi Dua (Ipda) 14. Inspektur Polisi Satu (Iptu) 15. Arjun Komisaris Polisi (AKP) 16. Komisaris Polisi (Kompol) Perwira Menengah 17. Arjun Komisaris Polisi (AKBP) 18. Komisaris Besar Polisi (Kombes) 19. Brigadir Jenderal Polisi (Brigjempol) Pewira Tinggi 20. Inspektur Jendral Polisi (Irjenpol) 21. Komisaris Jendral Polisi (Komjempol) 22. Jendral Polisi 26 Perkembangan global reformasi Polri seharusnya sudah dimulai sejak globalisasi (era kesejagatan) bergulir Indonesia awal 1980-an. Tapi benar kata filosof Masyur Shakesphere, pembanguna hukum disuatu Negara sering lamban, apabila tidak didukung political yang baik. Pernyataan Shakesphere memang
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
44
sudah ribuaan tahun silam, tetapi aktualisasinya relevan untuk dijadikan bahan analisis permasalahan dimasa kini. Dimasa sekarang di abad universialisasi, tindakan polisi dalam menegakkan hukum itu, telah dipagari dengan ketat oleh asas-asas Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam KUHP, dari mulai tindakan penyelidikan, penggerrebekan, penangkapan, peyidikan, ivestigasi sampai pada peradilannya. Seketat itupun, masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Polisi. Untuk itulah polisi memang harus meningkatkan profesionalismenya, agar dengan praktek kejahatan dapat beradu kepiwaian bukan semata-mata menyalahgunakan kekuasaan. Dengan tingginya Ilmu dengan Teknologi Kepolisian saat ini rasanya proses memberdayakan petugas-petugas Polri dibidang tugas represif ini optimis untuk dapat diwujudkan manakala terdapat niat dan tekat kuat untuk mewujudkannya. 27 3. Fungsi dan Tugas Pokok Polri 3.1. Fungsi Kepolisia Negara Republik Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan salah satu tugas fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penertiban hukum, perlindugan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Memperhatikan fungsi Kepolisian tersebut diatas jelas bahwa tugas Kepolisian tersebut hanya sampai pada keamanan dan ketertiban masyarakat
26
Hasil Wawancara dengan Bapak AKP A. Hutabarat. Bid Propam Subbid Provos bidang Gakkum, Polda Sumut. Jumat, 29 Pebruari 2008 Pukul 10.00 Wib. 27 Jend Pol (Purn) Kunarto MBA, Perilaku Organisasi Polri, Hal. 110-111. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
45
dalam arti seluas-luasnya. Kepolisian mempunyai dua fungsi utama, menurut C.H Niew huis untuk melaksanakan tugas pokok itu polisi mempunyai dua fungsi utama yaitu:
28
1. Fungsi Preventif untuk pencegahan, yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi Negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan pada hakikatnya dapat mengamcam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum. 2. Fungsi Represif atau pengendalian, yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana dan menangkap pelaku-pelakunya dan kepada penyidik(yustisi) untuk penghukuman. Sehubungan dengan kedua fungsi tersebut, maka dalam organisasi Kepolisian dibagi dua macam Kepolisian dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing yaitu: a. Polisi Administratif Polisi keamanan yang disebut juga dengan ”Service Publik ”, Polisi tertib, Polisi berseragam. Tugas Polisi ini pada umumnya memberikan pelayanan umum, bantuan atau penolongan kepada masyarakat, menegakkan hukum yang bersifat mengatur baik dari pusat maupun daerah dan menjaga ketertibaan. Mengingat tugasnya yang sangat luas maka tindakannya tidak selalu berdasar wetdelijk, tetapi cukup dengan rectdelijk. Sedangkan orientasinya adalah pelayanan dan
28
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
46
kesetaraan, oleh karena itu pengawasannya ada pada pejabat-pejabat pemerintah baik dari pusat maupun daerah. b. Polisi Peradilan atau Reserse Tugas
umumnya
menegakkan
hukum
pidana,
mencari
pelaku,
mengumpulkan bukti-bukti dan nantinya diproses di pengadilan. Oleh karena tugasnya itu, polisi ini disebut ”La Politice Judiciaire”. Mengingat tugasnya bersifat
represif
yang
dilakukan
secara
rahasia
dengan
menggunakan
teknik-teknik reserse seperti pengamatan, observasi maka polisi ini disebut polisi yang tidak beruniform. Karena dalam tugasnya selalu menggunakan pakaian preman, di Indonesia Polisi ini disebut Reserse (reserse kriminal, reserse narkotika). Polisi peradilan berbeda tugasnya dengan polisi administratif. Polisi yudicial ini tindakannya selalu berdasarkan undang-undang (ketentuan-ketentuan hukum pidan dan kitab undang-undang hukum acara pidana). Polisi ini tugasnya ditujukan untuk menegakkan hukum pidana. Namun demikian Polisi mempunyai satu tujuan yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Dimaksud dengan keamanan dan ketertiban masyarakat telah diatur secara jelas dalam pasal 1 angka 5 UU No. 2 Tahun 2002 adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu syarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional yang ditandai oleh terjaganya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuam membina dan mengembankangkan poensi dan kekuatan masyarakat dalam menyangkal, mencegah dan menanggulangi segala Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
47
bentuk pelanngaran hukum dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. 3.2. Tugas Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Agar supaya fungsi Kepolisian itu dapat terwujud maka polisi harus dilengkapi dengan tugas dan wewenang. Dalam pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 diatur mengenai tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun tugas Kepolisia adalah:
29
a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat Tugas Kepolisian tersebut dapat dikatakan berjalan apabila fungsi kepolisian terwujud, namun tugas pokok Kepolisian Negara tersebut diberikan kewenangan. Dalam pasal 15 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian mengatur mengenai Kepolisian yaitu: 1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang: a. meminta laporan dan atau pengaduan; b. membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang dapat mengganngu ketertiban umum; c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengamcam persatuan dan kesatuan banggsa; 29
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisia Negara Republik Indonesia.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
48
2. a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. 3.
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administatif kepolisian; f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan; g. melakukan tindakan pertama ditempat kejadian; h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. mencari keterangan dan barang bukti; j. menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional; k. mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat; l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instasi lain, serta kegiatan masyarakat; m. menerima dan menyipan barang teman untuk sementara waktu; Kepolisian Negara Republik I ndonesia sesuwai dengan pasal 15 ayat (2) mempunyaimwewenang: memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya; melaksanakan registrasi dan identifikasai kendraan bermotor; mmberikan surat izin mengemudi bermotor; memberikan pemberitahuan tentang kegiatan politik; memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, an senjata tajam; memberikan izin operasional dan dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha dibidang jasa pengamanan; memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisia khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian; melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan membrantas kejahatan internasional; melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dan koordinasi instansi terkait; mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian Internasional; melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam ruang lingkup tugas kepolisian; Tata cara pelaksanaan sebagaimana dimakasud dalam ayat (2) huruf a dan b diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah. Dalam rangka menyelenggarakan tugas kepolisian Negara di bidang
penegakan hukum pidana mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 16 yaitu:
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
49
1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk: a. melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan; b. melarang setiap orang meninggalakan dan memasuki tempat kejadian perkara untuk kerpentigan penyidikan; c. membantu dan menghadapkan orang kepada penyidik dalamrangka penyidikan; d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri; e. melakukan pemeriksaan dan penyitan surat; f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka maupun saksi; g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara; h. mengadakan penghentian penyidikan; i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum; j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidan; k. memberikan petunjuk dan bantuan kepada penyidikm pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan; l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. 2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf i adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dimaksud jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum; a. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan; b. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatan; c. pertimbangan yang layak berdasarkan keadan yang memaksa dan; d. menghormati hak asasi manusia. Dalam melaksanakan kewenangan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan kewenangannya. 4. Pengertian Tindak Pidana Diatas telah diutarakan bahwa salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menegakkan hukum. Karena secara jelas disebutkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
50
pada sistem pemerintahan negara angka 1 adalah ”Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechts Staat)”. Hal ini mengandung maksud bahwa segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum, begitu juga bagi kehidupan masyarakat tidak terlepas dari aturan hukum (Rule of Law). Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Negara berarti menangani tindak pidana mulai dari tingkat penyelidikan sampai pada penyidikan selesai, baik yang dilakukan anggota masyarakat maupun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena hukum pidana sasarannya adalah pada perbuatan yang dapat dipidanakan. Mengenai istilah perbuatan yang dapat dipidana atau ”tindak pidana” dengan seiring berjalannya waktu, dimulai dari awal kemerdekaan sanpai sekarang mengalami beberapa perubahan,misalnya:
30
a. Peristiwa pidana (UUD1950 pasal 14 ayat 1) b. Perbuatan pidana (Undang-Undang No. 1 Tahun 1951, Undang-Undang mengenai tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kesatuan daerah pengadilan sipil, pasal 5 ayat 3b) c. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum (UUD No. 2 Tahun1951 tentang: ”perbuatan ordonantie trjdelijke by zendere straf bepalingen” S. 1988-17 dan Undang-Undang Republik Indonesia (dahulu) No. 8 Tahun 1948 pasal 3)
30
Sudarto, 1990, Hukum Pidana 1Yayaan Sudarto, Hal. 38.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
51
d. Hal yang dapat diamcanm dengan hukuman, dan perbuatan yang dapat dikenakan dengan hukuman (Undang –Undang Darurat No. 16 Tahun 1951 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan pasal 19,21,22) e. Tindak pidana (undang-undang darurat No. 7 tahun 1955 tentang pengusutan dan penyidikan tindak pidana ekonomi, pasal 1) Memperhatikan istilah-istilah tindak pidana yang dikemukakan diatas ada kecenderungan pembentukan undang-undang sekarang sudah relatif akan tetapi dalam menggunakan istilah ”tindak pidana” sampai sekarang para sarjana hukum pidana masih banyak menggunakan istilah yang berbeda-beda, namun hal itu tidak menjadi masalah karena yang terpenting adalah mengetahui maksudnya. Dalam penulisan ini disamakan istilah ”tindak pidana” Tindak pidana merupakan hal yang mendasar dalam hukum pidana. Dalam kehidupan sehari-hari istilah tindak pidana sudah sering dibicarakan. Bahkan tidak hanya dibicarakan, tetapi sering sekali menjadi perbuatan yang kerap sekali menjadi perbuatan yang tercipta didalam masyarakat baik secara individu maupun berkelompok tentunya. Yang dalam bahasa Belanda disebut Het Strafbaar feit. Untuk defenisi tersebut, Muliatno guru besar UGM, menganggap lebih tepat dipergunakan istilah perbuatan pidana (dalam pidatonya yang berjudul: perbuatan pidana dan pertanggungjawaban hukum perdata, 1955). Beliau berpendapat bahwa perbuatan itu adalah keadaan yang dibuat oleh seseorang atas barang sesuatu yang dilakukan. Selanjutnya dikatakan: ”(perbuatan) ini menunjukkan baik pada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat jadi mempunyai makna yang abstrak” . Kemudian E.Utrech menggunakan istilah Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
52
peristiwa pidana, ada juga penulis menggunakan istilah delik. Menurut Muiatno memisahkan antara pengertian pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Pendapat ini masuk kedalam pandangan yang realitas mengenai perbuatan pidana, pandangan ini adalah penyimpangan dari pandangan yang monistis yang dianggap kuno. Pandangan monistis ini melihat keseluruhan syarat untuk adnya pidana itu kesemuanya merupakan sipat dari perbuatan. Dibawah ini akan diberikan pendapat dari ahli hukum pidana mengenai rumusan tindak pidana antara lain: a. D. Simon D. Simon: Strafbaar feit adalah: ”een staffbaar gestellde, onrechtmatige met schuld verband staande handeling van een toere keningsvatbaar person31. Jadi unsur-unsur strafbaarfeit adalah: 1. perbuatan manusia positif atau negatif : berbuat atau tidak berbuat atau mebiarkan 2. diamcam dengan pidana (straafbaargesteld) 3. melawan hukum (onrecmatig) 4. dilakukan dengan kesalahan (wet schuld in verband stund) 5. oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvaat baar person) D. Simon menyebut adanya unsur objektif dan unsur subjekif dari straafbaarfeit. Yang disebut dengan unsur objektif adalah: perbuatan orang, akibat yang timbul dari perbuatan itu, mungkin ada perbuatan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat ”openbaar atau dimuka umum”. b. Van hamel
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
53
Van hamel 32 merumuskan strafbaar feit itu sama dengan yang dirumuskan oleh simon, hanya ditambahkan dengan kalimat ”tindakan ,manusia bersifat dapat dipidana”. c. Vos Vos 33 merumuskan: strafbaar feit adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diamcam dengan pidana. d. Pompe Pompe 34 merumuskan: strafbaar feit adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap manusia pelaku mempunyai kesalahan yang mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan mejamin kesejahteraan umum. Kalau dilihat rumusan-runmusan para sarjana tersebut tentunya ada perbedaan satu sama lain, waulaupun pada intinya mereka memberikan suatu rumusan yang menyatakan perbuatan ang melawan hukum. Istilah-istilah tersebut tentunya sudah digunakan dalam perundang-undangan Indonesia. Diantara sarjana Indonesia tentunya ada yang memberikan pendapat mengapa memilih istilah tersebut sebagai terjemahan dari strafbaar dan feit yang kemudian diterjemahkan. Beberapa pendapat sarjana itu antara lain: 1. Pendapat Moeljatno dan Ruslan Saleh Prof . Moeljatno 35: memakai istilah ”perbuatan pidana” dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut: a. Hukum, maka di hukum berarti: berech, diadili, yang sama sekali tidak mesti berhubungan
dengan
straf,
pidana
karena
perbuatan-perbuatan
31
Sudarto, 1990 Hukum Pidana 1 Yayasan Sudarto, Semarang. Hal. 38. Van hamel (dalam buku karangan: E.Y. kanter, S. R.Sianturi, Asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya. Storia Grafika, Jakarta 2002 hal. 205) 33 Ibid 34 Ibid 35 Moeljatno (dalam buku karangan: E. Y Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya. Storia Grafika, Jakarta 2002 hal. 206) 32
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
54
perdatapundiadili. Maka beliau memilih untuk memakai istilah pidan sehingga singkatan dari yang dapat dipidan. b. Perkataan perbuatan sudah lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari seperti perbuatan tak senonoh, perbuatan jahat dansebagainya dan juga sebagai istilah teknisseperti perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perkataan yang melakukan maupun pada akibatnya. Sedangkan perkataan peristiwa tidak menunjukkan, bahwa yang menimbulkannya adalah ”handeling” atau ”degraging” seseorang, mungkin juga hewan atau alam. Dan perkataan tidak berarti langkah dan baru alam bentuk tindak tanduk tingkah laku. 2. Pendapat Utrecht Utrect menunjukkuan pemakaian istilah peristiwa pidana, karena istilah peristiwa itu meliputi perbuatan (handeling atau doen, positif) atau melalaikan (verzuim atau nalaku atau niet - doen, negatif) maupun akibatnya. 3. Pendapat Satochid Satochid kartanegara 36 Satochid memakai istilah perbuatan pidana, karena istilah tindak (tindakan), meliputi pengertian melakukan atau berbuat (actieve handeling) dan atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passieve handeling).
Kemudian para sarjana tersebut
memberikan rumusan tehadap tindak pidana tersebut antara lain: a. Moeljatno, memberikan rumusan terhadap tindak pidana sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan
36
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
55
oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tak boleh atau mengghambat akan tercapainya tata tertib dalam pergaulan masyarakat yang dicitacitakan oleh mayarakatn itu. 37. makna perbuatan pidana secara mutlakl yang termasuk unsur formil, yaitui mencocoki rumusan undangundang dan unsur materiil yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek sifat melawan hukum. b. T. Tresna mengatakan tindak pidana merupakan sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undangundang atau peraturan-perturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman. 38 c. Wirjono Projodikoro, merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelaku itu harus dikatakan merupakan ”subjek”tindak pidana. 39 Sungguhpun telah banyak rumusan yang telah untuk memberikan batasan defenisi suatu tindak pidana, namun tentu perlu diperhatikan untuk menguraikan adanya unsur-unsur yang melatar belakangi pengertian tersebut. Seperti yang telah diuraikan diatas istilah tindak dari tindak pidana adalah merupakan singkatan dari tindakan atau penindakan. Artinya adalah orang yang telah melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan itu disebut petindak. Mungkin suatu tindakan dapat dilakukan oleh seseorang dari satu golongan jenis kelamin saja
37
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggunjawaban dalam Hukum Pidana, Yayasan penebit Gajah Mada. Yogyakarta, 1995, hal. 17. 38
Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
56
atau seseorang dari golongan yang bekerja pada negara/pemerintah/pegawai negeri, militer, nakhoda dan sebagainya, atau seseorang dari golongan lainnya. Jadi suatu status atau kwlifikasi seseorang petindak harus ditentukan apakah ia salah seorang dari ”barang siapa” atau seorang dari suatu golongan tertentu. Aturan petindak dari suatu tindakan yang terjadi harus ada hubungan kejiwaan. Selain dari pada penggunaan salah satu bagian tubuh, panca indera atau alat tubuh lainnya sehingga terwujud sesuatu tindakan. Hubungan kejiwaan itu adalah sedemikian rupa, dimana petindak dapat menilai tindakannya, dapat menentukan apakah akan dilakukannya atau dihindarinya, dapat pula menginsyafi ketercelaan tindakan tersebut. Atau setidak-tidaknya oleh kepatutan masyarajkat memandang bahwa tindakan itu adalah tercela. Bentuk hubungan kejiwaan itu dalam hukum pidan disebut kesengajaan an kealpaan. Dengan pendek dapat dikatakan kepada petindak adanya unsur kesalahan. Tindakan yang dilakukan itu haruslah bersifat melawan hukum, dari tindakan tersebut. Setiap tindakan bertentangan dengan hukum atau tidak sesuai dengan hukum, menyerang kepentingan masyarakat atau individu yang dilindungi hukum, tidak disenangi oleh orang atau masyarakat, baik yang langsung mauoun tidak langsung terkena tindakan itu. Pada umumnya untuk menyelesaikan setiap tindakan yang dipandang merugikan kepentingan umum dismping kepentingan prseorangan, dikehendaki turun tangannya penguasa. Apabila penguasa itu tidak mau turun tangan maka tinakan-tindakan tersebut akan merupakan suatu kekacauan yang tidak akan habis
39
Wirjono, Asas Hukum Pidana di Indonesia, PT.Eresco, Jakarta 1996, hal 45.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
57
–habisnya. Tidak dapat dijatuhkan pidana karena suatu perbuatan yang tidak termasuk dalm rumusan tindak piana. Ini tidak berarti bahwa selalu dapat dijatuhkan pidana kalau perbuatan itu tercamtum dalam rumusan tindak pidana (delik). Untuk itu diperlukan dua syarat sebagaimana yang telah disinggung diatas, yaitu sifat melawan hukum dan dapat dicela. Dengan demikian rumusan tindak pidana menjadi jelas. Sebagimana yang telah dijelaskan tadi bahwa suatu perbuatan pidana tisdak dapat dijatuhkan pidana kalau tidak bersifat melawan hukum. Sifat melawan hukum dan sifat dapat dicela itu merupakan syarat umum untuk dapat dipidananya perbuatan, sekalipun tidak disebut dalam rumusan suatu tindak pidana. Hal ini unsur yang berada diluar undang-undang atau yang tidak mtertulis. Pembuat undang- undang menjadikan sifat melawan hukum itu menjadi unsurunsur yang tertulis. Dalam suatu ketentuan pidana, pembuat undang-undang tidak selalu merumuskan perbuatan yang dapat dipidana saja. Seseorang melakukan suatu mtindakan sesuai yang dikehenakinya, dan karenanya merugikan kepentingan umum/masyarakat termasuk kepentingan perseorangan. Lebih lengkap kiranya apabila harus ternyata bahwa tindakan tersebut terjadi pada suatu tempat,waktu, dan keadaan ditentukan. Artinya dipandang dari suatu tempat, tindakan itu harus terjadi pada suatu tempat dimana ketentuan pidana Indonesia berlaku. Dipandang dari sudut waktu tindakan itu masih dirasakan sebagai suatu tinakan yang perlu diancam dengan pidana (belum dalawarsa). Dipandang dari sudut keadaan tindakan itu harus terjadi pada suatu keadaan dimana tindakan itu dipandang sebagai tindakan tercela. Dengan kata lain Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
58
suatu tindakan yang dilakukan diluar jangkauan berlakunya ketentuan pidana Indonesia, bukanlah merupakan suatu ketentuan tindak pidana Indonesia. Dalam perbuatan manusia bukanlah hanya sebatas mempunyai keyakinan atau niat tetapi hanya melakukukan saja dapat dipidana. Perbuatan yang jelas dapat dianggap sebagai perbuatan manusia dan perbuatan badan hukum. Dari uraian tersebut diatas secara ringkas dapatlah disusun unsur-unsur dari tindak pidana yaitu: 1) Subjek 2) Kesalahan 3) Bersifat melawan hukum 4) Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan undang-undang dan terhadap pelanggarnya dikenakan pidana 5) waktu dan tempat keadaan Dengan demikian dapatlah dirumuskan pengertian dan tindak pidana sebagai berikut: Suatu tindakan atau perbuatan pada tempat, waktu, dan keadaan tertentu yang dilarang atau yang diharuskan dengan pidana oleh undang-undang dimana perbuatan itu merupakan perbuatan melawan hukum dan disertai dengan kesalahan yang dilakukan oleh seseorang yang mampu bertanggungjawab. F. Metode Penelitian Metode diartikan sebagai suatu jalan atau cara untuk mencapai sesuatu. Sebagaimana tentang cara penelitian harus dilakukan, maka petodologi penelitian yang digunakan penulis mencakup antara lain: Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
59
1. Jenis Penelitian Penelitian merupakan penelitian hukum normatif (yurdis normatif) yakni merupakan penelitian yang dilakukan dan ditujukan pada berbagai peraturan perundang-undangan tertulis dan berbagai literatur yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Penelitian dalam skripsi ini dilakukan dengan menginventisir hukum positif yang berkaitan dengan hukum pidana di bidang permasalahan yang dimaksud yaitu penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat Polri dan menganalisa putusan pengadilan negeri untuk mengetahui bagaimana penerapan hukum pidana terhadap permasalahan yang dimaksud. 2. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara atau Polda Sumut. Tepatnya dibagaian Bid Propam sub bid Provos, Reserse Kriminal satker I, Denma bagian senjata api, dan Logistik Polda Sumut. 3. Metode Pengumpulan Data Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian sebagai berikut: a. Librari research (penelitian kepustajkaan) yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan yakni buku-buku, pendapat sarjana, surat kabar, artikel, kamus, dan juga berita yang penulis peroleh dari media elektronik. b. Field research (penelitian lapangan) yaitu dengan melakukan penelitian langsung kelapangan. Dalam hal ini penulis langgsung mengadakan penelitian ke Polda Sumut dengan cara mlakukan wawancara. 4. Analisa Data Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
60
Dalam penelitian deskriptif maka data yang diperoleh dari penelitian langgsung kelapangan merupakan penjelasan terhadap penemuan yang ada dilapangan. Dari penelitian data tersebut diatas, penulispun dapat memenuhi pembahasan skripsi ini secara metode deduksi, yaitu menarik kesimpulan dari fakta yang bersifat universal kepada bentuk fakta yang bersifat representative (dari yang umum ke yang khusus). G. Sistematika Penulisan Dalam penulisan skripsi ini Penulis memulai dengan kata pengantar, dan ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam penyelesaian skripsi ini, kemudian dilanjutkan dengan daftar isi, serta abtraksi yaitu sekilas tentang isi pembahasan dari permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini. Demi untuk memudahkan pembaca memahami skripsi ini maka Penulis menguraikan dalam 5 bab, dimana masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab, secara garis besar maka sistematika penulisan skripsi ini adalah: BAB I : Merupakan bab pendahauluan yang menguraikan latar belakang permasalahan, mamfaat dan tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika penbulisan. BAB II
: Merupakan bab yang menguraikan prosedur kepemilikan senjata api
bagi aparat Polri. BAB
III
:
Merupakan
bab
yang
menguraikan
tentang
faktor-faktor
penyalahgunaan senjata api. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
61
BAB II PROSEDUR PERIZINAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API BAGI APARAT POLRI A. Pengertian Senjata Api Senjata Api berarti alat apa saja, baik yang sudah terpasang maupun yang belum terpasang, yang dapat dioperasikan, yang dirancang atau dirubah atau dapat dirubah dengan mudah agar mengeluarkan proyektil akibat perkembangan gas-gas yang dihasilkan dari penyalaan bahan yang mudah terbakar didalam alat tersebut, dan termasuk senjata buatan sendiri atau senjata tradisional seperti senjata ”rakitan”, serta benda tambahan yang dirancang atau dimaksudkan untuk dipiasang pada alat demikian. Berdasarkan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 tahun 1976 Senjata Api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan bersenjata dibidang Pertahanan dan Keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah diluar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunaannya diatur melalui ketentuan Inpres No. 9 tahun 1976, yang mengintuksikan agar para menteri, pimpinan lembaga pemerintah maupoun non pemerintah mermiliki senjata api membantu pertahanan dan keamanan agar mencapai sasaran tugasnya. 40 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Senjata Api diartikan sebagai segala senjata yang menggunakan mesiu seperi senapan, pistol, dan sebagainya. 41
40
Hasil wawancara dengan Briptu M.Jasri, bagian pengeluaran dan izin senjata api bagi aparat Polri, Polda Sumut, Senin, 25 Pebruari 2008, pukul 10.00 Wib. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
62
B. Jenis-Jenis Senjata Api Pistol / Senjata Gemgam42
Pistol P-1 & P2 Kompak, performa tinggi, ketahanan tinggi, handal, dan cocok untuk militer maupun penegak hukum (polisi)
Signal Pistol P1 Senjata genggam multi fungsi untuk menembakkan berbagai jenis peluru isyarat 1" dan munisi gas air mata serta peluru karet. Kaliber:1" PanjangLaras:150mm Berat:0,85kg Panjang Total: 200 m 41 42
Kamus lengkap Bahasa Indonesia penerbit mitra pelajar Surabaya tahun 2005. www. Pindad. Com
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
63
REVOLVERS
R1-V1 Long Barrel Revolver dan R1-V2 Short Barrel Revolver ini sesuai untuk aparat penegak hukum yang memerlukan kehandalan, ketepatan, dan kekuatan. Ada dua jenis revolver yaitu R1-V1 Long Barrel Revolver dan R1-V2 Short Barrel Revolver. R1-V1 Long Barrel Revolver.
GAS REVOLVER
Revolver Gas RG-1 Type A & RG-1 Type C Revolver gas yang terbuat dari logam ringan, hanya menggunakan peluru gas. Ada dua jenis revolver gas yaitu RG-1 GAS REVOLVER (TYPE A) dan RG-1 GASREVOLVER(TYPEC). RG-1GASREVOLVER(TYPEA) Kaliber: 9,2 mm
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
64
SPR-1 Sniper Rifle Senapan kaliber 7,62 mm ini didesain khusus untuk penembak runduk. Dilengkapi dengan bipod dan teleskop untuk penembakan yang lebih akurat.
SS2-V1 SS2-V1 merupakan generasi kedua dari SS1, didesain lebih ekonomis, tahan terhadap kelembaban tinggi, akurasi tinggi, ringan dan sederhana. Pisir dengan angka pengatur jarak memungkinkan membidik sasaran lebih tepat. Mudah dipasang berbagai jenis teleskop/alat bidik. Mudah dioperasikan, nyaman dibawa, SS2 adalah senjata unggulan saat ini dan yang akan datang.
Assault Rifle SS1-V1, SS1-V2, SS1-V3, SS1-V4, & SS1-V5
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
65
Senapan Serbu otomatis SS-1 dengan sistem kerja "gas operated", dengan popor lipat dan memenuhi standar NATO. Tersedia dalam beberapa varian: SS1-V1, SS1-V2, SS1-V3, dan SS1-V5 Spesifikasi: Kaliber: 5,56 x 45 mm Mekanisme: Gas Operated panjang Laras: 449 mm (V1), 363 mm (V2), 449 mm (V3), 252 mm (V5). Panjang Keseluruhan: 997 mm (V1), 890 mm (V2), 977 mm (V3), 770 mm (V5) Berat: 4,01 kg (V1), 3,91 kg (V3), 4,01 kg (V3), 3,37 kg (V5)
Sabharal Polisi bV-1 & V2
Forest Guard Gun PM1-A1 (Jagawana) Senjata khusus untuk polisi hutan, dibuat berdasarkan senjata PM1 yang disesuaikan dengan kebutuhan aparat penegak hukum di lingkungan kehutanan.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
66
SAR-1 & SAR-2
Produk ini ditujukan untuk petugas keamanan dalam mengendalikan huruhara. Produk ini meliputi senapan laras licin SAR-1 dan SAR-2. Senapan laras licin SAR-1 adalah senapan anti huru-hara dengan single action, digunakan untuk menembakkan munisi gas air mata maupun karet kaliber 38 mm.
Shotgun Professional Magnum Senjata penegak hukum dengan kecepatan dan ketepatan tinggi. MUNISI
1. Munisi 5,56 x 45 mm Munisi Ringan Berbagai jenis munisi kaliber 5,56 mm yang dipersiapkan untuk memenuhi berbagai senjata dan keperluan khusus dalam operasi. Jenis-jenis munisi 5,5mm -
MU-4TJ
aliber
adalah: 5,56
x
45
mm
Ball,
: untuk:
M16
rifles,
steyr,dll
- MU-5TJ 5,56 x 45 mm Ball, untuk: SS1-V1, SS1-V2, SS1-V3, SS1-V5, M16 Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
67
2. MUNISI 12.7 x 99 MM
Munisi Ringan Salah satu produk munisi ringan dengan daya tembus dan jangkauan yang besar sehingga sangat tepat untuk digunakan pada senapan mesin berat dalam penggunaannya yang permanen maupun terpasang pada kendaraan tempur dengan mobilisasi tinggi. Tersedia dalam berbagai tipe munisi, antara lain: - MU 3 TJ 12.7x99 mm - MU 3 N 12.7x99 mm Tracer - MU 3 P 12.7x99 mm Armor Piercing - MU 3 PN 12.7x99 mm AP Tracer - MU 3 PB 12.7x99 mm AP Incendiary - MU 3 PBN 12.7x99 mm API Tracer Senjata yang digunakan adalah BROWNING TYPE HEAVY MACHINE GUN. - MU-3P mempunyai daya tembus pada mild steel armor ketebalan 16 mm dengan jarak tembak 150 mm. - MU-3PN mempunyai daya tembus pada mild steel armor dengan jarak tembak 150 mm dan efek nyala pada 275 - 1463 m dari mulut laras. - MU-3PBN mempunyai daya tembus pada mild steel armor ketebalan 16 mm dengan jarak tembak 150 mm dan efek nyala pada 275 - 1463 m dari mulut laras dan efek bakar pada impact.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
68
Munisi 12.7 x 99 mm 3. MUNISI .38 SPECIAL
Merupakan munisi untuk senjata organik standar kepolisian untuk mendukung tugasnya melindungi penduduk sipil dari segala macam bentuk kejahatan. Bermacam-macam jenis munisi .38 Special untuk memenuhi bermacam-macam -
MU-6TJ
.38
-
MU-6WC
.38
kebutuhan. Special Spl
Wad
Ball,
untuk:
Cutter,
Revolver
untuk:
cal
Revolver
.38
cal
.38
Spl. Spl.
- MU-6SC .38 Start Cartridge, untuk: Revolver Start Cartridge Sport. - MU-6SWC .38 Spl Semi Wad Cutter, untuk: Revolver cal .38 Spl. -
MU-6H
.38
Spl
Blank,
untuk:
Revolver
cal
.38
Spl
Blank.
- MU-6AR .38 Spl Tear Gas, untuk: Revolver cal .38 Spl for riot control. - MU-6PHH .38 Spl Anti Riot, untuk: Revolver cal .38 Spl for riot control. Fitur: MU-6TJ dengan pelor timah mempunyai daya lumpuh yang efektif pada jarak 25 m dengan akurasi 4 cm (extreme spread).
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
69
Berbagai jenis munisi .38 special 4. MUNISI 9 MM
Salah satu jenis munisi yang digunakan pada senjata laras pendek dengan penggunaan yang sangat luas baik pada bidang militer dan olah raga (9x19 mm) maupun
untuk
Tersedia
keperluan
law
berbagai
enforcement tipe,
(9x18
mm).
yaitu:
:
- MU-1TJ 9x19 mm Ball Parabellum, untuk: Pistol P1, Sig, P92 Pietro Berreta, PM1,
dll. - MU-1TJAT 9x19 mm High Accuracy, untuk: Pistol P1, Sig, P92 Pietro Berreta, PM1,
-
dll.
MU-9UL
9x21
mm
Soft
Point,
untuk:
PM1-A1,
Jagawana,
dll.
- MU-1H 9x19 mm Blank, untuk: Pistol P1, Sig, P92 Pietro Berreta, PM1, dll. - MU-1PHH 9x19 mm Anti Riot, untuk: Pistol P1, Sig, P92 Pietro Berreta, PM1 for
riotcontrol,dll. -
MU-9TJ
9x21
mm
Ball,
untuk:
Jagawana,
PM1-A1
dll.
- MU-1S 9x19 mm Subsonic, untuk: Pistol P1, Sig, P92 Pietro Berreta, PM1 with silencer, -
MU-13TJ
SD-1,
MP5
9x18
mm
Ball,
untuk:
Pistol
Cal
dll. 9
mm
Makarov
- MU-16TJ 9x17 mm Ball Parabellum, untuk: Pistol cal 9x17 mm. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
70
Fitur: Performansi yang akurat dan terpercaya
Berbagai jenis munisi 9mm 5. MUNISI 7.65 mm
Merupakan produk munisi andalan Pindad, tersedia berbagai tipe yaitu: - MU-2TJ 7,62 x 51 mm Ball, untuk: SP1, SP2, SP3, G3, M60, MAG 58. - MU-2AT 7,62 x 51 mm High Accuracy, untuk: SP1, SP2, SP3, G3, M60, MAG 58.
- MU-2N 7,62 x 51 mm Tracer, untuk: SP1, SP2, SP3, G3, M60, MAG 58. - MU-2TJS 7,62 x 51 mm Hollow Point, untuk: Sniper 7,62 x 51 mm. - MU-2UL 7,62 x 51 mm Soft Point, untuk: SP1, SP2, SP3, G3, M60, MAG 58. - MU-2H 7,62 x 51 mm Blank, untuk: SP1, SP2, SP3, G3, M60, MAG 58. -
MU-7TJ
7,62
x
-
MU-7H
7,62
-
MU-8TJ
7,62
x
39
-
MU-11TJ
7,62
x
45
x
63 63
mm mm mm
mm
Ball,
untuk:
Garand
M1
Blank,
untuk:
Garand
M1.
SKS,
RPD.
Ball, Ball,
untuk: untuk:
AK47,
Shabara/Police
rifles.
- MU-11PHH 7,62 x 51 mm Anti Riot, untuk: Sabhara/police Rifles.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
71
GRENADE LAUNCHING ADAPTER PGT
Adapter Senjata Adapter PGT untuk menembakkan granat gas air mata 60 mm atau granat asap 150 mm. Adapter ini dapat dipasang pada senapan SS1 atau Sabhara.
Grenade Launching Adapter PGT
6. DEFENSIVE/OFFENSIVE HAND GRENADES
Tersedia 3 jenis granat tangan:
Granat Tangan GT-5PE A2, GT-5H A2, & GT- 5 OFF -GT-5HA2
Granat latihan untuk meningkatkan keterampilan prajurit dengan biaya murah. Dapat digunakan berulang-ulang hanya dengan mengganti detonatornya.P-GTRoslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
72
5PEA2
Granat tangan fragmentasi dengan bodi dari besi cor. Dengan isian TNT powder mampu memberikan efek ledak yang besar dan proyektil dari fragmen bodi mempunyai daya penetrasi yang efektif. Menggunakan detonator tipe perkusi dan pengamanan ganda safety pin dan clip memberikan rasa aman dan percaya diri pada pasukan baik saat handling maupun penggunaanya yang bersifat defensive. -GT-5OFF Dengan bodi terbuat dari plastik dan isian TNT powder, GT-5 OFF mampu. C. Prosedur Perizinan Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api Bagi Aparat Polri Sebagaimana telah dijelaskan diatas, berdasarkan instruksi Presiden Republik Indonesia No. 9 tahun 1976 senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok Angkatan Bersenjata dibidang Pertahanan dan Keamanan. Bagi TNI hanya diperbolehkan menggunakan senjata api jika dalam tugas pengamanan Negara misalnya dalam daerah-daerah rawan dan tidak diperbolehkan untuk dimiliki dalam kehidupan sehari-hari misalnya dibawa pulang kerumah. Bagi Polri diperbolehkan untuk memiliki dan menggunakan senjata api akan tetapi dalam hal ini tetap dalam prosedur sesuai dengan peraturan yang ada. Mengenai dasar hukum kepemilikan senjata api diatur dalam UndangUndang Darurat No. 12 Tahun 1951, dan didukung dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1951 PRP Tentang Kewenangan Perijinan Senjata Api, disertai dengan
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
73
surat Kapolri No. Pol. 82/II/2004 Tentang Petunjuk Penggunaan Pengawasan Senjata Api. Telah dijelaskan pada bab sebelunya Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan salah satu tugas fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penertiban hukum, perlindugan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Tentu sekali dalam hal ini seorang Polisi memerlukan senjata api untuk mendukung tugasnya. Untuk itu Polisi membutuhkan senjata api tersebut. Akan tetapi dalam hal ini tidak serta merta setelah menjadi seorang Polisi langsung mendapatkan dan memilki senjata api serta dapat menggunakannya. 43 Syarat-syarat untuk dapat memilik dan menggunakan senjata api adalah : a. Dinas Epektif b. Lulus tes psikologi c. Membutuhkan senjata api d. Menduduki fungsi yang semestinya Sedangkan untuk mendapatkan izin kepemilikan senjata api dan penggunaan senjata api bagi aparat Polri, tentu melalui beberapa prosedur sebagai berikut: 1. Bagi seorang Polisi (pemohon) terlebih dahulu membuat permohonan kepada Kepala satuan kerja masing-masing unit. 2. Yang kemudian diteruskan kepada bagian Logistik.
43
Hasi wawancara dengan Bapak Kompol Jhony Sebayang Kabid Propam Polda Sumut, Jumat, 27 Pebruari 2008, pukul 10.30 Wib. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
74
3. Setelah itu ujian tes tertulis tes psikologi dan pemeriksaan kesehatan fisik dari sipemohon. 4. Jika sudah lulus diberi katu kepemilikan senjata api dari bagian administrasi (Min) jangka waktu satu tahun. 5. Jika masa waktu sudah habis maka diadakan tes lagi. Pada Polda Sumut tes Psikologi diadakan secara berkala yaitu enam bulan sekali. Pada Polda Sumut bagian perizinan dan pengeluaran senjata api ditangani oleh Briptu M. Jasri. Khusus bagi Serse dan Intel diizinkan untuk membawa senjata kemana dan kapan saja karena sesuai dengan tugas mereka yang merupakan polisi rahasia yang dalam kesehariannya berpakaian preman. Namun bagi seorang Polisi diluar dari kesatuan Serse dan Intel hanya diperbolehkan membawa senjata api apabila dalam tugas hal ini untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan senjata api. 44 Mengenai struktur jabatan tidak ada pengaturannya secara khusus, karena Polisi sebagai pelakasana salah satu fungsi pemerintahan membutuhkan senjata api untuk kepentingan tugasnya. Yang terpenting adalah lulus tes psikologi dan layak untuk memiliki dan menggunakan senjata api.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
75
BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI
A. Kepemilikan Senjata Api Memang Polisi deperlengkapi dengan senjata api, akan tetapi walaupun menjadi seorang polisi tidak serta merta dapat memiliki senjata api dengan mudah, namun harus sesuai dengan prosedur yang berlaku dimana senjata api diberikan untuk kepentingan tugas. Meski Polri telah memperketat kepemilikan dan penggunaan senjata api, namun belakangan dilakukan penarikan senjata api menyusul berbagai insiden yang terjadi dan dilakukan tes psikologi ulang bagi para pemegang senjata api. Jika ternyata terdapat ketidaklayakan bagi seorang polisi dalam hal kepemilikan dan penggunaan senjata api maka terpaksa senjata api harus ditarik dan diamankan. B. Penyalahgunaan Senjata Api Kasus-kasus penyalahgunaan senjata api di Kepolisian akhir-akhir ini semakin marak. Mulai dari penembakan terhadap sipil, penembakan sesama Polisi sampai menembak diri sendiri. Apakah kultur Kepolisian yang cenderung mengedepankan kekerasan sudah saatnya dikikis? Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mendesak Polri menerapkan dan menegakkan aturan larangan membawa senjata bagi anggotanya yang sedang tidak bertugas. Hal itu untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan senjata api diluar tugas. Hal ini diungkapkan terkait kasus
44
Hasil wawancara dengan Briptu M. Jasri Sakker Denma bagian pengeluaran dan perizinan senjata api bagi aparat Polri, Jumat, 27 Pebruari 2008 Pukul 11.00 wib. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
76
penembakan Polisi oleh Polisi belakangan ini. Untuk mengurangi penyalahgunaan senjata api oleh Polisi, Polri harus melakukan secara tegas kesatuan-kesatuan yang berhak menggunakan senjata api baik ketika sedang bertugas maupun tidak. Misalnya kesatuan reserse saja yang boleh membawa senjata api baik ketika berseragam maupun ketika bepakaian sipil tetapi harus dilengkapi dengan petunjuk untuk apa senjata itu digunakan. 45 Memang Polri sudah berusaha keras melakukan berbagai upaya untuk menghasilkan anggota yang secara mental memiliki kemampuan untuk mengendalikan diri. Tapi upaya itu harus didorong terus oleh penegakan aturan internal mengenai penggunaan yang baik dan benar Lebih lanjut Mahfud 46 megungkapkan, bahwa penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat ini meresahkan masyarakat, banyak yang khawatir atas kejadian tersebut yang belakangan ini semakain marak. Selama ini tidak ada undang-unang yang secara khusus penggunaan senjata untuk aparat termasuk sanksi yang akan diberikan. Tetapi memang ada kebijakan dikesatuan masingmasing yang mengharuskan aparat keamanan untuk memegang senjata, tentunya bila ada penyalahgunaan senjata api itu sudah menjadi kewajiban dari pemimpin untuk menindaknya. 47 Munculnya berbagai kecaman terhadap penyalahgunaan senjata api (senpi) sesungguhnya sudah sering mencuat di tengah masyarakat. Masyarakat merasa takut bila mendengar berbagai penyalahgunaan senjata api.
45
www. Google. Com DPR minta Polri Pertegas Aturan Penggunaan Senjata Api. Kontras Senin, 9 Juli 2007. 46 Makalah DL Chrysnanda yang berjudul Ilmu Kepolisian Pemolisian Komuniti dan Implementasinya dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, Jumat, 18 mei 2007. 47 www. Google .com wawancara kontras dengan Mahfud anggota komisi III DPR RI di Kediri, Minggu,1 Mei 2007. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
77
Terkadang penggunaan senjata api tak lagi sesuai fungsi dan tak jarang pemilik menggunakannya semena-mena dengan sikap arogan yang memicu terjadinya
ketidaktenangan
masyarakat.
Untuk
mengurangi
terjadinya
poenyalahgunaan senjata api oleh aparat Kepolisian maka Polri perlu memperketat seleksi anggota sejak awal penerimaan dan juga dengan meningkatkan seleksi stablitas mental dan pemantauan yang ketat ketika akan memberikan senjata kepada anggota tertentu. Kepolisian Republik Indonesia mencatat, sepanjang tahun 2007 ada 25 kasus penyalahgunaan senjata api di Indonesia yang dilakukan oleh aparat Polri di antaranya dilakukan oleh 13 orang bintara, 10 orang perwira menengah dan 1 orang perwira pertama.
Hal ini disampaikan oleh Kapolri Jenderal Sutanto
kepada Kontras disela-sela rapat kerja dengan komisi III DPR RI di Jakarta pada tanggal 09 Juli 2007. 48 Tiga belas kasus penyalahgunaan senjata api tersebut adalah diantaranya, karena kurang hati-hati atau kelalaian yang berakibat kecelakaan, salah tembak dalam tugas, kehilangan senjata, bunuh diri dan sengaja menembak orang lain. Menurut Kapolri, para oknum yang melakukan penyalahgunaan senjata api tersebut dikenakan tindakan hukum disiplin dan pidana. Selain itu Polri juga mengeluarkan kebijakan penggunaan senjata api bagi anggotanya untuk mencegah penyalahgunaan.
Diantaranya
melakukan
inventarisasi
senjata api
yang
dipinjamkan kepada anggota, dan penarikan senjata api dari anggota yang
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
78
dianggap tidak memenuhi persyaratan setelah dilakukan psikotes terhadap yang bersangkutan, kemudian memperketat persyaratan pinjam pakai atau penggunaan senjata api kepada anggota melalui penerapan tes. Tes tersebut meliputi aspek psikologi secara periodik, kepentingan tugas, kemampuan penggunaan senjata api, serta penilaian personil, yang menyangkut kondisi dan mentalitas. Kasus-kasus penyalahgunaan senjata api di Indonesia tercatat mulai tahun 2004 sampai tahun 2008 antara lain:
49
1. 24 Agustus 2004 Empat oknum polisi dari Polres Jakarta Selatan menganiaya Raditya Aristodoningrat, dan menodongkan pistol kepada petugas keamanan diskotik Cetro, di jalan Darmawangsah Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 2. 12 April 2005 Bripda Yohanes Widiyanto, anggota Polres Cirebon bunuh diri dengan menembak keningnya di Gereja Santo Antonius Kotabaru,Yogyakarta. 3. 27 Apri 2005 Inspektur satu polisi Sugeng menembak Kepala Samapta Kepolisian Rejong Arjun Komisaris Polisi Ibrahim Gani. Diduga Sugeng mengalami stres. 4. 28 Julil 2006 Briptu Marto Lawani ditembak mati oleh atasannya Iptu Koko Arianto Wardani, Kepala Kepolisian Sektor Talaga Gorontalo.
48
www. Google. Com. Disampaikan oleh Kapolri Jenderal Polisi Sutanto disela-sela rapat kerja dengan komisi III DPR RI kepada Kontras. Jakarta Senin, 28 Mei 2007 49
www. Google. Com. Penembakan Antar Polisi: Senjata dan Psikologi. Wimar’s World, 21 Maret 2008 Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
79
5. 8 Agustus 2006 Polisi dan Tentara baku tembak di tugu Mulyono Kabupaten Musirawa, Sumatera Selatan. Seorang anggota Polisi dan Seorang anggota TNI tewas dalam baku tenbak tersebut. 6. 26 Agustus 2006 Aipda Saudin Debataraja Aggota Polres Metro Bekasi menembak istirinya, Kapten CAJ Adiana Siringo-ringo, setelah itu menembak dirinya namun tidak mati. 7. 13 November 2006 Angota Kepolisian Sektor Sayuk, Jawatengah I Gede Mustik ditembak rekannya Brigadir Kepala Polisi Nugroho pada sebuah acara, dimana pada saat itu Nugroho hendak melerai dua orang pemuda yang sedang berkelahi namun peluru pistolnya mengarah kepada I Gede Mustik. 8. 24 Januari 2007 Iptu Oloan Hutasoit, anggota Poltabes Medan menembak psangan pengantin baru Nanda safriani 23, dan Amrul Fahmi dikeramaian sebuah mol di Medan. Diduga ia patah hati karena ditinggal kawin oleh nanda. 9. 13 februari 2007 Brimob dan anggota TNI baku tembak menewaskan satu orang angota brimob di
kota
Mulia,
Kabupaten
Puncak
Jaya,
Jaya
pura.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
80
Bentrokan ini dipicu oleh hal sepele pada saat mengantri minyak tanah bersubsidi.
10. 8 Maret 2007 Brigadir I Rivai Yulianur bertugas pada bagian operasional Polres Bangkalan, Jawa Timur. Menembak mati empat orang sekaligus yakni istri, mertua, dan dua orang teman istirinya. Kemudian menembak dirinya sendiri. 11. 10 Maret 2007 Brigadir Sofian, anggota Polda Jawa Barat, menembak mati dirinya. Sendiri korban bercanda dengan pistolnya sendiri dikira tidak berisi peluru. 12. 14 Maret 2007 Brigadir
Hance
anggota
Polwitabes
Semarang
menembak
atasannya, AKBP Lilik Purwanto (wakapolwil) setelah itu pelaku
mati tewas
ditembak anggota resmob beberapa saat kemudian. 13. 30 April 2007 Briptu Denis Bagus Hariyono menembakkan pistolnya kepada isirinya, Vita
Puspita, dirumah kontrakan mereka ditambak sari, Surabaya.
Pemicunya
vita
menuduh
suaminya
seluingkuh
setelah
membaca SMS di ponsel suaminya. 14. 25 Mei 2007
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
81
Mantan Kepala Satuan lalu lintas Polres Merauke, AKP Rony Pasaribu menembak mati anak buahnya Brigadir Nur Hidayat hingga tewas.
15. 26 Agustus 2007 Polwan muda Bripda Vera Baranur ditembak di Mayaran oleh anggota Brimob Semarang diduga karna kasus asmara. 16. 28 Agustus 2007 Niasari gadis berusia limabelas tahun tewas ditembak oleh anggota Intelkam Polres Bogor. 17. 30 Januari 2008 Brigadir Harmoko anggota rteskrim Polres Sempang, Madura menembak istrinya hinnga tewas karena cemburu terhadap istirinya. Penyalahgunaan senjata api oleh aparat dapat dibedakan dalam dua hal yaitu penyalahgunaan senjata api dalam tugas dan penyalahgunaan senjata api non tugas. 50 Penyalahgunaan senjata api dalam tugas misalnya penembakan terhadap warga sipil karena salah sasaran pada saat mengejar penjahat, atau pada saat operasi latihan. Sedangkan penyalahgunaan senjata api non tugas misalnya seperti:
51
50
Penjelasan Bapak Kombes Polisi Triutoyo kepala Bidang Personalia Polda Sumut pada saat wawancara. Senin, Pebruari 2008 Pukul 09.00 Wib. 51
Hasi wawancara dengan Bapak AKP A. Hutabarat, Kepala Bidang penegakan Hukum (Gakkum) Bidang Propam Sub Bidang Provos Polda Sumut. Jumat, 29 Pebruari 2008 Pukul 10.00 Wib. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
82
a. bunuh diri b. membunuh atau menembak orang lain (istri, anak, keluarga dan orang lain) c. memain-mainkan senjata api dengan cara menembakkan keudara yang dapat meresahkan masyarakat sekaligus dapat mencelakai masyarakat d. menggunakan senjata api untuk menakut-nakuti orang lain dengan maksud untuk dapat melakukan suatuaksi kejahatan menggunakan senjata api untuk kejahatan seperti mencuri, merampok Data Penyalahgunan senjata api di Derah Kepolisian Sumatera Utara tahun 2007: No Nama 1 Briptu Adnan khalik
Kesatuan Polres Nias
2
Aiptu Tumpal Tobing
3
Bripda Putra Surbakti
4
Aiptu Justo Siregar
5
Briptu Subari
6
8
Aiptu Sitanggang Brigadir Lasma Polres Simalungun Saragih Iptu Oloan Hutasoit Poltabes Medan
9
Briptu Dicky
7
L. Poltabes Medan
Satuan Narkoba Poltabes Medan Polresta Tebing Tinggi
Satuan Reskrim Polres Labuhan batu Agus Polsekta Medan Barat
Polres binjai
Jenis pelanggaran Memain-mainkan senjata api Menodongkan senjata api kepada warga sipil Memain-mainkan senjata api Menembakkan senjata api ke udara Memain-mainkan senjata api Hilang senjata api Hilang senjata api Menembak pasangan pengantin baru, kemudian bunuh diri dengan menembakkan senjatanya sendiri Menganiaya warga sipil dengan senjata
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
83
api miliknya sendiri 10 Briptu Budi Syahrul Menganiaya warga sipil dengan senjata api miliknya sendiri Sumber: Data diperoleh dari Propam sub bidang Provos Polda Sumut, Jumat, 27 Pebruari 2008. C. Faktor Internal 1. Faktor Psykologi Pengamat hukum dari Unair Surabaya, I Wawan Titip Sulaksana SH 52, menyatakan selain tes psikologi untuk mengetahui kadar emosi polisi yang memegang pistol, otoritas kepolisian juga perlu melakukan tes fisik atas anggotanya yang memegang pistol dan membawa ke rumah. Polisi yang memegang pistol harus sehat secara psikis an bugar secara fisik. Langkah berkelanjutan perlu dilakukan terkait penggunaan senjata oleh anggota polisi. Caranya dengan melakukan tes psikologi dan fisik secara kontinyu setiap enam bulan sekali. 2. Faktor emosional Sebagai yang tersurat pada hukum negara, Polisi kita mempunyai tugas pokok membimbing, mengayomi, melayani, dan menegakkan hukum di masyarakat. Sebagai pembimbing, pengayom, dan pelayan, tak ubahnya Polisi bagaikan seorang guru atau ulama. Ia harus memiliki kesabaran, kebijakan dan kearifan yang prima.
52
Makalah, Chryshnanda DL, Ilmu Kepolisian Pemolisian Implementasinya dalam Pemyelenggaran Tugas Polri, Jumat, 18 Mei 2007.
Komoditi
dan
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
84
Sedang sebagai penegak hukum Polisi di tuntut tegas, konsisten dalam tindakan, dan etis dalam sikap. Itulah jati diri Polisi, karena obyeknya adalah masyarakat, bangsa yang dihadapi, heterogen dan kompleks. Kearifan Polisi harus lebih dari sekedar kearifan seorang guru disekolah. Kearifan seseorang berkolersai sangat erat dengan kemampuannya mengendalikan emosinya. Semakin tinggi kearifan seseorang akan semakin tinggi pula kemampuannya dalam mengendalikan emosi (stabilitas emosional). Polisi yang setiap hari dihadapkan pada tugas yang tak menentu dan berhadapan langsung dengan masyarakat, sangat mutlak memiliki kestabilan emosi yang baik. 53 Menjadi Polisi perlu memiliki berbagai persyaratan dan kriteria. Kriteria Polisi yang baik sekurang-kurangnya ada tiga antara lain, memiliki kepribadian yang konsisten, tidak emosional, an berpendidikan yang memadai. 54 Kalau tiga kriteria tersebut tak terpenuhi dengan baik, maka Polisi akan mudah terjebak pada hal-hal yang kurang simpatik. Menurut pemikiran Socrates yang juga dikembangkan Jhon L. Sulivan menyimpulkan bahwa untuk memperoleh Polisi yang baik harus dilakukan lima hal yaitu: 55 a. Dilakukan seleksi yang baik agar masukan (input) Polisi adalah orang-orang yang benar terpilih.
53 54
55
Anton Tabah, Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, Hal 23. Ibid Jend Pol (Purn) Drs Kunarto MBA, Etika Kepolisian, Hal 55.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
85
b. Dilakukan pendidikan yang baik agar diperoleh Polisi-polisi yang pintar dan berbudi luhur. c. Dilatih dalam keseharian yang baik agar diperoleh polisi yang terampil, cekatan dan berpenampilan baik. d. Diperlengkapi secara baik agar dapat bertindak cepat, tepat, tangguh, adil dan benar. e. Digaji yang memadai agar diperoleh Polisi yang sejahtera dan tidak
mudah
berbuat
nyeleweng
atau
mempunyai
sifat
keberpihakan yang dapat mengusik rasa keadilan di masyarakat. Untuk menciptakan Polisi yang memiliki stablitas emosinal yang baik memang harus dipersiapkan dengan matang. Ini tentunya diawali dari penyaringan masuk menjadi calon Polisi (well motivated). Kemudian juga selama dididik dalam lembaga pendidikan dan juga faktor sosial yuridis ikut mempengaruhi emosional Polisi. Melihat perjalanan perkembangan emosional Polisi selama ini paling tidak dihadapkan pada tiga dilema yang perlu diperhatikan yakni pertama dilembaga pembentukan personil Polri, masih sering terdengar hukuman main tempeleng dan main tendang terhadap para siswa atau taruna Polri yang melakukan pelanggaran disiplin. Ini akan ikut mempengaruhi pembentukan watak kelak, setelah terjun dialapangan tugasnya. Kedua, dilema sosial masyarakat yang masih sering belum tampak sadar akan hukum. Masih sering terdengar banyak pelanggar hukum yang melawan petugas secara fisik maupun umpatan kata-kata kotor terhadap Polisi. Ini juga akan mempengaruhi stablitas emnosional petugas.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
86
Ketiga, pihak pengadilan sendiri masih sering menjatuhkan hukuman ringan terhadap masyarakat yang menghina Polisi. Berdasarkan kenyataan di lapangan terjadinya pelanggaran yang dilakukan oleh Polisi dalam hal ini penyalahgunaaan senjata api faktor yang paling dominan adalah di picu oleh faktor emosi yang tidak stabil dari aparat Polisi itu sendiri sehingga sangat rentan terjadinya pelanggaran yaitu dalam hal penyalahgunaan senjata api. 56 3. Faktor kurang profesional Secara institusional, profesional kepolisian dapat dilihat dan sangat ditentukan dari beberapa indikator seperti: nilai dasar, sumber daya manusia, training, manajemen, konsep operasi, struktur, akuntablitas, dan trnsparansi di tubuh institusi kepolisian. Untuk mencapai Polisi yang profesional dan yang efektif di perlukan Polisi yang dilandasi dengan ilmu pengetahuan sehingga dapat menyesuaikan dengan corak masyarakat dan kebudayaan serta lingkungan yang dihadapinya. Pemolisian (Policing) adalah cara pelaksanaan tugas polisi yang mengacu pada hubungan antara polisi dengan pemerintahan maupun dengan masyarakat yang didorong adanya kewenangan, kebutuhan serta kepentingan baik dari pihak kepoilisian, masyarakat maupun dari berbagai organisasi lainnya. Dalam rangka mencapai dan meningkatkan profesionalisme Polri diperlukan dasar atau landasan ilmu pengetahuan, salah satunya adalah ilmu kepolisian dalam
56
Hasil wawancara dengan Briptu M. Jasri, bagian senjata api Polda Sumut, Senin, 25 Pebruari 2008 Pukul 10.00 Wib.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
87
rangka menghadapi tantangan dan upaya penyelesaianya. Dan untuk mendapatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat dalam menciptakan dan menjaga kamtibmas dan tentunya Polri dapat bertindak sebagai polisi yang netral, jujur, terbuka bersih dan berwibawa yang dicintai dan dihormati,dipercaya serta dibanggakan oleh masyarakatnya. Dalam mengimplementasikan pemolisian komuniti (community policing) melalui Polmas dapat dibangun antara lain dengan membangun kebudayaan organisasi Polri dalam birokrasi yang rasional. Yang berbasis kinerja dan kompetensi yang fair anatar lain dengan: a. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan Polri tidak dipercaya oleh masyarakatnya; b. Membangun aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana serta stratei-strategi yang diformalisasikan serta dibuat standarisai yang jelas sehingga dapat mendukung sistem operasional yang efektif dan dapat dijadikan pedoman bagi anggota kepolisian dalam melaksanakan tugasnya serta
dapat
menghambat
atau
memperkecil
peluang
terjadinya
penyalahgunaan kewenangan. Dan adanya etika kerja; c. Berorientasi pelayanan pada Customer. Dengan membangun forum kemitraan polisi masyarakat sebagai wadah bagi polisi dan masyarakat untuk menjalin dan membangun kemitraan; d. Mengimplementasikan pemolisian komuniti (community policing) melalui Polmas dengan konsisten, konsekuen dan berkesinambungan;
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
88
e. Menambah materi muatan Lokal yang diajarkan pada SPN (sekolah Polisi Negara); f. Mengacu prinsip-prinsip demokrasi (supremasi hukum, memberikan jaminan dan perlindungan Hak Azasi Manusia, transparan, akuntabilitas kepada publik, berorientasi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat). Dan adanya lembaga yang netral dan mandiri dan sekaligus penasehat dan pendukung Polri dalam menciptakan dan menjaga kamtibmas (komisi kepolisian). 4. Faktor Ekonomi/Kesejahteraan Polri Mengingat keterbatasan anggaran operasional dan rendahnya gaji Polri, maka dukungan anggaran untuk operasional dan kesejahteraan anggota Polri dapat diperoleh dari dana nonbudgeter yang berasal dari sumbangan masyarakat (ditujukan pada institusi bukan pada pribadi) dan penggunaannya dapat diatur dan diperetanggungjawabkan. Untuk mencapai Polri yang baik setidaknya memenuhi lima syarat sbb: Seleksi yang baik, pendidikan yang baik, pelatihan yang baik, diperlengkapi dengan baik, dan kesejahteraan yang cukup. Dinamika masyarakat yang berubah dengan cepat, diiringi dengan perubahan sosial, budaya dan teknologi, sementara disisi lain perkembangan tingkat kesejahteraan juga semakin kompleks, menuntut begitu tinggi peran Kepolisian untuk menghindari berbagai pelanggaran hukum yang terjadi. Dengan demikian Polri dalam melaksanakan tugas dan fungsinya bukan lagi mengabdi, dan bukan lagi berorientasi jabatan maupun loyalitas kepada pejabat tertentu secara individu. Dan harus profesional yang mengacu pada ilmu Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
89
pengetahuan dan berbasis kinerja dan produk-produk yang dapat mendukung peningkatan kualitas hidup masyarakat 5. Faktor Pangkat/Jabatan Disiplin dalam organisasi Polri adalah sistem paternalistik, di mana hierarki bawah tidak berani bertindak jika tidak mendapat restu atau perintah dari hierarki atas dan menganggap atasan atau pimpinan sebagai pusat kekuasaan. Menurut Suparlan 1999: “ pranata yang otoriter dan bercorak feodalistik berdasarkan kesetiaan kepada atasan, bukan kesetiaan pada kerja dan produktivitas Dimana jabatan atas mempunyai jabatan dan kewenangan yang lebih besar dari jabatan yang berada dibawah. Dan semua jabatan tersebut dilengkapi dengan segala fasilitas yang mencerminkan kekuasaan tersebut. Sedangkan bagi jabatan/pangkat rendah hanya dianggap sebagai pelengkap. Kondisi demikian tentu akan menjadi lahan terjadinya kejahatan/pelanggaran. Di samping itu juga berkembang upaya menyenangkan hati atasan dalam bentuk penghormatan dan pengabdian, tetapi yang berlaku umum sekarang ini adalah dalam bentuk upeti. Dan hal itu menjadi penting karena gajinya kecil, apabila dinilai loyal atau baik oleh atasan maka akan mudah untuk mendapat atau mempertahankan jabatan/posisinnya. Karena pada posisi atau jabatan tertentu (yang dianggap basah) memiliki kewenangan, fasilitas dan keistimewaan. Hal tersebut telah merasuk dari level atas hingga bawah atau telah menjadi kebudayaan dalam organisasi Polri. Pemolisian yang dilakukan saat ini masih bersifat konvensional yang menghambat keefektifan dalam pemolisiannya serta menimbulkan stereotip Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
90
negatif dari masyarakat terhadap Polri. Sistem manajemen Polri saat ini boleh dikatakan masih sentralistik. Yang dominan adalah kebijakan yang dibuat oleh pimpinan birokrasi yang bersifat lisan (diskresi birokrasi). Hal tersebut tercermin dari tumbuh dan berkembang sistem yang dispotik dalam pemolisiannya baik pada tingkat manajemen maupun tingkat operasional bahkan sampai tingkat petugas kepolisian di lapangan. Selain hal tersebut juga tumbuh dan berkembang orientasi pada jabatan tertentu yang dianggap basah, sehingga yang dikembangkan bukan kinerja tetapi pelayanan kepada pejabat tertentu yang dianggap dapat memberikan jabatan yang diinginkan atau dapat melindungi dan memantapkan jabatannya. Model pemolisiannya masih lebih menekankan pada penegakan hukum atau sebagai crime fighter, sedangkan untuk memelihara keteraturan sosial, masih sebatas sebagai pelengkap dan kurang diminati oleh para petugas kepolisian. Ukuran keberhasilan pemolisiannya masih melihat , menilai dan mengedepankan pada keberhasilan menurunkan angka kejahatan. 6. Faktor Pemindahan/Mutasi Pemindahan adalah upaya memadukan dan memperkuat dalam menentukan kapasitas dan kemampuan unik dari manusia dan menserasikannya dengan posisi unik dalam penugasan. Pemindahan dapat terbentuk dalam berbagai:
57
a. Berbagai promosi b. Pergeseran/pergantian c. Penurunan pangkat.
57
Jend Pol (Purn) Drs. Kunarto MBA. Binteman Polri. 1999. Hal. 36.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
91
Promosi itu diartikan sebagai peningkatan pada pangkat jabatan yang lebih tinggi, yang berarti tanggung jawab lebih besar, karena prestasinya dianggap cukup untuk dinaikkan. Penurunan pangkat sebelumnya karena berbuat salah, sebagai hukuman atau karena kemampuannya dianggap tidak cukup untuk menjabat jabatan/pangkat tersebut. Sedangkan pergeseran berarti perpindahan jabatan/tempat pada level yang relatip sama, yang hanya bersifat tour of duty atau tour of area yang berkonotsai penyegaran. Hal seperti ini yakni pemindahan wilayah tugas atau mutasi pada internal Polri sering menjadi pemicu terjadinya masalah ditubuh instansi Polri. Dimana adanya sifat tidak menerimanya seseorang Polisi atas pemindahan wilayah Tugas. Hal ini bisa terjadi karena kemungkinan besar daerah baru wilayah tugasnya cenderung didaerah pedalaman sehingga seorang Polisi tersebut lupa akan tugasnya sebagai abdi Negara yang bersedia kapan saja dibutuhkan. 7. Faktor Seleksi dan Rekruitmen Rekruitmen adalah satu pangkat kegiatan yang digunakan melegalisasi perolehan sejumlah orang yang mencukupi pada saat yang tepat dan memiliki orang yang terbaik untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Jadi yang diambil adalah tenaga-tenaga yang berkualitas sesuai dengan kebutuhan organisasi seperti yang dirumuskan pada analisa jabatan dibidang ketrampilan, kemampuan, pengetahuan dan pengalaman. 58
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
92
Seleksi adalah proses pengumpulan informasi untuk menentukan siapa yang dapat (memenuhi syararat) untuk dipekerjakan dibawah aturan resmi demi kepentingan organisasi Polri dan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. 59 Berbagai pertimbangan tindakan dalam rekruitmen/seleksi penerimaan Polisi adalah: a. Seleksi: menentukan pilihan atau cara menyeleksi b. Format: cara mengajukan permohonan c. Testing: memperoleh validitas diri pelamar, sebeapa jauh pelamar dapat dipercaya/tahan uji d. Wawancara e. Pemeriksaan latar belakang dan pengecekan refrensi f. Pengujian kesehatan g. Pusat penilaian ; sebagai pengambil keputusan terahir. Namun
dalam
kenyataan
dilapanmgan
masih
banyak
terdapat
penyimpangan-penyimpangan dalam instansi Polri alam hal penerimaan atau rekruitmen Polisi. Hal ini mengakibatkan banyakanya calon pelamar Polisi yang diterima menjadi Polri pada hal sesungguhnya mereka tidak memenuhi semua persyaratan formal. Keadaan seperti ini sungguh sangat ironis dan semakin memburuknya citr Polri yang sesungguhnya. D. Faktor Eskternal 1. Faktor Lingkungan
58
Jend Pol (Purn) Drs. Kunarto MBA. Binteman Polri. 1999. Hal 22. 58Ibid
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
93
Faktor lingkungan sangat dominan bagi seseorang untuk melakukan kejahatan dan untuk seseorang tidak melakukan kejahatan. Hal ini terbukti bahwa lingkungan yang baik akan menghasilkan orang-orang yang baik pula. Lingkungan dalam hal ini bisa dilihat dari segi lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal atau lingkungan pergaulan, lingkungan pendidikan, lingkungan pekerjaan mengingat bahwa pekerjaan yang dilakukan seorang Polisi sangat erat dengan penegakan hukum, hak asasi manusia, kebenaran dan keadilan, kesemuanya ini disebut dengan gejala sosial yang sangat menentukan seseorang untuk berbuat jahat dan untuk tidak berbuat jahat. 60 2. Faktor Politik Polisi dan politik adalah dua peran, dengan fungsi yang saling bertolak belakang. Idealnya, dalam masyarakat Negara yang demokratis, peran Polisi adalah penjaga Kamtibmas. Ketika Polsi juga harus masuk dalam permainan politik, maka yang terjadi adalah distorsi, kesembrautan, intrik dan kekacauan sistem. Sir. Robert Peel, bapak Kepolisian modern Inggris, dengan tegas menyatakan bahwa ”Polisi harus tau politik tetapi tidak boleh berpolitik”. Ketika polisi mulai memasuki wilayah politik, maka sebenarnya itu adalah titik lemah dari kemajuan, ketanggunhan dan wibawa polisi, yang pada akhirnya justru merperlemah sendi-sendi kenegaraan dan membawa pengaruh besar pad merosotnya kondisi Kamtibmas. Sebaliknya, Polisi harus dibentengi bukan
60
Catan kuliah oleh Bapak Edi Yunara pengajar Kriminologi Fakultas Hukum Univrsitas Sumatera Utara, 27 Agustus 2006. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
94
sekedar dipagari dari penetrasi kekuatan politik. Pembentengan ini disamping diletakkan pad sistem manajemen dan administratif, juga harus tertanam kokoh dalam pengertian, pemahaman serta kesadaran setiap individu Polisi. 61 Masuknya intrik politik ditubuh Polisi baik dalam artian organisatoris prosedural maupun perorangan (khususnya tingkatan perwira), dipastikan akan mengakibatkan goncangan bahkan keretakan unity of comand dan kekompakan individu pimpinan Polisi. Sejarah telah membuktikan bahwa dalam kehidupan berbangsa dan bernegara institusi Polri selalu tidak lepas dari pusaran arus politik, terutama pada masa-masa terjadinya pergolakan politik dimana kelompok-kelompok politik saling tarik menarik memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan politik. Dalam kondisi seperti tersebut diatas sering trjadi upaya politisasi institusi Polri dimana Polri digunakan oleh kelompok politik sebagai instrumen peneka terhadap lawan politiknya demi mempertahankan kekuasan atau demi merebut kekuasan politik. Akibatnya institusi Polri dapat kehilangan integritas dan komitmen dalam mengemban profesinya sebagai alat negara penegak hukum yang netral dan akan terseret pada posisi keberpihakan kepada kepentingan politik tertentu, serta menjadi alat kekuasaan. Konsekuensi dari posisi demikian adalah sering terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia dalam pelaksanaan tugas Polri dan menimbulkan ketidak adian secara luas sehingga menjauhkan Polri dari hakekat
61
Jend. Pol (Purn) Drs. Kunarto MBA. Merenungi Satu Realitas Polri dalam Cobaan. 2002. Hal. 3. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
95
keberadaan, fungsi dan perannya sebagai pengayom, pelindung dan pelayan masyarakat secara adil. Dalam era reformasi menuju masyarakat madani demokratis, Polriu dituntut untuk menjadi institusi yang mandiri dan profesional serta terlepas dari keterkaitan dan keberpihakan poltis kepada kelompok manapun, serta tetap mempertahankan prinsip dan hakaekat keberadaan, fungsi dan perannya sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom bagi segenap kelompok masyarakat secara adil, dan menempatkan diri sebagai alat negara dan bukan alat kekuasaan. Untuk itu harus dihindarkan, agar Polri tidak terkooptasi oleh kepentingan politik tertentu baik dalam rangka melaksanakan tugas Polri sebagai alat negara penegak hukum maupun dalam mekanisme pembinaan baik ditingkat kewilayahan ataupun tingkat pusat dengan menerapkan sistem dan mekanisme pembinaan yang baku dan selama ini telah berjalan dalam rangka meningkatkan profesionalisme dan kemandirian Polri. Menyikapi polemik yang terjadi ditubuh Kepolisian Republik Indonesia (Polri) akhir-akhir ini. Komunitas pemantau kinerja Polri (kape) menyampaikan keprihatinannya
dengan
meminta
seluruh
jajaran
Polri
untuk
segera
mengonsentrasikan diri pada tugas-tugas profesionalnya sebagai pelayan, pelindung, dan pengayoman masyarakat. Tindakan ini menyeret Polri untuk tidak terlibat dalam permainan politik praktis, dan merupakan sebuah preseden negatif terhadap kelangsungan integritas Polri sebagai aparatur penegak hukum di Indonesia. Untuk itu diharapkan, Polri
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
96
tidak terjebak kedalam wacana politik praktis dan segera kembali kefungsinya sebagai institusi hukum yang independen, profesional, dan berwibawa. E. Upaya Memulihkan Citra Polri Pakar Kepolisian Amerika Serikat Walter Haltinger 62, mengatakan: bila kita mau melihat citra Polisi, lihatlah keadana yang sama karena pada dasarnya Polisi hanya bagaikan sebuah kaca pengilon (cermin) yang membias wajah masyarakatnya. Bahkan mantan KaPolri RS. Suekanto mengatakan wajah Polisi pada dasarnya merupakan pantulan wajah masyarakat 63. Mengenai perkembangan kedepan selain ada idealaisme lembaga dan kinerja Kepolisian yang diminta masyarakat, sebagai perkembangan potensi masyarakat tesebut diatas Kepolisian menyesuaikan diri dengan irama kemauan politik internal maupun eksternal. Model pemolisian dalam penyelenggaraan tugas Polri agar dapat berjalan secara efektif dan dapat diterima atau cocok dengan masyarakatnya adalah pemolisian yang berorientasi pada masyarakat. Yang dibangun melalui kemitraan dan memecahkan masalah sosial yang terjadi. Dalam hal ini pemolisiannya tidak dapat disamaratakan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Tetapi dalam pemolisiannya berupaya untuk memahami berbagai aspek yang mempengaruhi antara lain corak masyarakat, kebudayaannya, gejala-gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat. Untuk menerapkan pemolisian yang cocok dengan masyarakatnya, para petugas Polri tidak dapat untuk mempelajari Pengetahuan tersebut
62
yang
tercakup
dalam
ilmu
kepolisian.
Warsito Hadi Utomo,SH,Mhum. Hukum Kepolisian di Indonesia. 2005. Hal. 4.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
97
Dengan mempelajari dan mengembangkan ilmu kepolisian, para petugas Polri akan mampu mengimplementasikan dalam pemolisiannya sebagai berikut: 1. Mengamati fenomena di sekelilingnya dengan cermat (observasi terhadap berbagai gejala atau peristiwa, menemukan data yang bermanfaat bagi pemolisiannya; 2. Menganalisa gejala / peristiwa/ fenomena yang terjadi secara kritis, dialektis, komparatif, maupun dialogis; 3. Melihat, meramalkan atau memprediksi hubungan antara gejala yang satu dengan yang lainnya secara logis dan sistematis yang berguna dalam menentukan strategi-strategi pemolisiannya sebagai upaya preventif (crime prevention); 4. Memecahkan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat dan memberikan solusinya (problem solving policing); 5. Mengembangkan kreatifitas dalam pemolisiannya sehingga dapat diterima oleh masyarakatnya dan berguna dalam kehidupan masyarakat. Kususnya yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya kualitas hidup masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya Polri dapat dipercaya oleh masyarakat, dan dapat melakukan pemolisiannya secara profesional yang bermanfaat untuk memperbaiki citranya. Profesionalisme Polri hanya mungkin dapat dilakukan dengan memberikan pengetahuan mengenai berbagai permasalahan sosial dan kepolisian, dan kemampuan analisa untuk mengatasi atau meredamnya. Berkaitan
63
Ibid.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
98
dengan hal tersebut Polri dalam mengembangkan sistem pemolisiannya dengan memanfaatkan atau berdasarkan pengkajian atau penelitian yang dilakukan atau dikembangkan dalam ilmu kepolisian. Dengan mengimplementasikan ilmu kepolisian dalam institusi Polri diharapkan dapat mencapai dan meningkatkan profesionalisme Polri. Dan adanya perubahan kebudayaan organisasi dan pemolisiannya. Kebudayaan organisasi Polri merupakan pola dari asumsi dasar bentukan, penemuan, atau pengembangan oleh sesuatu kelompok dalam proses mengatasi masalah-masalah eksternal dan internal. Kebudayaan organisasi kepolisian digunakan oleh para anggota organisasi tersebut untuk memahami bagaimana petugas kepolisian melihat dunia sosial dan peran mereka di dalamnya, dan untuk menganalisa apa yang mereka lakukan. Perubahan kebudayaan organisasi Polri menuju Polri yang profesional setidaknya mencakup: Kode etik Polri, Peraturan dan petunjuk-petunjuk yang jelas di semua bidang yang dijadikan pedoman dalam pelaksanaan pemolisian baik dari tingkat manajemen maupun individu petugas polisi. Dengan adanya kode etik Polri, peraturan-peraturan dan petunujuk-petunjuk yang jelas dan operasional. Yang berisi aturan-aturan, norma-norma, moral, secara berjenjang yang mencakup kewajiban yang harus dilakukan dan larangan yang tidak boleh dilakukan serta produk yang harus dihasilkan oleh petugas kepolisian dari pangkat terendah sampai tertinggi. Dan sanksinya bila melakukan pelanggaran atau penyimpangan.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
99
Standarisasi dan formalisasi tugas kepolisian yang mencakup seluruh bagian atau fungsi kepolisian untuk tingkat nasional dibuat oleh mabes Polri. Untuk tingkat Propinsi dibuat oleh Polda yang mengacu dari mabes Polri dan mencakup corak masyarakat serta kebudayaannya yang berguna untuk pedoman dalam pemolisiannya. Dan secara mendasar dibuat oleh Polres sebagai bentuk aktualisasi pelaksanaan tugas pemolisiannya. Standarisasi dan formalisasi tugas tersebut mencakup hal-hal yang mendasar tentang uji kelayakan, sistem penilaian kinerja, sistem penghargaan dan penghukuman, kepemimpinan dan pendelegasiaan wewenang. Uji kelayakan bagi para pejabat dalam birokrasi Polri pada level tertentu (Kapolri, Kapolda, Kapolwil, Kapolres, maupun pejabat staf lainnya yang penting dalam pembinaan personel maupun pemolisiannya) dilakukan berdasar, visi dan misinya sebelum menjabat dan setelah menyelesaikan masa jabatan membuat pertanggungjawaban. Sistem uji kelayakan merupakan syarat utama bagi para calon pejabat di kewilayahan yang dilakukan oleh tim independen dan bertanggung jawab. Sistem Penilaian kinerja disesuaikan dengan yang telah dibuat dalam standarisasi dan formalisasi tugas Polri digunakan bagi setiap petugas kepolisian pada tingkatannya masing-masing yang dimaksudkan untuk mendorong produktifitas dalam pelaksanaan pemolisaian atau tugas-tugas kepolisian lainnya. Bagi bagian yang diberi kewenangan untuk menilai harus mempunyai standar dan sayarat tertentu yang harus dimilkiinya agar dapat bekerja secara efektif dan obyektif serta bertanggung jawab penuh atas penilaian dan keputusan yang Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
100
dikeluarkan. Di samping itu apabila terjadi penyimpangan atau pelanggaran bertanggung jawab dan siap untuk menerima hukuman sesuai ketentuan yang telah dibuat dalam standarisasi dan formalisasi tugas Polri. Sistem penghargaan dan penghukuman yang obyektif, konsisten dan konsekuen.
Sistem
penghargaan
dan
penghukuman
sebagai
wujud
pertanggungjawaban dalam pelaksanaan tugas kepolisian untuk memberikan penghargaan bagi yang berprestasi yang dapat memotifasi petugas kepolisian lainnya serta dapat menumbuhkembangkan produktifitas.Dan bagi petugas kepolisian yang melakukan penyimpangan dan pelanggaran harus bertanggung dan dikenai hukuman sesuai dengan ketentuan yang berlaku Kepemimpinan dalam organisasi Polri diperlukan pemimpin
yang
menguasai ilmu kepolisian yang digunakan sebagai dasar pemolisiannya dan disamping itu bersifat berani dalam menegakan kebenaran, jujur, transparan, bertanggung jawab dan mampu memberi/menjadi teladan bagi anak buahnya serta dapat dipercaya. Dan keberhasilannya dinilai berdasrkan peningkatan atau kemampuannya mendorong terciptanya kreatifitas dan produktifitas organisasi yang dipimpinnya. Polri juga perlu membangun organisasi pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan sumber daya manusianya (SDM) baik melalui pendidikan formal ataupun latihan guna meningkatkan tingkat profesionalitas serta untuk memacu motivasi berprestasi dengan sistem kompetisi yang fair yang disarakan pada sistem reward and punishment. Pemolisian yang dikembangkan Polri adalah mengacu community policing (pemolisian komuniti). Yang berdasarkan Skep Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
101
KaPolri No 737 tahun 2005 dikenal dengan Polmas. Yaitu pemolisian yang mengedepankan kemitraan dan berupaya untuk menyelesaikan berbagai masalah sosial dalam masyarakat. Walaupun sudah menjadi kebijakan KaPolri namun mengimplementasikan pemolisian komuniti dalam penyelenggaraan tugas Polri melalui Polmas tidaklah mudah dan membutuhkan waktu serta pengkajian dan pengembangan secara konsisten dan berkesinambungan. Dan dalam melakukan pemolisiannya melakukan tindakan-tindakan yang harus dilakukan setidaknya antara lain: 1.
Mengamati fenomena di sekelilingnya dengan cermat (observasi terhadap berbagai gejala atau peristiwa, menemukan data yang bermanfaat bagi pemolisiannya;
2.
Menganalisa gejala/peristiwa/fenomena yang
terjadi secara kritis,
dialektis, komparatif, maupun dialogis; 3. Melihat, meramalkan atau memprediksi hubungan antara gejala yang satu dengan yang lainnya secara logis dan sistematis yang berguna dalam menentukan strategi-strategi pemolisiannya sebagai upaya preventif (crime prevention); 4.
Memecahkan berbagai masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat dan memberikan solusinya (problem solving policing);
5.
Mengembangkan kreatifitas dalam pemolisiannya sehingga dapat diterima oleh masyarakatnya dan berguna dalam kehidupan masyarakat. Kususnya
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
102
yang berkaitan dengan keamanan dan ketertiban yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya kualitas hidup masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya Polri dapat dipercaya dengan masyarakat serta memperbaiki citranya.
BAB IV PENGATURAN UNDANG-UNANG DALAM HAL PENERAPAN SANKSI TERHADAP POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA A. Pengaturan Undang-Undang dalam Penerapan Sanksi Sejak terpisahnya TNI-Polri pada tahun 1999 secra otomatis sistem peradilannya pun menjadi berbeda. Polri termasuk dalam lingkungan peradilan umum. Bagi aparat Polri yang ,melakukan tindak pidana akan diadili dalam lingkungan peradilan umum. Hal ini jelas diatur dalam PP No. 3 Tahun 2003 Tentang Teknis Institusional Pelakksanaan Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Bagi anggota Polri yang melakukan pelanggaran disiplin dikenakan sanksi disipin. Mengenai sanksi disiplin diatur dalam PP No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Repulik Indonesia. Dalam pasal 7 8, dan 9 PP No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Repulik Indonesia berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 Anggota Kepolisian Negara Repulik Indonesia yang ternyata melakukan pelanggaran Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Repulik Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
103
Indonesia dijatuhi sanksi berupa tindakan disiplin dan/atau hukuman disiplin. Pasal 8 (1) Tindakan disiplin berupa teguran lisan dan/atau teguran fisik. (2) Tindakan disipli dalam ayat (1) tiak menghapus kewenangan Ankum untuk menjatuhkan Hukuman Disiplin. Pasal 9 Hukuman disiplin berupa : a. b. c. d. e. f. g.
Tegura tertulis; penundaan mengikuti pendidikan paling lama 1 (satu) tahun; penundaan kenaikan gaji berkala; penunaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu)tahun; mutasi yang bersifat demosi; pembebasab dari jabatan; penempatan dalam tempat khusus paling lama 21 (dua puluh satu ) hari; Mengenai sanksi disiplin dalam organisasi Polri ditangani oleh Kabid Propam sub bidang Provos tepatnya dibagian Gakkum (Penegakan Hukum) 64. Penegasan mengenai sidang disiplin Anggota Kepolisian diatur dalam Keputusan Kepala Kepolsian Negara Repulik Indonesia No. Pol. Kep / 44 / IX / 2004. Bagi Anggota Polri yang terlibat kasus tindak pidana selain diadili dilingkungan peradilan umum, tentu saja adanya penerapan sanksi yaitu dengan pemberhentian dari dinas kesatuan Polri. Mengenai pemberhentian dari kesatuan dinas diatur dalam
PP No. 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota
Kepolisian Negara Repulik Indonesia. Dalam PP No. 1 Tahun 2003 Bab III diatur mengenai Pemberhentian Tidak Dengan Hormat pada pasal 11 dan 12 ayat (1) sub a dan ayat (2) sebagai berikut : Pasal 11 Anggota Kepolisian Negara Repulik Indonesia yang diberhentikan tidak dengan hormatbapabila :
64
Hasil wawancara dengan AKP. A Hutabarat Kabid Propam sub bidang Provos Gakkum Polda Sumut Jumat, 28n Pebruari 2008 Pukul 09.00 Wib. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
104
a. melakukan tindak pidana; b. melakukan pelanggaran; c. meninggalkan tugas atau hal lain; Pasal 12 ayat (1) Anggota Kepolisian Negara Repulik Indonesia diberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Kepolisian Negara Repulik Indonesia apabila : Sub a. dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah menpunyai kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara Repulik Indonesia; ayat (2) Pemberhentian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan setelah melalui sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Repulik Indonesia. Mengenai sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Repulik Indonesia tersebut dipertegas dalam Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2003 pada pasal 15 sebagai berikut : Anggota Polri yang diputus pidana penjara minimal 3 (tiga) bulan yang telah berkekuatan hukum tetap, dapatb diekomendasikan oleh anggota sidang Komisi Kode Etik Polri tidak layak untuk tetap dipertahankan sebagai Anggota Polri. B. Kasus 1. Kasus Posisi Pada hari Jumat, 20 September 2001 sekitar pukul 20.30 WIB tersangka I: MUHAMMAD ADI SYAHPUTRA als ADI menjemput tersangka II: RIZALDI SYAHPUTRA als RIZALDI di Jalan Madong Lubis Medan tepatnya bekerja, dimana pada saat itu tersangka I mengajak tersangka ke II untuk berkeliling dengan sepeda motor yang dipakai oleh tersangka I berupa sepeda motor RX King tanpa plat untuk mencari sasaran objek yang akan dikerjai, tersangka I membonceng tersangka II kearah Jalan Wahidin Medan, kemudian tersangka I memberhentikan sepeda motornya di depan Toko UD. SUBUR grosir rokok Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
105
kemudian tersangka I menyuruh tersangka II untuk membeli rokok dengan tujuan melihat situasi jumlah orang yang ada di took tersebut berikut bagaimana jumlah uang yang ada dipegang oleh pemilik toko, setelah beberapa saat tersangka II kembali mendatangi tersangka I yang menunggu di depan toko, setelah tersangka I dan II menggambar situasi dalam toko yang tersangka rencanakan untuk dicuri kemudian tersangka I kembali mengantar tersangka II ketempatnya bekerja, tersangka I mengatakan besok pagi sekitar pukul 09.00 WIB agar bersiap-siap untuk melakukan pencurian. Kemudian pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekitar pukul 09.00 Wib dengan membawa sepeda motor jenis RX King tanpa plat warna hitam milik adik ipar tersangka I berikut senjata api jenis REVOLVER S & W KALIBER 38 dengan peluru sebanyak 5 (lima) butir, dengan memakai helm warna hitam dengan tertutup, pergi menjemput tersangka II di Jalan Madong Lubis Medan tempatnya bekerja kemudian tersangka I mengajak tersangka II untuk melakukan pencurian di Toko UD. Subur yang telah tersangka teliti sehari sebelumnya, kemudian tersangka berdua berangkat, tersangka II mengendarai sepeda motor sedangkan tersangka II dibonceng bergerak menuju Jalan Wahidin Medan, tersangka I menyuruh tersangka I menyuruh tersangka II untuk memarkirkan sepeda motor tepat didepan toko, kemudian tersangka I menyuruh tersangkan II untuk membeli rokok, dan setelah membeli rokok tersangka II mengimformasikan kepada tersangka I bahwa diatas meja pemilik toko banyak uang terletak, mendengar itu tersangka II menyuruh tersangka II untuk menunggu diluar duduk diatas sepeda motor dalam keadaan siap siaga dan dalam keadaan sepeda motor Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
106
hidup, kemudian dengan memakai helm yang menutupi wajahnya tersangka I masuk ke dalam toko tersebut langsung tersangka I menarik senjata api dari pinggangnya kemudian menodongkan senjata api tersebut kea rah orang yang diperkirakan tersangka I adalah pemilik toko yang berdiri di depan steling yang diatas steling terlihat banyak uang saat itu tersangka I menyatakan “DIAM!! JANGAN BERGERAK” dimana kemudian melihat tersangka I menodongkan senjata api tersebut kemudian salah seorang dari mereka yang ada didalam toko itu melarikan diri sementara salah seorang tetap berdiri kemudian pemilik toko mencoba mendekati tersangka I dan berusaha merebut senjata api dari tangan tersangka I dan terjadi tarik menarik senjata api dimana pada saat itu Lim Tjoei Thi melarikan diri pada saat tarik menarik itu sempat tersangka I melakukan penembakan satu kali kearah atas kemudian masuk Agus Samosir masuk ke dalam toko dengan tujuan membantu korban (Tjin Khiong als Akiong) untuk merebut senjata api namun tersangka I melakukan pemukulan kepada Agus Samosir dengan menggunakan helm yang mengenai mukanya serta tangan kirinya, tersangka kemudian memukul korban dan menunjang korban sehingga terjatuh pada saat korban terjatuh itulah tersangka I melakukan penembakan kearah perut korban sebanyak 1 (satu) kali sehingga korban tidak sadarkan diri, kemudian tersangka I mengambil uang yang ada diatas steling dan lari keluar dimana tersangka II sudah menunggu dan melarikan diri akibat dari perbuatan tersangka, korban mengalami kerugian sebesar Rp 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) tersangka terus menuju rumah neneknya dan meninggalkan sepeda motor disana,
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
107
kemudian pulang ke Binjai dan disinilah tersangka I ditangkap oleh pihak yang berwajib 2. Dakwaan Bahwa mereka terdakwa I: Muhammad Adi Syahputra als Adi selaku anggota Polri dan terdakwa II: Rizaldi Syahputra als Rizaldi secara bersama-sama bersekutu pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekitar pukul 09.30 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam tahun 2001, bertempat di Toko UD. Subur Jalan Pukat Harimau/ Jln. Aksara No.19 Medan atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Medan, dengan maksud untuk memiliki secara melawan hokum, telah mengambil sesuatu barang berupa uang kontan Rp 35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah) atau setidak-tidaknya lebih dari Rp 250,- (dua ratus lima puluh rupiah) kepunyaan saksi korban Tjin Khiong als Akiong atau orang lain selain daripada mereka terdakwa, yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang, dengan maksud akan menyiapkan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan ( terpergok) supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi kawannya yang turut melakukan kejahatan itu akan melarikan diri atau supaya barang yang dicuri itu tetap ada ditangannya dan perbuatan dari terdakwa-terdakwa mengakibatkan ada orang mendapat luka berat, dilakukan oleh terdakwa-terdakwa antara lain dengan cara sebagai berikut: Pada hari Kamis tanggal 20 September 2001 sekitar pukul 20.30 Wib terlebih dahulu terdakwa I: Muhammad Ali Syahputra als Adi datang menjumapai terdakwa II: Rizaldi Syahputra als Rizaldi di Jalan Madong Lubis Medan, dimana Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
108
terdakwa I lalu mengajak terdakwa II berkeliling dengan menaiki sepeda motor RX King warna hitam tanpa plat untuk mencari sasaran yang akan dirampok, setelah itu lalu terdakwa I dan terdakwa II pergi menuju ke Jalan Wahidin Medan dan berhenti disebuah toko yaitu UD. Subur milik saksi korban, selanjutnya terdakwa I lalu menyuruh terdakwa II untuk membeli rokok dengan tujuan untuk melihat situasi jumlah orang yang ada didalam toko milik saksi korban, tidak berapa lama kemudian lalu terdakwa II kembali untuk menjumpai terdakwa I yang ketika itu sedang menunggu didepan toko, selanjutnya terdakwa-terdakwa berencana bahwa perampokan terhadap toko milik saksi korban akan dilakukan pada besok harinya, selanjutnya pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 pada pukul 09.00 Wib dengan menaiki sepeda motor RX King tanpa plat warna hitam berikut senjata api jenis Revolver S & W Kaliber 38 berikut pelurunya sebanyak lima butir dan dengan memakai helm warna hitam dengan tertutup, lalu terdakwa I menjumpai terdakwa II di Jalan Madong Lubis untuk selanjutnya bersama-sama berangkat menuju toko milik saksi korban dengan menaiki sepeda motor RX King warna hitam yang dikemudikan oleh terdakwa II dengan membonceng terdakwa I menuju toko milik saksi korban, setibanya didepan toko milik saksi korban lalu terdakwa I menyuruh terdakwa II untuk menghentikan sepeda motor dan sekaligus menyuruh terdakwa II melihat situasi dalam toko, setelah terdakwaterdakwa melihat situasi dalam keadaan sunyi, lalu kemudian terdakwa I menyuruh terdakwa II untuk tetap stand by diatas sepeda motor sedangkan terdakwa I dengan memakai helm yang tertutup masuk ke dalam toko milik saksi korban dan sekaligus terdakwa I menarik senjata api yang sebelumnya terselip Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
109
dipinggangnya untuk selanjutnya ditodongkan kearah saksi korban yang ketika itu sedang berdiri didepan steling dengan ucapan “ DIAM!!JANGAN BERGERAK”, namun ternyata saksi korban bergerak mengitari meja mendekati terdakwa I dan berusaha merebut senjata api dari tangan terdakwa I, namun terdakwa I tetap mempertahankannya sambil melakukan penembakan kearah depan akan tetapi saksi korban tetap melakukan perlawanan sehingga akhirnya terdakwa I memukulkan helmnya kearah saksi korban berulang kali yang mengakibatkan saksi korban terjatuh waktu itu terdakwa I langsung melakukan penembakan terhadap saksi korban yang mengenai perutnya satu kali yang mengakibatkan saksi korban tidak sadarkan diri, setelah itu lalu terdakwa pun mendekati steling tempat uang dan mengambil uangnya untuk selanjutnya keluar dari toko dengan posisi tangan kiri memegang uang sedangkan tangan kanan memegang senjata api, setibanya terdakwa I diluar toko ternyata berpapasan dengan saksi Parulian Sirait yang kemudian menegor terdakwa I akan tetapi terdakwa I langsung mengarahkan senjata apinya dan sekaligus menembakkannya keudara, melihat situasi semakin ramai lalu akhirnya terdakwa I berarah kearah terdakwa II yang menunggu diatas sepeda motor untuk selanjutnya melarikan diri kearah Jalan Sei Kera Medan, dimana akibat dari perbuatan dari terdakwa-terdakwa tersebut saksi korban juga mengalami luka-luka berat sesuai dengan Visum et Repertum No. 35/Vs/RSM/X/2001 tanggal 05 Oktober 2001 yang ditanda tangani oleh dr.Daja Salim dari Rumah Sakit Methodist Medan dan saksi korban dirawat sejak tanggal 21 September 2001 s/d 28 September 2001 dalam keadaan belum sembuh, kemudian saksi korban berobat lagi ke Singapura selama 11 hari. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
110
3.Tuntutan Jaksa
Penuntut
Umum
pada
Kejaksaan
Negeri Medan
dengan
memperhatikan hasil pemeriksaan sidang dalam perkara atas para terdakwa: I. Nama
: Muhammad Adi Syahputra als. Adi
Lahir di
: Medan
Umur
: 26 tahun / 15-02-1975
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Asrama Polisi Tangsi Binjai No. 41 Jln. Denai Gg. Buntu No.5 Medan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Anggota Polisi / pangkat Briptu
Pendidikan
: SMA
II. Nama
: Rizaldi Syahputra als Rizaldi
Lahir di
: Medan / 02-08-1975
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kewarganegaraan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jln. Bromo Gg. Akrab Medan Tembung
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Pendidikan
: SMA
Berdasarkan surat penetapan hakim ketua pada Pengadilan Negeri Medan terdakwa dihadapkan kedepan persidangan dengan dakwaan melanggar pasal 365 Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
111
ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP, untuk dakwaan tidak kami cantumkan dan bacakan lagi karena telah dibacakan pada persidangan sebelumnya dan telah dimengerti oleh terdakwa-terdakwa. Fakta-fakta yang terungkap dalam pemeriksaan persidangan secara berturut-turut berupa keterangan para saksi, keterangan terdakwa dan petunjuk.
a. Keterangan para saksi : 1. Saksi Tjin Khiong als Akiong, setelah disumpahi di persidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira jam 09.30 Wib bertempat di Toko saksi (UD.Subur) di Jalan Pukat Harimau Medan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi mengambil uang saksi.
Bahwa benar ketika terdakwa I masuk ke toko korban, ketika itu korban sedang menghitung uang lalu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menodongkan pistol kearah saksi sambil meminta uang yang ada pada saksi.
Bahwa benar ketika itu saksi melakukan perlawanan dengan berusaha mengambil pistol terdakwa I Muhammad Adi Syahputra namun tidak berhasil dan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra memukul kepala saksi dengan helm sehingga saksi terjatuh.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
112
Bahwa benar ketika saksi terjatuh berusaha untuk bangkit ketika itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menembak kearah saksi dan mengenai perut saksi sehingga luka.
Bahwa akibat penembakan tersebut korban/saksi harus menjalani operasi di Rumah Sakit Methodist dan berobat di RS. Elisabeth di Singapura selama lebih kurang 2 minggu.
Bahwa benar uang Rp. 1.680.000,- yang diperlihatkan dipersidangan adalah sebagian uang saksi yang diambil terdakwa yang telah disisihkan sebelumnya dan baju serta celana yang diperlihatkan sebagai barang bukti adalah pakaian yang dipakai terdakwa I Muhammad Adi Syahputra.
Bahwa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra yang telah menembak saksi.
2. Saksi Agus Samosir, setelah disumpahi dipersidangan pada pokoknya Menerangkan:
Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira jam 09.30 Wib bertempat tinggal di Toko UD.Subur Jalan Aksara Medan telah terjadi perampokan.
Bahwa benar ketika terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi masuk ke toko tersebut saksi berada diluar toko, tidak lama kemudian mendengar suara ledakan dari dalam toko.
Bahwa benar selanjutnya saksi masuk kedalam toko dan melihat ketika itu korban sedang menarik terdakwa I Muhammad Adi Syahputra yang saat itu memegang pistol.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
113
Bahwa benar melihat hal tersebut saksi berusaha membantu korban tetapi dipukul dengan helm oleh terdakwa I Muhammad Adi Syahputra sehingga saksipun menjadi mundur.
Bahwa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra memukul korban dengan menggunakan helm sehingga saksi korban menjadi terjatuh dan saat itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menembak korban dan selanjutnya mengambil uang yang ada di steling toko kemudian dengan menggunakan sepeda motor RX King yang dikendarai temannya terdakwa I Muhammad Adi Syahputra melarikan diri.
Bahwa benar barang bukti berupa baju dan celana yang diperlihatkan dipersidangan adalah yang dipakai oleh terdakwa I Muhammad Adi Syahputra.
Bahwa benar akibat penembakan tersebut korban mengalami luka pada bagian perut.
3. Saksi Sadimen als Imen setelah disumpah dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira jam 09.30 Wib bertempat di toko UD. Subur di Jalan Aksara terjadi perampokan.
Bahwa benar ketika penodongan dilakukan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi saat itu saksi sedang membantu korban menghitung uang.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
114
Bahwa benar saat itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menodongkan pistolnya kearah dan meminta uang yang ada pada korban.
Bahwa benar ketika terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menodongkan pistolnya oleh korban melakukan perlawanan dengan berusaha merebut pistol terdakwa I Muhammad Adi Syahputra.
Bahwa benar ketika korban melakukan perlawanan oleh terdakwa I Muhammad Adi Syahputra memukul korban dengan menggunakan helm sehingga korban terjatuh dan ketika korban akan bangkit ditembak oleh terdakwa I Muhammad Adi Syahputra dan mengenai perut korban.
Bahwa benar selanjutnya terdakwa mengambil uang yang ada disteling toko dan selanjutnya melarikan diri saat itu saksi mendengar suara sepeda motor yang dilarikan dengan kencang.
Bahwa benar akibat penembakan tersebut korban dirawat di RS. Methodist dan selanjutnya berobat di Singapura.
Bahwa benar barang bukti berupa baju dan celana adalah pakaian yang digunakan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra ketika melakukan perampokan.
b. Surat Visum et Repertum No. 35/Vs/RSM/X/2001 tanggal 05 Oktober 2001 yang dibuat dan ditanda tangani oleh dr. Daja Salim dari RS. Methodist yang menerangkan bahwa pada tanggal 21 September 2001 sekira jam 09.30 Wib telah memeriksa Tjin Khiong dengan hasil pemeriksaan: •
Luka tembak pada perut bagian kiri atas dan gluteal kiri.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
115
Dalam Perut Usus kecil ada 5 (lima) tempat perforasi. Peluru dikeluarkan dari gluteal kiri. Dirawat di RS. Methodist tanggal 21 September 2001 sampai dengan tanggal 28 September 2001 (dalam keadaan belum sembuh).
c. Keterangan terdakwa-terdakwa 1. Terdakwa I . Muhammad Adi Syahputra als Adi, dipersidangkan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 terdakwa I Muhammad Adi Syahputra mengajak terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi untuk jalan-jalan.
Bahwa benar ketika sampai di toko korban, terdakwa I Muhammad Adi Syahputra mengajak terdakwa II Rizaldi Syahputra untuk melakukan perampokan.
Bahwa benar terdakwa I Muhammad Adi Syahputra menyuruh terdakwa II Rizaldi Syahputra untuk menunggu diluar dengan sepeda motor.
Bahwa benar terdakwa I masuk ke dalam toko korban dan menodongkan pistol kearah korban sambil meminta uang.
Bahwa benar ketika itu korban melakukan perlawanan sehingga terdakwa I memukul korban dengan helm dan ketika korban jatuh terdakwa I menembak korban.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
116
Bahwa benar setelah menembak korban, terdakwa I mengambil uang yang ada diatas steling toko korban, selanjutnya keluar dari toko dan menaiki sepeda motor yang dikendarai terdakwa II Rizaldi Syahputra untuk selanjutnya melarikan diri.
Bahwa benar uang tersebut dibawa terdakwa kerumah.
Bahwa benar pistol yang digunakan bukan merupakan pistol terdakwa tetapi di dapat di Diskotik Yuda.
Bahwa benar baju dan celana yang diperlihatkan dipersidangan sebagai barang bukti adalah pakaian yang dipergunakan terdakwa ketika melakukan perampokan.
Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi mengajak terdakwa untuk jalan-jalan.
2. Terdakwa II. Rizaldi Syahputra als Rizaldi, dipersidangan pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:
Bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi mengajak terdakwa untuk jalan-jalan.
Bahwa benar sesampainya di toko korban oleh terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi menyuruh terdakwa untuk membeli rokok setelah itu terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi kembali menyuruh membeli permen selanjutnya terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi meminta terdakwa untuk menunggu diluar dengan sepeda motor sementara terdakwa I masuk kedalam toko.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
117
Bahwa benar terdakwa menunggu diluar dengan jarak sekira 4 (empat) meter dari toko korban.
Bahwa benar tidak berapa lama terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi masuk kedalam toko terdengar suara letusan dan setelah itu terdakwa I keluar dari toko dengan membawa uang.
Bahwa benar setelah keluar dari toko terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi berlari dan menaiki sepeda motor yang dikendarai terdakwa untuk selanjutnya melarikan diri.
Bahwa benar saat itu terdakwa melarikan sepeda motor dengan kecepatan tinggi.
Bahwa benar terdakwa belum mendapat bagian yang karena terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi akan membaginya nanti malam.
d. Petunjuk Bahwa keterangan saksi Tjin Kiong, Agus Samosir, Sadimen als Imen bersesuaian dengan keterangan para terdakwa dan alat bukti surat berupa visum et repertum yakni bahwa benar pada hari Jum’at tanggal 21 September 2001 sekira jam 09.30 Wib terdakwa I Muhammad Adi Syahputr als Adi masuk ke toko korban dan mengancam korban dengan pistol untuk mengambil uang korban tetapi karena korban melawan sehingga terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi menembak korban dan mengenai perut selanjutnya terdakwa I Muhammad Adi Syahputra mengambil uang korban dan menaiki sepeda motor yang dikendarai terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi lalu melarikan diri akibat penembakan tersebut korban mengalami luka pada bagian perut dan harus berobat Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
118
dan dirawat di Rumah Sakit sesuai visum et repertum No. 35/Vs/RSM/X/2001 tanggal 05 Oktober 2001 yang dibuat dan ditandatangani dr. Daja Salim dari RS. Methodist. Barang bukti yang diajukan dipersidangan berupa uang Rp. 1.680.000,yang disisihkan dari sejumlah Rp. 16.680.000,- , 1 (satu) unit sepeda motor RX King warna hitam tanpa plat, 1 (satu) senjata api Revolver Kaliber 38 dengan Nomor AJL 0144 berikut 3 (tiga ) butir peluru, 1 (satu) butir proyektil peluru, sepotong baju kemeja belang-belang dan sepotong celana panjang warna krem, barang bukti yang diajukan dalam persidangan ini telah disita secara sah menurut hukum untuk itu dapat digunakan untuk memperkuat pembuktian. Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan sampailah kami pada pembuktian mengenai unsur-unsur tindak pidana yang didakwakan yaitu melanggar pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP dengan unsur-unsur: - Barang siapa Yang dimaksud barang siapa menunjuk pada pelaku dari tindak pidana dimaksud. Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan setelah mendengar keterangan para saksi para terdakwa bahwa pelaku dari tindak pidana menunjuk pada diri para terdakwa. Maka unsur barang siapa terbukti. - Mengambil sesuatu barang Yang dimaksud mengambil sesuatu barang yakni perbuatan pelaku yang telah mengangkat atau memindahkan sesuatu barang dari tempat semula ketempat lainnya, sedang barang yakni benda yang bernilai ekonomis. Berdasarkan barang Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
119
yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi telah mengambil sejumlah uang yakni sebesar Rp. 16.680.000,- yang semula berada diatas steling untuk selanjutnya dibawa kerumah dengan mengendarai sepeda motor RX King yang dikendarai terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi. Maka unsur mengambil sesuatu barang terbukti.
- Yang sama sekali kepunyaan orang lain Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan hanya uang Rp 16.680.000,yang diambil oleh terdakwa-terdakwa adalah milik saksi korban Tjin Kiong als Akiong. Maka unsur yang kepunyaan orang lain terbukti. - Dengan maksud akan memiliki Yang dimaksud dengan akan memiliki yakni bila seseorang telah memperlakukan barang tersebut sebagaimana layaknya pemilik telah menunjukkan maksud memiliki tersebut. Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi telah mengambil uang milik Tjin Kiong als Akiong dan bersama dengan terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi membawa uang tersebut dan menyimpannya dirumah terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi, perbuatan terdakwa yang menyimpan uang milik Tjin Kiong als Akiong telah menunjukkan maksud memiliki dari para terdakwa. Maka maksud unsur akan memiliki terbukti. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
120
- Dengan melawan hukum Bahwa perbuatan para terdakwa yang mengambil uang milik Tjin Kiong als Akiong tanpa seizing dari pemiliknya yaitu Tjin Kiong als Akiong adalah dilarang oleh Undang-Undang. Maka unsur dengan melawan hukum terbukti. - Diikuti dengan kekerasan - Dengan maksud akan memudahkan pencurian - Perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama - Menjadikan orang mendapat luka berat Yang dimaksud dengan kekerasan menurut pasal 365 yakni dimana perbuatan pelaku mengakibatkan korban menjadi tidak berdaya. Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi dengan menggunakan pistol menembak korban sehingga korban mengalami luka dan selanjutnya pingsan sehingga terdakwa dapat dengan mudah mengambil uang korban. Maka unsur dengan diikuti dengan kekerasan terbukti. - Dengan maksud akan memudahkan pencurian Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi dengan menggunakan pistol menodong korban agar memberikan sejumlah uang tetapi karena korban melakukan perlawanan sehingga terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi menembak korban karena tembakan yang mengenai perut korban menjadikan korban tidak berdaya dan
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
121
setelah itu terdakwa I mengambil uang korban dan dengan menaiki sepeda motor yang dikendarai terdakwa II para terdakwa pun melarikan diri. Maka unsur dengan maksud akan memudahkan pencurian terbukti. - Perbuatan dilakukan oleh dua orang bersama-sama Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi masuk kedalam toko mengambil uang milik korban setelah terlebih dahulu melukai korban dengan pistol dan kemudian dengan menggunakan sepeda motor yang dikendarai terdakwa II yang sebelumnya menunggu diluar para terdakwa melarikan diri, bahwa perbuatan terdakwa I dan terdakwa II dilakukan secara bersama-sama kendati yang masuk dan mengambil uang dari toko adalah terdakwa I sedangkan terdakwa II menunggu diluar dengan sepeda motor untuk melarikan diri dipandang sebagai suatu pembagian tugas dari para terdakwa untuk memudahkan para terdakwa untuk melakukan perbuatannya. Maka unsur perbuatan dilakukan bersama-sama terbukti. - Menjadikan orang mendapat luka berat Yang dimaksud luka berat yaitu luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan bahwa terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi dengan menggunakan pistol yang ada padanya menembak korban Tjin Kiong als Akiong dan mengenai perut korban dimana bagian perut terdapat organ penting bagi kehidupan manusia sehingga luka pada perut yang diderita korban akibat tembakan dari pistol terdakwa dapat menimbulkan bahaya maut bagi korban dimana luka yang dapat menimbulkan bahaya maut tersebut termasuk dalam kwalifikasi luka berat sebagaimana diatur dalam pasal 90 KUHP. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
122
Maka unsur menjadikan orang mendapat luka berat terbukti. Berdasarkan uraian-uraian sebagaimana tersebut diatas maka jaksa penuntut umum berpendapat para terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama sebagaimana diatur dalam pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP. Sebelum menjatuhkan tuntutan pidana terlebih dahulu mengemukakan halhal yang menjadi pertimbangan dalam mengajukan tuntutan pidana yaitu:
Hal-hal yang memberatkan: 1. Perbuatan terdakwa-terdakwa meresahkan masyarakat 2. Terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi merupakan anggota kepolisian yang seharusnya melindungi dan menganyomi masyarakat tetapi berbuat sebaliknya terhadap masyarakat yakni melakukan tindak pidana yang menjadikan orang mendapat luka. 3. Para terdakwa sangat keji terhadap saksi korban dimana terdakwa I masih menembak saksi Akiong yang sudah jatuh ke lantai sehingga saksi jatuh pingsan dan harus berobat ke luar negeri (Singapura). 4. Bahwa terdakwa menggunakan senjata atau pistol untuk melakukan kejahatan. Hal-hal yang meringankan: 1. Para terdakwa mengakui perbuatannya dan bersikap sopan dipersidangan sehingga memudahkan proses pemeriksaan. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
123
2. Bahwa para terdakwa belum sempat menikmati hasil kejahatan mereka. 3. Para terdakwa menyesali perbuatannya dan masing-masing berjanji tidak akan mengulanginya lagi. 4. Para terdakwa belum pernah dihukum. Adapun yang menjadi tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum adalah sebagai bikut: 1. Menyataka terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi dan terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi bersalah melakukan tindak pidana pencurian engan kekerasaan yang dilakukan secara bersama-sama melanggar pasal 365 ayat (2) ke-2 dan ke-4 KUHP. 2. Menjatuhkan piana terhadap terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi degan pidana penjara selama lima tahun an terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi dengan pidana penjara selama tiga tahun. 3. Barang bukti berupa uang Rp. 16.680.000,- yang disisihkan sejumlah Rp. 1.680.000,- di kembalikan kepada Tjin Khiong als Akiong, 1 (satu) unit sepeda motor RX King warna hitam tanpa plat di kembalikan kepada Edi Susanto, 1 (satu) snjata api Revolver Kaliber 38 engan nomor AJL 0144 brikut 3 (tiga) butir peluru di kembalikan kepada kesatuan sat Brimobda Sumut, sepotong baju kemeja dan 1 (satu) celana panjang warna krem di kembalikan kepada terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi. 4. Membebankan para terdakwa membayar biaya perkara Rp. 500,-
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
124
PUTUSAN No. 2730/Pid B/2001/ DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Medan yang memeriksa dan mengadili perkara-perkara pidana biasa pada tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut dalam perkara para terdakwa: I. Nama
: Muhammad Adi Syahputra als. Adi
Lahir di
: Medan
Umur
: 26 tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat tinggal
: Asrama Polisi Tangsi Binjai No. 41 Jln. Denai Gg. Buntu No.5 Medan
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Anggota Polisi / Pangkat Briptu
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
125
II.Nama
: Rizaldi Syahputra als Rizaldi
Lahir di
: Medan
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Kebangsaan
: Indonesia
Tempat tinggal
: Jln. Bromo Gg. Akrab Medan Tembung
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Wiraswasta
Para terdakwa ditahan oleh penyidik sejak tanggal 22-09-2001 s/d 11-102001 diperpanjang oleh JPU sejak tanggal 12-10-2001 s/d 31-10-2001 diperpanjang oleh JPU II sejak tanggal 01-11-2001 s/d 19-11-2001 ditahan oleh JPU sejak tanggal 20-11-2001 s/d 3-12-2001. Majelis hakim sejak tanggal 4-122001 s/d 02-01-2002 diperpanjang oleh KPN sejak tanggal 03-01-2002 s/d 04-032002 diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi Medan sejak tanggal 05-032002 s/d 03 April 2002 diperpanjang oleh Ketua Pengadilan Tinggi Medan yang ke II sejak tanggal 03-04-2002 sampai sekarang (30 hari). PENGADILAN NEGERI TERSEBUT: Telah membaca: 1. Berkas pemeriksaan pendahuluan dari penyidik 2. Surat pelimpahan perkara dari Jaksa pada tertanggal November 2001 No. 2428/N.2.10/3/Ep.2/Medan/II/2001.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
126
3. Surat penetapan Ketua Pengadilan Negeri Medan tanggal 4 Desember 2001 No. 2730 Pid B/2001/PN.Medan tentang perujukan Majelis Hakim dalam perkara ini. 4. Surat Penetapan Ketua Majelis tertanggal 20 Desember 2001 No. 2730/Pid B/2001/PN Medan tentang penetapan sidang pertama dalam perkara ini. 5. Surat dakwaan Telah mendengar keterangan para saksi dan terdakwa-terdakwa. Telah mendengar tuntutan pidana dari jaksa PN tertanggal 23 April 2002 No: Reg.Perk.PDN-7041/Ep.I/II/2001 yang pada akhirnya menuntut supaya pengadilan memutuskan: 1. Menyatakan terdakwa I: Mhd. Adi Syahputra als Adi dan terdakwa II: Rizaldi Syahputra als Rizaldi bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan yang dilakukan secara bersama-sama melanggar pasal 365 (2) ke 2 dan ke 4 KUH Pidana. 2. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I: Mhd. Adi Syahputra als Adi dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun dan terdakwa II: Rizaldi Syahputra als Rizaldi dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama berada dalam tahanan. 3. Barang bukti berupa: a. Uang Rp 16.680.000 yang disisihkan sejumlah Rp 1.680.000 dikembalikan kepada Tjun Khiong als Akiong. b. 1 (satu) unit sepeda motor RX King warna hitam tanpa plat dikembalikan kepada Edi Susanto. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
127
c. 1 (satu) pucuk senjata api Revolver kaliber 38 dengan nomor AJL0144 berikut 3 (tiga) butir peluru dikembalikan kepada kesatuan sat Brimobda Sumut, d. Sepotong baju kemeja dan 1 (satu) celana panjang warna krem dikembalikan kepada terdakwa I Muhammad Adi Syahputra als Adi. 4. Membebankan para terdakwa membayar biaya perkara Rp 500. Telah mendengar pernyataan para terdakwa yang menyatakan bahwa mereka tidak akan mengajukan pembelaan dalam perkara ini selain mohon putusan saja. Para terdakwa didakwa melakukan tindak pidana kejahatan pencurian dan kekerasan pasal 365 ayat (2) ke 2 dan ke 4 KUHP. MENGADILI 1. Menyatakan terdakwa I Muhamma Adi Syahputra als Adi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan. Menghukum ia oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun dan dipecat dari kesatuan Anggota Polri sejak Putusan ini dibacakan. 2. Menyatakan terdakwa II Rizaldi Syahputra als Rizaldi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
128
Menghukum ia oleh karena itu dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun. Menetapkan bahwa hukuman tersebut akan dikurangkangkan seluruhnya selama terdakwa dalam tahanan sementara. Memerintahkan barang bukti berupa uang kontan Rp. 1.680.000,- yang disisihkan dari uang sebanyak Rp.16.680.000,- tersebut dikembalikan kepada saksi korban Tjin Khiong als Akiong, 1 (satu) unit sepeda motor RX King warna hitam tanpa plat dikembalikan kepada Edi Susanto sebagai pemiliknya dan 1 (satu) pucuk senjata api Revolver Kaliber 38 dengan No.AJL 0144 berikut dengan 3 butir pelurunya dirampas untuk Negara. Menghukum lagi terdakwa untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 1000 (seribu rupiah). Demikianlah diputuskan dan diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Kamis tanggal 25 April 2002 oleh kami M. Sihombing, SH sebagai Hakim Ketua Majelis W. Pardamean, SH dan Mayor CHK TR. Samosir, SH masing-masing sebagai Hakim Anggota dengan dihadiri oleh Dt. Anwar, SH Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Medan dan Santoso, SH Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut serta dihadiri terdakwa. SANKSI ADMINISTRATIF Dengan dibackannya Putusan ini maka terdakwa I Muhammad Adi Syahputra Als Adi dinyatakan diberhentikan Dengan Tidak Hormat dari dinas kesatuan Polri. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
129
DALAM GUGATAN GANTI RUGI 1. Mengabulkan tuntutan ganti rugi saksi korban Tjin Khiong alias Akiong sebagian. 2. Menghukum para terdakwa (tergugat-tergugat) Muhammad Adi Syahputra alias Adi dan Rizaldi Syahputra alias Rizaldi membayar ganti rugi biaya perobatan kepada saksi korban (Penggugat) sebesar Rp. 79.095.435,(tujuh puluh sembilan juta sembilan puluh lima empat ratus tiga puluh lima rupiah). 3. Menolak tuntutan saksi korban (Penggugat) buat selebihnya.
C. Analisa Kasus Analisa terhadap kasus dengan Register No. 2730/Pid/B/2001 perkara konekitas dengan terdakwa : 1. Muhammad Adi Syahputra, Anggota Polri, Pangkat Briptu, Kesatua Brimob. 2. Rizaldi Syahputra, Wiraswasta. Berdasarkan analisa yang Penulis lakukan baik dari segi waktu, dan tempat kejadian, juga dari segi para pelaku, serta analisa terhadap penerapan undang-undang. Setelah berpisah dari TNI, Polri berada dalam lingkungan peradilan umum diatur dalam PP No. 3 Tahun 2003. dilihat dari waktu kejadian, kasus ini terjadi pada tahun 2001 dimana salah satu pelaku/terdakwa merupakan Anggota Polri. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
130
Sementara peraturan mengenai Polri masuk dalam Peradilan Umum keluar tahun 2003. Dalam peraturan hukum Indonesia tidak berlaku surut (KUHP Pasal 2). Adapun beberapa pertimbangan yang menjadi tolak ukur sehingga kasus ini diproses dalam peradilan umum adalah : 1. perbandingan jumlah pelaku sipil dengan militer (status pelaku) berdasarkan identitas pelaku sebagaiman terurai dalam berkas perkara koneksitas perbandingan pelaku sipil dengan militer sama masing-masing satu orang. 2. tempat kejadian perkara (TKP) berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam berkas perkara tempat kejadian perkara adalah sebuah toko UD. Subur di jalan pukat harimau /jalan aksara No. 19 kelurahan bantan timur kecamatan Medan Tembung dengan kata lain diluar instansi militer. 3. korban atau saksi korban berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam berkas perkara yang menjadi saksi korrba dalam perkara ini adalah warga sipil yaitu Tjing Khiong Als Akiong pekerjaa wiraswasta. 4. objeb perbuatan atau barang bukti berdasarkan fakta-fakta yang terurai dalam berkas perkara objek perbuatan atau barang bukti adalah uang kontanmilik saksi korban sejumlah Rp. 35.000.000,- dan korban mengalami luka tembak pada bagian perut. 1. Rumusan Delik Rumusan delik dari pasal 365 ayat (2) ke-2 da ke-4 adalah : Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
131
Ayat (2) Hukuman Penjara selama-lamanya, dijatuhkan : Sub 2e. Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang berama-sama atau lebih (KUHP 363-4) Sub 4e. Jika perbutan itu menjadikan ada orang mendapat luka berat (KUHP 90) Oleh karena itu adapun yang menjadi unsur rumusan deliknya dari pasal 365 ayat (2) sub 2e dan sub 4e adalah: - Barang siapa - Mengambil sesuatu barang -Yang sama sekali kepunyaan orang lain - Dengan maksud akan memiliki - Dengan melawan hukum 2. Ancaman Pidana Sesuai dngan isi pasal 365 ayat (2) sub 2e dan sub 4e maka Ancaman pidana selama sembilan (12) tahun. Terhadap terdakwa hukuman penjara dijatuhkan jauh leih ringan dari tuntutan jaksa. Akan tetapi selain pidana penjara terhadap terdakwa dikenakan juga sanksi ganti rugi dan kepada terdakwa I Muhammad Adi Syahputra diberhentikan Dengan Tidak Hormat dari dinas Kesatuaan Polri.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
132
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Untuk mendapatkan izin kepemilikan senjata api dan penggunaan senjata api bagi aparat Polri, tentu melalui beberapa prosedur sebagai berikut: a. Bagi seorang Polisi (pemohon) terlebih dahulu
membuat
permohonan kepada Kepala satuan kerja masing-masing unit. b. Yang kemudian diteruskan kepada bagian Logistik. c. Setelah itu ujian tes tertulis tes psikologi dan pemeriksaan kesehatan fisik dari sipemohon. d. Jika sudah lulus diberi katu kepemilikan senjata api dari bagian administrasi (Min) jangka waktu satu tahun. Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
133
e. Jika masa waktu sudah habis maka diadakan tes lagi. 2. Yang menjadi faktor-faktor penyalaggunan senjata api adalah: a. Faktor Internal: 1. Faktor psikologi 2. Faktor Emosional 3. Faktor Kurang profesional 4. Faktor Ekonomi / kesejahteraan Polri 5. Faktor Jabatan / pangkat 6. Faktor Pemindahan atau mutasi yang bermasalah 7. Faktor Seleksi / rekruitmen
b. Faktor eksternal: 1. Lingkungan 2. Politik 3. Sanksi terhadap aparat Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api dapat dilihat dalam dua hal yakni: a. Sanksi disiplin Sanksi disiplin dikenakan bagi setiap aprat Polri yang terlibat pelanggaran dalam hal ini penyalahgunaan senjata api. Hal ini diatur dalam PP No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Sedangkan pemberhentian terhadap anggota Polri diatur dalam PP No. 1 Tahun 2003. b. Sanksi pidana Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
134
Sanksi pidana diberlakukan sesuai dengan jenis pelanggaran dan beratnya tindak pidana yang dilakukan. Bagi aparat Polriyang melakukan tindak pidana diproses dalam Peradilan Umum sesuai dengan PP No. 3 Tahun 2003 Tentang Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan untuk sanksi pidananya diatur sesuai dengan KUHP dan KUHAP mengingat belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang penyalaggunaan senjata apai yag dilakukan oleh aparat Polri. Oleh karena itu pasal-pasal dalam KUHP yang dikenakan menjerat Anggota Polri yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan senjata api disesuaikan dengan jenis pelanggaran apa yang dilakukan misalnya senjata api itu digunakan untuk melakukan tindak pidana apa. Dalam penulisan skripsi ini senjata api digunakan untuk melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (pasal 365 KUHP ayat (2),sub 2e, dan sub 4e). B. Saran 1. Dalam hal mendapatkan izin kepemilikan dan penggunaan sejata api hendaknya Polri semakin memperketat dengan cara melakukan tes psikology berkesinambungan. 2. Untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan senjata api, aparat Polri hendaknya benar-benar memprhatikan setiap syarap formal yang berlaku sehingga didapat Polisi yang profesional.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
135
3. Penerapan sanksi terhadap Anggota Polri pelaku penyalahgunaan senjata api hendaknya ada Undang-Undang khusus yang mengaturnya diluar KUHP.
DAFTAR PUSTAKA Buku-buku: Baker Thomas dan Carter L. David, Police Deviance (Penyimpangan Polisi), Cipta Manunggal, Jakarta, 1999. Friedman Robert. R, Community Policing, Cipta Manunggal, Jakarta, 1998. Hamel Van dan Kanter E.Y, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Grafika, Jakarta, 2002. Kelana Momo, Hukum Kepolisian (edisi ketiga cetakan keempat), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 1984.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
136
Kincey Richard dan Baldwin Robert, Police Powers politic (Kewenangan Polisi dan Politik), Cipta Manunggal, Jakarta, 2002. Kunarto, Binteman Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001. Kunarto, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001. Kunarto, Merenungi Kritik Terhadap Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1995. Kunarto, Merenungi satu Realitas Polri Dalam Cobaan, Cipta Manunggal, Jakarta, 2002. Meljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Gajah Mada, Yogyakarta, 1970. Sudarto, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto FH Undip, Semarang, 1990. Tabah Anton, Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1991. Tabah Anton, Membangun PolriYang Kuat, Penerbit Mitra Hardhasana, Jakarta 2003. Utomo Hadi Warsito. H, Hukum Kepolisian di Indonesia, Penerbit Prestasi Jakarta , 2005. Sitompul DPM dan Edwarsyah, Hukum Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta 2003. Artikel / Makalah: Mahally Halim Abdul, Pengajar Ilmu Hukum Pada Mako Brimob Kelapa Dua dan Mako Brimob Kedung Halang, 21 Maret 2007.
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
137
DL Chrysnanda, Ilmu Kepolisian Pemolisian Komuniti da Implementasinya alam Penyelenggaraan Tugas Polri, Jumat, 18 Mei 2007. Noor Fardiansyah, DPR Minta Polri Pertegas Aturan Penggunaan Senjata Api, Senin, 09 Juli 2007. Perundangan- Perundangan : Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. PP No. 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. PP No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Neghara Republik Indonesia. PP No. 3 Tentang Teknis Pelaksanaan Peradilan Umum Bagin Anggota Kepolisian Negara Repuublik Indonesia. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, R.Soesilo, Politea, Bogor. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Media Elektornik: www. Google. Com www. Mabes Polri. Com www. PT Pindad. Com www. Wikipedia Indonesia. Com www. Yahoo. Com
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
138
LAMPIRAN Daftar Pertanyaan: P: Seperti apa perizinan kepemilikan dan penggunaan snjata api bagi aparat Polri, apakah sejak terdaftar jadi anggota Polri seorang polisi langsung diberi kan senjata api?
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009
139
Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008. USU Repository © 2009