1
Peramalan Banyaknya Obat Parasetamol Dan Amoksilin Dosis 500 mg Yang Didistribusikan Oleh Dinkes Surabaya Renalia Puspita1, dan Heri Kuswanto2 Jurusan Statistika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail:
[email protected],
[email protected]
Abstrak— Obat adalah salah satu elemen penting dalam dunia kesehatan yang berfungsi untuk memulihkan kondisi seseorang. Begitu pentingnya peran obat sehingga pendistribusian obat harus tepat jumlah dan tepat waktu agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan jumlah obat. Parasetamol dan amoksilin adalah dua jenis obat yang paling umum digunakan masyarakat kota Surabaya. Pendistribusian kedua jenis obat tersebut dilakukan oleh Dinkes Surabaya melalui Gudang Farmasi Kesehatan. Ramalan banyaknya obat yang akan didistribusikan akan sangat membantu Dinas Kesehatan dalam penyediaan obat di periode mendatang. Model peramalan yang digunakan meramalkan data obat parasetamol dan amoksilin adalah model ARIMA. Data yang dianalisis adalah data obat yang dikeluarkan Dinkes Surabaya peiode 2007 – 2011. Hasil analisis data menunjukkan bahwa model ARIMA (1,1,0) tepat untuk meramalkan banyaknya obat parasetamol 500 mg dan model ARIMA (2,1,0) dapat meramalkan banyaknya obat amoksilin dosis 500 mg yang akan didistribusikan pada periode mendatang. Dari model ARIMA tersebut, nilai ramalan banyaknya obat parasetamol dan amoksilin untuk satu tahun mendatang dapat diketahui. Kata Kunci—Obat, peramalan, Parasetamol, Amoksilin, ARIMA I. PENDAHULUAN
O
bat dapat didefinisikan sebagai suatu zat yang dimaksudkan untuk dipakai dalam diagnosis, mengurangi rasa sakit, mengobati atau mencegah penyakit pada manusia atau hewan [2]. Obat memiliki masa kadaluarsa yang harus diperhatikan. Ketepatan jumlah juga merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pendistribusian obat agar tidak terjadi kekurangan maupun kelebihan stok obat di suatu daerah. Parasetamol dan amoksilin adalah dua jenis obat-obatan yang paling sering digunakan oleh masyarakat tidak terkecuali masyarakat kota Surabaya. Parasetamol termasuk golongan obat analgesik yaitu tipe obat yang yang bekerja untuk menekan aktivitas pada sistem saraf pusat yang menghasilkan berkurangnya rasa sakit namun tanpa menghilangkan kesadaran [3]. Sedangkan amoksilin termasuk golongan antibiotik, atau bisa juga disebut dengan antibakteri, yaitu obat yang mematikan atau mencegah bakteri
patogen [2]. Karena sering digunakan oleh masyarakat Surabaya, khususnya pada dosis 500 mg, maka kedua jenis obat ini merupakan obat yang paling banyak dikeluarkan oleh Dinkes Surabaya dari Gudang Farmasi Kesehatan. Informasi mengenai banyaknya obat yang akan dikeluarkan atau didistribusikan oleh Dinkes Surabaya melalui Gudang Farmasi Kesehatan untuk periode mendatang perlu diramalkan. Informasi tersebut dibutuhkan agar tidak terjadinya kekurangan ataupun kelebihan stok kedua jenis obat tersebut di Gudang Farmasi Kesehatan. Metode statistika yang dapat digunakan untuk mengetahui banyaknya parasetamol dan amoksilin yang didistribusikan di masa mendatang adalah metode peramalan dengan model ARIMA Box – Jenkins. II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Analisis Deret Waktu (Time series) Analisis deret waktu (time series) merupakan analisis dari serangkaian data pengamatan yang terjadi berdasarkan indeks waktu secara berurutan dengan interval waktu tetap [10]. Setiap pengamatan dinyatakan sebagai variabel random Zt yang diperoleh berdasarkan indeks waktu tertentu (ti ) dengan i = 1, 2, …, n, sehingga penulisan data time Series adalah Z t1 , Z t2 , Z t3 , ... , Z tn . 1.1 Proses Stasioner Dalam suatu data terdapat kemungkinan data tersebut tidak stasioner. Hal tersebut disebabkan oleh mean atau varian dari data yang tidak konstan. Adapun cara untuk menghilangkan ketidakstasioneran data baik pada mean (rata-rata) maupun varian yaitu: 1. Stasioner dalam mean (rata-rata) Stasioner dalam mean dapat dilakukan differencing data. (1) (1 − B )d Z t = at 2. Stasioner dalam varian Proses untuk menstasionerkan data dalam varian dapat dilakukan menggunakan tranformasi Box-Cox. Data perlu dilakukan transformasi atau tidak, menurut Box Jenkins tergantung pada nilai lambda (λ) atau nilai estimasi pada BoxCox. 1.2 Fungsi Autokovarians dan Autokorelasi Untuk proses stasioner {Zt } dengan mean E {Z t } = µ dan
varians Var {Z t } = E ( Z t − µ ) 2 =
σ 2 konstan dan kovarians
2
Cov( Zt , Z s ) merupakan fungsi hanya untuk perbedaan waktu t − s . Kovarians antara Z t dan Z t − k dituliskan sebagai [10]
γk = Cov( Z t , Z t + k ) = E ( Z t − µ )( Z t + k − µ ) dan korelasi antara Z t dan Z t + k adalah
(2)
∑ [ a | (w, φ , θ ] + [e ] Ω [e ] 2
t =1
−1
'
t
*
*
[ at | w, φ ,θ ] = E [ at | w, φ ,θ ]
dimana
(3)
(6)
menunjukkan
w, φ ,θ . Pada (6)
ekspektasi dari at kondisional terhadap
γk Cov(Zt , Z t + k ) = Var (Zt ) Var (Zt + k ) γ 0
ρk
n
= S (φ , θ )
juga didapat e* = ( w1− p ,..., w0 , a1− q ,..., a0 ) untuk memberi simbol '
wt dan at yang
vektor p+q nilai inisial dari proses
1.3 Fungsi Autokorelasi Parsial Autokorelasi parsial dalam analisis time series adalah korelasi kondisional antara Z t dan Z t + k setelah dependensi
dibutuhkan sebelum waktu t=1, Ωσ a = cov(e* ) adalah
linear pada variabel intervensi Z t +1 , Z t + 2 ,..., Z t + k −1 telah dihilangkan. Autokorelasi antara Z t dan Z t + k akan sama
[e* ] = ([ w1− p ],...,[ w0 ],[a1− q ],...,[a0 ])' menyimbolkan vektor ekspektasi kondisional (“back forecasts”) dari w, φ , θ . Cara
dengan ordinary autocorrelation antara
lain
( Z t − Z t ) dan
( Z t + k − Z t + k ) yang dinotasikan dengan Pk sebagai berikut Cov ( Z t − Z t ), ( Z t + k − Z t + k ) Pk = Var ( Z t − Z t ) Var ( Z t + k − Z t + k )
dimana = Zt
(4)
AR (p)
MA (q)
ARMA (p,q)
Tails off menurun mengikuti bentuk eksponensial atau gelombang sinus Cut off setelah lag ke-q
Tails off setelah lag (q-p)
PACF
n t = −∞
sum
of
squares
dan
adalah
[at ]2 dimana jika dibandingkan dengan (6)
mengindikasikan bahwa
n
∑ t = −∞ [a=] 2
t
[e* ]' Ω−1[e* ] .
S (φ , θ ) sehingga kontur dari 2σ a2 fungsi unconditional sum of squares dalam parameter (φ , θ )
besar, (5) didominasi oleh
sangat mendekati kontur dari fungsi likelihood dan loglikelihood. Sehingga, estimasi parameter yang didapatkan dari meminimumkan jumlah kuadrat pada (6) , yang disebut estimasi (unconditional atau exact) least square, akan memberikan hasil yang sangat mendekati estimasi maximum likelihood. Dalam menghitung unconditional sum of squares, [a ] dihitung berulang kali dengan mengambil ekspektasi kondisional dari persamaan
dimana
wt = V d Z t
dan
(7)
w= wt − µ t
dengan
E[ wt ] = µ . Preliminary back-calculation menyediakan nilai [ w− j ] dan [a− j ] , j = 0,1,2,... yang dibutuhkan untuk memulai
2.2 Estimasi dan Pengujian Signifikansi Parameter Dalam program komputer Minitab yang digunakan dalam penelitian ini, metode estimasi parameter yang digunakan adalah algoritma iterasi yang menghitung estimasi least square. Misalkan terdapat N = n +d observasi diasumsikan berasal dari model ARIMA, maka unconditional loglikelihood dapat dituliskan
dimana f (φ , θ ) adalah fungsi dari φ dan uncondtional sum of squares dapat dituliskan
menggambarkan
θ1at −1 + θ 2 at − 2 + ... + θ q at − q
Tails off menurun mengikuti bentuk eksponensial atau gelombang sinus Tails off setelah lag (p-q)
S (φ , θ ) 2σ a2
untuk
e*
dari
at = wt − φ1wt −1 − φ2 wt − 2 − ... − φ p wt − p +
Cut off setelah lag kep
l(φ , θ , σ a ) = f (φ , θ ) − n ln(σ a ) −
kovarian
Biasanya f (φ , θ ) bisa digunakan untuk n kecil. Untuk n
2. Prosedur ARIMA Box-Jenkins Prosedur Box-Jenkins digunakan untuk memilih model ARIMA yang sesuai pada data time series. Prosedur ini meliputi empat tahapan yaitu identifikasi, penaksiran dan pengujian parameter, pemeriksaan diagnosis pada residual dan tahap terakhir adalah peramalan [8]. 2.1 Identifikasi Identifikasi model ARIMA dapat dilakukan dengan melihat plot time series, plot ACF, dan plot PACF.
Proses
matriks
S (φ ,θ ) = ∑
β1Z t +1 + β 2 Z t + 2 + ... + β k −1Z t + k −1
Tabel 2.1 Struktur ACF dan PACF ACF
2
perhitungan forward recursion. Uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan hipotesis sebagai berikut: Hipotesis : H0 : φ p = 0 atau θq = 0 φˆ φˆ
= 0
θˆ q = 0
θˆ q ≠ 0
H1 : φ p ≠ 0 atau θq ≠ 0 Statistik Uji :
φˆ p θˆ q atau t = t= SE (φˆ p ) SE (θˆ q ) t =
φ
( )
SE φˆ p
t hit > t
(5)
θ.
Fungsi
Daerah Penolakan : Tolak H0 jika thitung > tα/2, n - p atau jika p-value < α 2.3 Uji Asumsi Residual White Noise White noise merupakan proses dimana tidak terdapat korelasi dalam deret residual dari suatu distribusi dengan ratat hit > t
t = tα 2 , n − n
t hit
3 rata konstan E (at ) = µ a , biasanya diasumsikan sama dengan nol, varians konstan
1.
Var (at ) = σ2a dan γ k = Cov(at , at +k ) = 0
Hipotesis : H0: ρ1 = ρ2 = ... = ρk = 0 (residual memenuhi syarat white noise) H1: minimal ada satu ρi ≠ 0 , untuk i=1, 2, …, k (residual belum memenuhi syarat white noise) Statistik Uji : K
Q * = n(n + 2 )∑ k =1
Daerah Penolakan : Tolak H0 jika Q *
ρˆ k2
(n − k )
p-value < α > χα2 ,df = K − p atau −q
2.4 Uji Asumsi Residual Berdistribusi Normal Hipotesis : H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Statistik Uji : D = SUP S ( x) − F0 ( x) D = S (x ) − F 0 (x )
X
dengan : S(x)= fungsi peluang kumulatif yang dihitung dari data sampel F0(x)= fungsi peluang kumulatif dari distribusi normal sup= nilai supremum untuk semua x dari selisih mutlak S(x) dan F0(x) Daerah Penolakan : Tolak H0 jika D > D(1-α,n) atau p-value < α 2.5 Peramalan Tahapan terakhir proedur ARIMA Box-Jenkins adalah peramalan. Dalam praktek, model yang ditemukan bukan model yang sebenarnya, melainkan hanya pendekatannya saja yang selalu mengandung kesalahan, baik dalam langkah identifikasi maupun estimasi. Hasil ramalan dikatakan baik, jika nilai ramalannya dekat data aktual serta memiliki tingkat kesalahan yang paling kecil. Kedekatan antara nilai ramalan dengan nilai aktual dapat digunakan kriteria Mean Square Error (MSE). Rumus MSE adalah 1 n (8) = MSE ∑ (yt − yt )2 n i =1 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data banyaknya obat parasetamol dan amoksilin dosis 500 mg yang didistribusikan oleh Dinas Kesehatan Surabaya melalui Gudang Farmasi Kesehatan selama tahun 2007 – 2011. 3.2 Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah banyaknya obat parasetamol dan amoksilin dosis 500 mg yang dikeluarkan dari Gudang Farmasi Dinas Kesehatan Surabaya mulai tahun 2007 sampai dengan 2011. 3.3 Langkah-langkah Analisis Langkah-langkah analisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.
Melakukan identifikasi model yang dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Membuat plot time series data parasetamol dan amoksilin untuk melihat kestasioneran data. b. Memeriksa kestasioneran data dalam varian melalui nilai estimasi λ pada transformasi Box-Cox. Jika data sudah stasioner dalam varian maka transformasi data tidak perlu dilakukan. Namun, jika data masih belum stasioner dalam varian, maka transformasi data perlu dilakukan. c. Melakukan proses differencing jika data masih belum stasioner dalam mean. Pemeriksaan kestasioneran data dalam mean dapat dilakukan dengan melihat plot time series dan ACF. d. Membuat plot ACF dan PACF data yang sudah stasioner dalam mean dan varian. e. Menentukan model ARIMA melalui identifikasi dari plot ACF dan PACF. f. Melakukan estimasi parameter lalu pengujian signifikansi parameter model. Jika signifikan maka langkah pengujian model dapat dilanjutkan dan jika tidak signifikan maka proses dihentikan dan melakukan pengujian dengan parameter model yang lain. g. Melakukan pengujian asumsi residual white noise dan berdistribusi Normal. Melakukan peramalan banyaknya obat parasetamol dan amoksilin dosis 500 mg yang akan didistribusikan oleh Dinkes Surabaya pada periode mendatang. Peramalan dilakukan menggunakan model ARIMA yang memiliki parasmeter signifikan dan memenuhi asumsi residual. IV.
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Statistika Deskriptif Statistik deskriptif untuk variabel parasetamol dan amoksilin dan parasetamol dapat dilihat di Tabel 4.1 Tabel 4.1 Statistik Deskriptif Parasetamol dan Amoksilin Rata Standar Variabel N rata Median deviasi Parasetamol
60
333.600
306.500
91.143
Amoksilin
60
232.617
221.000
68.100
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui jumlah data sebanyak 60. Nilai rata-rata banyaknya obat parasetamol yang didistribusikan Dinkes Surabaya selama 2007 - 2011 sebanyak 333.600 butir obat sedangkan untuk obat amoksilin rata – rata mendistribusikan sebanyak 232.617 butir. Nilai tengah data parasetamol adalah 306.500 dan nilai tengah data amoksilin adalah 221.000. Persebaran data terhadap rata-rata untuk variabel parasetamol adalah 91.143 sedangkan untuk amoksilin adalah 68.100.
4 4.2 Peramalan Banyaknya Obat Parasetamol 500 mg Box-Cox Plot of parasetamol
Time Series Plot of parasetamol 600000
Lower C L
Upper C L Lambda (using 95.0% confidence)
140000
400000
StDev
Jumlah parasetamol
160000
(a)
500000
Estimate
-1.09
Lower C L Upper C L
-2.14 -0.09
Rounded Value
-1.00
120000
300000
Tabel 4.2 menunjukkan hasil uji signifikansi parameter dengan taraf signifikansi α = 0,05. Dari tabel 4.2 di atas diketahui bahwa parameter AR tidak signifikan sehingga perlu dilakukan pendugaan model baru tanpa menggunakan parameter AR. Model dugaan baru tersebut adalah ARIMA (0,1,1).
80000 Limit 60000 1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
-5.0
60
-2.5
Time Series Plot of transform
2.5
5.0
Time Series Plot of diff1
0.0000045
(c)
0.0000040
(d)
0.000001
0.0000035
diff1
transform
0.0 Lambda
0.000002
0.0000050
0.000000
0.0000030 0.0000025
-0.000001
0.0000020 -0.000002 1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
1
6
12
18
24
30 36 Bulan
42
48
54
60
Gambar 4.1 Plot identifikasi data parasetamol (a). Time series plot data parasetamol, (b). Plot Box-Cox data parasetamol, dan (c). Time series plot data parasetamol sesudah transformasi, (d) Time series plot data parasetamol sesudah transformasi dan differencing
Berdasarkan gambar 4.1a yaitu time series plot data parasetamol, dapat diketahui bahwa secara visual data banyaknya obat parasetamol tidak stasioner dalam mean dan varian karena data tersebar tidak sama dalam satu garis nilai tengah. Selanjutnya, diperiksa melalui plot Box-Cox pada Gambar 4.1b ditemukan bahwa nilai estimasi λ adalah -1,09 yang berarti data tidak stasioner dalam varian sehingga perlu ditransformasi. Data ditransformasi dengan persamaan 1/ Zt dan time series plot data transformasi digambarkan pada Gambar 4.1c yang menunjukkan secara visual bahwa data masih belum stasioner dalam mean karena data masih belum tersebar di sekitar nilai tengah yang sama sehingga perlu dilakukan differencing dengan d = 1. Gambar 4.1d menunjukkan time series plot data banyaknya obat parasetamol setelah transformasi dan differencing. Dari Gambar 4.1d dapat dilihat bahwa data sudah stasioner dalam mean dan varian. Selanjutnya, dilakukan identifikasi model ARIMA melalui plot ACF dan PACF.
Tabel 4.3 Hasil Uji Signifikansi Parameter ARIMA (0,1,1) Parameter Koefisien Estimasi T θ1 0,7981 10,12
Tabel 4.4 Hasil pemeriksaan white noise ARIMA (0,1,1) Lag
Chi Square
p-value
12
10,5
0,488
24
24,3
0,385
36
36,7
0,390
48
40,1
0,752
Tabel 4.4 menunjukkan hasil pemeriksaaan asumsi residual white noise dari model ARIMA (0,1,1). Dari Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa p-value pada semua lag lebih besar dari α = 0,05 yang berarti bahwa model ARIMA (0,1,1) memenuhi asumsi white noise. Kemudian dilakukan pemeriksaan asumsi residual berdistribusi Normal. Probability Plot of RESI2 Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
Partial Autocorrelation Function for diff1
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
(a)
(b)
0.8 Partial A utocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.6
p-value 0,000
Tabel 4.3 menunjukkan hasil uji signifikansi parameter dengan taraf signifikansi α = 0,05. Dari tabel 4.3 di atas diketahui bahwa parameter signifikan sehingga model ARIMA (0,1,1) dapat digunakan untuk data parasetamol. Langkah selanjutnya adalah memeriksa residual dari model ini.
95 90
Autocorrelation Function for diff1
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
A utocorrelation
p-value 0,901 0,000
(b)
100000
200000
Tabel 4.2 Hasil Uji Signifikansi Parameter ARIMA (1,1,1) Parameter Koefisien Estimasi T ϕ1 0,0206 0,13 θ1 0,8091 8,40
-1.10386E-07 0.0000006746 59 0.126 0.029
80 70 60 50 40 30 20 10 5
0.4
1
0.2
0.1
0.0 -0.2 -0.4
-0.000002
-0.000001
0.000000 RESI2
0.000001
0.000002
Gambar 4.3 Plot Normalitas Residual ARIMA (0,1,1)
-0.6 -0.8
-1.0
-1.0
1
2
3
4
5
6
7
8 Lag
9
10
11
12
13
14
15
1
2
3
4
5
6
7
8 Lag
9
10
11
12
13
14
15
Gambar 4.2(a). Plot ACF data parasetamol, (b). Plot PACF data parasetamol
Dari Gambar 4.2 diketahui bahwa plot ACF cut off pada lag ke-1 dan plot PACF cut off pada lag ke-1. Sehingga, diduga model ARIMA yang sesuai untuk data parasetamol adalah ARIMA (1,1,1). Berikut adalah hasil estimasi dan pengujian signifikansi parameter ARIMA (1,1,1)
Dari Gambar 4.3 dapat diketahui bahwa p-value adalah 0,029 yang berarti bahwa p-value < α = 0,05. Hal ini berarti bahwa residual model ARIMA (0,1,1) tidak memenuhi asumsi berdistribusi Normal. Sehingga model ARIMA (0,1,1) tidak dapat digunakan untuk meramalkan banyaknya obat parasetamol dosis 500 mg yang akan didistribusikan oleh Dinkes Surabaya di periode mendatang. Oleh karena itu, dilakukan pendugaan model baru yaitu dengan model ARIMA (1,1,0).
5
4.3 Peramalan Banyaknya Obat Amoksilin 500 mg Box-Cox Plot of amoksilin
Time Series Plot of amoksilin 400000
12
8,2
0,698
Upper CL Lambda (using 95.0% confidence)
110000
(a)
100000
300000
StDev
90000
250000 200000
Estimate
1.10
Lower CL Upper CL
0.24 1.94
Rounded Value
1.00
80000 70000
(b)
60000 50000
150000
40000 Limit
30000
100000
p-value
Lower CL
120000
350000
Tabel 4.6 Hasil pemeriksaan white noise ARIMA (1,1,0) Chi Square
396.654
Desember 2012
p-value 0,000
Tabel 4.5 menunjukkan hasil uji signifikansi parameter dengan taraf signifikansi α = 0,05. Dari tabel 4.5 di atas diketahui bahwa parameter signifikan sehingga model ARIMA (1,1,0) dapat digunakan untuk data parasetamol. Langkah selanjutnya adalah memeriksa residual dari model ini. Lag
396.672
Nopember 2012
amoksilin
Tabel 4.5 Hasil Uji Signifikansi Parameter ARIMA (1,1,0) Parameter Koefisien Estimasi T ϕ1 -0,5773 -5,38
1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
-5.0
60
-2.5
0.0 Lambda
2.5
5.0
Time Series Plot of Diff1 100000
22
0,521
36
37,5
0,353
48
46,6
0,490
50000
0
Diff1
24
-50000
Tabel 4.6 menunjukkan hasil pemeriksaaan asumsi residual white noise dari model ARIMA (1,1,0). Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa p-value pada semua lag lebih besar dari α = 0,05 yang berarti bahwa model ARIMA (1,1,0) memenuhi asumsi white noise. Kemudian dilakukan pemeriksaan asumsi residual berdistribusi Normal.
(c)
-100000
1
6
12
18
24
30 Bulan
36
42
48
54
60
Gambar 4.5 Plot identifikasi data amoksilin (a). Time series plot data smoksilin, (b). Plot Box-Cox data amoksilin, dan (c). Time series plot data amoksilin sesudah differencing
Probability Plot of RESI3
95
Percent
90
-3.82544E-08 0.0000007100 59 0.090 >0.150
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-0.000002
-0.000001
0.000000 RESI3
0.000001
0.000002
Gambar 4.4 Plot Normalitas Residual ARIMA (1,1,0)
Dari Gambar 4.4 dapat diketahui bahwa p-value adalah >0,150 yang berarti bahwa p-value > α = 0,05. Hal ini berarti bahwa residual model ARIMA (1,1,0) memenuhi asumsi berdistribusi Normal. Sehingga model ARIMA (1,1,0) dapat digunakan untuk meramalkan banyaknya obat parasetamol dosis 500 mg yang akan didistribusikan oleh Dinkes Surabaya di periode mendatang. Model matematis untuk ARIMA (1,1,0) adalah Z t = (1 − 0,5773) Z t −1 + 0,5773Z t − 2 + at . Hasil ramalan banyaknya obat parasetamol 500 mg yang akan didistribusikan pada periode mendatang dapat dilihat di Tabel 4.7. Tabel 4.7 Hasil peramalan jumlah obat parasetamol untuk periode mendatang Bulan Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012 Agustus 2012 September 2012 Oktober 2012
Parasetamol 399.402 395.095 397.570 396.137 396.963 396.486 396.761 396.602 396.694 396.641
Dari Gambar 4.5a yaitu time series plot data amoksilin, dapat diketahui bahwa secara visual data banyaknya obat amoksilin yang didistribusikan selama tahun 2007 – 2011 tidak stasioner dalam mean dan varian karena data tersebar tidak sama dalam satu garis nilai tengah. Selanjutnya, diperiksa melalui plot Box-Cox pada Gambar 4.5b ditemukan bahwa nilai estimasi λ adalah 1,10 yang berarti data stasioner dalam varian sehingga tidak perlu ditransformasi. Karena ternyata data sudah stasioner dalam varian, maka diartikan bahwa penyebab ketidakstasioneran data adalah tidak stasioner dalam mean sehingga perlu dilakukan differencing dengan d = 1. Plot time series data amoksilin yang sudah didifferencing ditunjukkan oleh Gambar 4.5c menunjukkan bahwa data sudah stasioner dalam mean dan varian. Selanjutnya, dilakukan identifikasi model ARIMA melalui plot ACF dan PACF. Partial Autocorrelation Function for diff 1
Autocorrelation Function for diff 1
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Mean StDev N KS P-Value
99
Autocorrelation
Normal
99.9
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-0.8
-1.0
-1.0 1
2
3
4
5
6
7
8 Lag
9
10
11
12
13
14
15
1
2
3
4
5
6
7
8 Lag
9
10
11
12
13
14
15
Gambar 4.6 Plot ACF dan PACF data amoksilin setelah differencing
Dari Gambar 4.6 di atas dapat diketahui pada plot ACF, terdapat lag yang keluar yaitu pada lag ke-1. Sedangkan pada plot PACF, juga terdapat lag yang keluar yaitu pada lag ke-1 dan lag ke-2. Sehingga, diduga model ARIMA yang sesuai untuk data amoksilin adalah ARIMA (2,1,1) Tabel 4.8 Hasil uji signifikansi parameter ARIMA (2,1,1) Parameter Koefisien Estimasi T ϕ1 -0,5682 -1,40
p-value 0,168
6 Parameter ϕ2 θ1
Koefisien Estimasi -0,3715 -0,2244
T -2,33 -0,52
p-value 0,024 0,604
Tabel 4.8 menunjukkan hasil uji signifikansi parameter dengan taraf signifikansi α = 0,05. Dari tabel 4.8 di atas diketahui bahwa parameter MA tidak signifikan sehingga perlu dilakukan pendugaan model baru tanpa menggunakan parameter MA. Model dugaan baru tersebut adalah ARIMA (2,1,0). Tabel 4.9 Hasil uji signifikansi parameter ARIMA (2,1,0)
Koefisien Estimasi
Parameter ϕ1 ϕ2
T
-0,3616 -0,3113
p-value
-2,83 -2,34
0,006 0,023
Tabel 4.9 menunjukkan hasil uji signifikansi parameter dengan taraf signifikansi α = 0,05. Dari tabel 4.9 diketahui bahwa parameter signifikan sehingga model ARIMA (2,1,0) dapat digunakan untuk data amoksilin. Langkah selanjutnya adalah memeriksa residual dari model ini. Tabel 4.10 Hasil pemeriksaan white noise ARIMA (2,1,0) Lag
Chi Square
p-value
12
7,5
0,680
24
15,4
0,845
36
25
0,871
48
45,6
0,488
Dari Tabel 4.10 dapat dilihat bahwa p-value pada semua lag lebih besar dari α = 0,05 yang berarti bahwa model ARIMA (2,1,0) memenuhi asumsi white noise. Kemudian dilakukan pemeriksaan asumsi residual berdistribusi Normal.
Bulan
Amoksilin
Maret 2012
347.205
April 2012
341.650
Mei 2012
341.060
Juni 2012
343.002
Juli 2012
342.483
Agustus 2012
342.067
September 2012
342.379
Oktober 2012
342.396
Nopember 2012
342.292
Desember 2012
342.324
V. KESIMPULAN 5.1 KESIMPULAN 1. Model ARIMA yang paling sesuai untuk meramalkan kebu tuhan obat parasetamol dosis 500 mg di periode mendatang adalah ARIMA (1,1,0). Sedangkan untuk meramalkan kebutuhan obat amoksilin dosis 500 mg di periode mendatang, model ARIMA yang paling sesuai adalah ARIMA (2,1,0). 2. Hasil peramalan kebutuhan parasetamol dosis 500 mg untuk 12 bulan mendatang adalah 399.402 ; 395.095 ; 397.570 ; 396.137 ; 396.963 ; 396.486 ; 396.761 ; 396.602 ; 396.694 ; 396.641 ; 396.672 ; 296.654. Untuk obat amoksilin dosis 500 mg hasil peramalan untuk 12 bulan mendatang adalah 330.711 ; 338.855 ; 347.205 ; 341.650 ; 341.060 ; 343.002 ; 342.483 ; 342.067 ; 342.379 ;342.396 ; 342.292 ; 342.324.
Probability Plot of RESI Amoksilin Normal
99.9
Mean StDev N KS P-Value
99
Percent
95 90
5223 41295 59 0.062 >0.150
80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 0.1
-100000
-50000
0 50000 RESI Amoksilin
100000
150000
Gambar 4.7 Plot Normalitas Residual ARIMA (2,1,0)
Dari Gambar 4.7 dapat diketahui bahwa p-value adalah >0,150 yang berarti bahwa p-value > α = 0,05. Hal ini berarti bahwa residual model ARIMA (2,1,0) memenuhi asumsi berdistribusi Normal. Sehingga model ARIMA (2,1,0) dapat digunakan untuk meramalkan banyaknya obat amoksilin dosis 500 mg yang akan didistribusikan oleh Dinkes Surabaya di periode mendatang. Model matematis untuk ARIMA (2,1,0) adalah Zt = (1 − 0,3616) Zt −1 − ((−0,3616) + 0,3113)) Zt −2 + 0.3113Zt −3 + at . Hasil ramalan banyaknya obat amoksilin 500 mg yang akan didistribusikan pada periode mendatang dapat dilihat di Tabel 4.11. Tabel 4.11 Hasil peramalan jumlah obat amoksilin untuk periode mendatang Bulan
Amoksilin
Januari 2012
330.711
Februari 2012
338.855
DAFTAR PUSTAKA [1]
Anonim. Mengatasi Keracunan Parasetamol. 2010. (Online). (http://www.pom.go.id/public/siker/desc/produk/Mengatasikeracunanpar asetamol.pdf diakses tanggal 21 April 2011). [2] Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi Keempat. UI Press. Jakarta. [3] Beckman, H. 1961. Pharmacology, The Nature, Action, and Use of Drugs. W.B. Sanders Company. USA. [4] Box, G.E.P, Jenkins, G.M., dan Reinsel, G.C. 1994. Time Series Analysis Forecasting and Control, Third Edition. Prentice Hall. USA [5] Daniel, W. 1989. Statistika Nonparametrik Terapan. PT. Gramedia : Jakarta. [6] Elliyana M.M. 2009. Penerapan Model GSTAR dan ARIMA untuk Peramalan Data Produksi Minyak Bumi Joint Operating Body Pertamina – Petrochina East Java (JOB P-PEJ). Tugas Akhir Statistika ITS. Surabaya [7] Febriana, W.E. (2012). Analisis Peramalan Kombinasi Terhadap Jumlah Permintaan Darah di Surabaya (Studi Kasus : UDD PMI Kota Surabaya). Tugas Akhir Statistika ITS. Surabaya. [8] Makridakis, M. dan Wheelwright, W., 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Edisi kedua. Bina Rupa Aksara. Jakarta. [9] Pradhani, F.A. 2012. Peramalan Volume Distribusi Air di PDAM Kabupaten Bojonegoro dengan Metode ARIMA Box – Jenkins. Tugas Akhir Statistika ITS. Surabaya. [10] Wei, W. S. 2006. Time Analysis Univariate and Multivariate Methods. America : Addison Wesley Publishing Company, Inc. [11] Widiarso, B. R. 2012. Peramalan Curah Hujan di Kabupaten Ngawi Menggunakan Metode ARIMA Box – Jenkins. Tugas Akhir Statistika ITS. Surabaya.