Lampiran 2
Topik/Pokok Bahasan
: 1. Obat, dosis dan jadwal pemberian dalam preskripsi 2. Obat tradisional dan pengembangan obat
Pengampu
: Dra. Mae Sri Hartati W., MSi., Apt
Universitas Gadjah Mada
1
OBAT, DOSIS DAN JADWAL PEMBERIAN DALAM PRESKRIPSI DOKTER Dra. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, Msi. Apt PENDAHULUAN Suatu kenyataan bahwa obat merupakan pilihan terbanyak yang digunakan oleh masyarakat untuk mengatasi hampir seluruh kasus penyakit baik yang terdiagnosis maupun yang tidak terdiagnosis oleh dokter. Pemberian obat oleh dokter kepada penderita dalam upaya menyembuhkan penyakit, akan ditulis dalam secarik kertas yang disebut dengan Resep dokter. Penulisan obat dalam resep dokter membutuhkan pengertian yang cukup mendalam tentang obat baik secara umum maupun secara khusus terutama yang berkaitan dengan dosis dan jadwal pemberian obat. PENGERTIAN UMUM MENGENAI OBAT Secara umum obat didefinisikan sebagai suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang
dapat
digunakan
untuk
menetapkan
diagnosis,
mencegah,
mengurangkan,
menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rokhaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok badan atau bagian badan manusia. Pada hakekatnya semua obat adalah racun dan hanya dengan cara pemberian serta dosis yang tepatlah obat dapat bermanfaat untuk pengobatan. Obat merupakan komoditas dagang yang menyangkut kesehatam masyarakat sebagai pengguna, sehingga peredarannya hams diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan khusus mengenai obat.
OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER Bagian terpenting dalam preskripsi dokter adalah jenis, bahan dan jumlah obat (inscriptio). Obat yang dipakai dalam preskripsi dokter merupakan obat pilihan dan disusun sendiri oleh dokter serta disesuaikan dengan kondisi pasien yang dihadapi. Jumlah obat yang ditulis dalam resep dapat berupa obat pokok (remidium cardinale) yang tunggal atau kombinasi beberapa obat pokok, dengan atau tanpa obat penunjang ( remidium ajuvant), dan bahan tambahan (remidium corrigen).
Berikut ini adalah jenis dan bahan obat dalam preskripsi dokter : 1. Bahan Baku. Bahan ini dapat berbentuk serbuk, kristal, atau cairan tergantung dari sifat-sifat fisikakimia obat. Penulisan nama bahan obat pada preskripsi dokter dapat menggunakan
Universitas Gadjah Mada
2
nama resmi dalam Farmakope Indonesia (FI) atau sesuai dengan nomenklatur international (INN) 2. Obat formula standard Jenis obat tersebut merupakan formula baku/standard dengan nama sesuai dalam Farmakope Indonesia atau buku resmi lain. Sediaan obat jenis ini dapat berupa serbuk (pulveres) atau padat lain (tablet, kapsul), cairan (solutio, suspensi dll), dan setengah padat (salep, krim dan pasta). Pada scat ini pemerintah melalui BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) mengembangkan obat jadi standard yaitu Obat Generik Berlogo. Obat tersebut mempunyai mutu yang baik karena cara pembuatannya harus juga memenuhi criteria cara pembuatan obat yang baik dan benar. Harganya juga relatif murah bila dibandingkan dengan obat paten pada umumnya. Macam obat standard tersebut dapat dilihat dalam Daftar Obat Generik Berlogo yang dikeluarkan oleh BPOM. 3. Obat paten Jenis obat tersebut merupakan obat jadi (dalam bentuk sediaan padat, cair atau setengah padat) dengan nama dagang (brand name) dari pabrik yang memproduksi obat jadi tersebut. Saat ini banyak sekali beredar obat paten di pasaran dengan berbagai macam nama, bentuk dan harga. Umumnya harga obat paten lebih mahal dibandingkan dengan OGB. DOSIS OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER Kecuali bila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis obat adalah sejumlah obat (satuan berat, isi atau unit international) yang memberikan efek terapi pada penderita dewasa. Untuk dapat menetapkan dosis obat yang tepat, maka diperlukan pemahaman tentang macam-macam dosis (dosis awal, dosis pemeliharaan dan dosis maksimal), cara penetapan dosis dan faktor-faktor yang mempengaruhi penentuan dosis obat bagi penderita. Dosis yang tertulis dalam resep merupakan jumlah obat yang diperlukan penderita secara individual agar obat memberikan efek yang diharapkan (dosis terapi). Besarnya dosis setiap obat yang tercantum dalam pustaka merupakan dosis lazim obat untuk memberikan efek terapi pada individu, sehingga dosisnya harus disesuaikan. Faktor yang sering dipertimbangkan untuk penentuan individual dosis terutama sifat (fisika, kimia dan toksisitas) obat, bioavailabilitas obat dalam sediaan , kondisi penyakit (kronis dan akut), kondisi penderita (anak, lansia, obesitas dll) serta cara pemberian (oral, parenteral dan rectal). Kadangkala seorang dokter memerlukan dosis obat yang akan ditulis dalam resep melebihi dosis maksimal dalam pustaka. Untuk mengantisipasi terjadinya kesalahan dalam
Universitas Gadjah Mada
3
pelayanan resep di apotek khususnya obat-obat yang memerlukan dosis maksimal, maka dibelakang jumlah obat yang tertulis dalam resep diberi tanda seru (!) disertai dengan paraf. Dalam praktek sehari-hari banyak sekali kendala mengenai cara penentuan dosis yang dihadapi oleh dokter terutama dalam menghadapi penderita anak-anak. Hal ini disebabkan karena organ-organ tubuh anak (hepar, ginjal dan susunan syaraf pusat) masih sangat labil dan belum berfungsi secara sempurna, sehingga penentuan dosisnya harus benar-benar disesuaikan dengan kondisi anak tersebut. Disamping itu banyaknya cara/rumus yang dapat dipakai sebagai pendekatan dalam menghitung dosis obat untuk anak juga merupakan bukti bahwa pada hakekatnya tidak ada satupun cara perhitungan dosis yang dapat memuaskan hasilnya untuk dipakai menghitung dosis bagi semua obat, sehingga perlu dicermati oleh pars praktisi medik. Pada prinsipnya perhitungan dosis obat untuk anak menggunakan dasar pendekatan seperti tersebut di bawah ini: CARA PERHITUNGAN DOSIS ANAK 1. Dihitung berdasarkan atas ukuran fisik anak secara individual. a. Perhitungan dengan ukuran Berat Badan anak. Contoh : Diketahui dosis terapi parasetamol 10mg/kgBB/kali, maka untuk anak umur 2 tahun dengan berat badan 10 kg, dapat diberikan dosis per kali sebesar: 10 x 10 mg = 100 mg. b. Perhitungan dengan ukuran LPT anak. Contoh : Diketahui dosis pemeliharaan metotreksat untuk penderita leukemia 15 mg/m2LPT/minggu, maka untuk anak umur 12 tahun dengan LPT 1,20 m2 dapat diberikan dosis sebesar: 1,20/1,73 x15 mg = 10,4 mg.
2. Dihitung berdasarkan atas perbandingan dengan dosis obat untuk orang dewasa. a. Perhitungan atas dasar perbandingan umur (umur dewasa 20-24 tahun) n
Rumus Young Da =
---------- Dd (mg) --> Untuk anak umur < 8 tahun n+12 n
* Rumus Dilling Da =
---------- Dd (mg) --> Untuk anak umur > 8 tahun 20
Keterangan : Da = Dosis obat untuk anak Dd = Dosis obat untuk dewasa n = Umur anak dalam tahun
Universitas Gadjah Mada
4
Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30 mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 4 tahun : 4/4+12 x (15-30) mg/kali = 3,75- 7,5 mg/kali (Rumus young) Untuk anak umur 8 tahun : 8/20 x (15-30) mg/kali = 6 — 12 mg/kali (Rumus Dilling) b. Perhitungan atas dasar perbandingan berat badan (BB dewasa 70 kg) BBa
Rumus Clark = ----------- Dd (mg) -- >Bba (kg) 70
Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30 mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 8 tahun (berat badan 21 kg) : 21/70 x (15-30) mg/kali = 4,5 — 9 mg/kali. c. Perhitungan atas dasar perbandingan luas permukaan tubuh (LPT dws 1,73 m2) LPT (anak)
Rumus (Crawford-Terry-Rourke) = ------------------ Dd (mg) 1,73 Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30 mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 8 tahun (LPT = 0,9 m2) 0,9/1,73 x (15-30) mg/kali = 7,80 —15,61 mg/kali d. Perhitungan atas dasar tabel J. Hahn Contoh Perhitungan : Diketahui dosis terapi dewasa Phenobarbital untuk Hipnotik-sedative = 15-30 mg/dose maka dosis terapi untuk anak umur 5 tahun (berat badan 14,2- 17,8 kg) dapat diberikan 25% (1/4) dosis dewasa adalah : 1/4 x (15-30 mg) = 3,75-7,5 mg/kali
Universitas Gadjah Mada
5
JADWAL PEMBERIAN OBAT DALAM PRESKRIPSI DOKTER Jadwal pemberian obat adalah cara, frekuensi, waktu dan lama pemberian obat yang diberikan pada penderita melalui resep dokter. Jumlah obat yang menunjukkan lama pemberian termasuk dalam unsur inscriptio, sedangkan frekuensi dan waktu pemberian termasuk unsur signatura dalam preskripsi dokter. Jadwal pemberian tersebut harus dipilih secara tepat agar memberikan pengobatan yang aman, manjur dan akseptable bagi penderita. CARA PEMBERIAN OBAT Pemberian obat kepada penderita dapat melalui beberapa cara yaitu peroral, parenteral, perektal, topical dll. Pemberian obat harus dipilih secara tepat agar efek obat atau basil pengobatan sesuai dengan yang diinginkan. Disamping itu perlu difahami dan dilaksanakan secara benar oleh penderita. Oleh karenanya dokter penulis resep hams menjelaskan secara lesan kepada penderita dan ditulis secara jelas dalam resep.
FREKUENSI PEMBERIAN OBAT Berapa kali obat diberikan dalam preskripsi dokter harus ditulis secara tepat agar efeknya sesuai dengan yang diharapkan. Dalam menuliskan frekuensi obat yang diberikan perlu mempertimbangkan factor farmakokinetika obat, bentuk sediaan, dan mudah dilakukan oleh penderita, agarpenderitasemakin taat mengikuti jadwal pemberian obat. Perkembangan teknologi kefarmasian saat ini dapat merubah obat-obat yang mempunyai waktu paruh (T '/2) pendek, diformulasi sedemikian rupa sehingga pemberian obat hanya 1-2 kali/hari. WAKTU PEMBERIAN OBAT Untuk mencapai efek terapi yang optimal, waktu pemberian obat yang tepat perlu mendapat perhatian khusus yang harus mudah diikuti oleh penderita. Bila absorpsi obat dalam lambung memerlukan kondisi kosong agar dapat memberikan konsentrasi obat dalam darah memadai, maka obat harus diberikan sebelum makan (1/2 — 1 h.a.c), sedangkan untuk obat-obat yang mengiritasi lambung sebaiknya diberikan pada waktu perut tidak kosong (d.c. ; p.c.) Untuk obat-obat yang diberikan hanya sekali dalam sehari, maka harus dijelaskan kapan obat tersebut diminum (pagi, siang atau sore hari), agar efek optimal obat dapat tercapai. Oleh karena itu perlunya dipahami secara benar jenis obat-obat yang membutuhkan waktu tepat dalam penggunaannya.
Universitas Gadjah Mada
6
LAMA PEMBERIAN OBAT Lama perjalanan suatu penyakit dapat digunakan untuk menentukan lama pemberian obat, hal ini juga sering digariskan dalam pedoman pengobatan baku, antara lain seperti tersebut di bawah ini:
Obat-obat yang masuk dalam kelas terapi antibiotika pemberian obatnya dalam waktu tertentu (2 hari setelah gejala hilang), untuk menghindari resistensi.
Obat-obat yang bekerja secara simtomatis pemberiannya apabila gejala muncul (p.r.n), kalau gejala sudah hilang dapat segera dihentikan.
Pemberian obat yang terus menerus atau sepanjang hayatnya diperlukan untuk penderita penyakit kronis (hipertensi, asma dan diabetes dll)
Universitas Gadjah Mada
7
DAFTAR PUSTAKA 1. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, Ed. V., Jakarta 2. Anonim, 1992, Undang-undang Kesehatan RI No. 32, Jakarta 3. Ansel, H. C., 1990, Introduction to Pharmaceutical Dosage Forms. Lea and Febiger. 4. Nanizar, Z, J., 1990, Ars Prescribendi Resep yang Rasional, Jilid 1, 2 & 3. Airlangga University Press, Surabaya 5. Reynold, J. E. F. & Prasad, 1996, Martindale the Extra Pharmacopoea, 31st. Ed. The Pharmaceutical Press
Universitas Gadjah Mada
8
OBAT TRADISIONAL DAN PENGEMBANGAN OBAT Dra. Mae Sri Hartati Wahyuningsih, MSi. Apt PENDAHULUAN Penggunaan obat tradisional secara empiris berdasarkan pengalaman telah dilakukan oleh masyarakat sejak jaman nenek moyang terdahulu. Bahan obat tersebut dapat berasal dari bahan nabati (tumbuhan), hewani dan mineral. Dengan perkembangan pengetahuan masyarakat khususnya obat tradisional, maka penggunaan praktis sebagai seduhan yang dulu banyak digunakan, sekarang beralih menjadi preparat ekstrak yang dibuat dalam sediaan yang menarik. Perkembangan obat tradisional tersebut diatas, tentunya ditujukan untuk lebih mendayagunakan obat tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah. Pengetahuan masyarakat semakin bertambah, seiring dengan munculnya berbagai jenis penyakit dan tingkat keganasan penyakit tertentu. Oleh karenanya semakin banyak pertanyaan seputar kandungan senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas tersebut. Pada decade terakhir ini, sebagian peneliti banyak yang menekuni bidang penemuan obat berasal dari tumbuhan yang mampu mengatasi penyakit, kemudian mengisolasi dan menentukan struktur senyawa yang bertanggung jawab atas aktivitas itu. Sejalan dengan hal tersebut pada Repelita keempat, pengembangan obat tradisional termasuk dalam Skala prioritas utama Kebijakan Obat Nasional.
OBAT TRADISIONAL (OT) : Secara umum obat tradisional didefinisikan sebagai bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau campuran dari bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.
SISTEM PENGEMBANGAN OBAT TRADISIONAL Masukan
Calon Obat
Proses 9
Uj i
Asal :
Luaran
Produk Obat
Kriteria :
Tumbuhan
Kimia & farmasetik
Manjur
Hewan
Praklinik
Aman
Mineral
Klinik
Dapat diterima
Universitas Gadjah Mada
9
Perkembangan terakhir ini telah menegaskan bahwa obat tradisional Indonesia dibagi menjadi dua golongan yaitu golongan jamu dan fitofarmaka. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan di dalam upaya kesehatan, maka fitofarmaka perlu mendapat prioritas dan perlu dibuktikan manfaat klinik pada manusia. Pengembangan obat tradisional yang dapat dipertanggung jawabkan secara medis tertuang dalam Permenkes No.760/92 tentang "Fitofarmaka"
FITOFARMAKA Fitofarmaka merupakan sediaan obat yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya, bahan bakunya terdiri dari simplisia yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku.
PERBEDAAN OBAT TRADISIONAL DAN FITOFARMAKA
OBAT TRADISIONAL 1. Dasar pengalaman dari nenek moyang
FITOFARMAKA 1. Dasar penelitian ilmiah, khasiat & keamanan
2. Preventif
2. Kuratif
3. Indikasi tradisional
3. Indikasi medis
Parameter tak jelas
Parameter jelas
- Cabe puyang
- Antirematik
- Beras kencur
- Antihipertensi
- Jamu bersalin
- Antidiabetes
4. Bahan baku belum terstandarisasi
4. Bahan baku terstandarisasi (FI, MMI)
PEDOMAN FITOFARMAKA Kep. Men. Kes.R1. (761/92) PRIORITAS PEMILIHAN 1. Bahan baku relatif mullah diperoleh 2. Didasarkan pada pola penyakit di Indonesia 3. Perkiraan manfaat terhadap penyakit tertentu cukup besar 4. Memiliki rasio resiko dan kegunaan yang menguntungkan penderita 5. Merupakan satu-satunya alternatif pengobatan Fitofarmaka harus didukung oleh hasil pengujian, dengan protocol pengujian yang jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Pengujian meliputi uji toksisitas, uji efek farmakologik, uji klinik, uji kualitas dan pengujian lain yang dipersyaratkan.
Universitas Gadjah Mada
10
TAHAP PENGEMBANGAN FITOFARMAKA 1. Seleksi bahan tanaman 2. Pengujian farmakologi (in vivo) - Penapisan aktivitas (belum ada petunjuk aktivitas) - Langsung pemastian khasiat (ada petunjuk) 3. Pengujian toksisitas (akut, subakut, kronik, spesifik) - Spesifik (Toksik pada janin, mutagenisitas, karsinogen) 4. Pengujian farmakodinamika (in vitro & in vivo) (Praklinik ??) 5. Pengembangan sediaan (formulasi) 6. Penapisan fitokimia dan standarisasi sediaan 7. Pengujian klinik ??
PRINSIP EVALUASI HASIL UJI PRAKLINIK & KLINIK
Hasil uji praklinik dapat memperoleh gambaran :
o Indikasi awal suatu obat o Perkiraan dosis efektif yang akan dogunakan o Perkiraan Batas aman suatu obat Hasil uji klinik dapat memperoleh gambaran :
Fase I : Menegaskan keamanan & profit farmakokinetik obat pada manusia sehat (farmakologi klinik)
Tolerabilitas dan perkiraa dosis
Universitas Gadjah Mada
11
Fase II : Menegaskan kemanjuran & keamanan pada penderita skala sedang (100-200)
Kemanjuran & keamanan Fase III: Menegaskan kemanjuran & keamanan pada penderita skala besar (200-1000)
Manfaat klinis lebih absolut Bandingkan manfaat dan resiko * Fase IV: Menegaskan keamanan obat (Survei pasca pasar)
Resiko penggunaan Fitofarmaka sangat memberatkan produsen obat tradisional sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan dalam Rakernas tahun 1995 tentang Upaya Pelayanan Kesehatan Formal (UPKF). UPKF hanya menyarankan uji praklinik (toksisitas) dan uji klinik pasaran. Untuk meringankan produsen dikeluarkanlah kebijakan pemerintah mengenai pembuatan obat tradisional "BENAR & BERSIH". Benar (Formula sesuai yang tertera) dan Bersih (Mengikuti CPOTB, penanganan pasca panen, pengurangan cemaran)
OBAT TRADISIONAL BAGI DOKTER
Mengatasi krisis obat modern Amanat GBHN dan masuk UPKF Dasar ilmiah dengan indikasi medis Parameter khasiat bisa diuji Uji farmakologis, toksisitas, klinis dan standarisasi Kandungan kimia aktif, mekanisme efek. Data ilmiah disajikan DOKTER DIBERI KEBEBASAN MENILAI DAN MEMILIH OBAT TRADISIONAL DAN PENEMUAN OBAT BARU Sejarah telah menunjukkan bahwa banyak obat jadi berasal dari obat tradisional. Obat yang berasal dari kulit kayu Cinchona ledgeriana yang dipakai untuk mengobati malaria, kemudian diisolasi dan dimurnikan menjadi obat jadi kinin. Demikian Pula papaverin, kodein dan morfin yang berasal dari tanaman Papaver somniferum. Juga serpentina dan reserpin yang berasal dari tanaman Rauwolfia serpentina. Masih banyak obat jadi yang sekarang digunakan untuk pengobatan berasal dari obat tradisional yaitu: Podophyllotoxin (Podophyllum peltatum ), Vincristine dan vinblastine (Chatarantus roseus ), Universitas Gadjah Mada
12
Digitalin & digoksin (Digitalis lanata), Thymol (Thymus vulgaris ), Efedrin (Ephedra vulgaris), Atropin (Atropa Belladonna) Secara garis besar penemuan obat baru dari bahan alam meliputi beberapa langkah antara lain pengumpulan bahan, pengeringan, penyerbukan, ekstraksi, partisi, fraksinasi, isolasi yang semuanya termonitor dengan uji aktivitas (bioassay) dan penentuan potensi senyawa aktif (skema 1). Metode penemuan obat barn dari bahan alam berbasis teknologi mutakhir berkembang pada dekade terakhir dengan mengaplikasikan metode bioassay pada tingkat molekuler. Dengan penemuan obat Baru dari bahan alam yang berpotensi mengatasi suatu penyakit akan memudahkan seorang dokter untuk memakai obat basil kekayaan alam kits. Hal tersebut karena obat yang digunakan telah didukung dengan penelitian yang handal dan berkualitas oleh para peneliti, sehingga tuduhan bahwa obat tradisional hanyalah seduhan tanaman dan para dokter enggan untuk memakai akan semakin memudar.
Universitas Gadjah Mada
13
Skema 1. Garis besar penemuan obat Baru dari bahan alam.
Universitas Gadjah Mada
14
DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. 1992. Undang-undang Kesehatan RI No. 23/1992. Jakarta 2. Ditwasot.1992. Fitofarmaka dan Pedomannya. Jakarta 3. Dep. Kes. RI., Direktorat Pengawasan Obat Tradisional.2000. Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Jakarta 4. Dep. Kes. RI: 1985. Obat Kelompok Fitoterapi. Jakarta 5. Pramono, S. 2002. Reformulasi Obat Tradisional, pada Seminar Reevaluasi dan reformulasi Obat Tradisional Indonesia,
Yogyakarta.
6. Wahyuono, S., 2002, Penemuan Obat Baru Dari Bahan Alam, pada Seminar sehari Peran Kimia Medisinal Dalam Penemuan Obat" Yogyakarta 7. WHO. 1993. Research guidelines for evaluating the savety and efficacy of herbal medicines, WHO for the Western Pasific Manila 8. WHO. 2000. General guidelines for methodologies on research and evaluation of traditional medicine, WHO: Geneva
Universitas Gadjah Mada
15