PENYUSUNAN KUNCI DETERMINASI JENIS-JENIS POHON NIAGAWI DI WILAYAH IUPHHK PT. ERNA DJULIAWATI LOGGING UNIT II, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH
DANIA IRWANSYAH
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN DANIA IRWANSYAH (E14201043). Penyusunan Kunci Determinasi Jenis-jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah. Dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS. Jenis pohon perdagangan atau niagawi memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan devisa bagi negara. Pada tahun 1997, sektor kehutanan dan pengolahan kayu menyumbang 3,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekspor kayu lapis, pulp dan kertas nilainya mencapai 5,5 miliar dolar. Jumlah ini nilainya hampir setengah dari ekspor minyak dan gas, dan setara dengan hampir 10% pendapatan ekspor total (FWI/GFW 2001). Industri perkayuan dalam sektor kehutanan sangat tergantung dari pasokan bahan baku baik itu dari hutan tanaman, hutan alam, hutan konversi maupun hutan rakyat. Selain itu jenis pohon niagawi merupakan jenis pohon yang dikenai iuran oleh pemerintah yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Pengelolaan hutan yang lestari sangat membutuhkan data dan informasi (jenis, potensi dan penyebaran) yang akurat, lengkap serta relevan. Penelitian tentang jenis pohon merupakan salah satu pendekatan ekologis dalam kegiatan pengelolaan hutan. Penelitian ini diarahkan untuk pengayaan data dan informasi tentang jenis-jenis pohon di suatu wilayah hutan yang dikelola. Kunci determinasi atau kunci identifikasi adalah salah satu solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan ini. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kunci determinasi jenis-jenis pohon niagawi berdasarkan karakteristik atau sifat pohon terutama daun yang diharapkan berguna untuk kalangan praktisi lapangan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, kelompok hutan Sungai Seruyan Hulu. Metode yang digunakan adalah metode jalur dengan lebar 20 meter atau 10 meter dan panjang ±1 km sebanyak 1 jalur, lokasi pembuatan jalur dilakukan di petak I32 dan I33, Site B RKT 2006. Jalur harus memotong tegak lurus kontur. Kemudian dilakukan pengumpulan bahan herbarium yang mewakili setiap jenis pohon (diameter 20 cm ke atas) yang ditemukan di lapangan serta dilakukan kegiatan eksplorasi botani yaitu pencatatan atau pengumpulan informasi tentang pengenalan jenis pohon. Informasi tersebut meliputi banyaknya, sosiabilitas, tempat tumbuh, serta sifat-sifat botanisnya meliputi akar, batang, daun dan percabangan. Prosedur yang dipakai dalam penyusunan kunci determinasi adalah memeriksa morfologi jenis yang ditemukan meliputi daun dan ranting serta sifat fisik lainnya yang menjadi ciri khas jenis yang bersangkutan. Penyusunan kunci menggunakan sistem kunci sejajar, dimana setiap bait disusun dengan menggunakan dua pernyataan yang berlainan dan diujung pernyataan terdapat nama jenis yang dimaksudkan atau nomor yang menunjukkan nomor selanjutnya yang harus diperhatikan.
Berdasarkan hasil eksplorasi jenis di lapangan ditemukan 29 jenis pohon dari 16 marga dan 10 suku yang tergolong jenis pohon niagawi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan didominasi oleh suku Dipterocarpaceae dari marga Shorea (Meranti-merantian) dengan 17 jenis, suku yang lain adalah Anacardiaceae, Cluciaceae, Dilleniaceae, Fabaceae, Hypericaceae, Sterculiaceae dan Thymelaeaceae masing-masing satu jenis serta suku Lauraceae dengan dua jenis dan suku Sapotaceae dengan tiga jenis. Kelompok komersial satu meliputi tujuh marga dari dua suku yaitu Anisoptera, Dipterocarpus, Hopea, Palaquium, Payena, Shorea dan Vatica. Kelompok jenis komersial dua meliputi enam marga dari enam suku yaitu Aquilaria, Calophyllum, Cratoxylum, Dillenia, Litsea dan Pterospermum. Kelompok kayu indah satu tidak terdapat di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, namun untuk kelompok kayu indah dua meliputi tiga marga dari tiga suku yaitu Melanochyla, Sindora dan Eusideroxylon. Berdasarkan kunci determinasi yang telah disusun jenis pohon niagawi didominasi oleh pohon yang berdaun tunggal serta bertepi daun entire. Sedangkan yang berdaun majemuk hanya satu suku yaitu suku Fabaceae.
PENYUSUNAN KUNCI DETERMINASI JENIS-JENIS POHON NIAGAWI DI WILAYAH IUPHHK PT. ERNA DJULIAWATI LOGGING UNIT II, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH
DANIA IRWANSYAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul Penelitian
: PENYUSUNAN KUNCI DETERMINASI JENIS-JENIS POHON NIAGAWI DI WILAYAH IUPHHK PT. ERNA DJULIAWATI LOGGING UNIT II, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH
Nama Mahasiswa
: Dania Irwansyah
Nomor Pokok
: E14201043
Menyetujui: Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Istomo, MS) NIP.131 849 395
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan IPB
(Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS) NIP. 131 430 799
Lulus Tanggal : 13 Februari 2006
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Garut, Jawa Barat pada tanggal 18 Februari 1983. Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, keluarga Bapak Dana Sutisna dan Ibu Ningsih Nawangsih. Pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah: 1. Sekolah Dasar Negeri 1 Ciledug Garut, lulus pada tahun 1995 2. Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Garut, lulus pada tahun 1998 3. Sekolah Menengah Umum Negeri 1 Tarogong Garut, lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan melalui program Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Pada tahun 2004 penulis mengambil minat studi di Laboratorium Ekologi Hutan. Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) yang terdiri dari Praktek Umum Kehutanan (PUK) di Sancang-Kamojang dan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di BKPH Tomo Utara dan BKPH Cadasngampar, KPH Sumedang serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan penulis melaksanakan kegiatan penelitian di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah dalam rangka penyusunan skripsi dengan judul: “Penyusunan Kunci Determinasi Jenis-jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimanatan Tengah” dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan anugerah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini berjudul “Penyusunan Kunci Determinasi Jenis-jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor dibawah bimbingan Dr. Ir. Istomo, MS. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik selalu penulis harapkan. Semoga tulisan ini dapat memberikan sumbangan berarti bagi dunia ilmu pengetahuan.
Bogor, Februari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Melalui lembaran ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Istomo, MS sebagai Dosen Pembimbing dalam memberikan bimbingan, arahan serta motivasi selama penulis menyelesaikan studi di Fakultas Kehutanan 2. Para Dosen penguji pada sidang komprehensip, yaitu Bapak Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS sebagai wakil dari Departemen Hasil Hutan serta Bapak Ir. Agus Priyono Kartono, MSi sebagai wakil dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata atas segala kritik dan sarannya 3. Kedua orang tua, Mamah dan Apa yang telah mencurahkan segala rasa kasih sayangnya serta doa yang selalu menyertai langkah penulis, serta kepada Kakak-kakakku, Teh Ida, Teh Ati dan A Iwan atas segala perhatian, motivasi yang diberikan kepada penulis 4. Bapak Ir. Teddy Rusolono, MS atas segala bantuan, arahan serta masukannya sehingga kegiatan penelitian dapat terlaksana 5. Seluruh jajaran manajemen IUPHHK PT. Erna Djuliawati yang telah memberikan ijin tempat penelitian bagi penulis, bantuan moril, material selama pelaksanaan kegiatan penelitian 6. Rekan-rekan BDH’38 atas segala kebersamaan yang telah dilalui 7. Rekan-rekan THH’38 dan KSH’38, bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman akademik penulis di Fakultas Kehutanan IPB 8. Keluarga besar Sylvalestari atas segalanya 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungannya terhadap penulis.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ……...…………………………………………………………. i DAFTAR TABEL ……………………………………………………………. iii DAFTAR GAMBAR………………………………………………………….. iv DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….. v I. PENDAHULUAN………………………………………………………..... A. Latar Belakang ………………………………………………………... B. Tujuan Penelitian ……………………………………………………...
1 1 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………….. 4 A. Pengertian Pohon ……………………………………………………... 4 B. Morfologi Pohon ……………………………………………………… 5 1. Struktur dan Komposisi Daun ......................................................... 5 2. Struktur dan Komposisi Bunga ....................................................... 6 3. Buah ................................................................................................ 7 4. Ranting dan Sistem Percabangan .................................................... 9 5. Batang ............................................................................................. 9 6. Sistem Perakaran ............................................................................. 9 C. Eksplorasi Botani Hutan ........................................................................ 9 D. Kunci Determinasi ................................................................................. 11 E. Jenis Pohon Niagawi di Indonesia ......................................................... 14 III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................. A. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................. B. Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 1. Bahan ............................................................................................... 2. Alat .................................................................................................. C. Metode Penelitian .................................................................................. 1. Metode ............................................................................................. 2. Pembuatan Herbarium ..................................................................... 3. Penyusunan Kunci Determinasi ...................................................... 4. Dokumentasi Foto ...........................................................................
18 18 18 18 18 19 19 21 22 22
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ………………………….. A. Letak Geografis dan Luas …………………………………………..… B. Topografi dan Kelerengan …………………………………….……… C. Tanah dan Geologi ……………………………………………………. D. Iklim dan Hidrologi ……………………………………………...…… 1. Iklim ……………………………………………………….....… 2. Hidrologi …………………………………………………......… E. Keadaan Hutan …………………………………………………...…… 1. Tipe Hutan dan Penutupan Vegetasi ............................................... 2. Potensi Tegakan .............................................................................. 3. Flora dan Fauna ...............................................................................
23 23 23 24 24 24 25 25 25 26 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN …………………………………………... A. Jenis-jenis Pohon Niagawi di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ……………………………………………………….. B. Deskripsi Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan Berdasarkan Suku …………………………………………………..… 1. Anacardiaceae .................................................................................. 2. Cluciaceae ........................................................................................ 3. Dilleniaceae ..................................................................................... 4. Dipterocarpaceae ............................................................................. 5. Fabaceae .......................................................................................... 6. Hypericaceae ................................................................................... 7. Lauraceae ......................................................................................... 8. Sapotaceae ....................................................................................... 9. Sterculiaceae .................................................................................... 10. Thymelaeaceae ................................................................................ C. Kunci Determinasi Pohon Jenis Pohon Niagawi di Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ..................................................... VI. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................. A. Kesimpulan …………………………………………………………… B. Saran ………………………………………………………………….
29 29 35 35 35 36 36 46 46 52 53 54 55 55 58 58 58
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 59 LAMPIRAN ...................................................................................................... 61
DAFTAR TABEL 1.
Halaman Variabel Utama yang Diamati di Lapangan .............................................. 19
2.
Kelas Lereng dan Topografi ......................................................................
24
3.
Potensi Tegakan Hutan Primer di PT. Erna Djuliawati …………………
26
4.
Potensi Tegakan Hutan Eks-tebangan (1979-1999) di PT. Erna Djuliawati ……………………………………………………………….. 27
5.
Daftar Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan per Suku ..………...
6.
Pengelompokan Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II …………………………. 31
7.
Karakter yang Menonjol di Lapangan per Jenis ........................................ 33
29
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Halaman Bagian Pohon dan Pengertian Satu Daun …............................................ 4 Contoh Jalur Coba ……………………………………………………... 20 Melanochyla densiflora King ................................................................. 47 Calophyllum pulcherrimum Wall ........................................................... 47 Dillenia borneensis Hoogl....................................................................... 47 Anisoptera grossivenia v. Sloot .............................................................. 47 Dipterocarpus gracilis Blume................................................................. 47 Dipterocarpus grandiflorus Blanco ........................................................ 47 Dipterocarpus hasseltii Blume ............................................................... 48 Dipterocarpus kunstleri King ................................................................. 48 Hopea ferruginea Parijs .......................................................................... 48 Hopea mengarawan Miq. ........................................................................ 48 Shorea bracteolata Dyer ......................................................................... 48 Shorea hopeifolia Sym............................................................................. 48 Shorea johorensis Foxw. ......................................................................... 49 Shorea leprosula Miq .............................................................................. 49 Shorea ovata Dyer ................................................................................... 49 Shorea polyandra Ashton ....................................................................... 49 Shorea smithiana Sym ............................................................................. 49 Shorea sp. ................................................................................................ 49 Shorea virescens Parijs ............................................................................ 50 Vatica micrantha Sloot. ........................................................................... 50 Sindora leiocarpa De Wit. ....................................................................... 50 Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume .................................................. 50 Eusideroxylon zwagery T. & B. ............................................................... 50 Litsea nidularis Gamble .......................................................................... 50 Palaquium gutta Baill. ............................................................................. 51 Palaquium rostratum Burck .................................................................... 51 Payena lucida DC. ................................................................................... 51 Pterospermum javanicum Jungh ............................................................. 51 Aquilaria malaccensis Lamk. .................................................................. 51
DAFTAR LAMPIRAN 1.
2.
Halaman Daftar Identifikasi Pohon Niagawi yang Ditemukan pada Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II ........................ 62 Pengelompokan Jenis Kayu menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003 Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan ……………………………
63
Daftar Nama Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller ……………….……………………………………………..
70
Daftar Nama Kayu Niagawi yang Diketahui Sifat dan Kegunaannya ………………………….………………………...…
72
5.
Peta Lokasi Penelitian ……………………………………………...…..
73
6.
Bentuk-bentuk Daun, Ujung Daun, Pangkal Daun, Tepi Daun dan Permukaan Daun …………………………………………………...
74
3.
4.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan hujan tropis Indonesia memiliki kekayaan jenis yang sangat berlimpah. Di seluruh wilayah Indonesia hutan alam diperkirakan mengandung sekitar 10% tumbuhan berbunga dari seluruh tumbuhan berbunga di dunia. Dalam hamparan lahan hutan dengan luas satu hektar di Kalimantan, dapat ditemukan lebih dari 150 jenis pohon. Apabila dari petak satu hektar ini ditambah lagi satu hektar tambahan, maka akan ditemukan sekitar 75 jenis pohon baru dari genusgenus yang terdapat pada satu hektar yang pertama. Di Pulau Kalimantan saja, diperkirakan terdapat lebih dari 3.000 jenis pohon (MOF 1992 dalam Suhendang 2002). Pohon merupakan jenis tumbuhan yang menghasilkan kayu. Menurut Martawijaya et al. (1981) di Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 4.000 jenis kayu. Perkiraan ini didasarkan kepada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hutan dari berbagai wilayah hutan di Indonesia yang jumlahnya sudah mendekati 4.000 jenis pohon dengan diameter 40 cm ke atas. Dari jumlah 4.000 jenis kayu tersebut terdapat jenis kayu yang dianggap penting. Jenis kayu dianggap penting apabila sudah banyak dimanfaatkan atau karena jumlahnya secara alami melimpah sehingga memiliki potensi untuk dapat dimanfaatkan di masa depan. Beberapa jenis kayu yang dianggap penting sudah dikenal dalam dunia perdagangan serta digolongkan ke dalam jenis kayu perdagangan atau niagawi. Jenis kayu ini merupakan jenis kayu yang memiliki nilai ekonomis. Jenis pohon atau kayu niagawi memiliki peran yang sangat penting dalam menghasilkan devisa bagi negara. Pada tahun 1997, sektor kehutanan dan pengolahan kayu menyumbang 3,9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan ekspor kayu lapis, pulp dan kertas nilainya mencapai 5,5 miliar dolar. Jumlah ini nilainya hampir setengah dari ekspor minyak dan gas, dan setara dengan hampir 10% pendapatan ekspor total (FWI/GFW 2001). Industri perkayuan dalam sektor kehutanan sangat tergantung dari pasokan bahan baku dari hasil pengelolaan
hutan baik itu hutan tanaman, hutan alam, hutan konversi maupun hutan rakyat. Selain itu jenis pohon niagawi merupakan jenis pohon yang dikenai iuran oleh pemerintah yaitu Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR). Pengelolaan hutan yang lestari sangat membutuhkan data dan informasi (jenis, potensi dan penyebaran) yang akurat, lengkap serta relevan. Karena dengan data dan informasi inilah kegiatan-kegiatan pengelolaan hutan dapat lebih terarah, efektif dan efisien dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya hutan. Pengayaan data dan informasi mengenai jenis-jenis pohon niagawi merupakan suatu sumbangan yang sangat bermanfaat dalam mendukung kegiatan pengelolaan hutan yang lestari. Penelitian tentang jenis pohon merupakan salah satu pendekatan ekologis dalam kegiatan pengelolaan hutan. Penelitian ini diarahkan untuk pengayaan data dan informasi tentang jenis-jenis pohon di suatu wilayah hutan yang dikelola. Kunci determinasi adalah salah satu solusi yang tepat dalam memecahkan permasalahan ini. Kunci determinasi merupakan cara analisis buatan untuk mengidentifikasi suatu jenis pohon. Identifikasi pohon dengan menggunakan kunci determinasi akan mendapatkan identitas yang tepat dan menempatkan kembali ciri-ciri yang telah dilupakan atau menemukan identitas yang baru. Namun penggunaan kunci determinasi akan dapat dilakukan apabila telah memahami sifat dan keragaman bentuk serta ukuran yang ditampilkan oleh daun-daun, bunga-bunga, akar, ranting dan batang. Penyusunan kunci determinasi merupakan jawaban yang terbaik untuk mengatasi kendala yang terjadi di lapangan dimana dalam mengidentifikasi jenisjenis pohon masih tergantung pada individu tertentu. Identifikasi jenis pohon yang dilakukan oleh tenaga yang belum berpengalaman lebih banyak menghasilkan kesalahan. Pengidentifikasian jenis pohon yang salah berakibat pada perlunya pengkoreksian data dan informasi yang telah disusun.
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menyusun kunci determinasi jenis-jenis pohon niagawi berdasarkan karakteristik atau sifat pohon terutama daun yang diharapkan berguna untuk kalangan praktisi lapangan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, kelompok hutan Sungai Seruyan Hulu.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pohon Lembaga Penelitian Kehutanan dalam Tantra (1981) menetapkan batasan pohon sebagai berikut : pohon adalah suatu tumbuhan berkayu yang berdiri tegak sekurang-kurangnya dapat mencapai garis tengah pada setinggi dada 35 cm, mempunyai batang lepas dahan 2 m dan tinggi 10 m. Sedangkan menurut Harlow dan Harar (1958), pohon adalah tumbuhan berkayu yang pada saat dewasa mencapai tinggi 20 feet atau lebih (satu feet ±30 cm), dengan satu batang utama yang jelas, tidak bercabang sampai beberapa feet dari atas tanah dan bertajuk. Lebih lanjut dikatakan bahwa pengertian dan pengetahuan tentang pohon, sifat-sifat, habitat dan prinsip yang penting dalam ilmu kehutanan, ilmu alam dan sebagai studi lanjutan dari ilmu botani, genetik dan kimia pohon. Pohon
Cabang
Batang
Helaian Daun
Akar Banir
Kuncup Ketiak Daun
Gambar 1. Bagian Pohon dan Pengertian Satu Daun
B. Morfologi Pohon 1. Struktur dan Komposisi Daun Menurut Tjitrosoepomo (1985), daun merupakan suatu bagian tumbuhan yang penting dan pada umumnya tiap tumbuhan mempunyai sejumlah besar daun. Alat ini hanya terdapat pada batang saja dan tidak pernah terdapat pada bagian lain pada tubuh tumbuhan. Bagian batang tempat duduknya atau melekatnya daun dinamakan buku-buku (nodus) batang, dan tempat di atas daun yang merupakan sudut antara batang dan daun dinamakan ketiak daun (axilla). Daun terdiri atas tangkai daun (petiolus), helaian daun (lamina) serta upih daun atau pelepah daun (vagina). Tangkai daun dapat panjang atau pendek, lentur atau kaku, bersurut, beralur atau memipih dan kadang-kadang mempunyai juga kelenjar. Pada beberapa kasus tangkai daun tidak ada dan helaian daun melekat langsung pada ranting daun seperti ini disebut dengan daun duduk (sessilis). Daun yang terdiri dari upih daun dan helaian disebut dengan daun berupih atau daun berpelepah. Daun yang terdiri atas tangkai serta helaian saja disebut dengan daun bertangkai, sedangkan bila terdiri atas tangkai saja dalam hal ini tangkai memipih dan menyerupai daun disebut daun semu atau palsu (Tjitrosoepomo 1985). Dari tiga bagian daun tersebut, helaian daun merupakan bagian terpenting dan dapat menarik perhatian. Oleh karena itu sifat yang sesungguhnya berlaku hanya pada bagian helaian daun yang disebut dengan sifat daun. Sifat-sifat daun dapat dipakai sebagai petunjuk untuk mengenal suatu jenis tumbuhan. Untuk keperluan itulah diketahui sifat daun sehingga dari daun dapat diberikan lukisan yang selengkap mungkin. Sifat yang perlu diperhatikan ialah: bangun atau bentuk daun, ujung daun, pangkal daun, susunan tulang daun, tepi daun, daging daun dan sifat lain seperti keadaan permukaan atas maupun bawah (Tjitrosoepomo 1985). Benson (1957) mengatakan bahwa daun-daun biasanya tertata menurut satu diantara tiga cara berikut: 1. Opposite yaitu daun berpasangan pada ketinggian yang sama, satu pada masing-masing sisi ranting 2. Whorled atau verticillate yaitu lebih dari dua daun pada ruas yang sama
3. Alternate yaitu satu helai daun melekat pada setiap ruas, maka dengan pengamatan yang seksama akan tampak bahwa daun-daun itu ditata dalam spiral mengitari ranting. Modifikasi cara ini timbul apabila daun tertata sedemikian rupa sehingga nampak hampir bersilang, dikenal dengan setengah melingkar (sub-opposite). Penentuan jumlah daun pada tata daun berseling, dalam tiap putaran spiral yang lengkap sangat penting, karena seringkali merupakan keadaan yang sama untuk seluruh marga (genus) dan kadang-kadang dapat juga diterapkan pada semua anggota suku yang sama (Samingan 1982). Komposisi daun dengan satu helai daun disebut daun tunggal (simple leaf) dan jika dua atau lebih helai daun yanng melekat pada tangkai persekutuan disebut daun majemuk (compound leaf) dan helai-helai daunnya disebut anak daun (leaflet).
Tangkai yang menopang anak daun disebut rachis. Apabila
sejumlah anak daun melekat sepanjang rachis, daun tersebut daun bersirip (pinnately compound). Bersirip ganjil atau genap adalah untuk menunjukkan jumlah anak daun yang ada. Daun bersirip (bipinnate) adalah daun majemuk bersirip tetapi anak-anak daun bersirip lagi yang disebut pinnule (Samingan 1982). 2. Struktur dan Komposisi Bunga Bunga (flos) dapat dianggap sebagai ranting dengan daun yang berubah fungsinya (Samingan 1982). Loveless (1983) menjelaskan adanya perubahan fungsi tersebut mengakibatkan : 1. Bunga tidak mempunyai kuncup pada ketiak daunnya 2. Buku-bukunya pendek sehingga jarak vertikal antara daun yang berurutan sangat pendek 3. Bunga menunjukkan pertumbuhan terbatas yaitu segera setelah meristem ujung membentuk bunga, pertumbuhan lebih lanjut terhenti 4. Bunga terdiri dari beberapa bagian yaitu kelopak bunga (calyx, sepal), mahkota bunga (petal), benang sari (stamen) dan putik (pistil). Jika bunga mempunyai semua bagian tersebut, maka disebut bunga lengkap (complete) dan jika ada dari bagian-bagian itu yang tidak ada maka disebut bunga tidak lengkap (incomplete).
Bunga sempurna adalah bunga yang mempunyai putik dan benang sari, sedangkan bagian lainnya seperti daun kelopak dan atau daun mahkota tidak perlu ada. Karenanya bunga sempurna dapat merupakan bunga lengkap atau bunga tidak lengkap. Sedangkan bunga tidak sempurna adalah bunga yang tidak mengandung benang sari dan putik, sehingga bunga tidak sempurna merupakan bunga berkelamin satu, dan bunga sempurna adalah bunga biseksual atau hermaphrodit (Harlow dan Harar 1958). Menurut Samingan (1982) mengemukakan bahwa bunga tidak sempurna dapat berbentuk bunga jantan (kalau benang sari yang berfungsi, sedangkan putik mandul) atau dapat juga berbentuk bunga betina (kalau putik berfungsi, sedangkan benang sari mandul). Untuk bunga berkelamin tunggal, Fuller dan Tippo (1965) dalam Onrizal (1997), merinci bahwa apabila bunga jantan (staminae flower) dan bunga betina (carpellary flower) terpisah, kedua jenis ini dapat saja dijumpai pada tumbuhan yang sama, karena disebut monoecious (satu rumah). Sebaliknya jika bunga jantan dapat berada pada sebatang pohon dan bunga betina pada pohon yang lain, dan tumbuhan ini disebut dioecious (dua rumah). 3. Buah Buah merupakan organ tumbuhan yang memiliki biji dan salah satu alat untuk perkembangbiakan. Struktur buah dapat bermanfaat untuk klasifikasi tumbuhan berbunga. Buah konifer secara morfologi dapat berbentuk buah berdaging dan buah kering yang terdiri dari: 1. Buah yang terdiri dari satu biji yang sebagian atau seluruhnya tertutup oleh aril (daging biji) 2. Buah yang terdiri dari beberapa sisik berkayu atau keras atau sisik berdaging, masing-masing dengan satu atau lebih biji dan tersusun pada sumbu membentuk kerucut atau cone. Untuk buah angiospermae biasanya dikatakan sebagai bakal buah yang masak, terbagi ke dalam dua jenis, yaitu: 1. Buah tunggal, terbentuk oleh satu putik 2. Buah majemuk, terbentuk oleh dua atau lebih putik yang terdapat pada dasar bunga yang sama.
Kedua macam buah ini dapat merupakan buah kering maupun buah berdaging (sekulen) menurut keadaan buahnya waktu matang (Samingan, 1982). Loveless (1989) dalam Onrizal (1997) lebih rinci dalam keterangannya membagi buah tunggal menjadi tiga bentuk yaitu: 1. Buah kering tidak merekah, terdiri dari tipe: a. Buah longkah yaitu buah kecil, berongga dan berbiji satu b. Samara yaitu buah keras bersayap c. Nut yaitu buah keras kecil. 2. Buah kering merekah, terdiri dari tipe: a. Buah polong (legume) yakni hasil dari putik tunggal yang merekah sepanjang garis suture (kampuh) b. Buah bumbung (follicle) yakni hasil dari satu putik yang merekah sepanjang garis suture (kampuh) c. Buah kotak (capsule) yakni hasil dari putik majemuk merekah melalui dua atau lebih suture (kampuh). 3. Buah berdaging , terdiri dari tipe: a. Buah empelur (pome) yakni hasil putik majemuk; dinding luar bakal buah berdaging dan dinding dalam menjangat membungkus banyak biji b. Buah batu (drupe) yakni buah berdaging berbiji satu; biasanya hasil dari putik tunggal, dinding luar berdaging dan dinding dalam keras c. Buah buni (berry) yakni buah berbiji banyak; dinding luar dan dalam berdaging dengan biji-biji terbungkus dalam massa yang seperti bubur (tomat). Sedangkan untuk buah majemuk dibagi menjadi dua, yaitu: 1. Buah aggregat yakni merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik terpisah pada bunga yang sama yang terdapat pada dasar bunga persekutuan 2. Buah multiple yakni merupakan kumpulan buah tunggal yang berasal dari putik-putik bunga yang terpisah-pisah.
4. Ranting dan Sistem Percabangan Ranting dengan sifat atau bentuknya dapat menjadi alat pengenal yang penting. Adapun sifat atau bentuk yang sering digunakan untuk pengenalan suatu tumbuhan adalah kuncup, kunat daun, kunat daun penumpu, empelur, duri dan rambut atau bulu-bulu serta sifat-sifat lainnya yang dijumpai. Samingan (1982), mengatakan bahwa sistem percabangan dapat digunakan sebagai pengenal suatu jenis, misalnya percabangan yang lurus, bengkok, beralur, benjol-benjol, silindris atau meruncing dan sebagainya. 5. Batang Batang merupakan bagian yang penting bagi tumbuhan karena memiliki fungsi diantaranya sebagai jalan pengangkutan air dan zat-zat makanan dari bagian bawah menuju bagian ke atas tumbuhan demikian sebaliknya dengan hasil asimilasi. Sifat permukaan batang yang beraneka ragam yaitu licin, berusuk, beralur dan bersayap. Selain itu permukaan batang ini dapat berduri berambut, meperlihatkan bekas-bekas daun, terdapat bekas-bekas lentisel, lepasnya kerak atau bagian kulit yang mati. 6. Sistem Perakaran Akar mempunyai peranan yang tidak kalah pentingnya diantaranya dapat berfungsi sebagai penyerap zat-zat makanan dan air dari dalam tanah, penopang berdirinya tumbuhan. Untuk pengenalan jenis akar memiliki tampakan morfologi yang bermacam-macam seperti banir atau akar papan, tunjang, lutut, udara atau gantung, akar penggerek atau penghisap, akar pelekat, pembelit dan akar nafas. C. Eksplorasi Botani Hutan Kegiatan eksplorasi botanis hutan dan penelitian teknologi kayu telah dilakukan sejak dahulu, dimana Endert (1917) dalam Santoso (1997) untuk pertama kalinya melakukan eksplorasi ini dengan menghasilkan data sekitar 4.000 jenis pohon. Eksplorasi botanis dan penelitian botanis tentang pohon-pohon akan memberikan data atau informasi mengenai flora pohon di berbagai macam tipe hutan.
Menurut Kusmana (1995) dalam Santoso (1997), eksplorasi botanis dan teknologi kayu pada dasarnya merupakan bagian dari eksplorasi atau survey hutan yang bertujuan untuk mendapatkan data tentang tata letak, luas, struktur hutan dan komposisi jenis, dan data kondisi tempat tumbuhnya. Metode terbaik yang digunakan untuk eksplorasi botanis adalah metode jalur, dengan lebar 10 m atau 20 m dan panjang 1 km atau lebih, kemudian semua pohon yang berdiameter 20 cm ke atas, yang berada di dalam jalur tersebut dicatat nama daerahnya, diameternya, tinggi total dan tinggi bebas cabangnya. Contoh-contoh herbarium sangat berguna dalam kegiatan eksplorasi botanis di suatu daerah. Selain sebagai bahan untuk identifikasi atau determinasi juga bisa dipakai untuk bahan dokumentasi yang menjadi barang bukti bahwa jenis-jenis tumbuhan yang bersangkutan terdapat di daerah tersebut. Adapun contoh herbarium yang baik harus memiliki bagian-bagian tumbuhan yang lengkap yang terdiri atas ranting-ranting berdaun (daun muda dan daun tua), bunga (kuncup bunga dan bunga yang sudah mekar), buah (buah muda dan buah tua) dan biji. Beberapa petunjuk dalam pengumpulan herbarium, antara lain: a. Bahan herbarium tidak boleh dipungut dari tanah, tetapi harus diambil dari pohon b. Untuk pohon (berdiameter 10 cm atau lebih) atau berupa pohon kecil diambil ranting berdaun yang ada bunganya dan bila ada dilengkapi dengan buah, sekurang-kurangnya dikumpulkan 5 ranting dari tiap pohon yang tidak berbunga dan 10 ranting dari tiap pohon yang berbunga dan berbuah. Sedangkan ukuran ranting yang dikumpulkan untuk herbarium adalah sekitar 27x42 cm (ukuran setengah halaman koran). Tiap ranting sekurang-kurangnya berisi 5 daun apabila daun tidak terlalu besar. Untuk daun yang berukuran besar, cukup dua helai daun per ranting. c. Untuk mengambil contoh herbarium yang tinggi bisa dilakukan dengan cara dipanjat, melempar ranting atau cabang terendah yang mengandung bunga dan atau buah dengan sepotong kayu atau menembak dengan senapan atau memakai tali pancing dari nylon yang dilemparkan dengan ketapel (Kusmana, 1995 dalam Santoso, 1997)
D. Kunci Determinasi Determinasi adalah salah satu cabang dari ilmu taksonomi yang mempelajari tentang penetapan suatu jenis tumbuhan yang serupa atau segolongan dengan tumbuh-tumbuhan yang telah diketahui dalam buku kunci. Lawrence (1951) mengemukakan bahwa identifikasi atau pengenalan adalah penetapan bahwa suatu jenis tumbuh-tumbuhan sama atau segolongan dengan tumbuh-tumbuhan yang telah diketahui. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan menggunakan literatur yang sudah ada atau membandingkan dengan tumbuh-tumbuhan yang sudah diketahui identitasnya. Lawrence (1951) mengemukakan bahwa untuk kegiatan determinasi dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Membandingkan atau menyamakan tumbuhan yang dijumpai di lapangan dengan herbarium yang telah diketahui sifat-sifatnya dan namanya 2. Membandingkan atau menyamakan tumbuhan yang ingin diketahui dengan gambar-gambar yang ada dalam manual 3. Dengan menggunakan kunci determinasi 4. Bertanya pada orang yang benar-benar telah mengetahui berbagai jenis tumbuh-tumbuhan. Identifikasi tumbuh-tumbuhan dengan jalan membandingkan tumbuhan yang dijumpai dengan gambar-gambar di dalam manual dapat dilakukan oleh siapa saja dengan tanpa pengetahuan tentang morfologi dan terminologi tumbuhtumbuhan yang cukup. Di dalam manual terdapat gambar-gambar atau foto-foto yang memperlihatkan habitus, dan bagian-bagian tertentu dari tumbuh-tumbuhan, disertai
dengan
deskripsi
tentang
sifat-sifat
morfologi,
ekologi
dan
penggunaannya (Djamhuri 1981). Identifikasi tumbuh-tumbuhan dengan mempergunakan kunci identifikasi akan memperoleh identitas yang tepat dan akan menempatkan kembali bentukbentuk yang telah dilupakan atau menemukan identitas sesuatu yang baru (Harlow dan Harrar 1958).
Lawrence (1951) mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan kunci determinasi adalah cara analitis buatan untuk memungkinkan pengenalan tumbuhtumbuhan berdasarkan sifat-sifat yang penting dengan jalan memilih di antara sifat-sifat yang dipertentangkan, mana yang sesuai (digunakan) dan mana yang tidak sesuai (tidak digunakan). Bentuk kunci determinasi yang paling umum adalah bercabang dua (dikhotom). Kunci dikhotom terdiri dari dua pernyataan yang saling bertentangan (Lawrence 1951). Menurut Lawrence (1951), kunci determinasi memiliki dua macam susunan, yaitu susunan bertakik (idented) dan sejajar. Di dalam kunci bertakik setiap bait disusun dengan jarak tertentu dari sisi sebelah kiri halaman kertas sedangkan di dalam kunci sejajar setiap bait disusun sejajar satu dengan yang lainnya, dan di ujung pernyataan terdapat suatu nama jenis atau nomor yang menunjukkan nomor bait selanjutnya yang perlu diperhatikan. Kedua macam susunan tersebut terdapat keuntungan dan kerugiannya. Jika menggunakan susunan bertakik, susunan dari bait-bait akan semakin menjorok ke sebelah kanan dari halaman kertas sehingga penggunaan halaman kertas tidak efisien. Sebaliknya jika menggunakan susunan sejajar dapat memanfaatkan halaman kertas dengan sebaik-baiknya. Pada susunan bertakik akan terjadi bahwa pernyataan kedua dari bait yang sama tidak terletak pada halaman kertas yang sama sehinggga akan menimbulkan kebingungan bila akan mencari pernyataan kedua dari bait tersebut. Sedangkan pada susunan sejajar tidak akan terjadi demikian karena kedua pernyataan dalam setiap letaknya berdekatan (Jones dan Luchsinger 1979). Namun Loveless (1989) dalam Onrizal (1997), menyatakan
bahwa
susunan
bertakik
memiliki
kelebihan
yaitu
dapat
memperlihatkan lebih jelas tumbuhan mana yang paling mirip satu dengan lainnya, dan juga menunjukkan sifat-sifat yang dimiliki bersama, sehingga dapat dipakai untuk membedakan dengan kelompok tumbuhan lain, sehingga banyak digunakan pada kebanyakan flora tropik. Schmid (1977) dalam Djamhuri (1981) menyatakan bahwa penyusunan kunci determinasi harus memperhatikan tingkat tumbuh-tumbuhan (famili, genus, jenis) dalam sistim klasifikasi dan memperhatikan kondisi siapa yang akan
menggunakannya. Supaya kunci determinasi dapat dipergunakan oleh siapa saja maka kunci harus disusun secara sederhana (pilih karakter yang mudah diamati), teliti, dan menggunakan karakter yang dapat dijumpai setiap saat. Sifat-sifat yang digunakan di dalam penyusunan kunci determinasi ada yang meliputi sifat-sifat organ vegetatif dan ada pula yang hanya dengan sifat-sifat organ reproduktif. Dalam bidang kehutanan, untuk kegiatan di lapangan diperlukan cara pengenalan pohon terutama didasarkan pada sifat vegetatif, yaitu sifat-sifat batang pohon (kulit, getah dan kayu), daun dan tunas, kemudian baru sifat reproduktif. Cara pengenalan seperti ini tidak terikat pada sistem taksonomi tumbuh-tumbuhan, jadi tidak perlu mengenal lebih dahulu suku (famili) atau marga dari tumbuhan yang dijumpai (Djamhuri 1981). Jones dan Luchsinger (1979), mengatakan bahwa didalam kegiatan penyusunan kunci determinasi perlu diperhatikan hal-hal berikut: a. Kunci harus bercabang dua, dimana dua pernyataan dalam setiap bait harus saling bertentangan b. Hindari pernyataan yang terlalu umum, sehingga pengertiannya menjadi kabur, sebagai contoh ukuran daun besar dan lawannya ukuran daun kecil c. Kata pertama dari setiap pernyataan di dalam setiap bait haruslah identik, sebagai contoh jika kata pertama dimulai dengan kata benang sari maka pernyataan kedua pada bait yang sama harus dimulai juga dengan kata benang sari d. Dua pernyataan di dalam setiap bait harus menunjukkan pernyataan yang saling bertentangan e. Hindari penggunaan ukuran yang tumpang tindih, sebagai contoh panjang daun 4 sampai 8 cm lawannya panjang daun 6 sampai 10 cm f. Pernyataan yang terdapat pada dua bait yang berurutan jangan dimulai dengan kata yang sama g. Mempergunakan selalu sifat-sifat makroskopis h. Setiap bait harus diberi nomor dan atau huruf.
Tjitrosoepomo (1977) dalam Djamhuri (1981) mengemukakan beberapa syarat yang diperlukan untuk dapat menggunakan kunci determinasi dengan efektif dan efisien, yaitu: a. Harus memiliki pengetahuan yang cukup tentang morfologi dan terminologi tumbuh-tumbuhan b. Harus memiliki penglihatan yang tajam c. Harus memiliki pengalaman tertentu. E. Jenis Pohon Niagawi di Indonesia Hutan Indonesia diklasifikasikan ke dalam hutan tropik basah. Dalam hutan semacam ini dijumpai keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan yang sangat besar, banyak diantara jenis-jenis tersebut yang menghasilkan kayu bernilai niaga, misalnya jenis-jenis yang termasuk suku meranti-merantian (Dipterocarpaceae), kacang-kacangan (Leguminosae) dan jambu-jambuan (Myrtaceae) (LIPI 1977). Pohon merupakan jenis tumbuhan yang menghasilkan kayu. Menurut perkiraan di Indonesia terdapat sekitar 4.000 jenis kayu. Perkiraan ini didasarkan kepada material herbarium yang sudah dikumpulkan oleh Balai Penelitian Hutan dari berbagai wilayah hutan di Indonesia yang jumlahnya sudah mendekati 4.000 jenis pohon dengan diameter 40 cm ke atas. Dari jumlah tersebut oleh Balai Penelitian Hasil Hutan sampai sekarang sudah berhasil dikumpulkan contoh kayu sebanyak 3.233 jenis yang terdiri dari 33.706 contoh autentik, meliputi 106 famili dan 785 genus (Martawijaya et al. 1981). Dari 4.000 jenis kayu tersebut di atas diperkirakan 400 jenis diantaranya dapat dianggap penting untuk Indonesia, karena merupakan jenis yang sekarang sudah dimanfaatkan atau karena secara alami terdapat dalam jumlah besar dan mempunyai potensi untuk memegang peranan di masa yang akan datang (Anonymus, 1952 dalam Martawijaya et al. 1981). Dari jumlah 400 jenis yang dapat dianggap penting tersebut hanya sebagian saja yang sudah diketahui sifatnya dan kegunaannya, 259 jenis diantaranya sudah dikenal dalam perdagangan dan dapat dikelompokkan menjadi 120 jenis kayu perdagangan (Martawijaya et al. 1981).
Kartasujana dan Martawijaya (1979) menyatakan bahwa nama kayu perdagangan seringkali merupakan nama untuk sekelompok jenis botanis yang mempunyai ciri dan sifat kayu yang hampir sama, sehingga nama 120 jenis kayu perdagangan sebenarnya meliputi 267 jenis botanis. Pohon niagawi adalah jenis pohon yang memiliki nilai ekonomis untuk diperdagangkan. Pohon niagawi sering juga disebut dengan pohon komersil atau komersial. Jenis-jenis pohon ini menghasilkan kayu yang digunakan untuk pertukangan, plywood, bahan bakar, konstruksi dan lain-lain. Tsoumis (1976) menyatakan bahwa nilai komersil dari berbagai jenis sehubungan dengan produksi kayu, tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran pohon, kualita kayu, assesibilitas, serta jumlah yang tersedia. Besar pohon merupakan faktor utama. Bersama kualita menentukan baik tidaknya kayu tersebut digunakan untuk berbagai industri. Kondisi pertumbuhan, mempengaruhi ukuran pohon. Sebagai contoh, kebanyakan kayu-kayu daun lebar (oak, beech dan lain-lain) telah berubah menjadi semak-semak sebagai akibat pemotongan yang berulang-ulang, kebakaran dan akibat penggembalaan di beberapa tempat dan menghasilkan kayu-kayu yang berukuran relatif kecil yang menyebabkan nilai komersilnya menurun. Pada waktu ini assesibilitas mempengaruhi nilai komersil terutama pada negara-negara tropik dimana kebanyakan hutan-hutannya terisolir dari pusat populasi manusia. Jumlah yang tersedia pada lokasi-lokasi tertentu juga mempengaruhi nilai komersilnya, walaupun hal ini mungkin dapat diatasi dengan kualitas kayunya. Jadi oak yang besar, walnut, jenis-jenis tropika seperti mahagoni dan lain-lainnya sangat berharga karena mempunyai struktur serta sifatsifat yang sangat disukai (serat, warna dan lain-lain) di dalam pembuatan perabotperabot rumah. Selain kayu, non kayu pun apabila sangat bernilai dapat digolongkan pada kayu komersial. Jadi jelaslah bahwa suatu jenis pohon dapat ditentukan niagawi atau tidak dengan memperhatikan beberapa faktor di atas. Namun satu hal yang penting bahwa suatu jenis pohon dapat dikategorikan niagawi apabila jenis pohon tersebut dapat digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
Kartasujana dan Martawijaya (1979) menggolongkan kegunaan kayu ke dalam 20 kemungkinan, yaitu : 1. Bangunan 2. Kayu lapis 3. Mebel 4. Lantai 5. Papan dinding 6. Bantalan 7. Rangka pintu dan jendela 8. Bahan pembungkus 9. Alat olahraga dan musik 10. Tiang listrik dan telepon 11. Perkapalan 12. Patung, ukiran dan kerajinan tangan 13. Finir mewah 14. Korek api 15. Pulp 16. Alat gambar 17. Potlot 18. Arang 19. Obat-obatan 20. Moulding Adapun jenis pohon yang paling banyak diproduksi adalah dari suku Dipterocarpaceae. Hal ini disebabkan oleh kelimpahannya di hutan-hutan di Indonesia yang tergolong dalam jenis hutan tropik. Selain itu jenis-jenis dari suku Dipterocarpaceae merupakan jenis pohon yang banyak digunakan dalam industri kayu. Suku Dipterocarpaceae sangat mendominasi hutan dataran rendah di Indonesia bagian barat, yaitu di pulau Kalimantan dan Sumatera. Seperempat bagian dari seluruh hasil tebangan kayu keras komersial meliputi suku Dipterocarpaceae khususnya spesies dari genus Shorea (Meranti), Dipterocarpaceae (Keruing), Vatica dan Hopea (Giam). (Jacobs 1982 dalam WWF dan IUCN 1993).
Beberapa jenis Shorea bersama dengan Neobalanocarpus heimii (Chengal) dan beberapa spesies/jenis Hopea digunakan secara lokal untuk konstruksi. Kayu keras yang lebih terang dari jenis Shorea (Meranti merah, Meranti kuning dan Seraya merah) dan Parashorea merupakan sumber utama perdagangan ekspor kayu bulat, kayu gergajian dan plywood, Dipterocarpus (Keruing, Apitong) dan Dryobalanops (Kapur) digunakan untuk bantalan kereta api dan konstruksi (WWF dan IUCN 1993). Menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003 (Lampiran 2), pengelompokan jenis kayu sebagai dasar pengenaan iuran kehutanan dibedakan menjadi 4 kelompok yaitu : 1. Kelompok Jenis Meranti/Kelompok Komersial Satu 2. Kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran/Kelompok Komersial Dua 3. Kelompok Jenis Kayu Eboni/Kelompok Indah Satu 4. Kelompok Jenis Kayu Indah/Kelompok Indah Dua
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Mei 2005 di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah. B. Bahan dan Alat Penelitian 1. Bahan Adapun untuk bahan berupa komunitas pohon, terutama herbarium yaitu ranting daun (apabila ada dengan bunga dan buah) dengan ukuran 27x42 cm dan bahan penunjang lain adalah sebagai berikut : a. etiket gantung (dari karton manila) ukuran 3x5 cm b. lembar herbarium (dari karton tebal) ukuran 29x43 cm dan label c. sasak kayu 30x50 cm d. kantong plastik ukuran 55x80 cm dan kantong plastik ukuran lebih kecil e. kertas gambar f. benang g. hekter h. kertas koran i. alkohol (70%) j. film k. tali rafia 2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: alat ukur meteran, pita keliling, kompas, peralatan keperluan herbarium (gunting ranting, loupe, penjepit, oven) dan alat-alat tulis dan dokumentasi.
C. Metode Penelitian 1. Metode Metode yang digunakan adalah metode jalur dengan lebar 20 meter atau 10 meter dan panjang ±1 km sebanyak 1 jalur yaitu pada petak I32 dan I33 Site B RKT 2006. Jalur memotong tegak lurus kontur. Lebih jelasnya seperti pada Gambar 2 mengenai contoh jalur coba. Kemudian dilakukan pengumpulan bahan herbarium yang mewakili setiap jenis pohon (diameter 20 cm ke atas) yang ditemukan di lapangan serta dilakukan kegiatan eksplorasi botani yaitu pencatatan atau pengumpulan informasi tentang pengenalan jenis pohon. Adapun mengenai variabel-variabel utama yang diamati dapat dilihat pada tabel 1. berikut ini : Tabel 1. Variabel Utama yang Diamati di Lapangan No. Variabel yang diamati 1. Komunitas jenis pohon
Hasil pengamatan a. Banyaknya : amat banyak, banyak, sedang, jarang, amat jarang b. Sosiabilitas : berkumpul banyak, dua-tiga batang berkelompok, tersebar c. Tempat tumbuh : topografi yaitu lembah, kaki bukit, lereng atau kaki bukit 2. Batang a. sumbunya : lurus atau bengkok b. bentuk permukaan batang : berlekuk atau berbenjol 3. Tajuk a. percabangan : simpodial atau monopodial b. warnanya 4. Akar banir atau tidak berbanir 5. *Daun a. jenis : bertangkai atau tidak bertangkai b. Komposisi daun : tunggal atau majemuk c. tata daun d. bentuk daun e. pangkal daun f. ujung daun g. tepi daun h. permukaan daun 6. Permukaan kulit tekstur : kasar, rata, berpuru, bergelang dan lain-lain. * Keterangan : pada Lampiran 6 disajikan berbagai bentuk sifat daun
±1 Km
20 m
20 m
Gambar 2. Contoh Jalur Coba
2. Pembuatan Herbarium Bahan herbarium diambil dari pohon (bukan yang sudah jatuh ke tanah), berupa ranting yang berdaun (apabila ada disertakan bunga dan buah). Untuk ranting berdaun tidak berbunga dikumpulkan sebanyak 5 ranting, sedangkan untuk ranting berdaun yang berbunga atau berbuah dikumpulkan sebanyak 10 ranting. Apabila daun berukuran besar, tiap ranting terdiri atas 2 helai sedangkan apabila daun tidak terlalu besar, minimal terdiri atas 5 helai daun. Pengambilan bahan-bahan herbarium di pohon tinggi dilakukan dengan cara memanjat atau dengan melempar ranting atau cabang terendah dengan sepotong kayu sebagai pemberat (diutamakan yang mengandung bunga dan buah). Setiap kegiatan di lapangan dilakukan pencatatan sifat-sifat makro yang berguna dalam pengidentifikasian suatu jenis. Pencatatan ini dilakukan pada buku catatan yang dibuat secara sistematis dengan menggunakan tally sheet. Fungsi dari contoh herbarium adalah sebagai bahan dalam mengidentifikasi suatu jenis pohon. Selain itu contoh herbarium ini juga berfungsi sebagai bahan dokumentasi atau barang bukti jenis-jenis pohon yang terdapat di lokasi penelitian. Adapun untuk cara pengumpulan herbarium menggunakan cara basah dengan menggunakan alkohol 90% atau 70% atau bisa juga spirtus. Prosedur pengumpulan herbarium dengan cara basah yaitu seperti yang ditulis Kusmana (1995) dalam Santoso (1997): 1. Contoh-contoh tumbuhan yang telah dikumpulkan diberi etiket berurutan, kemudian dimasukkan kedalam lipatan kertas koran (satu lembar kertas koran untuk satu contoh tumbuhan) 2. Setelah 6-10 contoh tumbuhan yang telah dibungkus kertas koran dimasukkan kedalam kantong plastik (ukuran 55x80 cm), kemudian disiram dengan alkohol 90% atau spirtus sebanyak 0,5-1 liter, kemudian ujung diselotip atau dihekter 3. Setelah sampai ditempat, contoh herbarium dikeluarkan dari kantong plastik untuk dibuat contoh herbariumnya 4. Setelah selesai prosedur pengumpulan contoh herbarium di atas, dibuat herbariumnya. Cara pembuatan herbarium adalah sebagai berikut:
a. penggantian kertas koran pembungkus contoh tumbuhan dengan kertas koran baru b. contoh
tumbuhan
disusun
6-10
spesimen
dan
dipress
dengan
menggunakan sasak bambu c. contoh tumbuhan dimasukkan kedalam oven untuk dikeringkan d. contoh tumbuhan dipasang pada lembaran karton ukuran 29x43 cm dan ditempelkan lembar herbarium dimana dituliskan nama pengumpul, nama daerah, tempat pengumpulan, keadaan tempat tumbuh dan keterangan botanisnya. Selanjutnya diidentifikasikan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor (Puslitbanghut) dan Herbarium Bogoriense. 3. Penyusunan Kunci Determinasi Prosedur yang dipakai dalam penyusunan kunci determinasi adalah memeriksa morfologi jenis yang ditemukan meliputi daun dan ranting serta sifat fisik lainnya yang menjadi ciri khas jenis yang bersangkutan. Pembuatan kunci determinasi dimulai dengan pembuatan kunci dikotomis. Kunci tersebut disusun menggarpu, dimana pada setiap nomor selalu disusun dua pernyataan a dan b yang setiap kali merupakan pernyataan kebalikan. Apabila telah ditemukan jenisnya, maka perlu dibaca dengan teliti uraian atau deskripsi dari jenis tersebut dan dibandingkan sifat yang ada pada herbarium, yakni untuk meneliti apakah uraian tersebut sesuai atau tidak. Dalam penyusunan ini, penulis menggunakan sistem kunci sejajar, dimana setiap bait disusun dengan menggunakan dua pernyataan yang berlainan dan diujung pernyataan terdapat nama spesies yang dimaksudkan atau nomor yang menunjukkan nomor selanjutnya yang harus diperhatikan. 4. Dokumentasi Foto Pengambilan dokumentasi foto dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang jenis-jenis pohon yang diidentifikasi. Adapun foto yang diambil adalah bagian yang paling penting dalam penyusunan kunci determinasi yaitu ranting daun.
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis dan Luas Secara geografis areal kerja Unit Manajemen PT. Erna Djuliawati terletak pada bentangan Lintang Selatan (LS) 00o52’30’’ sampai dengan 01o22’30’’, dan bentangan Bujur Timur (BT) 111o30’00’’ sampai dengan 112o07’30’’. Berdasarkan pembagian daerah aliran sungai terletak di Kelompok Hutan S. Salau - S. Seruyan. Secara Administrasi Pemangkuan Hutan, termasuk ke dalam Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Seruyan Hulu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Seruyan, Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah, sedangkan menurut administrasi pemerintahan termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Seruyan Hulu, Kabupaten Seruyan dan Kabupaten Katingan, Propinsi Kalimantan Tengah. PT. Erna Djuliawati memperoleh hak pengusahaan hutan, sejak terbitnya Surat Keputusan Menteri Pertanian tanggal 2 April 1979, dengan luasan HPH menurut SK. No. 242/Kpts/Um/4/1979 seluas 185.000 ha. Berdasarkan SK. HPH Pembaharuan / Perpanjangan : SK. No. 15/Kpts-IV/1999, tanggal 18 Januari 1999 dengan luas areal adalah sebesar 184.206 ha. Peta lokasi UM PT. Erna Djuliawati dapat dilihat pada Lampiran 5. B. Topografi dan Kelerengan Keadaan areal kerja UM PT. ERNA DJULIAWATI seluruhnya merupakan lahan kering yang berada pada ketingginan 111 - 1.082 m dpl, dengan kondisi topografi berkisar antara datar sampai dengan sangat curam.
Secara umum
pengelompokkan kelas lereng berdasarkan Laporan Pemotretan Udara, Penataan Garis Bentuk, Pemetaan Vegetasi dan Pemeriksaan Laporan Areal Kerja UM PT. Erna Djuliawati yang dilaksanakan oleh APHI/PT. Mapindo Parama dan yang telah memperoleh persetujuan Direktorat Jenderal INTAG No. 038/97 pada bulan Nopember 1997.
Hasil penafsiran kelas lereng sebagaimana disajikan pada
Tabel 2 di bawah ini
Tabel 2. Kelas Lereng dan Topografi Kelas Lereng A B C D E
Kemiringan (% ) 0–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40
Topografi Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam
Luas (ha) 43.247 60.880 49.009 28.998 2.072 184.206
(% ) 23,48 33,05 26,61 15,74 1,12 100,00
Sumber : Peta Garis Bentuk Areal Kerja UM PT. ERNA DJULIAWATI Skala 1 : 50.000 (PT. Mapindo Parama/APHI), Laporan Pemotretan Udara, Pemetaan Garis Bentuk, Pemetaan Vegetasi dan Pemeriksaan Lapangan Areal Kerja UM PT. Erna Djuliawati (1997).
C. Tanah dan Geologi Berdasarkan Peta Geologi Indonesia Lembar Banjarmasin skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung Tahun 1994, formasi geologi yang terdapat di areal kerja UM PT. Erna Djuliawati adalah batuan magmatit benua (94,05%) dan sedikit batuan alas kerak benua (5,95%). Berdasarkan Peta Tanah Pulau Kalimantan skala 1 : 1.000.000 dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor Tahun 1993, areal kerja UM PT. Erna Djuliawati memiliki jenis tanah (pemberian nama jenis tanah berdasarkan SK Mentan No. 837/Kpts/Um/11/1980) antara lain adalah latosol (44%) dan podsolik merah kuning (56%). D. Iklim dan Hidrologi 1. Iklim Berdasarkan Peta Agroklimat Pulau Kalimantan skala 1 : 3.000.000 dari Lembaga Penelitian Tanah Bogor Tahun 1979, keadaan iklim di areal kerja UM PT. ERNA DJULIAWATI menurut Klasifikasi Schmidt dan Ferguson sebagian besar wilayahnya termasuk tipe hujan A (0 - 14,3%) dan sedikit tipe hujan B (14,3 - 33,3%). Dengan mengacu pada data curah hujan dari Stasiun Pengamat Curah Hujan di Kecamatan Nanga Pinoh selama 10 tahun (1994-2004), dapat diperoleh angka curah hujan rata-rata per tahun sebesar ± 3.729 mm dengan rataan jumlah hari hujan 137 hari, sehingga diperoleh nilai intensitas hujan sebesar ± 27,21 mm/tahun.
2. Hidrologi Areal UM PT. ERNA DJULIAWATI meliputi 5 Daerah Aliran Sungai (DAS), yaitu : DAS Salau ±4.922 ha, DAS Seruyan ±84.721 ha, DAS Kaleh ±8.836 ha, DAS Manjul ±74.655 ha, dan DAS Salau Hulu ±11.072 ha. Adapun sungai-sungai besar yang mengalir melalui kawasan UM adalah : S. Manjul, S. Seruyan dan S. Salau. E. Keadaan Hutan 1. Tipe Hutan dan Penutupan Vegetasi Input analisa dan identifikasi kondisi penutupan lahan atau vegetasi adalah hasil penafsiran dan pemeriksaan Citra Landsat oleh Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan Nomor 421/VII/Peta-1/2002 tanggal 19 November 2002. Adapun hasil pemeriksaan citra landsat adalah sebagai berikut: 1. Areal berhutan (Virgin Forest)
=
62.166 Ha (33,7%)
2. Areal bekas tebangan (LOA)
=
74.872 Ha (40,7%)
3. Areal bukan hutan (Non Hutan) =
16.112 Ha (8,7%)
4. Tertutup Awan
=
31.056 Ha (16,9%)
=
184.206 Ha (100%)
Jumlah
Kemudian pada areal tertutup awan (TA) dilakukan penafsiran sendiri dengan metode analisa dan identifikasi perbandingan dengan peta hasil survey topografi dan cruising yang dilakukan perusahaan dan peta citra landsat sebelumnya serta sumber peta kerja lainnya. Hasil identifikasi dihitung ulang secara planimetris dengan hasil sebagai berikut : 1. Areal berhutan (Virgin Forest)
=
9.936 Ha (32,0%)
2. Areal bekas tebangan (LOA)
=
16.948 Ha (54,6%)
3. Areal bukan hutan (Non hutan)
=
4.172 Ha (13,4%)
=
31.056 Ha (100%)
Jumlah
Sehingga kondisi penutupan lahan/vegetasi akhir adalah sebagai berikut: 1. Areal berhutan (Virgin Forest)
=
72.102 Ha (9,14%)
2. Areal bekas tebangan (LOA)
=
91.820 Ha (49,85%)
3. Areal bukan hutan (Non hutan)
=
20.284 Ha (11,01%)
Jumlah
=
184.206 Ha (100%)
Areal bekas tebangan (LOA) seluas 91.820 Ha adalah berdasarkan penafsiran citra landsat oleh Badan Planologi Kehutanan, Departemen Kehutanan Nomor 421/VII/Peta-1/2002 tanggal 19 November 2002, dimana dalam proses penafsirannya hanya berdasarkan penampakan gradasi warna di atas peta tanpa pemeriksaan ke lapangan, sehingga setelah dibandingkan dengan data dan pemeriksaan lapangan oleh pihak perusahaan terdapat beberapa hasil penafsiran yang kurang akurat/tepat. Meskipun demikian, pihak perusahaan tetap mengacu pada aspek legalitas dengan menggunakan data formal yang telah dikeluarkan dan disyahkan pemerintah (Departemen Kehutanan) tersebut. 2. Potensi Tegakan Potensi tegakan di IUPHHK PT. Erna Djuliawati dibagi dua yaitu tegakan hutan primer dan hutan bekas tebangan. Jenis komersial merupakan jenis pohon yang diproduksi, sedangkan di luar itu merupakan jenis yang tidak diproduksi. Hasil dari inventarisasi hutan yang telah dilaksanakan, keadaan potensi tegakan hutan primer dan hutan eks tebangan di PT. Erna Djuliawati adalah seperti tergambar dalam Tabel 3 dan Tabel 4 berikut : Tabel 3. Potensi Tegakan Hutan Primer di PT. Erna Djuliawati Kelas diameter
Jenis Komersial
Semua Jenis
Batas
Jenis Semua Komersial Diameter Jenis
N
Volume
N
Volume
(btg/ha)
(m3/ha)
(btg/ha)
(m3/ha)
(cm)
10-19
206,97
-
222,75
-
10 up
342,80 360,30
20-29
39,09
14,67
39,58
14,87
20 up
135,83 137,55
30-39
43,89
36,14
44,43
36,59
30 up
96,74
97,97
40-49
22,52
34,51
23,21
35,56
40 up
52,85
53,54
50-59
11,85
29,07
11,85
29,07
50 up
30,33
30,33
60 up
18,48
96,91
18,48
96,91
60 up
18,48
18,48
(cm)
Keterangan : N adalah Jumlah pohon per hektar Sumber : Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (RPHPL), 2001.
(btg/ha)
(btg/ha)
Tabel 4. Potensi Tegakan Hutan Eks-tebangan (1979-1999) di PT. Erna Djuliawati Kelas diameter
Jenis Komersial
Semua Jenis
Batas
Jenis Semua Komersial Diameter Jenis
N
Volume
N
Volume
(btg/ha)
(m3/ha)
(btg/ha)
(m3/ha)
(cm)
10-19
235,01
-
253,28
-
10 up
358,69 378,68
20-29
50,01
17,52
50,50
17,72
20 up
123,68 125,40
30-39
36,08
30,63
36,62
31,08
30 up
73,67
74,90
40-49
20,11
36,32
20,80
37,37
40 up
37,59
38,28
50-59
6,50
16,42
6,50
16,42
50 up
17,48
17,48
60 up
10,98
51,24
10,98
51,24
60 up
10,98
10,98
(cm)
(btg/ha)
(btg/ha)
Keterangan : N adalah Jumlah pohon per hektar Sumber : Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (RPHPL), 2001.
3. Flora dan Fauna Jenis-jenis pohon yang tergolong komersil yang dijumpai di lapangan antara lain: Meranti putih (Shorea faquetiana), Meranti Kuning (Shorea platicarpa), Meranti Merah (Shorea leprosula), Bangkirai (Shorea Laevifolia), Jelutung (Dyera costulata), Mersawa (Anisoptera sp.), Geronggang (Cratoxylum arborescens), Kapur (Dryobalanops aromatica), Pulai (Alstonia sp.), Nyatoh (Palaquium sp.), Keruing (Dipterocarpus sp.), Resak (Vatica micrantha), Tengkawang (Shorea compressa) dan lain-lain. Jenis-jenis lain yang dapat dimanfaatkan buahnya, antara lain: Mangga hutan (Mangifera sp.), Rambutan hutan (Nephelium lappaceum), Petai (Parkia sp.) dan Langsat hutan (Baccaurea sp.). Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, jenis-jenis satwa yang ada dalam kawasan IUPHHK PT. Erna Djuliawati antara lain: Orang utan (Pongo pygmaeus), Kelempiau (Hylobates muelleri), Beruang madu (Ursus malayanus), Trenggiling (Manis javanica), Lutung (Presbytis cristata), Kelasi (Presbytis rubicunda), Kukang (Nycticebus coucang), Landak (Hystridae), Babi hutan (Sus scrofa), Kancil (Tragulus sp.), Kijang (Muntiacus muntjak), Payau (Cervus sp.) dan Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis).
Jenis-jenis burung antara lain: Rangkong (Anthracoceros malayanus), Rhyticeros corrugatus, Berenicornis comatus, Bubut alang-alang (Centropus bengalensis), Tanjaku (Rhinoplax vigil), Tebuntik (Alcedo meninting), Pekaka (Halcyon pileata), Kangkangkok (Cuculus spp.) dan Pelatuk (Dryocortus inornata), sedangkan jenis-jenis reptilia antara lain: Bunglon (Calotes sp.), Kadal kebun (Mabuia sp.), Biawak (Varanus spp.), Ular sawa (Phyton sp.), Hanja liwan (Naja naja), Untum tapak (Trimeresurus sp.) dan lain-lain (PTED 2001).
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Jenis-jenis Pohon Niagawi di IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II Berdasarkan hasil eksplorasi jenis di lapangan ditemukan 29 jenis pohon dari 16 marga dan 10 suku yang tergolong jenis pohon niagawi. Jenis-jenis pohon yang ditemukan didominasi oleh suku Dipterocarpaceae dari marga Shorea (Meranti-merantian) dengan 17 jenis, suku yang lain adalah Anacardiaceae, Cluciaceae,
Dilleniaceae,
Fabaceae,
Hypericaceae,
Sterculiaceae
dan
Thymelaeaceae yang masing-masing memiliki satu jenis serta suku Lauraceae dengan dua jenis dan suku Sapotaceae dengan tiga jenis. Suku Dipterocarpaceae memiliki jumlah marga terbanyak yaitu lima marga. Marga yang mendominasi adalah Shorea dengan jumlah jenis sembilan, marga yang lain yaitu Dipterocarpus dengan jumlah jenis empat, marga Hopea dengan dua jenis, marga Anisoptera dan Vatica masing-masing satu jenis. Suku Lauraceae dan suku Sapotaceae sama-sama memiliki dua marga, tapi suku Sapotaceae memiliki jumlah jenis yang lebih banyak. Marga pada suku Sapotaceae adalah Palaquium dan Payena sedangkan pada suku Lauraceae adalah Eusideroxylon dan Litsea. Tabel 5. Daftar Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan per Suku No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Suku Anacardiaceae Cluciaceae Dilleniaceae Dipterocarpaceae Fabaceae Hypericaceae Lauraceae Sapotaceae Sterculiaceae Thymelaeaceae Jumlah
Jumlah marga 1 1 1 5 1 1 2 2 1 1 16
Jumlah jenis 1 1 1 17 1 1 2 3 1 1 29
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003, jenisjenis pohon niagawi yang ditemukan dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok. Kelompok komersial satu meliputi tujuh marga dari dua suku yaitu Anisoptera, Dipterocarpus, Hopea, Palaquium, Payena, Shorea dan Vatica. Kelompok jenis komersial dua meliputi enam marga dari enam suku yaitu Aquilaria, Calophyllum, Cratoxylum, Dillenia, Litsea dan Pterospermum. Kelompok kayu indah satu tidak terdapat di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, namun untuk kelompok kayu indah dua meliputi tiga marga dari tiga suku yaitu Melanochyla, Sindora dan Eusideroxylon. Rincian pengelompokan jenis pohon niagawi dapat dilihat pada Tabel 6. Pengelompokan jenis kayu di IUPHHK PT. Erna Djuliawati didasarkan pada daftar jenis-jenis pohon yang dituangkan dalam Tabel Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller (lihat Lampiran 3). Pada tabel tersebut tercatat 95 kelompok jenis pohon yang dibagi ke dalam 4 kelompok besar yaitu kelompok kayu meranti, kelompok kayu rimba campuran, kelompok kayu indah dan kelompok kayu dilindungi. Adapun mengenai penamaan jenis-jenis pohon dibuat tanpa mengikuti standar nama-nama daerah setempat namun untuk pengelompokannya tetap mengikuti standar nama perdagangan. Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa kesalahan penempatan kelompok kayu, kelompok jenis pohon yang tercatat di Tabel Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller (lihat Lampiran 3) yaitu Tamparas (Shorea sp.) termasuk kelompok kayu rimba campuran yang berarti termasuk kelompok kayu komersial dua, namun pada kenyataannya kelompok jenis pohon tersebut termasuk kelompok kayu komersial satu. Selain itu Geronggang (Cratoxylum sp.) yang termasuk kelompok kayu meranti yang berarti termasuk kelompok kayu komersial satu sebenarnya termasuk kelompok kayu komersial dua. Oleh karena itu Tabel Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller perlu diperbaiki dalam pengelompokan jenis kayu. Hal ini penting karena pengelompokan jenis kayu akan berhubungan dengan penetapan biaya pembayaran Provisi Sumberdaya Hutan (PSDH) dan Dana Reboisasi (DR).
Tabel 6. Pengelompokan Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan di wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II No.
Suku
Nama Ilmiah
Nama Daerah
Kelompok
1
Anacardiaceae
Melanochyla densiflora King
Jingah
KI-2
2
Cluciaceae
Calophyllum pulcherrimum Wall.
Begandis
KK-2
3
Dilleniaceae
Dillenia borneensis Hoogl.
Riga
KK-2
4
Dipterocarpaceae
Anisoptera grossivenia v. Sloot
Mersawa
KK-1
5
Dipterocarpaceae
Dipterocarpus gracilis Blume
Tempurau
KK-1
6
Dipterocarpaceae
Dipterocarpus grandiflorus Blanco
Keruing
KK-1
7
Dipterocarpaceae
Dipterocarpus hasseltii Blume
Keruing Lowei
KK-1
8
Dipterocarpaceae
Dipterocarpus kunstleri King
Tempudau
KK-1
9
Dipterocarpaceae
Hopea ferruginea Parijs
Bengkirai
KK-1
10
Dipterocarpaceae
Hopea mengarawan Miq.
Emang
KK-1
11
Dipterocarpaceae
Shorea bracteolata Dyer
Majau
KK-1
12
Dipterocarpaceae
Shorea hopeifolia Sym.
Karambuku
KK-1
13
Dipterocarpaceae
Shorea johorensis Foxw.
Majau
KK-1
14
Dipterocarpaceae
Shorea leprosula Miq.
Kuntui
KK-1
Tebulang 15
Dipterocarpaceae
Shorea ovata Dyer
Bangkirai
KK-1
lentang 16
Dipterocarpaceae
Shorea polyandra Ashton
Merakunyit
KK-1
17
Dipterocarpaceae
Shorea smithiana Sym.
Kuntui Kerusit
KK-1
18
Dipterocarpaceae
Shorea sp.
Tamparas
KK-1
19
Dipterocarpaceae
Shorea virescens Parijs
Melapi
KK-1
20
Dipterocarpaceae
Vatica micrantha Sloot.
Resak
KK-1
21
Fabaceae
Sindora leiocarpa De Wit.
Sindur
KI-2
22
Hypericaceae
Cratoxylum arborescens (Vahl.)
Tomau
KK-2
Blume 23
Lauraceae
Litsea nidularis Gamble
Medang
KK-2
24
Lauraceae
Eusideroxylon zwagery T. & B.
Belian
KI-2
25
Sapotaceae
Palaquium gutta Baill.
Ramu
KK-1
26
Sapotaceae
Palaquium rostratum Burck
Kajelaki
KK-1
27
Sapotaceae
Payena lucida DC.
Nyatu Merah
KK-1
28
Sterculiaceae
Pterospermum javanicum Jungh.
Bayur
KK-2
29
Thymelaeaceae
Aquilaria malaccensis Lamk.
Garu
KK-2
Keterangan :
KK-1 KK-2 KI-2
: Kelompok Komersial Satu : Kelompok Komersial Dua : Kelompok Indah Dua
Adapun mengenai karakter atau sifat yang menonjol per jenis dapat dilihat pada Tabel 6, dimana terdapat karakter morfologi, ekologis dan fisis. Karakter morfologi dapat dilihat pada sifat bentuk batang, tata daun dan tepi daun. Tipe habitat merupakan ciri utama pada karakter ekologis sedangkan pada karakter fisis dapat dilihat dari besarnya nilai berat jenis. Jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan mayoritas memiliki karakter batang yang lurus, walaupun beberapa jenis tidak lurus sempurna karena ada yang agak berlekuk atau berbenjol. Tata daun sub-opposite merupakan tata daun yang dominan disamping tata daun alternate, sedangkan tepi daun yang mendominasi adalah
entire
disamping tata daun crenate (daftar istilah dapat dilihat di
Lampiran 6). Habitat yang paling banyak ditempati adalah habitat lereng dengan tanah kering. Berat jenis dari jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan berkisar antara 0,29 sampai dengan 1,04. Disamping karakter yang menonjol per jenis yang diuraikan pada Tabel 7, ada beberapa karakter jenis khas yang menjadi penunjuk identitas suatu jenis pohon. Suku Anacardiceae memiliki resin yang berwarna bening kemudian berubah menjadi hitam dan mengeras, apabila kena kulit maka kulit akan terasa gatal. Suku Cluciaceae memiliki getah yang berwarna kuning keemasan serta lengket. Suku Dilleniaceae memiliki akar jangkang. Suku Dipterocarpaceae memiliki karakter khas dimana semua jenisnya memiliki damar, bertulang daun bentuk tangga (scalariform veination). Suku Fabaceae memiliki komposisi daun majemuk. Suku Hypericaceae sama dengan suku Cluciaceae memiliki getah berwarna kuning keemasan serta kulit batangnya beralur dangkal mirip pohon pinus. Suku Sapotaceae memiliki getah berwarna putih. Suku Sterculiaceae memiliki rambut bintang (stellate) pada permukaan bawah daunnya. Adapun mengenai ciri khas jenis yang dapat diterangkan pada uraian di atas, ada beberapa jenis yang memiliki ciri khas yang sangat menonjol. Pada marga Hopea, ada yang memiliki akar terbang seperti pada Hopea mengarawan. Sedangkan pada marga Dipterocarpus memiliki permukaan batang berpuru serta jenis-jenis dari sindur memiliki batang bergelang. Keterangan yang lebih jelas dapat dilihat dalam deskripsi jenis pohon niagawi berdasarkan suku.
Tabel 7. Karakter yang Menonjol di Lapangan per Jenis No.
Jenis
Bentuk Batang
Tata Daun
Tepi Daun
Tipe Habitat
BJ*
1
Melanochyla densiflora King
Lurus, agak berbenjol
Alternate
Repand
Lereng tanah kering
0,59-0,84
2
Calophyllum pulcherrimum Wall.
Tidak lurus, agak benjol
Opposite
Repand
0,52-0,79
3
Dillenia borneensis Hoogl.
Lurus
Alternate
Aculeate
Punggung bukit tanah kering Tanah rawa, lembah
4
Anisoptera grossivenia v. Sloot.
Lurus tidak berbenjol
Sub opposite
Entire
0.50-0.96
5
Dipterocarpus gracilis Blume.
Lurus agak berbenjol
Alternate
Crenate
Punggung bukit, tanah kering Lereng tanah kering
6
Dipterocarpus grandiflorus Blanco
Lurus tidak berlekuk
Alternate
Crenate
0.81
7
Dipterocarpus hasseltii Blume
Bengkok berlekuk
Alternate
Crenate
Lereng, punggung bukit, tanah kering Lereng tepi sungai
0.70
8
Dipterocarpus kunstleri King
Lurus tidak berlekuk
Alternate
Crenate
Lereng tanah kering
0.75
9
Hopea ferruginea Parijs
Lurus agak berbenjol
Sub opposite
Entire
0,29-0,96
10
Hopea mengarawan Miq.
Lurus
Sub opposite
Repand
Punggung bukit, tanah kering Lereng, tanah kering
11
Shorea virescens Parijs
Lurus tidak berbenjol
Sub opposite
Entire
12
Shorea hopeifolia Sym.
Lurus agak berbenjol
Sub opposite
Entire
13
Shorea johorensis Foxw.
Lurus
Sub opposite
Entire
14
Shorea ovata Dyer
Lurus, tidak berlekuk
Sub opposite
15
Shorea polyandra Ashton
Lurus
16
Shorea smithiana Sym.
17
Shorea bracteolata Dyer
Tanah kering, tepi sungai Lereng, tanah kering
0.60-0.89
0.73
0.55-0.75 dan 0.60-0.94 0.66 0.54 0.50
Entire
Lereng, tepi sungai, tanah kering Lereng, tanah kering
Sub opposite
Entire
Lereng, tanah kering
0,29-0,96
Lurus
Sub opposite
Entire
Lereng, tanah kering
0,29-1,01
Tidak lurus
Sub opposite
Entire
Lereng, tanah kering
0,29-1,01
0.50-0.1
18
Shorea leprosula Miq.
Tidak lurus, agak berbenjol
Sub opposite
Entire
Lereng, tanah kering
0,29-1,01
19
Shorea sp.
Lurus, tidak berbenjol, berbanir
Sub opposite
Entire
-
20
Vatica micrantha Sloot.
Bengkok, berlekuk
Sub opposite
Repand
Lereng, darat tanah kering Punggung bukit
21
Sindora leiocarpa De Wit.
Bengkok
Alternate
Entire
22
Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume
Lurus tidak berlekuk
Opposite
23
Litsea nidularis Gamble
Lurus, agak berbenjol
24
Eusideroxylon zwagery T. & B.
25
0,49-0,99
Entire
Lereng, darat tanah kering Punggung bukit
0.47
Alternate
Entire
Lereng , tanah kering
0,36-0,85
Lurus tidak berbenjol
Sub opposite
Entire
1,04
Palaquium gutta Baill.
Lurus berlekuk
Alternate
Entire
26
Palaquium rostratum Burck
Lurus, tidak berlekuk
Alternate
Entire
Punggung bukit, lereng, tanah kering Punggung bukit, darat, tanah kering Lereng, tepi sungai
0.6
27
Payena lucida DC.
Lurus , agak berlekuk
Alternate
Sinuate
Lereng , tanah kering
0,39-1,07
28
Pterospermum javanicum Jungh.
Lurus , tidak berbenjol
Sub opposite
Entire
0,30-0,78
29
Aquilaria malaccensis Lamk.
Lurus, tidak berbenjol
Sub opposite
Repand
Lereng, darat tanah kering Lereng, darat tanah kering
* Sumber : LIPI (1979), LIPI (1977), Soewanda (1970), Samingan (1982) serta Kartasujana dan Martawijaya (1979)
0.60
0.71
-
B. Deskripsi Jenis-jenis Pohon Niagawi yang Ditemukan Berdasarkan Suku 1. Anacardiaceae Rengas (Melanochyla densiflora King) Pohon Rengas (Gambar 3) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang serta tersebar. Tinggi pohon mencapai 15 m dengan diameter 38 cm, tergolong pohon kecil. Bentuk batang lurus agak berbenjol dengan percabangan monopodial berbentuk bulat. Pohon ini memiliki banir dengan tinggi 0,95 m. Bentuk daunnya oblanceolate, tunggal, alternate, tepi daun repand, pangkal daun cuneate, ujung daun acute. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 20-23 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga dan jala. Permukaan daun glabrous di kedua permukaan, permukaan atas daun agak mengkilap. Helaian daun agak tebal, kadang menelangkup, ukuran daun 9,3-26,4x3,4-10 cm. Tangkai cukup lebar dan pendek, panjang tangkai 0,2-0,8 cm. Apabila batangnya ditimpas, getahnya berwarna bening tapi lama kelamaan berubah menjadi hitam. Kelompok pohon Rengas memiliki B.J. 0,59-0,84 termasuk kayu yang beratnya sedang sampai berat, kelas kuat II-III dan kelas awet III. Adapun penggunaannya dapat dipakai dalam pembuatan veneer kerat (sliced veneer), meubilair atau gagang timbangan. Adanya getah yang dapat melukai kulit merupakan hambatan dalam penggunaan jenis ini (Samingan 1982). 2. Cluciaceae Begandis (Calophyllum pulcherrimum Wall.) Pohon Begandis (Gambar 4) hidupnya tersebar dengan jumlah yang sedang, biasa hidup di punggung bukit, darat serta tanah kering. Tingginya mencapai 11 m dengan diameter 21 cm. Bentuk batangnya tidak lurus dan agak berbenjol dengan percabangan monopodial, tidak memiliki banir. Bentuk daun elliptical, tunggal, opposite, tepi daun repand, pangkal daun cuneate, acuminate, ujung daun acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip rapat. Permukaan daun glabrous baik bagian atas maupun bagian bawah. Helaian daun kaku dengan ukuran 4,111,2x1,5-4,2 cm. Tangkai daun berwarna hijau karat, memiliki alur, panjang tangkai daun 0,7-1 cm. Daun muda berwarna ungu, getah berwarna kuning keemasan, apabila diremas daun beraroma harum.
Kelompok pohon ini memiliki B.J. 0,52-0,79 dan termasuk kelas kuat II-III. Penggunaan kayunya diantaranya untuk pembuatan kapal, flooring, meubilair, konstruksi ringan di bawah atap, papan loncat, tiang sampan/perahu layar, bahan untuk membuat chipboard dan lain-lain (Samingan 1982). 3. Dilleniaceae Riga (Dillenia borneensis Hoogl.) Pohon Riga (Gambar 5) hidup pada topografi lembah serta tanah rawa, tersebar dan cukup jarang ditemui. Tingginya mencapai 25 m dengan diameter 58 cm yang tergolong kategori pohon sedang, batangnya lurus dengan percabangan simpodial, memiliki akar jangkang. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun aculeate, pada pertemuan tulang daun sekunder dengan tepi daun tumbuh duri pendek kecil, pangkal daun inequilateral, rounded, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 27-40 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga dan jala. Permukaan daun baik atas maupun bawah glabrous. Helaian daun tipis, lebar dan agak kaku dengan ukuran 26,4-39x12,224,4 cm. Tangkai daun panjang, memiliki lekahan panjang tangkai yang ditutupi oleh perpanjangan daun, lekahan ini memiliki rambut halus yang mudah lepas apabila disentuh, tangkai daun menebal pada bagian pangkal tangkai. Daun muda berwarna ungu. 4. Dipterocarpaceae Mersawa (Anisoptera grossivenia v. Sloot) Pohon Mersawa (Gambar 6) hidup tersebar di punggung bukit dengan tanah kering dengan jumlah sedang. Tinggi bebas cabangnya mencapai 15 m dengan diameter 82 cm, tergolong pada kategori pohon besar. Bentuk batang berdiri lurus, tidak berbenjol. Percabangan simpodial dan memiliki banir setinggi 1,5 m dengan tebal 3 cm. Bentuk daun elliptical, obovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 13-15 pasang, pertulangan daun tersier menjala. Permukaan daun pubescent baik bagian atas maupun bawah karena memiliki rambut pendek halus. Permukaan bagian bawah daun berwarna hijau kecoklatan. Ukuran helaian daun 7,3-12,9x3-5,9 cm, panjang tangkai 1,7-2,5 cm, terdapat penebalan di dekat
pangkal daun, tangkai daun memiliki rambut pendek halus serta rapat. Daun penumpu berbentuk segitiga dan berwarna coklat. Kelompok jenis pohon ini memiliki B.J. 0,50-0,96 yaitu termasuk kayu ringan moderat, kelas kuat II-III dan kelas awet IV. Mengenai penggunaannya tidak banyak dipakai karena berat (tenggelam), tidak mudah digergaji dan kesulitan pengeringan. Dalam jumlah terbatas biasa dipakai untuk pembuatan perahu, konstruksi ringan di bawah atap (Samingan 1982). Tempurau (Dipterocarpus gracilis Blume.) Pohon Tempurau (Gambar 7) hidup tersebar, banyaknya sedang di lereng dengan tanah kering. Tinggi total pohon dapat mencapai 25 cm dengan diameter 45 cm, tergolong kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol, percabangan simpodial serta memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,85 cm. Permukaan kulit rata, berlekah dangkal serta mengelupas. Bentuk daun elliptical, ovate-lanceolate, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun runcing, tumpul, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous tapi pada tulang daun primernya terdapat rambut halus berwarna coklat kekuningan sedangkan bagian bawah terdapat rambut coklat kekuningan pada tulang daun primer maupun lateralnya. Helaian daun berukuran 6,5-11,5x3,2-6,3 cm. Tangkai daun diliputi rambut pendek halus, menebal pada pangkal daun, panjang tangkai daun 1,2-1,8 cm. Daun penumpu berbentuk segitiga, mudah rontok bekasnya berbentuk cincin miring. Kuncup daun baru diliputi rambut pendek halus berwarna coklat kekuningan. Kayunya berat, padat dan keras, dengan B.J. 0,73 serta kelas keawetan IIIIV dan kelas kekuatan II–I. Kayunya mempunyai struktur kasar dan berwarna coklat kemerah-merahan pucat sampai coklat muda. Kayunya dapat digunakan untuk pembuatan perahu dan bangunan rumah meskipun tidak berapa awet. Di Palembang karena sukar digergaji kayu ini dipakai untuk bangunan dalam bentuk balok. Kayu gubalnya mudah diserang rayap, tetapi kayu terasnya tidak begitu mudah terserang (LIPI 1977). Pohon ini menghasilkan juga balsem yang bila masih segar berwarna abuabu dan menjadi hitam bila sudah tua, tetapi tetap lembek tidak mengeras. Di
beberapa tempat di Palembang dan Bangka pohon ini disadap untuk memperoleh balsemnya dan balsem ini dipergunakan sebagai minyak cat (LIPI 1977). Keruing (Dipterocarpus grandiflorus Blanco) Pohon keruing (Gambar 8) besar, tingginya dapat mencapai 50 m. Pohon ini cukup banyak ditemui, tersebar di lereng atau punggung bukit dengan tanah kering. Tinggi bebas cabangnya mencapai 15 m dengan diameter 21 cm. Batangnya lurus tidak berlekuk dengan percabangan monopodial bentuk payung dengan banir yang rendah. Bentuk daun oval, obovate, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip dengan 19-22 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, bagian bawah pada tulang daun primer terdapat rambut halus putih. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 19-33x13,424 cm. Panjang tangkai 7,5-11 cm, pangkal tangkai melebar, ujung tangkai menebal. Kuncup daun baru dilingkupi rambut berwarna kuning coklat rapat. Daun penumpu bentuk segitiga, berwarna coklat kuning, mudah rontok, bagian luar daun penumpu terdapat rambut pendek halus sedangkan bagian dalam glabrous. Kayunya mempunyai B.J. 0,81 serta kelas awet III sering dipakai untuk jembatan, bangunan rumah dan perabot rumah tangga. Selain itu damarnya dapat dipakai sebagai lampu (LIPI 1977). Keruing Lowei (Dipterocarpus hasseltii Blume) Keruing Lowei (Gambar 9) hidup pada topografi lereng, tepi sungai, tersebar banyak. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 70 cm, tergolong kategori pohon besar. Kulitnya berbalong serta berpuru, apabila terluka getahnya berwarna bening. Bentuk batang bengkok, berlekuk, percabangan simpodial serta memiliki banir yang rendah yaitu 1 m dan tebal banir 5 cm. Permukaan batang rata, mengelupas besar dengan warna abu coklat. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 12-14 pasang, pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun bagian atas maupun bawah glabrous. Ukuran helaian daun 10,5-16x5-7,9 cm, panjang tangkai 4,5-5,9 cm, terdapat penebalan
baik di pangkal maupun di ujung tangkai daun. Kuncup daun baru berwarna hijau tidak diliputi rambut, bentuknya seperti tombak. Daun penumpu berbentuk garis, makin besar daun penumpu makin terang warnanya dan ada sedikit rona merah di dekat salah satu tepi daun penumpunya, daun penumpu ini glabrous baik di bagian luar maupun bagian dalam. Kayu gubalnya berwarna kuning coklat dan kayu terasnya merah coklat. Kayu ini mempunyai B.J. 0,70 serta kelas keawetan II dan kelas kekuatan II. Kayunya dapat digunakan sebagai bahan konstruksi, lantai dan bantalan (LIPI 1977). Tempudau (Dipterocarpus kunstleri King) Pohon Tempudau (Gambar 10) besar yang tingginya dapat mencapai mencapai 45 m. Bentuk daun ovate, elliptical, tunggal, alternate, tepi daun crenate, pangkal daun rounded, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 13-16 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, sedangkan bagian bawah pubescent karena terdapat rambut pendek halus baik pada tulang daun primer maupun tulang daun lateralnya. Ukuran helaian daun 16,8-31x8,6-18,5 cm, tangkai menebal baik di ujung maupun di pangkal tangkai daun. Daun penumpu berbentuk segitiga, bagian luar terdapat rambut halus dan jarang sedangkan bagian dalamnya glabrous, gampang rontok. Kuncup daun baru diliputi oleh rambut halus putih, daun baru berwarna merah muda. Kayunya mempunyai B.J. 0,75 serta termasuk kelas awet III, biasa dipakai untuk tiang-tiang dan papan. Selain itu kulitnya untuk dinding dan damarnya untuk penerangan. Kayunya agak sukar untuk dikerjakan (Soewanda 1970). Bengkirai (Hopea ferruginea Parijs) Pohon Bengkirai (Gambar 11) hidup pada topografi punggung bukit, darat, tanah kering, berkumpul banyak. Percabangan simpodial, bentuk tajuk kerucut dengan keadaan tajuk biasa. Tinggi bebas cabangnya mencapai 12 m dengan diameter 50 cm, termasuk kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,8 m dan tebal 3 cm. Permukaan kulitnya rata serta berlekah dalam dengan warna coklat. Bentuk
daun ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun obtuse, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan daun tersier menjala, memiliki tulang daun marjinal. Permukaan daun glabrous, licin di kedua permukaan, memiliki domatia dekat pangkal daun pada tulang daun primer. Helaian daun tipis, perpanjangan daun di ujung daun cukup panjang, ukuran daun 1,5-5x0,6-2 cm. Tangkai daun berwarna coklat gelap, tangkai muda diliputi oleh rambut halus pendek, panjang tangkai 0,2-0,5 cm. Daun penumpu berbentuk garis dengan ukuran 5x1 cm2, mudah rontok. Kayunya biasa dipakai untuk pembuatan alas perahu. Emang (Hopea mengarawan Miq.) Pohon Emang (Gambar 12) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, banyak dan dua-tiga batang berkelompok. Bentuk batang lurus dengan percabangan simpodial. Bentuk tajuk kerucut dengan keadaan biasa, memiliki banir. Permukaan kulit rata, merekah jarang dengan warna kelabu. Bentuk daun ovate-elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun repand, pangkal daun obtuse, ujung daun mucronate. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, sedangkan pertulangan daun tersiernya menjala, memiliki tulang daun marjinal. Permukaan daun baik bagian atas maupun bawah glabrous, shiny, licin. Helaian daun kaku, tipis dengan ukuran 4,2-11x1,5-4,7 cm. Panjang tangkai 0,2-1,4 cm, terdapat penebalan mendekati pangkal daun. Daun penumpu berbentuk scalelike, memiliki akar terbang. Kelompok kayunya memiliki B.J. 0,55-0,75 dan 0,60-0,94 dengan kelas kuat II-III dan kelas awet II-III. Karena keawetannya, mudah mengerjakannya serta mudah pembelahannya, maka kayu ini banyak dipakai untuk macam-macam keperluan seperti dolok/balok, tiang dan papan untuk pembuatan rumah, sampan atau dasar rumah dalam air, dengan pengawetan yang baik dapat dipakai untuk bantalan kereta api. Karena daya kembang susut yang kecil sangat baik untuk pembuatan kosen dan jendela. Motif serat yang baik sangat disenangi untuk pembuatan meubilair (Samingan 1982).
Majau (Shorea bracteolata Dyer) Pohon Majau (Gambar 13) hidup pada lereng, darat, tanah kering, cukup banyak serta tersebar. Banyaknya sedang, tersebar di lereng-lereng dengan tanah kering. Tingginya mencapai 25 m dengan diameter 39 cm, tergolong pada kategori pohon kecil. Bentuk batang tidak lurus, percabangan simpodial dengan keadaan tajuk biasa tidak tipis. Pohon ini memiliki banir dengan tinggi 45 cm dan tebalnya 3 cm. Bentuk daun elliptical, komposisi daun tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun rounded. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atasnya glabrous. Adapun kesan raba permukaan bawah daun lembut. Ukuran helaian daun 6-12,7x3,5-5,7 cm, panjang tangkai 1,7-2,2 cm, tidak terdapat penebalan baik di ujung maupun di bagian pangkal tangkai daun. Daun penumpu berbentuk linear. Karambuku (Shorea hopeifolia Sym.) Pohon Karambuku (Gambar 14) ini hidup tersebar dan banyak ditemui di lereng-lereng dengan tanah kering. Pohon dengan tinggi 20-50 m tinggi bebas cabangnya mencapai 10 m dengan diameter 39 cm, termasuk ke dalam kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta agak berbenjol dengan percabangan simpodial, bulat, keadaannya biasa. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tinggi 0,2 m dan tebal 5 cm. Bentuk daun elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun asimetris, cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 10-12 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun atas maupun bawah glabrous, bagian atas licin mengkilap. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 4,3-7,5x1,6-3,3 cm, mudah rontok. Tangkai membengkak pada pangkal tangkai. Daun penumpu berbentuk linear, getahnya berwarna coklat gelap apabila telah mengering. Kayunya mempunyai B.J. 0,54 dengan kelas awet III–IV. Biasa dipergunakan untuk tiang-tiang rumah, papan dan perahu (Soewanda 1970).
Majau (Shorea johorensis Foxw.) Pohon Majau (Gambar 15) hidup di topografi lereng, tepi sungai serta tanah kering, jarang dan tersebar. Bentuk batang lurus tidak berlekuk dengan percabangan simpodial. Cukup banyak ditemui, tersebar di punggung-punggung bukit. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 52 cm, termasuk pada kategori pohon sedang dengan bentuk batang tidak lurus dan agak berbenjol. Percabangannya simpodial serta memiliki akar banir dengan tinggi 1,2 m dan tebal 3 cm. Bentuk tajuk bulat dengan keadaan tipis, pohon memiliki banir. Permukaan kulit rata, merekah dangkal dengan warna coklat abu. Bentuk daun elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun rounded. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 8-10 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, licin, sedangkan pada permukaan daun bagian bawah kasar karena terdapat rambut kecil berwarna putih dan tidak terlalu rapat. Ukuran helaian daun 412x3,4-6 cm sedangkan panjang tangkai 1,5-2,2 cm. Daun penumpu berbentuk linear, terdapat rambut pendek halus di bagian luar dan dalam daun penumpu. Kayunya relatif ringan (B.J. 0,50) dan termasuk kelas keawetan IV-III dan kelas kekuatan III-IV. Warnanya lebih menarik dan kekuatan serta keawetannya lebih baik daripada Shorea parvifolia dan Shorea smithiana. Kayunya tahan terhadap serangan penyakit busuk putih (white rot), mudah dkerjakan, tidak pecah apabila dipaku dan mudah dikupas sehingga baik sekali untuk dibuat kayu lapis. Kayu ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan ringan, lantai, panel-panel pada mobil dan perahu motor, pintu dan pekerjaan-pekerjaan kayu lainnya (LIPI 1979). Kuntui Tebulang (Shorea leprosula Miq.) Pohon Kuntui Tebulang (Gambar 16) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang tesebar. Pohon memiliki banir dengan tinggi 1,2 m dan tebal 3 cm., permukaan kulitnya rata merekah dangkal dengan warna coklat gelap. Tingginya mencapai 30 m dengan diameter 52 cm, termasuk pada kategori pohon sedang dengan bentuk batang tidak lurus dan agak berbenjol serta memiliki percabangan simpodial. Bentuk daun oblong, elliptical, lanceolate, tunggal, sub-
opposite, tepi daun entire, pangkal daun obtuse, rounded, acute, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip
dengan 14-18 pasang,
pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, shiny, tapi pada tulang daun primernya ditempeli seperti karat, sedangkan bagian bawahnya kasar karena terdapat bintil-bintil kecil kaku pada tulang-tulang daunnya. Helaian daun tak terlalu kaku dengan ukuran 11,6-24x4-7,8 cm. Tangkai diliputi oleh bintil-bintil seperti pada permukaan bawah daun, sedangkan pada ranting agak jarang, panjang tangkai
1,2-1,4 cm. Daun penumpu berbentuk
scalelike, bagian dalamnya glabrous sedangkan bagian luarnya ditumbuhi bintil kecil. Bangkirai Lentang (Shorea ovata Dyer) Pohon Bangkirai Lentang (Gambar 17) mencapai tinggi 50 m, percabangan simpodial dengan bentuk payung, tipis. Batangnya berbentuk silinder tetapi kadang berbentuk tajam. Banirnya cukup tinggi mencapai 2,5 m tipis, membentang. Bentuk daun elliptical, oval atau ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun subcordate, tumpul, rounded, ujung daun short acuminate, pertulangan daun sekunder menyirip dengan 6-11 pasang, tulang daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas dan bawah glabrous, licin. Helaian daun kaku dengan ukuran 2,7-8,1x1,6-3,6 cm. Panjang tangkai 0,5-1,0 cm, tidak ada penebalan di ujung maupun di pangkal tangkai. Merakunyit (Shorea polyandra Ashton) Pohon Merakunyit (Gambar 18) hidup di lereng bertanah kering dan tersebar, tingginya mencapai 30 m dengan diameter 115 cm, tergolong kategori pohon raksasa. Batang berdiri lurus serta tidak berlekuk, percabangan simpodial, berbentuk payung dengan keadaan biasa. Pohon ini memiliki banir jenis kuncup dengan tebal 3 cm serta tinggi 2,4 cm. Bentuk daun ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, ujung daun acuminate, pangkal daun subcordate, rounded, obtuse. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 11-14 pasang, pertulangan daun tersier menjala dan tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, shiny sedang bagian bawah agak kasar. Helaian daun tipis, kaku dengan ukuran 714,8x3,1-7,2 cm. Tangkai menebal pada bagian pangkal tangkai, tulang daun
memiliki kesan raba kasar, panjang tangkai 1,1-1,4 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike. Kuntui Kerusit (Shorea smithiana Sym.) Hidup pada topografi lereng, darat dan tanah kering. Pohon Kuntui Kerusit (Gambar 19) banyaknya sedang serta tersebar di lereng-lereng dengan tanah kering. Tinggi total mencapai 25 m dengan diameter 53 cm, bentuk batang bengkok, berlekuk pada bagian pangkalnya, memiliki banir dengan tinggi 0,9 m. Percabangan monopodial dengan bentuk tajuk payung, tipis. Permukaan kulitnya rata berlekah dangkal. Bentuk daun elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun subcordate, rounded, ujung daun emarginate, rounded, acute. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 20-24 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas kasar bagian bawah kasar, pada pertulangan daun baik primer, sekunder maupun tersier bagian bawah daun ditumbuhi rambut pendek, sedangkan di permukaan atas daun terdapat pada tulang daun primer. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 4-11,6x2-5,9 cm. Tangkai diliputi oleh rambut pendek halus dengan panjang tangkai 0,9-1,3 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike. Kayu gubal kuning muda dan kayu teras merah muda. Kayu ini ringan, dengan B.J. 0,50 , kelas kekuatan III-II dan kelas keawetan IV-III, dan dapat digunakan sebagai bahan konstruksi ringan, papan, perkakas rumah, kayu lapis, lantai, bahan pembungkus dan kertas (LIPI 1977). Tamparas (Shorea sp.) Bentuk batang pohon Tamparas (Gambar 20) lurus, tidak berbenjol dan memiliki banir dengan tinggi 1.2 m. Hidup dua tiga berkelompok, hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering. Permukaan kulit rata, merekah dangkal. Bentuk daun elliptical, lanceolate, ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun cuneate, obtuse, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 11-14 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous, licin tapi pada tulang daun primernya terdapat rambut kecil kaku dan rapat berwarna hitam dari pangkal sampai pertengahan daun, sedangkan bagian bawah daun kasar, karena terdapat rambut
pendek kaku terutama pada pertulangan daunnya baik primer maupun lateralnya. Ukuran helaian daun 5,9-9,7x2,2-4,1 cm, tangkai selalu melekuk tidak pernah lurus, tidak ada penebalan baik di ujung maupun di pangkal tangkai, panjang tangkai 1,4-1,9 cm. Melapi (Shorea virescens Parijs) Pohon Melapi (Gambar 21) cukup jarang ditemui, hidup tersebar dan tingginya mencapai 35 m dengan diameter 79 cm. Termasuk dalam kategori pohon besar dengan bentuk batang lurus tidak berbenjol, percabangan monopodial serta memiliki banir dengan tinggi 1,5 m dan tebalnya 7,5 cm. Bentuk daun elliptical, obovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun rounded, subcordate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 16-22 pasang, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Permukaan daun bagian atas glabrous dan Adapun kesan raba permukaan bawah daun lembut. Helaian daun agak kaku dengan ukuran 8,3-14,2x3,5-6,2 cm, ujung daun dan tepinya melekuk ke arah bawah daun. Tangkai daun berwarna coklat, terdapat penebalan pada bagian yang dekat dengan pangkal tangkai, panjang tangkai 1,1-1,9 cm. Daun penumpu berbentuk scalelike dengan ukuran 0,4x0,9 cm2. Kayunya mempunyai B.J. 0,66 dengan kelas awet III-IV, biasa dipergunakan untuk bangunan rumah, papan, sampan atau perahu (LIPI 1977). Resak (Vatica micrantha Sloot.) Pohon Resak (Gambar 22) hidup pada topografi punggung bukit, berkumpul banyak. Batang bengkok, berlekuk dengan percabangan simpodial serta bentuk tajuk payung. Pohon memiliki banir yang rendah dan tebal. Tinggi bebas cabangnya mencapai 7 m serta diameter 25 cm. Bentuk batangnya tidak lurus serta agak berbenjol. Permukaan kulit rata, licin serta bergelang mirip pohon paruparu dengan warna abu coklat. Bentuk daun oblong, lanceolate, tunggal, subopposite, tepi daun repand, pangkal daun acute, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 14-20 pasang, pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun baik bagian atas maupun bawah glabrous, permukaan atas daun agak mengkilap. Helaian daun kaku, memanjang dengan
ukuran 6,7-15,3x1,9-3,8 cm. Tangkai agak kaku, menebal pada ujung tangkai, panjang tangkai 1,2-1,7 cm. 5. Fabaceae Sindur (Sindora leiocarpa De Wit.) Pohon Sindur (Gambar 23) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering, jarang serta tersebar. Bentuk batang bengkok, percabangan simpodial, bentuk tajuk payung dengan keadaannya biasa. Pohon tidak memiliki banir, permukaan rata, bergelang. Pohon tinggi sampai 40 m.
Bentuk daun oval, elliptical,
komposisi daun majemuk bersirip tunggal dengan anak daun, alternate, tepi daun entire, pangkal daun tumpul, rounded, acute, ujung daun emarginate, rounded. Permukaan daun bagian atas maupun bagian bawah glabrous, licin. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan tersier menjala. Helaian daun kaku dan agak tebal, ukuran daun 3,6-8x2,1-4,4 cm, tepi daun dibatasi tegas oleh tulang daun. Tangkai sangat pendek serta tidak memiliki daun penumpu. Kayunya mempunyai B.J. 0,60 serta termasuk kelas awet IV/V. Biasanya digunakan untuk papan lantai rumah atau perahu (Soewanda 1970). 6. Hypericaceae Geronggang (Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume) Pohon Geronggang (Gambar 24) hidup di punggung bukit. Bentuk daunnya elliptical, tunggal, opposite, tepi daun entire, pangkal daun acuminate, ujung daun acuminate. Permukaan daun glabrous di kedua permukaan daun, bagian atas agak mengkilap. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan daun tersier menjala, memiliki tulang daun marjinal. Helaian daun kaku, agak tebal apabila dilipat ke arah atas permukaan daun mudah rekah, ujung daun melengkung ke arah permukaan bawah daun, apabila diremas mengeluarkan bau harum. Tangkai daun berwarna hijau muda, memiliki alur yang menyambung sampai ke tulang daun primer pada bagian pangkal daun. Getahnya berwarna kuning keemasan.
Gambar 3. Melanochyla densiflora King
Gambar 4. Calophyllum pulcherrimum Wall
Gambar 5. Dillenia borneensis Hoogl.
Gambar 6. Anisoptera grossivenia v. Sloot
Gambar 7. Dipterocarpus gracilis Blume
Gambar 8. Dipterocarpus grandiflorus Blanco
Gambar 9. Dipterocarpus hasseltii Blume.
Gambar 11. Hopea ferruginea Parijs
Gambar 13. Shorea bracteolata Dyer
Gambar 10. Dipterocarpus kunstleri King.
Gambar 12. Hopea mengarawan Miq.
Gambar 14. Shorea hopeifolia Sym.
Gambar 15. Shorea johorensis Foxw.
Gambar 17. Shorea ovata Dyer
Gambar 19. Shorea smithiana Sym.
Gambar 16. Shorea leprosula Miq.
Gambar 18. Shorea polyandra Ashton
Gambar 20. Shorea sp.
Gambar 21. Shorea virescens Parijs
Gambar 23. Sindora leiocarpa De Wit.
Gambar 25. Eusideroxylon zwagery T. & B.
Gambar 22. Vatica micrantha Sloot.
Gambar 24. Cratoxylum arborescens (Vahl.) Blume
Gambar 26. Litsea nidularis Gamble
Gambar 27. Palaquium gutta Baill.
Gambar 28. Palaquium rostratum Burck
Gambar 29. Payena lucida DC.
Gambar 30. Pterospermum javanicum Jungh
Gambar 31. Aquilaria malaccensis Lamk.
Kayunya cukup ringan (B.J. 0,47). Kekuatan termasuk kelas III-IV dan keawetannya kelas IV. Kayu ini dapat digunakan sebagai bahan bangunan, kayu lapis dan bahan pembungkus. Di Kalimantan Timur, orang Dayak memanfaatkan geronggang sebagai sirap (LIPI 1979) 7. Lauraceae Belian (Eusideroxylon zwagery T. & B.) Pohon Belian atau Ulin (Gambar 25) hidup dua-tiga batang berkelompok, banyaknya sedang, biasanya di punggung atau lereng dengan tanah kering. Tinggi mencapai 15 m denga diameter 34 cm, tergolong pada kategori pohon sedang. Bentuk batang lurus serta tidak berbenjol dengan percabangan monopodial. Bentuk daun oblong, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun cuneate, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 1015 pasang, pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun bagian atas glabrous sedangkan bagian bawah kasap, pada tulang daun primer dan sekunder terdapat rambut pendek halus. Helaian daun berukuran 17,5-29x7,4-12,4 cm. Tangkai diliputi rambut pendek halus, panjang tangkai 0,6-2 cm, tidak ada penebalan baik di ujung maupun pangkal daun. Kuncup daun muda berwarna merah ungu. Kayunya sangat kuat dan awet dengan kelas kekuatan I dan kelas keawetan I, berat jenis 1,04. Kayu ulin tahan akan serangan rayap dan serangan serangga penggerek batang, tahan akan perubahan kelembaban dan suhu, serta tahan pula akan air laut. Kayu ini sukar dipaku dan digergaji, tetapi mudah dibelah. Ulin dapat digunakan sebagai bahan konstruksi berat, rumah, lantai, tiang listrik dan telepon, perkapalan, sirap dan sumpitan (LIPI 1977). Medang (Litsea nidularis Gamble) Pohon Medang (Gambar 26) mencapai tinggi 30 m dengan diameter setinggi dada 35 cm. Bentuk daunnya elliptical, obovate, tunggal, alternate, tepi daun entire, ujung daun emarginate, rounded, acute, pangkal daun asimetris, tapered. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 11-19 pasang dan pertulangan daun tersier bentuk jala. Permukaan daun glabrous, licin di kedua
permukaan. Helaian daun kaku dengan ukuran 4,3-10,2x1,9-5,9 cm. Panjang tangkai daun 1,3-1,9 cm, pada pangkal tangkai daun terdapat penebalan. 8. Sapotaceae Ramu (Palaquium gutta Baill.) Pohon Ramu (Gambar 27) hidup pada topografi punggung bukit, darat, tanah kering, sedang serta tersebar. Bentuk batang berdiri lurus, berlekuk. Bentuk tajuk payung dengan keadaan biasa, dari bawah berwarna kuning keemasan. Memiliki banir yang rendah, permukaan kulit rata serta berlekah dangkal. Bentuk daun elliptical, tunggal, alternate, tepi daun entire, pangkal daun inequilateral, acute, ujung daun acute. Permukaan daun bagian atas glabrous, licin, sedangkan bagian bawah memiliki rambut pendek halus berwarna kuning keemasan. Pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan daun tersier bentuk tangga. Helaian daun kaku, agak tebal, rambut halus pendek yang terdapat pada permukaan bawah daun apabila digosok mudah luntur. Tangkai daun berwarna kuning keemasan karena diliputi oleh rambut pendek halus sama seperti yang ada di permukaan bawah daun. Kayunya mempunyai B.J. 0,71, kelas keawetan IV, kelas kekuatan II dan dapat digunakan sebagai papan, kayu lapis, lantai, rangka pintu dan jendela, alat olahraga dan musik, bahan perkapalan, bahan perumahan dan alat rumah tangga (LIPI 1977). Kajelaki (Palaquium rostratum Burck) Pohon Kajelaki (Gambar 28) tingginya dapat mencapai 30 m, memiliki banir. Bentuk daun obovate, oval-elliptical, tunggal, tata daun alternate, tepi daun entire, pangkal daun asimetris, tapered, acuminate, ujung daun rounded, emarginate, pertulangan daun sekunder menyirip rapat, pertulangan daun tersier menjala dengan 6-9 pasang tulang daun sekunder. Permukaan daun bagian atas maupun bawah glabrous. Helaian daun agak tebal dengan ukuran 2,8-11,1x2,56,7 cm, panjang tangkai 1-1,9 cm, getah berwarna putih. Hidup pada topografi lereng, tepi sungai. Bentuk batang bengkok, berlekuk pada bagian pangkalnya. Pohon memiliki banir, permukaan batang rata, berlekah dangkal.
Kayu gubalnya berwarna merah muda atau coklat muda dan kayu terasnya berwarna coklat tua. B.J. kayu ini 0,6, kelas kakuatan II-III dan kelas keawetan IV. Kayunya mudah dikerjakan dan dapat digunakan sebagai bahan bangunan, tiang, papan, perabot rumah tangga, perahu, kayu lapis, lantai, rangka pintu dan jendela, alat olahraga dan musik dan bahan perkapalan (LIPI 1977). Nyatu Merah (Payena lucida DC.) Pohon Nyatu Merah (Gambar 29) tingginya mencapai 35 m dengan diameter hampir 100 cm, memiliki akar banir setinggi 1,2 m. Bentuk daun elliptical, bulat telur, tunggal, alternate, tepi daunsinuate, pangkal daun tapered, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menyirip dengan 12-14 pasang, pertulangan daun tersier menjala. Permukaan daun bagian atas maupun bawah glabrous, licin. Ukuran helaian daun 3,7-12,6x2-5,4 cm, panjang tangkai 1,5-2,6 cm. Bunga di ketiak tangkai (axillaris), kuncup bunga berwarna kuning kehijauan, bunga bertangkai dengan panjang 1,4 cm. 9. Sterculiaceae Bayur (Pterospermum javanicum Jungh) Pohon Bayur (Gambar 30) hidup pada topografi lereng, darat, tanah kering. Bentuk daun ovate, tunggal, sub-opposite, tepi daun entire, pangkal daun subcordate, asimetris, ujung daun acuminate. Pertulangan daun sekunder menjari dengan 4-8 pasang, pertulangan daun tersier menjala. Permukaan daun bagian atas glabrous licin, permukaan daun bagian bawah agak kasap karena terdapat rambut bintang (stellate) berwarna coklat karat. Helaian daun kaku, tipis dengan ukuran 1,4-15,1x0,7-1,9 cm. Tangkai memiliki warna yang sama dengan warna permukaan bawah daun. Makin tua daun maka warna rambut halus pada permukaan bawah daun mudah rontok. Daun penumpu berbentuk stellate, apabila ditimpas batang akan mengeluarkan cairan seperti air.
10. Thymelaeaceae Garu (Aquilaria malaccensis Lamk.) Pohon Garu (Gambar 31) tingginya mencapai 45 m dengan diameter 60 cm. Bentuk daun oval, elliptical, tunggal, sub-opposite, tepi daun repand, pangkal daun rounded, cuneate, ujung daun acuminate. Permukaan daun bagian atas glabrous, licin, sedangkan bagian bawah pubescent karena terdapat rambut pendek halus. Pertulangan daun sekunder menyirip, pertulangan daun tersier menjala. Ukuran helaian daun 2,7-12,3x1,9-5,9 cm, tangkai daun diliputi oleh rambut pendek halus. Kuncup daun baru diliputi oleh rambut pendek halus, demikian pula dengan ranting yang mendekati ujung. Kayunya lunak, ringan, pucat, mudah rusak dan dahulu jarang dipakai sebagai bahan bangunan, kadang-kadang dipergunakan juga untuk pembuatan peti. Kulit kayunya berserat purih perak yang sangat kuat dan awet dan dipergunakan sebagai tali dan bahan pakaian. Kayu ini sangat harum dan penggunaannya lebih banyak sebagai bahan untuk fumigasi dan sebagai dupa dalam upacara adat dan agama di India dan kawasan Asia Tenggara, sering pula kayu garu ini dibuat sebagai kosmetik, obat rematik dan sakit badan, serta obat gosok, obat perangsang, tonikum, penyembuh perut kembung dan obat sakit jantung (LIPI 1979). C. Kunci Determinasi Pohon Jenis Pohon Niagawi Jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan yaitu sebanyak 29 jenis dari 16 marga dan 10 suku, dari jumlah tersebut jenis pohon yang berdaun majemuk hanya satu yaitu Sindora leiocarpa yang termasuk suku Fabaceae. Pohon-pohon yang berdaun tunggal dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu yang memiliki tata daun opposite dan tata daun bukan opposite yaitu alternate dan sub-opposite. Jenis dari suku Hypericaceae dan suku Cluciaceae memiliki tata daun opposite, sedangkan sisanya yaitu suku Anacardiaceae, Dilleniaceae, Dipterocarpaceae, Lauraceae, Sapotaceae, Sterculiaceae dan Thymelaeaceae ada yang memiliki tata daun alternate ataupun sub-opposite. Sifat pada tepi daun yaitu entire dan tidak entire membagi dua bagian besar kelompok jenis bertata daun tidak opposite. Adapun susunan kunci determinasinya adalah sebagai berikut:
1. 2. 3.
a. b. a. b. a.
b. 4.
a. b. 5. a. b. 6. a. b. 7. a. b. 8. a. b. 9. a. b. 10. a.
b. 11. a. b. 12. a. b. 13. a. b. 14. a. b. 15. a. b. 16. a. b. 17. a. b
Daun tunggal ……………………………………………………… Daun majemuk ………………………………… Sindora leiocarpa Tata daun opposite ………………………….……………………... Tata daun tidak opposite ......………………………….…………... Tulang daun bagian atas timbul, bagian atas tenggelam, tidak ada tulang daun marjinal, getah berwarna kuning keemasan ...... Calophyllum pulcherrimum Tulang daun bagian bawah tenggelam, bagian atas timbul, memiliki tulang daun marjinal ................. Cratoxylum arborescens Tepi daun entire ................................................................................ Tepi daun tidak entire........................................................................ Tata daun alternate ........................................................................... Tata daun sub-opposite ..................................................................... Permukaan bawah daun glabrous .................................................... Permukaan bawah daun tidak glabrous ................ Palaquium gutta Tulang daun sekunder 6-9 pasang ..................Palaquium rostratum Tulang daun sekunder 11-19 pasang ...................... Litsea nidularis Permukaan bawah daun glabrous ....................................... Permukaan bawah daun tidak glabrous .............................. Pangkal daun sub-cordate atau rounded .................... Shorea ovata Pangkal daun tidak sub-cordate atau rounded ................................ Bentuk daun ovate atau bulat telur, terdapat domatia pada tulang daun primer bagian bawah, pada permukaan atas tulang daun primer tenggelam, bentuk tajuk kerucut ........................................... Hopea ferruginea Bentuk daun elliptical, lanceolate, tidak ada domatia, tulang daun primer bagian atas timbul ............... Shorea hopeifolia Permukaan atas daun scabrous ......................................................... Permukaan atas daun glabrous ......................................................... Pangkal daun runcing atau cuneate, ujung daun acuminate ................................. Anisoptera grossivenia Pangkal daun sub-cordate atau rounded, ujung daun rounded, emarginate atau acute …... Shorea smithiana Tulang daun primer permukaan atas timbul ……………………..... Tulang daun primer permukaan atas tenggelam …………………... Bentuk daun oblong, ukuran daun 17,5-29x7,4-12,4 cm ……... Eusideroxylon zwagery Bentuk daun ovate, ukuran daun 7-14,8x3,1-7,2 cm ………….…... Shorea polyandra Tulang daun menjari, bawah daun berwarna coklat karat …………………. Pterospermum javanicum Tulang daun menyirip, bawah daun tidak berwarna coklat ……….. Tangkai daun memiliki bintil-bintil kecil …….... Shorea leprosula Tangkai daun tidak memiliki bintil-bintil kecil …………………… Permukaan bawah berkesan raba kasar …...…………………….… Permukaan bawah berkesan raba lembut ……………………….…
2 3 4
5 20 6 8 7
9 11 10
12 13
14 15
16 17 18 19
18. a. Pangkal daun rounded ……..……………….…. Shorea johorensis b. Pangkal daun cuneate atau tumpul ….............………… Shorea sp. 19. a. Daun penumpu berbentuk linear, tulang daun sekunder 10-12 pasang .................. Shorea bracteolata b. Daun penumpu scalelike, tulang daun sekunder 16-22 pasang ……......… Shorea virescens 20. a. Tepi daun crenate ………………………………………………... b. Tepi daun tidak crenate …………….……………………………. 21. a. Kuncup daun baru berambut ………………………………………
21 24 22
b. Kuncup daun baru gundul …………………………………………
23
22. a. Ukuran helaian daun 19-33x13,4-24 cm, tulang daun sekunder 19-22 pasang .... Dipterocarpus grandiflorus b. Ukuran helaian daun 8,5-11,5x3,2-6,3 cm, tulang daun sekunder 10-12 pasang …….... Dipterocarpus gracilis 23. a. Pangkal daun rounded, pada tulang daun primer dan lateral permukaan bawah daun berambut halus pendek .............................. Dipterocarpus kunstleri b. Pangkal daun acute, pada tulang daun primer dan lateral permukaan bawah daun glabrous..…......... Dipterocarpus hasseltii 24. a. Tepi daun repand ..............................................................................
25
b. Tepi daun tidak repand ........................................................
28
25. a. Tulang daun primer bagian atas timbul ............................................
26
b. Tulang daun primer bagian atas tenggelam ......................................
27
26. a. Bentuk daun ovate atau elliptical, pangkal daun obtuse, memiliki akar terbang ................................... Hopea mengarawan b. Bentuk daun lanceolate, pangkal daun acute, tidak memiliki akar terbang ................................ Vatica micrantha 27. a. Tata daun alternate, bentuk daun oblanceolate, ujung daun acute getahnya berwarna bening kemudian berubah menjadi hitam ............. Melanochyla densiflora b. Tata daun sub-opposite, bentuk daun oval atau elliptical, ujung daun acuminate, tidak bergetah ……..................................... Aquilaria malaccensis 28. a. Tepi daun aculeate dengan duri yang kecil dan pendek, tulang daun sekunder 27-40 pasang, memiliki akar jangkang ................................... Dillenia borneensis b. Tepi daun sinuate, tulang daun sekunder 12-14 pasang, tidak memiliki akar jangkang ................................... Payena lucida
VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 29 jenis yang tergolong jenis pohon niagawi dari 16 marga dan 10 suku. Kelompok komersial satu meliputi tujuh marga dari dua suku yaitu suku Dipterocarpaceae dengan 17 jenis dan Sapotaceae dengan tiga jenis. Kelompok jenis komersial dua meliputi enam marga dari enam suku yaitu Cluciaceaea, Dilleniaceae, Hypericaceae, Lauraceae, Sterculiaceae, dan Thymelaeaceae yang masing-masing satu jenis serta kelompok kayu indah dua meliputi tiga marga dari tiga suku yaitu Anacardiaeae, Fabaceae dan Lauraceae masing-masing satu jenis 2. Berdasarkan kunci determinasi yang telah disusun jenis pohon niagawi didominasi oleh pohon yang berdaun tunggal dengan 28 jenis serta bertepi daun entire dengan 18 jenis. Sedangkan yang berdaun majemuk hanya satu suku yaitu suku Fabaceae. 3. Pada umumnya jenis-jenis pohon niagawi yang ditemukan banyak tumbuh pada topografi lereng dengan 13 jenis, punggung bukit tujuh jenis serta darat dengan 11 jenis dan tanah kering 16 jenis. Jumlahnya bervariasi mulai dari jarang sampai banyak dengan sosiabilitas mayoritas tersebar. 4. Jenis dari suku Anacardiaceae memiliki getah berwarna bening, suku Sapotaceae bergetah putih serta suku Cluciaceae dan suku Hypericaceae bergetah kuning keemasan. Suku Sterculiaceae memiliki permukaan bawah daun stellate serta suku Dipterocarpaceae memiliki kulit batang berpuru atau merekah dangkal. B. Saran Penggunaan kunci determinasi dalam identifikasi jenis pohon di lapangan akan optimal apabila seseorang telah memiliki pemahaman tentang sifat dan keragaman bentuk serta ukuran yang ditampilkan oleh daun-daun, bunga-bunga, akar, ranting dan batang. Oleh karena itu dibutuhkan pelatihan yang intensif untuk memudahkan penggunaan cara ini.
DAFTAR PUSTAKA Benson, L. 1957. Plant Classification. DC Heath and Company. Boston. Darusman, D. 1981. Pengantar Perencanaan Pembangunan Kehutanan. Fahutan IPB. Bogor. Djamhuri, E. 1981. Kunci Pengenalan Jenis-jenis Pohon di Sekitar Kampus Fakultas Perhutanan IPB Bogor. Fakultas Perhutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. [FWI/GFW] Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia : Forest Watch Indonesia dan Washington D. C. : Global Forest Watch. Harlow, W.M. dan E.S. Harrar. 1958. Textbook of Dendrology. Mc. Graw Hill Book Company Inc. New york. Jones, Jr. S.B. dan A.E. Luchsinger.1979. Plant Systimatics. McGraw-Hill Book Company Inc. New york. Lawrence, G.H.M. 1951. Taxonomy of Vascular Plants. Mc. Millan Co. New York. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1977. Jenis-jenis Kayu Indonesia. Proyek Sumber Daya Ekonomi Lembaga Biologi Nasional. Bogor. [LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1979. Kayu Indonesia. Proyek Sumber Daya Ekonomi Lembaga Biologi Nasional. Bogor. Loveless, A.R. 1989. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan untuk Daerah Tropika 2. Gramedia. Jakarta. Martawijaya, A., I. Kartasujana, K. Kadir dan Among Prawira S. 1981. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Onrizal. 1997. Penyusunan Kunci Determinasi Jenis Pohon Mangrove. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Tidak Diterbitkan. [PTED] PT Erna Djuliawati. 2001. Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari. PT. Erna Djuliawati Logging Unit II, Propinsi Kalimantan Tengah. Samingan, T. 1982. Dendrologi. Penerbit PT Gramedia. Jakarta. Santoso, L. 1997. Pembuatan Kunci Determinasi Untuk Pengenalan Jenis-jenis Pohon di Hutan Rawa Gambut. Skripsi Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, IPB. Tidak Diterbitkan. Soewanda, A.P.R. 1970. Pengenalan Jenis-jenis Pohon Ekspor, Serie III, Lap. No. 116. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Suhendang, E. 2002. Pengantar Ilmu Kehutanan. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan (YPFK), Kampus Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.
Tantra, I. G. M. 1981. Flora Pohon Indonesia. Badan Penelitian Hutan. Bogor. Tjitrosoepomo, G. 1985. Morfologi Tumbuhan. Gadjah University Press. Yogyakarta. Tsoumis, G. 1976. Kayu Sebagai Bahan Baku. Proyek Penerjemahan Literatur Kehutanan Fahutan IPB. Bogor. [WWF dan IUCN] World Wildlife Fund dan Internacional Union for Conservation of Nature and Natural Resources. 1993. Centres of Plant Diversity. A Guide and Strategy for Their Conservation. 3 Volume. IUCN Publications Unit. Cambridge, U.K. Whitmore, TC., MF Newman dan PF Burgess. Pedoman Identifikasi Pohonpohon Dipterocarpaceae Kalimantan. Prosea Indonesia. Bogor
Lampiran 1. Daftar Identifikasi Pohon Niagawi yang Ditemukan pada Wilayah IUPHHK PT. Erna Djuliawati Logging Unit II No. Kol 1
Nama Daerah
Suku
Shorea ovata Dyer
Bangkirai Lentang
Dipterocarpaceae
Nama di Daftar Cruising dan Scaller Lempung
2
Dipterocarpus grandiflorus Blanco
Keruing
Dipterocarpaceae
Keruing Tempudau
3
Shorea hopeifolia Sym.
Karambuku
Dipterocarpaceae
Mersiput
4
Palaquium rostratum Burck
Kajelaki
Sapotaceae
Nyatoh Merah
5
Shorea smithiana Sym.
Kuntui Kerusit
Dipterocarpaceae
Meranti Putih Lapang
6
Calophyllum pulcherrimum Wall.
Begandis
Clusiaceae
Bintangur
7
Eusideroxylon zwagery T. & B.
Belian
Lauraceae
Ulin / Belian
8
Dipterocarpus gracilis Blume.
Tempurau
Dipterocarpaceae
Keruing Rambut
9
Payena lucida DC.
Nyatu Merah
Sapotaceae
Nyatoh Merah
10
Shorea sp.
Tamparas
Dipterocarpaceae
Temparas
11
Shorea bracteolata Dyer
Majau
Dipterocarpaceae
Kenuar
12
Shorea johorensis Foxw.
Majau
Dipterocarpaceae
Markabang
13
Dipterocarpus hasseltii Blume
Keruing Lowei
Dipterocarpaceae
Keruing Lowei
14
Anisoptera grossivenia v. Sloot.
Mersawa
Dipterocarpaceae
Mersawa
15
Litsea nidularis Gamble
Medang
Lauraceae
Medang
16
Sindora leiocarpa De Wit.
Sindur
Fabaceae
Paru-paru / Sindur
17
Aquilaria malaccensis Lamk.
Garu
Thymelaeaceae
Garu
18
Dipterocarpus kunstleri King
Tempudau
Dipterocarpaceae
Keruing Tempudau
19
Hopea mengarawan Miq.
Emang
Dipterocarpaceae
Meranti Batu /
Nama Ilmiah
Nyerakat 20
Shorea leprosula Miq.
Kuntui Tebulang
Dipterocarpaceae
Jawar
21
Pterospermum javanicum Jungh.
Bayur
Sterculiaceae
Bayur
22
Shorea polyandra Ashton
Merakunyit
Dipterocarpaceae
Merkunyit
23
Dillenia borneensis Hoogl.
Riga
Dilleniaceae
Simpur
24
Vatica micrantha Sloot.
Resak
Dipterocarpaceae
Resak
25
Hopea ferruginea Parijs
Bengkirai
Dipterocarpaceae
Nyerakat / Meranti Batu (Meranti Putih)
26
Melanochyla densiflora King
Jingah
Anacardiaceae
Rengas
27
Shorea bracteolata Dyer
Melapi
Dipterocarpaceae
Melapi (Meranti Putih)
28
Palaquium gutta Baill.
Ramu
Sapotaceae
Nyatoh Putih
29
Cratoxylum arborescens (Vahl.)
Tomau
Hypericaceae
Geronggang
Blume
Lampiran 2. Pengelompokan Jenis Kayu menurut Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 163/Kpts-II/2003 tanggal 26 Mei 2003 Sebagai Dasar Pengenaan Iuran Kehutanan I. Kelompok Jenis Meranti/ Kelompok Komersial Satu No. Nama Perdagangan Nama Daerah 1. Agathis Dama (Sulawesi), Damar (Jawa), Damar Sigi (Sumatera), Damar Bindang (Kalimantan) 2. B a l a u Damar Laut, Semantok (Aceh ), Selangan Batu, Anggelam, Amperok 3. Balau Merah Balau laut, Batu tuyang, Damar laut merah, Putang, Lempung abang 4. Bangkirai Benuas, Balau mata kucing, Hulo dereh, Kerangan, Puguh, Jangkang putih 5. D a m a r Damar 6. Durian Durian burung, Lahong, Layung, Apun, Begurah, Punggai, Durian hantu, Enggang 7. G i a Delingsem, Kayu batu, Melunas, Kayu kerbau, Momala 8. 9. 10. 11. 12.
Giam Jelutung Kapur Kapur Petanang Kenari
13. Keruing 14. K u l i m
Resak batu, Resak gunung Pulai nasi, Pantung gunung, Melabuai Kamper, Ky. kayatan, Empedu, Keladan Kapur Guras Kerantai, Ki tuwak, Binjau, Asam-asam, Kedondong, Resung, Bayung, Ranggorai, Mertukul Tempuran, Lagan, Merkurang, Kawang, Apitong, Tempudau Kayu bawang hutan
Nama Ilmiah (Agathis spp) (Shorea spp; Parashorea spp) (Shorea spp) (Shorea laevis Ridl); (Shorea laevifolia Endert); (Hopea spp); Shorea kunstleri (Araucaria spp) (Durio carinatus Mast); (Durio spp, Coelostegia spp) (Homalium tomentosum (Roxb) Benth, Homalium Foetidum (Roxb) Benth) (Cotylelobium spp) (Dyera spp) (Dryobalanops spp) (Dryobalanops oblongifolia Dyer) (Canarium spp, Dacryodes spp, Trioma spp, Santiria spp) (Dipterocarpus spp) (Scorodocarpus borneensis Becc)
15. Malapari 16. Matoa
Malapari Kasai, Taun, Kungki, Hatobu, K. sapi (Jawa), Tawan (Maluku), Ihi mendek (Irian Jaya) Sintuk, Sintok lancing, KitTeja, Ki tuha, Ki sereh, Selasihan Damar tanduk, Damar buah, Damar hitam, Damar kelepek
(Pongamia Pinnata (L) Pierre) (Pometia spp)
23. Mersawa
(Cinnamomum spp) Shorea acuminatissima Sym, Shorea balanocarpoides Sym, Shorea faguetiana Heim, Shorea Scollaris, V. Sloot; Shorea gibbosa Brandis Banio, Seraya merah, Kontoy bayor, Campaga, Lempong, (Shorea Palembanica Miq, Shorea Kumbang, Majau, Meranti ketuko, Ketrahan, Ketir, Cupang lepidota BI, Shorea ovalis BI, Shorea johorensis Foxw, Shorea leptoclados Sym, Shorea leprosula Miq) (Shorea platyclados sloot. Ex foxw.) (Shorea Virescens Parijs), Shorea Baong, Baung, Kebaong, Belobungo, Bayong (Sumatera, Kalimantan), Damar kaca, Damar kucing, Kikir, Udang, Udang retionodes V.SI), (Shorea Javanica K. et. Val), (Shorea bracteolata Dyer), ulang, Damar hutan, Anggelam tikus, Kontoi tembaga, Maharam potong, Damar mata kucing, Bunyau, Pongin, Awan (Shorea ochracea Sym),(Shorea punuk, Mehing (Sumatera, Kalimantan), Damar tenang putih, lamellata Foxw), (Shorea assamica Honi (Maluku), Damar lari-lari, Temungku (Sulawesi), Lalari, Dyer), (Shorea koordesii Brandis ) Tambia putih (Sulawesi), Hili (Maluku) Ngerawan, Cengal, Amang besi, Cengal balaw, Emang, Tekam (Hopea spp); Hopea dyeri; (Hopea sangal Kort) Anglai, Ipil, Tanduk (Maluku), Kayu besi (Papua), Maharan (Intsia spp) (Sumatera) Damar kunyit, Masegar, Ketimpun, Tabok, Tahan, Cengal padi (Anisoptera spp)
24. Nyatoh
Suntai, Balam, Jongkong, Hangkang, Katingan, Mayang batu,
(Palaquium spp); (Payena spp, Madhuca
17. Medang 18. Meranti Kuning
19. Meranti Merah
20. Meranti Putih
21. Merawan 22. Merbau
25. Palapi 26. Penjalin 27. 28. 29 30. 31.
Perupuk Pinang Pulai Rasamala Resak
Bunut, Kedang, Bakalaung, Ketiau, Jengkot, Kolan Mengkulang, Teraling, Dungun, Talutung, Lesi-Lesi. Rempelas, Ki jeungkil, Ki endog (Sunda), Cengkek (Jawa), Pusu (Sumbawa) Kerupuk, Pasana, Aras, Mandalaksa Melunak, Ki sigeung, Kelembing, Ki sinduk Kayu gabus, Rita, Gitoh, Bintau, Basung, Pule, Pulai miang Tulasan (Sumatera), Mala (Jawa), Mandung (Mnkb) Damar along, Resak putih
II. Kelompok Jenis Kayu Rimba Campuran/ Kelompok Komersial Dua No. Nama Perdagangan Nama Daerah 1. B a k a u Tumu, Lenggadai, Jangkar, Tanjang, Putut, Busing, Mata buaya 2. B a y u r Walang, Wayu, Balang, Wadang 3. Benuang Benuang bini, Winuang 4. Berumbung Kayu lobang, Barumbung, Kayu gatal 5. Bintangur Bunoh, Nyamplung, Penaga 6. B i p a Kayu wipa 7. B o w o i Rayango, Merang, Terangkuse 8. 9. 10. 11.
Bugis Cenge Duabanga Ekaliptus
Grepau Cenge, Cingo Benuang laki, Takir, Aras Ampupu (Sulawesi), Aren (Maluku), Leda, Tampai, Kayu putih
spp) Heritiera (Tarrietia spp) (Celtis spp) (Lophopetalum spp) (Pentace spp) (Alstonia spp) (Altingia excelsa Noronha) (Vatica spp)
Nama Ilmiah (Rhizophora spp dan Bruguiera spp) (Pterospermum spp) (Octomeles sumatrana Miq) (Adina minutiflora Val); Pertusadina spp (Calophyllum spp) (Pterygota spp) Serianthes minahassae Merr & Perry (Syn Albizia minahasae Koord) (Koordersiodendron pinnatum Merr) (Mastixia tostrata BI) (Duabanga moluccana BI) (Eucalyptus spp)
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
Gelam Gempol Gopasa Gerunggang/ Derum Jabon Jambu-jambu Kapas-kapasan Kayu kereta Kecapi Kedondong Hutan Kelumpang Kembang semangkok Kempas Kenanga Keranji Ketapang Ketimunan Lancat Lara
31. Mahang 32. Medang 33. Mempisang
Kayu putih Wosen, Klepu pasir, Anggrit Teraut, Laban Madang baro, Adat, Temau, Mampat, Butun, Kemutul Kelampayan, Laran, Semama Kelat, Ki tembaga, Jambu Hapas-hapas, Tapa-tapa, Leman Rengas sumpung, Merpauh, Bagel mirah Papung, Kelam, Sentul Coco, Kacemcem, Leuweung Kepuh, Kalupat, Lomes Merpayang, Kepayang Impas, Tualang ayam, Hampas Kananga Kayu lilin, Maranji Kalumpit, Jelawai, Jaha, Klumprit Seranai, Temirit, Kayu reen Kundur, Modjiu, Raimagago Lompopaito, Nani, Langera
(Melaleuca spp) (Nauclea spp) (Vitex spp) (Cratoxylum spp) (Anthocephalus spp) (Eugenia spp) (Exbucklandia populnea R. Brown) (Swintonia spp) (Sandoricum spp) (Spondias spp) (Sterculia spp) (Scaphium macropodum J. B)
(Koompassia malaccensis Maing) (Cananga sp) (Dialium spp) (Terminalia spp) (Timonius spp) (Mastixiodendron spp) (Metrosideros spp dan Xanthostemon spp) Merkubung, Mara, Benua (Macaranga spp) Manggah, Huru kacang, Keleban, Wuru, Kunyit (Litsea firma Hook f; Dehaasia spp) Mahabai, Hakai rawang, Empunyit, Jangkang, Banitan, Pisang- (Mezzetia parviflora Becc); (Xylopia pisang spp); Alphonsea spp; Kandelia candell Druce
34. Mendarahan 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Menjalin Mentibu Merambung Punak Puspa Rengas Saninten Sengon
43. 44. 45. 46. 47. 48. 49.
Sepat Sesendok Simpur Surian Tembesu Tempinis Tepis
50. 51. 52. 53. 54. 55.
Tenggayun Terap Terentang Terentang ayam Tusam Utup
Tangkalak, Au-au, Ki mokla, Kumpang, Ky luo, Darah-darah, Huru Lilin, Ki endog, Segi landak Jongkong, Merebung Merambung Kayu malaka, Cerega Sinar telu, Madang getah, Seru Rengas tembaga, Rangas Sarangan, Kalimorot, Ki hiur Jeungjing, Tawa kase, Sika (Maluku) Waru gunung, Kalong Kayu bulan, Sendok-sendok, Kayu raja, Garung, Kayu labu Sempur, Segel, Janti, Dongi Kalantas, Suren Tomasu, Kulaki, Malbira, Kitandu Damuli, Kayu besi Banitan, Pemelesian, Kayu tinyang, Kayu bulan, Banet, Kayu kalet Buku ongko, Pejatai, Purut bulu Tara, Cempedak, Kulur, Teureup Tumbus, Pauh lebi Pauhan, Antumbus, Talantang Pinus, Damar batu, Uyam Utup
Myristica spp, Knema spp (Xanthophyllum spp) (Dactylocladus stenostachys Oliv) (Vernonia arborea Han) (Tetramerista glabra Miq) (Schima spp) (Gluta aptera (King) Ding Hou (Castanopsis argentea A. DC) (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen Syn) (Berrya cordofolia Roxb) (Endospermum spp) (Dillenia spp) (Toona sureni Merr) (Fragraea spp) (Sloetia elongata Kds) (Polyalthia glauca Boerl) (Parartocarpus spp) (Artocarpus spp) (Campnosperma spp) (Buchanania spp) (Pinus spp) (Aromadendron sp)
III. Kelompok Jenis Kayu Eboni/ Kelompok Indah Satu No. Nama Perdagangan Nama Daerah 1. Eboni Bergaris Maitong, Kayu lotong, Sora, Amara 2. Eboni Hitam Kayu hitam, Maitem, Kayu waled 3. E b o n i Baniak, Toli-toli, Kayu arang, Kanara, Gito-gito, Bengkoal, Malam
IV. Kelompok Jenis Kayu Indah/ Kelompok Indah Dua No. Nama Perdagangan Nama Daerah 1. Bongin Pauh kijang, Sepah, Kayu batu 2. Bungur Wungu, Tekuyung, Benger, Ketangi 3. Cempaka Minjaran, Wasian, Manglid, Sitekwok, Kantil, Capuka 4. Cendana Kayu kuning, Lemo daru 5. D a h u Dao, Sengkuang, Basuong, Koili 6. J o h a r Juar, Trenggguli, Sebusuk, Bobondelan 7. K u k u Kayu laut, Papus, Nani laut 8. Kupang Kayu ruan, Saga 9. L a s i Adina, Kilaki 10. Mahoni Mahoni 11. M e l u r Sampinur tali, Jamuju, Ki merah, Cematan, Alau, Kayu embun, Kayu cina, Sandu, Sampinur bunga 12. Membacang Limus piit, Ambacang, Wani, Mempelam, Asam. Mangga 13. M i n d i Bawang kungut
Nama Ilmiah (Diospyros celebica Bakh) (Diospyros rumphii Bakh) (Diospyros spp D. ebenum Koen, D. ferrea Bakh, D. lolin Bakh, D. macrophylla BI, D. cauliflora BI, D. areolata King et G)
Nama Ilmiah (Irvingia malayana Oliv) (Lagerstroemia speciosa Pers) (Michelia spp, Elmerrillia spp Dandy) (Santalum album L) (Dracontomelon spp) (Cassia spp) (Pericopsis mooniana Thw) (Ormosia spp) (Adinauclea fagifolia Ridsd) (Swietenia spp) (Dacrydium junghuhnii Miq); (Podocarpus spp); (Dacrydium spp) (Mangifera spp) (Melia spp)
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32.
Nyirih Pasang Perepat Darat Raja Bunga Rengas Ramin Sawo kecik Salimuli Sindur Sonokembang Sonokeling Sungkai Tanjung Tap os Tinjau Belukar Torem Trembesi Ulin Weru
Nyireh, Niri Mempening, Baturua, Kasunu, Triti Marapat, Teruntum batu Segawe, Klenderi, Saga Ingas, Suloh, Rangas, Rengas burung Gaharu buaya, Medang keladi, Keladi, Miang Subo, Ki sawo Kendal, Klimasada, Purnamasada Sepetir, Sasumdur, Mobingo Angsana, Linggua, Nala, Candana Linggota, Sono sungu, Sonobrits Jati seberang, Jati londo Sawo manuk, Karikis Kelampai, Setan, Kedui, Wayang Lontar kuning Sawai, Torem Ki hujan Kayu besi, Bulian, Kokon Beru, Ki hiyang, Bengkal
(Xylocarpus granatum j. Konig) (Quercus spp) (Combretocarpus rotundatus Dans) (Adenanthera spp) (Gluta spp); (Melanorrhoea spp) (Gonystylus bancanus Kurz) (Manilkara spp) (Cordia spp) (Sindora spp) (Pterocarpus indicus Willd) (Dalbergia latifolia Roxb) (Peronema canescens Jack) (Mimusops elengi L.) (Elateriospermum tapos BI) (Pteleocarpus lampongus Bakh) (Manikara kanosiensis H.j. L. et B. M.) (Samanea saman Merr) (Eusideroxylon zwageri T.et.b.) (Albizia procera Benth)
Lampiran 3. Daftar Nama Jenis Kayu dalam Cruising dan Scaller No. A. 1
2
3
4
5
6 7 8
9 10 11 12 13
14 B. 15
Singkatan dalam Cruising dan Scaller KELOMPOK KAYU MERANTI Meranti Merah Kenuar (+) MMK Markabang (+) MMM Marlanang (+) MML Jawar (+) MMJ Marlanang (+) MMG Meranti Putih Meranti Tahan (Merawan) (-) MPT Meranti Lapang (-) MPL Meranti Batu / Nyerakat (-) MPN Melapi (+) MPM Meranti Kuning Merkunyit-kunyit (+) MKK Mersiput-siput (+) MKS Meranti Kuning Lain (+) MKA Kapur Kapur (+) KPR Kapur Batu (+) KPB Keruing Keruing Lowei (-) KRL Keruing Tempudau (-) KRT Keruing Rambut (-) KRR Bangkirai (-) BKR (+) AGT Agathis Nyatoh Nyatoh Merah (+) NTH Nyatoh Putih (+) NTP Mersawa (-) MSW Resak (-) LLR Geronggang (+) LGG Pulai (+) LPU Jelutung Jelutung Hitam (+) JLH Jelutung Putih (+) JLP Durian Burung (+) BHD KELOMPOK RIMBA CAMPURAN Campuran (CMP) Benuang (+) LLB Kelempayan (+) LLK Juji (-) LLJ Girik (-) LLG Medang (+) LLM Bintangur (+) LBR Kempas (-) LLL Poli-poli (-) LPL Lomo (Jalamo) (-) LMO Jambu-jambu (-) LJB Dara-dara (+) LDR (+) LBY Bayur Tamparas (-) LTS Sungkai (Lukai) (-) LSI Torap / Pekalong (-) LTR Asam Mangga & Sejenisnya (-) BHA Jenis Kayu
Code dalam Peta Pohon dan Tally Sheet
Code dalam LHC dan LHP
1 2 3 4 5
1 1 1 1 1
6 7 8 9
2 2 2 2
10 11 12
3 3 3
13 14
4 4
15 16 17 18 19
5 5 5 6 7
20 21 22 31 36 72
8 8 9 10 11 12
81 82 85
13 13 14
25 26 27 28 29 30 35 40 41 43 52 57 60 63 79 87
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
Asam Kuning (+) AKN Campuran Floater (CMF) Garu (+) CMF Macaranga (Mahang) (+) CMF Bilayang / Pelalun Lesik (+) CMF Cempaka Hutan (+) CMF Lempung Ipil (+) CMF Bengkal (+) CMF Geyumbang (+) CMF Pisang-pisang (+) CMF Rukam (+) CMF Campuran Sinkers (CMS) Simpur (-) CMS Kayu Arang (-) CMS Kayu Bawang (-) CMS Sembiring (-) CMS Punaga (-) CMS Bilayang (-) CMS Banitan (-) CMS Kenari (-) CMS Meringkau (-) CMS Kemuning (-) CMS Palawan (-) CMS Pala Hutan (-) CMS Araw (-) CMS Sangkuang (-) CMS Alaban ( Loban ) (-) CMS Cemara Hutan (-) CMS Kasturi (-) CMS Merading (-) CMS Ara Kendang (-) CMS Kangkala (-) CMS Randu Hutan (-) CMS Ruwali ( Marwali ) (-) CMS Kayu Ipuh (-) CMS Kembayar (-) CMS Merdondong (-) CMS Berangan (-) CMS Cempedak dan sejenisnya (-) CMS Manggis dan sejenisnya (-) CMS Petai dan sejenisnya (-) CMS Keranji dan sejenisnya (-) CMS Rambutan dan sejenisnya (-) CMS Langsat dan sejenisnya (-) CMS Kapul dan sejenisnya (-) CMS Kedondong Hutan (-) CMS C. KELOMPOK KAYU INDAH Sindur / Paru-paru (+) PRU Ulin (-) ULN Rengas (+) LRS Bungur (-) LBG D. KELOMPOK KAYU DILINDUNGI Manggeris (-) MGR 20 Tengkawang 21 Tengkawang Rambut (+) TKR Tengkawang Buah (+) TKB Keterangan : (+) Kayu Terapung (-) Kayu Tenggelam
95
15
42 42 42 42 42 42 42 42 42
15 15 15 15 15 15 15 15 15
33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33 33
15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15
23 24 32 74
16 17 18 19
80
20
83 84
21 21
Lampiran 4. Daftar Nama Kayu Niagawi yang Diketahui Sifat dan Kegunaannya Berat Kayu Kelas Min Max. Mean Awet Kuat 1 0,30 0,78 0,52 IV II - III Bayur 2 0,65 1,22 0,98 I I - II Balau 3 0,60 1,16 0,90 I - ( I - III ) I - II Bangkirai 4 0,73 0,98 0,86 II - ( I - III) (I) - II Belangeran 5 0,37 1,07 0,78 III II - III Bintangur 6 0,36 0,71 0,47 IV III - IV Gerunggang 7 0,51 1,01 0,79 III (I) - II Keruing 8 0,55 III - IV II - IV Meranti Merah 0,29 1,01 9 0,29 0,96 0,54 III - IV II - IV Meranti Putih 10 Merawan 0,42 1,03 0,70 II - III II - III 11 Mersawa 0,49 0,85 0,46 IV II - III 12 Nyatoh 0,39 1,07 0,67 II - III II - (I - II) 13 Ramin 0,46 0,84 0,63 IV II - III 14 Rengas 0,59 0,84 0,69 II II 15 Resak 0,49 0,99 0,70 III II 16 Ulin 0,88 1,19 1,04 I I 17 Medang 0,36 0,85 III - V II - V 18 Simpur 0,60 0,89 III - V I - III 19 Sindur 0,59 0,85 II - V II - III Sumber: Kartasujana, I dan A. Martawijaya (1979) No.
Jenis Kayu
Kegunaan 1,2,3,7,11,12 1,4,6,10,11 1,2,3,4,6,11 1,3,4,6,7,11 1,2,3,4,5,6,11 1,2,8 1,2,4,5,6,11 1,2,3,4,5,8,15 1,2,3,4,5,8,15 1,2,3,4,5,7,9,11 1,2,4,5,11 1,2,4,5,7,9,11 1,2,3,4,5,7,20 3,4,5,6,12,13 1,2,4,6,7,11 1,4,6,10,11 1,2,3,4,5,7,8,11,12,20 1,2,3,4,5,11,18 1,2,3,4,5,7,11
Kegunaan: 1. Bangunan 2. Kayu lapis 3. Mebel 4. Lantai 5. Papan dinding 6. Bantalan 7. Rangka pintu dan jendela 8. Bahan pembungkus 9. Alat olahraga dan musik 10. Tiang listrik dan telepon
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Perkapalan Patung, ukiran dan kerajian tangan Finir mewah Korek api Pulp Alat gambar Potlot Arang Obat-obatan Moulding
Lampiran 5. Peta Lokasi Penelitian
Keterangan : Tanda Panah adalah Letak HPH PT. Erna Djuliawati Logging Unit II (Sekarang Izin Usaha Pengusahaan Hasil Hutan Kayu atau IUPHHK).
Lampiran 6. Bentuk Daun, Tepi Daun, Pangkal Daun, Ujung Daun dan Permukaan Daun
Gambar Bentuk Daun
Gambar Bentuk Da
Gambar Pangkal Daun
Gambar Ujung Daun
Gambar Tepi Daun
Gambar Tepi Daun
Gambar Permukaan Daun