IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)
RIKA MUSTIKA SARI
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN Rika Mustika Sari. E24104074. Identifikasi dan Pengukuran Potensi Limbah Pemanenan Kayu (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah). Dibimbing oleh Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS. Limbah pemanenan kayu sering timbul akibat kesalahan teknis dilapangan dan juga akibat kebijakan perencanaan pemanenan yang kurang tepat. Keberadaan limbah ini sering kali diabaikan, karena pemanfaatan dianggap menyulitkan dan mahal. Padahal pemanfaatan limbah pemanenan dapat memaksimalkan potensi tegakan dan dapat mengurangi luasan tegakan untuk menghasilkan volume produksi dalam jumlah yang sama. Limbah pemanenan kayu juga erat kaitannya dengan faktor eksploitasi. Makin besar limbah eksploitasi yang terjadi, berarti faktor eksploitasi semakin kecil. Oleh karena itu perlu diketahui klasifikasi dan potensi limbah yang terjadi serta kemungkinan pemanfaatannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan besarnya limbah pemanenan kayu yang terjadi di petak tebang, jalan sarad, tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan angkutan dan TPK atau logpond, mengetahui pengaruh kemiringan lereng dan diameter pohon yang ditebang terhadap besarnya limbah akibat kegiatan penebangan kayu dan menentukan faktor eksploitasi kegiatan pemanenan kayu. Limbah yang terjadi di petak tebang adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang yaitu limbah yang ditinggalkan karena berbagai sebab seperti, adanya cacat pada kayu atau ukuran kayu yang tidak memenuhi syarat. Limbah diukur pada dua petak contoh yaitu CT 53 dan CU 52, data limbah yang diambil berdasarkan ukuran diameter pohon (60-70 cm, 70-80 cm, 80 cm up) dan kemiringan lereng tempat tebang (0-15%, 15-25% dan > 25%). Limbah akibat kegiatan penebangan yang diukur adalah limbah tunggak, batang bebas cabang, cabang batang utama, cabang dari cabang batang utama dan ranting. Limbah penyaradan adalah limbah yang terjadi sebagai akibat dari kegiatan penyaradan yang berupa batang bebas cabang, limbah potongan pendek dan limbah kayu lainnya (pohon yang berdiameter kecil) yang tertinggal atau terdapat di sepanjang jalan sarad, pengamatan limbah pada jalan sarad dilakukan pada 4 petak tebang yaitu CU 52, CU 53, CW 50 dan CX 50. Limbah TPn adalah limbah yang terjadi
di TPn dapat berbentuk sisa pemotongan bagian pangkal dan bagian ujung pohon kayu gelondongan atau berupa kayu yang mengandung cacat yaitu antara lain gerowong, busuk empulur, pecah, mata buaya, muntir (twist) dan lain-lain. Bentuk limbah di TPn lainnya adalah kayu gelondongan utuh dengan kondisi dan kualitas baik, tetapi merupakan sisa pengangkutan yang jumlahnya sangat sedikit, sehingga ditinggalkan begitu saja di TPn karena alasan ekonomis. Limbah jalan angkutan adalah limbah yang terjadi selama proses pengangkutan dari TPn menuju ke TPK akhir tempat perakitan kayu. Faktor eksploitasi diperoleh dengan perhitungan potensi pohon yang dimanfaatkan dibandingkan dengan potensi pohon yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Limbah penebangan dihasilkan sebesar 6,64 m3/pohon yang didominasi oleh limbah cabang batang utama sebesar 32,38 % dan limbah yang paling kecil dihasilkan limbah ranting sebesar 9,19 %. Limbah yang terjadi dipetak tebang disebabkan kemungkinan keragaman jenis pohon yang ditebang, diameter pohon, bentuk dari masing-masing percabangan yang juga berbeda antara jenis-jenis pohon yang ditebang dan keterampilan operator. Limbah akibat kegiatan penyaradan adalah sebesar 462,14 m3 dengan volume limbah rata-rata adalah 4,72 m3. Limbah yang paling besar terdapat dipetak CU 53 dihasilkan sebesar 35,48 % dengan volume rata-rata adalah 2,27 m3 dan yang paling kecil dengan volume rata-rata sebesar 0,63 m3 pada petak CX 50. Limbah yang terjadi ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain topografi jalan sarad, cuaca, kerapatan tegakan pada kedua petak ukur dan yang paling mempengaruhi adalah keterampilan operator penyarad. Limbah di TPn dihasilkan sebesar 169,361 m3 dengan volume total ratarata sebesar 21,170 m3/unit, yaitu limbah batang bebas cabang sebanyak 44 log dan limbah potongan pendek sebanyak 8 log dengan jumlah 8 unit TPn pengamatan. Limbah di TPn terjadi kemungkinan karena kayu didapati dalam kondisi cacat atau berupa potongan-potongan bagian ujung dan pangkal batang sehingga dianggap sebagai limbah, namun ada juga kayu yang ditemui dalam kondisi baik karena kayu yang terdapat di TPn tersebut kurang dari 1 rit pengangkutan sehingga kayu terpaksa ditinggalkan karena alasan ekonomis.
Pada Jalan Angkutan volume total limbah kayu yang dihasilkan adalah sebesar 206,732 m3, dari jumlah kayu yang terdapat sebagai limbah yaitu sebanyak 26 log. Dengan kategori limbah yang dapat dimanfaatkan antara lain baik dan gerowong. Pada TPK/Logpond, volume total limbah yang terjadi yaitu sebesar 101,72 m3 (volume dihitung dengan cacat), dengan volume limbahnya dihasilkan sebesar 69,93 m3. Hasil sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perbedaan kelerengan dan diameter pohon yang ditebang tidak memberikan pengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap besarnya limbah yang terjadi. Penyebab kemungkinan tersebut diantaranya disebabkan oleh faktor-faktor lainnya yaitu antara lain kemampuan (skill) tenaga kerja yang melakukan penebangan. Salah satu bentuk alternatif pemanfaatan yang mungkin dilakukan adalah dengan mengolah kayu limbah menjadi produk yang mempunyai nilai jual yaitu terutama produk kayu gergajian yang disesuaikan dengan ukuran panjang dan diameter limbah. Beberapa bentuk industri pemanfaatan limbah yang dapat dijadikan alternatif tersebut adalah Portable Sawmill, Log Sawmill, Portable Chipper, gabungan Sawmill dan Chipper dan Particle Board Plant. Faktor Eksploitasi di PT. Austral Byna adalah sebesar 0,80 hal ini telah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan RI yang menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan, lima tahunan dan dua puluh tahunan.
Kata Kunci : (pemanenan, limbah, faktor eksploitasi, pemanfaatan limbah)
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi dan Pengukuran Potensi Limbah Pemanenan Kayu (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir skripsi ini.
Bogor, Februari 2009
Rika Mustika sari NRP E24104074
IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)
RIKA MUSTIKA SARI E24104074
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 5 November 1986 di Kelurahan Mendawai, Kecamatan Sukamara, Kota Kabupaten Sukamara Kalimantan Tengah sebagai anak ketiga dari empat bersaudara pasangan Gusti Ruplan dan Mutmainnah. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri Mendawai I Sukamara pada tahun 1992 dan lulus pada tahun 1998. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke SLTP Negeri I Mendawai Sukamara dan lulus pada tahun 2001. Kemudian penulis melanjutkan ke SLTA Negeri I Mendawai Sukamara dan lulus pada tahun 2004. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui jalur mahasiswa BUD (Beasiswa Utusan Daerah) pada Departemen Hasil Hutan, Mayor Teknologi Hasil Hutan dengan program studi Pemanenan Hasil Hutan. Selama menuntut Ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen HRD Asean Forestry Student Asosciation (AFSA) tahun 2005-2006, panitia KOMPAK THH tahun 2006, panitia pelatihan Aeromodeling tahun 2006-2007. Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di NonGetas (Cagar Alam Leuweung Sancang – Cagar Alam Kamojang) Jawa Barat dan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK PT. Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
Identifikasi dan Pengukuran
Potensi Limbah Pemanenan Kayu (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah) di IUPHHK PT. Austral Byna, Kabupaten Barito Utara, kota Muara Teweh Propinsi Kalimantan Tengah dibawah bimbingan Bapak Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Identifikasi dan Pengukuran Potensi Limbah Pemanenan Kayu (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah). Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di Perusahaan Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah pada Bulan Agustus 2008 sampai Bulan November 2008. Limbah pemanenan sering timbul akibat kegiatan eksploitasi dan juga kebijakan perencanaan pemanenan yang kurang tepat. Keberadaan limbah ini sering kali diabaikan, karena pemanfaatannya dianggap menyulitkan dan mahal. Padahal di sisi lain, pemanfaatan limbah pemanenan dapat memaksimalkan potensi tegakan. Limbah pemanenan kayu juga erat kaitannya dengan faktor eksploitasi. Oleh karena itu besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pemanenan kayu secara mekanis mutlak diperlukan untuk memberikan informasi tentang besaran faktor eksploitasi yang tepat. Selain itu, juga dapat membantu perusahaan dalam merencanakan target produksi. Pada penelitian ini, penulis mencoba mengangkat tema mengenai limbah hasil pemanenan kayu yang masih bisa dimanfaatkan. Penulis menyadari bahwa “Tiada Gading yang Tak Retak” segala sesuatu tidak ada yang sempurna begitupun pada penulisan karya ini. Namun penulis berharap karya ini dapat bermanfaat bagi penulis, pembaca dan semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Februari 2009
Rika Mustika Sari
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL .......................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hasil Hutan ................................................................ 2.2 Sistem Pemanenan Hutan .............................................................. 2.3 Limbah Pemanenan Hutan ............................................................ 2.4 Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu ........................................... 2.5 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah .......................... 2.6 Potensi Limbah Pemanenan .......................................................... 2.7 Faktor Eksploitasi .......................................................................... 2.8 Pemanfaatan Limbah Pemanenan .................................................. BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat ......................................................................... 3.2 Objek dan Alat Penelitian .............................................................. 3.3 Metode Penelitian........................................................................... BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan ........................................................... 4.2 Letak dan Luas Areal ..................................................................... 4.3 Topografi ........................................................................................ 4.4 Iklim ............................................................................................... 4.5 Keadaan Hutan ............................................................................... 4.6 Pengusahaan Hutan ........................................................................ BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Operasional Pemanenan PT. Austral Byna ............... 5.2 Identifikasi Bentuk Limbah Hasil Pemanenan ............................... 5.3 Klasifikasi Limbah ......................................................................... 5.3.1 Limbah akibat kegiatan penebangan ..................................... 5.3.2 Limbah akibat kegiatan penyaradan...................................... 5.3.3 Limbah di TPn ...................................................................... 5.3.4 Limbah di Jalan Angkutan dan TPK/Logpond .................... 5.4 Pengaruh Kelerengan dan Diameter Pohon terhadap Besarnya Limbah akibat Kegiatan Penebangan ............................................. 5.5 Potensi Limbah Hasil Pemanenan Berdasarkan Jenis dan Dimensinya .................................................................................... 5.5.1 Potensi limbah hasil kegiatan penebangan ............................ 5.5.2 Potensi limbah pada jalan sarad ............................................ 5.5.3 Potensi limbah di TPn ........................................................... 5.5.4 Potensi limbah di jalan angkutan .......................................... 5.5.5 Potensi limbah di Tempat Penimbunan Kayu/Logpond........
i iii iv v 1 2 3 5 6 8 10 12 13 14 16 16 16 21 22 23 23 24 25 27 28 31 31 32 34 36 38 42 42 44 46 47 48
ii
5.6 Faktor Eksploitasi .......................................................................... BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................... 6.2 Saran ............................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................
56 57 58 59 62
iii
DAFTAR TABEL No
Halaman
1. Hasil penelitian potensi limbah pada beberapa Pengusahaan Hutan Alam dan Hutan Tanaman Industri di Indonesia .................................... 2. Bagan rancangan percobaan .................................................................... 3. Analisis of Variance (Anova) .................................................................. 4. Distribusi kelas lereng di Areal Kerja IUPHHK PT. Austral Byna ........ 5. Karakteristik iklim di Areal IUPHHK PT. Austral Byna ....................... 6. Luasan setiap bentuk vegetasi di Areal IUPHHK PT. Austral Byna ..... 7. Volume limbah penebangan berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan........................................................................................ 8. Volume rata-rata limbah di petak tebang berdasarkan ukuran diameter dan kelerengan tempat tebang .................................................. 9. Rekapitulasi volume limbah jalan sarad berdasarkan jenis limbah yang terjadi .................................................................................. 10. Volume rata-rata limbah pada TPn yang terjadi di PT. Austral Byna ................................................................................. 11. Volume total limbah kayu pada jalan angkutan PT. Austral Byna ......... 12. Volume limbah yang terdapat di TPK Buntok Kecil/Logpond ............... 13. Rata-rata volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing diameter dan kelerengan (m3/pohon) ...................................................... 14. Analisis sidik ragam (univariate analysis of variance) pengaruh kelerengan dan diameter pohon, terhadap besarnya limbah akibat penebangan .............................................................................................. 15. Limbah batang bebas cabang akibat kegiatan penebangan berdasarkan jenis dan dimensinya ........................................................... 16. Limbah akibat kegiatan penebangan berdasarkan 17. 18. 19. 20.
jenis dan dimensinya ........................................................................................ Limbah akibat kegiatan penyaradan berdasarkan jenis dan dimensinya ................................................................................................. Limbah yang terdapat di TPn berdasarkan jenis dan dimensinya .................................................................................................. Limbah yang terdapat di jalan angkutan berdasarkan jenis dan dimensinya ................................................................................................. Limbah yang terdapat di TPK/logpond berdasarkan jenis dan dimensinya .................................................................................................
12 18 19 23 24 25 31 32 33 35 36 38 39
40 42 43 45 46 47 49
iv
DAFTAR GAMBAR No
Halaman
1. Limbah tunggak .................................................................................... 2. Limbah batang bebas cabang ................................................................ 3. Limbah kayu pecah ............................................................................... 4. Limbah kayu lapuk ................................................................................ 5. Limbah potongan pendek ...................................................................... 6. Limbah cabang dan ranting .................................................................... 7. Limbah kayu tak beraturan.................................................................... 8. Potensi limbah batang bebas cabang di TPn 1 ...................................... 9. Potensi limbah potongan pendek .......................................................... 10. Potensi limbah pada jalan angkutan kayu PT. Austral Byna ................ 11. Potensi kayu limbah di TPK/Logpond PT. Austral Byna ....................
29 29 29 29 30 30 30 35 36 37 37
v
DAFTAR LAMPIRAN No
Halaman
1. Tabel total volume limbah hasil tebangan berdasarkan sumber/asalnya ....................................................................................... 1.1 Tabel rata-rata volume limbah hasil tebangan (m3/pohon) .............. 2. Rekapitulasi total volume total limbah jalan sarad PT. Austral Byna – DPH ........................................................................................... 3. Tabel volume total limbah jalan angkutan ............................................. 4. Tabel volume total limbah kayu di TPK ................................................ 5. Tabel volume rata-rata limbah kayu di TPn ........................................... 6. Tabel perhitungan faktor eksploitasi ...................................................... 7. Rekapitulasi limbah hasil tebang tunggak berdasarkan dimensi kerusakan kayu ....................................................................................... 8. Rekapitulasi limbah hasil tebang batang bebas cabang berdasarkan dimensi kerusakan kayu ......................................................................... 9. Rekapitulasi limbah hasil tebang cabang batang utama berdasarkan dimensi kerusakan kayu ......................................................................... 10. Rekapitulasi limbah hasil tebang cabang dari cabang batang utama berdasarkan dimensi kerusakan kayu ..................................................... 11. Rekapitulasi limbah hasil tebang ranting berdasarkan dimensi kerusakan kayu ....................................................................................... 12. Data potensi limbah jalan sarad berdasarkan dimensi kerusakan Kayu ....................................................................................................... 13. Data potensi limbah TPn berdasarkan dimensi kerusakan kayu ............ 14. Data potensi limbah jalan angkut berdasarkan dimensi kerusakan Kayu ....................................................................................................... 15. Data potensi limbah TPK/Logpond PT. Austral Byna berdasarkan dimensi kerusakan kayu .........................................................................
62 62 63 69 70 71 72 73 75 77 78 79 80 85 88 90
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemanenan hasil hutan merupakan bagian dari pengelolaan hutan. Kegiatan yang dilakukan dalam pemanenan hutan antara lain penebangan, penyaradan, pemuatan dan pengangkutan. Sebagai akibat adanya kegiatan pemanenan hasil hutan tersebut, timbul beberapa masalah diantaranya adalah tingginya limbah kayu dari kegiatan pemanenan ini. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ButarButar (1991) diketahui bahwa limbah yang dihasilkan dari kegiatan penebangan disalah satu HPH adalah rata-rata 114,304 m3/ha. Limbah tersebut berbentuk tunggak, batang bebas cabang, cabang dan potongan pendek, yang dapat terjadi di petak tebangan, serta limbah akibat pembuatan jalan sarad dan ditempat pengumpulan serta penimbunan kayu. Limbah pemanenan sering timbul akibat kesalahan teknis di lapangan dan juga akibat kebijakan perencanaan pemanenan yang kurang tepat. Keberadaan limbah ini sering kali diabaikan, karena pemanfaatan dianggap menyulitkan dan mahal. Padahal disisi lain, pemanfaatan limbah pemanenan dapat memaksimalkan potensi tegakan, serta dapat mengurangi luasan tegakan untuk menghasilkan volume produksi dalam jumlah yang sama. Di Indonesia sampai saat ini, dalam hal penggunaan kayu dapat dikatakan masih kurang efisien. Karena volume produksi/jumlah kayu yang dimanfaatkan pada umumnya masih rendah dibandingkan dengan volume kayu yang ditebang. Tidak sedikit kayu yang ditebang ditinggalkan dalam hutan sebagai akibat pemanenan kayu dalam berbagai bentuk dan ukuran. Keadaan ini cukup memprihatinkan, karena disatu pihak kebutuhan akan kayu terus meningkat dan dilain pihak terjadi pemborosan kayu yang cukup besar. Kriteria yang berbeda dalam mendefinisikan dan mengklasifikasikan limbah pemanenan kayu dengan kondisi lokasi penelitian yang berbeda akan menghasilkan volume limbah pemanenan kayu yang berbeda pula. Suatu penelitian tentang identifikasi dan potensi limbah pemanenan kayu sangatlah diperlukan agar diketahui sampai seberapa jauh limbah hasil pemanenan yang terjadi dan prosfek pemanfaatan limbah kayu tersebut ditinjau dari segi
2
teknis dan ekonomis. Atas dasar informasi tersebut, maka limbah kayu yang terjadi akan ditekan serendah mungkin, sehingga pemanfaatan kayu dapat dilakukan dengan efisien dan efektif. Selain itu, limbah pemanenan kayu juga erat kaitannya dengan faktor eksploitasi. Makin besar limbah eksploitasi yang terjadi, berarti faktor eksploitasi semakin kecil. Berdasarkan hal itu, besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan kayu secara mekanis mutlak diperlukan untuk memberikan informasi tentang besaran faktor eksploitasi yang tepat dan membantu perusahaan pengusahaan hutan dalam perencanaan target produksi, dan juga memberikan kemudahan bagi Departemen Kehutanan dalam melakukan pengawasan. Dari hal tersebut diatas, maka perlu dilakukan penelitian tentang identifikasi dan pengukuran potensi limbah pemanenan kayu dengan kriteria yang lebih seragam didalam mendefinisikan dan mengklarifikasikan limbah pemanenan kayu, serta kemungkinan pemanfaatan limbah kayu tersebut, sehingga limbah kayu ini dapat dimanfaatkan, baik sebagai sumber energi alternatif maupun sebagai bahan baku industri.
1.2 Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengukur dan menghitung besarnya limbah pemanenan kayu yang terjadi di petak tebang, jalan sarad, tempat pengumpulan kayu (TPn), jalan angkutan dan TPK atau logpond. 2. Mengetahui pengaruh kelerengan dan diameter pohon yang ditebang terhadap besarnya limbah akibat kegiatan penebangan kayu. 3. Menentukan faktor eksploitasi kegiatan pemanenan kayu.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) mendefinisikan pemanenan kayu sebagai suatu rangkaian kegiatan pemindahan kayu dari hutan ke tempat pengolahan melalui tahapan kegiatan penebangan (timber cutting), penyaradan (skidding or yarding), pengangkutan (transportation) dan pengujian (grading). Juta (1954) menyebutkan pemanenan hutan dengan menggunakan istilah pemungutan hasil hutan, yaitu pemungutan hasil hutan berupa kayu merupakan semua tindakan yang berhubungan
dengan
penebangan,
penggarapan
batang,
penyaradan,
pengangkutan, penimbunan, dan penjualan hasil hutan dengan tujuan mencukupi kebutuhan konsumen akan kayu. Pemanenan hutan dimaksudkan untuk memanfaatkan hutan dari segi ekonomi, ekologi, dan sosial. Adapun tujuan dari kegiatan pemanenan adalah memaksimalkan nilai kayu, mengoptimalkan pasokan bahan baku industri, meningkatkan kesempatan kerja dan mengembangkan ekonomi daerah. Dengan pengertian pemanenan hutan (kayu) diatas, maka kegiatan pemanenan kayu meliputi kegiatan-kegiatan : 1. Penebangan Penebangan merupakan proses mengubah pohon berdiri menjadi kayu bulat yang dapat diangkut keluar hutan untuk dimanfaatkan. Penebangan dilakukan dengan
menggunakan
empat
prinsip
yaitu
meminimalkan
kecelakaan,
meminimalkan kerugian dan kerusakan pohon, memaksimalkan nilai produk kayu bulat dari tiap pohon dan tidak menyulitkan kegiatan selanjutnya. Kegiatan
penebangan
kayu
pada
hutan
alam
dilakukan
dengan
menggunakan batas diameter dimana pohon-pohon yang boleh ditebang adalah pohon-pohon dengan diameter sama atau lebih besar dari 50 cm untuk hutan produksi tetap dan diatas 60 cm untuk hutan produksi terbatas. Sedangkan untuk hutan tanaman, penebangan dilakukan berdasarkan ketentuan perusahaan yang disesuaikan dengan peruntukkan kayunya. Seringkali kegiatan penebangan diikuti dengan kegiatan pembagian batang. Pembagian batang sangat dipengaruhi oleh syarat yang diminta oleh pasar,
4
kemungkinan penyaradan dan pengangkutan yang digunakan, kebutuhan industri pengolahan kayu dan pesanan-pesanan dari konsumen (Sukanda 1995). Sebelum dilakukan penebangan, perlu dilakukan penentuan arah rebah yang tepat untuk mengatasi kerusakan yang mungkin akan timbul menjadi seminimal mungkin. Arah rebah yang benar akan menghasilkan kayu yang sesuai dengan yang diinginkan dan kecelakaan kerja dapat dihindari serta dapat menekan terjadinya kerusakan lingkungan. 2. Penyaradan Penyaradan merupakan suatu kegiatan untuk memindahkan kayu dari tempat penebangan (petak tebang) ke tempat pengumpulan kayu sementara (TPn) yang terletak di pinggir jalan angkutan. Penyaradan merupakan tahap awal dari kegiatan pengangkutan kayu dimana penyaradan disebut sebagai Minor Transportation. Tujuan dari kegiatan penyaradan adalah memindahkan kayu dengan cepat dan murah. 3. Muat Bongkar Kayu Pemuatan kayu merupakan kegiatan memindahkan kayu dari tanah ke atas kendaraan angkut yang dilakukan di TPn maupun Tempat Penimbunan Kayu (TPK). Sedangkan pembongkaran adalah kegiatan menurunkan kayu dari atas alat angkut ke TPK atau di Industri. Dalam kegiatan pemuatan kayu diperlukan tiga prinsip yaitu cepat, ekonomis dan peralatan harus selalu siap. 4. Pengangkutan Pengangkutan kayu merupakan kegiatan memindahkan log/kayu dari tempat tebangan sampai tujuan akhir yaitu TPK atau pabrik atau logpond atau logyard ataupun langsung ke konsumen. Kegiatan pengangkutan ini disebut dengan istilah Major Transportation. Menurut Elias (1988) bahwa makin besar kayu maka akan semakin pendek waktu penanganannya per satuan volume dan makin pendek waktu angkutan. Kayu akan turun kualitasnya jika dibiarkan terlalu lama di dalam hutan. Menurut Juta (1954) terdapat beberapa faktor yang perlu diketahui
untuk
merencanakan
sistem
pengangkutan
yang
baik
dan
meminimumkan biaya pengangkutan yaitu : 1. Bentuk dan keadaan lapangan (topografi) yang akan mempengaruhi dalam pemilihan cara dan alat pengangkutan yang digunakan.
5
2. Keadaan iklim, kegiatan pengangkutan akan berjalan lancar jika dilakukan pada iklim atau musim kemarau. 3. Susunan hutan di daerah
yang bersangkutan, pemilihan sistem
pengangkutan disesuaikan dengan jenis kayu yang akan dikeluarkan. 4. Jalan angkutan yang ada di dalam dan di luar hutan. 5. Letak industri perkayuan. 6. Ukuran dan beratnya kayu yang diminta, berhubungan dengan kapasitas alat angkut. 7. Ketersediaan tenaga kerja. 8. Cara pengangkutan yang paling baru, yang baru dan lama. 9. Keadaan tempat. 10. Ketersediaan dana.
2.2 Sistem Pemanenan Hutan Sistem pemanenan hutan berdasarkan bentuk hasil adalah (Direktorat Jenderal Kehutanan, 1972) : a. Sistem pembagian batang di tempat tebangan, sehingga kayu yang disarad keluar adalah kayu yang sudah berbentuk sortimen-sortimen dalam berbagai ukuran (common logs). b. Pemangkasan cabang dan ranting dilakukan di tempat tebangan, kemudian batang yang sudah bebas cabang disarad keluar, pembagian batang dilakukan di logyard (tree length). c. Seluruh bagian pohon termasuk cabang dan ranting disarad keluar, baru di logyard dilakukan pemangkasan cabang dan ranting tersebut dan dilakukan pembagian batang (full tree). d. Perpaduan dari ketiga sistem tersebut diatas. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1972), pemilihan sistem pemanenan kayu dipengaruhi oleh banyak hal, antara lain : 1. Modal dan peralatan yang tersedia. 2. Keadaan fisik lapangan. 3. Potensi dari hutan yang bersangkutan. 4. Sistem silvikultur yang dipakai.
6
5. Keadaan sosial ekonomi dari masyarakat sekitar hutan. 6. Tingkat teknologi hasil hutan. Elias (1988), menyatakan bahwa yang dimaksud pengangkutan kayu dibidang kehutanan adalah pengangkutan kayu mentah dari tempat penebangan sampai tempat tujuan akhir (pabrik pengolahan kayu, Tempat Penimbunan Kayu/TPK, Konsumen). Pengangkutan pada umumnya terdiri dari dua tahap, yaitu: a. Penyaradan (minor transportation) yang dimulai pada saat kayu diikatkan pada rantai penyarad ditempat tebangan kemudian disarad ketempat tujuannya (Tempat Pengumpulan Kayu/TPn)/ landing, tepi sungai, tepi jalan rel atau tepi jalan mobil) dan berakhir setelah kayu dilepaskan dari rantai penyarad. Secara umum berdasarkan sortimen kayu yang disarad, dikenal 3 sistem penyaradan, yakni : 1. Short Wood System 2. Tree Length System 3. Full Tree System b. Pengangkutan (major transportation) dilakukan setelah penyaradan dan dimulai pada saat kayu dimuat keatas alat pengangkut (truk, kereta api, lori, cikar dan lain-lain) di TPn atau dikumpulkan dengan rakit didalam sungai untuk diangkut ketempat penimbunan kayu (TPK) atau ketempat konsumen (pabrik-pabrik pengolahan kayu).
2.3 Limbah Pemanenan Hutan Kegiatan pemanenan hutan baik secara sadar ataupun tidak sadar akan memberikan dampak negatif dari aspek ekologis, ekonomis maupun sosial. Secara ekonomis dan ekologis, pemanenan hutan terutama di hutan alam menyebabkan lima dampak terbesar yaitu berupa keterbukaan areal, kerusakan tegakan tinggal, pemadatan tanah, erosi dan limbah pemanenan. Limbah pemanenan merupakan bagian pohon yang sebenarnya dapat dimanfaatkan tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah dinyatakan sebagai persen antara volume bagian batang yang
7
ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Sastrodimedjo dan Simarmata, 1981). Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan (1973) waste atau wood waste diartikan sebagai sisa-sisa atau bagian kayu yang dianggap tidak bernilai ekonomis lagi dalam suatu proses tertentu, pada waktu dan tempat tertentu, namun mungkin masih bisa dimanfaatkan pada proses yang berbeda, pada waktu dan tempat yang berbeda pula. Limbah pemanenan kayu adalah bagian dari pohon yang ditebang yang tidak dapat dimanfaatkan karena adanya cacat dan rusak berdiameter kecil serta panjang tidak memenuhi syarat untuk tujuan penggunaan tertentu, termasuk juga bagian pohon pada tegakan tinggal yang menjadi rusak karena kegiatan penebangan, penyaradan dan pembuatan jalan hutan. Limbah pembalakan menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.59 tahun 1998 (Sasmita 2003) adalah kayu yang tidak atau belum dimanfaatkan pada kegiatan yang berasal dari pohon yang boleh ditebang berupa sisa pembagian batang, tunggak, ranting, pucuk yang mempunyai ukuran diameter kurang dari 30 cm atau panjang kurang dari 1,30 m. Matangaran, et al (2000) menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami (defect) yang terjadi secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. Menurut Widarmana, et al (1973) yang menggunakan istilah logging waste bagi limbah pemanenan kayu, Logging waste adalah limbah kayu yang terjadi akibat kegiatan penebangan kayu (logging). Dengan demikian waste tersebut dapat terjadi di tempat tebangan, sepanjang jalan sarad, sepanjang jalan angkutan, di tempat pengumpulan kayu dan ditempat penimbunan kayu seperti di TPn atau TPK (di hutan jati), atau di logdeck dan logpond (di hutan rimba di luar Jawa). Meulenhoff (1972), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan limbah atau sisa kayu ialah : 1. Tunggak-tunggak yang berbanir maupun yang tidak berbanir. 2. Ujung pohon atau bagian pohon diatas batang bebas cabang, termasuk cabang dan ranting.
8
3. Sisa batang bebas cabang setelah dipotong-potong dengan panjang tertentu. 4. Kayu bulat yang tidak memenuhi syarat pengujian kayu karena cacat, bengkok atau pecah. 5. Pohon-pohon yang belum dikenal atau yang belum ada pemasarannya (non komersil). 6. Pohon-pohon lain yang rusak akibat kegiatan penebangan. Sisa kayu banyak terdapat di hutan dan di TPn disebabkan karena upaya memperoleh kayu bulat dengan kualitas ekspor, dimana untuk menghasilkan sortimen berkualitas tinggi tersebut sering dilakukan dengan memotong batang untuk mendapat ukuran tertentu dan membuang bagian-bagian yang rusak dan bercacat, sehingga menimbulkan sisa berupa limbah.
2.4 Klasifikasi Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan pengerjaan kayunya (wood processing), limbah kayu dapat dibedakan menjadi logging waste yaitu limbah akibat kegiatan pemanenan dan processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu seperti pada pabrik penggergajian, mebel dan lain-lain (Direktorat Jenderal Kehutanan 1973). Berdasarkan
tempat
terjadinya
limbah
dapat
dibedakan
menjadi
(Sastrodimedjo dan Sampe 1978) : a. Limbah yang terjadi di areal tebangan (Cutting Area), limbah tebangan ini dapat berupa kelebihan tunggak dari yang diijinkan, bagian batang dari pohon yang rusak, cacat, potongan-potongan akibat pembagian batang dan sisa cabang dan ranting. b. Limbah yang terjadi di Tempat Pengumpulan Kayu (TPn), batang-batang yang tidak memenuhi syarat baik kualitas maupun ukurannya. c. Limbah yang terjadi di Tempat Penimbunan Kayu (TPK), umumnya terjadi karena penolakan oleh pembeli karena log sudah terlalu lama disimpan sehingga busuk, pecah dan terserang jamur.
9
Hidayat (2000) menggolongkan limbah berdasarkan : 1. Bentuknya a. Berupa pohon hidup yang bernilai komersial namun tidak dipanen meskipun dari segi teknis memungkinkan. b. Berupa bagian batang bebas cabang yang terbuang akibat berbagai faktor, seperti teknis, fisik, biologi dan lain-lain. c. Berupa sisa bagian pohon yaitu dahan, ranting, maupun tunggak. d. Berupa sisa produksi atau akibat proses produksi. 2. Pengerjaan (processing) kayunya. a. Logging waste, yaitu limbah akibat kegiatan eksploitasi yang dapat berupa kayu-kayu tertinggal di hutan, ditempat pengumpulan atau penimbunan. b. Processing wood waste, yaitu limbah yang diakibatkan oleh kegiatan industri kayu, seperti pada pabrik penggergajian, plywood dll. 3. Tempat terjadinya. a. Limbah yang terjadi di tempat penebangan. b. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu. c. Limbah yang terjadi di logpond. Sedangkan Budiaman (2000) menyebutkan bahwa limbah pemanenan dapat berupa semua kayu bulat yang berupa bagian dari batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang dan ranting. Batasan jenis sortimen kayu bulat yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Batang komersial adalah batang dari atas banir sampai cabang pertama atau batang yang selama ini dikeluarkan oleh perusahaan pada pengusahaan hutan alam. 2. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama (komersial). 3. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada diatas cabang pertama. 4. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada dibawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung dari ketinggian takik balas.
10
5. Potongan kecil adalah bagian batang dari batang utama yang mengandung cacat dan perlu dipotong. Potongan kecil juga meliputi banir, batang dengan cacat nampak, pecah, busuk dan jenis cacat fisik lainnya yang mengurangi nilai fisik kayu. Widarmana, et al (1973) menjelaskan bahwa macam atau bentuk serta volume limbah pemanenan kayu itu berbeda-beda, tergantung pada : 1. Tingkat efisiensi pemanenan (secara manual atau mekanis). 2. Tujuan pemanenannya, kayu untuk industri dalam negeri, mendapatkan kayu untuk keperluan lokal, atau kayu untuk ekspor. 3. Jenis serta nilai kayunya (jati, rimba alam atau rimba tanaman). 4. Tempat atau lokasi serta fasilitas prasarana, misalnya jalan angkutan. Makin tinggi tingkat efisiensi pemanenan kayu, limbah yang dihasilkan akan semakin berkurang, begitu pula bila nilai ekonomis kayu dan aksesibilitas hutan tinggi. Soewito (1980) mengemukakan bahwa limbah kayu akibat pemanenan di areal tebangan berasal dari dua sumber yaitu bagian dari pohon yang ditebang yang seharusnya dapat dimanfaatkan tetapi tidak diambil dan berasal dari tegakan tinggal yang rusak akibat dilakukannya kegiatan pemanenan kayu. Limbah dari pohon yang ditebang terjadi karena pengusaha hanya mengambil bagian kayu yang dianggap terbaik saja sesuai dengan persyaratan ukuran dan kualita.
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah Direktorat Pengolahan Hasil Hutan (1989) menyebutkan bahwa terjadinya limbah eksploitasi hutan banyak terjadi karena kesalahan teknis. Limbah terjadi umumnya disebabkan karena pecah, rusak pada waktu rebah dan yang penting karena tidak sesuai dengan kebutuhan pasar atau tidak efisien apabila diangkut seperti batang yang memenuhi syarat. Menurut Kartika (2004), kegiatan penebangan meninggalkan banyak limbah yang meliputi limbah tunggak, limbah cabang dan ranting, limbah batang atas, dan limbah potongan pendek. Jika ditinjau dari asal limbah, maka limbah hasil pemanenan merupakan yang paling besar, kemudian limbah dari cabang dan
11
ranting juga merupakan asal limbah yang paling besar, sedangkan asal limbah yang paling kecil adalah potongan pendek. Selanjutnya menurut Panshin, et al (1962) faktor yang sangat menentukan besarnya limbah tebangan adalah jenis kayu, komposisi tegakan, sistem penebangan, dan sistem pengangkutan. Umumnya limbah yang terjadi pada proses penebangan adalah kayu yang mengalami kerusakan pada waktu penebangan dan pengangkutan, mempunyai bentuk jelek, busuk, cabang dan ranting pohon. Sebanyak 88 % dari limbah tebangan terdiri dari kayu yang berasal dari pohon yang ditebang, sedangkan 12 % lagi berasal dari tegakan sisa yang rusak akibat penebangan. kulit kayu biasanya tidak dimasukkan sebagai limbah, akan tetapi ada beberapa jenis kayu yang mempunyai potensi cukup besar dalam pemanfaatan limbah kayu. Menurut Sastrodimedjo dan Sampe (1978), menyatakan bahwa limbah eksploitasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga ditinggal dan tidak dimanfaatkan. 2. Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang, pada musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering. 3. Peralatan, pemilihan macam dan kapasitas alat yang keliru dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggal. 4. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi. 5. Sistem upah, sistem upah yang menarik akan memberikan perangsang yang baik terhadap para pekerja sehingga yang bersangkutan mau melaksanakan sesuai yang diharapkan. 6. Organisasi kerja, kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan kegiatan yang lain dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan bahkan dapat ditinggal dan tidak sampainya kayu ke tempat yang dituju pada waktu yang telah ditentukan, menyebabkan menurunnya kualitas kayu. 7. Permintaan pasaran, adanya syarat-syarat tertentu yang ditentukan oleh pasar.
12
2.6 Potensi Limbah Pemanenan Berbagai upaya telah dilakukan agar proses pendayagunaan sumberdaya hutan dapat memberikan manfaat maksimum dengan sedikit
mungkin
menimbulkan pemborosan kayu dan kerusakan lingkungan. Kenyataan di lapangan menunjukan bahwa kegiatan pemanenan cenderung bersifat ekstensif. Cara pendayagunaan sumberdaya hutan menimbulkan terjadinya limbah cukup besar sehingga tingkat pemanfaatan kayu menjadi jauh lebih rendah dari potensi yang sebenarnya (Idris dan Sona 1996). Beberapa hasil penelitian mengenai limbah pemanenan pada pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman menyebutkan besarnya limbah pemanenan yang terjadi. Tabel 1 Hasil penelitian potensi limbah pada beberapa pengusahaan hutan alam dan hutan tanaman industri di Indonesia Pengusahaan Hutan Alam
Lokasi; Peneliti; Tahun 23 HPH di 9 Propinsi; Simarmata & Sastrodimedjo; 1980 Pulau Laut, Kalsel; Sianturi; 1982 8 Areal HPH di Kalteng dan Kalsel; Dulsalam; 1995
PT Narkata Rimba, Kaltim; Sukanda; 1995 PT Suka Jaya Makmur, Kalbar; Muhdi; 2001
Hutan Tanaman Industri
HPH PT Sumalindo Lestari Jaya II; Sasmita; 2003 Jambi; Budiaman; 2000 Kalsel; Hidayat; 2000 HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Cikeusik, KPH Banten; Gustian; 2004 HPHTI Kayu Pertukangan BKPH Gunung Kencana, KPH Banten; Safitri; 2004 PT INHUTANI II, Pulau Laut, Kalsel; Rawenda; 2004 PT INHUTANI II, Pulau Laut, Kalsel; Kartika; 2004 HPHTI Musi Hutan Persada, Sumsel; Rishadi; 2004
Sumber : Romadoni (2007)
Potensi Limbah 23,6 % 20,4 % 5,61 m3/pohon untuk teknik penebangan konvensional dan 4,51 m3/pohon untuk teknik penebangan serendah mungkin 86,46 m3/ha 13,704 m3/ha untuk teknik penebangan konvensional dan 11,059 m3/ha untuk teknik penebangan dampak rendah 3,80 % (26,28 m3/ha) 39,53 % 17,6 % 16,8 % (60, 12 m3/ha)
21 % 10,583 % (27,456 m3/ha) 23,268 % 29,32 m3/ha
13
2.7 Faktor Eksploitasi Faktor Eksplotasi (FE) merupakan perbandingan antara banyaknya produksi kayu yang dihasilkan dari suatu areal hutan dengan potensi standing stock-nya yaitu sebesar 0,7 dan dimasukkan dalam penentuan target produksi (Matangaran, et al 2000 ). Menurut Sianturi dan Simarmata (1983) serta Dulsalam (1988), faktor eksploitasi adalah perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan yaitu bagian batang yang sampai di logpond dan siap dipasarkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Adapun bagian yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah dari batas tinggi tunggak yang diijinkan (1/3 dbh) untuk pohon yang tidak berbanir dan untuk pohon yang berbanir adalah setinggi banirnya sampai cabang pertama. Makin besar faktor eksploitasi makin besar target produksi tahunan. Faktor eksploitasi dapat juga dipakai untuk memperkirakan realisasi dari produksi kayu dari suatu areal hutan. Dengan perkiraan ini dapat ditaksirkan besarnya royalti yang harus dibayar dari areal hutan tersebut. Dengan cara penetapan yang demikian, maka kayu yang dimanfaatkan akan meningkat, yaitu dalam memanfaatkan kayu limbah yang selama ini umumnya ditinggalkan di hutan untuk menghindari royalti dari kayu tersebut (Sianturi 1982). Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Idris dan Wesman (1995) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh : 1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, penyebaran, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis yang dapat dibagi menjadi : a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat.
14
Budiningsih (1997) menyatakan bahwa besarnya faktor eksploitasi berbeda untuk berbagai tingkat kerapatan tegakan dan topografi. Faktor ekploitasi pada hutan berkerapatan rendah dengan topografi ringan berkisar antara 0,82 – 1,00 dengan rata-rata 0,91. Untuk hutan berkerapatan rendah dengan topografi berat faktor eksploitasi berkisar antara 0,84 - 0,94 dengan rata-rata 0,90. Sedangkan faktor eksploitasi untuk hutan berkerapatan tinggi dengan topografi ringan berkisar antara 0,79 – 1,00 dengan rata-rata 0,90 dan untuk hutan berkerapatan tinggi dengan topografi berat faktor eksploitasi berkisar antara 0,79 – 1,00 dengan rata-rata 0,87. Secara garis besar faktor eksploitasi dipengaruhi oleh kondisi medan dan tegakan, teknik eksploitasi, orientasi pemanfaatan kayu, dan jenis kayu. Pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah eksploitasi. Semakin besar limbah eksploitasi yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah eksploitasi yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan (Dulsalam 1995). Berdasarkan penelitian Sianturi dan Simarmata (1983), besarnya faktor eksploitasi berkisar antara 0,56 – 0,97 dengan rata-rata 0,84. Sedangkan menurut penelitian Dulsalam (1988), besarnya faktor eksploitasi sampai batang bebas cabang adalah 0,75 dan sampai batas diameter 30 cm adalah 0,70. Makin tinggi tingkat efisiensi pemanenan yang dilakukan, makin kurang pula limbah pemanenan yang akan terjadi, begitu pula apabila nilai ekonomis kayu dan aksesibilitas hutan semakin tinggi. Departemen Kehutanan RI saat ini menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan, lima tahunan dan 20 tahunan. Angka tersebut diperoleh dari hasil kesepakatan antara pemegang kebijakan dan para pakar kehutanan. Berdasarkan hal itu, besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, pengangkutan sampai logpond atau industri pengolahan kayu) secara mekanis mutlak diperlukan untuk memberikan informasi tentang besarnya faktor eksploitasi yang tepat dan membantu perusahaan pengusahaan hutan dalam perencanaan target produksi dan memudahkan bagi Departemen Kehutanan dalam melaksanakan pengawasan (Lempang et al, 1995).
15
2.8 Pemanfaatan Limbah Pemanenan Kelayakan pemanfaatan limbah pemanenan tergantung pada dua faktor utama, yaitu : 1. Kesesuaian fisik dari limbah pemanenan untuk menghasilkan produk-produk tertentu. 2. Nilai produk yang dihasilkan dari limbah pemanenan relatif terhadap biaya pengolahan dan penerimaan (Timson 1980, diacu dalam Budiaman 2001). Dewasa ini terdapat beberapa bentuk kemungkinan industri pemanfaatan limbah kayu seperti : industri papan partikel, papan serat, papan blok, papan sambungan, papan laminasi, moulding, dowel, furniture, pulp dan kertas, serta industri arang kayu (Direktorat Pengolahan Hasil Hutan, 1989). Menurut Badrudin (1983), limbah pemanenan juga dimanfaatkan sebagai sumber energi (kayu bakar). Selain digunakan oleh rumah tangga, kayu bakar juga digunakan sektor industri seperti untuk pengasapan karet, pembuatan gula rakyat, pembakaran gamping, pembakaran batu bata, genteng dan sebagainya. Secara garis besar langkah-langkah pemanfaatan kayu limbah adalah sebagai berikut: 1. Pengumpulan dari hutan keTempat Pengumpulan Kayu Limbah (TPKL). Potongan-potongan kayu yang berserakan dari hutan dikumpulkan di suatu tempat pengumpulan kayu limbah (TPKL) yang memudahkan akses kendaraan pengangkut. 2. Pengangkutan dari TPKL ke sentra-sentra industri. 3. Penyortiran. Kayu dikelompokkan berdasarkan jenis dan ukurannya. Hal ini akan memudahkan proses selanjutnya. 4. Pengolahan Kayu limbah yang telah dikelompokkan kemudian diolah menjadi berbagai barang jadi sesuai dengan jenis kayu dan tujuan pemanfaatan. Misalnya untuk komponen furniture, perkakas rumah tangga, mainan (toys) dan lain lain. 5. Masalah kelembagaan Perlu diadakan pengaturan pemanfaatan limbah dengan HPH terkait berikut perangkat peraturannya (D. Hendra, 1998).
BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan dari bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan November 2008 di PT. Austral Byna, Propinsi Kalimantan Tengah.
3.2 Objek dan Alat Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah limbah kayu yang terdapat di petak tebang, jalan sarad, limbah di TPn, sepanjang jalan angkutan kayu dan di TPK/logpond. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah meteran (20 meter dan 100 meter), pita ukur, clinometer, kompas Suunto, tally sheet, cat, alat tulis, komputer dan kamera.
3.3 Metode Penelitian a. Jenis Data 1. Data Sekunder a. Sejarah Pemanfaatan Hutan
e. Keadaan hutan
b. Letak dan luas areal
f. Pengusahaan hutan
c. Topografi
g. Kesesuaian lahan
d. Iklim 2. Data Primer Yaitu data limbah kayu yang terdapat di petak tebang, jalan sarad, TPn, jalan angkutan dan TPK/Logpond. b. Pengumpulan Data 1. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dengan melihat arsip/data yang tersedia di lokasi penelitian.
17
2. Data Primer Data primer merupakan data pokok yang diperoleh dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Adapun data primer yang dikumpulkan meliputi : a. Limbah pada Kegiatan Penebangan Data diperoleh dari hasil pengukuran limbah kayu hasil penebangan pada petak tebang yang telah ditentukan. Limbah yang diukur antara lain : limbah tunggak, batang bebas cabang, cabang batang utama, cabang dari cabang batang utama dan ranting yang memenuhi syarat untuk diambil sebagai limbah. Dalam setiap kelerengan jumlah pohon contoh yang digunakan adalah 15 pohon contoh. Dimana untuk setiap ukuran diameter pohon 60-70 cm, 70-80 cm dan > 80 cm up digunakan 5 pohon contoh. Sehingga jumlah pohon contoh seluruhnya pada penelitian ini adalah 45 pohon contoh (15 pohon contoh x 3 kelerengan). Satuan contoh : pohon yang ditebang pada berbagai diameter dan kelerengan lapangan sebagaimana yang telah ditentukan dalam rancangan percobaan pada petak tebang yang masuk dalam RKT berjalan. Rancangan Percobaan dan Analisis Data 1. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Faktorial dengan Dua Faktor (3 x 3). Faktor A adalah Kelerengan lapangan terdiri dari 3 taraf yaitu : A1
= Datar (Kelerengan 0 - 15%)
A2
= Sedang (Kelerengan 15 – 25 %)
A3
= Curam (Kelerengan > 25 %)
Faktor B adalah Diameter Pohon yang ditebang terdiri dari 3 taraf yaitu : B1
= Diameter pohon ukuran 60 – 70 cm
B2
= Diameter pohon ukuran 70 – 80 cm
B3
= Diameter pohon ukuran > 80 cm up
Dimana Model Umum Rancangan Percobaan adalah sebagai berikut : Yijk = µ + αi + βj + αβij + ξijk Dengan : i = 1, 2, 3
18
j = 1, 2, 3 k = 1, 2, 3 Dimana : Yijk = Respon karena pengaruh kelerengan pada taraf ke-I pada blok ke-j yang terdapat pada ulangan ke-k. µ
= Nilai rataan umum
αi
=
Pengaruh kelerengan pada diameter ke-i
βj
=
Pengaruh kelerengan pada blok ke-j
αβij = Pengaruh interaksi kelerengan pada taraf ke-I dan diameter pohon taraf ke-j ξijk = Pengaruh acak yang menyebar normal Tabel 2 Bagan rancangan percobaan Kelerengan
Ulangan 1 2 3 4 5 Total (Y1j.) 1 2 3 4 5 Total (Y2j.) 1 2 3 4 5 Total (Y3j.)
A1
A2
A3
Total (Yj.)
B1 Y111 Y112 Y113 Y114 Y115 Y11.. Y211 Y212 Y213 Y214 Y215 Y21.. Y311 Y312 Y313 Y314 Y315 Y31.. Y.1.
Diameter Pohon B2 Y121 Y122 Y123 Y124 Y125 Y12.. Y221 Y222 Y223 Y224 Y225 Y22.. Y321 Y322 Y323 Y324 Y325 Y32.. Y.2.
B3 Y131 Y132 Y133 Y134 Y135 Y13.. Y231 Y232 Y233 Y234 Y235 Y23.. Y331 Y332 Y333 Y334 Y335 Y33.. Y.3.
Total (Yi..)
Y1..
Y2..
Y3.. Y…
Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian ini, harus dipilih sebelum dilakukan kegiatan penebangan. Pemilihan pohon contoh dilakukan sesuai dengan rancangan percobaan yang telah buat diatas, dengan diameter
19
yang telah ditetapkan, yaitu diameter 60-70 cm, 70-80 cm dan diameter > 80 cm up. 2. Analisis data Data hasil yang telah diperoleh dibuat Analisis Of Variance (ANOVA) Tabel 3 Analisis of Variance (ANOVA) Sumber Keragaman Kelerengan
Derajat Bebas (dB) ab-1
Jumlah Kuadrat JK
Kuadrat Tengah KT
KT/KTG
A
a-1
JKA
KTA
KTA/KTG
B
b-1
JKB
KTB
KTB/KTG
AB
(a-1) (b-1)
JKAB
KTAB
KTAB/KTG
Derajat Kesalahan
ab (n-1)
JKG
KTG
Total
abn-1
JKT
F hitung
F hitung dibanding F tabel Apabila Hasil Perbandingan sebagai sebagai berikut : F hitung < F tabel, maka pengaruh tidak nyata F hitung > F tabel, maka pengaruh nyata pada tingkat kepercayaan tertentu. Apabila kelerengan lapangan memberikan pengaruh yang nyata maka uji lanjut yang akan digunakan adalah uji Duncan’s Multiple Range Test.
b. Limbah pada Kegiatan Penyaradan Data diperoleh dari hasil pengukuran limbah yang terdapat di sepanjang jalan sarad pada petak yang telah ditentukan sebelumnya. Limbah yang diukur di jalan sarad antara lain batang bebas cabang, potongan pendek, dan limbah lain yang dikategorikan sebagai limbah. Dimensi yang diukur adalah panjang jalan sarad, jenis limbah, panjang sortimen, diameter limbah, dan kondisi limbah tersebut. c. Limbah di Tempat Penumpukan Sementara (TPn) Data limbah dari TPn yang diukur adalah limbah kayu yang berupa sisa-sisa pemotongan bagian pangkal atau ujung dan batang bebas cabang yang tidak diangkut karena mengandung cacat seperti bengkok, mata buaya,
20
busuk hati, gerowong (berlubang) dan lain-lain. Juga kayu gelondongan utuh dengan kondisi sedang sampai baik yang mungkin terdapat di TPn karena jumlah kurang dari satu rit sehingga tidak diangkut. Data limbah diperoleh dari petak-petak tebang dimana dalam satu petak tebang biasanya terdapat minimal 3 TPn dan maksimal 6 TPn. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal dan ujung, panjang batang, jenis kayu dan luasan TPn serta petak TPn berada. d. Limbah pada Jalan Angkutan dan Tempat Penumpukan Kayu (TPK) Limbah pada jalan angkutan dan TPK diperoleh dengan menyusuri disepanjang jalan angkutan kayu (hauling) dari blok atau petak tebang dimana kayu dimuat sampai TPK/logpond. Dimensi yang diukur antara lain : jenis limbah, panjang kayu limbah, diameter limbah dan kondisi kayu limbah. e. Faktor Eksploitasi Untuk mengetahui faktor eksploitasi dari kegiatan pemanenan kayu ini adalah dengan membandingkan potensi kayu yang dimanfaatkan dengan potensi kayu yang diperkirakan dapat dimanfaatkan dari pohon yang ditebang. Faktor Eksploitasi dihitung dengan rumus : FE =
Potensi kayu yang dimanfaatkan Potensi kayu yang diperkirakan dapat dimanfaatkan
Analisis data Data yang diperoleh dari limbah penyaradan, limbah di TPn dan limbah jalan angkutan dan TPK akan dianalisis secara deskriptif berupa kecenderungan (trend) data dalam bentuk tabel dan grafik. Akan tetapi sebelumnya dilakukan perhitungan volume limbah dari masing-masing limbah tersebut.
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan Pengelolaan IUPHHK PT. Autral Byna ditetapkan dari Keputusan Menteri Pertanian berupa Forestry Agreement (FA) No. FA/J/080/IX/73 tanggal 9 April 1969 dan SK HPH No. 635/Kpts/Um/X/74 tanggal 2 Oktober 1974 dengan luas 370.000 ha yang merupakan hasil penggabungan dari 2 HPH yaitu PT. Yuling Byna Corporation dan PT. Byna Harapan. HPH PT. Yuling Byna Corporation ditetapkan berdasarkan Forestry Agreement (FA) No. FA/IV/007/IX/69 tanggal 9 April 1969 dan SK HPH No. 446/Kpts/Um/11/69 tanggal 13 November 1969 dengan luas 150.000 ha. Sedangkan PT. Byna Harapan ditetapkan berdasarkan Forestry Agreement (FA) No. FA/11/004/70/71 dan SK HPH No. 407/Kpts/Um/9/71 tanggal 23 September 1971 dengan luas 70.000 ha. Oleh karena itu dalam SK HPH No. 635/Kpts/Um/74 ditetapkan areal HPH PT. Austral Byna seluas 370.000 ha, yang berlaku selama jangka waktu pengusahaan hutan 20 tahun, yaitu dari 13 November 1969 s.d. 12 November 1989. Namun kemudian dari areal tersebut dilaporkan adanya tumpang tindih dengan areal HPH PT. Indexim Utama Corporation seluas 70.000 ha, hingga kemudian pada tahun 1975 sesuai dengan Surat Direktorat Jenderal Kehutanan No. 3162/DJ/I/75 tanggal 20 November 1975 disetujui pemisahan areal kepada HPH PT. Indexim Utama Corporation, sehingga luas HPH. PT. Austral Byna menjadi 300.000 ha. Sejak tahun 1979 IUPHHK PT. Austral Byna telah berubah status PMA menjadi PMDN, sehingga status perusahaan berubah menjadi seluruhnya modal dalam negeri (sesuai dengan Undang-Undang No. 6 tahun 11968 Jo. UndangUndang No. 12 tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri). Perusahaan PMDN ini telah disetujui oleh BKPM dengan surat No. 19/V/1979 tanggal 3 Desember 1979. Setelah jangka pengusahaan hutan selama 20 tahun pertama (13 November 1969 s.d. 12 November 1989). PT. Austral Byna memperoleh izin perpanjangan HPH (sekarang IUPHHK pada Hutan Alam) berdasarkan SK Menteri Kehutanan
22
No. 142/Kpts – II/93 tanggal 27 Februari 1993 untuk jangka waktu pengusahaan hutan 20 tahun berikutnya, terhitung dari tanggal 13 November 1989 sampai dengan 12 November 2009 dengan areal seluas 294.600 Ha, yang termasuk kelompok hutan S. Teweh – S. Lahai dan S. Montalat – S. Sampirang
di
Kabupaten Barito Utara, Provinsi Kalimantan Tengah. Terjadi pengurangan areal semula seluas 300.000 ha karena adanya pengurangan areal berupa hutan lindung seluas 500 ha dan 4.900 ha dialokasikan untuk HPHTI (sekarang IUPHHK pada Hutan Tanaman) Pola Transmigrasi PT. Purwa Permai yang dikeluarkan dari areal IUPHHK PT. Austral Byna.
4.2 Letak dan Luas Areal Areal IUPHHK PT. Austral Byna secara geografis berada antara posisi 0° 30' - 1° 68' LS dan 114° 45' - 115° 45' B. Secara administrasi pemerintahan termasuk keadaan wilayah kecamatan Lahai, Teweh Timur dan Gunung Purui, Kabupaten Barito Utara dengan Ibukota Muara Teweh - Provinsi Kalimantan Tengah dengan Ibukota Palangkaraya. Areal IUPHHK tersebut termasuk kedalam kelompok hutan S. Teweh - S. Lahai dan S. Montallat - S. Sempirang, dan termasuk kedalam BKPH Muara Teweh, KPH Murung Utara - Dinas Kehutanan Propinsi Kalimantan Tengah. Adapun batas-batas luar areal IUPHHK PT. Austral Byna tersebut adalah : 1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Areal Kerja IUPHHK PT. Inhutani III (Eks PT. Antang Kalimantan), PT. Inhutani II (Eks PT. Nara Kalimantan), PT. Djajanti Djaja II dan HTI PT. Rimba Berlian Hijau. 2. Sebelah Timur : Berbatasan dengan IUPHHK PT. Barito Pacific Lumber dan PT. Timber Dana, PT. Dayak Besar Vincent dan Hutan Lindung. 3. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan IUPHHK PT. Indexim Utama, PT. Sindo Lumber, dan PT. Djajanti Djaja. 4. Sebelah Barat : Berbatasan dengan IUPHHK PT. Antang Kalimantan, PT. Alam Indo Jaya, PT. Barito Pacific Lumber, HTI PT. Rimba Berlian Hijau dan HTI PT. Purwa Permai. Luas areal IUPHHK PT. Austral Byna adalah 294.600 ha. Areal tersebut, pada Rotasi I (RKL VII) memiliki sisa virgin forest efektif seluas 11.700 ha,
23
sedangkan pada Rotasi II (RKL VIII s/d XIV) semua areal berhutan merupakan bekas tebangan (Logged Over Area/LOA) rotasi I seluas 159.893 hektar. Luas efektif LOA setelah dikurangi areal IUPHHK pada Hutan Tanaman PT. Purwa Permai, kawasan transmigrasi, pemukiman, kawasan lindung dan kawasan tidak untuk produksi, adalah seluas 140.220 ha.
4.3 Topografi Kondisi Topografi areal IUPHHK PT. Austral Byna diperoleh dari peta bumi Skala 1: 50.000 (BAKOSURTANAL, 1985), yang kemudian dicek dengan survey topografi yang dilakukan dengan metoda jalur rintisan dengan interval 2 km. Dari kedua sumber data inilah selanjutnya dibuat Peta Kelas Lereng areal IUPHHK PT. Austral Byna. Luasan setiap kelas lereng di areal IUPHHK PT. Austral Byna disajikan pada peta tabel 4, sedangkan distribusinya dapat dilihat pada Peta Kelas Lereng. Tabel 4 Distribusi kelas lereng di Areal Kerja IUPHHK PT. Austral Byna Kode
Kelas Lereng (%)
Topografi
Luas
%
A
0-8
Datar
250.034
87,01
B
8-15
Landai
27.431
9,54
C
15-25
Agak Curam
7.052
2,45
D
25-40
Curam
1.798
0,63
E
>40
Sangat Curam
1.063
0,37
Sumber: Peta Rupa Bumi Skala 1: 50.000 (BAKOSURTANAL, 1985) dan Hasil Survey Lapangan (1994)
4.4 Iklim Berdasarkan kriteria Schmidt & Ferguson, areal IUPHHK PT. Austral Byna termasuk dalam Tipe Iklim nilai Q berkisar 0 – 13%. Berdasarkan data dari Stasiun Meteorologi Bandara Beringin Muara Teweh, curah hujan bulanan tertinggi dalam kurun waktu 1992 – 2002 sedangkan bulan dengan curah hujan tertinggi terjadi pada bulan November 2001. Curah hujan terendah adalah 7 mm yang terjadi pada bulan November 1991. Jumlah hari hujan tahunan rata-rata adalah 212 hari, pernah terjadi pada tahun 1992 dimana jumlah hari hujan hanya 120 hari yang terendah dalam kurun waktu 1992 – 2002 sedangkan yang tertinggi
24
terjadi pada tahun 1995 dengan 247 hari hujan. Nilai curah hujan rata-rata dan hari hujan tahunan rata-rata disajikan pada tabel 5. Sesuai tipe iklimnya, areal IUPHHK ini mempunyai curah hujan yang tinggi dengan persebaran yang hampir merata sepanjang tahun, artinya tidak terjadi musim kemarau atau bulan kering yang panjang. Jumlah hari hujan ratarata bulanan terjadi dalam bulan Desember dan terendah pada bulan Juni. Mengingat seluruh areal IUPHHK ini hanya terdiri dari satu tipe iklim yaitu A, maka tidak dilakukan pemetaan iklim terpisah melainkan disajikan satu Peta Hidrologi. Suhu udara tertinggi dalam kurun waktu sepuluh tahun (1992 – 2002) ratarata terjadi pada bulan Mei yakni 26,8°C (tabel 5). Secara umum daerah termasuk lembab, sehingga tidak rawan terhadap kebakaran hutan. Tabel 5 Karakteristik iklim di Areal IUPHHK PT. Austral Byna Bulan
Curah Hujan Hari Hujan (han) (mm)
Suhu (°C)
Kelembaban (%)
Kec. Angin (knot)
Januari
294
19
26,1
85
0.23
Februari
254
18
26,1
84
0,24
Maret
285
19
26,1
85
0,30
April
325
19
26,1
84
0.26
Mei
283
19
26,8
45
0,20
Juni
141
13
26,5
84
0,20
Juli
170
14
26,9
85
0,20
Agustus
105
11
26,2
83
0.23
September
159
12
26,3
83
0,26
Oktober
251
17
26,7
83
0,26
November
327
20
26,3
85
0,24
Desember
321
22
26,3
85
0,24
2.195 183
203 17
26,3
84,25
0,24
Jumlah Rata-rata
Sumber: Stasiun Bandara Beringin, Muara Teweh (1992-2002)
4.5 Keadaan Hutan Hutan areal IUPHHK PT. AUSTRAL BYNA termasuk ke dalam hutan tropika basah daratan rendah. Bentuk vegetasinya merupakan areal berhutan
25
primer, bekas tebangan dan non hutan dengan luasan seperti disajikan pada tabel 6 sebagai berikut : Tabel 6 Luasan setiap bentuk vegetasi di Areal IUPHHK PT. Austral Byna No.
Luas
Bentuk Vegetasi Ha -
% -
1.
Hutan Primer
2.
Hutan Bekas Tebangan
156.293
53,10
3.
Non Hutan
132.240
44,90
4.
Tertutup Awan Jumlah
6.067 294.600
2,10 100.00
Keterangan : Pengukuran Planimetris Peta Penafsiran Potret Udara Tahun 1995 dan Citra Landsat Tahun 2005. Hasil deliniasi citra landsat 2005 ( Juni & April ) dikompilasi data Juli 2005 menghasilkan areal Non Hutan menjadi 134.707 Ha dan eks tebangan 159.893 Ha.
Berdasarkan hasil inventarisasi/survey dan penafsiran Potret Udara (PU), Citra Landsat, hutan di areal IUPHHK didominasi oleh jenis-jenis Meranti Merah (Shorea parvifolia Dyer), Nyatoh (Palaqium xantochyum), Bayan (Hopea bracteate Bunck) dan Kempas (Koompasia malaccensis Maing), sedangkan pada areal bekas tebangan antara lain Keruing (Dipterocarpus grandiflorus Blanco), Benuang (Costumile sumatrana), Meranti (Shorea ovalis BL), Lanan (Shorea reduso Heim), Pampaning (Quencis beneti Mig), Bangkirai (Hopea sp.)
4.6 Pengusahaan Hutan Sistem pemanenan hutan yang diterapkan PT. Austral Byna adalah sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI), akan tetapi mulai tahun 2005 PT. Austral Byna juga melaksanakan sistem silvikultur Tebang Pilih Tanam Indonesia Intensif (SILIN). Oleh karena itu, sistem yang diterapkan di PT. Austral Byna ini ada 2 sistem yaitu Sistem TPTI dan TPTII. Sistem pemanenan yang dilakukan di PT. Austral Byna adalah sistem pemanenan secara mekanis, artinya semua kegiatan dilaksanakan dengan menggunakan bantuan mesin. PT. Austral Byna pada RKT 2008, sistem yang digunakan yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia). Karena areal hutan yang menjadi target produksi masuk dalam kategori Hutan Produksi Terbatas. Penebangan yang dilaksanakan di PT. Austral Byna dilaksanakan oleh regu tebang yang terdiri dari 2 orang yaitu satu orang chainsawman dan satu
26
orang pembantu. Regu tebang merupakan tenaga kerja yang berasal dari areal PT. Austral Byna dan ada juga yang dari luar. Jumlah regu tebang yang ada yaitu berjumlah 6 regu tebang, selain itu mereka juga menggunakan chainsaw milik sendiri. Setelah penebangan selesai dilakukan, sebelum dilakukan kegiatan penyaradan, petak tebang tersebut akan diperiksa oleh mandor blok produksi yaitu untuk mengetahui apakah kayu yang ditebang telah sesuai dengan yang direncanakan. Pada PT. Austral Byna kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan traktor hal ini dikarenakan jalan sarad yang belum dibuat, sehingga pelaksanaan penyaradan dimulai dengan terlebih dahulu helper masuk kedalam petak tebang untuk mencari letak kayu yang sudah ditebang, baru kemudian operator traktor melakukan kegiatan penyaradan kayu. Kegiatan penyaradan ini juga sangat tergantung cuaca. Hal ini disebabkan kondisi lapangan yang cukup sulit, selain juga untuk menghindari pemadatan pada tanah dan kerusakan tegakan, juga efisiensi waktu kerja dan jumlah kayu yang berhasil disarad. Pengangkutan dilakukan setelah penyaradan dan pemuatan. Alat angkut yang digunakan perusahaan untuk kegiatan ini adalah Logging Truck. Biasanya kegiatan pengangkutan dilakukan setelah semua kayu disarad ke TPn, pengangkutan juga sangat bergantung pada cuaca dan jalan angkutan. Jenis-jenis yang ditebang adalah Meranti, Kapur, Keruing, Bangkirai, Mersawa, Balau merijang, Perupuk, Lambin, Nyatoh dan ada juga jenis lainnya. Di PT. Austral Byna, kayu hasil pemanenan dialokasikan untuk kebutuhan industri sendiri yaitu industri plywood dan sawmill.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Operasional Pemanenan PT. Austral Byna Pemanenan
hasil
hutan
merupakan
rangkaian
kegiatan
untuk
mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ketempat penggunaan atau pengolahan. Dalam kegiatan ini terdapat empat komponen utama yaitu penebangan (felling), penyaradan (skidding), muat bongkar (loading and unloading) dan pengangkutan (hauling). Sistem pemanenan yang dilakukan di PT. Austral Byna adalah sistem pemanenan secara mekanis, artinya semua kegiatan dilaksanakan dengan menggunakan bantuan mesin. PT. Austral Byna pada RKT tahun 2008 yang lalu, sistem silvikultur yang digunakan yaitu TPTI (Tebang Pilih Tanam Indonesia) karena areal hutan yang menjadi rencana target produksi masuk dalam kategori Hutan Produksi Terbatas. Penebangan di PT. Austral Byna dilaksanakan oleh regu tebang yang terdiri dari 2 orang yaitu satu orang chainsawman dan satu orang pembantu. Regu tebang merupakan tenaga kerja yang berasal dari areal PT. Austral Byna dan ada juga yang berasal dari luar, selain itu mereka juga menggunakan chainsaw milik sendiri karena sistem kerja yang diterapkan bersifat borongan. Untuk penentuan arah rebah saat penebangan pohon dilakukan oleh penebang pohon. Metode penebangan yang dilakukan adalah pohon perpohon. Dalam proses penebangan di PT. Austral Byna terkadang tidak dilakukan pembersihan tumbuhan bawah atau semak-semak di sekitar pohon tebang hal ini dilakukan karena para penebang ingin mengejar target produksi. Setelah pohon rebah biasanya penebang hanya melakukan pembersihan cabang dan ranting. Untuk pembagian batang dilakukan setelah kayu disarad ke TPn yang biasanya diawasi oleh scaler-nya langsung. Setelah penebangan selesai dilakukan, sebelum dilakukan penyaradan petak tebang tersebut akan diperiksa oleh mandor blok produksi yaitu untuk mengetahui apakah kayu yang ditebang telah sesuai dengan yang direncanakan, namun jika masih ada kayu yang tertinggal maka penebang diminta untuk menebangnya lagi.
28
Kegiatan penyaradan
pada PT. Austral Byna dilakukan dengan
menggunakan traktor, akan tetapi karena jalan sarad belum dibuat maka pelaksanaan penyaradan terlebih dahulu dilakukan oleh helper yang lebih dulu masuk kedalam petak tebang untuk mencari letak pohon yang sudah ditebang, baru kemudian operator traktor melakukan kegiatan penyaradan. Kegiatan penyaradan ini juga sangat tergantung cuaca. Hal ini dikarenakan kondisi lapangan yang cukup sulit, selain juga untuk menghindari kerusakan tegakan dan pemadatan pada tanah. Juga efisiensi waktu kerja dan jumlah kayu yang berhasil disarad. Pengangkutan dilakukan setelah penyaradan dan pemuatan. Alat angkut yang digunakan perusahaan untuk kegiatan ini adalah Logging Truck. Biasanya kegiatan pengangkutan dilakukan setelah semua kayu disarad ke TPn, pengangkutan juga sangat bergantung pada cuaca dan jalan angkutan yang dibuat. Pada PT. Austral Byna untuk jalan angkutan kayunya belum dilakukan pengerasan jalan, sehingga proses pengangkutan kayu terkadang tidak sesuai dengan yang ditargetkan karena jalan yang tidak bisa dilewati. Jenis-jenis yang ditebang adalah Meranti, Kapur, Keruing, Bangkirai, Mersawa, Balau merijang, Perupuk, Lambin, Nyatoh dan ada juga jenis lainnya. Di PT. Austral Byna, kayu hasil pemanenan dialokasikan untuk kebutuhan industri sendiri yaitu industri plywood dan sawmill.
5.2 Identifikasi Bentuk Limbah Hasil Pemanenan Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan limbah pemanenan adalah bagian pohon yang tidak dimanfaatkan oleh pola pemanfaatan yang berlaku pada saat ini dan terkadang dibiarkan di dalam hutan. Pengertian pola pemanfaatan yang berlaku ini dipandang dari kondisi fisik dari bagian pohon yang menjadi target produksi PT. Austral Byna. Limbah pemanenan ini dapat berasal dari bagian batang utama, batang bagian atas, cabang dan ranting, potongan pendek atau berasal dari tunggak. Limbah pemanenan kemudian diklasifikasikan dalam beberapa bentuk, yaitu : 1. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada dibawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung ketinggian takik balas.
29
Gambar 1 Limbah tunggak.
Gambar 2 Limbah batang bebas cabang.
2. Batang Bebas Cabang adalah bagian batang utama yang dianggap limbah apabila dari kondisi fisik batang yang mengandung cacat atau rusak akibat pemanenan atau cacat alami dari dalam pohon sendiri. 3. Kayu Pecah adalah bagian kayu bulat yang masuk dalam target produksi sebagai kayu yang akan diambil, namun ditinggalkan karena pecah saat penebangan atau akibat penebangan.
Gambar 3 Limbah kayu pecah.
Gambar 4 Limbah kayu lapuk.
4. Kayu Lapuk adalah bagian kayu bulat yang masuk dalam target produksi sebagai kayu yang akan diambil, namun ditinggalkan karena lapuk.
30
5. Potongan Pendek berupa kayu bulat yang merupakan sisa pembagian batang bagian pangkal dan ujung, sisa keprasan dan banir.
Gambar 5 Limbah potongan pendek.
6. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk yang berada diatas cabang pertama. Cabang dan ranting yang diukur dalam penelitian ini dibatasi sampai diameter 10 cm.
Gambar 6 Limbah cabang dan ranting.
Gambar 7 Limbah kayu tak beraturan.
7. Kayu tak beraturan adalah kayu pakah (madopang), kayu bengkok, kayu tidak silindris dan kayu dengan busuk hati/gerowong/hati rapuh yang parah (tidak memenuhi syarat minimal untuk kayu produksi).
31
5. 3 Klasifikasi Limbah 5. 3. 1 Limbah Akibat Kegiatan Penebangan Limbah yang terjadi di petak tebang dalam penelitian ini adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang. Pada umumnya limbah yang ditinggalkan karena berbagai sebab seperti adanya cacat pada kayu atau ukuran kayu yang tidak memenuhi syarat. Dalam hal ini pengukuran limbah kayu dilakukan pada dua petak contoh yaitu CT 53 dan CU 52, data limbah yang diambil berdasarkan ukuran diameter pohon (60-70 cm, 70-80 cm, 80 cm up) dan kemiringan lereng tempat tebang (015%, 15-25% dan > 25%). Volume limbah berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan, seperti terlihat pada Tabel 7 menunjukan bahwa volume limbah yang terbesar adalah cabang batang utama yaitu sebesar 2,15 m3/pohon dengan persentase 32,38 % dan yang kedua adalah batang bebas cabang sebesar 1,42 m3/pohon dengan persentase 21,39 %, cabang dari cabang batang utama sebesar 1,37 m3/pohon dengan persentase 20,63 % kemudian limbah tunggak adalah sebesar 1,09 m3/pohon dengan persentase 16,42 % dan yang paling kecil yaitu limbah ranting dengan volume sebesar 0,61 m3/pohon dengan persentase 9,19 %. Limbah cabang batang utama memiliki nilai paling besar ini disebabkan kemungkinan keragaman jenis pohon yang ditebang, diameter pohon, bentuk dari masing-masing percabangan yang juga berbeda antara jenis-jenis pohon yang ditebang dan keterampilan operator tebang. Tabel 7 Volume limbah penebangan berdasarkan jenis limbah yang dihasilkan Jenis Limbah Tunggak Batang bebas cabang Cabang batang utama Cabang dari cabang batang utama Ranting Total
Volume limbah (m3/phn) 1,09 1,42 2,15 1,37 0,61 6,64
Persentase (%) 16,42 21,39 32,38 20,63 9,19 100
Dari hasil perhitungan volume rata-rata berdasarkan kelerengan tempat tebang dan diameter pohon, limbah paling besar terjadi adalah limbah pada ukuran diameter 70-80 cm dari tiga kelas kelerengan yang diukur yaitu dengan
32
volume rata-rata 6,74 m3/pohon, yang kedua adalah limbah ukuran diameter 60-70 cm dengan volume rata-rata 6,61 m3/pohon dan yang paling kecil adalah limbah ukuran diameter > 80 up dengan volume rata-rata 6,24 m3/pohon. Volume ratarata limbah dipetak tebang berdasarkan ukuran diameter dan kelerengan tempat tebang dapat dilihat pada Tabel 8 dibawah ini. Tabel 8 Volume rata-rata limbah di petak tebang berdasarkan ukuran diameter dan kelerengan tempat tebang Kelerengan Tempat Tebang (%)
0 - 15 15 - 25 > 25 up Rata-rata
Limbah Diameter 60 -70 cm
Limbah Diameter 70-80 cm
Limbah Diameter > 80 cm
Jumlah Pohon Contoh (Phn)
Volume rata-rata (m3/phn)
Jumlah Pohon Contoh (Phn)
Volume rata-rata (m3/phn)
Jumlah Pohon Contoh (Phn)
Volume rata-rata (m3/phn)
5 5 5 15
8,46 5,06 6,30 6,61
5 5 5 15
6,89 6,18 7,14 6,74
5 5 5 15
6,06 6,23 6,43 6,24
Dari penjelasan Tabel 8 diatas, pohon yang ditebang pada ukuran diameter 70-80 cm menghasilkan limbah kayu paling besar. Hal ini disebabkan oleh faktor kerapatan tegakan pohon pada lokasi pengamatan juga keterampilan chainsawman (operator tebang) dalam menebang pohon lebih memperhatikan pemenuhan target pohon sebanyak-banyaknya.
5. 3. 2 Limbah Akibat Kegiatan Penyaradan. Penyaradan kayu di areal hutan PT. Austral Byna dilaksanakan secara mekanis yaitu menggunakan traktor. Traktor sarad kadang-kadang berputar-putar mencari kayu yang akan disarad. Oleh karena itu terkadang dijumpai kayu yang tertinggal dalam hutan akibat tidak disarad, karena dalam proses penyaradan di PT. Austral Byna tidak dibuat terlebih dahulu jalan sarad yang menjangkau tempat pohon yang sudah di tebang berada. Sehingga proses penyaradan dilakukan secara langsung di lapangan yaitu helper operator traktor masuk terlebih dahulu ke petak tebang untuk mencari tempat kayu berada, baru kemudian operator traktor melakukan penyaradan. Pengamatan dan pengukuran limbah pada jalan sarad dilakukan pada 4 petak tebang yaitu CU 52, CU 53, CW 50 dan CX 50. Berdasarkan hasil pengamatan dan pengukuran lapangan di PT. Austral Byna, dimana limbah yang
33
terjadi pada jalan sarad terdiri dari batang bebas cabang, limbah potongan pendek dan limbah kayu lainnya (pohon yang berdiameter kecil). Rekapitulasi volume limbah jalan sarad PT. Austral Byna berdasarkan jenis limbah yang terjadi bisa dilihat pada Tabel 9 dibawah ini. Tabel 9 Rekapitulasi volume limbah jalan sarad berdasarkan jenis limbah yang terjadi Petak Jalan Sarad CU 52
Luas Petak (ha) 100
Panjang Jalan (m) 6.151,7
Sub total CU 53
100
7.020,8
Batang bebas cabang Potongan pendek Limbah lain
Sub total CW 50
100
13.889,7
Batang bebas cabang Potongan pendek Limbah lain
Sub total CX 50
100
21.544,8
Batang Bebas Cabang Potongan pendek Limbah lain
Jenis Limbah Batang bebas cabang Potongan pendek Limbah lain
Sub total Total
Total 50,51 15,93 9,64 76,08 156,80 17,52 9,68 184 93,08 10,52 10,84 114,45 116,83 19,92 7,27 144,02 518,54
Volume Limbah (m3) Dapat Tidak dimanfaatkan dimanfaatkan 42,26 8,25 15,92 0,01 9,64 0 67,82 8,26 133,33 23,47 16,65 0,87 9,68 0 159,66 24,34 76,99 16,09 10,46 0,06 10,84 0 98,29 16,16 109,19 7,65 19,92 0 7,27 0 136,37 7,65 462,14 56,40
Volume limbah (m3/hm) 0,69 0,26 0,16 1,10 1,90 0,24 0,14 2,27 0,55 0,08 0,08 0,71 0,51 0,09 0,03 0,63 4,72
Persentase (%)
14,67
35,48
22,07
27,77 100
Berdasarkan Tabel 9 diatas terlihat bahwa limbah yang terjadi pada PT. Austral Byna pada petak CU 52 dengan panjang jalan sarad 6.151,7 m volume limbah batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan dihasilkan sebesar 42,26 m3 dengan volume rata-rata 0,69 m3/hm, untuk limbah potongan pendek volume limbah yang mungkin bisa dimanfaatkan adalah sebesar 15,92 m3 dengan volume rata-rata 0,26 m3/hm dan volume total limbah lain yang mungkin bisa dimanfaatkan yaitu sebesar 9,64 m3 dengan volume rata-rata 0,16 m3/hm. Kemudian pada petak CU 53 dengan panjang jalan sarad 7.020,8 m volume total limbah batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan adalah 133,33 m3 dengan volume rata-rata 1,90 m3/hm. Untuk limbah potongan pendek volume total adalah sebesar 16,65 m3 dengan rata-rata volume 0,24 m3/hm dan untuk limbah lainnya volume total limbah sebesar 9,68 m3 dengan volume rata-rata sebesar 0,14 m3/hm.
34
Sedangkan besarnya limbah yang terjadi pada petak CW 50 dengan panjang jalan 13.889,7 m volume limbah total batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan adalah sebesar 76,99 m3 dengan volume rata-rata 0,55 m3/hm, limbah potongan pendek volume totalnya adalah 10,46m3 dengan volume rata-rata 0,08 m3/hm dan limbah lainnya yaitu sebesar 10,84 m3 dengan volume limbah rata-rata sebesar 0,08 m3/hm. Kemudian pada petak CX 50 dengan panjang jalan 21.544,8 m volume limbah total bebas cabangnya adalah 109,19 m3 dengan volume limbah rata-rata 0,51 m3/hm, limbah potongan pendeknya memiliki volume total sebesar 19,92 m3 dengan volume rata-rata limbah sebesar 0,09 m3/hm dan volume total limbah lainnya yaitu sebesar 7,27 m3 dengan rata-rata 0,03 m3/hm. Dari penjelasan diatas terlihat bahwa volume rata-rata total limbah yang paling besar di jalan sarad PT. Austral Byna yaitu sebesar 2,27 m3/hm terjadi pada petak CU 53 dengan persentase sebesar 35,48 % dan volume limbah yang kecil sebesar 0,633 m3/hm dengan persentase sebesar 27,77 % pada petak CX 50. Limbah yang terjadi pada jalan sarad PT. Austral Byna ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain topografi jalan sarad, cuaca, kerapatan tegakan pada kedua petak ukur dan yang paling mempengaruhi adalah keterampilan operator yang melaksanakan penyaradan kayu, selain itu limbah akibat penyaradan ini banyak ditemukan pada areal yang jauh dari lokasi TPn, hal ini berkaitan dengan jarak antara TPn dan lokasi penyaradan. Begitu juga menurut Dipodiningrat (1980) dalam Dulsalam dan Sukanda (1995), bahwa proses penyaradan dengan traktor dipengaruhi oleh jarak sarad, topografi, cuaca, keadaan tanah dan keterampilan operator penyarad.
5. 3. 3 Limbah di TPn Limbah yang terjadi di TPn dapat berbentuk sisa pemotongan bagian pangkal dan bagian ujung pohon kayu gelondongan atau berupa kayu yang mengandung cacat yaitu antara lain gerowong, busuk empulur, pecah, mata buaya, muntir (twist) dan lain-lain. Bentuk limbah di TPn lainnya adalah kayu gelondongan utuh dengan kondisi dan kualitas cukup baik, tetapi merupakan sisa pengangkutan yang jumlahnya sangat sedikit, sehingga ditinggalkan begitu saja di
35
TPn karena alasan ekonomis. Proses pengukuran dilakukan dengan mendatangi petak-petak tebang tempat TPn dibuat. Pada pengukuran ini limbah kayu hanya ditemui pada petak CU 52, CT 53 dan CW 50. Dari hasil perhitungan terhadap limbah di TPn, limbah yang terjadi adalah batang bebas cabang dan ada beberapa ditemui limbah potongan pendek. Seperti terlihat pada Tabel 10 dibawah ini. Tabel 10 Volume rata-rata limbah pada TPn yang terjadi di PT. Austral Byna Petak TPn CU 52 CT 53 CW 50 Total
Luas (ha)
Jumlah TPn (unit)
Volume Total (m3)
Volume ratarata (m3/TPn)
Jumlah Limbah (log)
100 100 100
3 2 3
78,967 53,686 36,708
26,322 26,843 12,236
26 12 14
8
169,361
21,170
52
Dari tabel diatas terlihat bahwa jumlah volume total limbah dari tiga petak pengamatan dengan jumlah 8 unit TPn dan kayu limbah yang terjadi sebanyak 52 log adalah sebesar 169,361 m3 dengan volume total rata-rata sebesar 21,170 m3/TPn, yaitu limbah batang bebas cabang ada sebanyak 44 log dan limbah potongan pendek sebanyak 8 log. Angka limbah ini menunjukkan bahwa kayu yang ditinggalkan sebenarnya hanya memiliki cacat yang masih bisa ditoleransi, juga ada sebagian limbah yang masih dalam kondisi baik namun ditinggal karena kurang dari 1 rit pengangkutan, sehingga tidak efisien dilakukan pengangkutan oleh perusahaan karena perlu biaya yang besar, selain itu juga ukuran-ukuran diameter limbah yang terjadi juga cukup besar sehingga perlu dicari alternatif pemanfaatan agar tidak terjadi lagi limbah yang tertinggal di TPn.
Gambar 8 Potensi limbah batang bebas cabang di TPn 1.
36
Gambar 9 Potensi limbah potongan pendek di Tpn 1.
5. 3. 4 Limbah pada Jalan Angkutan dan TPK/Logpond Limbah pada jalan angkutan adalah limbah yang terjadi selama proses pengangkutan dari TPn menuju ke TPK akhir tempat perakitan kayu. Pengukuran dan pengamatan limbah pada jalan angkutan dilakukan dengan menyusuri disepanjang jalan angkutan tempat kayu diangkut, yaitu dari blok pada waktu kayu di muat sampai pada TPK/Logpond tempat kayu di bongkar. Proses pemuatan dan pengangkutan kayu di PT. Austral Byna dilakukan secara mekanis yaitu alat angkutan kayunya menggunakan Logging Truck, serta alat muat dan bongkarnya adalah Log Loader. Dari hasil pengamatan di sepanjang jalan angkutan kayu seperti terdapat pada Tabel 11 dibawah. Terlihat bahwa volume total limbah kayu yang dihasilkan adalah sebesar 206,732 m3 dengan volume rata-rata sebesar 7,95 m3 dari jumlah kayu yang terdapat sebagai limbah sebanyak 26 log. Limbah yang ditemui pada jalan angkutan yaitu batang bebas cabang dengan kondisi baik, juga ada beberapa batang bebas cabang dengan kategori limbah cacat seperti gerowong, mata buaya, pecah batang akibat getaran pada waktu pengangkutan dan tidak adanya paku S. Sehingga ditemukan kayu yang pecah terkadang jadi limbah akibat kegiatan pengangkutan padahal diameter kayunya cukup besar dan potensial untuk dimanfaatkan, selain juga faktor dari jalan angkutan yang rusak karena kurangnya pemeliharaan. Tabel 11 Volume total limbah kayu pada jalan angkutan PT. Austral Byna No
Rute Angkutan
Jumlah Kayu (Log)
Volume Total (m3)
Volume Rata-rata (m3)
1
BLOK - JUPOY
13
124,58
9,58
2
BLOK - SEI PARI
13
82,16
6,32
Total
26
206,73
7,95
37
Limbah pada jalan angkut ini terjadi karena pada waktu pengangkutan terkadang alat angkutan yang digunakan mengalami kerusakan pada saat di perjalanan sehingga kayu muatan harus diturunkan dari alat angkut atau terkadang kayu jatuh dari alat angkutan karena kelebihan beban muatan yang seharusnya, dimana dari hasil pengamatan terlihat dari setiap Logging Truck yang melakukan pengangkutan terkadang mengangkut kayu sebanyak 55-60 m3, dengan panjang log 22 m. Padahal muatan yang dianjurkan adalah 50 m3 dengan maksimal panjang 18 m, oleh karena itu untuk menghindari terjadinya limbah ini sebaiknya alat angkut digunakan dengan baik dan seefektif mungkin dengan tetap memperhatikan prosedur dan juga faktor keselamatan dan kesehatan kerja para pekerjanya, agar tidak terjadi limbah dan kegiatan pengangkutan kayu berjalan dengan baik.
Gambar 10 Potensi limbah pada jalan angkutan kayu PT. Austral Byna.
Untuk PT. Austral Byna ini ada 3 Tempat Penumpukan Kayu, yaitu TPK Jupoy (TPK Antara), TPK Sabuh (TPK Antara)/Logpond antara dan TPK Buntok Kecil/Logpond akhir. Data limbah pada penelitian didapat dari TPK Buntok Kecil/Logpond akhir.
Gambar 11 Potensi kayu limbah di TPK/Logpond PT. Austral Byna.
38
Dari hasil pengukuran dan pengamatan di Tempat Penumpukan Kayu akhir ini, data volume total limbah yang terjadi yaitu dihasilkan sebesar 101,72 m3 dengan kemungkinan volume yang dapat dimanfaatkan adalah sebesar 69,93 m3. Limbah di TPK yang ditemukan memiliki kondisi yaitu gerowong, pecah batang, busuk empulur, mata buaya dan lain-lain. Limbah ini terjadi kemungkinan akibat kayu terlalu lama ditumpuk di Tempat Penumpukan Kayu, kondisi tempat penumpukan kayu, selain juga karena memang kualita kayunya sendiri yang tidak baik, oleh sebab itu kayu dibiarkan jadi limbah, terkadang kayu hanya digunakan sebagai material matingan dalam pembuatan jembatan. Volume limbah di TPK bisa dilihat pada Tabel 12 dibawah ini. Tabel 12 Volume limbah yang terdapat di TPK Buntok Kecil/Logpond
Jenis Kayu Limbah Meranti Rimba Campuran Balau Keruing Nyatoh Total (m3)
Jumlah Limbah (Log) 10 2 6 1 1 20
Total 24,49 4,53 62,57 6,24 3,88 101,72
Volume Limbah (m3) Dapat Tidak dapat dimanfaatkan dimanfaatkan 18,2 6,32 4,53 0 37,7 24,87 6,24 0 3,29 0,59 69,9 31,78
5. 4 Pengaruh Kelerengan dan Diameter Pohon terhadap Besarnya Limbah akibat Kegiatan Penebangan. Data yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kelerengan dan diameter ini adalah jenis kayu limbah dari hasil kegiatan penebangan antara lain limbah tunggak, batang bebas cabang, cabang dari batang utama, cabang dari cabang batang utama dan ranting. Dimana data diukur dengan ukuran diameter 60-70 cm, 70-80 cm dan > 80 cm up, dan 3 kemiringan lereng tempat pohon ditebang yaitu 0-15 % (datar), 15-25% (sedang) dan > 25 % (curam). Jumlah pohon contoh yang digunakan adalah sebanyak 45 pohon contoh, selain itu juga petak pengukuran dilakukan sesuai dengan rancangan percobaan yang dibuat yaitu dengan ukuran diameter dan kondisi topografi tempat tebangan yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi lapangan.
39
Tabel 13 Rata-rata volume limbah kayu hasil tebangan pada masing-masing diameter dan kelerengan (m3/pohon) Diameter Pohon (Kelerengan) A1 A2 A3 Rata-rata
B1 8,46 5,06 6,30 6,61
B2 6,89 6,18 7,14 6,74
Rata-rata B3 6,06 6,23 6,43 6,24
7,14 5,82 6,62 6,53
Keterangan : B1 = Diameter pohon 60 - 70 cm
A1 = Kelerengan 0 - 15 % (Datar)
B2 = Diameter pohon 70 - 80 cm
A2 = Kelerengan 15 - 25 % (Sedang)
B3 = Diameter pohon > 80 cm up
A3 = Kelerengan > 25 % (Curam)
Berdasarkan Tabel 13 diatas dapat diketahui bahwa volume limbah terbesar pada kelerengan datar (A1) dihasilkan oleh pohon contoh ukuran diameter 60-70 cm (B1) sebesar 8,46 m3/pohon dan terkecil pada ukuran diameter > 80 cm up (B3) yaitu 6,06 m3/pohon. Namun kebalikannya, pada kelerengan sedang (A2) dimana nilai volume limbah terbesar dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter > 80 cm up (B3) sebesar 6,23 m3/pohon dan terkecil oleh limbah ukuran 60-70 cm (B1) yaitu sebesar 5,06 m3/pohon dan untuk kelerengan curam (A3) volume limbah terbesar dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter 70-80 cm (B2) yaitu sebesar 7,14 m3/pohon dengan nilai terkecil volume limbah dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter 60-70 cm (B1) sebesar 6,30 m3/pohon. Pada Tabel 13 juga dapat dilihat rata-rata volume limbah ketiga kelas kelerengan pada masing-masing ukuran diameter. Rata-rata volume limbah terbesar dihasilkan oleh pohon tebang ukuran diameter 70-80 cm yaitu sebesar 6,74 m3/pohon dan rata-rata volume limbah terkecil dihasilkan oleh pohon tebang ukuran > 80 cm up (B3) sebesar 6,24 m3/pohon. Sedangkan rata-rata volume limbah terbesar berdasarkan kelas kelerengan dihasilkan pada kelas kelerengan datar (A1) sebesar 8,46 m3/pohon dan rata-rata volume limbah terkecil pada kelas kelerengan sedang (A2) sebesar 5,82 m3/pohon.
40
Tabel 14 Analisis sidik ragam (univariate analysis of variance) pengaruh kelerengan dan diameter pohon, terhadap besarnya limbah akibat penebangan Sumber keragaman Kelerengan Diameter AB Derajat kesalahan Total
Derajat bebas 2 2 4 36 44
Jumlah Kuadrat 13,121 1,993 19,348 117,064 151,526
Kuadrat tengah 6,561 0,996 4,837 3,252
F hitung 2,020 0,310 1,490
Sig. 0,1477 0,7380 0,2264
F Tabel 3,266 3,266 2,642
Selanjutnya untuk mengetahui pengaruh kelerengan dan diameter pohon terhadap besarnya limbah yang dihasilkan maka dilakukan analisis sidik ragam (Analysis of Variance) pada tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa pengaruh kelerengan dan diameter pohon tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya limbah yang dihasilkan pada tingkat kepercayaan 95%. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 14 bahwa nilai F hitungnya sebesar 2,020 pada kelerengan adalah lebih kecil dari F tabel sebesar 3,266 dan nilai F hitung sebesar 0,310 pada diameter juga lebih kecil dari F tabel yaitu sebesar 3,266, selain itu juga terlihat dari nilai F hitung sebesar 1,490 pada AB lebih kecil dari yang dihasilkan F tabel yaitu sebesar 2,642 maka dapat disimpulkan bahwa kelerengan dan diameter pohon tebang tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap besarnya limbah yang terjadi (tidak signifikan). Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemampuan dari tenaga kerja yang melaksanakan proses penebangan, dimana terlihat pada ukuran diameter 6070 cm (B1) menghasilkan rata-rata volume limbah terbesar pada kelerengan datar (A1) dan curam (A3), namun pada kelerengan kategori sedang (A2) justru menghasilkan rata-rata volume limbah terkecil. Contoh lain juga terlihat pada ukuran diameter > 80 cm up (B3) terlihat bahwa volume limbah terbesar dihasilkan pada kelerengan sedang (A2) dan curam (A3), tetapi volume limbah terkecil dihasilkan pada kelerengan datar (A1). Begitu juga menurut hasil penelitian Widiananto (1981) yang menyatakan bahwa topografi lapangan yang berbeda - beda tidak menyebabkan perbedaan yang nyata terhadap besarnya limbah batang yang terjadi. Ketidakkonsistenan yang terjadi tersebut sangat mempengaruhi rata-rata volume limbah yang dihasilkan pada masing-masing kelerengan dan diameter pohon. Penyebab hal tersebut yang paling diminan diantaranya adalah kemampuan (skill) tenaga kerja
41
yang melaksanakan penebangan. Menurut Sastrodimedjo dan Simarmata (1978) terjadinya limbah tebangan yang cukup besar disebabkan : 1. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang benar dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya dapat dipakai. 2. Kesalahan dalam menentukan arah rebah Dalam melaksanakan penebangan pada umumnya operator chainsaw belum memperhatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah kearah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga batang menjadi retak atau pecah. Disamping itu sering pohon yang ditebang menimpa dan merusak tegakan tinggal. 3. Kesalahan dalam pemotongan batang Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon tersebut seringkali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini dikerjakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan scaler, sehingga menimbulkan limbah. 4. Manajemen yang kurang baik Seringkali terjadi ketidaklancaran hubungan antara kegiatan yang satu dengan yang lain. Karena kegiatan penebangan dan penyaradan seolah-olah bekerja sendiri-sendiri, sehingga dapat menyebabkan kayu yang ditebang tidak disarad atau baru disarad setelah beberapa waktu kemudian. Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor kelerengan dan diameter tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap besarnya limbah yang dihasilkan oleh karena itu tidak perlu dilakukan Uji lanjut Duncan’s. Hal ini menunjukan bahwa besarnya limbah tidak hanya dipengaruhi oleh kelerengan dan diameter pohon, namun juga oleh faktor lainnya. Menurut Lempang, et al (1995) menyebutkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besarnya limbah pemanenan adalah sebagai berikut : panjang kayu di tempat tebangan, rata-rata diameter di tempat tebangan, volume kayu di tempat tebangan dan panjang kayu di TPn.
42
5. 5 Potensi Limbah Hasil Pemanenan Berdasarkan Jenis dan Dimensinya. Kegiatan penilaian potensi ini adalah untuk mengetahui potensi limbah hasil pemanenan yang masih bisa untuk dimanfaatkan sehingga bisa menjadi tolak ukur bagi perusahaan dalam meningkatkan nilai tambah dan pemenuhan bahan baku yang berasal dari semua kegiatan pemanenan yaitu potensi limbah tebangan, limbah jalan sarad, limbah dari TPn serta limbah dari jalan angkutan dan TPK/logpond. Dimana dari tiap-tiap kegiatan pemanenan berpotensi untuk terjadinya limbah. Sehingga perlu diketahui potensi volume masing-masing limbah berdasarkan jenis dan dimensi limbah yang terjadi. Agar bisa dicari alternatif pemanfaatan limbah yang mungkin bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan pemanenan kayu yang bersangkutan.
5. 5. 1 Potensi Limbah Hasil Kegiatan Penebangan Berdasarkan data hasil pengukuran di lapangan, dapat diketahui jenis dan potensi limbah yang terdapat di tempat penebangan seperti yang terdapat pada Tabel 15 dan Tabel 16. Tabel 15 Limbah batang bebas cabang akibat kegiatan penebangan berdasarkan jenis dan dimensinya Kategori Limbah Batang Bebas Cabang A. Dapat dimanfaatkan 1. Baik 2. Gerowong 3. Busuk empulur Total Rata-rata B. Tidak dapat dimanfaatkan 1. Pecah 2. Patah 3. Mata buaya 4. Remuk Total Rata-rata
Keterangan : Pr = Panjang rata-rata Dr = Diameter rata-rata
Jumlah (pohon)
3 7 7 17
4 4 2 1 11
Panjang max min pr (cm) (cm) (cm)
Diameter max min dr (cm) (cm) (cm)
9 10,4 7,2
2,5 5,1 4
6,5 7,7 5,6
75,7 75,6 72,3
68,3 66 66,4
72 70,7 69,3
2,65 3,02 2,11
8,9
3,9
6,6
74,5
66,9
70,7
2,59
8,2 8,5 6,5 10
3,2 5,5 3,2 5
5 7 4,9 5
81,8 69 92,5 80
73,3 65,3 67 65
77,3 66,9 64,8 72
2,35 2,46 1,62 2,03
8,3
4,2
5,5
80,8
67,7
70,3
2,12
Volume Limbah (m3/log)
43
Berdasarkan Tabel 15 diatas terlihat pada kategori limbah batang bebas cabang yang dapat dimanfaatkan limbah yang terjadi terdiri dari limbah kategori baik dengan volume limbah sebesar 2,65 (m3/log), limbah gerowong dengan volume limbah sebesar 3,02 (m3/log) dan limbah busuk empulur dengan volume limbah 2,11 (m3/log) dengan rata-rata volume dari tiga kategori limbah yang bisa dimanfaatkan dihasilkan volume sebesar 2,59 (m3/log). Kemudian pada kategori limbah yang tidak bisa dimanfaatkan yang terjadi yaitu terdiri dari limbah pecah sebesar 2,35 (m3/log), patah sebesar 2,46 (m3/log), mata buaya sebesar 1,62 (m3/log) dan remuk sebesar 2,03 (m3/log), dengan volume dari empat kategori limbah yang tidak bisa dimanfaatkan dihasilkan volume rata-rata sebesar 2,12 (m3/log). Tabel 16 Limbah akibat kegiatan penebangan berdasarkan jenis dan dimensinya Kategori Limbah
Jumlah (pohon)
TUNGGAK Baik Gerowong Busuk empulur Pecah
30 7 7 1
Subtotal
45
Rata-rata
Panjang
Diameter Volume (m3)
max (m)
min (m)
pr (m)
max (cm)
min (cm)
dr (cm)
2,0 1,9 1,6 2,0
0,8 0,5 0,9 0,6
1,2 1,4 1,3 1,4
104,2 107,2 109,2 102
90,8 92,8 92,5 82,8
97,4 100 101 92,4
1,11 1,01 1,08 0,95
1,88
0,71
1,32
105,7
89,7
97,7
1,04
CBU Baik
45
6
3
4,5
50
38
44,3
0,70
CCBU Baik
45
5
3
4,1
40
23
31,5
0,33
RANTING Baik
45
4
2
2,9
36
16
25,9
0,16
Keterangan : CBU CCBU Pr Dr
= Cabang Batang Utama = Cabang dari Cabang Batang Utama = Panjang rata-rata = Diameter rata-rata
Dari Tabel 16 diatas pada kategori limbah tunggak dimensi limbah terdiri dari limbah tunggak baik dengan volume sebesar 1,11 m3, tunggak gerowong dihasilkan volume sebesar 1,01 m3, tunggak busuk empulur dihasilkan volume sebesar 1,08 m3 dan tunggak pecah sebesar 0,95 m3 dengan volume rata-rata limbah tunggak sebesar 1,04 m3 dari
empat kategori. Dalam hal ini limbah
44
tunggak dari hutan alam masih belum bisa untuk dimanfaatkan, karena sampai saat ini belum ditemukan alternatif pemanfaatan limbah tunggak dari hutan alam. Kemudian kategori limbah cabang batang utama dihasilkan volume sebesar 0,70 m3, limbah cabang dari cabang batang utama sebesar 0,33 m3 dan limbah ranting sebesar 0,16 m3, dilihat dari potensi limbah berdasarkan diameter dan panjang rata-rata dari cabang batang utama ini masih mungkin dalam proses pemanfaatan, akan tetapi apakah menguntungkan jika mengeluarkan limbah tersebut dan mengolahnya bagi perusahaan (efisiensi biaya).
5. 5. 2 Potensi Limbah pada Jalan Sarad Limbah selain berpotensi terjadi dari kegiatan penebangan, limbah juga bisa terjadi pada jalan sarad. Limbah yang terjadi seperti dijelaskan pada volume limbah pada jalan sarad diatas yaitu batang bebas cabang, potongan pendek dan limbah lainnya. Kategori dimensi limbah yang terjadi pada limbah batang bebas cabang antara lain gerowong, busuk empulur, pecah, mata buaya, twist (muntir), patah dan remuk. Pada limbah potongan pendek kategori kerusakan yang terjadi yaitu busuk empulur, pecah, gerowong, muntir dan ada juga yang baik. Kemudian untuk limbah lainnya kategori dimensi kerusakan yang ditemukan yaitu pecah, patah, muntir dan ada yang baik. Potensi limbah pada jalan sarad dari jenis limbah batang bebas cabang yang mungkin bisa dimanfaatkan dihasilkan rata-rata volume sebesar 5,46 m3 yang terdiri dari batang bebas cabang baik ada 5 log dengan volume 6,31 m3, gerowong ada 24 log dengan volume adalah 7,22 m3 dan busuk empulur ada sebanyak 9 log dengan volume sebesar 2,86 m3, kemudian limbah batang bebas cabang yang tidak bisa dimanfaatkan dihasilkan rata-rata volume sebesar 6,70 m3 pada kategori limbah pecah, patah, mata buaya, muntir dan remuk (kayu afkir). Pada limbah potongan pendek akibat kegiatan penyaradan yang mungkin untuk bisa dimanfaatkan dengan volume rata-rata sebesar 2,06 m3 terdiri dari limbah potongan pendek baik sebesar 1,86 m3, gerowong dengan volume sebesar 2,99 m3 dan busuk empulur sebesar 1,32 m3. Limbah potongan pendek yang tidak bisa dimanfaatkan menghasilkan volume rata-rata sebesar 2,24 m3. Untuk jenis limbah kayu lainnya yang tidak bisa dimanfaatkan dihasilkan volume rata-rata
45
sebesar 1,05 m3 (ukuran diameternya kecil) terdiri dari baik, pecah, patah dan muntir. Limbah yang berbentuk batang ini disebabkan kualitas batang yang tidak memenuhi syarat yaitu karena cacat yang terjadi tersebut dan limbah berupa potongan bagian ujung atau pangkal yang pada umumnya berupa batang mengalami pecah atau berlobang. Untuk data selengkapnya seperti terlihat pada Tabel 17 dibawah ini. Tabel 17 Limbah akibat kegiatan penyaradan berdasarkan jenis dan dimensinya Kategori Limbah
Volume (m3) Total Limbah
Jumlah (log)
Diameter (cm)
Panjang (m)
24 9 5 38
82,5 65,8 86,4
14,9 9,52 10,8
8,98 3,90 6,31
7,22 2,86 6,31
78,2
11,74
6,40
5,46
74,9 63 62,5 86,8 118,8
11,5 8 16,5 8 14,5
5,25 2,44 5,11 4,73 16,1
5,17 2,44 5,11 4,73 16,1
81,2
11,7
6,72
6,70
100,4 79,4 70,8
3,20 3,05 5,28
3,18 1,50 1,86
2,99 1,32 1,86
83,5
3,84
2,18
2,06
99,7 45
4,16 8,1
3,20 1,29
3,20 1,29
72,4
6,13
2,24
2,24
37,5 34,5 36,8 20,5
10,98 11,06 11,20 12
1,33 1,24 1,23 0,40
1,33 1,24 1,23 0,40
32,3
11,3
1,05
1,05
Batang Bebas Cabang A. Dapat Dimanfaatkan Gerowong Busuk empulur Baik Total Rata-rata B. Tidak dapat dimanfaatkan Pecah Mata Buaya Patah Twist (muntir) Remuk Total Rata-rata
12 2 2 1 1 18
Potongan Pendek A. Dapat Dimanfaatkan Gerowong Busuk empulur Baik Total Rata-rata B. Tidak dapat dimanfaatkan Pecah Twist (muntir) Total Rata-rata
3 3 16 22
6 1 7
Limbah Kayu Lainnya A. Tidak dapat dimanfaatkan Baik Pecah Patah Twist (muntir) Total Rata-rata
6 14 11 1 32
46
5. 5. 3 Potensi Limbah di TPn Potensi limbah di TPn PT. Austral Byna berasal dari tiga petak pengukuran yaitu CU 52, CT 53 dan CW 50 dengan kategori jenis dan dimensi limbah yang terjadi yaitu potongan pendek cacat yang ditemukan antara lain gerowong dan mata buaya, juga ada limbah potongan pendek yang baik. Pada jenis limbah batang bebas cabang dimensi kerusakan yang terjadi dari ketiga petak yang diukur yaitu gerowong, busuk empulur, mata buaya, muntir dan pecah dan ada ditemukan dengan keadaan yang baik. Data volume limbah seperti disajikan pada Tabel 18 dibawah ini. Tabel 18 Limbah yang terdapat di TPn berdasarkan jenis dan dimensinya Kategori Limbah
Volume (m3/log) Total Limbah
Jumlah (log)
Diameter (cm)
Panjang (m)
2 5 1 8
79,3 51,9 63,5
3,1 2,6 3,5
1,518 0,621 1,108
1,346 0,621 1,108
64,9
3,1
1,082
1,025
67,2 60,3 57,9
9,6 7,27 16,6
3,521 2,105 4,599
2,993 1,930 4,599
61,8
11,1
3,408
3,174
69,3 61 67,5
15,9 10,9 12,7
6,128 3,215 4,453
6,128 3,215 4,453
65,9
13,2
4,599
4,599
Potongan Pendek A. Tidak dapat dimanfaatkan Gerowong Baik Mata Buaya Total Rata-rata
Batang Bebas Cabang A.Dapat dimanfaatkan Gerowong Busuk empulur Baik Total Rata-rata B. Tidak dapat dimanfaatkan Mata Buaya Pecah Muntir Total Rata-rata
18 13 4 35
5 2 2 9
Dari tabel diatas terlihat bahwa potensi limbah di TPn yang ditemukan antara lain potongan pendek dan batang bebas cabang. Pada potensi jenis limbah potongan pendek yang ditemui ini kemungkinan tidak bisa dimanfaatkan dihasilkan volume rata-rata limbah sebesar 1,082 m3 terdiri dari limbah potongan pendek baik, gerowong dan mata buaya. Kemudian pada jenis limbah batang bebas cabang potensi limbah yang dapat dimanfaatkan dengan dimensi cacat gerowong volume yang dihasilkan sebesar 2,993 m3, busuk empulur dengan
47
volume sebesar 1,930 m3, batang bebas cabang baik dihasilkan volume sebesar 4,599 m3 dan yang tidak bisa dimanfaatkan terdiri dari batang bebas cabang dengan cacat mata buaya dengan volume sebesar 6,128 m3, limbah pecah sebesar 3,215 m3 dan limbah batang bebas cabang muntir volume yang dihasilkan sebesar 4,453 m3 dengan rata-rata yang dihasilkan adalah 4,599 m3.
5. 5. 4 Potensi Limbah di Jalan Angkutan Pada jalan angkutan juga berpotensi untuk terjadinya limbah, hal ini bisa disebabkan kayu yang diangkut rusak pada waktu diangkut (faktor teknis) namun ada juga yang disebabkan faktor alami dari kondisi batang tersebut. Data seperti terlihat pada Tabel 19 dibawah ini. Tabel 19 Limbah yang terdapat di jalan angkutan berdasarkan jenis dan dimensinya Kategori Limbah Batang Bebas Cabang A. Dapat dimanfaatkan Baik Gerowong Total Rata-rata B. Tidak dapat dimanfaatkan Muntir Mata Buaya Pecah Total Rata-rata
Jumlah (Log)
Diameter (cm)
Panjang (m)
Volume total (m3)
Volume limbah (m3)
17 5 22
80,5 107
14,8 15,3
7,80 12,8
7,80 11,7
93,8
15,1
10,28
9,74
68 89 72
19,9 10,6 11,4
7,20 6,59 4,64
7,20 6,59 4,64
76,3
13,97
6,14
6,14
2 1 1 4
Dari Tabel 19 terlihat bahwa limbah yang terjadi antara lain batang bebas cabang yang baik ditemukan sebanyak 17 log dengan volume sebesar 7,80 m3. Limbah ini terjadi karena pada waktu pengangkutan alat yang digunakan (logging truck) mengalami kerusakan sehingga kayu mau tidak mau harus diturunkan dari alat tersebut. Limbah batang bebas cabang yang dapat dimanfaatkan terdiri dari dimensi kerusakan gerowong ada ditemukan sebanyak 5 log dengan rata-rata volume sebesar 11,7 m3 (limbah yang ditemukan memiliki ukuran diameter yang besar). Limbah yang tidak bisa dimanfaatkan antara lain yaitu limbah muntir yang ditemukan ada sebanyak 2 log dengan volume rata-rata sebesar 7,20 m3, limbah
48
mata buaya dan pecah hanya ditemukan masing-masing 1 log saja dengan ratarata volume masing-masing sebesar 6,59 m3 dan 4,64 m3 (sebagaimana terlampir pada lampiran 14).
5. 5. 5 Potensi Limbah di Tempat Penimbunan Kayu (TPK)/Logpond Potensi limbah yang ditemukan di Tempat Penumpukan Kayu ini terdiri dari 5 jenis kayu yaitu kayu Meranti, Rimba campuran, Balau, Keruing dan Nyatoh. Jumlah kayu limbah yang paling banyak ditemukan adalah pada jenis kayu Meranti yaitu berdasarkan dimensi limbah terdiri dari limbah patah yang ditemukan ada sebanyak 6 log batang bebas cabang dengan volume rata-rata limbah sebesar 1,28 m3, limbah batang bebas cabang pecah ditemukan sebanyak 3 log batang bebas cabang dengan volume limbah sebesar 2,54 m3, limbah dengan cacat busuk empulur hanya ditemukan 1 log dengan volume limbah sebesar 2,88 m3 . Pada limbah kayu Rimba Campuran dimensi cacat yang terjadi pada log batang bebas cabang adalah cacat total dan patah dengan volume limbah masingmasing dihasilkan sebesar 2,49 m3 untuk cacat total dan 2,04 m3 untuk kategori limbah patah. Limbah kayu Balau pada Tempat Penumpukan Kayu ini didapati dimensi cacat yang terjadi antara lain cacat total, pecah dan gerowong dengan volume rata-rata pada masing-masing kategori adalah sebesar 3,36 m3 untuk dimensi cacat total, 7,30 m3 untuk dimensi pecah dan 6,58 m3 untuk cacat gerowong. Limbah kayu Keruing yang ditemui dengan dimensi cacat mata buaya hanya 1 log yaitu dengan rata-rata limbah sebesar 6,24 m3, serta limbah kayu Nyatoh juga ditemukan hanya 1 log yang memiliki volume rata-rata sebesar 3,29 m3 dengan cacat yang terjadi adalah busuk empulur. Dari hasil wawancara dengan salah satu scaler yang ada di TPK tersebut dengan dimensi kerusakan limbah yang beragam ini terkadang kayu limbah tersebut hanya digunakan sebagai material matingan dalam pembuatan jembatan saja. Padahal kalau dilihat dari kenyataan di lapangan sebenarnya limbah yang terjadi masuk dalam dimensi kerusakan limbah kayu produksi yang masih bisa ditoleransi dan bisa untuk dimanfaatkan.Volume limbah di TPK berdasarkan jenis dan cacat seperti disajikan pada Tabel 20 dibawah ini.
49
Tabel 20 Limbah yang terdapat di TPK/logpond berdasarkan jenis dan dimensinya Jenis Kayu Limbah Meranti
Rimba campuran Balau
Keruing Nyatoh
Kategori Limbah Patah Pecah Busuk empulur Cacat total Patah Cacat total Pecah Gerowong Mata buaya Busuk empulur
Jumlah (Log)
Diameter (cm)
Panjang (m)
6 3 1 1 1 1 2 3 1 1
47,7 44,3 50,5 53 51 60 84,5 107 78,5 58
10,8 15,5 18 11,3 10 11,9 13,1 16,4 12,9 14,7
Volume Total (m3) 2,07 2,83 3,60 2,49 2,04 3,36 7,85 14,51 6,24 3,88
Volume Limbah (m3) 1,28 2,54 2,88 2,49 2,04 3,36 7,30 6,58 6,24 3,29
Melihat tingginya potensi dan volume limbah baik yang berasal dari kegiatan penebangan, penyaradan, di Tpn, jalan angkutan dan TPK/Logpond ini maka perlu dicari alternatif pemanfaatannya agar bisa meningkatkan nilai tambah, faktor yang menyebabkan limbah ini terjadi dan upaya penekanan yang mungkin bisa untuk dilakukan dalam meminimalkan limbah. Hambatan yang dihadapi dalam pemanfaatan kayu limbah tebangan adalah lokasi (tersebar di seluruh areal hutan), hambatan potensi dan hambatan teknologi. Upaya untuk mencari pemaanfatan yang tepat dalam menghadapi hambatanhambatan di atas, mendorong langkah memilih bentuk pemanfaatan yang dapat mengolah kayu limbah tebangan dengan harapan mendapat nilai tambah bagi perusahaan. Salah satu bentuk pemanfaatan yang mungkin dilakukan agar diperoleh nilai tambah adalah dengan mengolah kayu limbah tersebut menjadi suatu produk yang mempunyai nilai jual, yaitu terutama produk kayu gergajian yang disesuaikan dengan ukuran panjang dan diameter limbah. Pengolahan kayu gergajian dengan bahan baku limbah ini lebih diorientasikan untuk kebutuhan lokal, karena persyaratan kualitas kayu lebih rendah dari kualitas ekspor. Menurut Direktorat Jenderal Kehutanan dalam Ruhendi S (1986) dikenal dua golongan sortimen induk gergajian, yaitu : 1. Sortimen spesifikasi pasaran umum (General Market Spesification), yaitu kayu gergajian untuk tujuan pemakaian umum dan melalui proses lagi
50
sebelum dipakai. Sortimen ini antara lain sortimen besar (flitches), papan lebar (board) dan papan tebal (planks). 2. Sortimen spesifikasi pasaran khusus (Special Market Spesification), yaitu sortimen untuk tujuan pemakaian khusus tanpa digergaji lagi. Beberapa alternatif pemanfaatan limbah yang dapat dilaksanakan adalah : a. Portable Sawmill : adalah bentuk penggergajian sederhana yang didirikan di dalam atau di sekitar hutan, sehingga kayu-kayu kualita rendah dan limbah dapat langsung diolah. Bentuk ini sangat sesuai untuk mengolah limbah dan kayu-kayu kecil, dimana biaya transportasi yang merupakan kendala untuk limbah dan kayu-kayu kecil bisa ditiadakan. Hasil dari penggergajian sederhana ini biasanya dialokasikan untuk pasaran lokal. Akan tetapi dalam pelaksanaan alternatif ini harus dilakukan pengawasan dan dilakukan analisa kelayakan pendirian industri ini. b. Log Sawmill : adalah penggergajian yang ditempatkan agak jauh dari hutan, tetapi tetap memanfaatkan bahan baku berupa limbah dan kayu-kayu kualita lokal (reject). Penempatan industri agak jauh dari hutan bertujuan untuk mempermudah menjangkau pasar, baik pasar lokal maupun untuk ekspor. Oleh sebab itu terlebih dahulu perlu dilakukan suatu analisa yang dinamakan economic feasibility study untuk menentukan kelayakan pendirian industri penggergajian tersebut. c. Portable Chipper : merupakan alternatif yang cukup tepat untuk mengolah limbah dihutan alam. Biasanya kondisi chips yang hendak dibuat bergantung kepada industri lanjutan yang menampungnya. Oleh sebab itu pendirian Portable Chipper harus didahului oleh studi kelayakan terhadap bentuk chips yang akan diproduksi. d. Gabungan Chipper dan Sawmill : tujuan melengkapi sawmill dengan chipper ini adalah karena pada sawmill biasanya masih banyak terdapat sisa kayu yang dapat dibuat menjadi chips. Dengan demikian disamping dapat meningkatkan keuntungan, penggabungan sawmill dan chipper ini menunjang upaya pemanfaatan bahan baku semaksimal mungkin. e. Particle Board Plant : pemanfaatan limbah sebagai bahan baku papan partikel sangat tepat, sebab permintaan terhadap produk papan buatan ini dipasaran
51
terus meningkat. Untuk mendirikan industri ini perlu dilakukan studi untuk menentukan letak industri dan analisa biaya pengangkutan limbah kayu (Widarmana et al, 1973). Selanjutnya dengan melihat potensi dan volume limbah yang telah dijelaskan diatas perusahaan diharapkan dapat membuat keputusan apakah limbah tersebut akan diusahakan atau tetap ditinggalkan di hutan sebagai limbah. Bagi pengusaha yang berorientasi kepada keuntungan maksimal, maka hanya kayu sampai bebas cabang saja yang akan diusahakan, selebihnya akan ditinggalkan sebagai limbah. Hal ini biasanya terjadi bagi pengusaha yang menggunakan modal dengan opportunity cost yang tinggi, seperti modal yang berasal dari dunia perdagangan dan industri, dan pengusaha sudah sejak awal telah menuntut normal profit yang tinggi. Suatu keputusan ekonomi yang logis, apabila pengusaha hanya mengambil sortimen-sortimen yang memberikan keuntungan yang besar (Darusman, 1992). Seperti diketahui bahwa fungsi hutan selain protektif juga produktif, karena itu hutan harus dikelola seoptimal mungkin untuk bisa memenuhi kedua fungsi tersebut. Salah satu cara agar tujuan tersebut tercapai adalah dengan meningkatkan efisiensi pemanfaatan kayu. Apalagi sekarang ini telah terjadi kecenderungan dimana persediaan kayu berkualitas baik dan berdiameter besar dalam tegakan telah berkurang, sehingga menyebabkan pasokan bahan baku keindustri semakin berkurang. Sehingga perlu dilakukan
upaya-upaya
untuk
mengimbanginya,
diantaranya
dengan
memanfaatkan kayu per batang seefisien mungkin dengan industri pengolahan sendiri untuk mengurangi limbah dihutan. Sehubungan dengan hal tersebut, peningkatan produktivitas yang sekaligus meningkatkan pelestarian sumberdaya hutan agar tercapai asas optimal dan lestari, maka disatu pihak perlu dilakukan pengaturan kembali sistem eksploitasi hutan yang ada agar limbah eksploitasi dapat diperkecil dan di pihak lain limbah yang terjadi merupakan konsekuensi proses produksi agar dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Hambatan yang dihadapi dalam pemanfaatan limbah adalah hambatan lokasi, dimana limbah tersebar di seluruh areal tebangan. Hal ini akan mengakibatkan semakin bervariasi jarak angkut. Variasi jarak angkut ini akan
52
mempengaruhi biaya operasional total pemungutan limbah kayu. Peningkatan jarak angkut ini akan sampai pada batas jarak dimana limbah sudah tidak ekonomis lagi bila diusahakan, karena apabila tetap diusahakan perusahaan akan mengalami kerugian. Secara teori dan perhitungan, pemanfaatan limbah pembalakan layak untuk dilaksanakan. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya nilai potensi dan volume yang cukup tinggi. Tetapi dalam prakteknya hanya sedikit sekali perusahaan yag sudah memanfaatkan kayu limbah pembalakkannya. Pada dasarnya pemanfaatan limbah dapat dimungkinkan, karena berbagai industri kayu jelas masih sangat membutuhkan pasokan bahan baku. Demikian pula perkembangan industri perkayuan terus akan meningkat sejalan dengan peningkatan kebutuhan manusia. Sedangkan yang masih menjadi kendala dalam pemanfaatan limbah ini adalah belum adanya jaminan kelancaran berusaha baik bagi pengolah limbah kayu maupun bagi pengguna limbah olahan, diperlukan kontinuitas pengadaan bahan baku dan masalah pemasaran. Apalagi bila akan masuk pada pasar bebas, maka selain kualita yang dituntut baik, juga harga yang mampu bersaing (murah). Karenanya apabila harga dasar produk tinggi karena biaya tinggi akan sulit bersaing (kompetitif) yang akibatnya akan tidak laku di pasaran. Oleh sebab itu apabila akan meningkatkan pemanfaatan limbah perlu pengertian/ usaha semua pihak (cross sectoral) yang diharapkan mampu menciptakan produk yang mampu bersaing serta dapat menerobos pasar. Dari sumberdaya (resouces) diharapkan pemerintah dapat menetapkan kebijaksanaan khusus agar dapat menurunkan biaya seperti halnya pengurangan beban DR/IHH atau bahkan meniadakan sama sekali terhadap limbah yang mampu menciptakan peluang pasar. Limbah yang masih mungkin untuk diambil dan dima\anfaatkan selanjutnya diarahkan untuk dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. Melalui pengujian teknis dan ekonomis dapat dipilih untuk dimanfaatkan bagi produk-produk tertentu, misalnya kayu-kayu limbah tebangan yang berdiameter 10 cm keatas dapat dimanfaatkan untuk bahan baku chips, kotak, tiang dan lain-lain (Widarmana et al, 1973).
53
Menurut Sastrodimedjo (1979), kayu-kayu limbah tebangan yang berdiameter 30 cm ke atas dapat digunakan sebagai bahan penghara industri sawmill. Selanjutnya disebutkan pula bahwa kayu-kayu limbah tebangan yang berdiameter 20 cm up dan 30 cm up dapat dijual ke pasaran, untuk kemungkinan produk bagi spesifikasi pasaran khusus atau pasaran umum yang tentunya telah disesuaikan dengan kondisi limbah yang ada. Menurut Kliwon et al. (1987) bahwa dengan semakin berkembangnya teknologi pengolahan kayu dan permesinan, limbah kayu dalam ukuran tertentu dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku industri sekunder. Dan salah satu pemanfaatannya yaitu sebagai bahan inti (strip) papan blok (blockboard) yang dibuat dari bahan baku berukuran panjang 1,5 meter. Menurut Departemen Kehutanan (1989) terdapat beberapa bentuk kemungkinan industri pemanfaatan limbah kayu seperti : industri papan partikel, papan serat, papan sambungan, papan laminasi, moulding dan dowel, furniture, pulp dan kertas serta industri arang kayu dan arang briket dan lain-lain. Namun demikian salah satu masalah utama yang dihadapi oleh industri-industri tersebut adalah ketersediaan bahan limbah kayu secara berkesinambungan dengan jumlah yang memadai. Kayu yang berdiameter 8 cm – 16 cm dapat dimanfaatkan untuk membuat jenis kayu scrimber untuk kontruksi (Subyakto, 1989). Dan limbah penebangan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk bahan baku lamina, yaitu sepotong atau selembar kayu pelapis seperti papan untuk membentuk glulam (Glue Laminated Timber) yang mempunyai ketebalan 20 mm - 40 mm dengan lebar 75 mm – 360 mm. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya limbah dapat diklasifikasikan menjadi dua macam, yaitu : (i) limbah yang terjadi tidak dapat dihindari (faktor alam) dan (ii) limbah yang dapat dihindari (faktor teknis). Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa faktor alam penyebab terjadinya limbah disebabkan oleh busuk/lapuk, mata buaya dan gerowong atau berlubang. Direktorat Pengolahan Hasil Hutan (1989) menyebutkan bahwa terjadinya limbah eksploitasi hutan banyak terjadi karena kesalahan teknis. Limbah terjadi umumnya disebabkan karena pecah, rusak pada waktu rebah dan yang penting
54
karena tidak sesuai dengan kebutuhan pasar atau tidak efisien apabila diangkut seperti batang yang memenuhi syarat. Melihat banyaknya faktor yang menyebabkan terjadinya limbah, maka salah satu cara yang dapat dilakukan adalah pengurangan yaitu dengan melakukan upaya penekanannya. Limbah yang terjadi ditekan seminimal mungkin terutama limbah yang dapat dihindari, sedangkan limbah yang tidak dapat dihindari sedapat mungkin dicari alternatif pemanfaatannya. Upaya penekanan limbah yang mungkin dilakukan adalah dengan pendekatan secara teknis dan institusional. Upaya pelaksanaan teknis di lapangan dilakukan dengan meningkatkan keterampilan penebang, berupa latihan teknik penebangan dan pembagian batang. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Sinaga et al (1981) yang menunjukkan penurunan limbah sebesar 0,52 m3/pohon, yaitu dari 0,705 m3/pohon sebelum latihan menjadi 0,185 m3/pohon setelah latihan regu penebang. Upaya lain dilaksanakan oleh pihak perusahaan dengan cara memberikan insentif melalui perbaikan tingkat upah dan penghargaan bagi tenaga kerja yang berprestasi, sehingga merangsang pekerja untuk melakukan pekerjaannya sebaik mungkin. Hal ini juga didukung oleh peningkatan pengawasan di lapangan, sehingga kegiatan berlangsung dengan efektif dan jika terjadi kesalahan dapat langsung diperbaiki. Disamping peraturan-peratutan yang sudah dikeluarkan sehubungan dengan penekanan limbah seperti dikeluarkan SK No. 212/Kpts/IV-PHH/1990 tentang pedoman teknis penekanan dan pemanfaatan kayu limbah pembalakan, pendekatan secara institusional yang dapat dilakukan adalah dengan menciptakan suasana pasaran limbah kayu yang baik oleh pemerintah, yaitu melalui usaha manajemen suplai dengan mengkoordinasikan antara pihak industri yang membutuhkan bahan baku limbah dengan pihak pengusaha yang menyediakan bahan baku berupa limbah. Selain upaya secara teknis dan institusional upaya lain yang dapat dilakukan dalam mengurangi/menekan limbah yang terjadi dalam pemanenan kayu antara lain adalah : 1. Meningkatkan keterampilan para karyawan, terutama operator penebang dan penyarad melalui kursus atau latihan kerja.
55
2. Memperbaiki sistem manajemen, terutama dalam hal pengawasan dari pimpinan dan koordinasi kerja di lapangan. 3. Mendirikan industri kayu terpadu yang dapat memanfaatkan limbah sebagai sumber bahan bakunya. 4. Melaksanakan studi kelayakan tentang alternatif sistem pengangkutan kayu limbah yang ekonomis dan alternatif pemanfaatan limbah pemanenan kayu, termasuk pemasarannya. 5. Perencanaan dan pelaksanaan yang baik dalam kegiatan pemanenan kayu terutama pada kegiatan penebangan dan penyaradan yang disesuaikan dengan konsep RIL (Reduce Impact Logging) yaitu menekan atau meminimalkan kerusakan akibat pemanenan kayu yang dilakukan mulai dari saat perencanaan, pada saat proses pelaksanan dan sesudah proses pemanenan kayu selesai, dengan memanfaatkan teknik-teknik perencanaan, teknik-teknik pelaksanaan, teknologi/teknik baru pemanenan kayu dan penerapan prinsipprinsip ilmiah keteknikan hutan yang dikombinasikan dengan pendidikan dan pelatihan. Teknik RIL yang dapat dilakukan terdiri dari : a. Penebangan terkontrol bertujuan agar pohon rebah pada posisi yang memudahkan penyaradan dan proses melaksanakan kegiatan tersebut dikenal sebagai directional felling. Arah rebah harus pada posisi membentuk sudut 300 – 600 terhadap jalan sarad (pola sirip tulang ikan). b. Teknik penebangan ini terdiri dari teknik penebangan pohon normal, pohon miring atau condong, pohon berbanir dan pohon miring berbanir (pembuatan takik rebah dan takik balasnya). c. Penyaradan terkontrol adalah penyaradan yang dilakukan di atas jaringan jalan sarad yang sudah direncanakan yang dibuat sebelum penebangan dan winching. Tujuannya adalah agar kegiatan penyaradan dilakukan secara sistematis, efisien dan dapat meminimalkan kerusakan yang terjadi. Penyaradan terkontrol pada umumnya terdiri dari tahapan kegiatan perencanaan jaringan jalan sarad dan arah rebah pohon, pembukaan dan konstruksi jalan sarad, winching dan penyaradan. Agar penyaradan terkontrol dapat berhasil dengan baik, perlu diterapkan teknik perencanaan
56
jalan sarad, teknik pembukaan jalan sarad, teknik konstruksi jalan sarad, teknik winching dan teknik penyaradan (Elias, 2002)
5. 6 Faktor Eksploitasi Berdasarkan hasil penelitian di areal HPH PT. Austral Byna besarnya faktor eksploitasi yang dihasilkan sebesar 0,80 (sebagaimana terlampir pada lampiran 6), yang diperoleh dari hasil perhitungan potensi kayu yang dapat dimanfaatkan dibandingkan dengan potensi kayu yang diperkirakan dapat dimanfaatkan, angka ini berarti pemanfaatan kayu yang ditebang seharusnya sebesar 80 % dan limbah yang dihasilkan sebesar 20 %, nilai faktor eksploitasi ini telah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan yaitu 0,80. Pada hakekatnya faktor eksploitasi
sangat erat kaitannya dengan limbah eksploitasi. Semakin besar
limbah eksploitasi yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah eksploitasi yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan (Dulsalam 1995). Dimana menurut Lempang, et al (1995) yang menjelaskan cara untuk menentukan faktor eksploitasi, yaitu dengan melihat perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Menurut Idris dan Wesman (1995) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh : 1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, penyebaran, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis yang dapat dibagi menjadi : a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan (1). Volume total limbah pada pengusahaan hutan IUPHHK PT. Austral Byna adalah dengan perincian sebagai berikut : a. Limbah akibat kegiatan penebangan dihasilkan volume total sebesar 6,64 m3/pohon yang didominasi oleh limbah cabang batang utama dengan persentase 32,38 % dan limbah yang paling kecil dihasilkan limbah ranting dengan persentase sebesar 9,19 %. Untuk kategori limbah yang dapat dimanfaatkan antara lain batang bebas cabang dengan kondisi baik, batang bebas cabang gerowong dan batang bebas cabang busuk hati dan limbah dan yang tidak bisa dimanfaatkan terdiri dari
batang bebas
cabang dengan kategori kerusakan pecah, patah, mata buaya, remuk dan muntir, juga limbah tunggak dan cabang dari cabang batang utama. b. Limbah akibat kegiatan penyaradan dihasilkan sebesar 462,14 m3 dengan volume limbah total yang dihasilkan per hektometer jalan sarad adalah sebesar 4,72 m3/hm. Limbah yang paling besar terjadi pada petak CU 53 dihasilkan sebesar 35,48 % dengan volume rata-rata adalah 2,27 m3/hm dan yang paling kecil dengan volume rata-rata sebesar 0,63 m3/hm pada petak CX 50. c. Limbah di TPn dihasilkan volume total sebesar 169,361 m3 dengan volume rata-rata adalah 21,170 m3/unit, yaitu terdiri dari limbah batang bebas cabang ditemukan sebanyak 44 log dan limbah potongan pendek sebanyak 8 log dengan jumlah 8 unit TPn pengamatan. d. Pada Jalan Angkutan volume total limbah dihasilkan sebesar 206,732 m3, dari jumlah kayu yang terdapat sebagai limbah yaitu sebanyak 26 log. Dengan kategori limbah yang dapat dimanfaatkan antara lain limbah batang bebas cabang dalam kondisi baik dan gerowong. Limbah di TPK/Logpond dihasilkan volume total limbah yaitu sebesar 101,72 m3, dengan volume limbah yang mungkin dapat dimanfaatkan dihasilkan sebesar 69,93 m3.
58
(2). Perbedaan kemiringan lereng dan diameter pohon yang ditebang ternyata tidak memberikan pengaruh terhadap besarnya limbah yang dihasilkan pada kegiatan pemanenan. Penyebab kemungkinan tersebut yang paling dominan diantaranya disebabkan oleh faktor-faktor lainnya yaitu antara lain kemampuan (skill) tenaga kerja yang melakukan kegiatan penebangan. (3). Faktor Eksploitasi di PT. Austral Byna adalah sebesar 0,80 hal ini telah sesuai dengan yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan RI yang menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan, lima tahunan dan dua puluh tahunan.
6. 2 Saran (1). Untuk mengurangi dan menekan terjadinya limbah yang cukup besar dalam kegiatan pemanenan kayu, perlu diadakan peningkatan keterampilan tenaga kerja terutama operator penebang dan penyarad melalui kursus atau pelatihan kerja, serta memperbaiki sistem manajemen terutama pengawasan dari pimpinan dan koordinasi kerja dilapangan atau tergantung sistem mekanisme (SOP) yang mengatur setiap kegiatan. (2). Perlu penelitian lebih lanjut mengenai prospek ekonomi dan finansial serta pemanfaatan limbah apakah bisa memberikan keuntungan bagi perusahaan yang bersangkutan atau tidak serta aspek sosial limbah untuk masyarakat dengan tujuan pembinaan masyarakat sekitar hutan dalam rangka pelestarian areal hutan. (3). Salah satu bentuk alternatif pemanfaatan yang mungkin dilakukan adalah dengan mengolah kayu limbah menjadi produk yang mempunyai nilai jual, yaitu terutama produk kayu gergajian yang disesuaikan dengan ukuran panjang dan diameter limbah. Beberapa bentuk industri pemanfaatan limbah yang dapat dijadikan alternatif tersebut adalah Portable Sawmill, Log Sawmill, Portable Chipper, gabungan Sawmill dan Chipper dan Particle Board Plant. Akan tetapi harus ada prasyarat yang mengatur setiap kegiatan ini antara lain kontrol setiap pelaksanaan kegiatan pemanfaatan (SOP).
dan mekanisme
DAFTAR PUSTAKA Badrudin A. 1983. Saluran Distribusi Kayu Bakar di Beberapa Daerah di Pulau Jawa. Laporan No. 169. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Budiaman, A. 2000. Kuantifikasi Kayu Bulat Kecil Limbah Pemanenan pada Pengusahaan Hutan Alam. Jurnal Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan IPB 13 (2): 34-43. .
2001. Kualitas dan Kemungkinan Penggunaan Kayu Bulat Limbah Pemanenan. Jurnal Teknologi Hasil Hutan: Vol. XIV No. 1 : 32 – 41.
Conway S. 1982. Timber Cutting Practices. Principle of Timber Harvesting Revised. New York: Miller Freeman Publication Inc. Darusman. D. 1992. Aspek Ekonomi Industri Pemanfaatan Limbah Kayu. Makalah Utama Seminar Aspek Ekonomi Pengusahaan Hutan. Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan. Jakarta. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1972. Pedoman Tebang Pilih Tanam Indonesia, Tebang Habis dengan Penanaman, Tebang Habis dengan Permudaan Alam dan Pedoman Pengawasannya. Direktorat Jenderal Kehutanan. 1973. Penelitian logging waste: Logging Waste dan Kemungkinan Pemanfaatannya di Jawa dan Kalimantan Timur. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Direktorat Pengolahan Hasil Hutan, Departemen Kehutanan. 1989. Pemanfaatan Limbah Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Dulsalam. 1988. Faktor Eksploitasi Jenis Meranti di Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Vol. V. No. 2 LPHH. Bogor. Dulsalam. 1995. Usaha untuk Meminimalisasi Limbah Eksploitasi dalam Rangka Peningkatan Nilai Produksi. Makalah Penunjang dalam Ekspose Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Elias. 1988. Pembukaan Wilayah Hutan. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Elias. 2002. Reduced Impact Logging Buku I. Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Hendra D. 1998. Pemanfaatan Limbah Eksploitasi dan Limbah Industri Pengolahan Kayu Untuk Produk Sekunder. Modul Diklat Peningkatan Kemampuan Pengembangan Industri Kayu dan Hutan Berwawasan Lingkungan, Kerjasama Ditjen IHPK dengan P3HH & SEK, Bogor.
60
Hidayat A. 2000. Penelaahan Efisiensi Pemanenan Akasia (Acacia mangium) pada Hutan Tanaman Industri PT. INHUTANI II, Pulau Laut-Kalimantan Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Idris, M. M dan Sona Suhartana. 1996. Limbah Kayu Akibat Pembuatan Jalan Hutan dan Tebang Bayang pada Enam Hak Pengusahaan Hutan di Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol. 14 No. 1 pp 715. LPHH. Bogor Idris, M. M dan W, Endom. 1995. Kecenderungan Meningkatnya Nilai Faktor Eksploitasi di Hutan Produksi Alam. Makalah Utama pada Ekspose Hasil Penelitian dan Pengembangan Puslitbang Hasil Hutan dan Sosek, Balitbang Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor. Juta EHP. 1954. Pemungutan Hasil Hutan. Jakarta: Timun Mas N. V. Kartika EC. 2004. Kuantifikasi Limbah Pemanenan Kayu pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri Kayu Pulp dengan Metode Kayu Penuh (Whole Tree System). Studi kasus di HPHTI PT. INGUTANI II (Persero) Unit Usaha Kalimantan Selatan Sub-unit Hutan Semaras, Pulau Laut [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Lempang, M et. al. 1995. Faktor Eksploitasi pada Pemungutan Kayu dengan Sistem Mekanis di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Vol. IX. No. 2. Balai Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang. Matangaran JR, Togar LT, Tjetjep UK, EY. Yovi. 2000. Studi pemanfaatan limbah pembalakan untuk bahan baku industri dalam rangka pengembangan dan pemasaran hasil hutan. Laporan Akhir. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Meulenhoff, M. 1972. Potensi Kayu Sisa. Berita Hasil Hutan I (6): 180-181. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Panshin, A. J., E. S. Harrar., J. S. Bethel and W. J. Baker. 1962. Forest Products, Their Sources, Prodiction and Utilization. MacGraw-Hill Book Co., New York. Sasmita RL. 2003. Limbah Pemanenan Hutan Alam di Indonesia [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan. Sastrodimedjo, R. S. dan S.R. Simarmata. 1978. Limbah Eksploitasi pada Beberapa Perusahaan Pengusahaan Hutan di Indonesia. Laporan LPHH No. 120. Bogor
61
Sastrodimedjo S, Simarmata SR. 1981. Limbah Eksploitasi. Di dalam: Prosiding Diskusi Industri Perkayuan tahun 1981; Jakarta, 1981. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Sianturi A. 1982. Faktor Eksploitasi di Hutan Alam Dipterokarpa Pulau Laut, Kalimantan Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Sianturi, A. dan Simarmata, S. R. 1983. Faktor Eksploitasi di Hutan Alam. Diskusi Industri Perkayuan. Jakarta. Sinaga, M. et al. 1981. Pengaruh Latihan Kerja terhadap Volume Limbah Eksploitasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 1 (1) : 23 – 30. Soewito. 1980. Limbah Eksploitasi Hutan pada Areal Bekas Tebangan. Proceeding Seminar Eksploitasi Hutan. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor. Sukanda. 1995. Penentuan Faktor Eksploitasi, limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pascasarjana. Widiananto, T. H. 1981. Suatu Studi Mengenai Limbah Tebangan dalam Eksploitasi Hutan PT. ITCI Kalimantan Timur. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Widarmana S. et al. 1973. Penelitian Logging Waste dan Kemungkinan Pemanfaatannya di Jawa dan Kalimantan Timur. Fakultas Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
62
63
Lampiran 1. Tabel total volume limbah hasil tebangan berdasarkan sumber/asalnya Limbah Diameter 60-70 cm
Jenis Limbah TUNGGAK BBC CBU CBBU RANTING Total
Volume Total (M3) 18,65 20,41 32,85 21,54 7,93 101,38
Limbah Diameter 70-80 cm
Jenis Limbah
Volume Total (M3) 12,76 27,98 29,91 20,57 10,32 101,54
TUNGGAK BBC CBU CBBU RANTING Total
Limbah Diameter > 80 cm
Jenis Limbah TUNGGAK BBC CBU CBBU RANTING Total
Volume Total (M3) 17,56 15,51 33,79 19,61 9,14 95,61
1.1 Tabel rata-rata volume limbah hasil tebangan (m 3/pohon) Blok (Kelerengan)
Diameter Pohon
Ulangan
A1
B2
B3
1
10,68
7,78
5,76
2
12,40
6,05
5,82
3
5,37
8,03
7,25
4
7,00
4,07
5,02
5
6,84
8,52
6,43
8,46
6,89
6,06
1
5,15
5,21
5,85
2
3,60
5,79
4,20
3
5,78
6,65
5,67
4
6,27
7,23
8,26
5
4,48
6,01
7,19
5,06
6,18
6,23
1
8,61
9,81
9,32
2
4,89
5,54
4,00
3
7,29
7,94
7,72
4
6,26
8,16
6,17
5
4,46
4,26
4,93
6,30
7,14
6,43
6,62
6,61
6,74
6,24
6,53
Rata-rata
A2
Rata-rata
A3
Rata-rata Rata-rata
Rata-rata
B1
7,14
5,82
Keterangan : A1 = Kelerengan 0 – 15 % (Datar) B1 = Diameter 60 – 70 cm A2 = Kelerengan 15 – 25 % (Sedang) B2 = Diameter 70 – 80 cm A3 = Kelerengan > 25 % (Curam) B3 = Diameter > 80 cm up
64 Lampiran 2. Rekapitulasi Volume Total Limbah Jalan Sarad PT. Austral Byna - DPH Petak CU 52, Kelerengan 0 - 15% Jenis Limbah
Jenis kayu
BBC
Panjang (M)
Dr (cm)
Kondisi Limbah
Keterangan
8,4
91,3
5,497
5,497
Baik
Dalam jurang
Meranti
12,4
80,3
6,277
6,277
Pecah bagian pangkal
Ditinggal
Lambin
22,0
82,5
11,754
9,776
GR = 30 cm
Ujung batang tidak dibuang
Meranti
25,0
82,0
13,196
12,197
GR = 20 cm
Dalam jurang
Meranti bag. (A)
12,0
69,0
4,485
3,214
Pecah = 3,40 m
Rezek Sawmill
Meranti bag. (B)
11,0
67,0
3,876
3,876
Pecah
Ditinggal
Balau
12,5
74,5
5,424
5,424
Pecah pada tengah batang
Rezek Sawmill
50,509
46,261 Kondisi Limbah
Keterangan
Jenis Kayu
Panjang (M)
Dr (cm)
Volume (M3)
Vol. Bersih (M3)
Meranti
10,50
42,5
1,489
1,489
Baik
Diameter Kecil
Meranti
2,50
82,3
1,329
1,319
Busuk Hati = 20 cm
Rezek Sawmill
Nyatoh
8,10
89,0
5,037
5,037
Pecah bagian pangkal
Rezek Sawmill
Lambin
4,40
96,0
3,183
3,183
Baik
Rezek Sawmill
Balau
3,20
74,0
1,376
1,376
Pecah
Rezek Sawmill
Balau
3,80
108,50
3,512 15,925
3,512 15,916
Bagian potongan pangkal
Rezek Sawmill
Panjang (M)
Dr (cm)
Volume (M3)
Vol. Bersih (M3)
Kondisi Limbah
Keterangan
Kayu Non Komersil
12,5
40
1,570
1,570
Pecah
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
10
30
0,707
0,707
Ukuran kecil
Diameter Kecil
Rimba Campuran
8
20
0,251
0,251
Pecah
Diameter Kecil
Rimba Campuran
12
40
1,507
1,507
Patah
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
10
22
0,380
0,380
Patah
Diameter Kecil
Total Limbah Lain
Vol. Bersih (M3)
Meranti
Total Potongan Pendek (PP)
Volume (M3)
Jenis Kayu
65 Meranti
12
22,5
0,477
0,477
Pecah
Diameter Kecil
Meranti
12
20,5
0,396
0,396
Twist
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
12
40
1,507
1,507
Ukuran kecil
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
12
55
2,850 9,644
2,850 9,644
Ukuran kecil
Diameter Kecil
Panjang (M) 8 8,10 21 10 10 12 11 10 8 8 12 14 12 12 22 12 16 10 9,35 22 14,50
Dr (cm) 103,3 64,5 62,5 68 102,5 87,5 62 62,5 69,5 86,8 80,5 75 119 114,5 92,8 78 64,3 60 85,5 106,75 118,8
Keterangan
GR = 90 cm Baik Baik GR = 20 cm Pecah batang Pecah batang Pecah batang GR = 20 cm Patah batang Twist (muntir) Baik GR = 20 cm Baik GR = 66 cm GR = 35 cm GR = 30 cm BH = 40 cm Mata buaya GR = 40 cm GR = 35 cm, patah batang Remuk pada batang
Ditinggal Jurang Jurang Ditinggal Afkir Afkir Afkir Ditinggal Afkir Ditinggal Jurang Ditinggal Jurang Afkir Ditinggal Ditinggal Ditinggal Afkir Ditinggal Ditinggal Afkir
Dr
Vol. Bersih (M3) 0,227 2,645 6,439 3,290 8,247 7,237 3,319 2,726 3,033 4,732 6,104 5,622 13,340 7,126 12,180 4,652 2,635 2,826 3,884 17,003 16,065 133,332 Vol. Bersih
Kondisi Limbah
Panjang
Volume (M3) 6,701 2,645 6,439 3,630 8,247 7,237 3,319 3,066 3,033 4,732 6,104 6,182 13,340 12,350 14,873 5,731 5,193 2,826 5,384 19,699 16,065 156,797 Volume
Kondisi Limbah
Keterangan
Total
Petak CU 53, Kelerengan 0-25% Jenis Limbah Jenis kayu BBC Blok A Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Keruing Balau Meranti Balau Meranti Balau Balau Meranti Meranti Balau Blok B Meranti Meranti Meranti Total Potongan Pendek Jenis Kayu
66 (PP) Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Meranti Total Limbah Lain
Jenis Kayu Kayu Non Komersil Kayu Non Komersil Meranti Meranti Kayu Non Komersil Kayu Non Komersil Kayu Non Komersil Kayu Non Komersil Kayu Non Komersil Rimba Campuran
(M) 12 8,10 3,50 4,10 3,10 3,00 4,70 4,20
(cm) 38 45 74,5 127,5 66,25 104,3 82,75 77
Panjang (M) 12 10 10 12 14 10 12 12,5 10 12
Dr (cm) 40 20,7 22,3 22 22,9 30 40 45 30 40
Total
(M3) 1,360 1,288 1,525 5,232 1,070 2,562 2,529 1,955 17,521 Volume (M3) 1,507 0,336 0,390 0,456 0,576 0,707 1,507 1,987 0,707 1,507 9,681
(M3) 1,360 1,288 1,020 4,863 1,070 2,562 2,529 1,955 16,647 Vol. Bersih (M3) 1,507 0,336 0,390 0,456 0,576 0,707 1,507 1,987 0,707 1,507 9,681
Diameter kecil Twist BH = 38 cm GR = 30 cm Baik Pecah batang Pecah batang Baik
Tidak diambil Muntir Tidak diambil Tidak diambil Tidak diambil Tidak diambil Tidak diambil Tidak diambil
Kondisi Limbah
Keterangan
Pecah Retak Pecah Pecah Pecah Baik Baik Pecah Baik Patah
Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil Diameter Kecil
Petak CW 50, Kelerengan 0-15% Jenis Limbah
Jenis kayu
Panjang (M)
Dr (cm)
Volume (M3)
Vol. Bersih (M3)
Meranti
29
111
28,049
23,412
GR = 40 CM
Jurang
Meranti
25
83
13,520
13,520
Pecah dan Patah Batang
Afkir
Meranti
11
72
4,476
1,944
GR = 48 CM
Jurang
Meranti
6,2
94,5
4,346
4,098
BH = 20 CM
Ditinggal
BBC
Kondisi Limbah
Keterangan
67 Balau
6,1
79
2,989
2,654
GR = 20 CM
Ditinggal
Meranti
11
90
6,994
4,768
GR = 45 CM
Sungai
Balau
12
84,5
6,726
5,257
GR = 35 CM
Ditinggal
Balau
25
80,5
12,717
10,469
GR = 30 CM
Ditinggal
Lambin
6,1
82,5
3,259
3,259
Pecah Batang
Afkir
Meranti
8
59
2,186
2,186
Pecah Ujung Batang
Afkir
Nyatoh
15
81,5
7,821
5,423
GR = 40 CM
Jurang
93,084
76,990 Kondisi Limbah
Keterangan
Total Potongan Pendek
Jenis Kayu
Panjang
Dr
Volume
Vol. Bersih
(M)
(cm)
(M3)
(M3)
Meranti
2,6
69
0,972
0,972
Baik
Limbah
Meranti
4,1
76,8
1,898
1,898
Baik
Limbah
Lambin
3,15
81,5
1,642
1,611
BH = 10 CM
Limbah
Meranti
1,5
59
0,410
0,395
GR = 10 CM
Limbah
Balau
3,1
87,5
1,863
1,845
GR = 10 CM
Limbah
Balau
3,6
115
3,737
3,737
Pecah
Limbah
10,523
10,458 Kondisi Limbah
Keterangan
(PP)
Total Limbah Lain
Total
Jenis Kayu
Panjang
Dr
Volume
Vol. Bersih
(M)
(cm)
(M3)
(M3)
Meranti
12
40
1,507
1,507
Patah Batang
Diameter Kecil
Balau
10
30
0,707
0,707
Patah Batang
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
6
45
0,954
0,954
Patah Batang
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
12
50
2,355
2,355
Pecah Batang
Diameter Kecil
Rimba Campuran
10
30
0,707
0,707
Pecah Batang
Diameter Kecil
Meranti
15
40
1,884
1,884
Patah Batang
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
21
35
2,019
2,019
Patah Batang
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
10
30
0,707
0,707
Pecah Batang
Diameter Kecil
10,839
10,839
68
Petak CX 50, Kelerengan 0-25% Jenis Limbah
Jenis kayu
Panjang
Dr
Volume
Vol. Bersih
Kondisi Limbah
Keterangan
(M)
(cm)
(M3)
(M3)
Meranti
6
66
2,052
2,052
Mata Buaya
Rezek Total
Meranti
12
61,5
3,563
3,563
Patah Batang
Ditinggal
Meranti
12
60
3,391
2,911
BH = 20 CM
Busuk Hati
Balau
8
69
2,990
2,671
GR = 20 CM
Gerowong
Meranti
21
63,5
6,647
6,647
Patah Batang
Ditinggal
Meranti
15
60,5
4,310
4,160
BH = 10 CM
Busuk Hati
Meranti
18
83
9,734
9,734
BH Total
Busuk Hati
Meranti
6
80
3,014
2,055
BH = 40 CM
Busuk Hati
Balau
6,5
87
3,862
2,823
GR = 40 CM
Gerowong
Meranti
6,7
90
4,260
4,197
GR = 20 CM
Gerowong
Meranti
8,2
82
4,328
4,328
BH Total
Busuk Hati
Meranti
9,8
120
11,078
10,686
GR = 20 CM
Gerowong
Keruing
10,5
71,5
4,214
4,214
Pecah Batang
Ditinggal
Meranti
25
94
17,341
17,341
GR Total
Gerowong Total
BBC
Balau
22
120
24,869
24,869
BH Total
Busuk Hati
Meranti
11,6
69
4,335
3,871
BH = 20 CM
Busuk Hati
Meranti
12,5
83,5
6,842
3,063
GR = 55 CM
Gerowong
116,830
109,185 Kondisi Limbah
Keterangan
Total Potongan Pendek
Jenis Kayu
Panjang
Dr
Volume
Vol. Bersih
(M)
(cm)
(M3)
(M3)
Meranti
4,5
68
1,568
1,568
Baik
Potongan Pendek
Meranti
4,1
87
2,436
2,436
Baik
Potongan Pendek
Meranti
4
57
1,020
1,020
Baik
Potongan Pendek
4,5
62,5
1,380
1,380
Baik
Potongan Pendek
(PP)
Balau
69 Meranti
3,5
85,5
2,008
2,008
Baik
Potongan Pendek
Meranti
3,5
97,5
2,612
2,612
Baik
Potongan Pendek
Keruing
3,5
62,5
1,073
1,073
Baik
Potongan Pendek
Meranti
3,2
69
1,196
1,196
Baik
Potongan Pendek
Meranti
4,5
137
6,630
6,630
Baik
Potongan Pendek
19,924
19,924 Kondisi Limbah
Keterangan
Total Limbah Lain
Total
Jenis Kayu
Panjang
Dr
Volume
Vol. Bersih
(M)
(cm)
(M3)
(M3)
Meranti
12
40
1,507
1,507
Patah Batang
Diameter Kecil
Balau
10
30
0,707
0,707
Patah Batang
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
6
45
0,954
0,954
Patah Batang
Diameter Kecil
Kayu Non Komersil
12
60
3,391
3,391
Pecah Batang
Limbah
Rimba Campuran
10
30
0,707
0,707
Pecah Batang
Diameter Kecil
7,265
7,265
70 Lampiran 3. Tabel Volume Total Limbah Jalan angkutan NO
RUTE
JENIS KAYU
L
DIAMETER
VOLUME
VB dari cacat
KONDISI LIMBAH
KETERANGAN
(M)
U
P
II
(M3)
(M3)
1
BLOK - JUPOY
Balau
11,4
71
73
72
4,639
4,639
Baik
Kayu Angkutan Group B
2
BLOK - JUPOY
Balau
16,3
72
74
73
6,819
6,819
Baik
Kayu Angkutan Group B
3
BLOK - JUPOY
Balau
11,3
77
79
78
5,397
5,397
Baik
Kayu Angkutan Group B
4
BLOK - JUPOY
Balau
19,3
74
76
75
8,522
8,522
Baik
Kayu Angkutan Group B
5
BLOK - JUPOY
Meranti
9,7
172
176
174
23,054
23,054
Baik
Kayu Angkutan Group B
6
BLOK - JUPOY
Meranti
11,4
72
72
72
4,639
4,639
Pecah Batang
Kayu Angkutan Group B
7
BLOK - JUPOY
Meranti
21,3
60
62
61
6,222
6,222
Muntir/Twist
Kayu Angkutan Group B
8
BLOK - JUPOY
Meranti
10,6
88
90
89
6,591
6,591
Mata Buaya
Kayu Angkutan Group B
9
BLOK - JUPOY
Balau
12,7
148
152
150
22,431
21,923
GR = 20 cm
Kayu Angkutan Group B
10
BLOK - JUPOY
Meranti
8,1
121
123
120
9,156
8,832
GR = 20 cm
Kayu Angkutan Group B
11
BLOK - JUPOY
Meranti
6,5
110
114
112
6,401
4,507
GR = 54 cm
Kayu Angkutan Group B
12
BLOK - JUPOY
Balau
10,6
128
132
130
14,062
12,367
GR = 40 cm
Kayu Angkutan Group B
13
BLOK - JUPOY
Balau
18,2
88
88
88
11,064
11,064
Baik
Kayu Angkutan Group B
14
BLOK - SEI PARI
Meranti
10,8
60
64
62
3,259
3,259
Baik
Kayu Angkutan Group A
15
BLOK - SEI PARI
Meranti
10,8
62
66
64
3,473
3,473
Baik
Kayu Angkutan Group A
16
BLOK - SEI PARI
Meranti
11,2
63
67
65
3,715
3,715
Baik
Kayu Angkutan Group A
17
BLOK - SEI PARI
Bangkirai
12,6
60
60
60
3,561
3,561
Baik
Kayu Angkutan Group A
18
BLOK - SEI PARI
Balau
11,4
61,5
66,5
64
3,666
3,666
Baik
Kayu Angkutan Group A
19
BLOK - SEI PARI
Keruing
18,7
64
68
66
6,394
6,394
Baik
Kayu Angkutan Group A
20
BLOK - SEI PARI
Balau
17,9
75
79
77
8,331
8,331
Baik
Kayu Angkutan Group A
21
BLOK - SEI PARI
Balau
18,5
73
77
75
8,169
8,169
Muntir/Twist
Kayu Angkutan Group A
22
BLOK - SEI PARI
Balau
21,2
84
88
86
12,483
11,461
GR = 20 cm
Kayu Angkutan Group A
23
BLOK - SEI PARI
Meranti
16,4
80
84
82
8,656
8,656
Baik
Kayu Angkutan Group A
24
BLOK - SEI PARI
Nyatoh
18,2
72,5
77,5
75
8,036
8,036
Baik
Kayu Angkutan Group A
25
BLOK - SEI PARI
Meranti
18,4
62,5
67,5
65
6,103
6,103
Baik
Kayu Angkutan Group A
26
BLOK - SEI PARI
Meranti
20,2
68
68
68
7,332
7,332
Baik
Kayu Angkutan Group A
Total A + B (M3/Ha)
212,174
206,732
71 Lampiran 4. Tabel Volume Total Limbah Kayu di TPK DIAMETER NO 1
LPH
JENIS KAYU
L (m)
U
P
CACAT KAYU
VOLUME
II
VOLUME (M3)
PJG
DMR
L Bersih
KOTOR
Bersih
KONDISI LIMBAH
KETERANGAN
K. A
Meranti
9,5
58
65
61,5
2,82
5
61,5
4,5
1,48
1,34
Patah Batang
Rezek sawmill (RS)
K. B
8,5
48
58
53
1,87
4
53
4,5
0,88
0,99
Patah Batang
Rezek sawmill (RS)
11,3
50
56
53
2,49
11,3
53
11,3
2,49
2,49
Cacat Total
Rezek Total
11,9
54
66
60
3,36
11,9
60
11,9
3,36
3,36
Cacat Total
Rezek Total
2
KNK
Meranti Rimba campuran
3
K
Balau
4
K
16
36
44
40
2,01
4
40
12
0,50
1,51
Patah Batang
Rezek sawmill (RS)
5
KNK
Meranti Rimba campuran
10
42
60
51
2,04
10
51
10
2,04
2,04
Patah Batang
RS/Matingan
6
K
Meranti
13
56
71
63,5
4,11
6
63,5
7
1,90
2,22
Patah Batang
Rezek sawmill (RS)
7
K
Meranti
18
46
55
50,5
3,60
18
50,5
18
3,60
2,88
Busuk Hati = 20 cm
Rezek sawmill (RS)
8
K
Meranti
20,2
52
68
60
5,71
3
60
17,2
0,85
4,86
Pecah Batang
Rezek sawmill (RS)
9
K
Keruing
12,9
73
84
78,5
6,24
12,9
78,5
12,9
6,24
6,24
Mata Buaya
Rezek Total
10
K. A
Meranti
9,85
30
38
34
0,89
9,85
34
9,85
0,89
0,89
Patah Batang
Rezek sawmill (RS)
K. B
Meranti
7,85
30
38
34
0,71
7,85
34
7,85
0,71
0,71
Patah Batang
Rezek sawmill (RS)
K. A
Meranti
14,2
30
43
36,5
1,49
14,2
36,5
14,2
1,49
1,49
Pecah Batang
Rezek Total
K. B
Meranti
12,2
30
43
36,5
1,28
12,2
36,5
12,2
1,28
1,28
Pecah Batang
Rezek Total
12
K
Balau
13,6
52
66
59
3,72
4
59
9,6
1,09
2,62
Pecah Batang
Rezek Total
13
K
Nyatoh
14,7
51
65
58
3,88
14,7
58
14,7
3,88
3,29
Busuk Hati = 20 cm
Rezek sawmill (RS)
14
K
Balau
12,6
100
120
110
11,97
12,6
110
12,6
11,97
11,97
Pecah Belah
Rezek sawmill (RS)
15
K
Balau
17,22
88
104
96
12,46
4
96
13,22
2,89
5,42
Gerowong = 56 cm
Rezek sawmill (RS)
16
K
Balau
186
88
113
100,5
14,75
6
100,5
12,6
4,76
7,92
Gerowong = 40.5 cm
Rezek sawmill (RS)
17
K
Balau
13,3
121
129
125
16,31
6
125
7,3
7,36
6,41
Gerowong = 59 cm
Rezek sawmill (RS)
Total
101,72
11
69,93
72 Lampiran 5. Tabel Volume Rata-rata Limbah kayu di TPn Petak CU 52
Luas Petak
TPn
Luas TPn
Volume Total
Volume Rata-rata
(ha)
(Unit )
(m2)
(m3)
(m3/unit)
100
1
2 3
450 500 400
9,860 26,265 42,842
3,287 8,755 14,281
3
1350
78,967
26,322
1 2
650 400
16,239 37,447
8,120 18,724
2
1050
53,686
26,843
1 2 3
600 450 600
19,138 11,044 6,526
6,379 3,681 2,175
3
1650
36,708
12,236
Total CT 53
100 Total
CW 50
100
Total
Jenis Limbah
Jumlah
(Log) Potongan Pendek Batang Bebas Cabang
8 18
Batang Bebas Cabang
12
Batang Bebas Cabang
14
73 Lampiran 6. Tabel Perhitungan Faktor Eksploitasi
n = 45 pohon
No
Jumlah
Diameter
Tinggi
Volume
Kayu Dimanfaatkan
Kayu Limbah
Pohon 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Pohon 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
(cm) 67 64,5 62 65 60 65 60 65 65 60 60 63 65 65 65 76 71 72 73 80 75 71 70 71 80 75 75 70 79 72 81 81 85 85 95 150 85 87,5 83 85 100 82 97 82 87
(m) 24,5 21,5 21,7 20,8 24,8 20,7 19 23 24,5 24 22,5 26 24,4 21,5 16 28 20,3 25,2 20 22,7 27 25,8 18 24,5 26,1 25 23 24 26,2 18 21 29,4 28,3 22 22 28 28,2 26 28,2 25 23,1 21 29,4 21 22,5
(m3) 13,83 15,66 6,46 6,53 7,42 7,31 5,62 7,53 9,75 6,87 7,04 8,89 8,24 6,75 5,86 12,62 8,27 11,07 9,28 12,82 12,54 11,00 7,51 10,00 13,13 11,94 11,13 9,67 13,72 7,89 11,18 14,92 19,25 13,55 18,74 51,27 16,97 16,49 16,86 12,17 20,23 11,65 20,40 12,02 13,93
(m3) 8,63 6,60 5,01 3,12 3,70 6,63 5,09 5,97 6,63 4,80 4,52 8,10 5,97 4,34 5,31 9,16 5,66 6,92 8,33 7,64 11,92 7,91 5,39 6,73 10,05 8,39 10,20 6,92 9,90 7,33 10,82 11,69 16,05 12,48 15,59 49,46 15,99 15,63 12,55 8,51 17,27 11,08 16,99 11,08 13,37
(m3) 4,24 0 0,90 2,64 2,89 0 0 0,98 1,56 1,66 1,81 0 1,55 2,18 0 2,81 2,00 3,34 0 3,97 0 2,51 1,20 2,88 2,55 2,51 0 1,77 2,44 0 0 2,43 1,65 0 0 1,23 0 0 2,03 2,78 0,82 0 2,57 0 0
(m3) 0,96 9,06 0,55 0,77 0,83 0,68 0,53 0,58 1,56 0,41 0,71 0,79 0,72 0,23 0,55 0,65 0,61 0,81 0,95 1,21 0,62 0,58 0,92 0,39 0,53 1,04 0,93 0,98 1,38 0,56 0,36 0,80 1,55 1,07 3,15 0,58 0,98 0,86 2,28 0,88 2,14 0,57 0,84 0,94 0,56
0,62 0,42 0,78 0,48 0,50 0,91 0,91 0,79 0,68 0,70 0,64 0,91 0,72 0,64 0,91 0,73 0,68 0,63 0,90 0,60 0,95 0,72 0,72 0,67 0,77 0,70 0,92 0,72 0,72 0,93 0,97 0,78 0,83 0,92 0,83 0,96 0,94 0,95 0,74 0,70 0,85 0,95 0,83 0,92 0,96
Total
45
555,97
445,43
61,9
48,64
35,10
FAKTOR EKSPLOITASI
Tunggak
FE
0,80
74 Lampiran 7. No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Jenis Limbah Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak
Kategori limbah Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Rekapitulasi limbah hasil tebang tunggak berdasarkan dimensi kerusakan kayu Keterangan Jumlah Tinggi Diameter (Pohon) (m) p(cm) u (cm) dr (cm) Dimanfatkan Baik 1 1,30 104 90 97 0 Baik 1 1,30 350 246 298 0 Baik 1 1,20 101 80 90,5 0 Baik 1 1,30 91,5 88,5 90 0 Baik 1 0,70 120 110 111 0 Baik 1 0,94 101,9 66,8 84,4 0 Baik 1 1,42 113,7 100,3 107 0 Baik 1 0,41 82,8 70 76,4 0 Baik 1 1,10 98 93 95,5 0 Baik 1 1,00 102 89 95,5 0 Baik 1 1,00 58,5 55,5 57 0 Baik 1 1,00 89,2 66,8 78 0 Baik 1 1,10 90 85 87 0 Baik 1 1,30 86,9 68,5 77 0 Baik 1 1,90 95 85 90 0 Baik 1 1,10 90 80 85 0 Baik 1 1,00 90 82,5 86 0 Baik 1 1,50 101 75,8 88,4 0 Baik 1 1,10 80 75 78,5 0 Baik 1 1,18 105 95 100 0 Baik 1 2,00 97,8 89,4 93,6 0 Baik 1 1,08 85 78 81,5 0 Baik 1 0,65 85 83 84 0 Baik 1 1,90 105 98,5 101,8 0 Baik 1 1,20 98 93 95,5 0 Baik 1 1,80 133 121 127 0 Baik 1 1,20 80 75 77,5 0 Baik 1 1,00 105 101,9 103,5 0 Baik 1 1,20 102 98 100 0 Baik 1 1,00 85 84 84,5 0 Total 30 35,88 3126,3 2724,5 2921,1 0
Volume Tidak dimanfaatkan 0,96 9,06 0,77 0,83 0,68 0,53 1,28 0,90 0,79 0,72 0,23 0,55 0,65 0,61 1,21 0,62 0,58 0,92 0,53 0,93 1,38 0,56 0,36 1,55 0,86 2,28 0,57 0,84 0,94 0,56 33,25
75 Rata-rata
1,20
104,2
90,8
97,4
0
1,11
31 32 33 34 35 36 37
Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak
Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati
BH = 20 CM BH = 20 CM BH = 15 CM BH = 10 CM BH = 20 CM BH = 20 CM BH = 20 CM Total Rata-rata
1 1 1 1 1 1 1 7
1,10 1,35 1,25 0,92 1,60 1,20 1,40 8,82 1,26
104 92,4 95,5 76,4 98 203 95 764,3 109,2
62 77 89 71,6 92 165,6 90 647,2 92,5
83 84,7 92,3 74 95 184,3 92,5 705,8 100,8
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,55 0,71 0,81 0,39 1,07 3,15 0,88 7,56 1,08
38 39 40 41 42 43 44
Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak Tunggak
Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong
GR = 20 CM GR = 20 CM GR = 20 CM GR = 20 CM GR = 40 CM GR = 20 CM GR = 20 CM Total Rata-rata
1 1 1 1 1 1 1 7
1,34 1,20 1,45 1,90 1,00 1,65 1,10 9,64 1,38
79,6 108 102 95 111,5 92,5 162 750.6 107,2
75,8 102 89 60 79,6 87,5 156 649,9 92,8
77,7 105 95,5 77 97 90 159 701,2 100,2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0,58 1,04 0,98 0,80 0,58 0,98 2,14 7,1 1,01
45
Tunggak
Pecah
Pecah Rata-rata
1 1
1,42 1,42
102 102
82,8 82,8
92,4 92,4
0 0
0,95 0,95
76 Lampiran 8 Rekapitulasi limbah hasil tebang batang bebas cabang berdasarkan dimensi kerusakan kayu No
Jenis Limbah
Kategori limbah
Keterangan
Jumlah (Pohon) 1 1 1 3
Panjang (m) 9 4,5 6 19,5 6,5
p(cm) 80 68 79 227 75,7
Diameter u (cm) dr (cm) 75 77,5 65 66,5 65 72 205 216 68,3 72
Dimanfatkan 4,24 1,56 2,44 8,24 2,75
Volume Tidak dimanfaatkan 0 0 0 0 0
1 2 3
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Baik Baik Baik
Pot. Pangkal Pot. Pangkal Pot. Pangkal Total Rata-rata
4 5 6 7 8 9 10
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong
GR = 15 cm (bag. Ujung) GR = 20 cm (bag. A) GR = 10 cm (bag. B) GR = 10 cm (bag. Pangkal) GR = 10 cm (bag. Pangkal) GR = 10 cm (bag. Ujung) GR = 70 cm (bag. Pangkal) Total Rata-rata
1 1 1 1 1 1 1 7
5,1 10,2 10,4 6,1 7,5 6,1 8,7 54,1 7,7
60 65 60 64 85 80 115 529 75,6
47 65 56 56 82 68 88 462 66
53,5 65 58 60 83 74 101,5 495 70,7
0,90 2,64 2,89 1,66 3,97 2,55 2,78 17,39 2,48
0 0 0 0 0 0 0 0 0
11 12 13 14 15 16 17
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati Busuk Hati
BH = 20 cm (bag. Ujung) BH = 20 cm (bag. Ujung) BH = 20 cm (bag. Pangkal) BH = 20 cm (bag. Pangkal) BH = 20 cm (bag. Ujung) BH = 20 cm (bag. Pangkal) BH = 20 cm Total Rata-rata
1 1 1 1 1 1 1 7
4 6,4 6,8 5,8 4 6 6,4 39,4 5,6
63 65 78 80 70 70 80 506 72,3
58 55 75 75 68 64 70 465 66,4
60,6 60 76 77,5 69 67 75 485,1 69,3
0,98 1,55 2,81 2,51 1,2 1,77 2,57 13,4 1,91
0 0 0 0 0 0 0
18 19 20 21
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Pecah Pecah Pecah Pecah
Pot. Bagian Pangkal Pot. Bagian Ujung Pot. Bagian Ujung Pot. Bagian Ujung Total Rata-rata
1 1 1 1 4
8,2 6,7 4,1 1,1 20,1 5,0
74 75 78 100 327 81,8
71 62 65 95 293 73,3
72 68 71,5 97,5 309 77,3
3,34 2,43 1,65 0 7,42 1,86
0 0 0 0,82 0,82 0,21
77 22 23 24 25
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Patah Patah Patah Patah
Pot. Bagian Ujung Pot. Bagian Ujung Pot. Bagian Ujung Pot. Bagian Ujung Total Rata-rata
1 1 1 1 4
6 7,5 8,4 6 27,9 7,0
70 71 60 75 276 69
65 70 55 71 261 65,3
67 70 57,5 73 267,5 66,9
2 2,88 2,18 2.51 9,57 2,39
0 0 0 0 0 0
26 27
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Mata Buaya Mata Buaya
Afkir (bag. Pangkal ) Afkir (bag. Ujung) Total Rata-rata
1 1 2
6,5 3,2 9,7 4,9
65 120 185 92,5
54 80 134 67
59,5 70 129,5 64,8
0 0 0 0
1,81 1,23 3,04 1,52
28
Batang Bebas Cabang
Remuk
Pot. Bagian Ujung Rata-rata
1 1
5 5
80 80
65 65
72 72
0 0
2,03 2,03
29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang Batang Bebas Cabang
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Total
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
78 Lampiran 9. Rekapitulasi limbah hasil tebang cabang batang utama berdasarkan dimensi kerusakan kayu No
Jenis
Kategori
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Limbah CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU CBU
Limbah (pohon) Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Baik 1 Total 45 Rata-rata
Jumlah
Panjang
Diameter
(m) 4,6 4,3 5,1 4,3 4.,3 4,7 4,1 5,1 4,3 4,7 5 4,2 5,3 5,9 4 4,3 4,3 4,4 3 4,7 4,3 3,8 4,4 3,7 4,4 4,2 4,2 4,6 4,4 3,6 5 3,2 5,1 4,1 4,4 4,7 4,1 5,1 4 4,5 5 4,2 5,2 5,9 4,7 201,4 4,5
dr (cm) 51,7 41,7 46,7 43,3 42,7 42,3 40 47,7 46,7 35 47 45 49,3 40,3 47,7 45 41,7 46,7 45,3 41,3 45 31,7 47,3 50 40 51,7 45 50 46,3 46,7 39 33,3 46,7 41,3 38,8 35,7 42 51,7 42 43,3 50 43,3 46,2 50,7 47,3 1992,1 443
Volume Dimanfatkan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tidak dimanfaatkan 0,97 0,60 0,87 0,59 0,59 0,65 0,51 0,90 0,73 0,40 0,87 0,68 1,10 0,76 0,73 0,68 0,60 0,76 0,47 0,62 0,69 0,31 0,89 0,75 0,55 0,88 0,68 0,73 0,74 0,61 0,61 0,33 0,87 0,52 0,51 0,46 0,57 1,08 0,58 0,64 1 0,63 0,86 1,19 0,89 31,65 0,70
79 Lampiran 10. Rekapitulasi limbah hasil tebang cabang dari cabang batang utama berdasarkan dimensi kerusakan kayu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jenis Limbah CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU CCBU
Kategori Limbah Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Total Rata-rata
Jumlah (pohon) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 45
Panjang pr (m) 4,6 4,4 4 4,3 4 4,6 4,1 4,1 3,7 3,9 4,6 4,1 4,1 3,8 3,8 4,1 4,4 4 3,5 3,9 3,8 4,3 4,1 3,5 3,9 4,7 4,1 3,9 3,5 3,8 4,6 4,8 4,1 4,1 3,9 4,6 4,1 3,6 3,8 3,9 4,6 4,1 4,1 3,8 3,9 183,5 4,1
Diameter dr (cm) 38 28,8 28,3 31,3 25 37,3 28,8 27,5
30 24,8 44,5 34,8 27,5 31,3 27,8 35,8 27 28,8 33,3 28,8 39 28,8 27,5 34 24,8 43,5 37 37,3 35,8 27,8 39,5 26,3 27,5 32,5 25 37,5 28,8 27,5 31,3 26 43,8 29 27,5 31,3 27,8 1416,2 31,5
Volume Dimanfatkan Tidak dimanfaatkan 0 0,52 0 0,28 0 0,19 0 0,33 0 0,20 0 0,50 0 0,27 0 0,24 0 0,19 0 0,19 0 0,71 0 0,40 0 0,24 0 0,39 0 0,24 0 0,40 0 0,25 0 0,26 0 0,30 0 0,26 0 0,46 0 0,28 0 0,24 0 0,33 0 0,19 0 0,70 0 0,45 0 0,43 0 0,36 0 0,24 0 0,58 0 0,25 0 0,24 0 0,35 0 0,20 0 0,51 0 0,27 0 0,22 0 0,29 0 0,24 0 0,68 0 0,27 0 0,24 0 0,30 0 0,25 0 1,93 0 0,33
80 Lampiran 11. Rekapitulasi limbah hasil tebang ranting berdasarkan dimensi kerusakan kayu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jenis Limbah Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting Ranting
Kategori Limbah Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Total Rata-rata
Jumlah (pohon) 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 45
Panjang pr (m) 2,7 2,9 2,8 2,6 2,6 2,9 2,6 3,3 2,,6 3,0 2,8 2,6 3,3 2,9 2,8 2,9 2,8 2,8 2,6 2,4 3,0 3,1 3,3 2,8 3,0 2,8 4 3,7 2,9 3,4 2,9 2,8 2,8 2,6 2,7 2,9 2,6 3,3 2,6 3,0 2,8 2,6 3,3 2,7 3,2 130,4 2,9
Diameter dr (cm) 27,7 24,3 25 24,5 25 23,8 23,8 22,5 23,3 22 26,5 23,8 27,5 23,3 31,3 27,3 24 25 24,5 23,5 26,3 26,3 29,5 24,3 23,8 30,8 23,8 33,5 26,8 32 35,3 25,8 23,8 24 22,5 25 23,8 26,3 23,3 26 26,5 23,8 27,5 23,8 30,5 1163,6 25,9
Dimanfatkan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Volume Tidak dimanfaatkan 0,12 0,10 0,14 0,13 0,13 0,13 0,11 0,14 0,11 0,11 0,16 0,11 0,19 0,10 0,25 0,17 0,13 0,14 0,13 0,11 0,17 0,16 0,22 0,13 0,13 0,21 0,20 0,32 0,17 0,29 0,32 0,15 0,12 0,12 0,11 0,15 0,11 0,18 0,11 0,16 0,16 0,11 0,19 0,12 0,17 6,99 0,16
81 Lampiran 12. Data potensi limbah jalan sarad berdasarkan dimensi kerusakan kayu No
Petak CU 52
Kategori Limbah
Kondisi Limbah
Keterangan
BATANG BEBAS CABANG
1
Baik
Dalam jurang
2
Pecah bagian pangkal
Ditinggal
3
Pecah = 3,40 m
4 5
Pecah Pecah pada tengah batang
Rezek Sawmill
6
GR = 30 cm
Ujung batang tidak dibuang
GR = 20 cm
1
Diameter
Panjang
Volume
dp
du
dr
Kayu
Total
Bersih
(cm)
(cm)
(cm)
(m)
(m3)
(m3)
93
89,5
91,3
8,4
5,497
5,497
82,5
78
80,3
12,4
6,277
6,277
Rezek Sawmill
70
68
69
12
4,485
3,214
Ditinggal
68
66
67
11
3,876
3,876
76,5
72,5
74,5
12,5
5,424
5,424
85
80
82,5
22
11,754
9,776
Dalam jurang
84
80
82
25
13,196
12,197
Baik
Diameter Kecil
44
41
42,5
10,5
1,489
1,489
2
Baik
Rezek Sawmill
100,5
91,5
96
4,4
3,183
3,183
3
Pecah
Rezek Sawmill
75
73
74
3,2
1,376
1,376
4
Pecah bagian pangkal Bagian potongan pangkal
Rezek Sawmill
92,5
85,5
89
8,1
5,037
5,037
Rezek Sawmill
113
104
108,5
3,80
3,512
3,512
Busuk Hati = 20 cm
Rezek Sawmill
86,5
78,0
82,25
2,50
1,329
1,319
1
Pecah
Diameter Kecil
40,0
40,0
40
12,5
1,570
1,570
2
Pecah
Diameter Kecil
24,0
16,0
20
8
0,251
0,251
3
Pecah
Diameter Kecil
24,0
20,5
22,5
12
0,477
0,477
4
Patah
Diameter Kecil
42,0
38,0
40
12
1,507
1,507
5
Patah
Diameter Kecil
24,0
21,0
22
10
0,380
0,380
6
Ukuran kecil
Diameter Kecil
40,0
40,0
40
12
1,507
1,507
7
Ukuran kecil
Diameter Kecil
58,0
52,0
55
12
2,850
2,850
8
Ukuran kecil
Diameter Kecil
32,0
28,0
30
10
0,707
0,707
9
Twist
Diameter Kecil
24,0
17,0
20,5
12
0,396
0,396
7 CU 52
POTONGAN PENDEK
5 6 CU 52
LIMBAH KAYU LAIN
82 No
Petak CU 53
Kategori Limbah
Kondisi Limbah
Keterangan
BATANG BEBAS CABANG
Diameter
Panjang
Volume
dp
du
dr
Kayu
Total
Bersih
(cm)
(cm)
(cm)
(m)
(m3)
(m3)
1
GR = 90 cm
Ditinggal
115
91,5
103,3
8
6,701
0,227
2
GR = 20 cm
Ditinggal
69
67
68
10
3,630
3,290
3
GR = 20 cm
Ditinggal
64
61
62,5
10
3,066
2,726
4
GR = 20 cm
Ditinggal
76
74
75
14
6.182
5,622
5
GR = 35 cm
Ditinggal
94,5
91
92,8
22
1,873
1,180
6
GR = 30 cm
Ditinggal
79
77
78
12
5,731
4,652
7
Ditinggal
90,5
80,5
85,5
9,35
5,384
3,884
8
GR = 40 cm GR = 35 cm, patah batang
Ditinggal
111
102,5
106,8
22
19,699
17,003
9
GR = 66 cm
Afkir
116
113
114,5
12
12,350
7,126
10
Pecah batang
Afkir
110
95
102,5
10
8,247
8,247
11
Pecah batang
Afkir
90
85
87,5
12
7,237
7,237
12
Pecah batang
Afkir
63
61
62
11
3,319
3,319
13
Patah batang
Afkir
71
69
69,5
8
3,033
3,033
14
Baik
Jurang
82
79
80,5
12
6,104
6,104
15
Baik
Jurang
120
118
119
12
13,340
13,340
16
Baik
Jurang
66
63
64,5
8,10
2,645
2,645
17
Baik
Jurang
63,5
61,5
62,5
21
6,439
6,439
18
BH = 40 cm
Ditinggal
65,5
63
64,3
16
5,193
2,635
19
Twist (muntir)
Ditinggal
86
87,5
86,8
8
4,732
4,732
20
Mata buaya
Afkir
69
51
60
10
2,826
2,826
Remuk pada batang
Afkir
121
116,5
118,8
14,50
16,065
16,065
1
Twist
Muntir
46
44
45
8,10
1,288
1,288
2
BH = 38 cm
Tidak diambil
76.5
73
74,5
3,50
1,525
1,020
3
GR = 30 cm
Tidak diambil
130
125
127,5
4,10
5,232
4,863
4
Pecah batang
Tidak diambil
110
98,5
104,3
3,00
2,562
2,562
5
Pecah batang
Tidak diambil
86
79,5
82,8
4,70
2,529
2,529
6
Baik
Tidak diambil
78
76
77
4,20
1,955
1,955
21 Potongan Pendek
83 7
Baik
Tidak diambil
68
64,5
66,3
3,10
1,070
1,070
8
Baik
Tidak diambil
39,5
37
38
12
1,360
1,360
1
Pecah
Diameter Kecil
42
38
40
12
1,507
1,507
2
Pecah
Diameter Kecil
24
20
22
10
0,390
0,390
3
Pecah
Diameter Kecil
23
21
22
12
0,456
0,456
4
Pecah
Diameter Kecil
24
22
23
14
0,576
0,576
5
Pecah
Diameter Kecil
46
44
45
12,5
1,987
1,987
6
Pecah
Diameter Kecil
21
19
20
10
0,336
0,336
7
Baik
Diameter Kecil
30
30
30
10
0,707
0,707
8
Baik
Diameter Kecil
40
40
40
12
1,507
1,507
9
Baik
Diameter Kecil
32
28
30
10
0,707
0,707
10
Patah
Diameter Kecil
43
37
40
12
1,507
1,507
1
GR = 40 CM
Jurang
112
110
111
29
28,049
23,412
2
GR = 40 CM
Jurang
85
78
81,5
15
7,821
5,423
3
GR = 48 CM
Jurang
75
69
72
11
4,476
1,944
4
GR = 20 CM
Ditinggal
81
77
79
6,1
2,989
2,654
5
GR = 45 CM
Sungai
92
89
90
11
6,994
4,768
6
GR = 35 CM
Ditinggal
89
80
84,5
12
6,726
5,257
7
GR = 30 CM
Ditinggal
82
79
80,5
25
12,717
10,469
8
BH = 20 CM
Ditinggal
96
93
94,5
6,2
4,346
4,098
9
Limbah Kayu Lain
CW 50
BATANG BEBAS CABANG
Pecah Batang
Afkir
85
80
82,5
6,1
3,259
3,259
10
Pecah Ujung Batang
Afkir
60
58
59
8
2,186
2,186
11
Pecah dan Patah Batang
Afkir
69
67
83
25
13,520
13,520
1
Baik
Limbah
70
68
69
2,6
0,972
0,972
2
Baik
Limbah
78,5
75
76,8
4,1
1,898
1,898
3
BH = 10 CM
Limbah
83
80
81,5
3,15
1,642
1,611
4
GR = 10 CM
Limbah
61
57
59
1,5
0,410
0,395
5
GR = 10 CM
Limbah
90
85
87,5
3,1
1,863
1,845
6
Pecah
Limbah
120
110
115
3,6
3,737
3,737
Potongan Pendek
84 Limbah Kayu Lain 1
Patah Batang
Diameter Kecil
40
40
40
12
1,507
1,507
2
Patah Batang
Diameter Kecil
33
27
30
10
0,707
0,707
3
Patah Batang
Diameter Kecil
45
45
45
6
0,954
0,954
4
Patah Batang
Diameter Kecil
40
40
40
15
1,884
1,884
5
Patah Batang
Diameter Kecil
37
33
35
21
2,019
2,019
6
Pecah Batang
Diameter Kecil
31
29
30
10
0,707
0,707
7
Pecah Batang
Diameter Kecil
52
48
50
12
2,355
2,355
8
Pecah Batang
Diameter Kecil
30
30
30
10
0,707
0,707
1
GR = 20 CM
Gerowong
70
68
69
8
2,990
2,671
2
GR = 40 CM
Gerowong
85
90
87
6,5
3,862
2,823
3
GR = 20 CM
Gerowong
92
88
90
6,7
4,260
4,197
4
GR = 20 CM
Gerowong
125
115
120
9,8
11,078
10,686
5
GR = 55 CM
Gerowong
85
82
83,5
12,5
6,842
3,063
6
GR Total
Afkir
100
88
94
25
17,341
17,341
7
BH = 20 CM
Busuk Hati
66
54
60
12
3,391
2,911
8
BH = 10 CM
Busuk Hati
67
54
60,5
15
4,310
4,160
CX 50
BATANG BEBAS CABANG
9
BH = 40 CM
Busuk Hati
85
75
80
6
3,014
2,055
10
BH = 20 CM
Busuk Hati
70
68
69
11,6
4,335
3,871
11
BH Total
Busuk Hati Total
88
78
83
18
9,734
9,734
12
BH Total
Busuk Hati Total
85
79
82
8,2
4,328
4,328
13
BH Total
Busuk Hati Total
135
105
120
22
24,869
24,869
14
Patah Batang
Ditinggal
65
58
61,5
12
3,563
3,563
15
Patah Batang
Ditinggal
65
62
63,5
21
6,647
6,647
16
Mata Buaya
Rezek Total
68
64
66
6
2,052
2,052
Pecah Batang
Ditinggal
75
68
71,5
10,5
4,214
4,214
1
Baik
Potongan Pendek
70
66
68
4,5
1,568
1,568
2
Baik
Potongan Pendek
89
85
87
4,1
2,436
2,436
3
Baik
Potongan Pendek
60
55
57
4
1,020
1,020
4
Baik
Potongan Pendek
65
60
62,5
4,5
1,380
1,380
17 Potongan Pendek
85 5
Baik
Potongan Pendek
89
82
85,5
3,5
2,008
2,008
6
Baik
Potongan Pendek
110
85
97,5
3,5
2,612
2,612
7
Baik
Potongan Pendek
65
60
62,5
3,5
1,073
1,073
8
Baik
Potongan Pendek
70
68
69
3,2
1,196
1,196
Baik
Potongan Pendek
142
132
137
4,5
6,630
6,630
1
Patah Batang
Diameter Kecil
40
40
40
12
1,507
1,507
2
Patah Batang
Diameter Kecil
33
27
30
10
0,707
0,707
3
Patah Batang
Diameter Kecil
47
43
45
6
0,954
0,954
4
Pecah Batang
Limbah
62
58
60
12
3,391
3,391
5
Pecah Batang
Diameter Kecil
30
30
30
10
0,707
0,707
9 Limbah Kayu Lain
86 Lampiran 13. Data potensi limbah TPn berdasarkan dimensi kerusakan kayu Petak
TPn
CU 52
1
Jenis Limbah
Kategori Limbah
Rata-rata Mata Buaya Baik Batang Bebas Cabang
Potongan Pendek
Batang Bebas Cabang
Pecah Gerowong Baik Baik Baik Baik Rata-rata Busuk Hati Rata-rata Gerowong
Rata-rata Baik 3
Jumlah
Panjang
Volume Total (M3)
Volume Bersih (m3)
u
Diameter p
1
75
80
77,5
4,2
1,980
1,718
1 2 1 1
80
82
62 39
65 42,5
81 79,3 63,5 40,8
2,05 3,13 3,5 2
1,056 1,518 1,108 0,261
0,974 1,346 1,108 0,261
1
62
64
63
9,8
3,151
3,151
1 1 1 1 1 4 1 1 2 1 1 1 1 4 1
56 68 60 58 60
60 70 62 61 65
70 60
75 62
58 80 60 65
62 95 65 75
50
58
58 69 61 59,5 62,5 63 72,5 61 66,8 60 87,5 62,5 70 70 54
15,2 3,9 3 3 2,5 3,1 6,8 12 9,4 10,5 10 12,4 11,5 11,1 8,2
4,014 1,443 0,876 0,834 0,767 0,980 2,806 3,505 3,156 2,967 6,010 3,802 4,423 4,301 1,877
2,648 1,443 0,876 0,834 0,767 0,980 2,738 3,385 3,062 2,547 5,670 1,820 4,308 3,586 1,877
48 65 65
50 70 70
49 67,5 67,5 61,3
7,5 22 16,5 15
1,414 7,869 5,901 5,061
1,184 6,990 5,242 4,472
dr
Potongan Pendek Gerowong
2
Kondisi
GR = 25 CM GR = 20 CM Total Baik Pecah batang GR = 30 CM Baik Baik Baik Baik BH = 10 cm BH = 10 cm GR = 20 cm GR = 20 cm GR = 40 cm GR = 10 cm Baik
Batang Bebas Cabang Gerowong
Rata-rata
GR = 20 cm GR = 20 cm GR = 20 cm
1 1 1 3
87 Busuk Hati Rata-rata Mata Buaya Rata-rata Muntir Baik CT 53
1
BH = 18 cm BH = 18 cm Total Total Twist Baik
Rata-rata Busuk Hati
Pecah batang Baik Baik BH =10 cm BH= 15 cm BH = 18 cm
Rata-rata
Rata-rata Mata Buaya Busuk Hati
GR = 20 cm GR Total Total BH = 15 cm BH = 12 cm BH = 20 cm
Rata-rata 1
50 60
66 75
70 80
62 65
64 70
1 1 1 2 1 1 1 3
60 60 48
58 62 50
48 50 60
50 55 48
70 96
80 133
60 62 58 60
78 65 60 65
70 65 78 70 55
75 74 82 75 62
48 58
65 64
49 59 54 68 77,5 72,8 63 67,5
5 6 5,5 17 18 17,5 15 22
0,942 1,640 1,291 6,171 8.487 7,329 4,673 7,869
0,780 1,446 1,113 6,171 8.487 7,329 4,673 7,869
59 61 49 55 49 52,5 54 51,8
12 18 18 18 12 6 5 7,7
3,279 5,258 3,393 4,326 2,262 1,298 1,145 1,568
3,279 5,258 3,393 4,326 2,142 1,163 1,004 1,436
75 114,5 75 69 63,5 59 62,5 61,7
8 20 8 21,5 8 6,5 6 6,8
3,533 20,58 3,533 8,035 2,532 1,776 1,840 2,049
3,193 1,601 3,193 20,58 2,353 1,682 1,601 1,879
72 69,5 80 72,5 58.5 55,5 56,5 61
10,4 8,2 7.1 6 11.4 5,3 9,1 6,2
4,232 3,109 3,567 2,476 3,063 2,288 2,280 1,811
4,232 2,372 3,283 2,236 3,063 1,973 2,280 1,672
Batang Bebas Cabang Gerowong
CW 50
48 58
Batang Bebas Cabang Pecah Baik
2
1 1 2 1 1 2 1 1
1 1 2 1 1 1 1 3
Batang Bebas Cabang Muntir Gerowong
Rata-rata Mata Buaya Busuk Hati
Twist GR = 30 cm GR = 20 cm GR = 20 cm GR Total Total BH = 15 cm
1 1 1 1 1 4 1 1
88 2
Batang Bebas Cabang Gerowong Rata-rata Mata Buaya Busuk Hati
3
GR = 20 cm GR = 30 cm Total BH Total
1 1 2 1 1
62 58
68 65
74 68
77 72
84 67
65 72
55
68
65 61,5 63,3 75,5 70
5,1 12,4 8,8 8,4 8,4
1,691 3,682 2,687 3,759 3,231
1,487 2,567 2,027 3,759 3,231
74,5 69,5 72 60
8,1 5,2 6,7 6,4
3,529 1,972 2,751 1,809
3,529 1,764 2,647 1,233
Batang Bebas Cabang Gerowong Rata-rata Busuk Hati
GR Total GR = 20 cm BH = 30 cm
1 1 2 1
89 Lampiran 14. Data potensi limbah jalan angkut berdasarkan dimensi kerusakan kayu Jumlah
Rute Angkutan BLOK - JUPOY
Jenis Limbah
Kategori Limbah
Baik Baik Baik Baik Baik Baik rata-rata
1 2 3 4
Diameter dr
Panjang (m)
VOL. Kotor (M3)
VB dari cacat (M3)
71 72 77 74 172 88
73 74 79 76 176 88
148 121 110 128
152 123 114 132
72
72
60
62
88
90
72 73 78 75 174 88 93 150 120 112 130 128 72 72 61 61 89 89
11,4 16,3 11,3 19,3 9,7 18,2 14,4 12,7 8.1 6,5 10,6 9,5 11,4 11,4 21,3 21,3 10,6 10,6
4,639 6,819 5,397 8,522 23,054 11,064 9,916 22,431 9,156 6,401 14,062 13,013 4,639 4,639 6,222 6,222 6,591 6,591
4,639 6,819 5,397 8,522 23,054 11,064 9,916 21,923 8,832 4,507 12,367 11,907 4,639 4,639 6,222 6,222 6,591 6,591
60 62 63 60 61,5 64 75 80 72,5 62,5
64 66 67 60 66,5 68 79 84 77,5 67,5
62 64 65 60 64 66 77 82 75 65
10,8 10,8 11,2 12,6 11,4 18,7 17,9 16,4 18,2 18,4
3,259 3,473 3,715 3,561 3,666 6,394 8,331 8,656 8,036 6,103
3,259 3,473 3,715 3,561 3,666 6,394 8,331 8,656 8,036 6,103
6 Gerowong Gerowong Gerowong Gerowong
rata-rata 1
4 Pecah
rata-rata 1 rata-rata 1 rata-rata 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
p
Batang Bebas Cabang
1 2 3 4 5 6
BLOK - SEI PARI
u
1 Twist (Muntir) 1 Mata Buaya 1
Batang Bebas Cabang Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
90 11
Baik
68
68
Gerowong
84
88
1 Twist (Muntir) 1
73
77
rata-rata 1 rata-rata 1 rata-rata
11
68 68 86 86 75 75
20,2 15,1 21,2 21,2 18,5 18,5
7,332 5,684 12,483 12,483 8,169 8,169
7,332 5,684 11,461 11,461 8,169 8,169
91 Lampiran 15. Data potensi limbah TPK/Logpond PT. Austral Byna berdasarkan dimensi kerusakan kayu Jenis Kayu Limbah Meranti
Kategori limbah Patah Batang Patah Batang Patah Batang Patah Batang Patah Batang Patah Batang
Rata-rata Pecah Batang Pecah Batang Pecah Batang Rata-rata Rimba Campuran Balau
Busuk Hati = 20 cm Cacat Total Patah Batang Cacat Total Pecah Batang Pecah Batang
Rata-rata Gerowong = 56 cm Gerowong = 40,5 cm Gerowong = 59 cm Rata-rata Keruing Nyatoh
Mata Buaya Busuk Hati = 20 cm
Jumlah (Log) 1A 1B 2 3 4A 4B 6 1A 1B 2 3 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 3 1 1
u 58 48 36 56 30 30
Diameter p 65 58 44 71 38 38
30 30 52
43 43 68
46 50 42 54 52 100
55 56 60 66 66 120
88 88 121
104 113 129
73 51
84 65
dr 61,5 53 40 63,5 34 34 47,7 36,5 36,5 60 44,3 50,5 53 51 60 59 110 84,5 96 100,5 125 107 78,5 58
Panjang (m) 9,5 8,5 16 13 9,85 7,85 10,8 14,2 12,2 20,2 15,5 18 11,3 10 11,9 13,6 12,6 13,1 17,2 18,6 13,3 16,4 12,9 14,7
Volume dengan cacat (m3) 2,82 1,87 2,01 4,11 0,89 0,71 2,07 1,49 1,28 5,71 2,83 3,60 2,49 2,04 3,36 3,72 11,97 7,85 12,46 14,75 16,31 14,51 6,24 3,88
Volume Bersih (m3) 1,34 0,99 1,51 2,22 0,89 0,71 1,28 1,49 1,28 4,86 2,54 2,88 2,49 2,04 3,36 2,62 11,97 7,30 5,42 7,92 6,41 6,58 6,24 3,29