1
LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER PROVINSI RIAU
MORIZON
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
2
LIMBAH PEMANENAN KAYU DAN FAKTOR EKSPLOITASI DI IUPHHK-HA PT. DIAMOND RAYA TIMBER PROVINSI RIAU
MORIZON E14080098
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
3
RINGKASAN MORIZON. Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau. Dibimbingan oleh UJANG SUWARNA. PT. Diamond Raya Timber terletak di Semenanjung Bagan Siapiapi yang merupakan kawasan Cagar Biosfer. Untuk memenuhi kriteria dan indikator PHPL (Pengelolaan Hutan Produksi Lestari) serta prinsip Forest Stewardship Council (FSC) kelima, perusahaan tersebut harus melakukan identifikasi, perhitungan dan monitoring limbah pemanenan kayu. Besarnya limbah dijadikan dasar penentuan nilai faktor eksploitasi agar dapat dilakukan penekanan dan pengurangan terjadinya limbah dan pemanenan kayu yang efisien. Penelitian ini bertujuan mengetahui volume, persentase, dan sebaran limbah yang terjadi di petak tebang, jalan sarad, TPn dan jalan angkut akibat kegiatan pemanenan, serta mengetahui nilai faktor eksploitasi di PT. Diamond Raya Timber. Limbah dalam penelitian ini berupa tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas dan dahan diameter minimal 30 cm. Pengambilan data dilakukan pada petak contoh 6 (100 m x 100 m) dengan 3 plot contoh di petak manual dan 3 plot contoh di petak mekanis. Limbah pemanenan kayu secara manual dan secara mekanis sebagian besar terjadi di petak tebang. Volume limbah rata-rata yang dihasilkan pohon yang ditebang di petak manual seluruhnya terjadi di petak tebang yaitu sebesar 7,81 m3/ha. Volume limbah rata-rata yang dihasilkan pohon yang ditebang di petak mekanis yaitu sebesar 19,75 m3/ha, terdiri atas limbah di petak tebang sebesar 16,9 m3/ha, dan limbah di TPn sebesar 2,85 m3/ha. Limbah yang terjadi di petak manual lebih kecil jika dibandingkan dengan limbah di petak mekanis. Hal ini bisa dilihat dari petak manual semuanya menggunakan tenaga manusia untuk melakukan kegiatan pemanenan dari penebangan, penyaradan, pemuatan dan pengangkutan sedangkan di petak mekanis menggunakan tenaga mesin sebagian besarnya. Rata-rata limbah di petak mekanis lebih besar dikarenakan kesalahan operator chainsaw dalam menentukan arah rebah, melakukan penebangan, pemotongan dan pembagian batang atau bisa disebabkan oleh operator logfisher pada saat penyaradan. Persentase limbah berdasarkan total volume limbah di petak manual yaitu 100% terjadi di petak tebang. Sedangkan persentase limbah di petak mekanis yaitu 85,57% terjadi di petak tebang dan 14,43% terjadi di TPn. Besarnya faktor eksploitasi di petak manual sebesar 0,83 sedangkan di petak mekanis sebesar 0,71, hal tersebut menandakan bahwa limbah yang berada pada petak manual lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah yang berada pada petak mekanis.
Kata Kunci: faktor eksploitasi, limbah pemanenan, petak manual, petak mekanis.
4
SUMMARY MORIZON. Logging Waste and Exploitation Factor at IUPHHKHA Diamond Raya Timber Forest Company, Riau Province. Supervised by UJANG SUWARNA. Diamond Raya Timber forest company lies on Semenanjung Bagan Siapiapi which is a region biosfer heritage. To meet the criteria and indicators PHPL (sustainable production forest management) as well as the fifth principle (forest stewardship council), the company must do identification, calculation, and monitoring the waste of wood harvesting. The amount of waste used as the determination basis the value of factor exploitation so that can be conducted emphasis and reduction the waste of harvesting wood efficiently. This research aimed to know volume, percentage, and scatter of waste occurring in logging compartment, skidding way, log yard and hauling way as the result of harvesting activity, and knowing the value of exploitation factor in Diamond raya timber forest company. Logging waste is defined as stump, stem, upper stem and branches in diameter at least 30 cm. The data retrieval is performed on a compartment of example 6 (100 m x 100 m) with 3 sample plots in manual compartment and 3 sample plots in mechanical compartment. Logging waste of wood harvesting manually and mechanically most occur in logging compartment. The Volume of waste produced on average tree is felled in the compartment of manual entirely going on in that amounting to slash compartment 7,81 m3/ha. The Volume of waste produced on average tree is felled in the compartment of mechanical of 19.75 m3/ha, made up of waste in the compartment of slash of 16.9 m3/ha, and waste in the TPn of 2.85 m3/ha.The waste which occurred in manual compartment is smaller than mechanical compartment. It can be shown from the manual compartment using manpower to perform all harvesting activities from logging, skidding, landing and transporting, while in mechanical compartment most using mechanical power. The average of waste in mechanical compartment is larger because of chainsaw operator error in determining falling direction, logging, cutting and division of stem or can be caused by logfisher operator in skidding. Percentage of waste based on total waste volume in manual compartment is 100% occurring in logging compartment. Meanwhile, percentage of waste in mechanical compartment is namely 85,57% occurring in logging compartment and 14,43% in log yard. The magnitude of a factor of exploitation in compartment manual (0.83) while in compartment mechanical (0,71), amounting to it indicates that waste is at the compartment manual is less than with the waste which resides in compartment mechanical.
Keywords: exploitation factor, logging waste, manual compartment, mechanical compartment.
5
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2013
Morizon NRP E14080098
6
Judul Skripsi
: Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHKHA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau
Nama
: Morizon
NIM
: E14080098
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Ujang Suwarna S. Hut, M. Sc. F. NIP. 19720512 199702 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
7
PRAKATA Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini sebagai tugas akhir yang berjudul “Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau” dengan sebaik-baiknya. Karya ilmiah ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor minor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Karya ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Kota Dumai, Provinsi Riau pada bulan Februari 2012 sampai dengan bulan April 2012. Informasi mengenai pengurangan limbah dan meningkatkan efektifitasnya dengan mengetahui faktor eksploitasi di PT Diamond Raya Timber sangat penting mengingat perusahaan tersebut berada dalam kawasan cagar biosfer dunia. Ucapan terima kasih disampaikan kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis selama penelitian di lapangan dan pada saat penulisan skripsi: 1.
Ujang Suwarna S. Hut, M. Sc. F selaku dosen pembimbing yang telah memberikan arahan, motivasi dan bimbingannya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.
2.
Pimpinan dan staf karyawan PT. Diamond Raya Timber Bapak Wahyu H, Mas Nugroho PW, Mbak Omita M, dan Mas Dede D atas bimbingannya selama di lapangan serta Mas Bibit dan Bang Iwan atas bantuannya selama penelitian di lapangan.
3.
Kedua orang tua tercinta, Ayahanda Muhammad Husein dan Ibunda Mawarni serta adik tercinta Mega Novisa dan Yongki Alexander yang telah memberikan dukungan moral dan material serta kasih sayang. Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk menyempurnakan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, Januari 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Padang, Sumatera Barat pada tanggal 17 Februari 1990 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Muhammad Husein dan Mawarni. Pada tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kinali, Pasaman Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi SNMPTN. Penulis memilih Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama
menuntut
di
IPB,
penulis
aktif
disejumlah
organisasi
kemahasiswaan yakni staf UKM Sepak Bola IPB, staf UKM Taekwondo tahun 2008-2009, staf International Forester Student Association IPB (IFSA LC IPB) 2009-2011, staf Mahasiswa Pecinta Alam Fahutan IPB (RIMPALA), panitia Bina Corp Rimbawan (BCR) Fakultas Kehutanan tahun 2009-2011, panitia Temu Manajer (TM) jurusan Manajemen Hutan tahun 2010, panitia International Forester Student Symposium (IFSS) tahun 2009, Ketua Panitia Hari Lingkungan Hidup tahun 2011. Selama di IPB penulis telah mengikuti beberapa lomba yaitu Kejuaraan empat dimensi panjat tebing di UNISMA tahun 2010. Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Gunung Sawal dan Pangandaran, Jawa Barat, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Riau. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul “Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber, Provinsi Riau” di bawah bimbingan Ujang Suwarna S. Hut, M. Sc. F.
i
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR ISI. ........................................................................................................ i DAFTAR TABEL....... .......................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ v DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Tujuan ................................................................................................. 2 1.3 Manfaat Penelitian............................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan. ............................................................................... 4 2.2 Pemanenan Hutan Ramah Lingkungan ............................................... 4 2.3 Limbah Pemanenan Kayu. .................................................................. 5 2.3.1 Pengertian Limbah Pemanenan Kayu ........................................ 5 2.3.2 Batasan Limbah .......................................................................... 6 2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah ....................... 7 2.3.4 Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Alam ..................... 9 2.3.5 Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Tanaman ............... 10 2.3.6 Upaya untuk Meminimalkan Besarnya Limbah Pemanenan Hutan .......................................................................................... 10 2.3.7 Pemanfaatan Limbah .................................................................. 13 2.4 Faktor Eksploitasi ................................................................................ 14 2.5 Hutan Rawa Gambut ........................................................................... 16 2.5.1 Pengertian Hutan Rawa Gambut ................................................ 16 2.5.2 Luas dan Penyebaran Hutan Rawa Gambut ............................... 16 2.5.3 Klasifikasi Hutan Rawa Gambut ................................................ 17 2.5.4 Karakteristik dan Sifat Hutan Rawa Gambut ............................. 17 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................. 18 3.2 Alat dan Bahan Penelitian. .................................................................. 18
ii
3.3 Batasan Masalah .................................................................................. 18 3.4 Prosedur Penelitian .............................................................................. 19 3.4.1 Penentuan Plot Contoh ............................................................... 19 3.4.2 Inventarisasi Tegakan Sebelum Penebangan ............................. 20 3.4.3 Pengukuran Sortimen di Petak Tebang ...................................... 20 3.4.4 Pengukuran Sortimen di Jalan Sarad .......................................... 22 3.4.5 Pengukuran Sortimen di TPn ..................................................... 22 3.4.6 Pengukuran Sortimen di Jalan Angkut ....................................... 23 3.5 Pengolahan dan Analisis Data ............................................................. 23 3.5.1 Perhitungan Volume ................................................................... 23 3.5.2 Perhitungan Persen Limbah ....................................................... 24 3.5.3 Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan .......................... 25 3.5.4 Faktor Eksploitasi ....................................................................... 26 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas ................................................................................... 27 4.2 Topografi dan Kelerengan .................................................................. 27 4.3 Tanah dan Geologi ............................................................................. 27 4.4 Iklim dan Intensitas Hujan ................................................................ 28 4.5 Hidrologi ............................................................................................ 28 4.6 Keadaan Hutan ................................................................................... 29 4.7 Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat ........................................... 29 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pemanenan Kayu di IUPHHK-HA PT Diamond Raya Timber ........................................................................................ 31 5.2 Bentuk Limbah Pemanenan Kayu ....................................................... 34 5.3 Jumlah Pohon yang ditebang............................................................... 37 5.4 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Lokasi Terjadinya Limbah .................................................................. 39 5.4.1 Limbah Pemanenan Kayu di Petak Tebang .............................. 41 5.4.2 Limbah Pemanenan Kayu di Jalan Sarad .................................. 44 5.4.3 Limbah Pemanenan Kayu di TPn.............................................. 45 5.4.4 Limbah Pemanenan Kayu di Jalan Angkut ............................... 46
iii
5.5 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Sumber Limbah .................................................................................. 46 5.6 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Kondisi Limbah .................................................................................. 49 5.6 Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan ................................................ 54 5.8 Faktor Eksploitasi ............................................................................... 58 5.9 Analisis Solusi Pengurangan Limbah Pemanenan .............................. 60 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan.......................................................................................... 63 6.2 Saran .................................................................................................... 64 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 65 LAMPIRAN .......................................................................................................... 69
iv
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Jumlah pohon yang ditebang di petak manual ................................................. 37 2. Jumlah pohon yang ditebang di petak mekanis................................................ 38 3. Limbah pemanenan kayu berdasarkan lokasi di petak manual ........................ 39 4. Limbah pemanenan kayu berdasarkan lokasi di petak mekanis ...................... 40 5. Volume limbah rata-rata pada tiap petak contoh di petak manual ................... 42 6. Volume limbah rata-rata pada tiap petak contoh di petak mekanis ................. 42 7. Volume limbah berdasarkan sumbernya di petak manual ............................... 47 8. Volume limbah berdasarkan sumbernya di petak mekanis .............................. 47 9. Volume limbah berdasarkan kondisinya di petak manual ............................... 50 10. Volume limbah berdasarkan kondisinya di petak mekanis ............................. 50 11. Volume limbah kayu hasil tebangan di petak manual dan mekanis Terhadap bidang dasar, intensitas tebangan dan keterampilan penebangan. 55 12. Analisis ragam hubungan antara limbah, bidang dasar dan Keterampilan penebang ................................................................................... 57 13. Nilai faktor eksploitasi pada petak manual ..................................................... 58 14. Nilai faktor eksploitasi pada petak mekanis.................................................... 58
v
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1. Pengukuran tunggak ......................................................................................... 20 2. Pengukuran batas bebas cabang dan batang bagian atas .................................. 21 3. Pengukuran dahan ............................................................................................ 21 4. Pengukuran limbah sisa potongan .................................................................... 22 5. Tunggak yang terlalu tinggi ............................................................................. 35 6. Limbah batas bebas cabang (trimming pangkal) .............................................. 35 7. Trimming ujung ................................................................................................ 36 8. Limbah batang bagian atas ............................................................................... 36 9 . Limbah dahan ................................................................................................... 37 10. Pecah pangkal dan timbul serabut pada pangkal (barberchair)...................... 51 11. Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak manual................ 52 12. Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak mekanis .............. 53
vi
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1. Persentase limbah berdasarkan volume pohon yang ditebang di petak manual ................................................................................................. 70 2. Persentase limbah berdasarkan volume pohon yang ditebang di petak mekanis ................................................................................................ 73 3. Perhitungan volume limbah berdasarkan sumbernya di petak manual ............. 76 4. Perhitungan volume limbah berdasarkan sumbernya di petak mekanis ........... 79 5. Perhitungan volume limbah berdasarkan kondisinya di petak manual ............. 82 6. Perhitungan volume limbah berdasarkan kondisinya di petak mekanis ........... 85 7. Analisis ragam hubungan antara limbah dengan intensitas tebang, bidang dasar dan keterampilan penebangan ...................................................... 88 8. Peta areal kerja PT. Diamond Raya Timber...................................................... 89
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Hutan merupakan sumberdaya alam hayati yang memiliki potensi sangat
besar bagi kehidupan manusia. Salah satu sumberdaya yang banyak dimanfaatkan adalah kayu, untuk mengubahnya bernilai ekonomi diperlukan kegiatan mengeluarkan kayu dari hutan yang disebut dengan pemanenan kayu. Pemanenan kayu oleh Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu di Hutan Alam (IUPHHKHA) di Indonesia menghasilkan limbah kayu berkualitas baik dalam jumlah yang besar. Hal ini harus menjadi perhatian mengingat semakin berkurangnya areal hutan dan penutupan industri kayu karena semakin menipisnya jumlah kayu. Pemanfaatan kayu di Indonesia sampai saat ini kurang efisien karena jumlah kayu yang dimanfaatkan pada umumnya masih rendah dibandingkan dengan volume kayu yang ditebang. Bagian pohon seperti tunggak, cabang, ranting, dan batang yang cacat umumnya ditinggalkan begitu saja di hutan dan menjadi limbah, dengan perhitungan paling konservatif saja pada tingkat produksi tahun 1980-an diperoleh limbah sebesar hampir 7,5 juta m3/tahun dengan nilai sebesar hampir Rp 1,2 triliun/tahun. Konversi limbah tersebut ke luas areal hutan untuk menghasilkan volume kayu sebesar itu adalah lebih dari 124.000 ha/tahun (Tinambunan 2001). Dalam praktek pengelolaan hutan lestari pemborosan seharusnya dapat ditekan serendah mungkin. PT Diamond Raya Timber adalah perusahaan yang memanen kayu. Perusahaan tersebut terletak di Kota Dumai Provinsi Riau dengan mendapatkan Sertifikat Pengelolaan Hutan Alam Produksi Lestari (PHAPL) melalui Joint Certification Program antara Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) dan Forest Stewardship Council (FSC). PT Diamond Raya Timber adalah pemegang IUPHHK-HA pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifikat PHAPL, khususnya hutan rawa gambut. Berdasarkan prinsip kelima pengelolaan hutan lestari menurut Forest Stewardship Council (FSC) yaitu mendorong pemanfaatan yang efektif berbagai produk dan jasa dari hutan untuk menjamin kemampuan ekonomi serta berbagai manfaat lingkungan hidup dan sosial, salah satu
2
kriterianya yaitu meminimalisasi limbah pemanenan kayu. Oleh karena itu semua kegiatan pemanenan di perusahaan tersebut harus mendapatkan perhatian lebih, salah satunya adalah melakukan identifikasi, perhitungan, dan monitoring limbah pemanenan kayu. Limbah pemanenan kayu besar kaitannya dengan faktor eksploitasi. Makin besar limbah eksploitasi yang terjadi berarti faktor eksploitasi semakin kecil (Dulsalam 1995). Tingkat efisiensi pemanenan kayu dapat diukur dengan menggunakan parameter besar kecilnya angka faktor eksploitasi. Pada tahun 1970 hingga 1990 faktor eksploitasi yang digunakan untuk menghitung jatah tebang Hak Pengusahaan Hutan (IUPHHK) di seluruh Indonesia adalah 0,70. Besarnya faktor eksploitasi di dua IUPHHK di Sulawesi Selatan adalah 0,81 dan 1,56 (Lempang et al. 1995). Informasi mengenai besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan kayu secara mekanis diperlukan untuk membantu perusahaan dalam perencanaan target produksi dan juga memberikan kemudahan bagi Departemen Kehutanan dalam melakukan pengawasan. Penelitian mengenai limbah kayu dan faktor eksploitasi pada perusahaan tersebut mutlak harus dilakukan, atas dasar informasi tersebut, maka limbah kayu yang terjadi dapat ditekan serendah mungkin, sehingga pemanfaatan kayu dapat dilakukan dengan efisien dan efektif.
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengetahui volume limbah kayu yang terjadi di petak tebang, jalan sarad, tempat penimbunan sementara (TPn), dan jalan angkut akibat kegiatan pemanenan kayu di areal IUPHHK-HA PT Diamond Raya Timber. 2. Mengetahui persentase dan sebaran limbah di petak tebang, jalan sarad, tempat penimbunan sementara (TPn), dan jalan angkut di areal IUPHHK-HA PT Diamond Raya Timber. 3. Mengetahui faktor eksploitasi yang terjadi di areal IUPHHK-HA PT Diamond Raya Timber.
3
1.3
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan acuan kepada perusahaan untuk
menentukan efisiensi kegiatan pemanenan kayu agar nantinya dapat dilakukan upaya-upaya untuk meminimalkan limbah yang terjadi dan kemungkinan pemanfaatan limbah tersebut untuk beberapa keperluan.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pemanenan Hutan Abidin (1994) menyatakan bahwa pemanenan kayu saat ini dapat
didefenisikan sebagai perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian kegiatan yang mengubah dan memindahkan pohon menjadi batang atau kayu bulat yang dapat dimanfaatkan di luar hutan. Conway (1976) menyatakan bahwa eksploitasi hutan merupakan rangkaian kegiatan untuk mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan atau pengolahan. Kegiatan ini terdapat empat komponen utama yaitu penebangan (timber cutting), penyaradan (skidding or yarding), pemuatan (loading) dan pengangkutan (transportation). Budiaman (1996) menyatakan bahwa sistem pemanenan yang baik adalah sistem pemanenan yang dapat memperhitungkan tiga syarat utama, yaitu: 1.
Dapat diterima oleh masyarakat (socially accepetable) syarat ini mencakup tiga aspek utama: silvikultur, lingkungan dan politik.
2.
Layak secara ekonomi (economically feasible)
3.
Memungkinkan secara fisik lapangan (physically possible)
2.2
Pemanenan Hutan Ramah Lingkungan Menurut Elias et al. (2001) Reduce Impact Logging (RIL) adalah suatu
pendekatan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi terhadap pemanenan kayu. RIL merupakan penyempurnaan praktek pembuatan jalan, penebangan, dan penyaradan yang saat ini sudah ada. RIL memerlukan wawasan ke depan dan keterampilan yang baik dari para operatornya serta adanya kebijakan/policy tentang lingkungan yang mendukungnya. Nugraha et al. (2008) mengartikan RIL sebagai teknik pembalakan yang direncanakan secara intensif dengan sistem operasi lapangan menggunakan teknik pelaksanaan dan peralatan yang tepat serta diawasi secara terpadu untuk meminimalkan kerusakan tanah maupun kerusakan tegakan tinggal. Tujuan RIL adalah mengurangi kerusakan pada tegakan tinggal agar berada dalam kondisi yang baik dalam siklus tebang berikutnya, mengurangi
5
besarnya kerusakan tanah, dan memelihara integritas serta kualitas sistem perairan di hutan dengan mengurangi perlintasan sungai, menon-aktifkan jalan sarad serta kegiatan pembalakan dan kegiatan lain yang dapat mengurangi erosi (Klassen 2005). Tujuan RIL hanya akan dapat dicapai jika didahului oleh perencanaan yang baik. Perencanaan penebangan meliputi rencana pohon yang ditebang, rencana jalan sarad, rencana lokasi Tempat Penimbunan Kayu (TPn). Perencanaan ini nantinya akan dijadikan dasar dalam mengevaluasi kegiatan penebangan yang dilaksanakan. Nugroho (1995), menyatakan bahwa berdasarkan alat yang dipergunakan, penyaradan dapat dibedakan menjadi: 1. Sistem manual, yang terdiri dari kuda-kuda, dipikul, dan disarad dengan hewan. 2. Sistem mekanis, yang terdiri dari traktor dan kabel.
2.3
Limbah Pemanenan Kayu
2.3.1
Pengertian Limbah Pemanenan Kayu Limbah adalah suatu zat yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang tidak
bernilai ekonomis. Limbah pemanenan adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan akan tetapi karena terpaksa ditinggalkan di hutan (Sastrodimedjo dan Simarmata 1981). Limbah pemanenan kayu adalah pohon atau bagian pohon yang tertinggal dan belum dimanfaatkan di areal tebangan yang berasal dari pohon yang ditebang dan pohon-pohon lain yang rusak akibat penebangan dan penyaradan (Simarmata dan Haryono 1986). Matangaran et al. (2000) menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami (defect) yang terjadi secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. Soemitro (1980) yang melihat dari segi ekonomi berpendapat bahwa limbah pemanenan kayu adalah hasil marginal dan/atau hasil ikutan yang tidak dapat kesempatan untuk dimanfaatkan pada keadaan dan waktu kini. Limbah kayu terdiri atas kayu-kayu dari berbagai bentuk dan ukuran yang tidak mempunyai nilai ekonomis, oleh karenanya ditinggalkan di hutan serta kayu-kayu dari
6
berbagai bentuk dan ukuran yang dihasilkan oleh proses pengolahan yang tidak laku dijual (Sarajar 1989).
2.3.2
Batasan Limbah Berdasarkan Surat Keputusan Dirjen Pengusahaan Hutan No.212/Kpts/IV-
PHH/1990 tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pemanenan batasan limbah pemanenan kayu adalah: a. Kayu yang tidak termasuk dalam daftar jenis kayu indah atau kayu dekoratif dengan kegunaan khusus. b. Kayu glondongan dengan diameter ≤ 30 cm tanpa batasan panjang. c. Kayu glondongan dengan panjang ≤ 2 meter, tanpa batasan diameter Sinaga et al. (1984) menyebutkan bahwa limbah pemanenan kayu meliputi: a. Limbah tunggak di bagian atas batas yang diperkenankan. b. Bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas cabang. Budiaman (2000) menyebutkan bahwa limbah pemanenan kayu adalah kayu bulat berupa bagian batang komersial, potongan pendek, tunggak, cabang, dan ranting. Batasan jenis sortimen kayu bulat yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Batang komersial adalah batang dari atas banir sampai cabang pertama atau batang batang yang selama ini dikeluarkan oleh perusahaan pada pengusahaan hutan alam. 2. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama. 3. Cabang dan ranting adalah komponen tajuk dari pohon yang ditebang yang berada di atas cabang pertama. 4. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Tinggi tunggak sangat bervariasi tergantung dari ketinggian takik balas. 5. Potongan kecil adalah bagian batang utama yang mengandung cacat dan perlu dipotong. Potongan kecil juga meliputi banir, batang dengan cacat nampak, pecah, busuk dan jenis fisik lainnya yang mengurangi nilai ekonomis kayu.
7
2.3.3
Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Limbah Faktor penyebab terjadinya limbah antara lain kelemahan-kelemahan dalam
peraturan dan disiplin penerapannya, sumberdaya manusia, penguasaan teknologi pemanenan hutan dan tidak adanya diversifikasi industri pengolahan kayu (Tinambunan 2001). Menurut Direktorat Pengolahan Hasil Hutan (1989) limbah pemanenan kayu terjadi karena kesalahan teknis, yaitu: a. Menebang terlalu tinggi sehingga menghasilkan limbah tunggak yang besar. b. Pembagian batang pada umumnya disesuaikan dengan jenis dan kapasitas alat angkut, bukan pada sortimen yang dibutuhkan industri. c. Pohon-pohon yang rusak sebagai akibat penebangan dan penyaradan. Limbah dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain topografi, kerapatan tegakan, keterampilan penebangan dan operator traktor serta kebutuhan kayu. Faktor alam tersebut sukar diatasi, walaupun dapat diatasi sudah tidak efisien lagi dengan biaya yang dikeluarkan (Simarmata dan Haryono 1986). Faktor yang mempengaruhi terjadinya limbah menurut Lembaga Penelitian Hasil-Hutan (1980) adalah: a. Teknik dan peralatan pemanenan yang kurang tepat. b. Manajemen pengusahaan hutan yang masih lemah. c. Kesadaran dan keterampilan pelaksana yang masih perlu ditingkatkan dalam proses yang berhubungan dengan kegiatan pengusahaan hutan. d. Pengawasan yang masih perlu ditingkatkan. Timbulnya limbah juga dipengaruhi oleh syarat-syarat pasaran, jenis, dan nilai kayunya, tempat serta fasilitas pasarnya pada saat itu. Dengan demikian ukuran serta kualitas yang tidak memenuhi syarat pada saat itu akan menjadi limbah. Faktor penyebab limbah yang tidak dapat dikuasai adalah faktor alam, yaitu kayu tidak dapat dimanfaatkan karena letaknya tidak memungkinkan pemanenan secara ekonomis antara lain di dalam jurang, atau pada lereng-lereng yang curam, juga apabila pohon yang ditebang ternyata busuk, berlubang atau cacat (Soemitro 1980). Sastrodimejo dan Simarmata (1981) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
8
a. Topografi berkaitan dengan kemungkinan dapat atau tidaknya kayu untuk ditebang dan dimanfaatkan, kesulitan dalam mengeluarkan kayu sehingga ditinggal dan tidak dimanfaatkan. b. Musim berpengaruh terhadap keretakan batang-batang yang baru ditebang. Pada musim kemarau kayu akan lebih mudah pecah karena udara kering. c. Peralatan, pemilihan jenis dan kapasitas alat yang keliru dapat menyebabkan kayu tidak dapat dimanfaatkan seluruhnya. d. Cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi. e. Sistem upah yang menarik akan memberikan rangsang yang baik terhadap para pekerja sehingga yang bersangkutan bersedia melaksanakan sesuai yang diharapkan. f. Kurangnya sinkronisasi antara kegiatan yang satu dengan kegiatan lainnya dapat menyebabkan tidak lancarnya kegiatan. g. Permintaan pasar. Simarmata (1985) secara umum menunjukkan bahwa besarnya limbah pemanenan kayu dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya: a. Faktor alam 1. Jenis kayu 2. Keadaan tanah dan topografi 3. Kerapatan pohon/tegakan 4. Keadaan cuaca. b. Faktor manajemen dan pemasaran 1. Teknik, alat dan pemasaran 2. Harga kayu 3. Bentuk, ukuran, dan kondisi kayu yang laku di pasar 4. Jenis industri yang ada. Rishadi (2004) menyatakan bahwa secara umum faktor yang menyebabkan terjadinya limbah pemanenan hutan adalah kurangnya pengawasan di setiap tahapan kegiatan pemanenan hutan, kesalahan dalam melakukan kegiatan penebangan, tidak dilakukannya pengukuran terhadap sortimen kayu, kurangnya kerjasama diantara regu penebang dan regu penyarad termasuk pihak-pihak yang
9
terkait dengan kegiatan penebangan dan penyaradan khususnya kontraktor, dan kayu terlalu lama berada di TPn. Lim (1992) menyatakan di IUPHHK PT Kayu Pasaguan menunjukkan hubungan yang sangat nyata antara luas bidang dasar pohon yang ditebang dengan volume limbah yang terjadi, yang terdiri atas limbah tunggak, limbah batang bebas cabang, limbah batang bagian atas, limbah cabang, limbah kerusakan tegakan tinggal. Semakin besar luas bidang dasar pohon yang ditebang, maka semakin besar volume limbah yang dihasilkan. Limbah pemanenan dianggap dapat dihindari bila bagian dari batang kayu, yang memenuhi standar penggunaan perusahaan, tetapi ditinggalkan di hutan karena praktek penebangan dan penyaradan yang tidak tepat (Klassen 2006). Penyebab-penyebab terjadinya limbah dapat dibedakan menjadi dua kelompok besar: a. Secara alami, yaitu kayu ditinggalkan karena ada cacat alami sehingga tidak dapat dipasarkan pada saat ini, seperti kayu berlubang, busuk, dan gerowong. b. Secara mekanis, yaitu kayu ditinggalkan karena ada kerusakan pada kayu akibat kegiatan pemanenan, seperti pecah, patah, dan lain-lain (Sianturi et al. 1984) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lempang et al. (1995) peubah yang berpengaruh nyata terhadap besarnya limbah pemanenan kayu yaitu panjang kayu di tempat penebangan, rata-rata diameter tebangan, volume kayu di tempat tebangan, dan panjang kayu di TPn. Menurut Kartika (2004) kegiatan penebangan meninggalkan banyak limbah yang meliputi limbah tunggak, limbah cabang dan ranting, limbah batang atas, dan limbah potongan pendek. Jika ditinjau dari asal limbah, maka limbah hasil penebangan merupakan limbah yang paling besar.
2.3.4
Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Alam Potensi limbah pemanenan kayu di Indonesia setiap tahun berkisar antara
2,5 juta- 7,5 juta m3 (Suryaningrat et al. 1989). Berdasarkan penelitian Sasmita (2003) di IUPHHK PT Sumalindo Lestari Jaya besarnya limbah pemanenan kayu yang terjadi di hutan alam yaitu 26,28 m3/ha. Besarnya volume limbah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan mencapai 36% dari keseluruhan volume kayu
10
yang ditebang, limbah ini terdiri atas limbah yang terjadi di petak tebang adalah 33,15%, limbah yang terjadi di TPn 2,68% dan limbah yang terjadi di TPK sebesar 0,98%. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sukanda (1995) di IUPHHK Narkata Rimba Kalimantan Timur menyebutkan bahwa limbah dapat berasal dari pohon yang ditebang dan dari pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan. Limbah yang berasal dari pohon yang ditebang sebesar 28,02 m3/ha (32,41%), terdiri atas limbah yang berasal dari tunggak 4,26 m3/ha (4,93%), limbah batang bebas cabang 12,67 m3/ha (14,65%), limbah dari batang bagian atas dan limbah dahan sebesar 11,09 m3/ha (12,83%). Penelitian Lim (1992) menyebutkan bahwa limbah dapat ditentukan berdasarkan volume total kayu yang dipanen dan berdasarkan volume total limbah pemanenan kayu. Limbah berdasarkan total kayu yang dipanen sebesar 41,31%, sedangkan limbah berdasarkan total limbah yang terjadi yaitu limbah berupa tunggak sebesar 6,74%, limbah berupa batang bebas cabang sebesar 68,7%, limbah berupa batang bagian atas sebesar 15,52%, dan limbah dahan sebesar 16,34%.
2.3.5
Potensi Limbah Pemanenan Kayu di Hutan Tanaman Menurut Dulsalam et al. (2000), pemanenan kayu di hutan tanaman yang
menerapkan teknik pemanenan yang baik dan benar menunjukkan efisiensi cukup tinggi yaitu sebesar 90%. Dengan demikian limbah yang terjadi adalah 10% berupa kayu afkir berdiameter lebih dari 10 cm, selain itu sebenarnya masih terdapat limbah tambahan dari kayu yang berdiameter kurang dari 10 cm.
2.3.6
Upaya untuk Meminimalkan Besarnya Limbah Pemanenan Hutan Beberapa upaya diperlukan untuk menekan dan/atau memanfaatkan limbah
kayu tersebut antara lain penyempurnaan peraturan yang ada serta penerapannya, peningkatan mutu sumber daya manusia, peningkatan penguasaan teknologi pemanenan hutan dan diversifikasi industri pengolahan kayu dengan mendorong industri yang mampu menggunakan kayu berdiameter sedang, kayu berdiameter kecil dan/atau sortimen yang pendek (Tinambunan 2001).
11
Menurut Budiaman (2000) volume limbah kayu bulat dapat dikurangi apabila dilakukan perbaikan dalam teknik penebangan dan pembagian batang. Peningkatan keterampilan pekerja melalui latihan kerja yang diberikan dapat memperkecil jumlah limbah yang terjadi pada kegiatan penebangan (Sinaga et al. 1984). Soewito (1980) mengemukakan bahwa usaha-usaha untuk mengurangi limbah pemanenan kayu adalah : a. Mendirikan industri pengolahan hasil hutan yang memanfaatkan log berkualitas rendah. b. Penyusunan pedoman pemanenan kayu. c.
Peningkatan kemampuan manajemen dan keterampilan pelaksana melalui pendidikan dan latihan. Untuk mengurangi limbah pemanenan kayu dapat di tempuh melalui dua
pendekatan, yaitu berhubungan dengan : 1. Kegiatan sebelum pemanenan kayu Dengan meningkatkan keterampilan pekerja, penggunaan teknis dan peralatan pemanenan yang sesuai, dilaksanakannya peraturan TPTI dengan sungguh-sungguh dapat mengurangi timbulnya limbah. 2. Kegiatan setelah pemanenan kayu Limbah yang terjadi, baik pada kegiatan penebangan maupun industri akan dapat dikurangi dengan adanya peningkatan pemanfaatannya (Sastrodimedjo dan Simarmata 1981). Klassen (2006) menyebutkan contoh spesifik dari limbah kayu yang dapat dihindarkan sebagai berikut : 1. Tunggak yang terlalu tinggi Kelebihan tunggak adalah bentuk nyata limbah kayu yang dapat dan mudah dihindari
melalui
pengawasan
tempat
kegiatan
penebangan.
Penelitian
menunjukkan, limbah ini mewakili 1-2% dari seluruh limbah kayu yang dapat dihindari. 2. Pemotongan banir dan ujung puncak pohon yang tidak tepat Cara memotong kayu log dari pohon yang ditebang akan mempengaruhi tingkat pemanfaatan limbah. Sering kali penebang memotong pohon jauh di atas
12
banir dimana diameter pohonnya mulai mengecil. Lubang kecil pada banir tersebut yang mengakibatkan berkurangnya volume kayu berkualitas karena dipotong, padahal sebenarnya seluruh log bisa ditarik ke TPn. Limbah kayu yang berada pada kategori ini, mewakili 35-55% dari seluruh volume limbah kayu yang dapat dihindari. 3. Meninggalkan pohon yang sudah di tebang dalam hutan Umumnya, kategori limbah kayu seperti ini merupakan 25-30% dari seluruh volume limbah kayu yang dapat dihindari. 4. Mengenali pohon yang tidak ditebang Menebang pohon yang mempunyai lubang sangat besar menjadi sangat tidak ekonomis untuk ditebang, dan seharusnya dapat dihindari karena menyebabkan kerusakan yang tidak perlu pada pohon sekitarnya. Pohon berlubang juga memiliki nilai sebagai pohon bibit/benih dan pada banyak kasus mempunyai fungsi ekologis dalam hutan. Penebang biasanya dapat menduga apakah suatu pohon berlubang dengan cara memukulkan parangnya pada pohon. Bila pohon dicurigai berlubang besar, penebang harus melakukan potongan secara vertikal untuk menentukan besarnya lubang. Bila ukuran lubang pada pohon tersebut melebihi batas toleransi yang ditentukan oleh standar pemanfaatan dari perusahaan, pohon tersebut tidak perlu ditebang. Menurut Thaib (1991) upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya limbah pemanenan kayu yaitu: 1.
Melakukan inventarisasi tegakan sebelum tebangan dengan teliti.
2.
Membuat rencana operasional dilengkapi petunjuk teknis pelaksanaan pemanenan dengan memperhatikan kondisi areal setempat.
3.
Peningkatan daya guna peralatan yang ada.
4.
Melaksanakan penyempurnaan sistem pengupahan pada kegiatan pemanenan yang merangsang upaya penekanan kayu limbah pemanenan.
5.
Meningkatkan pengendalian dan pengawasan pada kegiatan pemanenan.
6.
Meningkatkan keterampilan penebang berupa pelatihan menebang dan pembagian batang.
13
2.3.7
Pemanfaatan Limbah Menurut Bahrudin (1983) limbah pemanenan juga dimanfaatkan sebagai
sumber energi (kayu bakar). Selain digunakan oleh rumah tangga kayu bakar juga digunakan sektor industri seperti untuk pengasapan karet, pembuatan gula rakyat, pembakaran gamping, pembakaran batu bata, genteng dan sebagainya. Kayu limbah dari kegiatan penebangan dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk yang menggunakan teknologi sederhana hingga teknologi tinggi. Beberapa produk yang dapat dimanfaatkan dari kayu limbah (Gusmailina 1998). a.
Produk kayu solid: Komponen mebel, barang kerajinan/mainan, komponen alat olahraga, perkakas rumah tangga, komponen rumah dan kendaraan, dan peti kemas.
b.
Produk majemuk: vinir dan kayu lapis, papan partikel, papan semen, papan sambung.
c.
Pulp dan kertas: kertas, tissu, kertas sak, dan papan kertas.
d.
Bahan kimia produk turunan dari kayu: arang, gas, sutera tiruan.
e.
Kompos: penggembur tanah, penyubur tanah. Widarmana at al. (1973) menyebutkan bahwa pengujian teknis dan
ekonomis dapat dipilih untuk dimanfaatkan bagi produk-produk tertentu, misalnya kayu-kayu limbah tebangan yang berdiameter ≥ 30 cm dapat digunakan sebagai bahan penghara industri sawmill. Beberapa alternatif pemanfaatan limbah yang dapat dilaksanakan yaitu: a. Portable sawmill adalah bentuk penggergajian sederhana yang didirikan didalam atau di sekitar hutan, sehingga kayu-kayu kualita rendah dan limbah dapat langsung diolah. b. Log sawmill adalah penggergajian yang ditempatkan agak jauh dari hutan, tetapi tetap memanfatkan bahan baku dari limbah dan kayu-kayu kualita rendah. Penempatan industri agak jauh dari hutan ini bertujuan untuk mempermudah menjangkau pasar, baik pasar lokal maupun pasar untuk eksport. c. Portable chipper merupakan alternatif yang cukup tepat untuk mengolah limbah di hutan alam.
14
d. Gabungan chipper dan sawmill dilakukan karena pada industri sawmill masih banyak kayu yang dapat dibuat chips. Dengan demikian disamping dapat meningkatkan keuntungan, penggabungan sawmill dan chipper ini menunjang upaya pemanfaatan bahan baku semaksimal mungkin. e. Pemanfatan limbah sebagai bahan baku papan partikel sangat tepat karena permintaan produk papan ini dipasaran terus meningkat. Kayu limbah yang telah dikelompokkan kemudian diolah menjadi berbagai barang jadi sesuai jenis kayu dan tujuan pemanfaatan. Misalnya untuk komponen furnitur, perkakas rumah tangga, mainan, dan lain-lain. Langkah-langkah pemanfaatan kayu limbah adalah sebagai berikut (Malik 2000): a. Pengumpulan dari hutan ke Tempat Pengumpulan Kayu Limbah (TPKL). b. Pengangkutan dari TPKL ke sentra-sentra industri. c. Penyortiran, kayu dipisahkan berdasarkan jenis dan ukurannya. d. Pengolahan.
2.4
Faktor Eksploitasi Faktor eksploitasi merupakan perbandingan antara banyaknya produksi
kayu yang dihasilkan dari suatu areal hutan dengan potensi standingstock-nya yaitu sebesar 0,7 dan dimasukkan dalam penentuan target produksi (Matangaran et al. 2000). Faktor eksploitasi adalah perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Batang yang dimanfaatkan adalah bagian batang yang sampai di logpond dan siap dipasarkan, sedangkan bagian batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan adalah bagian batang dari atas tunggak yang diizinkan sampai cabang pertama (Dulsalam dan Simarmata 1985). Sianturi et al. (1984) mendefinisikan faktor eksploitasi adalah indeks yang menunjukkan persentase volume pohon yang dimanfatkan dari volume pohon yang ditebang. Bagian dari pohon bebas cabang yang tidak dimanfaatkan disebut limbah. Oleh karena itu persentase pohon yang dimanfaatkan ditambah persentase limbah sama dengan 100 persen. Faktor eksploitasi merupakan suatu faktor yang menentukan besarnya target tebangan tahunan. Makin besar faktor eksploitasi
15
makin besar target produksi tahunan. Faktor eksploitasi dapat juga dipakai untuk memperkirakan realisasi dari produksi kayu di suatu areal hutan. Dengan perkiraan ini dapat ditaksir besarnya royalti yang harus dibayar di hutan tersebut. Dengan cara penetapan yang demikian maka kayu yang dimanfaatkan akan meningkat, yaitu dalam memanfaatkan kayu limbah yang selama ini umumnya ditinggalkan
di
hutan
untuk
menghindari
royalti
dari
kayu
tersebut.
Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lempang et al. (1995) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh: 1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis meliputi: a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan, pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, serta kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat. Menurut Dulsalam (1995) pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah pemanenan kayu. Semakin besar limbah pemanenan kayu yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah pemanenan kayu yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan. Kelas diameter menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap besarnya faktor eksploitasi. Makin besar diameter batang maka semakin besar limbah pemanenan kayu, sehingga faktor eksploitasi semakin kecil (Dulsalam dan Simarmata 1985). Hubungan antara diameter setinggi dada dan panjang kayu bebas cabang dengan faktor eksploitasi di hutan alam Dipterokarpa Pulau Laut merupakan fungsi kuadratik, dan berlaku bagi Unit Kegiatan Pulau Laut Utara dan Pulau Laut Selatan. Besarnya faktor eksploitasi di hutan alam Pulau Laut yaitu 80% (Sianturi et al. 1995).
16
Besarnya faktor eksploitasi rata-rata jenis Meranti di Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur adalah 0,8. Faktor eksploitasi ini dipengaruhi oleh diameter batang, makin besar diameter batang makin besar faktor eksploitasi. Pada penelitian Lempang et al. (1995) besarnya faktor eksploitasi pada hutan alam di Sulawesi Selatan yaitu sebesar 0,8. Penentuan faktor eksploitasi (Fe) di hutan alam dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Abidin 1994): Fe = indeks tebang x indeks sarad x indeks angkut Indeks tebang = Volume batang siap sarad Volume pohon yang ditebang Indeks sarad
= Volume batang siap angkut Volume batang siap sarad
Indeks angkut = Volume batang di TPK Volume batang siap angkut
2.5
Hutan Rawa Gambut
2.5.1
Pengertian Hutan Rawa Gambut Soil Survey Staff (1994) diacu dalam Nur (1999) menyatakan bahwa tanah
gambut adalah tanah yang secara dominan dari sisa-sisa jaringan tumbuhan, oleh karena itu dalam sistem klasifikasi tanah taksonomi tanah disebut Histosol (histis, tissue: jaringan). Dalam klasifikasi sebelumnya disebut Organosol.
2.5.2
Luas dan penyebaran hutan rawa gambut Hutan rawa gambut di indonesia sebagian besar terdapat di lahan pasang
surut di kawasan pantai dan sebagian lagi terdapat di rawa-rawa dan danau baik yang di pegunungan maupun di dataran rendah. Gambut di rawa-rawa merupakan gambut yang topogen. Sedangkan gambut yang pasang surut yang tergolongan ombrogen banyak terdapat di pantai timur Sumatera (Riau, jambi, Sumatera Selatan dan Lampung). Pulau lain yang kemungkinan besar terdapat dalam kawasan yang cukup luas adalah pantai bagian selatan Irian Jaya (Istomo 1992).
17
2.5.3
Klasifikasi hutan rawa gambut Menurut Soepardi (1983), gambut berdasarkan tingkat kematangan atau
pelapukannya atau tingkat dekomposisinya dibedakan menjadi: a. Gambut Fibrik, yaitu gambut yang tingkat pelapukannya terendah, 2/3 volumenya terisi serat, kerapatan lindak rendah (<0,1), memiliki kapasitas menahan air yang tinggi, berwarna coklat dan kuning dan dibentuk di daerah iklim dingin dan kedaan lingkungan yang tidak merangsang dekomposisi. b. Gambut Hemik, yaitu gambut dengan kematangan sedang, kandungan seranya 1/3-2/3 dari volumenya, mengalami dekomposisi, kerapatan lindak sedang dan kapasitas menahan air sedang. c. Gambut Saprik, yaitu gambut yang paling lapuk, seratnya kurang dari 1/3 dari total volumenya, mengalaim dekomposisi, kerapatan lindak tinggi, kapasitas menahan air rendah, berwarna kelabu tua hingga hitam dan mempunyai sifat fisik yang mantap.
2.5.4
Karakteristik dan sifat hutan rawa gambut Tanah gambut mempunyai karakteristik tanah tergantung komposisi botani
tumbuhan asal yang menjadi bahan induk tanah gambut. Tanah gambut bersifat kurang stabil dibandingkan tanah mineral maka kerusakan tanah gambut akan sulit diperbaiki dibandingkan kerusakan tanah mineral. Sifat bahan organik yang merupakan penyusutan tanah gambut adalah sifat irreversible atau tidak akan balik menjadi kendala utama (Abdullah 1997). Susunan kimia dan kesuburan tanah gambut ditentukan oleh ketebalan lapisan gambut dan tingkat kematangan lapisan-lapisannya, keadaan tanah mineral dibawanya, kualitas air sungai dan masukan air hujan yang mempengaruhi lahan gambut dalam proses pembentukannya dan pematangannya. Sifat kimia gambut dicirikan dengan ph dan ketersediaan unsur hara (N, P, K) yang rendah, kejenuhan K dan Mg rendah diikuti denggan pertukaran Al, Fe dan Mn yang tinggi ( Hakim et al. 1986).
18
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi ini dilaksanakan di areal IUPHHK-HA PT Diamond Raya Timber, Provinsi Riau pada bulan Februari 2012 sampai dengan April 2012.
3.2 Objek dan Alat Penelitian Objek penelitian ini adalah pohon yang ditebang beserta limbah kayu yang dihasilkan yang terdapat di petak tebang, jalan sarad, TPn, dan jalan angkut Alatalat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Phiband atau kaliper untuk mengukur diameter pohon dan diameter limbah. 2. Pita ukur 30 meter untuk mengukur panjang limbah. 3. Kapur untuk menandai log. 4. Cat untuk menandai batas petak contoh. 5. Global Positioning Sistem (GPS) untuk penentuan koordinat petak contoh. 6. Software Minitab versi 14 untuk menganalisis data hasil pengukuran. 7. Kamera untuk dokumentasi. 8. Alat-alat bantu lainnya seperti tally sheet serta alat tulis.
3.3 Batasan Masalah Perhitungan limbah kayu yang terjadi di hutan rawa gambut dilakukan di petak tebang, jalan sarad, TPn, dan jalan angkut. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan limbah pemanenan adalah bagian batang atau bagian pohon yang boleh ditebang dan tidak dimanfaatkan oleh pola pemanfatan yang berlaku pada saat ini dan dibiarkan dalam hutan. Limbah pemanenan ini dapat berasal dari tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas dan dahan. Dahan adalah cabang dan ranting dengan diameter minimal 30 cm. Fakor eksploitasi dalam penelitian ini dapat digunakan dalam penentuan efisiensi pemanenan. Definisi faktor eksploitasi dalam penelitian ini adalah suatu indeks yang menunjukan persentase volume pohon yang dimanfaatkan dari volume batang bebas cabang yang ditebang.
19
3.4 Prosedur Penelitian Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pokok yang diperoleh dengan cara pengukuran langsung di lapangan. Pengambilan data primer dilakukan di petak tebang, jalan sarad, TPn, dan jalan angkut. Data sekunder merupakan data tambahan yang digunakan untuk mendukung penelitian yang diperoleh dari pengutipan data perusahaan. Data sekunder yang dikumpulkan berupa kondisi umum perusahaan dan Laporan Hasil Cruising petak yang digunakan untuk membandingkan pengukuran dimensi pohon di lapangan.
3.4.1. Penentuan plot contoh Pengambilan data untuk pengukuran limbah dan penentuan faktor eksploitasi dilakukan dengan membuat plot contoh dengan ukuran 100 x 100 m atau 1 ha pada petak tebang yang sedang dilakukan penebangan. Dengan pengambilan datanya berasal dari 3 plot pada petak manual, dan 3 plot pada petak mekanis. Penentuan plot contoh dilakukan secara purposive sampling yaitu suatu teknik pengambilan contoh dengan mengikuti kegiatan yang berlangsung di lapangan sesuai dengan tujuan tertentu. 1. Pengambilan data di petak manual Pembagian petak tebang terlebih dahulu dengan membagi petak ukuran 1 km x 1 km (100 Ha) menjadi 8 sub petak dengan luas masing-masing 12,5 Ha. Data yang diambil 3 sub petak manual, dimana di petak manual menggunakan satu orang operator tebang. 2. Pengambilan data di petak mekanis Pembagian petak tebang terlebih dahulu dengan membagi petak ukuran 1 km x 1 km (100 Ha) menjadi 6 sub petak dengan luas masing-masing 16,6 Ha. Data yang diambil 3 sub petak mekanis, dimana di petak mekanis juga menggunakan satu orang operator tebang yang berbeda dengan operator tebang di petak manual.
20
3.4.2. Inventarisasi tegakan sebelum penebangan Setelah petak contoh ditentukan, maka dilakukan inventarisasi tegakan sebelum penebangan yang dilaksanakan pada pohon berdiameter ≥ 20 cm pada plot contoh yang telah ditentukan. Inventarisasi ini dilakukan untuk mengetahui potensi awal, kerapatan tegakan dan kondisi lapangan. Kegiatan yang dilakukan yaitu pencatatan nomor pohon, jenis pohon, diameter pohon setinggi 1,3 m di atas permukaan tanah, tinggi bebas cabang, tinggi pohon total, dan kemiringan lereng.
3.4.3. Pengukuran sortimen di petak tebang Pengambilan data pada pengukuran sortimen di petak tebang berasal dari 3 plot pada petak tebang manual dan 3 plot pada petak tebang mekanis. Setelah penebangan, dilakukan pengukuran bagian-bagian pohon yang ditebang. Secara umum bagian-bagian pohon terdiri dari dua kelompok, yaitu bagian di bawah cabang pertama dan bagian di atas cabang pertama. Bagian di bawah cabang pertama terdiri dari tunggak dan batang bebas cabang. Bagian di atas cabang pertama terdiri dari batang atas dan dahan. Bagian-bagian yang diukur yaitu: 1.
Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Dimensi yang diukur adalah diameter dan tinggi tunggak (Gambar 1).
Gambar 1 Pengukuran tunggak. Keterangan D : diameter T : tinggi tunggak 2. Batang bebas cabang adalah batang utama dari atas banir sampai cabang pertama. Limbah dari batang bebas cabang dapat berupa potongan pendek atau kayu gelondongan. Potongan pendek adalah bagian batang utama yang mengandung cacat atau rusak dan perlu dipotong. Potongan pendek juga
21
meliputi batang dengan cacat nampak, pecah, busuk dan jenis fisik lainnya. Kayu gelondongan dapat menjadi limbah jika jatuh ke jurang atau pecah terlalu banyak sehingga ditinggalkan. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung dan panjang batang (Gambar 2). 3. Batang atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama. Dimensi yang diukur yaitu diameter pangkal, diameter ujung, dan panjang batang (Gambar 2).
Gambar 2 Pengukuran batas bebas cabang dan batang bagian atas. Keterangan a dan b : potongan sisa A : batang bebas cabang/batang utama B : batang atas D1 : diameter pangkal D2 : diameter ujung P : panjang limbah 4. Dahan adalah komponen tajuk (cabang dan ranting) dari pohon yang ditebang yang berada di atas cabang pertama. Dimensi yang diukur yaitu diameter pangkal, diameter ujung dan panjang (Gambar 3).
Gambar 3 Pengukuran dahan.
22
Keterangan D1 D2 P
: diameter pangkal : diameter ujung : panjang limbah
Untuk memudahkan pelaksanaannya, semua batang yang diteliti di tempat penebangan diberi nomor kode yang diikuti seterusnya hingga ke TPK.
3.4.4. Pengukuran sortimen di jalan sarad Pengambilan data pada pengukuran sortimen di jalan sarad ini berasal dari kayu yang jatuh pada saat di sarad, yang tidak diambil kembali atau tidak dimanfaatkan dari petak tebang menuju ke TPn dengan metode pengukuran limbahnya sama dengan metode pengukuran di petak tebang.
3.4.5. Pengukuran sortimen di TPn Data yang di ukur di TPn yaitu volume limbah dan volume batang (sortimen) siap angkut. Limbah dan sortimen yang diukur berasal dari pohon yang sama dengan pohon yang diukur di petak tebang. Limbah di TPn terjadi akibat dari kegiatan trimming dan pemuatan kayu ke alat angkut. Limbah di TPn berupa sisa potongan, batang bebas cabang yang tidak terangkut karena mengandung cacat (bengkok, mata buaya, busuk hati, dan lain-lain), kayu gelondongan utuh dengan kondisi baik yang mungkin terdapat di TPn karena jumlah kurang dari satu trip sehingga tidak diangkut. Dimensi yang diukur adalah diameter pangkal, diameter ujung dan panjang batang (Gambar 4).
Gambar 4 Pengukuran limbah sisa potongan.
23
Keterangan D1 : diameter pangkal D2 : diameter ujung P : panjang limbah 3.4.6. Pengukuran sortimen di jalan angkut Pengambilan data pada pengukuran sortimen di jalan angkut hampir sama dengan metode pengambilan data di jalan sarad, yaitu pengambilan data pengukuran sortimen ini berasal dari kayu yang jatuh pada saat di angkut, yang tidak diambil kembali atau tidak dimanfaatkan dari TPn menuju ke TPK dengan metode pengukuran limbahnya sama dengan metode pengukuran di petak tebang.
3.5
Pengolahan dan Analisis Data
3.5.1. Perhitungan volume a. Rumus umum yang digunakan untuk menaksir volume pohon berdiri adalah: (
)
Keterangan: V = volume pohon (m3) D = diameter pohon (cm) T = tinggi pohon (m) π = konstanta (3.14) f = angka Bentuk (0,7) b. Perhitungan volume limbah dan batang yang dimanfaatkan dengan menggunakan rumus empiris Brereton :
[
(
)
]
24
Keterangan: Vl Dp Du P π
= Volume limbah (m3) = diameter pangkal (cm) = diameter ujung (cm) = panjang limbah (m) = konstanta (3.14)
c. Perhitungan volume limbah per hektar :
Keterangan: Vl = Volume limbah (m3/ha) Vtot l = Volume total limbah (m3) A = Luas plot contoh (ha) d. Perhitungan volume limbah per pohon :
Keterangan: Vl = Volume limbah (m3/pohon) Vtot l = Volume total limbah (m3) = Jumlah pohon yang ditebang n 3.5.2. Perhitungan persen limbah a. Perhitungan persen limbah berdasarkan potensi pohon
Keterangan: %limbah = Persen limbah Vl = Volume limbah (m3) Vpohon = Volume pohon yang ditebang (m3) b. Perhitungan persen limbah berdasarkan total limbah
Keterangan: Vl di petak tebang = Volume limbah di petak tebang (m3) Vtot l = Volume limbah total (m3)
25
Keterangan: Vl di jalan sarad = Volume limbah di jalan sarad (m3) Vtot l = Volume limbah total (m3)
Keterangan: Vl di TPn = Volume limbah di TPn (m3) Vtot l = Volume limbah total (m3)
Keterangan: Vl di jalan angkut = Volume limbah di jalan angkut (m3) Vtot l = Volume limbah total (m3)
3.5.3. Analisis hubungan faktor yang berpengaruh terhadap volume limbah akibat kegiatan penebangan Faktor yang berpengaruh terhadap volume limbah diantaranya adalah kemiringan lereng, intensitas tebang, bidang dasar dan keterampilan penebang. Hubungan kemiringan lereng, intensitas tebang, bidang dasar tegakan dan keterampilan penebang terhadap volume limbah dapat dianalisis dengan menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda, untuk mengetahui hubungan peubah tersebut terhadap volume limbah dilakukan uji F. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan program Minitab versi 14. Persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah: Ŷ = b0 + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 Dimana : Ŷ b0, ,b1 , ... b4 X1 X2 X3 X4
= limbah pemanenan (m3/ha) = koefisien regresi = kemiringan lereng (%) = intensitas tebang (pohon/ha) = bidang dasar tegakan (m2/ha) = keterampilan penebang
26
3.5.4. Faktor eksploitasi Penghitungan faktor eksploitasi dihitung dengan dua cara, yaitu: 1. Faktor eksploitasi (Fe) = 100% volume pohon – persen limbah 2. Faktor eksploitasi (Fe) = indeks tebang x indeks sarad x indeks angkut
Keterangan: It = Indeks tebang Is = Indeks sarad Ia = Indeks angkut Limbah yang dihitung dalam penentuan faktor eksploitasi ini merupakan limbah yang berasal dari tunggak dan limbah yang berasal dari batang bebas cabang.
27
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Letak dan Luas Areal kerja IUPHHK PT Diamond Raya Timber terletak di semenanjung
bagan siapiapi. Secara alami, semenanjung ini terletak antara muara sungai rokan dan selat malaka. Bagian barat dan utara areal IUPHHK-HA PT. DRT, berbatasan dengan areal perkebunan dan tanah milik pemerintah Kecamatan Rimba Melintang dan Batu Hampar. Di sisi lain, bagian utara berbatasan dengan Kecamatan Bangko dan Sinaboi (PT. DRT 2010). Berdasarkan status fungsi hutan, areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber memiliki areal konsesi 90.956 ha, dan memiliki areal efektif produksi seluas 82.016 ha. Atas pertimbangan untuk lebih menjamin tercapainya kelestarian, PT. DRT mengambil kebijakan tambahan untuk mengalokasikan sebagian areal produktifnya menjadi kawasan lindung gambut seluas 4.593 ha sehingga luas areal produktif menjadi 76. 523 ha (PT. DRT 2010).
4.2
Topografi dan Kelerengan Keadaan topografi areal IUPHHK-HA PT. DRT terdiri atas daratan rendah
pantai dan dataran dengan ketingian 2-8 yang bemeter di atas permukaan laut yang pada umumnya merupakan daerah lahan basah tergenang air (rawa) yang mempunyai kelerengan dibawah 8%. Tinggi genangan air bervariasi tergantung pada musim, tinggi pasang air laut dan curah hujan yang berkisar antara pergelangan kaki sampai pinggang orang dewasa (PT. DRT 2010).
4.3
Tanah dan Geologi Fisiografi di areal IUPHHK-HA PT. DRT berdasarkan buku satuan lahan
dan tanah lembar dumai, dikelompokkan ke dalam 3 grup, yaitu kubah gambut, grup aluvial dan grup marin. Grup kubah gambut mendominasi areal ini, yang berkembang dari endapan organik permukaan muda dan tua. Secara umum ketebalan gambut makin tebal jika makin jauh dari sungai. Terdapat pula sedikit tanah gley, aluvial, dan podzolik. Sedangkan formasi geologi areal hutan
28
IUPHHK-HA PT. DRT terdiri dari sedimen aluvium tersier dan kuarter. Formasi tersier menempati daerah antiklinarium yang ditempati daerah telisa. Formasi telisa dicirikan oleh batu-batu lumpur kelabu bergamping dengan sedikit sisipan batu gamping dan busa gamping. Formasi kuarter ditempati formasi endapan permukaaan muda dan endapan permukaan tua. Endapan permukaan tua merupakan daerah basah dan daerah kering, endapan permukaan muda didominasi oleh bahan organik berupa kubah gambut dan hanya sebagian kecil terbentuk dari lempung yang membentuk aluvial sungai (PT. DRT 2010).
4.4
Iklim dan Intensitas Hujan Berdasarkan klasifikasi iklim secara umum menurut Schmidt & Ferguson
areal kerja IUPHHK PT. DRT termasuk kedalam tipe A, yaitu daerah sangat basah dengan vegetasi hutan hujan tropis dengan curah hujan tanpa bulan kering (<60.00 mm) merata sepanjang tahun. Dengan nilai Q = 10,1%. Curah hujan per tahun 2358 mm, sedangkan curah hujan bulanan rata-rata berkisar 51,32-301,6 mm/bulan, curah hujan tertinggi jatuh pada bulan november (301,6 mm) dan desember (253,40 mm). Curah hujan terendah jatuh pada bulan maret (51,3 mm) dan juli (73,80 mm). Rata-rata hari hujan adalah 12 hari/bulan, hari hujan tertinggi jatuh pada bulan november (14 hari/bulan) dan terendah pada bulan februari (3,3 hari/bulan) (PT. DRT 2010).
4.5
Hidrologi Areal kerja IUPHHK-HA PT Diamond Raya Timber terletak di bagian
timur DAS Sungai Rokan dengan beberapa sungai yang mengalir ke bagian barat dan Selatan, Utara dan Timur (Selat Malaka). Sungai-sungai yang mengalir ke bagian Barat-Selatan yang bermuara ke Sungai Rokan adalah Pasir Besar, Agar, Labuhan Tangga Besar, Labuhan Tangga Kecil dan Bantaian. Sungai-sungai yang ke Utara dan ke arah Timur bermuara ke Selat Malaka adalah Serusa, Pematang Nibung, Nyamuk, Sinaboi, Teluk Dalam, Sinepis Besar dan Sinepis Kecil. Sedangkan sungai yang mengalir dari bagian Selatan ke arah Utara adalah Sungai Sekusut.
29
Air Pada genangan rawa berwarna coklat tua yang keluar dari tanah gambut. Pelumpuran yang terjadi sangat sedikit, kecuali yang sangat dekat aliran Sungai Rokan dimana lumpur terbentuk pada saat pasang sangat tinggi dan masa-masa wilayah hutan dalam jumlah besar di bagian hulu dan praktek pembuatan jalan yang tidak baik. Dengan demikian strategi untuk mempertahankan hutan alam di bagian hulu Sungai Rokan menjadi sangat penting (PT. DRT 2010).
4.6
Keadaaan Hutan Penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber menurut
Citra landsat ETM+ Band 542 skala 1: 100.000 path/row 127/59 dan 127/58 liputan tanggal 19 juli 2008 dan 10 november 2008 yang telah dinilai Badan Planologi. Diperoleh data luas hutan primer 10.312 ha, hutan sekunder (LOA) 68.871 ha, hutan mangrove 566 ha, tidak berhutan 9.799 ha dan tertutup awan 3.408 ha (PT. DRT 2010).
4.7
Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Masyarakat di sekitar areal PT. Diamond Raya Timber sebagian besar
adalah suku melayu dan keturunan etnis Cina, sebagian kecil lainnya adalah pendatang dari pulau Jawa, Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan sebagainya. Warga keturunan Cina biasanya banyak terdapat di daerah Sinaboi, Sungai Bakau, Bagan Hulu, dan Bagan Timur. Desa labuhan Tangga baru dan Bantaian baru merupakan desa transmigran dimana 80% penduduknya berasal dari pulau Jawa (PT. DRT 2010). Berdasarkan kajian Sudarno (1999) tentang penduduk asli di Provinsi Riau khususnya Rokan Hilir, tida diketahui adanya penduduk asli yang bermukim di daerah tersebut. Demikian pula hasil studi diagnostik yang dilakuakan PT. DRT bekerjasama dengan Universitas Riau (2000) tidak menemukan adanya penduduk asli di sekitar areal PT. DRT dan juga dinyatakan bahwa tidak ada klaim tanah adat. Pada awalnya masyarakat suku Melayu merupakan penduduk asli yang tinggal di tepi sungai atau pantai namn telah berkembang seperti masyarakat suku lainnya. Adanya jalan lintas darat Pekanbaru-Bagan Siapiapi (tahun 1994), secara
30
bertahap masyarakat Melayu tersebut pindah dan bertempat tinggal di tepi jalan lintas (PT. DRT 2010). Mata pencaharian penduduk yang berada di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Diamond Raya Timber dapat dikategorikan dalam beberapa kelompok, yaitu nelayan, petani padi dan tanaman pangan lainnya; perkebunan kelapa sawit; sektor jasa (buruh, pedagang, PNS, dsb); dan mata pencaharian dari hasil hutan kayu dan non kayu (PT. DRT 2010).
31
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kegiatan Pemanenan Kayu di IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber Pemanenan
hasil
hutan
merupakan
rangkaian
kegiatan
untuk
mempersiapkan dan memindahkan kayu dari hutan ke tempat pengolahan atau penggunaannya. Sistem pemanenan yang dilakukan di PT. Diamond Raya Timber (PT. DRT) menggunakan sistem pemanenan secara mekanis dan sistem pemanenan secara manual. Sistem pemanenan secara mekanis yakni semua kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan bantuan mesin, sedangkan sistem pemanenan secara manual yakni semua kegiatan yang dilaksanakan dengan menggunakan tenaga manusia. Kegiatan pemanenan kayu terdapat empat komponen utama, yaitu: penebangan (felling), penyaradan (skidding), muat bongkar (loading dan unloading), dan pengangkutan (hauling). Kegiatan pemanenan di PT. DRT sebelum melakukan penebangan adalah pembuatan sarana PWH yakni membuat rintisan trase jalan dan membuat jalan utama, jalan cabang, dan jalan sarad. Setelah itu, pembagian petak tebang (rajang petak), dengan Pembagian petak tebangan dilakukan dengan membagi petak ukuran 1 km x 1 km (100 Ha) menjadi 8 sub petak dengan luas masing-masing 12,5 Ha untuk petak manual dan 6 sub petak dengan luas 16,6 Ha untuk petak mekanis dengan mengikuti batas alam. Setelah membuat rajang petak maka kegiatan selanjutnya yaitu Kegiatan Tree Marking merupakan kegiatan inventarisasi pohon yang akan dilakukan penebang pohon dengan diameter ≥ 40 cm dengan kualitas pohon yang baik. Kegiatan ini hanya dilakukan oleh PT. Diamond Raya Timber dan tidak dilakukan oleh HPH lain dan merupakan kebijakan dari perusahaan untuk efisiensi kegiatan pemanenan. Hasil dari kegiatan Tree Marking ini adalah berupa peta Tree Marking (TM) dan data pohon yang kemudian akan digunakan sebagai bahan JPT (Jatah Produksi Tahunan). Data bahan JPT ini akan dibandingkan dengan SK RKT per petak besar dengan luas 100 Ha, sedangkan di PT. Diamond Raya Timber menerapkan sistem sub petak. Setelah kegiatan penentuan jatah pohon tebangan, barulah dilakukan kegiatan penebangan yang berasal dari hasil peta persebaran pohon (Tree
32
Marking). Kegiatan penebangan merupakan salah satu mata rantai dalam kegiatan pemanenan hutan yang mempunyai peranan sangat penting. Kegiatan ini merupakan awal kegiatan yang menentukan kualitas dan tingkat pemanfaatan kayu. Kegiatan penebangan kayu di PT. Diamond Raya Timber dilakukan menggunakan gergaji rantai (chainsaw) dengan merk Stihl 054. Status pemilikan gergaji ini merupakan milik penebang. Sistem kerja yang diterapkan bersifat borongan dengan pembayaran berdasarkan kubikasi. Dalam pelaksanaan di lapangan, kegiatan penebangan pada setiap petak tebang dilakukan beregu. Dalam setiap regu tebang terdiri dari dua orang, seorang operator dan seorang helper. Untuk setiap petak tebang dikerjakan oleh satu regu tebang dengan satu regu sarad dan satu regu kupas. Pada saat penebangan penentuan pohon yang akan di tebang dan arah rebah saat penebangan pohon dilakukan oleh penebang pohon. Pohon yang ditebang yaitu pohon berdiameter ≥ 40 cm dimana sesuai hasil peta Tree Marking dan dalam keadaaan baik. Penentuan arah rebah lebih dititikberatkan dari kecondongan tajuk pohon dan akar yang melilit di pohon. Pembersihan tumbuhan bawah atau semak-semak di sekitar pohon tidak dilakukan oleh penebang karena para
penebang ingin
mengejar
target,
yang biasanya
bertugas
untuk
membersihkan tumbuhan bawah atau semak-semak ini merupakan tugas seorang helper, dimana seorang helper bertugas juga untuk membawa gergaji pada saat perpindahan ke pohon yang akan ditebang berikutnya. Sistem pemanenan di PT. Diamond Raya Timber memakai sistem pemanenan secara manual dan mekanis. pada sistem pemanenan secara manual setelah pohon rebah, penebang tidak hanya membersihkan cabang dan ranting. Pemotongan dan pembagian di lakukan di petak tebang, serta pengecekan batang yang terkena cacat, baik cacat alami maupun cacat mekanis dilakukan juga di petak tebang, sehingga batang yang disarad ke TPn merupakan batang yang siap dimanfaatkan. Pembagian dilakukan di petak tebang karena tenaga penyaradnya menggunakan tenaga manusia untuk menyarad, maka ketidakmampuan tenaga manusia untuk menyarad kayu yang terlalu besar dan panjang. Pada sistem pemanenan secara mekanis setelah pohon rebah, penebang hanya memotong batang dari tunggak sampai batas bebas cabang di petak tebang, pada saat pembagian batang dan pengecekan batang yang disebabkan cacat alami dan cacat
33
mekanis dilakukan di TPn karena penyaradannya menggunakan tenaga mesin yakni logfisher sehingga kemampuan untuk menyarad kayu yang besar dan panjang sangat mungkin untuk dilakukan. Kegiatan penyaradan dilakukan menggunakan dua sistem yakni sistem Kegiatan penyaradan manual dilakukan menggunakan kayu gelondongan ditarik oleh tenaga kerja manusia ke atas kuda-kuda (sepasang papan sejajar seperti selancar terbuat dari kayu yang sangat kuat) yang telah disiapkan pada jalan sarad. Kayu yang berada di atas kuda-kuda kemudian ditarik ke tempat pengumpulan oleh sekelompok orang yang biasanya terdiri dari 6-8 orang (satu regu dalam anak petak tebang), satu tim tersebut juga menggunakan alat bantu mempermudah dalam penyaradan yaitu loncak untuk menggulirkan/memindahkan kayu ke jalan sarad, satu tim itu menggunakan 7-10 buah loncak. Untuk mempermudah penarikan, di atas bantalan jalan sarad diolesi sabun batangan untuk mengurangi gesekan sehingga mudah ditarik. Penarikan berlangsung sampai ke tempat pengumpulan kayu (TPn) dengan posisi berjajar searah rel. Jajaran sortimen kayu tersebut dibuat agak meninggi (lerengan) mendekati rel untuk mempermudah pemuatan. Sistem kegiatan penyaradan mekanis dilakukan menggunakan logfisher, sebelum melakukan penyaradan regu/tim sudah menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan dan regu kerja harus memperhatikan agar kayu yang ditarik sudah memiliki nomor identitas yang sama dengan nomor ITSP. Regu penyaradan mekanis harus memperhatikan bahwa logfisher hanya diperbolehkan berjalan diatas logfisher track sepanjang minimal 400 m dari log landing, setelah itu regu kerja tarik seling akan mengaitkan pancing ke bontos kayu yang akan ditarik dan diusahakan kayu terjangkau dengan panjang kabel seling, sehingga kayu bisa disarad sampai ke log landing. Muat bongkar dengan manual dan mekanis di TPn. Alat yang digunakan dalam kegiatan muat bongkar manual menggunakan loncak, sedangkan kegiatan muat bongkar mekanis menggunakan logfisher. Pada muat bongkar di TPK menggunakan alat eskafator. Muat bongkar dilakukan jika kayu akan diangkut dari TPn ke TPK atau log pond. Pengangkutan dilakukan setelah penyaradan dan pemuatan. Pengangkutan kayu menggunakan lokomotif digerakkan oleh mesin Yanmar 30 PK dan setiap
34
trip satu loko dapat menarik 18 gerbong kayu. Setiap gerbong memuat 2-4 batang dan volume total per gerbong sekitar 3 m3 (total sekitar 54 m3/lokomotif/trip). Jika target produksi tahunan minimal sekitar 70.000 m3 (6000 m3/bulan), maka dibutuhkan lokomotif sekitar 6-7 unit per bulannya. Dengan jumlah lokomotif yang ada saat ini sebanyak 8 unit, maka peralatan yang ada sekarang telah mencukupi. Transportasi melalui rel merupakan faktor produksi yang sangat menentukan dalam kegiatan pembalakan. Pengaruhnya terhadap produksi semakin penting dan mahal tergantung jarak tempuh dari tebangan sampai logpond. Dalam kondisi normal, kecepatan lokomotif bermuatan kayu dapat mencapai 4-5 km/jam. Semakin jauh lokasi kayu yang akan dimuat, maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk memuat kayu tersebut. Karena jaringan rel hanya satu jalur, setiap suatu loko terhenti akan sangat berpengaruh terhadap produksi. Karena itu konstruksi dan perawatan harus dilakukan dengan baik.
5.2 Bentuk Limbah Pemanenan Kayu Pengertian limbah pemanenan adalah dalam penelitian ini adalah bagian dari pohon yang ditebang tetapi tidak dimanfaatkan oleh pola pemanfaatan yang berlaku pada saat ini dan dibiarkan dalam hutan. Pengertian pola pemanfaatan yang berlaku saat ini dipandang dari kondisi fisik dari bagian pohon yang menjadi target produksi PT. Diamond Raya Timber. Beberapa bentuk limbah akibat kegiatan pemanenan kayu, sebagai berikut: 1. Tunggak adalah bagian bawah pohon yang berada di bawah takik rebah dan takik balas. Tunggak-tunggak sisa penebangan yang ditemukan ratarata terlalu tinggi dari batas yang disarankan untuk hutan alam yaitu 40 cm di atas permukaan tanah (Gambar 5). Tinggi tunggak yang terdapat pada areal penelitian rata-rata tingginya 1,3 m. kelebihan tunggak adalah bentuk nyata limbah kayu yang dapat dan mudah dihindari melalui pengawasan tempat kegiatan penebangan. Penebang lebih memilih membuat takik balas yang tinggi untuk kenyamanan mereka pada saat menebang, selain itu penebang kurang tertarik membuat takik rebah lebih rendah karena pertambahan premi yang diharapkan dari pertambahan volume tersebut tidak terlalu besar.
35
Gambar 5 Tunggak yang terlalu tinggi. 2. Batang bebas cabang adalah bagian batang utama yang dianggap limbah
apabila kondisi fisik batang mengadung cacat atau rusak akibat pemanenan. Limbah batas bebas cabang dapat berupa potongan pendek yang dihasilkan karena adanya trimming di pangkal (Gambar 6) maupun di ujung (Gambar 7). Batang bebas cabang juga dapat berupa kayu gelondongan dalam keadaan baik namun sengaja ditinggalkan karena faktor biaya yang dikeluarkan akan bertambah lagi.
Gambar 6 Limbah batang bebas cabang (Trimming pangkal).
36
Gambar 7 Trimming ujung. 3. Batang bagian atas adalah bagian batang dari cabang pertama sampai tajuk yang merupakan perpanjangan dari batang utama (Gambar 8). Batang bagian atas yang ditemukan di areal penelitian berdiameter lebih dari 30 cm dengan panjang rata-rata mencapai 4 m.
Gambar 8 Limbah batang batang bagian atas. 4. Dahan adalah komponen tajuk yang berada di atas cabang pertama, berdiameter minimal 30 cm dan panjang minimal 40 cm. Dahan yang ditemukan rata-rata dalam keadaaan pecah dan belah (Gambar 9).
37
Gambar 9 Limbah dahan.
5.3 Jumlah pohon yang ditebang Pohon yang ditebang adalah pohon-pohon terpilih yang masuk dalam pohon layak tebang, yaitu pohon-pohon yang telah berdiameter ≥ 40 cm, sehat, bernilai komersil, dan berlabel merah dari hasil inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP). Tidak seluruh pohon layak tebang (berlabel merah) akan ditebang. Itu tergantung pada saat peta persebaran pohon (peta Tree Marking) dan penetapan jatah petak tebang dan pertimbangan-pertimbangan teknis dari penebang. Jumlah pohon yang ditebang dari plot penelitian di petak manual di tampilkan dalam Tabel 1. Tabel 1 Jumlah pohon yang ditebang di petak manual No plot 456-1 456-2 456-3 Rata-rata
Pohon layak tebang Pohon yang ditebang 3 Jumlah Volume (m ) Jumlah Volume (m3) 45 86,04 18 43,51 35 78,80 15 44,65 21 61,52 14 49,55 33,67 75,45 15,67 45,90
Hasil inventarisasi tegakan sebelum penebangan pada petak manual menunjukan bahwa potensi rata-rata pohon layak tebang yaitu 33,67 pohon/ha atau 75,45 m3/ha. Pohon yang ditebang hanya 47 pohon dari total pohon layak tebang yang berada dalam plot penelitian dengan volume rata-rata 45,9 m3/ha. Pada pohon yang ditebang menunjukan bahwa jumlah pohon di plot 456-1 dengan jumlah pohon 18 dengan volume sebesar 43,51 m3 sedangkan di plot 456-2
38
jumlah pohon 15 dengan volume sebesar 44,65 m3 dan di plot 456-3 jumlah pohon 14 dengan volume sebesar 49,55 m3 menunjukan bahwa pohon di petak 456-1 dengan jumlah pohon paling banyak tapi volumenya paling sedikit ini disebabkan pohon yang ditebang di plot tersebut memiliki ukuran dimensi diameter pohon paling kecil serta potensi pohon paling kecil dan kemungkinan keragaman jenis pohon yang ditebang, serta bentuk dari masing-masing percabangan yang juga berbeda antara jenis-jenis pohon yang ditebang dari plot 456-2 dan 456-3 sehingga menyebabkan kedua plot tersebut memiliki volume paling besar dari plot 456-1. Jumlah pohon yang ditebang dari plot penelitian di petak mekanis di tampilkan dalam Tabel 2. Tabel 2 Jumlah pohon yang ditebang di petak mekanis No plot 490-1 490-2 490-3 Rata-rata
Pohon layak tebang Pohon yang ditebang 3 Jumlah Volume (m ) Jumlah Volume ( m3) 56 121,45 15 52 118,23 20 29 60,12 16 45,67 99,93 17
64,65 80,84 41,02 62,17
Hasil inventarisasi tegakan sebelum penebangan pada petak mekanis menunjukan bahwa potensi rata-rata pohon yang layak tebang yaitu 45,67 pohon/ha atau 99,93 m3/ha. Pohon yang ditebang hanya 51 pohon dari total pohon layak tebang yang berada dalam plot penelitian dengan volume rata-rata 62,17 m3/ha. masalah pada petak manual hampir sama dengan petak mekanis yakni jumlah pohon paling banyak tapi volume kecil ini bisa dilihat pada plot 490-1 dengan jumlah pohon 15 memiliki volume 64,65 m3 dibandingkan dengan plot 490-3 dengan jumlah pohon 16 memiliki volume 41,02 m3 ini disebabkan pada petak 490-3 dimensi diameter pohonnya kecil dan potensi pohonnya juga termasuk paling kecil dibandingkan dengan petak 490-1, jadi dapat disimpulkan bahwa jumlah pohon yang paling banyak belum bisa menentukan memiliki volume paling besar, karena volume pohon juga bisa dipengaruhi dari diameter dan potensi pohon yang dihasilkan serta kemungkinan keragaman jenis pohon yang ditebang, serta bentuk dari masing-masing percabangan yang juga berbeda antara jenis-jenis pohon yang ditebang dan keterampilan operator.
39
5.4 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Lokasi Terjadinya Limbah Limbah pemanenan kayu dapat terjadi di petak tebang, jalan sarad, TPn (tempat pengumpulan kayu), dan Jalan angkut. Limbah yang dihitung adalah limbah di bawah cabang pertama yang terdiri dari atas limbah tunggak dan limbah batang bebas cabang. Volume limbah yang terjadi dari petak manual yang berjumlah 47 pohon yang ditebang yaitu sebesar 23,41 m3 dengan rata-rata 0,5 m3/pohon atau 7,81 m3/ha. Tabel 3 Limbah Pemanenan Kayu berdasarkan lokasi di petak manual Lokasi
3
Total (m )
Petak tebang Jalan sarad TPn Jalan angkut Total limbah
23,41 0,00 0,00 0,00 23,41
Volume Rata-rata Rata-rata (m3/ha) (m3/pohon) 7,81 0,00 0,00 0,00 7,81
Persen limbah(%) 0,50 0,00 0,00 0,00 0,50
100,00 0,00 0,00 0,00 100,00
Berdasarkan Tabel 3 pada limbah pemanenan kayu di petak manual, total limbah yang dihasilkan semuanya berada di petak tebang sebesar 100%, limbah yang terjadi di jalan sarad 0%, sedangkan limbah yang terjadi di TPn 0% dan limbah yang terjadi di jalan angkut 0%. Dari hasil pengamatan di lapangan limbah yang terjadi pada petak manual semuanya terjadi di petak tebang karena proses pemanenan terdiri dari penebangan, pemotongan, pembagian batang dan pengupasan kulit semuanya dilakukan di petak tebang. Keadaan ini sesuai dengan penelitian Sukanda (1995) menyebutkan rata-rata limbah di petak tebang sebesar 85,84 m3 (99,28%) dan di TPn sebesar 0,62 m3 (0,72%). Kesalahan dalam pemotongan, pembagian batang dan penebangan merupakan penyebab yang dominan. Besarnya limbah yang terjadi di petak tebang di karenakan banyak penyimpangan yang dilakukan penebang dan tidak adanya pengawasan di petak tebang. Pada sistem pemanenan manual perusahan menggunakan sistem potong buku yakni sistem menggunakan kesepakatan administrasi dengan pembeli kayu saat penjualan, sehingga kayu sudah sampai di TPn tidak ada trimming lagi,
40
karena trimming dilakukan di petak tebang. Jadi kayu yang sampai ke TPn benarbenar kayu yang memiliki volume kayu yang sehat sesuai permintaan pembeli kayu, makanya pada TPn tidak ada limbah sama sekali. Dan salah satu faktor yang mengakibatkan tidak adanya limbah di TPn juga adalah kalau dilakukan pemotongan (trimming) di TPn bisa menghambat waktu team pengukuran, apalagi kayu sudah di barcode dari petak tebang dan harus diinfokan ke SIPUHH online hari itu juga sehingga tidak mungkin ada trimming di TPn. Untuk Limbah pemanenan kayu mekanis juga terdapat di petak tebang, jalan sarad, TPn, dan jalan angkut. Limbah yang dihitung adalah limbah di bawah cabang pertama yang terdiri dari atas limbah tunggak dan limbah batang bebas cabang. Volume limbah yang terjadi di petak mekanis yang berjumlah 51 pohon yang ditebang atau 19,75 m3/ha dengan rata-rata 0,99 m3/pohon atau 16,9 m3/ha. Tabel 4 Limbah Pemanenan Kayu berdasarkan lokasi di petak mekanis Lokasi
3
Total (m )
Petak tebang Jalan sarad TPn Jalan angkut Total limbah
50,71 0,00 8,55 0,00 59,27
Volume Rata-rata Rata-rata (m3/ha) (m3/pohon) 16,90 0,00 2,85 0,00 19,75
Persen limbah (%) 0,99 0,00 0,17 0,00 1,16
85,57 0,00 14,43 0,00 100,00
Berdasarkan Tabel 4, total limbah yang dihasilkan sebagian besar terjadi di petak tebang sebesar 85,57%, dan limbah yang terjadi di jalan sarad 0%, sedangkan limbah yang terjadi di TPn 14,43% dan limbah yang terjadi di jalan angkut 0%. Dari hasil pengamatan di lapangan, limbah yang terjadi di TPn sedikit karena hasil produksi penebangan dan penyaradan dibayar berdasarkan volume kayu sehat. Jadi operator penebangan dan penyaradan saling bekerja sama dan berusaha agar kayu yang dikeluarkan sudah bersih dari cacat sehingga limbah yang terjadi di TPn sedikit. Limbah yang terjadi di petak tebang lebih besar karena kegiatan di petak tebang terdiri dari penebangan, pemotongan. Dan untuk pembagian batang di petak tebang hanya sampai batas bebas cabang terakhir, sedangkan batas bagian atas dan dahan ditinggalkan di petak tebang yang akan dimanfaatkan oleh perusahaan membuat gambangan logfisher dan jari-jari jalan cabang rel.
41
Besarnya persentase limbah di petak mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan sebesar 31,78% dari keseluruhan volume kayu yang ditebang menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan terhadap potensi kayu yang ada cukup rendah. Sedangkan persentase limbah di petak manual yang terjadi akibat kegiatan pemanenan sebesar 17% dari keseluruhan volume kayu yang ditebang menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan terhadap potensi kayu yang ada cukup besar. Persentase limbah ini juga dapat digunakan dalam penentuan faktor ekploitasi. Limbah yang terjadi dalam penelitian ini baik yang secara manual maupun secara mekanis lebih kecil jika dibandingkan dengan limbah yang terjadi di IUPHHK PT. Sumalindo Lestari Jaya yang dilakukan oleh Sasmita (2003) menyebutkan bahwa besarnya volume limbah yang terjadi akibat kegiatan pemanenan mencapai 36% dari keseluruhan volume kayu yang ditebang, limbah ini terdiri dari limbah yang terjadi di petak tebang, yaitu: 33,15%, limbah yang terjadi di TPn 2,68%, dan limbah yang terjadi di TPK sebesar 0,98%. Perbedaan persentase limbah ini dikarenakan faktor penyebab terjadinya limbah di IUPHHK PT Sumalindo Lestari Jaya yaitu banyak pohon yang cacat ditebang oleh operator, bukan merupakan penyebab yang dominan terhadap terjadinya limbah dalam penelitian ini. Namun hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Purnamasari (2012) yang menyebutkan persentase limbah bebas cabang berdasarkan total potensi kayu yang ditebang sebesar 25,16%, yang terdiri dari 24,06% terdapat di petak tebang, 1,10% terdapat di TPn, dan 0% di TPK. Kriteria yang berbeda dalam mendefenisikan dan mengklasifikasikan limbah pemanenan kayu dengan kondisi lokasi penelitian yang berbeda akan menghasilkan limbah yang berbeda pula. 5.4.1 Limbah Pemanenan Kayu di Petak Tebang Limbah yang terjadi di petak tebang dalam penelitian ini adalah limbah yang berasal dari pohon yang ditebang terdiri dari limbah di bawah cabang pertama yaitu tunggak dan batang bebas cabang, serta limbah di atas cabang pertama yaitu limbah batang bagian atas dan dahan. Pada umumnya limbah yang akan terjadi berupa kerusakan kayu yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan. Volume limbah pada petak contoh di petak manual disajikan pada Tabel 5.
42
Tabel 5 Volume limbah rata-rata pada tiap petak contoh di petak manual Limbah di bawah cabang pertama m3/pohon m3/ha
Petak contoh 456-1 456-2 456-3 Rata-rata
0,20 0,46 0,48 0,38
3,56 6,93 6,72 5,74
Limbah di atas cabang pertama m3/pohon m3/ha 0,05 0,12 0,25 0,14
Limbah total m3/pohon
0,95 1,77 3,47 2,06
m3/ha
0,25 0,58 0,73 0,52
4,51 8,70 10,20 7,80
Tabel 6 Volume limbah rata-rata pada tiap petak contoh di petak mekanis Petak contoh 490-1 490-2 490-3 Rata-rata
Limbah di bawah Limbah di atas cabang Limbah total cabang pertama pertama m3/pohon m3/ha m3/pohon m3/ha m3/pohon m3/ha 0,71 10,68 0,55 8,24 1,26 18,92 1,24 24,82 0,29 5,76 1,53 30,58 0,53 8,46 0,08 1,31 0,61 9,77 0,83 14,65 0,31 5,10 1,10 19,76
Volume limbah penebangan di petak manual dihitung berdasarkan volume per hektar dan volume per pohon. Volume limbah per hektar adalah volume total limbah dari pohon yang ditebang dibagi dengan luasan plot contoh, sedangkan volume limbah per pohon adalah jumlah limbah yang terjadi pada setiap pohon yang ditebang. Berdasarkan Tabel 5, volume limbah yang terjadi di petak tebang manual adalah 7,8 m3/ha terdiri dari limbah di bawah cabang pertama sebesar 5,74 m3/ha dan limbah di atas cabang pertama sebesar 2,06 m3/ha. Volume limbah yang terjadi pada tiap pohon yang ditebang adalah 0,52 m3/ha terdiri dari limbah di bawah cabang pertama 0,38 m3/ha dan limbah di atas cabang pertama 0,14 m3/ha. Volume limbah penebangan di petak mekanis dihitung juga berdasarkan volume per hektar dan volume per pohon. Berdasarkan Tabel 6, volume limbah yang terjadi di petak tebang mekanis adalah 19,76 m3/ha terdiri dari limbah di bawah cabang pertama sebesar 14,65 m3/ha dan limbah di atas cabang pertama sebesar 5,1 m3/ha. Volume limbah yang terjadi pada tiap pohon yang ditebang adalah 1,1 m3/pohon terdiri dari limbah di bawah cabang pertama 0,83 m3/pohon dan limbah di atas cabang pertama 0,31 m3/ha.
43
Pada kedua petak penelitian yang saya amati ini pada petak manual, yakni petak 456 dan petak mekanis yakni petak 490. Limbah rata-rata yang terjadi di petak mekanis pada petak 490 lebih besar dibandingkan di petak mekanis pada petak 456. Hal tersebut terjadi karena pada petak mekanis, penebang banyak meninggalkan limbah pada saat trimming pangkal dan ujung karena terdapat cacat pada log yang ditebang, baik cacat alami maupun cacat mekanis, namun ada juga log dalam keadaan baik. Selain itu, intensitas tebang yang dilakukan pada petak tersebut lebih tinggi bila di bandingkan dengan petak manual sehingga menghasilkan limbah yang lebih besar. Sistem penebangan yang dilakukan kedua yang dilakukan adalah tumbang stok, yakni sistem penebangan dimana pohon yang ada di petak tersebut ditumbang seluruhnya terlebih dahulu kemudian dibuka jalan sarad dan batang ditarik menggunakan loncak dengan bantuan tenaga manusia. Pada petak mekanis sistem penebangan yang dilakukan adalah tumbang tarik, yakni sistem penebangan dimana pohon yang sudah ditebang langsung ditarik ke TPn menggunakan bantuan tenaga mesin yaitu logfisher. Secara umum limbah yang terjadi di petak tebang disebabkan oleh keterampilan penebangan dalam menebang setiap pohonnya dan kondisi pohon. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan (pembuatan takik rebah dan takik balas) dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut dengan barber chair, yaitu berupa serabut pada pangkal batang. Sehingga akan mengurangi panjang batang bebas cabang yang seharusnya dapat dimanfaatkan. Pemotongan batang di petak tebang dilakukan oleh penebang tanpa bantuan scaller, sehingga menimbulkan limbah. Selain itu, adanya gerowong pada pohon yang ditebang, akan mengurangi panjang batang yang dapat dimanfaatkan. Penebang pertama menebang petak manual 456. Sedangkan penebang kedua menebang petak mekanis 490. Penebang pertama dan kedua menebang pohon dengan keterampilan yang berbeda-beda. Penebang pertama lebih terampil dari penebang kedua sehingga limbah yang dihasilkan oleh penebang pertama lebih
sedikit
jika
dibandingkan
dengan
penebang
kedua.
Peningkatan
keterampilan pekerja melalui latihan kerja yang diberikan dapat memperkecil jumlah limbah yang terjadi pada kegiatan penebangan (Sinaga et al. 1984).
44
5.4.2 Limbah Pemanenan Kayu di Jalan Sarad Penyaradan kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan kayu (TPn). Sebelum melakukan penyaradan sebaiknya kita harus melakukan pembangunan jalan sarad. Dalam setiap petak kerja maksimal hanya terdapat satu buah jalan sarad As. Jalan sarad tidak dibenarkan melewati areal dilindungi dan harus diminimalisir mengenai pohon inti maupun pohon yang dilindungi. Bahan jalan sarad harus menghindari penggunaan pohon komersil, dan diusahakan bahan berasal dari limbah bekas penebangan seperti cabang atau ujung pohon yang ditebang. Selain itu juga dilakukan penggunaan kembali jalan sarad untuk pembuatan jalan sarad berikutnya. Kegiatan penyaradan manual dilakukan menggunakan kayu gelondongan ditarik oleh tenaga kerja manusia ke atas kuda-kuda (sepasang papan sejajar seperti selancar terbuat dari kayu yang sangat kuat) yang telah disiapkan pada jalan sarad. Kayu yang berada di atas kuda-kuda kemudian ditarik ke tempat pengumpulan oleh sekelompok orang yang biasanya terdiri dari 6-8 orang (satu regu dalam anak petak tebang), satu tim tersebut juga menggunakan alat bantu mempermudah dalam penyaradan yaitu loncak, yang digunakan untuk menggulirkan/memindahkan kayu ke jalan sarad, satu tim itu menggunakan 7-10 buah loncak. Untuk mempermudah penarikan, di atas bantalan jalan sarad diolesi sabun batangan untuk mengurangi gesekan sehingga mudah ditarik. Penarikan berlangsung sampai ke tempat pengumpulan kayu (TPn) dengan posisi berjajar searah rel. Jajaran sortimen kayu tersebut dibuat agak meninggi (lerengan) mendekati rel untuk mempermudah pemuatan. Dalam satu TPn terdapat beberapa pelabuhan, khusus untuk kayu ramin dan pisang-pisang dipisahkan dalam satu pelabuhan untuk mempermudah dalam penyemprotan obat ramin (Abuki) sebagai anti serangan hama terhadap kayu ramin dan pisang-pisang. Kegiatan penyaradan mekanis dilakukan menggunakan logfisher, sebelum melakukan penyaradan regu/tim sudah menyiapkan semua peralatan yang dibutuhkan dan regu kerja harus memperhatikan agar kayu yang ditarik sudah memiliki nomor identitas yang sama dengan nomor ITSP. Regu penyaradan mekanis harus memperhatikan bahwa logfisher hanya diperbolehkan berjalan
45
diatas logfisher track sepanjang minimal 400 m dari log landing, setelah itu regu kerja tarik seling akan mengaitkan pancing ke bontos kayu yang akan ditarik dan diusahakan kayu terjangkau dengan panjang kabel seling, sehingga kayu bisa disarad sampai ke log landing. Limbah pemanenan kayu di jalan sarad baik di petak manual dan petak mekanis tidak terjadinya limbah, karena pada saat disarad dari petak tebang menuju ke TPn tidak adanya kayu yang jatuh atau ditinggalkan pada saat di sarad, baik yang disarad menggunakan tenaga manusia maupun menggunakan tenaga mesin karena disebabkan kondisi areal yang berupa lahan hutan rawa gambut dengan kemiringan 0º, dan kayu yang telah dikeluarkan menuju ke TPn sistem pengupahan pekerjanya berupa borongan atau kubikasi, jadi otomatis pekerja tidak akan meninggalkan kayu yang jatuh pada saat disarad baik di petak manual dan mekanis karena akan mengurangi pendapatan, membuang waktu serta menghabiskan tenaga. Sebab perusahaan hanya akan membayar berapa kubikasi kayu yang sarad oleh pekerja ketika kayu tersebut dalam keadaan sehat dan baik sampai menuju ke TPn.
5.4.3 Limbah Pemanenan Kayu di TPn Tempat penimbunan kayu (TPn) sangat berpotensi terjadinya limbah pemanenan yang diakibatkan oleh kegiatan pembagian batang. Di TPn pada petak manual tidak terjadinya limbah karena tidak ada kegiatan pemotongan atau pembagian batang, sedangkan di TPn pada petak mekanis terjadinya limbah karena kegiatan pemotongan atau pembagian batang berada di TPn yang limbahnya berasal dari bagian batang bebas cabang dengan volumenya 8,55 m3. Limbah yang terjadi di TPn adalah log yang menjadi limbah karena batangnya pecah, belah dan yang paling besar itu disebabkan busuk hati di karenakan pada saat penebangan operator chainsaw kurang melakukan cek kondisi pada batang yang akan di tebang. Volume total limbah yang terjadi di TPn pada petak manual 0 m3 karena tidak adanya kegiatan pemotongan dan pembagian batang pada TPn, semua kegiatan pemotongan dan pembagian batang dilakukan di petak tebang sehingga kayu yang telah sampai di TPn langsung di lakukan pengukuran (scalling dan
46
grading) sedangkan volume total limbah yang terjadi di TPn pada petak mekanis 8,55 m3 limbah ini terjadi karena beberapa faktor, yaitu kurang telitinya operator chainsaw dalam melakukan cek kondisi pohon yang akan ditebang, dan kurangnya pengawasan dari petugas lapangan pada saat penyaradan log menggunakan logfisher, sehingga kayu ada yang mengalami pecah dan belah.
5.4.4 Limbah Pemanenan Kayu di Jalan Angkut Pada petak manual dan petak mekanis semua sortimen yang telah di tebang semuanya diangkut dari TPn menuju ke TPK, melalui jalan utama atau jalan angkut. Pada limbah pemanenan kayu di jalan angkut tidak terjadinya limbah dikarenakan kondisi areal dengan kemiringan 0º atau datar, sehingga ketika ada kayu yang jatuh pada saat angkut menuju ke TPK, Kayu tesebut tetap diangkut karena kayu tersebut sudah termasuk kedalam kayu yang dimanfaatkan oleh perusahaan dan sudah masuk daftar pemesanan pembeli, serta juga sudah masuk dalam barcode yang akan didata melalui SIPUHH online, sehingga kayu ini dinyatakan legal. Dan kayu yang telah diangkut menuju ke TPK sistem pengupahan pekerjanya berupa borongan atau kubikasi, jadi otomatis pekerja tidak akan meninggalkan kayu yang jatuh pada saat diangkut karena akan mengurangi pendapatan, membuang waktu serta menghabiskan tenaga. Sebab perusahaan hanya akan membayar berapa kubikasi kayu yang diangkut oleh pekerja ketika kayu tersebut dalam keadaan sehat dan baik sampai menuju ke TPK.
5.5 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Sumber Limbah Limbah pemanenan kayu yang berdasarkan sumber dan bagiannya pada penelitian ini terdiri dari limbah tunggak, batas bebas cabang, dan batang atas dan dahan. Keempat bagian pohon ini berasal dari petak tebang, TPn, dan TPK. Besarnya limbah yang terjadi di petak manual dan mekanis di tampilkan pada Tabel 7 dan Tabel 8.
47
Tabel 7 Volume limbah berdasarkan sumbernya di petak manual Jenis limbah Tunggak Batang bebas cabang Batang atas Dahan Total
Volume Persen Rata-rata Rata-rata limbah (%) Total (m ) (m3/ha) (m3/pohon) 4,25 0,27 0,09 18,15 12,96 0,87 0,28 55,36 3
5,02 1,18 23,41
0,34 0,08 1,56
0,11 0,03 0,51
21,43 5,06 100,00
Tabel 8 Volume limbah berdasarkan sumbernya di petak mekanis Jenis limbah Tunggak Batang bebas cabang Batang atas Dahan Total
Volume Total Rata-rata Rata-rata Persen limbah (%) (m3) (m3/ha) (m3/pohon) 4,73 0,29 0,09 7,98 39,24 2,19 0,77 66,21 10,25 5,06 59,27
0,62 0,29 3,39
0,20 0,09 1,15
17,29 8,53 100,00
Berdasarkan hasil dari Tabel 7 dan 8 di petak manual dan mekanis menjelaskan bahwa limbah batang bebas cabang pada kedua petak merupakan bagian limbah yang paling banyak menghasilkan limbah, pada petak manual sebesar 0,87 m3/ha atau 55,36% dan pada petak mekanis juga hampir sama, bagian batang bebas cabang juga yang paling banyak sebesar 2,19 m 3/ha atau 66,21% dari total limbah yang terjadi pada tiap pohon yang ditebang. Bagian kedua juga hampir sama antara petak manual dan mekanis, yaitu limbah batang atas sebesar 0,34 m3/ha atau 21,43% pada petak manual sedangkan pada petak mekanis sebesar 0,62 m3/ha atau 17,29%. Bagian ketiga itu antara petak manual dan petak mekanis sangat berbeda, pada petak manual bagian ketiga yang paling banyak yaitu tunggak sebesar 0,27 m3/ha atau 18,15% sedangkan pada petak mekanis bagian ketiga yang paling banyak yaitu dahan sebesar 0,29 m 3/ha atau 8,53% dan yang keempat pada petak manual yaitu dahan sebesar 0,08 m3/ha atau 5,06% sedangkan pada petak mekanis yaitu tunggak sebesar 0,29 m3/ha atau 7,98%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Sukanda (1995) di IUPHHK Narkata Rimba Kalimantan Timur yang menyebutkan bahwa limbah batang bebas cabang merupakan bagian yang paling banyak menghasilkan limbah
48
sebesar 12,67 m3/ha (14,65%), kemudian limbah dari batang bagian atas dan dahan sebesar 11,09 m3/ha (12,83%), dan kemudian limbah tunggak sebesar 4,26 m3/ha (4,93%). Perbedaan besarnya limbah penelitian ini dengan Sukanda (1995) dikarenakan kecilnya diameter pohon yang ditebang dan intensitas penebangan yang berbeda. Diameter pohon yang ditebang pada penelitian ini lebih kecil dari penelitian Sukanda (1995), dikarenakan di tempat penelitian ini berbentuk hutan alam rawa gambut yang diameternya hanya sedikit yang besar, kebanyakan diameter sedang diatas ≥ 30 cm. Limbah total yang terjadi pada kedua petak ini berdasarkan bagian pohon pada penelitian ini masing-masing sebesar 23,41 m3/ha untuk yang petak manual dan pada petak mekanis sebesar 59,27 m3/ha. Limbah batang bebas cabang banyak ditemukan dalam bentuk sisa potongan akibat kegiatan trimming pangkal, trimming ujung dan potongan lainnya. Panjang sisa potongan pangkal batang dihitung dari batang potongan pangkal sampai batas potongan pendek. Panjang sisa potongan ujung batang dihitung dari batas potongan sampai ke batang cabang pertama. Sisa potongan batang terjadi saat penebangan membuang cacat-cacat pada batang pohon, baik cacat alami maupun cacat yang timbul ketika pohon ditebang, untuk mendapatkan kayu gelondongan berkualitas tinggi. Kegiatan membagi batang di petak manual dilakukan langsung di lokasi penebangan oleh penebang tersebut. Penebang melakukan pengukuran batang hanya dengan menggunakan tongkat yang ukurannya berdasarkan perkiraan saja. Meskipun penebang mengetahui ukuran yang sesuai untuk panjang bahan baku industri, namun dengan perkiraan menggunakan tongkat menyebabkan kurang optimalnya batang yang dimanfaatkan. Sedangkan kegiatan membagi batang di petak mekanis dilakukan di TPn oleh penebang dan pengukuran langsung oleh karyawan perusahaan yang bertugas untuk mengukur (scaller) dengan menggunakan meteran, makanya pada petak mekanis limbah yang berada pada TPn sedikit karena pengukurannya telah ditetapkan perusahaan, tapi limbah di petak mekanis ini banyak terjadi di petak tebang, ini disebabkan pada saat kayu selesai ditebang sortimen dari atas cabang pertama dan dahan yang tidak masuk ke dalam bahan baku industri, itu tidak dibawa sampai ke TPn tapi hanya ditinggalkan di dalam hutan. Pembagian batang yang dilakukan di petak manual
49
seharusnya tidak dilakukan oleh penebang melainkan oleh scaller, untuk itu perlu dilakukan pelatihan dan pengawasan dalam kegiatan membagi batang ini. Sastrodimejo dan Simarmata (1981) menyatakan bahwa cara kerja atau penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi. Pada penelitian ini, selain keterampilan penebang, kondisi pohon karena cacat alami yaitu busuk hati, busuk batang, gerowong, bengkok, dan bonggol menyebabkan log kayu yang dimanfaatkan menjadi berkurang. Sehingga limbah yang terjadi pada batang bebas cabang semakin besar.
5.6 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Kondisi Limbah Limbah pemanenan kayu yang terjadi di petak tebang maupun TPn kondisi limbahnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: cacat alami, cacat mekanis, dan baik. Cacat alami adalah cacat yang terjadi karena keadaan pohon yang ditebang, cacat alami dapat berupa mata kayu, busuk hati, gerowong, bengkok dan sebagainya. Cacat mekanis adalah cacat yang disebabkan kesalahan teknis. Kesalahan dalam kegiatan penebangan, penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan yang dapat menimbulkan limbah berupa pecah, belah dan hancur. Matangaran et al. (2000) menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami (defect) yang terjadi secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. Rata-rata volume limbah di petak manual berdasarkan kondisinya yang terjadi di petak tebang dapat ditampilkan pada Tabel 9. Sedangkan rata-rata volume limbah di petak mekanis berdasarkan kondisinya yang terjadi di petak tebang dan TPn dapat di tampilkan pada Tabel 10.
50
Tabel 9 Volume limbah berdasarkan kondisinya di petak manual Kondisi limbah 1. Cacat alami a. gerowong b. Busuk hati c. Busuk batang d. Bengkok e. Bonggol 2. Cacat mekanis a. Pecah b. Belah c. Hancur 3. Tanpa cacat
Volume total (m3)
Volume rata-rata(m3/ha) 0,05 0,73 3,60 2,88 0,63
0,003 0,05 0,23 0,19 0,04
1,68 0,00 0,00 10,18
0,10 0,00 0,00 0,69
Tabel 10 Volume limbah berdasarkan kondisinya di petak mekanis Kondisi limbah 1. Cacat alami a. gerowong b. Busuk hati c. Busuk batang d. Bengkok e. Bonggol 2. Cacat mekanis a. Pecah b. Belah c. Hancur 3. Tanpa cacat
Volume total (m3)
Volume rata-rata(m3/ha) 0,00 6,26 0,04 9,38 0,69
0,00 0,36 0,002 0,53 0,04
3,28 0,15 0,87 21,76
0,20 0,008 0,047 1,34
Kedua lokasi di petak manual dan petak mekanis dengan kondisi limbah terbesar terjadi di petak manual, limbah dalam kondisi tanpa cacat sebesar 0,69 m3/ha dan pada petak mekanis limbah dalam kondisi tanpa cacat sebesar 1,34 m3/ha, selanjutnya di petak manual diikuti dengan busuk batang, bengkok, pecah, busuk hati, bonggol dan gerowong. Sedangkan di petak mekanis selanjutnya diikuti dengan kondisi limbah yang bengkok, busuk hati, pecah, bonggol, hancur, belah dan busuk batang. Limbah dalam keadaan tanpa cacat ini sebagian berasal dari batang atas dan batang bebas cabang berupa potongan pangkal dan potongan ujung akibat kegiatan trimming. Banyaknya limbah dalam keadaan tanpa cacat ini, apalagi pada petak mekanis menunjukan kurangnya keterampilan penebang
51
melakukan kegiatan trimming sehingga tidak mengoptimalkan batang yang dimanfaatkan. Pada petak manual dan mekanis limbah terbesar selanjutnya ini busuk batang dengan bengkok ini dikarenakan kurang terampilnya penebang dalam menentukan kondisi pohon yang akan ditebang dan kerapatan pohon yang sangat rapat sehingga kesulitan dalan melihat kondisi pohon sampai ke atas tajuk dan kondisi lapang yang sangat sulit. Selain kurangnya keterampilan penebang, penentuan arah rebah sangat berpengaruh terhadap terjadinya limbah yaitu pembuatan takik rebah dan takik balas. Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang sempurna dapat menimbulkan kerusakan pada pangkal batang berupa pecah pangkal dan timbul serabut pada pangkal (barberchair) (Gambar 10) sehingga harus dilakukan pemotongan pada bagian pangkal yang pecah dan berserabut tersebut.
Gambar 10 Pecah pangkal dan timbul serabut pada pangkal (barberchair). Cacat alami yang ditemukan dalam penelitian ini pada petak manual dan mekanis yaitu gerowong, busuk hati, busuk batang, bengkok, dan bonggol. Penebang biasanya dapat menduga apakah suatu pohon dapat berlubang atau gerowong dengan cara memukulkan parangnya pada pohon. Bila pohon yang dicurigai berlubang besar, penebang harus melakukan potongan secara vertikal untuk menentukan besarnya lubang. Bila ukuran lubang pada pohon tersebut melebihi batas toleransi yang ditentukan oleh standar pemanfaatan dari perusahaan, pohon tersebut tidak perlu ditebang.
52
Limbah pada petak manual dan mekanis dalam keadaan busuk batang dan busuk hati masing-masing sebesar 0,23 m3/ha dan 0,36 m3/ha. Penebang tidak mengetahui pohon tersebut busuk batang dan busuk hati karena diameter kayu yang ditebang besar dan nampak sehat. Ketika penebang memeriksa pohon yang akan ditebang, pohon dinyatakan sehat, namun setelah ditebang ternyata pohon tersebut dalam kondisi busuk batang dan busuk hati, kasus ini banyak peneliti temukan pada petak mekanis dengan pohon yang dilihat dari luar dalam kondisi sehat dan diameternya besar ternyata setelah ditebang dalam kondisi busuk hati, kemungkinan kasus seperti ini kurang telitinya penebang dalam melakukan pengontrolan pohon saat penebangan, dan ingin mengincar target produksi yang banyak dengan waktu yang cepat. Rata-rata limbah pada petak manual yang diakibatkan cacat alami lainnya adalah gerowong sebesar 0,003 m3/ha dan dalam keadaan bonggol sebesar 0,04 m3/ha sedangkan pada petak mekanis yang diakibatkan cacat alami lainnya adalah busuk batang sebesar 0,002 m3/ha dan dalam keadaan bonggol sebesar 0,04 m3/ha. Cacat mekanis yang ditemukan dalam penelitian ini pada petak manual yaitu hanya pecah saja sebesar 0,1 m3/ha sedangkan pada petak mekanis yaitu berupa pecah, belah, hancur dengan limbah masing-masing sebesar 0,2 m3/ha, 0,008 m3/ha dan 0,047 m3/ha. Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak manual dapat dilihat pada Gambar 11 dan persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak mekanis dapat dilihat pada Gambar 12. 0,27% %
3,69%
18,26%
14,59% 51,52% %
0%
8,52% 3,19%
Gambar 11 Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak manual. (
tanpa cacat, gerowong, busuk hati, bonggol, pecah, belah).
busuk batang,
bengkok,
53
14,76%
0,09% 22,1%
51.29% 2,05%
1,63% 7,72%
0,36%
Gambar 12 Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak mekanis. (
tanpa cacat, belah, busuk hati, bonggol, pecah, hancur).
busuk batang,
bengkok,
Persentase limbah dalam keadaan tanpa cacat pada kedua petak yakni petak manual dan mekanis sangat besar masing-masing sebesar 51,52% di petak manual dan di petak mekanis sebesar 51,29% menunjukan bahwa pemanfaatan kayu yang masih kurang efisien. Limbah dalam kondisi tanpa cacat ini terjadi dikarenakan belum adanya pemanfaatan dari log yang berdiameter kecil terutama dari batang bagian atas dan dahan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian secara teknis maupun ekonomis terhadap batang bagian atas dahan ini. Melihat besarnya volume persentase limbah kondisi tanpa cacat yang berasal dari kegiatan pemanenan ini maka perlu dicari alternatif dan teknologi pemanfaatannya agar bisa meningkatkan nilai tambah kayu dan upaya penekanan yang mungkin bisa dilakukan dalam meminimalkan limbah. Usaha-usaha
yang dapat dilakukan
untuk memninimalkan limbah yang terjadi dalam pemanena kayu antara lain: meningkatkan keterampilan para pekerja, terutama operator penebang melalui kursus atau latihan kerja, memperbaiki sistem manajemen, terutama pengawasan dari pimpinan dan koordinasi kerja di lapangan, mendirikan industri kayu terpadu yang dapat memanfaatkan limbah sebagai sumber bahan bakunya, perencanaan dan pelaksanaan yang baik dalam kegiatan pemanenan kayu terutama pada kegiatan penebangan dan penyaradan. Limbah dalam kondisi tanpa cacat ini masih mungkin untuk diambil dan dimanfaatkan selanjutnya diarahkan untuk dapat dimanfaatkan semaksimal
54
mungkin untuk bantalan rel, jari-jari rel, untuk pembuatan jalan sarad, pembuatan camp pekerja dan pembuatan gambangan logfisher serta juga bisa digunakan untuk bahan baku industri perkayuan, karena kayu-kayu yang berada di tempat penelitian ini merupakan kayu-kayu yang bernilai ekonomis tinggi dan sangat susah untuk didapatkan jadi sangat bagus untuk bahan baku industri perkayuan. Budiaman (2000) menyatakan bahwa 43% dari limbah pemanenan di hutan alam dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk lanjutan dan 44% diantaranya digunakan sebagai bahan baku gergajian, core veneer, dan chip, dan 42% dari limbah batang layak dikeluarkan sebagai log. Menurut Widarmana et al. (1973) menyebutkan bahwa produk tertentu, misalnya kayu-kayu limbah tebanganyang berdiameter ≥ 30 cm dapat digunakan sebagai bahan pengahara industri sawmill. 5.7 Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan Peningkatan produksi kayu dapat dilakukan dengan mengurangi limbah kayu pada tiap tahapan produksi, mulai dari penebangan, pembagian batang, penyaradan, sampai dengan pengangkutan dan proses pengolahan kayu. Pada kegiatan penebangan sangat mempengaruhi terjadinya limbah baik dari limbah tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas, dan dahan. Faktor yang mempengaruhi terjadinya limbah di petak tebang adalah kemiringan lereng, tapi pada IUPHHK-HA PT. Diamond Raya Timber ini kemiringan lerengnya 0º atau lokasinya yang datar yang berbentuk hutan rawa gambut sehingga kemiringan lereng tidak dijadikan faktor yang mempengaruhi terjadinya limbah. Yang mempengaruhi terjadinya limbah adalah jumlah pohon yang ditebang (intensitas tebangan), bidang dasar tegakan, dan keterampilan penebangan. bidang dasar yang dihitung dalam penelitian ini yaitu seluruh bidang dasar pada pohon yang berdiameter ≥ 20 cm yang terdapat di petak contoh. Volume limbah yang digunakan untuk mengetahui hubungan intensitas tebangan, bidang dasar dan keterampilan penebangan terhadap besarnya limbah adalah jenis kayu limbah dari hasil kegiatan penebangan antara lain limbah tunggak, batang bebas cabang, batang bagian atas, dan dahan. Rata-rata volume limbah kayu hasil tebangan terhadap bidang dasar, intensitas tebangan, keterampilan penebang pada petak manual dan mekanis terdapat pada Tabel 11.
55
Tabel 11 Volume limbah kayu hasil tebangan di petak manual dan mekanis terhadap bidang dasar, intensitas tebangan, dan keterampilan penebangan Petak/plot 456/1 456/2 456/3 490/1 490/2 490/3
Intensitas LBDS tebangan rata-rata (pohon/ha) (m2/ha) 18 15 14 15 20 16
Keterampilan penebangan 0,45 0,42 0,45 0,44 0,39 0,35
terampil terampil terampil Tidak terampil Tidak terampil Tidak terampil
Volume limbah rata-rata (m3/ha) 4,51 8,70 10,20 18,92 30,58 9,77
Pada petak manual dan mekanis ini terdapat limbah yang terbesar dan terkecil, limbah yang terbesar terjadi di petak mekanis yaitu petak 490 yang dilakukan oleh penebang yang tidak terampil. Volume limbah terbesar terjadi pada intensitas tebangan 20 pohon/ha dan LBDS 0,39 m2/ha yaitu sebesar 30,58 m3/ha. Limbah yang paling kecil terjadi terjadi pada petak manual yaitu petak 456 yang dilakukan oleh penebang yang terampil. Volume limbah terkecil terjadi pada intensitas tebangan 18 pohon/ha dan LBDS 0,45 m2/ha yaitu sebesar 4,51 m3/ha. Pada hutan alam rawa gambut ini kemiringan lereng tidak berpengaruh sama sekali karena kemiringan lereng 0 % atau bisa dibilang datar sehingga yang mempengaruhi terhadap besarnya limbah adalah intensitas tebangan, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang. Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya limbah adalah intensitas tebang yang dilakukan pada petak tebang. Semakin tinggi intensitas tebang akan semakin besar limbah yang terjadi. Intensitas tebang tergantung dari jumlah pohon terutama yang diameter ≥ 40 cm dan layak tebang, jika dilihat dari tabel 11 terdapat plot dengan intensitas tebangan yang sama tetapi besarnya limbah yang terjadi berbeda ini disebabkan faktor luas bidang dasar yang berbeda dan keterampilan penebang yang berbeda antara petak 456 di petak manual dengan petak 490 di petak mekanis. intensitas tebang terbanyak yaitu 20 pohon menghasilkan limbah sebesar 30,58 m3/ha sedangkan pada intensitas tebang terendah yaitu banyaknya pohon yang ditebang 14 pohon, limbah yang dihasilkan sebesar 10,2 m3/ha. Simarmata (1985) menyebutkan bahwa salah satu faktor alam yang mempengaruhi terjadinya limbah adalah kerapatan tegakan, semakin rapat suatu
56
tegakan maka limbah yang dihasilkan akan semakin besar. Tapi pada penelitian ini tidak terlalu berpengaruh mengenai luas bidang dasar, pada petak manual yakni bisa dilihat pada petak 456/1 dengan bidang dasar 0,45 m2/ha limbah yang dihasilkan 4,51 m3/ha. Hubungan antara intensitas tebang, luas bidang dasar, dan keterampilan penebang terhadap volume limbah yang terjadi dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program Minitab versi 14 pada tingkat kepercayaan 95 % atau pada taraf nyata (α) 0,05. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh peubah-peubah tersebut terhadap volume limbah yaitu uji koefisien regresi secara bersama-sama (uji F). Berdasarkan data keragaman dari intensitas tebangan, bidang dasar tegakan, keterampilan penebang dan volume limbah penebangan diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : Ŷ = -67,4 + 1,55 X1 + 84 X2 + 13,8 X3 Keterangan: Ŷ = Limbah Pemanenan (m3/ha) X1 = Intensitas Tebangan (pohon/ha) X2 = Bidang dasar tegakan (m2/ha) X3 = Keterampilan operator/penebang Koefiesien determinasi digunakan untuk mengukur proporsi keragaman (variasi total) di sekitar nilai tengah yang dapat dijelaskan oleh persamaan regresi tersebut. Nilai koefisien determinasi (R2) dari persamaan regresi yang dibentuk adalah 64,9%, hal ini berati bahwa persamaan regresi tersebut cukup baik untuk menerangkan ragam limbah yang terjadi, artinya sebesar 64,9% dari keragaman limbah dapat dijelaskan oleh intensitas tebangan, bidang dasar tegakan, keterampilan operator sedangkan untuk kemiringan lereng tidak berpengaruh di hutan alam rawa gambut karena kemiringan lereng 0º dan datar, kemudian sisanya 35,1% dapat dijelaskan oleh faktor-faktor penyebab lain yang tidak disertakan dalam penelitian ini. Uji F dilakukan untuk mengetahui apakah persamaan regresi tersebut dapat digunakan dalam memprediksi ragam limbah atau tidak. Hasil Uji F terdapat pada analisi ragam (Tabel 12).
57
Tabel 12 Analisis ragam hubungan antara limbah, bidang dasar dan keterampilan penebangan Sumber keragaman Regresi Sisa Total
Derajat bebas
Jumlah Kuadrat F P kuadrat tengah hitung 3 291,66 97,22 1,23 0,48 2 157,63 78,82 5 449,30
Berdasarkan analisis ragam diatas (Tabel 10) menunjukan pada tingkat kepercayaan 95% Fhit ≤ Ftabel sehingga H0 diterima, hal ini berati limbah pemanenan tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas tebangan, luas bidang dasar tegakan dan keterampilan penebangan. Hal ini dapat terlihat pada Tabel 10 bahwa nilai F hitungnya sebesar 1,23 lebih kecil dari F tabel sebesar 5,41. Sehingga dari analisis sidik ragam menunjukkan bahwa faktor intensitas tebangan, luas bidang dasar tegakan dan keterampilan penebangan tidak berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap besarnya limbah yang dihasilkan. Hal ini menunjukan bahwa besarnya limbah tidak hanya dipengaruhi oleh intensitas tebangan, luas bidang dasar tegakan dan keterampilan penebangan, namun juga oleh faktor lainnya. Menurut Lempang et al. (1995) menyebutkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besarnya limbah pemanenan adalah sebagai berikut: panjang kayu di tempat tebangan, rata-rata diameter di tempat tebangan, volume kayu di tempat tebangan dan panjang kayu di TPn. Dari analisis data yang digunakan untuk mengetahui faktor yang berpengaruh terhadap volume limbah pemanenan menyatakan volume limbah limbah pemanenan tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas tebang, luas bidang dasar tegakan dan keterampilan penebangan ini dikarenakan dalam memasukan data pada software minitab versi 14 datanya masih kurang lengkap, ini disebabkan pada petak manual penebangannya hanya terdapat satu orang yang sama begitu juga di petak mekanis penebangnya juga satu orang yang sama. Jadi pada petak manual dan mekanis hanya terdapat dua orang penebang, hal inilah yang menyebabkan analisis data tidak bisa menjadikan acuan dalam pengaruh volume limbah pemanenan terhadap intensitas tebang, luas bidang dasar dan keterampilan penebang. Secara deksriptif dari penelitian ini menyatakan bahwa volume limbah pemanenan sangat berpengaruh terhadap intensitas tebang, luas
58
bidang dasar dan keterampilan penebangan. Partiani (2010) salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya limbah adalah intensitas tebang yang dilakukan pada petak tebang, semakin tinggi intensitas tebang akan semakin besar limbah yang terjadi. Faktor lain yang juga diduga berpengaruh terhadap besarnya limbah yang terjadi yaitu bidang dasar tegakan. Bidang dasar ini terkait dengan kerapatan tegakan. Simarmata (1985) menyebutkan bahwa salah satu faktor alam yang mempengaruhi terjadinya limbah adalah kerapatan tegakan, semakin rapat suatu tegakan maka limbah yang dihasilkan akan semakin besar.
5.8
Faktor Eksploitasi Faktor eksploitasi dalam penelitian ini adalah angka yang menunjukkan
persentase pemanfaatan kayu dari suatu batang bebas cabang
yang ditebang
terhadap volume potensial batang bebas cabang tersebut. Penentuan faktor eksploitasi dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu dengan pendekatan persentase limbah dan perhitungan indeks tebang, indeks sarad, serta indeks angkut. Nilai faktor eksploitasi tiap petak contoh manual terdapat pada Tabel 13 dan nilai faktor eksploitasi tiap petak contoh mekanis terdapat pada Tabel 14.
Tabel 13 Nilai faktor eksploitasi pada petak manual Persen No petak limbah (%) 456-1 456-2 456-3 Rata-rata
10,37 19,49 20,57 16,81
Volume yg dimanfaatka n (m3) 38,99 35,94 39,36 38,10
Indeks tebang (it)
Indeks sarad (is)
0,90 0,81 0,79 0,83
1,00 1,00 1,00 1,00
Indeks angkut (ia) 1,00 1,00 1,00 1,00
Faktor eksploitasi % Limbah (itxisxia) 89,6 0,90 80,5 0,81 79,4 0,79 83,2 0,83
Tabel 14 Nilai faktor eksploitasi pada petak mekanis No petak
Persen limbah (%)
490-1 490-2 490-3 Rata-rata
27,85 35,90 23,28 29,01
Volume yg Indeks dimanfaatkan tebang (m3) (it) 49,08 54,59 32,19 45,28
0,72 0,64 0,77 0,71
Indeks sarad (is) 1,00 1,00 1,00 1,00
Indeks angkut (ia) 1,00 1,00 1,00 1,00
Faktor eksploitasi % Limbah (itxisxia) 72,1 0,72 64,1 0,64 76,7 0,77 70,9 0,71
59
Nilai faktor eksploitasi sangat bergantung dari besarnya limbah yang terjadi pada pohon yang ditebang. Apabila dalam suatu penebangan dari suatu pohon terjadi limbah yang besar maka faktor eksploitasi dari pohon tersebut kecil, dan sebaliknya. Volume seharusnya dapat dimanfaatkan dari satu pohon yang ditebang adalah 100%, tetapi pada saat penebangan dilakukan terjadi limbah kayu baik karena faktor alam, keadaan pohon, atau karena kesalahan teknis penebangan. Pada petak manual nilai faktor eksploitasinya sebesar 0,83 atau 83,2 % dibandingkan dengan petak mekanis sebesar 0,71 atau 70,9%. Jadi pada petak mekanis besarnya limbah yang terjadi pada pohon yang ditebang sangat besar jika dibandingkan dengan petak manual, maka pada petak manual limbahnya sangat kecil dibandingkan pada petak mekanis sehingga faktor eksploitasi besar sedangkan petak mekanis faktor eksplotasi kecil. Menurut Dulsalam (1995) pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah pemanenan kayu. Semakin besar limbah pemanenan kayu yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat pemanenan kayu yang didapat dan semakin kecil limbah pemanenan kayu yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan. Hasil perhitungan indeks tebang diperoleh dari perbandingan antara volume siap sarad dengan volume batang bebas cabang dari pohon yang ditebang. Hasil dari penebangan dan pembagian batang dari suatu pohon adalah bagianbagian batas bebas cabang atau sortimen yang siap sarad. Nilai indeks tebang yang diperoleh di petak manual sebesar 0,83 sedangkan di petak mekanis sebesar 0,71. Sortimen yang berada di TPn pada petak manual dan mekanis semuanya terangkut karena tidak mengalami kerusakan sama sekali. Sortimen yang memenuhi syarat kualitas adalah sortimen yang siap angkut. Perbandingan antara sortimen siap angkut dengan siap sarad adalah indeks sarad. Nilai indeks sarad yang diperoleh sebesar 1,00 karena tidak adanya kerusakan sortimen sama sekali dan tidak adanya limbah yang terjadi pada saat di sarad. Pengangkutan merupakan proses yang membawa sortimen siap angkut ke TPK. Perbandingan antara sortimen kayu yang ada di TPK dengan siap angkut adalah indeks angkut. Nilai indeks angkut yang diperoleh sebesar 1,00 karena tidak adanya kerusakan
60
sortimen sama sekali saat diangkut dan tidak adanya limbah yang terjadi pada saat proses pengangkutan maupun di TPK. Nilai faktor eksploitasi dari kedua pendekatan tersebut tidak jauh berbeda dengan angka yang ditetapkan oleh Departemen Kehutanan (1989) yaitu 0,70. Pada penelitian yang dilakukan di petak mekanis hampir sama nilai faktor eksploitasinya sebesar 0,71 sedangkan hasil penelitian Dulsalam (1988) yang menyatakan nilai faktor eksploitasi yang diperoleh adalah 0,84 yang hampir sama juga dengan penelitian yang dilakukan di petak manual sebesar 0,83. Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, Lempang et al. (1955) menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi: 1. Faktor non teknis, terdiri atas keadaan lapangan, sifat kayu, cacat kayu, kerapatan tegakan, dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis yang dibagi meliputi: a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad, dan juru ukur, perencanaan hutan, peralatan, pengangkutan log, kemampuan memproses, dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebangan dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, serta kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat. 5.9 Analisis Solusi Pengurangan Limbah Pemanenan Peningkatan efektifitas pemanenan hutan dengan cara mengurangi limbah pemanenan hutan merupakan solusi untuk mengurangi volume limbah yang terjadi pada saat penebangan, penyaradan, dan pengangkutan untuk itu perlu diketahui faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya limbah serta upaya penekanannya, sehingga volume kayu yang masih dapat dimanfaatkan dan efisiensi dari sistem pemanenan yang telah dilakukan dapat ditingkatkan. Secara garis besar limbah pemanenan kayu disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor alam dan faktor teknis. Pada penelitian ini faktor alam yang mempengaruhi besarnya limbah pemanenan kayu adalah intensitas tebangan, dimensi kayu, jenis kayu, kerapatan tegakan. Kerapatan tegakan berkaitan dengan
61
kerusakan kayu pada saat pohon direbahkan. Dimensi dan jenis kayu berkaitan dengan besarnya volume limbah yang terjadi. Faktor teknis yang menyebabkan terjadinya limbah pada penelitian ini yaitu: cara kerja, penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi. Menurut Direktorat Pengelolaan Hasil Hutan (1989) menyebutkan bahwa terjadinya limbah ekspoitasi hutan banyak terjadi karena kesalahan teknis. Limbah sering terjadi karena pecah dan belah pada saat pohon rebah. Kesalahan teknis pada kegiatan penebangan menyebabkan banyak kayu yang rusak. Pada petak manual kesalahan teknis terjadi kebanyakan pecah sebesar 0,1 m3/ha dan pada petak mekanis sebesar 0,2 m3/ha ini disebabkan kurang terampilnya penebang dalam melakukan penebangan yang harus di perhatikan oleh perusahaan adalah melakukan pengawasan dan pelatihan terhadap para penebang sehingga dapat meminimalisir terjadinya limbah yang disebabkan pecah, ini diakibatkan pembuatan takik rebah dan takik balas yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kurangnya pengawasan disetiap tahapan kegiatan pemanenan hutan. Tidak ada mandor tebang yang mengawasi di petak tebang menyebabkan penebang kurang memperhatikan teknik-teknik penebangan dan pembagian batang yang benar dan optimal. Perusahaan seharusnya tidak mempertahankan pemakaian logfisher dimana volume kayu yang dihasilkan sangat sedikit dibandingkan dengan petak manual yang menggunakan tenaga manusia, dimana volume kayu yang dihasilkan jauh lebih besar. apalagi dari segi limbah yang dihasilkan, limbah yang berada di petak mekanis menggunakan logfisher limbah rata-ratanya sebesar 19,76 m3/ha sedangkan pada petak manual menggunakan tenaga manusia limbah rata-rata sebesar 7,8 m3/ha. Jadi berdasarkan ini seharusnya penggunaan logfisher tidak efisien dan efektif yang hanya dapat merugikan perusahaan dengan produktifitas yang rendah dan memakan waktu dan biaya yang banyak serta tingkat keramahan lingkungan yang kurang baik yang banyak menghasilkan limbah dan kerusakan pada sekitar petak tersebut. Berdasarkan beberapa permasalahan diatas maka perlu dilakukan pengaturan kembali sistem pemanenan kayu yang ada agar limbah pemanenan
62
kayu dapat ditekan serendah mungkin guna menjamin kelestarian sumberdaya hutan. Menurut Thaib (1991) upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk menekan terjadinya limbah pemanenan kayu yaitu: 1. Melakukan inventarisasi tegakan sebelum penebangan dengan teliti. 2. Membuat rencana operasional dilengkapi petunjuk teknis pelaksanaan pemanenan dengan memperhatikan kondisi areal setempat. 3. Peningkatan daya guna peralatan yang ada. 4. Melaksanakan
penyempurnaan
sistem
pengupahan
pada
kegiatan
pemanenan yang merangsang upaya penekanan kayu limbah pemanenan. 5. Meningkatkan pengendalian dan pengawasan pada kegiatan pemanenan. 6. Meningkatkan keterampilan penebang berupa pelatihan menebang dan pembagian batang.
63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 1.
Kesimpulan Limbah pemanenan kayu secara manual dan secara mekanis sebagian besar terjadi di petak tebang. Volume limbah rata-rata yang dihasilkan pohon yang ditebang di petak manual seluruhnya terjadi di petak tebang yaitu sebesar 7,81 m3/ha. Volume limbah rata-rata yang dihasilkan pohon yang ditebang di petak mekanis yaitu sebesar 19,75 m3/ha, terdiri atas limbah di petak tebang sebesar 16,9 m3/ha, dan limbah di TPn sebesar 2,85 m3/ha.
2.
Persentase limbah berdasarkan total volume limbah di petak manual yaitu 100% terjadi di petak tebang, sedangkan persentase limbah di petak mekanis yaitu 85,57% terjadi di petak tebang dan 14,43% terjadi di TPn.
3.
Besarnya faktor eksploitasi di petak manual sebesar 0,83 sedangkan di petak mekanis sebesar 0,71, hal tersebut menandakan bahwa limbah yang berada pada petak manual lebih sedikit jika dibandingkan dengan limbah yang berada pada petak mekanis.
64
6.2 1.
Saran Perlu dilakukan pelatihan yang berkala terhadap penebang mengenai teknik penebangan dan membagi
batang sehingga
cacat
mekanis
dapat
diminimalkan. Kemampuan menilai dan menentukan kualitas kayu juga diperlukan agar ketika membagi batang tidak banyak kayu yang terbuang. 2.
Perlu dilakukan perbaikan manajemen, terutama dalam hal pengawasan dan koordinasi kerja di lapangan. Meskipun nilai pemanfaatan cukup tinggi evaluasi dan pengawasan harus dilakukan untuk menjaga kestabilan produksi dan lingkungan.
3.
Perlu dilakukan studi kelayakan tentang alternatif sistem pengangkutan kayu limbah yang ekonomis dan pengkajian pemanfaatan limbah batang bagian atas dan limbah dahan baik secara teknis maupun ekonomis.
65
DAFTAR PUSTAKA Abdullah T S. 1997. Tanah Gambut: Klasifikasi, Karakteristik, Penggunaan, Kendala dan Penyebarannya di Indonesia. Bogor: Jurusaan Tanah Fakultas Pertanian IPB. 131 hal. Abidin R. 1994. Pengendalian Manajemen Pengusahaan Hutan Badan Pengaturan Manajer Logging. Proyek Kerjasama Fakultas Kehutanan IPB dengan Departemen Kehutanan. Bahrudin A. 1983. Saluran Distribusi Kayu Bakar di Beberapa Daerah di Pulau Jawa. Laporan No. 169. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Budiaman A. 1996. Dasar-dasar Teknik Pemanenan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Budiaman A. 2000. Kuantifikasi Kayu Bulat Kecil Limbah Pemanenan pada Pengusahaan Hutan Alam. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. 8 (2): 34-43. Conway S. 1976. Logging Practices, Principles of Timber Harvesting System. Miller Freeman Publication, Inc. San Fransisco. Departemen Kehutanan. 1990. Keputusan Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan No. 212/Kpts/IV-PHH/1990 Tentang Pedoman Teknis Penekanan dan Pemanfaatan Kayu Limbah Pemanenan. Jakarta. [DPHH] Direktorat Pengolahan Hasil Hutan. 1989. Di dalam: Ruhendi S, Sarajar CG, Soerianegara I, Suhendi FG, editor. Pemanfaatan Limbah Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Hlm 17-19. Dulsalam. 1995. Usaha Untuk Meminimalisasi Limbah Eksploitasi Dalam Rangka Peningkatan Nilai Produksi. Makalah Penunjang dalam Ekspose Penelitian Hasil Hutan. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. hlm 1719. Dulsalam, Simarmata S R. 1985. Faktor Eksploitasi Jenis Meranti di Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2 (1): 10-12. Dulsalam, Tinambunan D, Sumantri I dan Sinaga M. 2000. Peningkatan efisiensi pemungutan kayu sebagai bahan baku industri. Prosiding Lokakarya Penelitian Hasil Hutan tanggal 7 Desember 2000. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Elias, Applegate G, Kartawinata K, Machfudh, Klassen A. 2001. Pedoman Reduce Impact Logging Indonesia. Bogor: CIFOR
66
Gusmailina. 1998. Pemanfaatan Limbah Eksploitasi Untuk Penyuburan Lahan. Modul Diklat Peningkatan Kemampuan Pengembangan Industri Kayu dan Hutan Berwawasan Lingkungan, Kerjasama Dirjen IHPK dengan PPPHH dan SEK. Bogor. Hakim, N. Yusuf, A. M. Lubis, S. G. Nugraha, D. Amin dan H. M. Balley. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Universitas Lampung, Lampung. hal : 46-287. Istomo. 1992. Hutan Rawa Gambut Indonesia : Ekologi, Pemanfaatan dan Permasalahannya. Laboratorium Ekologi Hutan. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Kartika EC. 2004. Kuantifikasi Limbah Pemanenan Kayu Pulp dengan Metode Kayu Penuh (Whole Tree System). [Skripsi]. Bogor. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Klassen A. 2005. Pertimbangan dalam Merencanakan Pembalakan Berdampak Rendah. Jakarta: Tropical Forest Foundation. Klassen A. 2006. Pertimbangan Operasional Untuk Pembalakan Berdampak Rendah. Hasbillah, editor. Jakarta: Tropical Forest Foundation. Lempang M, Madjo MI, Seran D, Gautama I. 1995. Faktor Eksploitasi Pada Pemungutan Kayu dengan Sistem Mekanis di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 9 (2) : 5-9. Lim C. 1992. Studi Volume Limbah Pemanenan Kayu Dengan Sistem TPTI di Areal HPH PT Kayu Pasaguan (Alas Kusuma Group) Kalimantan Barat. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Lopulisa, C. 1993. Klasifikasi Gambut di Indonesia Menurut US Soil Taxonomy Dalam Upaya Meningkatkan Pemahaman Tentang Sifat dan Potensinya. Proseding Seminar Nasional Gambut II. Jakarta, 14-15 Januari 1993. hal : 94-103. [LPHH] Lembaga Penelitian Hasil Hutan. 1980. Perumusan Seminar Eksploitasi Hutan. Bogor, Juli 1980. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Malik J. 2000. Pemanfaatan Kayu Limbah Pemanenan Hutan. Suatu Tinjauan Dalam Rangka Optimasi Pemanfaatan Sumber Daya Hutan. Info Hasil Hutan. 6 (1): 17-24. Matangaran JR, Togar LT, Tjetjep UK, Yovi EY. 2000. Studi Pemanfaatan Limbah Pemanenan Untuk Bahan Baku Industri dalam rangka pengembangan dan pemasaran hasil hutan. Laporan Akhir. Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi bekerja sama dengan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor.
67
Nugraha A, Priyadi H, Hasbillah, Gunarso P, Benyamin R. 2008. Pembalakan Ramah Lingkungan: Konsep dan Implementasi di Indonesia. Tangerang: Wana Aksara. Nugroho B. 1995. Perencanaan Pemanenan Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB. Nur, I. 1999. Studi Kemampuan Tumbuh dan Permudaan Jenis-jenis pohon pada Areal Hutan Rawa Gambut yang mengalami Kebakaran (Studi Kasus di Areal HPH PT. SBA Wood Industries, Sumatera Selatan). Skripsi Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB, Bogor. Tidak dipublikasikan. Partiani T. 2010. Limbah Pemanenan Kayu dan Faktor Eksploitasi di Hutan Alam PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut Sumatera Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. [PT DRT] PT. Diamond Raya Timber. 2010. Rencana Kerja Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB). Pekanbaru: PT. Diamond Raya Timber. [PT DRT] PT. Diamond Raya Timber. 2010. Revisi Rencana Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (Management Plan). Pekanbaru: PT. Diamond Raya Timber. Sarajar CG. 1989. Teknologi Pemanfaatan Limbah Kayu. Di dalam: Ruhendi S, Sarajar CG, Soerianegara I, Suhendi FG, editor. Pemanfaatan Limbah Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. hlm 46-53 Sasmita RL. 2003. Limbah Pemanenan Hutan Alam PT Sumalindo Lestari Jaya. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sastrodimedjo S, Simarmata SR. 1981. Limbah Eksploitasi. Di dalam : Prosiding Diskusi Industri Perkayuan tahun 1981: Jakarta, 1981. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Sianturi A, Soeryanegara I, Suparto RS, Manan S. 1984. Faktor Eksploitasi di Hutan Alam Dipterokarpa Pulau Laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 1 (1): 1-10. Simarmata SR. 1985. Volume dan Klasifikasi Limbah di Beberapa Pengusahaan Hutan di Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2 (2): 17-19. Simarmata SR. 1985. Volume dan Klasifikasi Limbah di Beberapa Pengusahaan Hutan di Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 2 (2): 17-19. Simarmata SR, Haryono. 1986. Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 3 (1): 27-31.
68
Sinaga M, Simarmata SR, Mansyur M. 1984. Pengaruh Latihan Kerja Terhadap Volume Limbah Eksploitasi. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 1 (1): 23-28. Soemitro A. 1980. Cara-Cara Penyaradan Untuk Mengurangi Limbah dan Kerusakan Tegakan Tinggal di Hutan Luar Jawa. Di dalam: Prosiding Seminar Eksploitasi Hutan.Bogor, Juli 1980. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor: Fakultas Pertanian IPB. Soewito. 1980. Limbah Eksploitasi Hutan pada Areal Bakas Tebangan. Di dalam: Prosiding Seminar Eksploitasi Hutan. Bogor, Juli 1980. Bogor: Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Sukanda. 1995. Penenetuan Faktor Eksploitasi, Limbah Kayu dan KerusakanTegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Dengan Sistem TPTI (Studi Kasus di Areal Kerja HPH PT Narkata Rimba Kalimantan Timur). [Tesis]. Bogor : Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Suryaningrat M, Zuwendra, Atmawidjaja R, Manan S. 1989. Di dalam: Ruhendi S, Sarajar CG, Soerianegara I, Suhendi FG, editor. Pemanfaatan Limbah Kayu. Bogor: Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. hlm 39-45 Thaib J. 1991. Kerusakan Tegakan dan Limbah Pemanenan Hutan Rawa pada Kawasan Suatu Perusahaan Hutan di Kalimantan Barat. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 9 (3): 97-102. Tinambunan D. 2001. Pemborosan Kayu dalam Pemanenan Hutan Alam di Luar Pulau Jawa dan Upaya Mengatasinya. http//www.dephut.go.id/indev/node349. [29 juni 2009]. Widarmana S, Padlinurjaji IM, Sarajar CG, Haeruman H, Sofyan K, Atmawidjaya R. 1973. Penelitian Logging Waste dan Kemungkinan Pemanfaatannya di Jawa dan Kalimantan. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
69
LAMPIRAN
70
Lampiran 1 Persentase limbah berdasarkan volume pohon yang ditebang di petak manual Volume yg dimanfaa tkan (m3)
Limbah di petak tebang Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di jalan sarad Volume Persent (m3) ase (%)
Petak/p lot
No poho n
Jenis
1
456/1
5551
Meranti
9,63
0,73
3,14
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,73
3,14
2
456/1
5363
0,74
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
456/1
5708
Punak nyatoh asli
0,80
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4
456/1
5711
Punak
1,41
0,54
2,31
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,54
2,31
5
456/1
6046
Punak
0,73
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6
456/1
6049
Suntai
3,65
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7
456/1
5713
Meranti
0,89
0,44
1,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,44
1,90
8
456/1
6047
Balam
1,66
0,19
0,82
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,82
9
456/1
6044
Meranti
3,31
0,12
0,53
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,12
0,53
10
456/1
5718
Punak
2,25
0,19
0,82
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,82
11
456/1
5717
Balam
0,95
0,19
0,80
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,80
12
456/1
5721
Balam
0,92
0,36
1,55
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,36
1,55
13
456/1
6033
Meranti
3,00
1,02
4,36
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,02
4,36
14
456/1
6031
Punak
2,18
0,50
2,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,50
2,15
15
456/1
4032
2,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
16
456/1
6027
Punak Nyatoh asli
2,64
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
17
456/1
5732
Balam
1,07
0,21
0, 90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,21
0,90
18 456/1 Rata-rata
5731
Suntai
1,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,17
0,25
1,07
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,25
1,07
3,16
0,41
1,73
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,41
1,73
4,16
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
No
1
456/2
4024
Mempi sang
2
456/2
3982
Meranti
Limbah di TPn Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di TPK Volume Persent (m3) ase (%)
Total limbah Volum Persenta e (m3) se (%)
71 Lampiran 1 (lanjutan) Volume yg dimanfaa tkan (m3)
Limbah di petak tebang Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di jalan sarad Volume Persent (m3) ase (%)
Petak/p lot
No poho n
3
456/2
3655
Mempi sang
1,45
0,14
0,61
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,14
0,61
4
456/2
3658
Punak
0,95
0,18
0,77
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,18
0,77
5
456/2
4039
Punak
0,53
0,05
0,19
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
0,19
6
456/2
4036
Punak
2,12
0,27
1,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
1,13
7
456/2
4033
Meranti
1,15
0,22
0,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,22
0,93
8
456/2
4032
Suntai
4,20
0,91
3,87
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,91
3,87
9
456/2
4035
Meranti
2,31
2,77
11,82
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,77
11,82
10
456/2
4026
Punak
3,85
0,45
1,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
1,90
11
456/2
4017
Punak
2,38
0,61
2,60
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,61
2,60
12
456/2
4545
Meranti
3,88
1,27
5,41
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,27
5,41
13
456/2
4011
Meranti
1,46
1,02
4,37
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,02
4,37
14
456/2
4547
Punak
1,84
0,43
1,84
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,43
1,84
15 456/2 Rata-rata
4561
Punak
2,52
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,40
0,58
2,48
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,58
2,48
1,72
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
No
Jenis
Limbah di TPn Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di TPK Volume Persent (m3) ase (%)
Total limbah Volum Persenta e (m3) se (%)
1
456/3
2195
Mempi sang
2
456/3
2460
Meranti
2,01
0,27
1,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
1,13
3
456/3
2472
Balam
0,59
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4
456/3
2486
3,58
1,56
6,68
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,56
6,68
5
456/3
2484
Meranti Durian burung
0,67
0,21
0,88
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,21
0,88
6
456/3
2483
Meranti
4,93
0,19
0,82
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,82
7
456/3
2179
Meranti
4,71
1,84
7,84
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,84
7,84
8
456/3
2059
Meranti
4,36
1,17
5,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,17
5,02
72 Lampiran 1 (lanjutan) Petak/p lot
No poho n
9
456/3
2062
10
456/3
11
No
Jenis
Volume yg dimanfaa tkan (m3)
Limbah di petak tebang Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di jalan sarad Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di TPn Volume Persent (m3) ase (%)
Limbah di TPK Volume Persent (m3) ase (%)
Total limbah Volum Persenta e (m3) se (%)
2,05
0,67
2,85
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,67
2,85
2175
Suntai mempis ang
1,14
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
456/3
2063
Meranti
3,35
2,35
10,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,35
10,05
12
456/3
2067
Punak
2,47
0,76
3,23
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,76
3,23
13
456/3
2065
Punak
1,41
0,06
0,26
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,06
0,26
14 456/3 Rata-rata
2051
Meranti
6,36
1,12
4,80
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,12
4,80
2,81
0,73
3,11
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,73
3,11
114,30
23,41
100,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
23,41
100,00
2,46
0,52
2,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,52
2,22
Total Rata-rata keseluruhan
73
Lampiran 2 Persentase limbah berdasarkan volume pohon yang ditebang di petak mekanis Petak/ plot
No
No pohon
Jenis
Volume yg dimanfaatk an (m3)
Limbah di petak tebang Persent Volum ase 3 e(m ) (%)
Limbah di jalan sarad Perse Volum ntase 3 e (m ) (%)
Limbah di TPn Volum e (m3)
Persentas e (%)
Limbah di jalan angkut Persen Volume tase 3 (m ) (%)
Total limbah Volum e (m3)
Persenta se (%)
1
490/1
4274
Punak
1,37
0,39
0,76
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,39
0,65
2
490/1
5760
Punak
1,07
0,27
0,53
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
0,45
3
490/1
4752
3,38
0,71
1,41
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,71
1,21
4
490/1
4701
2,32
0,59
1,17
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,59
1,00
5
490/1
4759
2,62
0,47
0,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,47
0,80
6
490/1
4762
Punak Durian burung Durian burung Durian burung
6,02
1,86
3,66
0,00
0,00
2,75
32,21
0,00
0,00
4,61
7,78
7
490/1
4357
Serapat
3,85
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
490/1
5025
Suntai
3,47
0,20
0,39
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,20
0,34
9
490/1
5697
2,77
0,29
0,57
0,00
0,00
0,16
1,87
0,0 0
0,00
0,45
0,76
10
490/1
4696
Meranti Durian burung
6,20
0,41
0,81
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,41
0,69
11
490/1
5472
1,45
0,45
0,89
0,00
0,00
0,14
1,67
0,00
0,00
0,59
1,00
12
490/1
5449
Balam Durian burung
4,73
1,55
3,06
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,55
2,62
13
490/1
5721
3,78
3,68
7,25
0,00
0,00
0,22
2,58
0,00
0,00
3,90
6,58
14
490/1
5756
Meranti Durian burung
1,92
0,36
0,70
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,36
0,60
15 490/1 Rata-rata
5014
Meranti
4,06
4,41
8,70
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4,41
7,44
3,27
1,04
2,06
0,00
0,00
0,22
2,55
0,00
0,00
1,26
2,13
1
490/2
5456
Suntai
4,12
7,09
13,97
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7,09
11,95
2
490/2
5446
Suntai
2,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,22
2,53
0,00
0,00
0,22
0,37
74 Lampiran 2 (lanjutan)
Petak/ plot
No
No pohon
Jenis
Volume yg dimanfaatk an (m3)
Limbah di petak tebang Persent Volum ase 3 e(m ) (%)
Limbah di jalan sarad Perse Volum ntase 3 e (m ) (%)
Limbah di TPn Volum e (m3)
Persentas e (%)
Limbah di jalan angkut Persen Volume tase 3 (m ) (%)
Total limbah Volum e (m3)
Persenta se (%)
3
490/2
5426
Punak
1,47
0,80
1,58
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,80
1,35
4
490/2
4717
Punak
2,02
0,06
0,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,06
0,11
5
490/2
5025
Suntai
3,47
1,54
3,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,54
2,59
6
490/2
4718
Ramin
3,15
0,19
0,36
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,31
7
490/2
5416
Suntai
3,58
1,68
3,31
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,68
2,83
8
490/2
5424
Punak
1,30
0,05
0,10
0,00
0,00
0,11
1,26
0,00
0,00
0,16
0,27
9
490/2
5678
Punak
1,64
0,60
1,18
0,00
0,00
1,53
17,85
0,00
0,00
2,13
3,59
10
490/2
5730
Punak
2,41
0,74
1,45
0,00
0,00
0,15
1,78
0,00
0,00
0,89
1,50
11
490/2
5419
Punak
2,35
1,02
2,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,02
1,72
12
490/2
5720
Ramin
3,72
1,53
3,02
0,00
0,00
0,25
2,92
0,00
0,00
1,78
3,00
13
490/2
5420
Suntai
3,93
2,36
4,66
0,00
0,00
0,33
3,88
0,00
0,00
2,70
4,55
14
490/2
5385
Punak
5,19
1,67
3,29
0,00
0,00
0,13
1,46
0,00
0,00
1,79
3,02
15
490/2
4715
Suntai
2,32
0,27
0,54
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
0,46
16
490/2
5386
Meranti
2,12
0,14
0,28
0,00
0,00
1,04
12,15
0,00
0,00
1,18
1,99
17
490/2
5520
1,94
0,09
0,19
0,00
0,00
0,09
1,07
0,00
0,00
0,37
0,62
18
490/2
5702
2,38
0,18
0,35
0,00
0,00
0,19
2,19
0,00
0,00
0,37
0,62
19
490/2
4303
Meranti Mempis ang Gerong gang
1,77
5,78
11,40
0,00
0,00
0,31
3,62
0,00
0,00
6,09
10,28
20 490/2 Rata-rata
5750
Punak
3,38
0,45
0,88
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
0,76
2,73
1,31
2,59
0,00
0,00
0,22
2,54
0,00
0,00
1,53
2,58
1,96
0,48
0,94
0,00
0,00
0,18
2,07
0,00
0,00
0,65
1,10
2,25
0,14
0,28
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,14
0,24
2,26
1,46
2,88
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,46
2,47
1
490/3
6268
2
490/3
6130
Gerong gang Mempis ang
3
490/3
6116
Nyatoh
75 Lampiran 2 (lanjutan)
Petak/ plot
No
No pohon
Jenis
Volume yg dimanfaatk an (m3)
Limbah di petak tebang Persent Volum ase 3 e(m ) (%)
Limbah di jalan sarad Perse Volum ntase 3 e (m ) (%)
Limbah di TPn Volum e (m3)
Persentas e (%)
Limbah di jalan angkut Persen Volume tase 3 (m ) (%)
Total limbah Volum e (m3)
Persenta se (%)
4
490/3
6061
Nyatoh
1,88
0,59
1,15
0,00
0,00
0,13
1,50
0,00
0,00
0,71
1,20
5
490/3
6056
Nyatoh
1,55
0,15
0,30
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
0,25
6
490/3
6039
Suntai
2,03
1,08
2,12
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,08
1,82
7
490/3
6350
2,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,13
1,49
0,00
0,00
0,13
0,21
8
490/3
6102
Meranti Durian burung
1,04
0,64
1,27
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,64
1,09
9
490/3
6052
Punak
0,75
0,47
0,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,47
0,79
10
490/3
6357
Suntai
3,39
0,19
0,38
0,00
0,00
0,11
1,34
0,00
0,00
0,31
0,52
11
490/3
6352
Suntai
3,16
0,82
1,61
0,00
0,00
0,20
2,32
0,00
0,00
1,01
1,71
12
490/3
6364
Punak
1,52
0,30
0,59
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,30
0,50
13
490/3
6365
Meranti
1,54
0,98
1,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,98
1,65
14
490/3
6369
Nyatoh
2,83
0,49
0,96
0,00
0,00
0,19
2,26
0,00
0,00
0,68
1,15
15
490/3
6371
Nyatoh
1,83
0,70
1,38
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,70
1,18
16 490/3 Rata-rata
6384
Nyatoh
1,87
0,35
0,70
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,35
0,60
2,01
0,55
1,09
0,00
0,00
0,06
0,69
0,00
0,00
0,61
1,03
135,79
50,72
100,00
0,00
0,00
8,55
100,00
0,00
0,00
59,27
100,00
2,67
0,97
1,91
0,00
0,00
0,16
1,93
0,00
0,00
1,13
1,91
Total Rata-rata keseluruhan
76
Lampiran 3 Perhitungan volume limbah berdasarkan sumbernya di petak manual No
Petak/plot
No pohon
Volume pohon berdiri (m3)
Jenis
Tunggak
Volume limbah(m3) Batang bebas cabang Batang atas
Dahan
Total
1
456/1
5551
Meranti
4,85
0,00
0,60
0,08
0,06
0,73
2
456/1
5363
Punak
2,76
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
456/1
5708
Nyatoh asli
1,41
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4
456/1
5711
Punak
1,77
0,33
0,11
0,09
0,00
0,54
5
456/1
6046
Punak
1,14
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6
456/1
6049
Suntai
3,93
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7
456/1
5713
Meranti
2,15
0,00
0,00
0,44
0,00
0,44
8
456/1
6047
Balam
2,66
0,19
0,00
0,00
0,00
0,19
9
456/1
6044
Meranti
2,34
0,06
0,00
0,06
0,00
0,12
10
456/1
5718
Punak
1,77
0,00
0,19
0,00
0,00
0,19
11
456/1
5717
Balam
1,73
0,19
0,00
0,00
0,00
0,19
12
456/1
5721
Balam
1,48
0,36
0,00
0,00
0,00
0,36
13
456/1
6033
Meranti
3,44
0,10
0,92
0,00
0,00
1,02
14
456/1
6031
Punak
2,77
0,29
0,00
0,21
0,00
0,50
15
456/1
4032
Punak
2,88
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
16
456/1
6027
Nyatoh asli
3,06
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
17
456/1
5732
Balam
2,37
0,21
0,00
0,00
0,00
0,21
18 Rata-rata
456/1
5731
Suntai
1,67
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,45
0,10
0,10
0,05
0,00
0,25
1
456/2
4024
Mempisang
2,67
0,00
0,20
0,21
0,00
0,41
2
456/2
3982
Meranti
4,85
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
77 Lampiran 3 (lanjutan) No
Petak/plot
No pohon
Volume pohon berdiri (m3)
Jenis
Tunggak
Volume limbah(m3) Batang bebas cabang Batang atas
Dahan
Total
3
456/2
3655
Mempisang
2,47
0,00
0,14
0,00
0,00
0,14
4
456/2
3658
Punak
1,45
0,00
0,18
0,00
0,00
0,18
5
456/2
4039
Punak
1,14
0,00
0,00
0,05
0,00
0,05
6
456/2
4036
Punak
2,32
0,00
0,27
0,00
0,00
0,27
7
456/2
4033
Meranti
2,41
0,22
0,00
0,00
0,00
0,22
8
456/2
4032
Suntai
2,88
0,49
0,42
0,00
0,00
0, 91
9
456/2
4035
Meranti
4,32
0,00
2,77
0,00
0,00
2,77
10
456/2
4026
Punak
2,97
0,00
0,45
0,00
0,00
0,45
11
456/2
4017
Punak
2,29
0,00
0,00
0,61
0,00
0,61
12
456/2
4545
Meranti
2,77
0,00
0,78
0,48
0,00
1,27
13
456/2
4011
Meranti
1,57
0,45
0,57
0,00
0,00
1,02
14
456/2
4547
Punak
1,85
0,00
0,00
0,43
0,00
0,43
15 Rata-rata
456/2
4561
Punak
1,90
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2,52
0,08
0,39
0,12
0,00
0,58
1
456/3
2195
Mempisang
2,61
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2
456/3
2460
Meranti
3,56
0,00
0,27
0,00
0,00
0,27
3
456/3
2472
Balam
1,01
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4
456/3
2486
Meranti
4,01
1,18
0,13
0,26
0,00
1,56
5
456/3
2484
Durian burung
1,49
0,02
0,19
0,00
0,00
0,21
6
456/3
2483
Meranti
3,56
0,00
0,00
0,19
0,00
0,19
7
456/3
2179
Meranti
3,27
0,16
1,32
0,35
0,00
1,84
8
456/3
2059
Meranti
3,63
0,00
0,54
0,64
0,00
1,17
9
456/3
2062
Suntai
2,29
0,00
0,28
0,39
0,00
0,67
10
456/3
2175
Mempisang
1,58
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
78 Lampiran 3 (lanjutan) No
Petak/plot
No pohon
Volume pohon berdiri (m3)
Jenis
Tunggak
Volume limbah(m3) Batang bebas cabang Batang atas
Dahan
Total
11
456/3
2063
Meranti
5,26
0,00
2,35
0,00
0,00
2,35
12
456/3
2067
Punak
1,94
0,00
0,24
0,52
0,00
0,76
13
456/3
2065
Punak
1,26
0,00
0,06
0,00
0,00
0,06
14 Rata-rata
456/3
2051
Meranti
4,31
0,00
0,00
0,00
1,12
1,12
2,84
0,10
0,38
0,17
0,08
0,73
2,61
0,27
0,87
0,34
0,08
1,56
Rata-rata keseluruhan
79
Lampiran 4 Perhitungan volume limbah berdasarkan sumbernya di petak mekanis No
Petak/plot
No pohon
Volume pohon berdiri (m3)
Jenis
Volume limbah(m3) Batang bebas Batang cabang atas
Tunggak
Dahan
Total
1
490/1
4274
Punak
1,29
0,00
0,05
0,33
0,00
0,39
2
490/1
5760
Punak
1,32
0,00
0,27
0,00
0,00
0,27
3
490/1
4752
Punak
2,97
0,00
0,24
0,48
0,00
0,71
4
490/1
4701
Durian burung
2,09
0,00
0,00
0,59
0,00
0,59
5
490/1
4759
Durian burung
4,18
0,00
0,00
0,47
0,00
0,47
6
490/1
4762
Durian burung
4,99
0,00
0,00
0,93
0,93
1,86
7
490/1
4357
Serapat
4,85
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
490/1
5025
Suntai
3,10
0,00
0,20
0,00
0,00
0,20
9
490/1
5697
Meranti
2,57
0,00
0,29
0,00
0,00
0,29
10
490/1
4696
Durian burung
4,84
0,00
0,41
0,00
0,00
0,41
11
490/1
5472
Balam
1,14
0,19
0,26
0,00
0,00
0,45
12
490/1
5449
Durian burung
5,25
0,00
0,81
0,75
0,00
1,55
13
490/1
5721
Meranti
3,68
0,00
3,68
0,00
0,00
3,68
14
490/1
5756
Durian burung
2,28
0, 00
0,36
0,00
0,00
0,36
490/1
5014
Meranti
6,44
0,65
0,00
2,17
1,59
4,41
3,40
0,06
0,44
0,38
0,17
1,04
15 Rata-rata 1
490/2
5456
Suntai
3,25
0,00
7,09
0,00
0,00
7,09
2
490/2
5446
Suntai
2,57
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
490/2
5426
Punak
2,58
0,36
0,39
0,06
0,00
0,80
4
490/2
4717
Punak
1,90
0,00
0,06
0,00
0,00
0,06
5
490/2
5025
Suntai
3,10
0,00
0,63
0,45
0,45
1,54
80 Lampiran 4 (lanjutan) No
Petak/plot
No pohon
Volume pohon berdiri (m3)
Jenis
Volume limbah(m3) Batang bebas Batang cabang atas
Tunggak
Dahan
Total
6
490/2
4718
Ramin
4,15
0,00
0,00
0,19
0,00
0,19
7
490/2
5416
Suntai
3,56
0,00
1,68
0,00
0,00
1,68
8
490/2
5424
Punak
1,32
0,00
0,05
0,00
0,00
0,05
9
490/2
5678
Punak
1,73
0,00
0,60
0,00
0,00
0,60
10
490/2
5730
Punak
2,41
0,00
0,37
0,37
0,00
0,74
11
490/2
5419
Punak
3,07
0,00
0,72
0,00
0,30
1,02
12
490/2
5720
Ramin
2,00
0,00
1,53
0,00
0,00
1,53
13
490/2
5420
Suntai
3,59
0,27
0,00
1,03
1,06
2,36
14
490/2
5385
Punak
4,32
0,00
0,00
0,94
0,72
1,67
15
490/2
4715
Suntai
2,34
0,00
0,27
0,00
0,00
0,27
16
490/2
5386
Meranti
3,93
0,00
0,14
0,00
0,00
0,14
17
490/2
5520
Meranti
1,83
0,00
0,09
0,00
0,00
0,09
18
490/2
5702
Mempisang
2,34
0,00
0,00
0,18
0,00
0,18
19
490/2
4303
Geronggang
4,57
0,00
5,78
0,00
0,00
5,78
20
490/2
5750 Rata-rata
Punak
2,77
0,00
0,45
0,00
0,00
0,45
2,87
0,03
0,99
0,16
0,13
1,31
1
490/3
6268
Geronggang
2,09
0,12
0,00
0,35
0,00
0,48
2
490/3
6130
Mempisang
2,15
0,00
0,00
0,14
0,00
0,14
3
490/3
6116
Nyatoh
2,47
1,21
0,06
0,19
0,00
1,46
4
490/3
6061
Nyatoh
2,24
0,00
0,59
0,00
0,00
0,59
5
490/3
6056
Nyatoh
2,00
0,00
0,15
0,00
0,00
0,15
6
490/3
6039
Suntai
3,36
0,91
0,16
0,00
0,00
1,08
7
490/3
6350
Meranti
2,47
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
490/3
6102
Durian burung
1,89
0,00
0,64
0,00
0,00
0,64
81 Lampiran 4 (lanjutan) No
Petak/plot
No pohon
Volume pohon berdiri (m3)
Jenis
Volume limbah(m3) Batang bebas Batang cabang atas
Tunggak
Dahan
Total
9
490/3
6052
Punak
1,29
0,00
0,47
0,00
0,00
0,47
10
490/3
6357
Suntai
2,57
0,00
0,19
0,00
0,00
0,19
11
490/3
6352
Suntai
3,36
0,37
0,45
0,00
0,00
0,82
12
490/3
6364
Punak
1,92
0,00
0,30
0,00
0,00
0,30
13
490/3
6365
Meranti
2,88
0,64
0,14
0,20
0,00
0,98
14
490/3
6369
Nyatoh
2,78
0,00
0,07
0,42
0,00
0,49
15
490/3
6371
Nyatoh
2,15
0,00
0,70
0,00
0,00
0,70
16 Rata-rata
490/3
6384
Nyatoh
1,98
0,00
0,35
0,00
0,00
0,35
2,35
0,20
0,27
0,08
0,00
0,55
2,87
0,29
1,70
0,62
0,29
2,91
Rata-rata keseluruhan
82
Lampiran 5 Perhitungan volume limbah berdasarkan kondisinya di petak manual Volume (m3) No
Petak/plot
No pohon
Jenis Gerowong
1
456/1
5551
2
456/1
3
456/1
4
Busuk hati
Busuk batang
Pecah
Belah
Hancur
Bengkok
Bonggol
Tanpa cacat
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,69
5363
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
5708
Nyatoh asli
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
456/1
5711
Punak
0,00
0,00
0,00
0,20
0,00
0,00
0,00
0,00
0,25
5
456/1
6046
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
6
456/1
6049
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
7
456/1
5713
Meranti
0,00
0,00
0,40
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
8
456/1
6047
Balam
0,00
0,19
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
9
456/1
6044
Meranti
0,03
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
10
456/1
5718
Punak
0,00
0,12
0,06
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
11
456/1
5717
Balam
0,00
0,00
0,13
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
12
456/1
5721
Balam
0,00
0,00
0,00
0,36
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
13
456/1
6033
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,62
0,00
0,10
14
456/1
6031
Punak
0,00
0,00
0,00
0,17
0,00
0,00
0,23
0,00
0,12
15
456/1
4032
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
16
456/1
6027
Nyatoh asli
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
17
456/1
5732
Balam
0,00
0,00
0,00
0,21
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
18 Sub total
456/1
5731
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
0,31
0,59
0,99
0,00
0,00
0,85
0,00
1,30
1
456/2
4024
Mempisang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,21
0,20
2
456/2
3982
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
456/2
3655
Mempisang
0,00
0,00
0,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,12
4
456/2
3658
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,18
5
456/2
4039
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
83 Lampiran 5 (lanjutan) Volume (m3) No
Petak/plot
No pohon
Jenis Gerowong
Busuk hati
Busuk batang
Pecah
Belah
Hancur
Bengkok
Bonggol
Tanpa cacat
6
456/2
4036
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
0,22
7
456/2
4033
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,22
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
456/2
4032
Suntai
0,00
0,08
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
0,63
9
456/2
4035
Meranti
0,00
0,00
2,82
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
10
456/2
4026
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
11
456/2
4017
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,61
0,00
0,00
12
456/2
4545
Meranti
0,02
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
13
456/2
4011
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
0,98
14
456/2
4547
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,43
0,00
0,00
15
456/2
4561 Sub total
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,23
2,84
0,22
0,00
0,00
1,04
0,34
3,28
1
456/3
2195
Mempisang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2
456/3
2460
Meranti
0,00
0,00
0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
0,19
3
456/3
2472
Balam
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4
456/3
2486
Meranti
0,00
0,14
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,39
5
456/3
2484
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,21
6
456/3
2483
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
0,14
7
456/3
2179
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,20
0,00
0,00
0,35
0,00
0,16
8
456/3
2059
Meranti
0,00
0,05
0,00
0,00
0,00
0,00
0,64
0,00
0,00
9
456/3
2062
Suntai
0,00
0,00
0,12
0,28
0,00
0,00
0,00
0,00
0,28
10
456/3
2175
Mempisang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
11
456/3
2063
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0, 00
0,00
0,00
0,00
2,35
12
456/3
2067
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,17
0,76
13
456/3
2065
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,06
14
456/3
2051
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
1,07
84 Lampiran 5 (lanjutan) Volume (m3) No
Petak/plot
No pohon
Jenis Gerowong
Busuk hati
Busuk batang
Pecah
Belah
Hancur
Bengkok
Bonggol
Tanpa cacat
Sub total
0,00
0,19
0,17
0,48
0,00
0,00
0,99
0,30
5,60
Total
0,05
0,73
3,60
1,68
0,00
0,00
2,88
0,63
10,18
85
Lampiran 6 Perhitungan volume limbah berdasarkan kondisinya di petak mekanis Volume (m3) No
Petak/plot
No pohon
Jenis Gerowong
Busuk hati
Busuk batang
Pecah
Belah
Hancur
Bengkok
Bonggol
Tanpa cacat
1
490/1
4274
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,39
2
490/1
5760
Punak
0,00
0,00
0,00
0,27
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
490/1
4752
Punak
0,00
0,20
0,00
0,42
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
4
490/1
4701
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,59
5
490/1
4759
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,02
0,47
6
490/1
4762
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,24
0,00
0,03
1,41
7
490/1
4357
Serapat
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
490/1
5025
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
9
490/1
5697
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,29
0,00
0,00
10
490/1
4696
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,07
0,34
11
490/1
5472
Balam
0,00
0,00
0,00
0,10
0,00
0,00
0,00
0,00
0,36
12
490/1
5449
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,30
1,10
13
490/1
5721
Meranti
0,00
0,80
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
14
490/1
5756
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,36
0,00
0,00
490/1
5014
Meranti
0,00
0,00
0,00
1,19
0,00
0,00
2,17
0,03
2,20
0,00
1,00
0,00
2,13
0,00
0,24
2,81
0,45
6,91
15 Sub total 1
490/2
5456
Suntai
0,00
1,34
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
2
490/2
5446
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
3
490/2
5426
Punak
0,00
0,15
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,16
4
490/2
4717
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,01
0,05
5
490/2
5025
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,63
0,91
0,00
0,00
6
490/2
4718
Ramin
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,19
0,00
0,00
7
490/2
5416
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
1,55
8
490/2
5424
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,05
86 Lampiran 6 (lanjutan) Volume (m3) No
Petak/plot
No pohon
Jenis Gerowong
Busuk hati
Busuk batang
Pecah
Belah
Hancur
Bengkok
Bonggol
Tanpa cacat
9
490/2
5678
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,60
0,00
0,00
10
490/2
5730
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,37
0,00
0,37
11
490/2
5419
Punak
0,00
0,00
0,00
1,02
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
12
490/2
5720
Ramin
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,60
0,00
0,00
13
490/2
5420
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,03
0,00
1,33
14
490/2
5385
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,67
15
490/2
4715
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,27
0,00
0,00
16
490/2
5386
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,14
0,00
0,00
17
490/2
5520
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,09
18
490/2
5702
Mempisang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,18
19
490/2
4303
Geronggang
0,00
1,31
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
20
490/2
5750 Sub total
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,45
0,00
0,00
0,00
2,80
0,00
1,02
0,00
0,63
5,56
0,07
5,45
1
490/3
6268
Geronggang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,48
2
490/3
6130
Mempisang
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,14
3
490/3
6116
Nyatoh
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
1,46
4
490/3
6061
Nyatoh
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,59
0,10
0,00
5
490/3
6056
Nyatoh
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,15
6
490/3
6039
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,03
1,05
7
490/3
6350
Meranti
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
8
490/3
6102
Durian burung
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,64
9
490/3
6052
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,47
10
490/3
6357
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,04
0,15
11
490/3
6352
Suntai
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,82
12
490/3
6364
Punak
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,30
87 Lampiran 6 (lanjutan) Volume (m3) No
Petak/plot
No pohon
Jenis Gerowong
Busuk hati
Busuk batang
Pecah
Belah
Hancur
Bengkok
Bonggol
Tanpa cacat
13
490/3
6365
Meranti
0,00
0,64
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,34
14
490/3
6369
Nyatoh
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,42
0,00
0,07
15
490/3
6371
Nyatoh
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,70
490/3
6384
Nyatoh
0,00
0,00
0,04
0,00
0,00
0,00
0,00
0,00
0,32
0,00
0,64
0,04
0,00
0,00
0,00
1,00
0,17
7,09
0,00
4,43
0,04
3,15
0,00
0,87
9,38
0,69
19,44
16 Sub total Total
88
Lampiran 7 Analisis ragam hubungan antara limbah, intensitas tebang, bidang dasar dan keterampilan penebang Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat tengah
F hitung
Regresi
3
291,66
97,22
Sisa
2
157,63
78,82
Total
5
449,3
P 1,23
0,48
89
Lampiran 8 Peta areal kerja PT. DIAMOND RAYA TIMBER