PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT. RATAH TIMBER
MARISA M WINDA SITANGGANG
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
PERBANDINGAN BESARNYA KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL PADA PEMANENAN KAYU MENGGUNAKAN METODE REDUCED IMPACT LOGGING DAN CONVENTIONAL LOGGING DI IUPHHK PT. RATAH TIMBER
MARISA M WINDA SITANGGANG
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN MARISA M WINDA SITANGGANG. E14070018. Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu menggunakan Metode Reduce Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber. Dibimbing oleh JUANG RATA MATANGARAN. Teknik perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum digunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik yang dipergunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis. Dibandingkan menggunakan metode Conventional Logging, metode Reduced Impact Logging dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanenan kayu. Tujuan penelitian, yaitu: (1) Mengidentifikasi dan menghitung tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm yang disebabkan pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL; (2) Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm dengan kelerengan lahan, kerapatan tegakan dan intensitas pemanenan pada pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL; dan (3) Membandingkan besarnya kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL. Penelitian ini dilakukan di IUPHHK PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur dari bulan April sampai dengan bulan Juli 2011. Plot pengamatan dibuat berupa petak berbentuk persegi berukuran 100 m x 100 m, masing-masing 10 plot untuk kedua metode pemanenan. Data yang dikumpulkan berupa kerapatan awal tegakan, intensitas pemanenan, dan kemiringan lahan. Hasil penelitian menunjukkan (1) Tingkat kerusakan paling besar yang terjadi baik pada metode pemanenan CL maupun RIL adalah tingkat kerusakan berat, masing-masing sebesar 66,5% dan 74,51%; (2) Faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan kayu adalah intensitas pemanenan; dan (3) Metode RIL dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56% atau sebanyak 2,9 pohon per hektar dibandingkan dengan metode CL. Kata kunci: pemanenan kayu, hutan alam tropis, reduce impact Logging, conventional logging, kerusakan tegakan tinggal.
SUMMARY MARISA M WINDA SITANGGANG. E14070018. Comparison of Residual Stand Damage on Timber Harvesting Using Reduce Impact Logging and Conventional Logging Methods in IUPHHK PT. Ratah Timber. Supervised by JUANG RATA MATANGARAN. The implementation of planning techniques and timber harvesting is not yet carried out appropriately on timber harvesting in natural forests of Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) is considered as a technique to reform timber harvesting in tropical natural forests. Compared to Conventional Logging, Reduced Impact Logging can reduce the environmental damage caused by timber harvesting. This research purposes are to (1) Identify and quantify the extent of stand damage of trees with diameter 20 cm and up caused by timber harvesting using RIL and CL methods; (2) Analyze the correlation of stand damage of trees with diameter 20 cm and up with slope, stand density and harvesting intensity on timber harvesting using RIL and CL methods; and (3) Compare the amount of the damaged trees with diameter 20 cm and up due to timber harvesting using RIL and CL methods. The research was carried out at IUPHHK PT. Ratah Timber, East Kalimantan from April to July 2011. Plot observations created on square-shaped plots measuring 100 m x 100 m, each 10 plots for both methods. Data collected were number of stand density, intensity of harvesting, and the slope. The results showed (1) Greatest extent of damage that occurred in both CL and RIL harvesting methods was heavily damaged, respectively 66,5% and 74,51%; (2) The factor that influenced residual stand damage on timber harvesting is intensity of harvesting; and (3) RIL method can reduce the residual stand for 9,56% or 2,9 trees per hectar compared to CL method. Keywords: timber harvesting, tropical natural forest, reduce impact logging, conventional logging, residual stand damage.
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemaenann Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber adalah benar-benar hasil karya saya sendiri di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011 Marisa M Winda Sitanggang
LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian
: Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber
Nama
: Marisa Margareth Winda Sitanggang
NIM
:
E14070018
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS NIP. 19631221 198803 1 001
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal lulus :
i
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih karunia, hikmat dan penyertaanNya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber. Penelitian dilaksanakan di IUPHHK PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur pada April sampai dengan Juli 2011. Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya masih tidak dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis selama ini sangat merusak hutan tropis karena produsen tidak menghiraukan kaidah-kaidah pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik pemanenan yang digunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis agar dapat mengurangi dampak negatif kegiatan pembalakan hutan terhadap lingkungan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan dibandingkan bersarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi dengan menerapkan metode CL (Conventional Logging) dan RIL pada proses pemanenan kayu. Berdasarkan hasil penelitian, penerapan metode RIL pada proses pemanenan kayu di hutan alam tropis dapat mengurangi kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Penulis sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Desember 2011 Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melancarkan penelitian dan pembuatan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terwujud tanpa bantuan berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS sebagai pembimbing atas saran, nasehat, arahan, dan bimbingan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini. 2. Kedua orang tua tercinta serta seluruh keluarga atas kasih sayang, doa, dukungan moral, dan material serta semangat yang diberikan kepada penulis selama menempuh studi. 3. Segenap Direksi, Staf, dan Karyawan PT. Ratah Timber yang telah menyediakan sarana dan prasarana serta membantu dalam pengambilan data penelitian di lapangan. 4. Teman-teman Manajemen Hutan angkatan 44 atas semangat, dukungan, dan kekeluargaanya. 5. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.
iii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pangururan pada tanggal 25 Maret 1989 sebagai anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Arifin Sitanggang dan Ibu Nurhaida Naibaho. Riwayat pendidikan penulis dimulai dari tahun 1995 hingga 2001 di SD Negeri No. 173741 Pangururan. Jenjang pendidikan penulis dilanjutkan ke pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama pada tahun 2001 sampai 2004 di SLTP Swasta Budi Mulia Pangururan. Selanjutnya pendidikan Sekolah Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2007 di SMA Swasta Cahaya Medan. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor (USMI) pada tahun 2007 dengan mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan di Gunung Burangrang-Cikeong, Praktek Pengelolaan Hutan di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi dan Praktek Kerja Lapang di PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif sebagai anggota International Forestry Student’s Association (IFSA) pada periode 2008-2009 dan sebagai anggota Forest Management Student Club (FMSC). Penulis pernah menjadi asisten praktikum Fisika Dasar Tahun Ajaran 2009/2010. Sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dengan judul Perbandingan Besarnya Kerusakan Tegakan Tinggal pada Pemanenan Kayu Menggunakan Metode Reduced Impact Logging dan Conventional Logging di IUPHHK PT. Ratah Timber di bawah bimbingan Dr. Ir. Juang Rata Matangaran, MS.
iv
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv DAFTAR TABEL .......................................................................... ...................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ viii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4 2.1 Pemanenan Hutan ...................................................................................... 4 2.2 Conventional Logging ................................................................................ 4 2.3 Reduced Impact Logging ............................................................................ 5 2.4 Kerusakan Tegakan Tinggal ....................................................................... 9 2.5 Keterbukaan Areal ...................................................................................... 16 BAB III METODOLOGI ...................................................................................... 19 3.1 Lokasi Penelitian ........................................................................................ 19 3.2 Objek dan Alat Penelitian........................................................................... 19 3.3 Batasan Masalah Penelitian ........................................................................ 20 3.4 Desain Petak dan Plot Pengamatan ........................................................... 20 3.5 Tahapan Penelitian .................................................................................... 20 3.5.1 Pemanenan menggunakan Metode RIL .......................................... 20 3.5.2 Pemanenan menggunakan Metode CL ............................................ 24 3.6 Pengumpulan Data .................................................................................... 25 3.6.1 Kerusakan tegakan tinggal .............................................................. 25 3.6.2 Keterbukaan areal ............................................................................ 26 3.7 Data Sekunder ........................................................................................... 26 3.8 Analisis Data .............................................................................................. 27 3.8.1 Kerusakan tegakan tinggal ............................................................... 27 3.8.2 Keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan ................................ 28 3.8.3 Analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi keruskan tegakan tinggal ................................................................................. 28 3.8.4 Analisis pengaruh penerapan metode RIL pada pemanenan kayu ... 29 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN .......................................... 31 4.1 Kondisi Biofisik ........................................................................................ 30 4.1.1 Letak dan luas IUPHHK .................................................................. 30
v
4.1.2 Jenis tanah dan geologi .................................................................... 31 4.1.3 Topografi ......................................................................................... 31 4.1.4 Iklim ................................................................................................ 32 4.1.5 Hidrologi ......................................................................................... 32 4.1.6 Kondisi hutan .................................................................................. 33 4.2 Kondisi Sosial Ekonomi ............................................................................. 34 4.2.1 Kependudukan .................................................................................. 34 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 35 5.1 Kondisi Plot Penelitian ............................................................................... 35 5.2 Kegiatan Pemanenan Kayu ........................................................................ 38 5.3 Kerusakan Tegakan Tinggal ....................................................................... 39 5.3.1 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan .................. 39 5.3.2 Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan ....................................................................................... 45 5.3.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan ....................................................................................... 48 5.4 Hubungan antara Intensitas Pemanenan, Kerapatan Tegakan, dan Kelerengan Lahan terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal ........................ 50 5.4.1 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL ........................................... 50 5.4.2 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL............................................ 53 5.5 Pengaruh Penerapan Metode RIL pada Pemanenan Kayu terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal ...................................................................... 55 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 58 6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 58 6.2 Saran ......................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 59 LAMPIRAN ......................................................................................................... 61
vi
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1
Perbedaan metode pemanenan RIL dan CL ....................................................... 7
2
Kerusakan tegakan tinggal dan areal terbuka akibat pemanenan kayu .......... 10
3
Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi ................................... 10
4
Rata-rata produktivitas dan efisiensi penebangan .............................................. 11
5
Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan terkendali ................... 12
6
Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan konvensional .............. 13
7
Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan konvensional................. 13
8
Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali ...................... 14
9
Distribusi kelas diameter (cm) dalam 1 ha ......................................................... 15
10
Persentase tingkat kerusakan pohon ................................................................... 15
11
Keterbukaan lahan akibat penyaradan yang direncanakan ................................. 16
12
Keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional .......................................... 17
13
Batas-batas wilayah pengusahaan hutan IUPHHK PT. Ratah Timber ............... 30
14
Luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan fungsi hutan ............ 30
15
Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah ....................... 31
16
Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ................................ 31
17
Data curah hujan dan hari hujan bulanan rata-rata di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber................................................................................................ 32
18
Kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber.......................... 33
19
Perkiraan kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber pada akhir 2010................................................................................................... 33
20
Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber................................................................................................................. 34
21
Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan CL ................. 36
22
Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan RIL ................ 37
23
Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada plot penelitian akibat penebangan menggunakan metode CL ............................................................... 40
24
Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada plot penelitian akibat penebangan menggunakan metode RIL.............................................................. 40
25
Tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode CL ....................................................................................................................... 42
26
Tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode RIL ...................................................................................................................... 42
vii
27
Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap plot akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL .................................... 43
28
Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap plot akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL .................................... 44
29
Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan menggunakan metode CL ......... 45
30
Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan menggunakan metode RIL ........ 46
31
Analisis uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan RIL pada keterbukaaan areal .............................................................................. 47
32
Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL ................................................................ 48
33
Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode RIL .............................................................. 49
34
Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan CL ............................. 51
35
Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal menggunakan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan CL ....................................................................................... 52
36
Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal................ 52
37
Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan RIL ............................ 53
38
Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan RIL ...................................................................................... 54
39
Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal................ 54
40
Hasil uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan RIL pada kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan ......... 56
viii
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1
Bagan alir pemanenan kayu menggunakan metode RIL ............................. 24
2
Bagan alir pemanenan kayu menggunakan metode CL .............................. 26
ix
DAFTAR LAMPIRAN No.
Halaman
1
Pohon layak tebang berdasarkan LHC pada plot CL.......................................... 62
2
Pohon layak tebang berdasarkan LHC pada plot RIL ........................................ 64
3
Rekapitulasi keterbukaan areal jalan sarad pada plot CL ................................... 66
4
Rekapitulasi keterbukaan areal jalan sarad pada plot RIL.................................. 69
5
Rekapitulasi kerusakan pada kegiatan penebangan pada plot CL ...................... 71
6
Rekapitulasi kerusakan pada kegiatan penebangan pada plot RIL ..................... 75
7
Pengecatan kuning pada pohon sebagai tanda batas plot ................................... 79
8
Patah batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL .......................................................................................................... 79
9
Pohon miring pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL.................................................................................. 80
10
Patah batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL ......................................................................................................... 80
11
Luka batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL ......................................................................................................... 81
12
Penyaradan dengan menggunakan bulldozer CAT D7G .................................... 81
13
Penandaan trase sarad pada pemanenan menggunakan metode RIL ................. 81
14
Peta lokasi penelitian .......................................................................................... 82
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu sumberdaya hutan yang banyak dimanfaatkan adalah kayu. Kayu akan mempunyai nilai manfaat apabila dapat dikeluarkan dari hutan untuk didistribusikan kepada konsumen yang memerlukan manfaat dari hasil hutan tersebut. Kegiatan mengeluarkan kayu atau hasil hutan lainnya dari hutan ke lokasi lain disebut dengan pemanenan hutan (Suparto 1997). Terdapat berbagai tahapan dalam pemanenan hasil hutan kayu, mulai dari perencanaan pemanenan, pembukaan wilayah hutan, penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan, sampai pada penimbunan kayu. Elias (2008) menyatakan pada proses pemanenan kayu, produsen sering hanya mementingkan keuntungan material dan intensitas yang berlebihan tetapi tidak melihat dampak kerusakan yang diakibatkan dalam proses pemanenan. Kerusakan lingkungan yang disebabkan kegiatan pemanenan kayu ini tidak dapat dihindarkan. Selama ini pengelolaan hutan alam terutama pemanenan kayunya belum dilakukan secara professional, sehingga keseluruhan sistem silvikultur yang diterapkan mengalami kegagalan. Hal ini dikarenakan oleh penerapan silvikultur belum diintegrasikan dengan sistem pemanenan
kayu.
Selain
itu,
teknik
perencanaan serta pelaksanaan pemanenan kayu yang baik dan benar belum digunakan dalam pemanenan kayu di hutan alam Indonesia. Reduced Impact Logging (RIL) merupakan teknik pemanenan yang digunakan untuk memperbaiki pemanenan kayu di hutan alam tropis. Para ahli pemanenan kayu menganggap selama ini pemanenan kayu yang dilakukan di hutan alam tropis sangat merusak hutan tropis, karena produsen tidak menghiraukan prinsip-prinsip dan kaidahkaidah pemanenan kayu yang berwawasan lingkungan dan tidak mengikuti prinsip pengelolaan hutan lestari yang berdasarkan kelestarian ekosistem (Elias 2002a). Selama ini telah diketahui oleh para rimbawan bahwa teknik-teknik Reduced Impact Logging dapat mengurangi kerusakan lingkungan yang terjadi akibat pemanenan kayu. Namun, produsen pada dasarnya jarang menerapkannya dengan berbagai alasan, antara lain: biaya pemanenan sangat tinggi, tidak ada
2
tenaga terampil yang dapat melaksanakan, dan lain-lain. Hal ini disebabkan kurangnya wawasan terhadap konsep, keuntungan dan manfaat RIL terhadap pengelolaan hutan lestari (Elias 2002a). PT. Ratah Timber merupakan salah satu perusahaan swasta nasional yang memperoleh kepercayaan dari pemerintah untuk mengelola hutan dalam bentuk Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Kayu (IUPHHK) pada hutan alam berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359/Menhut-II/2009. Keputusan Menteri Kehutanan tersebut merupakan izin perpanjangan kedua setelah sebelumnya mendapatkan izin perpanjangan pertama berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 95/Kpts-II/2000. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 359/Menhut-II/2009, luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber adalah ± 93.425 ha, terletak di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Jangka waktu IUPHHK berlaku selama 45 tahun terhitung sejak tanggal 8 November 2010 dan akan berakhir pada tanggal 7 November 2055. Manajemen PT. Ratah Timber memiliki komitmen untuk mengelola hutan secara lestari dan bercita-cita untuk mendapatkan sertifikat pengelolaan hutan alam lestari (SFM). Salah satu metode yang dikembangkan untuk memperbaiki metode dan tahapan pengelolaan hutan adalah Reduced Impact Logging (RIL). RIL merupakan metode logging yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif kegiatan pembalakan hutan terhadap lingkungan. Langkah awal untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan melakukan uji coba RIL mulai dari tahun 2009 sebanyak 2 petak, yaitu: petak H1 dan petak H2, tahun 2010 sebanyak 2 petak tebangan, yaitu: petak J12 dan petak J13, dan pada tahun 2011 adalah implementasi RIL untuk seluruh petak tebang. Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan menggunakan metode Conventional Logging dan Reduce Impact Logging sangat penting dilakukan mengingat tujuan perusahaan untuk mendapatkan sertifikasi Forest Stewardship Council (FSC).
3
1.2 Tujuan 1. Mengidentifikasi dan menghitung tipe kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm yang disebabkan oleh pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL. 2. Menganalisis hubungan tingkat kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm dengan kelerengan, kerapatan tegakan dan intensitas penebangan pada pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL. 3. Membandingkan besarnya kerusakan pohon berdiameter ≥ 20 cm akibat pemanenan kayu menggunakan metode RIL dan CL.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Nugraha et al. (2007) menyatakan bahwa kegiatan pemanenan sebagai bagian dari sistem silvikultur merupakan salah satu kegiatan terpenting dalam suatu kegiatan pengelolaan hutan. Di satu sisi, pemanenan kayu bertujuan untuk menghasilkan kayu dan produk hutan lainnya untuk diolah menjadi barang-barang yang dibutuhkan konsumen, sedangkan silvikultur diarahkan untuk menjamin keberlangsungan produktivitas hutan dan nilai-nilai non-pasar yang ada di dalamnya. Oleh karena itu, pemanenan harus mampu melindungi tegakan tinggal, mempercepat regenerasi pohon dan tumbuhan lain yang sesuai dengan rencana jangka panjang silvikultur, serta melindungi dari kerusakan tanah, air dan satwa yang ada di dalamnya.
2.2 Conventional Logging Conventional logging (pemanenan konvensional) sering-kali dideskripsikan sebagai suatu metode operasi pemanenan yang tidak terencana dan tidak terkontrol. Pemanenan seperti ini akan menyebabkan kerusakan berlebih sehingga akan terjadi ketidakseimbangan antara regenerasi alami dan produksi serta hasil hutan pun akan berkurang. Elias (1998) menyatakan bahwa Conventional Logging adalah praktek pemanenan kayu yang umum dilakukan di hutan alam tropika Indonesia hingga saat ini. Pemilik izin atau kontraktor pada pemanenan kayu biasanya melaksanakan pemanenan kayu dengan cara yang sangat sederhana, kebanyakan tanpa rencana pemanenan kayu yang matang, arahan kerja yang tidak tepat dalam operasi pemanenan, menggunakan teknik yang tidak benar, dan kurangnya dalam pengawasan, sebagai berikut: 1. Peta pohon yang tidak disertai dengan peta kontur 2. Jaringan jalan sarad dan arah rebah pohon yang akan ditebang tidak direncanakan di peta dan di lapangan 3. Operasi penebangan dan penyaradan tidak menggunakan peta pemanenan kayu 4. Teknik penebangan yang salah (takik rebah dan takik balas masih terlalu tinggi) dan membahayakan penebang
5
5. Jaringan jalan sarad yang terjadi pada umumnya merupakan pola jaringan jalan sarad acak (tidak sistematis) 6. Teknik penyaradan jarang menggunakan teknik whincing. Bulldozer langsung mendekati kayu yang akan disarad 7. Operator chainsaw dan operator bulldozer bekerja secara terpisah dan tidak menggunakan peta lokasi pohon dalam kegiatan mereka 8. Tidak ada kegiatan perbaikan terhadap kerusakan setelah pemanenan kayu.
2.3 Reduced Impact Logging Reduced Impact Logging (RIL) adalah metode pemanenan kayu berdasarkan prespektif hutan dan survei hutan dalam rangka memperoleh data yang diperlukan untuk mendesain lay out petak-petak tebang, unit-unit inventarisasi dan merencanakan operasi pemanenan kayu (Elias 1998). RIL merupakan metode pemanenan kayu yang ramah lingkungan bila dibandingkan dengan metode pemanenan kayu konvensional. Metode RIL merupakan penyempurnaan/perbaikan cara pemanenan kayu CL. RIL menekankan pada perencanaan yang mendetil dan terperinci, menggunakan teknik-teknik yang tepat pada pelaksanaan pemanenan, melakukan pengawasan yang ketat dalam operasi pemanenan untuk meminimalkan kerusakan pada tegakan tinggal dan tanah. Dalam penerapan konsep RIL ada enam titik krusial perbaikan teknik perbaikan pemanenan kayu (Elias, 1998), sebagai berikut: 1. Perencanaan sebelum pemanenan 2. Pembukaan wilayah hutan 3. Operasi penebangan 4. Operasi penyaradan 5. Operasi pengangkutan 6. Operasi perbaikan terhadap kerusakan setelah pemanenan kayu. Ciri-ciri adanya penerapan RIL dalam suatu FMU (Forest Management Unit) (Elias 2002a), sebagai berikut: 1. Peta pohon dan garis kontur berskala besar
yang dipakai sebagai
bahan/informasi dasar untuk mendesain rencana pemanenan kayu 2. Peta rencana pemanenan kayu yang memuat informasi berikut:
6
a. Topografi/garis kontur b. Areal yang dilindungi dan dikeluarkan dari areal tebangan/tidak boleh ditebang c. Lokasi/posisi pohon masak tebang, pohon inti, pohon lindung dan pohon induk d. Jaringan jalan angkutan dan jaringan jalan sarad e. Rencana arah penyaradan dan arah rebah pohon yang akan ditebang 3. Penggunaan peta pemanenan kayu dalam operasi penebangan dan penyaradan 4. Penebangan sesuai dengan arah rebah yang direncanakan dan menggunakan teknik yang tepat 5. Pembuatan jalan sarad sesuai dengan rencana 6. Menggunakan teknik winching 7. Koordinasi operator chainsaw, operator bulldozer, mandor, supervisor dan inspector blok secara teratur 8. Breefing rutin mengenai prosedur dan teknik penebangan 9. Menetapkan tarif upaya yang adil dan transparan.
Kelebihan metode pemanenan RIL terletak pada perencanaan yang baik yang didukung data lengkap dan akurat, pengetahuan teknik dan standar pembangunan prasarana PWH dan teknik pemanenan kayu ramah lingkungan, serta sebab-akibat kerusakan yang mungki terjadi dan cara-cara mencegah kerusakan lingkungan yang dapat dihindari (Elias, 2008). Perbedaan antara metode pemanenan RIL dan CL dapat seperti disajikan pada Tabel 1.
7
Tabel 1 Perbedaan metode pemanenan RIL dan CL No.
Kegiatan
RIL
CL
1.
Perencanaan
1) Inventarisasi hutan sebelum penebangan
Ada
Ada
2) Pemetaan kontur dan pohon
Ada
Ada
1) Penataan areal produksi kayu
Ada
Ada
2) Manajemen areal non produksi kayu
Ada
Ada
Perencanaan jalan
Ada
Tidak ada
1) Pembuatan rencana penebangan
Ada
Tidak ada
2) Operasi sebelum penebangan
Ada
Tidak ada
3) Persiapan lapangan sebelum penebangan
Ada
Tidak ada
1) Supervisor produksi dan inspektur blok
Ada
Ada
2) Mandor
Ada
Ada
3) Penebang dan helper
Ada
Ada
4) Operator bulldozer dan helper
Ada
Ada
1) Pemeriksaan chainsaw
Ada
Ada
2) Pembukaan TPn dan jalan sarad
Ada
Tidak ada
a) Sesuai perencanaan pada peta
Ada
Tidak ada
b) Pemeriksaan keadaan lokasi penebangan
Ada
Ada
c) Penentuan arah rebah pohon, pembuatan jalur
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Ada
a. Sebelum perencanaan penebangan
b. Penataan zona penebangan
c. Perencanaan penebangan
2.
Operasi penebangan a. Supervisi operasi pembalakan
b. Operasi penebangan
3) Penebangan
penyelamatan dan pemberi peringatan d) Pembersihan batang dari cabang dan pemotongan tajuk pohon e) Pengukuran dan pemotongan batang
8
No.
Kegiatan
RIL
CL
Ada
Ada
g) Membuka jalur winching
Ada
Tidak ada
h) Menuju pohon lain yang akan ditebang
Ada
Ada
1) Pemeriksaan bulldozer
Ada
Ada
2) Pembuatan TPn dan jalan sarad
Ada
Tidak ada
3) Operasi penyaradan
Ada
Ada
Ada
Ada
1) Pemeliharaan peralatan bergerak
Ada
Ada
2) Pemeliharaan gedung bahan bakar dan oli
Ada
Ada
3) Servis lapangan
Ada
Tidak ada
4) Pembuangan sampah dan limbah beracun
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada
Ada
a. Penutupan jalan
Ada
Tidak ada
b. Penutupan jalan sarad
Ada
Tidak ada
c. Penutupan penyeberanagan sementara
Ada
Tidak ada
d. Penutupan jalan tambang
Ada
Tidak ada
e. Penutupan TPn
Ada
Tidak ada
f.
Ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
f) Memasang nomor pohon pada tunggak dan pada ujung bontos
c. Operasi penyaradan
d. Operasi di TPn
3.
Pemeliharaan a. Pemeliharaan dan servis
b. Kesehatan camp Pemeliharaan persediaan air, genangan air dan fasilitas tambahan c. Keselamatan kerja
4.
Pasca pemanenan
Penutupan camp dan bengkel
g. Pemeliharaan rutin Sumber: Nugraha et al. 2007 dan Elias 1998
9
2.4 Kerusakan Tegakan Tinggal Kerusakan tegakan tinggal adalah kerusakan yang terjadi pada bagian tegakan yang sebenarnya tidak termasuk dalam rencana untuk dipanen hasilnya pada waktu itu. Kerusakan–kerusakan itu, antara lain: pohon roboh atau pohon masih berdiri yang bagian batang, banir atau tajuknya rusak dan diperkirakan tidak dapat tumbuh lagi dengan normal. Penebangan dengan sistem tebang pilih (konvensional) membuat mosaik gangguan hutan. Pembalakan biasanya menyebabkan beberapa kerusakan terhadap tegakan tinggal. Kerusakan tersebut termasuk pengupasan dan pemadataan tanah akibat pergerakan alat berat sepanjang jalan sarad pada kegiatan untuk mengeluarkan kayu dari dalam hutan. Penarikan dan pengangkutan kayu juga menyebabkan rusaknya vegetasi tegakan tinggal. Tumbuhan pada tingkat pancang, tiang dan pohon, terutama yang ada di sekitar lintasan jalan hutan menjadi rusak atau mati (Ernayati & Nina 2004). Hasil penelitian RIL di negara-negara berkembang yang mempunyai hutan alam tropika luas dimulai sejak tahun 1980-an. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanenan kayu secara konvensional dalam sistem TPTI mengakibatkan kerusakan lebih berat dan lebih besar pada tanah dan tegakan tinggal dibandingkan dengan cara pemanenan kayu berwawasan lingkungan. Hasil penelitian Elias (1997) pada Tabel 2 menunjukkan bahwa metode pemanenan berwawasan lingkungan mampu mengurangi 50% kerusakan tegakan tinggal dibandingkan dengan metode pemanenan konvensional. Jika dilihat tingkat kerusakan berdasarkan besarnya luka pada tiap pohon yang mengalami kerusakan akibat pemanenan kayu, tingkat kerusakan berat memiliki proporsi yang paling besar, yaitu: 28,99% (pemanenan menggunakan metode CL) dan 11,99% (pemanenan menggunakan metode RIL). Menurut jumlah pohon dan tahapan perkembangan vegetasi, kerusakan tegakan tinggal paling besar terjadi pada tiang dan pohon, yaitu: 40,42% (pemanenan menggunakan metode CL) dan 19,08% (pemanenan menggunakan metode RIL).
10
Tabel 2 Kerusakan tegakan tinggal dan areal terbuka akibat pemanenan kayu Metode Pemanenan No. Keterangan CL RIL 1. Berdasarkan jumlah/populasi pohon dan tahapan perkembangan vegetasi (%) a. Anakan 33,47 17,65 b. Pancang 34,93 19,59 c. Tiang dan pohon 40,42 19,08 2. Berdasarkan ukuran luka (%) a. Luka ringan 7,23 4,16 b. Luka sedang 4,65 2,93 c. Luka berat 28,99 11,99 3. Areal terbuka (%) a. Disebabkan penebangan 11,10 7,65 b. Disebabkan penyaradan 8,73 5,21 Sumber: Elias (1997)
Hasil penelitian yang dilakukan Elias (2002b) menyatakan tingkat kerusakan pada pohon berdiameter ≥ 10 cm berkisar antara 9,39% sampai 35,42% dengan rata-rata 21,96% (Tabel 3). Tabel 3 Kerusakan tegakan tinggal berdasarkan jumlah populasi Plot
1 2 3
∑ Pohon Sebelum Pemanenan Kayu (≥ 10 cm) 697 748 620
∑ Pohon yang Dipanen
∑ Pohon yang Rusak (≥ 10 cm)
6 17 2
146 249 58
Kerusakan Tegakan Tinggal (%) 21,13 35,43 9,59
Tingkat Kerusakan Ringan Sedang Berat
Sumber: Elias (2002b)
Berdasarkan Tabel 3, intensitas pemanenan yang semakin tinggi akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal semakin tinggi. Hasil penelitian juga menunjukkan tipe-tipe kerusakan pohon akibat penebangan, sebagai berikut. 1. Rusak tajuk
: 49,45%
2. Patah batang
: 23,08%
3. Roboh
: 19,23%
4. Luka batang/kulit dan pecah batang : 8,24% Penebangan adalah salah satu aktivitas pemanenan yang merupakan awal dari rangkaian pemanenan kayu. Penebangan didefenisikan sebagai proses untuk merebahkan pohon dan membagi batang sesuai ketentuan yang berlaku. Umumya,
11
teknik yang dilakukan operator chainsaw didasarkan pada kebiasaan dan kenyamanannya tanpa mempertimbangkan standar kerja. Hasil penelitian Suhartana dan Krisdianto (2005) menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal pada penebangan dengan teknik pemanenan konvensional lebih tinggi daripada penanenan dengan teknik berdampak rendah (Tabel 4). Tabel 4 Rata-rata kerusakan tegakan Intensitas Kerapatan Pohon Kemiringan Kerusakan Plot Tebang Awal yang Rusak Lahan Tegakan (pohon/ha) (pohon/ha) (pohon/ha) (%) (%) a. Teknik Penebangan Konvensional 1 6 155 10 13 6,71 2 9 147 12 21 8,69 3 7 162 11 18 7,10 4 6 141 9 9 6,67 ∑ 28 605 42 61 29,17 M 7 151,25 10,50 15,30 7,29 SD 1,41 9,18 1,29 5,32 0,95 CV 20,10 6,10 12,30 34,80 13,00 (%) b. Teknik Penebangan Berdampak Rendah 1 7 152 6 12 4,14 2 5 125 2 14 4,17 3 8 253 14 17 5,52 4 4 119 5 10 3,48 ∑ 24 549 27 53 17,31 M 6,00 137,30 6,75 13,25 4,33 SD 1,83 17,78 5,12 2,99 0,86 CV 30,50 12,90 75,80 22,60 19,90 (%) Keterangan: ∑= Jumlah, M= Nilai tengah, SD= Standar deviasi, CV= koefisien keragaman Sumber: Suhartana dan Krisdianto (2005)
Tabel 4 menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan secara konvensional adalah 7,29%. Ini berarti menebang 7 pohon/ha akan menyebabkan kerusakan tegakan sebesar 7,29% x (151,25-7) pohon/ha = 10,5 pohon/ha. Kerusakan yang disebabkan penebangan dengan teknik berdampak rendah adalah 4,33%. Ini berarti menebang 6 pohon/ha akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebanyak 4,33% x (137,3-6) pohon/ha = 5,7 pohon/ha. Berdasarkan data pada Tabel 4, dapat disimpulkan bahwa rata-rata kerusakan
12
pohon yang disebabkan penebangan berdampak rendah lebih kecil daripada penebangan secara konvensional dengan perbedaan sebesar 2,96%. Kesimpulan ini diperkuat oleh hasil uji t sebesar 10,864**. Nilai t hitung lebih besar dari t tabel pada taraf nyata 99% (3,707). Hal ini berarti perbedaan kerusakan tegakan pada kedua teknik pemanenan adalah berbeda sangat nyata (** sangat nyata). Dulsalam et al. (1989) menyatakan dalam kegiatan penyaradan kayu, betapapun hati-hatinya dilaksanakan akan tetap menimbulkan kerusakan pada vegetasi dan tanah yang timbul karenanya tidak mungkin ditiadakan sepenuhnya. Hal ini disebabkan oleh gerakan-gerakan bulldozer sewaktu mendatangi dan menyarad kayu yang menabrak dan menggusur pohon-pohon yang masih berdiri di sekitarnya. Selama bulldozer bergerak dari dan ke tempat pengumpulan, kemungkinan kerusakan tegakan akan selalu terjadi. Berdasarkan hal tersebut, maka semakin rapat tegakan yang dilalui bulldozer, akan semakin banyak kerusakan yang terjadi. Hasil penelitian Suhartana (2001) menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal rata-rata untuk penebangan terkendali sebesar 7,05% dan untuk konvensional rata-rata sebesar 11,7%. Terjadi penurunan sebesar 4,70 % bila teknik penebangan terkendali digunakan (Tabel 5 dan Tabel 6). Tabel 5 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan terkendali No. Petak
Pohon Ditebang
(Plot)
(pohon/ha)
1 2 3 4
9 10 9 12 40 10,00 1,41 14,10
∑ R SD KK (%)
Keterangan: Sumber
:
Pohon Sebelum Pemanenan ∑ 130 200 150 280 760 190,00 66,83 35,17
(pohon/ha) C 125 190 143 270 728 182,00 64,75 35,58
NC 5 10 7 10 32 8,00 2,45 30,62
Pohon Rusak (pohon/ha) ∑ C 6 5 5 14 18 7 26 25 55 51 13,75 12,75 9,03 9,03 65,67 70,82
NC 1 1 1 1 4 1,00 1,00 -
Kemiringan lapangan
Kerusakan Pohon
(%)
(%)
10 20 15 25 70 17,5 6,45 36,86
4,9 7,89 5,7 9,7 28,15 7,05 2,17 30,78
∑ = Jumlah; R = Rata-rata; SD = Simpangan baku; KK = Koefisien Keragaman; C = Niagawi; NC = Non-Niagawi Suhartana (2001)
13
Tabel 6 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan konvensional No. Petak
Pohon Ditebang
(Plot)
(pohon/ha)
1 2 3 4
12 10 8 10 40 10 1,63 16,30
∑ R SD KK (%)
Keterangan: Sumber
:
Pohon Sebelum Pemanenan ∑ 275 190 140 160 765 191,25 59,49 31,11
(pohon/ha) C NC 266 9 184 6 137 3 155 5 742 23 185,50 5,75 57,05 2,50 30,75 43,38
Pohon Rusak
∑ 39 21 13 16 89 22,25 11,64 52,31
Kemiringan lapangan
Kerusakan Pohon
(%)
(%)
25 20 10 15 70 17,5 6,45 36,80
14,83 11,66 9,85 10,66 47 11,75 2,18 18,55
(pohon/ha) C NC 37 2 29 1 12 1 15 1 84 5 21,00 1,25 11,16 0,50 53,14 40,00
∑ = Jumlah; R = Rata-rata; SD = Simpangan baku; KK = Koefisien keragaman; C = Niagawi; NC = Non-Niagawi Suhartana (2001)
Sukadaryati et al. (2002) menyatakan kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dengan menggunakan bulldozer Caterpilar D7G di areal hutan alam yang dipanen dengan sistem tebang pilih, ternyata menimbulkan tingkat kerusakan tegakan tinggal yang berbeda antara teknik penyaradan konvensional dan terkendali (Tabel 7 dan Tabel 8). Tabel 7 Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan konvensional No. Petak 1 2 3 4 5 JML R SD KK Keterangan : Sumber :
Kerapatan Tegakan (pohon/ha) 246 278 210 198 226 1158 231,6 31,6 13,6
Jumlah Pohon Disarad (pohon/ha) 6 5 7 8 5 31 6,2 1,3 21,0
Kerusakan Tegakan Tinggal (pohon/ha) 42 51 49 45 38 225 45,0 5,2 11,7
(%) 17,5 18,7 24,1 23,7 17,2 101,2 20,2 3,4 18,8
Kelerengan (%) 16 9 18 23 17 80 16,0 5,1 32,2
JML = jumlah, R = rata-rata, SD = standar deviasi, KK= koefisien keragaman Sukadaryati et al. (2002)
14
Tabel 8 Tingkat kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali No.
Kerapatan Tegakan (pohon/ha) 285 259 204 218 232 1198 239,6 32,5 13,6
Petak 1 2 3 4 5 JML R SD KK Keterangan : Sumber :
Jumlah Pohon Disarad (pohon/ha) 7 6 5 5 8 31 6,2 1,3 21,0
Kerusakan Tegakan Tinggal (pohon/ha) 32 24 22 19 35 132 26,4 6,8 25,8
Kelerengan
(%) 11,5 9,5 11,1 8,9 15,6 56,6 11,3 2,6 23,2
(%) 18 12 14 10 22 76 15,2 4,8 31,7
JML = jumlah, R = rata-rata, SD = standar deviasi, KK= koefisien keragaman Sukadaryati et al. (2002)
Berdasarkan Tabel 7 dan Tabel 8 dapat dilihat bahwa kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan sistem penyaradan konvensional pada rata-rata kerapatan tegakan dan jumlah pohon yang disarad serta kelerengan berturut-turut sebesar 231,6 pohon/ha dan 6,2 pohon/ha serta 16% akan menimbulkan kerusakan tegakan tinggal rata-rata sebesar 45 pohon/ha atau sekitar 20,2%. Sementara kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali pada kondisi kerapatan tegakan tinggal dan jumlah pohon yang disarad relatif sama (rata-rata kerapatan tegakan 239,6 pohon/ha; rata-rata pohon yang disarad 6,2 pohon/ha) menimbulkan rata-rata kerusakan tegakan tinggal relatif lebih rendah, yaitu sebesar 26,4 pohon/ha atau 11,3%. Ini berarti, penyaradan secara terkendali mampu menurunkan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 18,6 ≈ 19 pohon/ha atau sebesar 8,9%. Hasil penelitian Matangaran (2003) yang dilaksanakan di PT. Siak Raya Provinsi Riau menunjukkan bahwa tingkat kerusakan semai, tiang, dan pancang masing-masing 39,10%, 38,40%, dan 38,70%. Semakin besar diameter pohon yang ditebang, akan semakin banyak pohon di sekitarnya yang rusak dan beberapa jenis pionir ditemukan di areal bekas tebangan. Persentase kerusakan di sekitar pohon yang ditebang sebesar 24,20% (Tabel 9 dan Tabel 10).
15
Tabel 9 Distribusi kelas diameter (cm) dalam 1 hektar Kelas Diameter (cm) dalam 1 ha
Area Hutan Hutan Alam Keterbukaan Areal 1 Tahun Keterbukaan Areal 5 Tahun Keterbukaan Areal 10 Tahun Keterbukaan Areal 17 Tahun
20-25
25,1-30
30,1-35
35,1-40
40,1-45
45,1-50
> 50
76
107
46
42
44
57
18
53
75
50
25
25
8
7
55
73
83
28
45
25
11
102
97
75
38
33
38
15
110
105
53
58
30
35
23
Sumber: Matangaran (2003)
Tabel 10 Persentase tingkat kerusakan pohon Tipe Kerusakan Pohon Kerusakan Berat a. Pohon roboh b. Pecah Batang Kerusakan Sedang a. Rusak Tajuk Kerusakan Ringan a.Kulit dan Batang terluka b. Rusak Banir
(%) 7,3 10,2 3,4 2,2 1,1
Sumber: Matangaran (2003)
Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat dilakukan penyaradan. Pada kondisi lapangan yang miring, bulldozer menggunakan pisaunya untuk membuat jalan sarad yang lebih landai. Penggunaan pisau juga dilakukan pada saat mendorong kayu yang disarad. Hasil penelitian Elias (1998) menyatakan besarnya kerusakan struktur tegakan akibat penebangan, yaitu: jumlah pohon yang rusak akibat kegiatan penebangan rata-rata adalah 146 pohon (21,13%) dari populasi pohon sebanyak 691 pohon/ha. Pohon-pohon yang rusak tersebut terdiri dari kelas diameter 10 sampai 20 cm sebanyak 101 pohon (14,62%), kelas diameter 21 sampai 30 cm sebanyak 33 pohon (4,77%), kelas diameter 31 sampai 40 cm sebanyak 9 pohon (1,31%), dan kelas diameter 41 sampai 50 cm sebanyak 3 pohon (0,44%).
16
2.5 Keterbukaan Areal Kegiatan penyaradan kayu merupakan salah satu elemen kegiatan pemanenan kayu yang mempunyai peranan penting yang fungsinya adalah untuk memindahkan kayu dari tempat tebangan ke tempat pengumpulan dengan memperhatikan keselamatan kayu yang disarad. Besarnya volume kayu yang akhirnya dapat dimanfaatkan dipengaruhi oleh kerusakan kayu yang terjadi selama kegiatan penyaradan (Suhartana 1996). Berikut hasil penelitian Suhartana (1996) tentang minimasi keterbukaan lahan melalui penyaradan yang direncanakan dan penyaradan konvensional (Tabel 11 dan Tabel 12). Tabel 11 Keterbukaan lahan akibat penyaradan yang direncanakan No. Petak
Pohon disarad (pohon/ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-rata Simpangan baku Sumber: Suhartana (1996)
3 5 11 10 4 6 9 9 7 8 5 4 3 11 10 6 6 8 7 4 138 6,80 2,61
Kerapatan Tegakan (pohon/ha) 110 120 180 170 115 125 160 165 135 150 121 117 111 185 171 127 130 156 140 116 2.804 140,20 24,71
Kemiringan Lapangan (%) 5,00 9,00 35,00 33,00 7,00 10,10 19,00 20,00 13,00 17,00 8,50 7,10 5,10 25,00 22,10 10,50 11,00 17,50 14,00 7,10 275,00 13,75 6,69
Keterbukaan Lahan (%) 4,00 7,00 20,00 19,00 5,00 8,00 16,50 16,50 10,00 12,00 7,00 6,00 4,00 21,00 19,75 8,00 9,00 14,25 11,00 5,00 223,00 11,15 5,82
17
Tabel 12 Keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional No. Petak
Pohon disarad (pohon/ha)
Kerapatan Tegakan (pohon/ha)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 Jumlah Rata-rata Simpangan baku
10 9 3 5 7 6 7 10 9 8 5 4 4 3 6 6 8 9 10 5 134 6,70 2,34
169 164 109 119 134 124 135 170 159 149 118 114 113 108 125 123 150 158 180 117 2.738 136,90 23,24
Kemiringan Lapangan (%) 22,00 19,00 5,00 9,00 13,00 10,10 14,00 25,00 20,00 14,10 8,60 7,00 7,10 5,10 11,10 11,00 14,00 20,00 23,00 8,50 266,60 13,30 6,19
Keterbukaan Lahan (%) 25,00 21,00 7,00 10,00 15,00 12,00 15,50 24,25 21,25 19,00 10,50 8,50 9,00 7,25 11,75 12,25 19,00 21,50 23,50 10,25 303,50 15,17 6,09
Sumber: Suhartana (1996)
Tabel 11 kolom 5 menyajikan besarnya derajat keterbukaan lahan akibat penyaradan yang direncanakan berkisar antara 4 sampai 21% dengan nilai ratarata 11,50%. Pada Tabel 12 kolom 5 dapat dilihat bahwa besarnya keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional berkisar antara 7 sampai 25% dengan nilai rata-rata 15,17%. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa besarnya derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan yang direncanakan lebih kecil daripada derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan konvensional. Kelestarian ekosistem hutan yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara lintas generasi merupakan keharusan. Beragam upaya dapat dilakukan untuk melestarikan ekosistem hutan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan teknik pembalakan kayu ramah lingkungan di hutan tropis
18
untuk mengurangi dampak kerusakan ekosistem hutan dan anakan pohon yang ditinggalkan. Hal ini mutlak perlu dilakukan mengingat kapanpun dan di manapun, praktek pembalakan hutan akan selalu menghasilkan dampak kerusakan. Praktek pembalakan hutan merupakan sebuah aktivitas yang tidak dapat dihindari karena merupakan sebuah upaya pemanfaatan hutan bagi berbagai kepentingan (Nugraha et al. 2007).
19
BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian dilakukan selama empat bulan dari April sampai Juli 2011.
3.2 Objek dan Alat Penelitian Objek penelitian adalah besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi setelah kegiatan pemanenan kayu yang menggunakan metode pemanenan RIL dan CL. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut: 1. Pita meter untuk mengukur jarak lapang 2. Peta kerja, peta sebaran pohon, peta topografi, peta rencana jalan sarad, dan peta realisasi jalan sarad untuk perencanaan pemanenan 3. Kompas untuk mengukur azimuth 4. Patok untuk menandai batas plot penelitian di lapangan 5. Label pohon sebagai identitas pohon 6. Tally sheet untuk pencatatan hasil di lapangan 7. Alat tulis 8. GPS untuk menentukan batas sudut plot pengamatan dan untuk mengetahui jalur penyaradan 9. Klinometer untuk mengukur kemiringan lapangan 10. Tambang untuk pengukuran jarak pada survei lapangan 11. Haga untuk mengukur tinggi pohon 12. Tabel koreksi jarak untuk penambahan jarak lapang pada kelerengan tertentu 13. Kamera untuk dokumentasi 14. Software Arcview 3.2, Global Mapper 10, Map Source 3.0 untuk pemetaan dan Microsoft Excel untuk pengolahan data.
20
3.3 Batasan Masalah Penelitian Kerusakan tegakan tinggal diukur pada pohon yang terkena dampak operasi penebangan dan penyaradan. Pohon yang dimaksud adalah pohon berdiameter ≥ 20 cm. Penebangan mekanis dilakukan menggunakan chainsaw dan penyaradan dilakukan menggunakan bulldozer CAT D7G.
3.4 Desain Petak dan Plot Pengamatan Petak penelitian terdiri dari empat petak tebang yang masuk ke dalam RKT PT. Ratah Timber tahun 2010 dan 2011, masing-masing dua petak untuk penebangan menggunakan metode CL dan metode RIL. Petak tebang yang menggunakan metode CL berada pada RKT tahun 2010 dan petak tebang yang menggunakan metode RIL berada pada RKT tahun 2011. Hal ini karena seluruh petak tebang tahun 2011 harus menggunakan metode RIL, sehingga data yang diambil untuk metode CL harus pada petak tebang RKT 2010 yang tidak menerapkan metode RIL. Petak tebang yang diamati atau dilakukan penebangan dipilih secara purposive. Pada masing-masing petak yang terpilih dibuat plot pengamatan berukuran 100 m x 100 m sebanyak 10 plot untuk masing-masing metode pemanenan. Petak tebang yang terpilih pada metode pemanenan CL adalah petak J5 (4 plot) dan J15 (6 plot), sedangkan plot pengamatan metode pemanenan RIL dibuat pada petak P36B (5 plot) dan P38 (5 plot). Jumlah seluruh plot adalah 20 buah. Plot yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, kerapatan tegakan yang berbeda dan intensitas penebangan yang berbeda. 3.5 Tahapan Penelitian 3.5.1 Pemanenan menggunakan metode RIL 1. Survei penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan) pada peta areal kerja yang masuk ke dalam RKT PT. Ratah Timber tahun 2010 dan 2011. a. Plot yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, kerapatan tegakan yang berbeda dan intensitas pemanenan yang berbeda. 1) Kelerengan lahan berkisar antara 28,76% sampai 63,87%
21
2) Kerapatan tegakan berkisar antara 28 pohon/ha sampai 64 pohon/ha 3) Intensitas pemaenan berkisar antara 2 pohon/ha sampai 9 poho/ha. b. Batas petak penelitian ditetapkan berada dekat dengan jalan angkutan sehingga memudahkan akses ke lokasi penelitian. c. Titik sudut batas masing-masing plot direncanakan lengkap dengan koordinat GPS. 2. Pembuatan plot pengamatan di lapangan. a. Penentuan lokasi sudut batas plot dengan GPS. b. Penandaan plot pengamatan di lapangan menggunakan patok yang terbuat dari kayu pada tiap sudut sisi plot sebagai tanda batas. c. Pembatasan plot dengan memberi tanda berupa cat berwarna kuning pada pohon berdiameter 3 sampai 10 cm. d. Pada setiap plot pengamatan dilakukan pengecekan pohon yang masih berdiri dan tunggak untuk memeriksa kebenaran data LHC perusahaan. e. Pada plot menggunakan metode pemanenan RIL tidak dilakukan pengukuran topografi karena telah tersedia peta rencana pemanenan yang mencakup peta kontur. 3. Pembuatan jalur-jalur rintisan, pengecekan pohon yang masih berdiri dan tunggak dan survei kemiringan lapangan (topografi) pada plot pengamatan. Pada tahap ini diperlukan sebuah tim untuk pengukuran di lapangan, yaitu 1 orang perintis dan penentu azimut (compassman); 1 orang penarik tali untuk menandai setiap titik untuk ukuran tali dan untuk mengecek akurasi dari arah azimuth yang telah dibuat oleh compassman; 2 orang pemeriksa pohon yang masih berdiri dan tunggak, 2 orang untuk menentukan kemiringan lapangan serta pencatatannya dan memberi label pada pohon. Pengenal jenis harus berkoordinasi dengan pemberi label di lapangan. 4. Perencanaan pemanenan kayu menggunakan metode RIL pada peta sebaran pohon dan peta kontur skala 1 : 2000. Perencanaan pemanenan kayu menggunakan metode RIL meliputi perencanaaan jaringan jalan sarad dan arah rebah pohon di atas peta kontur yang di dalamnya terdapat peta sebaran pohon.
22
a. Membuat sketsa trase sarad pada peta pohon dengan memperhatikan konfigurasi lapangan, penyebaran pohon dan topografi lapangan b. Menetapkan tim survei trase sarad yang melaksanakan pembuatan lintasan/rintisan trase sarad. 5. Pelaksaan pemanenan kayu di petak penelitian pemanenan kayu a. Penandaan rencana jalan sarad di lapangan 1) Memplotkan hasil sketsa trase sarad di atas peta ke lapangan. Rencana jalan sarad di atas peta dipindahkan ke lapangan dengan menggunakan peta rencana pemanenan kayu, kompas, klinometer dan pita meter. 2) Membuat rintisan dan penandaan dengan pita merah di lapangan sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Hasilnya berupa penandaan dengan pita merah yang diikatkan atau diselipkan pada pohon yang akan dilewati jaringan jalan sarad. b. Penandaan arah rebah Arah rebah ditentukan agar memudahkan penyaradan dan tidak memotong jalan sarad. Arah rebah dibuat dengan sudut 45° sampai 60° terhadap sumbu jalan sarad. Arah rebah juga diusahakan tidak merusak tegakan tinggal dan arah rebah dikondisikan dengan topografi lapangan. c. Penebangan 1) Perebahan pohon dilakukan sesuai dengan arah rebah yang telah direncanakan. Penebangan dimulai dari pohon yang dekat dari TPn. 2) Persiapan penebangan difokuskan pada keselamatan kerja dan efisiensi penebangan. 3) Tinggi tunggak diusahakan seminimum mungkin. 4) Pemotongan tajuk dan pembagian batang mengikuti prosedur yang berlaku sehingga dapat memaksimalkan volume dan nilai kayu yang dipanen. d. Penyaradan 1) Sebelum memulai penyaradan, operator bulldozer mengkonstruksi jalan sarad. 2) Penyaradan dilakukan setelah konstruksi jalan sarad selesai.
23
3) Bulldozer sedapat mungkin tetap berada di atas jalan sarad dan tetap menggunakan jalan sarad yang telah dibuat. 4) Sedapat mungkin mengoptimalkan penggunaan winch (bulldozer dilengkapi winch tidak kurang dari 30 m) 5) Kayu-kayu yang paling jauh dari TPn disarad terlebih dahulu. 6. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat penebagan. 7. Pengukuran panjang dan lebar jalan sarad yang telah dibuat pada proses penyaradan. Bagan alir pemanenan kayu menggunakan metode RIL seperti disajikan pada gambar 1. Penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan)
Pembuatan plot di lapangan
Pembuatan jalur pengukuran topografi
Pengecekan tunggak dan pohon berdiri pada plot
Penandaan jalan sarad di lapangan
Penebangan dan penyaradan
Pengamatan dan pencatatan kerusakan tegakan dan keterbukaan lahan akibat kegiatan pemanenan
Gambar 1 Bagan Alir Pemanenan Kayu Menggunakan Metode RIL.
24
3.5.2 Pemanenan menggunakan metode CL 1. Survei penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan) pada peta areal kerja yang masuk ke dalam RKT PT. Ratah Timber tahun 2010. a. Plot yang diambil mewakili kelerengan yang berbeda, kerapatan tegakan yang berbeda dan intensitas penebangan yang berbeda. 1) Kelerengan lahan berkisar antara 18,54 % sampai 69,02% 2) Kerapatan tegakan berkisar antara 26 pohon/ha sampai 47 pohon/ha 3) Intensitas pemaenan berkisar antara 2 pohon/ha sampai 9 poho/ha. b. Petak penelitian ditetapkan terdapat di pinggir jalan angkutan sehingga memudahkan akses ke lokasi penelitian. c. Titik sudut batas masing-masing plot direncanakan lengkap dengan koordinat GPS. 2. Pembuatan plot pengamatan di lapangan. a. Menentukan lokasi sudut batas plot dengan GPS. b. Mematok tiap sudut sisi plot dengan patok kayu sebagai tanda batas plot pengamatan di lapangan. c. Membatasi plot dengan memberi tanda berupa cat berwarna kuning pada pohon berdiameter 3 sampai 10 cm. d. Memeriksa kembali pohon yang masih berdiri dan tunggak pada setiap plot pengamatan untuk memeriksa kebenaran data LHC perusahaan. e. Mengukur kelerengan lahan pada plot menggunakan metode pemanenan CL untuk menghasilkan peta kontur yang berguna dalam penentuan besarnya kelerengan lahan pada masing-masing plot. 3. Pembuatan plot pengamatan di lapangan. Pada tahap ini diperlukan sebuah tim untuk pengukuran di lapangan, yaitu 1 orang perintis dan penentu azimut (compassman); 1 orang penarik tali untuk menandai setiap titik untuk ukuran tali dan untuk mengecek akurasi dari arah azimuth yang telah dibuat oleh compassman; 2 orang pemeriksa pohon yang masih berdiri dan tunggak, 2 orang untuk menentukan kemiringan lapangan serta pencatatannya dan memberi label pada pohon. Pengenal jenis harus berkoordinasi dengan pemberi label di lapangan. 4. Pengamatan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan
25
5. Pengukuran panjang dan lebar jalan sarad. Bagan alir pemanenan kayu menggunaka metode CL seperti disajikan pada gambar 2. Penentuan lokasi penelitian (petak tebang dan plot pengamatan)
Pembuatan plot di lapangan
Pembuatan jalur pengukuran topografi
Pengecekan tunggak dan pohon berdiri pada plot
Pengamatan dan pencatatan kerusakan tegakan dan keterbukaan lahan akibat kegiatan pemanenan
Gambar 2 Bagan Alir Pemanenan Kayu menggunakan Metode CL.
3.6 Pengumpulan Data 3.6.1 Kerusakan Tegakan Tinggal Data yang diambil pada operasi penebangan dan penyaradan adalah sebagai berikut: 1. Jenis kerusakan (rusak tajuk, luka batang, patah batang, pecah batang, roboh, miring, dan rusak banir) pada tegakan tinggal berdiameter ≥ 20 cm. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan perebahan pohon dilakukan dengan cara mengamati langsung pohon berdiameter ≥ 20 cm yang rusak di sekitar pohon yang rebah. Pengukuran kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dilakukan dengan cara menghitung besarnya luas keterbukaan lahan akibat jalan sarad, kemudian dikonversikan ke dalam jumlah pohon yang rusak akibat penyaradan. 2. Persentase kerusakan.
26
Pohon inti digolongkan rusak apabila mengalami salah satu atau lebih keadaan (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan 1990), sebagai berikut: a. Tajuk pohon rusak lebih dari 30% atau percabangan pohon/dahan besar patah. b. Luka batang mencapai kayu berukuran lebih dari
keliling batang dengan
panjang lebih dari 1,5 m. c. Perakaran terpotong atau banirnya rusak. Untuk menentukan persentase kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan pemanenan kayu digunakan rumus (Sukanda 1995):
Dimana : K = tingkat kerusakan tegakan tinggal (%) R = jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm yang mengalami kerusakan dalam plot pengamatan (pohon/ha) P = jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm sebelum penebangan pada plot pengamatan (pohon/ha) Q = jumlah pohon ditebang berdiameter ≥ 50 pada plot pengamatan (pohon/ha) 3. Pengaruh kegiatan penebangan dan penyaradan terhadap kerusakan tegakan tinggal dapat diketahui dengan melakukan analisis regresi berganda.
3.6.2 Keterbukaan Areal Menghitung keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad dan penyaradan kayu. Besar keterbukaan areal akibat pemanenan kayu diukur dengan menyusuri jalan sarad pohon yang ditebang. Keterbukaan lahan akibat penyaradan ditentukan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada plot tebangan, kemudian dihitung luas jalan sarad tersebut.
3.7 Data Sekunder Data sekunder yang diambil adalah data potensi tegakan sebelum dilakukan kegiatan penebangan pada tiap RKT PT. Ratah Timber berupa Laporan Hasil Cruising (LHC), data kondisi umum perusahaan, peta kawasan pengusahaan hutan,
27
peta sebaran pohon, peta topografi, dan daftar nama pohon yang berada di kawasan PT. Ratah Timber.
3.8 Analisis Data 3.8.1 Kerusakan Tegakan Tinggal Elias (1993) menyatakan bahwa kerusakan tegakan tinggal dapat ditetapkan dengan dua cara, sebagai berikut: 1. Berdasarkan populasi pohon dalam petak, yaitu pembagian antara jumlah pohon yang rusak setelah kegiatan pemanenan kayu dengan jumlah pohon sebelum penebangan dikurangi dengan jumlah pohon yang ditebang. 2. Berdasarkan tingkat keparahan kerusakan tegakan tinggal menggunakan kriteria yang terjadi pada individu pohon Berdasarkan populasi pohon dalam petak, kerusakan tegakan tinggal dapat dikelompokkan menjadi kerusakan ringan (besarnya kerusakan tegakan tinggal kurang dari 25%), kerusakan sedang (25% sampai 50%), dan kerusakan berat (lebih dari 50%). Persentase kerusakan tegakan tinggal dilihat dari kerapatan awal tegakan sebelum pemanenan dengan banyaknya pohon yang rusak akibat kegiatan pemanenan. Terdapat tiga tipe kerusakan yang terjadi pada individu pohon (Elias 1993), sebagai berikut: 1. Kerusakan ringan a. Rusak tajuk (kurang dari 30 % tajuk rusak) b. Luka batang/rusak kulit (
keliling dan panjang luka kurang dari
1,5 m atau kerusakan sampai kambium dengan lebar lebih dari 5 cm, sepanjang garis sejajar sumbu longitudinal dari batang) c. Rusak banir/akar (kurang dari banir rusak atau perakaran terpotong) 2. Kerusakan sedang a. Rusak tajuk (30 sampai 50% tajuk rusak atau
bagian tajuk mengalami
kerusakan) b. Luka batang/rusak kulit ( sampai 300 cm kulit rusak)
keliling pohon rusak atau 150 sampai
28
c. Condong atau miring (pohon miring membentuk sudut kurang dari 450 dengan tanah 3. Kerusakan berat a. Patah batang b. Pecah batang c. Roboh, tumbang atau miring sudut lebih dari 450 dengan permukaan tanah d. Rusak tajuk (lebih besar dari 50% tajuk rusak), juga didasarkan atas banyaknya cabang pembentuk tajuk patah e. Luka batang/rusak kulit (lebih dari keliling pohon atau 300 sampai 600 cm kulit mengalami kerusakan) f. Rusak banir/akar (lebih dari banir atau perakaran rusak/ terpotong)
3.8.2 Keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan Keterbukaan lahan akibat penyaradan adalah luas tanah yang terbuka akibat kegiatan penyaradan pohon yang dilewati oleh bulldozer atau lalu lintas bulldozer menuju lokasi penyaradan. Keterbukaan areal ditentukan dengan dengan mengukur panjang dan lebar jalan sarad pada plot tebangan untuk memperoleh luas jalan sarad tersebut. Penelusuran jalur sarad dilakukan dengan menggunakan GPS dan pita ukur. Persen keterbukaan lahan akibat penyaradan dihitung dengan rumus:
Dimana: K = persentase keterbukaan areal (%) L= Luas areal terbuka akibat penyaradan (m2)
3.8.3 Analisis hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi keruskan tegakan tinggal Untuk mengetahui pengaruh penebangan dan penyaradan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada kedua metode pemanenan kayu dilakukan analisis regresi. Faktor-faktor yang diperkirakan berpengaruh terhadap besarnya kerusakan
29
tegakan tinggal adalah kelerengan dan kerapatan tegakan sebelum ditebang. Hubungan regresi dinyatakan dalam persamaan regresi berganda.
Dimana: ŷ b ,b ,b x x x Untuk
= kerusakan tegakan tinggal (%) = koefisien regresi = intesitas pemanenan (pohon/ha) = kerapatan tegakan (pohon/ha) = kelerengan lahan (%) mengetahui pengaruh ketiga peubah (x , x , x ) terhadap kerusakan
tegakan (ŷ) dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier berganda. 3.8.4 Analisis pengaruh penerapan metode RIL terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan kayu Untuk mengetahui pengaruh penerapan RIL pada kegiatan pemanenan kayu dilakukan pengujian dengan menggunakan uji t berpasangan.
30
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Biofisik 4.1.1 Letak dan luas IUPHHK Secara geografis areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber terletak pada 114o55’ – 115o30’ Bujur Timur dan 0o2’LS – 0o15’LU. Berdasarkan letak administrasi pemerintahan, areal tersebut berada dalam wilayah Kecamatan Long Hubung dan Kecamatan Laham, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Berdasarkan wilayah pemangkuan hutan IUPHHK PT. RATAH TIMBER termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Mamahak Besar, Dinas Kehutanan Kabupaten Kutai Barat, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur. Adapun batas-batas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 13 (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 13 Batas-batas wilayah pengusahaan hutan IUPHHK PT. Ratah Timber No 1
Lokasi Utara
2 3
Timur Selatan
4
Barat
Berbatasan dengan Areal Penggunaan Lain (APL) dan IUPHHK-HA PT Seroja Universum Narwastu APL dan IUPHHK PT. Kedap Sayaaq Hutan Negara (Non IUPHHK) dan Hutan Lindung Batu Buring Ayok Hutan Negara (Non IUPHHK) dan IUPHHK Agro City Kaltim
Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
Hasil super-impose antara Peta Areal Kerja IUPHHK PT. Ratah Timber dengan Peta penunjukan kawasan hutan dan perairan provinsi Kalimantan Timur disajikan pada Tabel 14 di bawah ini (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 14 Luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan fungsi hutan No 1 2
Fungsi hutan Blok I Tetap 66.610
Hutan Produksi (HP) Hutan Produksi Terbatas 20.005 (HPT) Jumlah 86.615
Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
Luas Blok II 6.810
Jumlah (Ha) 73.420
-
20.005
6.810
93.425
31
4.1.2 Jenis tanah dan geologi Berdasarkan peta tanah tinjau Kalimantan skala 1:250.000 tahun 1976, areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber memiliki tiga jenis tanah, yaitu podsolik merah kuning, latosol, dan aluvial. Luas masing-masing jenis tanah secara rinci disajikan pada Tabel 15 berikut (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 15 Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah No
1 2 3
Jenis tanah
Podsolik Merah Kuning Latosol Aluvial Jumlah
Blok I Ha % 75.095 86,7 9.354 10,8 2.165 2,5 86.615 100
Luas Blok II Ha % 3.228 47,4 3.582 52,6 6810 100
Total Ha % 78.323 84 12.936 14 2.165 2 93.425 100
Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
4.1.3 Topografi Hasil analisis kelas lereng berdasarkan peta garis bentuk dari potret udara skala 1:25.000 menunjukkan bahwa sebagian besar areal kerja (±71,9%) tergolong datar hingga landai. Di samping itu juga terdapat areal dengan kelerengan > 40% (sangat curam) seluas 496 ha. Kondisi topografi areal kerja selengkapnya disajikan pada Tabel 16 di bawah (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 16 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber Klasifikasi Kelas Lereng A : 0 – 8 % Datar B : 9 – 15 % Landai C : 16 – 25 % Agak curam D : 26 – 40 % Curam E : > 40 % Sangat curam Tidak ada data Jumlah Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
Blok I (ha) HP HPT 37.348 4.553 16.992 4.685 8.446 4.303 2.785 3.347 380 1.039 2.737 20.005
Blok II (ha) HP 2.125 1.498 2.186 885 116 6.810
Jumlah Ha 44.026 23.175 14.935 7.017 496 3.776 93.425
% 47,1 24,8 16,0 7,5 0,5 4,0 100,0
32
4.1.4 Iklim 1. Curah hujan Menurut sistem klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di areal IUPHHK PT. Ratah Timber termasuk iklim sangat basah atau tipe A dengan jumlah bulan basah adalah 12 bulan (nilai Q = 0%). Data tentang curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan bulanan disajikan pada Tabel 17 berikut (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 17 Data curah hujan dan hari hujan bulanan rata-rata di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah
Bulan
Curah hujan (mm)
Hari hujan
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember
399 147 348 372 310 159 170 80 404 407 552 400 3.748
11 4 6 11 9 8 9 5 17 12 17 14 123
312
10
Rata-rata Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
2. Suhu dan kelembaban udara Kecepatan angin tertinggi tercatat sebesar 17 – 22 knot dengan frekuensi rata-rata 23 kali setahun, bertiup dari arah Timur Laut dan umumnya berlangsung antara bulan Januari sampai Maret. Selain bulan-bulan tersebut, angin bertiup dengan kecepatan antara 4 sampai 6 knot dari arah Utara ke Timur Laut atau Barat Laut (PT. Ratah Timber 2010). 4.1.5 Hidrologi Areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berada di dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan beberapa Sub DAS, yaitu: Sub DAS Mahakam Ulu, Sub DAS Ratah, Sub DAS Hubung, Sub DAS Long Gelawang, Sub DAS Benturak, Sub DAS Nyerubungan, Sub DAS Pari dan Sub DAS Jerumai (PT. Ratah Timber 2010).
33
4.1.6 Kondisi hutan Berdasarkan hasil interpretasi citra, kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. Ratah Timber sebagian besar berupa hutan bekas tebangan, meliputi: 75.123 ha (80,4%), dan sisanya berupa hutan primer seluas 7.149 ha (7,6%), non hutan 9.144 ha (9,8%), dan areal tertutup awan 2.009 ha (2,2%), sebagaimana disajikan pada Tabel 18 (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 18 Kondisi penutupan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber No Penutupan lahan Fungsi dan peruntukan hutan (ha) HPT HP BZHL Jumlah % 1 Hutan primer 2.487 4.330 332 7.149 7,6 2 Hutan bekas tebangan 14.422 58.269 2.432 75.123 80,4 3 Non-hutan 477 8.464 233 9.144 9,8 4 Tertutup awan 0 2.009 0 2.009 2,2 Jumlah
17.356
73.072 2.997
93.425
100,0
Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
Untuk kepentingan penyusunan dokumen RKUPHHK ini, maka kondisi penutupan lahan sebagaimana tersebut diatas perlu dilakukan analisis dan koreksi terhadap areal yang tertutup awan dan juga disesuaikan dengan perubahan kondisi terkini di lapangan, seiring dengan perkembangan kegiatan operasional pemanfaatan hutan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber (PT. Ratah Timber 2010). Perkiraan kondisi penutupan lahan areal IUPHHK PT. Ratah Timber setelah dilakukan analisis dan koreksi terhadap areal yang tertutup awan serta prognosa realisasi tebangan sampai dengan akhir tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 19 berikut (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 19 No 1 2 3
Perkiraan kondisi penutpan lahan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber pada akhir 2010 Penutupan lahan Fungsi dan peruntukan hutan (Ha) HPT HP BZ HL Jumlah % Hutan primer 2.487 4.330 332 7.149 7,6 Hutan bekas tebangan 16.431 58.269 2.432 75.123 82,6 Non hutan 477 8.464 233 9.144 9,8 Jumlah 17.356 73.072 2.997 93.425 1000
Sumber: PT. Ratah Timber (2010)
34
4.2 Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1 Kependudukan Menurut administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berada di Kecamatan Long Hubung dan Kecamatan Laham, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Terdapat 11 desa yang berada disekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber (PT. Ratah Timber 2010). Jumlah penduduk di 11 desa yang terdapat di dalam dan disekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber menurut data Kecamatan Long Hubung Dalam Angka dan Kecamatan Laham Dalam Angka (Tahun 2009) adalah sebesar 8.524 Jiwa. Kepadatan penduduk berkisar antara 1,88 – 49,27 jiwa/km². Jumlah dan kepadatan penduduk di desa-desa yang terdapat di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 20 (PT. Ratah Timber 2010). Tabel 20 Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber No I 1 2 3 4 5 6 7 II 1 2 3 4
Desa Kec. Long Hubung Mamahak Teboq Sirau 1) Lutan Datah Bilang Ilir Datah Bilang Ulu Datah Bilang Baru1) Long Hubung Sub Jumlah I Kec. Laham Muara Ratah Long Gelawang Danum Paroy Nyerubungan1) Sub Jumlah II Jumlah
Sumber : Keterangan :
Luas (Km²)
Penduduk (jiwa)
Keluarga (KK)
Kepadatan (Jiwa/Km²) Jiwa/KK
199,01
1.480
385
12,44
3,84
137,32 36,62 73,24
751 1.428 2.137
186 380 485
5,47 39,00 29,18
4,04 3,76 4,41
27,46 473,65
1.353 7.149
303 1.739
49,27 15,09
4,47 4,11
366,18 137,32 45,77
689 514 172
166 128 46
1,88 3,74 3,76
4,15 4,02 3,74
549,27 1.022, 92
1.375 8.524
340 2.079
2,50 8,33
4,04 4,10
PT. Ratah Timber (2010) 1) Desa hasil pemekaran (data kependudukan dan luas wilayah masih tergabung dengan desa induk ). Desa-desa tersebut belum tercantum dalam data Kecamatan Long Hubung dalam Angka dan Kecamatan Laham Dalam Angka (2009)
35
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Plot Penelitian Plot penelitian dibuat pada petak tebang RKT 2010 dan 2011. Pada plot yang berada pada petak tebang RKT 2010 (petak J5 dan J15), tahap pertama yang dilakukan di lapangan adalah pembuatan plot. Selanjutnya dilakukan pengecekan tunggak dan pohon yang masih berdiri pada setiap plot. Hal ini dilakukan untuk memeriksa kebenaran data Laporan Hasil Cruising (LHC) perusahaan. Tahapan yang sama juga dilakukan pada plot yang dibuat di petak P38 (RKT 2011) karena pada petak tersebut telah dilakukan pemanenan kayu dengan metode pemanenan RIL. Dari pengecekan yang dilakukan, data yang diperoleh dari LHC perusahaan sama seperti data yang ditemukan di lapangan. Hal ini dijelaskan dengan tunggak dan pohon berdiri yang ditemukan pada plot penelitian sesuai dengan data LHC perusahaan. Namun, ada beberapa pohon atau tunggak yang tidak ada identitas berupa label merah atau kuning. Hal ini disebabkan pada saat proses pemanenan label terjatuh pada saat pohon tumbang. Lepasnya label dari pohon berdiri atau tunggak juga dapat disebakan oleh kondisi alam, seperti hembusan angin dan gangguan dari hewan yang ada di hutan. Identitas pohon tersebut dapat diketahui dengan melihat tally sheet LHC perusahaan dan membandingkannya di lapangan. Sementara itu, pada plot yang dibuat di petak P36B dilakukan pengecekan terhadap pohon berdiri baik pohon berlabel merah dan kuning. Pada plot di petak ini, semua label masih terdapat pada pohon inti maupun layak tebang karena petak ini belum dilakukan pemanenan kayu. Hasil pengecekan kembali sesuai dengan LHC perusahaan. Data LHC dan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa besarnya kerapatan pohon yang berdiameter ≥ 20 cm, pohon layak tebang, dan kelerengan lahan pada setiap plot serta intensitas pemanenan pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL dan RIL seperti ditunjukkan pada Tabel 21 dan Tabel 22.
36
Tabel 21 Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan CL No Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Baku Keterangan
Kelerengan
Kerapatan
Lahan
Tegakan*
Pohon Layak tebang Jumlah
Volume
Jumlah
Volume
(%)
(pohon/ha)
(pohon/ha)
(m )
(pohon/ha)
(m3)
18,54 26,10 24,21 25,05 30,83 24,00 40,28 31,94 63,25 69,02
39 47 38 44 34 26 47 32 47 31
2 7 6 11 7 4 7 9 14 9
5,12 39,37 23,21 41,37 37,68 30,67 41,58 105,24 89,10 55,95
2 7 3 9 5 2 4 3 6 6
5,12 39,37 12,63 31,23 22,95 14,15 17,53 10,73 50,27 36,09
38,50
7,60
46,93
4,70
24,01
7,23
3,23
28,35
2,19
13,88
35,32 16,42
3
Intensitas Pemanenan**
: *Jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm setiap ha : **Jumlah pohon yang ditebang dan disarad setiap ha (Lampiran 1)
Tabel 21 menunjukkan bahwa kondisi awal ke-10 plot penelitian bervariasi dilihat dari kelerengan lahan, kerapatan tegakan, jumlah pohon layak tebang dan intensitas pemanenan. Plot yang memiliki kelerengan paling curam adalah plot 10 dengan kelerengan sebesar 69,02% dan plot dengan kelerengan paling landai adalah plot 1 sebesar 18,54%. Kerapatan tegakan paling besar terdapat pada plot 2, plot 7, dan plot 9 dengan kerapatan tegakan sebanyak 47 pohon/ha, sedangkan kerapatan tegakan paling kecil berada pada plot 6 yakni 26 pohon/ha. Tabel 21 juga memperlihatkan perbedaan intensitas pemanenan pada masing-masing plot. Intensitas pemanenan terbanyak terdapat pada plot 4 sebanyak 9 pohon/ha dan yang paling sedikit terdapat pada plot 1 dan plot 6 sebanyak 2 pohon/ha. Perbedaan intensitas pemanenan pada masing-masing plot disebabkan oleh perbedaan jumlah pohon per ha setiap plot.
37
Tabel 22 Kondisi plot penelitian yang menggunakan metode pemanenan RIL No Kelerengan Kerapatan Pohon Layak tebang* Intesitas Pemanenan** Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Baku Keterangan
Lahan
Tegakan
Jumlah
Volume 3
Jumlah
Volume
(%)
pohon/Ha)
(pohon/ha)
(m )
(pohon/ha)
(m3)
59,40 55,90 44,40 47,60 50,00 44,53 28,76 46,53 32,33 63,87 47,33
64 48 46 31 33 47 50 28 29 45 42,10
8 9 4 9 9 10 8 7 3 6 7,30
29,55 32,19 14,98 46,47 61,02 51,66 49,86 72,98 55,36 51,47 46,55
4 5 2 6 4 9 3 4 3 4 4,40
14,75 19,32 7,81 34,46 17,77 46,32 20,98 61,97 55,36 42,22 32,10
10,43
10,96
2,19
15,93
1,85
17,68
: *Jumlah pohon berdiameter ≥ 20 cm setiap ha : **Jumlah pohon yang ditebang dan disarad setiap ha (Lampiran 2)
Tabel 22 menunjukkan kondisi awal ke-10 plot penelitian untuk pemanenan menggunakan metode RIL bervariasi dilihat dari kelerengan lahan, kerapatan tegakan, dan jumlah pohon layak tebang dan intensitas pemanenan. Tabel di atas menunjukkan bahwa plot yang memiliki kelerengan paling curam adalah plot 10 sebesar 63,87% dan plot dengan kelerengan paling landai adalah plot 7 sebesar 28,76%. Kerapatan tegakan paling besar terdapat pada plot 1 sebanyak 64 pohon/ha sedangkan kerapatan tegakan paling kecil terdapat pada plot 8 yakni 28 pohon/ha. Intensitas pemanenan paling banyak terdapat pada plot 6 sebanyak 9 pohon/ha dan yang paling sedikit terdapat pada plot 3 yakni 2 pohon/ha. Kondisi awal pada plot menggunakan metode pemanenan CL dan RIL bervariasi dilihat dari kerapatan tegakan, intensitas pemanenan, dan kelerengan lahan. Pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL, kerapatan tegakan berkisar antara 26 sampai 47 pohon/ha dengan rata-rata 38,50 pohon/ha. Sementara pada plot dengan pemanenan menggunakan metode RIL berkisar antara 28 sampai 64 pohon/ha dengan rata-rata 42,10 pohon/ha. Kondisi kelerengan lahan juga berbeda. Pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL kelerengan lapangan berkisar antara 18,54% sampai 69,02% dengan rata-rata 35,32%. Sementara pada
38
plot menggunakan metode pemanenan RIL kelerengan lapangan berkisar antara 28,76% sampai 63,87% dengan rata-rata 47,33%. Intensitas pemanenan pada plot menggunakan metode pemanenan CL berkisar antara 2 sampai 9 pohon/ha dengan rata-rata 4,70 pohon/ha, sedangkan pada plot yang menggunakan metode pemanenan RIL intensitas pemanenan berkisar antara 2 sampai 9 pohon/ha dengan rata-rata 4,40 pohon/ha. Pada Tabel 21 dan Tabel 22 terlihat bahwa besarnya intensitas pemanenan berbeda-beda pada setiap plot penelitian. Hal ini dipengaruhi oleh jumlah pohon layak tebang yang berbeda pada setiap plot, kondisi topografi plot penelitian dan keadaan fisik pohon layak tebang tersebut. Hasil penelitian Suhartana (2001) menunjukkan jumlah pohon yang ditebang pada plot terkendali berkisar antara 9 pohon/ha sampai 12 pohon/ha dengan rata-rata 10 pohon/ha dan pada plot konvensional berkisar antara 8 pohon/ha sampai 12 pohon/ha dengan rata-rata 10 pohon/ha. Perbedaaan intensitas pemanenan ini dipengaruhi oleh perbedaaan potensi pohon layak tebang yang terdapat pada masing-masing plot dan kondisi fisik pohon layak tebang tersebut. 5.2 Kegiatan Pemanenan Kayu Sistem pemanenan kayu yang dilaksanakan di IUPHHK PT. Ratah Timber merupakan sistem pemanenan mekanis. Kegiatan pemanenan kayu yang diamati pada penelitian ini adalah penebangan dan penyaradan pada masing-masing plot. Kegiatan penebangan dilakukan oleh regu chainsaw dengan sistem borongan. Setiap regu chainsaw menebang pada petak tebangan yang telah ditentukan oleh mandor tebang. Satu petak tebang dikerjakan oleh dua regu chainsaw, pembagiannya menurut jalur sarad utama yang akan dilalui oleh bulldozer. Seorang operator chainsaw dibantu oleh satu orang helper. Sebelum melakukan penebangan, operator chainsaw mempersiapkan alat tebang yaitu chainsaw, mengisi BBM, pelumas mesin dan rantai, dan kadang mengikir rantai chainsaw agar tetap tajam. Sebelum melakukan penebangan, operator chainsaw melihat keadaan pohon untuk menentukan boleh atau tidaknya pohon tersebut ditebang. Ketentuan itu dilihat dari diameter, kondisi fisik, kondisi kesehatan pohon, dan tipe pohon yang mudah pecah. Selain itu, kondisi topografi juga
39
menjadi pertimbangan operator chainsaw. Apabila topografi terlalu curam, operator chainsaw tidak akan menebang pohon karena akan menyebabkan pecah batang yang parah dan bulldozer akan sulit menyarad kayu tersebut. Operator chainsaw tidak akan menebang pohon yang cacat dan yang berdiameter kurang dari 50 cm. Arah rebah pohon ditentukan dengan melihat kecondongan tajuk, topografi sekitar pohon dan memperhatikan kondisi tegakan tinggal (pada pemanenan menggunakan metode RIL). Tahap selanjutnya yang dilakukan operator chainsaw adalah membersihkan tumbuhan yang melilit pada pohon yang akan ditebang sementara helper membuat jalur keselamatan yang berlawanan arah dengan arah rebah pohon untuk memudahkan operator chainsaw dan helper menghindari pohon tumbang. Kegiatan penyaradan dilakukan dengan menggunakan bulldozer CAT D7G. Ukuran bladenya adalah 4 meter dan memiliki winch pada bagian belakangnya. Winch sepanjang ± 30 meter ini digunakan untuk menyarad kayu. Pada pemanenan menggunakan metode RIL, kegiatan penyaradan dimulai dengan pembukaan jalan sarad oleh bulldozer. Jalur sarad sebelumnya telah ditandai di lapangan oleh tim perencanaan perusahaan berupa pita merah yang diikat atau diselipkan pada pohon sepanjang jalur penyaradan. Kemudian bulldozer menarik log yang telah ditebang. Sementara itu, pada pemanenan kayu menggunakan metode CL, tim perencanaan tidak membuat rencana jalan sarad. Operator bulldozer juga tidak berkoordinasi dengan operator chainsaw sehingga operator bulldozer bertugas untuk mencari log yang telah rebah. Operator bulldozer dibantu oleh satu orang helper yang bertugas untuk mengikatkan chocker pada kayu siap sarad dan membantu proses penyaradan hingga TPn. 5.3 Kerusakan Tegakan Tinggal 5.3.1 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan Kerusakan tegakan tinggal terjadi akibat penebangan karena tertimpanya pohon inti, pohon indah, dan pohon dilindungi oleh pohon yang ditebang (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Secara garis besar rekapitulasi kerusakan dari tiap bentuk kerusakan pada plot menggunakan metode pemanenan CL dan RIL dapat dilihat pada Tabel 23 dan Tabel 24.
40
Tabel 23 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada plot penelitian menggunakan metode CL Persentase
Jumlah Pohon yang Rusak pada Plot ke-
Bentuk Kerusakan Rusak Tajuk LukaBatang Rusak Banir Miring Patah Batang Pecah Batang Roboh Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1 2 3
4 1 5 1 11
2 2 4
4 4 2 10
6 2 8
3 3
7 7
2 2 2 6
3 1 2 4 10
2 2 2 6
Jumlah (pohon) 24 2 1 5 31 0 5 68
Pohon yang Rusak (%) 35,29 2,94 1,47 7,35 45,59 0,00 7,35 100
Berdasarkan Tabel 23 diketahui bahwa bentuk kerusakan yang paling sering terjadi akibat kegiatan penebangan pada plot yang menggunakan metode penebangan CL adalah bentuk kerusakan patah batang dengan presentase 45,59% dan rusak tajuk sebesar 35,29%. Tabel 24 Bentuk kerusakan dan jumlah pohon yang rusak pada plot penelitian menggunakan metode RIL
Bentuk Kerusakan Rusak Tajuk Luka Batang Rusak Banir Miring Patah Batang Pecah Batang Roboh Total
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Jumlah (pohon)
Persentase Pohon yang Rusak (%)
5
1
-
3
3
2
2
3
1
2
22
42,31
-
1 2 1 5
1 -
3 1 7
2 1 2 1 4 3 7 11
1 1 4
- - - 3 1 - - 6 2
2 4
6 0 3 15 1 5 52
11,54 0,00 5,77 28,85 1,92 9,62 100
Jumlah Pohon yang Rusak pada Plot ke-
5
1
Tabel 24 menunjukkan bahwa bentuk kerusakan yang paling sering terjadi akibat kegiatan penebangan pada plot yang menggunakan metode penebangan RIL adalah bentuk kerusakan rusak tajuk dengan persentase 42,31% dan patah batang sebesar 28,85%.
41
Tabel 23 dan Tabel 24 menunjukkan bahwa kerusakan yang paling sering terjadi baik pada pemanenan kayu menggunakan metode CL maupun RIL adalah patah batang dan rusak tajuk, namun dalam persentase yang berbeda. Bentuk kerusakan ini disebabkan oleh banyaknya liana yang saling melilit dan besarnya hempasan ketika pohon yang ditebang menimpa individu pohon yang lainnya. Hasil pengamatan kerusakan tegakan tinggal pada kedua pengamatan ini sesuai dengan penelitian Elias (2002b) bahwa kerusakan tegakan tinggal paling banyak terjadi pada bentuk kerusakan rusak tajuk sebesar 49,45% dan patah batang sebesar 23,08% dari total pohon yang rusak. Berbeda dengan penelitian Matangaran (2003), kerusakan terbesar terjadi pada bentuk kerusakan pecah batang (42,15%) dan pohon roboh (28,47%). Kerusakan tajuk hanya sebesar 14,05%, rusak kulit 9,09% dan rusak banir 4,55%. Perbedaan hasil penelitian Elias, Matangaran dan penelitian ini dikarenakan oleh kerapatan awal tegakan dan intensitas pemanenan yang berbeda. Hasil perhitungan tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode CL dan RIL disajikan pada Tabel 25 dan Tabel 26. Tabel 25 Tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode CL Bentuk Kerusakan Rusak Tajuk Luka Batang Rusak Banir Miring Patah Batang Pecah Batang Roboh Total Rata-rata Persentase (%)
Berat 8 0 0 1 31 0 5 45 4,5 66,18
Tipe Kerusakan (pohon)* Sedang Ringan 8 8 2 0 0 1 4 14 9 1,4 0,9 20,59 13,24
Jumlah 24 2 1 5 31 0 5 68 6,8 100
Keterangan: * Kriteria kerusakan pohon menurut Elias (1993)
Berdasarkan Tabel 25, tipe kerusakan yang paling sering terjadi pada plot yang menggunakan metode pemanenan CL adalah tipe kerusakan berat sebanyak 4,50 pohon/ha atau sebesar 66,18% dari total seluruh kerusakan pohon yang terjadi akibat penebangan menggunakan metode CL diikuti tipe kerusakan sedang sebesar 20,59% dan tipe kerusakan ringan sebesar 13,24%.
42
Tabel 26 Tipe kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode RIL Bentuk Kerusakan Rusak Tajuk Luka Batang Rusak Banir Miring Patah Batang Pecah Batang Roboh Total Rata-rata
Berat 13 3 0 1 15 1 5 38 3,8
Persentase
73,07
Tipe Kerusakan (pohon)* Sedang Ringan 3 6 0 3 0 0 2 5 9 0,5 0,9 9,62
17,31
Jumlah 22 6 0 3 15 1 5 52 5,2 100
Keterangan: * Kriteria kerusakan pohon menurut Elias (1993)
Tabel 26 menunjukkan bahwa tipe kerusakan berat merupakan tipe kerusakan yang paling sering terjadi pada plot yang menggunakan metode pemanenan RIL dengan jumlah 3,80 pohon/ha atau sebesar 73,07% dari total seluruh pohon yang rusak akibat penebangan menggunakan metode RIL. Tipe kerusakan ringan berada setelahnya sebesar 17,31% dan diikuti tipe kerusakan sedang sebesar 9,62%. Berdasarkan Tabel 25 dan Tabel 26, persentase kerusakan berat paling besar terdapat pada plot menggunakan metode pemanenan RIL, namun dalam jumlah pohon/ha yang rusak lebih kecil. Data ini menunjukkan bahwa operator chainsaw telah
mengetahui
kaidah
RIL
dalam
proses
penebangan
pohon
untuk
meminimalkan kerusakan tegakan tinggal. Jumlah pohon/ha yang rusak telah berkurang
dari
metode
pemanenan
yang
sebelumnya
dilakukan
secara
konvensional. Tipe kerusakan berat yang terjadi pada penelitian baik pada plot menggunakan metode pemanenan CL maupun RIL ini sesuai dengan penelitian sebelumnya, yakni penelitian Elias (1997). Pada penelitian tersebut kerusakan yang paling tinggi terdapat pada tipe kerusakan berat. Luka berat yang dialami tegakan tinggal sebesar 28,99% untuk metode pemanenan CL dan 11,99% untuk metode pemanenan RIL. Penelitian Matangaran (2003) menunjukkan besarnya kerusakan pada tipe kerusakan berat sebesar 72,31% dari kerapatan awal, kerusakan sedang
43
sebesar 14,05% dan kerusakan ringan sebesar 13,64%.
Perbedaan persentase
kerusakan yang disebabkan oleh penebangan pada penelitian ini dan dua penelitian sebelumnya dapat disebabkan oleh perbedaan intensitas pemanenan dan kerapatan awal tegakan. Kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan menyebabkan distribusi kelas diameter mengalami perubahan dibandingkan sebelum penebangan. Dalam hal ini, setiap kelas diameter (kelas diameter 20 sampai 29 cm, 30 sampai 39 cm, 40 sampai 49 cm, dan lebih dari atau sama dengan 50 cm) yang diamati pada proses penebangan mengalami penurunan jumlah setiap ha, baik pada penebangan menggunakan metode CL maupun RIL. Besarnya penurunan jumlah tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL dan RIL dapat dilihat pada Tabel 27 dan Tabel 28. Tabel 27 Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap plot akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL
No Plot
Jumlah Pohon yang Ditebang (pohon/ha)
∑ Pohon Sebelum Ditebang
∑ Pohon Rusak
20-29
30-39
40-49
≥50
20-29
30-39
40-49
≥50
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
(cm)
11
7
2
1
2
-
-
1
2
19
2
7
24
9
8
6
7
4
-
-
3
3
14
13
6
5
-
2
2
-
4
9
8
15
14
7
3
5
2
-
5
5
14
7
6
7
4
1
3
-
6
2
15
2
5
4
1
2
-
-
7
4
8
5
27
7
3
3
1
-
8
3
6
2
11
13
1
3
2
-
9
6
3
8
18
18
1
5
4
-
6 78
9 111
10 79
2 23
1 28
3 17
0
7,80 4,12
11,10 6,55
7,90 4,44
2,56 1,89 19,66
2,80 1,40 35,90
2,43 0,90 15,32
0 0 0
10 6 6 Total 47 117 Ratarata/plot 4,70 11,70 Simpangan Baku 6,28 Persentase dari Kerapatan awal (%)
44
Tabel 28 Distribusi diameter pohon yang rusak dan persentase kerusakan setiap plot akibat penebangan padaplot menggunakan metode RIL Jumlah Pohon yang Ditebang (pohon/ha)
20-29 (cm)
30-39 (cm)
40-49 (cm)
≥50 (cm)
20-29 (cm)
30-39 (cm)
40-49 (cm)
≥50 (cm)
1
2
12
19
26
7
2
2
1
-
2
7
9
19
11
9
2
1
2
-
3
3
9
15
16
6
1
-
-
-
4
9
3
7
11
10
3
2
1
1
5
5
4
8
12
9
2
3
2
-
6
2
8
6
18
15
2
7
2
-
7
4
14
8
19
9
-
3
1
-
8
3
3
4
13
8
2
3
1
-
9
6
8
8
9
4
-
2
-
-
12 147
10 87
14
3 26
1 11
1
14,70 4,86
8,70 2,76
1,40 0,53 16,28
2,60 1,59 25,74
1,10 0,48 7,48
0,10 0 1,15
No Plot
∑ Pohon Sebelum Ditebang
10 6 16 7 Total 47 86 101 Ratarata/plot 4,70 8,60 10,10 Simpangan Baku 4,25 5,19 Persentase dari Kerapatan awal (%)
∑ Pohon Rusak
Berdasarkan Tabel 28, kerusakan yang terjadi pada tegakan dengan kelas umur 20 sampai 29 cm, 30 sampai 39 cm, 40 sampai 49 cm, dan lebih dari atau sama dengan 50 cm masing-masing sebesar 16,28%, 25,74%, 7,48%, dan 1,15% dari jumlah kerapatan awal pada masing-masing kelas umur pada metode pemanenan RIL. Sementara itu, pada Tabel 27 pemanenan menggunakan metode CL menyebabkan kerusakan tegakan untuk masing-masing kelas umur tersebut, yaitu: 19,66%, 35,9%, 15,32%, dan 0% (tidak terjadi kerusakan pada tegakan awal yang berdiameter lebih dari atau sama dengan 50 cm). Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada penelitian ini masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan penelitian Elias (1998) yang menyatakan besarnya kerusakan pohon pada kelas diameter 21 sampai 30 cm, 31 sampai 40 cm, dan 41 sampai 50 cm masing-masing sebesar 4,77%, 1,31%, dan 0,44%. Perbedaan kerusakan yang terjadi pada masingmasing kelas diameter tegakan tinggal pada penelitian ini dan penelitian sebelumnya terjadi karena perbedaan kerapatan awal tegakan.
45
5.3.2 Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat kegiatan penyaradan Penyaradan merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya kerusakan tegakan tinggal pada kegiatan pemanenan kayu selain penebangan. Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan berasal dari pohon yang mengalami kerusakan ketika pembuatan jalan sarad atau pada saat penyaradan kayu dari tunggak menuju TPn. Semakin luas keterbukaan areal yang terjadi akibat proses penyaradan, akan menyebabkan semakin banyak tegakan tinggal yang mengalami kerusakan. Hasil perhitungan kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal yang terjadi akibat penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL dan RIL seperti ditunjukkan pada Tabel 29 dan Tabel 30. Tabel 29 Kerusakan tegakan tinggal dan keterbukaan areal akibat penyaradan menggunakan metode CL Kerapatan Tegakan
Pohon yang Disarad
(pohon/ha)
(pohon/ha)
1
39
2
Pohon Rusak
Luas Keterbukaan Areal (m2)
Persentase Keterbukaan Areal* (%)
2
1120,75
11,21
5
47
7
714,19
7,14
4
3
38
3
955,53
9,56
4
4
44
9
1255,02
12,55
6
5
34
5
1201,57
12,02
4
6
26
2
881,22
8,81
3
7
47
4
742,11
7,42
4
8
32
3
1194,70
11,95
4
9
47
6
1264,14
12,64
6
31
6
826,31
8,26
3
38,50
4,70
1015,55
10,16
4,30
7,23
2,19
204,93
2,05
1,00
Plot
10 Rata-rata Simpangan Baku Keterangan:
* Lampiran 3
(pohon/ha)
46
Tabel 30 Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan menggunakan metode RIL Kerapatan Tegakan
Pohon yang Disarad
(pohon/ha)
(pohon/ha)
1
64
2
Pohon Rusak
4
Luas Keterbukaan Areal (m2) 870,74
Persentase Keterbukaan Areal* (%) 8,71
48
5
485,59
4,86
3
3
46
2
509,19
5,09
3
4
31
6
614,84
6,15
2
5
33
4
852,51
8,53
3
6
47
9
493,46
4,93
3
7
50
3
1068,39
10,68
5
8
28
4
708,77
7,09
2
9
29
3
919,89
9,20
3
10
45
4
493,62
4,94
3
42,10
4,40
701,70
7,02
3,30
10,96
1,85
202,83
2,03
1,19
Plot
Rata-rata Simpangan Baku Keterangan:
(pohon/ha) 6
* Lampiran 4
Keterbukaan areal yang dimaksud adalah luasan lahan yang terbuka akibat kegiatan penyaradan. Tabel 29 dan Tabel 30 menunjukkan keterbukaan areal akibat pembuatan jalan sarad. Pada pemanenan menggunakan metode CL rata-rata keterbukaan areal sebesar 10,16%, sedangkan pada pemanenan menggunakan metode RIL rata-rata keterbukaan areal sebesar 7,02%. Terjadi pengurangan keterbukaan lahan sebesar 3,14% per ha jika metode RIL diterapkan. Hasil ini sama dengan penelitian Suhartana (1996) menyatakan bahwa besarnya derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan yang direncanakan lebih kecil daripada derajat keterbukaan lahan rata-rata untuk penyaradan konvensional. Penelitian Suhartana (1996) menyatakan keterbukaan areal akibat penyaradan yang direncanakan berkisar antara 4 sampai 21% dengan nilai rata-rata 11,5%. Sedangkan keterbukaan lahan akibat penyaradan konvensional berkisar antara 7 sampai 25% dengan nilai rata-rata 15,17%. Perbedaan luas keterbukaan areal akibat penyaradan yang diperoleh dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya disebabkan oleh perbedaan banyaknya pohon yang disarad per ha dan perbedaan kelerengan lahan pada masing-masing plot.
47
Besarnya keterbukaan areal pada masing-masing plot memiliki luasan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain: kondisi kelerengan lapangan, kerapatan tegakan, intensitas pemanenan, dan faktor lain seperti operator bulldozer yang memiliki pengetahuan yang terbatas karena tidak dibekali dengan peta rencana pemanenan (pada plot menggunakan metode CL). Selain itu, operator bulldozer juga memiliki pengetahuan yang berbeda-beda terhadap metode pembuatan jalan sarad serta keterampilan pengoperasian alat yang berbeda-beda dan juga kemungkinan dipengaruhi oleh faktor alam seperti cuaca dan medan dengan kelerengan yang berbeda-beda. Besarnya keterbukaan akan mengakibatkan laju erosi semakin meningkat sehingga kesuburan tanah menurun karena terjadinya run off yang besar. Menurunnya tingkat kesuburan lahan akan berdampak pada menurunnya tingkat kesuburan tanah dan produktivitas hutan yang berakibat pada berkurangnya nilai ekonomis hutan itu sendiri. Diperkuat
dengan
hasil
uji
t
berpasangan
(Tabel
31)
untuk
membandingkan keterbukaan areal yang terjadi antara kedua metode pemanenan tersebut, menghasilkan t-hitung sebesar 3,810 yang lebih besar dari t-tabel sebesar 2,281 pada taraf nyata 99%. Selain itu, nilai P yang kurang dari 0,01 menyatakan bahwa terdapat perbedaan sangat nyata antara pemanenan menggunakan metode CL dan RIL. Dengan demikian ditinjau dari besarnya keterbukaan areal yang terjadi, metode pemanenan RIL lebih baik dari metode penebangan CL. Tabel 31 Analisis uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan RIL pada keterbukaaan areal Derajat Bebas Metode Pemanenan Rata-rata t Hitung P CL RIL
1015,554 701,70
9
3,900
0,004**
t(9;0,05) = 1,833 t(9;0,01) = 2,281 **sangat nyata (P < 0,01)
Perbedaan keterbukaan areal antara CL dan RIL menunjukkan bahwa perencanaan jalan sarad pada pemanenan menggunakan metode RIL mampu mengurangi luas keterbukaan areal oleh pergerakan bulldozer yang menyarad kayu dari tunggak menuju TPn. Pada pemanenan menggunakan metode RIL, jalur jalan sarad telah dibuat di lapangan. Operator bulldozer hanya perlu mengikuti tanda
48
tersebut pada kegiatan penyaradan sehingga pergerakan bulldozer lebih terarah. Dengan diketahuinya kedudukan pohon yang akan disarad serta sudah dibuatnya jalan sarad, maka operator bulldozer akan dengan mudah untuk mendatangi kayu tersebut. Pada penyaradan menggunakan metode CL, operator harus mencari log yang telah ditebang sehingga jalan sarad yang terbentuk lebih banyak dan panjang. Tidak adanya koordinasi antara operator chainsaw dan operator bulldozer juga menjadi penyebab semakin besarnya keterbukaan areal. 5.3.3 Kerusakan tegakan tinggal akibat kegiatan penebangan dan penyaradan Besarnya kerusakan total yang disebabkan oleh kegiatan penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL dapat dilihat pada Tabel 32. Tabel 32 Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode CL N
I
a
b
Pohon yang Rusak
Plot
Penebangan c
Penyaradan d
Kerusakan Tegakan Tinggal (%) Penebangan e e=c/(a-b)*100%
Penyaradan f f=d/(a-b)*100%
Total g g=e+f
1
39
2
3
5
8,11
13,51
21,62
2
47
7
11
4
27,50
10,00
37,50
3
38
3
7
4
20,00
11,43
31,43
4
44
9
10
6
28,57
17,14
45,71
5
34
5
8
4
27,59
13,79
41,38
6
26
2
3
3
12,50
12,50
25,00
7
47
4
7
4
16,28
9,30
25,58
8
32
3
6
4
20,69
13,79
34,48
9
47
6
10
6
24,39
14,63
39,02
10
31
6
6
3
24,00
12,00
36,00
38,50
4,70
7,10
4,30
20,96
12,81
33,77
7,23
2,19
2,62
1,00
6,52
2,18
7,38
Rata-rata Simpangan Baku
Keterangan : N = Jumlah pohon sebelum pemaenan/ha (pohon/ha) I = Intensitas pemanenann/ha (pohon/ha)
Kerusakan total terbesar setelah penebangan dan penyaradan menggunakan metode CL terjadi pada plot 4 dengan total kerusakan sebesar 45,71% atau sebesar 16 pohon/ha sedangkan kerusakan total terkecil terdapat pada plot 1 sebesar 21,62% (8 pohon/ha). Rata-rata kerusakan total yang terjadi pada plot penelitian menggunakan metode ini adalah 33,77% atau sebanyak 11,40 pohon/ha. Rata-rata intensitas pemanenan menggunakan metode ini adalah 4,70 pohon/ha yang mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 11,40 pohon/ha. Hal ini berarti
49
bahwa
setiap
pemanenan
1
pohon/ha
menggunakan
metode
CL
akan
mengakibatkan kerusakan tegakan tinggal sebanyak 2,42 pohon/ha. Perbedaan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan tersebut disebabkan oleh perbedaan intensitas pemanenan, kerapatan awal tegakan, dan kelerengan lapangan pada masing-masing plot. Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode RIL seperti ditunjukkan pada Tabel 33. Tabel 33 Kerusakan tegakan tinggal setelah penebangan dan penyaradan pada pemanenan menggunakan metode RIL Plot
N
I
a
b
Pohon yang Rusak
Kerusakan Tegakan Tinggal (%)
Penebangan
Penyaradan
Penebangan
Penyaradan
Total
c
d
e
f
g
e=c/(a-b)*100%
f=d/(a-b)*100%
g=e+f
1
64
4
5
6
8,33
10,00
18,33
2
48
5
5
3
11,63
6,98
18,60
3
46
2
1
3
2,27
6,82
9,09
4
31
6
7
2
28,00
8,00
36,00
5
33
4
7
3
24,14
10,34
34,48
6
47
9
11
3
28,95
7,89
36,84
7
50
3
4
5
8,51
10,64
19,15
8
28
4
6
2
25,00
8,33
33,33
9
29
3
2
3
7,69
11,54
19,23
10
45
4
4
3
9,76
7,32
17,07
42,10
4,40
5,20
3,30
15,43
8,79
24,21
10,96
1,85
2,68
1,19
9,41
1,61
9,40
Rata-rata Simpangan Baku
Keterangan : N = Jumlah pohon sebelum pemaenan/ha (pohon/ha) I = Intensitas pemanenann/ha (pohon/ha)
Berdasarkan Tabel 33, diketahui bahwa setelah kegiatan pemanenan dilakukan, kerusakan total terbesar terjadi pada plot 6 dengan kerusakan total sebesar 36,84% atau sebanyak 14 pohon/ha, sedangkan kerusakan total terkecil terdapat pada plot 3 dengan total kerusakan sebesar 9,09% atau sebanyak 4 pohon/ha.
Pemanenan
menggunakan
metode
RIL
pada
penelitian
ini
mengakibatkan rata-rata kerusakan tegakan tinggal sebesar 24,21% atau sebanyak 8,50 pohon/ha. Rata–rata intensitas pemanenan pada plot yang menggunakan metode RIL adalah 4,40 pohon/ha yang menyebabkan kerusakan rata-rata sebanyak 8,50 pohon/ha, sehingga untuk pemanenan 1 pohon/ha pada pemanenan
50
menggunakan metode RIL akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 1,93 pohon/ha. Pada masing-masing plot terdapat perbedaan besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Perbedaan ini disebabakan perbedaan intensitas pemanenan, kerapatan awal tegakan, dan kelerengan lapangan yang berbeda di setiap plot penelitian. Kerusakan tegakan tinggal yang besar menyebabkan penurunan jumlah pohon sehat yang berfungsi sebagai aset tegakan pada masa yang akan datang. Kedua metode pemanenan menunjukkan persentase kerusakan tegakan tinggal yang berbeda pada setiap ha. Sama halnya dengan mengurangi luas keterbukaan areal akibat penyaradan, pemanenan dengan menerapkan metode RIL mampu mengurangi kerusakan yang terjadi pada tegakan tinggal. Hal ini dilihat dari persentase kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada kedua metode pemanenan tersebut. Rata-rata kerusakan total yang terjadi pada pemanenan menggunakan metode CL adalah 33,77% atau sebanyak 11,40 pohon/ha, sedangkan rata-rata kerusakan total yang terjadi pada pemanenan menggunakan metode RIL adalah 24,21% atau sebanyak 8,50 pohon/ha. Ditinjau dari besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi, penerapan metode RIL pada pemanenan kayu lebih baik dibandingkan dengan pemanenan kayu menggunakan metode konvensional karena metode RIL mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56 % atau sebanyak 2,9 pohon per ha. 5.4
Hubungan antara Intensitas Pemanenan, Kerapatan Tegakan, dan Kelerengan Lahan Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal Faktor yang mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal, yaitu:
intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan. Semakin banyak pohon yang dipanen, kerapatan tegakan semakin tinggi dan kelerengan lahan semakin curam maka akan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal yang semakin besar. 5.4.1 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL Kerusakan tegakan tinggal pada masing-masing plot akibat pemanenan menggunakan metode CL seperti disajikan pada Tabel 34.
51
Tabel 34 Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan ada metode pemanenan CL Intensitas Plot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Baku
Pemanenan (Pohon/Ha) 2 7 3 9 5 2 4 3 6 6 4,70 2,19
Kerapatan Tegakan (Pohon/Ha) 39 47 38 44 34 26 47 32 47 31 38,50 7,23
Kelerengan Lahan (%) 18,54 26,10 24,21 25,05 30,83 24,00 40,28 31,94 63,25 69,02 35,32 16,42
Kerusakan Tegakan Tinggal (%) 21,62 37,50 31,43 45,71 41,38 25,00 25,58 34,48 39,02 36,00 33,77 7,38
Tabel 34 menunjukkan bahwa plot 4 memiliki intensitas pemanenan terbanyak sebanyak 9 pohon/ha dan menghasilkan kerusakan terbesar sebesar 45,71%. Namun jika dilihat dari kerapatan tegakan terbesar, yaitu: plot 2, plot 7, dan plot 9 dengan kerapatan awal sebanyak 47 pohon/ha, mengakibatkat kerusakan tegakan tinggal yang berbeda masing-masing 37,50%, 25,58%,dan 39,02%. Berbeda pula dengan kelerengan, kelerengan paling curam berada pada plot 10 sebesar 69,02%. Kerusakan tegakan tinggal pada plot ini adalah sebesar 36%. Persamaan linier berganda hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL dinyatakan dalam persamaan regresi, sebagai berikut: ŷ = 29,591 + 3,369 x - 0,291 x - 0,012 x
(R2 = 74,48%)
Dimana: ŷ = Kerusakan tegakan tinggal (%) x = Intesitas penebangan (pohon/ha) x = Kerapatan tegakan (pohon/ha) x = Kelerengan lahan (%). Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 74,48%, artinya sebesar 74,48% keragaman kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode CL dapat dijelaskan oleh intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan, sedangkan selebihnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain.
52
Berdasarkan koefisien determinasi ini, dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena dapat menerangkan peubah respon dengan baik. Tabel 35 menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal memiliki hubungan yang nyata dengan minimal satu peubah penduga. Ini dilihat dari nilai P yang diperoleh dari ketiga peubah terhadap kerusakan tegakan tinggal sebesar 0,023, dimana nilai ini lebih kecil dari alpha yang ditentukan (0,05) dan juga nilai F hitung yang lebih besar dibandingkan dengan F tabel. Untuk mengetahui hubungan setiap peubah penduga terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi dilakukan uji-t. Tabel 35 Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan ada metode pemanenan CL Sumber Keragaman Regresi Galat Total
Derajat Bebas 3 6 9
Jumlah Kuadrat 421,935 122,667 544,601
Kuadrat Tengah 140,645 20,444
F Hitung
P
6,879
0,023*
* nyata (P < 0,05) F(3;6)0,05 = 4,76
Hasil uji-t pada tabel 36 menyatakan bahwa faktor yang sangat nyata mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal adalah intesitas pemanenan dimana nilai P lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan nilai t-hitung nya lebih besar daripada nilai t-tabel. Sedangkan kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal setelah dijelaskan oleh intensitas pemanenan (P < 0,01). Tabel 36 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal Peubah Penduga Intensitas pemanenan Kerapatan tegakan Kelereng lahan tn
tidak nyata ** sangat nyata t6;0,025 = 2,447 t6;0,005 = 3,707
t Hitung 4,197** -1,253tn -0,137tn
P 0,006 0,257 0,895
53
5.4.2 Hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL Kerusakan tegakan tinggal pada masing-masing plot akibat pemanenan menggunakan metode RIL seperti disajikan pada Tabel 37. Tabel 37 Besarnya kerusakan tegakan tinggal intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan pada metode pemanenan RIL Intensitas Plot
Pemanenan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Rata-rata Simpangan Baku
(Pohon/Ha) 4 5 2 6 4 9 3 4 3 4 4,40 1,85
Kerapatan Tegakan (Pohon/Ha) 64 48 46 31 33 47 50 28 29 45 42,10 10,96
Kelerengan Lahan (%) 59,40 55,90 44,40 47,60 50,00 44,53 28,76 46,53 32,33 63,87 47,33 10,43
Kerusakan Tegakan Tinggal (%) 18,33 18,60 9,09 36,00 34,48 36,84 19,15 33,33 19,23 17,07 24,21 9,40
Berdasarkan Tabel 37 dilihat bahwa plot 6 adalah plot dengan intensitas pemanenan tertinggi yaitu sebanyak 9 pohon/ha dan menyebabkan kerusakan tegakan tinggal terbesar sebesar 36,84%. Berbeda dengan plot yang memiliki kerapatan tegakan tertinggi sebesar plot 1 dengan kerapatan tegakan sebanyak 64 pohon/ha. Pada plot 1 kerusakan tegakan tinggal adalah 18,33%. Jika dilihat dari kelerengan lahan, plot 10 merupakan plot dengan kelerengan paling curam, tetapi kerusakan tegakan pada plot ini adalah 17,07%. Persamaan linier berganda hubungan antara intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL dinyatakan dalam persamaan regresi, sebagai berikut: ŷ = 26,774 + 3,598 x - 0,440 x + 0,003x Dimana: ŷ = Kerusakan tegakan tinggal (%) x = Intesitas penebangan (pohon/ha) x = Kerapatan tegakan (pohon/ha) x = Kelerengan lahan (%)
(R2 = 74,72%)
54
Koefisien determinasi yang diperoleh adalah 74,72%, artinya keragaman kerusakan tegakan tinggal pada pemanenan menggunakan metode RIL dapat dijelaskan oleh intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahansebesar 74,72%, dan selebihnya dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain. Berdasarkan koefisien determinasi ini, dapat disimpulkan bahwa model dugaan yang didapatkan cukup baik karena dapat menerangkan peubah respon dengan baik. Adapun hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 Hasil analisis ragam hubungan kerusakan tegakan tinggal dengan intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan ada metode pemanenan RIL Sumber Keragaman Regresi Galat Total
Derajat Bebas 3 6 9
Jumlah Kuadrat 659,900 223,322 883,222
Kuadrat Tengah 219,967 37,220
F Hitung
P
5,910
0,032*
* nyata (P < 0,05) F(3;6)0,05 = 4,76
Berdasarkan Tabel 38 dapat dilihat bahwa kerusakan tegakan tinggal memiliki hubungan yang nyata dengan minimal satu peubah penduga. Nilai P yang diperoleh dari ketiga peubah terhadap kerusakan tegakan tinggal adalah 0,032, dimana nilai ini lebih kecil dari alpha yang ditentukan (0,05). Nilai F hitung juga yang lebih besar dibandingkan dengan F tabel menjelaskan hal tersebut. Untuk mengetahui hubungan tiap peubah penduga terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal dilakukan uji-t. Tabel 39 Hubungan antar peubah dengan besarnya kerusakan tegakan tinggal Peubah Penduga Intensitas Pemanenan Kerapatan Tegakan Kelereng Lahan
t Hitung 3,401* -2,363 tn 0,015 tn
P 0,014 0,056 0,989
tn
tidak nyata * nyata t6;0,025 = 2,447 t6;0,005 = 3,707
Uji-t yang dilakukan menyatakan bahwa intesitas pemanenan merupakan faktor yang sangat nyata mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal. Nilai P peubah ini lebih kecil dari nilai alpha yang ditentukan dan nilai t-hitung nya lebih besar daripada nilai t-tabel. Sedangkan kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak
55
berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal setelah dijelaskan oleh intensitas pemanenan (P < 0,01). Dari dua persamaan regresi linear berganda, yang diperoleh dari hasil analisis hubungan antarpeubah pada masing-masing metode pemanenan CL dan RIL, dapat diketahui bahwa intensitas pemaenan menjadi peubah yang sangat mempengaruhi terjadinya kerusakan tegakan tinggal. Derajat kerusakan tegakan tinggal yang terjadi akibat pemanenan kayu dapat dimengerti karena semakin banyak pohon ditebang maka akan lebih banyak pohon yang terkena dampak akibat rebahnya pohon. Begitu pula pada proses penyaradan, semakin banyak pohon disarad, maka gerakan-gerakan traktor akan semakin intensif untuk mendatangi dan menyarad kayu. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Elias (2002b) yang menyatakan kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan per satuan luas sangat tergantung dari intensitas pemanenan. Semakin tinggi intensitas pemanenan, maka kerusakan tegakan tinggal akan semakin meningkat. Namun, bukan berarti kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak berpengaruh terhadap kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Muhdi (2001) menyatakan bahwa faktor kelerengan mempunyai peranan penting pada pergeseran kayu saat penyaradan berlangsung. Pada kondisi lapangan yang miring, bulldozer menggunakan pisaunya untuk memperoleh jalan sarad yang lebih landai dan untuk mendorong kayu yang disarad. 5.5 Pengaruh Penerapan Metode RIL pada Pemanenan Kayu Terhadap Kerusakan Tegakan Tinggal Rata-rata kerusakan tegakan tinggal pada penebangan menggunakan metode CL dan RIL adalah 7,10 pohon/ha (20,96%) dan 5,20 pohon/ha (15,43%). Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada penebangan menggunakan metode RIL lebih kecil dibandingkan dengan penebangan menggunakan metode CL. Penerapan metode RIL pada proses penebangan mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 1,90 pohon/ha (5,53%). Hasil penelitian Suhartana (2001) menunjukkan bahwa kerusakan tegakan tinggal rata-rata untuk penebangan terkendali sebesar 7,05% dan untuk konvensional rata-rata sebesar 11,7%. Terjadi penurunan sebesar 4,70 % bila teknik penebangan terkendali digunakan.
56
Pada kegiatan penyaradan, rata-rata kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada plot yang menggunakan metode penyarandan CL dan RIL adalah 4,3 pohon/ha (12,81%) dan 3,30 pohon/ha (8,79%). Metode penyaradan RIL mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 1 pohon/ha (4,18%). Jika dilihat dari penelitian terdahulu oleh Sukadaryati et al. (2002) menunjukkan bahwa metode penyaradan terkendali lebih baik daripada metode penyaradan konvensional.Pada penelitian ini, kerusakan tegakan tinggal yang diakibatkan sistem penyaradan konvensional pada rata-rata kerapatan tegakan dan jumlah pohon yang disarad serta kelerengan berturut-turut sebesar 231,6 pohon/ha da 6,2 pohon/ha serta 16% akan menimbulkan kerusakan tegakan tinggal rata-rata sebesar 45 pohon/ha atau sekitar 20,2%. Sementara itu, kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan terkendali pada kondisi kerapatan tegakan tinggal dan jumlah pohon yang disarad relatif sama (ratarata kerapatan tegakan 239,6 pohon/ha; rata-rata pohon yang disarad 6,2 pohon/ha) menimbulkan rata-rata kerusakan tegakan tinggal relative lebih rendah,yaitu sebesar 26,4 pohon/ha atau 11,3%. Ini berarti penyaradan secara terkendali mampu menurunkan tingkat kerusakan tegakan tinggal sebesar 18,6 ≈ 19 pohon/ha atau sebesar 8,9%. Hasil uji t berpasangan (Tabel 40) menunjukkan bahwa metode RIL dan CL pada penelitian ini menimbulkan dampak kerusakan tegakan tinggal yang berbeda nyata pada taraf 95% karena nilai t hitung lebih besar dari t tabel. Hal ini berarti tingkat kerusakan tegakan tinggal yang ditimbulkan sangat tergantung pada metode pemanenan yang digunakan, dimana dalam hal ini metode RIL menimbulkan kerusakan tegakan tinggal yang lebih rendah (lebih baik) daripada metode CL. Tabel 40 Hasil uji t berpasangan untuk pemanenan menggunakan metode CL dan RIL pada kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan dan penyaradan Rata-rata Derajat Bebas Metode Pemanenan t Hitung P 33,773 CL 2,829 0,020* 9 24,214 RIL t(9;0,05) = 1,833 *nyata (P < 0,05)
Penelitian terdahulu (Suhartana & Krisdianto 2005) menyatakan kerusakan tegakan tinggal penebangan dengan teknik serendah mungkin dan teknik konvensional berbeda sangat nyata pada taraf 99%. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya, namun pada taraf nyata yang berbeda. Hal ini
57
disebabkan oleh kerapatan awal, intensitas pemanenan dan kelerengan yang berbeda. Penerapan metode RIL pada pemanenan kayu lebih baik daripada metode CL karena metode RIL dapat menurunkan kerusakan tegakan tinggal sebesar 9,56 % atau sebanyak 2,9 pohon per ha. Hal ini juga akan berpengaruh pada peningkatan efisiensi perusahaan karena mampu menyimpan aset berupa tegakan tinggal sebesar 9,56%.
58
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Kegiatan pemanenan kayu dapat menimbulkan kerusakan pada tegakan tinggal. Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi diklasifikasikan ke dalam tiga kategori, yaitu: kerusakan ringan, kerusakan sedang, dan kerusakan berat. Tingkat kerusakan paling besar yang terjadi baik pada metode pemanenan CL maupun RIL adalah tipe kerusakan berat. Faktor yang mempengaruhi kerusakan tegakan tinggal pada proses pemanenan baik pada pemanenan menggunakan metode CL maupun RIL, yaitu: intensitas pemanenan, kerapatan tegakan, dan kelerengan lahan. Namun yang paling berpengaruh nyata adalah intensitas pemanenan. Sementara kerapatan tegakan dan kelerengan lahan tidak berpengaruh nyata terhadap besarnya kerusakan tegakan tinggal yang terjadi. Rata-rata kerusakan total yang terjadi pada pemanenan menggunakan metode CL adalah 33,77% atau sebanyak 11,40 pohon/ha sedangkan rata-rata kerusakan total yang terjadi pada pemanenan menggunakan metode RIL adalah 24,21% atau sebanyak 8,50 pohon/ha. Kerusakan tegakan tinggal yang terjadi pada pemenenan menggunakan metode RIL lebih kecil dibandingkan dengan pemanenan menggunakan metode CL. Penerapan metode RIL mampu mengurangi kerusakan tegakan tinggal sebesar 2,90 pohon/ha (9,56%).
6.2 Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai besarnya emisi karbon yang terjadi akibat penebangan dan penyaradan menggunakan metode CL dan RIL yang berasal dari kayu yang dipanen baik berupa log yang dimanfaatkan menjadi produk-produk olahan kayu maupun berupa limbah yang tertinggal di dalam hutan agar dapat diketahui besarnya penurunan emisi karbon yang dapat berkurang dengan menerapkan metode RIL pada pemanenan kayu.
59
DAFTAR PUSTAKA Departemen Kehutanan. 1990. Pedoman dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Silvikultur Tebang Indonesia (TPTI). Direktorat Jendral Pengusahaan Hutan. Jakarta. Dulsalam, Sukanda, Ishak S. 1989. Kerusakan tegakan tinggal akibat penyaradan dengan traktor pada berbagai tingkat kerapatan tegakan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 6 (6): 349-352. Elias. 1993. Kerusakan tegakan tinggal pada hutan tropika basah akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI. Rimba Indonesia 29 (3-4): 32-28. Elias. 1997. Conventional versus Reduce Iimpact Wood Harvesting in tropical natural forest in Indonesia. Jurnal Teknologi Hasil Hutan 10 (1): 5-9. Elias. 1998. Reduced Impact Timber Harvesting in the Indonesian Selective Cutting and Planting Sistem. IPB Press. Bogor. Elias. 2002a. Buku 2 : Reduced Impact Logging. IPB Press. Bogor. Elias. 2002b. Rasionalitas kegiatan logging dan kondisi umum struktur tegakan yang boleh ditebang dalam pengelolaan hutan alam tropika di Indonesia. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 15(1): 33-47 Elias. 2008. Pembukaan Wilayah Hutan. IPB Press. Bogor. Ernayati, Nina J. 2004. Keragaman jenis tingkat pancang pada kawasan bekas pembalakan dengan sistem konvensional dan RIL (Reduce Impact Logging) di PT. Inhutani I Labanan. Jurnal Penelitian dan Konservasi Alam 1 (3): 251-271. Matangaran JR. 2003. Natural regeneration and stand damage after logging operation. Jurnal Penelitian Hasil Hutan 16 (2): 63-69. Muhdi. 2001.Studi kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan teknik pemanenan kayu berdampak rendah dan konvensional di hutan alam (studi kasus di HPH PT. Suka Jaya Makmur, Kalimanta Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nugraha A, Hari P, Hasbillah, Petrus G, Rahardjo B. 2007. Pembalakan Ramah Lingkungan. Wana Aksara. Tangerang. PT. Ratah Timber. 2010. Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (RKUPHHK) pada Hutan Alam Periode Tahun 2010- 2045. Kutai Barat. PT. Ratah Timber. Kalimantan Timur. Suhartana S. 1996. Minimasi keterbukaan lahan melalui penyaradan yang direncanakan: kasus di dua perusahaan hutan di Kalimantan Timur. Buletin Penelitian Hasil Hutan 14 (10): 444-453. Suhartana S. 2001. Pengaruh penebangan terkendali dan konvensional terhadap kerusakan tegakan tinggal dan produktivitas kerja. Buletin Penelitian Hasil Hutan 19 (4): 219-230. Suhartana S, Krisdianto. 2005. Minimizing residual stand damage and felling cost using lowest possible felling technique (a case study in one logging company in West Kalimantan). Journal of Forestry Research 2 (1): 1-10.
60
Sukadaryati, Dulsalam, Sinaga M. 2002. Kerusakan tegakan tinggal, keterbukaan lahan, pergeseran tanah dan biaya pada penyaradan terkendali. Buletin Penelitian Hasil Hutan 20 (5): 379-399. Sukanda. 1995. Penentuan faktor eksploitasi, limbah kayu dan kerusakan tegakan tinggal akibat pemanenan kayu dengan sistem TPTI studi kasus di areal kerja HPH PT. Narkata Rimba Kalimantan Timur [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Suparto RS. 1997. Pemanenan Kayu. IPB Press. Bogor.
61
LAMPIRAN
62
Lampiran 1 Pohon layak tebang berdasarkan LHC pada plot CL No Petak/ Plot 1/J15
No. Pohon
Jenis Pohon
1280 1094
Meranti Merah Meranti Merah
Dbh (cm) 55 51
Dimensi Pohon Tbc Volume (m) (m3) 17 2,827 16 2,288
2/J15
1274 1110 1111 1077 1083 1088 1091
Medang Bintangur Meranti Merah Jabon Medang Meranti Merah Meranti Merah
70 70 80 50 90 60 65
20 20 24 16 23 19 17
5,388 5,388 8,445 2,199 10,242 3,760 3,949
3/J15
1069 1070 1071 932 900 903
Meranti Merah Jabon Meranti Merah Jabon Jabon Meranti Merah
70 50 55 55 58 75
20 16 18 18 17 21
5,388 2,199 2,994 2,994 3,144 6,494
Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang
4/J15
775 774 779 738 633 636 637 638 640 642 604
Meranti Merah Meranti Merah Jabon Binuang Meranti Merah Bangkirai Meranti Merah Meranti Putih Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah
75 75 60 50 58 74 55 55 55 50 50
20 20 20 17 20 20 17 17 16 18 16
6,185 6,185 3,958 2,337 3,699 6,021 2,827 2,827 2,661 2,474 2,199
Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang
5/J15
759 768 769 624 628 631 607
Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Bangkirai
85 55 95 70 60 55 50
22 16 24 20 20 17 16
8,739 2,661 11,908 5,388 3,958 2,827 2,199
Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang
6/J15
748 746 617 612
Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Mersawa
75 80 70 90
23 20 20 25
7,113 7,037 5,388 11,133
Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang
7/J5
1022 1025 1052 1055 1059 1101 1154
Meranti Merah Meranti Merah Kapur Kapur Meranti Putih Kapur Meranti Merah
50 50 70 60 99 90 83
17 20 20 17 23 20 17
2,337 2,749 5,388 3,365 12,393 8,906 6,439
Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang
8/J5
973
Meranti Kuning
99
22
Keterangan Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang
11,854
Tidak ditebang
63
Lampiran 1 (lanjutan). No Petak/ Plot
No. Pohon
Jenis Pohon
Dbh (cm) 50 50 60 195 70 50 90 100
Dimensi Pohon Tbc Volume (m) (m3) 16 2,199 17 2,337 18 3,563 27 56,445 23 6,196 20 2,749 20 8,906 20 10,996
Keterangan
974 979 1018 1019 1020 1021 1065 1066
Kapur Meranti Merah Meranti Putih Mesap Meranti Putih Medang Meranti Putih Meranti Putih
Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang
9/J5
987 988 991 1015 1069 1071 1072 1075 1076 1089 1093 1171 1172 1173
Meranti Putih Meranti Putih Kapur Meranti Putih Kapur Kapur Kapur Mesap Meranti Putih Medang Kapur Meranti Kuning Meranti Kuning Meranti Kuning
90 100 70 100 69 50 70 60 50 60 50 80 79 80
24 23 18 20 20 18 20 20 18 17 19 23 24 23
10,688 12,645 4,849 10,996 5,235 2,474 5,388 3,958 2,474 3,365 2,611 8,093 8,235 8,093
Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang
10/J5
998 999 1001 1003 1007 1079 1085 1086 1087
Meranti Putih Meranti Putih Meranti Merah Meranti Putih Meranti Putih Kapur Meranti Merah Meranti Merah Kapur
70 70 74 70 80 50 90 60 100
20 20 21 20 21 19 20 18 20
5,388 5,388 6,322 5,388 7,389 2,611 8,906 3,563 10,996
Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang
64
Lampiran 2 Pohon layak tebang berdasarkan LHC pada plot RIL No Petak/ Plot 1/P38
No. Pohon
Jenis Pohon
1985 2089 2101 2139 2150 2253 2258 2326
Kapur Kapur Jabon Meranti Merah Meranti Merah Jabon Meranti Batu Meranti Merah
Dbh (cm) 50 75 70 50 50 55 50 63
Dimensi Pohon Tbc Volume (m) (m3) 18 2,474 22 6,804 22 5,927 18 2,474 18 2,474 18 2,994 18 2,474 18 3,928
2/P38
2083 2157 2161 2238 2239 2244 2248 2336 2340
Medang Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Kapur Medang Jabon Meranti Merah
50 60 50 57 50 69 60 50 70
18 20 18 18 18 20 20 18 22
2,474 3,958 2,474 3,215 2,474 5,235 3,958 2,474 5,927
Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang
3/P38
2000 2070 2162 2358
Meranti Merah Meranti Merah Meranti Batu Medang
60 63 59 57
20 20 18 18
3,958 4,364 3,445 3,215
Tidak ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang
4/P38
2006 2007 2060 2062 2066 2170 2176 2361 2364
Meranti Merah Kapur Medang Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Meranti Merah Nyatoh Meranti Merah
50 65 55 90 90 63 55 50 50
18 20 18 27 27 20 18 18 18
2,474 4,646 2,994 12,024 12,024 4,364 2,994 2,474 2,474
Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang
5/P38
2009 2052 2055 2056 2177 2178 2180 2366 2368
Kapur Meranti Merah Meranti Merah Meranti Putih Meranti Putih Meranti Merah Meranti Merah Bintangur Meranti Putih
80 50 55 60 100 60 70 51 100
24 18 18 20 28 20 22 18 28
8,445 2,474 2,994 3,958 15,394 3,958 5,927 2,574 15,394
Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang
6/P36B
75 87 90 94 118 122 129 190 193
Jabon Nyatoh Meranti Merah Jabon Meranti Merah Meranti Merah Meranti Kuning Meranti Putih Meranti Merah
60 60 70 55 75 70 68 50 75
22 20 23 17 22 23 21 18 22
4,354 3,958 6,196 2,827 6,804 6,196 5,339 4,473 6,804
Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang
Keterangan Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang
65
Lampiran 2 (lanjutan). No Petak/ Plot
No. Pohon
Jenis Pohon
Dbh (cm) 78
Dimensi Pohon Tbc Volume (m) (m3) 22 7,359
Keterangan
194
Bangkirai
Ditebang
7/P36B
196 197 202 205 265 278 394 401
Bangkirai Meranti Merah Kelumpai Melahaq Bangkirai Meranti Putih Meranti Putih Meranti Putih
50 60 65 80 75 100 57 75
17 22 22 16 23 26 22 23
2,3366 4,3520 5,1076 5,6269 7,1092 14,2870 3,9277 7,1092
Ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Tidak ditebang Tidak ditebang
8/P36B
215 257 283 376 379 402 524
Bunyau Nyalin Meranti Putih Meranti Putih Meranti Merah Medang Kayu Pasang
60 55 90 150 70 95 65
17 18 23 27 22 25 20
3,365 2,994 10,242 33,399 5,927 12,404 4,646
Tidak ditebang Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang
9/P36B
778 688 806
Meranti Kuning Meranti Putih Meranti Kuning
100 150 75
27 27 23
14,844 33,399 7,113
Ditebang Ditebang Ditebang
10/P36B
940 942 946 968 1069 1095
Kayu Pasang Meranti Kuning Meranti Kuning Meranti Putih Meranti Putih Meranti Putih
55 100 95 78 75 70
20 27 26 22 23 22
3,326 14,844 12,901 7,359 7,113 5,927
Tidak ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Ditebang Tidak ditebang
66
Lampiran 3 Rekapitulasi keterbukaan areal jalan sarad pada plot CL Plot
Panjang Jalan Sarad
Lebar jalan sarad
Luas jalan sarad
(m)
rata-rata (m)
(m2)
J15/1
78,2
5,02
392,56
25,67
4,61
118,34
64,013
6,08
389,20
40,264
5,48
220,65
2
Total (m )
1120,75
Total (Ha)
0,11
% Keterbukaan
11,21
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
38,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/2
4,26 106,331
5,31
564,62
30,035
4,98
149,57
2
Total (m )
714,19
Total (Ha)
0,07
% Keterbukaan
7,14
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
46,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/3
3,29 66,2
5,08
336,30
73,507
4,75
349,16
52,34
5,16
270,07
2
Total (m )
955,53
Total (Ha)
0,10
% Keterbukaan
9,56
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
37,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/4
3,54 87,95
4,59
403,69
76,41
4,85
370,59
30,102
6,11
183,92
59,01
5,03
296,82
2
Total (m )
1255,02
Total (Ha)
0,13
% Keterbukaan
12,55
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
43,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/5
5,40 20,985
6,54
137,24
103
4,95
731,30
67,279
7,1
333,03
67
Lampiran 3 (lanjutan). Plot
Panjang Jalan Sarad
Lebar jalan sarad
Luas jalan sarad
(m)
rata-rata (m)
(m2)
Total (m2)
1201,57
Total (Ha)
0,12
% Keterbukaan
12,02
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
33,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/6
3,97 140,039
5,79
810,83
12,893
5,46
70,40
2
Total (m )
881,22
Total (Ha)
0,09
% Keterbukaan
8,81
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
25,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/7
2,20 15,563
4,53
70,50
128,169
5,24
671,61
2
Total (m )
742,11
Total (Ha)
0,07
% Keterbukaan
7,42
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
46,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/8
3,41 95,426
6,68
637,45
100,045
5,57
557,25
2
Total (m )
1194,70
Total (Ha)
0,12
% Keterbukaan
11,95
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
31,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) J15/9
2
3,70 103,185
5,04
520,05
83,711
6,28
525,71
31,02
7,04
218,38
Total (m )
1264,14
Total (Ha)
0,13
% Keterbukaan
12,64
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
46,00
∑ Pohon Rusak (Pohon)
5,82
68
Lampiran 3 (lanjutan). Plot
Panjang Jalan Sarad
Lebar jalan sarad
Luas jalan sarad
(m)
rata-rata (m)
(m2)
J15/10 2
60,837
7,25
441,07
61,936
6,22
385,24
Total (m )
826,31
Total (Ha)
0,08
% Keterbukaan
8,26
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha) ∑ Pohon Rusak (Pohon)
30,00 2,48
69
Lampiran 4 Rekapitulasi keterbukaan areal jalan sarad pada plot RIL Plot
Panjang Jalan Sarad
Lebar jalan sarad
Luas jalan sarad
(m)
rata-rata (m)
(m2)
P38/1
102,76
5,59
574,43
51
5,81
296,31
2
Total (m )
870,74
Total (Ha)
0,09
% Keterbukaan
8,71
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
64,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P38/2
5,57 97,509
4,98
2
485,59
Total (m )
485,59
Total (Ha)
0,05
% Keterbukaan
4,86
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
48,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P38/3
2,33 90,764
5,61
2
509,19
Total (m )
509,19
Total (Ha)
0,05
% Keterbukaan
5,09
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
46,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P38/4
2,34 110,583
5,56
614,84
Total (m2)
614,84
Total (Ha)
0,06
% Keterbukaan
6,15
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
31,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P38/5
1,91 28,256
6,34
179,14
111,855
6,02
673,37
Total (m2)
852,51
Total (Ha)
0,09
% Keterbukaan
8,53
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
33,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P36B/6
2,81 47,314
4,88
230,89
34,851
6,08
211,89
9
5,63
50,67
70
Lampiran 4 (lanjutan). Plot
Panjang Jalan Sarad
Lebar jalan sarad
Luas jalan sarad
(m)
rata-rata (m)
(m2)
Total (m2)
493,46
Total (Ha)
0,05
% Keterbukaan
4,93
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
52,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P36B/7
2,57 88,973
5,12
455,54
104,94
5,84
612,85
2
Total (m )
1068,39
Total (Ha)
0,11
% Keterbukaan
10,68
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
42,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P36B/8
4,49 80,59
6,49
523,03
13
6,24
81,12
20,12
5,2
104,62
2
Total (m )
708,77
Total (Ha)
0,07
% Keterbukaan
7,09
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
28,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P36B/9
1,98 35,259
5,98
210,85
77
6,05
465,85
12
4,4
52,80
38,079
5
190,40
Total (m2)
919,89
Total (Ha)
0,09
% Keterbukaan
9,20
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha)
29,00
∑ Pohon Rusak (Pohon) P36B/10
2
2,67 57
5,3
302,10
31,3
6,44
201,57
42
4,9
205,80
42
4,56
191,52
Total (m )
493,62
Total (Ha)
0,05
% Keterbukaan
4,94
∑ Kerapatan Awal (Pohon/Ha) ∑ Pohon Rusak (Pohon)
45,00 2,22
71
Lampiran 5 Rekapitulasi kerusakan pada kegiatan penebangan pada plot CL No
Pohon Tebangan
Volume Pohon
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
(Data LHC)
Petak/ Plot
No. Pohon
Jenis
J15/1
1280 1094
Meranti Merah
d (cm) 55
T (m) 17
V (m3) 2,825
Meranti Merah
51
16
2,287
N
1
d (cm)
Luka Batang/ Rusak Kulit d N (cm)
Rusak Banir N
d (cm)
Patah Batang
Miring N
d (cm)
N
d (cm)
25
Pecah Batang N
d (cm)
Roboh
1
d (cm) 30
1
36
N
Jumlah pohon rusak 1,00 2,00
Sub total
3,00
Rata-rata
1,50
J15/2
1088
Meranti Merah
60
19
3,759
0,00
1083
Medang
90
23
10,24
1274
Medang
70
20
5,385
1110
Bintangur
70
20
5,385
1111
Meranti Merah
80
24
8,441
1
1077
Jabon
50
18
2,474
2
1091
Meranti Merah
65
21
4,878
1 1
20
20
1
2,00
1
22
1,00
22
2
32,5
3,00
21
1
35
3,00 0,00 11,00 1,57
900
Jabon
58
17
3,142
903
Meranti Merah
75
21
6,491
932
Jabon
55
18
2,992
774
Meranti Merah
75
20
6,182
1 1
30 41
1,00 1
30
1,00
1
40
2,00 4,00 1,33
1
26
1,00
Sub total Rata-rata J15/4
2,00
25
Sub total Rata-rata J15/3
30
1
72
Lampiran 5 (lanjutan). Pohon Tebangan
Volume Pohon
No Petak/
No.
Plot
Pohon
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
(Data LHC) Jenis
d
T
V 3
(cm)
(m)
(m )
642
Meranti Merah
45
17
1,893
738
Binuang
48
16
2,027
N 1
d (cm)
Luka Batang/ Rusak Kulit N
d (cm)
Rusak Banir N
d (cm)
Miring N
d (cm)
Patah Batang N
(cm)
N
d (cm)
Roboh N
d
Jumlah pohon rusak
(cm)
30
1,00 1
1
d
Pecah Batang
35
20
2
30
3,00
640
Meranti Merah
50
18
2,474
637
Meranti Merah
50
17
2,337
1,00 0,00
638
Meranti Putih
55
17
2,827
0,00
604
Meranti Merah
47
17
2,065
1
30
636
Bangkirai
74
20
6,018
1
40
633
Meranti Merah
58
20
3,897
1,00 1
35
2,00
1
49
1,00
Sub total
10,00
Rata-rata
1,11
J15/5
624
Meranti Merah
70
20
5,385
628
Meranti Merah
60
20
3,958
0,00 1
37
1
41
759
Meranti Merah
85
22
8,375
2
42,5
2,00
768
Meranti Merah
55
20
3,326
2
26
2,00
607
Bangkirai
50
19
2,611
1
26
1
22
Sub total Rata-rata J15/6
2,00
2,00 8,00 1,60
748 746
Meranti Merah Meranti Merah
75 65
23 20
7,019 4,463
1 2
20 33,5
1,00 2,00
Sub total
3,00
Rata-rata
1,50
73
Lampiran 5 (lanjutan). Pohon Tebangan
Volume Pohon
No Petak/
No.
Plot
Pohon
J5/7
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
(Data LHC) Jenis
d
T
V 3
(cm)
(m)
(m )
N
d (cm)
Luka Batang/
Rusak Banir
Rusak Kulit N
d (cm)
N
d (cm)
Patah Batang
Miring N
d (cm)
N
d (cm)
Pecah Batang N
d (cm)
Roboh N
d
Jumlah pohon rusak
(cm)
1154
Meranti Merah
83
17
6,486
3
29,75
3,00
1052
Kapur
70
20
5,385
2
27,5
2,00
1055
Kapur
60
17
3,363
2
30,67
2,00
1022
Meranti Merah
49
17
2,243
0,00
Sub total
7,00
Rata-rata
1,75
J5/8
1020
Meranti Putih
70
23
6,193
974
Terap
60
20
3,956
979
Meranti Merah
50
17
2,386
1 1
44
1
20
1
48
2,00 2
30,5
35
1,00
Sub total Rata-rata J5/9
6,00 2,00 987 988
Meranti Putih Meranti Putih
90 100
24 23
10,682 12,639
1069
Kapur
69
20
5,232
1015
Meranti Putih
100
20
10,990
1093
Kapur
50
19
2,610
1173
Meranti Kuning
80
23
8,089
998
Meranti Putih
70
20
5,385
0,00
999
Meranti Putih
70
20
5,385
0,00
Sub total Rata-rata J5/10
3,00
1 1
35 45
1
45
1
22
1 1
40
30
2,00 2,00 2,00
2
37
2,00 0,00
1
45
1
34
2,00 10,00 1,67
74
Lampiran 5 (lanjutan). Pohon Tebangan
Volume Pohon
No Petak/
No.
Plot
Pohon
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
(Data LHC) Jenis
d
T
V 3
(cm)
(m)
(m )
N
d (cm)
1001
Meranti Merah
74
21
6,319
1
25
1087
Kapur
100
20
10,99
1
46
1079
Kapur
50
19
2,610
1003
Meranti Putih
70
20
5,385
Luka Batang/ Rusak Kulit N 1 1
d (cm)
Rusak Banir N
d (cm)
Miring N
d (cm)
Patah Batang N
d (cm)
31
Pecah Batang N
d (cm)
Roboh N
d
Jumlah pohon rusak
(cm) 2,00
1
45
1
25
41
2,00 1,00 1,00
Sub total
6,00
Rata-rata
1,00
75
Lampiran 6 Rekapitulasi kerusakan pada kegiatan penebangan pada plot RIL Pohon Tebangan
Volume Pohon
No Petak/
No.
Plot
Pohon
P38/1
2139
(Data LHC) Jenis
Meranti Merah
d (cm) 50
T (m) 18
V (m3) 2,47
2150
Meranti Merah
50
18
2089
Kapur
75
2253
Jabon
2238
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
Luka Batang/ Rusak Kulit
22
6,90
2
27
2,00
55
18
2,99
1
30
1,00 5,00 1,25
Meranti Merah
57
18
3,21
1
21
2239
Meranti Merah
50
18
2,47
2340
Meranti Merah
70
22
5,92
2244
Kapur
60
20
5,23
2336
Jabon
50
18
2,47
N
rusak 1,00
Sub total Rata-rata P38/2
pohon
1,00
N
d (cm)
Jumlah
24
N
d (cm)
Roboh
1
N
d (cm)
Pecah Batang
2,47
N
d (cm)
Patah Batang
1
N
d (cm)
Miring
d (cm) 35
N
d (cm)
Rusak Banir
1
20
2,00 0,00 1
39
1,00 0,00
2
43
2,00
Sub total
5,00
Rata-rata
1,00
P38/3
2070
Meranti Merah
63
20
2162
Meranti Batu
59
18
4,36 3,45
0,00 1
25
1,00
Sub total
1,00
Rata-rata
0,50
P38/4
2006
Meranti Merah
50
18
2,47
2062
Meranti Merah
90
27
12,00
1 1
40
30
1,00 1,00
76
Lampiran 6 (lanjutan). Pohon Tebangan
Volume Pohon
No Petak/
No.
Plot
Pohon
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
(Data LHC) Jenis
d
T
V 3
(cm)
(m)
(m )
N
d (cm)
2066
Meranti Merah
90
27
12,02
1
35
2176
Meranti Merah
55
18
2,99
1
65
2361
Nyatoh
35
18
1,22
2364
Meranti Merah
50
18
2,47
2009
Kapur
80
24
8,44
1
30
2052
Meranti Merah
50
18
2,47
1
46
2055
Meranti Merah
55
18
2,99
2178
Meranti Merah
60
20
3,96
193
Meranti Merah
75
22
6,90
118
Meranti Merah
75
22
6,90
90
Meranti Merah
70
23
6,19
94
Jabon
55
17
2,83
75
Jabon
60
22
4,33
87
Nyatoh
60
20
3,95
122
Meranti Merah
70
23
6,19
190 194
Meranti Putih Bangkirai
50 78
18 22
2,47 7,36
Luka Batang/
Rusak Banir
Rusak Kulit d
N
(cm)
N
d (cm)
Patah Batang
Miring d
N
(cm)
N
d (cm)
1
Pecah Batang N
d (cm)
N
Roboh
(cm)
25
2,00 1,00
1
20
1
20
2,00 0,00 7,00 1,17
1
30
1,00 1 1
30
1
20
47
2,00 1,00
1
20
3,00 7,00 1,75
Sub total Rata-rata P36B/6
pohon rusak
d
Sub total Rata-rata P38/5
Jumlah
1 2
48
1,00
42,33
2,00 0,00 1
49
1,00 0,00
3 1
99
1
28
48
1
55
1,00
1
26
4,00 2,00 0,00
77
Lampiran 6 (lanjutan). Pohon Tebangan
Volume Pohon
No Petak/
No.
Plot
Pohon
Bentuk kerusakan Rusak Tajuk
(Data LHC) Jenis
d (cm)
T (m)
V 3
(m )
N
d (cm)
Luka Batang/ Rusak Kulit N
d (cm)
Rusak Banir N
d (cm)
Miring N
d (cm)
Patah Batang N
d (cm)
Pecah Batang N
d (cm)
Roboh N
d
Jumlah pohon rusak
(cm)
Sub total
11,00
Rata-rata
1,22
P36B/7
278
Meranti Putih
100
26
14,29
1
45
196
Bangkirai
50
17
2,34
1
30
197
Meranti Merah
60
22
4,35
1 1
40
37
2,00 2,00 0,00
Sub total
4,00
Rata-rata
1,33
P36B/8
283
Meranti Putih
90
23
10,24
1
49
1,00
379
Meranti Merah
70
22
5,93
1
49
1,00
376
Medang
95
25
12,40
1
35
402
Meranti Putih
150
27
33,38
2
51,5
1
36
1,00 3,00
Sub total
6,00
Rata-rata
1,50
P36B/9
806 788 688
Meranti Kuning Meranti Kuning Meranti Putih
75
23
7,11
100 150
27 27
14,84 33,38
1 1
35
39
1,00 1,00 0,00
Sub total
2,00
Rata-rata
0,67
78
Lampiran 6 (lanjutan). Pohon Tebangan
Volume Pohon
Bentuk kerusakan
No
Rusak Tajuk
(Data LHC) Petak/
No.
Plot
Pohon
Jenis d (cm)
P36B/10
Sub total Rata-rata
T
V
(m)
N
3
(m )
968
Meranti Putih
78
22
7,355
934
Meranti Kuning
100
27
14,84
946
Meranti Kuning
95
26
12,89
1069
Meranti Putih
75
23
7,109
1
d (cm)
Luka Batang/ Rusak Kulit d N (cm)
Rusak Banir N
d (cm)
Patah Batang
Miring
N
d
N
(cm)
d (cm)
45
Pecah Batang N
d (cm)
Jumlah Roboh pohon N
d
rusak
(cm)
1,00 2
38,5
2,00 0,00
1
38
1,00
4,00 1,00
79
Lampiran 7 Pengecatan kuning pada pohon sebagai tanda batas plot
Lampiran 8 Patah batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode CL
80
Lampiran 9
Pohon miring pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL
Lampiran 10 Patah batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL
81
Lampiran 11
Luka batang pada tegakan tinggal akibat penebangan pada plot menggunakan metode RIL
Lampiran 12 Penyaradan dengan menggunakan bulldozer CAT D7G
Lampiran 13 Penandaan trase sarad pada pemanenan menggunakan metode RIL
82
Lampiran 14 Peta lokasi penelitian
83
84
85
86
87
88
89