PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR
PASKHA H. PANJAITAN E14051060
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
ABSTRAK PASKHA H. PANJAITAN (E14051060). Penyusunan Kurva Tinggi Pohon dalam Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. Di bawah bimbingan SUWARNO SUTARAHARDJA. Dalam upaya mewujudkan keberadaan hutan yang lestari maka pengelolaannya perlu dilakukan dengan baik melalui perencanaan hutan yang cermat, rasional dan terarah. Untuk keperluan tersebut diperlukan suatu kegiatan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB). Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala, serta sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal IUPHHK. Ketersediaan alat bantu dalam IHMB sangat diperlukan untuk mempercepat kegiatan dan memperkecil kesalahan yang terjadi dalam pengukuran. Alat bantu tersebut salah satunya adalah kurva tinggi pohon yang digunakan untuk menduga tinggi dari suatu pohon berdiri dalam tegakan hutan yang diukur, yang pada akhirnya untuk menduga persediaan tegakan berdiri (standing stock). Penelitian ini dilakukan untuk menyusun kurva tinggi pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok jenis kayu Rimba Campuran yang nantinya dapat digunakan sebagai alat bantu dalam pelaksanaan kegiatan IHMB di PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. Untuk kegiatan penelitian ini, pohon contoh yang diambil untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae sebanyak 201 pohon contoh dengan rincian 135 pohon untuk pemodelan dan 66 pohon untuk validasi. Sementara itu, untuk kelompok jenis Rimba Campuran sebanyak 192 pohon contoh yang terdiri dari 129 pohon untuk pemodelan dan 63 pohon untuk validasi. Pohon contoh tersebut dipilih secara purposive sampling dengan ketentuan tersebar pada setiap jenis pohon, kelas diameter, kelas tinggi pohon dan tersebar di seluruh areal IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. Pohon contoh yang diambil adalah pohon yang pertumbuhannya baik dan sehat. Dari hasil penelitian melalui tahap pemodelan dan validasi data diperoleh model penduga tinggi pohon yang terbaik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae adalah Tbc = 5.383D0.354 dan Tt = 8.770D0.326 sedangkan untuk kelompok jenis Rimba Campuran adalah Tbc = 5.754D0.322 dan Tt = 8.954D0.310. Dari hasil test signifikasi keseragaman slope dan elevasi terhadap persamaanpersamaan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tinggi pohon (tinggi bebas cabang dan tinggi total) dengan diameter pohon dari kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok jenis kayu rimba campuran adalah seragam, sehingga kedua regresi tersebut dapat digabungkan menjadi satu bentuk persamaan regresi gabungan. Bentuk persamaan regresi gabungan tersebut adalah Tbc = 5.534D0.340 dan Tt = 8.851D0.319. Kata kunci : Kurva tinggi, Dipterocarpaceae, Rimba Campuran, Standing Stock
ABSTRACT PASKHA H. PANJAITAN (E14051060). Arranging of Tree Height Curve in order to IHMB Implementation in IUPHHK-HA PT. Ratah Timber East Kalimantan. Guidance by SUWARNO SUTARAHARDJA.
In effort to gain the sustainable forest, management of forest is needed through forest management planning with accurate, rational, and in direction. For that reason is it necessary to create activity of IHMB. The purpose of this activity is to detect or measure timber standing stock periodically, also as trend monitoring sustainability of standing stock in IUPHHK areas. The availability of supporting tools in IHMB is very needed in order to accelerate the activity and decreasing an error that might be happen in measurement. One of supporting tools is tree height curve that used to estimate height of the standing tree in forest stand where measured, and at the last we can estimate the standing stock. This research conducted to arrange the tree height curve for Dipterocarpaceae species and mixture timber species in future aims can useful as supporting tools in implementation of IHMB activities in PT. Ratah Timber East Kalimantan. In this research, sample trees that carried out for Dipterocarpaceae species is 201 trees sampling with the specification 135 trees for modeling and 66 trees for validation. Meanwhile, for mixture timber species is 192 trees sampling with the specification 129 trees for modeling and 63 trees for validation. That trees sampling is chosen by purposive sampling method with the requirements of trees sampling is spread in around of IUPHHK-HA PT. Ratah Timber East Kalimantan areas. The chosen of trees sampling condition should have good growth and healthy. From the result of this research through modeling and validation method, we can get the best of tree height estimation for Dipterocarpaceae species is Tbc = 5.383D0.354 and Tt = 8.770D0.326. In other hand, for mixture timber species is Tbc = 5.754D0.322 and Tt = 8.954D0.310. From the slope uniformity significance and elevation through those equation, so it can be concluded that the relation between height of tree (Tbc and Tt) with diameter of tree from Dipterocarpaceae species and mixture timber species is similar, so both of those regression can combined as one of regression uniformity form combination. Form of that regression uniformity form combination is Tbc = 5.534D0.340 and Tt = 8.851D0.319.
Key words : Tree height, Dipterocarpaceae, Mixture timber, Standing Stock
PENYUSUNAN KURVA TINGGI POHON DALAM RANGKA PELAKSANAAN IHMB DI IUPHHK-HA PT. RATAH TIMBER KALIMANTAN TIMUR
PASKHA H. PANJAITAN E14051060
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Juduk Skripsi : Penyusunan Kurva Tinggi Pohon Dalam Rangka Pelaksanaan IHMB Di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur Nama
: Paskha H. Panjaitan
NRP
: E14051060
Menyetujui: Dosen Pembimbing,
Ir. Suwarno Sutarahardja NIP. 19450113 197106 1 001
Mengetahui: Dekan Fakultas Kehutanan,
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 19611126 198601 1 001
Tanggal Lulus :
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pohan Tonga pada tanggal 19 April 1987. Penulis adalah anak ke dua dari enam bersaudara dari pasangan M. Panjaitan dan E. Manalu. Penulis memulai pendidikan di SDN No 173277 Pohan Tonga pada tahun 1993, SLTPN 1 Siborongborong tahun 1999 dan SMAN 1 Siborongborong tahun 2002. Penulis menyelesaikan sekolah pada tahun 2005 dan melalui jalur USMI penulis masuk perguruan tinggi negeri tahun 2005 di Tingkat Persiapan Bersama IPB Bogor dan tahun 2006 masuk ke Mayor Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Kehutanan IPB, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di IndramayuLinggarjati pada tahun 2007 dan Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat pada tahun 2008. Tahun 2009, penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur. Penulis juga pernah menjadi asisten untuk mata kuliah Inventarisasi Sumber Daya Hutan (ISDH) pada tahun ajaran 2007/2008 dan mata kuliah Teknik Inventarisasi Hutan pada tahun ajaran 2008/2009. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan IPB, penulis melakukan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul ”Penyusunan Kurva Tinggi Dalam Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber Kalimantan Timur” dibimbing oleh Ir. Suwarno Sutarahardja.
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji syukur atas kasih karunia Tuhan Yesus Kristus sehingga dalam melaksanakan penelitian dan penulisan skripsi, penulis dapat menyelesaikan dengan baik. Penulis juga memberikan penghormatan serta mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak dan Ibu tercinta beserta seluruh keluarga penulis atas doa dan dorongan baik secara moril maupun materi. 2. Bapak Ir. Suwarno Sutarahardja selaku dosen pembimbing yang selama ini telah berjasa dalam memberikan bimbingan dan masukan untuk penulis. Terima kasih Bapak untuk semuanya dan mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan selama menjadi mahasiswa bimbingan Bapak. 3. Bapak Effendi Tri Bahtiar S.Hut, Msi selaku dosen penguji dari Departeman Teknologi Hasil Hutan, Ibu Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, MSc
selaku dosen
penguji dari Departemen Konservasi Sumber Daya Hutan dan Ekowisata dan Bapak Ir. Andi Sukendro, Msi selaku dosen penguji dari Departemen Silvikultur. 4. PT. Ratah Timber yang telah menyediakan tempat penelitian. 5. Seluruh staf perencanaan PT. Ratah Timber (Pak Wahyul, Pak Kurnia, Pak Boni, Pak Upat, Om Bungkus, Adit, dan Irfan) yang membantu penlis dalam pengambilan data di lapangan. 6. Sopo Ombus-ombus crew (Agus S, Ignaz S, Herbet S, Aldo S, krisman S, Andrew M, Bernardo N), kang Galing, dan kang ajay atas kebersamaannya selama ini. 7. Teman-teman PKL (Mei, Hefrina, Rivan, Putri) atas suka dan duka yang telah kita lalui bersama selama PKL dan penelitian. 8. Sahabat-sahabat terbaikku selama kuliah di Fahutan (Alan, Doris, Maryani, Maria, Ronal, Buyung, Icuz, Mei, Hefrina, dan Cia). 9. Teman-teman Departemen MNH angkatan 42. 10. Kakak serta Adek-adekku di GAMASINTAN 11. Serta semua pihak yang tak bisa disebutkan satu persatu yang selama ini telah membantu penulis.
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Judul skripsi ini adalah ”Penyusunan Kurva Tinggi dalam Rangka Pelaksanaan IHMB di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur”.
Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis membuka diri terhadap adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2009
Penulis
i
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ................................................................................................ i DAFTAR TABEL ........................................................................................ iv DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2 Tujuan ............................................................................................... 2 1.3 Manfaat ............................................................................................. 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis di Indonesia ....................................................... 3 2.2 Deskripsi Singkat Famili Dipterocarpaceae ....................................... 5 2.3 Inventarisasi Hutan............................................................................. 7 2.4 Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) ............................. 8 2.5 Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Contoh ............................... 9 2.5.1 Pengukuran diameter pohon contoh ............................................ 9 2.5.2 Pengukuran tinggi pohon contoh ................................................. 9 2.6 Kurva Tinggi ...................................................................................... 10 2.7 Penyusunan Kurva Tinggi Pohon ....................................................... 11 2.8 Validasi Kurva Tinggi Pohon ............................................................. 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................ 15 3.2 Bahan dan Alat yang Digunakan ....................................................... 15 3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 15 3.3.1 Pengambilan Pohon Contoh di Lapangan ................................... 15 3.3.2 Pengukuran Pohon Contoh ......................................................... 16
ii
3.4 Analisis Data ..................................................................................... 17 3.4.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ................................................. 17 3.4.2 Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon ............................................................................. 17 3.4.3 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara Free Hand Methods .................................................................... 18 3.4.4 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon dengan Analisis Regresi. ......................................................................... 18 3.4.4.1 Perhitungan Korelasi ........................................................ 18 3.4.4.2 Perhitungan Koefisien Regresi Relasi ............................... 19 3.4.5 Pengujian Model Regresi ............................................................ 23 3.4.6 Penentuan Kesalahan Sampling (Sampling Error, SE) ............... 24 3.4.7 Validasi Model .......................................................................... 24 3.4.8 Pemilihan Model Terbaik............................................................ 26 BAB IV KONDISI UMUM 4.1 Sejarah Pemanfaatan Hutan ............................................................... 28 4.2 Letak dan Luas IUPHHK .................................................................. 29 4.3 Geologi dan Tanah ............................................................................. 30 4.4 Iklim ................................................................................................. 31 4.5 Suhu dan Kelembaban Udara ............................................................ 32 4.6 Hidrologi ........................................................................................... 33 4.7 Kondisi Hutan ................................................................................... 34 4.7.1 Topografi Lapangan .................................................................... 34 4.7.2 Kondisi Penutupan Lahan .......................................................... 35 4.7.3 Kondisi Potensi Tegakan ............................................................ 36 4.8 Ketenagakerjaan ................................................................................ 39 4.9 Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya ............................................... 40
iii
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penentuan Pohon Contoh .................................................................. 43 5.2 Analisis Data ...................................................................................... 45 5.2.1 Scatter Diagram Pohon Contoh ................................................. 45 5.2.2 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara Free Hand Methods ......................................................... 46 5.2.3 Penyusunan Model Persamaan Regresi ...................................... 47 5.2.4 Validasi Model Persamaan Penduga Tinggi ............................... 51 5.2.5 Validasi Free Hand Methods ..................................................... 54 5.2.6 Penggabungan Persamaan Regresi ............................................. 55 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ....................................................................................... 59 6.2 Saran ................................................................................................. 60 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 61 LAMPIRAN .................................................................................................. 63
iv
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Contoh pemilahan pohon contoh pada setiap kelompok jenis (Dipterocarpaceae dan Kayu Rimba Campuran) ........................................ 16 2. Sidik ragam untuk fungsi regresi ................................................................ 23 3. Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Timur .................................................... 30 4. Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah ................. 31 5. Formasi geologi di areal IUPHHK PT. Ratah Timber ................................. 31 6. Data curah hujan bulanan dan hari hujan bulanan rata-rata ......................... 32 7. Data suhu udara dan kelembaban udara bulanan rata-rata ........................... 33 8. Luas sub DAS, debit sungai dan kandungan sedimen dari beberapa titik sungai di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ........................................ 34 9. Prediksi laju erosi dan sedimentasi dari masing-masing sub DAS di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ............................................................... 34 10. Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber ........................ 35 11. Luasan menurut penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber pada setiap fungsi hutan ........................................................................... 36 12. Potensi tegakan jenis komersial di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan laporan interpretasi foto udara .............................................. 36 13. Potensi tegakan di areal hutan primer berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 % ............................................................................ 37 14. Potensi tegakan di areal hutan bekas tebangan berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 % ................................................................. 37 15. Komposisi kelompok jenis kayu di areal IUPHHK PT. Ratah Timber ...... 38 16. Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber .................................................................................................... 41
v
17. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi bebas cabang yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi bebas cabang pohon untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ........................................................................... 43 18. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi bebas cabang yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi bebas cabang pohon untuk kelompok jenis kayu rimba campuran ....................................................................................... 44 19. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi total yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi total pohon untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ........ 44 20. Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi total yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi total pohon untuk kelompok jenis kayu rimba campuran .................................................................................................. 45 21. Persamaan regresi penduga Tbc untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae
47
22. Persamaan regresi penduga Tt untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae .... 48 23. Persamaan regresi penduga Tbc untuk kelompok kayu rimba campuran .... 48 24. Persamaan regresi penduga Tt untuk kelompok jenis kayu rimba campuran .................................................................................................. 48 25. Penentuan peringkat model penduga tinggi bebas cabang (Tbc) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 , SE, dan Fhitung kelompok jenis Dipterocarpaceae .................................................................................... 50 26. Penentuan peringkat model penduga tinggi total (Tt) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 ,SE, dan Fhitung kelompok jenis Dipterocarpaceae ........... 50 27. Penentuan peringkat model penduga tinggi bebas cabang (Tbc) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 , SE, dan Fhitung kelompok kayu rimba campuran ................................................................................................. 50
vi
28. Penentuan peringkat model penduga tinggi total (Tt) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2 , SE, dan Fhitung kelompok kayu rimba campuran ............. 51 29. Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon terpilih untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ............................................................................ 52 30. Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon terpilih untuk kelompok jenis kayu rimba campuran ....................................................................... 52 31. Hasil validasi free hand methods .............................................................. 54 32. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman slope regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon ....................................................................................................... 56 33. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman slope regresi, hubungan logaritma tinggi total dengan logaritma diameter pohon ........... 56 34. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman elevasi regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon 57 35. Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman elevasi regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon 57
vii
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Pengukuran tinggi pohon dengan clinometer ............................................... 9 2. Contoh scatter diagram hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon. .......................................................................................... 17 3. Curah hujan bulanan di PT. Ratah Timber tahun 1999................................. 32 4. Scatter Diagram kelompok jenis Dipterocarpaceae. ................................... 45 5. Scatter Diagram kelompok jenis kayu rimba campuran .............................. 46 6. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae ..................................................... 46 7. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods untuk kelompok jenis kayu rimba campuran ............................................... 47 8. Hubungan regresi antara tinggi pohon bebas cabang (Tbc) dengan diameter pohon (D) setelah penggabungan. ................................................. 58 9. Hubungan regresi antara tinggi pohon Total (Tt) dengan diameter pohon (D) setelah penggabungan. ............................................................... 58
viii
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Data pohon contoh dalam penyusunan model kelompok jenis Dipterocarpaceae ....................................................................................... 64 2. Data pohon contoh dalam penyusunan model kelompok jenis kayu rimba campuran ................................................................................................... 68 3. Data pohon contoh dalam validasi model kelompok jenis Dipterocarpaceae ....................................................................................... 71 4. Data pohon contoh dalam validasi model kelompok jenis kayu rimba campuran ................................................................................................... 73 5. Hasil analisis regresi dengan minitab 14 untuk kelompok jenis Dipterocarpceae ......................................................................................... 75 6. Hasil analisis regresi dengan minitab 14 untuk kelompok jenis kayu rimba campuran .................................................................................................... 80 7. Hasil perhitungan regresi hubungan logaritma tinggi pohon bebas cabang (Y) dengan logaritma diameter pohon (X) ......................................................... 85 8. Hasil perhitungan regresi hubungan logaritma tinggi total pohon (Y) dengan logaritma diameter pohon ........................................................................... 88 9. Kurva tinggi pohon bebas cabang hasil penggabungan……………...……………….................................................. 91 10. Kurva tinggi pohon total hasil penggabungan……………………………………....................................... 92
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai salah satu sumberdaya alam merupakan kekayaan negara yang harus dikelola secara bijaksana guna kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pengelolaan hutan harus dilaksanakan secara baik melalui perencanaan yang cermat, rasional, dan terarah. Untuk keperluan tersebut, maka diperlukan suatu kegiatan inventarisasi hutan. Salah satu tujuan dari kegiatan inventarisasi hutan adalah untuk menyajikan taksiran-taksiran kuantitas kayu di hutan menurut suatu urutan klasifikasi seperti jenis atau kelompok jenis, ukuran, kualitas dan sebagainya. Dalam kegiatan inventarisasi hutan, untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengukuran terhadap dimensi-dimensi pohon maupun tegakan, yang kadangkadang sulit dan tidak praktis diukur secara langsung di lapangan. Oleh karena itu, ketersediaan alat bantu dalam inventarisasi hutan sangat diperlukan untuk mempercepat kegiatan dan memperkecil kesalahan yang terjadi dalam pengukuran. Alat bantu yang berkaitan langsung dengan kegiatan inventarisasi hutan antara lain kurva tinggi pohon, tabel volume pohon, dan tabel berat pohon. Kurva tinggi pohon merupakan kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon. Hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon dibentuk melalui pengukuran diameter pohon dan tinggi pohon dari sejumlah individu pohon yang dipilih (pohon contoh atau pohon model). Hubungan kedua jenis dimensi pohon tersebut dibentuk baik dengan menggunakan free hand methods maupun dengan cara regression analysis. Hubungan tersebut dapat berbentuk hubungan linear atau dapat pula berbentuk hubungan curvilinear. Bentuk hubungan yang curvilinear, dalam analisisnya dilakukan dengan analisa regresi linier, yaitu dengan cara melakukan transformasi dari bentuk kurvilinier ke bentuk linier. Analisis regresi dapat dilakukan baik dengan simple linear regression analysis maupun dengan multiple linear regression analysis, tergantung banyaknya peubah (variable) penduga tinggi yang digunakan (Sutarahardja, 2008).
2
Maksud dibentuknya kurva (grafik) hubungan antara diameter pohon dengan tinggi pohon (kurva tinggi) adalah untuk menaksir tinggi suatu pohon berdasarkan peubah kuncinya, yaitu diameter pohon. Hal ini dilakukan karena dalam inventarisasi hutan, untuk menduga volume pohon-perpohon dalam suatu tegakan hutan diperlukan pengukuran diamater dan atau tinggi pohon. Pengukuran tinggi pohon dalam tegakan hutan merupakan pekerjaan yang sulit dibanding pengukuran diameter pohon dan relatif membutuhkan waktu yang lama serta dapat memberikan kesalahan yang disebabkan bukan karena sampling (non sampling error) yang cukup besar, mengingat dalam inventarisasi hutan jumlah pohon yang diukur cukup banyak dan dalam areal yang luas.
1.2. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyusun kurva tinggi pohon kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kelompok kayu rimba campuran pada IUPHHK-HA PT Ratah Timber di Kalimantan Timur. Kurva tinggi ini nantinya dapat digunakan untuk membantu pelaksanaan kegiatan IHMB PT Ratah Timber.
1.3. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan dan memudahkan informasi untuk menduga tinggi pohon dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan di PT. Ratah Timber Kalimantan Timur. 2. Menjadi salah satu sumber pertimbangan dalam pengambilan keputusan dalam hal pengelolaan hutan alam di PT. Ratah Timber Kalimantan Timur.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Hujan Tropis di Indonesia Hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohonan dan mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda dengan keadaan di luar hutan. Hubungan antara masyarakat tumbuh-tumbuhan hutan, margasatwa, dan alam lingkungannya begitu erat sehingga hutan dapat dipandang sebagai suatu sistem ekologi atau ekosistem. Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh secara dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan, penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh, dan stabilisasi. Proses inilah yang disebut suksesi. Secara singkat suksesi adalah suatu proses perubahan komunitas tumbuh-tumbuhan secara teratur mulai dari tingkat pionir sampai pada tingkat klimaks di suatu tempat tertentu. Macam-macam suksesi berdasarkan proses terjadinya terdapat dua macam suksesi yaitu (Soerianegara dan Indrawan, 2005): 1. Suksesi primer (prisere) adalah perkembangan vegetasi mulai dari habitat tak bervegetasi hingga mencapai masyarakat yang stabil dan klimaks. Suksesi primer ini yang akan mengakibatkan terbentuknya hutan primer. Hutan primer terbentuk dari daratan yang mengalami suksesi yang ideal berkembang mulai dengan masyarakat tumbuh-tumbuhan Cryptogamae (tingkat rendah), tumbuhtumbuhan herba (terna), semak, perdu, dan pohon, hingga tercapai hutan klimaks. 2. Suksesi sekunder adalah suksesi yang terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak, misalnya oleh kebakaran, perladangan, penebangan, penggembalaan, dan kerusakan-kerusakan lainnya. Suksesi sekunder ini yang akan mengakibatkan terbentuknya hutan sekunder. Contohnya jika hutan hujan tropis mengalami kerusakan oleh alam atau manusia (penebangan atau perladangan) maka suksesi sekunder yang terjadi biasanya dimulai dengan vegetasi rumput atau semak. Apabila keadaan tanahnya tidak banyak menderita kerusakan oleh erosi, maka sesudah 15 – 20
4
tahun akan terjadi hutan sekunder muda, dan sesudah 50 tahun akan terjadi hutan sekunder tua yang secara berangsur-angsur akan mencapai klimaks. Letak geografis Indonesia yang berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, di sekitar khatulistiwa mengakibatkan adanya berbagai macam tipe hutan, salah satunya hutan hujan tropis (tropical rain forest). Hutan hujan tropis di Indonesia memiliki luas ± 89.000.000 ha, terutama terdapat di Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dengan ciri-ciri sebagai berikut: 1. Iklim selalu basah 2. Tanah kering dan bermacam-macam jenis tanah 3. Di pedalaman, pada tanah rendah rata atau berbukit (< 1000 m dpl) dan pada tanah tinggi (s/d 4000 m dpl) 4. Dapat dibedakan menjadi tiga zone menurut ketinggiannya, yaitu : a. Hutan hujan bawah 2 – 1000 m dpl, jenis kayu yang penting antara lain dari genus famili Dipterocarpaceae yaitu Shorea, Dipterocarpus, Dryobalanops, Dipterocarpus,
Hopea, Anisoptera,
Vatica, Parashorea,
Upuna, dan
Cotylelobium. Genus-genus lainnya Agathis, Altingia, Dialium, Duabanga, Dyera, Gossanepinus, Koompasia, dan Octomeles. b. Hutan hujan tengah 1000 – 3000 m dpl, jenis kayu yang umum terdiri dari famili
Lauraceae,
Fagaceae,
Castanea,
Nothofagus,
Cunoniaceae,
Magnoliaceae, Hammamelidaceae, Ericaceae, dan lain-lain. c. Hutan hujan atas 3000 – 4000 m dpl, jenis kayu utama yaitu Coniferae (Araucaria, Dacrydium, Podocarpus), Ericaceae, Loptospermum, Clearia, Quercus, dan lain-lain. Hutan hujan tropis secara fisiognomi merupakan hutan yang sifatnya menutupi kawasan, dengan keanekaragaman jenis yang paling kaya bila dibandingkan dengan seluruh tipe vegetasi. Hutan hujan tropis juga merupakan hutan tipe kanopi yang evergreen (pohon yang selalu berdaun hijau) dengan ketinggian pohon maksimum rata-rata 30 m. Hutan hujan tropis memiliki peranan sebagai habitat utama untuk flora dan fauna, sumber daya pembangunan ekonomi, pemeliharaan keseimbangan kondisi iklim lokal dan global, selain itu juga sebagai konservasi tanah, air, nutrisi, dan biodiversitas. (Soerianegara dan Indrawan, 2005).
5
2.2. Deskripsi Singkat Famili Dipterocarpaceae Menurut Heyne (1987) famili Dipterocarpaceae memiliki ciri pohonnya besar, tinggi, batangnya lurus, silinder, dan berbanir. Pohon dari famili Dipterocarpaceae ini persebarannya banyak terdapat di Sumatra dan Kalimantan. Pohon-pohon ini tumbuh mulai dari dataran rendah hingga tinggi di pegunungan, namun juga banyak di rawa-rawa gambut. Tingginya biasanya 30-40 m dan bagian batangnya yang bebas cabang biasanya 20-25 m panjangnya. Batangbatangnya hampir selalu lurus, tetapi dekat pada tajuknya sering agak bengkok. Menurut Heyne (1987) untuk kualitas kekuatannya jenis-jenis pohon famili Dipterocarpaceae ini dapat digolongkan kedalam kelas II, III, atau IV. Sedangkan menurut kualitas keawetannya kedalam kelas III atau IV. Karena banyak ditemukan dan bentuk batangnya yang baik serta mudah dikerjakan, maka kayu ini di Sumatra dan Kalimantan termasuk jenis-jenis yang paling banyak digunakan. Jenis-jenis yang ringan, yang dapat lama bertahan terhadap bubuk namun kurang terhadap pengaruh cuaca, oleh penduduk biasa dipakai untuk papan, kasau pada bangunan rumah, dan untuk sampan. Sementara itu, jenis-jenis yang lebih berat, yang lebih kuat, dan lebih awet digunakan untuk gelegar, papan lantai, dan bahkan papan geladak jembatan. Untuk di Eropa yang pada umumnya menuntut syarat-syarat yang lebih berat, biasanya memakai Meranti Merah hanya untuk maksud-maksud semi permanen, untuk dinding hias, dan terutama untuk acuan pada bangunan beton, serta untuk perancah pada bangunan gedung. Tetapi jenis-jenis yang lebih baik konon lambat laun dipakai juga untuk pekerjaan permanen. Menurut Samingan (1973) famili Dipterocarpaceae memiliki ciri-ciri umum berbentuk pohon raksasa hingga tinggi 65 m, biasanya berbatang lurus, silindris setinggi 20-40 m. Kulit batang yang halus biasanya mengelupas dalam kepingan-kepingan tipis yang lebar-lebar. Kayu gubal putih, putih kekuningkuningan atau coklat muda dan biasanya mengandung banyak sekali resin. Kayu gubal ini jelas beda daripada kayu terasnya yang berwarna merah atau coklat kemerahan. Untuk persebarannya menunjukkan bahwa Sumatra dan Kalimantan bersama-sama dengan Semenanjung Malaya serta Filipina merupakan pusat daerah Dipterocarpaceae.
6
Menurut Prawira dan Tantra (1973) Shorea leprosula Miq atau Meranti Tembaga yang termasuk golongan Meranti Merah yang termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae memiliki ciri-ciri sebagai berikut ini : 1. Habitus
: Pohon tinggi mencapai 50 m, batang bebas cabang 30 m,
diameter mencapai 100 cm atau lebih, banir tinggi 3,5 m. 2. Batang
: Kulit luar tebalnya kira-kira 5 mm, berwarna abu-abu atau coklat,
sedikit beralur tidak dalam, mengelupas agak besar-besar dan tebal. Penampang berwarna coklat muda sampai merah, bagian dalamnya kuning muda. Kayu gubal tebalnya 1-8 cm, berwarna kuning muda sampai kemerahan. Kayu teras berwarna coklat muda sampai merah, peralihannya dari gubal ke teras terjadi secara berangsur. 3. Daun
: Rata, hampir menyerupai segiempat memanjang atau bulat telur
terbalik yang memanjang, pangkal daun membulat, ujung runcing, panjangnya rata-rata 3-13 cm, lebar 3-6 cm, permukaan atas helaian daun mengkilat dan permukaan bawah suram. 4. Buah
: Berbentuk bulat telur, ujungnya agak lancip, berbulu halus
berwarna pucat, panjang 1-1,5 cm, diameter kira-kira 1 cm dan sayap-sayapnya tipis. 5. Tumbuh
: terdapat banyak di Sumatra dan Kalimantan dalam hutan primer
5-800 m dpl. Pada tanah liat dan berpasir yang selamanya tidak digenangi air, kadang terdapat pula pada pinggir rawa, dan hidup berkelompok. 6. Penggunaan : Kayu mempunyai BJ 0,52 dengan kelas awet III-IV, dipergunakan untuk bangunan rumah, perabot rumah tangga dan perahu. Damarnya dipakai untuk menambal perahu dan lampu. Menurut Djamhuri dkk. (2002) famili Dipterocarpaceae merupakan pohon raksasa, berdamar, kadang-kadang berbanir, serta kulit batang mengelupas. Daun tunggal berseling, tetapi rata, berdaun penumpu (besar dan tidak rontok), tulang daun ada yang berbentuk tangga (Scalariform veination). Bunga biseksual, beraturan, tersusun dalam malai, kelopak bunga ada lima helai, bebas atau bersatu di pangkal. Buah berbiji satu, keras tidak pecah dan bersayap, sayap merupakan perkembangan dari kelopak bunga. Famili ini mendominasi hutan hujan dataran rendah dan tersebar di kawasan Tropika Asia (India, Srilangka, Myanmar,
7
Malaysia, Filipina, Indonesia, Cina Selatan, dan Papua Nugini), di Indonesia terbanyak di Kalimantan dan Sumatra. Famili Dipterocarpaceae ini sudah tercatat 512 jenis dalam 16 marga. Di Indonesia sendiri dijumpai sembilan marga, yaitu Shorea (Shorea leprosula, shorea pinanga, shorea multiflora, shorea hopeifolia, shorea polyandra, shorea leavifolia), Dryobalanops (Dryobalanops aromatic, Dryobalanops lanceolata, dan Dryobalanops oblongifolia), Dipterocarpus (Dipterocarpus cornutus, Dipterocarpus crinitus), Hopea (Hopea mengarawan, hopea dryobalanoides), Anisoptera (Anisoptera marginata, Anisoptera costata), Vatica (vatica rassak, Vatica wallichii), Parashorea, Upuna, dan Cotylelobium. Manfaat yang dapat diperoleh dari famili Dipterocarpaceae antara lain sebagai bahan konstruksi, plywood, damar.
2.3. Inventarisasi Hutan Istilah inventarisasi hutan atau inventore, merupakan terjemahan dari bahasa inggris yaitu forest inventory, atau bahasa Belanda bosch inventarisatie. Secara umum, pengertian inventarisasi hutan adalah suatu tindakan untuk mengumpulkan informasi tentang kekayaan hutan. Istilah lain yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia adalah perisalahan. Istilah serupa dalam bahasa Inggris yang mempunyai arti yang lebih spesifik adalah timber cruising, yang lebih menitikberatkan pengumpulan informasi tentang potensi kayu dari suatu areal hutan dalam rencana pembalakan atau logging (Departemen Kehutanan RI, 1992). Inventarisasi hutan adalah suatu usaha untuk menguraikan kuantitas dan kualitas pohon-pohon hutan serta berbagai karakteristik-karakteristik areal tempat tumbuhnya. Suatu inventarisasi yang lengkap dipandang dari segi penaksiran kayu harus berisi deskripsi areal berhutan serta kepemilikannya, penaksiran volume pohon-pohon yang masih berdiri, penaksiran riap, dan pengeluaran hasil (Husch, 1987). Hitam (1987) menyatakan bahwa inventarisasi hutan merupakan salah satu kegiatan yang pertama kali dilakukan dalam rangkaian manajemen hutan nasional yang baik dengan tujuan utama menentukan setepatnya dengan waktu dan biaya yang terbatas, massa tegakan dan nilai-nilai pohon sedang berdiri pada suatu tegakan hutan.
8
Jenis informasi yang dikumpulkan dalam suatu inventarisasi hutan tergantung pada tujuan. Tingkat kecermatan masing-masing informasi juga bervariasi sesuai dengan peranan informasi dalam tujuan pengelolaan hutan tersebut.
2.4. Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) pada prinsipnya berbasis keragaman potensi hutan dan dilaksanakan oleh pemegang IUPHHK-HA dan IUPHHK-HT pada Hutan Produksi atau suatu KPH. Pengambilan petak contoh (sampling unit) dalam IHMB berbasis petak didasarkan pada kondisi areal yang berhutan. Petak contoh untuk pengamatan pohon pada hutan alam berukuran paling sedikit 0,25 hektar berbentuk empat persegi panjang dengan lebar 20 meter dan panjang 125 meter dan pada hutan tanaman berukuran paling sedikit 0,02 hektar (jari-jari lingkaran 7,94 meter) untuk umur 0 – 10 tahun, luas 0,04 hektar (jari-jari lingkaran 11,28 meter) untuk umur 11 - 20 tahun, dan luas 0,1 hektar (jari-jari lingkaran 17,8 meter ) untuk umur diatas 20 tahun berbentuk lingkaran. Pelaksaaan Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) dilaksanakan 1 (satu) kali dalam setiap 10 (sepuluh) tahun (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007). Tujuan inventarisasi hutan menyeluruh berkala antara lain: 1. Untuk mengetahui kondisi sediaan tegakan hutan (timber standing stock) secara berkala 2. Sebagai bahan penyusunan RKUPHHK dalam Hutan Alam dan atau RKUPHHK dalam Hutan Tanaman atau KPH sepuluh tahunan 3. Sebagai bahan pemantauan kecenderungan (trend) kelestarian sediaan tegakan hutan di areal KPH dan atau IUPHHK-HA atau IUPHHK-HT.
9
2.5. Pengukuran Diameter dan Tinggi Pohon Contoh 2.5.1. Pengukuran diameter pohon contoh Diameter pohon merupakan salah satu parameter yang mempunyai arti penting dalam pengumpulan data tentang potensi hutan untuk keperluan pengelolaan. Dalam pengukuran diameter pohon yang biasa digunakan adalah diameter setinggi dada (Dbh). Diameter setinggi dada adalah jarak yang menghubungkan antara 2 (dua) titik pada lingkaran penampang melintang pohon yang melalui titik tengah penampang. Di Indonesia, Dbh diukur pada ketinggian batang 1,30 m di atas permukaan tanah (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 1992).
2.5.2. Pengukuran tinggi pohon contoh Metode yang digunakan merupakan metode gabungan antara metode trigonometri dan metode geometri. Metode ini tidak menggunakan alat ukur yang mahal dan canggih, tidak menggunakan pengukuran jarak dan mudah dilakukan baik di hutan tanaman maupun di hutan alam. Perhitungan nilai tinggi dilakukan di kantor. Variabel-variabel yang diukur dalam pengukuran tinggi adalah tinggi total (ht), tinggi bebas cabang (hcp), ujung tongkat aluminium (hp) dan tinggi pada ketinggian 1,5 m (hb) dari atas tanah (Gambar 1). Dapat dilihat bahwa posisi tongkat ukur harus di sisi pohon.
Sumber : Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007
Gambar 1 Pengukuran tinggi pohon dengan clinometer.
10
Pengukuran dilakukan dengan clinometer dan yang dibaca adalah kelerengan dalam satuan % (tidak boleh dalam satuan derajat). Tinggi total pohon dihitung dengan rumus sebagai berikut : tinggi ==
h −h b t × 4 + 1.5 h −h p b
Dimana ht adalah pembacaan clinometer (%) pada tinggi total, hb adalah pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah dan hp adalah pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat. Untuk mencari tinggi bebas cabang nilai ht digunakan rumus :
hcp − hb × 4 + 1.5 tinggi == h −h p b Dimana hcp adalah pembacaan clinometer (%) pada tinggi bebas cabang, hb adalah pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah dan hp adalah pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007).
2.6. Kurva Tinggi Kurva tinggi adalah kurva yang memberikan gambaran tentang hubungan diameter dengan tinggi. Hubungan antara diameter dengan tinggi dibentuk dengan melalui pengukuran diameter dan tinggi sejumlah individu pohon, kemudian menghubungkan keduanya dengan analisis regresi sehingga bisa dibentuk sebuah persamaan kurva tinggi. Cara lain yang lebih sederhana untuk membentuk kurva tinggi adalah dengan menghitung tinggi rataan tiap-tiap kelas diameter yang kemudian diplotkan dalam sistem kordinat XY. Dengan demikian akan diperoleh sebuah pencaran titik. Tahap berikutnya adalah menarik garis lengkung yang melewati tengah titik-titik tersebut. Teknik ini memang memiliki akurasi yang tidak tinggi, tetapi sudah bisa digunakan untuk pengelolaan hutan masyarakat yang banyak membutuhkan teknik-teknik sederhana. Kurva tinggi pohon pada hutan alam disusun untuk menduga tinggi komersial (merchantable height curve), yaitu kurva yang memberikan hubungan antara diameter dengan tinggi komersial, yaitu tinggi pohon sampai batas yang
11
dapat dimanfaatkan. Pada hutan alam terdapat bermacam jenis pohon, yang dapat digolongkan dalam kelompok-kelompok jenis. Umumnya pengelompokan jenis di hutan alam masih berdasarkan nilai komersialnya. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kurva tinggi pohon yang digunakan di hutan alam adalah kurva tinggi dari berbagai kelompok jenis. Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun untuk menaksir tinggi total pohon atas dasar peubah (variable) diameter pohon yang diukur. Pada hutan tanaman ini, kurva tinggi pohon total akan digunakan pula sebagai penduga kualitas tapak (site quality). Kurva tinggi pohon pada hutan tanaman disusun berdasarkan jenis tanaman dan pada kelas umur yang berbeda (Sutarahardja, 2008).
2.7. Penyusunan Kurva Tinggi Pohon Dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan, mengukur tinggi setiap pohon berdiri adalah pekerjaan yang menuntut waktu yang cukup lama dan jauh lebih sulit dibandingkan dengan mengukur diameter pohon. Mengukur seluruh tinggi pohon dalam tegakan hutan yang diinventarisasi di lapangan bukanlah suatu jaminan untuk mendapatkan hasil pengukuran yang teliti, karena akan menghasilkan kesalahan non sampling (non sampling error). Kesalahan non sampling ini akan semakin besar dengan semakin banyaknya pohon-pohon yang diukur. Kesalahan non sampling adalah jenis kesalahan yang bukan berasal dari cara pengambilan contoh dan kesalahan jenis ini sulit untuk ditentukan besarnya. Kesalahan non sampling dapat terjadi dalam pengukuran yang disebabkan oleh faktor-faktor antara lain faktor pengukuran (measurement error), faktor alat (equipment error), faktor manusia (human error) dan faktor lingkungan (environmental error). Dengan alasan tersebut diatas, untuk mendapatkan data dimensi tinggi pohon dalam kegiatan inventarisasi hutan yang akan digunakan untuk berbagai tujuan, kurva tinggi pohon perlu disediakan. Kurva tinggi pohon disusun untuk menentukan tinggi pohon untuk pohon-pohon yang tidak diukur dalam kegiatan inventarisasi tegakan hutan. Dengan kurva tinggi pohon ini, maka tabel tinggi pohon dapat dibuat. Penyusunan kurva tinggi pohon tersebut menggunakan dasar
12
hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon. Selain itu, hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon sering dibutuhkan untuk bahan dasar analisa penyusunan tabel volume lokal (local volume tables). Dengan tersedianya tabel tinggi pohon, maka dalam inventarisasi hutan tidak lagi diperlukan pengukuran tinggi pohon, melainkan cukup dengan mengukur diameter pohon. Tinggi pohon dapat ditentukan pada tabel tinggi pohon atas dasar diameter pohon yang diukur (Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2007). Untuk menyusun kurva tinggi pohon, hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dibuat dengan cara ploting (free hand methods) atau hubungan
tersebut
dinyatakan
dengan
menggunakan
fungsi
matematis
(mathematical functions) dan diolah dengan menggunakan analisa regresi (regression analysis). Bentuk kurva bervariasi dari suatu tegakan hutan dengan tegakan hutan yang lain, sehingga untuk menggambarkan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon, banyak fungsi-fungsi matematis untuk menggambarkan hubungan tersebut telah dikembangkan, antara lain diantaranya adalah (Husch et al 2003; van Laar & Akca, 1997 dan Husch, 1963) : h = 4.5 + b1 D + b2 D2 -aD
(Trorey, 1932)
h = 4.5 + h (1- e )
(Meyer, 1940)
Log h = b0 + b1 log D
(Stoffels and Van Soest, 1953)
h = b0 + b1 log D
(Henricksen, 1950)
Log h = b0 + b1 D-1
(Avery and Burkhart, 2002)
h = b0 Db1 atau log h = log b0 + b1 log D (Prodan et al. (1997) h = b0 + b1 D + b2 D2 h–1.3 = b1 D + b2 D2 h = b0 + b1 ln (D) ln (h) = b0 + b1 ln (D) Dimana :
bi = konstanta h = tinggi pohon D = diameter pohon setinggi dada ln = natural logaritma
Pada model-model tersebut dapat digunakan satuan ukuran metriks, yaitu meter untuk tinggi pohon dan satuan cm untuk diameter pohon.
13
Meskipun banyak fungsi-fungsi hubungan tersebut telah dikembangkan untuk melukiskan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon, tetapi persamaan parabolik (h = 4.5 + b1 D + b2 D2 atau h = b0 + b1 D + b2 D2) telah digunakan untuk menggambarkan hubungan tinggi dengan diameter pohon pada banyak tegakan hutan. Bagaimanapun jika ingin menggunakan suatu fungsi matematik untuk menggambarkan hubungan tinggi dengan diameter pohon untuk tegakan tertentu, maka pengujian perlu dilakukan untuk melihat fungsi hubungan yang mana terbaik untuk dapat digunakan (Husch et al, 2003 dan Husch, 1963). Untuk tujuan pembuatan kurva tinggi ini perlu dilakukan pengukuran tinggi pohon dan diameter pohon dengan teliti dan benar terhadap sejumlah pohon-pohon contoh atau pohon-pohon model (sample trees) yang dirancang tersebar merata (representative) pada setiap ukuran kelas diameter pohon, pada setiap kelas umur pohon dan pada kelompok-kelompok jenis pohon. Pohon contoh yang dipilih hendaknya pohon yang sehat dan baik pertumbuhannya. Untuk membuat kurva tinggi tersebut dengan free hand methods, dilakukan pembuatan scatter diagram hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon dan untuk setiap kelas diameter diplotkan titik nilai rata-ratanya. Diantara titik-titik nilai rata-rata tersebut ditarik garis lurus sedemikian rupa agar garis lurus tersebut berada ditengah-tengah sebaran titik-titik nilai rata-rata tersebut. Cara lain untuk menggambarkan kurva tinggi dilakukan dengan analisa regresi (linear regression analysis), baik regresi linier sederhana (simple linear regression analysis) maupun regresi linier berganda (multiple linear regression analysis), tergantung fungsi matematik yang digunakan atau tergantung banyaknya peubah bebas yang dipakai. Bentuk-bentuk persamaan yang non-linier ditransformasikan menjadi bentuk linier. Kurva tinggi yang dapat digunakan adalah kurva yang hubungan antara diameter dan tingginya cukup kuat. Perbedaan kurva tinggi untuk kelompok jenis yang sama menyatakan perbedaan site di mana pohon sampel diambil. Hal ini menunjukkan bahwa lokasi yang berbeda, mungkin memperoleh kurva tinggi yang berbeda pula. Dengan demikian setiap IUPHHK sebaiknya mempunyai kurva yang berasal dari wilayahnya masing-masing (Sutarahardja, 2008).
14
2.8. Validasi Kurva Tinggi Pohon Dalam mengevaluasi model, Spurr ( 1955) dan Prodan (1965) mengatakan bahwa persamaan regresi sebagai penduga isi pohon cukup seksama apabila persamaan-persamaan tersebut memberikan simpangan baku sisaan seminimal mungkin. Hal ini juga dapat diterapkan dalam mengevaluasi model kurva tinggi. Untuk mengetahui apakah hasil persamaan-persamaan regresi yang telah disusun sebelumnya valid atau tidak, maka perlu dilakukan uji validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model. Data pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi diatas. Uji validasi model dapat dilakukan dengan menghitung nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat. Suatu persamaan regresi dapat dinyatakan valid untuk digunakan apabila memenuhi persyaratan tertentu dari hasil uji validasi yang digunakan.
15
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan waktu Penelitian Kegiatan pengambilan data dilakukan di IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur. Waktu pengambilan data dilakukan pada bulan Februari sampai April 2009.
3.2. Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan hutan alam, sedangkan alat-alat yang dipergunakan untuk mengambil data adalah : a. Peta topografi atau peta jaringan jalan skala 1:25.000 (terdapat jaringan jalan, sungai, penyebaran plot, garis petak dan blok RKT) b. Tally sheet dan buku panduan c. Clinometer d.Tongkat
bantu
untuk
mengukur
tinggi
sepanjang
5,5m
(dapat
dipanjangpendekkan) atau dengan menggunakan laser distance meter yang ada untuk memudahkan pengukuran e. Phiband (pita ukur) f. Alat tulis-menulis dan perlengkapan lapangan.
3.3. Metode Penelitian 3.3.1. Pengambilan Pohon Contoh di Lapangan Untuk penyusunan kurva tinggi Pohon, didasarkan pada data pohon contoh atau pohon model yang dipilih secara purposive dengan ketentuan tersebar pada setiap jenis pohon, kelas diameter dan kelas tinggi pohon, pada berbagai tipe tempat tumbuh. Pohon contoh adalah pohon yang mempunyai batang lurus atau tidak banyak cabang, tumbuh normal dan sehat, refresentatif terhadap kondisi tegakan, serta diusahakan tersebar merata di seluruh areal penelitian. Untuk melakukan pemodelan diperlukan suatu set data yang berbeda dengan set data yang dipakai untuk uji validasi model. Proses pemilahan pohon contoh terdiri dari 2/3 pohon contoh untuk proses pemodelan dan 1/3 pohon
16
contoh lainnya untuk proses uji validasi. Berikut contoh Pemilahan pohon contoh pada setiap kelompok jenis : Tabel 1
Contoh pemilahan pohon contoh pada setiap kelompok jenis (Dipterocarpaceae dan Kayu Rimba Campuran) Kelas
Jumlah
Proses
Proses
Diameter (cm)
Pohon Contoh
Pemodelan
Uji Validasi
10,0 – 14,9
15
10
5
15,0 – 19,9
15
10
5
20,0 – 24,9
15
10
5
25,0 – 29,9
15
10
5
30,0 – 34,9
15
10
5
35,0 – 39,9
10
7
3
40,0 – 44,9
10
7
3
45,0 – 49,9
10
7
3
50,0 – 59,9
10
7
3
60,0 – 69,9
10
7
3
70,0 – 79,9
10
7
3
≥ 80,0
10
7
3
145
99
46
∑ Pohon contoh
3.3.2. Pengukuran Pohon Contoh Parameter-parameter yang diukur pada pohon contoh di lapangan adalah : a. Diameter setinggi dada b. Pembacaan clinometer (%) pada tinggi total (ht) c. Pembacaan clinometer (%) pada ketinggian 1,5 m dari tanah (hb) d. Pembacaan clinometer (%) pada ujung tongkat (hp) e. Pembacaan clinometer (%) pada tinggi bebas cabang (hcp)
3.4. Analisis Data 3.4.1. Scatter Diagram Pohon Contoh Scatter diagram (diagram tebar) pohon contoh adalah suatu diagram yang menggambarkan hubungan antara dimeter dan tinggi pohon. Untuk membantu dalam pemilihan model, maka data pohon contoh ditampilkan dalam scatter diagram atau scatterplot (diagram tebar). Dari tebaran data tersebut akan dapat
17
dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya. Salah satu contoh gambar scatter diagram persebaran kelas diameter dengan tinggi pohon yang akan dijadikan model persamaan regresi dalam penyusunan kurva tinggi pohon.
14
Gambar 2
Contoh scatter diagram hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon.
3.4.2. Pemilihan Model Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon Kurva tinggi pohon dapat disusun dengan menggunakan regresion analysis atau free hand methods. Pemilihan model hubungan antara diameter dan kurva tinggi dilakukan dengan melihat bentuk penampilan penyebaran data (linier atau non linear) pada scatter diagram yang telah dibuat. Dari bentuk penyebaran datanya maka dapat ditentukan model pendekatannya. Banyaknya model yang akan dicoba sebanyak 4 model. Beberapa persamaan hubungan antara diameter dengan tinggi pohon yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi pohon antara lain :
18
h = 4.5 + b1 D + b2 D2
(Trorey, 1932)
h = b0 + b1 D + b2 D2 h = 4.5 + h (1- e-aD)
(Meyer, 1940)
Log h = b0 + b1 log D
(Stoffels and Van Soest, 1953)
h = b0 + b1 log D Log h = b0 + b1 D
(Henricksen, 1950)
-1
(Avery and Burkhart, 2002)
h = b0 Db1 atau log h = log b0 + b1 log D (Prodan et al. (1997) h = b0 + b1 D + b2 D2 h–1.3 = b1 D + b2 D2 h = b0 + b1 ln (D) ln (h) = b0 + b1 ln (D)
3.4.3. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara Free Hand Methods Untuk membuat kurva tinggi tersebut dengan free hand methods, dilakukan pembuatan scatter diagram hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon dan untuk setiap kelas diameter diplotkan titik nilai rata-ratanya. Di antara titik-titik nilai rata-rata tersebut ditarik garis dengan bentuk garis sesuai berdasarkan sebaran titiknya, sedemikian rupa agar garis tersebut berada ditengahtengah sebaran titik-titik nilai rata-rata tersebut.
3.4.4. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon dengan Analisis Regresi 3.4.4.1. Perhitungan Korelasi Dalam penyusunan kurva tinggi pohon terdapat hubungan yang erat antara diameter dan tinggi pohon. Pohon-pohon yang memiliki diameter yang sama akan memberikan tinggi dan bentuk yang sama. Tingkat keeratan hubungan ini ditunjukkan dengan besarnya nilai korelasi (r) dimana :
r= dimana :
∑ x x − (∑ x ∑ x ) / n (∑ x − (∑ x ) / n)(∑ x − (∑ x ) / n) 1 2
2
1
1
2
2
2
1
2
2
2
19
r = korelasi x1 = diameter rata-rata pohon x2 = tinggi rata-rata pohon n = banyaknya pohon Nilai korelasi merupakan penduga tak bias dari koefisien korelasi populasi (ρ). Besarnya nilai r berkisar antara -1 ≤ r ≤ 1, jika nilai r = -1 maka hubungan tinggi dengan diameter pohon merupakan korelasi negatif sempurna dan jika r = 1 maka merupakan korelasi posiitif sempurna. Korelasi yang mendekati nol (r = 0) menunjukkan bahwa sedikit (tidak ada) suatu hubungan linear yang terjadi bersama-sama.
3.4.4.2. Perhitungan koefisien regresi Untuk dapat menghasilkan persamaan-persamaan regresi yang dimaksud, maka perlu dihitung nilai-nilai dari koefisien-koefisien regresinya (Sutarahardja, Sumarna dan Witjaksono, 1991). Menghitung koefisien regresi pada penyusunan kurva tinggi pohon berdasarka model-model persamaan matematik, antara lain : a. Untuk model satu peubah Yi = β 0 + β1 X i + ε i , dengan penduga modelnya adalah yi = b0 + b1 xi + ei , maka besarnya nilai koefisien regresi b1 sebagai penduga
dari β1 dan besarnya nilai konstanta b0 (intercept) sebagai penduga dari
β 0 dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh. JHKxy b = dan 1 JKx b = y −b x 0 1 Dimana : y = tinggi pohon dalam m dan x = diameter pohon dalam cm. Koefisien korelasi ( r ) antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dihitung dengan rumus (1) tersebut diatas atau dengan rumus : r=
b1( JHKxy ) JKy
20
Dalam hal ini, JKx, JKy dan JHKxy dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : n ( ∑ xi ) 2 n JKx = ∑ xi2 − i =1 n i =1 n ( ∑ yi ) 2 n JKy = ∑ yi2 − i =1 n i =1
( )( )
n n ∑ xi ∑ y i n JHKxy = ∑ xi yi − i =1 i =1 n i =1
Dimana : r
= Koefisien korelasi contoh
JKX
= Jumlah kuadrat peubah X (misal : diameter pohon)
JKy
= Jumlah kuadrat peubah Y (misal : tinggi pohon)
JHKxy = Jumlah hasil kali antara peubah X dengan peubah Y
Bentuk model satu peubah yang lain adalah : h = b0Db1 , ditranformasikan menjadi Log h = log b0 + b1log D dan bentuk model persamaan regresinya (simple linear regression) : Y = β0 + β1X + ε, maka besarnya nilai koefisien regresi β1 sebagai penduga dari log b1 dan besarnya nilai konstanta β 0 (intersept) sebagai penduga dari log b0 dapat dihitung dari nilai-nilai data pohon contoh.
β1 =
JHKxy dan JKx
β = y−β x 0
1
Koefisien korelasi ( r ) antara tinggi pohon dengan diameter pohon dapat dihitung dengan rumus tersebut diatas atau dengan rumus :
21
r=
β1( JHKxy ) JKy
Dalam hal ini, JKx, JKy dan JHKxy dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut : n ( ∑ xi ) 2 n JKx = ∑ xi2 − i =1 n i =1 n ( ∑ yi ) 2 n JKy = ∑ yi2 − i =1 n i =1
( )( )
n n ∑ xi ∑ y i n JHKxy = ∑ xi yi − i =1 i =1 n i =1
Dimana : Y
= log h
X
= log D
βi
= konstanta
ε
= simpangan (error)
r
= Koefisien korelasi contoh
JKX
= Jumlah kuadrat peubah X (misal : diameter pohon)
JKy
= Jumlah kuadrat peubah Y (misal : tinggi pohon)
JHKxy = Jumlah hasil ki antara peubah X dengan peubah Y
b. Model dengan dua peubah h = b0 + b1D + b2D2 Bentuk model persamaan regresinya (multiple linear regression) : Y = β0 + β1X + β2X2 + ε maka besarnya nilai-nilai penduga koefisien-koefisien regresi (β1, β2) sebagai penduga (b1, b2 ) serta intercept β0 sebagai penduga b0 dapat dihitung berdasar data pohon contoh yang diambil.
22
β =
( JKx 2 )( JHKx1 y ) − ( JHKx1 x 2 )( JHKx 2 y ) ( JKx1 )( JKx 2 ) − ( JHKx1 x 2 ) 2
β =
( JKx1 )( JHKx 2 y )−( JHKx1x2 )( JHKx1 y ) ( JKx1 )( JKx 2 )−( JHKx1x2 )2
1
2
dimana :
( )
2 n x ∑ n 2 i =1 1i JKx1 = ∑ x1i − n i =1
( )
2 n ∑ x2 i n 2 i JKx 2 = ∑ x 2 i − =1 n i =1
( )( )
n n ∑ x1 ∑ x2 n JKx1x 2 = ∑ x1x2 − i =1 i =1 n i =1
( )( )
n n ∑ x1 ∑ y n i =1 JKx1 y = ∑ x1 y − i =1 n i =1
( )( )
n n ∑ x2 ∑ y n i =1 JKx 2 y = ∑ x 2 y − i =1 n i =1
β = y−β x −β x 0
1 1
2 2
Koefisien determinasi ( R 2 ) dari model regresi tersebut dapat dihitung : R2 =
JK regresi JK total
Koefisien korelasi berganda
( R ) dapat diperoleh dari akar koefisien
determinasi tersebut diatas. JK regresi = b1 JHKx1 y + b2 JHKx 2 y
23
( )
2 n ∑y n 2 i =1 i JK total = JKy = ∑ yi − n i =1
Dimana : y = tinggi pohon (h) x = diameter pohon (D) x1 = D x2 = D2
3.4.5. Pengujian Model Regresi Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar peubah-peubah yang merupakan suatu hubungan regresi yang nyata atau tidak maka dilakukan uji regresi dengan uji F. Pengujian dilakukan dengan cara membandingkan nilai F hitung dengan nilai F tabel pada tingkat nyata tertentu. Nilai F hitung dapat dicari dengan sidik ragam yang dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Sidik ragam untuk fungsi regresi Sumber Keragaman
Derajat Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
Regresi (R)
p-1
JKR
KTR
KTR/KTS
Sisa (S)
n-p
JKS
KTS
-
Total(T)
n-1
JKT
-
-
Dimana: p = banyaknya konstanta (koefisien regresi dan intersept) n = banyaknya pohon contoh Hipotesa yang digunakan Ho : β1 = β2 = 0 H1 : Sekurangnya ada β1 atau β2 ≠ 0 Apabila F hitung > F tabel maka tolak Ho, artinya sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tak bebas. Dari hasil analisis regresi tersebut dapat dilihat keeratan hubungan antara peubah bebas dengan peubah tak bebas yang ditunjukkan oleh besarnya nilai koefisien korelasi (r), sedangkan untuk melihat berapa besar pengaruh peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tak bebas (tinggi pohon) dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R2).
24
3.4.6. Penentuan Kesalahan sampling (Sampling Error, SE) Kesalahan
sampling
adalah
kesalahan
yang
disebabkan
karena
dilakukannya pengambilan contoh (sampling). Besarnya kesalahan dapat dihitung :
Dimana : SE = sampling error ŷ = rata-rata tinggi pohon (m) Sŷ = Simpangan baku rata-rata (m) df = derajat bebas 3.4.7. Validasi Model Hasil persamaan-persamaan regresi yang telah diuji tersebut diatas, pada penyusunan kurva tinggi pohon dengan analisis regresi perlu dilakukan uji
validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). Data pohon contoh tersebut tidak digunakan dalam penyusunan model-model kurva tinggi di atas. Uji validasi model dapat dengan melihat pada nilai-nilai simpangan
agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), error), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara
uji Khi-kuadrat. Nilai-nilai pengujian validasi model tersebut dapat dihitung dengan rumusrumus sebagai berikut : a. Simpangan agregat (agregative deviation) Simpangan agregat merupakan selisih antara jumlah tinggi aktual (Ha) dan
tinggi dugaan (Ht) yang diperoleh berdasarkan dari tabel tinggi pohon, sebagai persentase terhadap tinggi dugaan (Ht). Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar dari -1 sampai +1 (Spurr, 1952). Nilai
SA dapat dihitung dengan rumus :
25
n n ∑ Hti − ∑ Hai i =1 SA = i =1 n ∑ Hti i =1
b. Simpangan rata-rata (mean deviation) Simpangan rata-rata merupakan rata-rata jumlah dari nilai mutlak selisih antara jumlah tinggi dugaan (Ht) dan tinggi aktual (Ha), proporsional terhadap jumlah tinggi dugaan (Ht). Nilai simpangan rata-rata yang baik adalah tidak lebih dari 10 % (Spurr, 1952). Simpangan rata-rata dapat dihitung dengan rumus (Bustomi, dkk. 1998) : n Hti − Hai ∑ Hti i =1 x100% SR = n
c. RMSE (root mean square error) RMSE merupakan akar dari rata-rata jumlah kuadrat nisbah antara selisih tinggi dugaan dari tabel tinggi pohon (Ht) dengan tinggi aktualnya (Ha) terhadap tinggi aktual. Nilai RMSE yang lebih kecil, menunjukkan model persamaan penduga tinggi yang lebih baik. RMSE dapat dihitung dengan rumus : n (Hti − Hai ) 2 ∑ Hai RMSE = i =1 x100% n d. Bias Bias (e) adalah kesalahan sistematis yang dapat terjadi karena kesalahan dalam pengukuran, kesalahan teknis pengukuran maupun kesalahan karena alat ukur. Bias dapat dihitung dengan rumus : Hti − Hai n Hai e= ∑ x100% n i =1
26
e. Uji Beda Rata-rata Khi-kuadrat (Khi-square test) Pengujian validasi model persamaan penduga tinggi pohon, dapat pula dilakukan dengan menggunakan uji
χ2 (Khi-kuadrat), yaitu alat untuk
menguji apakah tinggi yang diduga dengan tabel tinggi pohon (Ht) berbeda dengan tinggi pohon aktualnya (Ha). Dalam hal ini hipotesa yang diuji adalah sebagai berikut : H 0 : Ht = Ha H 1 : H t ≠ Ha
Kriterium ujinya adalah : n (Hti − Hai )2 = ∑ hitung Hai i =1
χ2
Kaidah keputusannya adalah sebagai berikut :
2
2
χ hitung ≤ χ tabel (α , n −1) , maka terima H0 2
2
χ hitung 〉 χ tabel (α , n −1) , maka terima H1 3.4.8. Pemilihan Model Terbaik dan Valid Model persamaan regresi untuk penyusunan tabel tinggi pohon yang akurat dan valid adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Dalam analisis regresi menghasilkan nilai-nilai R² yang besar, regresi yang nyata berdasarkan hasil analisis keragamannya serta sampling error (SE) yang rendah. 2. Dalam uji validasi harus memenuhi standar pengujian antara lain : a. Persamaan yang baik memiliki nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar berada diantara -1 sampai + 1 (Spurr, 1952). b. Persamaan yang baik memiliki nilai Simpangan rata-rata tidak lebih dari 10 % (Spurr, 1952). c. Nilai RMSE dan Bias yang kecil menunjukkan model persamaan penduga tinggi yang lebih baik.
27
d. Apabila hasil uji beda antara nilai rata-rata yang diduga dengan tabel tinggi dengan nilai rata-rata nyata (actual), tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (H0, diterima) maka persamaan penduga tinggi itu dapat digunakan.
28
BAB IV KONDISI UMUM 4.1. Sejarah Pemanfaatan Hutan PT. Ratah Timber merupakan perusahaan swasta nasional yang pada tahun 1970 telah memperoleh kepercayaan dari pemerintah RI cq. Menteri Pertanian untuk mengusahakan hutan dalam bentuk HPH melalui SK HPH No. 526/Kpts/Um/II/1970 tanggal 7 November 1970. Luas areal IUPHHK adalah sebesar 125.000 Ha yang terletak di kelompok hutan Sungai Ratah Selatan di Provinsi Kalimantan Timur. Dasar pemberian hak pemanfaatan hasil hutan kayu tersebut adalah Forest Agreement (FA) No. FA/J/003/1970 tanggal 30 Januari 1976. Hak pemanfaatan hasil hutan kayu tersebut di atas sesuai dengan diktum terakhir disebutkan bahwa berlaku selama dua puluh tahun terhitung sejak dikeluarkannya SK HPH. Dengan demikian maka IUPHHK ini telah berakhir pada tanggal 6 November 1990. Setelah berakhirnya jangka pengusahaan hutan tersebut, perusahaan memperoleh perpanjangan sementara dengan luas areal sebesar ± 115.000 Ha. Luas areal ini didasarkan pada dokumen Project Proposal Perpanjangan. Perubahan luas dari 125.000 Ha menjadi 115.000 Ha tersebut disebabkan oleh pengurangan luas areal sebesar 10.000 Ha karena termasuk areal hutan lindung (HL). Ijin prinsip perpanjangan ini tertuang di dalam Surat Menhut No. 477/Menhut-IV/1993 tanggal 27 Februari 1993. Berdasarkan Surat Menhut No. 2039/Menhut-IV/1993 tanggal 20 November 1993, PT Ratah Timber memperoleh tambahan areal seluas 12.000 Ha yang berasal dari eks IUPHHK PT. Budi Dharma Bhakti Djayaraya, sehingga luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber menjadi 127.000 Ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 95/Kpts-II/2000 tanggal 22 Desember 2000 luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber ditetapkan seluas 97.690 Ha. Pengurangan areal tersebut terjadi karena sebagian areal IUPHHK termasuk dalam Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK) seluas 29.310 Ha. Pada penyusunan RKUPHHK periode 1990-2010 ini luas yang digunakan adalah
29
luas berdasarkan SK Menhut No. 95/Kpts-II/2000 tersebut yakni seluas 97.690 Ha. Berdasarkan Surat Menteri Kehutanan No. 477/Menhut-IV/1993 IUPHHK PT. Ratah Timber diperpanjang ijin IUPHHK-nya dengan syarat menyertakan BUMN PT. Inhutani – II san Koperasi dalam kepemilikan saham perusahaan. Melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa, sebagaimana tertuang di dalam akta notaris H. Azhar Alia, SH No. 2 tanggal 4 Juni 1998 susunan pemegang saham PT. Ratah Timber adalah sebagai berikut: – PT. Long Bangun Putra Timber
: 37,5 %
– PT. Tansa Trisna
: 37,5 %
– PT. Inhutani II
: 20,0 %
– Koperasi
:
5,0 %
4.2. Letak dan Luas IUPHHK Areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber terletak di kelompok hutan Sungai Ratah, Kabupaten Dati II Kutai, Provinsi Dati I Kalimantan Timur. Secara geografis terletak pada 114° 55’ - 115° 30’ Bujur Timur dan 0° 2’ LS - 0° 15’ LU. Menurut pembagian wilayah Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH), areal kerja termasuk ke dalam Kelompok Hutan Sungai Ratah, Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Mamahak Besar, Cabang Dinas Kehutanan (CDK) Mahakam Hulu, Dinas Kehutanan Provinsi Kalimantan Timur, sedangkan menurut pembagian wilayah administratif pemerintahan termasuk dalam Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Batas-batas areal kerja tersebut adalah : 1. Sebelah Utara
: KBNK, Areal Perkebunan KSU Dayakaltim Abadi dan IUPHHK PT. INHUTANI I (eks. IUPHHK PT. Mulawarman Bhakti)
2. Sebelah Timur
: KBNK dan eks. IUPHHK PT. Haciendawood Nusantara Industries
3. Sebelah Selatan
: Hutan Lindung Batu Buring Ayok (eks. IUPHHK PT. Budi Dharma Bhakti Djayaraya)
30
4. Sebelah Barat
: Hutan Lindung Batu Buring Ayok (eks. areal kerja PT. Gata Rota)
Luas areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber mengalami beberapa perubahan dimulai sejak diterbitkan SK IUPHHK tahun 1970, dengan dasar sebagai berikut: a.
SK HPH Tahun 1970
: 125.000 Ha
b.
Hutan Lindung (dikeluarkan)
: 10.000 Ha
c.
Persetujuan Penggabungan Areal Eks IUPHHK PT. BDBD
: 12.000 Ha
d.
Ijin Perpanjangan IUPHHK sementara (Tahun 1993)
: 127.000 Ha
e.
SK Tata Batas Temu Gelang Tahun 1998
: 126.753 Ha
f.
SK IUPHHK pembaharuan Tahun 2000
:
97.690 Ha
Berdasarkan Peta Paduserasi antara Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan TGHK Kalimantan Timur yaitu Peta Penunjukan Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimantan Timur skala 1 : 125.000, areal IUPHHK tersebut terdiri dari Hutan Produksi tetap (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT). Rincian luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan fungsi hutan disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Timur Unit I
Unit II
Ha
Ha
Ha
%
Hutan Produksi Terbatas
29.620
0
29.620
30.32
Hutan Produksi Tetap
59.990
8.080
68.070
69.68
Total
89.610
8.080
97.690
100
No
Fungsi Hutan
1 2
Jumlah
Sumber : Peta Kawasan Hutan dan Perairan Provinsi Kalimntan Timur Skala 1 : 250.000
4.3. Geologi dan Tanah Berdasarkan Peta Tanah Tinjau Kalimantan Skala 1 : 250.000 tahun 1976, areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber memiliki tiga jenis tanah, yaitu podsolik merah kuning, latosol dan aluvial. Luas masing-masing jenis tanah berdasarkan letak arealnya secara rinci disajikan pada Tabel 4.
31
Tabel 4 Luas areal IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan jenis tanah Unit I Ha % Podsolik Merah Kuning 77.701 87 Latosol 9.650 11 Aluvial 2.259 3 Total 89.610 100
No. Jenis Tanah 1 2 3
Unit II Ha % 3.826 47 4.254 53 8.080 100
Total Ha % 81.527 83 13.904 14 2.259 2 97.690 100
Sumber : Pengukuran Planimetris Peta Tanah Hijau, Skala 1 : 250.000 (Badan Pertanahan Nasional Unit Kalimantan Timur)
Tanah podsolik merah kuning terbentuk di atas wilayah berlereng datar, landai dan agak curam. Tanah latosol terbentuk di atas formasi Batu Ayau, sedangkan tanah aluvial terbentuk dari endapan aluvial yang terdapat pada kelerengan datar yaitu terdapat di sekitar tepi Sungai Mahakam. Formasi geologi yang terdapat di areal IUPHHK PT. Ratah Timber sebagian besar adalah formasi Ujoh Bilang, yaitu mencakup areal seluas 79.589 Ha atau 81,0 %. Formasi geologi lainnya adalah formasi Batu Pasir Lenmuring, formasi Batu Ayau, dan Endapan Aluvial. Data selengkapnya mengenai formasi Geologi yang ada di areal IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Formasi geologi di areal IUPHHK PT. Ratah Timber Simbol Formasi Geologi Formasi Ujoh Bilang Formasi Batu Pasir Lenmuring Formasi Batu Ayau Endapan Aluvial Total
Tou Toi Tea Qa Sumber :
Unit I Ha %
Unit II Ha %
Total Ha
%
75.763
85
3.826
47
79.589
81
1.938
2
-
-
1.938
2
9.650 2.259 89.610
11 3 100
4.254 8.080
53 100
13.904 2.259 97.690
14 2 100
Pengukuran Planimetris Peta Geologi Skala 1 : 250.000 (Pusat Litbang Geologi dan Sumberdaya Mineral Bandung, Tahun 1994)
4.4. Iklim Menurut sistem klasifikasi Schmidt and Fergusson (1951), iklim di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber termasuk iklim sangat basah atau tipe A dengan jumlah bulan basah adalah 12 bulan (nilai Q = 0 %). Data tentang curah hujan rata-rata bulanan dan hari hujan bulanan disajikan pada Tabel 6 dan Gambar 3.
32
Tabel 6 Data curah hujan bulanan dan hari hujan bulanan rata-rata No. Bulan
Curah Hujan (mm)
Hari Hujan
399 147 348 372 310 159 170 80 404 407 552 400 3748 312
11 4 6 11 9 8 9 5 17 12 17 14 123 10
1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Jumlah Rata-rata
Sumber : Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Long Iram ( Tahun 1999)
Curah hujan (mm)
600 500 400 300 200 100 0 0 2 4 6 8 Sumber : RKUPHHK-HA PT. Ratah Timber, 2005 Bulan Ke
10
12
14
Gambar 3 Curah hujan bulanan di PT. Ratah Timber tahun 1999.
4.5. Suhu dan Kelembaban Udara Gambaran secara lengkap mengenai suhu dan kelembaban udara di areal IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 7. Kecepatan angin tertinggi tercatat sebesar 17 – 22 knot dengan frekuensi rata-rata 23 kali setahun, bertiup dari arah timur laut dan umumnya berlangsung antara bulan Januari – Maret.
33
Selain bulan-bulan tersebut, angin bertiup dengan kecepatan antara 4 – 6 knot dari arah utara ke timur laut atau barat laut. Tabel 7 Data suhu udara dan kelembaban udara bulanan rata-rata No. B u l a n 1 Januari 2 Februari 3 Maret 4 April 5 Mei 6 Juni 7 Juli 8 Agustus 9 September 10 Oktober 11 November 12 Desember Rata-rata
Suhu Udara (°C) 26,4 26,5 26,9 26,7 26,5 26,5 25,8 26,1 26,4 26,7 26,6 26,4 26,4
Kelembaban Udara (%) 84,6 84,3 82,5 84,2 85,5 86,4 85,8 85,1 84,1 85,5 85,7 85,9 85,1
Sumber : Cabang Dinas Pertanian Kecamatan Long Iram (Tahun 1999)
Bentuk presipitasi yang terjadi sepanjang dua puluh tahun terakhir berupa embun dan hujan air. Selama musim penghujan, embun turun disertai kabut yang cukup pekat kira-kira sampai jam 8.00 pagi.
4.6. Hidrologi Areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berada di dalam satu Daerah Aliran Sungai (DAS) dengan beberapa sub DAS, yaitu: sub DAS Mahakam Ulu, sub DAS Ratah, sub DAS Hubung, sub DAS Long Gelawang, sub DAS Benturak, sub DAS Nyerubung, sub DAS Pari dan sub DAS Jerumai. Berdasarkan studi Semdal diperoleh data bahwa kondisi debit sesaat dan kandungan sedimen dari beberapa titik sungai-sungai di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber tersebut di atas, disajikan pada Tabel 8, sedangkan prediksi laju erosi pada masing-masing sub DAS disajikan pada Tabel 9.
34
Tabel 8 Luas sub DAS, debit sungai dan kandungan sedimen dari beberapa titik sungai di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber
No. 1 2 3 4 5 6 7
Debit (m³/detik) *) 1.290 5.435 19.210 26.540 30.784 7.184
Stasiun Pengamatan S. Mahakam S. Benturak S. Benturak Ilir S. Nyerubung Hilir S. Ratah Hulu S. Ratah Hilir S. Pari
Residu total (mg/l) 17,0 8,0 24,0 12,0 7,0 120,0 8,5
Sedimen (ton/th) 0,89 11,27 19,82 17,20 319,17 5,28
Sumber : Studi SEL PT. Ratah Timber, 1991 *) Tidak diperoleh data
Tabel 9 Prediksi laju erosi dan sedimentasi dari masing-masing sub DAS di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber
No. Sub DAS 1 2 3 4 5 6
Hubung Long Beliwan Benturak Nyerubungan Pari Jerumai
Luas Ha 116,23 91,45 84,00 123,25 215,14 107,86
Laju Erosi Ton/ha/thn Ton/thn 10,30 119.73 29,13 226.39 19,06 160.13 21,37 263.43 14,79 381.21 8,83 95.285
SDR (%) 13 13 14 12 11 13
Laju Sedimentasi (ton/th) 15.564 34.631 22.417 31.611 35.002 12.387
Sumber : Studi SEL PT. Ratah Timber, 1991
4.7. Kondisi Hutan 4.7.1. Topografi Lapangan Hasil analisis kelas lereng berdasarkan Peta Garis Bentuk dari Potret Udara Skala 1 : 25.000 menunjukkan bahwa sebagian besar areal kerja (± 68,50 %) tergolong datar hingga landai. Disamping itu juga terdapat areal dengan kelerengan > 40 % (sangat curam) seluas 705 Ha. Kondisi topografi areal kerja selengkapnya disajikan pada Tabel 10.
35
Tabel 10 Kondisi topografi areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber Klasifikasi
Unit I (Ha)
Kelas Lereng A : 0 - 8 % Datar B : 9 - 15 % Landai C : 16 - 25 % Agak Curam D : 26 - 40 % Curam E : > 40 % Sangat Curam Tidak ada data Jumlah Sumber :
HP 33.634 15.304 7.605 2.508 939 59.990
HPT 6.741 6.937 6.370 4.956 4.053 29.620
Unit II (Ha) HP 2.518 1.779 2.593 1.048 142 6.080
Jumlah Ha 43.893 24.020 16.569 8.512 705 4.992 97.690
% 43,91 24,59 16,96 8,71 0,72 5,11 100,00
Pengukuran Planimetris Peta Kelas Lereng IUPHHK PT. Ratah Timber yang didasarkan pada peta garis bentuk skala 1 : 25.000
4.7.2. Kondisi Penutupan Lahan Hasil analisa dan pengukuran planimetris terhadap peta penutupan lahan yang diperoleh dari hasil analisis antara peta interpretasi foto udara yang dikoreksi dengan data hasil penafsiran Citra Landsat skala 1 : 100.000 (mosaik dari liputan Mei 2006, April 2005, Juni 2005 yang dikoreksi Baplanhut sesuai surat No. S.564/VII/Pusin-1/2006)
dan
realisasi
tebangan
sampai
dengan
2005
menunjukkan bahwa areal IUPHHK PT. Ratah Timber seluas 97.690 Ha terdiri dari areal hutan primer seluas 10.007 Ha (10,24 %), bekas tebangan 78.072 Ha (79,92 %) dan non hutan seluas 9.611 Ha (9,84 %). Dari hutan primer yang tersisa tersebut seluruhnya adalah hutan prenges/kerangas yang tidak produktif yang mana sampai saat ini tidak dapat dieksploitasi, sehingga dalam penataan dialokasikan untuk areal lindung, yang secara fisik memiliki topografi yang bervariasi dari agak curam sampai dengan curam. Jika dilihat dari penutupan lahannya, kondisi umum di areal kerja PT. Ratah Timber masih tergolong potensial untuk mendukung tercapainya kelestarian pada periode rotasi berikutnya sebab hasil analisi menunjukkan bahwa dari areal berhutan seluas 88.079 Ha, diperoleh areal berhutan efektif sebesar 64.457 Ha yang dapat diproyeksikan untuk mendukung kelestarian hutan. Luasan penutupan lahan di IUPHHK PT. Ratah Timber dapat dilihat di Tabel 11.
36
Tabel 11
Luasan menurut penutupan lahan areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber pada setiap fungsi hutan
Penutupan Lahan A. Hutan Primer B. Hutan Bekas Tebangan C. Non Hutan Total Sumber:
Kawasan Budidaya Kehutanan HP HPT 5.657 4.350 53.066 25.006 9.347 264 68.070 29.620
Total Ha 10.007 78.072 9.611 97.690
% 10,24 79,92 9,84 100.00
Hasil analisa terhadap Peta Penafsiran Citra Landsat liputan Tahun 2006 Skala 1 : 100.000, yang telah diperiksa BAPLANHUT No. 564/VII/Pusin-1/2006, 10 Agustus 2006 dan Interpretasi Foto Udara Skala 1 : 50.000 (1995) serta realisasi tebangan RKT.
4.7.3. Kondisi Potensi Tegakan Informasi mengenai potensi tegakan baik pohon inti maupun masak tebang, diperoleh berdasarkan beberapa sumber sebagai berikut: a. Interpretasi Foto Udara Berdasarkan laporan interpretasi foto udara (1995) diperoleh bahwa potensi tegakan tingkat pohon masak tebang di areal hutan primer rata-rata sebesar 102,41 m³/Ha untuk kelas diameter > 50 cm dan 77,71 m³/Ha untuk kelas diameter > 60 cm, sedangkan di areal hutan sekunder (bekas tebangan) potensi rata-rata untuk kelas diameter > 50 cm sebesar 91,65 m³/Ha dan untuk kelas diameter > 60 cm sebesar 60,82 m³/Ha. Data selengkapnya tercantum pada Tabel 12. Tabel 12 Potensi tegakan jenis komersial di areal kerja IUPHHK PT. Ratah timber berdasarkan laporan interpretasi foto udara No.
Kelompok Jenis
HUTAN PRIMER 1 Kel. Jenis Meranti 2 Kel. Kayu Indah 3 Kel. Rimba Campuran Jumlah
50 - 59 cm N V
50 cm up N V
60 cm up N V
5.97 0.59 3.05 9.61
16.32 1.06 7.35 24.73
10.35 0.47 4.30 15.12
15.53 1.58 7.59 24.70
69.19 3.70 29.52 102.41
53.66 2.12 21.93 77.71
37
Lanjutan Tabel 12 HUTAN SEKUNDER 1 Kel. Meranti 2 Kel. Kayu Indah 3 Kel. Rimba Campuran Jumlah Sumber :
5.82 0.24 2.10 8.16
25.59 0.57 4.67 30.83
15.77 0.43 4.49 20.69
74.49 1.41 15.75 91.65
9.95 0.19 2.39 12.53
48.90 0.84 11.08 60.82
Laporan Survey Potret Udara IUPHHK PT. Ratah Timber, 1995
b. Survei Potensi Dengan Intensitas 1 % Berdasarkan laporan hasil survei potensi dengan intensitas sampling 1 % (dilakukan dalam rangka penyusunan RKPHS) diperoleh data potensi tegakan tingkat pohon di areal hutan primer rata-rata sebesar 107,22 m³/Ha untuk kelas diameter > 50 cm dan 83,09 m³/Ha untuk kelas diameter > 60 cm, sedangkan di areal hutan bekas tebangan potensi rata-rata untuk kelas diameter > 50
cm
sebesar 62,59 m³/Ha dan untuk kelas diameter > 60 cm sebesar 48,66 m³/Ha. Data selengkapnya tercantum pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13
Potensi tegakan di areal hutan primer berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 %
Kelompok Jenis/ Nama Perdagangan 1 Dipterocarpaceae 2 Non Dipterocarpaceae 3 Niagawi Lain JUMLAH JENIS NIAGAWI NON NIAGAWI TOTAL No.
Sumber :
50 - 59 cm N V 7.69 19.41 2.01 4.63 0.06 0.09 9.76 24.13 1.33 3.16 11.09 27.29
50 cm up N V 21.21 86.01 4.97 20.69 0.13 0.52 26.31 107.22 2.18 9.43 28.49 116.65
60 cm up N V 13.52 66.60 2.96 16.06 0.07 0.43 16.55 83.09 0.85 6.27 17.40 89.36
RKPHS IUPHHK PT RATAH TIMBER, 1995
Tabel 14 Potensi tegakan di areal hutan bekas tebangan berdasarkan survei potensi dengan intensitas sampling 1 % Kelompok Jenis/ Nama Perdagangan 1 Dipterocarpaceae 2 Non Dipterocarpaceae 3 Niagawi Lain JUMLAH JENIS NIAGAWI NON NIAGAWI TOTAL No.
Sumber :
50 - 59 cm N V 4.96 11.93 0.77 2.00 5.73 13.93 0.27 0.63 6.00 14.56
RKPHS PT RATAH TIMBER, 1995
50 cm up N V 13.15 54.84 1.82 7.22 0.06 0.53 15.03 62.59 0.58 2.30 15.61 64.89
N 8.19 1.05 0.06 9.30 0.31 9.61
60 cm up V 42.91 5.22 0.53 48.66 1.67 50.33
38
c. Berdasarkan Realisasi Hasil Tebangan Kegiatan penebangan sejak tahun 1971 sampai dengan tahun 2005 telah terealisasi seluas 76.123 Ha dengan produksi kayu bulat sebesar 2.271.549,89 m³ sehingga jika dihitung volume produksi rata-rata per hektarnya adalah sebesar 30,16 m³/Ha atau jika digunakan faktor eksploitasi sebesar 0,56 maka ekstraksi potensi volume kayu per hektarnya adalah 53,86 m³/Ha. Pada awal-awal beroperasi sampai dengan periode II pengelolaan hutan PT. Ratah Timber hanya menebang jenis-jenis tertentu saja terutama jenis floater. Dengan demikian sebenarnya potensi (volume) kayu berdiri sebesar 53,86 m³/Ha tersebut belum menunjukkan potensi seluruh jenis komersial di areal tersebut. Vegetasi hutan di areal IUPHHK PT. Ratah Timber termasuk dalam tipe hutan Hujan Bawah yang didominasi oleh jenis Dipterocarpaceae. Jenis-jenis vegetasi komersial yang dominan di areal kerja antara lain Keruing (Dipterocarpus spp), Meranti (Shorea spp), Kapur (Drybalanops spp), dan Kayu Batu (Irvingia malayana). Kelompok jenis meranti baik di hutan primer maupun bekas tebangan pada umumnya lebih dominan dibandingkan dengan kelompok jenis lainnya yang secara garis besar komposisinya tertuang pada Tabel 15. Tabel 15 Komposisi kelompok jenis kayu di areal IUPHHK PT. Ratah Timber
No. Kelompok Jenis I II III IV V Sumber :
Kelompok Meranti Kelompok Kayu Indah Kelompok Rimba Campuran Kelompok Kayu Dilindungi Kelompok Kayu Lainnya Semua Jenis
Hutan Primer (%) Pohon Inti 50cm up 62,15 58,94 4,58 3,83 23,80 26,54 4,03 5,60 5,44 5,09 100 100
Hutan Sekunder (%) Pohon Inti 50cm up 52,97 66,15 2,93 1,80 31,55 18,83 4,82 6,04 7,73 7,17 100 100
Laporan Penafsiran Foto Udara Areal IUPHHK PT. Ratah Timber (Th 1995)
Dengan memperhatikan potensi, komposisi dan struktur tegakan jenis komersil yang ada, maka areal konsesi IUPHHK PT. Ratah Timber mempunyai prospek yang baik untuk diusahakan secara optimal dan lestari. Beberapa jenis vegetasi yang terdapat di areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timer yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar adalah Rotan (Calamus spp), Durian (Durio spp), Nangka (Arthocarpus integra), dan Tengkawang
39
(Shorea spp). Di areal IUPHHK PT. Ratah Timber terdapat beberapa jenis pohon yang dilindungi sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 261/KptsIV/1990 antara lain Ulin, Tengkawang, Durian, Menggeris (Kempas) dan Jelutung. Volume tebangan pada rotasi II sangat ditentukan oleh potensi tegakan di areal bekas tebangan yang ada saat ini serta riap tegakan tersebut. Dengan menggunakan data potensi areal bekas tebangan tersebut di atas serta mempergunakan asumsi bahwa riap rata-rata tegakan sebesar 1 m³/Ha/tahun maka diprediksikan potensi rata-rata tegakan pada saat memasuki siklus/rotasi kelestarian hutan ke II (tahun 2006) adalah cukup besar. Namun demikian, dalam rangka kehati-hatian dalam menetapkan proyeksi JPT volume untuk rotasi II, akan digunakan angka potensi yang lebih konservatif dengan mengabaikan asumsi riap tegakan tinggal tersebut.
4.8. Ketenagakerjaan Tenaga kerja yang bekerja di IUPHHK PT. Ratah Timber berdasarkan ikatannya dengan perusahaan dibedakan menjadi : 1. Karyawan tetap (bulanan), 2. Karyawan borongan, dan 3. Tenaga harian lepas. Karyawan tetap umumnya menduduki level direksi, manajer, deputi, asisten manajer, staf, driver, juru masak dan tukang. Karyawan kontrak (borongan) yang paling banyak jumlahnya bekerja di unit produksi yaitu operator chainsaw, operator traktor, operator logging truck, juru kupas dan hockman / helper traktor dan chainsaw. Tenaga harian lepas dipekerjakan terutama untuk kegiatan ITSP, ITT, penanaman, perakitan atau pemuatan pada pontoon dan bagi karyawan baru akibat penambahan tenaga kerja yang masih bersifat kontrak. Jumlah karyawan tetap PT. Ratah Timber sekarang ini adalah 137. Pengurangan areal IUPHHK PT. Ratah Timber pada tahun 1993 berdampak pada pengurangan jumlah karyawan besar-besaran oleh perusahaan dimana jumlah karyawan yang tersisa hanya sekitar setengah dari jumlah semula.
40
Sebagian besar karyawan di IUPHHK PT. Ratah Timber berasal dari masyarakat lokal yaitu sekitar 63 %, sedangkan daerah asal karyawan yang tidak termasuk masyarakat lokal kebanyakan berasal dari Pulau Jawa seperti Madiun, Blitar, Bogor dan Bekasi. Untuk karyawan borongan dalam kegiatan produksi sebagian besar merupakan masyarakat di sekitar hutan seperti Mamahak Teboq, Long Iram, Tering, Datah Bilang, dan Sirau. Dalam pengadaan tenaga kerja untuk kegiatan seperti ITSP, IHMB ataupun penanaman, diprioritaskan bagi masyarakat lokal daripada masyarakat dari daerah lain dan dalam melakukan pekerjaannya di lapangan juga didampingi oleh karyawan PT. Ratah Timber.
4.9. Kondisi Sosial, Ekonomi dan Budaya Menurut administrasi pemerintahan, areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber berada di Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Di Kecamatan Long Hunbung terdapat 12 desa dan 7 diantaranya berada di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber, yaitu:
-
Desa Mamahak Teboq
-
Desa Datah Bilang Hulu
-
Desa Lutan
-
Desa Long Hubung
-
Desa Datah Bilang Hilir
-
Desa Long Gelawang
-
Desa Danum Paroi Desa Mamahak Teboq adalah desa terdekat dengan kegiatan (base camp)
IUPHHK PT. Ratah Timber. Di wilayah Kecamatan Long Hubung, suku bangsa Dayak Bahau merupakan etnik terbesar. suku Dayak Bahau dapat dikelompokkan dalam tiga suku, yaitu suku Bahau Latsa, suku Bahau Lat Busang dan suku Bahau Modang. Kelompok suku Dayak Bahau yang tinggal di ketujuh desa tersebut adalah suku Bahau Latsa. Kelompok suku ini tinggal di desa-desa sepanjang Sungai Mahakam di Kecamatan Long Hubung, kecuali untuk Desa Datah Bilang Ulu dan Datah Bilang Ilir. Kelompok suku yang tinggal di Desa Datah Bilang Ulu dan Datah Bilang Ilir adalah suku Dayak Kenyah yang berasal dari Long Apun dan Long Boh dari hulu Sungai Mahakam.
41
Suku pendatang di ketujuh desa yang terdapat di dalam areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber terdiri dari suku Banjar (Kalimantan Selatan), suku Jawa dan Sunda (Pulau Jawa), suku Madura, suku Makasar / Bugis (Sulawesi) dan Cina. Para pendatang pada umumnya tinggal di daerah-daerah pusat perdagangan atau bekerja di IUPHHK PT. Ratah Timber. Berdasarkan data Kecamatan Long Hubung dalam angka tahun 2000, jumlah penduduk Kecamatan Long Hubung adalah 10.203 jiwa, dengan ukuran rata-rata setiap rumah tangga adalah 4,25 jiwa/rumah tangga. Luas wilayah Kecamatan Long Hubung adalah 1.432,70 km2 sehingga kepadatan penduduk Kecamatan Long Hubung pada tahun 2000 adalah 7,12 jiwa/km2. Jumlah penduduk di tujuh desa yang terdapat di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber menurut data Kecamatan Long Hubung dalam angka tahun 2000 sebesar 7.129 jiwa. Kepadatan penduduk ketuuh desa tersebut berkisar antara 0,99-36,64 jiwa/km2. Jumlah penduduk di Kecamatan Long Hubung dan desa-desa yang terdapat di sekitar areal kerja IUPHHK PT. Ratah Timber disajikan pada Tabel 16. Tabel 16 Jumlah dan kepadatan penduduk di sekitar areal IUPHHK PT. Ratah Timber
No Desa 1 Mamahak Teboq 2 Lutan 3 Datah Bilang Hilir 4 Datah Bilang Hulu 5 Long Hubung 6 Long Gelawang 7 Danum Paroi Jumlah Kecamatan Long Hubung
Jumlah Penduduk (jiwa) 1.216 661 1.041 2.448 1.006 400 357 7.129 10.203
Jumlah KK 439 155 238 376 193 90 108 1.599 2.403
Luas Wil Jiwa/ KK (km²) 2,77 119,01 4,26 137,32 4,37 36,62 6,51 73,24 5,21 27,46 4,44 137,32 3,31 360,19 4,46 891,16 4,25 1.432,70
Kepadatan (jiwa/km²) 10,12 4,81 28,43 33,42 36,64 2,91 0,99 8,00 7,12
Sumber : Kecamatan Long Hubung Dalam Angka, 2000
Sebagian besar masyarakat menggantungkan sumber kehidupan dari alam. Pola berladang berpindah, usaha mencari ikan serta mencari rotan merupakan bentuk ketergantungan masyarakat terhadap alam sekitarnya. Masuknya beberapa perusahaan industri kayu IUPHHK serta tenaga kerja pendatang mempengaruhi
42
pola berpikir dan pola hidup masyarakat Dayak lokal, akibatnya masyarakat mulai menerjuni sektor mata pencaharian non-pertanian seperti berdagang atau bekerja di IUPHHK. Kehidupan
masyarakat
ditandai
dengan
pola
pemukiman
yang
mengelompok atau pola desa (rural resettlement type) dan terpusat dalam kampung-kampung hunian yang berada di sekitar Sungai Mahakam atau Sungai Ratah. Komunikasi antar desa dilakukan melalui air. Rumah-rumah mereka beratap sirap dan sebagian beratap seng. Dinding rumah umumnya terbuat dari kayu. Suku Dayak membuat rumah dengan cara mengambil kayu dari hutan atau kadang-kadang mendapat bantuan bahan baku dari perusahaan IUPHHK PT. Ratah Timber. Salah satu hak sosial masyarakat yang hingga sekarang masih dijunjung tinggi dan dilestarikan keberadaannya secara non formal adalah hak ulayat. Tata cara penggunaan tanah ulayat yang menyangkut luas, batas dan sebagainya masih diatur oleh hukum adat.
43
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penentuan Pohon Contoh Pohon contoh yang digunakan dalam penyusunan kurva tinggi dibagi dalam 2 (dua) kelompok jenis, yaitu kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran. Pengambilan pohon contoh dilakukan secara purposive sampling dan tersebar dalam setiap kelas diameter. Pohon contoh adalah pohon yang mempunyai batang lurus atau tidak banyak cabang, tumbuh normal dan sehat, refresentatif terhadap kondisi tegakan. Adapun jumlah dan penyebaran pohon contoh untuk masing-masing kelas diameter dapat dilihat pada Tabel 17, Tabel 18, Tabel 19, dan Tabel 20. Tabel 17 Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi bebas cabang yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi bebas cabang pohon untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Bebas Cabang (m) 10.015.0- 20.0- 25.0- 30.0- 35.0- 40.014.9 19.9 24.9 29.9 34.9 39.9 44.9
Jumlah Pohon Contoh Untuk Penyusunan Validasi Model Model
No
Kelas Diameter (cm)
1
10,0 – 14,9
14
1
-
-
-
-
-
10
5
2 3 4
15,0 – 19,9 20,0 – 24,9 25,0 – 29,9
12 8 7
17 17 12
1 5 3
1
-
-
-
20 20 16
10 10 7
5
30,0 – 34,9
3
12
3
-
-
-
-
12
6
6
35,0 – 39,9
4
4
11
-
-
-
-
13
7
7
40,0 – 44,9
-
4
5
1
-
-
-
7
3
8
45,0 – 49,9
-
4
6
-
-
-
7
3
9
50,0 – 59,9
-
2
8
-
-
-
7
4
10
60,0 – 69,9
-
-
4
5
1
-
-
7
3
11
70,0 – 79,9
-
-
6
5
1
-
-
9
4
12
≥ 80,0
-
-
3
5
1
1
1
7
4
48
73
55
19
3
1
1
135
66
1
Total 201
44
Tabel 18 Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi bebas cabang yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi bebas cabang pohon untuk kelompok jenis kayu rimba campuran
No
Kelas Diameter (cm)
1 2
Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Bebas Cabang (m) 5,0 9.9
10.014.9
10,0 – 14,9
4
15,0 – 19,9
-
3
20,0 – 24,9
4
25,0 – 29,9
5
Jumlah Pohon Contoh Untuk Penyusunan Validasi Model Model 12 6
15.019.9
20.024.9
25.029.9
30.034.9
10
3
1
-
-
7
13
4
-
-
16
8
-
1
15
6
-
-
15
7
-
-
9
11
3
-
15
8
30,0 – 34,9
-
-
6
11
3
-
13
7
6
35,0 – 39,9
-
-
1
10
4
-
10
5
7
40,0 – 44,9
-
-
2
6
5
-
9
4
8
45,0 – 49,9
-
-
2
5
7
-
9
5
9
50,0 – 59,9
-
-
-
5
5
3
9
4
10
60,0 – 69,9
-
-
-
3
6
1
7
3
11
70,0 – 79,9
-
-
-
-
9
1
7
3
12
≥ 80,0
-
-
-
-
5
4
7
3
4
18
51
62
47
9
129
63
Total
192
Tabel 19 Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi total yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi total pohon untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae Jumlah Pohon Contoh Untuk Penyusunan Validasi Model Model
No
Kelas Diameter (cm)
1
10,0 – 14,9
10
4
1
-
-
-
-
10
5
2
15,0 – 19,9
4
16
9
1
-
-
-
20
10
3
20,0 – 24,9
-
19
7
4
-
-
-
20
10
4
25,0 – 29,9
-
15
4
2
2
-
-
16
7
5
30,0 – 34,9
-
4
11
2
1
-
-
12
6
6
35,0 – 39,9
2
4
7
6
1
-
-
13
7
7
40,0 – 44,9
-
2
4
4
-
-
-
7
3
8
45,0 – 49,9
-
1
7
2
-
-
-
7
3
9
50,0 – 59,9
-
-
10
60,0 – 69,9
-
-
-
11
70,0 – 79,9
-
-
-
12
≥ 80,0
-
-
-
-
16
65
52
32
Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Total (m) 10.0- 15.0- 20.0- 25.0- 30.0- 35.0- 40.014.9 19.9 24.9 29.9 34.9 39.9 44.9
2
6
3
-
-
7
4
2
8
-
-
7
3
3
6
4
3
4
24
8
Total 201
3 3
9
4
7
4
135
66
45
Tabel 20 Sebaran jumlah pohon contoh menurut kelas diameter dan kelas tinggi total yang akan digunakan dalam penyusunan dan validasi model penduga tinggi total pohon untuk kelompok jenis kayu rimba campuran
No
Kelas Diameter (cm)
1
Jumlah Pohon Contoh Untuk Penyusunan Validasi Model Model 12 6
Jumlah Pohon Contoh Menurut Kelas Tinggi Total (m)
10,0 – 14,9
10.014.9 4
15.019.9 10
20.024.9 3
25.029.9 1
30.034.9 -
35.039.9 -
40.044.9 -
2
15,0 – 19,9
-
7
13
4
-
-
-
16
8
3
20,0 – 24,9
-
1
15
6
-
-
-
15
7
4
25,0 – 29,9
-
-
9
11
3
-
-
15
8
5
30,0 – 34,9
-
-
6
11
3
-
-
13
7
6
35,0 – 39,9
-
-
1
10
4
-
-
10
5
7
40,0 – 44,9
-
-
2
6
5
-
-
9
4
8
45,0 – 49,9
-
-
2
5
7
-
-
9
5
9
50,0 – 59,9
-
-
-
5
5
3
-
9
4
10
60,0 – 69,9
-
-
-
3
6
1
-
7
3
11
70,0 – 79,9
-
-
-
-
9
1
-
7
3
12
≥ 80,0
-
-
-
-
5
4
1
7
3
4
18
51
62
47
9
1
129
63
Total
192
5.2 Analisis Data 5.2.1. Scatter Diagram Pohon Contoh Untuk membantu dalam pemilihan model, maka data pohon contoh ditampilkan dalam scatter diagram atau scatterplot (diagram tebar). Dari tebaran data tersebut akan dapat dilihat bentuk penampilan penyebaran datanya, apakah mengikuti pola linier atau non linier, sehingga dapat membantu dalam pemilihan model pendekatannya. Berikut disajikan gambar scatter diagram pohon contoh pada kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran. Scatterplot of Tbc vs D
Scatterplot of Tt vs D 55
35 50 30
45 40 Tt
Tbc
25
20
35 30 25
15 20 10
15 0
20
40
60 D
80
100
120
0
20
40
Gambar 4 Scatter Diagram kelompok jenis Dipterocarpaceae.
60 D
80
100
120
46
Scatterplot of Tt vs D
Scatterplot of Tbc vs D 40
30
35 25
Tt
Tbc
30 20
25 15
20 10 0
10
20
30
40
50
60
70
80
0
90
10
20
30
40
50
60
70
80
90
D
D
Gambar 5 Scatter Diagram kelompok jenis kayu rimba campuran.
5.2.2. Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods Untuk membuat kurva tinggi dengan free hand methods dilakukan pembuatan scatter diagram hubungan tinggi pohon dengan diameter pohon dan untuk setiap kelas diameter diplotkan titik nilai rata-ratanya. Diantara titik-titik nilai rata-rata tersebut ditarik garis dengan bentuk garis sesuai berdasarkan sebaran titiknya sedemikian rupa agar garis tersebut berada ditengah-tengah sebaran titik-titik nilai rata-rata tersebut. Dari hasil perhitungan secara free hand methods maka diperoleh kurva tinggi untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran sebagai berikut. hubunganTt (m) denganD(cm)
hubunganTbc (m) denganD(cm) 45 30
40 25
Tt (m)
Tbc (m)
35
20
30
25 15
20 0
20
40
60 D(cm)
80
100
0
20
40
60
80
100
D(cm)
Gambar 6 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae.
47
hubunganTbc (m) denganD(cm)
hubunganTt (m) denganD(cm)
26 36 24 22
32
Tt (m)
Tbc (m)
20 18
28
16 24 14 20
12 10 10
20
30
40
50 D(cm)
60
70
80
90
10
20
30
40
50 D(cm)
60
70
80
90
Gambar 7 Hubungan antara Diameter dengan Tinggi Pohon secara free hand methods untuk kelompok jenis kayu rimba campuran.
5.2.3. Penyusunan Model Persamaan Regresi Alternatif model yang digunakan dalam penyusunan model kurva tinggi adalah : h = b0 + b1 D + b2 D2
(Trorey, 1932)
h = b0 Db1
(Prodan et al. (1997)
h = b0 + b1 log D
(Henricksen, 1950)
Log h = b0 + b1 D-1
(Avery and Burkhart, 2002)
Dimana : h
: Tinggi pohon (m), baik Tt maupun Tbc
D
: Diameter pohon (cm)
Bo, b1
: konstanta
Model persamaan regresi yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan menggunakan minitab dapat dilihat pada Tabel 21, Tabel 22, Tabel 23, dan Tabel 24. Tabel
No 1 2 3 4
21
Persamaan regresi Dipterocarpaceae
Persamaan Tbc = 10.6 + 0.267D - 0.000806D2 Tbc = 5.383D0.354 Tbc = - 6.05 + 16.7 Log D Log Tbc = 1.42 - 4.29 D-1
penduga
Tbc
R2 (%) 61.1 57.3 58.0 50.5
untuk
SE (%) 2.870 1.003 2.980 1.080
kelompok
Fhit 102.0 175.4 181.3 133.4
jenis
Ftabel 0.01 4.770 6.829 6.829 6.829
48
Tabel 22 Persamaan regresi penduga Tt untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae No 1
68.0
2.360
138.26
Ftabel 0.01 4.770
59.3
0.747
191.11
6.829
60.5 50.0
2.610 0.829
200.53 130.75
6.829 6.829
R2 (%)
Persamaan Tt = 19.7 + 0.185D + 0.000710D2 0.326
2
Tt = 8.770D
3 4
Tt = - 4.66 + 21.6 Log D Log Tt = 1.57 - 3.69 D-1
SE (%)
Fhit
Tabel 23 Persamaan regresi penduga Tbc untuk kelompok kayu rimba campuran
1
Tbc = 10.7 + 0.245D - 0.000980D2
57.9
2.617
80.30
Ftabel 0.01 4.778
2
Tbc = 5.754D0.322
56.7
0.085
154.51
6.839
3 4
Tbc = - 2.09 + 13.4 Log D Log Tbc = 1.38 - 3.80 D-1
57.3 51.5
2.623 0.089
158.39 125.52
6.839 6.839
No
R2 (%)
Persamaan
SE (%)
Fhit
Tabel 24 Persamaan regresi penduga Tt untuk kelompok jenis kayu rimba campuran No 1
Persamaan Tt = 14.2 + 0.477D - 0.00289D2 0.310
R2 (%)
SE (%)
72.3
1.806
152.52
Ftabel 0.01 4.778
Fhit
2
Tt = 8.954D
71.9
0.565
301.83
6.839
3 4
Tt = - 1.64 + 18.8 Log D Log Tt = 1.55 - 3.75 D-1
71.9 68.5
1.806 0.597
302.49 256.19
6.839 6.839
Perhitungan nilai koefisien determinasi (R2) adalah untuk melihat besarnya keseragaman peubah tidak bebas (tinggi pohon) yang dapat dijelaskan peubah bebasnya (diameter pohon). Menurut Suharlan dkk. (1976), nilai koefisien determinasi sebesar 50% merupakan batas minimal yang digunakan dalam penyusunan model kurva tinggi yang dianggap cukup memadai. Semakin besar nilai R2, maka persamaan regresi tersebut semakin baik. Dari hasil analisa regresi pada Tabel 21 dapat diketahui bahwa persamaan (1) memiliki nilai R2 yang lebih besar dari tiga persamaan lainnya yaitu sebesar 61.1% sedangkan pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa persamaan (1) yang memiliki R2 terbesar yaitu sebesar 68.0%. Pada Tabel 23 dapat diketahui bahwa persamaan (1) memiliki nilai R2 terbesar yaitu sebesar 57.9% dan pada Tabel 24 persamaan (1) memiliki nilai R2 terbesar yaitu sebesar 72.3%. Berdasarkan nilai R2, maka
49
keempat persamaan ini merupakan persamaan penduga tinggi pohon terbaik karena memiliki nilai R2 yang paling tinggi. Ketelitian berkaitan dengan adanya pengulangan dan menggambarkan sejauh mana kedekatan nilai-nilai pengukuran terhadap nilai rata-ratanya (Van Laar dan Acka, 1997). Ketelitian ditunjukkan oleh besarnya nilai simpangan baku dari kesalahan dugaan tinggi. Nilai simpangan baku berbanding lurus dengan nilai sampling error (SE), artinya semakin tinggi nilai simpangan baku suatu model maka SE model tersebut akan semakin tinggi. Perhitungan nilai sampling error (SE) adalah untuk melihat besarnya kesalahan yang disebabkan karena dilakukannya pengambilan contoh (sampling). Semakin kecil nilai SE suatu persamaan, maka persamaan regresi tersebut semakin baik dalam menduga tinggi pohon. Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa persamaan (2) memiliki nilai SE yang lebih kecil dari tiga persamaan lainnya yaitu sebesar 1.003%, sedangkan pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa persamaan (2) yang memiliki SE terkecil yaitu sebesar 0.747%. Pada Tabel 23 dapat diketahui bahwa persamaan (2) memiliki nilai SE terkecil yaitu sebesar 0.085% dan pada Tabel 24 persamaan (2) memiliki nilai SE terkecil yaitu sebesar 0.565%. Berdasarkan nilai SE-nya maka keempat persamaan ini merupakan persamaan penduga tinggi pohon terbaik karena memiliki SE yang paling kecil. Untuk menguji keberartian peranan peubah bebas (diameter pohon) terhadap peubah tidak bebasnya (tinggi pohon), maka dilakukan uji signifikasi FTest dengan membandingkan nilai Fhitung dengan nilai Ftabel. Menurut Draper dan Smith (1992), apabila Fhitung > Ftabel pada taraf nyata 1%, artinya sedikitnya ada satu peubah bebas yang mempengaruhi peubah tidak bebas sehingga persamaan regresi yang diuji dapat diterima. Semakin besar nilai Fhitung suatu persamaan, maka persamaan regresi tersebut semakin baik (nyata) dalam menduga tinggi pohon. Berdasarkan Tabel 21, Tabel 22, Tabel 23, dan Tabel 24 pada setiap persamaan diperoleh nilai Fhitung > Ftabel pada tingkat nyata 1 %. Dengan demikian Ho ditolak, sehingga ini berarti bahwa peubah bebas yang dimasukkan ke dalam
50
model persamaan regresi sangat berpengaruh nyata dalam menduga peubah tidak bebasnya yaitu tinggi pohon. Dari Tabel 21 dapat diketahui bahwa persamaan (3) memiliki nilai Fhitung yang lebih besar dari tiga persamaan lainnya yaitu sebesar 181.3, sedangkan pada Tabel 22 dapat dilihat bahwa persamaan (3) yang memiliki Fhitung terbesar yaitu sebesar 200.53. Pada Tabel 23 dapat diketahui bahwa persamaan (3) memiliki nilai Fhitung terbesar yaitu sebesar 158.39 dan pada Tabel 24 persamaan (3) memiliki nilai Fhitung terbesar yaitu sebesar 302.49. Berdasarkan nilai Fhitung maka keempat persamaan ini merupakan persamaan penduga tinggi pohon terbaik karena memiliki Fhitung yang paling besar. Untuk memperoleh persamaan penduga tinggi yang paling baik maka dilakukan pemberian peringkat pada setiap persamaan. Penentuan peringkat tersebut dapat dilihat pada Tabel 25, Tabel 26, Tabel 27, dan Tabel 28. Tabel 25 Penentuan peringkat model penduga tinggi bebas cabang (Tbc) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2, SE, dan Fhitung kelompok jenis Dipterocarpaceae No 1 2 3 4
Persamaan Tbc = 10.6 + 0.267D - 0.000806D2
Tbc = 5.383D0.354 Tbc = - 6.05 + 16.7 Log D Log Tbc = 1.42 - 4.29 D-1
Tabel 26
No 1 2 3 4
R2 (%) 1 3 2 4
SE (%) 3 1 4 2
Fhit 4 2 1 3
Total 8 6 7 9
Peringkat 3 1 2 4
Penentuan peringkat model penduga tinggi total (Tt) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2, SE, dan Fhitung kelompok jenis Dipterocarpaceae
Persamaan Tt = 19.7 + 0.185D + 0.000710D2
Tt = 8.770D0.326 Tt = - 4.66 + 21.6 Log D Log Tt = 1.57 - 3.69 D-1
R2 (%) 1 3 2 4
SE (%) 3 1 4 2
Fhit 3 2 1 4
Total 7 6 7 10
Peringkat 2.5 1 2.5 4
Tabel 27 Penentuan peringkat model penduga tinggi bebas cabang (Tbc) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2, SE, dan Fhitung kelompok kayu rimba campuran No 1 2 3 4
Persamaan Tbc = 10.7 + 0.245D - 0.000980D2
Tbc = 5.754D0.322 Tbc = - 2.09 + 13.4 Log D Log Tbc = 1.38 - 3.80 D-1
R2 (%) 1 3 2 4
SE (%) 3 1 4 2
Fhit 4 2 1 3
Total 8 6 7 9
Peringkat 3 1 2 4
51
Tabel 28
No 1 2 3 4
Penentuan peringkat model penduga tinggi total (Tt) terbaik berdasarkan kriteria nilai R2, SE, dan Fhitung kelompok kayu rimba campuran
Persamaan 2
Tt = 14.2 + 0.477D - 0.00289D
Tt = 8.954D0.310 Tt = - 1.64 + 18.8 Log D Log Tt = 1.55 - 3.75 D-1
R2 (%) 1 2.5 2.5 4
SE (%) 3.5 1 3.5 2
Fhit 4 2 1 3
Total
8.5 5.5 7 9
Peringkat 3 1 2 4
Setelah dilakukan peringkat, maka diperoleh persamaan terbaik untuk menduga tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon dari kelompok Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran. Untuk menduga tinggi bebas cabang kelompok jenis Dipterocarpaceae diperoleh persamaan terbaik yaitu persamaan (2), Tbc = 5.383D0.354 dan untuk menduga tinggi total kelompok jenis Dipterocarpaceae diperoleh persamaan terbaik yaitu persamaan (2) Tt = 8.770D0.326, sedangkan untuk menduga tinggi bebas cabang kelompok jenis kayu rimba campuran diperoleh persamaan terbaik yaitu persamaan (2), Tbc = 5.754D0.322. Untuk menduga tinggi total kelompok jenis kayu rimba campuran diperoleh persamaan terbaik yaitu persamaan (2), Tt = 8.954D0.310.
5.2.4. Validasi Model Persamaan Penduga Tinggi Dalam mengevaluasi model, Spurr ( 1955) dan Prodan (1965) mengatakan bahwa persamaan regresi sebagai penduga isi pohon cukup seksama apabila persamaan-persamaan tersebut memberikan simpangan baku sisaan seminimal mungkin. Hal ini juga dapat diterapkan dalam mengevaluasi model kurva tinggi. Kriteria yang perlu diperhatikan dalam validasi model adalah nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), bias serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga dengan tabel terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat. Berikut disajikan hasil uji validasi pada model persamaan tinggi pohon terpilih pada proses penyusunan model.
52
Tabel 29
Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon terpilih untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae
No
Persamaan
1
Tbc = 5.383D0.354
2
Tt = 8.770D0.326
Tabel 30
No 1 2
0.002
SR (%) 0.467
RMSE (%) 16.187
0.323
2.019
13.016
SA
2.923
28.789
χ2tabel 0.01 172.710
-0.244
30.665
172.710
e (%)
χ2hit
Hasil uji validasi model persamaan tinggi pohon terpilih untuk kelompok jenis kayu rimba campuran Persamaan Tbc = 5.754D0.322 0.310
Tt = 8.954D
0.003
SR (%) 0.221
RMSE (%) 17.968
0.331
0.108
12.740
SA
3.045
31.337
χ2tabel 0.01 157.800
1.398
22.442
157.800
e (%)
χ2hit
Menurut Spurr (1952) dan Husch (1963) dalam Bustomi, et al. (1998) model penduga yang baik adalah persamaan yang mempunyai nilai simpangan agregat (SA) yang berkisar berada diantara -1 sampai + 1 dan mempunyai nilai simpangan rata-rata (SR) tidak lebih dari 10 %. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa persamaan-persamaan penduga tinggi untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki nilai SA diantara -1 sampai + 1 dan nilai SR lebih kecil dari 10%, artinya persamaan penduga tinggi yang telah terpilih pada proses penyusunan model telah memenuhi kriteria model penduga tinggi pohon yang baik. Dari Tabel 30 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi pohon bebas cabang dan tinggi total pohon pada kelompok jenis kayu rimba campuran memiliki nilai SA diantara -1 sampai + 1 dan nilai SR lebih kecil dari 10%, artinya persamaan penduga tinggi yang telah terpilih pada proses penyusunan model telah memenuhi kriteria model penduga tinggi pohon yang baik. Tingkat ketepatan/keseksamaan (precision) berhubungan erat dengan besar kecilnya ragam (Sutarahardja, 1999). Untuk menunjukkan ketepatan model dalam menduga tinggi pohon dapat digunakan nilai RMSE. Semakin kecil nilai RMSE suatu model, maka model tersebut memiliki ketepatan pendugaan yang semakin tinggi, artinya semakin kecil RMSE maka model tersebut akan semakin baik.
53
Dari Tabel 29 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi bebas cabang pada kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki nilai RMSE sebesar 16.187%, sedangkan nilai RMSE pada persamaan penduga tinggi total adalah sebesar 13.016%. Hal ini menunjukkan bahwa kedua persamaan merupakan persamaan penduga tinggi pohon yang baik. Pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi pohon memiliki nilai RMSE sebesar 17.968% untuk tinggi bebas cabang dan 12.740% untuk tinggi total pohon. Nilai RMSE kedua persamaan merupakan nilai RMSE yang kecil, sehingga kedua persamaan menunjukkan nilai ketepatan pendugaan yang tinggi. Menurut Simon (1996), bias adalah suatu error (kesalahan) sistematik yang berpengaruh kepada semua pengukuran dengan cara yang sama, dapat juga diartikan sebagai distorsi yang terjadi secara sistematik yang berasal dari kesalahan dalam pengukuran atau metode sampling yang tidak benar. Nilai bias menggambarkan tinggi yang diduga mengalami underestimate atau overestimate dari total tinggi yang sebenarnya. Suatu model dikatakan baik jika bias yang dihasilkan kecil. Dari Tabel 29 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi pohon pada kelompok jenis Dipterocarpaceae memiliki nilai bias sebesar 2.923% untuk tinggi bebas cabang dan -0.244% untuk penduga tinggi total pohon. Nilai bias kedua persamaan ini termasuk nilai bias yang kecil, sehingga kedua memiliki tingkat ketepatan yang baik. Pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi pohon yang terpilih pada kelompok jenis kayu rimba campuran memiliki nilai bias sebesar 3.045% untuk tinggi bebas cabang dan 1.398% untuk tinggi total pohon. Kedua angka ini menunjukkan nilai bias yang kecil, sehingga kedua persamaan yang terpilih adalah persamaan yang baik. Maksud dari uji validasi model adalah untuk mengetahui apakah nilai-nilai dugaan tinggi yang disusun berbeda nyata atau tidak berbeda nyata dengan nilai tinggi pohon yang sebenarnya pada diameter pohon tertentu. Untuk melakukan uji validasi digunakan kriterium uji khi-kuadrat (chi-square test) pada taraf nyata 1%. Dari hasil uji khi-kuadrat pada taraf nyata 1% pada Tabel 29 dapat diketahui bahwa persamaan penduga tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon memiliki nilai χ2hitung sebesar 28.789 dan 30.665, Nilai χ2hitung kedua persamaan ini jauh
54
lebih kecil dari nilai χ2tabel sebesar 172.710. Hal ini menunjukkan bahwa kedua persamaan penduga tinggi yang terpilih pada kelompok jenis Dipterocarpaceae memberikan hasil dugaan tinggi yang tidak berbeda nyata dengan nilai tinggi pohon yang sebenarnya. Pada Tabel 30 dapat diketahui bahwa nilai χ2hitung pada taraf 1% untuk penduga tinggi bebas cabang adalah sebesar 31.337 dan 22.442 untuk penduga tinggi total pohon, sedangkan nilai χ2tabel pada kelompok jenis kayu rimba campuran adalah sebesar 157.800. Hal ini menunjukkan bahwa nilai χ2hitung jauh lebih kecil dari nilai χ2tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan penduga tinggi poohon yang telah terpilih merupakan persamaan yang baik, artinya persamaan tersebut memberikan nilai dugaan tinggi pohon yang tidak berbeda nyata.
5.2.5. Validasi free hand methods Untuk mengevaluasi hasil perhitungan secara free hand methods dalam menentukan tinggi pohon perlu dilakukan uji validasi dengan menggunakan pohon contoh yang telah dialokasikan sebelumnya khusus untuk pengujian validasi model (1/3 dari jumlah pohon contoh). Kriteria uji yang digunakan dalam validasi free hand methods sama dengan kriteria uji validasi model persamaan regresi, yaitu dengan melihat pada nilai-nilai simpangan agregasinya (agregative deviation), simpangan rata-rata (mean deviation), RMSE (root mean square error), biasnya serta uji beda nyata antara tinggi yang diduga terhadap tinggi nyatanya. Uji beda nyata bisa dilakukan dengan cara uji Khi-kuadrat. Hasil validasi free hand methods dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31 Hasil validasi free hand methods No
Kelompok jenis
1 2 3 4
Dipterocarpaceae kayu rimba campuran
0.0114
SR (%) 11.507
RMSE (%) 164.455
36.935
29.971
χ2tabel 0.01 172.710
0.3168
33.397
129.076
-1.479
311.879
172.710
0.012 0.3317
0.870 0.2703
18.292 127.182
3.742 12.733
32.425 230.767
157.800 157.800
tinggi
SA
Tbc Tt Tbc Tt
e (%)
χ2hit
Dari Tabel 31 di atas maka dapat diketahui bahwa nilai SA pada kelompok jenis meranti dan rimba campuran berada diantara -1 sampai + 1 dan nilai SR
55
lebih kecil dari 10%. Pada tabel tersebut juga dapat diketahui bahwa nilai RMSE dan bias free hand methods memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan nilai RMSE dan bias model persamaan regresi. Pada Tabel 31 juga dapat diketahui bahwa χ2hitung ≤ χ2tabel(0.01), artinya free hand methods memberikan hasil dugaan tinggi yang tidak berbeda nyata dengan nilai tinggi sebenarnya. Hal ini menunjukkan bahwa free hand methods cukup baik digunakan dalam pendugaaan tinggi pohon, sehingga dapat disimpulkan bahwa free hand methods dapat digunakan dalam penyusunan kurva tinggi. Kelemahan free hand methods dibandingkan dengan model persamaan regresi adalah nilai R2 dan SE nya tidak dapat ditentukan dan pendugaan tinggi dengan free hand methods sangat subjektif karena sangat tergantung pada kemampuan penyusun dalam pembuatan gambar dan pembacaan titik-titik yang terletak dalam garis.
5.2.6. Penggabungan Persamaan Regresi Menurut Haeruman (1977), suatu persamaan regresi dapat disederhanakan menjadi satu bentuk regresi jika dua persamaan regresi memiliki adanya keseragaman hubungan. Untuk melihat kemungkinan penggabungan kedua persamaan regresi tersebut dilakukan test signifikasi keseragaman slope dan test keseragaman elevasi regresi. Dalam pemilihan model terbaik penduga tinggi pohon diperoleh persamaan regresi penduga tinggi bebas cabang dan tinggi total pohon yang memiliki keseragaman hubungan pada kedua kelompok jenis yang diteliti (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran). Persamaan tersebut adalah Tbc = 5.383D0.354, Tt = 8.770D0.326 pada kelompok jenis Dipterocarpaceae dan Tbc = 5.754D0.322, Tt = 8.954D0.310 pada kelompok jenis kayu rimba campuran. Dengan adanya keseragaman hubungan pada kedua kelompok jenis tersebut, maka bentuk persamaan regresi dari kedua kelompok jenis dapat disederhanakan menjadi satu bentuk regresi. Test signifikasi keseragaman slope dilakukan dengan analisa varian deviasi regresi, dimana sumber variasinya adalah sum of square deviasi regresi common, within dan sisa. Jika nilai Fhitung < Ftabel dalam analisa varian deviasi regresi pada taraf 1% maka slope kedua regresi tidak menunjukkan perbedaan
56
yang nyata. Dengan kata lain, koefisien regresi dari masing-masing persamaan regresi tersebut dapat disamakan. Berikut disajikan hasil perhitungan analisa test signifikasi keseragaman slope. Tabel 32
Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman slope regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon
Sumber variasi Regresi Common Regresi Within Sisa
Tabel 33
df
JKS
KTS
F hit
F tabel 0.01
250 249 1
1.18 1.18 0.003
0.005 0.003
0.73
6.74
Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman slope regresi, hubungan logaritma tinggi total dengan logaritma diameter pohon
Sumber variasi Regresi Common Regresi Within Sisa
df
JKS
KTS
F hit
F tabel 0.01
250 249 1
0.77 0.77 0.001
0.003 0.001
0.25
6.74
Berdasarkan Tabel 32, ternyata nilai F hitung jauh lebih kecil dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa slope kedua regresi hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan diameter pohon pada kedua kelompok jenis (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan kata lain, koefisien regresi dari masing-masing persamaan regresi tersebut dapat disamakan. Dari Tabel 33 di atas dapat diketahui bahwa nilai F hitung jauh lebih kecil dari nilai F
tabel
pada tingkat signifikansi 0.01. Hal ini menunjukkan bahwa slope
kedua regresi hubungan logaritma tinggi total dengan diameter pohon pada kedua kelompok jenis (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran) tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Dengan kata lain, koefisien regresi dari masing-masing persamaan regresi tersebut dapat disamakan. Test signifikasi keseragaman elevasi regresi dilakukan dengan analisa varian deviasi regresi, dimana sumber keragamannya adalah regresi total, regresi common dan sisa. Jika nilai Fhitung < Ftabel dalam analisa varian deviasi regresi test keseragaman elevasi regresi pada taraf 1% maka kedua regresi tersebut
57
menunjukkan elevasi yang tidak nyata, sehingga elevasi kedua regresi tersebut dapat disamakan. Hasil perhitungan analisa varian test keseragaman elevasi regresi tersebut dapat dilihat dalam Tabel 34 dan Tabel 35. Tabel 34 Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman elevasi regresi, hubunganlogaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon Sumber variasi
df
JKS
Regresi Total
251
1.2
Regresi Common
250
1.18
0.005
1
0.02
0.022
Sisa
KTS
F hit
F tabel 0.01
4.83
6.74
Tabel 35 Analisa varian deviasi regresi, test signifikasi keseragaman elevasi regresi, hubungan logaritma tinggi bebas cabang dengan logaritma diameter pohon Sumber variasi
df
JKS
Regresi Total
251
0.8
Regresi Common
250
0.77
0.003
1
0.01
0.013
Sisa
KTS
F hit
F tabel 0.01
4.24
6.74
Dari Tabel 34 di atas, ternyata nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 0.01. Berdasarkan hasil test tersebut, ternyata kedua regresi dari masing-masing kelompok jenis (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran) menunjukkan elevasi yang tidak nyata, sehingga elevasi kedua regresi tersebut dapat disamakan. Berdasarkan Tabel 35, ternyata nilai F hitung lebih kecil dari nilai F tabel pada tingkat signifikansi 0.01. Berdasarkan hasil test tersebut, ternyata kedua regresi dari masing-masing kelompok jenis (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran) menunjukkan elevasi yang tidak nyata, sehingga elevasi kedua regresi tersebut dapat disamakan. Dengan hasil test signifikasi keseragaman slope dan elevasi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tinggi pohon (tinggi bebas cabang dan tinggi total) dengan diameter pohon dari kedua kelompok jenis (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran) adalah seragam, sehingga kedua regresi tersebut dapat digabungkan menjadi satu bentuk persamaan regresi
58
gabungan. Bentuk persamaan regresi gabungan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon merupakan regresi common dari kedua regresi tersebut, yaitu: Tbc = 5.534D0.340 dan Tt = 8.851D0.319. Hubungan regresi tersebut dapat dilihat dalam gambar berikut : S c a tte r p l o t o f T b c ( m ) v s D ( c m ) 30
Tbc (m)
25
20
15
10 0
20
40
60
80
100
120
140
D ( c m)
Gambar 8 Hubungan regresi antara tinggi pohon bebas cabang (Tbc) dengan diameter pohon (D) setelah penggabungan.
S c a tte r pl o t o f T t ( m) v s D ( c m) 40
Tt (m)
35
30
25
20
0
20
40
60
80
100
120
140
D ( c m)
Gambar 9 Hubungan regresi antara tinggi pohon Total (Tt) dengan diameter pohon (D) setelah penggabungan.
59
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah : 1. Kurva tinggi pohon dapat disusun dengan menggunakan regresion analysis (persamaan regresi) atau dapat pula mengunakan free hand methods. 2. Kelemahan penyusunan kurva tinggi dengan free hand methods dibandingkan dengan persamaan regresi adalah nilai R2 dan SE (sampling error) dari free hand methods tidak dapat ditentukan. 3. Persamaan terbaik yang terpilih dalam penyusunan kurva tinggi pohon dengan metode regresi pada IUPHHK-HA PT Ratah Timber Kalimantan Timur adalah a. Kelompok jenis Dipterocarpaceae Tbc = 5.383D0.354 Tt = 8.770D0.326 b. Kelompok jenis kayu rimba campuran Tbc = 5.754D0.322 Tt = 8.954D0.310 4. Dengan hasil test signifikasi keseragaman slope dan elevasi terhadap persamaan-persamaan tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tinggi pohon (tinggi bebas cabang dan tinggi total) dengan diameter pohon dari kedua kelompok jenis (kelompok jenis Dipterocarpaceae dan kayu rimba campuran) adalah seragam, sehingga kedua regresi tersebut dapat digabungkan menjadi satu bentuk persamaan regresi gabungan. Bentuk persamaan regresi gabungan hubungan antara tinggi pohon dengan diameter pohon baik untuk kelompok jenis Dipterocarpaceae maupun kelompok jenis kayu rimba campuran adalah merupakan regresi common dari kedua regresi tersebut, a. Persamaan untuk menduga tinggi bebas cabang adalah : Tbc = 5.534D0.340 b. Persamaan untk menduga tinggi pohon total adalah : Tt = 8.851D0.319.
60
6.2. Saran Untuk mendapatkan kepastian apakah bentuk persamaan yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah yang terbaik, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan model-model persamaan regresi yang lebih variatif penggunaan peubah-peubah penentunya, tetapi tetap mengarah pada bentuk persamaan yang praktis untuk dapat digunakan di lapangan.
61
DAFTAR PUSTAKA Bustomi, Wakjono SD, Harbagung, dan Parthama IBP. 1998. Petunjuk Teknis Tata cara Penyusunan Tabel Volume Pohon. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor. Departemen Kehutanan Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Kehutanan No. P.34/Menhut-II/2007, tentang Pedoman Inventarisasi Hutan Menyeluruh Berkala (IHMB) Pada Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Pada Hutan Produksi. Departemen Kehutanan Republik Indonesia, Jakarta. Djamhuri E, Hilwan I, Istomo, Soerianegara I. 2002. Dendrologi. Bogor: Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Fatah M. 2009. Penyusunan Tabel Volume Lokal Tegakan Huatan Alam pada Areal IUPHHK PT. Trisetia indiga di Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah. Skripsi. Departemen Manajeman Hutan.Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan. Haeruman H, Hadjib A, Sutarahardja S, Darmawangsa T, Rachmatsjah O, Ontarjo J, Gadas SR. 1977. Studi Pengembangan Efisiensi Penggunaan Sumbersumber Kehutanan Ditinjau dari Segi Perencanaan dan Pengelolaan Sumber Alam. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid III. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Hitam H. 1987. Dasar-dasar teori dan penggunaan Tehnik Penggunaan Penarikan Contoh (Sampling Technique) dalam Inventarisasi Hutan. Pradaya Pramita. Jakarta. Husch B. 1963. Forest Mensuration and Statistics. The Ronald Press Company. New York. Husch B, 1987. Perencanaan Inventarisasi Hutan (diterjemahkan oleh Agus Setyarso). Jakarta: Universitas Indonesia Press. Husch B, Beers TW and Kershaw JA. 2003. Forest Mensuration, Fourth Edition. John Wiley & Sons, Inc. Prawira BSA, Tantra IGM. 1973. Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Penting (89 Jenis Pohon). Bogor: Lembaga Penelitian Hutan. Purwita I. 2005. Penyusunan Tabel Volume Pohon unutk jenis Mahono Daun Besar di BPKH Gunung Kencana KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Departemen Manajeman Hutan.Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan.
62
Samingan T. 1973. Dipterocarpaceae. Bogor: Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi IPB. Schmidt FH dan Fergusson JHA.1951. Rainfall Types based on West and Dry Period Ratios for Indonesia with Western New Guinea. Djawatan Meteorologi dan Geofisik. Djakarta. Sembiring RE. 1995. Analisis Regresi. ITB Bandung. Bandung. Simon H. 1996. Metode Inventore Hutan. Aditya Media.Yogyakarta. Soerianegara I dan Indrawan A. 2005. Ekologi Hutan Indonesia. Laboratorium Ekologi Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Spurr SH. 1952. Forest Inventory. The Ronald Press Company, Inc. New York. Suharlan A, Boestami S dan Soemarna K. 1976. Tabel Volume Lokal Pinus merkusii Jungh et de Vriese. Lembaga Penelitian Hutan. Bogor. Sukri M. 2005. Studi Penyusunan Tabel Faktor Tinggi Pohon (FH) pada Tegakan Mahoni (Swietenia macrophylla, King) di BPKH Tanggeung KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. [Skripsi]. Departemen Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Tidak diterbitkan. Sutarahardja S. 2008. Penyusunan Alat Bantu Dalam Inventarisasi Hutan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Van Laar A dan Akca A. 1997. Forest Mensuration. Curvillier Verlag, Gottingen. Walpole ER. 1997. Pengantar Statistik, Edisi 3 (Terjemahan). Gramedia, Jakarta.
63
LAMPIRAN
64
Lampiran 1 Data pohon contoh dalam penyusunan model kelompok jenis Dipterocarpaceae No
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
1 2
Bengkirai Bawang
Nama Jenis
10 12
96 88
0 -15
21 7
60 55
19.79 20.23
12.93 14.23
3 4
Bengkirai Kapur
12 12
110 84
2 -12
25 14
70 49
20.28 16.27
13.33 10.88
5 6
Bengkirai Bunyau
13 13
76 52
-19 -36
8 -15
40 20
15.57 18.26
10.24 12.17
7 8
Medang Meranti merah
13 13
92 92
1 -12
25 11
59 59
16.67 19.59
11.17 13.85
9 10
Meranti putih Meranti kuning
13.5 14
110 75
5 5
20 23
71 45
29.50 17.06
19.10 10.39
11 12
Bengkirai Bunyau
15 15
84 75
-30 -1
-12 15
32 34
26.83 20.50
15.28 10.25
13 14
Kapur Meranti putih
15 15
106 108
7 -11
26 12
64 72
22.34 22.20
13.50 15.93
15 16
Bunyau Kapur
16 16
94 104
5 -10
18 14
54 62
28.88 20.50
16.58 13.50
17 18
Meranti putih Bengkirai
17 18
98 112
-11 -34
12 -12
58 74
20.46 28.05
13.50 21.14
19 20
Kapur Medang
18 18
140 135
11 -2
31 23
100 90
27.30 23.42
19.30 16.22
21 22
Meranti merah Meranti merah
18 18
98 148
-15 15
6 37
56 112
23.02 25.68
15.02 19.14
23 24
Bengkirai Bengkirai
19 19
108 122
-10 0
9 21
66 72
26.34 24.74
17.50 15.21
25 26
Kapur Medang
19 19
128 102
7 16
28 27
92 62
24.55 32.77
17.69 18.23
27 28
Meranti merah Meranti merah
19 19
92 94
-8 -6
15 12
60 55
18.89 23.72
13.33 15.06
29 30
Meranti putih Meranti putih
19 19
88 92
-32 -12
-10 7
42 56
23.32 23.39
14.95 15.82
31 32
Bengkirai Medang
20 20
124 92
-23 13
-1 25
84 60
28.23 27.83
20.95 17.17
33 34
Meranti merah Bengkirai
20 21
112 78
0 -35
19 -13
75 39
25.08 22.05
17.29 14.95
35 36
Keruing Meranti merah
21 21
92 78
4 -26
16 -4
60 44
30.83 20.41
20.17 14.23
37 38
Meranti merah Meranti putih
21 21
122 98
9 -33
31 -10
94 55
22.05 24.28
16.95 16.80
39
Meranti merah
22
110
4
18
65
31.79
18.93
65
Lanjutan (lampiran 1) No 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Nama Jenis Meranti merah Bengkirai Meranti merah Meranti merah Meranti putih Meranti putih Bunyau Meranti kuning Meranti merah Meranti merah Resak Bengkirai Bunyau Meranti kuning Meranti putih Bengkirai Keruing Meranti batu Meranti merah Keruing Meranti batu Meranti merah Meranti kuning Kapur Medang Meranti merah Meranti merah Keruing Meranti merah Bengkirai Meranti merah Meranti merah Keruing Meranti kuning Meranti batu Keruing Meranti merah Meranti putih Meranti merah Bunyau Keruing
DBH (Cm) 22 23 23 23 23 23 24 24 24 24 24 25 25 25 25 26 26 26 26 27 27 27 27.5 29 29 29 29 30 30.5 31 31 31 32 32 33 34 34 34 34.5 35 35
HT (%) 114 132 130 88 114 92 102 136 110 122 132 104 103 66 122 142 120 124 150 142 82 114 100 128 106 114 128 138 110 108 138 128 118 114 138 114 120 90 143 110 138
HB (%) -15 7 -4 -30 -13 -18 -2 12 -32 -34 3 -15 -4 -22 -11 6 5 10 -14 -18 -24 9 -12 -24 -35 -34 0 -4 -11 -10 -9 -8 -26 -12 -6 -8 -15 -29 0 -14 -31
HP (%) 6 29 24 -8 11 -4 20 35 -11 -13 26 7 16 -4 15 30 22 32 13 10 -3 28 12 -3 -16 -5 20 17 6 9 16 14 -4 11 16 18 7 -8 17 6 -10
HCp (%) 74 84 94 49 67 44 70 96 70 64 86 61 48 30 80 96 90 74 104 65 33 80 65 78 45 74 88 84 64 68 94 90 57 55 94 72 76 50 90 80 76
TT (m) 26.07 24.23 20.64 22.95 22.67 32.93 20.41 23.07 28.55 31.21 23.93 23.14 22.90 21.06 21.96 24.17 28.56 22.23 25.80 24.36 21.69 23.61 20.17 30.45 31.18 21.91 27.10 28.55 29.97 26.34 25.02 26.23 27.68 23.41 27.68 20.27 26.05 24.17 35.15 26.30 33.69
Tbc (m) 18.45 15.50 15.50 15.86 14.83 19.21 14.59 16.11 20.93 20.17 15.93 15.32 11.90 13.06 15.50 16.50 21.50 13.14 18.98 13.36 12.36 16.45 14.33 20.93 18.34 16.40 19.10 18.26 19.15 17.92 17.98 19.32 16.59 13.15 19.68 13.81 18.05 16.55 22.68 20.30 21.88
66
Lanjutan (lampiran 1) No
Nama Jenis
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
81 82
Meranti merah Meranti merah
35 35
130 148
-20 -15
1 7
90 106
30.07 31.14
22.45 23.50
83 84
Medang Meranti kuning
36 36
124 132
-14 11
12 36
72 96
22.73 20.86
14.73 15.10
85 86
Meranti merah Bunyau
36 37
138 148
-3 10
18 30
98 108
28.36 29.10
20.74 21.10
87 88
Meranti merah Meranti merah
37 37
125 132
-23 -4
10 26
80 94
19.44 19.63
13.98 14.57
89 90
Medang Meranti batu
38.5 39
148 148
-13 6
5 28
102 112
37.28 27.32
27.06 20.77
91 92
Resak Meranti kuning
39 40
144 100
3 -33
26 -9
104 50
26.02 23.67
19.07 15.33
93 94
Meranti merah Meranti batu
40 41
146 130
-20 -10
3 15
88 90
30.37 23.90
20.28 17.50
95 96
Meranti merah Meranti kuning
41 43
146 140
-25 -11
-2 12
110 110
31.24 27.76
24.98 22.54
97 98
Meranti merah Meranti merah
43 44
150 126
15 0
34 19
132 78
29.92 28.03
26.13 17.92
99 100
Meranti merah Keruing
45 46
142 130
-5 -6
16 14
98 67
29.50 28.70
21.12 16.10
101 102
Keruing Kapur
46 47
150 122
11 -22
31 2
112 68
29.30 25.50
21.70 16.50
103 104
Meranti batu Meranti kuning
47 47
142 118
-10 0
12 22
108 88
29.14 22.95
22.95 17.50
105 106
Meranti merah Meranti Kuning
49 50
146 124
5 -3
25 16
110 63
29.70 28.24
22.50 15.39
107 108
Keruing Keruing
51 54
135 144
-5 10
14 30
84 92
30.97 28.30
20.24 17.90
109 110
Meranti merah Meranti merah
56 57
137 138
-3 -5
13 12
86 104
36.50 35.15
23.75 27.15
111 112
Meranti merah Meranti merah
58 58
127 139
2 -26
19 -4
89 93
30.91 31.50
21.97 23.14
113 114
Meranti merah Meranti batu
61.5 62
148 132
-4 -2
14 13
94 97
35.28 37.23
23.28 27.90
115 116
Kapur Meranti merah
64 64
130 135
-14 3
4 17
93 106
33.50 39.21
25.28 30.93
117 118
Meranti Meranti merah
66 67
142 144
-2 -1
15 16
108 97
35.38 35.62
27.38 24.56
67
Lanjutan (lampiran 1) No
Nama Jenis
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
119 120
Meranti Putih Meranti merah
69 70
140 136
-1 0
15 17
95 86
36.75 33.50
25.50 21.74
121 122
Meranti merah Meranti Kuning
70.3 71
132 147
-3 -4
12 13
79 90
37.50 37.03
23.37 23.62
123 124
Meranti merah Meranti Kuning
71 73.5
135 143
-14 2
1 19
75 82
41.23 34.68
25.23 20.32
125 126
Meranti batu Meranti Putih
76 77
110 146
-15 -6
-1 11
82 81
37.21 37.26
29.21 21.97
127 128
Bengkirai Meranti Putih
78 79
149 148
-9 -3
8 11
96 108
38.68 44.64
26.21 33.21
129 130
Kapur Buan
83 89
137 141
2 -12
17 5
74 86
37.50 37.50
20.70 24.56
131 132
Meranti Putih Kapur
99 102
134 144
-12 -3
0 12
86 92
50.17 40.70
34.17 26.83
133 134
Meranti Kuning Meranti Kuning
107 112
148 148
-16 -11
-3 2
120 98
51.96 50.42
43.35 35.04
135
Bengkirai
160
149
-11
1
67
54.83
27.50
68
Lampiran 2 Data pohon contoh dalam penyusunan model kelompok jenis kayu rimba campuran No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41
Nama Jenis Mendarahan Simpur Banitan Penyalin Tanam haloq Mendarahan Bintangur Jenging Laban Terentang Ubar gunung Ubar gunung Kayu Halap Mendarahan Bintangur Kayu sendok Ubar gunung Kayu Halap Kelumpai Mendarahan Mendarahan Mendarahan Mendarahan Rambutan hutan Banitan Banitan Melahak Mesak Kayu Halap Ubar gunung Kayu sendok Mendarahan Ubar gunung Karet hutan Kumpang Rengas Ubar gunung Ubar gunung Tengkawang Melahak Ubar gunung
DBH (Cm) 10 10 11 11 11 12 13 13 13 13 14 14.5 15.5 15.5 16 16 16 16.5 17 17 18 18 18.5 18.5 19 19 19 19 20.5 20.5 21 21 21 22 22 22 22 22 23 24 24
HT (%) 65 58 72 74 90 46 75 82 58 74 105 65 72 65 102 90 134 86 96 120 90 102 72 102 110 126 86 78 112 96 90 98 94 120 106 70 114 98 140 68 104
HB (%) -3 -12 -2 -10 7 -14 -2 -9 -30 -12 -10 -4 -3 -15 -14 -5 -14 0 -30 8 -13 -12 -3 -15 -13 12 5 -25 11 -28 -9 -6 -27 -2 -4 -34 4 -18 -18 -30 -6
HP (%) 17 10 19 9 27 5 15 10 -10 7 16 8 17 2 12 12 15 20 -9 32 10 8 16 8 7 34 24 -6 33 -8 10 14 -5 18 16 -12 25 7 15 -10 15
HCp (%) 50 40 44 48 63 30 50 46 18 44 65 45 30 40 57 55 86 55 56 76 42 72 35 70 60 88 49 42 92 42 60 64 50 84 61 31 62 50 113 42 50
TT (m) 15.10 14.23 15.60 19.18 18.10 14.13 19.62 20.66 19.10 19.61 19.19 24.50 16.50 20.32 19.35 23.85 21.91 18.70 25.50 20.17 19.41 24.30 17.29 21.85 26.10 22.23 18.55 23.18 19.86 26.30 22.34 22.30 23.50 25.90 23.50 20.41 22.45 20.06 20.65 21.10 22.45
Tbc (m) 12.10 10.95 10.26 13.71 12.70 10.76 13.74 13.08 11.10 13.29 13.04 17.83 8.10 14.44 12.42 15.62 15.29 12.50 17.88 12.83 11.07 18.30 9.50 16.28 16.10 15.32 10.76 15.61 16.23 15.50 16.03 15.50 15.50 18.70 14.50 13.32 12.55 12.38 17.38 15.90 12.17
69
Lanjutan (lampiran 2) No 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82
Nama Jenis Banitan Mendarahan Mesak Penyalin Sebukau Mendarahan Bintangur Jabon Kerupuk Ubar gunung Keranji Tebuluk Terap Terap Kerupuk Ubar gunung Ubar gunung Mendarahan Terap Jabon Keranji Resak Kerupuk Kerupuk Mahang Bayur Bintangur Mendarahan Mendarahan Terap Mahang Penyalin Tengkawang Mahang Melahak Kerupuk Penyalin Ubar gunung Bintangur Jabon Jabon
DBH (Cm) 24.5 24.5 25 26 26 26.5 27 27 27 27 28 28 28 28.5 29 29 29 30 30 31 32 32 33 33 33 34 34 34 34 34.5 35 35.5 36 37 37 38 38 38 38.5 39 40
HT (%) 116 110 96 106 100 115 85 134 100 106 130 95 123 90 148 142 124 146 136 134 136 150 135 110 140 106 126 142 132 110 132 132 136 148 140 138 108 142 100 146 150
HB (%) -5 -6 -4 -2 6 -12 -2 7 -25 -30 5 -5 9 -33 11 -15 10 2 14 -31 7 -18 -12 -2 0 -44 -10 5 -6 -15 -15 2 13 10 17 -10 -5 -17 -40 5 6
HP (%) 15 14 17 16 21 5 13 28 -5 -9 25 11 25 -13 33 17 30 22 36 -11 28 12 10 17 21 -23 10 25 14 7 5 23 33 31 36 10 17 3 -20 26 27
HCp (%) 82 67 63 79 70 70 50 96 56 69 80 50 95 60 102 100 92 94 98 80 90 75 70 61 98 70 72 72 86 67 88 90 100 106 100 62 70 84 51 100 94
TT (m) 25.70 24.70 20.55 25.50 26.57 31.38 24.70 25.69 26.50 27.40 26.50 26.50 30.00 26.10 26.41 21.13 24.30 30.30 23.68 34.50 26.07 23.90 28.23 25.08 28.17 30.07 28.70 28.90 29.10 24.23 30.90 26.26 26.10 27.79 27.39 31.10 22.05 33.30 29.50 28.36 28.93
Tbc (m) 18.90 16.10 14.26 19.50 18.57 20.79 15.37 18.45 17.70 20.36 16.50 15.25 23.00 20.10 18.05 15.88 17.90 19.90 16.77 23.70 17.31 13.90 16.41 14.76 20.17 23.21 17.90 14.90 19.90 16.41 22.10 18.26 18.90 19.79 18.97 15.90 15.14 21.70 19.70 19.60 18.26
70
Lanjutan (lampiran 2) No 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129
Nama Jenis Rambutan hutan Kerupuk Mesap Bintangur Karet hutan Jabon Melahak Ubar gunung Melahak Mesak Jabon Mahang Mahang Mahang Melahak Melahak Ubar gunung Ubar gunung Mendarahan Melahak Tebukau Terap Keranji Mesap Mesap Ubar gunung Jabon Jabon Kerupuk Mesap Jabon Jabon Ubar gunung Jinging Jenging Kayu sendok Mesap Kerupuk Ubar gunung Ubar gunung Mesap Mahang Mahang Kerupuk Penyalin Binuang Kayu sendok
DBH (Cm) 40.5 41 41 43 43 43.5 44 44 45 45 46 46 47 47 48 49 49 50 51 52 52 53 54 57.5 58 59 60 60 61 61 62 62 67 70 71 72 73 77 77 79 80 84 85 86 89 89.5 106
HT (%) 98 146 123 144 144 90 122 128 136 115 112 134 146 148 128 148 142 125 125 130 138 119 148 141 141 145 133 133 127 140 135 145 148 138 127 139 141 128 134 119 146 139 140 136 133 132 133
HB (%) -20 -4 -2 0 3 -7 -4 -25 -26 -9 -5 -35 12 5 -26 8 -9 -2 -4 -3 -4 -7 -2 -5 2 5 -15 -10 -13 -5 -8 -3 1 -9 -5 -5 -7 -24 -15 -30 -2 -5 1 11 -20 -34 -15
HP (%) 1 17 20 19 20 8 14 -4 -6 10 17 -13 33 25 -2 28 12 16 15 17 14 10 17 12 18 20 3 9 8 13 11 18 18 10 11 11 11 -3 5 -10 16 9 18 27 -1 -15 2
HCp (%) 52 112 80 80 82 66 78 55 84 72 78 69 92 98 60 102 104 60 67 72 85 59 109 97 100 91 104 83 69 76 109 112 107 93 82 83 91 83 99 85 86 100 93 98 89 95 96
TT (m) 23.98 30.07 24.23 31.82 34.68 27.37 29.50 30.64 33.90 27.61 22.77 32.23 27.02 30.10 27.17 29.50 30.26 29.72 28.66 28.10 33.06 31.15 33.08 35.85 36.25 38.83 34.39 31.61 28.17 33.72 31.61 29.69 36.09 32.45 34.50 37.50 34.39 30.45 31.30 31.30 34.39 42.64 34.21 32.75 33.71 36.45 36.32
Tbc (m) 15.21 23.60 16.41 18.34 20.09 20.97 19.72 16.74 23.50 18.55 16.59 20.41 16.74 20.10 15.83 20.30 23.02 15.28 16.45 16.50 21.28 17.03 24.87 25.50 26.00 24.43 27.94 21.08 17.12 19.50 26.13 23.40 26.44 22.97 23.25 23.50 23.28 21.88 24.30 24.50 21.06 31.50 23.15 23.25 24.45 28.66 27.62
71
Lampiran 3 Data pohon contoh dalam validasi model kelompok jenis Dipterocarpaceae No
Nama Jenis
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
1 2
Bengkirai Meranti kuning
12 12
90 100
-5 1
17 24
60 60
18.77 18.72
13.32 11.76
3 4
Medang Bengkirai
13 14
65 80
-9 -20
10 1
33 42
17.08 20.55
10.34 13.31
5 6
Meranti putih Bengkirai
14.5 15
84 70
-22 -30
-2 -12
34 30
22.70 23.72
12.70 14.83
7 8
Kapur Bunyau
15 16
104 120
-4 -10
17 9
60 55
22.07 28.87
13.69 15.18
9 10
Meranti batu Bunyau
16.5 18
75 82
-11 -15
3 7
43 46
26.07 19.14
16.93 12.59
11 12
Meranti batu Meranti putih
18 18
75 112
5 -10
16 13
45 70
26.95 22.72
16.05 15.41
13 14
Kapur Meranti batu
19 19
94 112
-8 -10
15 13
52 64
19.24 22.72
11.93 14.37
15 16
Meranti merah Kapur
19 20
98 114
-2 5
21 26
55 76
18.89 22.26
11.41 15.02
17 18
Meranti merah Meranti merah
20 21
80 92
-27 -18
-6 5
30 56
21.88 20.63
12.36 14.37
19 20
Meranti merah Meranti merah
21 22
128 128
-7 -4
16 19
92 80
24.98 24.46
18.72 16.11
21 22
Bunyau Meranti merah
23 23
110 148
-15 6
10 28
47 108
21.50 27.32
11.42 20.05
23 24
Bengkirai Meranti merah
24 24
112 128
-10 -5
11 17
79 88
24.74 25.68
18.45 18.41
25 26
Meranti putih Medang
24 25
94 124
-10 -18
12 7
55 76
20.41 24.22
13.32 16.54
27 28
Meranti merah Medang
25.5 26
130 135
-9 7
6 22
90 75
38.57 35.63
27.90 19.63
29 30
Meranti merah Meranti merah
26 27
128 124
6 -7
27 12
84 86
24.74 29.08
16.36 21.08
31 32
Meranti putih Meranti merah
27.5 29
120 134
-7 7
20 30
72 88
20.31 23.59
13.20 15.59
33 34
Medang Meranti merah
30 31
118 144
-16 15
2 35
50 94
31.28 27.30
16.17 17.30
35 36
Bengkirai Meranti merah
32 32
111 144
-30 4
-9 33
69 96
28.36 20.81
20.36 14.19
37 38
Bunyau Meranti merah
34 34
112 132
-34 5
-14 25
55 98
30.70 26.90
19.30 20.10
72
Lanjutan (lampiran 3) No
Nama Jenis
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
39 40
Buan Meranti merah
35 35
126 140
-6 3
15 30
65 90
26.64 21.80
15.02 14.39
41 42
Meranti merah Meranti merah
35 36
150 134
27 -20
48 0
110 90
24.93 32.30
17.31 23.50
43 44
Keruing Meranti merah
37 37
148 138
-14 -14
7 7
100 92
32.36 30.45
23.21 21.69
45 46
Meranti merah Bunyau
39 41
145 124
-8 -16
16 3
104 74
27.00 30.97
20.17 20.45
47 48
Meranti batu Buan
43 44
110 110
-35 -14
-15 6
62 58
30.50 26.30
20.90 15.90
49 50
Meranti merah Meranti merah
45 46
132 142
-13 -15
7 7
96 88
30.50 30.05
23.30 20.23
51 52 53 54
Bunyau Meranti Putih Meranti batu Keruing
48 50 54 58
95 137 140 137
-16 -2 -13 -10
0 16 8 8
50 89 91 80
29.25 32.39 30.64 34.17
18.00 21.72 21.31 21.50
55 56
Meranti merah Meranti Kuning
59 60.5
130 127
-6 2
10 16
82 78
35.50 37.21
23.50 23.21
57 58
Meranti batu Meranti merah
63 65
139 120
1 -12
18 3
92 89
33.97 36.70
22.91 28.43
59 60
Keruing Kapur
71 71.5
146 120
1 -35
15 -19
96 73
42.93 40.25
28.64 28.50
61 62
Meranti Kuning Nyatoh
76 78
129 138
-15 -8
1 12
90 102
37.50 30.70
27.75 23.50
63 64
Meranti Putih Keruing
82 98
138 129
-15 0
1 13
72 92
39.75 41.19
23.25 29.81
65 66
Meranti merah Meranti Putih
106 120
150 149
1 -14
15 1
91 76
44.07 44.97
27.21 25.50
73
Lampiran 4 Data pohon contoh dalam validasi model kelompok jenis kayu rimba campuran No
Nama Jenis
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
10 10
43 92
-12 -2
8 19
32 55
12.50 19.40
10.30 12.36
11 12.5
50 82
-15 -4
5 16
27 34
14.50 18.70
9.90 9.10
1 2
Kayu Halap Ubar gunung
3 4
Rengas Rengas
5 6
Karet hutan Terap
13 14
96 96
4 -3
23 13
57 52
20.87 26.25
12.66 15.25
7 8
Tengkawang Banitan
15 16
45 92
-25 -13
-14 8
25 50
26.95 21.50
19.68 13.50
9 10
Mendarahan Banitan
16 17
140 102
11 -1
37 19
96 68
21.35 22.10
14.58 15.30
11 12
Kayu sendok Ubar gunung
17.5 18
90 84
-10 -15
12 5
50 43
19.68 21.30
12.41 13.10
13 14
Ubar gunung Melahak
18.5 19
110 120
-6 -6
14 14
55 84
24.70 26.70
13.70 19.50
15 16
Tengkawang Kayu Halap
20 21
112 98
-12 -2
9 19
70 56
25.12 20.55
17.12 12.55
17 18
Mesak Keramo
21 22
132 80
-1 4
20 16
86 45
26.83 26.83
18.07 15.17
19 20
Terap Ubar gunung
22 22
128 102
4 -19
27 2
88 57
23.07 24.55
16.11 15.98
21 22
Rambutan hutan Terap
24 25
112 130
-2 -7
18 14
59 80
24.30 27.60
13.70 18.07
23 24
Ubar gunung Jabon
26 27
98 136
-9 5
12 29
58 100
21.88 23.33
14.26 17.33
25 26
Rengas Melahak
27 28
120 98
-26 -2
-7 19
35 54
32.24 20.55
14.34 12.17
27 28
Terap Tanam haloq
28 29
100 116
-9 -5
12 17
70 80
22.26 23.50
16.55 16.95
29 30
Ubar gunung Mendarahan
29 30
138 122
2 -14
22 9
98 78
28.70 25.15
20.70 17.50
31 32
Mahang Keranji
31.5 33
146 118
10 0
32 21
108 86
26.23 23.98
19.32 17.88
33 34
Mahang Karet hutan
33 33.5
148 142
10 1
31 22
112 102
27.79 28.36
20.93 20.74
35 36
Kerupuk Terap
34 34.5
140 80
-12 -34
17 -11
84 55
22.47 21.33
14.74 16.98
37 38
Mahang Kerupuk
37 38
150 136
12 -15
34 9
96 65
26.59 26.67
16.77 14.83
74
Lanjutan (lampiran 4) No
Nama Jenis
DBH (Cm)
HT (%)
HB (%)
HP (%)
HCp (%)
TT (m)
Tbc (m)
39 40
Tengkawang Karet hutan
38 38.5
140 134
-28 3
-7 22
96 92
33.50 29.08
25.12 20.24
41 42
Ubar gunung Binuang
39 40
120 98
-11 -35
9 -13
82 50
27.70 25.68
20.10 16.95
43 44
Jenging Binuang
41 42
110 150
-20 -12
1 10
45 114
26.26 30.95
13.88 24.41
45 46
Banitan Kerupuk
43.5 45
132 126
-10 -26
10 -5
88 82
29.90 30.45
21.10 22.07
47 48
Bayur Kerupuk
46 47
92 144
-34 -24
-12 -2
58 98
24.41 32.05
18.23 23.68
49 50
Mahang Mahang
48 48.5
144 148
2 0
23 20
94 120
28.55 31.10
19.02 25.50
51 52
Jabon Mendarahan
52 52.5
148 129
1 -2
20 17
102 73
32.45 29.08
22.76 17.29
53 54
Mahang Terap
55 59
127 132
3 1
24 18
68 72
25.12 32.32
13.88 18.21
55 56
Keranji Ubar gunung
60 61.5
125 133
-5 -2
12 17
78 58
32.09 29.92
21.03 14.13
57 58
Ubar gunung Ubar gunung
65 71
142 128
-2 -5
16 12
92 83
33.50 32.79
22.39 22.21
59 60
Penyalin Penyalin
73 77
147 130
11 -32
30 -11
112 80
30.13 32.36
22.76 22.83
61 62
Melahak Keranji
85 88
140 142
1 -10
18 8
93 106
34.21 35.28
23.15 27.28
63
Jabon
92
147
-28
-8
90
36.50
25.10
75
Lampiran 5 Hasil analisis regresi dengan minitab 14 untuk kelompok jenis Dipterocarpceae Regression Analysis: Tbc versus D, D^2 The regression equation is Tbc = 10.6 + 0.267 D - 0.000806 D^2
Predictor Constant D D^2
Coef 10.5876 0.26723 -0.0008056
S = 3.35094
SE Coef 0.8666 0.03488 0.0002746
R-Sq = 62.0%
T 12.22 7.66 -2.93
P 0.000 0.000 0.004
R-Sq(adj) = 61.5%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source D D^2
DF 1 1
DF 2 132 134
SS 2423.5 1482.2 3905.7
MS 1211.7 11.2
F 107.91
P 0.000
Seq SS 2326.8 96.6
Unusual Observations Obs 89 133 134 135
D 39 107 112 160
Tbc 27.060 43.350 35.040 27.500
Fit 19.682 29.958 30.412 32.721
SE Fit 0.336 0.929 1.035 2.879
Residual 7.378 13.392 4.628 -5.221
St Resid 2.21R 4.16RX 1.45 X -3.04RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Log Tbc versus Log D The regression equation is Log Tbc = 0.723 + 0.360 Log D
Predictor Constant Log D
Coef 0.72273 0.36014
S = 0.0744374
SE Coef 0.03953 0.02597
R-Sq = 59.1%
Analysis of Variance Source DF SS Regression 1 1.0659 Residual Error 133 0.7369 Total 134 1.8028
T 18.28 13.87
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 58.8%
MS 1.0659 0.0055
F 192.37
P 0.000
76
Unusual Observations Obs 9 18 52 133 135
Log D 1.13 1.26 1.40 2.03 2.20
Log Tbc 1.28103 1.32510 1.07555 1.63699 1.43933
Fit 1.12981 1.17480 1.22618 1.45359 1.51652
SE Fit 0.01159 0.00907 0.00696 0.01511 0.01931
Residual 0.15123 0.15030 -0.15064 0.18340 -0.07719
St Resid 2.06R 2.03R -2.03R 2.52R -1.07 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Tbc versus Log D The regression equation is Tbc = - 6.05 + 16.7 Log D
Predictor Constant Log D
Coef -6.050 16.698
S = 3.48390
SE Coef 1.850 1.215
R-Sq = 58.7%
T -3.27 13.74
P 0.001 0.000
R-Sq(adj) = 58.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 133 134
SS 2291.4 1614.3 3905.7
MS 2291.4 12.1
F 188.78
P 0.000
Unusual Observations Obs 106 128 131 133 134 135
Log D 1.70 1.90 2.00 2.03 2.05 2.20
Tbc 15.390 33.210 34.170 43.350 35.040 27.500
Fit 22.319 25.636 27.273 27.836 28.168 30.754
SE Fit 0.383 0.566 0.670 0.707 0.729 0.904
Residual -6.929 7.574 6.897 15.514 6.872 -3.254
St Resid -2.00R 2.20R 2.02R 4.55R 2.02R -0.97 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Log Tbc versus D^-1 The regression equation is Log Tbc = 1.42 - 4.29 D^-1
Predictor Constant D^-1
Coef 1.42029 -4.2859
S = 0.0812457
SE Coef 0.01496 0.3621
R-Sq = 51.3%
T 94.97 -11.84
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 50.9%
77
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 133 134
SS 0.92492 0.87792 1.80283
MS 0.92492 0.00660
F 140.12
P 0.000
Fit 0.99170 1.06313 1.06313 1.06313 1.10282 1.24885 1.26155 1.28635 1.38023 1.38202
SE Fit 0.02403 0.01834 0.01834 0.01834 0.01529 0.00711 0.00700 0.00725 0.01207 0.01219
Residual 0.11990 0.09007 0.06170 -0.02650 0.17822 -0.17331 -0.16953 -0.16743 0.25676 0.16254
Unusual Observations Obs 1 2 3 4 9 52 60 73 133 134
D^-1 0.100 0.083 0.083 0.083 0.074 0.040 0.037 0.031 0.009 0.009
Log Tbc 1.11160 1.15320 1.12483 1.03663 1.28103 1.07555 1.09202 1.11893 1.63699 1.54456
St Resid 1.54 X 1.14 X 0.78 X -0.33 X 2.23R -2.14R -2.09R -2.07R 3.20R 2.02R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Tt versus D, D^2 The regression equation is Tt = 18.4 + 0.257 D - 0.000019 D^2
Predictor Constant D D^2
Coef 18.3800 0.25660 -0.0000191
S = 3.81229
SE Coef 0.9859 0.03968 0.0003124
R-Sq = 72.8%
T 18.64 6.47 -0.06
P 0.000 0.000 0.951
R-Sq(adj) = 72.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source D D^2
DF 1 1
DF 2 132 134
SS 5144.0 1918.4 7062.4
MS 2572.0 14.5
F 176.97
P 0.000
Seq SS 5144.0 0.1
Unusual Observations Obs 9 26 39 45 78 87 88 89
D 14 19 22 23 35 37 37 39
Tt 29.500 32.770 31.790 32.930 35.150 19.440 19.630 37.280
Fit 21.841 23.248 24.016 24.272 27.210 27.848 27.848 28.231
SE Fit 0.569 0.452 0.405 0.393 0.358 0.372 0.372 0.382
Residual 7.659 9.522 7.774 8.658 7.940 -8.408 -8.218 9.049
St Resid 2.03R 2.52R 2.05R 2.28R 2.09R -2.22R -2.17R 2.39R
78
133 134 135
107 112 160
51.960 50.420 54.830
45.617 46.879 58.945
1.057 1.178 3.275
6.343 3.541 -4.115
1.73 X 0.98 X -2.11RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Log Tt versus Log D The regression equation is Log Tt = 0.924 + 0.339 Log D
Predictor Constant Log D
Coef 0.92403 0.33947
S = 0.0647351
SE Coef 0.03438 0.02258
R-Sq = 63.0%
T 26.88 15.03
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 62.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 133 134
SS 0.94709 0.55735 1.50444
MS 0.94709 0.00419
F 226.00
P 0.000
Fit 1.30775 1.35814 1.38630 1.44393 1.45236 1.45640 1.45640 1.49167 1.67228
SE Fit 0.01008 0.00752 0.00641 0.00561 0.00570 0.00577 0.00577 0.00676 0.01680
Residual 0.16207 0.15734 0.13129 -0.13708 -0.13304 -0.16770 -0.16348 -0.13089 0.06674
Unusual Observations Obs 9 26 45 75 84 87 88 104 135
Log D 1.13 1.28 1.36 1.53 1.56 1.57 1.57 1.67 2.20
Log Tt 1.46982 1.51548 1.51759 1.30685 1.31931 1.28870 1.29292 1.36078 1.73902
St Resid 2.53R 2.45R 2.04R -2.13R -2.06R -2.60R -2.54R -2.03R 1.07 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Tt versus Log D The regression equation is Tt = - 7.23 + 23.5 Log D
Predictor Constant Log D
Coef -7.227 23.453
SE Coef 2.322 1.525
T -3.11 15.38
P 0.002 0.000
S = 4.37203 R-Sq = 64.0% Analysis of Variance
R-Sq(adj) = 63.7%
Source Regression Residual Error
MS 4520.2 19.1
DF 1 133
SS 4520.2 2542.3
F 236.48
P 0.000
79
Total
134
7062.4
Unusual Observations Obs 9 26 87 88 104 131 133 134 135
Log D 1.13 1.28 1.57 1.57 1.67 2.00 2.03 2.05 2.20
Tt 29.500 32.770 19.440 19.630 22.950 50.170 51.960 50.420 54.830
Fit 19.282 22.763 29.552 29.552 31.988 39.576 40.367 40.833 44.466
SE Fit 0.681 0.508 0.389 0.389 0.457 0.841 0.887 0.915 1.134
Residual 10.218 10.007 -10.112 -9.922 -9.038 10.594 11.593 9.587 10.364
St Resid 2.37R 2.30R -2.32R -2.28R -2.08R 2.47R 2.71R 2.24R 2.45RX
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Log Tt versus D^-1 The regression equation is Log Tt = 1.58 - 3.91 D^-1
Predictor Constant D^-1
Coef 1.57686 -3.9110
S = 0.0743013
SE Coef 0.01368 0.3311
R-Sq = 51.2%
T 115.29 -11.81
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 50.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 133 134
SS 0.77019 0.73425 1.50444
MS 0.77019 0.00552
F 139.51
P 0.000
Fit 1.18576 1.25094 1.25094 1.25094 1.28715 1.46183 1.46822 1.47115 1.47115 1.53735 1.54031 1.54194 1.55241
SE Fit 0.02197 0.01677 0.01677 0.01677 0.01399 0.00681 0.00702 0.00712 0.00712 0.01083 0.01104 0.01115 0.01189
Residual 0.11069 0.05505 0.05613 -0.03955 0.18267 -0.15497 -0.14890 -0.18246 -0.17823 0.16309 0.17536 0.16067 0.18661
Unusual Observations Obs 1 2 3 4 9 75 84 87 88 131 133 134 135
D^-1 0.100 0.083 0.083 0.083 0.074 0.029 0.028 0.027 0.027 0.010 0.009 0.009 0.006
Log Tt 1.29645 1.30600 1.30707 1.21139 1.46982 1.30685 1.31931 1.28870 1.29292 1.70044 1.71567 1.70260 1.73902
St Resid 1.56 X 0.76 X 0.78 X -0.55 X 2.50R -2.09R -2.01R -2.47R -2.41R 2.22R 2.39R 2.19R 2.54R
80
Lampiran 6 Hasil analisis regresi dengan minitab 14 untuk kelompok jenis kayu rimba campuran Regression Analysis: Tbc versus D, D^2 The regression equation is Tbc = 10.4 + 0.247 D - 0.000867 D^2
Predictor Constant D D^2
Coef 10.3935 0.24664 -0.0008667
S = 2.82826
SE Coef 0.9788 0.04740 0.0004823
R-Sq = 60.1%
T 10.62 5.20 -1.80
P 0.000 0.000 0.075
R-Sq(adj) = 59.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source D D^2
DF 1 1
DF 2 126 128
SS 1515.01 1007.88 2522.89
MS 757.51 8.00
F 94.70
P 0.000
Seq SS 1489.18 25.84
Unusual Observations Obs 13 54 61 98 109 124 125 126 127 128 129
D 16 28 31 48 60 84 85 86 89 90 106
Tbc 8.100 23.000 23.700 11.870 27.940 31.500 23.150 23.250 24.450 28.660 27.620
Fit 14.008 16.620 17.206 20.235 22.072 24.995 25.096 25.194 25.479 25.525 26.799
SE Fit 0.433 0.283 0.289 0.380 0.412 0.725 0.754 0.784 0.881 0.899 1.638
Residual -5.908 6.380 6.494 -8.365 5.868 6.505 -1.946 -1.944 -1.029 3.135 0.821
St Resid -2.11R 2.27R 2.31R -2.98R 2.10R 2.38R -0.71 X -0.72 X -0.38 X 1.17 X 0.36 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Log Tbc versus Log D The regression equation is Log Tbc = 0.719 + 0.347 Log D
Predictor Constant Log D
Coef 0.71913 0.34732
S = 0.0702881
SE Coef 0.03906 0.02560
R-Sq = 59.2%
T 18.41 13.57
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 58.9%
81
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 127 128
SS 0.90969 0.62743 1.53712
MS 0.90969 0.00494
F 184.13
P 0.000
Fit 1.13256 1.15925 1.30306
SE Fit 0.01019 0.00871 0.00763
Residual -0.22407 -0.18152 -0.22861
Unusual Observations Obs 13 23 98
Log D 1.19 1.27 1.68
Log Tbc 0.90849 0.97772 1.07445
St Resid -3.22R -2.60R -3.27R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Regression Analysis: Tbc versus Log D The regression equation is Tbc = - 3.30 + 14.2 Log D
Predictor Constant Log D
Coef -3.302 14.153
S = 2.82325
SE Coef 1.569 1.028
R-Sq = 59.9%
T -2.10 13.77
P 0.037 0.000
R-Sq(adj) = 59.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 127 128
SS 1510.6 1012.3 2522.9
MS 1510.6 8.0
F 189.52
P 0.000
Unusual Observations Obs 54 61 98 109 124
Log D 1.45 1.49 1.68 1.78 1.92
Tbc 23.000 23.700 11.870 27.940 31.500
Fit 17.180 17.806 20.493 21.865 23.933
SE Fit 0.256 0.249 0.307 0.374 0.496
Residual 5.820 5.894 -8.623 6.075 7.567
St Resid 2.07R 2.10R -3.07R 2.17R 2.72R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Regression Analysis: Log Tbc versus D^-1 The regression equation is Log Tbc = 1.38 - 3.89 D^-1
Predictor Coef SE Coef T P Constant 1.38365 0.01316 105.13 0.000 D^-1 -3.8889 0.3147 -12.36 0.000 S = 0.0741291 R-Sq = 54.6% R-Sq(adj) = 54.2%
82
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 127 128
SS 0.83924 0.69788 1.53712
MS 0.83924 0.00550
F 152.72
P 0.000
Fit 0.99476 0.99476 1.03012 1.03012 1.03012 1.05958 1.13276 1.17344 1.30263 1.33735
SE Fit 0.02108 0.02108 0.01838 0.01838 0.01838 0.01617 0.01102 0.00859 0.00815 0.01008
Residual 0.08802 0.04465 -0.01897 0.10692 0.07369 -0.02777 -0.22427 -0.19572 -0.22818 0.16096
Unusual Observations Obs 1 2 3 4 5 6 13 23 98 124
D^-1 0.100 0.100 0.091 0.091 0.091 0.083 0.065 0.054 0.021 0.012
Log Tbc 1.08279 1.03941 1.01115 1.13704 1.10380 1.03181 0.90849 0.97772 1.07445 1.49831
St Resid 1.24 X 0.63 X -0.26 X 1.49 X 1.03 X -0.38 X -3.06R -2.66R -3.10R 2.19R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Tt versus D, D^2 The regression equation is Tt = 13.6 + 0.484 D - 0.00277 D^2
Predictor Constant D D^2
Coef 13.648 0.48442 -0.0027656
S = 2.97038
SE Coef 1.028 0.04979 0.0005065
R-Sq = 72.8%
T 13.28 9.73 -5.46
P 0.000 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 72.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source D D^2
DF 1 1
DF 2 126 128
SS 2971.4 1111.7 4083.1
MS 1485.7 8.8
F 168.39
P 0.000
Seq SS 2708.4 263.1
Unusual Observations Obs 47 61 78 93 98 108 124 125
D 27 31 38 46 48 59 84 85
Tt 31.380 34.500 22.050 22.770 23.280 38.830 42.640 34.210
Fit 24.543 26.007 28.063 30.079 30.528 32.602 34.825 34.842
SE Fit 0.299 0.303 0.344 0.390 0.399 0.430 0.761 0.791
Residual 6.837 8.493 -6.013 -7.309 -7.248 6.228 7.815 -0.632
St Resid 2.31R 2.87R -2.04R -2.48R -2.46R 2.12R 2.72R -0.22 X
83
126 127 128 129
86 89 90 106
32.750 33.710 36.450 36.320
34.854 34.855 34.850 33.922
0.823 0.926 0.944 1.720
-2.104 -1.145 1.600 2.398
-0.74 -0.41 0.57 0.99
X X X X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Regression Analysis: Log Tt versus Log D The regression equation is Log Tt = 0.903 + 0.341 Log D
Predictor Constant Log D
Coef 0.90271 0.34084
S = 0.0492240
SE Coef 0.02735 0.01793
R-Sq = 74.0%
T 33.00 19.01
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 73.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 127 128
SS 0.87603 0.30772 1.18375
MS 0.87603 0.00242
F 361.55
P 0.000
Fit 1.27054 1.38781 1.41102 1.46944 1.47574
SE Fit 0.00880 0.00458 0.00434 0.00516 0.00535
Residual -0.12040 0.10885 0.12680 -0.11208 -0.10876
Unusual Observations Obs 6 47 61 93 98
Log D 1.08 1.42 1.49 1.66 1.68
Log Tt 1.15014 1.49665 1.53782 1.35736 1.36698
St Resid -2.49R 2.22R 2.59R -2.29R -2.22R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Regression Analysis: Tt versus Log D The regression equation is Tt = - 3.48 + 20.0 Log D Predictor Coef SE Coef Constant -3.478 1.604 Log D 20.026 1.051 S = 2.88749 R-Sq = 74.1%
T P -2.17 0.032 19.05 0.000 R-Sq(adj) = 73.9%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 127 128
Unusual Observations
SS 3024.3 1058.9 4083.1
MS 3024.3 8.3
F 362.73
P 0.000
84
Obs 47 61 78 93 98 108 124
Log D 1.42 1.49 1.58 1.66 1.68 1.77 1.92
Tt 31.380 34.500 22.050 22.770 23.280 38.830 42.640
Fit 25.024 26.388 28.159 29.821 30.191 31.985 35.058
SE Fit 0.269 0.255 0.266 0.303 0.314 0.377 0.507
Residual 6.356 8.112 -6.109 -7.051 -6.911 6.845 7.582
St Resid 2.21R 2.82R -2.12R -2.46R -2.41R 2.39R 2.67R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Regression Analysis: Log Tt versus D^-1 The regression equation is Log Tt = 1.56 - 3.97 D^-1
Predictor Constant D^-1
Coef 1.56034 -3.9680
S = 0.0494061
SE Coef 0.00877 0.2097
R-Sq = 73.8%
T 177.88 -18.92
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 73.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 127 128
SS 0.87375 0.31000 1.18375
MS 0.87375 0.00244
F 357.95
P 0.000
Fit 1.16354 1.16354 1.19961 1.19961 1.19961 1.22967 1.28668 1.34585 1.42351 1.43234 1.45592
SE Fit 0.01405 0.01405 0.01225 0.01225 0.01225 0.01078 0.00811 0.00572 0.00437 0.00443 0.00483
Residual 0.01544 -0.01033 -0.00649 0.08324 0.05807 -0.07953 0.10248 -0.10806 -0.09861 0.10548 -0.11251
Unusual Observations Obs 1 2 3 4 5 6 12 23 57 61 78
D^-1 0.100 0.100 0.091 0.091 0.091 0.083 0.069 0.054 0.034 0.032 0.026
Log Tt 1.17898 1.15320 1.19312 1.28285 1.25768 1.15014 1.38917 1.23779 1.32490 1.53782 1.34341
St Resid 0.33 X -0.22 X -0.14 X 1.74 X 1.21 X -1.65 X 2.10R -2.20R -2.00R 2.14R -2.29R
1
Lampiran 7 Hasil Perhitungan regresi hubungan logaritma tinggi pohon bebas cabang (Y) dengan logaritma diameter pohon (X) No 1 1 2 3
Kelompok jenis 2 Dipterocarpaceae Kayu rimba campuran Gabungan
Regresi 3 Log Tbc = 0.731 + 0.354 Log D Log Tbc = 0.760 + 0.322 Log D Log Tbc = 0.746 + 0.338 Log D sisa common within sisa
n 4 133 120 253 1 252 251 1
∑y 5 167.537 149.809 317.346
y rata2 6 1.260 1.248 1.254
∑x 7 198.59 181.92 380.51
85
2
Lanjutan (Lampiran 7) x rata2 8 1.49 1.52 1.50
∑y² 9 212.67 188.13 400.80
∑xy 10 252.79 229.06 481.85
∑x² 11 303.96 281.84 585.80
df total JKY JHKXY JKX A 12 13 14 15 16 132 1.63 2.63 7.44 0.731 119 1.11 1.95 6.04 0.760 252 2.74 4.57 13.51 0.746 1 251 2.74 4.58 13.48 0.743 250 1
B 17 0.354 0.322 0.338
JKR 18 0.93 0.63 1.54
0.340
1.56
r 19 0.76 0.75 0.75 0.75
86
3
Lanjutan (Lampiran 7) df sisa JKS KTS 20 21 22 131 0.697 0.005 118 0.479 0.004 251 1.202 0.005 1 0.023 0.023 250 1.179 0.005 249 1.176 0.005 1 0.003 0.003
87
4
Lampiran 8 Hasil Perhitungan regresi hubungan logaritma tinggi total pohon (Y) dengan logaritma diameter pohon (X) No 1 1 2 3
Kelompok jenis 2 Dipterocarpaceae Kayu rimba campuran Gabungan
Regresi 3 Log Tt = 0.943 + 0.326 Log D Log Tt = 0.952 + 0.310 Log D Log Tt = 0.949 + 0.317 Log D sisa common within sisa
n 4 133 120 253 1 252 251 1
∑y 5 190.143 170.705 360.848
y rata2 6 1.430 1.423 1.426
∑x 7 198.59 181.92 380.51
88
5
Lanjutan (Lampiran 8) x rata2 ∑y² 8 9 1.49 273.17 1.52 243.65 1.50 516.81
∑xy 10 286.33 260.67 547.00
∑x² 11 303.96 281.84 585.80
df total JKY JHKXY JKX A 12 13 14 15 16 132 1.33 2.42 7.44 0.943 119 0.81 1.88 6.04 0.952 252 2.14 4.29 13.51 0.949 1 251 2.14 4.30 13.48 0.947 250 1
B 17 0.326 0.310 0.317
JKR 18 0.79 0.58 1.36
0.319
1.37
r 19 0.76 0.75 0.80 0.80
89
6
Lanjutan (Lampiran 8) df sisa JKS KTS 20 21 22 131 0.541 0.004 118 0.228 0.002 251 0.782 0.003 1 0.013 0.013 250 0.769 0.003 249 0.768 0.003 1 0.001 0.001
90
91
Lampiran 9 Kurva tinggi pohon bebas cabang hasil penggabungan Tbc = 5.572D0.338, R2 = 56.20% dan SE = 0.44% Diameter puluhan (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
0 12.13 15.33 17.58 19.38 20.90 22.23 23.42 24.50 25.49 26.42 27.28 28.09 28.86 29.60 30.30 30.96
1 12.53 15.59 17.78 19.54 21.04 22.35 23.53 24.60 25.59 26.50 27.36 28.17 28.94 29.67 30.36 31.03
2 12.90 15.83 17.97 19.70 21.18 22.47 23.64 24.70 25.68 26.59 27.45 28.25 29.01 29.74 30.43 31.09
Diameter satuan (cm) 3 4 5 6 13.25 13.59 13.91 14.22 16.07 16.31 16.53 16.75 18.16 18.34 18.52 18.70 19.86 20.01 20.17 20.32 21.31 21.45 21.58 21.71 22.60 22.72 22.84 22.95 23.75 23.86 23.97 24.08 24.80 24.90 25.00 25.10 25.78 25.87 25.96 26.05 26.68 26.77 26.85 26.94 27.53 27.61 27.69 27.77 28.33 28.41 28.48 28.56 29.09 29.16 29.24 29.31 29.81 29.88 29.95 30.02 30.50 30.57 30.63 30.70 31.16 31.22 31.29 31.35
7 14.51 16.97 18.88 20.47 21.84 23.07 24.18 25.20 26.14 27.03 27.85 28.64 29.38 30.09 30.77 31.41
8 14.80 17.18 19.05 20.61 21.97 23.19 24.29 25.30 26.24 27.11 27.94 28.71 29.45 30.16 30.83 31.48
9 15.07 17.38 19.21 20.76 22.10 23.30 24.39 25.40 26.33 27.20 28.01 28.79 29.53 30.23 30.90 31.54
92
Lampiran 10 Kurva tinggi pohon total hasil penggabungan Tt = 8.892D0.317, R2 = 63.49% dan SE = 0.35% Diameter puluhan (cm) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
0 18.45 22.98 26.13 28.63 30.72 32.55 34.18 35.66 37.02 38.27 39.45 40.55 41.59 42.58 43.52 44.42
1 19.01 23.34 26.40 28.85 30.92 32.72 34.34 35.80 37.15 38.39 39.56 40.66 41.69 42.68 43.62 44.51
2 19.54 23.68 26.67 29.07 31.11 32.89 34.49 35.94 37.28 38.51 39.67 40.76 41.79 42.77 43.71 44.60
Diameter satuan (cm) 3 4 5 6 20.05 20.52 20.98 21.41 24.02 24.35 24.66 24.97 26.93 27.19 27.44 27.69 29.29 29.50 29.71 29.92 31.30 31.48 31.67 31.85 33.06 33.22 33.39 33.55 34.64 34.79 34.94 35.08 36.08 36.22 36.35 36.49 37.40 37.53 37.66 37.78 38.63 38.75 38.87 38.99 39.79 39.90 40.01 40.12 40.87 40.97 41.08 41.18 41.90 41.99 42.09 42.19 42.87 42.96 43.06 43.15 43.80 43.89 43.98 44.07 44.69 44.77 44.86 44.94
7 21.82 25.27 27.93 30.13 32.03 33.71 35.23 36.62 37.91 39.10 40.23 41.29 42.29 43.25 44.16 45.03
8 22.22 25.57 28.16 30.33 32.20 33.87 35.37 36.75 38.03 39.22 40.34 41.39 42.39 43.34 44.25 45.12
9 22.61 25.85 28.40 30.53 32.38 34.03 35.52 36.89 38.15 39.33 40.44 41.49 42.49 43.43 44.33 45.20