Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan mereka. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan, dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia (bisa juga digunakan untuk Daerah). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara
(daerah)
adalah negara
(daerah)
maju, negara
(daerah)
berkembang atau negara (daerah) terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang ekonom pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya. IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara (daerah) menjadi 3 (tiga) dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu sebagai berikut: 1. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran. 2. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar, menengah , atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga). 3. Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita dalam Paritasi Daya Beli (Purchasing Power Varity) Berikut ini adalah formula serta tahapan yang seringkali digunakan dalam proses perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM): *) Tahap pertama penghitungan IPM adalah menghitung indeks masingmasing komponen IPM, yaitu: ü
X1 = Indeks Angka Harapan Hidup
ü
X2 = Indeks Pendidikan (Melek Huruf + Rata-rata Lama Sekolah) 3-17
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 X3 = Indeks Standar Hidup Layak (Konsumsi per Kapita/ PPP)
ü
Xi-Xmin Indeks (Xi) = Xmax-Xmin
Keterangan: Xi
= Indikator komponen pembangunan manusia ke-i, i= 1,2,3
Xmin
= Nilai minimum Xi
Xmax = Nilai maksimum Xi *) Tahap kedua perhitungan IPM adalah menghitung rata-rata sederhana dari masing-masing indeks Xi dengan rumus sebagai berikut:
(X1+X2+X3) IPM
= 3
Keterangan; X1
= Indeks Angka Harapan Hidup
X2
= 2/3 (Indeks Melek Huruf) + 1/3 (Indeks Rata-rata Lama Sekolah)
X3
= Indeks Konsumsi perkapita yang disesuaikan (PPP)
*) Tahap ketiga adalah menghitung Reduksi Shortfall, yang digunakan untuk mengukur kecepatan perkembangan nilai IPM dalam suatu kurun waktu tertentu. r = {(IPM t+n – IPM t) / (IPM ideal – IPM t) x 100} 1/n Keterangan: IPM
t
= IPM pada tahun t 3-18
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 IPM
t+n
IPM ideal
3.2.
= IPM pada tahun t+n = 100
METODOLOGI PENELITIAN Sesuai dengan pendapat diatas, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif, dimana menurut Suharsimi Arikunto (1990), metode deskriptif adalah pengumpulan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan menurut apa adanya pada saat penelitian dilaksanakan. Menurut Nazir, M. (1999:63) pendekatan analisis deskriptif kuantitatif yaitu suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang, mempunyai tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.. Artinya, bahwa penelitian ini hanya difokuskan pada wilayah Kota Bekasi. Sementara itu, permasalahan penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, dijawab melalui teknik dan prosedur mendeskripsikan berbagai data kuantitatif empirik pada Kota Bekasi. A.
Teknik Pengumpulan data 1. Sumber Data Sesuai dengan jenis data yang digunakan yaitu data sekunder, pengumpulan yang dilakukan dalam hal ini yaitu dengan menelaah datadata sekunder yang ada dalam berbagai dokumen resmi Pemerintah Daerah. Dokumen resmi yang digunakan terutama adalah adalah: a. Kota Bekasi Dalam Angka beberapa edisi (2005-2011), yang diterbitkan oleh Kantor Statistik Kota Bekasi; b. Dokumen Laporan Pertanggungjawaban Walikota Bekasi, beberapa tahun (2005-2011); 3-19
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 c. Hasil penelitian sebelumnya tentang “Penyusunan Indikator Makro Ekonomi Kota Bekasi Tahun 2011” yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Bekasi. d. Dokumen-dokumen terkait lainnya. 2. Prosedur Pengumpulan Data Untuk memperoleh data sekunder yang diperlukan, penulis melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: a. Studi kepustakaan yaitu dengan membaca litelatur-litelatur bidang ekonomi dan pembangunan yang digunakan sebagai landasan kerangka berfikir dan teori yang sesuai dengan topik penelititan. b. Penelitian dokumenter yaitu dengan menelaah dan menganalisa laporan-laporan
mengenai
ekonomi
dan
pembangunan
yang
diterbitkan diantaranya oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Bappeda, LKPJ Walikota dan dokumen lainnya. B.
Model dan Teknik Analisis Data 1. Alat Analisis a. Teknik komparatif Teknik komparatif dimaksudkan untuk membandingkan kinerja pembangunan indikator makro ekonomi wilayah Kota Bekasi dengan Kota-kota sebanding lainnya dan terdekat dalam wilayah Kota Bekasi, seperti Jabodetabek ataupun Jawa Barat. b. Teknik Pertumbuhan Teknik pertumbuhan dilakukan untuk melihat pertumbuhan dari beberapa
indikator
kinerja
pembangunan
selama
periode
pengamatan. Formulasi pertumbuhan yang digunakan sebagai berikut:
3-20
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011
G=
X(t) – X(t-1) X(t-1)
Keterangan: G
= growth (pertumbuhan)
X (t)
= variable perhitungan pada waktu t
X (t-1)
= variable perhitungan pada waktu (t-1)
c. Perhitungan Trend Trend merupakan suatu gerakan kecenderungan naik atau turun dalam jangka panjang yang diperoleh dari rata-rata perubahan dari waktu ke waktu dan nilainya cukup rata (smooth). Menghitung nilai trend dapat dilakukan dengan beberapa metode, dalam tulisan ini akan disampaikan 2 (dua) metode yang paling sering digunakan yaitu: 1) Metode Kuadrat Terkecil (Least Square Method) Perhitungan nilai trend dengan metode ini juga biasa disebut dengan metode linier yang dilakukan dengan menggunakan persamaan: YX = a + bX Keterangan: Y adalah data time series periode X X adalah waktu ( tahun) a dan b adalah bilangan konstan (nilai a dan b diperoleh dari): a = ΣY / n atau a = Y b = ΣXY / ΣX²
3-21
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 2) Metode Trend Kuadratis (Quadratic Trend Method) Menghitung nilai trend dengan metode ini dilakukan dengan menggunakan persamaan: YX = a + bX + cX² Keterangan: Y adalah data time series periode X X adalah waktu (tahun) a, b dan c adalah bilangan konstan (nilai a dan b diperoleh dari): a = ((ΣY)(ΣX². X²)-(Σ X².Y)(Σ X²)) / n(ΣX². X²)-(ΣX²)² b = ΣX.Y / Σ X² c = (n.(Σ X².Y)-(Σ X²)(ΣY)) / n(ΣX². X²)-(Σ X²)² Untuk menentukan metode yang paling baik dari metode tersebut harus dipilih metode yang mempunyai derajat kesalahan paling kecil yaitu yang mempunyai selisih antara data asli (actual) dengan
hasil
mengukurnya perhitungan menggunakan
estimasi dilakukan nilai
trend
software
(trend) dengan dapat SPSS
yang
paling
menggunakan juga atau
kecil.
persamaan
dilakukan Eviews,
Untuk
dan
dengan untuk
menentukan metode yang paling baik adalah memilih metode yang mempunyai nilai Standard Error paling kecil dan R-square yang paling besar.
C.
Uji Statistik 1. Regresi Linier Untuk mengukur seberapa dekat model regresi yang terestimasi dengan data sesungguhnya
atau seberapa besar pengaruh antara
variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan suatu ukuran yang 3-22
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 disebut dengan Koefisien Determinasi (R2).
Rumus R2 (Dominic
Salvatore, 2001:161) adalah sebagai berikut: _ ∑ (Ŷt – Y )2 R2 = _________ _ ∑ (Yt – Y )2 Keterangan : R2
= Nilai koefisien determinasi
Yt
= Variabel terikat pada observasi ke-t
Ŷt
= Estimasi nilai Yt
Ϋ
= Nilai rata-rata dari Y Nilai koefisien determinasi (R2) ini mencerminkan seberapa besar
variasi dari variabel terikat (Y) dapat diterangkan oleh variabel bebas (X). Bila R2=0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas X sama sekali. Sementara bila R2=1, maka variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebas X, atau bisa dikatakan bahwa semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian nilai R2 dapat diasumsikan sebagai nilai antara 0 dan 1, dimana nilai R2 semakin mendekati 1 semakin baik suatu persamaan regresi tersebut. 2. Koefisien Korelasi (R) Analisis koefisien korelasi (R) Yaitu untuk melihat besarnya hubungan
antara
variabel
bebas
dan
variabel
terikat.
Korelasi
merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/ hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. 3-23
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi Pearson Product Moment dan Korelasi Rank Spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-Square, Phi Coefficient, Goodman-Kruskal, Somer, dan Wilson. Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen. Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu, misalnya Pearson data harus berskala interval atau rasio; Spearman dan Kendal menggunakan skala ordinal; Chi Square menggunakan data nominal. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Korelasi mempunyai kemungkinan pengujian hipotesis dua arah (two tailed). Korelasi searah jika nilai koefesien korelasi diketemukan positif; sebaliknya jika nilai koefesien korelasi negatif, korelasi disebut tidak searah. Yang dimaksud dengan koefesien korelasi ialah suatu pengukuran statistik kovariasi atau asosiasi antara dua variabel. Jika koefesien korelasi diketemukan tidak sama dengan nol (0), maka terdapat ketergantungan antara dua variabel tersebut. Jika koefesien korelasi diketemukan +1, maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) positif. Jika koefesien korelasi diketemukan -1. maka hubungan tersebut disebut sebagai korelasi sempurna atau hubungan linear sempurna dengan kemiringan (slope) negatif. Dalam korelasi sempurna tidak diperlukan lagi pengujian hipotesis, karena kedua variabel mempunyai hubungan linear yang sempurna. Artinya variabel X mempengaruhi variabel Y secara sempurna. Jika korelasi sama dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. 3-24
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 3. Uji-F Uji-F digunakan untuk mengetahui signifikansi seluruh koefisien regresi, apakah variabel bebas secara bersama-sama (simultan) berpengaruh terhadap variabel terikat. Langkah awal yang dikerjakan dalam uji-F adalah dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut: §
Ho : ß1 = ß2 = ß3 = 0 , yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan antara terhadap
variabel
variabel bebas (independent variables) terikat
(dependent
variable)
secara
bersama-sama §
Ha : ß1 ≠ ß2 ≠ ß3 ≠ 0 , yang berarti bahwa ada pengaruh yang signifikan antara variabel bebas (independent variables) terhadap variabel terikat (dependent variable)
secara
bersama-sama. Rumus menghitung uji- F menurut Nachrowi (2006:21) adalah sebagai berikut: R2
n – k -1
Fhitung = ──── ٠۰ ───── 1 – R2
k
Keterangan: R2
= koefisen determinasi
n
= jumlah observasi
k
= jumlah variabel bebas Kemudian tentukan Ftabel dengan tingkat signifikansi (α) sebesar 5%
dan degree of freedom (df) = k;(n-k-1). Selanjutnya dibandingkan antara Ftabel dengan Fhitung untuk menentukan Ho ditolak atau diterima. Kriteria keputusannya adalah sebagai berikut : 3-25
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 a. Ho diterima
jika Fhitung < Ftabel
b. Ho ditolak
jika Fhitung > Ftabel
Untuk mempermudah dan menjamin ketelitian pelaksana uji statistik, maka dalam penelitian ini dalam perhitungannya akan digunakan program siap pakai SPSS.
3-26
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011
BAB IV ANALISIS INDIKATOR EKONOMI MAKRO
4.1.
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih populer dengan istilah
Pendapatan Regional (Regional Income) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi disuatu wilayah. Berikut ini disajikan data pertumbuhan PDRB Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, baik itu PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK), dalam bentuk tabel maupun grafik. Tabel 4.1 (Pertumbuhan PDRB-ADHB dan ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
PDRB -ADHB (Juta Rupiah)
Pertumbuhan PDRB-ADHB
PDRB-ADHK (Juta Rupiah)
Pertumbuhan PDRB-ADHK
2005
19.226.331,12
23,1%
11.739.946,23
5,6%
2006
22.376.414,93
16,4%
12.453.012,96
6,1%
2007
25.419.184,81
13,6%
13.255.153,53
6,4%
2008
29.525.360,38
16,2%
14.042.404,18
5,9%
2009
31.475.387,85
6,6%
14.622.593,73
4,1%
2010
35.679.065,36
13,4%
15.476.100,56
5,8%
2011 40.528.807,92 13,6% Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
16.571.540,11
7,1%
4-1
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011
Grafik 4.1 (Grafik Pertumbuhan PDRB-ADHB dan ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Sebagaimana sudah disampaikan diatas bahwa PDRB Kota Bekasi yang disajikan melalui tabel dan grafik tersebut merupakan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) dengan tahun dasar yang dijadikan acuan adalah tahun 2000. Pertumbuhan
rata-rata
PDRB-ADHB
mencapai
14,7%,
dimana
pertumbuhan tertinggi berada pada tahun 2005, yaitu mencapai pertumbuhan sebesar 23,1%, sedangkan pertumbuhan yang paling rendah yaitu hanya mencapai 6,6% berada pada tahun 2009. Sementara itu pertumbuhan rata-rata PDRB-ADHK mencapai 5,85% dimana pertumbuhan tertinggi berada pada tahun 2011 dimana mencapai angka 7,1%, sementara itu pertumbuhan yang paling rendah juga berada pada tahun 2009 atau hanya mencapai 4,1% saja. 4-2
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Nilai PDRB-ADHB Kota Bekasi secara berkelanjutan mengalami trend pertumbuhan yang terus meningkat, meskipun kenaikan nilai PDRB pada tahun 2009 tidak seperti peningkatan pada tahun-tahun sebelumnya (2005-2008). Kondisi ini direfleksikan dengan nilai pertumbuhan PDRB-ADHB pada tahun 2009 yang hanya mencapai 6,6%, jauh lebih rendah ketimbang rata-rata pertumbuhan PDRB-ADHB tahun 2005-2011, yang mencapai hingga 14,7%. Sementara itu PDRB-ADHK cenderung meningkat secara konsisten meskipun peningkatannya tidak terlalu signifikan seperti kita lihat pada PDRBADHB. Rata-rata pertumbuhan PDRB-ADHK hanya mencapai kisaran 5,85% pertahunnya, terhitung sejak tahun 2005 hingga tahun 2011. Nilai PDRB Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, sebagaimana sudah ditampilkan dalam tabel dan grafik diatas kemudian akan kita breakdown lagi dalam bentuk distribusi kedalam beberapa sektor yang tercakup dalam perhitungan standar PDRB. Berikut ini disajikan datanya dalam bentuk tabel 4.2 seperti tampak dibawah ini:
4-3
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.2 (Distribusi Sektoral PDRB-ADHB Kota Bekasi Tahun 2005-2011, Juta Rupiah) Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Tahun
Pertanian
2005
175.624,94
-
8.972.716,97
684.437,88
642.514,22
5.416.447,99
1.591.070,35
626.676,72
1.116.842,05
2006
192.767,89
-
10.241.541,23
781.350,38
820.591,16
6.403.494,04
1.822.012,97
772.704,55
1.341.952,71
2007
214.956,77
-
11.765.711,35
876.762,33
936.593,07
7.261.830,13
1.933.126,55
939.876,90
1.490.327,71
2008
262.837,87
-
13.344.270,25
1.045.974,72
1.091.817,87
8.633.456,68
2.362.760,16
1.103.846,53
1.680.396,30
2009
271.780,41
-
13.499.050,01
1.159.616,13
1.146.303,07
9.640.712,00
2.676.363,38
1.199.729,96
1.881.832,89
2010
318.617,63
-
15.092.960,96
1.364.063,54
1.218.520,16
11.077.001,17
3.137.586,29
1.360.572,83
2.109.742,78
2011
341.293,59
-
17.168.824,03
1.607.057,35
1.376.312,87
12.491.927,52
3.572.443,06
1.566.220,34
2.404.729,15
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pertambang an dan Penggalian
Bangunan
Jasa-Jasa
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-4
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Grafik 4.2 (Grafik Distribusi Sektoral PDRB-ADHB Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Distribusi PDRB-ADHB pada berbagai sektor (tahun 2005-2011) juga mengalami
trend
peningkatan
sejalan
dengan
PRDB-ADHB
secara
komprehensif. Dari 9 (sembilan) sektor yang berkontribusi terhadap nilai total PDRB-ADHB Kota Bekasi, Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor unggulan yang paling banyak memiliki kontribusi terhadap nilai total PDRB-ADHB Kota Bekasi.
4-5
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.3 (Distribusi Sektoral PDRB-ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Pertambang an dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Bangunan
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan
Tahun
Pertanian
Jasa-Jasa
2005
126.235,06
-
5.478.623,00
398.020,25
407.545,00
3.239.088,80
927.067,17
403.358,84
760.008,11
2006
123.367,34
-
5.712.583,24
428.944,01
433.719,12
3.509.562,84
978.649,00
453.245,74
812.941,67
2007
129.426,07
-
6.112.459,47
468.274,18
485.652,18
3.689.782,45
1.003.499,61
525.067,64
840.991,93
2008
131.568,51
-
6.388.657,78
512.610,33
529.219,49
3.882.989,35
1.170.570,25
563.669,30
863.119,17
2009
130.852,55
-
6.344.557,00
562.665,48
542.548,82
4.148.715,64
1.366.629,78
596.092,77
930.531,69
2010
132.840,89
-
6.545.807,28
627.784,60
564.793,32
4.401.545,04
1.550.992,54
647.054,50
1.005.282,39
2011
135.205,37
-
6.868.059,82
696.315,14
620.425,47
4.782.974,62
1.707.287,22
704.351,80
1.056.920,67
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-6
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Grafik 4.3 (Grafik Distribusi Sektoral PDRB-ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Sementara itu distribusi PDRB-ADHK pada berbagai sektor (tahun 20052011) juga mengalami trend peningkatan sejalan dengan PRDB-ADHK secara komprehensif. Dari 9 (sembilan) sektor yang berkontribusi terhadap nilai total PDRB-ADHK Kota Bekasi, Sektor Industri Pengolahan merupakan salah satu sektor unggulan yang paling banyak memiliki kontribusi terhadap nilai total PDRB-ADHK Kota Bekasi. Jadi dapat disimpulkan bahwa pergerakan PDRB total, baik itu PDRB-ADHB maupun PDRB-ADHK, merupakan pergerakan peningkatan pertumbuhan secara proporsional.
4.2.
PDRB PER KAPITA PDRB per Kapita merupakan data turunan yang bisa kita hasilkan dari
PDRB. Untuk mendapatkan PDRB Kota Bekasi per Kapita, maka terlebih dahulu disajikan jumlah pertumbuhan penduduk Kota Bekasi sejak tahun 2005 hinggga tahun 2011, sebagaimana terlihat melalui tabel 4.4 dibawah ini:
4-7
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.4 (Pertumbuhan Jumlah Penduduk Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Tahun
Jumlah Penduduk
2005
2.001.899
2006 2.071.444 2007 2.143.804 2008 2.238.717 2009 2.319.518 2010 2.334.871 2011 2.422.922 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
Pertumbuhan Penduduk (%) 3,47% 3,49% 4,43% 3,61% 0,66% 3,77%
Melalui tabel diatas dapat kita lihat bahwa sejak tahun 2005, jumlah penduduk Kota Bekasi sudah mencapai jumlah 2.001.899 jiwa, kemudian pada tahun 2006 meningkat menjadi 2.071.44 jiwa atau tumbuh sebesar 3,47%. Pada tahun 2007 kembali tumbuh 3,49% atau menjadi 2.143.804 jiwa. Peningkatan jumlah penduduk Kota Bekasi tertinggi terjadi pada tahun 2008, dimana melonjak hingga mencapai 2.238.717 jiwa atau mengalami pertumbuhan sebesar 4,43%, kemudian ditahun berikutnya (2009) kembali meningkat sebesar 3,61% atau menjadi 2.319.518 jiwa. Sementara itu pertumbuhan paling rendah terjadi pada tahun 2010, dimana pertumbuhan jumlah penduduk Kota Bekasi hanya tumbuh sebesar 0,66% hingga berada pada kisaran 2.334.871 jiwa. Namun pada tahun 2011 kembali tumbuh sebesar 3,77% atau hingga berada pada kisaran 2.422.922 jiwa. Dengan kata lain sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, telah terjadi pertumbuhan sebesar 21,03% atau jumlah penduduk Kota Bekasi mengalami kenaikan sebesar 421.023 jiwa, dari 2.001.899 jiwa pada tahun 2005, melonjak hingga menjadi 2.422.922 jiwa pada tahun 2011. Pendapatan per Kapita Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah dengan membagi jumlah total PDRB dengan jumlah penduduk seperti sudah disajikan diatas. Hasil perhitungan Pendapatan Per Kapita tersebut akan disajikan dalam tabel 4.5 seperti dibawah ini:
4-8
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.5 (PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK per Kapita Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
PDRB-ADHB per Kapita
2005 9.604.046,52 2006 10.802.326,75 2007 11.857.047,01 2008 13.188.518,41 2009 13.569.796,76 2010 15.280.957,86 2011 16.727.244,18 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
PDRB-ADHK per Kapita 5.864.404,86 6.011.754,58 6.183.006,25 6.272.523,14 6.304.151,87 6.628.246,51 6.839.485,59
Grafik 4.4 (Grafik PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK per Kapita Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Pertumbuhan PDRB per Kapita Kota Bekasi dari tahun ke tahun (20052011) meningkat secara konsisten, baik itu pada PDRB-ADHB maupun PRDBADHK. Pendapatan per Kapita Kota Bekasi PDRB-ADHB pada tahun 2005 sebesar 9,6 juta rupiah terus meningkat hingga berada pada kisaran 16,7 juta rupiah pada tahun 2011. Sementara itu Pendapatan per Kapita Kota Bekasi PDRB-ADHK jauh lebih rendah, dimana pada tahun yang sama (2005) hanya mencapai 5,8 juta rupiah dan 6,8 juta rupiah pada tahun 2011. Pergerakan kenaikan PDRB-ADHB dan PDRB-ADHK bisa kita lihat melalui grafik 4.4 tersebut.
4-9
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.3.
LAJU PERTUMBUHAN EKONOMI (LPE) Indikator ekonomi lainnya yang dapat diturunkan dari PDRB yaitu Laju
Pertumbuhan Ekonomi (LPE), Laju Pertumbuhan Ekonomi dapat melihat perkembangan ekonomi secara keseluruhan maupun sektoral. Kontribusi sektoral
memperlihatkan
peranan
masing-masing
sektor
terhadap
pembentukan PDRB. Sedangkan PDRB perkapita memberikan gambaran ratarata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk di Kota Bekasi. Dalam proses perencanaan, salah satu rangkaian kegiatan yang dilakukan pemerintah adalah dengan membuat suatu rencana ekonomi. Rencana ekonomi yang baik tentunya memerlukan data sebagai bahan acuan perencanaan. Indikator ekonomi makro yang sering digunakan sebagai acuan untuk proses perencanaan dan evaluasi proses pembangunan antara lain Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE). Melalui tabel 4.6 dibawah ini, disajikan data pertumbuhan LPE Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011. Tabel 4.6 (Pertumbuhan LPE-ADHB dan LPE-ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
LPE-ADHB
LPE-ADHK
2005
23,09%
5,64%
2006
16,38%
6,07%
2007
13,60%
6,44%
2008
16,15%
5,94%
2009
6,60%
4,13%
2010
13,36%
5,84%
2011
13,59%
7,08%
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-10
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Grafik 4.5 (Grafik Pertumbuhan LPE-ADHB dan LPE-ADHK Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
LPE-ADHB Kota Bekasi mengalami pertumbuhan yang paling optimal pada tahun 2005, karena mencapai pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 23,09%. Sementara itu LPE paling rendah terjadi pada tahun 2009, dimana LPE-nya hanya mencapai 6,60%, namun pada tahun 2010 LPE-ADHB Kota Bekasi kembali melonjak hingga mencapai pertumbuhan sebesar 13.36%, kemudian bergerak perlahan hingga berada pada kisaran 13.59% pada tahun berikutnya (2011). Sementara itu pertumbuhan LPE-ADHK Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 cenderung meningkat stabil, dimana titik tertinggi pertumbuhan terjadi pada tahun 2011 karena mencapai nilai pertumbuhan sebesar 7,08%. Sementara itu pertumbuhan terendah berada pada tahun yang sama pada LPE-ADHB, yaitu pada tahun 2009, karena hanya mencapai pertumbuhan sebesar 4,13%. Berdasarkan fakta serta data-data diatas, bisa disimpulkan bahwa pada tahun 2009 merefleksikan kondisi perekonomian Kota Bekasi yang kurang bagus, jika kita coba bandingkan dengan kondisi perekonomian Kota Bekasi dalam rentang waktu tahun 2005 hingga tahun 2011 penelitian ini.
4-11
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.4.
INFLASI DAN INDEKS HARGA IMPLISIT (IHI) Inflasi adalah suatu keadaan dalam perekonomian di mana terjadi
kenaikan harga-harga secara umum. Kenaikan dalam harga barang dan jasa yang biasa terjadi jika permintaan bertambah dibandingkan dengan jumlah penawaran atau persediaan barang di pasar, dalam hal ini lebih banyak uang yang beredar yang digunakan untuk membeli barang dibanding dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia. Beberapa penyebab inflasi diantaranya bisa disebabkan oleh sektor ekspor-impor, tabungan atau investasi, pengeluaran dan penerimaan negara, sektor pemerintah dan swasta. Biasanya untuk mengukur tingkat inflasi dapat menggunakan Indek Harga Konsumen (IHK) Sementara itu, Indeks Harga Implisit (IHI) adalah suatu indeks harga yang mengambarkan perbandingan antara nilai produk atas dasar harga berlaku dan atas harga konstan, sedangkan perubahan Indeks Harga Implisit (IHI) mencerminkan tingkat inflasi yang tejadi dalam suatu periode. Perubahan Indeks Harga Implisit (IHI) dapat dianggap lebih menggambarkan tingkat tinflasi yang menyeluruh dibandingkan dengan indikator inflasi lainnya seperti Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Indeks Sembilan Bahan Pokok. Hal ini disebabkan Indeks Harga Implisit (IHI) sudah mewakili semua jenis harga yaitu harga konsumen, harga produsen, harga perdagangan besar, harga eceran dan harga lainnya yang sesuai dengan berbagai jenis harga yang dipergunakan dalam penghitungan nilai produksi setiap sektor. Laju Inflasi dan Indeks Harga Implisit (IHI) Kota Bekasi pada tahun 2005 hingga tahun 2011 bisa terlihat melalui tabel dan grafik dibawah ini : Tabel 4.7 (Inflasi dan Indeks Harga Implisit/ IHI Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
Inflasi
2005 16,88% 2006 6,53% 2007 4,85% 2008 10,10% 2009 1,93% 2010 7,88% 2011 3,45% Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
Indeks Harga Implisit (IHI) 163,77% 179,69% 191,77% 210,26% 215,25% 230,54% 244,57%
4-12
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Grafik 4.6 (Grafik Laju Inflasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Grafik 4.7 (Grafik Indeks Harga Implisit/ IHI Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Laju inflasi tertinggi Kota Bekasi terjadi pada tahun 2005, dimana nilai inflasi mencapai 16,88% selanjutnya laju inflasi terus bergerak sangat berfluktuatif, mulai turun menjadi 6,53% pada tahun 2006, kemudian kemblai bergerak turun paada tahun berikutnya (2007) hingga berada pada kisaran 4,85%. Peningkatan laju inflasi kembali terjadi pada tahun 2008 hingga berada pada kisaran 10,10% atau naik lebih dari 2 (dua) kali lipat jika dibandingkan 4-13
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 dengan tahun sebelumnya (2007), lalu kembali anjlok sangat curam hingga menjadi 1,93% saja pada tahun 2009. Pergerakan naik laju inflasi kembali terjadi pada tahun berikutnya (2010) yaitu berada pada angka 7,88% dan turun kembali pada tahun 2011 hingga berada pada kisaran 3,45%. Kondisi fluktuatifnya angka inflasi mulai dari 1 (satu) digit hingga menjadi 2 (dua) digit lalu menjadi 1 (satu) digit lagi merefleksikan kondisi inflasi yang kurang bagus kontrol dan tidak terkontrol. Padahal jika saja pergerakan laju inflasi dari tahun ke tahun bisa dilakukan prediksi, maka diharapkan pemerintah bisa melakuka intervensi untuk meredam laju inflasi yang mencapai titik tertinggi pada angka 16,88% pada tahun 2005. Sementara
itu
pergerakan
Indeks
Harga
Implisit
(IHI)
yang
menggambarkan perbandingan antara nilai produk Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK),dan juga bisa merefleksikan tingkat inflasi sesungguhnya yang terjadi dalam suatu periode tertentu, juga bisa kita lihat melalui tabel dan graifik diatas. Sejak tahun 2005 hingga tahun 2011, pergerakan laju IHI meningkat secara konsisten dari tahun ke tahun. Mulai dari 163,77% pada tahun 2005 hingga berada pada kisaran 244,57% pada tahun 2011. Dengan melihat fakta-fakta tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pergerakan turun-naik laju inflasi hanya bersifat sementara, karena jika kita lihat pergerakan IHI, yang sesungguhnya terjadi adalah kenaikan tingkat inflasi bergerak naik secara perlahan dan konsisten sejak tahun 2005 hingga tahun 2011.
4.5.
EKSPOR-IMPOR Kinerja Ekspor-Impor Kota Bekasi sebagaimana tampak pada tabel 4.6
dibawah, cenderung mengalami peningkatan dari tahun ketahun (2005-2011). Untuk volume ekspor sendiri, pada tahun 2005 mencapai nilai US$ 152,5 juta, namun mengalami penurunan pada tahun berikutnya (2006) karena pada tahun tersebut hanya berhasil dicapai volume ekspor sebesar US$ 138,6 juta. Pada tahun berikutnya (2007), volume ekspor Kota Bekasi kembali mengalami 4-14
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 peningkatan yang cukup berarti hingga mencapai nilai US$ 152,5 juta dan kembali meningkat menjadi US$ 167,8 juta pada tahun berikutnya (2008). Peningkatan yang cukup siginifikan hingga mencapai lebih dari dua kali lipat dari tahun sebelumnya adalah pada tahun 2009, dimana nilai volume ekspor Kota Bekasi mencapai nilai US$ 366,1 juta dalam satu tahun, lalu kembali turun pada tahun berikutnya (2010) hingga berada pada kisaran US$ 315,4 juta, sebelum akhirnya kembali melonjak naik pada tahun 2011 hingga berada pada kisaran US$ 536,4 juta. Tabel 4.8 (Nilai Ekspor & Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
Ekspor (US$)
2005 152.513.254,00 2006 138.690.042,10 2007 152.559.046,31 2008 167.814.950,94 2009 366.141.711,71 2010 315.480.103,77 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
Impor (US$) 31.698.837,00 38.038.604,75 45.646.325,00 52.493.273,75 63.790.255,84 66.403.991,29
Sementara itu volume impor Kota Bekasi cenderung meningkat stabil dari tahun ke tahun meskipun tidak terlalu mencolok seperti nilai ekspor pada tahun 2009. Pada tahun 2005 volume impor mencapai nilai US$ 31,6 juta, lalu meningkat menjadi US$ 38 juta pada tahun berikutnya (2006). Tahun 2007 volume impor Kota Bekasi kembali mengalami peningkatan hingga mencapai nilai US$ 45,6 juta, lalu meningkat menjadi US$ 52,4 juta pada tahun 2008 dan menjadi US$ 63,7 juta pada tahun 2009. Pada tahun berikutnya (2010), nilai impor Kota Bekasi kembali meningkat tipis hinggga berada pada kisaran US$ 66,4 juta, dan kembali melonjak cukup signifikan pada tahun 2011, dimana nilai impor mencapai angka US$ 122,8 juta, atau meningkat hampir 2 (dua) kali lipat dari tahun sebelumnya. Positifnya nilai ekspor Kota Bekasi dari tahun ke tahun (2005-2011) merefleksikan kondisi surflus, dimana cadangan devisa Kota Bekasi cukup baik dan bisa menghandle atau mengkompensasi nilai impor Kota Bekasi dengan cukup baik pula. Surflusnya nilai ekspor Kota Bekasi juga akan memberikan kontribusi pada pendapatan Kota Bekasi itu sendiri dimana nilai ekspor sebagai 4-15
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 indikator positif (faktor penambah) pendapatan daerah melebihi nilai import sebagai indikator negatif (faktor pengurang) pendapatan daerah Kota Bekasi. Berikut ini melalui grafik 4.8, disajikan juga nilai pertumbuhan ekspor-Impor Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011: Grafik 4.8 (Grafik Pertumbuhan Ekspor-Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
4.6.
KEUANGAN DAERAH (APBD, PAD) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana
keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD sendiri terdiri atas: a. Anggaran Pendapatan, terdiri atas (1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain (2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus, (3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat. b. Anggaran Belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. 4-16
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya. Sementara itu, realisasi Penerimaan dan Pengeluaran pemerintah Kota Bekasi dengan mengacu terhadap nilai APBD yang sudah ada, mulai tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana terlihat pada tabel dan grafik dibawah ini: Tabel 4.9 (Realisasi Pengeluaran dan Penerimaan APBD Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
Realisasi Pengeluaran (Rp)
2005
Realisasi Penerimaan (Rp)
772.005.871.763
693.295.367.464
2006 882.004.547.483 2007 1.028.289.186.131 2008 1.363.777.222.839 2009 1.501.555.212.793 2010 1.593.446.958.195 2011 1.981.344.801.647 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
893.239.242.964 1.109.796.738.023 1.235.060.641.143 1.476.770.000.163 1.582.441.084.727 2.220.351.556.783
Grafik 4.9 (Grafik Realisasi Penerimaan & Pengeluaran APBD Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Pengeluaran sebagaimana kita lihat pada grafik diatas merupakan realisasi dari Belanja Pemerintah Kota Bekasi. Dalam grafik tersebut bisa terlihat bahwa realisasi penerimaan pemerintah Kota Bekasi masih lebih kecil 4-17
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 jika kita bandingkan dengan realisasi pengeluarannya. Kondisi surflus hanya terjadi pada tahun 2006, 2007 dan 2011, sementara itu, pada tahun 2005, 2008, 2009 dan 2010, selalu mengalami defisit, karena penerimaan yang ada tidak bisa menutupi jumlah pengeluaran yang ada.
4.7.
INVESTASI Indikator makro ekonomi selalu menampilkan sisi investasi. Walaupun
hanya menampilkan angka absolut yang dibandingkan dari tahun ke tahun, namun besaran ini sangat berdampak terhadap kinerja ekonomi suatu daerah. Penilaian terhadap keberhasilan suatu daerah salah satunya adalah daya tarik untuk berinvestasi didaerah tersebut. Dari infrastruktur, Pemerintah Kota Bekasi terus mengembangkannya bahkan relatif dapat dikatakan berkembang pesat dari tahun ketahun. Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi pebisnis untuk terus melakukan aktivitas bisnisnya di Kota Bekasi. Indikasi terus meningkatnya investor masuk ke Kota Bekasi, antara lain dengan melihat tingginya angka permohonan perizinan usaha. Pemohon Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) terlihat terus meningkat dari 2008 hingga 2010. Investasi di Kota Bekasi dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori industri, diantaranya adalah sebagai berikut: (1) Industri Logam, Mesin dan Elektronika; (2) Industri Agro dan Hasil Hutan; dan (3) Industri Kimia. Berdasarkan data yang diperoleh untuk memperkuat analisis kajian penelitian ini, berikut ini disajikan data investasi ketiga kategori tersebut dalam bentuk tabel 4.10, sebagai berikut:
4-18
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.10 (Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Kelompok Industri Tahun 2008-2011)
Tahun
Industri Logam, Mesin dan Elektronika
Industri Agro dan Hasil Hutan
Industri Kimia
2008
120.790.972.000
83.611.470.000
18.564.550.000
2009
60.364.363.480
19.058.176.270
26.351.500.000
2010
81.553.560.000
96.089.703.000
76.939.250.000
2011 89.687.005.000 Sumber: BKPMD Bekasi
133.348.516.000
199.878.000.000
Grafik 4.10 (Grafik Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Kelompok Industri Tahun 2008-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Pada tahun 2008, Industri Logam, Mesin dan Elektronika nilai investasinya masih cukup besar jika dibandingkan kelompok industri lainnya dan hal tersebut masih terjadi pada tahun 2009, namun selanjutnya menurun di tahun 2010 dan kembali menurun pada tahun 2011. Sementara itu jika kita perhatikan investasi pada kelompok Industri Kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun, sejak tahun 2008 hingga tahun 2011. Investasi pada kelompok Industri Agro dan Hasil Hutan dalam tabel dan grafik di atas cenderung tetap, meskipun penurunan cukup signifikan terlihat pada tahun 2009. Selain pengelompokkan data investasi berdasarkan industri, data investasi Kota Bekasi juga dikelompokkan berdasarkan skalanya, yaitu sebagaimana tampak pada tabel 4.11 seperti dibawah ini: 4-19
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.11 (Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Skala Industri Tahun 2008-2011)
Tahun
Kecil
Menengah
Besar
2008
26.782.380.000
24.748.175.000
171.436.437.000
2009
21.110.564.750
34.637.275.000
50.026.200.000
2010
26.880.010.000
33.382.003.000
194.320.500.000
2011
23.033.150.000
46.681.871.000
353.198.500.000
Sumber: BKPMD Bekasi
Grafik 4.11 (Grafik Investasi Kota Bekasi Berdasarkan Skala Industri Tahun 2008-2011)
Sumber: Hasil Olah Data
Nilai investasi
pada skala industri memang di dominasi oleh industri
dengan skala besar. Perbedaan cukup signifikan nampak terlihat pada tahun 2009 dengan nilai investasi hanya mencapai 50 miliar rupiah, dimana nilainya menurun 3 (tiga) kali lipat jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya (2008) yang berada pada kisaran 171 miliar rupiah. Lalu bergerak naik kembali pada tahun 2010 hingga berada pada kisaran 194 miliar rupiah, dan terus melonjak pada tahun 2011 hingga mencapai 353 miliar rupiah. Sementara itu untuk industri dengan skala kecil dan menengah nilai investasi hanya mencapai nilai yang tidak melebihi 50 miliar rupiah. 4-20
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.8.
ANALISA KOMPARATIF DENGAN KOTA/ KABUPATEN DI JAWA BARAT Melakukan perbandingan pertumbuhan ekonomi antar wilayah juga
diperlukan bagi penelitian ini, agar kondisi Pemerintah Kota Bekasi bisa segera melakukan evaluasi atau perbaikan sejak dini, jika dirasakan masih tidak lebih baik dari daerah sekitar yang dijadikan pembanding tersebut. Selain itu dalam penyusunan indikator ekonomi makro daerah juga biasanya dengan membandingkan data PDRB daerah tersebut dengan daerah disekitarnya melalui analisis Location Quotient (LQ) untuk melihat keuntungan komparatif suatu daerah terhadap daerah pembandingnya. Terkait dengan data-data pembanding kota-kota lainnya yang sangat sulit diperoleh, maka analisis perbandingan kajian ini hanya terhadap nilai Indeks Pembangunan manusia (IPM) dari seluruh Kota dan Kabupaten yang berada dalam cakupan wilayah Jawa Barat. Metode Location Quetion (LQ) merupakan suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan dan keterbatasannya. Teknik Location Quetion (LQ0 merupakan salah satu pendekatan yang paling umum digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location Quetion (LQ) juga mengukur konsentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan perbandingan. 4.8.1.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Menurut
United Nation Development Programme (UNDP) (1995),
paradigma pembangunan manusia terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu: a. Produktivitas, masyarakat harus dapat meningkatkan produktifitas mereka dan berpartisipasi secara penuh dalam proses memperoleh penghasilan dan pekerjaan berupah. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi adalah salah satu bagian dari jenis pembangunan manusia, b. Ekuitas, masyarakat harus punya akses untuk memperoleh kesempatan yang adil. Semua hambatan terhadap peluang ekonomi dan politik harus 4-21
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 dihapus agar masyarakat dapat berpartisipasi di dalam dan memperoleh manfaat dari kesempatan-kesempatan ini, c. Kesinambungan, akses untuk memperoleh kesempatan harus dipastikan tidak hanya untuk generasi sekarang tapi juga generasi yang akan datang. Segala bentuk permodalan fisik, manusia, lingkungan hidup, harus dilengkapi, d. Pemberdayaan, pembangunan harus dilakukan oleh masyarakat dan bukan hanya untuk mereka. Masyarakat harus berpartisipasi penuh dalam mengambil keputusan dan proses-proses yang mempengaruhi kehidupan mereka. Dengan peningkatan kemampuan, kreatifitas dan produktifitas manusia akan meningkat sehingga mereka menjadi agen pertumbuhan yang
efektif.
Pertumbuhan
ekonomi
harus
dikombinasikan
dengan
pemerataan hasil-hasilnya. Pemerataan kesempatan harus tersedia baik, semua orang, perempuan maupun laki-laki harus diberdayakan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pelaksanaan keputusan-keputusan penting yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pembangunan manusia merupakan paradigma pembangunan yang menempatkan manusia (penduduk) sebagai fokus dan sasaran akhir dari seluruh kegiatan pembangunan, yaitu tercapainya penguasaan atas sumber daya (pendapatan untuk mencapai hidup layak), peningkatan derajat kesehatan (usia hidup panjang dan sehat) dan meningkatkan pendidikan (kemampuan baca tulis dan keterampilan untuk dapat berpartisipasi dalam masyarakat dan kegiatan ekonomi). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) / Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara seluruh dunia (bisa juga digunakan untuk Daerah). IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara
(daerah)
adalah negara
(daerah)
maju, negara
(daerah)
berkembang atau negara (daerah) terbelakang dan juga untuk mengukur pengaruh dari kebijaksanaan ekonomi terhadap kualitas hidup. Indeks ini pada 1990 dikembangkan oleh pemenang nobel india Amartya Sen dan Mahbub ul Haq seorang
ekonom
Pakistan
dibantu
oleh Gustav
Ranis dari Yale 4-22
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics dan sejak itu dipakai oleh Program pembangunan PBB pada laporan IPM tahunannya. Digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena batasannya, indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih sensitif dan berguna daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan. Indeks ini juga berguna sebagai jembatan bagi peneliti yang serius untuk mengetahui hal-hal yang lebih terinci dalam membuat laporan pembangunan manusianya. IPM mengukur pencapaian rata-rata sebuah negara (daerah) menjadi 3 (tiga) dimensi dasar pembangunan manusia, yaitu sebagai berikut: a. Hidup yang sehat dan panjang umur yang diukur dengan harapan hidup saat kelahiran. b. Pengetahuan yang diukur dengan angka tingkat baca tulis pada orang dewasa (bobotnya dua per tiga) dan kombinasi pendidikan dasar , menengah, atas gross enrollment ratio (bobot satu per tiga). c. Standard kehidupan yang layak diukur dengan logaritma natural dari Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per Kapita dalam Paritasi Daya Beli (Purchasing Power Varity) Salah satu data komparatif kota atau wilayah sekitar yang bisa diperoleh dalam kajian ilmiah ini adalah data Indeks Pembangunan Manusia (IPM), sebagaimana disajikan dalam tabel dibawah ini: Tabel 4.12 (IPM Kota Bekasi dan Kota/ Kabupaten Pembanding di Jawa Barat Tahun 2006-2011) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten/ Kota 2006
2007
2008
2009
2010
2011
3201
Kab Bogor
69,73
70,08
70,66
71,35
72,16
72,58
3202
Kab Sukabumi
68,88
69,21
69,66
70,17
70,66
71,06
3203
Kab Cianjur
67,1
67,65
68,17
68,66
69,14
69,59
3204
Kab Bandung
72,62
72,97
73,41
73,84
74,05
74,43
3205
Kab Garut
69,46
69,99
70,52
70,98
71,36
71,70
3206
Kab Tasikmalaya
70,86
71,24
71,35
71,73
72,00
72,51
4-23
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 3207
Kab Ciamis
69,3
70,14
70,57
70,96
71,37
71,81
3208
Kab Kuningan
69,21
69,7
70,12
70,42
70,89
71,55
3209
Kab Cirebon
66,32
67,3
67,7
68,37
68,89
69,27
3210
Kab Majalengka
68,41
68,94
69,4
69,94
70,25
70,81
3211
Kab Sumedang
70,56
71,3
71,68
72,14
72,42
72,67
3212
Kab Indramayu
66,28
66,22
66,78
67,39
67,75
68,40
3213
Kab Subang
69,88
70,03
70,43
70,86
71,14
71,50
3214
Kab Purwakarta
68,86
69,88
70,31
70,79
71,17
71,59
3215
Kab Karawang
66,95
68,45
69,06
69,47
69,79
70,28
3216
Kab Bekasi
70,72
71,55
72,1
72,47
72,93
73,54
3217
Kab Bandung Barat
72,27
72,29
72,65
72,99
73,35
73,80
3271
Kota Bogor
74,57
74,73
75,16
75,47
75,75
76,08
3272
Kota Sukabumi
73
73,66
74,17
74,57
74,91
75,36
3273
Kota Bandung
74,52
74,86
75,35
75,64
76,06
76,39
3274
Kota Cirebon
73,8
73,67
74,26
74,68
74,93
75,42
3275
Kota Bekasi
74,82
75,31
75,73
76,10
76,36
76,68
3276
Kota Depok
77,67
77,89
78,36
78,77
79,09
79,36
3277
Kota Cimahi
73,35
74,42
74,79
75,17
75,51
76,01
3278
Kota Tasikmalaya
72,27
72,75
73,35
73,96
74,40
74,85
3279
Kota Banjar
69,64
70,17
70,61
70,98
71,38
71,82
70,71
71,12
71,64
72,29
72,73
3200 JAWA BARAT 70,32 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
Dengan melihat tabel diatas, nampak bahwa IPM Kota Bekasi masih berada pada nomor urut 2 (dua) dengan nilai mencapai 74-76, masih jauh lebih baik ketimbang beberapa wilayah atau kota kabupaten pembandingnya dalam wilayah Jawa Barat, diantaranya seperti Kota Bandung, Kota Cirebon, Kota Cimahi, Kota Tasikmalaya dan Kota lainnya. Kota Bekasi hanya berada dibawah Kota Depok yang menempati nomor urut 1 (satu) untuk IPM-nya yang berkisar antara 77-79. Sementara itu jika kita bandingkan dengan Provinsi Jawa Barat, rata-rata IPM Kota Bekasi memang berada diatas rata-rata IPM Jawa Barat yang nilainya antara 70-72 saja. Kondisi ini merefleksikan bahwa pertumbuhan IPM Kota Bekasi masih lebih baik ketimbang Provinsi Jawa Barat.
4-24
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.13 (Ranking Kota Bekasi dan Kota/ Kabupaten Pembanding di Jawa Barat Tahun 2006-2011) Peringkat IPM di Jawa Barat Kabupaten/ Kota 2006
2007
2008
2009
2010
2011
3201
Kab Bogor
15
16
16
14
13
13
3202
Kab Sukabumi
20
21
21
21
21
21
3203
Kab Cianjur
23
24
24
24
24
24
3204
Kab Bandung
8
8
8
9
9
9
3205
Kab Garut
17
18
17
15
17
17
3206
Kab Tasikmalaya
11
13
13
13
14
14
3207
Kab Ciamis
18
15
16
17
16
16
3208
Kab Kuningan
19
20
20
20
20
19
3209
Kab Cirebon
25
25
25
25
25
25
3210
Kab Majalengka
22
22
22
22
22
22
3211
Kab Sumedang
13
12
12
12
12
12
3212
Kab Indramayu
26
26
26
26
26
26
3213
Kab Subang
14
17
18
18
19
20
3214
Kab Purwakarta
21
19
19
19
18
18
3215
Kab Karawang
24
23
23
23
23
23
3216
Kab Bekasi
12
11
11
11
11
11
3217
Kab Bandung Barat
9
10
10
10
10
10
3271
Kota Bogor
3
4
4
4
4
4
3272
Kota Sukabumi
7
7
7
7
7
7
3273
Kota Bandung
4
3
3
3
3
3
3274
Kota Cirebon
5
6
6
6
6
6
3275
Kota Bekasi
2
2
2
2
2
2
3276
Kota Depok
1
1
1
1
1
1
3277
Kota Cimahi
6
5
5
5
5
5
3278
Kota Tasikmalaya
10
9
9
8
8
8
14
15
16
15
15
3279 Kota Banjar 16 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
Sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, Kota Bekasi tetap konsisten menempati nomor urut 2 (dua), sementara itu Kota Depok juga konsisten berada pada urutan pertama sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, sementara itu Kota-Kota pembanding lainnya mengalami perubahan urutan sejak tahun 2006 hingga tahun 2011. Sementara itu jika nilai IPM berada di atas 80, maka wilayah tersebut termasuk kategori wilayah yang status pembangunan manusianya tinggi.
4-25
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.14 (IPM Jawa Barat dan Provinsi Pembanding di Indonesia Tahun 2005-2010) Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
11. Nanggroe Aceh Darussalam
69.05
69.41
70.35
70.76
71.31
71.70
12. Sumatera Utara
72.03
72.46
72.78
73.29
73.80
74.19
13. Sumatera Barat
71.19
71.65
72.23
72.96
73.44
73.78
14. Riau
73.63
73.81
74.63
75.09
75.60
76.07
15. Jambi
70.95
71.29
71.46
71.99
72.45
72.74
16. Sumatera Selatan
70.23
71.09
71.40
72.05
72.61
72.95
17. Bengkulu
71.09
71.28
71.57
72.14
72.55
72.92
18. Lampung
68.85
69.38
69.78
70.30
70.93
71.42
19. Bangka Belitung
70.68
71.18
71.62
72.19
72.55
72.86
20. Kepulauan Riau
72.23
72.79
73.68
74.18
74.54
75.07
31. DKI Jakarta
76.07
76.33
76.59
77.03
77.36
77.60
32. Jawa Barat
69.93
70.32
70.71
71.12
71.64
72.29
33. Jawa Tengah
69.78
70.25
70.92
71.60
72.10
72.49
34. Yogyakarta
73.50
73.70
74.15
74.88
75.23
75.77
35. Jawa Timur
68.42
69.18
69.78
70.38
71.06
71.62
36. Banten
68.80
69.11
69.29
69.70
70.06
70.48
51. Bali
69.78
70.07
70.53
70.98
71.52
72.28
52. Nusa Tenggara Barat
62.42
63.04
63.71
64.12
64.66
65.20
53. Nusa Tenggara Timur
63.59
64.83
65.36
66.15
66.60
67.26
61. Kalimantan Barat
66.20
67.08
67.53
68.17
68.79
69.15
62. Kalimantan Tengah
73.22
73.40
73.49
73.88
74.36
74.64
63. Kalimantan Selatan
67.44
67.75
68.01
68.72
69.30
69.92
64. Kalimantan Timur
72.94
73.26
73.77
74.52
75.11
75.56
71. Sulawesi Utara
74.21
74.37
74.68
75.16
75.68
76.09
72. Sulawesi Tengah
68.47
68.85
69.34
70.09
70.70
71.14
73. Sulawesi Selatan
68.06
68.81
69.62
70.22
70.94
71.62
74. Sulawesi Tenggara
67.52
67.80
68.32
69.00
69.52
70.00
75. Gorontalo
67.46
68.01
68.83
69.29
69.79
70.28
76. Sulawesi Barat
65.72
67.06
67.72
68.55
69.18
69.64
81. Maluku
69.24
69.69
69.96
70.38
70.96
71.42
82. Maluku Utara
66.95
67.51
67.82
68.18
68.63
69.03
91. Irian Jaya Barat
64.83
66.08
67.28
67.95
68.58
69.15
94. Papua
62.08
62.75
63.41
64.00
64.53
64.94
69.57
70.10
70.59
71.17
71.76
72.27
Indonesia (BPS) Sumber: Badan Pusat Statistik
4-26
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Sementara itu jika kita coba bandingkan IPM Kota Bekasi dengan IPM seluruh Provinsi bahkan IPM Nasional, faktanya memang nilai IPM yang berhasil diraih oleh Kota Bekasi dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2011 cukup membanggakan, karena rata-rata nilai IPM Kota Bekasi, masih lebih tinggi ketimbang nilai rata-rata dalam skala nasional yang hanya berada pada kisaran 69-72 saja (tahun 2005 sampai dengan tahun 2010). Walaupun tidak lebih baik dari Provinsi DKI Jakarta, yang IPM-nya berada pada kisaran nilai 7677, namun sebagai sebuah bagian dari Provinsi Jawa Barat, ternyata Kota Bekasi mampu memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap nilai IPM Provinsi Jawa Barat secara keseluruhan. 4.8.2.
Komponen IPM-Angka Harapan Hidup (Indeks Kesehatan) Angka Harapan Hidup (Indeks Kesehatan) untuk Kota Bekasi dari tahun
ke tahun, sejak tahun 2006 hingga tahun 2011 sebagaimana terlihat pada tabel 4.15 dibawah ini terus meningkat, hanya saja jika dilihat dari rangking secara keseluruhan pada komponen ini terhadap Kabupaten/ Kota se-Jawa Barat tidaklah demikian. Jika kita perhatikan, mulai tahun 2006 hingga tahun 2008 Kota Bekasi terus-menerus berada pada rangking ke-3, selanjutnya mengalami penurunan pada tahun 2010 dan berada pada rangking ke-4, bahkan pada tahun 2011 kembali merosot hingga berada pada rangking ke-6. Meski secara keseluruhannya terhadap Kabupaten/ Kota se-Jawa Barat IPM Kota Bekasi selalu berada pada nomor urut 2, tetapi perlu ditinjau lebih lanjut agar pada komponen Angka Harapan Hidup yang merupakan bagian dari perhitungan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Bekasi tidak terjadi penurunan jika dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa Barat. Tabel IPM, khususnya komponen Angka Harapan Hidup Kota Bekasi sejak tahun 2006 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana tampak pada tabel 4.15 dibawah ini :
4-27
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.15 (IPM-Angka Harapan Hidup Kota Bekasi Tahun 2006-2011) No
Kota/ Kabupaten
2006
No
Kota/ Kabupaten
2007
No
Kota/ Kabupaten
2008
No
Kota/ Kabupaten
2009
No
Kota/ Kabupaten
2010
No
Kota/ Kabupaten
2011
1
Kota Depok
72,60
1
Kota Depok
72,72
1
Kota Depok
72,85
1
Kota Depok
72,97
1
Kota Depok
73,09
1
Kota Depok
73,22
2
Kota Bandung
69,60
2
Kota Bandung
69,55
2
Kota Bandung
69,61
2
Kota Bandung
69,66
2
Kota Tasikmalaya
69,86
2
Kota Tasikmalaya
70,23
3
Kota Bekasi
69,40
3
Kota Bekasi
69,45
3
Kota Bekasi
69,52
3
Kota Bekasi
69,58
3
Kota Bandung
69,72
3
Kota Bandung
69,78
4
Kota Cimahi
68,90
4
Kota Cimahi
68,97
4
Kota Tasikmalaya
69,13
4
Kota Tasikmalaya
69,49
4
Kota Bekasi
69,64
4
Kab Bekasi
69,73
5
Kab Subang
68,80
5
Kab Subang
68,95
5
Kab Subang
69,09
5
Kab Subang
69,24
5
Kota Sukabumi
69,44
5
Kota Sukabumi
69,70
6
Kab Bandung
68,70
6
Kota Sukabumi
68,87
6
Kota Cimahi
69,04
6
Kota Sukabumi
69,18
6
Kab Bekasi
69,40
6
Kota Bekasi
69,70
7
Kota Bogor
68,60
7
Kota Tasikmalaya
68,78
7
Kota Sukabumi
68,92
7
Kota Cimahi
69,11
7
Kab Subang
69,39
7
Kab Subang
69,54
8
Kab Bandung Barat
68,50
8
Kab Bandung
68,78
8
Kab Bandung
68,86
8
Kab Bekasi
69,07
8
Kota Cimahi
69,18
8
Kab Bogor
69,28
9
Kota Tasikmalaya
68,40
9
Kota Bogor
68,69
9
Kab Bekasi
68,74
9
Kab Bandung
68,94
9
Kab Bandung
69,02
9
Kota Cimahi
69,25
10
Kota Sukabumi
68,40
10
Kab Bandung Barat
68,53
10
Kota Bogor
68,68
10
Kota Bogor
68,77
10
Kota Bogor
68,87
10
Kab Bandung
69,10
11
Kota Cirebon
68,40
11
Kab Bekasi
68,43
11
Kab Bandung Barat
68,58
11
Kab Bandung Barat
68,61
11
Kab Bogor
68,86
11
Kota Bogor
68,97
12
Kab Bekasi
68,10
12
Kota Cirebon
68,42
12
Kota Cirebon
68,45
12
Kota Cirebon
68,47
12
Kab Bandung Barat
68,65
12
Kab Bandung Barat
68,68
13
Kab Bogor
67,20
13
Kab Bogor
67,53
13
Kab Bogor
68,03
13
Kab Bogor
68,44
13
Kota Cirebon
68,50
13
Kota Cirebon
68,52
14
Kab Tasikmalaya
67,10
14
Kab Tasikmalaya
67,32
14
Kab Tasikmalaya
67,53
14
Kab Tasikmalaya
67,75
14
Kab Tasikmalaya
67,96
14
Kab Tasikmalaya
68,18
15
Kab Sumedang
67,00
15
Kab Kuningan
67,12
15
Kab Kuningan
67,23
15
Kab Kuningan
67,35
15
Kab Kuningan
67,47
15
Kab Kuningan
67,59
16
Kab Kuningan
67,00
16
Kab Sumedang
67,10
16
Kab Sumedang
67,21
16
Kab Sumedang
67,31
16
Kab Sumedang
67,42
16
Kab Sumedang
67,52
17
Kab Ciamis
66,60
17
Kab Ciamis
66,77
17
Kab Ciamis
66,94
17
Kab Ciamis
67,11
17
Kab Ciamis
67,29
17
Kab Ciamis
67,47
18
Kab Indramayu
66,20
18
Kab Purwakarta
66,20
18
Kab Purwakarta
66,48
18
Kab Purwakarta
66,77
18
Kab Sukabumi
67,06
18
Kab Sukabumi
67,38
19
Kab Purwakarta
65,90
19
Kab Sukabumi
66,12
19
Kab Sukabumi
66,43
19
Kab Sukabumi
66,74
19
Kab Purwakarta
67,06
19
Kab Purwakarta
67,35
20
Kota Banjar
65,80
20
Kota Banjar
65,91
20
Kab Karawang
66,10
20
Kab Indramayu
66,41
20
Kab Indramayu
66,82
20
Kab Indramayu
67,23
21
Kab Sukabumi
65,80
21
Kab Karawang
65,70
21
Kota Banjar
66,03
21
Kab Karawang
66,40
21
Kab Karawang
66,70
21
Kab Karawang
67,00
22
Kab Karawang
65,60
22
Kab Indramayu
65,62
22
Kab Indramayu
66,01
22
Kota Banjar
66,15
22
Kab Majalengka
66,35
22
Kab Majalengka
66,62
23
Kab Majalengka
65,30
23
Kab Majalengka
65,57
23
Kab Majalengka
65,82
23
Kab Majalengka
66,09
23
Kota Banjar
66,26
23
Kota Banjar
66,38
24
Kab Cirebon
64,80
24
Kab Cianjur
64,96
24
Kab Cianjur
65,29
24
Kab Cianjur
65,64
24
Kab Cianjur
66,00
24
Kab Cianjur
66,35
25
Kab Cianjur
64,80
25
Kab Cirebon
64,92
25
Kab Cirebon
65,05
25
Kab Garut
65,20
25
Kab Garut
65,60
25
Kab Garut
66,00
26
Kab Garut
64,00
26
Kab Garut
64,42
26
Kab Garut
64,80
26
Kab Cirebon
65,17
26
Kab Cirebon
65,29
26
Kab Cirebon
65,41
JAWA BARAT
67,40
JAWA BARAT
67,88
JAWA BARAT
67,80
JAWA BARAT
68,00
JAWA BARAT
68,20
JAWA BARAT
68,40
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-28
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.8.3. Komponen IPM-Angka Melek Huruf (Indeks Pendidikan) Angka Melek Huruf (Indeks Pendidikan) di Kota Bekasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sedangkan secara rangking ada peningkatan rangking, jika pada tahun 2006 berada pada rangking ke-10, maka pada tahun 2007 komponen IPM-Angka Melek Huruf Kota Bekasi jika dibandingkan dengan komponen sejenis dengan kota-kota pembanding lainnya dalam wilayah Jawa Barat, Kota Bekasi berada pada rangking ke-8. Namun untuk selanjutnya, sejak tahun 2009 hingga tahun 2010 berturut-turut mendapatkan rangking ke-10, bahkan kembali turun pada tahun 2011, yaitu berada pada rangking ke-11.
4-29
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.16 (IPM-Angka Melek Huruf Kota Bekasi Tahun 2006-2011) No
Kota/ Kabupaten
2006
No
Kota/ Kabupaten
2007
No
Kota/ Kabupaten
2008
No
Kota/ Kabupaten
2009
No
Kota/ Kabupaten
2010
No
Kota/ Kabupaten
2011
1
Kota Sukabumi
99,84
1
Kota Sukabumi
99,64
1
Kota Sukabumi
99,64
1
Kota Bandung
99,67
1
Kota Bandung
99,67
1
Kota Cimahi
99,74
2
Kota Cimahi
99,63
2
Kota Bandung
99,58
2
Kota Bandung
99,64
2
Kota Sukabumi
99,66
2
Kota Sukabumi
99,66
2
Kota Bandung
99,70
3
Kota Bandung
99,58
3
Kota Tasikmalaya
99,20
3
Kota Cimahi
99,63
3
Kota Cimahi
99,64
3
Kota Cimahi
99,65
3
Kota Sukabumi
99,67
4
Kab Garut
98,89
4
Kota Depok
98,90
4
Kota Tasikmalaya
99,42
4
Kota Tasikmalaya
99,45
4
Kota Tasikmalaya
99,55
4
Kota Tasikmalaya
99,57
5
Kab Tasikmalaya
98,81
5
Kab Garut
98,88
5
Kota Depok
98,90
5
Kab Garut
98,93
5
Kab Garut
98,94
5
Kab Bandung Barat
99,11
6
Kota Tasikmalaya
98,80
6
Kab Tasikmalaya
98,81
6
Kab Garut
98,89
6
Kota Depok
98,93
6
Kota Depok
98,94
6
Kota Depok
98,96
7
Kota Bogor
98,70
7
Kota Bogor
98,70
7
Kab Tasikmalaya
98,81
7
Kab Tasikmalaya
98,88
7
Kab Tasikmalaya
98,90
7
Kab Garut
98,96
8
Kota Depok
98,39
8
Kota Bekasi
98,48
8
Kota Bogor
98,70
8
Kota Bogor
98,75
8
Kota Bogor
98,77
8
Kab Tasikmalaya
98,92
9
Kab Bandung
98,37
9
Kab Bandung
98,37
9
Kab Bandung
98,59
9
Kab Bandung
98,72
9
Kab Bandung
98,72
9
Kota Bogor
98,79
10
Kota Bekasi
97,70
10
Kab Sumedang
97,51
10
Kota Bekasi
98,46
10
Kota Bekasi
98,49
10
Kota Bekasi
98,51
10
Kab Bandung
98,75
11
Kab Sumedang
97,40
11
Kab Cianjur
97,09
11
Kab Bandung Barat
98,00
11
Kab Bandung Barat
98,04
11
Kab Bandung Barat
98,51
11
Kota Bekasi
98,56
12
Kab Cianjur
97,09
12
Kota Cirebon
97,00
12
Kab Sumedang
97,51
12
Kab Sumedang
97,58
12
Kab Sumedang
97,73
12
Kab Ciamis
97,93
13
Kota Cirebon
97,00
13
Kab Ciamis
96,66
13
Kab Cianjur
97,21
13
Kab Cianjur
97,45
13
Kab Ciamis
97,59
13
Kab Sumedang
97,75
14
Kab Sukabumi
96,59
14
Kab Sukabumi
96,59
14
Kota Cirebon
97,00
14
Kab Sukabumi
97,33
14
Kab Cianjur
97,55
14
Kab Cianjur
97,64
15
Kab Ciamis
96,38
15
Kota Banjar
96,43
15
Kab Ciamis
96,68
15
Kota Banjar
97,16
15
Kab Sukabumi
97,33
15
Kab Sukabumi
97,35
16
Kota Banjar
96,20
16
Kab Bandung Barat
96,00
16
Kota Banjar
96,65
16
Kota Cirebon
97,02
16
Kota Banjar
97,26
16
Kota Banjar
97,30
17
Kab Bandung Barat
96,00
17
Kab Purwakarta
95,59
17
Kab Sukabumi
96,59
17
Kab Ciamis
97,01
17
Kota Cirebon
97,05
17
Kota Cirebon
97,06
18
Kab Majalengka
94,81
18
Kab Majalengka
94,81
18
Kab Purwakarta
95,59
18
Kab Purwakarta
95,65
18
Kab Purwakarta
95,71
18
Kab Kuningan
96,99
19
Kab Purwakarta
94,24
19
Kab Bekasi
93,67
19
Kab Majalengka
94,81
19
Kab Majalengka
95,03
19
Kab Kuningan
95,45
19
Kab Purwakarta
96,07
20
Kab Kuningan
93,64
20
Kab Kuningan
93,64
20
Kab Kuningan
93,86
20
Kab Bogor
94,29
20
Kab Majalengka
95,09
20
Kab Majalengka
95,11
21
Kab Bogor
93,59
21
Kab Bogor
93,59
21
Kab Bekasi
93,67
21
Kab Kuningan
94,28
21
Kab Bogor
95,02
21
Kab Bogor
95,09
22
Kab Bekasi
92,70
22
Kab Karawang
93,06
22
Kab Bogor
93,59
22
Kab Bekasi
93,69
22
Kab Bekasi
94,03
22
Kab Bekasi
94,14
23
Kab Subang
92,38
23
Kab Subang
92,38
23
Kab Karawang
93,06
23
Kab Karawang
93,09
23
Kab Karawang
93,21
23
Kab Karawang
93,22
24
Kab Cirebon
88,51
24
Kab Cirebon
90,66
24
Kab Subang
92,38
24
Kab Subang
92,40
24
Kab Subang
92,45
24
Kab Subang
92,47
25
Kab Karawang
88,21
25
Kota Cimahi
89,63
25
Kab Cirebon
90,66
25
Kab Cirebon
91,55
25
Kab Cirebon
92,33
25
Kab Cirebon
92,41
26
Kab Indramayu
83,80
26
Kab Indramayu
85,58
26
Kab Indramayu
85,58
26
Kab Indramayu
85,60
26
Kab Indramayu
85,65
26
Kab Indramayu
85,66
JAWA BARAT
94,91
JAWA BARAT
95,32
JAWA BARAT
95,53
JAWA BARAT
95,98
JAWA BARAT
96,18
JAWA BARAT
96,29
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-30
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.8.4.
Komponen IPM-Rata-rata Lama Sekolah (Indeks Pendidikan) Rata-rata Lama Sekolah (Indeks Pendidikan) untuk Kota Bekasi
mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Secara rangking, pada komponen IPM-Rata-rata Lama Sekolah ini, Kota Bekasi berada pada rangking ke-3 sejak tahun 2006 hingga tahun 2008, dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2009 hingga tahun 2010, dimana Kota Bekasi menempati rangking ke-2, namun pada tahun 2011 kembali menggalami penurunan hingga berada pada rangking ke-3 se-Jawa Barat.
4-31
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.17 (IPM-Rata-rata Lama Sekolah Kota Bekasi Tahun 2006-2011) No
Kota/ Kabupaten
2006
No
Kota/ Kabupaten
2007
No
Kota/ Kabupaten
2008
No
Kota/ Kabupaten
2009
No
Kota/ Kabupaten
2010
No
Kota/ Kabupaten
2011
1
Kota Depok
10,5
1
Kota Depok
10,5
1
Kota Depok
10,5
1
Kota Depok
10,77
1
Kota Depok
10,94
1
Kota Depok
10,97
2
Kota Bandung
10,1
2
Kota Cimahi
10,28
2
Kota Cimahi
10,26
2
Kota Bekasi
10,52
2
Kota Bekasi
10,53
2
Kota Cimahi
10,61
3
Kota Bekasi
10
3
Kota Bekasi
10,19
3
Kota Bekasi
10,19
3
Kota Cimahi
10,42
3
Kota Cimahi
10,50
3
Kota Bekasi
10,58
4
Kota Cimahi
9,7
4
Kota Bandung
10,1
4
Kota Bandung
10,1
4
Kota Bandung
10,22
4
Kota Bandung
10,44
4
Kota Bandung
10,45
5
Kota Bogor
9,6
5
Kota Bogor
9,6
5
Kota Bogor
9,6
5
Kota Bogor
9,77
5
Kota Bogor
9,79
5
Kota Bogor
9,80
6
Kota Cirebon
9,2
6
Kota Cirebon
9,2
6
Kota Cirebon
9,2
6
Kota Cirebon
9,46
6
Kota Cirebon
9,47
6
Kota Cirebon
9,75
7
Kota Sukabumi
9
7
Kota Sukabumi
9
7
Kota Sukabumi
9
7
Kota Sukabumi
9,21
7
Kota Sukabumi
9,32
7
Kota Sukabumi
9,35
8
Kota Tasikmalaya
8,4
8
Kota Tasikmalaya
8,4
8
Kota Tasikmalaya
8,4
8
Kota Tasikmalaya
8,59
8
Kota Tasikmalaya
8,83
8
Kota Tasikmalaya
8,85
9
Kab Bandung
8,2
9
Kab Bandung
8,2
9
Kab Bandung
8,2
9
Kab Bandung
8,37
9
Kab Bandung
8,37
9
Kab Bekasi
8,60
10
Kab Bekasi
8,1
10
Kab Bekasi
8,1
10
Kab Bekasi
8,1
10
Kab Bekasi
8,21
10
Kab Bekasi
8,33
10
Kab Bandung
8,46
11
Kab Bandung Barat
8
11
Kab Bandung Barat
8
11
Kab Bandung Barat
8
11
Kab Bandung Barat
8,04
11
Kab Bandung Barat
8,07
11
Kota Banjar
8,12
12
Kota Banjar
7,8
12
Kota Banjar
7,8
12
Kota Banjar
7,8
12
Kota Banjar
7,97
12
Kota Banjar
8,01
12
Kab Bandung Barat
8,11
13
Kab Bogor
7,2
13
Kab Sumedang
7,65
13
Kab Sumedang
7,65
13
Kab Sumedang
7,91
13
Kab Bogor
7,98
13
Kab Bogor
7,99
14
Kab Sumedang
7,2
14
Kab Bogor
7,2
14
Kab Bogor
7,2
14
Kab Bogor
7,54
14
Kab Sumedang
7,93
14
Kab Sumedang
7,94
15
Kab Garut
7,1
15
Kab Garut
7,1
15
Kab Garut
7,1
15
Kab Garut
7,29
15
Kab Purwakarta
7,42
15
Kab Ciamis
7,47
16
Kab Purwakarta
7
16
Kab Purwakarta
7
16
Kab Purwakarta
7
16
Kab Purwakarta
7,24
16
Kab Garut
7,34
16
Kab Purwakarta
7,44
17
Kab Ciamis
6,9
17
Kab Ciamis
6,9
17
Kab Ciamis
6,9
17
Kab Ciamis
7,09
17
Kab Ciamis
7,19
17
Kab Garut
7,37
18
Kab Tasikmalaya
6,8
18
Kab Tasikmalaya
6,8
18
Kab Tasikmalaya
6,8
18
Kab Tasikmalaya
6,98
18
Kab Tasikmalaya
6,99
18
Kab Tasikmalaya
7,33
19
Kab Kuningan
6,8
19
Kab Kuningan
6,8
19
Kab Kuningan
6,8
19
Kab Subang
6,91
19
Kab Kuningan
6,95
19
Kab Kuningan
7,22
20
Kab Majalengka
6,7
20
Kab Majalengka
6,7
20
Kab Majalengka
6,7
20
Kab Kuningan
6,87
20
Kab Karawang
6,95
20
Kab Majalengka
7,17
21
Kab Subang
6,6
21
Kab Karawang
6,68
21
Kab Karawang
6,68
21
Kab Majalengka
6,83
21
Kab Subang
6,92
21
Kab Karawang
7,02
22
Kab Karawang
6,5
22
Kab Subang
6,6
22
Kab Subang
6,6
22
Kab Karawang
6,83
22
Kab Sukabumi
6,88
22
Kab Subang
6,94
23
Kab Cianjur
6,4
23
Kab Cirebon
6,42
23
Kab Cianjur
6,42
23
Kab Cirebon
6,67
23
Kab Cirebon
6,85
23
Kab Sukabumi
6,90
24
Kab Sukabumi
6,3
24
Kab Cianjur
6,4
24
Kab Cirebon
6,42
24
Kab Cianjur
6,63
24
Kab Majalengka
6,84
24
Kab Cirebon
6,87
25
Kab Indramayu
5,5
25
Kab Sukabumi
6,39
25
Kab Sukabumi
6,39
25
Kab Sukabumi
6,54
25
Kab Cianjur
6,82
25
Kab Cianjur
6,85
26
Kab Cirebon
5,1
26
Kab Indramayu
5,5
26
Kab Indramayu
5,5
26
Kab Indramayu
5,64
26
Kab Indramayu
5,73
26
Kab Indramayu
5,95
JAWA BARAT
7,5
JAWA BARAT
7,5
JAWA BARAT
7,5
JAWA BARAT
7,72
JAWA BARAT
8,02
JAWA BARAT
8,06
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-32
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.8.5. Komponen IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan (Indeks Standar Hidup Layak/ Indeks Kemampuan Daya Beli) Komponen IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan atau lebih sering disebut dengan Indeks Standar Hidup Layak atau Indeks Kemampuan Daya Beli, di Kota Bekasi bisa dikatakan relatif cukup stabil, hal ini direfleksikan dengan diperolehnya rangking ke-4 oleh Kota Bekasi secara berturut-turut sejak tahun 2006 hingga tahun 2011, dibandingkan dengan beberapa Kota/ Kabupaten se-Jawa Barat.
4-33
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.18 (IPM-Pengeluaran per Kapita di Sesuaikan Tahun 2006-2011) No
Kota/ Kabupaten
2006
No
Kota/ Kabupaten
2007
No
Kota/ Kabupaten
2008
No
Kota/ Kabupaten
2009
No
Kota/ Kabupaten
2010
No
Kota/ Kabupaten
2011
1
Kota Depok
640,23
1
Kota Depok
640,7
1
Kota Depok
645,91
1
Kota Depok
647,69
1
Kota Depok
649,20
1
Kota Cirebon
651,47
2
Kota Cirebon
638,72
2
Kota Bogor
638,69
2
Kota Bogor
643,65
2
Kota Bogor
645,22
2
Kota Cirebon
647,96
2
Kota Depok
651,46
3
Kota Bogor
637,28
3
Kota Cirebon
637,55
3
Kota Cirebon
642,34
3
Kota Cirebon
645,13
3
Kota Bogor
647,89
3
Kota Bogor
651,25
4
Kota Bekasi
633,09
4
Kota Bekasi
635,02
4
Kota Bekasi
639,93
4
Kota Bekasi
641,20
4
Kota Bekasi
643,92
4
Kota Bekasi
646,92
5
Kab Garut
626,94
5
Kab Garut
630,72
5
Kab Garut
634,95
5
Kab Bandung
636,30
5
Kab Bandung
638,56
5
Kab Bandung
642,00
6
Kab Tasikmalaya
625,85
6
Kab Tasikmalaya
629,09
6
Kab Bandung
633,46
6
Kab Garut
636,01
6
Kab Garut
637,49
6
Kota Bandung
640,65
7
Kab Bandung
624,96
7
Kab Indramayu
628,97
7
Kab Bekasi
632,42
7
Kab Indramayu
635,04
7
Kota Bandung
636,89
7
Kab Bandung Barat
639,14
8
Kab Bandung Barat
624,8
8
Kab Bandung
628,90
8
Kota Sukabumi
632,17
8
Kota Bandung
634,04
8
Kab Sumedang
636,01
8
Kab Indramayu
638,98
9
Kab Sumedang
622,92
9
Kab Bekasi
627,49
9
Kota Bandung
631,84
9
Kab Sumedang
633,75
9
Kab Indramayu
635,67
9
Kab Garut
638,77
10
Kab Indramayu
622,64
10
Kota Sukabumi
627,24
10
Kab Indramayu
631,4
10
Kab Bekasi
633,74
10
Kab Bandng Barat
635,56
10
Kota Sukabumi
638,41
11
Kota Bandung
622,07
11
Kab Sumedang
627,16
11
Kab Sumedang
631,29
11
Kota Sukabumi
633,32
11
Kab Bekasi
635,18
11
Kab Sumedang
638,36
12
Kab Bekasi
621,93
12
Kab Purwakarta
627,01
12
Kab Purwakarta
630,57
12
Kab Bandng Barat
632,85
12
Kota Sukabumi
634,82
12
Kota Cimahi
637,86
13
Kab Bogor
621,61
13
Kota Bandung
626,13
13
Kab Kuningan
629,46
13
Kab Purwakarta
632,20
13
Kab Majalengka
633,65
13
Kab Bekasi
637,76
14
Kab Subang
621,09
14
Kab Kuningan
625,5
14
Kab Bandng Barat
629,21
14
Kab Majalengka
631,79
14
Kota Cimahi
633,20
14
Kab Majalengka
635,71
15
Kab Ciamis
620,83
15
Kab Bandug Barat
624,8
15
Kab Tasikmalaya
629,09
15
Kab Kuningan
630,62
15
Kab Purwakarta
633,15
15
Kab Cirebon
635,25
16
Kota Sukabumi
620,68
16
Kab Majalengka
624,49
16
Kab Majalengka
628,61
16
Kab Tasikmalaya
630,56
16
Kab Tasikmalaya
632,31
16
Kab Purwakarta
635,21
17
Kab Sukabumi
620,67
17
Kab Ciamis
624,01
17
Kab Ciamis
628,34
17
Kota Cimahi
630,06
17
Kab Kuningan
631,73
17
Kota Banjar
635,10
18
Kab Kuningan
620,08
18
Kab Bogor
623,09
18
Kab Bogor
627,74
18
Kota Tasikmalaya
629,71
18
Kab Cirebon
631,55
18
Kab Tasikmalaya
634,06
19
Kab Karawang
620,03
19
Kota Cimahi
622,97
19
Kab Karawang
627,42
19
Kab Cirebon
629,67
19
Kota Banjar
631,36
19
Kab Subang
633,46
20
Kab Cirebon
619,92
20
Kota Banjar
622,72
20
Kota Cimahi
627,2
20
Kab Ciamis
629,43
20
Kab Ciamis
630,86
20
Kota Tasikmalaya
633,13
21
Kab Purwakarta
619,78
21
Kab Cirebon
622,52
21
Kota Banjar
626,97
21
Kab Karawang
629,05
21
Kota Tasikmalaya
630,24
21
Kab Karawang
633,04
22
Kab Majalengka
619,49
22
Kab Karawang
622,41
22
Kab Cirebon
626,82
22
Kab Bogor
628,34
22
Kab Subang
630,09
22
Kab Kuningan
632,44
23
Kota Tasikmalaya
619,32
23
Kab Subang
622,14
23
Kota Tasikmalaya
626,35
23
Kab Subang
627,82
23
Kab Karawang
629,62
23
Kab Bogor
631,63
24
Kota Banjar
617,2
24
Kab Sukabumi
621,82
24
Kab Subang
626,32
24
Kota Banjar
627,79
24
Kab Bogor
629,62
24
Kab Ciamis
631,63
25
Kota Cimahi
614,69
25
Kota Tasikmalaya
621,65
25
Kab Sukabumi
625,5
25
Kab Sukabumi
626,15
25
Kab Sukabumi
626,99
25
Kab Sukabumi
629,72
26
Kab Cianjur
603,38
26
Kab Cianjur
608,41
26
Kab Cianjur
612,1
26
Kab Cianjur
613,26
26
Kab Cianjur
614,83
26
Kab Cianjur
617,59
JAWA BARAT
621,11
JAWA BARAT
623,64
JAWA BARAT
626,81
JAWA BARAT
628,71
JAWA BARAT
632,22
JAWA BARAT
635,8
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
4-34
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.9.
HASIL ANALISIS INDIKATOR EKONOMI MAKRO Data-data indikator ekonomi makro milik Kota Bekasi yang sudah
disajikan tersebut, untuk kemudian kita lakukan analisis olah data dengan menggunakan software statistik SPSS, tujuannya agar bisa terlihat indikatorindikator ekonomi makro mana saja yang paling memberikan pengaruh ataupun tidak sama sekali terhadap nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atau Regional Income Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011. 4.9.1.
Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap PDRB-ADHB Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku
(PDRB-ADHB) serta laju Inflasi Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.19 dibawah ini: Tabel 4.19 (PDRB-ADHB dan Inflasi Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
PDRB-ADHB (juta rupiah)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
19.226.331,12 22.376.414,93 25.419.184,81 29.525.360,38 31.475.387,85 35.679.065,36 40.528.807,92
Inflasi (%) 16,88 6,53 4.85 10,10 1,93 7,88 3,45
Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai R-Square (Nilai koefisien determinasi (R2) ata R-Square ini mencerminkan seberapa besar variasi dari variabel terikat (Y) dapat diterangkan oleh variabel bebas (X). Bila R2=0, artinya variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh variabel bebas X sama sekali. Sementara bila R2=1, maka variasi Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh variabel bebas X, atau bisa dikatakan bahwa semua titik pengamatan berada tepat pada garis regresi. Dengan demikian nilai R2 dapat diasumsikan sebagai nilai antara 0 dan 1, dimana nilai R2 semakin mendekati 1 semakin baik suatu persamaan regresi tersebut) sebesar 0,346 atau 34,60%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator 4-35
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 ekonomi makro berupa inflasi kurang bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain faktor inflasi ternyata tidak begitu relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dan tidak bisa dijelaskan melalui sebuah model linier atau model linier ditolak. Sementara itu hasil korelasi diantara keduanya adalah sebesar -0,589 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif atau berlawanan, dimana jika Inflasi mengalami kenaikan, maka nilai PDRB-ADHB akan mengalami penurunan. 4.9.2. Analisa Pengaruh Inflasi Terhadap PDRB-ADHK Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB-ADHK) serta laju Inflasi Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.20 dibawah ini: Tabel 4.20 (PDRB-ADHK dan Inflasi Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Tahun
PDRB-ADHK (juta rupiah)
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
11.739.946,23 12.453.012,96 13.255.153,53 14.042.404,18 14.622.593,73 15.476.100,56 16.571.540,11
Inflasi (%) 16,88 6,53 4,85 10,10 1,93 7,88 3,45
Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai RSquare sebesar 0,369 atau 36,90%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator ekonomi makro berupa inflasi kurang bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHK atau dengan kata lain faktor inflasi ternyata juga tidak begitu relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHK, dan tidak bisa dijelaskan melalui sebuah model linier atau model linier ditolak
Sementara itu hasil
korelasi diantara keduanya adalah sebesar -0,608 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif atau berlawanan, dimana jika Inflasi mengalami kenaikan, maka nilai PDRB-ADHK juga akan mengalami penurunan. 4-36
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 4.9.3. Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap PDRB-ADHB Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB-ADHB) serta nilai Ekspor Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.21 dibawah ini: Tabel 4.21 (PDRB-ADHB dan Ekspor Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Tahun
PDRB-ADHB (juta rupiah)
Ekspor (US$)
2005 19.226.331,12 2006 22.376.414,93 2007 25.419.184,81 2008 29.525.360,38 2009 31.475.387,85 2010 35.679.065,36 2011 40.528.807,92 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
152,513,254.00 138,690,042.10 152,559,046.31 167,814,950.94 366,141,711.71 315,480,103.77 536,478,650.91
Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai RSquare sebesar 0,784 atau 78,40%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator ekonomi makro berupa nilai ekspor bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain faktor ekspor ternyata memiliki pengaruh relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dan bisa dijelaskan melalui sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi diantara keduanya adalah sebesar 0,886, dimana angka korelasi mendekati nilai 1, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHB. 4.9.4. Analisa Pengaruh Ekspor Terhadap PDRB-ADHK Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB-ADHK) serta nilai Ekspor Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.22 dibawah ini:
4-37
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Tabel 4.22 (PDRB-ADHK dan Ekspor Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
PDRB-ADHK (juta rupiah)
Ekspor (US$)
2005 11.739.946,23 2006 12.453.012,96 2007 13.255.153,53 2008 14.042.404,18 2009 14.622.593,73 2010 15.476.100,56 2011 16.571.540,11 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
152,513,254.00 138,690,042.10 152,559,046.31 167,814,950.94 366,141,711.71 315,480,103.77 536,478,650.91
Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai RSquare sebesar 0,789 atau 78,90%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator ekonomi makro berupa nilai ekspor bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHK atau dengan kata lain faktor ekspor ternyata memiliki pengaruh relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHK, dan bisa dijelaskan melalui sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi diantara PDRB-ADHK dan nilai Ekpor adalah sebesar 0,888, dimana angka korelasi mendekati nilai 1, maka dapat disimpulkan bahwa ekspor memiliki pengaruh positif yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHK. 4.9.5. Analisa Pengaruh Impor Terhadap PDRB-ADHB Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB-ADHB) serta nilai Impor Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.23 dibawah ini: Tabel 4.23 (PDRB-ADHB dan Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
PDRB-ADHB (juta rupiah)
2005 19.226.331,12 2006 22.376.414,93 2007 25.419.184,81 2008 29.525.360,38 2009 31.475.387,85 2010 35.679.065,36 2011 40.528.807,92 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
Impor (US$) 31,698,837.00 38,038,604.75 45,646,325.00 52,493,273.75 63,790,255.84 66,403,991.29 122,847,383.80
4-38
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai RSquare sebesar 0,833 atau 83,30%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator ekonomi makro berupa nilai impor bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain indikator Impor ternyata memiliki pengaruh sangat relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dimana hubungan kedua variabel tersebut bisa dijelaskan dalam sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi antara PDRB-ADHB dan nilai Impor adalah sebesar 0,913 dengan angka korelasi hampir sama dengan 1, maka dapat disimpulkan pula bahwa nilai impor memiliki pengaruh positif yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHB. 4.9.6. Analisa Pengaruh Impor Terhadap PDRB-ADHK Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (PDRB-ADHK) serta nilai Impor Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.24 dibawah ini: Tabel 4.24 (PDRB-ADHK dan Impor Kota Bekasi Tahun 2005-2011) Tahun
PDRB-ADHK (juta rupiah)
Impor (US$)
2005
11.739.946,23
31,698,837.00
2006 2007 2008 2009
12.453.012,96 13.255.153,53 14.042.404,18 14.622.593,73
38,038,604.75 45,646,325.00 52,493,273.75 63,790,255.84
2010 15.476.100,56 2011 16.571.540,11 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
66,403,991.29 122,847,383.80
Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai RSquare sebesar 0,830 atau 83,00%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator ekonomi makro berupa nilai impor bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHK atau dengan kata lain indikator Impor ternyata memiliki pengaruh sangat relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHK, dimana hubungan kedua variabel tersebut bisa dijelaskan dalam sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi antara PDRB-ADHK dan nilai Impor 4-39
Penyusunan Analisis Indikator Ekonomi Makro Kota Bekasi Tahun 2011 adalah sebesar 0,911 dengan angka korelasi hampir sama dengan 1, maka dapat disimpulkan pula bahwa nilai impor memiliki pengaruh positif yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHK. 4.9.7. Analisa Pengaruh Government Expenditure (Investasi/ Pengeluaran/ Belanja) Terhadap PDRB-ADHB Data-data Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku (PDRB-ADHB) serta nilai Pengeluaran Pemerintah (Government Expenditure) Kota Bekasi sejak tahun 2005 hingga tahun 2011 adalah sebagaimana disajikan dalam tabel 4.25 dibawah ini: Tabel 4.25 (PDRB-ADHB dan Goverment Expenditure Kota Bekasi Tahun 2005-2011)
Tahun
PDRB-ADHB (juta rupiah)
Pengeluaran (rupiah)
2005
19.226.331,12
772.005.871.763,00
2006 2007 2008
22.376.414,93 25.419.184,81 29.525.360,38
882.004.547.482,50 1.028.289.186.131,01 1.363.777.222.839,00
2009 31.475.387,85 2010 35.679.065,36 2011 40.528.807,92 Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bekasi
1.501.555.212.793,00 1.593.446.958.195,00 1.981.344.801.647,00
Dari hasil olah data SPSS dengan data-data diatas diperoleh nilai RSquare sebesar 0,982 atau 98,20%. Hal ini merefleksikan bahwa faktanya indikator ekonomi makro berupa Goverment Expenditure sangat bisa menjelaskan hubungannya dengan PDRB-ADHB atau dengan kata lain indikator government expenditure ternyata memiliki pengaruh sangat relevan untuk pertumbuhan PDRB-ADHB, dimana hubungan kedua variabel tersebut bisa dijelaskan dalam sebuah model linier atau model linier diterima. Sementara itu hasil korelasi antara PDRB-ADHB dan government expenditure adalah sebesar 0,991 dengan angka korelasi hampir sama dengan 1, maka dapat disimpulkan pula bahwa government expenditure memiliki pengaruh positif yang sangat signifikan terhadap pertumbuhan PDRB-ADHB. 4-40