Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kajian Daerah ANALISIS MAKRO EKONOMI DAERAH KABUPATEN TAPIN 2011
Kerja Sama: BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN TAPIN Dengan lembaga penelitian Universitas Lambung Mangkurat 2011 1
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kajian Daerah: Analisis Ekonomi Makro Daerah Kabupaten Tapin 2011 @ Pustaka Banua, 2011 Hak cipta ada pada penerbit Pustaka Banua All right reserved Cetakan pertama, April 2012 Penulis Syahrituah Siregar M. Rusmin Nuryadin Editor Taufik Arbain Desain/Layout Bana Fikriyah ISBN : Penerbit Banda Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Tapin dengan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat Kerjasama dengan Pustaka Banua Jl. Pramuka Komplek Smanda Perum Bumi Pramuka Asri Blok D No. 19 Banjarmasin e-mail:
[email protected] Hp: 081351628292
2
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kata Pengantar
B
adan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Tapin bekerja sama dengan Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat (Lemlit Unlam) melakukan kajian perekonomian daerah dengan topik “Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011”. Kami menyambut baik dengan selesainya buku laporan penelitian ini dan berkeyakinan ini akan bermanfaat sebagai salah satu dasar dalam membuat perencanaan pembangunan. Hal ini sangat beralasan karena analisis yang disajikan dapat memberikan gambaran umum tentang kinerja makro ekonomi dan pembangunan yang telah dicapai oleh daerah ini. Capaian kinerja yang menjadi ukuran tingkat keberhasilan maupun kegagalan pembangunan menjadi tolok ukur bagi pemerintah beserta swasta dan masyarakat sebagai mitra untuk melangkah bersama menuju hari depan yang lebih baik. Melalui publikasi ini dapat dicermati secara lebih teliti pelaksanaan pembangunan di daerah dengan berbagai permasalahannya, khususnya pada level makro. Sebagai bahan evaluasi, data dan analisis ini dapat digunakan untuk memperbaiki kekurangan pada perencanaan selama ini sekaligus membantu menentukan fokus dan orientasi pembangunan yang lebih tepat dimasa yang akan datang. 3
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kami mengucapkan terima kasih kepada pihak Lemlit Unlam atas kerja sama yang baik dalam mewujudkan publikasi ini. Kepada semua pihak yang sudah membantu dengan berbagai bentuk peranannya kami juga mengucapkan banyak terima kasih. Semoga buku ini dapat membawa manfaat seluas-luasnya kepada semua kalangan serta dapat membantu baik langsung maupun tidak langsung kepada semua pihak yang berkepentingan dalam membangun daerah ini.
Rantau,
Desember 2011 Kepala BAPPEDA Kabupaten Tapin
Ir. H.M. Yunus Azis NIP 110 043 451
4
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Daftar Isi Kata Pengantar Kepala Bappeda Kabupaten Tapin Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Grafik BAB I. PENDAHULUAN 1 . 1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Dan Sasaran 1.3 Tinjauan Pustaka 1 . 4 Metode Penyusunan 1 . 5 Metode Analisis 1.6 Sistematika Pembahasan BAB II. POTENSI WILAYAH : SDA DAN SDM 2.1 Letak Geografis Dan Posisi Strategis Kawasan 2.2 Luas Wilayah Dan Potensi Sumber Daya Alam 2.3 Kependudukan Dan Ketenagakerjaan
5
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
BAB III. GAMBARAN UMUM KINERJA MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN 3.1 PDRB, Pertumbuhan, Dan Struktur Ekonomi 3.2 Pertumbuhan Dan Peranan Sektoral 3.3 Perkembangan Tingkat Harga 3.4 Perkembangan Tingkat Pengangguran 3.5 Perkembangan Tingkat Kemiskinan BAB IV. FAKOR PENENTU KINERJA MAKRO EKONOMI 4 . 1 Komponen Produksi 4.2 Komponen Pendapatan 4.3 Komponen Pengeluaran 4.4 Aspek Regional BAB V. PREDIKSI DAN ARAH KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI 5 . 1 Aggregasi Kinerja Makro Ekonomi 5.2 Prediksi Pertumbuhan Dan Struktur PDRB 5.3 Prediksi Perkembangan Lapangan Kerja 5.4 Arah Kebijakan Makro Daftar Pustaka Lampiran Tentang Penulis 6
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Daftar Tabel Tabel 2.1
Jumlah Desa dan Luas Wilayah Per Kecamatan
Tabel 2.2
Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Tapin
Tabel 2.3
Penduduk Kabupaten Tapin Tahun 2010
Tabel 2.4
Share Penduduk Dasarkan Kelompok Umur 2006 - 2010
Tabel 2.5
Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Kerja
Tabel 2.6
Perbandingan Share Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Kerja
Tabel 2.7
Banyaknya Pencari Kerja Yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010
Tabel 3.1
PDRB Kabupaten Tapin 2010 Berdasarkan Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000
Tabel 3.2
Share Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Kalsel Atas Dasar Harga Berlaku
Tabel 3.3
PDRB Perkapita Provinsi Kalimantan 7
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Selatan dan Kabupaten Tapin Tahun 2006 – 2010 (ADHK 2000) Tabel 3.4
Tingkat Pertumbuhan (%) PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010
Tabel 3.5
Kontribusi Sektoral Terhadap Tingkat Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010
Tabel 3.6
Kontribusi (%) Sektoral dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010
Tabel 3.7
Kontribusi (%) Sektoral Terhadap PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010 Berdasarkan Pengelompokan Primer, Sekunder, dan Tertier
Tabel 3.8
Perbandingan Kontribusi (%) Sektoral Terhadap PDRB 2010 (ADHB) pada Beberapa Daerah
Table 3.9
Tingkat Inflasi di Kalsel Tahun 2005 - 2010.
Table 3.10
Perkembangan Ketenagakerjaan di Kabupaten Tapin Tahun 2006 - 2010.
Tabel 3.11
Perkembangan Penduduk Miskin di Kabupaten Tapin dan Provinsi Kalimantan Selatan 2006 – 2010
Tabel 3.12
Peranan Kab/Kot dalam Pertumbuhan Jumlah Penduduk Miskin di Kalsel 2009 - 2010 (%)
8
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.1.
Persentase Pencari Kerja Berdasarkan Latar Belakang Pendidikanya di Kabupaten Tapin 2010
Tabel 4.2
Jumlah Total Pekerja dan Pertumbuhannya Per Lapangan Usaha di Kabupaten Tapin 2006 - 2010
Tabel 4.3
Produktivitas Pekerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Tapin pada 2006 – 2010 (Rp.Juta)
Tabel 4.5
Perkembangan Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Jenisnya di Kabupaten Tapin pada 2006 - 2010
Tabel 4.6
Perkembangan UMR dan Estimasi Pendapatan Pekerja di Kabupaten Tapin pada 2005 - 2010
Tabel 4.7
Perkembangan Penerimaan Daerah Kabupaten Tapin 2007 – 2010 (dalam Rp.Juta)
Tabel 4.8
Perkembangan Pengeluaran Daerah Kabupaten Tapin 2007 – 2010 (dalam Rp.Juta)
Tabel 4.9
Rasio Kemandirian Daerah Kabupaten Tapin 2007 – 2010
Tabel 4.10
Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah
Tabel 4.11
Derajat Desentralisasi Keuangan Daerah Kabupaten Tapin 2007 – 2010
Tabel 4.12
Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Tapin 2007 – 2010 9
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.13
Perkembangan Neraca Perdagangan Kalimantan Selatan 2009 – 2010
Tabel 4.14
Tingkat Pertumbuhan Investasi PMA dan PMDN di Kalsel Tahun 2006 – 2009
Tabel 4.15
Hasil Analisis Shift-Share Kabupaten Tapin 2005 – 2010 (Juta Rupiah)
Tabel 4.16
Kategori Potensi dan Tingkat Kemajuan Sektoral
Tabel 4.17
Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Tapin 2005 - 2010
Tabel 4.18
Kategori Sektoral Menurut Typology Klassen Berdasarkan Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi pada PDRB 2005 – 2010
Tabel 4.19
Rangkuman Hasil Analisis L-Q, Shift-share, dan Typology Klasen
Tabel 5.1
Indikasi Kinerja Ekonomi Makro Kabupaten Tapin 2010
Tabel 5.2
Realisasi dan Prediksi Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin s/d 2020
Tabel 5.3
Realisasi dan Prediksi Struktur PDRB Kabupaten Tapin s/d 2020
Tabel 5.4
Model Estimasi Ketenagakerjaan di Tapin Tahun 2011
Tabel 5.5
Prediksi Penciptaan Lapangan Kerja Baru di Kabupaten Tapin 2011 - 2020
Tabel 5.6
Prediksi Ketenagakerjaan Tanpa Intervensi Percepatan Pertumbuhan di Kabupaten Tapin 2011 – 2015: 10
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Daftar Grafik Grafik 3.1
Share PDRB Kab/Kot di Kalsel 2010
Grafik 3.2
Pertumbuhan Ekonomi Tapin dan Kalsel 2006 - 2010
Grafik 3.3
Pertumbuhan Sektoral 2009
Grafik 3.4
Peranan Sektoral dalam Pertumbuhan 2010
Grafik 3.4
Pertumbuhan Rata-rata Sektoral 2006 2010
Grafik 3.5
Rerata Share Sektoral PDRB Tapin 2006 2010
Grafik 3.6
Rerata Share Sektoral PDRB Kalsel 2006 – 2010
Grafik 3.7
Rerata Share dan Pertumbuhan Sektoral PDRB Tapin 2006 – 2010
Grafik 3.8
Share dan Pertumbuhan PDRB Sektor Pertanian 2006 – 2010
Grafik 3.9
Rerata Share dan Pertumbuhan PDRB Sektor Tambang dan Galian 2006 – 2010
Grafik 3.10
Rerata Share dan Pertumbuhan PDRB Sektor Industri, LGA, Konstruksi, dan Transportasi Kab Tapin 2006 – 2010 11
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 3.11
Rerata Share dan Pertumbuhan PDRB Sektor Perdagangan, H, & R 2006 – 2010
Grafik 3.12
Rerata Share dan Pertumbuhan PDRB Sektor Keuangan dll 2006 – 2010
Grafik 3.13
Rerata Share dan Pertumbuhan PDRB Sektor Jasa-jasa 2006 – 2010
Grafik 3.14
Perbandingan Pertumbuhan PDRB dan Inflasi 2005 – 2010
Grafik 4.1
Komposisi TK (%) Menurut Sektor Ekonomi di Kab Tapin 2010
Grafik 4.2
Kinerja Otonomi Keuangan Daerah Kab. Tapin 2007 – 2010
Grafik 5.1
Skenario Kebijakan Makro dan Pembangunan Daerah
12
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Bab I Pendahuluan
1.1
LATAR BELAKANG Pembangunan pada dasarnya dilaksanakan dengan tujuan untuk memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Meski demikian terdapat perbedaan tingkat kesejahteraan yang dicapai oleh masyarakat diberbagai wilayah. Perbedaan ketersediaan (endowment) sumber daya yang dimiliki dan metode yang digunakan sebagai pendekatan pembangunan serta faktor-faktor pendukung lainnya bisa menjadi penyebabnya. Karena itu, diperlukan model implementasi yang tepat untuk memastikan kebijakan yang ditempuh dalam pembangunan dapat berjalan efisien dan efektif. Implementasi yang tepat untuk diterapkan tentulah harus sesuai dengan situasi dan kondisi aktual dan spesifik di daerah. Salah satu syarat untuk dapat mengimplementasikan kebiajakan pembangunan secara tepat adalah dengan tersusunnya model perencanaan yang baik. Hal ini didahului dengan ketepatan analisis atas data dan informasi perekonomian didaerah agar supaya upaya mendorong pembangunan khususnya pembangunan ekonomi relevan dengan potensi ekonomi masyarakat baik berupa potensi 13
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
sumberdaya manusia, potensi sumberdaya alam, potensi sumberdaya finansial, maupun sumberdaya kelembagaan ekonomi masyarakat. Empat komponen sumberdaya tersebut jika dikelola dengan baik akan merupakan modal besar yang dapat mendorong pembangunan ekonomi daerah dengan cepat dan tepat. Pemerintah sebagai salah satu unsur pelaku pembangunan berperan untuk merangsang peran serta masyarakat untuk mencapai tujuan pembangunan secara bersama-sama. Meski demikian pemerintah biasanya dianggap memiliki tanggung jawab terbesar baik atau buruknya kinerja pembangunan. Untuk itulah perlu adanya kajian menyeluruh tentang kinerja perekonomian, khususnya pada level makro guna menjadi landasan berbagai kebijakan yang akan diambil. Hingga saat ini di belum terdapat suatu dokumen analisis data dan informasi makro ekonomi daerah tapin yang memadai. Padahal, dengan adanya kajian makro ekonomi daerah ini dapat memberikan pemahaman tentang potensi perekonomian dan kinerja pembangunan yang telah dicapai. Disamping itu, analisis yang dihasilkan dapat menjadi landasan akademik bagi berbagai hal penting, seperti perumusan arah dan kebijakan pembangunan secara umum, penentuan strategi dan prioritas dalam menggerakan potensi ekonomi sektoral, dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada baik secara internal maupun eksternal. Untuk itulah pemerintah selaku fasilitator dan dinamisator dalam pembangunan berkewajiban menyediakan sarana informasi ini. Salah satu bentuknya adalah melalui kajian Analisis
14
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin. Sejalan dengan diberlakukannya otonomi daerah maka setiap daerah otonom memiliki kewajiban untuk meingkatkan keejajteraan masyarakat, mendorong daya saing daerah, dan mencukupi pelayanan kebutuhan dasar. Pemerintah harus dapat mengelola dan mengembangkan segala potensi yang dimilikinya secara tepat. Daerah harus mampu mengembangkan kapasitasnya secara optimal seusai sumberdaya yang dapat diandalkan dimasyarakat sembari menjaga stabilitas dan keberlangsungan pembangunan lewat terpeliharanya kinerja-kinerja makro ekonomi, seperti inflasi, kesempatan kerja, dan pertumbuhan. Penyajian Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin ini diharapkan dapat menjadi bentuk penyedaiaan kerangka dasar argumentasi-argumentasi ilmiah yang diperlukan dalam pengambilan kebijakan, strategi dan penentuan prioritas pembangunan. Kesemuanya itu melekat dalam fungsi perencanaan yang diemban oleh pemerintah. Dengan adanya arahan pembangunan yang tepat dapat mendorong berkembangnya ekonomi daerah secara lebih luas yang akhirnya bermuara pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan PAD.
1.2 TUJUAN DAN SASARAN Tujuan dari kajian Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin ini adalah untuk: 1.
Mengetahui kinerja perekonomian daerah pada tataran makro meliputi struktur perekonomian,
15
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
pertumbuhan ekonomi, inflasi, ketenagakerjaan, tingkat kemiskinan dan pemerataan. 2. Mengetahui faktor-faktor yang menentukan tingkat kinerja makro ekonomi di daerah melalui komponenkomponen pendekatan makro: produksi, pendapatan, dan pengeluaran. 3 . Mengetahui sektor ekonomi potensial dan unggul yang dapat dikembangkan sebagai prioritas dalam mencapai target-target pebangunan. 4 . Melakukan proyeksi dan prediksi arah perkembanngan ekonomi sekaligus mengindikasikan arah kebijakan yang perlu ditempuh Sedangkan sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan mutu perencanaan pembangunan di Tapin melalui lahirnya kebijakan, strategi, dan prioritas pembangunan yang berbasis pada argumentasi ilmiah.
1.3 TINJAUAN PUSTAKA Pembahasan tentang Makro Ekonomi Daerah pada konteks kekinian tidak hanya terkait dengan persoalan makro ekonomi secara sempit, yakni tentang keseimbangan sisi supply dan demand pada level aggregate yang meliputi keseluruhan pasar barang dan jasa, pasar uang dan modal, serta pasar faktor produksi. Akan tetapi, disamping hal yang telah disebutkan itu, ia juga menyangkut issue-issue pembangunan yang aktual, seperti tingkat kemiskinan dan kesejateraan sosial masyarakat. Secara garis besar komponen yang harus dibahas dalam analisis makro ekonomi daerah menyangkut produksi dan pemdapatan ekonomi, 16
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
pertumbuhan, pengangguran, inflasi, ketenaga kerjaan, hubungan perdagangan eksternal, kelembagaan keuangan, keuagan daerah, dan kemiskinan atau kesejahteraan masyarakat. Analisis makro ekonomi daerah paling tidak dapat menunjukkan wajah struktur perekonomian daerah dimana hal tersebut akan menetukan keberlangsungan ekonomi sesuai dengan tujuan pembangunan. Pembangunan tidak boleh pincang hanya pada sektor tertentu tetapi memerlukan keterpaduan dan keseimbangan. Ketimpangan dapat menimbulkan pengaruh negatif terutama jika pertumbuhan hanya terfokus pada sektor-sektor yang tidak menjamin berjalannya prinsip sustainable development. Prinsip sustainable development dalam definisi mutakhir menuntut terjaminnya kelangsungan dari segi kepentingan Sosial, Lingkungan, dan Ekonomi sendiri. Struktur ekonomi harus dikoreksi jika hanya menguntungkan segolongan masyarakat, tidak ramah lingkungan, tidak menyejahterakan rakyat kebanyakan, dan tidak menjamin kemajuan secara berkelanjutan. Rahardjo Adisasmita (2005), menyatakan bahwa Pembangunan wilayah (regional) merupakan fungsi dari sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi, komposisi industri, tehnologi, situasi ekonomi dan perdagangan antar wilayah, kemampuan pendanaan dan pembiayaan pembangunan daerah, kewirausahaan, kelembagaan daerah dan lingkungan pembangunan secara luas. Biasanya yang menjadi fokus pengukurran kinerj pembangunan adalah tingkat 17
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
pertumbuhan ekonomi. Tingkat pertumbuhan diukur dari perubahan tingkat ekonomi baik dari sisi prduksi ataupun pengeluaran dibandingkan periode sebelumnya. Beberapa ahli ekonomi pembangunan menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak hanya diukur dengan pertambahan PDB dan PDRB saja, tetapi juga diberi bobot yang bersifat immaterial seperti kenikmatan, kepuasan dan kebahagiaan, dengan rasa aman dan tenteram yang dirasakan masyarakat luas (Lincolyn, 1999) PDRB adalah jumlah nilai tambah bruto (gross value added) yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di suatu wilayah atau propinsi. Pengertian nilai tambah bruto adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara (intermediate cost). Komponen-komponen nilai tambah bruto mencakup komponen-komponen faktor pendapatan (upah dan gaji, bunga, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan dan pajak tidak langsung neto. Jadi dengan menghitung nilai tambah bruto dari dari masing-masing sektor dan kemudian menjumlahkannya akan menghasilkan produk domestik regional bruto (PDRB). Ada tiga pendekatan untuk menghitung pendapatan regional dengan menggunakan metode langsung (Soediyono, 1992; Tarigan, 2004), yaitu: 1.
Pendekatan Pengeluaran Pendekatan pengeluaran adalah cara penentuan pendapatan regional dengan cara menjumlahkan seluruh nilai penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri. Kalau dilihat dari segi penggunaan maka total penyediaan atau produksi 18
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
barang dan jasa itu digunakan untuk : konsumsi rumah tangga; konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung; konsumsi pemerintah; pembentukan modal tetap bruto (investasi); perubahan stok, dan ekspor neto (total ekspor dikurangi dengan total impor). 2. Pendekatan Produksi Perhitungan pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang diciptakan oleh tiap-tiap sektor produksi yang ada dalam perekonomian. Maka itu, untuk menghitung pendapatan regional berdasarkan pendekatan produksi, maka pertama-tama yang harus dilakukan ialah menentukan nilai produksi yang diciptakan oleh tiaptiap sektor di atas. Pendapatan regional diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai produksi yang tercipta dari tiap-tiap sektor. 3 . Pendekatan Penerimaan Dengan cara ini pendapatan regional dihitung dengan cara menjumlahkan pendapatan faktorfaktor produksi yang digunakan dalam memproduksi barang-barang dan jasa-jasa. Jadi yang dijumlahkan adalah: upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan, dan pajak tidak langsung neto. Potensi ekonomi suatu daerah adalah kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan rakyat setempat bahkan dapat menolong perekonomian daerah secara keseluruhan untuk
19
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan (Soeparmoko, 2002). Pertumbuhan ekonomi dapat terjadi secara serentak pada semua tempat dan semua sektor perekonomian. Akan tetapi biasanya hanya pada titik-titik tertentu dan sektorsektor tertentu pula kegiatan ekonomi bersifat dominan. Investasi hendaknya diprioritaskan pada sektor-sektor utama yang berpotensi dan dapat meningkatkan pendapatan wilayah dalam waktu relatif cepat (Glasson, 1990). Terdapat berbagai teori dan teknik analisis untuk mennetukan sektor ekonomi potensial yang akan diimplementasikan dalam kajian ini. Teori dan teknik tersebut diantaranya Teori Basis Ekonomi dengan alat analisis Location Quotient (LQ) beserta berbagai bentukmodifikasinya. Selain itu, alat analisis Shift-Share (SS) yang menggambarkan performance (kinerja) sektor sektor di suatu wilayah dibandingkan kinerja sektor-sektor perekonomian nasional. Lincolyn Arsyad (1997) dan Latif Adam (1994), mengemukakan bahwa analisis shift-share merupakan teknik yang sangat berguna dalam menganalisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan perekonomian nasional.
1.4 METODE PENYUSUNAN a. Ruang Lingkup Lingkup kegiatan Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin ini meliputi wilayah administrative Kabupaten Tapin yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Kalimantan Selatan. 20
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
b. Data yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan dalam kajian ini terbatas pada data sekunder. Data tersebut meliputi data karakteristik dan kapasitas produksi dan pendapatan daerah pada level makro. Data yang akan digali kapasitas produksi/otuput ekonomi, sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya keuangan, dan sumberdaya kelembagaan ekonomi di masyarakat. Disamping itu, digali pula informasi-informasi terkait berupa dokumen-dokumen perencanaan pembangunan, Lakip, dan renstra SKPD dan badandibidang ekonomi untuk diadakan analisis konten yang mengacu pada tingkat relevansi antara arah kebijakan yang telah ditetapkan dengan pola kebijakan yang diperlukan berdasarkan hasil analisis data.
1.5 METODE ANALISIS Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif dalam membangun argumentasi mendasar untuk mencapai sasaran penelitian dengan memanfaatkan rujukan-rujukan dokumen dan data historis pembangunan yang ada serta instrumen-instrumen analisis dan interpretasi data perencanaan secara integratif. Alat-alat (tools) analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik prediksi, agregasi, proporsi, LQ, SS, dan Typologi Klassen.
21
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Analisis Shift - Share Model analisis Shift-Share akan digunakan untuk sektor-sektor ekonomi yang berkembang di daerah, dan sektor ekonomi yang mempunyai keunggulan komparatif dan terkonsentrasi ( spesialisasi) serta melihat hubungan antar sektor ekonomi di daerah penelitian. Tehnik ini menggambarkan performance pergeseran struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan performance perekonomian nasional atau yang lebih tinggi tingkatnya. Model Shift-Share yang digunakan dalam analisis penelitian ini) adalah seperti dikemukakan Widodo (2006) sebagai berikut : Dampak riil pertumbuhan ekonomi daerah : D ij =
Rij
+
Mij
+
Cij
Dimana : Rij =
Mij = Cij =
Eij x rn adalah pertumbuhan Regional (Regional Economic Effect) sector i di daerah j Eij ( rin - rn ) adalah Bauran Industri (Proportional Shift) sector i di wilayah j Eij (rij - rn ) adalah Keunggulan Kompetitif (Differential Shift) sector i di wilayah j.
Persamaan r ij mewakili laju pertumbuhan ekonomi persektor-subsektor di wilayah studi, sedangkan r n dan r in masing-masing laju pertumbuhan di daerah referensi (nasional atau regional) persektor-subsektor yang didefinisikan berikut:
22
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
r ij
= ( E*ij - E ij ) / E ij
r in = ( E*in - E in ) / Ein rn
= ( E*n - En ) / E n
Dimana : E*ij = E ij = E*in =
E in =
E* n =
En =
Nilai tambah (PDRB) sektor-subsektor i pada periode akhir di Kabupaten Tapin Nilai tambah (PDRB) sektor-subsektor i pada periode awal di Kabupaten Tapin Nilai Tambah (PDRB) sektor-subsektor i pada periode akhir di daerah referensi / Provinsi Kalsel Nilai Tambah (PDRB) sektor-subsektor i pada periode awal di daerah referensi / Provinsi Kalsel Nilai Tambah (PDRB) Total pada periode akhir di daerah referensi / Provinsi Kalsel Nilai Tambah (PDRB) Total pada periode awal di daerah referensi / Provinsi Kalsel
Analisis Location Quotient (LQ) Analisis Location Quotient ( L-Q) adalah pendekatan untuk mencari basis ekonomi yang mana industri basis tersebut mengasilkan barang dan jasa untuk pasar di daerah maupun diluar daerah yang bersangkutan. Adanya arus pendapatan dari luar daerah, akan menyebabkan terjadinya
23
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
kenaikan konsumsi (C) dan investasi (I) didaerah tersebut. Hal ini selanjutnya akan menaikkan pendapatan dan menciptakan kesempatan kerja baru. Peningkatan pendapatan itu tidak hanya menaikkan permintaan (demand) terhadap industri basis, tetapi juga menaikkan permintaan akan industri non basis (lokal). Kenaikan permintaan ini mendorong kenaikan investasi pada industri yang bersangkutan dan juga industri lain (Widodo, 2006). Karena itu Location Quotient bertujuan untuk mengukur keunggulan komperatif dari suatu daerah melalui sektor unggulannya. Penelitian ini membandingkan setiap sector perekonomian daerah studi dengan sektor perekonomian yang sama didaerah referensi. Pendekatan LQ dapat disajikan dalam bentuk persaman :
LQ
=
PDRB
S
/ TPDRB
PDRB
R
/
TPDRB
S
R
Dimana : LQ PDRBS
= =
Location Quotient sektor i di daerah studi Nilai tambah bruto sektor i di daerah studi S = Total PDRB di daerah studi TPDRB R = Nilai tambah bruto sektor i di daerah PDRB referensi = Total PDRB di daerah referensi TPDRB R Apanila LQ > 1, maka disebut sektor/subsektor unggulan ( basis)
24
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Apabila LQ < 1, maka disebut bukan sektor/subsektor unggulan ( non basis) Apabila LQ = 1, maka peranan relatif sektor yang bersangkutan dalam daerah Studi adalah sama dengan peranan relatif sektor sejenis dalam daerah referensi.
Analisis Tipologi Klassen Teknik Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang pola dan struktur pertumbuhan sektoral daerah (Widodo, 2006). Masing-masing sektor ekonomi di daerah dapat diklasifikasikan sebagai sektor yang prima, berkembang, potensial, dan terbelakang. Analisis ini mendasarkan pengelompokan setiap sektor dengan melihat pertumbuhan dan kontribusinya terhadap total PDRB suatu daerah yang bersangkutan. Penentuan kategori suatu sektor ke dalam empat kategori di atas dapat digambarkan pada bagan berikut ini. Rerata Kontribusi si sektor > s PDRB
si sektor < s PDRB
ri sektor > r PDRB
Sektor Prima
Sektor berkembang
ri sektor < r pdrb
Sektor Potensial
Sektor Terbelakang
Rerata Laju Pertumbuhan
25
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Penentuan Prioritas pengembangan Sektoral Dari hasil analisis LQ dan S-S untuk keunggulan kompetitif dan komparatif/spesialisasi serta Tipologi Klassen yang semuanya diskorkan sesuai dengan range yang ada di masing-masing sektor, maka dapat ditentukan sektor yang diprioritaskan dalam pengembangan pembangunan di Kabupaten Tapin. Interval kelas mengikuti Tipologi Klassen sedangkan rangenya adalah:
Nilai terbesar - Nilai terkecil R = -----------------------------------Kelas (Purbayu dan Ashari, 2003)
1.6 SISTEMATIKA PEMBAHASAN Laporan akhir Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin ini berisi 5 (lima) bab, terdiri dari a). Pendahuluan, b). Potensi Wilayah: SDA dan SDM, c). Gambaran umum Kinerja Makro Ekonomi dan Pembangunan, d). Faktor Penentu Kinerja Makro Ekonomi, d). Prediksi dan Arah Kebijakan Makro Ekonomi.
26
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
BAB II POTENSI WILAYAH : SDA DAN SDM Pembahasan tentang makro ekonomi suatu daerah tidak akan terlepas dari kondisi kewilayahan yang didalamnya terkandung sumberdaya. Sumberdaya ekonomi yang dapat dikelola menjadi faktor-faktor produksi menentukan kapasitas produksi atau tingkat ekonomi. Oleh karena itu setiap wilayah memiliki potensi yang dapat disebut sebagai potensi wilayah. Potensi wilayah Kabupaten Tapin yang akan diuraikan disini dibatasi pada potensi internal berupa sumberdaya alam dan sumberdaya manusia dengan berbagai komponennya.
2.1 LETAK GEOGRAFIS DAN POSISI STRATEGIS KAWASAN Kabupaten Tapin merupakan salah satu dari 13 kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Secara geografis terletak diantara 20.32'43" 30.00'43" Bujur Timur dan 1140.46'13" - 1150.30'33" Lintang Selatan, serta berbatasan dengan:
27
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
o
Kabupaten Hulu Sungai Selatan di sebelah utara
o
Kabupaten Banjar di sebelah selatan
o
Kabupaten Barito Kuala di sebelah barat
o
Kabupaten Hulu Sungai Selatan i sebelah timur
Kabupaten Tapin memiliki wilayah seluas 2.174,95 km2, yang secara administratif pemerintahan terbagi dalam 12 kecamatan dengan 133 desa. Kecamatan dengan luas wilayah paling besar adalah Kecamatan Candi Laras Utara dengan luas wilayah 681,40 km2 (31,33%), sedangkan Kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Tapin Utara dengan luas wilayah 32,34 km2 atau 1,49% dari seluruh wilayah Kabupaten Tapin. Letak geografis dan distribusi luas wilayah untuk masing-masing wilayah Kecamatan dapat dilihat pada gambar tabel 2.1 berikut: Tabel 2.1 Jumlah Desa dan Luas Wilayah Per Kecamatan No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Kecamatan Binuang Hatungun Tapin Selatan Salam Babaris Tapin Tengah Bungur Piani Lokpaikat Tapin Utara Bakarangan Candi Laras Selatan Candi Laras Utara Jumlah
Desa 10 8 10 6 17 12 8 9 16 12 12 13 133
Luas (Km2)
%
132,39 95,60 153,44 72,80 309,56 91,26 200,09 93,89 32,34 62,57 249,61 681,40 2.174,95
6,09 4,40 7,05 3,35 14,23 4,20 9,20 4,32 1,49 2,88
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka 2011 28
11,48 31,33 100,00
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kabupaten Tapin berada di daerah segitiga dalam Propinsi Kalimantan Selatan. Jalur utama lalu lintas darat antar kota di Kalimantan Selatan sampai Propinsi Kalimantan Timur melintasi wilayah Kabupaten Tapin. Titik pertumbuhan potensial jalur sungai dan darat yang akan menjadikan segitiga pertumbuhan berada di Kecamatan Candi Laras Selatan, dipredikasi akan terwujud dalam jangka menengah.
2.2 LUAS WILAYAH DAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM Seperti terlihat pada table 2.2, luas wilayah Kabupaten Tapin sebesar 217.495 Ha. Dari luas wilayah tersebut sebagian besar (94,05%) merupakan kawasan budidaya. Sisanya (5,95%) merupakan kawasan lindung, yakni hutan lindung 11.250 ha dan sempadan sungai 1.705 ha. Secara rinci penggunaan lahan ini dibedakan menjadi lahan hutan lindung, sempadan sungai, hutan produksi terbatas, hutan produksi tetap, hutan produksi konversi, budidaya lahan perkebunan, budidaya lahan kering, budidaya lahan basah, peternakan, perikanan, pertambangan, pariwisata, perindustrian, dan perumahan.
29
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 2.2 Jenis Penggunaan Lahan di Kabupaten Tapin No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Jenis Penggunaan Hutan Lindung Sempadan Sungai Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Konversi Budidaya Lahan Perkebunan Budidaya Lahan Kering Budidaya Lahan Basah Peternakan Perikanan Pertambangan Pariwisata Perindustrian Perumahan
Luas (ha) 11.250 1.705 5.125 3.750 11.060 22.067 16.226 132.239 600 300 750 73 100 6.250
Persentase 5,17 0,78 2,36 1,72 7,84 10,2 7,46 60,80 0,28 0,14 0,34 0,03 0,05 2,87
217.495
100,00
Sumber : Dinas Kehutanan dan Perkebunan, 2008.
Berdasarkan karakteristik sumberdaya alam, wilayah Kabupaten Tapin terbagi dalam enam kelompok yaitu:
Kawasan budidaya pertanian lahan basah. Kawasan ini merupakan penyangga produksi pertanian lahan basah untuk wilayah Kabupaten Tapin dan sekitarnya, meliputi Kecamatan Candi Laras Utara, Kecamatan Candi Laras Selatan, Kecamatan Tapin Tengah, Kecamatan Bakarangan, sebagian Kecamatan Tapin Utara, sebagian Kecamatan Tapin Selatan, sebagian Kecamatan Binuang, dan sebagian Kecamatan Lokpaikat.
Kawasan budidaya pertanian lahan kering. Kawasan ini berada di daerah perbukitan yang meliputi Kecamatan Piani, Kecamatan Salam Babaris, Kecamatan 30
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Hatungun, sebagian Kecamatan Lokpaikat, sebagian Kecamatan Tapin Selatan, dan sebagian Kecamatan Binuang. Pada beberapa kawasan perbukitan ini terdapat hutan (penyangga daerah bawah), perkebunan, dan objek wisata. Selain itu, di kawasan ini terdapat lahan kritis yang perlu mendapatkan perhatian, meliputi Kecamatan Binuang, Hatungun, Salam Babaris, Tapin Selatan, dan Lokpaikat.
Kawasan aglomerasi perkotaan. Kawasan aglomerasi ini masih merupakan kawasan pertanian yang diprediksi akan berkembang menjadi aglomerasi perkotaan, seperti di sekitar kawasan Kota Rantau Baru, Binuang Baru, dan Margasari Baru.
Kawasan potensial tumbuh cepat. Kawasan yang pada saat ini memiliki kecenderungan berkembang pesat karena lokasinya terletak pada jalur lintas antar daerah, meliputi Kecamatan Tapin Utara (kota Rantau Baru), Kecamatan Binuang, dan Kecamatan Candi Laras Selatan (Margasari Baru).
Kawasan pusat pemerintahan. Kawasan pusat penyelenggaraan pemerintahan kabupaten terletak di Kecamatan Tapin Utara.
2.3 KEPENDUDUKAN DAN KETENAGAKERJAAN Pada tahun 2010, tercatat jumlah penduduk Kabupaten Tapin sebanyak 167.877 jiwa (47.444 RT), terdiri dari 50,41% laki-laki dan 49,59% perempuan. Jumlah ini telah meningkat 9,01% dari tahun 2007 dengan jumlah penduduk 31
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
sebesar 154.005 jiwa. Kepadatan penduduk Kabupaten Tapin pada tahun 2008 telah mencapai lebih dari 77 jiwa atau 22 Rumah Tangga per km. Secara rinci sebaran penduduk Kabupaten Tapin per kecamatan tahun 2010 disajikan dalam Tabel 2.3.
Tabel 2.3 Penduduk Kabupaten Tapin Tahun 2010 Kecamatan
1. Binuang 2. Hatungun
Luas (Km2) 132.39
Jumlah Penduduk 27,281
Jumlah Rumah Tangga 7,395
Rata-rata Per Km2 Pddk 206
RT 56
95.6
8,023
2,351
84
25
3. Tapin Selatan
153.44
17,990
5,053
117
33
4. Salam Babaris
72.8
11,063
3,204
152
44
5. Tapin Tengah 6. B u n g u r 7. P i a n i
309.56 91.26 200.09
17,635 11,625 5,361
4,933 3,338 1,528
57 127 27
16 37 8
8. Lokpaikat
93.89
8,904
2,576
95
27
9. Tapin Utara 10. Bakarangan 11. Candi Laras Sel
32.34 62.57 249.61
23,193 8,621 12,060
6,605 2,415 3,463
717 138 48
204 39 14
12. Candi Laras Utara
681.4
4,583
24
J u m l a h
16,121 167,877
47.444
77
7 508
Sumber: Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS 2011
Berdasarkan kelompok umur, sampai dengan 2010 kelompok umr 5 - 9 tahun semakin dominan hingga mencapai 11,43% dari jumlah seluruh penduduk. Dalam rentang waktu 6 tahun kedepan kelompok ini sudah memasuki usia kerja sehingga memerlukan antisipasi untuk mengakomodasi orientasi kegiatan mereka kedepan. Kelompok ini 32
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
meninggalkan kelompok umum 10 - 14 tahun yang pada 2006 hampir bersamaan, yakni sebesar 10,56% dan 10,47%. Kelompok umur yang disebut terakhir ini (10 - 14 tahun) merupakan pendatang baru kedalam usia kerja mulai tahun depan. Jika mereka masuk ke dunia kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) maka akan mempengaruhi tingkat partisipasi angkatan kerja. Sebaliknya jika mereka meilik melakukan aktifitas lain, seperti melanjutkan untuk sekolah maka harus dapat ditampung dengan wadah pendidikan yang lebih jelas keterkaitannya bagi dunia kerja, khususnya yang sesuai dengan potensi ekonomi Tapin sendiri. Kelompok umur dengan porsi yang paling kecil pada tahun 2010 adalah umur 55 - 59 tahun dan 60 - 64 tahun.
Tabel 2.4 Share Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur 2006 - 2010 Kelompok Umur
2006
2007
2008
2009
2010
0-4 5–9 10 – 14 15 - 19 20 - 24 25 - 29 30 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65+ Jumlah
9.60 10.56 10.47 10.07 8.51 9.55 8.11 8.07 6.79 4.86 3.84 2.54 2.91 4.12 152,000
9.60 10.56 10.47 10.07 8.51 9.55 8.11 8.07 6.79 4.86 3.84 2.54 2.91 4.12 153,655
10.33 10.07 10.51 10.66 8.83 9.26 7.95 7.87 7.00 4.96 3.53 2.11 2.96 3.95 154,646
8.10 8.62 10.13 10.10 9.43 8.22 8.62 8.41 6.63 6.18 5.75 3.45 2.59 3.76 154,005
9.52 11.43 8.91 8.68 8.62 9.45 8.64 8.59 7.35 6.06 4.89 2.99 2.53 4.12 167,877
Sumber: Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa edisi 33
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Jika dibandingkan antara pertumbuhan penduduk yang terkategori usia kerja (15 tahun keatas) dengan yang bukan usia kerja (0 - 14 tahun) maka secara rata-rata penduduk pada usia kerja tumbuh lebih tinggi, yaitu 3,18% per tahun. Oleh karena itu penting adanya langkah-langkah yang tepat untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak menjadi beban pada masa yang akan datang.
Tabel 2.5 Perbandingan Tingkat Pertumbuhan Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Kerja Klp Umur
2006
2007
2008
2009
2010
0-14
1.95
1.09
1.59
(13.51)
21.23
Ratarata 2.47
15 keatas
1.95
1.09
0.23
5.45
7.18
3.18
Total
1.95
1.09
0.64
(0.41)
10.96
2.84
Sumber: Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa edisi Dari struktur penduduk yang ada kelompok usia kerja cenderung semakin dominan jumlahnya. Porsi penduduk usia kerja yang pada 2006 sebesr 69,37% telah meningkat sehingga menjadi 70,66% pada 2010. Hal ini sejalan dengan tingkat pertumbuhan yang telah di uraikan sebelumnya.
34
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 2.6 Perbandingan Share Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia Kerja Kelompok
Rata-
2006
2007
2008
2009
2010
0-14
30.63
30.63
30.92
26.85
29.34
29.67
15 keatas
69.37
69.37
69.08
73.15
70.66
70.33
Total
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
umur
rata
Sumber: Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa edisi Pencari kerja yang terdaftar pada 2010 adalah sebanyak 2.558 orang. Berdasarkan tingkat pendidikannya pencari kerja ini didominsi oleh lulusan SLTA dengan jumlah 1.028 orang. Tingkat pendidikan pencari kerja selanjutnya secara berurutan berdasarkan jumlahnya adalah berlatar belakang Sarjana Lengkap, Sarjana Muda, SLTP, dan SD. Pemikiran untuk mengarahkan para lulusan SLTA untuk memasuki Politeknik khususnya dibidang Perkebunan dan Pertambangan mungkin cukup tepat. Hal ini mengingat lulusan SLTA yang dominan serta potensi ekonomi Tapin dikedua lapangan usaha tersebut sangat besar.
35
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 2.7 Banyaknya Pencari Kerja Yang Terdaftar Menurut Tingkat Pendidikan Tahun 2010 No
Kecamatan
SD
SLTP
SLTA
Sarjana
Sarjana
Muda
Lengkap
Jumlah
1
Binuang
19
22
160
60
56
2
Hatungun
1
15
18
10
0
317 44
3
Tapin Selatan
82
58
179
48
64
431
4
Salam Babaris
4
8
41
23
23
99
5
Tapin Tengah
49
28
47
41
30
195
6
Bungur
27
44
84
24
22
201
7
Piani
12
11
17
5
2
47
8
Lokpaikat
20
47
127
23
52
269 652
9
Tapin Utara
30
32
256
150
184
10
Bakarangan
21
13
35
7
13
89
11
Candi Laras Selatan
12
15
43
32
29
131
12
Candi Laras Utara
5
22
21
21
14
83
282
315
1,028
444
489
2,558
Jumlah
Sumber: Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS 2011
36
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
BAB III GAMBARAN UMUM KINERJA MAKRO EKONOMI DAN PEMBANGUNAN
R
uang lingkup makro ekonomi menjangkau permasalahan ekonomi secara menyeluruh atau agregatif. Indikator yang diekspose merupakan hasil penjumlahan dari berbagai sektor, berbagai jenis pasar, dan berbagai tingkat pelaku ekonomi sehingga mewakili tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan menyeluruh dalam perekonomian. Seara umum komponen yang dapat dipandang sebagai ukuran kinerja makro ekonomi terdiri dari: pertumbuhan; inflasi; tingkat pengangguran; dan neraca perdagangan, dengan berbagai unsur yang menentukannya. Akan tetapi, analisis makro ekonomi pada konteks perekonomian daerah tidak terlepas dari indkator kinerja pembangunan seperti misalnya tingkat kemiskinan. Pada bagian ini akan diulas beberapa komponen utama menyangkut kinerja pertumbuhan, inflasi, tingkat pengangguran, dan tingkat kemiskinan. Komponen indikator kinerja lainnya akan dibahas pada bab selanjutnya dalam kerangka faktor penentu kinerja makro ekonomi.
37
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
3.1 PDRB, PERTUMBUHAN, DAN STRUKTUR EKONOMI Perkembangan perekonomian suatu daerah biasanya diukur dengan tingkat produksi, yakni Produk Domestik Regional Bruto atau PDRB. PDRB merupakan jumlah nilai tambah value added yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam wilayah perekonomian. Nilai PDRB Kabupaten Tapin atas dasar harga berlaku seperti yang terdapat dalam tabel 3.1 berikut menggambarkan nilai produksi barang dan jasa dinilai dengan harga yang berlaku pada periode 2010.
Tabel 3.1 PDRB Kabupaten Tapin 2010 Berdasarkan Harga Berlaku dan Harga Konstan Tahun 2000 Lapangan Usaha / Industrial Origin
Konstan
1. Pertanian
Berlaku
415,221.82
822,650.84
200,856.64
512,067.77
3. Indusri Pengolahan
51,317.25
118,002.18
4. Listrik dan Air Minum
3,902.31
8,967.42
5. Bangunan
48,516.80
103,167.18
6. Perdagangan, Restoran dan Hotel
90,213.31
188,724.47
7. Pengankutan dan Komunikasi
19,512.75
40,922.69
38,688.51
88,379.99
2. Pertambangan dan Penggalian
8. Bank dan Lembaga Keuangan Lain 9. Jasa-jasa PDRB / GDRP
136,71477
315,290.22
1,004,944.17
2,198,172.77
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
38
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Jika berdasarkaan harga berlaku nilai PDRB Kabupaten Tapin adalah Rp. 2.198.172, 77 ( dalam Jutaan) maka berdasarkan harga konstan nilainya hanya Rp.1.004.944,17 (dalam jutaan). Hal ini karena angka ini merupakan nilai riil dari pada produksi barang dan jasa dalam teritori perekonomian Tapin. Nilai riil disini artinya bebas dari pengaruh peningkatan harga atau inflasi. Jika dilihat lebih luas ke dalam lingkup kawasan provinsi Kaimantan Selatan, angka PDRB Kabupaten Tapin tersebut pada 2010 hanya meliputi 3,34% dari nilai PDRB yang diciptakan seluruh Kabupaten dan Kota yang berjumlah Rp. 30.067.423,-(dalam jutaan). Posisi Kabupaten Tapin hanya berada di urutan ke 11 dari ke-13 Kabupaten/Kota yang ada. Ini berarti skala ekonomi Kabupaten ini termasuk kecil dibanding wilayah lain pada umumnya.
39
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 3.2 Share Kabupaten/Kota Terhadap PDRB Kalsel Atas Dasar Harga Berlaku Propinsi
Share PDRB Kab/Kot Dalam Provinsi (%) 2008
1.Tanah laut
2009*)
2010**)
Ranking
7.51
7.53
7.55
2.Kotabaru
16.23
16.22
16.37
1
3.Banjar
11.14
11.22
11.14
3
4.Barito Kuala
6
6.78
6.61
6.50
7
3.38
3.35
3.34
11
6.H.S. Selatan
3.71
3.69
3.61
10
7.H.S. Tengah
3.62
3.67
3.63
9
8.H.S. Utara
2.93
2.92
2.89
13
9.97
10.02
10.05
5
10.67
10.69
10.77
4 8
5.Tapin
9.Tabalong 10.Tanah Bumbu 11.Balangan 12.Banjarmasin 13.Banjarbaru KalSel(Rp. Juta)
4.89
4.90
4.91
16.03
16.02
16.06
2
3.15 100.00
3.17 100.00
3.17 100.00
12
27,593,092.50
28,470,811.96
30,067,423
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
Kabupaten yang memiliki ukuran skala ekonomi (size of economy) paling besar atau berada diurutan teratas adalah Kotabaru (16,37%). Hal ini sejalan dengan luas wilayahnya yang paling besar dibanding daerah yang lain. Kotabaru juga memiliki segala bentuk potensi sumber daya, dari pertambangan, perkebunan, hingga perikanan dan kelautan yang besar. Posisi tersebut diikuti oleh Kota Banjarmasin yang berada diurutan kedua. Kota Banjarmasin sebagai ibukota wajar memiliki ukuran ekonomi yang besar karena merupakan pusat kegiata jasa dan perdagangan. Wilayahnya 40
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
yang strategis sebagai pintu gerbangarus distribusi dari dan ke wilayah Kalsel, bahan ke provinsi lain di sekitar, menjadikan volume ekonomi, terutama yang meliputi bidang jasa perkotaan sangat besar dikota Banjarmasin. Grafik 3.1 Share PDRB Kab/KotdiKalsel2010
Tanbu 11% Tala 8%
Tapin 3% Balangan Banjar 5% 11% Banjarbaru 3%
Tabalong 10% Kotabaru 16%
Banjarm asin 15% HSU HST HSS 3% 4% 4%
Batola 7%
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
Kabupaten yang berada paling buncit besaran PDRBnya adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara, dengan 2,89%. Kabupaten HSU bersama-sama dengan Batola bahkan termasuk dalam kategori wilayah tertinggal. Namun demikian besaran PDRB bukan ukuran satu-satunya penentu tingkat kemakmuran suatu daerah. Secara individual bisa saja daerah yang teratas memiliki penduduk miskin yang lebih banyak dibanding yang terbawah, begitupun sebaliknya. 41
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Sebagaimana terlihat pada tabel 3.3 sepanjang tahun 2006 – 2010 PDRB perkapita Kabupaten Tapin hanya berkisar antara Rp.4,8 juta – Rp.6,0 juta sedangkan Kalsel sudah mencapai antara Rp.7,3 juta – Rp.8,5 juta. Meski demikian rata-rata pertumbuhan PDRB perkapita Kabupaten Tapin telah mencapai 5,63% per tahun sementara Kalsel hanya 3,67% per tahun. Ini menandakan pertumbuhan produksi Kabupaten Tapin diatas pertumbuhan penduduknya jauh lebih tinggi dibanding Kalsel.
Tabel 3.3 PDRB Perkapita Provinsi Kalimantan Selatan dan Kabupaten Tapin Tahun 2006 – 2010 (ADHK 2000) TAPIN
KALSEL Pertum-
Tahun
Nilai (Rp)
Pertum-
buhan (%)
Nilai (Rp)
buhan (%)
2006
4,787,688.00
4
7,306,536.00
3.41
2007
5,693,945.00
18.93
7,631,654.00
4.45
2008
5,957,281.00
4.62
7,989,962.00
4.70
2009
5,761,672.00
-3.28
8,152,322.00
2,03
2010
5,986,193.00
3.90
8,458,057.00
3.75
Rata-rata
5.63
3.67
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
Tingkat dinamika perekonomian Kabupaten Tapin dapat diukur dengan membandingkan pertumbuhannya terhadap pertumbuhan daerah lain ditingkat regional. Selama 42
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
rentang 2006 – 2010 meski jauh dibawah, nampak pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapin lebih konsisten dibandingkan rata-rata provinsi Kalimantan Selatan. Ratarata pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin 4,94% sedangkan Kalsel 5,75% pertahun. Pada 2009 pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin anjlok menjadi 4,63% sejalan bersamaan dengan penurunan pada tingkat provinsi Kalsel. Hal ini lebih dipengaruhi adanya penurunan produksi pertambangan karena peranan sektor ini cukup dominan. Hal ini dapat dilihat pada grafik 3.2.
Grafik 3.2 PER TU M B U H AN EK O N O M ITAPIN D AN K ALSEL 2006 -2010 6.54% 6.08%
7.00% 6.00%
5.05% 4.81%
4.88%
4.94%
5.38% 4.63%
5.69% 5.44%
5.00% 4.00%
TAPIN
3.00%
KALSEL
2.00% 1.00% 0.00% 2006
2007
2008
2009
2010
TAHUN
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
43
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Perkembangan produktifitas ataupun pergerakan aktifitas ekonomi dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan PDRB. Melalui pertumbuhan ekonomi dimungkinkan adanya perluasan kapasitas ekonomi dalam bentuk terbukanya peluang usaha baru, investasi baru, dan kesempatan kerja (employment) yang lebih tinggi.
Tabel 3.4 Tingkat Pertumbuhan (%) PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010 RataLAPANGAN USAHA
2006
2007
2008
2009
2010
rata
1. PERTANIAN
2.89
2.27
-0.85
10.90
6.99
4.44
2. PERTAMB & PENGGALIAN
11.52
7.67
15.42
-5.90
4.30
6.60
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
6.61
8.73
9.95
7.05
5.86
7.64
10.16
17.81
5.47
2.21
2.93
7.71
9.03
6.58
7.03
6.73
8.88
7.65
5.57
0.42
3.88
6.70
4.52
4.22
7. PENGANGKUTAN & KOMUNI
3.13
3.58
9.18
3.43
5.84
5.03
8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP.
-0.31
12.90
4.38
2.69
6.32
5.20
9. JASA-JASA
0.98
7.61
4.36
2.29
1.67
3.38
Total
4.81
4.88
4.94
4.63
5.44
4.94
Kalimantan Selatan
4,98
6,01
6,45
5,29
5,58
5,66
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5. BANGUNAN PERDAGANGAN, HO & RESTO
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
44
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Secara keseluruhan PDRB Kabupaten Tapin tumbuh rata-rata sebesar 4,94% dalam periode 2006 – 2010. Tingkat pertumbuhan tertinggi pernah dicapai pada 2010 dengan besaran 5,44%. Sedangkan pada tahun lainnya pertumbuhan cukup monoton sekitar diatas 4% tapi dibawah 5%. Tingkat petumbuhan ini lebih rendah dari pertumbuhan perekonomian Kalimantan Selatan yang mencapai rata-rata 5,66% dalam periode yang sama. Hal ini sejalan dengan keadan dari tahun ke tahun yang selalu lebih tinggi dari pada Tapin.
Grafik 3.3
10.90% 6.70% 3.43%
U KE
KO TR
AN DA
G
AN
H G
U TR NS
M
R
I KS
A
R TU
LG KO
UF AN M
TA
M
AK
BA
TA
NG
-5.90%
2.69% 2.29%
A
6.73% 2.21%
JA S
7.05%
NI
RATE
PER TU M B U H AN SEK TO R AL 2009
SEKTO R
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
Ketergantungan pada sektor pertambangan yang cukup signifikan nampak pada fluktuasi ekonomi yang terjadi. Anjlok pertumbuhan PDRB menjadi 4,63% pada 2009 lebih dipengaruhi adanya penurunan produksi pertambangan yang mencapai minus 5,90 persen, sebagaimana grafik 3.3. Untuk
45
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
itu Kabupaten Tapin perlu mengembangkan sektor lain sebagai basis pertumbuhannya. Sumber pertumbuhan ekonomi dapat dipilah berdasarkan lapangan usaha yang menyumbangnya. Berdasarkan tabel 3.6. pertumbuhan ekonomi Tapin pada 2010 sebesar 5,44% ternyata didominasi oleh perkembangan sektor pertanian.
Grafik 3.4 PER A N AN SEK TO R A L D ALAM PER TU M B U H AN 2010 2.85%
0.87%
KO
A
TR
AN
0.24%
DA
G
AN
H G
U TR NS KO
M
R
I KS
A LG
R UF AN
M
TA
M
AK
BA
TU
NG
NI TA
0.24%
JA S
0.11%
U
0.41%
0.01%
KE
0.42%
0.30%
S EKTO R
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) Kontribusi sektor pertanian bagi pertumbuhan PDRB Tapin pada 2010 tersebut sebesar 2,85%. Jauh dibawahnya adalah sektor pertambangan sebagai penyumbang diurutan kedua dengan sumbangan sebesar 0,87% bagi pertumbuhan. Sektor-sektor lainnya menyumbang tidak lebih dari 0,5%.
46
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 3.5 Kontribusi Sektoral Terhadap Tingkat Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010 LAPANGAN USAHA
2006
2007
1. PERTANIAN
1.23
0.95
-0.35
4.19
2.85
2. PERTAMB & PENGGALIAN
2.15
1.53
3.15
-1.33
0.87
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
0.30
0.40
0.47
0.35
0.30
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.03
0.06
0.02
0.01
0.01
5. BANGUNAN
0.38
0.29
0.32
0.31
0.42
6. PERDAGANGAN, HO & RESTO
0.52
0.04
0.35
0.60
0.41
7. PENGANGKUTAN & KOMUNI
0.06
0.07
0.17
0.07
0.11
8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP.
-0.01
0.47
0.17
0.10
0.24
0.14
1.08
0.63
0.33
0.24
4.81
4.88
4.94
4.63
5.44
9. JASA-JASA
PDRB DENGAN MIGAS
2008 2009
2010
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
Keadaan yang tak jauh berbeda terjadi dalam perkembangan selama periode 2006 – 2010 (tabel 3.5). Hal ini tidak hanya memperkuat bukti bahwa struktur ekonomi Kabupaten Tapin belum mencapai kemajuan secara optimal tapi juga polanya stagnan dalam lima tahun terakhir.
47
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 3.4 PER TU M B U H AN R ATA-R ATA SEK TO R AL 2006 -2010 9
3.38% 5.20%
8
SE KTO R
7 6
5.03% 4.22%
5
7.65% 7.71%
4
7.64%
3
6.60%
2
4.44%
1
R ATE
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) Terdapat sektor-sektor yang paling maju selama rentang 2006 – 2010 yang ditandai dengan dominasinya dalam tingkat pertumbuhan. Seperti terlihat pada grafik 3.4, sektor yang paling tinggi tingkat pertumbuhannya adalah sektor Listrik, Gas, & Air Minum (LGA) (7,71%), sektor Konstruksi (7,65%), dan sektor Industri (7,64%). Selama rentang waktu tersebut ketiga sektor ini mengalami peningkatan nilai tambah produksi paling pesat. Ketiga sektor ini adalah kelompok sektor sekunder yang umunya menjadi indikator level kemajuan transformasi ekonomi dalam pembangunan. Semakin maju kelompok sektor sekunder semakin maju level perekonomian karena menunjukkan kemampuannya dalam menciptakan nilai tambah. Ini berarti, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapin telah berada pada jalur yang benar untuk mengoreksi ketimpangan sektoral yang selama ini didominasi sektor primer. Peranan sektor industri diperkirakan akan semakin besar mulai 2013 dengan telah berproduksinya industri CPO (crude palm oil). 48
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Struktur PDRB yang digambarkan dari share atau kontribusi sektoral lapangan usaha dalam menciptakan produksi dapat menjadi gambaran tingkat kemajuan ekonomi sekaligus golongan masyarakat yang menikmati kue pembangunan. Selama periode 2006 – 2010 ternyata perekonomian Tapin masih konsisten bertumpu pada sektor pertanian. Kontibusi sektor pertanian sampai dengan 2010 mencapai 41,32%. Sektor ini begitu dominan dibanding yang lain, karena kontribusinya jauh lebih tinggi dari sektor terdekat, misalnya Pertambangan yang sebesr 19,99% dan Jasa-jasa sebesar 13,60% Tabel 3.6 Kontribusi (%) Sektoral dalam Pembentukan PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010 LAPANGAN USAHA
2006
2007
2008
2009
1. PERTANIAN
41.69
2. PERTAMB & PENGGALIAN
19.90
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
40.66
38.41
40.72
41.32
20.43
22.47
20.21
19.99
4.58
4.74
4.97
5.09
5.11
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.36
0.41
0.41
0.40
0.39
5. BANGUNAN
4.42
4.49
4.58
4.68
4.83
6. PERDAGANGAN, HO & RESTO
9.37
8.97
8.88
9.06
8.98
7. PENGANGKUTAN & KOMUNI
1.90
1.88
1.96
1.93
1.94
8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP.
3.63
3.91
3.89
3.82
3.85
14.14
14.51
14.43
14.11
13.60
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
9. JASA-JASA
Total
2010
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) Sektor perdagangan-hotel-restoran hanya menyumbang 8,98% dari PDRB 2010 diikuti kemudian oleh Industri yang hanya sebesar 5,11%. Sektor-sektor lain memiliki kontribusi 49
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
dibawah 5%. Ini menandakan perekonomian Tapin belum jauh beranjak dari karakteristik tradisionalnya yang agraris. Selain itu ini juga menunjukkan terjadinya kepincangan yang cukup tajam dalam arah perkembangan produksi. Sektor yang potensial menjadi kutub pertumbuhan karena menciptakan perkembangan rantai produksi dan nilai tambah yang tinggi, yakni Industri Pengolahan hanya berperan sekitar 4,6% s/d 5,1%.
Tabel 3.7 Kontribusi (%) Sektoral Terhadap PDRB Kabupaten Tapin Pada Periode 2006 – 2010 Berdasarkan Pengelompokan Primer, Sekunder, dan Tertier 2006
2007
2008
I. PRIMER
Lapangan Usaha
61.59
61.08
60.88
60.92
61.30
Pertanian
41.69
40.66
38.41
40.72
41.32
Pertamb dan Pgalian
19.90
20.43
22.47
20.21
19.99
9.36
9.64
9.96
10.16
10.32
Industri Pengolahan
4.58
4.74
4.97
5.09
5.11
Listrik dan Air Minum
0.36
0.41
0.41
0.40
0.39
Bangunan
4.42
4.49
4.58
4.68
4.83
29.05
29.27
29.16
28.92
28.37
Perdgng, Resto, dan H
9.37
8.97
8.88
9.06
8.98
Pengangkutan dan Kom
1.90
1.88
1.96
1.93
1.94
II. SEKUNDER
III. TERSIER
2009*)
2010**)
Ban danLKBB
3.63
3.91
3.89
3.82
3.85
Jasa-jasa
14.14
14.51
14.43
14.11
13.60
PDRB / GDRP
100.00
100.00 100.00
100.00 100.00
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) 50
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Struktur ekonomi Tapin juga dapat dilihat berdasarkan pengelompokan 3 (tiga) kelompok lapangan usaha. Sektor primer yang terdiri dari pertanian dan pertambangan sangat dominan dalam pererkonomian, yakni sebesar 61,30%. Sektor primer adalah lapangan usaha produksi berbasis kegiatan ekstraktif atau hasilnya langsung dipetik, ditebang, dikeruk, dan diambil dari alam kemudian dikonsumsi atau dijual tanpa melalui tahap pengolaha lebih lanjut secara berarti. Oleh karenanya nilai tambahnya kecil dan tidak menciptakan rantai produksi yang panjang untuk menumbuhkan unit-unit kegiatan produktif lainnya. Negara ataupun wilayah lain yang menerima hasil bumi inil melalui perdagangan akan memproses kembali sehingga menjadi produk yang bernilai tinggi yang tidak jarang kita impor kembali tentunya dengan harga yang jah lebih tinggi. Kendati demikian, seperti telah diuraikan sebelumnya lapangan-lapangan usaha pada kelompok sektor sekunder mengalami rata-rata tingkat pertumbuhan tertingi dibading sektor lannya. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara makro orientasi produksi pada lima tahun terakhir ini sudah mengarah pada jalur yang tepat, yaitu mendorong sektor industri, kondstruksi, dan Listrik-Gas-Air Minum untuk berperan lebih besar.
51
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 3.5 Rerata Share SektoralPDRB Tapin 2006 - 2010 Jasa-jasa 14% Keu & Sew a 4% Transkom 2% Pdagangan,H R 9%
Tani 40%
Konstruksi 5% LG A 0%
Tam bang & Pgl 21% Industri 5%
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) Dilain pihak struktur ekonomi Kalsel seperti dalam grafik 3.6 struktur PDRB Kalsel didominasi tiga sektor utama. Kontribusi sektor pertanian 23%, pertambangan 22% dan perdagangan 15%. Selebihnya disumbangkan oleh enam sektor lainnya yang berkisar antara 1% hingga 11%. Grafik 3.6 R erata Share SektroalPD R B K alsel2006 -2010 9% 4%
23% Tani
9%
Tam bang & P gl Industri LG A Konstruksi Pdagangan, H R
15%
Transkom 22%
Keu & Sewa Jasa-jasa
6% 1% 11%
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) 52
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kabupaten Tapin relatif lebih terbelakang dari Kalsel. Struktur ekonomi negara maju ditandai dengan meningkatnya porsi sektor sekunder dan tersier. Sesuai dengan estimasi terhadap ekonomi nasional maka perubahan struktur ekonomi Indonesia menjadi sebuah negara maju bisa diwujudkan bila sektor-sektor utama tumbuh masingmasing: Primer 7,8% - 8,3% pertahun; Sekunder 12,6 – 13,1% pertahun; dan Tersier 13,4% - 13,9% pertahun. Dari sisi pertumbuhan Tapin relatif lebih mendekati karena sektor sekunder tumbuh paling cepat. Dari segi kontribusi sektoral, estimasi keadaan Indonesia Maju 2025 adalah dimana sektor Primer 10%, Sekunder 36%, dan Tersier 55% seperti terlihat dalam grafik. Gap/kesenjangan ke arah itu masih jauh bagi Tapin tetapi ia bukan satu-satunya di Kasel.
Struktur Ekonomi NEGARA MAJU 2025
High income country
53
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Beberapa daerah yang berdekatan dari segi karakteristik sebagai perbandingan hal yang serupa. Kabupatenkabupaetn Tabalong, Tanah Bumbu, dan Balangan yang merupakan penghasil tambang umumnya juga sangat tergantung pada sektor Primer, seperti nampak pada tabel 3.8. Share sektor primer di Kabupaten Tabalong dan Kabupaten Balangan masing-masing 78,65% dan 84,08%, jauh diatas Tapin. Dari sisi perkembangan share sektor sekundernya Tapin mencapai 10,47% yang jauh lebih tinggi dari Tabalong (3,13%) dan Balangan (2,33%). Tabel 3.8 Perbandingan Kontribusi (%) Sektoral Terhadap PDRB 2010 (ADHB) pada Beberapa Daerah Lapangan Usaha I. PRIMER Pertanian
Tapin
HSS
Tablg
Tanbu
Balangn
60.72
36.82
78.65
57.81
84.08
37.42
34.45
12.60
14.49
20.74
Pertamb dan Pgalian
23.30
2.37
66.04
43.31
63.34
II. SEKUNDER
10.47
12.76
3.13
13.23
2.33
Industri Pengolahan
5.37
7.29
0.93
7.08
0.34
Listrik dan Air Minum
0.41
0.38
0.11
0.24
0.13
Bangunan
4.69
5.09
2.09
5.91
1.86
28.81
50.42
18.22
28.96
13.59
8.59
20.47
5.06
9.58
4.09
Kom
1.86
5.40
1.54
13.33
2.70
Ban danLKBB
4.02
4.47
2.64
1.74
1.21
III. TERSIER Perdgng, Resto, dan H Pengangkutan dan
Jasa-jasa PDRB / GDRP
14.34
20.08
8.98
4.31
5.60
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) 54
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
3.2 Pertumbuhan dan peranan sektoral Analisis produksi sektoral menjadi hal yang sangat penting untuk dapat memahami secara lebih detail kinerja makro ekonomi daerah yang sebenarnya terjadi. Potensi kapasitas produksi dimana capaian produksi eksisting yang diukur dalam PDRB dan merupakan gambaran ketersediaan sumber daya (endowment) yang mampu dieksploitasi keadaannya berbeda-beda antar berbagai sektor/lapangan usaha. Disinilah akan terlihat sumber pertumbuhan dan penggerak ekonomi sesungguhnya yang ditunjukkan oleh tingkat pertumbuhan dan kontribusi sektoral dalam PDRB. Grafik 3.7 Rerata Share dan Pertum buhan Sektoral PDRB Tapin 2006 - 2010 J a sa -ja sa
Tani 50.00% 40.00%
Tam bang & P gl
30.00% 20.00% 10.00%
K eu & S ew a
In d u stri
0.00%
T ra n sk o m
Share
LG A
Tum buh P dagangan,H R
K o n stru k si
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 Dari struktur ekonominya dalam rentang 2006 – 2010 Kabupaten Tapin didominasi sektor pertanian dengan kontibusi dalam PDRB atas dasar harga konstan sekitar 41% dan sektor pertanian dengan 21%. Jauh dibawahnya sektor 55
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
jasa-jasa dengan 14% dan perdagangan dengan 9%. Sektorsektor lainnya hanya berperan rata-rata dibawah 5% pertahun. Dari sisi pertumbuhannya, sektor ekonomi paling maju dalam rentang 2006 – 2010 adalah sektor listrik-gasair minum dengan pertumbuhan rata-rata 7,71% pertahun disusul oleh sektor konatruksi dengan tingkat 7,65% dan sektor industri dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 7,64. Hal ini dapat dengan jelas dilihat pada grafik 3.7. Secara detail akan dilihat kinerja sektoral beserta subsektornya dalam menciptakan pertumbuhan dan memberikan kontribusi pada PRB. PDRB sektor petanian menyumbang rata-rata 40,60% bagi PDRB Kabupaten Tapin. Sebagaimana terlihat pada grafik 3.8 PDRB sektor pertanian didominasi oleh subsektor tanaman pangan sedangkan subsektor kehutanan menjadi penyumbang paling kecil. Grafik 3.8
30.00% 25.00% 20.00% 15.00% 10.00% 5.00% 0.00%
8.00% 27.26%
6.59%
6.00%
4.87%
4.32% 4.00%
2.56% 5.47%
3.25%
Kebun
Ternak
0.75%
3.26%
2.00%
Tum buh
S h are
Share dan Pertum buhan PD R B SektorPertanian 2006 -2010
1.32% 0.00%
T Pangan
Hutan
Ikan
Subsektor Share
Tum buh
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 56
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Dari sisi pertumbuhan, subsektor peternakan tumbuh sangat pesar dibanding subsektor lainnya, kemudian diikuti tanaman pangan dan perikanan. Subsektor yang tumbuh lambat dalam periode ini adalah kehutanan dan perkebunan. Hanya saja subesektor perkebunan diperkirakan akan semakin mengalami percepatan melalui perkebunan sawit dengan masuknya industri CPO. Dengan demikian bisa dikatakan tanaman pangan masih merupakan penggerak utama sektor pertanian. Disisi lain peternakan merupakan sektor yang maju pesat dan berpotensi untuk berperan lebih signifikan bagi perekonomian khususnya dari sektor pertanian. Sektor pertambangan dan penggalian merupakan sektor dominan kedua dalam menciptakan PDRB, yakni rata-rata sebesar 20,57% (ADHK). Seperti terlihat pada grafik 3.9 subsektor yang berkontibusi besar adalah pertambangan non migas yang menghasilkan komoditi batubara. Sementara itu, subsektor pengalian memiliki peranan yang jauh lebih kecil.
57
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 3.9 R erata Share dan Pertum buhan PD R B SektorTam bang dan G alian 2006 -2010 25.00%
7.00%
6.61% 20.57%
6.00%
20.00%
4.00%
10.00%
3.00% 1.85%
5.00%
0.03% 0.00%
Tum buh
Share
5.00% 15.00%
Share Tum buh
2.00% 1.00% 0.00%
Tam bang no M igas
G alian
Subsektor
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011
Dari beberapa sektor yang maju pesat enam tahun terakhir diantaranya adalah sektor Industri yang tumbuh 7,64%, seperti terlihat pada grafik 3.10. Meski demikian peranan sektor masih kecil yakni rata-rata hanya 4,90% pertahun. Tidak jauh berbeda keadaannya jika dibandingkan dengan sektor LGA dan konstruksi. LGA dan konstruksi juga memiliki pertumbuhan tertinggi masing-masing 7,71% dan 7,65% namun sharenya dalam PDRB relatif kecil, dibawah 5%. Dengan demikian, sektor industri dan konstruksi akan menjadi semakin penting terlebih dengan didukung majunya sektor LGA dan Transportasi, dimana kedua sektor terakhir ini juga semakin vital dalam proses transformasi ekonomi. Pertumbuhannya harus terus dijaga agar tidak menurun atau bahkan menuju stagnan sebagaimana nampak terjadi pada
58
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
sektor industri akhir-akhir ini. Industri meski belum memiliki peran yang cukup signifikan tapi memiliki tingkat pertumbuhan yang relatif tinggi pada masa sekarang ini harus dijadikan momentum kebangkitan ekonomi. Langkah-langkah strategis untuk merevitasi sektor perlu diambil. Salah satu caranya adalah dengan mengembangkan agroindustri dan pengolahan SDA lain seperti hasil pertambangan.
Grafik 3.10 R erata Share dan Pertum buhan PD R B SektorIndustri,LG A, K onstruksi,dan TransportasiK ab.Tapin,2006 -2010 10.00%
6.00% 4.90% 7.64%
7.71%
7.65% 4.60%
Share
4.00% 3.00% 2.00% 1.00%
8.00% 6.00% 5.03% 1.92% 4.00%
Tum buh
5.00%
Share Tum buh
2.00%
0.39%
0.00%
0.00% Industri
LG A
Konstruksi
Transkom
Sektor
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011
Dalam komponen PDRB Kabupaten Tapin terdapat sektor perdagangan, hotel, & restoran berperan rata-rata 9,05% selama 2006 – 2010. Subsektor perdagangan besar dan eceran nampak paling dominan dengan memberikan sumbangan dan pertumbuhan paling signifikan bagi PDRB, seperti terlihat pda grafik 3.11. Sementara itu, perhotelan memiliki kontribusi palig kecil dibanding subsektor lainnya.
59
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Meski demikian subsektor perhotelan memiliki tingkat pertumbuhan cukup tinggi yaitu 5,03%. Ini menandakan perkembangan iklim bisnis mengalami kemajuan dan subsektor perhotelan mendapat keuntungan karenannya. Perhotelan dapat menjadi lahan bisnis prospektif sejalan dengan kemajuan bisnis disektor lainnya yang memerlukan layanan dari sektor jasa. Lapangan usaha perdagangan, hotel, dan restoran harus mendapat dukungan agar terus berkembang. Iklim usaha yang kondusif diantaranya memerlukan dukungan dari fasilitas akomodasi yang memadai. Subsektor perdagangan, perhotelan, dan restoran menjadi sarana interaksi bisnis modern yang kelayakannya semakin menentukan.
Grafik 3.11 R erata Share dan Pertum buhan PD R B SektorPerdagangan,H , & R 2006 -2010
S hare
4.00%
6.00%
5.57% 5.03%
5.00%
5.00% 3.76%
5.28%
3.00%
4.00% 3.00%
2.43%
2.00% 1.00%
2.00%
Tum buh
6.00%
Share Tum buh
1.00%
0.01%
0.00%
0.00% Dagang
Hotel
Resto
Subsektor
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011
60
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Sektor keuangan sebagai salah satu sektor tertier juga berfungsi melayani bisnis utama dalam perekonomian (core of economy). Meskipun masih kecil peranannya namun jasa keuangan cenderung terus meningkat pertumbuhannya. Sektor keuangan ditujukan untuk dapat melayani kebutuhan investasi yang ada didaerah agar dapat mendorong tumbuhnya berbagai bidang usaha. Selama ini di Kalsel, nilai uang yang dihasilkan terutama dari pertambangan sangat besar namun pengusaha dan perusahaan besar cenderung tidak menyimpan dan membelanjakan uangnya di daerah tetapi membawanya keluar daerah. Oleh sebab itu penting kiranya meningkatkan peranan lembaga keuangan dalam pengembangan usaha lokal. Hal ini tidak akan terjadi tanpa komitmen lembaga-lembaga keuangan untuk mau melakukan penyaluran kredit ataupun pembiayaan kepada pengusaha lokal. Postur sektor keuangan diKabupaten Tapin ternyata didominasi subsektor persewaan yang berkontribusi 2,33% terhadap PDRB, seperti terlihat pada grafik 3.12. Subsektorsubsektor lainnya yaitu Perbankan, Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB), dan Jasa Perusahaan memiliki kontribusi dibawah 1%. Akan tetapi dari segi pertumbuhan perbankan nampak tumbuh signifikan dengan 8,58% pertahun, disusul jasa perusahaan dengan 5,65% dan LKBB 5,14%. Persewaan tumbuh paling rendah hanya dengan 4,49%. Dari keadaan ini terlihat bahwa subsektor perbankan sedang mengalami perkembangan yang pesat sehingga berpeluang untuk berperan lebih besar dalam meningkatkan nilai tambah produksi disektor keuangan Kabupaten Tapin.
61
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 3.12 R erata Share dan Pertum buhan PD R B SektorK euangan dll 2006 -2010 2.33%
2.50%
8.00% 5.65% 6.00%
1.50% 1.00%
10.00%
0.82%
5.14% 0.66%
4.49%
0.50%
4.00% 0.02%
Tum buh
S hare
2.00%
8.58%
Share Tum buh
2.00% 0.00%
0.00% Bank
LKBB
sewa
Jasa Prsh
Subsektor
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011
Sektor jasa-jasa termasuk komponen yang memberikan kontribusi signifikan dalam pembentukan PDRB Kabupaten Tapin, yakni rata-rata 14,16%. Bagian terbesar dalam pembentukan PDRB sektor jasa berasal dari subsektor jasa pemerintahan dalam bentuk pelayanan administrasi yang meliputi 13,57%. Subsektor jasa swasta yang terdiri dari jasa sosial kemasyarakatan, hiburan-rekreasi, dan jasa perorangan & rumah tangga secara keseluruhan hanya menyumbang 0,59%. Hal ini nampak dalam grafik 3.13.
62
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 3.13 R erata Share dan Pertum buhan PD R B SektorJasa-jasa 2006 2010 13.57%
6.00%
S hare
4.95%
5.00% 4.00%
10.00% 3.32%
3.00%
5.00%
2.00% 0.59%
0.00%
Tum buh
15.00%
Share Tum buh
1.00% 0.00%
Pem erintahan
Swasta Subsektor
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011
Perkembangan subsektor jasa swasta yang didalamnya termasuk pariwisata tumbuh paling tinggi dimana bersamaan dengan pertumbuhan subsektor perhotelan. Ini menunjukkan terdapatnya potensi usaha multisektor seperti dibidang agribisnis dan pariwisata. Bidang-bidang ini pun sangat potensial untuk berkembang di Kabupaten Tapin.
3.3 perkembangan tingkat harga Indikator lain yang menentukan kinerja makro ekonomi adalah tingkat harga atau sering dipublikasikan dengan istilah tingkat inflasi. Perkembangan tingkat harga sangat berpengaruh baik bagi konsumen yang memiliki keterbatasan dalam daya beli maupun bagi kalangan dunia usaha dalam merencanakan bisnisnya. Pengusaha menghendaki adanya kestabilan harga dalam tiap siklus bisnis yang berjalan sehingga dapat menentukan keputusan berinvestasi dengan lebih baik. 63
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Table 3.9 Tingkat Inflasi di Kalsel Tahun 2005 - 2010. Kelompok Komoditi Tahun/ Bulan*)
Pendidikan, Transpor Bahan
Makanan
Rumah Pakaian Kesehatan
Rekreasi
tasi dan
Dan
Komuni
Umum
Makanan
Jadi
Olahraga
kasi
2005
7,41
15,42
12,99
7,75
6,51
5,60
30,85
12,93
2006
22,40
8,68
8,71
7,11
0,75
7,15
0,46
11,04
2007
9,12
15,34
3,19
-2,31
4,92
15,64
1,01
7,78
2008
15,56
9,52
15,55
8,57
8,72
5,06
7,45
11,62
2009
7,05
10,58
-2,36
10,75
0,93
4,76
-3,50
3,86
2010
19,82
8,93
3,65
9,06
3,41
2,75
2,60
9,06
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, Beberapa Edisi (diolah)
Data inflasi Kabupaten belum tersedia di Kalsel, oleh karena itu informasi tentang inflasi masih mengacu pada tingkat inflasi di Provinsi. Bagi Tapin angka inflasi provinsi dapat diasumsikan cukup berarti mengingat Tapin sebagai wilayah terbuka di pusat jalur transportasi antar wilayah di Kalimantan Selatan serta jaraknya yang tidak terlalu jauh dari Ibukota Banjarmasin. Tingkat inflasi periode 2005 – 2010 cukup fluktuatif. Dimulai dengan besaran 12,93% persen pada 2005, inflasi berhasil diturunkan hingga 7,78% pada 2007. akan tetapi inlfasi kembali berfluktuasi dan naik kembali pada 2008, turun di 2009, dan terakhir naik sampai dengan 9,06% pada 2010. Kelompok komoditi utama yang menentukan tingkat inflasi ini adalah Bahan Makanan, Makanan Jadi, Perumahan, Pakaian, Kesehatan, Pendidikan-Rekreasi-Olahraga, dan Transportasikomunikasi. Pergerakan inflasi kelompok komoditi ini dari 64
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
tahun ke tahun bervariasi. Pada 2005, komoditi yang memiliki tingkat inflasi paling tinggi adalah Transportasi-Komunikasi sedangkan pada 2010 adalah Bahan Makanan. Berdasarkan grafik 3.7 selama rentang 2005 – 2010 tidak terdapat indikasi Trade Off antara tingkat inflasi dan tingkat pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin. Artinya, petumbuhan ekonomi dapat didorong maju untuk tumbuh tinggi tanpa mengakibatkan naiknya inflasi secara berlebihan. Hal ini merupakan keuntungan yang dimiliki dari karakteristik perekonomian daerah sehingga langkahlangkah untuk mendorong pemanfaatan potensi ekonomi secara lebih luas dapat dilakukan dengan baik. Grafik 3.14
Perbandingan Pertum buhan PDRB dan Inflasi2005 -2010 6.00
14
5.00
11.62
12
11.04 10
4.00
9.06 8
7.78
3.00
6 2.00 1.00
4.81
4.88
4.63
4.94
Pertm b PDRB InflasiUm um
4
3.86 3.49
In fla s i (% )
P e rtu m b u h a n (% )
12.93
5.44
2 0
0.00 2005
2006
2007
2008
2009
2010
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, Beberapa Edisi (diolah) 65
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tahun 2005, pertumbuhan mencapai titik terendah 3,49% namun inflasi tertinggi 12,93%. Sementara itu, tahun 2009 Inflasi terendah 3,86%, pertumbuhan lebih tinggi, sebesar 4,63%. Gejolak inflasi lebih berpengaruh pada dinamika nominal daripada kemampuan ekonomi riil sehingga berdampak pada sebagian penduduk berpendapatan tetap.
3.4 Perkembangan Tingkat Pengangguran Perkembangan ketenagakerjaan dan tingkat pengangguran di Tapin cukup spesifik. Hal ini khususnya kalau dilihat dari perkembangan tingkat pengangguran yang cenderung untuk terus turun. Penurunan yang terjadi sebesar rata-rata -2,65% per tahun selama rentang-rentang 2006 – 2010. pada saat bersamaan tingkat pertumbuhan ekonomi yan diukur dari pertumbuhan PDRB tergolong rendah.
66
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Table 3.10 Perkembangan Ketenagakerjaan di Kabupaten Tapin Tahun 2006 - 2010. Uraian A
Jumlah Penduduk 15 Tahun Keatas
2006
2007
2008
2009
2010
Rata2 r
105,443
106,591
106,832
112,653
120,745
a. Angkatan Kerja
76,014
77,248
72,698
79,466
85,859
3.27
- Bekerja
70,586
70,665
67,642
73,829
80,594
3.54
- Pengangguran Terbuka
3.49
5,427
6,583
5,056
5,637
5,265
0.75
b. Bukan Angkatan Kerja
29,429
29,343
34,135
33,187
34,886
4.60
B
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (%)
72.09
72.47
68.05
70.54
71.11
-0.28
C
Tingkat Pengangguran Terbuka (%)
7.14
8.52
6.95
7.09
6.13
-2.65
5,58
6,91
6,75
5,25
-0.23
TPT Kalsel (%)
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, Beberapa Edisi (diolah)
Pertumbuhan peduduk usia kerja yang lebih dipengaruhi oleh perkembangan jumlah penduduk rata-rata bertambah 3,49% per tahun. Tidak jauh beda dengan itu, tingkat penyerapan tenaga kerja juga berlangsung positiif. Selama rentang 2006 – 2010 tersebut, jumlah pekerja tumbuh dengan rata-rata 3,54% pertahun. Dengan tingkat pertumbuhan sebesar ini maka kesempatan kerja Tapin cukup prospektif karena berada diatas tingkat pertumbuhan angkatan kerja. Oleh karena itu dari tahun ke tahun akan semakin sedikit pencari kerja yang tidak terserap alias menganggu.
67
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
3.5 PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN Meski secara relatif persentase penduduk miskin di Kabupaten Tapin terus menurun namun secara absolut jumlah penduduk miskin justru terus meningkat. Seperti terlihat pada tabel dibawah ini jumlah penduduk miskin telah meingkat dari 7.489 orang di 2008 menjadi 9.343 orang di 2010, walaupun pada saat bersamaan proporsinya menurun dari 6,10% menjadi 5,57%. Oleh karena itu bisa ditarik kesimpulan bahwa telah terjadi peningkatan jumlah penduduk miskin di Tapin yang tumbuh sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk yang ada. Karena pertumbuhannya cukup tinggi maka kemungkinan besar mereka adalah berasal dari luar atau pendatang baru/migrant.
Tabel 3.11 Perkembangan Penduduk Miskin di Kabupaten Tapin dan Provinsi Kalimantan Selatan 2006 – 2010 Tahun
Tapin Total
Kalsel
Persentase
Total
Persentase
2006
t.a.d
278.450
2007
t.a.d
233.500
6,01
2008
7.489
6,10
218.900
6,48
2009
7.489
4,93
175.977
5,12
2010
9.343
5,57
182.000
5,21
Tumbuh (%)
12,38
-9,65
Sumber : Berita Resmi Statistik, BPS, Beberapa Edisi (diolah)
68
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Hal ini berbeda dengan keadaan penduduk miskin secara keselruhan di tingkat provinsi yang cendrung terus menurun baik secara absolut maupun secara realtif. Secara relatif penduduk miskin pada tingkat propinsi menurun dari 6,01 pada 2007 menjadi 5,21 pada 2010. Hal ini di sertai dengan hasil yang nyata yaitu pada jumlah penduduk miskin secara absolut yang dalam rentang 2006 – 2010 menurun dengan tingkat rata-rata -9,65% per tahun. Tabel Peranan Kab/Kot dalam Pertumbuhan Jumlah Penduduk Miskin di Kalsel 2009 - 2010 (%) Peran Dalam Pertumbuhan Penduduk Miskin Kalsel Kabupaten
Ranking
Kab. Tanah Laut
(1.08)
0.69
6
Kab. Kota Baru
(1.43)
0.22
12
Kab. Banjar
0.20
(0.67)
13
Kab. Barito Kuala
(1.92)
0.29
10
Kab. Tapin
(0.82)
0.99
3
Kab. Hulu Sungai Selatan
(1.90)
0.60
9
Kab. Hulu Sungai Tengah
(1.53)
0.77
4
Kab. Hulu Sungai Utara
(1.18)
0.28
11
Kab. Tabalong
(1.10)
0.60
8
Kab. Tanah Bumbu
0.25
2.07
1
(0.24)
0.74
5
0.38
0.65
7
Kota Banjar Baru
(0.59)
1.65
2
Kalimantan Selatan
(10.95)
8.87
Kab. Balangan Kota Banjarmasin
Sumber : Berita Resmi Statistik, BPS, Beberapa Edisi (diolah) 69
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa pada 2009 jumlah penduduk miskin di Kalsel menurun -10,95% dari keadaan di 2008, sedangkan pada 2010 meningkat 8,87% dari periode 2009. Kabupaten Tapin berperan sebesar 0,99% atas pertumbuhan penduduk miskin di Kalsel tersebut, atau peranannya menepati peringkat ke 3 dibawah Tanah Bumbu dan Banjarbaru.
70
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
BAB IV FAKTOR PENENTU KINERJA MAKRO EKONOMI
F
aktor-faktor yang menentukan kinerja makro ekonomi berasal dari sisi penawaran dan sisi permintaan. Sisi penawaran dalam konteks makro ekonomi berasal dari produksi seluruh barang dan jasa dalam ekonomi. Disini lain, permintaan dalam konteks makro ekonomi berasal dari seluruh pengeluaran akan barang dan jasa disemua level kegiatan produksi. Kapasitas produksi dalam suatu perekonomian ditentukan oleh ketersediaan dan produktifitas faktor-faktor produksi yang dalam hal ini dinamakan komponen produksi.
4.1 KOMPONEN PRODUKSI Komponen produksi yang dimaksud disini adalah faktorfaktor produksi dalam perekonomian yang menentukan kapasitas produksi perekonomian daerah. Kapasitas produksi yang dimiliki perekonomian merupakan sisi penawaran ekonomi (Aggregate Suplly) yang dapat dimanfaatkan baik secara penuh (full employment), dibawah kapasitas (under employment), ataupun diatas kapasitas (over employment). Faktor-faktor produksi ini umumnya 71
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
bersifat jangka panjang, terdiri dari Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam, Modal fisik, dan Teknologi, dengan berbagai dimensinya. Secara umum ketersediaan data tentang faktor tersebut sangat kurang, terutama di daerah sehingga tidak memadai bagi dilakukannya suatu model analisa yang ideal. Oleh karena itu sering digunakan berbagai variabel lainnya yang dianggap dapat menjadi pendekatan (proxy). Hal ini pula yang dilakukan dalam penelitian ini. Sumber daya manusia sebagian sudah dibahas dalam bab sebelumnya. Sumber daya manusia memiliki komponen yang dapat menjadi modal (Human Capital) baik berupa tenaga fisik, keahlian, keterampilan, latar belakang pendidikan, pola fikir, motivasi, mentalitas, dan profesionalitas. Jumlah penduduk Kabupaten Tapin pada 2010 adalah sebanyak 167.877 jiwa. Penduduk dalam usia kerja sebanyak 120.745 jiwa (70,33%) dan yang bukan usia kerja sebanyak 50.132 jiwa (29,67%). Pada tabel 4.1 terlihat bahwa di tahun 2010 terdapat sebanyak 2.558 pencari kerja yang terdaftar yang dapat dikatakan sebagai bagian dari jumlah pengangguran. Dari jumlah tersebut sebanyak 40,19% berpendidikan SLTA; 19,12% Sarjana Lengkap; 17,36% Sarjana Muda, dan sisanya SD serta SLTP.
72
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.1. Persentase Pencari Kerja Berdasarkan Latar Belakang Pendidikanya di Kabupaten Tapin 2010 Uraian
SD
SLTP
SLTA
Sarjana Muda
Sarjana Lengkap
Jumlah
Share (%)
11,02
12,31
40,19
17,36
19,12
2,558
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka 2010, BPS, 2011 (diolah) Ketersediaan lapangan kerja menentukan tertampung tidaknya pencari kerja tersebut sehingga menjadi modal manusia yang terakomodasi untuk bekerja. Tabel 4.2 menunjukkan per 2010 terdapat 80.594 pekerja di Kabupaten Tapin yang tersebar di berbagai sektor. Selama rentang 2006 - 2010 penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Tapin secara total tumbuh rata-rata 3,54% per tahun. Hal ini sangat baik mengingat pertumbuhan PDRB yang dialami daerah cenderung berjalan lambat. Biasanya daya serap tenaga kerja yang tinggi memerlukan adanya tingkat pertumbuhan PDRB yang tinggi pula.
73
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.2 Jumlah Total Pekerja dan Pertumbuhannya Per Lapangan Usaha di Kabupaten Tapin 2006 - 2010 Sektor
2006
2007
2008
2009
2010
Rata r (%)
1
Pertanian
46,411
36,322
38,874
39,801
42,151
-1.61
2
Pertambangan
2,880
4,381
3,186
3,780
4,271
14.12
3
Industri
3,325
5,371
1,901
2,089
3,304
16.24
4
Listrik
325
71
129
273
161
18.53
5
Konstruksi
1,489
2,473
2,408
2,606
4,030
31.58
6
Perdagangan
8,724
10,812
11,026
14,323
12,814
11.32
7
Angkutan
1,560
2,544
3,774
2,089
2,095
16.77
8
Keuangan
169
495
156
532
242
77.73
9
Jasa Total
5,703
8,197
6,189
8,335
11,525
23.05
70,586
70,665
67,642
73,829
80,594
3.54
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah)
Tingginya daya serap tenaga kerja disemua sektor kecuali petanian yang cenderung melambat bahkan negatif menjadi penentu stabilnya daya serap tenaga kerja. Meskipun demikian, sektor petanian adalah sektor yang paling dominan dalam menampung tenaga kerja, yakni sebanyak 42.151 orang atau 52,30% pada 2010 seperti pada tabel 4.1.
74
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 4.1 K om posisiTK (% )M enurutSektorEkonom idiK ab Tapin 2010 60
52.3
50 (% )
40 Kom posisiTK
30 15.9
20 10
5.3
4.1
5
14.3 2.6
0.2
0.3
Ja sa
Li st rik Ko ns tru ks Pe i rd ag an ga n An gk ut an Ke ua ng an
In du st ri
Pe rta ni Pe an rta m ba ng an
0
Sektor
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka 2010, BPS, 2011(diolah)
Para pekerja ini disetiap bidangnya turut menentukan besaran nilai tambah yang dihasilkan perekonomian. Nilai tambah tersebut ditentukan oleh produktivitas pekerja. Sebaran nilai produktivitas pekerja sejak 2006 sampai dengan 2010 dapat dilihat pada tabel berikut.
75
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.3 Produktivitas Pekerja Berdasarkan Lapangan Usaha di Tapin pada 2006 - 2010 (Rp.Juta) RataSektor
2006
2007
2008
2009
2010
rata
7.44
9.72
9.00
9.75
9.85
9.15
1
Pertanian
2
Pertambangan
57.19
40.47
64.24
50.95
47.02
51.97
3
Industri
11.39
7.67
23.82
23.20
15.53
16.32
4
Listrik
9.19
49.77
28.86
13.88
24.21
25.18
5
Konstruksi
24.57
15.77
17.34
17.10
12.04
17.36
6
Perdagangan
8.89
7.20
7.34
6.03
7.04
7.30
7
Angkutan
10.10
6.42
4.72
8.82
9.31
7.88
8
Keuangan
177.50
68.63
227.78
68.46
160.01
140.48
9
Jasa
20.52
15.37
21.24
16.13
11.86
17.03
Total
11.73
12.28
13.47
12.91
12.47
12.57
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah)
Dari data nampak bahwa tingkat produktivitas yang dihitung berdasarkan nilai tambah per pekerja antar sektor atau lapangan usaha sangat variatif. Sektor keuangan nampak memiliki tingkat produktifitas yang paling tinggi sepanjang periode, yakni rata-rata Rp.140,48 juta per pekerja pe tahun. Pada posisi kedua ditempati Petambangan dengan rata-rata Rp. 51,97 juta per pekerja pertahun. Pertanian ternyata bukan yang terendah dalam produktifitas. Produktifitasnya masih lebih tinggi dari Perdagangan dan Transportasi. Kendati demikian, seperti halnya sektor lain, di sektor pertanian terdapat berbagai sub sektor, seperti 76
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tanaman Pangan, Perkebunan, Prikananan, Peternakan, dan Kehutanan. Kegiatan di Pertanian yang mampu memberikan nilai tambah besar biasanya adalah yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar seperti di Perkebunan maupun Kehutanan. Sumber daya alam yang paling menonjol pada masyarakat dengan tingkat perekonomian yang masih tradisional adalah luasan tanah/lahan. Total luas lahan kering di Tapin adalah 163.846 Ha sedangkan lahan sawah 114.355 Ha. Tentu saja lahan tersebut sebagian telah dijadikan lahan budi daya oleh masyarakat ataupun perusahaan besar. Berbagai komoditas pangan, hasil perkebunan, kehutanan, peternakan, dan perikanan dapat dihasilkan. Hasil alam seperti hasil hutan, pertambangan mineral dan non mineral, batubara, dan lain-lain selama ini umumnya telah menghasilkan berbagai industri maupun bisnis perdagangan diluar perekonomian Tapin. Produksi batu bara pada 2010 mencapai 9.983.501 ton. Produksi tersebut telah meningkat sebesar 47,34% dari tahun sebelumnya yaitu sebesar 6.775.678,08 ton. Jika dikalikan dengan harganya niscaya merupakan nilai yang luar biasa. Akan tetapi sebagian besar batu bara itu hanya diangkut keluar termasuk untuk di ekspor ke luar negeri. Ketersediaan kapital atau modal berupa jumlah perusahaan atau unit usaha, pabrik, pergudangan, mesin, alat produksi, dan lain sebagainya yang merupakan hasil investasi dan reinvestasi sehingga menimbulkan suatu tingkat akumulasi kapital bagi perekonomian. Ketersediaan kapital menentukan kapasitas atau kemampuan produksi yang pada
77
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
akhirnya potensial untuk mencipatakan pertumbuhan pendapatan. Iklim yang kondusif bagi berkembangnya dunia usaha salah satunya tergambar dari maraknya pendirian unit usaha baru. Berdirinya usaha baru adalah sebagai wujud terjadinya akumulasi kapital secara aggregate dalam ekonomi yang meningkatkan kapasitas untuk tumbuh. Meskipun kecil, namun perkembangan unit diusaha industri berlangsung positif. Pada tabel 4.4 terlihat jumlah unit usaha Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan (IKAHH) pada 2010 tumbuh 0,26% dibanding pada 2009. Begitupun pada Industri Logam, Elektronika, dan Aneka (ILMEA) tumbuh dengan besaran 2,08% pada rentang waktu yang sama. Oleh karena itu secara keseluruhan jumlah unit industri telah tumbuh dengan 0,38%.
Tabel 4.4 Perkembangan Jumlah Unit Usaha Industri Menurut Jenisnya Unit Usaha
Kelompok Industri
2009
1. Industri Kimia, Argo dan Hasil Hutan (IKAHH) 2. Industri Logam, Elektronika dan Aneka (ILMEA) Jumlah/Total
2010
Pertumbuhan (%)
5.812
5.827
0,26
433
422
2,08
6.245
6.269
0,38
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka 2010, BPS, 2011 (diolah)
78
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Di bidang perdagangan, selama rentang 2006 - 2010 jumlah perusahaan perdagangan secara keseluruhan (di semua jenis) telah meningkat dari sejumlah 169 perusahaan menjadi 266 perusahaan, atau tumbuh dengan rata-rata 14,77% per tahun. Jika dililihat lebih detail berdasarkan tabel 4.5, Pedagang Besar tumbuh rata-rata 166,83%, Pedagang Menengah tumbuh rata-rata 124,27%, dan Pedagang Kecil tumbuh dengan rata-rata 13,89%. Dengan demikian terlihat bahwa kegiatan usaha di sektor perdagangan berlangsung sangat kondusif. Tingkat pertumbuhan unit usaha formal mulai dari yang berskala besar sampai yang kecil tumbuh dengan fantastis karena berada diatas 10%. Kelompok perdagangan besar dan menengah terutama sekali mengalami pertumbuhan yang sanat tinggi, diatas 100%. Ini berarti peluang usaha kelompok ini semakin berkembang sesuai dengan kemajuan kabupaten Tapin. Tabel 4.5 Perkembangan Jumlah Perusahaan Perdagangan Menurut Jenisnya di Kabupaten Tapin pada 2006 - 2010 Kecamatan
Pedagang Besar
Pedagang Menengah
Pedagang Kecil
Total
2006
2
9
158
169
2007
13
54
98
165
2008
13
54
98
165
2009
12
83
172
267
2010 Tumbu ratarata (%)
27
36
203
266
166.83
124.27
13.89
14.77
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah) 79
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
4.2 KOMPONEN PENDAPATAN Selain dari sisi produksi, indikator makro ekonomi juga dapat diukur dari sisi pendapatan. Melalui pendekatan pada sisi pendapatan ini tingkat ekonomi dianggap sebagai jumlah keseluruhan pendapatan yang diterima setiap pemilik faktor produksi. Komponen pendapatan itu bisa berupa gaji, upah, sewa, bunga, fee, tips, bonus, dan sebagainya. Sebagaimana indikator yang lain, keterbatasan data juga menjadi kendala yang terdapat dinegara berkembang dan khususnya di tingkat daerah. Di negara maju data besaran makr ekonomi dengan pendekatan pendapatan ini sudah tersedia dengan baik. Hal ini bisa terjadi karena sistem selfassessment dalam rangka pelaporan perpajakan individual sudah berjalan dengan baik sehingga dengan sendirinya seluruh pendapatan yang diterima warga negara dapat direkam dengan baik pula. Hal ini bisa berjalan karena disertai dengan sanksi yang tegas bagi para penggelap pajak. Tabel 4.6 Perkembangan UMR dan Estimasi Pendapatan Pekerja TAHUN BESARNYA UMR (Rp) 2005 536.330 2006 629.000 2007 745.000 2008 825.000 2009 930.000 2010 1.024.500 Rata-rata Kenaikan
KENAIKAN (%)
Jumlah Pekerja
Estimasi Pendapatan (Rp.000)
11,20 17,35 18,44 10,74 12,72 10,16 11,76
70.586 70.665 67.642 73.829 80.594 3,54%
44.187.129,71 52.645.327,00 55.804.492,19 68.661.136,04 82.568.621,97 17,11%
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah) 80
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Dari sedikit data yang tersedia dan memungkinkan untuk diakses, tingkat Upah Minimum Regional (UMR) yang berlaku dapat menjadi petunjuk perkembangan pendapatan golongan pekerja formal. Tingkat upah regional menjadi acuan bagi perusahaan untuk memberikan besaran gaji minimum kepada tiap pekerja meskipun di lapangan tidak jarang terjadi penyimpangan. Dari estimasi yang dilakukan, nampak pada tabel 4.6 terjadi kenaikan pendapatan baik tingkat upah satuan maupun tingkat pendapatan keseluruhan. Tingkat upah naik dengan tingkat rata-rata 11,76% per tahun, sedangkan Pendapatan yang diestimasikan diterima pekerja justru tumbuh lebih tinggi, yakni sebesar rata-rata 17,11% per tahun. Efektif tidaknya kenaikan upah dan pendapatan ini bagi peningkatan kesejahteraan pekerja dipengaruhi salah satunya oleh kenaikan inflasi. Sebagaimana telah dibahas pada bab sebelumnya tingkat inflasi tahunan cukup berfluktuasi. Tingkat inflasi umum hanya pernah berada diatas 11 persen pada tahun 2005, 2006, dan 2008. Sementara itu, kenaikan upah minimum secara rata-rata tumbuh dengan 11,76 pada rentang 2005 - 2010. Oleh karena itu, dari ukuran ini dapat disimplukan kenaikan upah yang ditetapkan mampu memberikan dampak positif pada tingkat kesejahteraan pekerja karena lebih tinggi dari tingkat inflasi rata-rata.
4.3 KOMPONEN PENGELUARAN Pendekatan ketiga dalam melihat kinerja makro ekonomi adalah dengan melihat indikator dari komponen pengeluaran agregat. Secara mendasar, komponen 81
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
pengeluaran keseluruhan jika dilihat dari sisi "injeksi" terdiri dari konsumsi rumah tangga, investasi, konsumsi pemerintah, dan permintaan luar negeri netto. Komponen pengeluaran dilihat dari sisi "kebocoran" berupa konsumsi rumah tangga ditambah tabungan masyarakat dan pajak. Untuk mendekati hal ini secara komprehensif terdapat kesulitan akibat terbatasnya data. Dengan terbatasnya data ini maka penulis berusahaa menggunakan indikator indikator proxy atau yang dapat mewakili indikator yang dianalisis, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sebagai akibat dari keterbatasan ini maka bentuk keseimbangan makro yang dapat dihasilkan menjadi tidak dapat diungkapkan secara tuntas.
KEUANGAN PEMERINTAH Secara keseluruhan pendapatan daerah pada 2010 adalah sekitar Rp.542,40 M sedangkan belanja Rp.567,27 M. Oleh karenanya terdapat defisit dalam neraca primer sebesar Rp. 24,87M yang tertutupi dengan adanya penerimaan pembiayaan.
Trend perkembangan penerimaan Selama 2007 - 2010 perkembangan penerimaan total Kabupaten Tapin tumbuh dengan rata-rata 16,96% pertahun, sperti pada tabel 4.7. Sementara itu PAD tumbuh dengan besaran 3,18%, total Dana Perimbangan tumbuh 11,87%, dan total Pendapatan Lain yang Sah tumbuh dengan 127,56%.
82
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.7 Perkembangan Penerimaan Daerah Kabupaten Tapin No
Jenis
2007
Penerimaan
2010
Rerata r
2008
2009
18,963.34
18,889.67
18,651.69
20,737.65
3.18
312,466.91
387,953.27
417,397.15
433,543.72
11.87
18,694.85
87,795.40
61,722.50
88,118.99
127.56
350,125.10
494,638.34
497,771.34
542,400.36
16.96
(%)
Pendapatan Asli 1
Daerah Dana
2
Perimbangan Pendapatan
3
Yang Sah Lain Total
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah) Trend perkembangan Belanja
Selama 2007 - 2010 perkembangan total Belanja Daerah Kabupaten TAPIN tumbuh dengan rata-rata 7,82% pertahun. Belanja tidak langsung tumbuh dengan 13,03%, sedangkan Belanja Langsung tumbuh dengan13,03% pertahun. Hal ini secara detail nampak pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Perkembangan Pengeluaran Daerah Kabupaten Tapin No
Jenis Pengeluaran
Rerata
2007
2008
2009
2010
239,886.01
223,352.13
202,525.86
263,919.34
4.70
246,164.50
374,795.99
256,781.67
303,804.61
13.03
486,050.51
598,148.11
459,307.53
567,723.95
7.82
r (%)
Belanja Tidak 1
Langsung Belanja
2
Langsung Total
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah) 83
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Kinerja keuangan daerah juga dapat diukur melalui 3 (tiga) kriteria, yaitu kemandirian, derajat desentralisasi, dan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah. Hasil analisis kinerja tersebut dapat dilihat pada grafik 4.2 berikut ini. Grafik 4.2
Rasio
K inerja O tonom iK euangan D aerah K ab.Tapin 2007 -2010 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.00% 20.00% 10.00% 0.00%
89.24% 78.43%
83.85%
79.93% Rasio Kem andirian Daerah
6.07%
4.87%
5.42%
3.82%
2007
2008
4.47% 3.75%
4.78% 3.82%
2009
2010
Rasio
DerajatDesentalisasi
Rasio
Ketergantungan
Tahun
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah)
Kemandirian Indikator kemandirian daerah dalam otonomi dapat diukur dengan besarnya kemampuan sumber daya keuangan daerah tersebut untuk membangun daerahnya dan untuk bersaing secara sehat dengan kabupaten lainnya dalam mencapai otonomi yang sesungguhnya. Dengan berpatokan pada kriteria yang baku rasio kemandirian menunjukkan bahwa tingkat kemandirian Kabupaten Tapin masih dalam katagori "sangat kurang"
84
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
karena perbandingan antara Pendapatan Asli Daerah dengan transfer pusat dan propinsi berada dibawah 10%. Pola hubungan Kabupaten Tapin dengan pemerintah pusat masuk dalam katagori pola hubungan instruktif karena kontribusi Pendapatan Asli Daerah terhadap transfer pusat dan propinsi berada dibawah 25% yang artinya peran pemerintah pusat masih sangat dominan dalam menentukan kebijakan anggaran dan membiayai kegiatan pemerintahan.
Tabel 4.9 Rasio Kemandirian Daerah Kabupaten Tapin 2007 - 2010 Total Penerimaan
Rasio Kemandirian Daerah
(4)
(5 )= (2) /(3)
Tahun
PAD
Total Transfer
(1)
(2)
(3)
2007
18,963.34
312,466.91
350,125.10
6.07%
2008
18,889.67
387,953.27
494,638.34
4.87%
2009
18,651.69
417,397.15
497,771.34
4.47%
2010
20,737.65
433,543.72
542,400.36
4.78%
Sumber : Kabupaten Tapin Dalam Angka, BPS, beberapa ed (diolah) Angak Rasio kemandirian keuangan daerah Tapin selama 2007 - 2010 berkisar antara 4,4 - 6,1%, seperti nampak pada tabel 4.9. Ini berarti kemampuan kemandirian keuangan daerah Tapin rendah sekali dengan pola hubungan Pusat-Daerah yang Instruktif. Kriteria pola hubungan daerah dan kemampuan daerah (dari sisi keuangan) dapat dikemukakan pada tabel 4.10 berikut: 85
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.10 Pola Hubungan dan Tingkat Kemampuan Daerah
Kemampuan
Kemandirian
Pola
keuangan
%
Hubungan
Rendah Sekali
0% - 25%
Instruktif
Rendah
25% - 50%
Konsultatif
Sedang
50% - 75%
Partisipatif
Tinggi
75% - 100%
Delegatif
Sumber : Olah Data
Derajat Desentralisasi Derajat desentralisasi dihitung berdasarkan perbandingkan jumlah penerimaan PAD dibagi dengan total penerimaan daerah. Rasio ini menunjukkan derajat kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD terhadap total penerimaan daerah maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam melaksanakan dan menyelenggaraan desentralisasi. Hasil analisis menunjukkan kemampuan menyelenggarakan desentralisasi juga masih rendah karena kontribusi yang diberikan Pendapatan Asli Daerah sangat rendah yaitu hanya berkisar antara 3,75% sampai dengan 5,42% bila dibandingkan dengan total penerimaan daerah dalam rentang 2007 - 2010, seperti nampak pada tabel 4.11.
86
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.11 Derajat Desentralisasi Keuangan Daerah Kabupaten Tapin 2007 - 2010 Rasio Total Derajat Penerimaan Desentalisasi
Tahun
PAD
Total Transfer
(1)
(2)
(3)
2007
18,963.34
312,466.91
350,125.10
5.42%
2008
18,889.67
387,953.27
494,638.34
3.82%
2009
18,651.69
417,397.15
497,771.34
3.75%
2010
20,737.65
433,543.72
542,400.36
3.82%
(4)
(5 )= (2) /(4)
Sumber : Olah Data Rasio Ketergantungan Keuangan daerah Ketergantungan keuangan derah dihitung berdasarkan perbandingkan jumlah pendapatan transfer dibagi dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan/atau pemerintah propinsi. Perhitungan Rasio Ketergantungan menunjukkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat/pemerintah propinsi juga masih sangat tinggi. Seperti nampak pada tabel 4.12, Pendapatan Transfer masih sangat dominan yaitu berkisar antara 78% sampai dengan 90% bila dibandingkan dengan total penerimaan daerah. Dari kecendrungan selama rentang 2007 - 2010 nampak adanya perbaikan keuangan daerah dimana angka rasio tersebut cenderung menurun dari periode sebelumnya. Meski demikian tetap diperlukan upaya dan terobosan baru untuk dapat mengoptimalkan penerimaan PAD. Hal ini 87
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
bisa dilaksanakan dengan menerapkan prinsip-prinsip "good governance" termasuk layanan prima mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasinya.
Tabel 4.12 Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kabupaten Tapin 2007 - 2010 Tahun
PAD
Total Transfer
Total Rasio Penerimaan Ketergantungan
(1)
(2)
(3)
2007
18,963.34
312,466.91
350,125.10
(4)
(5 )= (3) /(4)
89.24%
2008
18,889.67
387,953.27
494,638.34
78.43%
2009
18,651.69
417,397.15
497,771.34
83.85%
2010
20,737.65
433,543.72
542,400.36
79.93%
Sumber : Olah Data Sumber permintaan aggregate lainnya yang menentukan besaran ekonomi makro adalah pengeluaran pada sektor luar negeri yang terdiri dari aktifitas ekspor dan impor. Kegiatan ekspor merupakan besaran permintaan dari luar negeri/ wilayah yang meningkatkan nilai pendapatan. Sebaliknya impor merupakan besaran permintaan yang lepas ke luar negeri/wilayah sehingga dianggap kebocoran pendapatan. Selisih ekspor dan impor menghasilkan neraca pedaangan. Data dan informasi lengkap tentang perdagangan dari Kabupaten Tapin belum tersedia dengan memadai sehingga disini akan diulas data perdagangan pada tingkat Kalsel. Data ini dapat diambil dengan asumsi ada bagian kegiatan perdagangan yang berasal dari Kabupaten Tapin, seperti 88
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
ekspor batubara. Dari data pada tabel 4.13 selama 2009 s/d 2010 neraca perdagangan Kalsel selalu mengalami surplus dengan pertumbuhnan 7,54%. Tabel 4.13 Perkembangan Neraca Perdagangan Kalimantan Selatan 2009 - 2010 Tahun 2009 2010 Tumbuh (%)
Nilai X (USD Juta) 5.446 5.616 3.12
Nilai M (USD Juta) 659 468 -28.98
Surplus/Defisit (USD Juta) 4,787 5,148 7.54
Sumber : Kalimantan Selatan Dalam Angka 2010, BPS, 2011 (diolah)
Sumber permintaan aggregate lainnya adalah pengeluaran investasi. Kesulitan yang sama terjadi dalam pengambilan data tentangg investasi yang spesifik berasal dari Kabupaten Tapin. Karena itu dilakukan pemanfaatan data pada tingkat provinsi Kalsel. Perkembangan Investasi PMA dan PMDN menunjukkan hal yang tidak terlalu menggembirakan. Pertumbuhan tahunan selama rentang 2006 - 2009 pada umumnya negatif. Hal ini menyebabkan capaian penanaman modal di Kalsel porsinya masih jauh dari tingkat nasional.
89
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.14 Tingkat Pertumbuhan Investasi PMA dan PMDN di Kalsel Tahun 2006 - 2009
% Pertumbuhan PMA PMDN
TAHUN 2006
-59.80
38.20
-7.20
-34.60
1.24
-28.20
-52.80
-60.20
-29.64
-21.20
2007 2008 2009 Rerata
Sumber : Kalimantan Selatan Dalam Angka, BPS, beberapa edisi (diolah)
4.4 ASPEK REGIONAL Aspek kawasan atau regional sangat menentukan bagi kinerja makro ekonomi karena dapat memberikan dorongan melalui keuntungan yang ditimbulkannya maupun tekanan melalui penghisapan akibat kompetisi. Analisis ekonomi regional berikut ini didekati dengan menggunakan alat shiftshare, location-quotient, dan typology klassen.
Daya Saing Ekonomi Sebagaiman telah diterangkan analisis shift share memperlihatkan 3 (tiga) komponen yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah yakni komponen Pertumbuhan Ekonomi Regional (Provincial Growth Component/Regional Share) disingkat PR diberi lambang 90
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Nij, kemudian Pertumbuhan Sektoral atau Pergeseran Proporsional (Industrial Mix Component) disingkat PP diberi lambang Mij, dan Pertumbuhan Daya Saing Wilayah (Pergeseran Diferensial/Competitive Effect Component) disingkat PD dan diberi lambang Cij. Dalam hal ini PR atau Nij mengukur perubahan agregat sektor ekonomi wilayah Tapin dengan menggunakan besaran pertumbuhan ekonomi kawasan (Kalsel) yang terjadi. Jika PR>0 berarti pertumbuhan output agregate sektoral pada kawasan regional, dalam hal ini Kalsel, mengalami pertumbuhan yang positif dan akibatnya perekonomian akan prospektif. Sebaliknya, jika PR<0 vise versa. PP atau Mij mengukur perubahan relatif sektoral dibadingkan perubahan tingkat perekonomian di kasawan regional. Jika PP atau Mij > 0 berarti sektor yang bersangkutan adalah sektor yang tumbuh tinggi diatas rata-rata pertumbuhan ekonomi dikawasan regional Kalsel yang diamati. Oleh karenanya, kemudian dapat diamati apakah Kabupaten Tapin terkonsentrasi pada sektor yang pertumbuhannya pesat dikawasan regional. Jika demikian maka perekonomian Tapin dapat menjadi pusat dengan memanfaatkan pertumbuhan kawasan regional melalui sektor bersangkutan. Akan tetapi jika PP atau Mij < 0 berarti sektor tersebut adalah sektor yang tumbuh lambat didalam kawasan regional. Sedangkan PD atau Cij mengukur seberapa jauh daya saing sektoral dari daerah (lokal) Tapin dibanding daerah lainnya di kawasan yang jadi acuan (Kalsel). Jika nilai PD atau Cij > 0 berarti sektor tersebut memiliki daya saing yang
91
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
kuat dibanding wilayah lain sehingga dapat menjadi andalan dalam kawasan Kalsel, namun jika PD atau Cij < 0 maka sektor tersebut memiliki daya saing lemah.
Tabel 4.15 Hasil Analisis Shift-Share Kabupaten Tapin 2005 - 2010 (Juta Rupiah) Sektor
Nij
Mij
Cij
Dij
Rank
Tani
106,296.75
(10,057.08)
(16,436.82)
79,802.85
1
Tambang
46,801.19
5,390.26
984.21
53,175.66
2
Industri
11,259.41
(7,815.38)
12,344.20
15,788.22
5
LGA
858.83
(101.37)
434.81
1,192.27
9
2,761.68
14,947.89
6
Konstruksi
10,638.24
1,547.97
Dagang
23,280.63
3,230.53
(9,759.80)
16,751.36
4
Transport
4,843.56
986.18
(1,600.81)
4,228.93
8
Keuangan
9,559.10
4,207.44
(5,241.75)
8,524.80
7
Jasa-jasa
36,734.19
10,707.44
(26,641.44)
20,800.19
3
PDRB Mgs
250,271.90
8,095.99
(43,155.72)
215,212.17
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah)
Dengan menggunakan analisis shift-share diketahui bahwa selama kurun waktu 2005 - 2010 PDRB Kabupaten Tapin meningkat Rp. 215,21 milyar, seperti terlihat pada tabel 4.15. Angka ini , dapat dilihat dari nilai Dij, merupakan akumulasi dari sumbangan semua sektor yang ternyata telah mengalami perkembangan positif.
92
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Komponen regional Share - Nij Pengaruh pergeseran regional Propinsi Kalimantan Selatan terhadap PDRB Kabupaten Tapin selama periode tahun 2005-2010 adalah sebesar Rp. 250.271,90 juta. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan PDRB Kabupaten Tapin juga ditentukan oleh pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Selatan. Komponen regional share memberikan kontribusi yang paling besar pada sektor pertanian senilai Rp.106,29 milyar. Diurutan selanjutnya adalah sektor pertambangan, sektora jasa-jasa, sektor perdagangan, sektor industri, dan sektor bangunan/kontruksi. Urutan selanjutnya adalah sektor keuangan dan tranportasikomunikasi. Sementara itu sektor listrik, gas & air bersih merupakan sektor yang kontribusinya terendah.
Komponen Pergeseran Proposional - Mij Komponen pergeseran proposional mempunyai pengaruh total yang positif terhadap PDRB Kabupaten Tapin. Besaran sumbangan komponen pergeseran proporsional ini adalah Rp. 8.095,99 juta dimana ada empat sektor yang mengalami peningkatan tertinggi yaitu sektor Jasa-jasa (Rp.10,71 milyar), Sektor Pertambangan (Rp.5,39 milyar), Sektor Keuangan (Rp.4,21 milyar), dan Sektor Perdagangan (Rp.3,23 milyar). Sektor-sektor ini tergolong sebagai sektor-sektor maju yang pertumbuhannya relatif cepat dibanding sektor lainnya pada tingkat propinsi. Jika perekonomian Kabupaten Tapin terkonsentrasi pada sektorsektor tersebut akan menberikan keunggulan komparatif dan kompetitif.
93
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Sektor-sektor yang menerima pengaruh pergeseran proposional negatif disisi lain, tergolong sebagai sektor yang kurang maju pada tingkat kawasan. Sektor-sektor tersebut adalah sektor pertanian, sektor industry, dan sektor Listrik ,gas dan Air.
Komponen Pergeseran Differential - Cij Total pergeseran differensial yang dimiliki sekluruh sektor ekonomi di Kabupaten Tapin selama tahun analisis adalah sebesar Rp. -43,16 milyar. Hal ini menunjukkan secara umum sektor-sektor ekonomi di Kabupaten Tapin pertumbuhannya relatif lebih lambat dibanding pertumbuhan sektor sejenis dalam Propinsi Kalimantan Selatan. Meski demikian terdapat beberapa sektor yang memiliki nilai positif. Sektor-sektor yang mempunyai nilai positif adalah Sektor Industri (Rp.12,34 milyar), sektor Bangunan atau Kontruksi (Rp.2,76 milyar), sektor pertambangan (Rp.984,21 juta), dan terakhir sektor listrik,gas dan air bersih (Rp.434,88 juta). Sektor-sektor inilah yang berdaya saing tinggi di Kabupaten Tapin. Sedangkan sektor yang memiliki pergeseran differensial yang bernilai negatif yaitu Sektor Pertanian, Sektor Perdagangan, Sektor Transportasi & Komunikasi, Sektor Keuangan, dan Sektor Jasa-jasa. Hal ini menunjukkan bahwa sektor-sektor tersebut lebih lambat pertumbuhannya dibandingkan pertumbuhan sektor sejenis dalam Propinsi Kalimantan Selatan. Hasil analisis Shift-share juga dapat disimpulkan berdasarkan jenis keunggulan sektoral. Jika digolongkan 94
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
dalam dua indikator keunggulan maka komponen pergeseran proporsional atau disebut juga industrial mix - Mij dapat dianggap sebagai ukuran keunggulan komparatif sedangkan komponen pergeseran diferensial atau - Cij sebagai ukuran keunggulan kompetitif. Dari kedua indikator ini sektorsektor akan terkategori kedalam sektor yang memiliki potensi dan tingkat kemajuan yang: Pesat (+,+); Potensial (+,-); Berkembang (-,+); dan Lemah (-,-). Untuk lebih rincinya hasil analisis ini dapat dilihat dalam tabel 4.16 berikut ini:
Tabel 4.16 Kategori Potensi dan Tingkat Kemajuan Sektoral Keunggulan Komparatif
Keunggulan Kompetitif
(Mij)
(Cij)
Tani
Negatif (-)
Negatif (-)
Lemah
Tambang
Positif (+)
Positif (+)
Pesat
Industri
Negatif (-)
Positif (+)
Berkembang
LGA
Negatif (-)
Positif (+)
Berkembang
Konstruksi
Positif (+)
Positif (+)
Pesat
Dagang
Positif (+)
Negatif (-)
Potensial
Transport
Positif (+)
Negatif (-)
Potensial
Keuangan
Positif (+)
Negatif (-)
Potensial
Jasa-jasa
Positif (+)
Negatif (-)
Potensial
Sektor
Sumber : Tabel 4.15 (diolah) 95
Kategori
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Berdasarkan teknik analisis ini dapat diketahui bahwa hanya ada dua sektor ekonomi di Kabupaten Tapin yang memiliki tingkat potensi dan kemajuan yang Pesat, yaitu Sektor Pertambagnan dan Sektor Konstruksi atau Bangunan. Hal ini ditandai dengan komponen Keunggulan Komparatif Mij dan komponen Keunggulan Kompetitif - Cij keduanya bertanda positif. Sektor-sektor ini memiliki tingkat kemajuan yang pesat di Kawasan regional Kalimantan Selatan. Pada saat bersamaan Kabupaten Tapin memperoleh keuntungan dari perkembangan regional ini karena memiliki daya saing yang tinggi. Produk sektor ini di wilayah Kabupaten Tapin tidak hanya memiliki pasar didalam tapi juga berpeluang memiliki pasar di luar wilayah Kabupaten Tapin. Sektor yang potensial namun tertekan (potensial/ tertekan) ada empat sektor, yakni Perdagangan, Transportasi, Keuangan, dan Jasa-jasa. Ini ditandai dengan komponen Keunggulan Komparatif - Mij yang bertanda positif namun komponen Keunggulan Kompetitif - Cij bertanda negatif. Sektor-sektor ini memiliki tingkat kemajuan yang tinggi pada tingkat propinsi namun Kabupaten Tapin memiliki daya saing yang rendah. Sektor ini potensial untuk dikembangkan sesuai dengan arah kemajuan perekonomian regional. Untuk mendapatkan manfaat atas perkembangan ini sektor-sektor tersebut harus dipacu pertumbuhannya di Kabupaten Tapin. Hal ini tentunya tergantung pada ketersediaan potensi yang masih dapat dikembangkan di dalam perekonomian Kabupaten Tapin. Terdapat dua sektor yang berada dalam kondisi berkembang. Sektor-sektor tersebut adalah Industri dan Listrik, gas, & air minum. Keunggulan komparatif - Mij sektor 96
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
ini bertanda negatif artinya sektor ini relatif tumbuh lambat di kawasan regional Kalsel. Dilain pihak, keunggulan kompetitif - Cij bertanda positif yang berarti Kabupaten Tapin lebih maju pada sektor ini sehingga lebih kompetitif dibanding kawasan regional Kalsel. Hanya saja keunggulan ini masih belum dapat menghasilkan keuntungan optimal dari perekonomian kawasan karena pasar diluar Kabupaten Tapin relatif kurang berkembang. Meski demikian sektor ini tetap memiliki kesempatan besar untuk berkembang lebih maju mengingat pasar didalam Kabupaten Tapin maupun di tingkat nasional maupun internasional tetap akan terbuka lebar. Terdapat satu sektor yang memiliki potensi dan tingkat kemajuan lemah, yaitu Sektor Pertanian. Hal ini ditandai dengan komponen Keunggulan Komparatif - Mij dan komponen Keunggulan Kompetitif - Cij keduanya bertanda negatif. Ini menandakan potensi perkembangan sektor ini ditingkat regional kecil sedangkan kemajuannya di Kabupaten Tapin juga lambat sehingga tidak kompetitif. Sektor pertanian terkategori lemah karena sesuai kondisi eksisting masih didominasi subsektor tanaman pangan yang relatif tumbuh lambat. Mengingat potensi alam Kabupaten tapin yang masih memiliki lahan yang luas maka sektor ini sebenarnya pot.
Sektor Basis Perekonomian Seperti telah diuraikan dalam bab terdahulu bahwa sektor basis berperan penting dalam perekonomian untuk menciptakan ketahanan pendapatan. Sektor basis 97
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
menentukan tingkat permintaan barang dan jasa serta volume kegiatan usaha di daerah. Pengukuran yang digunakan untuk mengetahui sektor-sektor basis disini adalah metode Location Quotient (LQ). Hasil perhitungan dengan metode LQ menunjukkan bahwa sejak tahun 2005 sampai tahun 2010 susunan basis ekonomi tidak mengalami perubahan yang berarti. Sektor basis Kabupaten Tapin cenderung tetap, tidak banyak sektor yang mengalami perubahan dari sektor bukan basis ke sektor basis demikian pula sebaliknya. Hal ini menandakan bahwa tulang punggung pembangunan di Kabupaten Tapin mulai tahun 2005 sampai 2010 tidak banyak mengalami perubahan. Sektor- sektor basis di Kabupaten Tapin ternyata adalah adalah Pertanian dan Jasa-jasa. Dengan demikian sebagian besar sektor ekonomi adalah non basis yang terdiri dari Pertambangan dan penggalian, Industri, LGA, Bangunan, Perdagangan, Pengangkutan dan komunikasi serta Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Secara lengkap hasil analisis LQ untuk PDRB Kabupaten Tapin selama 6 tahun sejak tahun 2005 sampai tahun 2010 dapat dijelaskan pada tabel 4.17 berikut ini.
98
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 4.17 Hasil Analisis Location Quotient Kabupaten Tapin 2005 - 2010 LQ Tapin LAPANGAN USAHA
200 5
200 6
200 7
200 8
200 9
201 0
Rata 2
1. Pertanian
1.75
1.73
1.69
1.59
1.67
1.75
1.70
Basis
2. Ptambang & Pgalian
0.87
0.90
0.93
1.01
0.93
0.9 0
0.92
Non Basis
3. Industri
0.35
0.38
0.41
0.45
0.47
0.4 8
0.42
Non Basis
4. Listrik, Gas & Air
0.66
0.70
0.8 0
0.82
0.80
0.77
0.76
Non Basis
5. Bangunan
0.79
0.81
0.81
0.84
0.85
0.87
0.83
Non Basis
6. Perdagangan, H&R
0.62
0.62
0.60
0.59
0.59
0.5 8
0.60
Non Basis
7. Pengangkutan & Kom
0.23
0.23
0.22
0.23
0.22
0.22
0.22
Non Basis
8. Keuangan, Sewa& Js.
1.03
0.99
0.98
0.98
0.94
0.9 4
0.98
Non Basis
9. Jasa-Jasa
1.71
1.62
1.65
1.64
1.57
1.48
1.61
Basis
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
PDRB Dengan Migas
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) Dari hasil analisis, Sektor Pertanian mempunyai potensi yang relatif besar dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapin selama tahun analisis 2005-2010. Nilai LQ Sektor Pertanian selama tahun analisis selalu lebih dari satu (LQ>1). Pada tahun 2005 nilai LQ sebesar 1,75 kemudian terus mengalami fluktuasi. Terdapat kecendrungan penurunan dimana pada tahun 2006 nilai LQ mengalami penurunan menjadi 1,73, hingga pada tahun 2008 mencapai titik terendah sebesar 1,59. Rata-rata nilai LQ pada periode 2005-2010 99
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
adalah sebesar 1,70 (LQ>1), sehingga secara umum sektor Pertanian dapat digolongkan sebagai sektor basis. Sektor ini tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan Kabupaten Tapin, namun juga memenuhi kebutuhan di daerah lainnya. Dengan kata lain sektor ini memiliki kekuatan ekonomi yang cukup baik dan sangat berpengaruh terhadap perekonomian Kabupaten Tapin karena berpotensi ekspor. Hasil analisis juga menunjukkan Sektor Jasa-jasa termasuk dalam sektor basis dalam perekonomian Kabupaten Tapin meskipun terus mengalami kecendrungan menurun. Dalam Tabel nampak nilai LQ sektor ini selalu lebih dari satu (LQ>1). Pada tahun 2005 nilai LQ sebesar 1,71 kemudian mengalami penurunan hingga pada tahun 2010 nilai LQ hanya sebesar 1,48. Rata-rata LQ Sektor Jasa-jasa selama tahun 2005-2010 yaitu sebesar 1,61. Hal ini berarti bahwa sektor jasa-jasa telah mampu memenuhi semua kebutuhan masyarakat Kabupaten Tapin sekaigus juga mampu menjual produknya keluar wilayah perekonomian Tapin. Lapangan usaha jasa-jasa dikelompokkan kedalam dua sub-sektor yaitu sub sektor jasa pemerintah umum dan sub sektor jasa swasta. Jasa pemerintahan umum meliputi kegiatan jasa yang dilaksanakan oleh pemerintah Kabupaten Tapin mencakup administrasi pemerintah dan pertahanan dan jasa pemerintah lainnya seperti jasa pendidikan, kesehatan dan kemasyarakatan lainnya. Jasa swasta meliputi kegiatan bidang jasa yang dilakukan oleh pihak swasta, misalnya jasa sosial kemasyarakatan, hiburan dan reksreasi, jasa perorangan dan rumah tangga. Sejalan dengan perkembangan sektor barang, sektor ini meningkat dan memiliki prospek yang cukup baik. Kenaikan pada sektor jasa ini terutama dipengaruhi jasa pemerintah dengan segala jenis kegiatannya. 100
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Sektor-sektor yang termasuk non basis namun cukup kuat adalah Pertambangan dan penggalian, Keuangan, dan Bangunan karena memiliki nilai LQ hampir mencapai 1. Sektor-sektor ini tetap penting untuk diperhitungkan karena memiliki potensi untuk menjadi andalan bagi ekonomi. Hal ini dikarenakan indikator LQ hanya menunjukkan perbandingan relatif antara ekonomi Tapin dan ekonomi kawasan yang menjadi rujukan, yakni Kalsel. Oleh karenanya intenitas pasar akan hasil produksi tidak dapat digambarkan. Jadi, walaupun suatu sektor terlihat sebagai non basis namun bisa jadi memiliki peluang pengembangan yang lebih luas karena pasar dalam lokal belum tergarap secaara optimal. Karena kesederhanaannya pula, teknik analisis LQ ini tidak mampu menggambarkan situasi yang lebih detail dibalik karakteristik perekonomian kawasan. Hal ini penting dalam kehati-hatian menggunakan interpretasi hasil LQ Kabupaten Tapin ini. Contohnya, untuk komoditas pertambangan yang di anggap non-basis, sehingga otomatis dalam kaca mata analisis ini hanya diperuntukkan bagi pasar lokal. Kenyataannya berbeda karena semua atau sebagian besar komoditas hasil tambang, khususnya batubara, justru diperuntukkan bagi pasar di luar Kabupaten Tapin luar ataupun diekspor. Ini menunjukkan bahwa pangsa pertambangan pada tingkat kawasan perekonomian Kalimantan Selatan lebih besar diatas perekonomian Tapin.
Analisis Tipologi Klassen Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengetahui gambaran tentang kemajuan perekonomian lokal dalam 101
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
kawasan melalui pola dan struktur pertumbuhan sektoral. Dengan analisis ini sektor ekonomi didaerah lokal dapat digolongkan kedalam klasifikasi sektor Prima, Berkembang, Potensial, dan Terbelakang. Dengan membandingkan tingkat pertumbuhan dan kontribusi sektor-sektor ekonomi antara Kabupaten Tapin dengan daerah rerferensi yaitu Provinsi Kalimantan Selatan maka dapat di ketahui tidak ada satupun terdapat sektor ekonomi yang tergolong prima, seperti nampak pada tabel 4.18. Sektor prima adalah sektor yang di Kabupaten Tapin memiliki share atau kontribusi terhadap PDRB total dan tingkat pertumbuhan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan di Kalimantan Selatan.
Tabel 4.18 Kategori Sektoral Menurut Typology Klassen Berdasarkan Rata-rata Pertumbuhan dan Kontribusi pada PDRB 2005 - 2010 Pertumbuhan Kontribusi Tapin : Kalsel Tapin : Kalsel Tani 4.44% < 5.19% 40.88% > 24.11% Tambang 6.60% > 6.25% 20.28% < 21.97% Industri 7.64% > 1.88% 4.83% < 11.47% LGA 7.71% > 5.06% 0.38% < 0.51% Konstruksi 7.65% > 6.39% 4.54% < 5.49% Dagang 4.22% < 6.36% 9.09% < 15.13% Transport 5.03% < 6.68% 1.93% < 8.57% Keuangan 5.20% < 7.88% 3.82% < 3.91% Jasa-jasa 3.38% < 7.10% 14.25% > 8.84% Sektor
Kategori Potensial Berkembang Berkembang Berkembang Berkembang Terbelakang Terbelakang Terbelakang Potensial
Sumber : PDRB Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan, BPS, 2011 (diolah) 102
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Oleh karena itu fokus ataupun prioritas pembangunan dapat diarahkan ke sektor lainnya yang tergolong potensial ataupun berkembang. Sektor dengan kategori potensial ini terdiri dari Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-jasa yang ditandai dengan kontibusi terhadap PDRB relatif lebih tinggi namun memiliki tingkat pertumbuhan relatif lebih rendah dibanding pada kawasan regional Kalimantan Selatan, seperti terlihat pada tabel 4.18. Jika pertumbuhan sektor-sektor ini dapat ditingkatkan lebih tinggi maka sektor-sektor ini akan memberikan sumbangan bagi perekonomian dengan lebih besar lagi. Sektor-sektor ekonomi yang dapat menjadi andalan berikutnya adalah yang masuk kategori berkembang. Sektorsektor yang terolong kedalam kategori berkembang ini adalah Sektor Pertambangan, Sektor Industri, Sektor LGA, dan Sektor Konstruksi. Dapat dilihat ternyata sektor-sektor ini sebagian besar jenis sektor sekunder ditambah pertambangan. Sektor yang berkembang adalah sektor yang peranannya masih relatif kecil namun tumbuh dengan lebih tinggi dibanding kawasan Kalsel. Keadaan ini sangat baik bagi Tapin karena sejalan dengan karakteristik kemajuan normatif tansformasi ekonomi dalam pembangunan, yakni semakin majunya sektor sekunder. Jika kecendrungan ini dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan maka sektorsektor ini (diluar pertambangan) akan lebih besar peranannya dan membawa dampak kemajuan signifikan bagi perekonomian secara keseluruhan. Sektor yang tersisa adalah sektor pertanian, Sektor Perdagangan, Sektor Transportasi, dan Sektor Keuangan. Ketiga sektor terakhir ini terkategorikan sebagai sektor103
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
sektor yang terbelakang. Hal ini dikarenakan jika dibanding dengan perekonomian kawasan, sektor-sektor ini tumbuh dan berkontribusi pada PDRB dengan tingkat yang relatif lebih rendah dibanding pada level provinsi. Berdasarkan kriteria alat analisa ini akan sektor-sektor ini tidak terlalu potensial untuk diandalkan sebagai penggerak pertumbuhan yang utama. Kendati demikian sektor-sektor ini tentulah masih berperan penting sebagai pendukung bagi sektor-sektor andalan. Jika dirangkum hasil ketiga alat analisis ekonomi regional yang telah diuraikan tersebut diatas maka akan nampak seperti tabel 4.19 berikut ini. Tabel 4.19 Rangkuman Hasil Analisis L-Q, Shift-share, dan Typology Klasen Sektor PERTANIAN PERTAMBANGAN & PENG INDUSTRI PENGOLAHAN LISTRIK, GAS & AIR BER BANGUNAN PERDAGANGAN, HO & RE PENGANGKUTAN & KOM KEUANGAN, PERSEWAAN JASA-JASA
Shif-share Lemah
L-Q Basis
T-Klassen Potensial
Pesat
Non Basis
Berkembang
Berkembang
Non Basis
Berkembang
Berkembang Pesat
Non Basis Non Basis
Berkembang Berkembang
Potensial
Non Basis
Terbelakang
Potensial
Non Basis
Terbelakang
Potensial Potensial
Non Basis Basis
Terbelakang Potensial
Sumber : Tabel-tabel sebelumnya 104
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Berdasarkan rangkuman dari hasil analisis ekonomi regional yang telah dilakukan maka kekuatan ekonomi Kabupaten Tapin nampak tersebar pada berbagai sektor. Tidak ada satu sektor pun yang memiliki dominasi pada ketiga alat analisis sehingga keunggulan setiap sektor tidaklah jauh melebihi sektor yang lainnya. Hal ini bisa jadi merupakan indikasi bahwa perekonomian Tapin telah memasuki tahap-tahap transisi menuju struktur yang lebih baik. Sektor-sektor yang penting pada saat ini, yaitu Pertanian dan Jasa-jasa merupakan sektor yang sejak semula berkembang dan menjadi tulang punggung perekonomian. Sejalan dengan perkembangan, terutama pada masa analisis (2005 - 2010) nampak bahwa sektor-sektor pada kelompok sekunder ditambah pertambangan mengalami kemajuan pesat. Sektor-sektor inilah yang diperkirakan akan menggantikan peran kedua sektor yang disebut sebelumnya. Sektor sekunder yang terdiri dari Industri Pengolahan, LGA, dan Konstruksi akan menjadi tulang punggung perekonomian Tapin kedepannya. Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-jasa yang secara eksisting memiliki peranan penting akan masih diperlukan untuk mendukung stabilitas transformasi ekonomi. Hal ini penting karena jika terjadi gejolak pada sektor-sektor yang besar tersebut dampaknya akan jauh lebih besar dibanding sektor-sektor yang masih berkembang. Oleh karena itu pintu masuk pengembangan ekonomi dapat dilakukan pada berbagai sektor sesuai dengan keunggulannya masing-masing. Untuk itu patut kiranya
105
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
pemerintah mendukung sektor-sektor tersebut beserta subsektor-subsektornya sehingga menjadi andalan dan sekaligus juga unggulan bagi Kabupaten Tapin. Akan tetapi tentu saja hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan ketersediaan sumber daya yang dimiliki. Pengembangan ekonomi yang berbasis pada kekuatan lokal (seperti agribisnis, agroindustri, modernisasi ekonomi rakyat, dan lain-lain) merupakan langkah yang mutlak dipilih sejalan dengan pengalaman dan pelajaran yang bisa dipetik dari fenomena sukses dan gagalnya pembangunan diberbagai level.
106
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
BAB V PREDIKSI DAN ARAH KEBIJAKAN MAKRO EKONOMI 5.1 AGGREGASI KINERJA MAKRO EKONOMI Dari berbagai indikator yang telah dianalisa pada babbab terdahulu maka dapat diambil kesimpulan-kesimpulan tentang tingkat kinerja yang dicapai masing-masing komponen hingga saat ini. Secara kuaitatif hal ini dapat dijadikan sebagai landasan bagi penentuan isu strategis dan prioritas bagi pengambilan kebijakan makro ekonomi kedepan. Tabel 5.1. Indikasi Kinerja Ekonomi Makro Kabupaten Tapin 2010 No I
Kriteria Indikator Pokok
Keterangan Rerata Tertimbang = (+ 3) + (– 1) = 2 Dibawah rata-rata Kalimantan Selatan
1
Pertumbuhan Ekonomi
2
Ketenagakerjaan
Pengangguran Turun tp lebih tinggi dr Prov
3
Inflasi
Berdasarkan Angka Provinsi : Terkendali
4
Neraca perdagangan
Tercatat Dalam Angka Provinsi: Surplus
107
Indikasi Kinerja
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011 II
III
IV
V
Sisi Produksi
Rerata Tertimbang = (+2) + (- 4) = -2 Tumbuh stabil
1
Daya Serap Tenaga Kerja (Employment)
2
Pendidikan Pencari Kerja
Dominan SLTA
3
Struktur Produksi (PDRB)
Cenderung Terpusat Pada Sektor Primer
4
Produktivitas Perekja
Rendah dan cenderung Turun
5
Posisi Produksi pada Skala Regional/Provinsi
Share semakin menurun
6
Jumlah Unit Usaha
Tumbuh Positif
Sisi Pendapatan 1
Pendapatan Masyarakat (Assumsi UMR)
2
Pendapatan Per Kapita
Sisi Pengeluaran
Rerata Tertimbang = -2 Mengimbangi Inflasi Tumbuh Lambat Lebih rendah dr Prov Rerata Tertimbang = (+2) + (-3) = - 1 Memadai dan tumbuh tinggi
1
Volume Keuangan Pemerintah
2
Kemandirian Keuangan
Ketergantungan yang besar pada Dana Perimbangan
3
Derajat Desentralisasi
Peranan Pendapatan Asli Daerah masih rendah
4
Simpanan dan Kredit di Perbankan
Tumbuh stabil
5
Investasi PMA dan PMDN
Tercatat Dalam Angka Provinsi : Lambat
Potensi dan Daya Saing Regional
Rerata Tertimbang = (+2) + (-1) = 1 Terpusat disektor Pertanian dan Jasa
1
Basis Pertumbuhan
2
Keunggulan Komparatif dan Kompetitif
Semakin terpusat pada sektor Sekunder
3
Potensi perkembangan dan ketahanan ekonomi
Tersebar pada beberapa sektor
108
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011 VI
Indikator Pembangunan 1
Kemiskinan
2
IPM
Rerata Tertimbang = -2 Kemiskinan cenderung Naik secara absolut IPM stagnan
TOTAL RERATA TERTIMBANG = 2 + (-2) + (-2) + (-1) + 1 + (-2) = (-4)
Sumber: Hasil Analisis
Tabel 5.1 diatas merupakan kumpulan indikasi kinerja makro ekonomi Kabupaten Tapin pada berbagai komponen yang diperoleh berdasarkan assessment pada analisis sebelumnya. Agregasi dari berbagai kinerja tersebut menghasilkan skor rata-rata tertimbang -4 (minus empat). Ini menunjukkan tingkat kinerja komponen makro dan pembangunan dalam perekonomian Kabupaten Tapin masih rendah da perlu dibenahi. Tehnik rata-rata tertimbang yang sangat sederhana diatas ditujukan untuk membantu menunjukkan indikasi posisi kinerja makro dan pembangunan kabupaten Tapin saat ini. Terlihat masih banyak kelemahan kinerja diberbagai komponen yang masih perlu tingkatkan atau diperbaiki dengan berbagai strategi. Salah satu kelemahan yang dialami adalah dalam hal tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah. Meski demikian, tidak semua sektor tumbuh rendah karena terdapat sektorsektor pada kelompok sektor sekunder yang nampak tumbuh tringgi dan semakin maju. Pada saat bersamaan tingkat pengangguran relatif baik karena dapat ditekan pada tingkat yang rendah. Hal ini terjadi karena daya serap tenaga kerja (employment) tumbuh stabil ditengah rendahnya pertum109
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
buhan PDRB. Akan tetapi, konsekuensinya adalah tingkat produktivitas pekerja relatif rendah. Tingkat kemiskinan di Kabupaten Tapin masih relatif rendah jika dibandingkan dengan prestasi daerah lain secara nasional maupun pada tingkat Provinisi Kalsel. Akan tetapi, terdapat kenyataan bahwa akhir-akhir ini perkembangan penanggulangan kemiskinan menunjukkan hasil yang belum signifikan. Tingkat kemiskinan mulai 2009 cenderung meningkat dan berada diatas pertumbuhan rata-rata provinsi. Karenanya diperlukan langkah-langkah strategis agar angka kemiskinan ini tidak meningkat lagi.
5.2 PREDIKSI PERTUMBUHAN DAN STRUKTUR PDRB Berdasarkan kondisi kinerja makro yang telah dicapai, berikut ini akan diprediksi kondisi besaran utama makro ekonomi khususnya PDRB. Dengan menggunakan metode Trend sederhana dapat melihat bagaimana prediksi kondisi perekonomian ke depan jika keadaan yang ada sekarang dibiarkan berjalan tanpa adanya suatu intervensi. Dari tabel 5.2 terlihat bahwa rata-rata pertumbuhan total PDRB yang sudah terealisasi (2006 - 2010) mencapai 4,21%. Angka ini cukup rendah jika dibandingkan dengan kinerja yang dicapai perekonomian daerah lainnya di Provinsi Kalsel. Sejalan dengan perkembangan mutakhir maka diperkirakan pada periode 2011 - 2015 pertumbuhan hanya mencapai ratarata 3,83% per tahun. Terlebih lagi pada periode yang lebih jauh yaitu periode 2016 - 2020- malahan turun jauh lebih rendah lagi hingga rata-rata 3,30%. 110
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 5.2 Realisasi dan Prediksi Pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin s/d 2020 Rata-rata LAPANGAN USAHA
Realisasi
Prediksi
Prediksi
(2006 – 2010)
(2011 – 2015)
(2016 – 2020)
1. PERTANIAN
3.70%
2.82%
2.96%
2. PERTAMB & PENGGALIAN
5.50%
5.48%
3.81%
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
6.37%
5.76%
4.42%
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
6.43%
6.22%
4.27%
5. BANGUNAN
6.37%
5.16%
4.26%
6. PERDAGANGAN, HO & RESTO
3.51%
3.14%
2.90%
7. PENGANGKUTAN & KOMUNI
4.19%
4.02%
3.44%
8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP.
4.33%
4.25%
3.53%
9. JASA-JASA
2.82%
3.40%
2.71%
4.12%
3.83%
3.30%
PDRB DENGAN MIGAS
Sumber: Hasil Analisis Jika dikaitkan dengan perkembangan lingkungan eksternal terdapat kecendrungan yang kurang menggembirakan . Ekonomi dunia pada 2012 menurut IMF diprediksi hanya mampu tumbuh di kisaran 3,6 - 3,7 persen. Hal ini dipengaruhi semakin parahnya krisis hutang di negaranegara Eropa sejak 2011 yang melebar ke berbagai aspek ekonomi lainnya. Disamping itu ekonomi AS belum sepenuhnya pulih dari krisis keuangan sejak 2008 sehingga masih bergelut pada perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2012 oleh IMF diperkirakan sebesar 6,3% yang telah 111
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
diturunkan dari prediksi semula. Hal ini sejalan dengan penurunan keyakinan Bank Indonesia yang sempat memprediski Indonesia akan mampu tumbuh 6,7% pada 2012 sesuai asumsi APBN. Akan tetapi angka ini dikoreksi menjadi hanya pada rentang 6,3 - 6,7% dan berat untuk menembus angka 6,5%. Berkaca dari prediksi tersebut maka perlu adanya antisipasi agar hal tersebut tidak berdampak negatif. Perekonomian Tapin berdasarkan trend historis selalu lebih rendah dari rata-rata pertumbuhan Provinsi Kalsel dan nasional. Meski demikian Tapin masih memiliki peluang untuk tumbuh antara 4,0 - 5,0% selama rentang 20011 2015. Untuk itu kebijakan harus secara nyata diarahkan menuju leverage pertumbuhan. Dalam kaca mata makro ekonomi tingkat pertumbuhan dapat menciptakan perluasan skala perekonomian, pasar, investasi, employment, dan pendapatan serta kesejateraan secara simultaneous-reversal (saling mendorong dalam hubungan bolak-balik). Tingkat pertumbuhan dan kesempatan kerja memiliki hubungan yang positif. Okun (dalam Mankiw, 2007) mengemukakan hukum yang telah diakui dalam ilmu ekonomi sebagai Okun's Law bahwa hubungan antara GDP dan pengangguran adalah negatif. Dalam kasus di Tapin karakteristiknya agak berbeda karena walaupun tanpa disertai tingkat pertumbuhan yang tinggi telah terjadi pertumbuhan penyerapan tenaga kerja yang stabil dan positif. Meski demikian bukan berarti Tapin tidak memerlukan adanya percepatan dalam pertumbuhan. Justru ini berarti bahwa kebijakan yang dimaksudkan untuk
112
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
mendorong pertumbuhan harus menyasar lebih kepada peningkatan kesejahteraan pekerja ketimbang menciptakan employment itu sendiri. Phillips (Dalam Mankiw, 2007) telah memperingatkan adanya hubungan yang beresiko antara pertumbuhan dan tingkat inflasi. Jika pertumbuhan terjadi secara berlebihan dalam arti tidak sesuai dengan daya produktif ekonomi lokal maka hal tersebut hanya cenderung akan meningkatkan Demand Aggregate yang hasil akhirnya melambungkan tingkat inflasi. Jika inflasinya tidak terkendali maka akan kontraproduktif terhadap tujuan untuk menyejahterakan rakyat. Sebagaimana tingkat pertumbuhan, hasil prediksi komposisi PDRB atau struktur konstribusi/share sektoral dalam membentuk PDRB tidak menunjukkan keadaan yang cukup menggembirakan. Dominasi kedua sektor di wilayah primer, Pertanian dan Pertambangan, belum tergeser oleh sektor lain, bahkan hingga periode 2016 - 2020 seperti nampak pada tabel 5.3. Hal ini dapat berubah jika jadi lebih baik jika terdapat langkah-langkah antisipatif yang dapat mengoreksi kecendrungan yang sudah ada. Salah satu hal yang akan berperan meningkatkan kinerja struktur PDRB Tapin adalah meningkatnya sektor industri secara signifikan mulai 2012 dengan beroperasinya pabrik CPO.
113
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Tabel 5.3 Realisasi dan Prediksi Struktur PDRB Kabupaten Tapin s/d 2020 Rata-rata LAPANGAN USAHA
Realisasi
Prediksi
Prediksi
(2006 – 2010)
(2011 – 2015)
(2016 – 2020)
1. PERTANIAN
40.88%
39.66%
38.93%
2. PERTAMB & PENGGALIAN
20.28%
21.32%
21.95%
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
4.83%
5.43%
5.79%
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.38%
0.42%
0.45%
5. BANGUNAN
4.54%
5.01%
5.30%
6. PERDAGANGAN, HO & RESTO
9.09%
8.77%
8.58%
7. PENGANGKUTAN & KOMUNI
1.93%
1.95%
1.97%
8. KEUANGAN, PERSEWA, & JP.
3.82%
3.90%
3.95%
14.25%
13.52%
13.09%
100.00%
100.00 %
100.00%
9. JASA-JASA PDRB DENGAN MIGAS
Sumber: Hasil Analisis Sesuai dengan hasil analisis ini, di Tapin persoalan yang relatif lebih prioritas bukanlah tentang sempitnya kesempatan kerja, akan tetapi adalah masalah kemiskinan. Untuk mengatasi kemiskinan tersebut salah satu caranya adalah dengan meningkatkan kesejahteraan pekerja diberbagai lapangan usaha yang ada. Salah satu indikasinya adalah dengan lebih meratanya kontribusi sektoral dalam stuktur PDRB. Oleh karena itu pengurangan ketimpangan sektoral harus menjadi prioritas untuk ke depannya. Hal itu dapat terjadi melalui adanya peningkatan produktifitas pekerja.
114
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Upaya pengentasan kemiskinan melalui adanya perbaikan keseimbangan pembangunan dalam struktur ekonomi adalah sejalan dengan prinsip sustainable development (Kuncoro, 2004). Penelitian Kakwani, dkk (2004) menjelaskan secara lugas bahwa growth (tingkat pertumbuhan) sama sekali tidak bertanggung jawab atas pengentasan kemiskinan dengan segala dimensinya. Pengurangan kemiskinan justru ditentukan oleh Poverty Equivalent Growth Rate. Ini adalah suatu ukuran proporsi yang besarnya berbeda-beda antar negara, tergantung tingkat perekonomian dan kesenjangan (inequality) yang dimiliki. Jangan harapkan pertumbuhan efektif untuk mengurangi kemiskinan kecuali kebijakankebijakan untuk mengurangi kesenjangan telah berjalan.
5.3 PREDIKSI PERKEMBANGAN LAPANGAN KERJA Berdasarkan perhitungan yang dipadukan antara proyeksi, proporsi, dan elastisitas (lihat Lampiran ....), maka model estimasi hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja untuk Kabupaten Tapin adalah seperti pada tabel 5.4 berikut: Tabel 5.4 Model Estimasi Ketenagakerjaan di Tapin Tahun 2011 Komponen Pekerja (org) PDRB (Rp. Juta)
2010 (Awal)
Tumbuh
2011
Delta
80.594
+0.60%
81.076
482
1.004.944,17
+1%
1.014.993,61
10,049
Elatisitas
0.60
Sumber: Hasil Analisis 115
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Angka elastisitas penyerapan tenaga kerja yang diperoleh adalah sebesar 0.60, seperti pada tabel 5.4 diatas. Dengan demikian maka setiap kenaikan 1% PDRB pada 2011 akan menyerap 482 tambahan tenaga kerja di Tapin. Hasil proyeksi nilai pertumbuhan PDRB tahun 2011 adalah 3,68% sehingga diperkirakaan akan terdapat penyerapan tambahan lapangan kerja sebanyak 1.774 orang. Setelah melakukan berbagai simulasi maka penulis memegang asumsi bahwa tingkat penyerapan tenaga kerja bersifat konstan sesuai dengan model estimasi diatas. Untuk rentang waktu 2011 - 2020 dapat diprediksikan posisi penyerapan tenaga kerja baru pada tingkat pertumbuhan PDRB masing-masing, seperti terlihat pada tabel 5.5, sebagai berikut:
Tabel 5.5 Prediksi Penciptaan Lapangan Kerja Baru di Kabupaten Tapin 2011 - 2020 Tahun
2011
2012
2013
2015
2017
2018
2020
%r PDRB
3,68
4,10
3,94
3,65
3,40
3,29
3,09
% r Pekerja
2,20
1,99
1,88
1,68
1,51
1,44
1,31
Total Pekerja
82.368
84.008
85.583
88.559
91.329
92.645
95.155
Tambahan Pk
1,774
1,976
1,898
1,760
1,640
1,586
1,488
Sumber: Hasil Analisis
Berdasarkan tabel 5.5, pertumbuhan PDRB Kabupaten Tapin dalam periode 2011 sampai dengan 2020 diprediksi berkisar antara 3,09 sampai 4,10%. Sebagai pengaruh dari pertumbuhan tersebut maka terjadi peningkatan penyerapan tenaga kerja. Sepanjang periode tersebut nampak terdapat 116
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
tambahan pekerja yang terserap diberbagai lapangan kerja. Ditahun 2011 nampak tambahan penyerapan tenaga kerja adalah sejumlah 1.774 orang, sementara pada 2015 dan 2020 masing-masing sebanyak 1.760 oran dan 1.488 orang. Jumlah penduduk bekerja sejalan dengan ini telah tumbuh positif dengan tingkat capaian antar 1,31 sampai 2,20% pertahun. Dengan demikian, Kabupaten Tapin diprediksi akan cukup baik kinerjanya dalam penyediaan lapangan kerja.
Tabel 5.6 Prediksi Ketenagakerjaan Tanpa Intervensi Percepatan Pertumbuhan di Kabupaten Tapin 2011 - 2015: Uraian
a
Penddk Usia 15 +
1. Angkatan Kerja - Bekerja - Pengangguran 2. Bukan AngkKerja b TPAK (%) c TPT (%)
2011
2012
2013
2014
2015
123,401 90,879 85,583 5,176
125,869 92,424 87,099 5,295
128,261 93,904 88,559 5,325
130,441
132,528
92,424 86,797
5,344
93,904 88,258 5,646
36,686
37,382
38,017
38,625
38,625
70.85
70.85
70.85
70.86
70.86
5.79
5.80
5.83
5.76
5.69
Sumber: Hasil Analisis Hasil analisis sebelumnya menunjukkan prediksi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapin tetap akan berlangsung positif pada masa yang akan datang. Karakteristik yang dimiliki sektor usaha produktif di Tapin adalah memiliki daya serap yang tinggi bagi tenaga kerja. Oleh karenanya maka kinerja ketenagakerjaan Kabupaten Tapin hingga 2015 diprediksi akan semakin membaik, seperti pada tabel 5.6. Hasil prediksi pada tabel 5.6 diatas hanya menggunakan data proyeksi untuk pertumbuhan PDRBnya. Artinya, skenario 117
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
pertumbuhan PDRB tersebut belum disertai dengan asumsi perubahan kondisi faktor penentu pertumbuhan. Dari tabel 5.6 diatas diprediksi bahwa jumlah penduduk usia kerja (15 tahun keatas) akan semakin bertambah. Begitupun juga yang terjadi pada jumlah penduduk angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Pertumbuhan angkatan kerja mengharuskan adanya antisipasi penyediaan lapangan kerja yang memadai. Hasil prediksi menunjukkan jumlah penduduk yang bekerja terus meningkat dari 2011 sampai dengan 2015. Oleh karenanya, meskipun jumlah pengangguran secara absolut juga meningkat, namun tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Tapin diprediksi akan semakin menurun. Jika pada 2011 diprediksi tingkat pengangguran terbuka (TPT) adalah 5,79% maka sampai dengan 2015 akan dapat diturunkan menjadi 5,69%.
5.4 ARAH KEBIJAKAN MAKRO Arah kebijakan makro ekonomi tidak terlepas dari lingkup permasalahan utama makro ekonomi yakni pertumbuhan ekonomi, kesempatan kerja, tingkat inflasi, dan neraca perdagangan. Untuk kepentingan daerah lingkup kebijakan makro ekonomi ditambah dengan indikator pembangunan, yang umumnya terdiri dari tingkat kemiskinan, IPM, dan Anggaran Daerah dalam kerangka otonomi daerah.
118
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Grafik 5.1 S kenario Kebijakan M akro dan Pem bangunan Daerah
K EU AN G AN D AM P AK : M EN G ATASI
K R ED IT
K EM ISKIN AN
IN VESTASI
PEN G AN G G U R AN
K O N D ISID AN PO TEN SI : r, p, e
STRU KTUR EKO NO M I, BA SIS,STRA TEG IS
PER TU M B U H AN
M EN IN GK ATK AN IPM
Y ↑,N ↑,P FASILITASI PEM R IN TAH
K AP ASITAS
BB ELAN ELAN JA JA MM OO DD AL, AL,SEK SEK TO TO RR PU PU BB LI LIKK
Secara garis besar kerangka konsepnya adalah seperti grafik 5.1. Pada grafik tersebut diatas digambarkan lingkup kebijakan makro dalam konteks pembangunan daerah yang meliputi kebijakan fiskal, moneter, dan sektoral. Urusan moneter bukan termasuk domain Pemerintah Daerah, begitupun Hutang Luar Negeri sebagai bagian dari sumber penerimaan pemerintah yang dapat menjadi instrumen kebijakan fiskal. Dengan demikian pemerintah daerah lebih banyak hanya bermain diwilayah kebijakan sektoral. Hal serupa juga berkenaan dengan indikator makro pembangunan. Beberapa indikator makro, seperti tingkat inflasi, neraca perdagangan, neraca APBD, UMR, Investasi Asing, dan ijin usaha-usaha berskala besar tidak berada ditangan daerah, baik seluruhnya ataupun sebagian. Oleh 119
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
karenanya, kebijakan yang realistis namun menyentuh sasaran apalagi bersifat efektif dan menyeluruh untuk mempengaruhi kinerja makro ekonomi cukup sulit untuk dirumuskan pada tataran makro. Sesuai dengan kondisi faktual Kabupaten Tapin serta gambaran prediksi kondisi akan datang yang harus diantisipasi maka terdapat beberapa kebijakan yang strategis untuk ditempuh. Arah kebijakan Mendorong Pertumbuhan
Mengingat masih rendahnya tingkat pertumbuhan PDRB maka diperlukan adanya usaha yang lebih optimal dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkualitas dan strategis. Berkualitas dalam arti kata menuju konsep pembangunan berkelanjutan dan strategis sesuai dengan basis potensi dan daya saing ekonomi lokal.
Arah kebijakan Mendorong Nilai Produksi
Dari sisi keberpihakan pemerintah, perlu adanya dukungan anggaran untuk dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah. Latar belakang pendidikan pekerja yang relatif masih rendah menentukan tingkat produktifvitas dan posisinya yang rendah dalam bekerja. Bentuk dukungan yang dapat dilakukan berupa peningkatan kualitas dan penyediaan akses bagi pendidikan dan pelatihan, khususnya dalam meningkatkan lulusan SLTA agar memperoleh pengetahuan dan 120
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
keterampilan lebih tinggi untuk siap masuk lapangan kerja dengan lebih baik. Keberadaan institusi pendidikan diploma dibidang agroindustri, pertambangan dan sejenisnya niscaya relevan dengan kebutuhan tersebut.
Mendukung usaha-usaha untuk membangun kemampuan berwira usaha bagi calon pengusaha baru dan mendorong perusahaan-perusahaan yang sudah ada untuk melakukan up-grading terstruktur dan kontinyu agar kualitas kerja dan daya saing usaha terus meningkat. Unit-unit usaha swasta baik secara mandiri ataupun melalui fasilitas pemerintah didorong untuk memiliki program diklat terstruktur dan kontinyu bagi pekerjanya agar lahir SDM yang responsif terhadap perkembangan teknologi dan mampu menciptakan inovasi.
Mengoptimalkan sekaligus mengkaji ulang upayaupaya promosi potensi daerah, khususnya dalam bidang industri serta menyederhanakan prosedur dan meningkatkan layanan sesuai prinsip good governance.
Arah kebijakan Mendorong Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Masalah kemisikinan dapat diatasi jika pemerataan bisa lebih baik. Oleh karena itu perlu dipastikan agar setiap kebijakan berpihak kepada rakyat, misalnya dalam hal perkebunan ataupun pertambangan. Program-program anti kemiskinan terus di jalankan
121
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
sambil dikaji ulang. Selama masih ada masyarakat miskin maka dua dimensi pengentasan kemiskinan yakni mengurangi beban pengeluaran si miskin dan mendukung mereka untuk dapat meningkatkan pendapatan harus terus di implementasikan sebagai wujud keadilan atas distribusi kue pembangunan.
Arah Kebijakan Meningkatkan Kinerja Anggaran Pemerintah Daerah dan Keuangan
Meningkatkan kemampuan keuangan daerah melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pajak dan retribusi daerah.
Mendorong sekaligus mengontrol perkembangan lembaga-lembaga kredit mikro dan koperasi.
Meningkatkan profesionalisme dalam manajemen pelayanan publik.
Berperan dan mendukung upaya-upaya peningkatan bagi hasil SDA bagi daerah dikarenakan Kabupaten Tapin adalah salah satu penghasil komoditas pertambangan utama di Kalsel.
122
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
DAFTAR PUSTAKA Anonim; Modul Sistem Informasi Manajemen Perencanaan Pembangunan Nasional. Bappenas, Jakarta, 2003. Anonim, Pendapatan Regional Kabupaten / Kota di Kalimantan Selatan 2005-2011, BPS Kalimantan Selatan. (Beberapa Edisi) Anonim, PDRB Kabupaten Tapin 2009-2011, BPS Kabupaten Tapin, 2011 Anonim, Kabupaten Tapin Dalam Angka 2011, BPS Kabupaten Tapin, 2011 Anonim, Kabupaten Tapin Dalam Angka 2010, BPS Kabupaten Tapin, 2010 Anonim, Kabupaten Tapin Dalam Angka 2009, BPS Kabupaten Tapin, 2009 Arsyad, Lincolyn; Pengantar Perencanaan Ekonomi Daerah. BPFE-UGM, Jogjakarta, 1999. Kakwani, N. , S. Khandker and H. Son (2004) “Pro-Poor Growth: Concepts and Measurements with Country Case Studies” International Poverty Centre Working Paper 1
123
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
Krugman.,P. (1998). Space : The Final Frontier. Journal of Economic Perspectivee, 12 (2) Mankiw, N. Gregory (2004). Principles of Economics. Thomson South Western, Mason, Ohio, USA. Mudrajat Kuncoro (2000). Ekonomi Pembangunan: Teori, Masalah dan Kebijakan (1st ed.). UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Mudrajat Kuncoro (2002). Analisis Spasial dan Regional: Studi Aglomerasi dan Klaster Industri Indonesia. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Prasetyo Soepono (2001). Teori Pertumbuhan Berbasis Ekonomi (eksport) Posisi dan Sumbangannya bagi Perbendaharaan Alat-alat Analisis Regional. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol.16 No.1. Rahardjo Adisasmita (2005). Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah. Graha Ilmu. Yogyakarta. Soeparmoko (2002). Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan Daerah. Edisi pertama. Andi. Yogyakarta. Soediyono (1992). Ekonomi Makro: Pengantar Analisis Pendapatan Nasional, Liberty, Yogyakarta Tarigan, Robinson. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta, 2004 Todaro, Michael P (2006). Pembangunan Ekonomi, Edisi Kesembilan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Tri Widodo (2006). Perencanaan Pembangunan: Aplikasi Komputer (Era Otonomi Daerah). UPP STIM YKPN Jakarta
124
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah. 2008. Indonesia Legal Centre Publishing UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah. 2008. Indonesia Legal Centre Publishing
125
Kajian Daerah; Analisis Makro Ekonomi Daerah Kabupaten Tapin 2011
126