BAB III KERANGKA MAKRO EKONOMI DAERAH 3.1. Kondisi Ekonomi Daerah Kondisi ekonomi makro daerah mempunyai peranan penting dalam mendukung laju pembangunan ekonomi. Keberhasilan pembangunan ekonomi banyak ditentukan oleh berbagai faktor seperti laju inflasi, pertumbuhan ekonomi dan juga Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Kondisi ekonomi daerah Kabupaten Ponorogo dalam kurun waktu lima tahun terakhir mengalami fluktuasi seiring dengan terjadinya perubahan kondisi sosial politik baik secara nasional maupun regional. Adanya pemilihan anggota DPR, DPRD, pemilihan Presiden, pemilihan kepala daerah, timbulnya berbagai bencana di tanah air mulai gempa bumi, tsunami, tanah longosor, banjir, gunung meletus berdampak
terhadap perekonomian nasional
maupun perekonomian daerah. 3.1.1. Kondisi Perekonomian Nasional Secara Nasional Tahun 2010 akan menjadi tahun "spesial" bagi Indonesia karena selain polemik dari kasus Bank Century yang sampai sekarang belum tuntas. Indonesia juga bakal menyambut berlakunya ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) yang diberlakukan mulai Januari tahun 2010. Buntut dari kasus Dubai World juga harus tetap diwaspadai. Banyak pengamat ekonomi memperkirakan kondisi ekonomi 2010 menunjukkan perbaikan, namun masih rapuh. Selain faktor non-ekonomi di dalam negeri, pengaruh regional juga akan memberikan kontribusi pada ekonomi. Krisis ekonomi yang dimulai tahun 1998 dan dan kondisi terburuk krisis ekonomi telah terlampaui pada 2009. Di sisi lain, pemulihan ekonomi Indonesia dipengaruhi pula oleh kondisi perekonomian negara-negara lain seperti krisis Dubai World dan mulai bangkrutnya perbankan Austria dan Yunani. Perkembangan itu bisa saja muncul di tempat lain yang berpengaruh terhadap perekonomian negara lain termasuk Indonesia. Karenanya, para pengamat ekonomi mengatakan perekonomian nasional pada 2010 masih belum menentu. Perekonomian pada 2010 masih akan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 49
bergejolak akibat dari faktor eksternal (dari luar Indonesia) dan faktor dari dalam negeri seperti kondisi politik, keamanan, ketertiban dan bencana alam yang terus melanda belahan bumi Indonesia mulai dari banjir bandang di Wasior, Tsunami di kepulauan Mentawai dan Meletusnya Gunung Merapi di Jogyakarta serta masih banyak bencana alam yang melanda negeri ini. Gejolak dari faktor eksternal karena perbaikan ekonomi yang terjadi saat ini dinilai masih sangat rapuh, dan dapat berbalik arah menuju pemburukan ekonomi dengan cepat. Krisis keuangan bisa saja terjadi kembali, salah satunya dipicu oleh kasus gagal bayar Dubai World. Apabila Dubai World tidak bisa diselesaikan segera, maka akan berdampak terhadap perekonomian global. Indonesia juga akan terimbas oleh kasus ini. terutama aliran dana Jangka pendek (hot money) yang bisa sewaktu-waktu keluar dan memukul rupiah. Apabila rupiah terpukul, tentu saja akan membuat perekonomian Indonesia menjadi sulit. Inflasi akan meningkat dan investasi yang didukung oleh barang modal impor akan tertekan. Faktor dalam negeri yang cukup mengganggu saat ini adalah kasus Bank Century. apabila kasus tersebut berlarut-larut akan menguras energi dalam membangun di satu sisi. Di sisi lain, semakin memicu ketegangan. Akibatnya, resiko sosial politik meningkat dan pengaruhnya terhadap investasi terutama di sektor infrastruktur. Dampak Khusus pembangunan infrastruktur, karena di Indonesia banyak mengandalkan public private partnership (kerjasama pemerintah swasta). Selain itu. defisit APBN yang meningkat juga perlu diwaspadai terutama karena pembiayaannya berasal dari penerbitan surat berharga negara. Kurang siapnya Indonesia dalam menghadapi era keterbukaan yang lebih kompetitif saat ini mempunyai dampak yang sangat signifikan. Meski Indonesia merupakan satu dari tiga negara di dunia yang memiliki pertumbuhan ekonomi positif saat ini bersama-sama India dan China, namun kualitas pertumbuhannya tidak bisa diharapkan berbeda dengan China dan India. Potensi perbaikan perekonomian dari tiga negara yang mempunyai pertumbuhan ekonomi yang positif adalah India dan China dan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 50
bukan Indonesia, hal ini dikarenakan China dan India karena memiliki competitiveness (daya saing). China akan recover (pulih) dengan hardwarenya (perangkat kerasnya) dan India dengan software (perangkat lunaknya). Namun Indonesia tidak memiliki andalan
dalam bidang tertentu yang
mempunyai daya saing yang sangat tinggi. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan industri manufaktur dan pertumbuhan pertanian yang terus memburuk. "Kita tahu dua sektor yang utama yakni manufaktur dan pertanian, share (kontribusi) manufaktur 28 persen dari produk domestik bruto (PDB) dan pertanian 14 persen PDB. tapi pertumbuhannya mengalami penurunan terus hanya 1,3 persen dikuartal I/ 2009. Artinya, competitiveness (daya saing) Indonesia semakin menurun. Di sisi lain, pola pertumbuhan ekonomi justru semakin memperkuat terjadinya informalisa yaitu perpindahan tenaga kerja dari sektor formal ke informal, itu mengindikasikan kualitas pertumbuhan ekonomi semakin turun, karena lebih banyak yang bekerja di sektor informal menjadi pembantu dan lainnya, artinya, ekonomi Indonesia tidak kompetitif. Penerimaan pendapatan dari pajak yang diperkirakan anjlok dari target Rp 661 triliun menjadi Rp 576 triliun pada 2009 akan menambah masalah defisit. Dikhawatirkan, penerimaan 2010 yang ditargetkan Rp 775 triliun tidak akan tercapai, mengingat kondisi ekonomi dunia masih sangat rapuh. Sementara pengamat perbankan Tony Prasetyantono menilai, penyelesaian kasus Bank Century yang sedang ditangani Pansus Angket di DPR berdampak signifikan pada pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010.Apabila kasus Bank Century berakhir happy ending dan politik dalam negeri tetap stabil, maka target pertumbuhan ekonomi tahun 2010 sebesar 5 persen bisa terealisasi. Capital inflow Ini berdampak positif yakni meningkatkan cadangan devisa dan menguatkan nilai tukar rupiah terhadap dolar. Kondisi ini akan menggairahkan pasar Indonesia sehingga target pertumbuhan ekonomi Indonesia 5 persen bisa tercapai. Namun, jika sebaliknya kasus Bank Century berakhir tidak happy ending, maka akan berdampak pada stabilitas politik dan ekonomi di Tanah-
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 51
Air. Dengan demikian, target pertumbuhan ekonomi Indonesia 2010 juga tidak akan terealisasi. Kasus Bank Century yang sedang menjadi persoalan nasional saat ini juga menunda masuknya investasi asing ke Indonesia. Namun, pengamat ekonomi Faisal Basri memperkirakan pertumbuhan ekonomi lndonesia pada 2010 paling tidak akan mampu mencapai 5,4 persen. Dalam prediksinya tahun depan Itu paling rendah 5,4 persen, dan jika ditambah sedikit kerja keras seperti pelaksanaan national single window (NSW), pelayanan pelabuhan 24 Jam/hari di Tanjungpriok sehingga produktivitas meningkat maka target 6 persen dapat dicapai.
Sektor
manufaktur sebagai penyumbang pertumbuhan ekonomi juga harus mendapatkan perhatian serius sehingga dapat lebih berkembang pada 2010. Investasi juga perlu mendapat perhatian. Perkiraan kebutuhan investasi Rp2.000 triliun selama lima tahun ke depan sebenarnya hanya untuk tahun 2010 saja.Untuk lima tahun ke depan, kebutuhannya rata-rata sekitar Rp2.900 triliun. Jumlah itu antara lain akan berasal dari perbankan sekitar Rp400 triliun, investasi dari luar negeri Rp500 triliun, dari pasar modal dan dari investasi asing langsung (FDI). Dibandingkan dengan negara-negara lain seperti India dan China yang bisa mencapai pertumbuhan ekonomi di atas 7 persen, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggal jauh. Hal itu antara lain karena ekspor Indonesia masih berupa komoditas mentah, sedangkan ekspor dari negara-negara lain sudah berupa produk manufaktur. Namun menurut Sri Mulyani Indrawati Direktur Bank Dunia optimis atas proyeksi kondisi perekonomian nasional 2010 akan mendorong meningkatnya minat investasi di Indonesia. Investasi itu berhubungan dengan prospek Artinya, kondisi itu juga tergantung bagaimana mereka (calon investor) menganggap perekonomian nasional, apakah cukup prospektif atau tidak. Semua analisa menyebutkan jika stabilitas sosial politik bisa terjaga, maka calon investor melihat proyeksi kondisi perekonomian nasional tahun depan akan relatif cukup sehat."Walaupun inflasi tidak serendah tahun ini. mereka melihat proyeksi pertumbuhan 2010
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 52
itu relatif cukup sehat yaitu antara 5-5,5 persen, bahkan ada yang optimis 6 persen," ujarnya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi 5-6 persen menimbulkan semacam optimisme yang akan mempengaruhi minat investasi. Di sisi lain, pemerintah akan terus melakukan berbagai langkah untuk mengurangi kesulitan dan hambatan Investasi. Mengenai perkiraan defisit anggaran 2010. Mantan Menteri Keuangan Indonesia Bersatu II mengatakan akan mencapai 1.6 persen dari PDB. "Seperti yang saya katakan, bisa saja mencapai 2 persen kalau misalnya seluruh Jiscal space-nya dipakai, baik untuk insentif maupun berbagai macam kebijakan yang dipilih oleh pemerintah, baik itu untuk kebijakan insentif Infrastruktur atau industri. Nanti kita lihat, kan APBNP masih menunggu sampai tahun yang baru." tuturnya. Karenanya tak heran jika Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Gita Wirjawan, menyatakan realisasi investasi tahun 2010 di targetkan tumbuh 10-15 persen dibandingkan 2009 dari realisasi penanam modal asing (PMA) dan penanam modal dalam negeri (PMDN) 2009. Selama 2009. realisasi investasi dalam negeri tumbuh 104 persen dari 2008 menjadi Rp30 triliun. PMA turun 28 persen dibanding 2008 menjadi 10 miliar dolar AS. "Itu angka sampai Oktober 2009. tapi November dan Desember tidak akan banyak bedanya." tambahnya. Minat investor untuk menanamkan modalnya di lndone-sia sangat besar. Hal itu terlihat dari tingginya aplikasi yang masuk ke BKPM. Namun, tingkat realisasinya masih rendah yaitu hanya sepertiganya saja.Gap (kesenjangan) antara realisasi dan aplikasi cukup besar, misalnya kalau aplikasi ada 10. realisasi hanya tiga. Itu mungkin karena masalah waktu. Jumlah aplikasi sekitar 20-30 persen dari angka realisasi. Beberapa kendala yang menghambat realisasi investasi antara lain menyangkut pengadaan tanah, izin membangun serta izin teknis lainnya yang diperlukan. Untuk itu. pihaknya mengutamakan 3istem pelayanan satu pintu agar proses realisasi investasi bisa lebih cepat lagi. Direktur Perencanaan Makro Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Prijambodo memperkirakan ekspor
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 53
nonmigas secara nominal pada 2010 tumbuh 5 persen, seiring pergerakan pemulihan ekonomi global. Pertumbuhan ekspor nonmigas didukung terutama sektor komoditas yang diperkirakan mengalami peningkatan harga pada 2010. Sektor primer untuk barang-barang komoditas masih menjadi andalan dalam ekspor. Ekspor nonmigas akan didukung terutama pemulihan ekonomi di Asia yang memiliki kinerja lebih balk di bandingkan kawasan Eropa dan AS. Geliat Asia saat ini sangat tergantung dengan kinerja pemulihan ekonomi di dua kawasan tersebut bila pemulihan ekonomi Eropa dan AS tidak terganggu, maka geliat Asia akan tetap terus bertahan. Tapi bila kemudian ada gangguan yang menyebabkan pemulihan menjadi berbalik arah, tentunya akan berpengaruh kepada kawasan. Permintaan barang dari kawasan Asia terutama berasal dari China dan India yang saat ini memiliki pertumbuhan yang masih cukup bagus. Namun, dengan akan diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) 1 Januari 2010. perkiraaan pertumbuhan ekspor 2010 sebesar 5 persen harus dipertanyakan. Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) belum siap menghadapi ACFTA. Oleh Karenanya. UMKM sebaiknya mengembangkan produk-produk yang diuntungkan dengan penerapan ACFTA ini. Oleh karenanya usulan UMKM menunda ACFTA hingga tahun depan merupakan langkah yang tepat dikarenakan saat ini 70 persen pengusaha UMKM khawatir terhadap kesepakatan pembebasan bea masuk impor dari produk-produk China sedangkan sisanya mendukung, karena pengusaha tersebut memang berorientasi ekspor. Sektor industri yang mengajukan keberatan di antaranya, sebanyak 189 pos tarif berasal dari sektor industri besi dan baja, tekstil, dan produk tekstil (87 pos tarif) kimia anorganik (tujuh pos tarif). Selain itu. elektronika (tujuh pos tarif), furniture (lima pos tarif), alas kaki (lima pos tarif), petrokimia (dua pos tarif), dan makanan minuman (satu pos tarif). Pos tarif yang masuk dalam kategori dalam OT 1 (Normal Track 1) yang mulai berlaku per 1 Januari 2010 ini sebanyak 2.528 pos tarif. Namun, dari total tersebut hanya sebanyak 303 pos tarif yang dikabulkan di delapan sektor industri untuk dimajukan dalam
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 54
proses renegosiasi ACFTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) juga mendesak penundaan ACFTA untuk sejumlah sektor maksimal tiga tahun, meskipun kredibilitas Pemerintah Indonesia dipastikan merosot di mata internasional.
"Dengan
penundaan
itu.
pemerintah
berarti
telah
menyelamatkan industri terutama di sektor yang banyak menyerap tenaga kerja." kata Ketua Umum Apindo. Sofjan Wanandi. Dalam kondisi seperti sekarang Ini. dimana gempuran produk China makin besar, maka penundaan implementasi terhadap beberapa sektor sangat mendesak. "Indonesia memang harus konsisten ikut dalam ACFTA. namun kenyataan sebagian asosiasi menyatakan angkat tangan," tegasnya. Sektor yang belum siap bersaing antara lain tekstil, baja, elektronika, kosmetik, ban. mebel, pengolahan kakao, industri alat kesehatan, aluminium, petrokimia hulu, kaca lembaran, sepatu, mesin perkakas, dan kendaraan bermotor. Karenanya. Kelua Komisi VI DPR FPartai Golkar. Airlangga Hartarto. meminta pemerintah menyiapkan berbagai kebijakan untuk menghadapi ACFTA. Alasanya, sejumlah sektor riil perlu dukungan untuk menghadapi ACFTA. "Kita minta kepada pemerintah secepatnya membuat kebijakan yang tepat untuk menyambut ACFTA. Karena kita paham tak semua sektor riil Itu siap menghadapi ACFTA. Jadi, memang ada beberapa yang belum slap, bahkan tak siap." jelasnya. Pihaknya meminta pemerintah agar lebih memfokuskan dulu dan sekaligus memprioritaskan kebijakan ekonominya untuk menghadapi ACFTA yang sudah di depan mata. Karena dampaknya sangat luas terhadap
perekonomian
Indonesia,
termasuk
ancaman
buat
keberlangsungan sektor riil. Sektor riil di Indonesia yang tak siap menghadapi ACFTA tentu akan gulung tikar dan mengundang pengangguran. Karena untuk menyelamatkan perusahaan salah satunya dengan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 55
3.1.2. Perkembangan Ekonomi Makro Jawa Timur Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur pada Triwulan II-2010 sebesar 6,53 % (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan I-2010 yang sebesar 5,82 % dan pertumbuhan nasional yang tercatat sebesar 6,17 %. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan pada triwulan ini didorong oleh investasi dan perdagangan luar negeri (ekspor-impor). Sedangkan konsumsi yang merupakan penggerak utama ekonomi Jawa Timur, relatif tumbuh stabil. Sementara itu, masih seperti pola-pola sebelumnya, realisasi anggaran Pemerintah mengalami peningkatan namun masih relatif rendah dibandingkan target yang telah ditetapkan. Pertumbuhan investasi swasta yang mencapai 8,53 %, hal ini dikonfirmasi oleh indikator lainnya yang menunjukkan peningkatan seperti indikator penjualan truk, impor barang modal dan kredit investasi. Kinerja perdagangan luar negeri Jawa Timur menunjukkan pertumbuhan baik dari sisi ekspor maupun impor masingmasing sebesar 7,47 % dan 19,71 % dengan mencatat net ekspor atau surplus sebesar Rp. 1,53 triliun. Sementara itu, pertumbuhan konsumsi cukup stabil yang didukung oleh konsumsi masyarakat dalam menghadapi liburan sekolah, tahun ajaran baru dan aktivitas Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) di beberapa wilayah. Indikator pendukung lainnya yang menunjukkan adanya peningkatan kegiatan konsumsi tercermin dari meningkatnya omzet penjualan pada Survey Penjualan Eceran. Sementara itu, nilai simpanan perorangan yang relatif rendah pada triwulan ini diduga digunakan untuk membiayai aktivitas konsumsi masyarakat. Dari sisi penawaran, ketiga sektor utama masih menjadi sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Sektor PHR relatif tumbuh stabil. Sedangkan Sektor Pertanian mampu tumbuh lebih tinggi. Pertumbuhan Sektor Industri yang stabil sebagai respon pulihnya permintaan di pasar domestik maupun luar negeri. Kinerja Sektor PHR yang stabil ditopang oleh membaiknya kinerja transaksi perdagangan domestik dan luar negeri serta meningkatnya tingkat hunian hotel sehubungan dengan liburan sekolah. Sementara itu, meskipun
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 56
terjadi faktor cuaca yang tidak menentu yang mengakibatkan adanya pergeseran musim tanam (memasuki masa berakhirnya musim panen), bencana banjir, ancaman hama wereng dan kelangkaan pupuk di beberapa wilayah namun kinerja Sektor Pertanian tumbuh membaik pada triwulan ini. Dari sisi pengeluaran, pertumbuhan pada triwulan ini didorong oleh investasi dan ekspor impor. Sedangkan konsumsi yang merupakan penggerak utama ekonomi Jawa Timur, relatif tumbuh stabil. Sementara itu, masih seperti pola-pola sebelumnya, realisasi anggaran pemerintah mengalami peningkatan namun masih relatif rendah dibandingkan target yang telah ditetapkan. Kegiatan konsumsi tumbuh sekitar 5,71 % (yoy), pertumbuhan ini relatif stabil apabila dibandingkan dengan triwulan I-2010 yang sebesar 5,94 %. Pertumbuhan konsumsi tersebut dikonfirmasi peningkatan pada beberapa indikator konsumtif seperti hasil survey penjualan eceran, jumlah konsumsi listrik rumah tangga, serta penjualan kendaraan baru. Selain itu, dilaksanakanya Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) dibeberapa wilayah, liburan sekolah serta dimulainya tahun ajaran baru turut pula menggairahkan perekonomian Jawa Timur. Disisi lain, pasca berlakunya ACFTA yang menyediakan lebih banyak alternatif jenis barang (baik dari dalam maupun luar negeri) yang dapat dikonsumsi masyarakat dengan harga yang relatif lebih murah ikut mendorong aktivitas konsumsi masyarakat. Dari hasil survey BI, penjualan eceran, Indeks omset riil selama triwulan II-2010 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Peningkatan tertinggi terjadi pada kelompok alat tulis dan peralatan rumah tangga, sejalan dengan kebutuhan masyarakat yang meningkat dalam rangka menyambut liburan sekolah dan menghadapi tahun ajaran baru. Indikator lain yang mejelaskan penguatan konsumsi masyarakat konsumsi adalah peningkatan konsumsi listrik kelompok rumah tangga serta penjualan mobil dan motor baru di Jawa Timur. Sesuai dengan karakternya, penjualan mobil dan motor merupakan cermin keyakinan konsumen jangka panjang karena
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 57
sifat barangnya yang relatif mahal ( big ticket items ) dan tahan lama ( durable goods ). Sementara itu, pertumbuhan simpanan perorangan sebagai salah satu sumber pembiayaan konsumsi masyarakat masih relatif rendah sebagaimana terjadi di triwulan I-2010. Ini dapat mengindikasikan bahwa simpanan perorangan masih merupakan salah satu sumber pembiayaan aktivitas konsumsi di triwulan II-2010. Sumber pembiayaan internal lainnya untuk membiayai konsumsi diperkirakan berasal dari insentif UMK Kab/kota, insentif tahun ajaran baru bagi para karyawan swasta, akumulasi/rapel kenaikan gaji PNS ( periode Januari – April 2010 ) yang dibayarkan pada bulan Mei 2010 dan rapel kenaikan uang makan dan minum PNS yang dibayarkan pada bulan Juni 2010. Selain itu, sumber pembiayaan eksternal yang penting bagi masyarakat adalah kredit konsumsi perbankan yang selama triwulan II-2010 masih mengalami pertumbuhan yang tinggi. Relatif stabilnya suku bunga kredit dan pendapatan diyakini menjadi alasan utama bagi masyarakat dalam memanfaatkan jasa perbankan sebagai salah satu alternatif pembiayaan aktifitas konsumsinya. Di lain sisi, adanya insentif pendapatan masyarakat baik buruk, PNS maupun karyawan swasta menyebabkan konsumsi masyarakat relatif meningkat meskipun beberapa indeks dalam survei konsumen menunjukkan penurunan. Selain itu meskipun nilai Indeks Ekspektasi Konsumen tampak menurun, namun nilainya masih diatas 100 yang mencerminkan optimisme ( Nilai indeks yang diatas 100 berarti lebih banyak reponden yang merasa optimis daripada pesimis terhadap kondisi ekonomi saat ini ) Pada triwulan II-2010, kegiatan investasi di Jawa Timur tumbuh sebesar 8,53 % (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,16 %. Peningkatan investasi ini didominasi oleh investasi Penanaman modal Asing ( PMA ), diantara invetasi terbesar berasal dari Swiss dan Jepang. Salah satu yang menjadi daya tarik Jawa Timur adalah relatif tingginya pertumbuhan ekonominya dan bahkan diatas pertumbuhan ekoniomi nasional.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 58
Selain itu, dari upaya yang telah dilakukan Pemerintah Daerah seperti implementasi program reformasi birokrasi perijinan investasi serta kesiapan perangkat dan infrastruktur guna meningkatkan iklim investasi di daerah, Jawa Timur akhirnya terpilih sebagai salah satu provinsi penerima penghargaan regional champions di awal tahun 2010. Selama triwulan II2010, tingkat realisasi investasi PMA di Jawa Timur merupakan terbesar kedua di Indonesia senilai US$ 500 juta dengan 29 proyek. Selain itu, tingkat realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) merupakan yang tertinggi senilai Rp. 5,1 triliun dengan 32 proyek. Kenaikan ini mengindikasikan tingginya potensi investasi berbagai daerah di Jawa Timur pasca peristiwa luapan lumpur Sidoarjo tahun 2006. Perbaikan berbagai infrastruktur, seperti jalan tol, jalur lintas selatan (JLS), pelabuhan serta jalan antar provinsi terus diupayakan guna meningkatkan multiplier effect penanaman investasi disuatu daerah. Selain itu, upaya untuk merevisi / meniadakan beberapa peraturan daerah (PERDA) yang dapat menghambat masuknya investasi juga terus dilakukan. Indikator lain yang menunjukkan peningkatan investasi di Jawa Timur adalah meningkatnya kredit investasi, baik secara nominal maupun tingkat pertumbuhannya. Walaupun suku bunga kredit investasi masih relatif tinggi, namun pengusaha cukup optimis terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, sehingga kinerja penyaluran kredit investasi terus mengalami perbaikan. Hal ini terkonfirmasi dengan data penjualan truk baru sebagai kendaraan usaha yang menunjukkan peningkatan yang signifikan. Demikian pula dengan impor barang modal yang mengalami tren meningkat sampai akhir triwulan II-2010. Membaiknya perekonomian dunia berdampak pula pada perkembangan kegiatan ekspor-impor luar negeri Jawa Timur. Tercatat sejak Maret 2010, nilai ekspor luar negeri Jawa Timur telah melampaui kondisi sebelum krisis global. Pada triwulan ini, kinerja ekspor Jawa Timur menunjukkan tren peningkatan dengan pertumbuhan sebesar 7,47 % (yoy). Selain karena volume yang bertambah, nilai ekspor juga meningkat
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 59
signifikan yang didukung pula oleh membaiknya harga komoditas ekspor Jawa Timur di pasar internasional, seperti tembaga, kopi dan karet. Di sisi lain, kondisi impor Jawa Timur mengalami penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu 12,82 %(yoy) menjadi 9,71 % (yoy). Kondisi penurunan ini disebabkan oleh menurunnya impor jenis barang bahan baku dan konsumsi, sedangkan impor barang modal mengalami peningkatan. Namun demikian, impor bahan baku dan konsumsi masih lebih tinggi daripada posisi impor keduanya di akhir tahun, baik dari sisi nilai maupun volume. Sementara itu, impor barang modal terus meningkat terutama pasca pemberlakuan ACFTA per 1 Januari 2010. Berdasarkan jenisnya, nilai impor tertinggi masih berupa impor bahan baku, diikuti impor barang modal dan konsumsi. Dominasi impor bahan baku ke Jawa Timur hingga triwulan II-2010 belum mengalami perubahan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yaitu hingga mencapai 80 %. Sedangkan impor barang modal (10% - 15%) dan barang konsumsi (5% - 10%). Dengan demikian, komposisi impor Jawa Timur hingga triwulan II-2010 belum mengalami perubahan pasca pemberlakuan ACFTA per 1 Januari 2010. Secara keseluruhan, Jawa Timur mencatat surplus neraca perdagangan luar negeri (trade balance) sebesar Rp. 1,53 triliun pada triwulan ini (untuk melihat lebih jauh terkait karakteristik perkembangan ekspor-impor Jawa Timur).
Membaiknya kinerja ekspor-import luar
negeri Jawa Timur pada triwulan II-2010 dapat dilihat pula pada indikator jumlah kontainer dan ship calls pada perusahaan petikemas terkemuka di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya yang menunjukkan peningkatan. Potensi peningkatan aktivitas ekspor dan impor ke depan dapat lebih besar lagi jika permasalahan pipa gas salah satu perusahaan migas yang berada di Alur Pelayaran Barat Surabaya (APBS) dapat segera diatasi. Berdasarkan negara tujuan, ekspor luar negeri Jawa Timur pada triwulan II-2010 masih didominasi oleh enam negara, yaitu Jepang (18%), Amerika Serikat (10%), Malaysia (11%), Cina (9%), Singapura (5%) dan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 60
Korea Selatan (5%). Ekspor keenam negara ini mencapai 60% total nilai ekspor Jawa Timur. Setelah sempat menurun akibat krisis global, nilai ekspor Jawa Timur ke negara-negara partner dagang utama ini terus meningkat. Kinerja ekspor ke Jepang dan Malaysia relatif sama dibandingkan triwulan I-2010, dan dapat dikatakan telah pulih karena nilainya telah kembali ke kondisi sebelum krisis. Sementara itu, ekspor ke Amerika Serikat, yang merupakan epicentrum krisis, juga tampak terus meningkat meskipun belum kembali ke kondisi normal. Yang berbeda adalah tergesernya posisi Thailand oleh Singapura dan Korea Selatan, yaitu menurun sebesar 1% dibandingkan triwulan sebelumnya. Fenomena ini disebabkan oleh konflik politik di Thailand yang masih belum terselesaikan. Sebagai informasi, komoditas ekspor Jawa Timur ke Thailand di dominasi oleh ekspor barang bahan baku. Dengan adanya konflik politik ini, kinerja ekspor Thailand mengalami penurunan yang pada akhirnya berdampak pula pada kinerja ekspor Jawa Timur ke Thailand.
Mencermati
kinerja
ekspor Jawa Timur ke Amerika Serikat yang terus meningkat pasca krisis global tahun 2008, produk furnitur, perikanan, alumunium dan makanan olahan masih mendominasi. Khusus kinerja produk furnitur dan alumunium telah melampaui posisi ekspor sebelum krisis global, sedangkan produk plastik sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya. Dari sisi penawaran, struktur perekonomian Jawa Timur pada triwulan II-2010 ini masih didominasi oleh tiga sektor utama yaitu Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR), Industri Pengolahan dan Pertanian. Kombinasi ketiganya memberi sumbangan hingga sekitar 75% terhadap PDRB Jawa Timur. Dari sisi penawaran, ketiga sektor utama masih menjadi sektor pendorong pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Kinerja Sektor Industri Pengolahan dan Sektor PHR relatif tumbuh stabil. Sedangkan Sektor Pertanian mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 61
a. Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) tumbuh stabil pada angka 9,01% di triwulan II-2010. Pendorong utama kondisi ini antara lain meningkatnya aktivitas konsumsi masyarakat dalam menghadapi tahun ajaran baru dan liburan sekolah serta penyelenggaraan PILKADA di beberapa kab/kota, baik di Jawa Timur maupun di Indonesia bagian timur yang membutuhkan berbagai jenis barang keperluan PILKADA dari Jawa Timur. Penyelenggaraan PILKADA di Jawa Timur selama triwulan II-2010 terjadi di Kabupaten Mojokerto, Kediri, Lamongan, Trenggalek, Sumenep, Situbondo, Kota Blitar dan Kota Surabaya. Indikator aktivitas perdagangan tersebut dapat pula dilihat dari jumlah kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak yang lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Indikator lainnya berupa data jumlah kapal yang singgah (ship calls) juga menunjukkan peningkatan. Kedua data ini mengkonfirmasi semakin banyaknya barang yang diperdagangkan melalui Jawa Timur, seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan internasional. Khusus untuk perdagangan domestik cenderung memiliki pola yang sama, yaitu nilai ekspor-impor antar pulau yang lebih tinggi pada triwulan II dibandingkan triwulan sebelumnya. Dalam menghadapi tahun ajaran baru pada bulan Juli, para pedagang cenderung meningkatkan transaksi perdagangan guna memperbanyak stok barang perlengkapan sekolah (1-2 bulan sebelumnya), seperti pakaian, tas dan alat tulis. Kuatnya perdagangan domestik Jawa Timur dengan Wilayah Indonesia Timur menjadi penopang utama relatif kecilnya dampak krisis global pada perekonomian Jawa Timur. Sementara itu, permintaan pasar internasional meningkat seiring dengan tren perbaikan ekonomi dunia. Sejak krisis ekonomi global tahun 2008, para pelaku ekspor Jawa Timur telah mulai melakukan diversifikasi negara tujuan. Walaupun hingga saat ini dominasi Jepang dan Amerika Serikat masih sangat terasa, namun mulai terbukanya pasar ekspor ke
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 62
negara lainnya seperti Timur Tengah, Belanda dan Australia telah menjadi alternatif pasar tujuan ekspor Jawa Timur saat ini. Tercatat beberapa komoditas unggulan Jawa Timur mampu membuka pasar baru di berbagai negara ini, diantaranya, produk olahan tembaga, besi baja, kertas, makanan olahan, karet, kelapa sawit dan alat listrik. Selanjutnya, subsektor Hotel pada triwulan ini mengalami kenaikan tingkat hunian yang signifikan bertepatan dengan tibanya musim liburan sekolah pada bulan Juni. Sepanjang April – Juni 2010, terdapat tiga kali momen cuti bersama yang dapat dijadikan momen berwisata masyarakat. Selain itu, berfungsinya kota Surabaya, Sidoarjo dan Malang sebagai kota bisnis juga telah memicu peningkatan tingkat hunian di Jawa Timur dari kelompok industri/perusahaan. Data terakhir menunjukkan bahwa tingkat hunian (occupancy rate) hotel berbintang di Jawa Timur menunjukkan peningkatan pada triwulan II-2010. Lama tinggal tamu juga turut meningkat, dari 1,62 hari di bulan Maret 2010 menjadi 1,66 hari di bulan Juni 2010. Peningkatan waktu tinggal ini khususnya terjadi untuk tamu asing yang mencapai rata-rata 2,91 hari pada bulan Juni. Biasanya, waktu tinggal tamu asing berada di kisaran 2,5 hari saja. Kondisi ini sejalan dengan peningkatan jumlah wisatawan asing yang datang melalui Bandara Juanda, dari 14.455 orang pada bulan Maret menjadi 14.805 orang di bulan Juni. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara kuantitas maupun kualitas, kunjungan wisatawan asing di Jawa Timur mengalami peningkatan yang berujung pada membaiknya kinerja subsektor Hotel. Dari sisi pembiayaan, kinerja kredit pada sektor PHR mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, walaupun belum kembali pada posisi sebelum krisis global. Berdasarkan data di lapangan, sebagian besar permodalan sektor PHR berasal dari modal sendiri (subsektor perdagangan) dan PMA (untuk subsektor Hotel).
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 63
b. Sektor Industri Pengolahan Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dan internasional pada triwulan ini, kinerja sektor industri pengolahan tumbuh stabil sebesar 3,74%, relatif sama dengan pertumbuhan triwulan I-2010 yang sebesar 3,73%. Pertumbuhan yang stabil pada sektor industri ini dapat sesuai dengan indikator pendukung lainnya yaitu nilai impor bahan baku (intermediate goods) dan impor barang modal (capital goods) yang mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Industri utama di Jawa Timur, yaitu makanan, minuman dan tembakau, mencatat kinerja yang terus meningkat. Meskipun mendapat tantangan dari kenaikan cukai maupun hambatan berpromosi, diprediksi bahwa perusahaan rokok di Jawa Timur tetap mampu membukukan laba yang tinggi. Meskipun demikian tidak dipungkiri bahwa dampak negatif dari kenaikan cukai telah dirasakan oleh industri rokok skala kecil, yang terpaksa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya dikarenakan margin perusahaan yang terus menurun. Sebagai catatan, guna mensiasati kenaikan cukai rokok per 1 Januari 2010, industri rokok skala kecil lebih memilih mengurangi margin perusahaan daripada menaikkan harga jual, dikarenakan segmen pasar ditujukan pada masyarakat menengah ke bawah. Di lain sisi, beberapa industri rokok skala kecil lainnya memilih tidak menggunakan cukai sehingga mengurangi pangsa pasar industri yang menggunakan tarif cukai normal dan berujung pada minimnya margin perusahaan sehingga memicu PHK di kemudian hari. c. Sektor Pertanian Kinerja Sektor Pertanian berada dalam tren perbaikan yang signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh dari 0,99 % (yoy) menjadi 5,65 %. Faktor penyebab perbaikan ini terutama tibanya musim panen, walaupun terdapat faktor lainnya sebagai penghambat yaitu kelangkaan pupuk, ancaman hama wereng dan bencana banjir.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 64
Sementara itu guna menekan dampak penurunan kinerja sektor n ( terutama padi ) akibat terus menurunya lahan pertanian, Dinas Pertanian Jawa Timur terus berusaha meningkatkan produktifitasnya. Kegiatan yang dilakukan antara lain mendistribusukan bantuan benih padi secara grpertaniaatis pada petani sebesar 25 kg per ha. Terkait kelangkaan pupuk, pemerintah provinsi Jawa Timur berinisiatif untuk membagikan 600 unit alat pembuat pupuk organik, yang terdiri dari 425 unit alat copper dan 175 granulator pada 593 Kecamatan di Jatim. Kegiatan ini dilakukan guna menekan ketergantungan petani pada pupuk kimia dan meningkatkan kinerja sektor pertanian di masa mendatang. Diharapkan satu unit alat pembuat pupuk ini dapat memproduksi satu ton pupuk organik per jam. Sementara itu, berdasarkan statistik Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur tercatat bahwa 6.972,49 hektare ( Ha ) lahan padi di berbagai daerah terendam banjir. Dari jumlah tersebut, 3.978,02 Ha mengalami puso atau gagal panen, dengan sebaran wilayah berada di 15 daerah lainnya. Wialyah dengan daerah puso terluas terdapat di daerah Pasuruan ( 1.009,21 Ha ), diikuti oleh Tulungagung ( 460 Ha ) dan Lamongan ( 408 Ha). Dengan mencerminkan potensi hujan yang masih cukup tinggi di beberapa wilayah lumbung padi Jatim, seperti Madiun dan Bojonegoro, dikhawatirkan luas lahan padi yang puso akan semakin meluas. Lahan yang terendam banjir tidak hanya pada komoditas padi, namun juga terjadi pada komoditas jagung dan kedelai, dengan luasan lahan masing – masing mencapai 315,8 Ha dan 49 Ha. Dari luasan lahan tersebut, lahan jagung yang mengalami puso mencapai 182,8 Ha dan kedelai seluas 21 Ha.
Dinas Pertanian Jatim mencatat bahwa hujan
yang melanda Jatim Januari hingga Februari lalu telah menyebabkan sekitar 3.646 hektare (Ha) tanaman padi terendam banjir. Akibatnya sebanyak 1.232 hektar tanaman padi mengalami puso atau gagal panen. Banjir selama musim hujan ini merendam areal padi di 11 kabupaten / Kota di Jatim. Puso padi paling parah terjadi di tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Pasuruan ( 982 hektar ), Kabupaten Tuban ( 198 hektar ), dan Kabupaten
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 65
lamongan ( 50 hektar ).
Meskipun luas lahan puso ini sedikit lebih besar
di bandingkan triwulan I-2010, namun diperkirakan dampaknya masih tergolong kecil sehingga belum berdampak signifikan pada kinerja sektor pertanian di masa mendatang, terutama jika dikaitkan dengan target produksi sektor pertanian Jatim. Pada triwulan ini sedikit terdapat ganggungan hama wereng di Bojonegoro yang menimpa lahan padi seluas 102 Ha. Munculnya hama ini dikarenakan kondisi cuaca yang tidak menentu, khususnya faktor hujan di malam hari. Adanya permasalahan kelangkaan pupuk di beberapa daerah turut pula mengganggu kinerja Sektor Pertanian pada Triwulan ini. Perkembangan Inflasi Jawa timur Secara umum, tekanan kenaikan harga di Jawa Timur mulai meningkat di Triwulan II-2010. Tingkat inflasi tercatat sebesar 1,40 % ( quarter-to-quarter atau qtq ) atau 4,67 % ( year-on-year atau yoy ), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya sebesar 0,65 % ( qtq ) atau 3,01 % ( yoy ). Kenaikan inflasi terutama didorong oleh tekanan harga pada kelompok bahan makanan serta kelompok sandang. Tekanan kenaikan harga paling tinggi terjadi di bulan Juni atau akhir triwulan II-2010, dimana secara bulanan terjadi inflasi sebesar 0,83% (month-to-mnth atau mtm). Faktor penyebab utamanya adalah terjadinya gangguan stok / persediaan akibat cuaca yang kurang baik sehingga menyebabkan kenaikan harga yang signifikan pada beberapa komodias penting di tingkat konsumen. Selain itu, dari hasil pengamatan di lapangan oleh beberapa anggota TPID (Tim Pengendali Inflasi Daerah), tersendatnya pasokan ini juga dimanfaatkan oleh pedagang perantara yang memiliki posisi yang kuat di pasar dengan mengambil margin keuntungan yang relatif lebih besar. Untuk kelompok bahan makanan, komoditas yang mengalami kenaikan harga signifikan adalah beras, sayuran dan bumbu-bumbuan. Sedangkan untuk kelompok sandang terjadi pada komoditas emas perhiasan, yang juga merupakan komoditas yang cukup lama bertahan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 66
sebagai penyumbang inflasi yang signifikan di Jawa Timur. Di sisi lain, tekanan inflasi dari sisi permintaan relatif stabil dengan ekspektasi masyarakat yang cukup terjaga. Sementara itu secara komulatif (year to date atau ytd), inflasi selama semester I-2010 sebesar 2,06%, lebih rendah dibandingkan inflasi nasional yang mencapai 2,42%. Jika dilihat dari 7 (tujuh) kota yang masuk dalam perhitungan inflasi di Jawa Timur, inflasi tertinggi selama semester I-2010 terjadi di Kota Kediri (2,60%), sedangkan inflasi terendah terjadi di Kabupaten Sumenep (1,97%). Inflasi Jawa Timur secara Triwulanan pada periode ini sebesar 1,40%. Jika dibandingkan dengan periode sebelumnya (0,65%), inflasi triwulanan pada Triwulan II-2010 menunjukkan peningkatan yang relatif tinggi. Hal ini banyak diakibatkan oleh dorongan kenaikan indeks harga pada kelompok bahan makanan (4,29%) dan kelompok sandang (3,87%). Sementara itu tekanan inflasi pada beberapa kelompok barang lainnya relatif mengalami kenaikan yang cukup rendah, misalnya kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau (0,38%), kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar (0,44%), kelompok kesehatan (0,27%), kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga (0,04%), dan kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan (0,12%). jika dilihat lebih mendalam lagi, cukup tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan disebabkan oleh kenaikan harga pada sub kelompok bumbu-bumbuan (21,93%), khususnya komoditas harga cabe merah dan disusul oleh sub kelompok sayur-sayuran (19,46%). Kenaikan harga bahan makanan ini terutama terkait dengan terbatasnya jumlah pasokan dan selanjutnya dipicu pula oleh kuatnya peranan pedagang perantara dalam penentuan harga di pasar, sementara faktor kelancaran distribusi tidak mengalami gangguan. Peningkatan inflasi pada kelompok bahan makanan dikonfirmasi oleh hasil Survey Pemantauan Harga (SPH) Bank Indonesia Surabaya di sepanjang periode triwulan II-2010 (April-Juni) yang menunjukkan adanya kenaikan harga pada beberapa komoditas di kelompok barang ini. Komoditas sayur-sayuran, seperti tomat, kangkung, bayam dan sawi hijau,
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 67
menunjukkan tren kenaikan harga, demikian juga dengan komoditas telur, beras dan daging ayam. Inflasi yang cukup tinggi juga terjadi pada kelompok sandang. Setelah pada triwulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 1,44%, pada triwulan ini mencatat inflasi triwulanan sebesar 3,87%. Hal ini terutama disebabkan oleh terjadinya kenaikan harga emas perhiasan seiring dengan tren naiknya pergerakan harga emas dunia. Tekanan inflasi dari komoditas emas perhiasan dikonfirmasi dengan hasil Survey Pemantauan Harga (SPH) dibeberapa kota di Jawa Timur yang menunjukkan adanya kenaikan harga emas ke level yang lebih tinggidibandingkan triwulan I-2010. Selanjutnya, setelah menjadi penyumbang inflasi tertinggi pada triwulan lalu, inflasi pada kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau pada periode ini menunjukkan penurunan dari 1,41% menjadi 0,38%. Hal ini didorong oleh deflasi yang terjadi pada sub kelompok minuman tidak beralkohol sebesar -2,99%. Deflasi pada sub kelompok ini disebabkan oleh penurunan harga komoditas gula pasir, seiring masuknya musim giling dibeberapa sentra tebu / pabrik gula di Jawa Timur serta masih besarnya stok gula di Jawa Timur. Sementara itu inflasi triwulanan pada sub kelompok makanan jadi dan sub kelompok tembakau dan minuman beralkohol menunjukkan sedikit peningkatan, yaitu masing-masing sebesar 1,06% dan 1,81%. Kenaikan harga pada kedua kelompok ini lebih banyak disebabkan oleh kebijakan kenaikan tarif cukai rokok yang mulai berlaku pada bulan Januari 2010. Inflasi tahunan (yoy) Jawa Timur pada triwulan II-2010 (4,67%) merupakan inflasi yang tertinggi selama satu tahun terakhir. Kenaikan harga pada triwulan ini didominasi oleh kelompok bahan makanan (9,66%), kelompok sandang (6,39%), kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau (5,76%) dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga (5,01%). Selanjutnya berdasarkan sumbangannya, inflasi pada triwulan II2010 terutama berasal dari kelompok bahan makanan, yang disusul oleh kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Kelompok bahan makanan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 68
pada periode ini menunjukkan peningkatan sumbangan yang relatif tinggi. Sementara itu kelompok makanan jadi, minuman dan tembakau dan kelompok perumahan, listrik, air, gas dan bahan bakar memberikan sumbangan inflasi dalam level yang cukup stabil. Tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan pada triwulan II2010 secara umum lebih banyak didorong oleh kenaikan harga komoditas lokal / dalam negeri. Sementara itu harga bahan makanan yang berasal dari komoditas internasional cenderung tidak menunjukkan kenaikan harga yang berarti dan bahkan ada yang cenderung mengalami penurunan harga seperti pada komoditas gandum. Inflasi di 7 kota di Jawa Timur yang masuk perhitungan inflasi nasional (Surabaya, Malang, Kediri, Jember, Sumenep, Probolinggo dan Madiun (termasuk Ponorogo)) menunjukkan peningkatan selama triwulan II2010. Secara tahunan (yoy), laju inflasi tertinggi terjadi di Kota Probolinggo (5,48%), sementara inflasi terendah terjadi di Kota Malang (4,19%). Sedangkan bila dilihat secara triwulanan (qtq), inflasi tertinggi terjadi di Kota Jember (2,00%) sementara inflasi terendah terjadi di Kota Madiun (1,15%). Berdasarkan kelompok barang, kelompok bahan makanan merupakan penyumbang inflasi tahunan tertinggi di 7 Kab / Kota di Jawa Timur. Kenaikan harga sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan serta beberapa komoditas bahan makanan lainnya terjadi hampir di seluruh kota tersebut. Inflasi tertinggi pada kelompok bahan makanan ini tercatat di Kota Kediri (13,82%). Alasan utama tingginya inflasi pada kelompok ini terkait dengan turunnya pasokan akibat kondisi cuaca yang kurang baik, sehingga menyebabkan gangguan hasil panen sayuran ataupun tanaman tanaman pangan lainnya, seperti beras (terutama kualitas premium) dan cabe merah. Disisi lain, secara umum inflasi terendah terjadi pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan. Cukup rendahnya inflasi kelompok ini terkait relatif tidak adanya kebijakan kenaikan tarif angkutan umum, sangat kuatnya persaingan pada tarif komunikasi (telepon), serta stabilnya suku bunga perbankan dan jasa pelayanan keuangan lainnya.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 69
3.1.3. Perkembangan Perekonomian Eks Karisedenan Madiun Perekonomian di Wilayah Eks Karesidenan
Madiun pada
semester I-2010 diproyeksikan mengalami pertumbuhan pada kisaran angka 5,30% - 5,50% (yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Nasional dan Jawa Timur pada periode yang sama yang masing-masing tumbuh sebesar 5,99% (yoy) dan 6,20% (yoy). Proyeksi pertumbuhan ekonomi Wilayah Eks Karesidenan Madiun dari sisi permintaan yang ditunjukkan berbagai indikator konsumsi dan investasi menunjukkan terjadinya peningkatan. Sementara itu dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Wilayah Eks Karesidenan
Madiun
diperkirakan akan tetap ditopang oleh kinerja sektor-sektor dominan. Kinerja sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor dominan di wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I-2010 menunjukkan peningkatan. Berdasarkan hasil penelitian oleh Kantor Bank Indonesia Kediri terhadap beberapa pelaku usaha sektor industri pengolahan diperolah informasi bahwa telah terjadi peningkatan permintaan serta peningkatan kapasitas utilisasi perusahaan seiring dengan adanya kegiatan investasi pada periode sebelumnya. Kinerja sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran (PHR) pada semester I-2010 diperkirakan tumbuh stabil seiring dengan tingginya aktivitas konsumsi masyarakat. Beberapa indikator peningkatan kinerja sektor PHR yaitu kredit perbankan sektor PHR, perkembangan penjualan kendaraan bermotor memberikan konfirmasi adanya peningkatan pada periode ini. Kinerja sektor pertanian pada semester I-2010 diperkirakan akan mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja sektor pertanian di Wilayah Eks Karesidenan Madiun tersebut tercermin dari penurunan luas lahan panen sebesar 3,27% (yoy). Tidak optimalnya musim panen pada semester I-2010 dipengaruhi oleh faktor gangguan cuaca yang disebabkan adanya pergeseran musim penghujan. Di sisi lain, adanya kenaikan harga pupuk pada bulan April menyebabkan kenaikan biaya produksi serta terhambatnya
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 70
distribusi pupuk juga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya musim panen pada periode ini. Perkembangan harga yang diukur dengan perubahan IHK baik di Kota Madiun, maupun Nasional, pada semester I-2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan semester I-2009. Laju inflasi di Kota Madiun pada semester I-2010 masing-masing tercatat sebesar 2,59% (sts) dan 1,99% (sts), sedangkan nasional tercatat 2,42% (sts). Secara tahunan, laju inflasi di Kota Madiun pada semester I-2010 masing-masing tercatat sebesar 5,32% (yoy) dan 4,40% (yoy). Secara komulatif, kenaikan harga tertinggi di Kota Madiun pada semester I-2010 terjadi pada kelompok bahan makanan, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Tingginya inflasi pada kelompok komoditas tersebut diperkirakan dipicu oleh faktor volatile food. Dari sisi volatile food, tingginya inflasi pada kelompok bahan makanan dipicu oleh kenaikan harga pada komoditas beras, telur ayam ras, daging ayam ras, daging sapi, cabe, bawang merah, bawang putih, serta komoditi sayur-sayuran. Dan kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dipicu oleh kenaikan komoditas gula pasir dan rokok. Pada kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar komoditas yang diperkirakan menjadi pemicu inflasi Kota Madiun adalah komoditas sub kelompok bahan bakar rumah tangga (minyak tanah dan tarif PDAM). Memasuki semester pertama tahun 2010, kegiatan perekonomian di Wilayah Eks Karesidenan Madiun mulai menggeliat dan terus menunjukkan perkembangan positif, sebagaimana tercermin dari hasil Survey Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Kondisi ini turut mendorong peningkatan kinerja perbankan (Bank Umum dan BPR), diantaranya tercermin pada meningkatnya jaringan kantor bank, aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun, serta kredit yang disalurkan. Berdasarkan hasil laboran BI kediri bahwa total aset perbankan di Wilayah Eks Karesidenan Madiun posisi semester I-2010 tercatat sebesar
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 71
Rp. 25,644 triliun. DPK yang berhasil dihimpun perbankan di Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun pada akhir semester I-2010 tercatat sebesar Rp. 22,976 triliun atau meningkat 1,46% dibandingkan dengan semester II2009 yang tercatat sebesar Rp. 22,647 triliun. Pergerakan DPK yang relatif stabil tersebut dipicu oleh penurunan suku bunga simpanan yang mengikuti tren penurunan BI rate, sehingga terjadi perpindahan dana simpanan (outflow), khususnya untuk simpanan deposito dan giro. Adapun untuk simpanan jenis tabungan justru mengalami peningkatan disebabkan karakteristik nasabah tabungan yang tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suku bunga. Dibandingkan dengan semester II-2009, kredit yang disalurkan di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I-2010 tercatat tumbuh sebesar 10,46%, yaitu dari sebesar Rp. 15,912 triliun menjadi sebesar Rp. 17,576 triliun. Dari sisi penawaran, relatif tingginya pertumbuhan kredit perbankan pada semester I-2010 tersebut terutama didorong oleh sikap perbankan yang terus memacu ekspansi kreditnya seiring dengan pemulihan ekonomi global yang ditandai mulai menggeliatnya situasi ekonomi baik lokal maupun nasional. Sementara dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan kredit antara lain dipicu oleh turunnya suku bunga kredit sebagai respon terhadap penurunan BI rate sebagai suku bunga acuan. Kondisi ini cukup kondusif bagi pelaku usaha untuk lebih menggerakkan sektor riil dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Dari sisi kelembagaan, jumlah bank yang beroperasi di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I-2010 tercatat sebanyak 125 bank, dengan jumlah jaringan kantor sebanyak 1.216 kantor meliputi 904 kantor bank umum (868 kantor bank umum konvensional dan 36 kantor bank umum syariah) dan 312 kantor BPR. Jumlah jaringan kantor bank tersebut meningkat sebesar 0,33% dibandingkan dengan posisi semester II2009 yang tercatat sebanyak 1.212 kantor.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 72
Perekonomian Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester II-2010 diperkirakan akan kembali mengalami peningkatan dibandingkan dengan semester II-2009. Pertumbuhan ekonomi Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester II-2010 diperkirakan akan menunjukkan perbaikan dan tumbuh positif dalam rentang 5,50% - 6,00% (yoy). Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada semester II-2010 diperkirakan akan lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi pada semester II-2009 (4,70%). Perkembangan inflasi di Wilayah Eks Karesidenan Madiun diperkirakan akan mengalami peningkatan. Untuk Kota Madiun tingkat inflasi semesteran diperkirakan akan berada pada rentang 2,80% - 3,00% (sts). sedangkan tingkat inflasi tahunan Kota Madiun diperkirakan akan berada pada rentang 5,50% - 5,60% (yoy). Proses penyaluran kredit perbankan di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester II-2010 diperkirakan akan mengalami peningkatan sejalan dengan mulai menggeliatnya perekonomian dan kegiatan dunia usaha ditengah pemulihan krisis keuangan global yang berlangsung lebih cepat dari perkiraan semula. Tren penurunan BI Rate sebagai suku bunga acuan pada periode sebelumnya diperkirakan akan cenderung stabil pada level 6,50% seiring dengan meningkatnya tekanan inflasi pada semester II2010. Prospek penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester II-2010 diperkirakan akan cenderung stabil. Pergerakan DPK yang relatif stabil tersebut dipicu oleh penurunan suku bunga simpanan yang mengikuti tren penurunan BI Rate, sehingga terjadi perpindahan dana simpanan (outflow), khususnya untuk jenis simpanan deposito dan giro. Kualitas penyaluran kredit perbankan di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester II-2010 yang tercermin dari rasio kredit bermasalah / Non Performing Loan (NPL) diperkirakan akan tetap terjaga dibawah target Bank Indonesia Kediri sebesar 5%. Perekonomian di Wilayah Eks Karesidenan Kediri dan Madiun pada semester I-2010 diproyeksikan mengalami pertumbuhan pada kisaran angka 5,30% - 5,50% (yoy). Pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 73
dengan pertumbuhan ekonomi Nasional dan Jawa Timur pada periode yang sama yang masing-masing tumbuh sebesar 5,99% (yoy) dan 6,20% (yoy). Sebagaimana telah diperkirakan sebelumnya baik secara nasional maupun regional (Jawa Timur) sampai dengan semester I-2010, pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan didorong oleh peningkatan aktivitas investasi dan perdagangan luar negeri (ekspor-impor). Peningkatan aktivitas investasi swasta terlihat dari berbagai indikator antara lain meliputi pertumbuhan impor barang modal, pertumbuhan kredit investasi, dan keyakinan produsen akan prospek ekonomi pasca krisis yang cukup positif. Di sisi lain, seiring dengan perbaikan ekonomi global telah berdampak pada meningkatnya kinerja perdagangan luar negeri Jawa Timur yang semakin baik sehingga mengalami surplus pada neraca perdagangannya. Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi pada semester I/2010 didukung oleh peningkatan kinerja pada sektor-sektor utama yaitu sektor Industri Pengolahan, dan sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR). Sedangkan, sektor Pertanian menunjukkan perlambatan sebagai akibat penundaan masa tanam sebagai akibat tidak menentunya kondisi cuaca. Peningkatan kinerja sektor Industri Pengolahan pada semseter ini adalah sejalan dengan telah pulihnya permintaan di pasar domestik maupun luar negeri. Sementara itu, untuk sektor PHR diperkirakan disebabkan oleh tingginya permintaan bertepatan dengan musim liburan sekolah, sehingga berdampak pula pada peningkatan arus perdagangan dan tingkat hunian hotel.\ Perekonomian Kota/Kabupaten di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I/2010 diproyeksikan tumbuh sebesar 5,30% - 5,50% (yoy), lebih tinggi dibandingkan semester sama tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,47 %. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I/2010 diperkirakan ditopang oleh aktivitas konsumsi dan investasi. Aktivitas konsumsi masyarakat pada semester I/2010 diperkirakan mengalami peningkatan dengan adanya momen tahun ajaran baru serta liburan sekolah. Sedangkan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 74
dari aktivitas investasi, sebagaimana hasil liaison diperkirakan disebabkan adanya realisasi investasi oleh sektor swasta pada semester ini. Sementara itu, realisasi anggaran pemerintah daerah pada semester I/2010 diperkirakan masih akan melanjutkan tren periode tahun-tahun sebelumnya, yang baru merealisasikan anggarannya pada semester II/2010. Namun dibandingkan Kota/Kabupaten
dengan
tahun-tahun
telah
sebelumnya,
menunjukkan
beberapa
kemajuan
daerah dalam
mengelola/merealisasikan anggarannya. Proyeksi pertumbuhan ekonomi Wilayah Eks Karesidenan Madiun dari sisi permintaan yang ditunjukkan berbagai indikator konsumsi dan investasi menunjukkan terjadinya peningkatan dan mengkonfirmasi pertumbuhan ekonomi di wilayah ini, antara lain adalah perkembangan realisasi kredit konsumsi oleh perbankan dan jumlah transfer dana (remitansi) Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kredit perbankan untuk tujuan pada semester I/2010 tumbuh relatif tinggi, yaitu 29,26% (yoy). Sedangkan remintasi TKI yang merupakan salah satu indikator konsumsi karena sebagian besar penggunaannya untuk konsumsi masyarakat pada semester I/2010 juga menunjukkan peningkatan. Berdasarkan nominalnya, remintasi TKI pada semester I/2010 meningkat sebesar 56,54% (yoy), sedangkan berdasarkan volume (jumlah lembar) transaksinya terjadi peningkatan sebesar 108,15% (yoy). Sementara itu dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi Wilayah Eks Madiun diperkirakan akan tetap ditopang oleh kinerja sektorsektor dominan. Kinerja sektor industri pengolahan sebagai salah satu sektor dominan di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I/2010 menunjukkan peningkatan. Berdasarkan hasil survey Kantor Bank Indonesia Kediri terhadap beberapa pelaku usaha sektor industri pengolahan diperoleh informasi bahwa telah terjadi peningkatan permintaan serta peningkatan kapasitas utilisasi perusahaan seiring dengan adanya kegiatan investasi pada periode sebelumnya. Faktor musiman yaitu datangnya musim giling tebu di beberapa pabrik gula di Wilayah Eks Karesidenan Madiun
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 75
diperkirakan juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan aktivitas sektor industri. Indikator aktivitas sektor industri diantaranya adalah tingkat konsumsi listrik sektor industri mengkonfirmasi terjadinya peningkatan aktivitas sektor ini. Sementara itu, kredit perbankan untuk sektor industri pengolahan pada periode ini juga menunjukkan peningkatan. Peningkatan ini terutama terjadi pada akhir semester I/2010 seiring dengan siklus pembelian bahan baku oleh perusahaan. Kredit perbankan yang digunakan untuk membiayai sektor industri pada semester I/2010 meningkat sebesar 12,39% (yoy). Sedangkan tingkat konsumsi listrik sekor industri di Wilayah Eks Karesidenan
Madiun mengalami kenaikan sebesar 27,18% (yoy).
Secara umum aktivitas sektor industri pengolahan pada semester I/2010 diperkirakan akan meningkat. Kinerja sektor PHR pada semester I/2010 diperkirakan tumbuh stabil seiring dengan tingginya aktivitas konsumsi masyarakat. Beberapa indikator peningkatan kinerja sektor PHR yaitu kredit perbankan sekor PHR, perkembangan penjualan kendaraan bermotor memberikan konfirmasi adanya peningkatan pada periode ini. Pada semester I/2010 kredit perbankan sektor PHR tercatat tumbuh sebesar 1,75% (yoy), sedangkan volume penjualan kendaraan bermotor (mobil dan motor) di Wilayah Eks Karesidenan Madiun tercatat tumbuh sebesar 13,03% (yoy). Secara umum, kinerja sektor PHR diproyeksikan akan mengalami peningkatan. Kinerja sektor pertanian pada semester I/2010 diperkirakan akan mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja sektor pertanian di Wilayah Eks Karesidenan Madiun tersebut tercermin dari penurunan luas lahan panen sebesar 3,27% (yoy). Tidak optimalnya musim panen pada semester I/2010 dipengaruhi oleh faktor gangguan cuaca yang disebabkan adanya pergeseran musim penghujan. Di sisi lain, adanya kenaikan harga pupuk pada bulan April menyebabkan kenaikan biaya produksi serta terhambatnya distribusi pupuk juga menjadi salah satu penyebab tidak optimalnya musim panen pada priode ini. Hal ini juga terlihat dari perkembangan pembiayaan perbankan untuk sektor pertanian pada semester I/2010 tercatat mengalami
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 76
penurunan sebesar 19,93% (yoy). Secara umum, kinerja sektor pertanian di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I/2010 diproyeksikan akan cenderung mengalami perlambatan. Perkembangan harga secara umum (inflasi) di Wilayah Eks Karesidenan Madiun dapat digambarkan dengan perubahan Indeks Harga Konsumen (IHK). Perkembangan harga yang diukur dengan perubahan IHK baik di Kota Madiun, maupun Nasional, pada semester I/2010 mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan semester I/2009. Peningkatan tingkat inflasi baik yang terjadi di wilayah regional dan Nasional masih lebih rendah dibandingkan tingkat inflasi yang terjadi pada tahun 2008. Laju inflasi di Kota Madiun pada semester I/2010 pada masing-masing tercatat sebesar 2,59% (sts) dan 1,99% (sts), sedangkan nasional tercatat 2,42% (sts). Per semester, laju inflasi Kota Madiun lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional. Secara umum, besaran Indeks Harga Konsumen (IHK) di Kota Madiun lebih tinggi dibandingkan Nasional. Kondisi ini mencerminkan bahwa tingkat harga di Kota Madiun lebih tinggi dibandingkan Nasional, dengan laju kenaikan harga yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan laju kenaikan harga Nasional. Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I/2010 tercatat sebesar Rp 16,37 triliun atau meningkat sebesar Rp 1,5 triliun (10,27%) dibandingkan dengan semester II/2009. Peningkatan ini sejalan dengan mulai menggeliatnya perekonomian dan kegiatan dunia usaha di tengah pemulihan krisis keuangan global yang berlangsung lebih cepat dari perkiraan semula. Relatif stabilnya BI-Rate sebagai suku bunga acuan pada angka 6,5% selama beberapa bulan mulai disikapi perbankan dengan menurunkan suku bunga kredit, meski penurunan tersebut masih dapat lebih dioptimalkan lagi, terutama untuk bank-bank milik pemerintah. Sementara itu, peningkatan kredit pada semester I/2010 terjadi untuk semua jenis penggunaan, dengan peningkatan tertinggi terjadi pada kredit investasi (22,44%), disusul kredit konsumsi dan modal kerja masing-
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 77
masing sebesar 16,27% dan 5,57%. Apabila dibandingkan dengan semester I/2009, posisi kredit yang disalurkan pada semester I/2010 mengalami peningkatan sebesar 21,46% (yoy). Peningkatan tertinggi terjadi pada kredit investasi (42,09%), disusul kredit konsumsi (29,26%) dan kredit modal kerja (14,87%). Melihat perkembangkan realisasi kredit dari perbankan sampai dengan semester I/2010, target kredit sampai akhir tahun 2010 sebesar 17%-20% diperkirakan dapat tercapai. Namun demikian, tetap harus dicermati agar tetap dalam koridor pencapaian rencana, yaitu untuk membiayai sektor produktif, dan sejalan dengan peningkatan di sisi suplai perekonomian. Hal ini ditempuh untuk memastikan agar peningkatan di sisi permintaan dapat diimbangi sisi penawaran secara memadai sehingga tidak menimbulkan tekanan inflasi yang berlebihan. Kredit yang disalurkan oleh bank umum di Wilayah Eks Karesidenan Madiun digunakan untuk membiayai sektor-sektor produktif, antara lain untuk keperluan modal kerja sebesar Rp 9,65 triliun (59%) dan investasi sebesar Rp 1,74 triliun (11%). Sementara untuk keperluan konsumsi tercatat sebesar Rp 4,98 triliun (30%). Berdasarkan pangsa kredit persektor ekonominya, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Wilayah Eks Karesidenan Madiun sebagian besar terserap ke sektor lain-lain yang pangsanya terhadap total kredit mencapai 40 %. Sementara itu, sektor lain yang menyerap kredit bank umum cukup besar pada semester I/2010 adalah sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan sektor industri pengolahan masing-masing sebesar 34% dan 11%. Dibandingkan dengan semester II/2009, peningkatan kredit tertinggi pada semester I/2010 terjadi pada sektor Jasa Sosial sebesar 335,62%, kemudian diikuti sektor lain-lain (45,24%) dan sektor pertambangan (14,52%). Tingginya pertumbuhan kredit untuk sektor Jasa Sosial disebabkan meningkatnya permintaan kredit multiguna untuk para pegawai seiring dengan meningkatnya kebutuhan memasuki tahun ajaran baru anak sekolah serta menjelang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 78
Berdasarkan pangsa kredit perwilayah, Kota/Kabupaten Kediri memiliki pangsa pasar tertinggi (35,21%) terhadap totdal kredit di Wilayah Eks Karesidenan Madiun. Sedangkan terendah di Kabupaten Trenggalek (3,35%). Dibandingkan semester II/2009,tingkat pertumbuhan kredit bank umum semester I/2010 di Wilayah Eks Karesidenan Madiun, Kabupaten Pacitan memiliki peringkat yang relatif lebih baik dibandingkan dengan daerah lain, yaitu sebesar 19,04%.
Sebagian besar kredit yang
disalurkan bank umum di Wilayah Eks Karesidenan Madiun pada semester I-2010, yaitu sebesar 87,42% digunakan untuk membiayai sektor UMKM. Posisi kredit UMKM pada semester I-2010, tercatat sebesar Rp. 14,31 triliun atau mengalami pertumbuhan sebesar 9,81% dibandingkan dengan semester II-2009 yang tercatat sebesar Rp. 13,03 triliun. Sementara itu, dibandingkan dengan semester I-2009 terjadi peningkatan sebesar 21,66% (yoy). Peningkatan kredit kepada UMKM tersebut antara lain didorong karakteristik UMKM yang selama ini dinilai lebih tahan terhadap guncangan krisis dan didukung dengan komitmen perbankan untuk terus meningkatkan pembiayaan bagi pemberdayaan sektor tersebut. Berdasarkan skala usaha yang dibiayai, sebagian besar kredit UMKM disalurkan kepada usaha mikro dengan plafon sampai dengan Rp. 50 juta yang pada semester I-2010 penyalurannya mencapai Rp. 5,80 triliun (41%), sedangkan kredit kepada usaha kecil dengan plafon > Rp. 50 juta sampai dengan Rp. 500 juta mencapai Rp. 5,80 triliun (40%). Hal ini menunjukkan bahwa usaha mikro dan kecil menjadi pasar yang potensial dan diminati oleh perbankan. Meski dalam perkembangannya kredit UMKM di Wilayah Eks Karesidenan Madiun terus meningkat, namun dalam prakteknya ekspansi penyaluran kredit UMKM masih saja terkendala beberapa persoalan mendasar, antara lain seperti pemenuhan aspek administratif berupa kelengkapan perijinan usaha dan aspek legalitas jaminan (collateral) yang belum memenuhi persyaratan perbankan. Mengingat pentingnya peranan UMKM bagi perekonomian, terutama di Wilayah Eks Karesidenan Madiun,
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 79
maka UMKM yang bersifat feasible namun kesulitan untuk memperoleh akses kredit perbankan yang disebabkan belum terpenuhinya persyaratan baku perbankan perlu mendapat perhatian bersama. 3.2. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Arah kebijakan ekonomi daerah adalah mewujudkan ekonomi daerah yang mencakup peningkatan perekonomian kabupaten yang tangguh, sehat dan berkeadilan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat, menciptakan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa setiap peningkatan kegiatan ekonomi akan berpengaruh pada peningkatan lapangan kerja dan kesempatan berusaha yg pada akhirnya akan mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Maknanya bahwa setiap potensi ekonomi yang dimiliki harus dimanfaatkan secara optimal dengan memperhatikan peluang-peluang yg ada guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian melihat prediksi satu tahun yang akan datang, ternyata prosentasi kenaikan belanja lebih besar dari pada kenaikan pendapatan. Oleh karena itu beberapa langkah harus dilakukan dalam upaya membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan. Dalam hal APBD diperkirakan defisit, maka pembiayaan pembangunan dapat didanai dengan sisa lebih perhitungan anggaran tahun lalu, transfer dari dana cadangan, hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan, namun demikian, kebijakan pembiayaan pembangunan melalui hutang harus memenuhi syarat yaitu hutang tersebut dipergunakan untuk investasi dan/atau mempunyai dampak yang luas terhadap kepentingan masyarakat. Disamping itu, kebijakan umum anggaran tahunan diarahkan untuk memantapkan landasan ekonomi daerah yang mandiri dijiwai nilai-nilai religius berbasis pertanian yang tangguh yang mengarah pada agrobisnis dan agroindustri untuk mewujudkan kota
Ponorogo sebagai Kota
Metropolitan yang berbasis Pertanian (Agropolitan) melalui : a. Perlindungan dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat dalam bentuk pemantapan kehidupan beragama, pelayanan dasar, pendidikan, penyediaan fasilitas kesehatan, fasilitas sosial, dan fasilitas umum yang layak dengan memprioritaskan pada golongan masyarakat miskin.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 80
b. Mendorong pertumbuhan ekonomi secara adil dan merata dengan prioritas pada bidang pertanian yang didukung perdagangan dan jasa sebagai tulang punggung perkonomian daerah dengan memacu wilayah pengembangan. c. Meminimalisasikan gejolak fluktuasi ekonomi dengan memberikan bantuan dan proteksi kepada masyarakat miskin agar tetap mampu mencukupi kebutuhan dasar minimumnya. d. Mengembangan ekonomi kerakyatan melalui peningkatan kesempatan berusaha, optimalisasi potensi ekonomi lokal, pemberdayaan usaha sektor informal, Koperasi dan UKM serta keadilan kesempatan untuk berusaha dalam iklim yang kondusif. e. Meningkatkan iklim investasi guna mendorong agar dapat mengurangi hambatanhambatan baik yang berkaitan dengan ketenagakerjaan, permodalan, infrastruktur, kelembagaan serta kepastian dan keamanan berinvestasi. f. Mengoptimalkan pendapatan melalui intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi sumber-sumber pendapatan tanpa membebani masyarakat. g. Mengoptimalkan pengelolaan Asset dan kekayaan daerah agar dapat memberikan nilai tambah bagi pendapatan daerah, melalui profesionalisme manajemen. h. Menumbuh kembangkan iklim yang sehat di BUMD sehingga mampu memberikan kontribusi optimal bagi pendapatan daerah termasuk mendirikan BUMD dan/atau perusahaan milik Pemerintah daerah yang profitable. i. Mengembangkan iklim kondusif bagi peningkatan swadaya melalui pola/skema kemitraan baik antara pemerintah daerah dengan masyarakat, pemerintah daerah dengan swasta atau masyarakat dengan swasta. j.
Perekonomian Kabupaten Ponorogo diarahkan untuk mewujudkan struktur perekonomian kabupaten yang kokoh dimana sektor Pertanian (Agrobisnis dan agroindustri) menjadi basis aktivitas perekonomian yang didukung oleh aktivitas perekonomian lainnya seperti perdagangan dan jasa-jasa.
j. Setiap pengeluatan daerah harus mendasarkan pada, standar analisa belanja, standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal serta memperhatikan prinsip efisiensi dan efektifitas.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 81
3.3 Arah Kebijakan Keuangan Daerah Di era desentralisasi dan otonomi daerah, Kebijakan pengelolaan keuangan daerah ditekankan pada prinsip keadilan, kepatuhan dan manfaat sebagai konsekuensi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pengelolaan keuangan daerah meliputi keseluruhan kegiatan perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah secara umum mengacu pada paket reformasi keuangan negara, yang dituangkan dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah. Sebagai subsistem dari pengelolaan keuangan negara dan merupakan kewenangan pemerintah daerah, pelaksanaan pengelolaan keuangan daerah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini telah dijabarkan secara lebih rinci dan teknis dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 memuat berbagai kebijakan terkait perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah. Pengaturan pada aspek perencanaan diarahkan agar seluruh proses penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) semaksimal mungkin dapat menunjukkan latar belakang pengambilan keputusan dalam penetapan arah kebijakan umum, skala prioritas dan penetapan alokasi, serta distribusi sumber
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 82
daya dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Dengan demikian, APBD dapat dipandang sebagai instrumen kebijakan fiskal bagi pemerintah daerah untuk melaksanakan pembangunan di daerah. Artinya, dengan APBD tersebut, paling tidak, pemerintah daerah bisa mempengaruhi seluruh kegiatan perekonomian daerah dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, APBD juga dapat dipandang sebagai dokumen politik dan dokumen ekonomi. Sebagai dokumen politik, APBD akan menjelaskan siapa-siapa atau sektor-sektor apa saja yang menerima bagian terbesar dari pengeluaran pemerintah daerah, serta siapa-siapa yang menanggung beban pembiayaan pemerintah daerah. Sebagai dokumen ekonomi, APBD menjelaskan seberapa besar alokasi penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah yang digunakan mempengaruhi pencapaian target-target pembangunan. Mengingat begitu strategisnya peran APBD dalam konstelasi pembangunan daerah, maka keseluruhan proses penetapan APBD ini dirasa perlu diatur dalam perundang-undangan, yang diharapkan dapat mengharmoniskan pengelolaan keuangan daerah, baik antara pemerintah daerah dan Pemerintah Pusat, serta antara pemerintah daerah dan DPRD, ataupun antara pemerintahan daerah dan masyarakat. Dengan demikian, daerah dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara efektif dan efisien, serta dapat mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, berdasarkan tiga pilar utama, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. Dalam perkembangan terakhir, isu-isu strategis tentang penerimaan daerah (pendapatan daerah) dan pengeluaran daerah (belanja daerah) adalah berkaitan dengan bagaimana meningkatkan ruang gerak fiskal (fiscal space) pemerintah daerah, sehingga meningkatkan kapabilitas penerimaan daerah sebagai salah satu sumber pembiayaan pembangunan. Selain itu dari sisi pengeluaran adalah bagaimana meningkatkan kondisi pengeluaran daerah (belanja daerah) untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan layanan dasar lainnya. Semuanya itu akan sangat dipengaruhi oleh pola hubungan transaksi antara lembaga eksekutif dan legislatif dalam menentukan APBD, serta kondisi ekonomi sebagai faktor internal, dan dipengaruhi juga oleh faktor eksternal, yaitu kondisi lingkungan ekonomi global dan nasional yang menentukan kemampuan Pemerintah Pusat dalam membiayai pembangunan daerah melalui desentralisasi fiskal.
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 83
Ruang gerak fiskal (fiscal space) ada ketika pemerintah dapat meningkatkan pengeluaran tanpa menyebabkan pengaruh buruk terhadap solvabilitas fiskal, atau dapat juga diartikan sebagai pengeluaran diskresioner yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah tanpa mengganggu solvabilitasnya. Ruang gerak fiskal didefinisikan sebagai total pengeluaran dikurangi pengeluaran untuk pegawai, pembayaran bunga, subsidi, dan transfer ke daerah. Ketika pendapatan asli daerah (PAD) hanya dapat meningkat dalam jumlah terbatas, sedangkan dana perimbangan dari pemerintah pusat bersifat given, maka di sisi lain kebutuhan untuk meningkatkan pengeluaran pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta layanan dasar lainnya sesuai amanat undang-undang tidak dapat dihindari, maka upaya meningkatkan ruang gerak fiskal menjadi sangat penting artinya. Dalam konteks di daerah, peningkatan ruang gerak fiskal ini salah satunya dapat dicapai melalui harmonisasi hubungan transaksional antara eksekutif dan legislatif dalam penetapan APBD. Peningkatan ruang gerak fiskal ini tercapai jika keleluasaan eksekutif untuk menentukan anggaran-anggaran yang menjadi prioritas kebutuhan pembangunan yang disusun berdasarkan visi, misi dan program kepala daerah semakin meningkat. Permasalahan yang terkait aspek perencanaan dalam pengelolaan keuangan daerah adalah bagaimana melakukan sinkronisasi antara kebijakan, perencanaan, dan penganggaran. Apa yang sudah ditetapkan dalam kebijakan pemerintah daerah harus sama dengan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) maupun Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Selanjutnya pada saat dilakukan penganggaran, apa yang telah ditetapkan dalam dokumen perencanaan dan penganggaran harus diterjemahkan sama dalam dokumen penganggaran, agar dapat dilihat hubungan keterkaitan antara dokumen perencanaan dan dokumen penganggaran. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan bentuk manajemen keuangan daerah dalam pengalokasian sumber daya di daerah secara optimal, sekaligus juga alat evaluasi prestasi pemerintah dalam pembiayaan pembangunan di daerahnya. Karena itu, setiap belanja pemerintah harus ditujukan untuk kepentingan
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 84
publik, dan harus dipertanggungjawabkan pemakaiannya. Dengan kata lain, APBD harus bermanfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Ada tiga fungsi utama dalam pengelolaan anggaran pemerintah daerah, yakni alokasi, distribusi dan stabilitas. Fungsi alokasi dimaksudkan agar APBD digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah sehingga pelayanan publik semakin baik, termasuk penyediaan sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai. Pemerataan pendapatan dan pengentasan masyarakat miskin merupakan perwujudan fungsi distribusi. Sementara fungsi stabilitas ditujukan menciptakan lingkungan kondusif bagi kegiatan ekonomi, untuk memperluas kesempatan kerja, stabilitas harga, dan pertumbuhan ekonomi. Penerimaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo dari tahun ke tahun secara umum mengalami peningkatan walaupun bersifat fluktuatif. Peningkatan pendapatan masih didominasi oleh sumber-sumber pendapatan yang diperoleh dari dana perimbangan baik pos bagi hasil pajak/ bagi hasil bukan pajak, DAU dan DAK. Salah satu ukuran untuk mengetahui kemampuan fiskal daerah dalam menjalankan fungsi pelayanan masyarakat dapat dilihat dari kapasitas keuangan daerah yakni dengan membandingkan antara pendapatan dengan APBD. Kenyataan menunjukkan bahwa masih tingginya ketergantungan terhadap anggaran yang berasal dari dana perimbangan. Ada tiga komponen penting dalam pengelolaan keuangan daerah sesuai peraturan pemerintah, yaitu pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan daerah. Sesuai peraturan pemerintah, maka penjabaran masing-masing komponen dilakukan sejalan dengan hal tersebut. Secara umum arah kebijakan keuangan daerah tetap mengacu pada ketentuan perundangan yang berlaku, antara lain, UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
3.3.1. Arah Pengelolaan Pendapatan Daerah Kebijakan pengelolaan pendapatan daeah diarahkan untuk menggali dan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan daerah melalui upaya intensifikasi dan ekstensifikasi pendapatan daerah termasuk mengembangkan sektor-sektro potensial
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 85
yang selama ini belum optimal. Optimalisasi peningkatan pendapatan daerah terhadap obyek yang betul-betul potensial dilakukan dengan tidak memberatkan masyarakat serta tidak merusak lingkungan Merujuk pada konsep hak dan kewajiban, dan menerapkannya pada pengelolaan keuangan daerah, maka pendapatan daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih, dan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, komponen pendapatan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD); Dana Perimbangan, dan lain-Lain pendapatan yang sah. Pendapatan Asli Daerah terdiri dari pajak daerah; retribusi daerah; hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan lain-lain PAD yang sah. Dana Perimbangan, yang berasal dari pemerintah pusat, terdiri dari Dana Alokasi Umum, dan Dana Bagi Hasil. Dana Bagi Hasil terbagi menjadi Dana Bagi Hasil Pajak, dan Dana Bagi Hasil Bukan Pajak. Selain itu lain-lain pendapatan daerah yang sah dapat berupa hibah, dana darurat, dan bantuan keuangan pemerintah daerah lainnya. Pada dana perimbangan ini (DAU, DAK, bagi hasil pajak / bagi hasil bukan pajak), akurasi penggunaan pendekatan metode proyeksi belum ada yang benar – benar dapat dipergunakan sebagai pedoman, karena penentuan dana perimbangan yang berasal dari pusat merupakan pemberian langsung (given) dan sangat tergantung kepada beberapa hal antara lain : a.
Kebutuhan fiskal adalah merupakan kebutuhan pendanaan daerah untuk melaksanakan fungsi layanan dasar, dengan dasar ukuran jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan konstruksi, PDRB perkapita dan IPM (Index Pembangunan Manusia).
b.
Kapasitas fiskal adalah merupakan sumber pendanaan daerah yang berasal dari PAD dan dana bagi hasil.
Pengelolaan pendapatan daerah harus memperhatikan upaya untuk meningkatkan pajak dan retribusi serta penerimaan daerah lainnya. Hal ini
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 86
dimungkinkan karena pendapatan daerah dalam sruktur APBD Kabupaten Ponorogo masih merupakan momen yang cukup penting perananya dalam mendukung penyelengggaraan pemerintahan maupun pelayanan publik. Arah pengelolaan pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2011 ditekankan pada mobilisasi sumber-sumber PAD dan penerimaan lainnya guna lebih mengoptimalkan kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo meliputi 3 (tiga) sumber pendapatan yaitu: 1. Pendapatan Asli Daerah 2. Dana Perimbangan 3. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah Adapun proyeksi pendapatan daerah Kabupaten Ponorogo untuk tahun 2011 secara rinci adalah sebagaimana tertera dalam tabel berikut:
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 87
Tabel 1. Proyeksi Pendapatan Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2011 Pendapatan Daerah Uraian
Tahun 2010
Tahun 2011
1. Pendapatan Asli Daerah Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Daerah yang dipisahkan Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah
52.109.723.975 10.209.500.000 33.819.680.100
52.696.776.999 11.452.000.000 35.323.147.000
587.053.024 1.242.500.000 1.503.466.900
1.005.800.000
1.020.800.000
15.000.000
7.074.743.875
4.900.829.999
(2.173.913.876)
690.336.184.302 767.067.402.534
76.731.218.232
2. Dana Perimbangan Dana bagi hasil pajak/ bukan pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus
66.768.947.302
Bertambah/ (Berkurang)
57.567.820,534
(9.201.126.768)
563.867.637.000 634.712.282.000
70.844.645.000
59.699.600.000
74.787.300.000
15.087.700.000
3. Lain-lain Pendapatan 162.626.715.086 175.271.820.467 12.645.105.381 Daerah Yang Sah 0 0 0 Hibah 0 0 0 Dana Darurat Dana Bagi Hasil Pajak dari 41.098.250.686 37.332.218.600 (3.766.032.086) Propinsi dan Pemda lainnya Dana Penyesuaian 81.518.184.400 136.630.960.028 55.112.775.628 otonomi khusus Bantuan Keuangan dari 40.010.280.000 1.308.641.839 (38.701.638.161) Propinsi atau Pemda Lainnya Jumlah Pendapatan APBD 905.072.623.363 995.036.000.000 89.963.376.637
3.3.2. Arah Pengelolaan Belanja Daerah Arah pengelolaan belanja daerah Kabupaten Ponorogo pada tahun 2011 ditekankan pada peningkatan proporsi belanja untuk kepentingan dan kebutuhan masyarakat Ponorogo dengan tetap memperhatikan proporsi dan eksistensi
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 88
penyelenggaraan Pemerintahan, sehingga perlu penekanan pada efisiensi belanja tidak langsung pada pelaksanaannya. Disamping itu perlunya efektifitas anggaran dan prioritisasi program dalam mendukung pembangunan daerah. Belanja daerah, atau yang dikenal dengan pengeluaran pemerintah daerah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Karena itu, belanja daerah dikenal sebagai salah satu instrumen kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah (pemerintah daerah), di samping pos pendapatan pemerintah daerah. Semakin besar belanja daerah diharapkan akan makin meningkatkan kegiatan perekonomian daerah (terjadi ekspansi perekonomian). Di sisi lain, semakin besar pendapatan yang dihasilkan dari pajak-pajak dan retribusi atau penerimaanpenerimaan yang bersumber dari masyarakat, maka akan dapat mengakibatkan menurunnya kegiatan perekonomian (terjadi kontraksi perekonomian). Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 30 Tahun 2006 menegaskan, belanja daerah merupakan semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah digunakan untuk pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah (provinsi ataupun kabupaten/kota) yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 juga telah menentukan, struktur belanja terdiri dari belanja tidak langsung, dan belanja langsung. Belanja tidak langsung merupakan belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, bantuan sosial, belanja bagi hasil, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yang meliputi: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Selain itu belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 diprioritaskan untuk
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 89
melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Proyeksi belanja daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Tabel 2. Proyeksi Belanja Daerah Kabupaten Ponorogo Tahun 2011 Belanja Daerah Nomo r Urut
Uraian
Tahun 2010 710.715.562.558 614.304.392.356 895.391.562 0 25.503.024.500 22.026.780.000
804.379.370.711 725.317.289.071 90.000.000 0 7.617.367.500 21.013.640.000
93.663.808.153 111.012.896.715 (805.391.562) 0 (17.885.657.000) (1.013.140.000)
2.088.574.140
2.088.574.140
0
43.172.500.000
45.252.500.000
2.080.000.000
2.1.8
Belanja Tidak Langsung Belanja Pegawai Belanja Bunga Belanja Subsidi Belanja Hibah Belanja Bantuan sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Propinsi/ Kabupaten/ Kota dan Pemerintah Desa Belnja Bantuan Keuangan Propinsi/ Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa Belanja Tidak Terduga
2.725.000.000
3.000.000.000
275.000.000
2.2 2.2.1 2.2.2 2.2.3
Belanja Langsung Belanja Pegawai Belanja Barang dan Jasa Belanja Modal
226.112.962.319
228.980.613.725 19.825.644.500 96.856.727.015 112.298.242.210
2.867.651.406
Jumlah Belanja Surplus/ (Defisit)
936.828.624.877 (31.756.001.513)
1.033.359.984.436 (38.323.984.436)
96.531.359.556 6.567.982.923
2.1 2.1.1 2.1.2 2.1.3 2.1.4 2.1.5 2.1.6
2.1.7
Tahun 2011
Bertambah/ (Berkurang)
3.3.3. Arah Pembiayaan Daerah Pembiayaan
daerah
merupakan
transaksi
keuangan
daerah
yang
dimaksudkan untuk menutup selisih antara pendapatan daerah dan belanja daerah. Jika pendapatan daerah lebih kecil daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 90
keuangan yang defisit, dan harus ditutupi dengan penerimaan daerah. Sebaliknya, jika pendapatan daerah lebih besar daripada belanja daerah, maka terjadi transaksi keuangan yang surplus, dan harus digunakan untuk pengeluaran daerah. Karena itu, pembiayaan daerah terdiri penerimaan daerah dan pengeluaran daerah. Sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, penerimaan daerah berasal dari sumber antara lain, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Lalu (Silpa); Pencairan dana cadangan; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan pinjaman daerah; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan penerimaan piutang daerah. Sedangkan sumber pengeluaran daerah, antara lain, Pembentukan dana cadangan; Penanaman modal (investasi) pemerintah daerah; Pembayaran pokok utang; dan pemberian pinjaman daerah. Secara rinci proyeksi pembiayaan daerah tahun 2011 sebagaimana dalam tabel berikut:
Tabel 3. Proyeksi Pembiayaan Daerah Kabupaten Ponorogo tahun 2011 Nomor Urut 3.1 3.1.1
3.1.2 3.1.3 3.1.4 3.1.6 3.2 3.2.1 3.2.2
3.2.3 3.2.4
Uraian Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya (SILPA) Pencaiaran Dana Cadangan Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan Penerimaan Pinjaman Penerimaan Piutang Pengeluaran Pembiayaan Pembentukan Dana Cadangan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah daerah Pembayaran pokok hutang yang jatuh tempo Pemberian pinjaman daerah
Pembiayaan Netto
Pembiayaan Daerah Tahun 2010 Tahun 2011 Bertambah/ (Berkurang) 44.375.751.513 39.090.234.436 (5.285.517.077) 40.501.051.513
38.715.534.436
(1.785.517.077)
3.500.000.000
0
(3.500.000.000)
0
0
0
0 374.700.000
0 374.700.000
0 0
12.619.750.000
766.250.000
(11.853.500.000)
0
0
0
301.000.000
350.000.000
49.000.000
10.968.750.000
416.250.000
(10.552.500.000)
1.350.000.000
0
0
31.756.001.513 38.323.984.436
6.567.982.923
RKPD kabupaten Ponorogo Tahun 2011. 1212
Bab III_ Halaman 91