ANALISIS PERHITUNGAN, PEMOTONGAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21 PADA PEGAWAI TETAP DI KANTOR DINAS PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA GORONTALO Renald Idrus Nim: 921409032 Jurusan Akuntansi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pajak
merupakan
sumber
penerimaan
Negara
untuk
penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan serta sebagai pendorong kegiatan perekonomian. Fakta yang ada menunjukan bahwa sebagian besar penerimaan Negara adalah dari sektor pajak. Hal tersebut dikarenakan sampai detik ini lebih dari 50 persen penerimaan Negara yaitu dari sektor pajak masih menjadi prioritas yang utama di Indonesia sebagai sarana untuk menyukseskan dan melancarkan pembangunan nasional yang terus berkesinambungan. Suatu Negara yang memiliki penerimaan pajak yang tinggi akan dapat membiayai pembangunan nasional dari kekuatannya sendiri, dengan demikian perekonomian Negara tersebut menjadi kokoh dan tidak perlu lagi tergantung dengan pinjaman Negara maju lainnya ataupun lembaga pembiayaan internasional lainnya. Sistem pemungutan pajak yang dipakai di Indonesia adalah Self Assessment System yaitu suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri jumlah pajak yang terutang setiap tahunnya. Dalam sistem ini wajib pajak diberi tanggung jawab dan kepercayaan untuk menghitung, membayar, melaporkan, dan
mempertanggungjawabkan sendiri pajak yang terutang. Maka pemahaman tentang perpajakan sangat diperlukan oleh wajib pajak.
Penghitungan, pemotongan, dan pelaporan PPh Pasal 21 berlaku pada semua instansi atau perusahaan yang berkewajiban melakukan pemenuhan kewajiban perpajakannya dengan benar, seperti yang terjadi di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo memiliki pegawai tetap sebanyak 65 orang. Keseluruhan dari pegawai tetap tersebut merupakan wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan pasal 21 dengan pemotongan PPh 21 yang berbeda-beda sesuai dengan gaji, dan tunjungan yang dimiliki. Berdasarkan data yang diperoleh dari DPPKAD Kota Gorontalo selama 3 tahun terakhir yakni tahun 2010-2012 terus mengalami peningkatan. Untuk lebih jelasnya dapat dijabarkan pada tabel berikut: Tabel 1. Data Pemotongan PPh Pasal 21 Pegawai Tetap Di Kantor Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
Jumlah Potongan PPh Pasal 21 Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012 Rp. 2.157.081 Rp. 3.150.460 Rp. 3.166.773 Rp. 2.283.077 Rp. 2.831.659 Rp. 3.198.070 Rp. 2.463.626 Rp. 2.947.011 Rp. 3.899.700 Rp. 2.470.390 Rp. 3.740.820 Rp. 3.903.555 Rp. 2.859.418 Rp. 3.596.174 Rp. 4.041.526 Rp. 2.971.950 Rp. 3.596.174 Rp. 4.266.873 Rp. 3.127.025 Rp. 3.662.766 Rp. 4.276.011 Rp. 3.167.790 Rp. 3.706.457 Rp. 4.486.561 Rp. 3.167.790 Rp. 3.765.057 Rp. 4.510.924 Rp. 3.168.024 Rp. 3.674.487 Rp. 4.517.586 Rp. 3.246.981 Rp. 3.563.280 Rp. 4.568.437 Rp. 3.316.499 Rp. 3.704.629 Rp. 4.601.008 Rp. 34.399.651
Rp. 41.938.974
Rp. 49.437.024
% Pertumbuhan 2011 2012 31.53 0.52 19.37 11.46 16.40 24.43 33.96 4.17 20.49 11.02 17.36 15.72 14.63 14.34 14.53 17.39 15.86 16.53 13.79 18.66 8.88 22.00 10.48 19.48
Sumber Data: Kantor DPPKAD Kota Gorontalo, 2013 Berdasarkan data di atas menunjukkan bahwa jumlah pemotongan PPh pasal 21 pegawai tetap pada tahun 2010 dari bulan Januari sampai dengan bulan desember adalah sebesar Rp. 34.399.651. Pada tahun 2011 jumlah pemotongan PPh pasal 21 pegawai tetap meningkat menjadi Rp. Rp. 41.938.974, sedangkan pada tahun 2012 jumlah pemotongan PPh pasal 21 pegawai tetap yakni sebesar Rp. 49.437.024. Dengan jumlah peningkatan pemotongan tersebut, maka kewajiban pegawai dalam membayar pajak penghasilan sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan, namun dari segi cara perhitungan, pemotongan, dan pelaporan pajak penghasilan (PPh) di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo belum sesuai, hal ini disebabkan oleh kurangnya
ketelitian
pemotongan
bendahara
dalam
melakukan
perhitungan,
dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 sehingga
menyebabkan keterlambatan dalam membayar pajak terutang bagi pegawai tetap. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti menyadari betapa pentingnya perhitungan pemotongan pajak penghasilan pasal 21 dan membahasnnya dalam bentuk skripsi dengan judul ”Analisis Perhitungan, Pemotongan dan Pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 pada Pegawai Tetap di Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo”. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas maka penulis merumuskan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
menganalisis
bagaimana
prosedur
analisis
perhitungan,
pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 pada pegawai tetap di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama yang hendak dicapai dalam penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis perhitungan, pemotongan dan pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21 pada pegawai tetap di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.4.1 Manfaat Teoritis Dapat memberikan pemahaman lebih dalam mengenai penerapan perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku. 1.4.2 Manfaat Praktis Diharapkan dapat menjadi masukan sebagai bahan pertimbangan dalam memperbaiki penerapan penghitungan, pemotongan dan pelaporan PPh Pasal 21 serta dalam menentukan kebijakan dimasa mendatang.
BAB II KAJIAN TEORITIS 2.1 Konsep Pajak Penghasilan 2.1.1 Pengertian Pajak Mohammad Zain (2007: 1.16) mengemukakan bahwa pajak adalah iuran masyarakat kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapatkan prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk menyelenggaraan pemerintahan. Waluyo (2008: 23) mengemukakan ciriciri yang yang melekat pada pengertian pajak adalah: (1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaan yang sifatnya dapat dipaksakan; (2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah; (3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah; (4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment dan; (5) Pajak mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu mengatur. Pajak merupakan penerimaan negara yang paling utama dan paling besar hal untuk itu pajak merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional. Dibawah ini merupakan definisi pajak sebagai berikut:
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pemungutan pajak tanggung jawab anggota masyarakat wajib pajak sendiri yang dapat dipaksakan, pemerintah dalam hal ini aparat perpajakan sesuai dengan fungsinya berkewajiban melakukan pemungutan pajak yang sesuai dengan ketentuan perpajakan dan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk pembangunan-pembangunan nasional dan pengeluaran rutin negara demi tercapainya pemerintahan yang baik. 2.1.2 Pengertian Pajak Penghasilan Undang-undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah untuk ke empat kalinya diubah pada tahun 2008 dengan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 yang digunakan sebagai dasar hukum pemungutan pajak penghasilan. Menurut pasal 4 ayat 1 Undangundang No. 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Bagi wajib pajak dalam negeri, yang menjadi obyek pajak adalah penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan bagi wajib pajak luar negeri, yang menjadi objek pajak hanya penghasilan yang berasal dari Indonesia saja.
2.1.3 Objek Pajak PPh Pasal 21 Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah sebagai berikut: 1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; 2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; 4) Penghasilan pegawai tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan, atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 5) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; 6) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apa pun, dan imbalan sejenis dengan nama apau pun. 7) Penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan narra dan dalam bentuk apa pun yang diberikan oleh: a. Bukan wajib pajak;
b. Wajib pajak yang dikenakan pajak penghasilan berdasarkan norma perhitungan khsusu (deemed profit).
2.1.4 Konsep Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 2.1.4.1 Pengertian Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Menurut Mardiasmo (2011: 168) pemotongan pajak penghasilan pasal 21 adalah wajib pajak badan, termasuk bentuk usaha tetap yang mempunyai
kewajiban
untuk
melakukan
pemotongan
pajak
atas
penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, kegiatan orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pemotong PPh Pasal 21 yang diberi kuasa untuk meelakukan pemotongan pajak berdasarkan Undang-undang No. 36 Tahun 2008 dapat disimpulkan bahwa pemotong PPh Pasal 21 dilakukan oleh badan yang melakukan pemberian kerja kepada seseorang, sehingga seseorang tersebut mendapatkan penghasilan yang nantinya akan dipotong oleh pemberi kerja tersebut. 2.1.7.2 Cara Menghitung PPh Pasal 21 Menurut Mardiasmo (2011: 178) bahwa penghitungan PPh Pasal 21 untuk pegawai tetap dan penerima pensiun berkala dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Penghitungan masa atau bulanan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk setiap masa pajak, yang dilaporkan dalam
spt masa PPh Pasal 21, selain masa pajak desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja. 2. Penghitungan kembali sebagai dasar pengisian form 1721 A1 atau 1721 A2 dan pemotongan PPh Pasal 21 dan pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang untuk masa pajak desember atau masa pajak dimana pegawai tetap berhenti bekerja Penghitungan kembali ini dilakukan pada: a. Bulan dimana pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun b. Bulamn desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun sampai akhir tahun kalender. 1.2 Penelitian Terdahulu Penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ajid Abdul, 2009 dengan judul penelitian “Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan”. Hasil penelitian menunjukan bahwa Rumah Sakit Umum Haji Medan dapat melakukan perhitungan, pemotongan dan pelaporan pajak penghasilan pasal 21 sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Dian Ayu Puspita, 2011 dengan judul penelitian” Analisis Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. Surabaya INN Berkarya”. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. Surabaya Inn Berkarya telah sesuai dengan
ketentuan peraturan perpajaka yang berlaku,
karena dilihat dari
perbandingan perhitungan yang dilakukan oleh PT. Surabaya Inn Berkarya dengan
peraturan
perpajakan
yang
berlaku.
Pemotongan
Pajak
Penghasilan Pasal 21 di PT. Surabaya Inn Berkarya dilakukan setiap bulan yang nantinya akan dibayarkan serempak berdasarkan kebijakan perusahaan, namun juga tetap mengikuti peraturan perpajakan yang berlaku. Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. Surabaya Inn Berkarya sudah benar, karena selama tahun 2011 tidak pernah mendapatkan sanksi. Sedangkan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. Surabaya Inn Berkarya dalam tahun 2011 kurang mengikuti peraturan Kententuan Umum Perpajakan yang berlaku saat ini, karena adanya keterlambatan dalam pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada bulan Januari hingga Oktober.
BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Sumber Data Data yang dikumpulkan guna mendukung penelitian ini adalah data yang di peroleh dari sumber data yang dapat dipercaya keabsahannya yaitu data sekunder. Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tertulis dan digunakan sebagai bahan pendukung terhadap obyek penelitian.
3.2 Prosedur Pengumpulan Data Untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan sehubungan dengan penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data adalah data Dokumentasi. Teknik dokumentasi yaitu teknik yang digunakan sebagai alat pelengkap
untuk
membantu
dalam
penyusunan
data-data
yang
berhubungan dengan penelitian. Adapun data yang diambil adalah data penghasilan pegawai tetap golongan IV, III, dan II yang melebihi TPKP.
3.3 Tehnik Analisa Data Berdasarkan metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif, maka untuk menganalisis data yang telah terkumpul, data diolah dengan menghitung data-data yang berbentuk kuantitatif (angka-angka)
dan
dinyatakan
dengan
data
kuantitatif
untuk
mengintrepretasikan hasil data perhitungan tersebut serta menyadari dan melengkapi gambaran yang diperoleh dari analisis data kuantitatif untuk memecahkan masalah yang diteliti yang akhirnya akan menarik kesimpulan
dari pengolahan data tersebut. Pelaporan atau penyetoran pajak penghasilan pasal 21 dilakukan dengan menggunakan Surat Setor Pajak (SSP) dengan batas waktu setiap tanggal 10 bulan takwin setelah masa pajak berakhir. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Perhitungan pemotongan Pajak Penghasilna (PPh) pasal 21 bagi begawai tetap dengan menggunakan rumus: PPh Pasal 21 = (Penghasilan netto-PTKP) x Tarif Pasal 17 UU PPh (Penghasilan bruto - Biaya jabatan – Iuran pensiun dan Iuran THT/JHT yang dibayar sendiri – PTKP) x Tarif Pasal 17 UU PPh
Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dilakukan setelah 4 bulan setelah berakhirna tahun pajak untuk SPT Tahunan dan untun SPT Masa adalah paling lambat 20 hari setelah Masa Pajak Berakhir. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21, Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo kurang mengikuti peraturan perundang-udangan dengan baik dan benar sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, karena terjadi keterlambatan dalam penyampaian SPT Masa. 4.2 Pembahasan Demi efektivitas, efisiensi, dan Indonesia menerapkan
kemudahan pelaksanaannya,
withholding system terhadap PPh Pasal 21.
Dengan sistem ini, setiap pemberi kerja yang membayarkan penghasilan kepada pekerja, pelaksana kegiatan, atau pelaksana jasa wajib melakukan pemotongan pajak yang memotong memungut dan menyetor pajak yang dipotong tersebut ke kas Negara yang artinya, penghasilan yang diterima pegawai langsung dipotong oleh bendahara sehingga pegawai hanya menerima take home pay (penghasilan pajak
dan
bersih setelah pemotongan
potongan lainnya). PPh Pasal 21 diatur Undang-undang
Nomor 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Berdasarkan
hasil
analisis
perhitungan
dan
pemotongan
menunjukkan bahwa dari 15 responden yang ada di Kantor Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo, yakni pegawai tetap golongan IV, III, dan II. Dari hasil perhitungan untuk golongan IV atas atas nama Dra. Hadidjah Doya, M.Sc adalah sebesar Rp. 203.795,00, namun yang disetor oleh bendahara Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo ke kantor pajak adalah sebesar Rp. 221.783,00. Hal ini terdapat kelebihan sebesar Rp. 17.987,00. Dra. Ritna Kaharu adalah sebesar Rp. 159.770,00, namun yang disetor oleh bendahara ke kantor pajak adalah sebesar Rp. 167.042,00, sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp. 7.272,00. Dra. Charlota Djabu adalah sebesar Rp. 159.851,00, namun yang disetor oleh bendahara ke
kantor pajak adalah sebesar Rp. 96.675,00, sehingga terdapat kekurangan sebesar Rp. 63.176,00. Hi. Ronny Monoarfa, SE adalah sebesar Rp. 154.911,00, namun yang disetor oleh bendahara ke kantor pajak adalah sebesar Rp. 157.925,00, sehingga terdapat kelebihan sebesar Rp. 3.013,00. Sedangkan Nurmalah Bau, SH, M.Si adalah sebesar Rp. 145.435,00, namun yang disetor oleh bendahara Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo ke kantor pajak adalah sebesar Rp. 99.390,00. Hal ini terdapat kekurangan sebesar Rp. 46.045,00.
Berdasarkan data hasil analisis di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanan pemotongan pajak penghasilan (PPh) pasal 21 masih terdapat kekeliruan yang dilakukan oleh bendahara. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan
hasil
penelitian
dan
perhitungan
yang
telah
disampaikan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo telah sesuai dengan ketentuan peraturan perpajaka yang berlaku, karena dilihat dari perbandingan perhitungan yang dilakukan oleh bendahara dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Namun dalam perhitungannnya mash ada kekeliruahn yang dilakukan oleh bendahara sehingga terjadi
selisih lebih dan kurang bayar. Hal ini dasarkan dari hasil rekapitulasi perhitungan yang dilakukan oleh bendahara dengan hasil analisis yang dilakukan oleh peneliti bahwa total pajak yang bayar oleh bendahara memiliki kekurangan Rp. 140.530,00 dan kelebihan sebesar Rp. 222.000,00, sehingga selisih kelebihan pajak terutang sebesar Rp. 81.470,00. 2. Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo dilakukan setiap bulan yang nantinya akan dibayarkan serempak berdasarkan kebijakan
perusahaan,
namun
juga
tetap
mengikuti
peraturan
perpajakan yang berlaku. 3. Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 di Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo dalam tahun 2012 kurang mengikuti peraturan Kententuan Umum Perpajakan yang berlaku saat ini, karena adanya keterlambatan dalam pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada bulan Januari hingga Oktober.
5.2 Saran Berdasarkan penelitian dan perhitungan yang telah disampaikan pada bab-bab sebelumnya maka Penulis akan memberikan saran sebagai berikut: 1. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo, sebaiknya melaksanakan perhitungan sesuai dengan ketentuan yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008, agar pelaksanaan pembayaran ke kantor pajak sesuai dengan perhitungannya. 2. Hendaknya kekurangan tersebut dijadikan bahan introspeksi bagi perusahaan agar senantiasa mengikuti perkembangan peraturanperaturan terbaru perpajakan, meningkatkan ketelitian dan kecermatan dalam melakukan perhitungan PPh Pasal 21 dan menambah pengetahuan perpajakannya. Dengan begitu, sistem perpajakan perusahaan akan semakin membaik dan kesalahan dalam perhitungan, pemotongan PPh Pasal 21 dapat dihindari. 3. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kota Gorontalo, harus taat dalam melaporkan SPT Masa yang dimana jatuh temponya pada tanggal 20 untuk setiap bulannya.
DAFTAR PUSTAKA Abdul, Ajid. 2009. Mekanisme Perhitungan dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Karyawan Pada Rumah Sakit Umum Haji Medan. Skripsi. Medan: Universitas Sumatra Utara Abut, H. 2005. Perpajakan. Jakarta: Diadit Media Mardiasmo. 2011. Perpajakan (Edisi Revisi). Yogyakarta: Penerbit Andi Mohammad Zain. 2007. Empat.
Perpajakan. Jakarta: Penerbit PT. Salemba
Najiyullah, Ahmad. 2010. Analisis Penerapan Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pada PT. Hikerta Pratama. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syafir Hidayatullah. Puspita, Dian Ayu. 2011. Analisis Perhitungan, Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. Surabaya INN Berkarya. Skripsi. Surabaya. Universitas Negeri Surabaya
Riduwan dan Akon. 2009. Rumus dan Data dalam Analisis Statistik. Bandung: Alfabeta. Rochman, Yahya. 2007. Analisis Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Pegawai Tetap pada Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan (studi kasus bulan September 2006) Soemitro, Rochmat. 2000. Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan Sudjana, Nana. 2007. Perpajakan Lanjutan. Bandung: Universitas Widyatama Sugiyono. 2002. Metode Penelitian Bisnis Bandung: Alfabeta. Tim Dosen. 2008. Pedoman Penulisan Skripsi. Program Studi Akuntansi: Universitas Pendidikan Indonesia. Uma, Sekaran. 2008. Reseach Methods for Busines (Metode Penelitian Bisnis). Jakarta: Salemba Empat. UU RI No. 28 Tahun 2007: Tentang Perubahan Ketiga atas UU RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuang Umum dan Tata Cara Perpajakan. UU RI No. 36 Tahun 2008: Tentang Perubahan Keempat atas UU RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.