BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Posyandu 1. Pengertian Pos Pelayanan Terpadu atau yang sering disebut dengan Posyandu adalah suatu forum komunikasi, alih teknologi dan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan oleh masyarakat dan kegiatan–
kegiatan
yang
dilakukan
oleh
masyarakat,
yang
dilaksanakan oleh kader- kader kesehatan yang sebelumnya telah dibekali pendidikan dan diberi pelatihan dari Puskesmas mengenai pelayanan kesehatan dasar. Kegiatan– kegiatan yang ada dalam Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi masyarakat setempat (Effendy, 1998). Departemen
Kesehatan
Republik
Indonesia
(1990b)
mendefinisikan Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh masyarakat dan dilakukan untuk masyarakat, dengan dukungan teknis petugas dari Puskesmas. Lima program kesehatan dasar yang ada dalam kegiatan Posyandu meliputi Keluarga Berencana (KB), Kesehatan ibu dan anak (KIA), gizi, imunisasi untuk balita dan ibu hamil, dan penanggulangan penyakit diare untuk para ibu dan balita di tingkat masyarakat.
7
8
Budioro (2000) mendefinisikan Posyandu sebagai pos pelayanan KB dan kesehatan terpadu yang diselenggarakan oleh masyarakat, dari masyarakat, dan untuk masyarakat. Kegiatan Posyandu dilaksanakan oleh kader– kader dari sektor yang terkait dan ibu- ibu PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) dari desa setempat. Kader yang bertugas dalam kegiatan Posyandu sebelumnya mendapatkan pembinaan dan bimbingan dari Puskesmas. Definisi lain dari Posyandu adalah kegiatan yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat. Sehingga pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana dari kegiatan Posyandu menjadi tanggung jawab masyarakat (Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2007). Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu atau Posyandu adalah unit pelayanan kesehatan yang tumbuh dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk masyarakat yang dilaksanakan oleh kader– kader kesehatan yang sebelumnya telah mendapatkan bimbingan, pembinaan dan pelatihan dari Puskesmas mengenai kesehatan dasar. 2. Tujuan Posyandu Menurut Effendy (1998) Posyandu memiliki 6 tujuan. Tujuan utamanya adalah mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak. Tujuan lain dari Posyandu meliputi pelayanan kesehatan ibu,
peningkatan
pelayanan
kemampuan
masyarakat
untuk
9
mengembangkan kegiatan kesehatan dan kegiatan- kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat, pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam usaha peningkatkan
cakupan
pelayanan
kesehatan
pada
penduduk
berdasarkan letak geografi. Disamping untuk pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan pada masyarakat dalam usaha peningkatkan
cakupan
pelayanan
kesehatan
pada
penduduk
berdasarkan letak geografi, Tujuan lain dari kegiatan Posyandu adalah meningkatkan dan pembinaan peran serta masyarakat dalam rangka alih teknologi untuk swakelola usaha– usaha kesehatan masyarakat. 3.
Sasaran Posyandu Sasaran dari pengadaan Posyandu berkutat pada masalah kesehatan ibu dan anak yang meliputi bayi berusia kurang dari satu tahun, anak balita usia satu sampai lima tahun, ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu nifas. Wanita usia subur juga menjadi sasaran dari pengadaan Posyandu (Effendy, 1998). Sasaran dari kegiatan Posyandu lebih diutamakan pada balita, hal ini dikarenakan masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh kembang. Perkembangan anak dipengaruhi dan ditentukan pada masa pertumbuhan dasar.
Pada masa balita
perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat dan merupakan
10
landasan perkembangan berikutnya. Disamping perkembangan kemampuan bahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi, pada masa ini juga terbentuk perkembangan moral serta dasar– dasar kepribadian (Soetjiningsih, 1995). 4.
Peran Posyandu Pada saat ini peran Posyandu lebih kepada prioritas masalah kesehatan terutama pada masyarakat. Peranan Posyandu di desa sangat signifikan dalam memantau masalah kesehatan di daerah setempat untuk menurunkan masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat. Kinerja sebuah Posyandu lebih relevan untuk mengatasi masalah kesehatan pada balita misalnya Kurang Energi Protein (KEP), ibu hamil, dan wanita usia subur (WUS) yang dapat dengan mudah ditemukan di Posyandu (Depkes, 1997).
5.
Jenis Kegiatan Posyandu Jenis kegiatan posyandu menurut Effendy (1998) dibagi menjadi 2, meliputi lima kegiatan Posyandu atau yang dikenal dengan Panca Krida Posyandu dan Tujuh Kegiatan Posyandu atau yang disebut dengan Sapta Krida Posyandu. Lima Kegiatan Posyandu (Panca Krida Posyandu) meliputi kesehatan ibu dan anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), immunisasi, peningkatan gizi, dan penanggulangan diare, sedangkan Tujuh Kegiatan Posyandu (Sapta Krida Posyandu) meliputi Lima Kegiatan Posyandu (Panca Krida
11
Posyandu) ditambahkan dengan sanitasi dasar dan penyediaan obat esensial. 6.
Aktivitas Posyandu Menurut Budioro (2000) pelaksanaan Posyandu mengikuti sistem 5 meja atau lima langkah dasar, yang meliputi meja I sampai meja V. Kegiatan yang dilakukan di meja I yaitu pendaftaran. Semua pengunjung Posyandu (balita, ibu hamil, ibu menyusui, Wanita Usia Subur) harus didaftar terlebih dahulu sebelum mendapatkan pelayanan kesehatan. Setelah dilakukan pendaftaran di meja I, semua pengunjung Posyandu (balita, ibu hamil, ibu menyusui, Wanita Usia Subur) beralih ke meja II. Di meja II dilakukan penimbangan balita dan ibu hamil (Depkes, 1990a). Pengunjung yang telah ditimbang diberi secarik kertas yang berguna untuk mencatat hasil penimbangan dan setelah itu di berikan ke meja III. Alat yang dipergunakan untuk menimbang adalah dacin untuk balita dan timbangan injak untuk ibu hamil. Meja III merupakan tempat untuk mengisi Kartu Menuju Sehat (KMS). Setelah dilakukan penimbangan di meja II, hasilnya dilaporkan ke meja III. Kartu Menuju Sehat (KMS) digunakan sebagai alat untuk memantau kesehatan dan pertumbuhan balita. Manfaat yang didapat dalam pengisian KMS terutama digunakan untuk keperluan penyuluhan kepada ibu balita dan keluarga. Kartu
12
Menuju Sehat juga dapat dipakai sebagai bahan penunjang bagi petugas kesehatan untuk menentukan jenis tindakan yang tepat sesuai dengan kondisi kesehatan dan gizi balita (Depkes, 2000). Penggunaan KMS didasarkan pada berat badan menurut umur, sehingga dapat diketahui tingkat Kekurangan Energi Protein (KEP) pada anak (Depkes, 1990a). Setelah pengisian KMS, di meja IV diberikan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan kesehatan diberikan berdasarkan keadaan balita dan ibu hamil. Selain penyuluhan kesehatan, di meja IV terdapat Paket Pertolongan Gizi (PPG) meliputi oralit, vitamin A, tablet zat besi, pil ulangan, dan kondom (Effendy, 1998). Pada meja V kegiatan yang dilakukan meliputi pemberian pelayanan kesehatan seperti imunisasi untuk bayi dan ibu hamil, pemeriksaan kehamilan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, serta pelayanan kontrasepsi IUD dan suntikan yang diberikan oleh petugas kesehatan (Tim Penggerak PKK Propinsi Jawa Tengah, 2001).
B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku menurut Notoatmodjo (2005) merupakan semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku
13
merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok atau masyarakat seperti yang dinyatakan oleh Blum (1974), sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2005). Perilaku dapat diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Menurut Zein & Eko (2005) perilaku terjadi apabila ada rangsangan dari luar dan dari rangsangan akan menghasilkan reaksi dan perilaku tertentu. Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1990b) mendefinisikan perilaku sebagai proses interaksi individu dengan lingkungannya sebagai manifestasi hayati bahwa dia adalah makhluk hidup. Faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang meliputi latar belakang, kepercayaan dan sikap mental, sarana dan faktor pencetus. Dari beberapa definisi tentang perilaku di atas, dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah aktivitas manusia baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung sebagai suatu reaksi terhadap lingkungan yang berupa rangsangan. 2. Jenis- Jenis Perilaku Notoatmodjo (2003c) menyatakan bahwa perilaku terdiri dari persepsi
(perception),
responden
terpimpin
(guided
respon),
mekanisme (mechanisme), dan adaptasi (adaptation). Persepsi diartikan sebagai tindakan mengenal dan memilih berbagai proyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil yang merupakan praktek tingkat
14
pertama. Respon terpimpin merupakan suatu tindakan untuk dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh yang merupakan indikator praktek tingkat dua. Mekanisme merupakan seseorang yang telah mendapat sesuatu dengan benar serta otomatis atau sesuatu tersebut sudah merupakan kebiasaan, maka dapat mencapai praktek tingkat tiga. Adaptasi merupakan suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Hal ini diartikan sebagai modifikasi dari tindakan tersebut untuk mengurangi kebenaran tindakan. Pengukuran suatu perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan melakukan wawancara terhadap kegiatan– kegiatan yang telah dilakukan. Pengukuran secara langsung dapat dilakukan dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan seseorang (Notoatmodjo, 2003a). Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan hasil dari resultasi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal yaitu lingkungan (Purwanto, 1998). Pada garis besarnya perilaku manusia dapat terlihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis, dan sosial. Akan tetapi dari aspek tersebut sulit untuk ditarik garis yang tegas dalam mempengaruhi perilaku manusia. Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan,
15
keinginan,
kehendak,
minat,
motivasi,
persepsi,
serta
sikap
(Notoatmodjo, 2003c). 3. Faktor– Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Notoatmodjo (2003c) yang mengutip dari Lawrence Green (1980), perilaku seseorang atau subyek dipengaruhi atau dilatarbelakangi oleh tiga faktor pokok, yaitu faktor predisposisi (predisposing factors), faktor- faktor yang mendukung (enabling factors), dan faktor yang memperkuat atau mendorong (reinforcing factors). Faktor– faktor predisposisi yaitu faktor– faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai- nilai, tradisi. Dimana pengetahuan ibu tentang manfaat Posyandu baik, maka pemanfaatan Posyandu akan baik pula. Faktor pemungkin merupakan faktor- faktor yang memungkinkan atau memfasilitasi perilaku atau tindakan. Artinya faktor pemungkin adalah sarana dan prasarana atau fasilitas untuk terjadinya perilaku kesehatan. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah faktor penguat yaitu faktorfaktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku berawal dari adanya pengalaman seseorang serta dukungan oleh faktor luar (lingkungan) baik fisik maupun non fisik, kemudian dipersepsikan, diyakini, sehingga menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak, yang
16
pada akhirnya terjadilah perwujudan niat yang berupa melakukan perilaku. Secara umum proses pembentukan perilaku seseorang dapat digambarkan dalam gambar 1. sebagai berikut :
Eksternal a. Pengalaman Pengalaman b. Fasilitas Fasilitas c. Sosio-budaya Sosio-budaya
Internal a. Persepsi Persepsi b. Pengetahuan Pengetahuan c. Keyakinan Keyakinan d. Motivasi Motivasi e. Niat Niat f. Sikap Sikap
Respons Perilaku
Gambar 1. Skema Perilaku Sumber : Lawrence Green (1980), dalam Notoatmodjo, (2005)
C.
Faktor– Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Ibu Balita Membawa Balitanya ke Posyandu. Menurut Djaiman (2002) faktor– faktor yang berhubungan dengan kunjungan balita ke Posyandu meliputi umur Balita, jumlah anak, status pekerjaan ibu, dan jarak tempat tinggal. Umur balita merupakan permulaan kehidupan untuk seseorang dan pada saat ini perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial, emosional dan intelegensi berjalan sangat cepat. Lebih lanjut menurut Djaiman (2002) bahwa umur 12 sampai 35 bulan merupakan umur yang berpengaruh terhadap kunjungan, karena pada umur ini merupakan pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan menentukan perkembangan anak selanjutnya. Hal lain yang menyebabkan
17
ibu balita tidak hadir di Posyandu khususnya ibu balita yang balitanya berusia diatas 36 bulan, karena ibu balita merasa bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi lengkap dan perkembangan sosial anak semakin bertambah. Kehadiran ibu balita ke Posyandu juga dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga. Hal tersebut sesuai dengan yang dinyatakan oleh Hurlock (2005) bahwa semakin besar keluarga maka semakin besar pula permasalahan yang akan muncul di rumah terutama untuk mengurus anak mereka. Seorang ibu akan sulit mengatur waktu untuk hadir di Posyandu karena waktunya akan habis untuk memberi perhatian dan kasih sayang untuk mengurus anak- anaknya di rumah. Faktor ketiga yang mempengaruhi perilaku ibu membawa balitanya ke Posyandu adalah status pekerjaan ibu balita. Pekerjaan yang dilakukan ibu balita merupakan kegiatan yang banyak menyita waktu. Ibu- ibu yang bekerja akan mendatangkan pengaruh bagi kehidupan keluarga dan berkurangnya waktu untuk mengasuh anak. Peran ibu bekerja dan ibu yang tidak bekerja sangat berpengaruh khususnya terhadap perawatan keluarga. Hal ini dapat dilihat dari waktu yang diberikan ibu untuk mengasuh dan untuk membawa balitanya ke Posyandu yang masih kurang. Aspek lain yang berhubungan dengan alokasi waktu meliputi jenis pekerjaan ibu dan tempat ibu bekerja serta jumlah waktu yang dipergunakan untuk keluarganya di rumah (Husnaini, 1989). Hal ini diperkuat dengan pernyataan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1996) bahwa kondisi kerja yang menonjol
18
merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu membawa balitanya ke Posyandu. Tuntutan pekerjaan dan kebutuhan untuk sandang, pangan dan papan memaksa para ibu untuk bekerja. Status pekerjaan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita. Karena kesibukan untuk bekerja, sehingga para ibu mengabaikan masalah pertumbuhan, perkembangan dan masalah kesehatan pada balitanya yaitu dengan mengabaikan kunjungan ke Posyandu. Disamping umur balita, tingkat pengetahuan dan status pekerjaan, jarak juga merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu membawa balitanya ke Posyandu. Dimana jarak antara tempat tinggal dengan Posyandu juga mempengaruhi ibu balita untuk hadir di kegiatan Posyandu. Hal tersebut sesuai dengan yang pernyataan Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003c) bahwa faktor lingkungan fisik atau letak geografis berpengaruh terhadap perilaku seseorang atau masyarakat terhadap kesehatan. Ketidakhadiran ibu balita ke Posyandu disebabkan karena letak rumah balita yang jauh dengan Posyandu. Sesuai dengan yang dikemukakan oleh WHO dalam Notoatmodjo (2000) yang menyatakan bahwa sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung dari situasi pada saat itu. Suhardjo (1990) dan Khumaidi (1994) menambahkan bahwa tingkat pendidikan dan tingkat pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu. Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang untuk menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang diperoleh. Pendidikan dalam keluarga sangat
19
diperlukan, hal ini terkait dengan informasi tentang kunjungan ibu balita ke Posyandu dan kemampuan keluarga untuk melaksanakan fungsinya untuk bisa mengambil tindakan secepatnya (Depkes, 1996). Menurut Suhardjo (1990) rendahnya tingkat pendidikan erat kaitannya dengan perilaku ibu dalam memanfaatkan sarana kesehatan (Posyandu). Tingkat pendidikan ibu yang rendah mempengaruhi penerimaan informasi sehingga pengetahuan tentang Posyandu terbatas. Tingkat pendidikan ibu yang rendah, adat istiadat yang yang terlalu ketat serta pemahaman ibu yang salah diikuti dengan penghasilan yang masih rendah, merupakan penghambat dalam pembangunan kesehatan, hal ini disebabkan oleh sikap dan perilaku yang mendorong kesehatan masih rendah. Semakin tinggi tingkat pendidikan ibu, mortalitas dan morbiditas akan semakin menurun. Sehingga semakin tinggi tingkat pendidikan ibu maka kesadaran untuk berkunjung ke Posyandu semakin aktif. Tingkat pengetahuan juga merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu. Menurut Notoatmodjo (2003c) pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang akan membentuk suatu sikap dan menimbulkan suatu perilaku dalam kehidupan sehari- hari. Tingginya tingkat pengetahuan tentang Posyandu yang dimiliki oleh kader kesehatan dapat membentuk sikap positif terhadap program Posyandu khususnya perilaku ibu balita membawa balitanya yang dianggap masih buruk. Tanpa adanya pengetahuan maka para ibu balita sulit dalam melakukan kunjungan ke Posyandu. Pengetahuan tentang Posyandu akan
20
berdampak pada perilaku ibu balita dalam memanfaatkan kegiatan Posyandu (Depkes, 1995). Kurangnya pengetahuan mempengaruhi perilaku ibu balita, hal ini disebabkan karena kurangnya kepercayaan diri para kader kesehatan dalam menerapkan
ilmunya
serta
kurang
mampunya
para
kader
dalam
menyampaikan informasi penyuluhan dalam kehidupan sehari- hari (Khumaidi,
1994).
mempengaruhi
Tingkat
perilaku
pengetahuan
individu,
dimana
seseorang semakin
turut tinggi
serta tingkat
pengetahuan, maka semakin baik pula perilaku masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu. Berkebalikan dengan pernyataan di atas, semakin rendah pengetahuan ibu balita semakin rendah pula kesadaran ibu melakukan kunjungan ke Posyandu (Depkes, 1995).
21
D. Kerangka Teori Faktor Predisposisi (Predisposing Factors) : - Umur Anak - Tingkat Pendidikan - Tingkat Pengetahuan - Status Pekerjaan - Tingkat Pendapatan
Faktor Pemungkin (Enabling Perilaku ibu balita
Factors) :
membawa balitanya ke
- Faktor Jarak
Posyandu
- Sarana Penunjang
Faktor Penguat (Reinforcing Factors) : - Perilaku Orang Lain
Gambar 2. Kerangka Teori Sumber : Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003c) yang dimodifikasi
22
E. Kerangka Konsep Variabel Independen
Variabel Dependen
-
Umur Balita
-
Tingkat Pendidikan Ibu Balita
-
Perilaku ibu balita membawa
Tingkat Pengetahuan
balitanya ke Posyandu
Ibu Balita -
Status Pekerjaan Ibu Balita
Gambar 3. Kerangka Konsep
F.
Variabel Penelitian 1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini meliputi umur balita, tingkat pendidikan ibu balita, tingkat pengetahuan ibu balita, dan status pekerjaan ibu balita.
2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu.
23
G.
Hipotesis Penelitian 1.
Ada hubungan antara umur balita dengan perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu di Tegalmas Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
2.
Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu balita dengan perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu di Tegalmas Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
3.
Ada hubungan tingkat pengetahuan ibu balita dengan perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu di Tegalmas Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.
4.
Ada hubungan antara status pekerjaan ibu balita dengan perilaku ibu balita membawa balitanya ke Posyandu di Tegalmas Kecamatan Mranggen Kabupaten Demak.