PENYAKIT BUSUK BUAH PADA TERONG DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN KEMANG KABUPATEN BOGOR
SYLVIA HAKIKAH
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
ABSTRAK
SYLVIA HAKIKAH. Penyakit busuk buah pada terong di Kecamatan Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh WIDODO. Terong merupakan salah satu tanaman sayur yang diminati masyarakat Indonesia, bahkan dunia. Terong memiliki kandungan antioksidan yang dapat melawan penyakit periodontik. Selain itu terong juga mengandung vitamin A dan B serta baik dikonsumsi oleh penderita diabetes. Di antara penyakit-penyakit yang menyerang terong, busuk buah adalah salah satu faktor utama yang menjadi faktor pembatas dalam produksi tanaman ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengamati kondisi penyakit busuk buah di Kecamatan Rancabungur dan Kemang, Kabupaten Bogor. Patogen busuk buah yang diketahui merupakan cendawan Phomopsis vexans dan Colletotrichum melongenae ditemukan di semua lahan yang diamati. Selain buah, patogen ini juga menyebabkan gejala pada batang dan/atau cabang. Dalam satu bagian tanaman bergejala, kedua patogen ini dapat ditemukan secara tunggal atau bersamaan. Pada musim kemarau gejala hanya muncul pada buah, sedangkan pada musim hujan gejala juga dapat muncul pada batang dan/atau cabang. Kejadian penyakit pada buah selama musim kemarau kurang dari 5% dan di awal musim hujan kejadian penyakit meningkat hingga 8%. Pada pengamatan musim hujan, keparahan penyakit masing-masing tanaman bervariasi dan kebanyakan lebih tinggi pada tanaman yang lebih tua. C. melongenae ditemukan paling banyak (80%) pada pengamatan tunggal terhadap 20 contoh tanaman pada batang dan cabang terong. Kata kunci : Terong, Phomopsis vexans, Colletotrichum melongenae, busuk buah.
ii
ABSTRACT
SYLVIA HAKIKAH. Fruit Rot Disease of Eggplant on Rancabungur and Kemang Subdistrict, Bogor District. Supervised by WIDODO. Eggplant is one of the most wanted vegetables in Indonesia, even the world. It contains antioxidants which can be used to prevent periodontic disease. It also contains vitamin A and B, and it is good to be consumed by diabetics. Among many diseases in eggplant, fruit rot is one of the major factors as a limited factor in production of this crop. The objective of this study was to observe fruit rot disease condition in subdistricts Rancabungur and Kemang, the district of Bogor. The fruit rot pathogens identified as Phomopsis vexans and Colletotrichum melongenae were covered in all observation plots. Besides of fruit, these pathogens also caused the symptom on stems and/or branches. In one symptomized plant part, these two pathogens were able to appear singly or mixed with the other. In the dry season the symptom was only detected on fruit, while in the wet season can also occurred on stems and/or branches. The disease incidence on fruit during dry season was less than 5% and in the early wet season it increased up to 8%. In wet season observation, disease severity of each plant was varied and mostly higher in the mature plants. Single observation of 20 samples on diseased branches and stems, C. melongenae dominated (80%) as the causal agent. Keywords : Eggplant, Phomopsis vexans, Colletotrichum melongenae, fruit rot.
iv
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
vi
PENYAKIT BUSUK BUAH PADA TERONG DI KECAMATAN RANCABUNGUR DAN KEMANG KABUPATEN BOGOR
SYLVIA HAKIKAH
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ii
Judul Skripsi Nama Mahasiswa NIM
: Penyakit Busuk Buah Pada Terong Di Kecamatan Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor : Sylvia Hakikah : A34080042
Disetujui oleh
Dr.Ir. Widodo, MS. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi. Ketua Departemen
Tanggal lulus:
ii
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan judul Penyakit Busuk Buah pada Terong di Kecamatan Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui patogen penyebab busuk buah serta persentase kejadian dan keparahan penyakit pada musim kemarau dan musim hujan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli hingga November 2012 di Kecamatan Rancabungur dan Kemang Kabupaten Bogor. Terwujudnya laporan tugas akhir ini tidak lepas dari berbagai pihak yang telah mendorong dan membimbing penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Kedua orang tua serta saudara-saudara penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis, 2. Dr. Ir. Widodo, MS. selaku dosen pembimbing, 3. Ir. Djoko Prijono, MScAgr. dan Endang Sri Ratna, PhD. selaku dosen mata kuliah Teknik Penyajian Ilmiah, serta 4. Keluarga besar Departemen Proteksi Tanaman Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi ilmu pengetahuan.
Bogor, Mei 2013
Sylvia Hakikah
iv
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian
1 1 3 3
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi Penelitian Pengamatan Penyakit Pengamatan pada musim kemarau Pengamatan pada musim hujan Pengambilan contoh jaringan tanaman sakit Pengolahan dan Analisis Data
4 4 4 4 4 4 5 5
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lahan Pengamatan Gejala Penyakit Busuk Buah di Lapangan Tingkat Kejadian dan Keparahan Penyakit Musim kemarau Musim hujan Gejala pada Batang, Cabang, dan Ranting
6 6 7 10 10 12 16
PENUTUP Simpulan Saran
19 19 19
DAFTAR PUSTAKA
20
RIWAYAT HIDUP
28
LAMPIRAN
22
vi
DAFTAR TABEL 1 Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor 2 Patogen penyebab kematian batang, cabang, dan ranting tanaman terong
4 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Bagan pengambilan contoh tanaman Gejala busuk buah di lahan Buah yang terserang di dekat permukaan tanah Gejala busuk buah Hasil pengamatan jaringan tanaman sakit Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim kemarau Perubahan kerentanan tanaman berdasarkan umur Keparahan penyakit busuk buah terong dari 8 lahan berbeda pada musim kemarau 9 Kejadian penyakit pada awal musim hujan 10 Pengamatan awal musim hujan 11 Perbandingan penyebab busuk buah pada ketiga lahan. 12 Rataan penyakit busuk buah setiap minggu pengamatan 13 Perbandingan penyakit busuk buah di 3 lahan 14 Perkembangan penyakit oleh masing-masing penyebab pada beberapa lahan 15 Batang tanaman yang terserang patogen
5 8 8 9 10 11 11 12 13 13 14 14 15 16 17
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6
Hasil wawancara pada musim kemarau Hasil Wawancara pada musim hujan Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim kemarau Keparahan penyakit busuk buah terong di 8 lahan berbeda Kejadian penyakit busuk buah pada awal musim hujan Perbandingan penyebab penyakit busuk buah pada lahan yang diamati pada musim hujan 7 Perkembangan penyakit busuk buah pada musim hujan 8 Perbandingan perkembangan penyakit di ketiga lahan 9 Keparahan penyakit busuk buah akibat P. vexans 10 Keparahan penyakit busuk buah akibat C. melongenae 11 Keparahan penyakit busuk buah akibat campuran infeksi antara P. vexans dan C. melongenae 12 Keparahan penyakit busuk buah akibat Sunburn
23 24 25 25 25 26 26 26 27 27 27 27
PENDAHULUAN Latar Belakang Terong ungu (Solanum melongena), sering juga disebut eggplant atau brinjal (aubergine di beberapa tempat) merupakan tanaman sayuran yang digemari oleh masyarakat. Tanaman ini termasuk tanaman tahunan yang biasa ditanam semusim. Menurut Widodo (2012 Sep 4, komunikasi pribadi), banyak perusahaan yang mendaftarkan benih terong untuk keperluan komersial. Hal ini menandakan bahwa permintaan terong masih tinggi. Varietas terong yang sudah terdaftar di Pusat PVT Kementerian Pertanian tahun 2009 adalah Benteng, Mustang, Satria, Sembrani, Lezata, Raos, Yumi, Fortuna, Gracia, Milano, Kania, Bungo, Reza, Welut, Tunjuk, Sriti, dan Kenari (Deptan 2013). Terong merupakan tanaman perdu tahunan dengan umur singkat. Umumnya terong ditanam sebagai tanaman setahun karena saat tua ukuran terong menjadi sangat besar dan produksinya menurun tajam (Williams et al. 1993). Tinggi tanaman terong dapat mencapai 1 meter dengan beberapa buah yang besar. Daunnya memiliki rambut-rambut halus. Terong dapat ditanam sepanjang tahun dan dipanen hingga tanaman berusia 7 bulan setelah masa reproduktif. Panen buah terong dapat dilakukan 4-5 hari sekali. Buah terong ungu yang dipanen adalah buah yang sudah besar namun belum matang, berwarna ungu mengkilat dan kulit mulus. Terong memiliki banyak jenis, diantaranya spesies liar maupun yang telah dibudidayakan. Warna buah terong bervariasi, ungu magenta, putih, hijau gelap dan pucat, hingga kuning keemasan. Buah terong dari jenis liar biasanya terasa pahit. Varietas pertama yang ditanam di Inggris lebih digunakan sebagai hiasan daripada sebagai sayur. Buahnya memiliki bentuk seperti telur dan berwarna putih, karena itu terong disebut sebagai eggplant di Inggris (Phillips dan Rix 1993). Buah tanaman terong mengandung senyawa alkaloid solasodin atau solanin antara 2.0%-3.5%. Senyawa solasodin merupakan bahan utama dalam pembuatan tablet kontrasepsi hisap (Annisas et al. 2011). Menurut Diab et al. (2011) antioksidan dalam ekstrak buah dan tangkai terong dapat digunakan sebagai obat kumur dalam melawan penyakit periodontik. Di India, terong digunakan dalam variasi persiapan makanan, selain itu juga diolah menjadi acar dan makanan yang diproses secara industri. Terong adalah sayuran yang kaya vitamin A dan B, serta bermanfaat bagi penderita diabetes (Reddy 2010). Rata-rata buah terong kaya akan gula yang mudah larut, buah yang berbentuk panjang mengandung gula pereduksi bebas, antosianin, fenol, glikoalkaloid (seperti solasodin), dan protein amida yang lebih tinggi (Chen dan Li 1997). Produktivitas terong di Indonesia cenderung fluktuatif pada tahun 19972001, dan terus meningkat setiap tahun pada tahun berikutnya hingga tahun 2011. Di Indonesia, luas pertanaman terong pada tahun 2011 mencapai 800 ribu hektar dan hasil panen mencapai 519.481 ton (BPS 2011). Hal tersebut mengindikasikan bahwa permintaan terong semakin banyak. Di Kabupaten Bogor, wilayah yang banyak ditanami terong diantaranya Kecamatan Rancabungur dan Kecamatan Kemang. Petani di wilayah ini biasanya menjual hasil panen mereka langsung ke pasar tanpa perantara tengkulak sehingga rantai pemasaran tidak panjang dan harga terong di tingkat konsumen bisa menjadi lebih murah dibanding dengan sayuran lainnya.
2 Salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi produktivitas terong di Indonesia adalah hama dan penyakit pada tanaman terong. Hama yang biasa menyerang tanaman terong biasanya sama dengan hama yang menyerang tanaman paprika, kentang, dan tomat. Hama-hama tersebut diantaranya Bemisia spp. (kutu kebul) dari famili Aleyrodidae, kutu daun (Myzus persicae dan Macrosiphum euphorbiae) dari famili Aphididae, serangga dari ordo Hemiptera (Pentatomidae, Coreidae), trips, dan pengorok daun (Liriomyza spp.) dari famili Agromyzidae. Selain itu, serangga dari ordo Lepidoptera dari famili Gelechiidae, Noctuidae, ordo Coleoptera famili Curculionidae, Chrisomelidae, serta tungau juga menyerang tanaman ini (Webb et al. 2012). Selain hama, tanaman terong juga sering terserang patogen penyebab penyakit yang biasa menyerang tanaman Solanaceae. Patogen-patogen yang secara spesifik menyerang terong adalah Pythium aphanidermatum yang menyebabkan rebah kecambah (damping-off), Rhizoctonia solani yang menyebabkan busuk akar, Sclerotinia sclorotiorum yang menyebabkan busuk pangkal batang, Cercospora melongenae yang menyebabkan bercak Cercospora (Reddy 2010), Phomopsis vexans yang menyebabkan busuk buah dan hawar Phomopsis (Islam dan Meah 2011, Reddy 2010), Colletotrichum melongenae yang menyebabkan busuk buah antraknosa, Fusarium oxysporum f. sp. melongenae yang menyebabkan layu Fusarium, Alternaria melongenae dan A. tenvis yang menyebabkan bercak daun/kudis buah, Phytophthora parasitica yang menyebabkan busuk buah Phytophthora, dan Erysiphe polyphaga yang menyebabkan penyakit embun tepung (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Diantara penyakit-penyakit di atas, penyakit yang paling banyak menyerang tanaman terong dan menjadi masalah utama dalam pertanaman terong adalah busuk buah, baik Phomopsis maupun antraknosa. Spesies dari genus Phomopsis banyak yang menjadi patogen pada tanaman, diantaranya yang sudah diketahui adalah P. vexans pada terong, P. theae yang menyerang teh (Anita et al. 2012), dan P. azadirachtae yang menyebabkan mati ranting (dieback) pada nimba (Girish dan Bhat 2011). Sherf dan Macnab (1986) menyatakan bahwa penyakit hawar phomopsis pertama kali dilaporkan di Italia pada tahun 1881 dan kemudian diteliti serta dilaporkan lagi pada tahun 1982 di New Jersey. Setelah itu, penyakit ini mulai dilaporkan di Amerika Utara, Amerika Selatan, Eropa, dan Asia. Sumber inokulum penyakit hawar Phomopsis biasanya berasal dari tanaman sakit. Data dari CABI (2012) menjelaskan bahwa P. vexans adalah cendawan patogen dengan inang spesifik yaitu hanya menyerang tanaman Solanaceae. P.vexans memiliki beberapa inang dari beberapa spesies dari famili Solanaceae. Solanum aculeatissimum, S. incanum, S. nigrum (leunca), dan S. virginianum adalah tanaman yang menjadi inang liar dari cendawan P. vexans. Tanaman inang utama dari patogen ini adalah S. melongenae (terong) dan sebagai inang lain adalah S. torvum (takokak). Menurut Tondok (2006) saat musim hujan tanaman terong biasanya terserang penyakit hawar Phomopsis yang dapat menyebabkan penurunan produksi buah terong, bahkan gagal panen. Islam dan Meah (2011) menyebutkan bahwa kejadian penyakit akibat serangan P. vexans ini pada benih terong sangat bervariasi. Variasi ini disebabkan adanya variasi distribusi patogen, kondisi cuaca, budidaya, keberagaman kultivar, dan cara petani dalam mengumpulkan benih. Penyebab busuk buah lainnya adalah patogen dari genus Colletotrichum
3 yang dikenal banyak menyerang buah cabai yang menyebabkan busuk buah antraknosa. Selain cabai, cendawan ini juga menyerang tanaman lainnya. Colletotrichum coccodes dapat menyebabkan penyakit bintik hitam (potato black dot) pada kentang (Shcolnick et al. 2007), C. lindemuthianum menyebabkan antraknosa pada buncis (Chen et al. 2007), C. kahawae menyebabkan penyakit Coffee berry disease (CBD) pada kopi (Bedimo et al. 2007), dan C. trifolii menyebabkan antraknosa pada tanaman alfalfa (Ariss dan Rhodes 2007). Busuk buah antraknosa pada terong yang disebabkan oleh C. melongenae dilaporkan telah menyebabkan kehilangan hasil yang serius di wilayah Karibia. Penyakit ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1891. Sejak saat itu penyakit ini dikira penyakit busuk akar bintik hitam (black-dot root rot) Colletotrichum. Cendawan ini biasanya hanya menyerang pada buah yang berada dalam kondisi rentan atau buah yang terlalu masak. Di Karibia, sumber inokulum cendawan C. gloeosporioides f.sp. melongenae adalah takokak (Sherf dan Macnab 1986). Cendawan penyebab busuk buah ini dapat menyerang seluruh bagian tanaman, terutama pangkal batang, batang, cabang, dan buah. Saat menyerang buah, kulit buah menjadi tidak rata serta kecoklatan dan menyebabkan turunnya harga jual. Jika sudah menyerang dan melingkari pangkal batang, maka tanaman akan mati. Selain penyakit di atas, terong juga dapat mengalami penyakit akibat faktor abiotik (lingkungan) yaitu Sunburn atau terbakar matahari yang menyebabkan perubahan warna kulit terong menjadi coklat. Karena hal tersebut di atas itulah, informasi tingkat serangan dan biologi cendawan penyebab busuk buah dan mati ranting dibutuhkan untuk menyusun strategi pengendalian yang efektif, baik untuk mencegah maupun mengendalikan penyakit ini. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui patogen penyebab busuk buah serta persentase kejadian dan keparahan penyakit pada musim kemarau dan musim hujan di wilayah Bogor. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat membantu dalam pengumpulan informasi mengenai penyakit busuk buah sehingga dapat disusun strategi pengendalian yang efektif dan efisien.
4
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Rancabungur (Desa Cindali dan Desa Bantar Kambing) dan Kecamatan Kemang (Desa Bojong), Kabupaten Bogor, mulai bulan Juli sampai bulan November 2012. Lokasi Penelitian Tabel 1 Lokasi penelitian di Kabupaten Bogor Kecamatan Rancabungur
Hasan Enoh Khairul Bahri
Jumlah Petak Pengamatan 4 1 3
Ketinggian (m dpl) 206 187 200
Idun
1
196
Gandi
1
185
Pengelola Lahan
Kemang
Musim Pengamatan Kemarau Hujan Kemarau Kemarau dan Hujan Hujan
Ketinggian setiap petakan lahan diukur menggunakan GPS (Global Positioning System). Pengukuran dilakukan sebanyak 1 kali. Pengamatan Penyakit Busuk Buah Pengamatan pada Musim Kemarau Pengamatan pada musim kemarau tidak diambil tanaman contoh sehingga dilakukan penghitungan jumlah keseluruhan tanaman dalam setiap lahan kemudian dihitung kejadian dan keparahan penyakit setiap tanaman terserang. Metode ini dilakukan karena keberadaan penyakit dalam 1 lahan tidak banyak. Tanaman yang diamati adalah tanaman sakit dengan gejala kulit buah terong yang berwarna kecoklatan, permukaan buah tidak rata, dan mengalami pembusukan (buah menghitam). Untuk menghitung persentase kejadian dan keparahan penyakit busuk buah, digunakan rumus seperti di bawah ini.
Kejadian Penyakit =
Keparahan Penyakit =
Pengamatan pada Musim Hujan Metode yang dilakukan di awal musim hujan adalah pengamatan di 2 lahan untuk mengetahui kejadian dan keparahan penyakit dalam sekali pengamatan, sedangkan pengamatan selanjutnya dilakukan di 3 lahan yang masih dirawat oleh
5 petani dan masih menghasilkan buah, salah satu lahan merupakan lahan yang juga diamati pada musim kemarau. Tanaman contoh diambil dari 3 lahan tersebut secara acak sistematis sebanyak 20 tanaman, kemudian diamati perkembangan penyakit busuk buah pada buah terong seminggu sekali sebanyak 5 kali. Pengamatan dilakukan pada tanaman sakit dengan gejala buah busuk, berwarna kecoklatan, permukaan buah tidak rata, dan kematian batang, atau cabang, atau ranting.
a
b Gambar 1 Bagan pengambilan contoh tanaman. a. Lahan pengamatan b. Tanaman contoh Pengambilan contoh jaringan tanaman sakit Bagian tanaman, yaitu buah dan ranting atau cabang masing-masing dengan gejala pembusukan dan mati ranting atau cabang diambil dari 20 tanaman contoh di 3 lahan yang diamati pada saat musim hujan. Buah dan ranting tersebut dibawa ke laboratorium Klinik Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman dan diamati menggunakan mikroskop untuk melihat patogen yang menyerang jaringan tanaman tersebut. Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil pengamatan diolah menggunakan program MS Excel 2010 dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lahan Pengamatan Lahan yang digunakan dalam penelitian ini semuanya merupakan lahan tegalan (lahan kering). Lahan penelitian yang dikelola oleh 5 petani berbeda berada di ketinggian 185 m, 187 m, 196 m, 200 m, dan 206 m dpl. Terdapat 3 lahan yang berada di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, 1 lahan berada di Desa Bantar Kambing, dan 1 lahan berada di Desa Cindali, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Lahan yang berada di ketinggian 185 m dpl merupakan lahan yang dikelola oleh Pak Gandi yang diamati pada musim hujan. Lahan ini terletak di Desa Bojong, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor, dan jumlah petakan yang diamati sebanyak 1 petakan lahan dengan luas 850 m2 dan umur tanaman 5 bulan. Lahan yang berada di ketinggian 187 m dpl berada di Desa Cindali, Kecamatan Rancabungur, dikelola oleh Pak Enoh dan diamati pada musim hujan. Lahan ini hanya terdapat 1 petakan lahan dengan luas 1600 m2 dan umur tanaman 6 bulan. Lahan yang dikelola oleh Pak Idun berada di ketinggian 196 m dpl. Lahan ini diamati pada musim kemarau dan musim hujan, dan hanya memiliki satu petakan lahan dengan luas 2000 m2. Lahan ini juga berada di Desa Bojong, Kecamatan Kemang. Lahan yang berada di ketinggian 200 m dpl berada di Desa Bojong dikelola oleh Pak Khairul Bahri. Terdapat 3 petakan lahan yang berada di lahan ini dengan umur tanaman yang berbeda yang diamati pada musim kemarau dengan masing-masing luas lahan 500 m2 dengan umur 2.5 bulan, 600 m2 dengan umur 3 bulan, dan 1000 m2 dengan umur 4 bulan. Lahan kelima yaitu lahan yang dikelola oleh Pak Hasan terdapat pada ketinggian 206 m dpl, berada di Desa Bantar Kambing, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor. lahan ini diamati pada musim kemarau, dan terdapat 4 petakan lahan dengan umur tanaman yang sama yaitu 2 bulan, dan luas lahan 3000 m2 dengan masing-masing petakan lahan seluas 750 m2. Lahan yang dikelola oleh Pak Gandi sebelumnya ditanami tanaman kangkung dan bayam. Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang (kotoran ayam petelur/kambing) dan pupuk pabrikan yaitu Urea, Phonska, NPK, dan TSP. Pupuk kandang diberikan di awal sebanyak sekitar 20 karung (ukuran 50 kg/karung) untuk setiap 850 m2 atau sekitar 12 ton/ha, sedangkan pupuk pabrikan digunakan sebanyak 2 kali pemupukan sebanyak 1.5 kuintal untuk 1 petakan lahanatau sekitar 2 ton/ha. Pestisida yang digunakan adalah insektisida dengan bahan aktif imidakloprid (Confidor), fungisida mancozeb (Dithane 45), insektisida metomil (Metindo), dan pupuk organik cair Cindoya. Keempat bahan tersebut dicampur dan tanaman terong disemprot setiap setelah panen sekitar 5-10 hari sekali. Petakan lahan diberi kapur sebanyak 2 karung untuk setiap lahan atau sekitar 2 ton/ha. Pengendalian gulma dilakukan dengan cara manual, gulma jarang disemprot dengan herbisida karena petani takut tanaman terong ikut mati akibat tersemprot herbisida. Lahan yang dikelola oleh Pak Enoh sebelumnya ditanami pepaya, bengkuang, dan jagung. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang (kotoran ayam petelur) dan pupuk pabrikan (Urea dan TS). Pemupukan dilakukan
7 sebanyak 2 kali, yaitu di awal penanaman dengan dosis pupuk kandang 35 ton/ha dan pupuk pabrikan sebanyak 1 kuintal/ ha, dan pada saat pemetikan buah pertama dengan dosis pupuk pabrikan masing-masing sebanyak 2 kuintal/ha. Pestisida yang digunakan adalah Confidor cair yang dicampur dengan pupuk organik cair Cindoya untuk mengendalikan kutu daun. Lahan ini terdapat banyak gulma karena tidak disiangi. Untuk mengendalikan gulma, petani biasanya menggunakan herbisida dengan bahan aktif glifosat (Round Up). Penanaman benih terong dilakukan langsung di lahan pertanaman tanpa disemai terlebih dahulu. Menurut petani, penanaman biji terong tanpa persemaian dapat mengurangi serangan patogen penyebab busuk buah terong. Lahan yang dikelola oleh Pak Idun sebelumnya ditanami kangkung. Penanaman terong dilakukan setelah lahan ditanami kangkung, dan setelah panen kangkung, lahan kemudian diberi pupuk Phonska, TSP, dan Mutiara. Menurut petani, hal ini dilakukan agar perakaran terong menjadi lebih kuat dan tidak mudah rebah sehingga tidak dibutuhkan ajir untuk menopang pertumbuhan tanaman terong. Pestisida yang digunakan oleh petani untuk mengendalikan kutukutuan di pertanaman adalah Confidor cair yang dicampur dengan ZPT (Atonik). Lahan yang dikelola oleh Pak Khairul Bahri ditumpangsarikan dengan kangkung, sama seperti lahan yang dikelola oleh Pak Idun. Pupuk yang digunakan petani adalah pupuk kandang (kotoran ayam) dan pupuk pabrikan yaitu Phonska, dan TSP sedangkan pestisida yang digunakan adalah Confidor cair yang dicampur Cindoya untuk mengendalikan kutu daun. Lahan yang dikelola oleh Pak Hasan sebelumnya ditanami kacang panjang, padi, bengkuang, pare dan timun. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, Urea, NPK, TSP, dan Phonska dengan jumlah sekitar 25 kg untuk sekali pemupukan atau sekitar 333 kg/ha. Pemupukan dilakukan saat terong berumur 0.5 bulan. Pestisida yang digunakan adalah insektisida Metindo yang dicampur dengan insekitisida deltamethrin (Decis) dan ZPT (Atonik) untuk mengendalikan kutu daun. Dosis yang digunakan tidak diketahui, namun petani menggunakan 1 botol besar ukuran 5 liter insektisida untuk 6 kali pakai, atau sekitar 17 liter/ha dan sekali pemakaian sekitar 3 liter/ha. Aplikasi dilakukan setiap 2 kali panen atau setiap 10 hari sekali. Di lahan ini tidak ditemukan gulma karena lahan selalu dibersihkan dari gulma dengan cara manual. Semua petani mendapatkan benih terong dari tanaman sebelumnya. Cara membuat benih terong adalah dengan membiarkan tanaman terong terakhir sampai benar-benar matang, kemudian bijinya diambil, dicuci dan dikeringkan. Setelah kering, benih tersebut digunakan untuk menanam terong musim berikutnya. Gejala Penyakit Busuk Buah di Lahan Salah satu penyakit penting pada tanaman terong adalah busuk buah yang disebabkan oleh cendawan P. vexans dan C. melongenae. Menurut Reddy (2010), hawar Phomopsis menyebabkan gejala berupa bercak pada daun berwarna abuabu hingga coklat, sirkular, dan berwarna cerah di pusat bercak, lesio pada batang berwarna coklat gelap, lama kelamaan akan menjadi abu-abu di tengahnya, bercak yang membuat permukaan kulit terong tidak rata dan menutupi seluruh permukaan buah, serta seluruh buah akan mengalami mumifikasi jika cendawan masuk ke dalam kaliks karena cendawan tersebut menyebabkan busuk kering.
8 Sherf dan Macnab (1986) menyatakan bahwa penyakit antraknosa menyebabkan lesio pada buah dengan ukuran mencapai 1.2 cm dan jaringan yang terserang akan menjadi cekung, lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan menghitam, dan bakteri busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah. Gejala penyakit busuk buah yang terlihat di lahan pengamatan adalah terdapat bercak kecoklatan pada buah serta kulit buah terlihat cekung sehingga permukaan buah tidak rata (Gambar 2). a
b
Gambar 2 Gejala busuk buah di lahan. a. Bercak berwarna coklat b. Permukaan buah tidak rata Gejala penyakit busuk buah yang ditemukan pada musim kemarau hanya terlihat pada buah yang berada di dekat permukaan tanah (Gambar 3). Hal ini terjadi karena cendawan tersebut merupakan patogen tular benih (seedborne) dan tular tanah (soilborne). Suhu optimal yang dibutuhkan oleh patogen penyebab busuk buah adalah 21 oC - 30 oC dengan kelembaban yang sangat tinggi mendekati 100% (Sherf dan Macnab 1986), sedangkan pada musim kemarau kelembaban udara di lahan lebih rendah sehingga tidak memungkinkan patogen untuk berkembang dengan cepat. Tetapi karena lahan masih tetap dalam kondisi basah akibat disiram oleh petani seminggu sekali, buah yang berada dekat dengan tanah masih terserang. Pemencaran patogen ini yang paling utama adalah dengan percikan air karena memiliki tipe spora basah (gloeospore).
Gambar 3 Buah yang terserang di dekat permukaan tanah
9 Serangan pada buah oleh P. vexans menyebabkan buah terong berwarna coklat seperti busuk, namun tidak lembek dan berbau karena tidak terjadi infeksi sekunder oleh bakteri. Gejala awal biasanya muncul bercak seperti antraknosa pada buah, lama kelamaan bercak menyebar menyebabkan kulit buah menjadi berwarna coklat dan tidak rata, serta bagian dalam buah menghitam dan tidak dapat dikonsumsi (Gambar 4A). Cendawan P. vexans dapat membentuk 2 konidia, yaitu alfa (α) dan beta (β) (Mehrotra dan Aneja 1990). Hasil pengamatan dari jaringan tanaman ditemukan cendawan P. vexans namun hanya membentuk tipe konidia α. Konidia β hanya muncul saat lingkungan sangat mendukung perkembangan penyakit. Berdasarkan keterangan dari petani yang lahannya diamati, lahan tersebut hanya diairi seminggu sekali sehingga kelembaban di pertanaman kurang mendukung perkembangan penyakit.
A
B
Gambar 4 Gejala busuk buah. A. Busuk buah akibat hawar Phomopsis B. Busuk buah akibat antraknosa Selain penyakit busuk buah yang disebabkan oleh P. vexans juga ditemukan gejala penyakit antraknosa yang disebabkan oleh C. melongenae pada buah. Selama pengamatan di lapang gejala antraknosa mengakibatkan buah mengering dan muncul lapisan warna hitam, serta terdapat infeksi sekunder oleh bakteri yang menyebabkan gejala busuk kebasahan (Gambar 4B). Hal ini sesuai dengan gejala yang dideskripsikan oleh Sherf dan Macnab (1986) yang menyatakan bahwa gejala yang muncul akibat serangan antraknosa lama kelamaan buah yang terserang akan mengering dan menghitam, serta bakteri busuk lunak masuk ke jaringan busuk tersebut dan menyebabkan busuk basah pada buah. Tubuh buah dan konidia cendawan patogen penyebab penyakit busuk buah ditemukan pada jaringan tanaman sakit yang diambil dari lapangan. Tubuh buah cendawan P. vexans (Gambar 5A) berbentuk bulat dan tidak terdapat setae. Konidia cendawan ini berbentuk fusiform (konidia α) dan filiform (konidia β) (Gambar 5C). Cendawan C. melongenae memiliki tubuh buah yang mirip dengan tubuh buah P. vexans namun memiliki setae (Gambar 5B), dan konidia cendawan ini berbentuk seperti bulan sabit (Gambar 5D).
10
A
B b
a
C
D
Gambar 5 Hasil pengamatan jaringan tanaman sakit. A. Tubuh buah P. vexans B. Tubuh buah C. melongenae C. Konidia P. vexans a. Konidia α b. Konidia β D. Konidia C. melongenae Konidia cendawan C. melongenae umumnya disebarkan melalui cipratan air hujan. Konidia berkecambah dalam waktu 7 jam dalam keadaan basah/lembab. Suhu optimum yang dibutuhkan cendawan untuk menginfeksi tanaman sehat adalah sekitar 28 oC. Selama musim hujan atau kelembaban tinggi, semua stadia buah rentan terhadap infeksi cendawan ini (Nelson 2008). Tingkat Kejadian dan Keparahan Penyakit Busuk Buah Kejadian penyakit selama pengamatan pada musim kemarau sangat kecil, dan maksimum hanya mencapai 4.8%. Hal ini karena cendawan patogen tidak dapat berkembang dengan baik saat musim kemarau disebabkan oleh suhu tinggi dan kelembaban rendah, sedangkan cendawan busuk buah ini diketahui berkembang baik pada kelembaban yang lebih tinggi. Pengamatan pada awal musim hujan menunjukkan bahwa kejadian penyakit meningkat hingga 8.5%. Musim kemarau Pengamatan pada musim kemarau dilakukan pada 8 lahan yang dikelola oleh 3 petani berbeda. Terdapat 4 lahan yang berumur berumur sama (2 bulan). Kejadian penyakit pada kedelapan lahan tersebut berbeda-beda (Gambar 6, Lampiran 3).
11
5
Kejadian Penyakit (%)
4.5 4 3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1.5 Gambar 6
2 2.5 3 4 Umur Tanaman (Bulan Setelah Tanam)
Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim kemarau
Secara umum, dalam pengamatan pada musim kemarau, kejadian penyakit semakin tinggi dengan bertambahnya umur tanaman. Reaksi semacam ini sering disebut sebagai resistensi ontogenik (ontogenic resistance). Perubahan kerentanan tanaman terhadap patogen dibagi menjadi 3, yaitu rentan pada awal pertumbuhan sampai akhir masa vegetatif (Pola I), rentan pada saat tanaman dewasa (Pola II), dan rentan pada umur muda kemudian tahan pada masa pertumbuhan kemudian rentan lagi saat tanaman tua (Pola III) (Gambar 7) (Agrios 2005). Patogen penyebab antraknosa umumnya mengikuti pola kerentanan pada saat tanaman semakin tua.
Gambar 7 Perubahan kerentanan tanaman berdasarkan umur Sumber: Agrios (2005)
Selain pengaruh umur tanaman, cara budidaya diduga juga berpengaruh terhadap kejadian dan keparahan penyakit busuk buah. Pengamatan pada musim
12
Keparahan Penyakit (%)
kemarau di lahan dengan umur yang paling tua (4 bulan) berada di Desa Bojong Kecamatan Kemang. Lahan tersebut terlihat kurang terawat sehingga gulma tumbuh sangat subur karena tidak dilakukan sanitasi. Banyaknya gulma ini menyebabkan kelembaban di sekitar pertanaman lebih lembab dan terjadi persaingan pengambilan unsur hara sehingga tanaman menjadi lemah yang akhirnya memicu tingginya serangan. Lahan yang berumur 2.5 bulan juga dikelola oleh petani yang sama, namun persentase kejadian penyakit paling rendah dibandingkan lahan lainnya. Hal ini karena lahan tersebut masih baru ditanami terong dan masih dirawat dengan baik. Lahan ini masih berdekatan dengan 2 lahan lain namun pada lahan tersebut tidak terdapat gulma. Penyakit busuk buah tidak hanya diakibatkan oleh faktor biotik (patogen), namun juga abiotik (lingkungan). Peluang penyakit yang disebabkan oleh kedua faktor penyebab penyakit tersebut pada musim kemarau berbeda di setiap lahan. P. vexans merupakan patogen yang paling dominan yang terdapat pada pertanaman terong, kemudian diikuti oleh C. melongenae. Selain kedua patogen tersebut, busuk buah juga dapat diakibatkan oleh Sunburn atau terbakar matahari yang membuat kulit terong berwarna kecoklatan dan menyebabkan buah tidak dapat terjual. Patogen P. vexans dan C. melongena dapat berada pada satu buah secara bersama-sama (Gambar 8, Lampiran 4). 50.0 45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0 1
2
3
4 5 Lahan
6
7
8
Gambar 8 Keparahan penyakit busuk buah terong dari 8 lahan berbeda pada musim kemarau. P. vexans C. melongenae P.vexans + C.melongenae Sunburn Musim hujan Pengamatan pada awal musim hujan dilakukan pada 2 lahan yang berada di Desa Bojong Kecamatan Kemang, yaitu lahan 1 yang dikelola oleh Pak Enoh dan lahan 2 yang dikelola oleh Pak Gandi dengan kondisi umur tanaman yang berbeda. Tanaman di lahan 1 berumur lebih tua dibandingkan tanaman pada lahan 2. Kejadian penyakit pada kedua lahan berbeda (Gambar 9) dan meningkat (hingga lebih dari 8%) dibandingkan dengan kejadian penyakit pada musim kemarau.
Kejadian Penyakit (%)
13
8.8 8.6 8.4 8.2 8 7.8 7.6 7.4 7.2 7
6
5 Umur Tanaman (bulan)
Gambar 9 Kejadian penyakit pada awal musim hujan.
Lahan 1
Lahan 2
Tidak ditemukan penyebab busuk buah oleh Sunburn dan campuran infeksi antara P. vexans dan C. melongenae (Gambar 10, Lampiran 5) di lahan 2 sedangkan busuk buah yang diakibatkan oleh P. vexans jauh lebih tinggi dibandingkan dengan lahan 1.
Kejadian Penyakit (%)
40 35 30 25 20 15 10 5 0 P. vexans
C. melongenae P+C Penyebab Busuk Buah
Gambar 10 Pengamatan awal musim hujan.
Lahan 1
Sunburn
Lahan 2
Pengamatan keparahan penyakit busuk buah dilakukan di 3 lahan, yaitu lahan 1 yang dikelola oleh Pak Idun, lahan 2 yang dikelola oleh Pak Enoh, dan lahan 3 yang dikelola oleh Pak Gandi. Penyakit busuk buah akibat C. melongenae lebih dominan pada lahan 2 yang umurnya paling tua (Gambar 11, Lampiran 6) sedangkan penyakit yang diakibatkan P. vexans lebih dominan di lahan 3. Terdapat variasi jumlah proporsi patogen P. vexans dan C. melongenae namun kedua patogen ini ditemukan di semua lahan.
Keparahan Penyakit (%)
14 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 1
2 3 Lahan Gambar 11 Perbandingan penyebab busuk buah pada ketiga lahan. P. vexans C. melongenae P.vexans + C.melongenae Sunburn
Keparahan Penyakit (%)
Pada pengamatan minggu ke dua (Gambar 12, Lampiran 7) keparahan penyakit busuk buah akibat patogen menurun, tapi pada minggu ke tiga dan seterusnya keparahan semakin meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan patogen fluktuatif namun secara umum keparahan penyakit semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman. 14 12 10 8 6 4 2 0
1
2 3 4 Pengamatan Minggu ke-
5
Gambar 12 Rataan penyakit busuk buah setiap minggu pengamatan. —— P. vexans —— C. melongenae —— P.vexans + C.melongenae —— Sunburn Secara umum keparahan semua penyakit yang diamati pada lahan 2 dengan umur tanaman paling tua lebih tinggi dibandingkan kedua lahan lainnya seperti yang ditunjukkan pada Gambar 13 (Lampiran 8). Secara khusus keparahan penyakit yang disebabkan oleh C. melongenae pada lahan 2 terlihat jauh lebih tinggi dibandingkan lainnya.
Keparahan Penyakit (%)
15
Lahan 1
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
Keparahan Penyakit (%)
18
25 Keparahan Penyakit (%)
20
21
22
28
29
Lahan 2
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
24 22 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0
19
26
27
Lahan 3
21 22 23 24 25 Umur Tanaman (Minggu Setelah Tanam) Gambar 13 Perbandingan penyakit busuk buah di 3 lahan. —— P. vexans —— C. melongenae —— P.vexans + C.melongenae —— Sunburn Masing-masing penyebab penyakit busuk buah memiliki perkembangan yang berbeda-beda (Gambar 14, Lampiran 9-12). Secara umum tingkat keparahan semakin meningkat dari waktu ke waktu yang diduga karena tidak adanya sanitasi buah oleh pengelola lahan. Hal ini mengakibatkan sumber inokulum untuk
16 penyakit kelompok biotik, yaitu P. vexans dan C. melongenae akan selalu berada di lahan dan menular melalui percikan air, baik air hujan atau pada saat penyemprotan pestisida. Keparahan (%)
25 20
20
15
15
10
10
5
5
0
0 1
25 Keparahan (%)
25
A
20
2
3
4
1
5
C
25 20
15
15
10
10
5
5
0
B
2
3
4
5
D
0 1 2 3 4 5 Pengamatan Minggu ke-
1
2 3 4 5 Pengamatan Minggu ke-
Gambar 14 Perkembangan penyakit oleh masing-masing penyebab pada beberapa lahan. A. P. vexans B. C. melongenae C. P. vexans + C. melongenae D. Sunburn —— Lahan 1 —— Lahan 2 —— Lahan 3 Keparahan penyakit busuk buah yang diakibatkan oleh C. melongenae paling tinggi ditemukan pada lahan 2 yang umur tanamannya paling tua. Seperti diketahui, C. melongenae biasa menyerang buah yang berumur tua atau buah rentan. Contoh buah yang terdapat campuran antara P. vexans dan C. melongenae hanya terdapat pada pada lahan 2. Kedua patogen ditemukan pada buah yang sama di pertanaman, namun yang ditemukan hanya piknidia saja. Sunburn atau busuk buah akibat terbakar matahari tidak terdapat pada lahan 3 di setiap tanaman contoh yang diamati yang mungkin disebabkan kondisi pertanaman yang rimbun dan rapat, sehingga peluang terpapar matahari lebih kecil. Gejala pada Batang, Cabang, dan Ranting Dalam pengamatan saat hujan ditemukan patogen busuk buah juga menyerang bagian batang, cabang, dan ranting di semua lahan contoh. Beberapa mengalami kematian total jika menyerang pada batang utama. Jika serangan terjadi pada sebagian cabang atau batang maka akan menimbulkan gejala mati tajuk (Gambar 15A).
17
A
B
Gambar 15 Batang tanaman yang terserang patogen. A. Tajuk tanaman mati B. Tubuh buah cendawan patogen Pada bagian cabang atau ranting yang mati akibat serangan patogen ini terlihat adanya tubuh buah cendawan (Gambar 15B). Dari sejumlah tanaman contoh yang bergejala, patogen yang mendominasi adalah C. melongenae, sedangkan lainnya adalah P. vexans atau campuran keduanya (Tabel 2). Tabel 2 Patogen penyebab kematian batang, cabang, dan ranting tanaman terong (N=20) Patogen C. melongenae P. vexans P. vexans + C. melongenae
Proporsi (%) 80 6.5 13.5
Salah satu usaha petani dalam mengendalikan penyakit busuk buah ini adalah dengan menyemprotkan pestisida kimia. Namun ternyata usaha ini tidak menyelesaikan masalah. Menurut petani, penyemprotan pestisida tidak sepenuhnya mengendalikan penyakit busuk buah ini. Seperti diketahui, salah satu cara penyebaran penyakit busuk buah ini adalah melalui percikan air dan angin (Edgerton dan Moreland 1921 dalam CABI 2012). Bahan pencampur pestisida yang digunakan petani adalah air, sedangkan air menjadi salah satu cara penyebaran patogen. Meskipun pestisida mengandung racun, tidak semua spora cendawan akan mati jika terpapar pestisida, sehingga spora tersebut akan menyebar. Ada beberapa hal yang menyebabkan aplikasi pestisida oleh petani tidak efektif dalam mengendalikan penyakit busuk buah. Para petani cenderung mencampur beberapa pestisida dengan bahan aktif yang berbeda dalam aplikasinya. Umumnya pestisida yang digunakan adalah insektisida berbahan aktif imidakloprit, metomil, dan deltametrin sehingga tidak tepat sasaran jika pestisida tersebut digunakan untuk menyemprot cendawan penyebab penyakit busuk buah. Selain itu, salah satu petani menggunakan fungisida dalam penyemprotan, namun dicampur dengan insektisida lain. Beura et al. (2008) menyatakan bahwa terdapat 6 jenis fungisida yang
18 dapat mengendalikan penyakit busuk buah akibat hawar Phomopsis secara efektif yaitu Carbendazim 0.1%, Mancozeb FP 0.3%, Propineb 0.25%, Tebucanozole 0.05%, Copper oxychloride 0.3%, dan Copper hydroxide 0.3%. Penyemprotan Carbendazim 0.1% sebanyak 4 kali dalam interval 10 hari dapat mengurangi kejadian penyakit hawar ranting dan busuk buah sebanyak 74.33% dan 78.10%. Selain dapat mengurangi kejadian penyakit di lahan, perlakuan yang sama juga dapat meningkatkan hasil panen sebanyak 71.12%. Thippeswamy et al. (2006) juga menyatakan pestisida mancozeb, carbendazin, dan captaf sangat efektif dalam menghambat patogen terbawa benih dan meningkatkan perkecambahan benih pada konsentrasi 0.20%. Fungisida Bavistin (carbendazim) dan Vitavax juga dapat digunakan untuk mengendalikan cendawan ini (Islam dan Meah 2011). Pengendalian yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit antraknosa pada terong menurut Sherf dan Macnab (1986) adalah dengan mengurangi inokulum dengan perlakuan benih seperti pada penyakit hawar phomopsis. Selain itu, inang utama dari C. melongenae (takokak) juga harus dihilangkan, memusnahkan sisa tanaman sakit, dan merotasi tanaman. Islam dan Meah (2011) menemukan banyak cara yang dapat digunakan untuk mengendalikan hawar phomopsis, diantaranya adalah menggunakan ekstrak bawang putih dan daun allamanda, agens hayati Trichoderma harzianum, dan perlakuan air panas. Ekstrak bawang putih dan daun allamanda dapat menghambat pertumbuhan miselia cendawan sebesar 76%-100%. Penghambatan ini disebabkan adanya unsur antimikroba yang terdapat dalam ekstrak tanaman tersebut. Bawang putih mengandung asam amino alliin yang diubah menjadi allicin saat bawang dihancurkan. Allicin inilah yang beracun bagi mikroorganisme. Selain dengan penyemprotan pestisida, petani juga berusaha mengendalikan penyakit dengan menanam terong saat menjelang musim kemarau. Upaya ini efektif dalam mengendalikan penyakit karena jumlah air irigasi terbatas dan jarang terjadi hujan sehingga menyebabkan kelembaban lingkungan menurun dan perkembangan spora cendawan patogen tidak terjadi dengan baik. Selain itu terbatasnya air pada musim kemarau menyebabkan penyebaran spora terhambat. Cara yang efektif dalam pengendalian penyakit busuk buah adalah dengan cara sanitasi lahan Reddy (2010). Namun para petani di lapang tidak melakukan sanitasi lahan dengan baik. Buah-buah terong yang sakit tidak dibuang atau dimusnahkan, namun hanya dikumpulkan di pinggiran lahan. Hal ini mengakibatkan terkumpulnya inokulum cendawan yang dapat menyebabkan infeksi kembali.
19
PENUTUP
Simpulan Patogen penyebab busuk buah yang dominan pada terong di pertanaman adalah Phomopsis vexans dan Colletotrichum melongenae. Terdapat campuran infeksi antara kedua patogen tersebut dalam 1 buah yang terserang. Selain itu, busuk buah juga dapat terjadi akibat terbakar matahari. Persentase kejadian penyakit busuk buah pada musim kemarau paling tinggi mencapai 4.8%, sedangkan pada awal musim hujan mencapai 8.5%. Keparahan penyakit busuk buah akibat P. vexans pada musim hujan sebesar 15.3% di akhir pengamatan pada lahan 3. Sedangkan persentase keparahan penyakit akibat C. melongenae yang paling tinggi terdapat pada lahan 2 yaitu sebesar 23.7%. Tidak dilakukannya sanitasi oleh petani dan penggunaan pestisida yang tidak tepat sasaran diduga menyebabkan penyakit ini selalu ada di lahan dan terus berkembang dengan bertambahnya umur tanaman. Saran Saran untuk penelitian ini adalah diperlukan pengamatan pada lahan basah atau bekas sawah untuk melihat perbedaan perkembangan penyakit pada setiap musim. Selain itu diperlukan identifikasi lebih lanjut terhadap beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit, sehingga dapat disusun strategi pengendalian yang tepat.
20
DAFTAR PUSTAKA
Agrios GN. 2005. Plant Pathology. 5th ed. London (UK): Elsevier Academic Press. Anita S, Ponmurugan P, Babu RG. 2012. Significance of secondary metabolites and enzymes secreted by Trichoderma atroviride isolates for the biological control of Phomopsis canker disease. African Journal of Biotechnology. 11(45):10350-10357. doi:10.5897/AJB12.599. Annisas J, Syifa N, Pinilih P. 2011. Terung ungu (Solanum melongena L.) sebagai tablet kontrasepsi hisap khusus pria dalam mendukung program KB (Keluarga Berencana) [Internet]. Bogor (ID): IPB Press; [diunduh 2012 Agu 4]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/44233. Ariss JJ, Rhodes LH. 2007. A new race of Colletotrichum trifolii identified on alfalfa in Ohio. Plant Disease. 91(10):1362. doi:http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-10-1362B. Bedimo JAM, Bieysse D, Cilas C, Nottéghem JL. 2007. Spatio-temporal dynamics of arabica Coffee Berry Disease caused by Colletottrichum kahawae on a plot scale. Plant Disease. 91(10):1229-1236. doi: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-10-1229. Beura SK, Mahanta IC, Mohapatra KB. 2008. Economics and chemical control of phomopsis twig blight and fruit rot of brinjal [abstrak]. Journal of Mycopathological Research [Internet]. [diunduh 2013 Jan 6]; 46(1):73-76. Tersedia pada: http://www.cabdirect.org/abstracts/20093037453.html. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Produksi sayuran di Indonesia 1997-2011 [Internet]. [diunduh 2012 Sep 2]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby ek=55¬ab=27. [CABI] Centre for Agricultural Bioscience International. 2012. Phomopsis vexans (Phomopsis blight of eggplant) [Internet]. 9 November 2012; [2012 Jan 1]; Tersedia pada: http://www.cabi.org/isc/?compid=5&dsid=40488 &loadmodule=datasheet&page=481&site=144. Chen NC, Li HM. 1997. Cultivation and seed production of Eggplant. Di dalam: Training Workshop on Vegetable Cultivation and Seed Production Technology [Internet]. Shanhua (TW): Asian Vegetable Research and Development Center. J:p 1-12; [diunduh 2012 Des 6]. Tersedia pada: http://libnts.avrdc.org.tw/scripts/minisa.dll/ 144/VAVLIB/VAVLIB_SDI_REPORT/SISN+32452?SESSIONSEARCH. Chen YY, Conner RL, Gillard CL, Boland GJ, Babcock C, Chang KF, Hwang S, Balasubramanian PM. 2007. A specific and sensitive method for the detection of Colletotrichum lindemuthianum in dry bean tissue. Plant Disease. 91(10):1271-1276. doi: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-101271. [DEPTAN] Kementerian Pertanian. 2013. Daftar pendaftaran varietas hasil pemuliaan tahun 2006 – Agustus 2012 [Internet]. [diunduh 2013 Jan 27]. Tersedia pada: http://ppvt.setjen.deptan.go.id/ppvtpp/downlot.php?file= vhp_2006-2012.pdf.
21 Diab R, Mounayar A, Maalouf E, Chahine R. 2011. Beneficial effects of Solanum melongenae (Solanaceae) peduncles extracts, in periodontal disease. Journal of Medicinal Plant Research. [Internet]. [diunduh 2012 Sep 2]; 5(11):2309-2315. Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/ JMPR. Girish K, Bhat SS. 2011. Physiological variability among isolates of Phomopsis azadirachtae from Tamil Nadu. Journal of Yeast and Fungal Research. [Internet]. [diunduh pada 2012 Sep 4]; 2(5):65-74. Tersedia pada: http://www.academicjournals.org/JYFR. Islam MR, Meah MB. 2011. Association of Phomopsis vexans with eggplant (Solanum melongenae) seeds, seedlings and its management. The Agriculturist. 9(1-2):8-17. doi:http://dx.doi.org/10.3329/agric.v9i1-2.9474. Mehrotra RS, Aneja KR. 1990. An Introduction to Mycology [Internet]. New Delhi (IN): New Age International; [diunduh 2012 Des 6]. Tersedia pada: http://books.google.co.id/books?id=UUorj_O2dcsC&printsec=frontcover#v =onepage&q&f=false. Nelson S. 2008. Anthracnose of avocado [Internet]. Hawaii (US): CTAHR; [diunduh 2013 Feb 24]. Tersedia pada : http://www.ctahr.hawaii. edu/oc/freepubs/pdf/PD-58.pdf. Phillips R, Rix M. 1993. Vegetables. London (GB): Pan Books. Reddy PP. 2010. Fungal Diseases and Their Management in Horticultural Crops. Jodhpur (IN): Scientific Publishers. Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi, Jilid 3. Ed ke-2. Herison C, penerjemah. Bandung (ID): ITB Press. Terjemahan dari: World Vegetables: Principles, Production, and Nutrtive Values. Shcolnick S, Dinoor A, Tsror L. 2007. Additional vegetative compatibility groups in Colletotrichum coccodes subpopulations from Europe and Israel. Plant Disease. 91(7):805-808. doi: http://dx.doi.org/10.1094/PDIS-91-70805. Sherf, A.F. MacNab, A.A. (1986). Vegetable Diseases and Their Control. Ed ke-2. New York (US): J. Wiley. Thippeswamy B, Krishnappa M, Chakravarthy CN, Sathisha AM, Jyothi SU, Kumar KV. 2006. Pathogenicity and management of Phomopsis blight and leaf spot in brinjal caused by Phomopsis vexans and Alternaria solani. Indian Phytopathology. [Internet]. [diunduh 2013 Jan 6];59(4):475-481. Tersedia pada: http://www.cabdirect.org/abstracts/20073094857.html. Tondok, ET. 2006. Pemanfaatan agens biokontrol dan filtrat guano untuk menekan penyakit busuk Phomopsis pada terong [abstrak]. Laporan Kegiatan LPPM [Internet]. [diunduh 2012 Sep 5]. Tersedia pada: http://repository.ipb.ac.id/ handle/123456789/7288. Webb SE, Stansly PA, Schuster DJ, Funderburk JE. 2012. Insect management for tomatoes, peppers, and eggplant [Internet]. [diunduh 2013 Jan 16];2(4):2-12. Tersedia pada: http://edis.ifas.ufl.edu/in169. Williams CN, Uzo JO, Peregrine WTH. 1993. Produksi Sayuran di Daerah Tropika. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
LAMPIRAN
23 Lampiran 1 Hasil wawancara pada musim kemarau Kecamatan Desa Nama Petani Asal Benih Sistem Tanam Usia Tanaman Luas Lahan Aplikasi Pestisida
: Rancabungur : Bantar Kambing : Pak Hasan : Tanaman sebelumnya : Tunggal : 2 bulan : 3000 m2 : Pencampuran insektisida berbahan aktif metomil dan deltametrin dengan ZPT berbahan aktif natrium orto nitrofenol Cara Budidaya : Penyemaian benih di sawah selama 20 hari Tanaman dipupuk saat berumur 0.5 bulan Pengairan dilakukan seminggu Pengendalian Busuk Buah : Penyemprotan dengan pestisida yang dicampur saat terdapat serangan Tingkat Serangan : 0.1% - 3.8% Kecamatan Desa Nama Petani Asal Benih Sistem Tanam Usia Tanaman Luas Lahan Aplikasi Pestisida
: Kemang : Bojong : Pak Khairul Bahri : Tanaman sebelumnya : Tumpang sari dengan kangkung dan ubi jalar : 2.5 – 4 bulan : 500, 600, 1000 m2 : Pencampuran insektisida berbahan aktif imidakloprid dengan pupuk organik cair Cara Budidaya : Pemberian pupuk di awal penanaman Pengairan sebanyak seminggu sekali Pengendalian Busuk Buah : Penyemprotan dengan pestisida yang dicampur dengan pupuk organik Tingkat Serangan : 0.3% – 4.5 %
24 Lampiran 2 Hasil Wawancara pada musim hujan Kecamatan Desa Nama Petani Asal Benih Sistem Tanam Usia Tanaman Luas Lahan Aplikasi Pestisida
: Rancabungur : Cindali : Pak Enoh : Tanaman sebelumnya : Tunggal : 6 bulan : 1600 m2 : Pencampuran insektisida berbahan aktif imidakloprid dan pupuk organik cair Cara Budidaya : Penanaman benih langsung di lahan Pemupukan di awal tanam dan pemetikan buah pertama Tidak dilakukan pengairan saat musim kemarau Pengendalian Busuk Buah : Penyemprotan dengan pestisida yang dicampur saat terdapat serangan Tingkat Serangan : 8.57% Kecamatan : Kemang Desa : Bojong Nama Petani : Pak Idun Asal Benih : Tanaman sebelumnya Sistem Tanam : Tumpang sari dengan kangkung Usia Tanaman : 4.5 bulan Luas Lahan : 2000 m2 Aplikasi Pestisida : Pencampuran insektisida berbahan aktif imidakloprid dengan ZPT berbahan aktif natrium orto nitrofenol Cara Budidaya : Penyemaian benih di sawah selama 20 hari Tanaman dipupuk saat berumur 0.5 bulan Pengairan dilakukan seminggu sekali Tanaman diaplikasikan dengan pestisida 10 hari sekali Pengendalian Busuk Buah : Penyemprotan dengan pestisida yang dicampur saat terdapat serangan Tingkat Serangan : 9.1% Kecamatan Desa Nama Petani Asal Benih Sistem Tanam Usia Tanaman Luas Lahan Aplikasi Pestisida
: Kemang : Bojong : Pak Gandi : Tanaman sebelumnya : Tunggal : 5 bulan : 850 m2 : Pencampuran insektisida berbahan aktif imidakloprid, metomil, dan fungisida berbahan aktif
25 mankozeb dengan pupuk organik cair Cara Budidaya : Lahan pertanaman diberi pupuk kandang kemudian didiamkan selama sebulan Setelah diberi pupuk, lahan diberi kapur Tanaman diaplikasikan dengan pestisida setiap setelah panen (5-10 hari sekali) Pengendalian Busuk Buah : Penyemprotan dengan pestisida yang dicampur dengan pupuk organik Tingkat Serangan : 7.6% Tabel Lampiran 3 Kejadian penyakit busuk buah terhadap umur tanaman pada musim kemarau Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8
Kejadian Penyakit (%) 3.8 0.7 0.2 0.1 4.4 2.7 0.3 0.6
Umur tanaman (bulan) 2 4 3 2.5 1.5
Lampiran 4 Keparahan penyakit busuk buah terong di 8 lahan berbeda Lahan 1 2 3 4 5 6 7 8
Phomopsis 35.0 32.9 42.7 45.7 28.8 41.0 20.3 35.4
Keparahan Penyakit (%) Colletotrichum 25.9 24.3 31.5 33.8 21.3 30.3 15.0 26.2
P+C 4.3 4.0 5.2 5.6 3.5 5.0 2.5 4.3
Sunburn 11.4 10.7 13.9 14.9 9.4 13.4 6.6 11.5
Lampiran 5 Kejadian penyakit busuk buah pada awal musim hujan Lahan 1 2
Phomopsis 14.4 34
Kejadian Penyakit (%) Colletotrichum 28.8 17
P+C 9.6 0
Sunburn 4.8 0
26 Lampiran 6
Perbandingan penyebab penyakit busuk buah pada lahan yang diamati pada musim hujan
Lahan
Phomopsis 6 9 11
1 2 3
Penyebab busuk buah Colletotrichum 3 18 6
P+C 0 7 0
Sunburn 5 3 0
Lampiran 7 Perkembangan penyakit busuk buah pada musim hujan Minggu ke1 2 3 4 5
Phomopsis 7.8 6.3 7.5 10.8 11.9
Penyebab Busuk Buah Colletotrichum 7.3 5.7 8.3 11.1 11
P+C 2.4 1.2 2.1 2.6 2.4
Sunburn 1.9 2.3 2.3 3.3 3.8
Lampiran 8 Perbandingan perkembangan penyakit di ketiga lahan Lahan
1
2
3
Umur (Minggu) 18 19 20 21 22 25 26 27 28 29 21 22 23 24 25
Phomopsis 4.1 6.3 4.7 7.4 9.6 7.1 5.5 9.5 11.1 10.8 10 7 8.2 13 15.3
Penyebab Busuk Buah Colletotrichum P+C 1.7 0 2.5 0 1.9 0 3 0 3.8 0 14.1 4.7 11.1 3.7 18.9 6.3 22.1 7.4 21.6 7.2 5 0 3.5 0 4.1 0 6.5 0 7.6 0
Sunburn 3.3 5.1 3.8 5.9 7.7 2.3 1.8 3.1 3.7 3.6 0 0 0 0 0
27 Lampiran 9 Keparahan penyakit busuk buah akibat P. vexans Minggu ke1 2 3 4 5
1 4.2 6.3 4.7 7.4 9.6
Lahan 2 7.1 5.5 9.5 11.9 10.8
3 12.2 7 8.2 13 15.3
Lampiran 10 Keparahan penyakit busuk buah akibat C. melongenae Minggu ke1 2 3 4 5
1 1.7 2.5 1.9 3 3.8
Lahan 2 14.1 11.1 18.9 23.7 21.6
3 6.1 3.5 4.1 6.5 7.6
Lampiran 11 Keparahan penyakit busuk buah akibat campuran infeksi antara P. vexans dan C. melongenae Minggu ke1 2 3 4 5
1 0 0 0 0 0
Lahan 2 7.2 3.7 6.3 7.9 7.2
3 0 0 0 0 0
Lampiran 12 Keparahan penyakit busuk buah akibat Sunburn Minggu ke1 2 3 4 5
1 3.3 5.1 3.8 5.9 7.7
Lahan 2 2.4 1.9 3.1 3.9 3.6
3 0 0 0 0 0
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir pada tanggal 24 April 1990 di Pekalongan, Jawa Tengah sebagai anak keempat dari lima bersaudara, keluarga Djazuli dan Sri Mulyati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 71 Pontianak, Kalimantan Barat dan lulus pada tahun 2002. Penulis melanjutkan pendidikan menengah pertama ke MTsN 1 Pontianak, dan lulus di MTsN 1 Luwuk Sulawesi Tengah pada tahun 2005 kemudian melanjutkan pendidikan menengah atas di SMAN 1 Luwuk dan lulus di SMAN 36 Jakarta dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis pernah mendapatkan prestasi Juara 1 Ujian Nasional Tingkat MTs Negeri/Swasta Kabupaten Banggai Tahun Pelajaran 2004/2005.