Laporan Teknis Penelitian Tahun Anggaran 2011 Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat
PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK BUAH (Conophomorpa cramerella) > 50% DAN PENYAKIT BUSUK BUAH (Phytopthora palmivora) > 30% PADA TANAMAN KAKAO I Wayan Laba, M. Willis, Rohimatun, Ahyar, N. Tarigan, C. Sukmana ABSTRAK Berkaitan dengan potensi beberapa tanaman obat dan aromatik dalam mengendalikan hama, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam skala yang lebih luas guna melakukan skrining berbagai tanaman obat dan aromatik untuk digunakan sebagai bahan baku pestisida nabati khususnya untuk mengendalikan beberapa hama dan penyakit utama pada tanamankakao. Penelitian dilaksanakan di kebun petani di Ciamis, Jawa Barat yang dirancang dalam acak kelompok, dengan 10 perlakuan dan diulang 4 kali. Perlakuan terdiri dari pestisida nabati berbahan aktif Sitronela (S) 34% konsentrasi 5 ml/l; Sitronela (S) 34% konsentrasi 10 ml/l; Eugenol (E) 80% konsentrasi 5 ml/l; Eugenol (E) 80% konsentrasi 10 ml/l; Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l; Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 10 ml/l; Sitronela (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l; Sitronela (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 10 ml/l; Insektisida sintetis sebagai pembanding Fastac 115 EC konsentrasi 1ml/l, dan kontrol (air). Aplikasi insektisida dilakukan dengan menyemprot buah-buah kakao dan cabang-cabang horizontal dengan sasaran imago PBK. Penyemprotan diulang sampai 6 kali dengan interval 2 minggu. Kontrol adalah petak yang tidak dilakukan pengendalian apapun. Petak perlakuan berupa satuan petak yang terdiri atas 25 pohon (5 x 5) yang diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 16 pohon (4 x 4) untuk diamati. Pada setiap petak pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang ± 9 cm dan diperkirakan masih bebas serangan PBK. Jarak antara petak adalah 5 larik pohon. Pengamatan serangan PBK dilakukan setiap 10 hari sekali setelah aplikasi terhadap semua buah yang dipanen pada setiap petak perlakuan. Buah contoh (ukuran panjang > 9 cm) dipanen pada akhir pengujian. Pengamatan terhadap penyakit busuk buah dilakukan dengan interval pengamatan satu minggu. Parameter pengamatan antara lain persentase tingkat serangan hama (ringan, sedang, berat), persentase kehilangan hasil, intensitas serangan patogen penyakit, dan fitotoksisitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan Sitronella (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l mampu mengurangi tingkat kerusakan buah akibat serangan penggerek buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi sebesar 37,00% pada serangan ringan, 51,62% pada serangan sedang, dan 65,18% pada serangan berat dibanding kontrol dan berbeda tidak nyata dibanding perlakuan yang sama pada konsentrasi 10 ml/l. Kombinasi perlakuan S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l mampu menekan serangan penyakit busuk buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi sebesar 52,93% pada serangan rendah; 68,00% pada serangan sedang; dan 76,26% pada serangan berat dan tidak berbeda nyata dibanding pemakaian pestisida sintetik. Insektisida dan fungisida yang diujikan tidak mempengaruhi keberadaan musuh alami dan tidak mengakibatkan fitotoksik. Kata kunci: Pengendalian hama,Conophomorpa cramerella, Phytopthora palmivora, kakao, sitronella, eugenol, azadirachtin ABSTRACT With regard to the potential of some medicinal and aromatic plants in pest control, need to do further research in a wider scale to screen for various medicinal and aromatic plants for use as raw materials, especially plant-based pesticides for controlling some pests and major diseases in plants brown. Research carried out in the garden farmer in Ciamis, West Java which is designed in a randomized block, with 10 treatments and
281
I. Wayan Laba, dkk
repeated 4 times. The treatment consists of plant pesticides contain active compound of Sitronela (S) 34% concentration of 5 ml / l; Sitronela (S) 34% concentration of 10 ml / l; Eugenol (E) 80% concentration of 5 ml / l; Eugenol (E) 80% concentration 10 ml / l; Azadirachtin (A) 0.6% concentration of 5 ml / l; Azadirachtin (A) 0.6% concentration of 10 ml / l; Sitronela (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A ) 0.6% concentration of 5 ml / l; Sitronela (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0.6% concentration of 10 ml / l; synthetic insecticide as a comparison Fastac 115 EC concentration 1ml/l, and control (water). Application of insecticides is done by spraying the fruit of the cocoa and horizontal branches with the goal of imago of the cocoa pod borer (CPD). Spraying was repeated up to 6 times with intervals of 2 weeks. Control is a plot that does not do anything. Swath treatment in the form of units consisting of 25 trees (5 x 5) are treated and taken samples of trees up to 16 trees (4 x 4) to be observed. In each tree plot selected sample size of 100 cocoa pods ± 9 cm long and estimated to freely attack CPD. The distance between plots was 5 arrays of trees. Observations CPD attacks carried out every 10 days after application of all fruits harvested in each plot treatment. Fruit samples (length> 9 cm) harvested at the end of the test. Observations of fruit rot diseases observations made at intervals of one week. Parameter observations are the percentage of the level of pest attack (mild, moderate, severe), the percentage yield loss, disease pathogen attack intensities, and phototoxicity. The conclusion from this study is that combined treatment Sitronella (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0.6% concentration of 5 ml/l can reduce fruit damaged by cacao pod borer which was showed by efication value 37% in mild attack; 51,62% in medium ettack; and 61,18% in weight attack compared to the control and significantly not different with 10 ml/l concentration treatment. Combination treatment S 34% + E 80% + A 0,6% at 10 ml/l concentration can reduce cocoa pod disease which was showed by efication value 52,93% in mild attack; 68,00% in medium attack, and 76,26% in weight attack. This treatment showed not significantly different with synthetic pesticide treatment. Keywords : pest control, Conophomorpa cramerellai, Phytopthora palmivora, cocoa, sitronelle, eugenol, azadirachtin PENDAHULUAN Indonesia memiliki berbagai jenis tanaman penghasil minyak atsiri. Mengingat bahwa pasaran minyak atsiri saat ini relatif stabil, maka prospek industri minyak atsiri di masa mendatang cukup cerah. Keadaan ini didukung oleh situasi, bahwa tidak semua minyak atsiri alamiah bisa diganti dengan produk sintetis. Selain dari pada itu, Indonesia juga kaya akan biodiversity tanaman obat dan aromatik (TOA). Pemanfaatan tanaman sebagai bahan baku obat dan atsiri telah dilakukan secara turun-temurun. Saat ini bahan baku tanaman obat dan atsiri melimpah di masyarakat. Pemanfaatan tanaman obat dan atsiri dalam industri lainnya selain industri jamu diharapkan mampu menggalakkan gairah petani untuk bercocok tanam tanaman obat dan atsiri, sehubungan dengan peningkatan permintaan pasar yang secara langsung mampu meningkatan pendapatan petani. Minyak atsiri dari tanaman aromatika dan tanaman obat diketahui mengandung senyawa aktif yang dapat dipergunakan sebagai bahan baku insektisida. Hal ini berkaitan dengan sifatnya yang mampu membunuh, mengusir, dan menghambat makan dan mengendalikan penyakit tanaman. Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dikaji potensi beberapa tanaman obat dan atau aromatik untuk dikembangkan sebagai pestisida nabati. Tanaman secara alamiah diketahui menghasilkan senyawa sekunder yang dapat dimanfaatkan untuk melindungi dirinya dari serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Hasil ekstraksi senyawa kimia ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pestisida nabati yang lebih selektif dan kurang persisten di alam jika dibandingkan dengan bahan aktif pestisida sintetis sehingga penggunaannya aman bagi para petani, pengguna, dan lingkungan di sekitarnya (Regnault-Roger, 2005). Dilaporkan lebih dari 1500 tanaman
282
Pengendalian hama penggerek buah (conophomorpa cramerella) > 50% dan penyakit busuk buah (phytopthora palmivora) > 30% pada tanaman kakao
berkhasiat sebagai bahan insektisida nabati untuk pengendalian hama (Grainge and Ahmed, 1988). Tanaman tersebut pada umumnya termasuk kedalam famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae, dan Rutaceae (Prakash and Rao, 1997; Prijono et al, 2006). Sampai saat ini ketersediaan pestisida yang berbahan baku tumbuhan (pestisida nabati) untuk pengendalian OPT yang telah diuji khasiat dan keamanannya secara ilmiah masih terbatas. Petani kerapkali membuat ramuan yang terdiri dari berbagai jenis tanaman yang secara empiris dikatakan efektif untuk suatu OPT namun belum ditunjang dengan data ilmiah agar produk tersebut dapat dipertanggungjawabkan mutu dan keamanannya. Beberapa contoh tanaman obat dan aromatik potensial sebagai bahan baku untuk pestisida nabati, antara lain jeringau untuk pengendalian Dysdercus cingulatus, Pieres brassicae, dan Spodoptera litura; babadotan digunakan untuk menekan hama Dysdercus, Tribolium dan belalang; brotowali sebagai anti serangga; glirisidia untuk mengendalikan Spodoptera, Aphid, dan Coccidae; sirih untuk menekan Dysdercus; lempuyang untuk menekan Udaspes sp.; rerak sebagai anti hama (racun kontak); kenikir untuk mengendalikan Aphid, Dysdercus, dan ulat Plutella xylostella, kacang babi berpotensi untuk mengendalikan Aphid, Crocidolomia, Epilachna, dan Thrips, dan legundi untuk mengendalikan Achaea janata, Plutella sp., Spodoptera sp. dan Sitophilus sp. (Grainge and Ahmed, 1988; Heyne, 1987; Prijono dan Triwidodo, 1994). Berkaitan dengan potensi beberapa tanaman obat dan aromatik dalam mengendalikan hama, perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam skala yang lebih luas guna skrining berbagai tanaman obat dan aromatik untuk digunakan sebagai bahan baku pestisida nabati khususnya untuk mengendalikan beberapa hama dan penyakit utama pada tanaman kakao. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi beberapa jenis TOA untuk mengendalikan hama dan penyakit utama pada tanaman kakao. Luaran yang diharapkan darai penelitian ini adalah informasi jenis-jenis TOA potensial yang efektif terhadap OPT utama tanaman kakao. BAHAN DAN METODE A. Metodologi Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan di kebun petani di Ciamis, Jawa Barat yang dirancang dalam acak kelompok, dengan 10 perlakuan dan diulang 4 kali. Perlakuan terdiri dari: 1. Sitronela (S) 34% konsentrasi 5 ml/l 2. Sitronela (S) 34% konsentrasi 10 ml/l 3. Eugenol (E) 80% konsentrasi 5 ml/l 4. Eugenol (E) 80% konsentrasi 10 ml/l 5. Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l 6. Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 10 ml/l 7. Sitronela (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l 8. Sitronela (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 10 ml/l 9. Fastac 115 EC konsentrasi 1ml/l, dan 10. Kontrol (air) Aplikasi insektisida dilakukan dengan menggunakan alat semprot knapsack sprayer yang bertekanan 4 atm. Setiap penyemprotan dilakukan dengan cara mengarahkan nozzle ke buah-buah kakao dan cabang-cabang horizontal tempat imago PBK bertelur dan beristirahat, karena sasaran penyemprotan adalah stadium imago PBK. Penyemprotan diulang sampai 6 kali dengan interval 2 minggu. Kontrol adalah petak yang tidak dilakukan pengendalian apapun. Efikasi insektisida yang diuji didasarkan pada tingkat serangan PBK dan persentase kehilangan hasil yang diamati pada buah contoh yang dipilih yang pada awal masih bebas dari serangan PBK. Pengamatan serangan PBK dilakukan setiap 10 hari sekali setelah
283
I. Wayan Laba, dkk
aplikasi terhadap semua buah yang dipanen pada setiap petak perlakuan. Buah contoh (ukuran panjang > 9 cm) dipanen pada akhir pengujian. Tingkat kerusakan akibat serangan PBK dilihat dari persentase biji lengket yang dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu tingkat serangan ringan, sedang, dan berat dengan kriteria sebagai berikut: - Serangan ringan, apabila semua biji masih dapat dikeluarkan dari kulit buah dan antar biji tidak terlalu lengket (persentase biji lengket < 10%). - Serangan sedang, apabila biji saling lengket tetapi masih dapat dikeluarkan dari kulit buah (persentase biji lengket antara 10-50%) - Serangan berat, apabila biji saling lengket dan tidak dapat dikeluarkan dari kulit buah (persentase biji lengket > 50%). Persentase kehilangan hasil dihitung berdasarkan persamaan regresi yang dikemukakan oleh Wardani et al. (1997), dengan menggunakan rumus : Y = - 0,0210 + 0,1005 X Y = persentase kehilangan hasil (%) X = intensitas serangan. Intensitas serangan ini merupakan suatu nilai. Indeks yang diperoleh melalui rumus: 1*jumlah buah terserang ringan + 3*jumlah buah terserang sedang + 9*jumlah buah terserang berat dibagi total jumlah buah yang diamati. Hasil pengamatan tingkat serangan PBK dan persentase kehilangan hasil pada perlakuan insektisida yang diuji dibandingkan dengan kontrol. Sebagai data penunjang juga dilakukan pengamatan terhadap tingkat keracunan (fitotoksisitas) tanaman kakao dan pengaruhnya terhadap populasi musuh alami akibat perlakuan insektisida yang diuji. Petak perlakuan berupa satuan petak yang terdiri atas 25 pohon (5 x 5) yang diperlakukan dan diambil pohon contoh sebanyak 16 pohon (4 x 4) untuk diamati. Pada setiap petak pohon contoh dipilih 100 buah kakao berukuran panjang ± 9 cm dan diperkirakan masih bebas serangan PBK. Jarak antara petak adalah 5 larik pohon. Efikasi insektisida yang diuji dihitung dengan rumus Abbott:
Ca - Ta EI x100% Ca EI = efikasi insektisida yang diuji (%) Ca = intensitas serangan pada petak kontrol setelah aplikasi insektisida Ta = intensitas serangan pada petak perlakuan setelah aplikasi insektisida. Untuk menentukan keefektifan insektisida ditentukan berdasarkan kriteria nilai efikasi dengan rumus 1/2n + 1. Jika nilai efikasi insektisida > 50%, maka insektisida bersifat efektif terhadap hama sasaran, sebaliknya tidak efektif bila nilainya < 50%. Sebagai data penunjang adalah produksi buah kakao dan fitotoksisitas terhadap insektisida. Pengamatan terhadap penyakit busuk buah juga dilakukan dengan interval pengamatan satu minggu. Pengamatan dilakukan terhadap buah yang terserang. Intensitas serangan buah dihitung dengan rumus sebagai berikut :
IP dimana :
n v x100 % zxN
IP = intensitas penyakit (%) n = jumlah buah terserang menurut kategori (skor 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6) v = nilai skala (skor) dari tiap kategori z = nilai skala (skor) dari kategori serangan tertinggi (= 6) N = jumlah seluruh buah yang diamati (n0 + n1 + . . . . + n6) Skor Penyakit Keadaan buah (gejala) 0 Tidak ada serangan 1 Terdapat 1-10 % buah terserang 2 Terdapat 11-125% buah terserang
284
Pengendalian hama penggerek buah (conophomorpa cramerella) > 50% dan penyakit busuk buah (phytopthora palmivora) > 30% pada tanaman kakao
3 4 5
Terdapat 26-50% buah terserang Terdapat 51-75 % buah terserang Terdapat 76-100 % buah terserang
Tingkat efikasi fungisida untuk menentukan nilai efikasi dihitung berdasarkan rumus:
ISk - ISp TE x100% . ISk TE ISk ISp
= tingkat efikasi (%) = intensitas penyakit pada petak kontrol = intensitas penyakit pada petak perlakuan
Data dianalisis dengan sidik ragam dan dilanjutkan dengan uji Duncan pada taraf 5%. Sebagai data pendukung adalah fitotoksitas oleh fungisida uji dan produksi buah kakao (kg/petak). Efikasi untuk menentukan keefektifan suatu fungisida ditentukan berdasarkan kriteria nilai efikasi dari pengamatan terakhir. Jika nilai efikasi fungisida > 30%, maka fungisida bersifat efektif terhadap penyakit, sebaliknya tidak efektif bila nilainya < 30%. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengendalian hama penggerek buah (Conophomorpha cramerella) pada tanaman kakao Tingkat serangan PBK menunjukkan persentase kehilangan hasil akibat serangan PBK. Serangan PBK dapat dilihat dari persentase biji kakao yang lengket. Serangan ini dapat berupa serangan berat, sedang, maupun ringan. Persentase kehilangan hasil buah kakao akibat serangan PBK dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Persentase kehilangan hasil buah kakao akibat serangan PBK Pengamatan ke- (%)
Sitronella (S) 34%
Konsentrasi (ml/l) 5
Sitronella (S) 34%
10
3
Eugenol (E) 80%
4
No.
Perlakuan
1 2
1
2
3
4
5
42,22 ab
25,25 bc
29,91 bc
22,22 b
22,22 b
42,22 ab
24,24 bc
29,63 bc
18,73 b
20,83 bc
5
32,22 ab
26,26 b
36,67 b
16,16 b
19,45 bcd
Eugenol (E) 80%
10
32,22 ab
19,19 bcd
21,43 c
14,81 b
18,52 bcd
5
Azadirachtin (A) 0.6%
5
24,44 ab
17,17 bcde
30,00 bc
17,78 b
17,28 bcd
6
10
27,78 ab
16,67 cde
24,44 bc
15,08 b
18,06 bcd
5
24,44 ab
16,67 cde
30,77 bc
18,89 b
17,46 bcd
10
17,78 b
12,04 de
21,43 c
15,15 b
14,28 cd
9
Azadirachtin (A) 0.6% S 34% + E 80% + A 0,6% S 34% + E 80% + A 0,6% Fastac 115 EC
1
15,56 b
9,26 e
20,51 c
12,82 b
12,22 d
10
Kontrol
0
50,00 a
52,78 a
56,41 a
67,68 a
62,50 a
7 8
Sumber: Data primer (2011). Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5%. Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase kehilangan hasil buah kakao yang diberi perlakuan pestisida, baik nabati maupun sintetis, 34,44-50,28% di bawah kontrol. Perlakuan sitronella (S) 34% pada konsentrasi 5 dan 10 ml/l pada pengamatan pertama hampir mendekati kontrol, dengan selisih hanya 7,78%. Namun persentase kehilangan hasil buah kakao yang diberi perlakuan sitronella ini tidak berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan eugenol (selisih 17,78%), azadirachtin (selisih 22,22-25,56%), maupun
285
I. Wayan Laba, dkk
kombinasi ketiganya (25,55-32,22%). Kecenderungan serupa juga terlihat pada pengamatan-pengamatan berikutnya. Namun, pada pengamatan keemapat, semua perlakuan pestisida nabati tidak berbeda nyata dibanding dengan perlakuan pestisida sintetis. Rata-rata persentase kehilangan hasil buah kakao akibat serangan PBK yang paling sedikit adalah pada perlakuan S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l, namun tidak berbeda dibanding perlakuan serupa konsentrasi 5 ml/l. Hal ini disebabkan karena adanya 3 kombinasi pestisida nabatai yaitu sitronella (dari minyak serehwangi), eugenol (dari minyak cengkeh), dan azadirachtin (dari minyak mimba) yang tidak berbeda dengan pestisida sintetik. Menurut Kardinan (1992), sitronella yang dikandung serehwangi tidak membunuh serangga secara cepat, tetapi berpengaruh mengurangi nafsu makan, pertumbuhan, daya reproduksi, proses ganti kulit, hambatan menjadi serangga dewasa, sebagai pemandul, serta mudah diabsorsi oleh tanaman. Hal serupa juga terdapat pada azadirachtin yang dikandung oleh mimba dan eugenol yang dikandung oleh cengkeh. Tingkat kerusakan buah kakao menunjukkan tingkat serangan PBK. Tingkat serangan PBK dilihat dari persentase biji lengket yang dinyatakan dalam tiga kategori, yaitu tingkat serangan ringan, sedang, dan berat (Tabel 2). Tingkat serangan PBK ini menujukkan efikasi pestisida yang diuji. Tabel 2. Persentase rata-rata intensitas serangan dan efikasi insektisida terhadap PBK No.
Perlakuan
Konsentrasi (ml/l)
Tingkat serangan(%) RINGAN
EI
SEDANG
EI
BERAT
EI
1.
Sitronela (S) 34%
5
4,56 ab
24,00
13,78 ab
33,33 14,33 b
46,26
2.
Sitronela (S) 34%
10
4,44 ab
26,00
12,67 ab
38,70 13,67 b
48,74
3.
Eugenol (E) 80%
5
3,55 b
40,83
13,33 ab
35,51 14,00 b
47,50
4.
Eugenol (E) 80%
10
3,67 b
38,83
12,22 ab
40,88 13,33 b
50,01
5.
Azadirachtin (A) 0.6%
5
3,44 b
42,67
10,00 ab
51,62 10,33 b
61,26
6.
10
3,45 b
42,50
9,33 ab
54,86 9,67 b
63,74
5
3,78 ab
37,00
10,00 ab
51,62 10,33 b
61,26
8.
Azadirachtin (A) 0.6% S 34% + E 80% + A 0,6% S 34% + E 80% + A 0,6%
10
3,34 b
44,33
9,33 ab
54,86 9,33 b
65,01
9.
Fastac 115 EC
1
2,44 b
59,33
7,78 b
62,36 7,67 b
71,24
7.
10. Kontrol 0 6,00 a 20,67a 29,67 a Sumber: Data primer (2011). Keterangan: 1) Jumlah buah 100. 2) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Buncan taraf 5%.
Seperti halnya dengan persentase kehilangan hasil buah kakao akibat serangan PBK (Tabel 1), pada perlakuan S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l juga menunjukkan tingkat serangan yang rendah apabila dibandingkan dengan perlakuan pestisida nabati lain, namun tidak berbeda nyata dibanding perlakuan serupa pada konsentrasi 5 ml/l. Sitronella, eugenol, dan azadirachtin menunjukkan kombinasi pestisida paling baik dalam mengurangi serangan PBK. Hal ini karena ketiga komponen ini mampu bekerja secara sinergis. Sitronella dan eugenol mampu bekerja sebagai atraktan/pemikat PBK. Ketika PBK sudah tertarik untuk mendekat ke buah perlakuan, ada efek azadirachtin yang bekerja sebagai antifeedant. Oleh sebab itulah kombinasi ketiga pestisida nabati ini mampu mengurangi kerusakan PBK. Pada tingkat serangan sedang, nilai EI untuk azadirachtin (A) 0,6% serta S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 5 dan 10 ml/l serta kombinasi menunjukkan ≥ 50%, sedangkan pada tingkat serangan berat, nilai EI Eugenol (E) 80% konsentrasi 10 ml/l, Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 dan 10 ml/l, serta S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 5 dan 10
286
Pengendalian hama penggerek buah (conophomorpa cramerella) > 50% dan penyakit busuk buah (phytopthora palmivora) > 30% pada tanaman kakao
ml/l sebesar ≥ 50%. Secara berurutan nilai efikasi tertinggi pada perlakuan S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l (nilai EI = 65,01%), diikuti oleh perlakuan Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 10 ml/l (EI = 63,74%), dan S 34% + E 80% + A 0,6% dan Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l (nilai EI = 61,26%) Hal ini menunjukkan bahwa insektisida pada perlakuan-perlakuan tersebut efektif terhadap hama sasaran. Perlakuan pestisida nabati tidak mempengaruhi terhadap keberadaan musuh alam. Hal ini disebabkan karena pestisida nabati mudah terdegradasi oleh sinar matahari. Salah satu sifat insektisida nabati adalah daya urai yang cepat (biodegradable). Sifat daya urai yang cepat ini mempunyai kelebihan dan kekurangan. Kelebihan sifat ini adalah tidak ada residu insektisida nabati pada produk pertanian sehingga lebih aman untuk dikonsumsi. Hal ini berkaitan dengan semakin berkurangnya daya racun insektisida tersebut (Dadang dan Prijono, 2008) Kekurangan dari sifat insektisida nabati ini adalah karena penurunan efikasi yang cepat maka perlu dilakukan aplikasi yang lebih sering. Namun demikian kecepatan degradasi sediaan insektisida nabati tergantung pada bahan baku atau jenis tumbuhan yang digunakan (Dadang dan Prijono, 2008). Insektisida nabati yang diujikan juga tidak menyebkan tanaman atau buah menunjukkan gejala fitotoksik. Hal ini terlihat dari tidak adanya daun yang terbakar atau menunjukkan gejala menguning. B. Pengendalian penyakit busuk buah (Phytopthora palmivora) pada tanaman kakao Perlakuan beberapa fungisida nabati, sintetik (Fastac 115 EC) terhadap penyakit busuk buah (P. palmivora) disajikan pada Tabel 3. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kakao yang diberi perlakuan S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l menunjukkan tingkat serangan paling rendah disbanding perlakuan fungisida nabati lain dan berbeda tidak nyata disbanding dengan insektisida Pastac 115 EC. Hal ini juga terlihat dari nilai EI fungisida tersebut yang menunjukkan > 50% (Tabel 3.) Tabel 3. Persentase rata-rata intensitas serangan dan efikasi fungisida terhadap P. palmivora No.
Perlakuan
Tingkat serangan(%)
Konsentrasi (ml/l)
RINGAN
EI
1.
Sitronela (S) 34%
5
19,67abc
2.
Sitronela (S) 34%
10
20,33ab
10,32
3.
Eugenol (E) 80%
5
21,00ab
7,36
4.
Eugenol (E) 80%
10
16,67bcd
5.
Azadirachtin (A) 0.6%
5
6.
Azadirachtin (A) 0.6%
7. 8.
S 34% + E 80% + A 0,6% S 34% + E 80% + A 0,6%
13,23
SEDANG
EI
BERAT
EI
21,67ab
13,32
20,33abc
23,77
24,67a
1,32
16,67cbd
37,49
21,00ab
16,00
22,00ab
17,51
26,46
16,33bc
34,68
16,00cbd
40,00
14,00de
38,24
15,33c
38,68
14,67cbd
44,99
10
14,67cde
35,28
13,33cd
46,68
13,67cde
48,74
5
16,00bdc
29,42
13,33cd
46,68
11,00de
58,75
10
10,67ef
52,93
8,00de
68,00
6,33e
76,26
9.
Fastac 115 EC
1
8,67f
61,75
7,00e
72,00
6,33e
76,26
10.
Kontrol
0
22,67a
-
25,00a
-
26,67a
-
Sumber: Data primer (2011). Keterangan: 1) Jumlah buah 100. 2) Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan Uji Jarak Berganda Buncan taraf 5%. Seperti halnya pada pengujian insektisida nabati terhadap penggerek buah kakao, pengujian fungisida nabati tidak mempengaruhi terhadap keberadaan musuh alami.
287
I. Wayan Laba, dkk
Insektisida nabati yang diujikan juga tidak menyebkan tanaman atau buah menunjukkan gejala fitotoksik. Hal ini terlihat dari tidak adanya daun yang terbakar atau menunjukkan gejala menguning. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan Sitronella (S) 34% + Eugenol (E) 80% + Azadirachtin (A) 0,6% konsentrasi 5 ml/l mampu mengurangi tingkat kerusakan buah akibat serangan penggerek batang yang ditunjukkan dengan nilai efikasi sebesar 37,00% pada serangan ringan, 51,62% pada serangan sedang, dan 65,18% pada serangan berat dibanding kontrol dan berbeda tidak nyata dibanding perlakuan yang sama pada konsentrasi 10 ml/l. Kombinasi perlakuan S 34% + E 80% + A 0,6% konsentrasi 10 ml/l mampu menekan serangan penyakit busuk buah kakao yang ditunjukkan dengan nilai efikasi sebesar 52,93% pada serangan rendah; 68,00% pada serangan sedang; dan 76,26% pada serangan berat dan tidak berbedanya nyata dibanding pemakaian pestisida sintetik. Insektida dan fungisida yang diujikan tidak mempengaruhi keberadaan musuh alam dan tidak mengakibatkan fitotoksik. B. Saran Penelitian ini perlu dilanjutkan untuk mendapatkan konsentrasi pestisida yang lebih rendah dan nilai efikasinya.
DAFTAR PUSTAKA Beding, P.A., Alimudin, dan M.Z. Kanro. 2002. Tanggapan Petani Terhadap PHT Hama Penggerek Buah dan Penyakit Busuk Buah Kakao di Kabupaten Sorong. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao di Indonesia 18(3): 100 – 107. Dadang dan D. Prijono. 2008. Insektisida Nabati: Prinsip, Pemanfaatan, dan Pengembangan. Departemen Proteksi Tanaman. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia. Direktorat. Jenderal Perkebunan, Jakarta. Grainge, M. dan Ahmed, S. 1988. Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York.: John Wiley and Sons. Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Pertanian: Yayasan Sarana Wanajaya. Jakarta
Kalshoven, L.G.E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Revised by Van der Laan. PT. Ichtiar Baru – Van Hoeve, Jakarta Pascual-Villalobos MJ, Robledo A. 1998. Screening for Anti-insect Activity in Mediterranean Plants. Industrial Crops and Products 8(3):183-194. Prakash A. dan Rao. J. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York.: Lewis Publisher. Prijono D, J.I. Sudiar., dan Irmayetri. 2006. Insecticidal Activity of Indonesian Plant Extracts Against the Cabbage Head Caterpillar, Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera:Pyralidae). J. ISSAAS 12(1):25-34. Prijono D. dan Triwidodo H. Pemanfaatan Insektisida di Tngkat Petani; 1994; Bogor, 1-2 Desember 1993.
288
Pengendalian hama penggerek buah (conophomorpa cramerella) > 50% dan penyakit busuk buah (phytopthora palmivora) > 30% pada tanaman kakao
Regnault-Roger C. 2005. New Insecticides of Plant Origin for The Third Millenium In: Regnault_Roger BJR, Philogene C, Vincent. C, (Eds.). Biopesticides of Plant Origin: Lavoisier Publishing Inc. p 17-35. Sulistyowati, E., dan A.A. Prawoto. 1993. Hama Penggerek Buah Kakao di Sulawesi Tengah dan Uji Coba Sistem Pangkasan Eradikasi (SPE) Untuk Penanggulangannya. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao No. 15:20-28. Sulistyowati, E., S. Wardani, S. Wiryadiputra, H. Winarno, dan O. Atmawinata. 1995. Keefektifan Beberapa Jenis Insektisida Terhadap Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella (Snell.). Pelita Perkebunan 11(2):90-205. Sulistyowati, E. 1997. Prospek pemanfaatan tanaman tahan dalam pengelolaan hama penggerek buah kakao. Warta Puslit Kopi dan Kakao 13(3):204-212. Wardoyo, S. 1980. A Major Hindrance to Cocoa Development. Indonesian Agricultural Research and Developmental Journal 2:1-4. Wiryadiputra, SD., E. Sulistyowati, dan A.A. Prawoto. 1994. Teknik Pengendalian Hama Penggerek Buah Kakao Conopomorpha cramerella (Snellen). Lokakarya Penanggulangan Hama PBK di Indonesia. Jember. Wardani, S., H. Winarno, dan E. Sulistyowati. 1997. Model Pendugaan Kehilangan Hasil Akibat Serangan Hama Penggerek Buah Kakao. Pelita Perkebunan 13 (1):33-39.
289