PENINGKATAN PERAN PARASITOID TELUR Trichogrammatoidea bactrae-bactrae DALAM PENGENDALIAN PENGGEREK POLONG KEDELAI Etiella spp. Marwoto dan Nasir Saleh Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Jalan Raya Kendal Payak, Kotak Pos 66, Malang 65101
ABSTRAK Penggerek polong Etiella spp. merupakan salah satu hama penting pada tanaman kedelai. Kehilangan hasil akibat serangan hama ini dapat mencapai 80%, bahkan puso apabila tidak ada tindakan pengendalian. Usaha pengendalian penggerek polong hingga saat ini masih mengandalkan insektisida, namun hasilnya kurang memuaskan sehingga perlu dicari alternatif pengendalian yang lain terutama pengendalian hayati. Telur penggerek polong ini telah ditemukan parasitoidnya dan telah diidentifikasi sebagai Trichogrammatoidea bactrae-bactrae Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae). Upaya peningkatan peran parasitoid telur T. bactrae-bactrae dapat dilakukan dengan melepas parasitoid pada pagi hari sekitar pukul 06.00 dengan titik pelepasan 20 cm di atas permukaan daun. Jumlah parasitoid T. bactrae-bactrae yang efektif adalah 250.000 ekor/ha yang dilepas tiga kali pada saat tanaman berumur 45, 52, dan 59 hari setelah tanam. Jumlah ini memberikan hasil yang lebih baik daripada pelepasan parasitoid 1.000.000 ekor/ha yang dilepas satu kali. Cara tersebut memberikan tingkat parasitisasi 65,88% dengan tingkat serangan penggerek polong 13,08% dan hasil kedelai 1,57 t/ha. Kata kunci: Glycine max, Trichogrammatoidea, parasitoid, Etiella spp., pengendalian hama
ABSTRACT Increasing the role of egg parasitoid Trichogrammatoidea bactrae-bactrae in controlling soybean pod borer Etiella spp. Soybean pod borer, Etiella spp. is one of the most destructive insects on pods and seeds of soybean. The severe damages caused yield loss up to 80%, even 100% of no control action was applied. Nowadays, chemical pesticide has been used to control pod borer, however the control method is not effective so alternative control especially biological control should be applied. The egg parasitoid of pod borer has been identified as Trichogrammatoidea bactrae-bactrae Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae). An effort to increase the role of parasitoid T. bactrae-bactrae by manipulating releasing technique was applicable. The expose of parasitoid at 06.00 am and at 20 cm above the canopy is the most effective method of releasing the parasitoid. Releasing 250,000 parasitoids/ ha respectively at 45, 52, and 59 days after planting is the most effective methods, and better than releasing 1,000,000 parasitoids/ha in one time. The method caused 65.88% parasitization, reduced the damaged pod by 13.08%, and gave 1.57 t/ha soybean grains. Keywords: Glycine max, Trichogrammatoidea, parasitoids, Etiella spp., pest control
P
enggerek polong Etiella zinckenella Treit. (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan salah satu hama utama pada kedelai yang dapat menyebabkan kehilangan hasil hingga 80% (Marwoto et al. 1999; Sumarno 1999). Pengendalian hama ini umumnya masih menggunakan insektisida, namun hasilnya kurang efektif meskipun petani telah meningkatkan frekuensi dan dosis aplikasi insektisida (Rauf et al. 1994). Dengan
Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
demikian, hama penggerek polong tetap menjadi kendala dalam upaya peningkatan produksi kedelai. Salah satu cara pengendalian yang berpeluang untuk dikembangkan ialah pengendalian hayati dengan menggunakan parasitoid. Hasil penelitian Mangundojo (1958) menunjukkan bahwa pada telur Etiella spp. dapat ditemukan parasitoid Trichogramma persunatum Relly (Hymonoptera: Trichogrammatidae). Se-
lanjutnya Naito dan Djuwarso (1993) mengidentifikasi parasitoid tersebut sebagai Trichogrammatoidea bactraebactrae Nagaraja. Pemanfaatan parasitoid telur dari famili Trichogrammatidae sebagai agen hayati dalam pengendalian hama mempunyai prospek yang baik. Di Filipina, pelepasan Trichogramma spp. berhasil menekan serangan penggerek pucuk tebu dengan laju parasitisasi 60− 87,50% (Alba 1988). Di Cina, pelepasan 141
Trichogramma spp. selama 10 tahun untuk mengendalikan hama penggerek batang jagung Ostrinia nubilalis pada areal 154.467 ha berhasil menurunkan kepadatan populasi penggerek hingga 97,52% (Han 1988). Masa depan pemanfaatan parasitoid telur dari famili Trichogrammatidae sebagai agen hayati untuk mengendalikan hama penggerek polong Etiella spp. cukup baik dibandingkan dengan penggunaan insektisida. Parasitoid ini dapat mematikan telur, sehingga memutus siklus hidup hama. Namun, karena populasi parasitoid telur di lapangan rendah, parasitoid tersebut belum mampu menekan populasi hama penggerek polong kedelai. Supriyatin dan Marwoto (1997) melaporkan bahwa tingkat parasitisasi telur penggerek polong oleh Trichogrammatidae di lapang hanya mencapai 5%, sedangkan di laboratorium dapat mencapai 80% (Djuwarso dan Naito 1994; Djuwarso 1996). Upaya untuk meningkatkan peran parasitoid telur Trichogrammatidae sebagai agen hayati pengendali hama dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu: 1) membantu musuh alami agar lebih mudah menemukan inangnya, 2) menyesuaikan keberadaan parasitoid dengan tersedianya telur inang, 3) meningkatkan proporsi populasi parasitoid terhadap telur inang, 4) menggunakan pestisida yang aman terhadap parasitoid, dan 5) menyeleksi strain musuh alami yang mempunyai daya cari dan daya adaptasi yang tinggi (De Bach dan Hagen 1965).
BIOEKOLOGI Trichogramma spp. Populasi parasitoid Trichogramma spp. dipengaruhi oleh keberadaan inang dan lingkungan pertanaman (suhu, cuaca, udara). Populasi inang yang rendah menyebabkan parasitoid tidak dapat berkembang. Demikian pula jika lingkungan kurang mendukung, parasitoid tidak dapat berperan secara efektif. Naranjo (1993) serta Naito dan Djuwarso (1993) menyatakan bahwa daya tahan hidup T. bactrae-bactrae mencapai 90% pada kisaran suhu 25−40o C. Seekor parasitoid Trichogramma spp. mampu memparasitasi lebih dari satu spesies telur inang, dan sebutir telur inang dapat diparasitisasi oleh lebih dari satu 142
spesies Trichogramma spp. Hal ini menunjukkan bahwa satu spesies Trichogramma spp. mampu memparasitasi beberapa spesies hama. Parasitoid telur Trichogramma spp. bersifat polifag. Jenis inang parasitoid ini meliputi telur Chilo suppressalis (WLK), Chrysodeixis chalsites (Esper), dan Chilotraea infuscatella Sn (Alba 1988). T. bactrae-bactrae dapat memparasit telur penggerek polong Etiella spp., telur ulat buah kedelai Helicoverpa armigera, dan telur ulat jengkal Chrysodeixis chalsites (Herlinda 1995). Pelepasan parasitoid Trichogramma spp. di lapang untuk mengendalikan hama sangat menguntungkan terutama hama dari kelompok Lepidoptera. Pada tanaman kedelai, sebagian besar hama penting didominasi oleh kelompok Lepidoptera. Imago parasitoid jantan dan betina mampu berkopulasi segera setelah keluar dari telur inang. Imago keluar dari telur inang pada pukul 07.00−10.00, dan menjadi aktif pada suhu 15,56−32,20 o C (Manjunath 1972; Senft 1991). Suhu sangat berpengaruh terhadap waktu terbang; sekitar 70−80% parasitoid terbang pada suhu 25−30oC (Forsse et al. 1992). Sebelum berkopulasi, imago betina memerlukan pakan berupa air atau sukrosa. Kopulasi berlangsung sekitar 30−120 detik. Imago betina berkopulasi hanya satu kali. Pada umumnya parasitoid ini tidak aktif pada malam hari (Ashley et al. 1973) karena tidak dapat menemukan inang dalam keadaan gelap (Brower 1990). Manjunath (1972) melaporkan bahwa Trichogramma spp. betina bergerak cenderung ke arah sumber sinar. Imago jantan biasanya bergerak mendekati telur terparasit dan menyentuhnya dengan antena untuk memeriksa kemungkinan adanya betina yang akan muncul. Sebelum meletakkan telur, imago betina terlebih dahulu memeriksa telur inang dengan menggunakan antenanya (Manjunath 1972). Waktu yang diperlukan imago betina untuk menentukan inang yang sesuai adalah 17 detik (Naranjo et al. 1992), dan untuk meletakkan satu butir telur diperlukan waktu 90 detik. Masa peletakan telur sangat singkat. Pada suhu 30o C, lebih dari 50% telur diletakkan pada 3 jam pertama setelah inang tersedia (Naranjo 1993). Naranjo et al. (1992) menyatakan bahwa pada suhu konstan 25o C, sebagian besar telur diletakkan pada hari pertama dan lebih 90% telur diletak-
kan pada 12 jam pertama setelah inang tersedia. Bila suhu berfluktuasi antara 25−40o C, lebih dari 90% telur diletakkan pada 5 jam pertama.
BIOEKOLOGI PENGGEREK POLONG Etiella spp. Di Indonesia terdapat dua spesies penggerek polong kedelai, yaitu E. zinckenella dan E. hobsoni. Ngengat kedua spesies ini mudah dibedakan. Sayap depan E. hobsoni berwarna cokelat gelap tanpa garis pinggir putih. Sebaliknya sayap depan E. zinckenella bervariasi dari cokelat hingga ungu keabuabuan dan biasanya terdapat garis putih pada sayap depan (Djuwarso dan Harnoto 1998). E. hobsoni umumnya lebih kecil daripada E. zinckenella. Panjang sayap depan E. hobsoni adalah 7,50 ± 0,66 mm dan E. zinckenella 8,70 ± 0,70 mm. Ngengat jantan E. zinckenella biasanya lebih besar daripada yang betina, sedangkan untuk E. hobsoni, ukurannya hampir sama (Gambar 1). Umur ngengat jantan E. zinckenella berkisar 3−8 hari, atau rataan 4,80 ± 1,40 hari dan ngengat betina 3−8 hari dengan rataan 5,20 ± 1,40 hari. Ngengat betina berkopulasi sehari setelah keluar dari kepompong, dan peletakan telur berlangsung 1−7 hari setelah kopulasi. Peletakan telur tertinggi terjadi saat ngengat berumur 4 hari. Peletakan telur umumnya terjadi pada malam hari di antara rambut-rambut pada permukaan polong. Telur biasanya diletakkan terpisah pada setiap polong (Gambar 2), tetapi kadang-kadang berkelompok (Mangundojo 1958). Seekor ngengat betina mampu meletakkan telur hingga 531 butir (Tengkano dan Soehardjan 1985). Pada tanaman kedelai, telur Etiella spp. diletakkan satu per satu atau berkelompok pada permukaan daun bagian bawah, kelopak bunga atau polong. Tiap kelompok telur terdiri atas 4−15 butir. Pada suhu 28 o C, stadium telur berlangsung 4−5 hari, dengan rata-rata 4,16 hari (Naito dan Harnoto 1983). Suhu akan berpengaruh terhadap masa penetasan telur. Pada suhu rendah (di bawah suhu optimum 28o C), masa penetasan telur makin panjang, sebaliknya pada suhu panas masa penetasan telur akan lebih singkat. Setelah 3−4 hari, telur menetas dan menjadi larva. Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
Gambar 1.
Ngengat penggerek polong kedelai Etiella spp., ukuran imago 12−15 mm (Marwoto et al. 1999).
stadium larva berlangsung antara 10−17 hari (Abul-Nasr dan Awadalla 1957). Setelah melewati instar kelima, larva memasuki stadium prapupa. Pada suhu 28o C, stadium prapupa berlangsung 1−3 hari, sedang stadium pupa berlangsung 8−15 hari. Pupa dibentuk di dalam tanah. Pupa berwarna cokelat dengan panjang 8−10 mm dan lebar 2 mm. Siklus hidup Etiella spp. dari telur sampai ngengat muncul berlangsung 22− 30 hari dengan rataan 25,20 hari pada suhu 28o C. Lama hidup ngengat jantan dan Gambar 2.
Telur penggerek polong Etiella spp. pada polong kedelai, ukuran telur 0,60 mm (Marwoto et al. 1999).
Larva yang baru keluar dari telur berwarna putih kekuningan dan kemudian berubah menjadi hijau dengan garis merah memanjang. Larva instar pertama dan kedua menggerek kulit polong, kemudian masuk menggerek biji dan hidup di dalamnya. Setelah instar kedua, larva hidup di luar biji. Dalam satu polong sering dijumpai lebih dari satu ekor larva. Panjang larva instar akhir adalah 13−15 mm dengan lebar 2−3 mm. Larva Etiella spp. mengalami empat kali ganti kulit, atau mempunyai lima instar. Instar pertama, kedua, dan ketiga masing-masing berlangsung selama 1−2 hari, sedang instar keempat dan kelima masing-masing 1−3 dan 2−3 hari. Dengan demikian Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
Gambar 3.
betina adalah 10 hari dan maksimum 15 hari pada suhu 28o C. Pada suhu rendah, perkembangan dan pertumbuhan populasi umumnya lambat, sedang pada suhu panas (di atas suhu optimum) perkembangan populasi hama sangat cepat. Oleh karena itu, pada musim panas biasanya hama menjadi masalah yang serius dibanding pada musim dingin. Peletakan telur Etiella spp. pada permukaan polong akan mempermudah larva mencari pakan. Ngengat Etiella spp. lebih suka meletakkan telur pada polong berumur 2−3 minggu, polong telah berisi biji tetapi belum mengeras. Beberapa jam setelah telur menetas, larva menggerek polong kemudian masuk ke dalamnya. Sebelum menggerek kulit polong, larva instar pertama menutupi dirinya dengan selubung putih dari benang pintal. Selubung putih tersebut sering masih terlihat selama beberapa hari. Setelah larva masuk ke dalam polong, lubang jalan masuk larva akan terlihat berupa bintik berwarna cokelat. Selama pertumbuhannya, larva dapat merusak beberapa polong. Polong yang telah ditinggalkan larva ditandai oleh adanya lubang gerekan dan butiran kotoran kering berwarna cokelat muda yang terikat satu sama lain oleh benang pintal. Gejala serangan hama ini terlihat pada kulit polong dan biji (Gambar 3). Larva Etiella spp. lebih suka makan biji muda. Biji yang digerek dapat habis sama sekali atau tersisa sedikit. Dalam satu polong jarang ditemukan lebih dari satu
Gejala kerusakan polong kedelai oleh Etiella spp. ukuran panjang 13− 15 mm (Marwoto et al. 1999). 143
ekor larva (Djuwarso dan Harnoto 1998), karena larva lebih senang hidup sendiri dalam polong. Apabila dalam satu polong terdapat lebih dari satu larva maka akan terjadi kompetisi dan larva yang kalah akan keluar dan pindah ke polong lain. Serangan pada polong muda dapat mengakibatkan polong gugur, sedangkan serangan pada polong yang telah tua dapat menurunkan kuantitas dan kualitas biji. Tanaman inang utama penggerek polong Etiella spp. adalah kedelai. Namun, hama ini juga dapat hidup pada polong kacang hijau (Vigna radiata), kacang tunggak (Vigna unguiculata), kacang gude (Cajanus cajan), dan kacang panjang (Vigna sinensis) (Naito et al. 1991).
POTENSI PEMANFAATAN PARASITOIDTrichogrammatoidea bactrae-bactrae
Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian dilakukan dengan menggunakan telur Corcyra cephalonica. Larva C. cephalonica dipelihara dalam media campuran pakan ayam (521) dan tepung jagung dengan perbandingan 1 : 1. Media tersebut dimasukkan ke dalam kotak pemeliharaan dengan ketebalan + 3 cm. Kotak kemudian ditutup dengan kawat kasa dan selanjutnya disimpan pada kondisi ruangan sampai ngengat C. cephalonica muncul (6 minggu). Ngengat yang muncul dikumpulkan kemudian dimasukkan ke dalam kotak peneluran. Telur-telur C. cephalonica yang menempel pada kawat kasa disikat dengan kuas, dan yang jatuh dikumpulkan pada cawan petri. Selanjutnya telur dibersihkan dan disterilkan dengan cara disinari lampu ultra violet 15 watt selama 30 menit. Penyinaran bertujuan untuk mematikan embrio di dalam telur sehingga telur dapat disimpan lebih lama. Hal ini
karena parasitoid lebih menyukai telur inang yang masih muda atau sebelum embrio berkembang. Pembiakan massal Trichogramma spp. pada telur C. cephalonica sebagai inang dilakukan dengan menaburkan telur C. cephalonica secara merata pada potongan kertas manila (pias) ukuran 2 cm x 6 cm yang dilapisi lem ukuran 2 cm x 2,50 cm, kemudian dikeringanginkan + 40 menit hingga telur melekat. Satu pias mampu menampung 2.500 butir telur C. cephalonica. Tiga pias telur dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi satu pias telur terparasit Trichogramma spp. yang siap menetas. Setelah 7−9 hari, telur yang terparasit berubah warna menjadi hitam kelabu dan siap dilepas di lapang. Proses pembiakan massal Trichogramma spp. dengan menggunakan telur C. cephalonica disajikan pada Gambar 4, dan pias-pias parasitoid yang siap dilepas di lapang pada Gambar 5.
Pembiakan massal T. bactraebactrae di Laboratorium Hasil pantauan di lapangan menunjukkan bahwa populasi parasitoid telur T. bactrae-bactrae relatif rendah (Tabel 1), sehingga kurang berperan dalam menurunkan populasi penggerek polong kedelai. Untuk meningkatkan populasi T. bactrae-bactrae telah berhasil dilakukan pembiakan massal di laboratorium. Pembiakan massal parasitoid di laboratorium hama Balai Penelitian Tabel 1. Populasi Trichogrammatoidea bactrae-bactrae di daerah sentra produksi kedelai di Jawa Timur, MK 1996. Daerah Ponorogo Ngawi Nganjuk Trenggalek Tulungagung Blitar Pasuruan Probolinggo
Populasi T. bactrae-bactrae + – + – – – – –
– = tidak didapatkan. + = populasi rendah = 1−10 ekor/25 ayunan. ++ = populasi sedang = >10–20 ekor/25 ayunan. +++ = populasi tinggi = > 20 ekor/25 ayunan. Sumber: Supriyatin dan Marwoto (1997).
144
Gambar 4.
Skema perbanyakan telur Corcyra cephalonica dan parasitoid Trichogramma spp. (Marwoto et al. 1997). Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
PENINGKATAN EFEKTIVITAS PARASITOID Seleksi Spesies Trichogrammatoidea
Gambar 5.
Pias yang berisi hamparan telur Corcyra cephalonica yang telah terparasit oleh Trichogrammatoidea bactrae-bactrae dan siap dilepas di lapangan (Marwoto 2001).
Uji Pelepasan Parasitoid T. bactrae-bactrae Uji pelepasan parasitoid T. bactraebactrae hasil pembiakan di laboratorium telah dilakukan untuk mengendalikan hama penggerek polong kedelai Etiella spp. di Muneng dan Ngale. Pelepasan parasitoid dilakukan dengan memasang pias-pias yang berisi parasitoid pada ketinggian 20 cm dari daun tanaman kedelai dengan mempergunakan ajir. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat perbedaan parasitisasi antara pertanaman yang mendapat perlakuan parasitoid dan
yang tidak diperlakukan dengan pelepasan parasitoid. Di Ngale, pertanaman yang diperlakukan dengan pelepasan parasitoid pada bulan Juni menunjukkan tingkat parasitisasi 50%, sedang di Muneng 48,26% pada bulan Agustus. Pertanaman yang tidak diperlakukan dengan pelepasan parasitoid tidak menunjukkan adanya parasitisasi pada telur Etiella spp. (Tabel 2). Tingkat parasitisasi yang hanya mencapai 50% tersebut dipandang kurang efektif. Oleh karena itu, peningkatan peran parasitoid dalam pengendalian hama perlu terus diupayakan.
Tabel 2. Tingkat parasitisasi Trichogrammatoidea bactrae-bactrae pada telur Etiella spp. Parasitasi (%) Lokasi Ngale
Muneng
Saat tanam
Dengan pelepasan parasitoid
April Mei Juni Mei Juni Juli Agustus
Sumber: Supriyatin dan Marwoto (1997).
Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
2,60 17,23 50,13 1,20 9,90 43,60 48,26
Tanpa pelepasan parasitoid 0 0 0 0 0 0 0
Hasil penelitian menunjukkan bahwa spesies atau ras Trichogrammatoidea dari berbagai habitat dan inang mempunyai daya parasitisasi yang bervariasi (Tabel 3). Daya parasitisasi tertinggi ditunjukkan oleh spesies T. bactrae-bactrae yang berasal dari tanaman kedelai. Rata-rata tingkat parasitisasi terhadap telur E. zinckenella mencapai 73,60%. Setelah terjadi parasitisasi pada telur E. zinckenella, parasitoid banyak yang berhasil menjadi imago. Persentase telur yang menjadi imago tertinggi (97,29%), terdapat pada spesies T. bactrae-bactrae yang berasal dari tanaman kedelai (Tabel 3). Data ini menunjukkan bahwa inang yang sesuai merupakan faktor penentu keberhasilan parasitisasi. Jika sudah terjadi parasitisasi pada telur inang maka keberhasilan untuk menjadi imago cukup besar. Hal serupa dikemukakan oleh Nurindah (2000).
Waktu dan Titik Pelepasan Parasitoid Telur T. bactraebactrae Waktu dan titik pelepasan parasitoid T. bactrae-bactrae merupakan aspek penting yang perlu dipertimbangkan dalam pengendalian E. zinckenella karena akan menentukan tingkat parasitisasi telur. Pelepasan parasitoid pada pagi hari sekitar pukul 06.00 menghasilkan daya parasitisasi telur inang paling tinggi. Daya parasitisasi semakin menurun bila pelepasan parasitoid dilakukan pada siang atau sore hari. Pelepasan parasitoid pada ketinggian 20 cm di atas permukaan daun dapat meningkatkan daya parasitisasi. Daya parasitisasi menurun bila parasitoid dilepaskan pada permukaan daun atau 15 cm di bawah permukaan daun (Tabel 4). Kombinasi antara waktu pelepasan parasitoid pada pagi hari dengan titik pelepasan 20 cm di atas permukaan daun merupakan cara yang terbaik. Daya parasitisasi parasitoid yang dilepas pada siang dan sore hari pada berbagai titik pelepasan makin menurun. 145
ekor/ha, tetapi berbeda sangat nyata dengan tanpa pelepasan parasitoid (Tabel 6). Berdasarkan data tersebut, pelepasan parasitoid 250.000 ekor/ha merupakan cara pengendalian yang efektif karena hasilnya sama dengan bila menggunakan parasitoid 500.000 ekor/ha. Pelepasan parasitoid dalam jumlah besar (1.000.000 ekor/ha) dan dilakukan satu kali hanya efektif beberapa saat setelah parasitoid dilepas pada umur 48 HST. Selanjutnya, tingkat parasitisasi menurun pada umur 55 dan 62 HST karena populasi parasitoid semakin lama semakin menurun. Oleh karena itu, pelepasan parasitoid secara kontinu yang dimulai pada umur 45 HST dengan frekuensi pelepasan 7 hari sekali dan jumlah 250.000 ekor/ha merupakan cara terbaik, karena dapat menjamin ketersediaan parasitoid di lapangan.
Tabel 3. Daya parasitisasi dan imago yang muncul pada beberapa spesies dan ras Trichogrammatoidea terhadap telur Etiella zinckenella di laboratorium Balitkabi, Malang. Perlakuan T. T. T. T. T. T. T. T. T. T.
bactrae-bactrae bactrae-bactrae bactrae-bactrae bactrae-bactrae japonicum japonicum minutum nana chilonis armigera
Asal tanaman Kubis Kubis Kapas Kedelai Padi Tebu Tebu Tebu Tebu Kapas
Daerah asal Tumpang (Balitkabi) Sukapura (BPTPH) Balittas (K.Ploso) Balitkabi (K.Payak) Bangil (BPTPH) PG Kebon Agung PG Kebon Agung PG Kebon Agung PG Kebon Agung Balittas (Asembagus)
KK (%)
Daya parasitisasi (%)
Imago yang muncul (%)
43,20 20 12 73,60 37,60 21,20 22,40 17,60 14 9,60
84,22 79,57 83 97,29 89,45 85,60 84,90 79,47 70,51 74,33
17,03
16,61
Sumber: Marwoto (2001).
Jumlah dan Frekuensi Pelepasan T. bactrae-bactrae
HST dengan interval 7 hari. Dengan cara ini, tingkat parasitisasi hama penggerek polong pada umur 48, 55, dan 62 HST berturut-turut mencapai 34,47%, 46,87%, dan 65,88% (Tabel 5). Tingkat parasitisasi ini tidak berbeda dengan hasil tiga kali pelepasan parasitoid masing-masing sebanyak 500.000 ekor. Kerusakan polong pada perlakuan pelepasan parasitoid 250.000 ekor mencapai 13,08% dengan hasil kedelai 1,57 t/ ha (Tabel 6). Hasil ini tidak berbeda nyata dengan pelepasan parasitoid 500.000
Jumlah dan frekuensi pelepasan parasitoid T. bactrae-bactrae berpengaruh nyata terhadap tingkat parasitisasi telur penggerek polong kedelai. Hasil yang paling efektif diperoleh dengan pelepasan parasitoid pada pagi hari pada jarak 20 cm di atas permukaan daun dengan jumlah populasi 250.000 ekor. Pelepasan dilakukan tiga kali, dimulai pada umur 45
PENGEMBANGAN PEMANFAATAAN Trichogramma spp. Penyebarluasan pemanfaatan parasitoid Trichogramma spp. telah dilakukan pada tahun 1997 khususnya teknik pembiakan massal. Pelatihan pembiakan massal dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian yang diikuti oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, Balai Proteksi
Tabel 4. Persentase parasitisasi Trichogrammatoidea bactrae-bactrae pada berbagai waktu dan titik pelepasan pada pertanaman kedelai umur 30 hari. Letak titik pelepasan (cm)
Persentase parasitisasi pada jarak pelepasan (m)
Waktu pelepasan (WIB)
5
10
20
-15
06.00 11.00 16.00
8,24 8,56 6,29
2,03 2,08 0,66
0,62 0,86 0
0 0 0
0 0 0
0 0 0
0
06.00 11.00 16.00
15,27 12,79 8,77
11,67 12,23 3,26
2,98 1,07 0
6,51 0,99 0,48
2,75 0,69 0
1,25 1,52 0
+ 20
06.00 11.00 16.00
16,44 14,67 10,07
12,51 13,52 6,07
8,56 7,98 6,61
8,55 6,75 3,64
4,64 5,05 3,79
3 2,34 0,70
9,80
15,21
23,12
28,11
24
33,22
KK (%)
30
40
50
-15 cm = di bawah permukaan dedaunan; 0 cm = tepat di permukaan dedaunan; 20 cm di atas permukaan dedaunan. Sumber: Marwoto dan Supriyatin (1999).
146
Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
Tabel 5. Persentase parasitisasi Trichogrammatoidea bactrae-bactrae pada telur Etiella zinckenella pada berbagai jumlah dan frekuensi pelepasan parasitoid. Jumlah dan frekuensi pelepasan
Persentase parasitisasi pada umur tanaman (HST) 48
55
62
Kontrol 250.000 – 3 kali 500.000 – 2 kali 750.000 – 1 kali 500.000 – 3 kali 750.000 – 2 kali 1.000.000 – 1 kali Deltametrin 2,50 g/l
5 34,47 39,53 45,08 35,81 47,86 57,63 2,78
5,28 46,87 44,04 17,87 50,64 42,98 19,39 2,50
5,28 65,88 18,77 11,97 68,85 17,77 11,52 2,50
KK (%)
31,34
23,46
22,59
HST = hari setelah tanam. Sumber: Marwoto dan Supriyatin (1999).
Tabel 6. Persentase serangan hama pengisap dan penggerek polong serta hasil kedelai pada beberapa perlakuan jumlah dan frekuensi pelepasan parasitoid Trichogrammatoidea bactrae-bactrae. Serangan hama (%)
Jumlah dan frekuensi pelepasan
Pengisap
Penggerek
Hasil (t/ha)
Kontrol 250.000 – 3 kali 500.000 – 2 kali 750.000 – 1 kali 500.000 – 3 kali 750.000 – 2 kali 1.000.000 – 1 kali Deltametrin 2,50 g/l
15,86 20,10 15,32 16,17 20,97 15,84 19,21 9,25
30,36 13,08 16,86 25,06 10,77 16,08 24,31 14,70
0,82 1,57 1,31 1,49 1,50 1,37 1,26 1,34
KK (%)
33,54
24,87
12,57
Penyebarluasan juga dapat dilakukan melalui kelompok tani dan Pusat Pelayanan Agens Hayati (PPAH) yang dibentuk di tingkat petani.
KESIMPULAN Untuk meningkatkan peran parasitoid T. bactrae-bactrae dalam mengendalikan hama penggerek polong kedelai Etiella spp., telah berhasil dibiakkan secara massal parasitoid di laboratorium dengan tidak mengurangi daya parasitisasinya. Spesies yang efektif memparasitisasi hama penggerek polong adalah T. bactraebactrae asal telur Etiella spp. dari pertanaman kedelai. Waktu pelepasan parasitoid yang efektif adalah pada pagi hari pukul 06.00. pada jarak 20 cm dari permukaan daun. Cara tersebut dapat membantu penyebaran parasitoid sehingga meningkatkan daya parasitisasinya. Pelepasan parasitoid 250.000 ekor/ha sebanyak tiga kali dengan selang waktu 1 minggu efektif mengendalikan E. zinckenella. Pelepasan pertama dilakukan pada saat tanaman berumur 45 HST. Pemanfaatan dan pembiakkan massal parasitoid Trichogramma telah disosialisasikan kepada petani melalui berbagai kegiatan, seperti pelatihan, sarasehan, dan SLPHT.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber: Marwoto dan Supriyatin (1999).
Abul-Nasr, S. and A.M. Awadalla. 1957. External morphology and biology of the bean pod borer, Etiella zinckenella Treit. Bull. Soc. Entomol. 31: 591−620.
Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur (diikuti petugas laboratorium PHPTPH Madiun, Mojokerto, Pandaan, dan Tanggul), Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Pasuruan dan kelompok tani di Pasuruan. Dalam pelatihan ini telah diserahkan seperangkat alat pembiakan massal beserta parasitoidnya untuk dikembangkan di laboratorium. Di samping itu, pemasyarakatan pemanfaatan parasitoid juga dilakukan di tingkat petani melalui lokakarya Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) kedelai di Desa Wrati dan Kademungan, Kecamatan Kejayan, Pasuruan. Pada awal tahun pertama setelah pelatihan, parasitoid telah berhasil diperbanyak dan diujicobakan untuk menekan serangan penggerek polong Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
kedelai dengan hasil 33,72% (Nasikin et al. 2002). Pengembangan pemanfaatan parasitoid Trichogramma spp. sebagai agen pengendali hama juga dilakukan melalui sarasehan (Gambar 6). Sarasehan diikuti oleh pengamat hama, petugas laboratorium, manteri tani, dan petani kooperator. Materi sarasehan meliputi teknik pembiakan massal dan upaya peningkatan efektivitas parasitoid Trichogramma sebagai agen pengendali hama, dan dilanjutkan dengan praktek pembiakan massal dan pelepasan parasitoid di lahan petani kooperator. Upaya penyebarluasan hasil penelitian melalui kegiatan seperti ini diharapkan dapat memasyarakatkan teknologi pengendalian hama dengan memanfaatkan parasitoid Trichogramma.
Alba, M.C. 1988. Trichogrammatids in the Philippines. Philipp. Entomol. 7(3): 252− 271. Ashley, J.C., D. Gonzalez, and T.F. Leigh. 1973. Reduction in effectiveness of laboratory reared Trichogramma. Environ. Entomol. 2: 106−1073. Brower, J.H. 1990. Influence of light on dispersal of Trichogramma pretiosum in a warehouse. Trichogramma and Other Egg Parasitoids. 3 rd Int. Symp. San Antonio, Texas, USA, 23−27 September, 1990. p. 55−58. De Bach. P. and K.S. Hagen. 1965. Manipulation of entomophagous species. p. 429−458. In P. De Bach (Ed). Biological Control of Insect and Weeds. Chapman and Hall Ltd., London. Djuwarso, T. 1996. Perkembangan Penelitian Pengendalian Penggerek Polong Kedelai Etiella sp. dengan Parasitoid Telur Trichogrammatoidea bactrae-bactrae Nagaraja
147
hayati untuk mengendalikan hama penggerek polong kedelai Etiella zinckenella Treit. dengan cara inundasi. Disertasi Universitas Brawidjaja. 115 hlm.
Sarasehan perbanyakan parasitoid dan pelepasan parasitoid T. bactraebactrae
Peserta sarasehan petugas Lab. PHPTPH dan kelompok tani
Marwoto dan Supriyatin. 1999. Efektivitas Teknik Pelepasan Parasitoid Trichogrammatoidea bactrae-bactrae untuk mengendalikan hama penggerek polong kedelai Etiella spp. pada pertanaman kedelai. Laporan Teknis Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, Malang. hlm. 1−40.
▼
Naito, A. and Harnoto. 1983. Ecology of soybean pod borer Etiella zinckenella Treit and Etiella hobsoni Butler. Contr. Centr. Res. Inst. 71: 15−33.
▼
Praktek pembiakan massal dan pelepasan parasitoid
▼ Pembiakan massal di Lab. PHPTPH Madiun
▼ Pelepasan massal di lahan petani Madiun
Gambar 6.
▼ Pembiakan massal di Lab. PHPTPH Pasuruan
▼ Pelepasan massal di lahan petani Pasuruan
Bagan alur pemasyarakatan pemanfaatan Trichogrammatoidea bactrae-bactrae untuk pengendalian hama penggerek polong kedelai (Marwoto et al. 2002).
Makalah Seminar Intern Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, Malang. hlm. 1−28.
zinckenella Treitschke (Lepidoptera: Pyralidae). Tesis S2 Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Djuwarso, T. and A. Naito. 1994. Biological control of Etiella pod borer of soybean. Report on CRIFC-JICA 1991−1994. CRIFC, Bogor. p. 51−57.
Mangundojo, R.G.S. 1958. Pengendalian mengenai penggerek polong Crotalania puncea L. di Jawa. Balai Besar Penyelidikan Pertanian (153): 101.
Djuwarso, T. dan Harnoto. 1998. Strategi pengendalian hama penggerek polong kedelai (Etiella spp.). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 13(3): 90−98.
Manjunath, T.M. 1972. Biological studies on Trichogrammatoidea armigera Nagaraja, a new dimorphic egg parasite of Heliothis armigera Hubner. in India. Entomophaga 17(2): 131−147.
Forsse, E., S.M. Smith, and R.S. Bourchier. 1992. Flight initiation in the egg parasitoid Trichogramma minutum: Effects of ambient temperatur, mates, food and host eggs. Entomol. Exp. 62: 147−154. Han, L.T. 1988. Evaluation on the effectiveness of corn borer control in large area with Trichogramma. p. 467−471. In J. Voegele, J. Waage, J. van Lanteren (Eds.) Trichogramma and Other Parasites. 2nd Int. Symp., Guangzhou, China, 10−15 November 1986. Herlinda. 1995. Kajian Trichogrammatoidea bactrae-bactrae Nagaraja (Hymenoptera: Trichogrammatidae), Parasitoid telur Etiella
148
Marwoto, Supriyatin, dan T. Djuwarso. 1997. Prospek pengendalian hama penggerek polong kedelai (Etiella spp.) dengan parasitoid Trichogrammatoidea bactraebactrae. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian 16(3): 71−76. Marwoto, Suharsono, dan Supriyatin. 1999. Hama kedelai dan komponen pengendalian hama terpadu. Monograf Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbiumbian, Malang (4): 1−50. Marwoto. 2001. Manipulasi parasitoid Trichogrammatidae (Hymenoptera) sebagai agens
Naito, A., T. Djuwarso, and Soejitno. 1991. Some aspects of the biological characteristics of Etiella pod borer in tropical humid areas. Proc. Final Seminar of the Strengthening of Pioneering Research for Palawija Crops Production (ATA-378), Bogor, 4−5 March 1991. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. p. 65−77. Naito, A. and T. Djuwarso. 1993. Biological control of Etiella pod borer. Makalah Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. 8 pp. Naranjo, S., G. Gordh, and M. Monratorio. 1992. Inundative release of Trichogramma bactrae for biological control of pink bollworm. In Cotton. A College of Agricultural Report Series P-91, University of Arizona, Tueson. p. 110−116. Naranjo, S. 1993. Life history of Trichogrammatoidea bactrae-bactrae (Himenoptera: Trichogrammatidae) on egg parasitoid of pink bollworm (Lepidoptera: Gelechiidae), with emphasis on performance at high temperatures. Environ. Entomol. 22(5): 1.051−1.059. Nasikin, Juliastuti, dan D. Ratna. 2002. Keadaan serangan pengganggu tanaman kedelai di Jawa Timur. Makalah Lokakarya Pengelolaan Hama pada Tanaman Kedelai dengan Penekanan Hama Penggerek Polong, Pengendalian Hama Terpadu Hasiona/bekerja sama dengan Universitas Brawidjaja. Batu, 3−4 Maret 1997. 10 hlm. Nurindah. 2000. Teknik perbanyakan massal parasitoid telur Trichogrammatidae. Workshop and Development and Utilization of Parasitoids. Pusat Kajian PHT Institut Pertanian Bogor. 21−25 February, 2000. 16 hlm. Rauf, A., H. Triwidodo, dan Widodo. 1994. Penggunaan pestisida oleh petani kedelai di tingkat kabupaten di Jawa Barat. Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas dan Kualitas Kedelai melalui Penerapan PHT Kedelai. Bappenas dan Fakultas Pertanian Universitas Brawidjaja. 13 hlm. Senft, D. 1991. Thwarting one of cotton nameless. Agric. Res. Washington 39(8): 21−22.
Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
Sumarno. 1999. Strategi pengembangan produksi kedelai nasional mendukung Gema Palagung 2001. Prosiding Lokakarya Pengembangan Produksi Kedelai Nasional, Bogor 16 Maret 1999. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 7−22.
Jurnal Litbang Pertanian, 22(4), 2003
Supriyatin dan Marwoto. 1997. Pengendalian hama penggerek polong kedelai (Etiella spp.) dengan parasitoid Trichogrammatoidea bactrae-bactrae. Kongres Entomologi. V di Bandung. 21 hlm.
Tengkano, W. dan M. Soehardjan. 1985. Jenis hama pada berbagai fase pertumbuhan tanaman kedelai. Kedelai. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor. hlm. 295−318.
149