ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
PENGENDALIAN HAMA PENGGEREK POLONG PADA PERTANAMAN KACANG HIJAU Pod Borer Management in Mungbean Field Oleh: S. W. Indiati Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian, Malang Jl. Raya Kendalpayak Km 8, Pakisaji, Malang. P.O. Box 66 Malang ABSTRAK Penggerek polong Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae) merupakan hama utama kacang hijau di daerah Banjarnegara. Pada MK 2006 di lahan tegal dan sawah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengkaji penggunaan insektisida sintetik, ekstrak biji mimba dan Bt komersial untuk menekan tingkat serangan hama polong M. testulalis pada tanaman kacang hijau. Di lahan tegal, penelitian dilaksanakan di Desa Parakan, Kecamatan Purwanegara, sedang di lahan sawah dilakukan di Desa Joho, Kecamatan Bawang, Banjarnegara. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok 7 perlakuan dan masing-masing diulang empat kali. Kacang hijau varietas Sriti ditanam pada petak seluas 5 m x 8 m dengan jarak tanam 40 cm x 15 cm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa insektisida lamda sihalotrin – 2 ml/l yang diaplikasikan seminggu sekali berawal pada saat pembungaan paling efektif menekan serangan hama penggerek polong, dan mencegah kehilangan hasil biji kacang hijau hingga 59%. Penggunaan Bt komersial (Turicide) 2 mg/l, dan Azadiractin (ekstrak dari biji mimba) 4 ml/l dapat dianjurkan walaupun efektifitasnya sedikit lebih rendah, namun tidak berbeda nyata dengan lamda sihalotrin tapi berbeda nyata dengan kontrol. Kata kunci : Pengendalian, Maruca testulalis, kacang hijau.
ABSTRACT The pod borer, Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae) was the main pest that always attacked mungbean plant in Banjarnegara. In the 2006 dry season, field trials were conducted to study the use of synthetic insecticide, the seed neem extract, and commercial Bt to suppress the level of the M. testulalis intensity on mungbean. The research was carried out in two locations, respectively in Parakan Village, Purwanegara Sub district for up land, and in Joho Village, Bawang Sub district for wet land. The research was designed in randomize block, seven treatments and four replications. Mungbean Sriti variety was planted in 5 m x 8 m plot size, with plant spacing 40 cm x 15 cm. The damage of pod borer was sample randomly from five plants. The result indicated that the use of synthetic insecticide lamda sihalotren – 2 cc/l weekly started at flowering stage was the most effective suppressed pod borer damage, and reduced yield loss up to 59%. The use of commercial Bt (Turicide HP), and Azadiractin (neem seed extract solution) could be recomended because of safety in the enviroment although their effectiveness lower than lamda sihalotren Keyword: Control technique, Maruca testulalis, mungbean.
PENDAHULUAN Dalam sistem usaha tani, tanaman kacang hijau merupakan tanaman palawija yang ditanam sebagai tanaman
138
tambahan, karena pada umumnya ditanam bila air tidak cukup untuk usaha tani padi, jagung atau kedelai. Penelitian kacang hijau di tanah Ultisol
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Banjarnegara.sudah dimulai sejak tahun 2005. Berdasarkan hasil penelitian awal tersebut, telah diidentifikasi bahwa yang muncul di pertanaman kacang hijau adalah serangan hama penggerek polong yang disebabkan oleh Maruca testulalis (Lepidoptera: Pyralidae). Selain menyerang kacang hijau, hama ini juga menyerang tanaman kacangkacangan.lain seperti kacang tunggak, kacang gude, dan kacang panjang yang ditanam dari daerah tropis sampai daerah sub tropis (Jackai 1995; Abate and Ampofo 1996; Shanower et al. 1999). Larva M. testulalis pada umumnya menyerang kuncup bunga, bunga, dan polong. Singh et al. (1990) melaporkan bahwa kehilangan hasil biji kacang tunggak akibat serangan M. testulalis berkisar antara 20-80%. Beberapa cara pengendalian telah dilaporkan dapat menekan populasi dan tingkat serangan M. testulalis antara lain dengan teknik pemantauan imago menggunakan lampu perangkap dan feromon perangkap yang telah dikembangkan oleh Bottenberg et al. 1997 dan Downham et al. 2002. Dengan teknik ini dapat memperkirakan waktu terjadinya serangan penggerek polong dan menurunkan kepadatan populasi awal di areal pertanaman. Menurut Liao dan Lin (2000) deltametrin, carbaril dan thiodicarb dengan dosis rekomendasi yang diaplikasikan seminggu sekali sejak tanaman berbunga efektif menekan serangan penggerek polong dan meningkatkan hasil kacang tunggak. Emosairue and Ubana (1998 Dalam CAB International 2004) melaporkan bahwa penggunaan insektisida sintetik lambdacyhalothrin efektif dan berbeda nyata dengan kontrol untuk mengendalikan penggerek polong Maruca. Disamping
insektisida sintetik, Taylor (1968 Dalam CAB International 2004) juga melaporkan bahwa Basillus turingiensis terbukti dapat digunakan untuk menekan serangan M. vitrata di Nigeria. Menurut Tanzubil (2000) ekstrak biji mimba yang diaplikasikan dengan konsentrasi 5 dan 10% efektif terhadap penggerek polong (Maruca testulalis), hama Thrips (Megalurothrips sjostedti), dan penghisap polong (Clavigralla spp., Aspavia armigera dan Riptortus dentipes). Berhubung komponen pengendalian hama penggerek polong yang efektif belum tersedia, maka dikaji penggunaan insektisida sintetik, ekstrak biji mimba dan Bt komersial untuk menekan populasi dan tingkat serangan hama polong M. testulalis pada tanaman kacang hijau.
METODE PENELITIAN Penelitian lapangan dilaksanakan di lahan tegal dan sawah petani Banjarnegara pada MK 2006, masingmasing di Desa Parakan, Kecamatan Purwanegara, untuk lahan tegal dan di Desa Joho, Kecamatan Bawang, Banjarnegara untuk lahan sawah. Penelitian menggunakan rancangan acak kelompok 7 perlakuan (Tabel 1) dan masing-masing diulang empat kali. Kacang hijau varietas Sriti ditanam pada petak seluas 5 m x 8 m, jarak tanam 40 cm x 15 cm, dua tanaman per lubang setelah dijarangi. Pemupukan, pengairan dan penjarangan dilakukan sesuai dengan rekomendasi setempat. Untuk mencegah serangan jamur tular tanah, sebelum ditanam benih (termasuk kontrol) diberi perlakuan benih (seed treatment) dengan kaptan 50 WP-20g/kg benih.
139
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 1. Perlakuan pengendalian yang diuji untuk menekan serangan hama kacang hijau di lahan kering. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Perlakuan Uraian T1 Tanpa pengendalian T2 Pengendalian kimiawi-1 (lamda sihalotrin 2 ml/l) seminggu sekali (pada 35 s/d 56 hst) T3 Pengendalian kimiawi-1 (lamda sihalotrin 2 ml/l) minimal (dua kali aplikasi, pada 35 & 49 hst) T4 Pengendalian kimiawi-2 (betasiflutrin 2 ml/l) seminggu sekali (35 s/d 56 hst) T5 Pengendalian kimiawi-2 (betasiflutrin 2 ml/l) minimal (dua kali aplikasi, pada 35 & 49 hst) T6 Pengendalian dengan Azadiractin (diekstrak dengan pelarut etanol) dari biji mimba 4 ml/l seminggu sekali (pada 35 s/d 56 hst) T7 Pengendalian dengan Bt komersiel 2 g/l untuk lepidoptera (pada 35 s/d 56 hst) + deltametrin 2 ml/l untuk penghisap polong (bila ada, pada 49 dan 56 hst)
Keterangan : - Aplikasi insektisida dan bahan nabati uji dilakukan sesuai perlakuan. - Sesaat sebelum tanam benih diperlakukan (seedtreatment) dengan kaptan untuk mencegah penyakit layu; - Pada 7 dan 21 hst semua perlakuan termasuk kontrol/tanpa pengendalian dilakukan penyemprotan fipronil 2 ml/l untuk menghindari serangan hama Thrips.
Pengamatan dilakukan terhadap: populasi hama dominan pada 3 mst, intensitas serangan penggerek polong, dan hasil biji kering per plot Intensitas serangan diamati saat panen pada 5 tanaman contoh yang dihitung dengan rumus : a I = x100% b I = intensitas serangan a = jumlah polong terserang b = jumlah polong total
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Lahan tegal Penanaman kacang hijau Sriti di lahan tegal dilakukan pada awal bulan Februari 2006. Pertumbuhan tanaman
140
cukup baik. Gangguan hama pada awal pertumbuhan tanaman relatif rendah. Jenis dan populasi hama yang muncul pada awal pertumbuhan adalah perusak daun dari jenis lepidoptera dengan populasi yang sangat rendah. Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa ulat yang muncul adalah ulat keket dari spesies Agrius concolvuli, ulat grayak Spodoptera litura dan ulat penggulung daun dari famili Torticidae. Populasi A. concolvuli ratarata tertinggi hanya mencapai 1 ekor/petak, S. litura < 1 ekor/petak, sedang ulat penggulung daun Torticidae 2 ekor/petak. Karena kepadatan populasi hama daun sangat rendah dan hanya terjadi sesaat, maka intensitas serangannya juga rendah, kurang dari 5% pada semua perlakuan.
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 2. Populasi dan jenis hama pada tanaman kacang hijau di lahan kering. Banjarnegara, MK 2006 Perlakuan
Populasi & jenis hama pada 3 MST
1, 2. 3. 4. 5. 6. 7.
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
A,convovuli 0,25 0,25 0,25 0,75 0,75 1,25 0,75
S. litura 0,50 0,00 0,00 0,50 0,50 0,25 0,00
Torticidae 2,25 1,00 2,25 1,50 0,50 1,25 1,75
BNT 5% KK (%)
TN -
TN -
TN -
∑ Tanaman dng bunga terserang, M. testulalis (%) 7 MST 8 MST 27,7 67,7 30,2 74,8 27,7 72,3 27,1 62,8 32,5 80,7 22,7 55,1 24,6 70,0 TN 26,3
TN 27,3
Keterangan: -TN = tidak nyata Setelah tanaman menjelang berbunga hama yang muncul adalah Maruca tetulalis. Beberapa penulis melaporkan bahwa penggerek polong, M. testulalis merupakan hama penting pada tanaman kacang tunggak, gude, kacang panjang, dan kacang hijau di daerah tropis dan sub tropis (Jackai, 1995; Abateand Ampofo, 1996; Shanower et al., 1999). Pada tanaman kacang tunggak, larva menyerang kuncup bunga, bunga, dan polong muda. Kehilangan hasil biji yang ditimbulkan berkisar antara 20-80% (Singh et al., 1990). Jumlah tanaman terserang M. testulalis berkisar antara 22-32 % pada umur 7 MST, dan 55-80 % pada umur 8 MST (Tabel 1). Intensitas serangan terendah terdapat pada perlakuan serbuk biji mimba (SBM 0,25 %), namun berdasarkan analisis sidik ragam antar perlakuan tidak berbeda nyata. Pada pengamatan jumlah polong terserang pada 5 tanaman contoh saat panen menunjukkan bahwa serangan polong terendah 26 % terdapat pada perlakuan
T4 (betasiflutren maksimum) namun berdasarkan analisis sidik ragam antar perlakuan yang diuji juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (Tabel 2). Tidak munculnya perbedaan diantara perlakuan ini diduga karena terjadi kesalahan teknis pada awal aplikasi insektisida yang disebabkan karena jarak antar petak (40 cm) dan ukuran petak (3m x 5m) terlalu sempit, dan saat aplikasi insektisida tidak menggunakan plastik penghalang. sehingga menyebabkan terjadinya tumpang tindih perlakuan bahan aktif insektisida dalam satu petak perlakuan, terutama pada petak kontrol (tanpa pengendalian) yang seharusnya bebas perlakuan insektisida kemungkinan besar terkontaminasi dengan bahan aktif insektisida dari perlakuan yang ada disamping kiri atau kanannya. Kejadian yang sama juga menimpa petak perlakuan yang lain. Walaupun berdasarkan data di atas hasil yang dicapai kurang sesuai dengan apa yang diharapkan, namun kendala hama yang ada di tanaman
141
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 3. Rata-rata persentase polong tergerek M. tetulalis dan hasil biji kering kacang hijau di lahan kering masam Banjarnegara, MK. 2006. Perlakuan 1, 2. 3. 4. 5. 6. 7.
T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7
Polong terserang*) (%) 35,8 36,5 35,8 26,5 44,1 28,3 35,3
BNT 5% TN KK(%) 39,7 Keterangan: *) pada 5 tanaman contoh.
kacang hijau dapat diketahui dengan pasti, dan teknik pengendalian penggerek polong di atas dapat dikaji kembali di lahan sawah untuk mendapatkan hasil yang lebih baik. Hasil biji kering total dari dua kali panen antara 1,3-1,7 t/ha, hasil tertinggi terdapat pada perlakuan SBM 0,25 % dan berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan tersebut tidak berbeda nyata dengan kontrol (tanpa perlakuan). Berdasarkan data penelitian di atas dapat dikatakan bahwa ancaman hama tanaman kacang hijau di lahan kering Banjarnegara untuk sementara ini belum serius sehingga berpeluang untuk dikembangkan Hama yang sering muncul hanya perusak polong M. testulalis sedang penyakit yang pasti muncul adalah patogen tular tanah yang dapat diatasi dengan perlakuan benih dengan fungisida yang berbahan aktif kaptan. B. Lahan Sawah Penanaman kacang hijau Sriti di lahan sawah dilakukan di Desa Joho-
142
Hasil biji kering g/4m2 t/ha 661,25 ab 1,65 660,00 ab 1,65 566,25 bc 1,42 530,00 c 1,32 627,50 abc 1,57 708,75 a 1,77 557,50 bc 1,39 109,7 11,9
Kecamatan Bawang, Banjarnegara pada 13 Juli 2006. Pemberian captan pada saat tanam dengan cara seed treatment dilakukan untuk mencegah serangan jamur tular tanah yang biasa muncul dan menyerang pada awal pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman cukup baik, sehingga membuat petani sangat berminat untuk menanam tanaman kacang hijau yang relatif baru dikenal. Bila dibanding dengan pertanaman di lahan tegal, pertanaman kacang hijau di lahan sawah cenderung berbunga lebih lambat. Rata-rata umur berbunga dicapai pada umur 35 hari, sedang di lahan tegal pada umur 30 hari tanaman sudah berbunga. Serangan hama pada awal pertumbuhan tanaman hampir tidak ada. Hama penggerek polong, M. testulalis mulai muncul pada saat tanaman mulai berbunga. Serangan awal dimulai umur 6 MST dengan intensitas serangan rendah sekitar 3 %. Pada pengamatan 7 MST serangannya masih sekitar 3%, namun berdasarkan analisis sidik ragam terdapat
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
berbedaan yang nyata antara antara perlakuan. Pada saat panen jumlah tanaman terserang penggerek meningkat, pada perlakuan T1 (kontrol) intensitas serangan mencapai 23% dan berdasarkan hasil analisis sidik ragam terdapat perbedaan dengan perlakuan T4, serangan terendah (15%) terdapat pada perlakuan T4, dan perlakuan ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan T2, T3, T5 dan T7 (Tabel 4). Hasil pengamatan jumlah polong terserang penggerek pada 5 tanaman contoh menunjukkan bahwa intensitas serangan penggerek pada polong berkisar antara 6-25%, serangan tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol dan terendah pada perlakuan T2 (lamda sihalotrin seminggu sekali). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam serangan terendah yang terdapat pada perlakuan T2 tidak berbeda nyata dengan perlakuan T4 (betasiflutrin seminggu sekali), Bt komersial yang diaplikasikan sebanyak 4 kali dan Azadiractin ekstrak dari biji mimba yang diaplikasikan sebanyak 4 kali (Tabel 4). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa Bt dan Azadiractin dari biji mimba juga dapat digunakan sebagai agensia untuk mengendalikan ulat penggerek polong walaupun efektivitasnya dibawah lamda sihalotrin, namun lebih ramah terhadap lingkungan bila disbanding insektisida sintetik. Rahayu (1990) melaporkan bahwa dari hasil penelitian nilai LC50 menunjukkan bahwa insektisida Matador 25 EC jauh lebih toksik dibandingkan dengan ekstrak etanol daun mimba, Azadiractin indica. Disamping serangan penggerek, penghisap juga menyerang polong tapi serangannya sangat rendah yaitu antara 2-4 %, dan dari hasil analisis sidik ragam diantara perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Rendahnya kerusakan polong pada perlakuan T2 disebabkan karena jenis bahan aktif dan frekuensi aplikasi yang diberikan. Lamda sihalotrin adalah bahan aktif dari insektisida yang mempunyai cara kerja racun kontak dan lambung, sehingga bila insektisida tersebut tidak dapat kontak langsung dengan larva atau telur penggerek,
Tabel 4. Rata-rata persentase tanaman kacang hijau terserang M. tetulalis di lahan sawah Banjarnegara, MK. 2006. Perlakuan 1. T1 2. T2 3. T3 4. T4 5. T5 6. T6 7. T7 LSD 5% KK (%)
Persentase tanaman terserang M. tetulalis/plot 6 MST 7 MST Panen 2,83 a 2,68 ab 23,49 a 2,80 a 2,8 ab 18,3 ab 3,08 a 2,7 ab 20,06 ab 2,83 a 2,36 b 15 b 3,18 a 2,72 ab 19,01 ab 3,39 a 3,5 a 22,1 a 2,73 a 2,87 ab 20,64 ab 0,856 1,064 6,592 19,35 25,52 22,41
143
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
diharapkan insektisida tersebut masih menempel pada kulit polong dan bunga dan apaliba kedua benda tersebut termakan oleh larva masih berpeluang untuk meracuninya melalui makanan yang telah masuk ke dalam lambung. Insektisida tersebut berdasarkan susunan kimianya termasuk dalam golongan piretroid. Insektisida golongan ini memiliki keunggulan dalam mematikan serangga secara cepat dan toksisitas terhadap manusia rendah, sehingga lebih aman dalam pemakaiannya (Untung, 1991). Hasil biji kering kacang hijau relatif tinggi, yaitu antara 0,6 kg sampai 1,5 kg biji kering/4 m2 atau sekitar 1,5 – 3,7 t/ha yang diperoleh dari dua kali panen. Dengan hasil yang tinggi tersebut petani merasa puas sehingga tidak ada ganti rugi yang harus dibayar. Hasil tertinggi dicapai pada perlakuan T2 dan berbeda nyata dengan semua perlakuan uji yang
lain, kemudian disusul dengan perlakuan T4 pada peringkat kedua dan berdasarkan uji statistik berbeda nyata dengan lima perlakuan lainnya, sedang hasil terendah terdapat pada petak kontrol (Tabel 5). Bila hasil antara petak dengan pengendalian (T2 sampai T7) dan tanpa pengendalian (T1) dibandingkan akan diperoleh selisih hasil antara 13-59%, yang merupakan nilai estimasi kehilangan hasil kacang hijau akibat serangan ulat penggerek polong M. testulalis. Tingginya perolehan hasil biji kacang hijau pada perlakuan T2 disebabkan oleh pertumbuhan tanaman cukup baik, jumlah polong yang diamati pada 5 tanaman contoh paling banyak, dan serangan hama polong relatif rendah (6%) (Tabel 4). Rendahnya serangan hama polong secara langsung menyebabkan perolehan hasil biji lebih tinggi.
Tabel 5. Rata-rata intensitas serangan penghisap polong, penggerek polong, jumlah polong dan hasil biji kering dari 5 tanaman contoh kacang hijau di lahan sawah Banjarnegara, MK. 2006.
Perlakuan
Ins penghisap plg / 5 tan (%)
Ins.penggerek plg/ 5 tan. contoh (%)
1. T1 2. T2 3. T3 4. T4 5. T5 6. T6 7. T7 LSD 5% KK (%)
4.7 4.3 3.1 3,7 2.9 2.1 4.1 TN 38.1
25.67 a 6.04 d 24.73 ab 14.00 cd 23.90 abc 15.15 bcd 14.58 bcd 10,19 39.49
144
Jumlah polong /5 tan. contoh 57.1 76.1 63.0 70.2 62.7 71.7 65.0 TN 23.9
Brt biji krg (g/5 tan. contoh) 35.38 48.45 40.15 46.75 41.97 50.25 42.10 TN 23.03
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Tabel 6. Rata-rata hasil biji kering dan perkiraan hasil yang dapat diselamatkan. Banjarnegara, lahan sawah, MK. 2006. Perlakuan 1. T1 2. T2 3. T3 4. T4 5. T5 6. T6 7. T7 LSD 5% KK (%)
Hasil biji kering (kg/4 m2) t/ha 0,6175 c 1,544 1,508 a 3,770 0,7963 c 1,991 1,214 b 3,035 0,7538 c 1,885 0,7138 c 1,785 0,875 c 2,188 281,2 20,45
*) Dihitung berdasarkan rumus :
Hasil yang dapat diselamatkan (%)*) 0 59 22 49 18 13 29 -
Tn T 1 x100% T1
4,0
Hasil kac.hijau (T/ha)
3,5 3,0 y = -1,3857Ln(x) + 6,1668 R2 = 0,7809
2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 0
5
10
15
20
25
30
Intensitas serangan polong (%)
Gambar 1. Bentuk hubungan antara intensitas serangan hama polong M. Testulalis dengan hasil biji kering kacang hijau. Banjarnegara - lahan sawah, MK. 2006
Berdasarkan sidik ragam regresi apabila intensitas serangan polong (sebagai variabel x dalam bentuk Ln) dan hasil biji kering (sebagai variabel y) dihubungkan, akan diperoleh suatu bentuk hubungan logaritmis yang dilukiskan dengan persamaan : Y = -
1.3857 Ln(X) + 6.1668; R2 = 0.7809; r = 0.8836 (Gambar 1). Kecuali faktor hama, insektisida secara tidak langsung juga berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Hasil penelitian membuktikan bahwa tanaman kedelai pada kondisi tanpa serangan hama yang
145
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
diaplikasi insektisida memberikan pertumbuhan vegetatif dan generatif yang cenderung lebih baik bila dibanding tanaman kedelai yang tidak mendapat aplikasi insektisida (Indiati, 2006).
integrated pest management. In Advances in Cowpea Research (B. B. Singh, D. R. Mohan Raj, K. E. Dashiell and L. E. N. Jackai eds). International Institute of Tropical Agriculture, Ibadan and Japan International Research Center for Agricultural Sciences, Tsukuba, pp. 271–284.
KESIMPULAN 1. Pertumbuhan kacang hijau baik di lahan kering maupun di lahan sawah relatif baik, serangan hama yang perlu dipantau adalah penggerek polong M. testulalis, karena di lahan sawah akibat serangannya dapat menyebabkan kehilangan hasil antara 13-59 %. 2. Penggunaan insektisida lamda sihalotrin 2 ml/l seminggu sekali sejak saat pembungaan paling efektif menekan serangan hama penggerek polong. 3. Penggunaan Bt komersial (Turicide HP) 2 g/l, dan Azadiractin (ekstrak kasar dari biji mimba) 4 ml/l dapat dianjurkan karena efektivitasnya lebih tinggi dan berbeda nyata dengan kontrol, lebih ramah terhadap lingkungan walaupun efektifitasnya lebih rendah dibandingkan lamda sihalotrin.
PUSTAKA Abate, T. and J. K. O. Ampofo. 1996. Insect pests of beans in Africa: their ecology and management. Annu. Rev. Entomol. 41: 45–73. Bottenberg, H., M. Tamò, D. Arodokoun, L. E. N. Jackai, B. B.Singh and O. Youm. 1997. Population dynamics and migration of cowpea pests in northern Nigeria: implications for
146
Rahayu, B. 1990. Pengaruh Insektisida Piretroid Sintetis, Matador 25 EC dan Ekstrak Etanol Daun Azadirachta indica A. Juss terhadap Perkembangbiakan Aeolosoma hembrichi Ehr. (Annelida). Abstrak Tesis S2- Biologi. ITB. Bandung. CAB
International, 2004. Crop Protection Compendium. CAB International. Wallingford, UK.
Downham, M. C. A., M. Tamò, D. R. Hall, B. Datinon, D. Dahounto and J. Adetonah, 2002. Development of Sex Pheromone Traps for Monitoring the Legume Pod Borer, Maruca vitrata (F.) (Lepidoptera: Pyralidae). Pp. 124–135. In: C. A. Fatokun, S. A. Tarawali, B. B. Singh, P. M. Kormawa and M. Tamò (Eds): Challenges and Opportunities for Enhancing Sustainable Cowpea Production. International Institute of Tropical Agriculture, Ibadan. Indiati. 2006. Pengaruh aplikasi beberapa insektisida kimia dan bahan nabati terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai. Laporan Teknis Balitkabi tahun 2006. Balitkabi, Malang. Jackai, L.E.N. (1995). Integrated pest management of borers of cowpea and beans. Insect Sci. Applic. (16): 237–250.
ISSN 1410-0029 Jurnal Penelitian dan Informasi Pertanian “Agrin” Vol. 11 No. 2, Oktober 2007
Liao C. T. and Lin C. S. 2000. Occurrence of the legume pod borer, Maruca testulalis Geyer (Lepidoptera: Pyralidae) on cowpea (Vigna anguiculata Walp) and its insecticides application Trial. Plant Prot. Bull. (42): 213-222 Shanower, T. G., J. Romeis and E. M. Minja. 1999. Insect pests of pigeonpea and their management. Annu. Rev.Entomol. (44): 77–96. Singh, S. R., L. E. N. Jackai, J. H. R. dos Santos and C. B. Adalla. 1990.
Insect Pests of Cowpea. In: S.R. Singh (Ed): Insect Pests of Tropical Food Legumes. John Wiley & Sons, Chichester. Tanzubil, P.B. 2000. Field evaluation of neem (Azadirachta indica) extracts for control of insect pests of cowpea in Northern Ghana J. Trop. Forest Products 6(2): 165-172 Untung 1991. Dasar-dasar Pengelolaan Hama Terpadu. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada.
147