LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007
Pengembangan Program PRIMA TANI
Oleh : Tahlim Sudaryanto Rudy Sunarja Rivai Syahyuti Herman Supriyadi Hendiarto Budi Wiryono PM
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2007
Ringkasan Eksekutif
PENGEMBANGAN PROGRAM PRIMA TANI
Pendahuluan 1. Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian) telah dijalankan di Badan Litbang Pertanian, semenjak tahun 2005, yang dilatarbelakangi oleh lambatnya proses difusi hasil inovasi dan teknologi dari lembaga penelitian ke petani pengguna. Dari pelaksanaan selama dua tahun (2005-2006) telah diperoleh berbagai perkembangan yang positif. Meskipun demikian, BPTP sebagai motor pelaksana di lapangan menghadapi berbagai hambatan yang perlu didukung dan didampingi oleh institusi yang kompeten, khususnya permasalahan yang berkaitan dengan bidang sosial ekonomi pertanian. Permasalahan tersebut selain disebabkan oleh kelemahan internal BPTP, adalah karena Prima Tani merupakan pendekatan baru, dan bahkan merupakan paradigma baru di Badan Litbang Pertanian, sehingga pemahaman pelaksana dalam pelaksanaannya tidak berjalan memuaskan. Pembinaan dan pendampingan sangat dibutuhkan untuk mengawal petugas di lapangan sehingga kegiatan dapat berjalan secara tepat, efisien, dan sistematis. 2. Sebagai sebuah konsep baru terbukti banyak menghadapi kendala dan tantangan ketika diimplementasikan pada kondisi riel yang memiliki keragaman yang tinggi mulai dari karakteristik agroekosistemnya, sosial ekonomi masyarakatnya, kelembagaan birokrasi pelaksananya, serta ketersediaan sarana dan prasarana wilayahnya. Alasan inilah yang mendasari kegiatan ini. Alasan lainnya adalah karena permasalahan kelembagaan, sebagai bagian pokok dari permasalahan aspek sosial ekonomi, merupakan kendala yang banyak dihadapi selama ini. Karena itulah dibutuhkan pendampingan mulai dari bagaimana mengenali permasalahan kelembagaan, menyusuan rancang bangun untuk inovasi kelembagaan, serta mengimplementasikan penumbuhan dan penguatan kelembagaan di lokasi Prima Tani.
Tujuan dan Keluaran 3. Tujuan kegiatan ini adalah: (1) Membantu BPTP DI Yogyakarta, Sulut dan NTB dalam pelaksanaan Prima Tani, khususnya dalam hal menyempurnakan hasil identifikasi permasalahan, menyempurnakan rancang bangun AIP, melakukan baseline survey bersama-sama tim pelaksana, serta mengimplementasikan pengembangan kelembagaan; (2) Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Prima Tani di propvinsi DI Yogyakarta, Sulut dan NTB; (3) Membantu dan menyempurnakan tahapan kegiatan implementasi Prima Tani untuk seluruh BPTP yang memerlukan pendampingan aspek sosial ekonomi pertanian; dan (4) Mempelajari dan merumuskan pembelajaran dari pelaksanaan Prima Tani di propinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi Tengah. RE-1
4. Adapun keluaran dari kegiatan ini adalah: (1) Meningkatnya kemampuan staf pelaksana Prima Tani di propinsi DI Yogyakarta, Sulut dan NTB dalam pelaksanaan Prima Tani, khususnya dalam hal identifikasi permasalahan, menyempurnakan rancang bangun AIP, melakukan baseline survey, serta mengimplementasikan pengembangan kelembagaan; (2) Diperolehnya informasi dan permasalahan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Prima Tani di propvinsi DI Yogyakarta, Sulut dan NTB; (3) Lebih sempurnanya tahapan kegiatan implementasi Prima Tani di tingkat lapangan; (4) Diperolehnya berbagai bentuk pembelajaran dari pelaksanaan Prima Tani di propinsi Sumatera Utara, Jawa Tengah, Bali dan Sulawesi Tengah.
Tinjauan Pustaka 5. Prima Tani merupakan sebuah upaya pemberdayaan masyarakat yang berbasiskan kepada sumberdaya setempat, dan menggunakan pendekatan partisipatif. Pada akhirnya, kegiatan Prima Tani sebagai sebuah bentuk program pengembangan ekonomi masyarakat pedesaan, maka indikator keberhasilan utamanya adalah meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani peserta program. 6. Untuk itu, selain mengintroduksikan teknologi pertanian yang terunggul, kelembagaan utama yang dibangun dalam program Prima Tani adalah sebuah model agribisnis industrial Pedesaan (AIP) yang sesungguhya merupakan usaha pertanian dengan ditunjang oleh berbagai lembaga pendukungnya yang terkait secara institusional. Untuk mewujudkan inovasi teknologi dibutuhkan penguatan kelembagaan berupa dukungan jaringan kelembagaan pemerintahan, ekonomi, dan sosio-budaya setempat; sistem organisasi usaha yang dapat dikelola oleh masyarakat pedesaan setempat; program kerja yang telah tersosialisasi dan diterima dengan baik oleh masyarakat pedesaan; serta dukungan kebijakan dari pemerintah daerah setempat. 7. Satu faktor yang harus diperhatikan dalam kegiatan pendampingan adalah faktor waktu. Untuk mewujudkan perubahan yang otonom di masyarakat membutuhkan waktu pendampingan yang lebih panjang, mengingat degradasi paradigma lama yang dianut sekelopok orang hanya akan terjadi secara gradual pula, yakni berubah sedikit demi sedikit. Selama kegiatan pendampingan, fasilitator harus senantiasa melakukan improvisasi dan inovasi, baik dalam hal penguatan substansi di masyarakat maupun dalam teknis aplikasinya di lapangan, dimana hal tersebut tentu membutuhkan waktu yang lebih lama pula. 8. Pendampingan tidak dapat diabaikan. Dari pengalaman, ketika kegiatan dilakukan dalam skala kecil dengan support dana dan pendampingan cukup, ternyata bisa berhasil. Namun, ketika kegiatan dimasalkan, dan kegiatan pendampingan menjadi kurang intensif, hasilnya lebih banyak yang gagal. Pada prinsipnya, pendampingan juga merupakan aktifitas pokok dalam konteks Community Development. Tujuan
RE-2
utama CD adalah kemandirian, dengan titik berat pada proses (process goals). Ini bertolak dari asumsinya bahwa ada kesenjangan relasi dan kapasitas dalam memecahkan masalah secara demokrastis, dan bertolak dari keyakinan bahwa komunitas berbentuk tradisional statis. 9. Lembaga-lembaga petani merupakan wadah yang paling banyak dipakai dalam kegiatan pembangunan dan pemberdayaan di desa. Selama ini, pemerintah telah mengintroduksikan berbagai lembaga ke desa-desa untuk menjalankan sistem agribisnis. Satu lembaga dapat menjalankan berbagai fungsi agribisnis, dan sebaliknya satu fungsi juga dapat dijalankan oleh lembaga yang berbeda.
Kerangka Pemikiran 10. Dari pengalaman 2 tahun kegiatan Prima Tani, masih banyak dijumpai kelemahankelemahan, khususnya dari aspek sosial ekonomi pertanian. Pada intinya, Prima Tani berupaya membangun model percontohan sistem dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif yang memadukan sistem inovasi dan sistem agribisnis, sehingga mampu meujudkan suatu model terpadu Penelitian – Penyuluhan – Agribsinis – Pelayanan Pendukung (Research – Extention – Agribusiness – Supporting Service Linkages). Dalam kegiatan Prima Tani, dilakukan rekayasa kelembagaan dengan segala aspeknya. 11. Kompleksitas permasalahan dan kebutuhan teknologi yang bersifat spesifik lokasi serta perlunya koordinasi dan integrasi antar institusi terkait, mendorong perlunya pendampingan teknologi dari sumber teknologi itu sendiri (Puslit/Balit) terhadap BPTP sebagai pelaksana utama program Prima Tani di daerah. Kegiatan Prima Tani yang pelaksanaannya langsung dilakukan oleh staf BPTP sebagai pendamping kegiatan, membutuhkan bimbingan dan arahan dari lembaga-lembaga lain di atasnya. 12. Pendampingan dari sosial ekonomi, khususnya tentang inovasi kelembagaan, merupakan hal yang esensial dalam Prima Tani. Pengalaman 2 tahun Prima Tani (2005-2006) menunjukkan bahwa hal ini masih merupakan titik lemah yang belum digarap dengan tegas dan sistematis. Pengembangan kelembagaan baru dimaknai sebatas pembentukan lembaga-lembaga petani, seperti kelompok tani dan koperasi. Demikian pula untuk kegiatan pemenuhan informasi yang mengandalkan hanya kepada Klinik Agribisnis. 13. Pendampingan dilakukan dalam beberapa bentuk dan tahapan. Pelaksana lapangan pada hakekatnya adalah staf BPTP dan stakeholders setempat, sehingga kepada level inilah pendampingan dari PSE-KP akan dilakukan. Namun, pada kondisi tertentu keterlibatan langsung di lapangan juga dimungkinkan, khususnya untuk permasalahan yang berkenaan langsung dengan kapasitas Tim Penyelia atau Pendamping.
RE-3
Pendekatan kegiatan 14.
Kegiatan pendampingan ini dilakukan di atas prinsip-prinsip partisipatif dengan pelaksana kegiatan di lapangan. Dalam kegiatan mengumpulkan data dan kondisi kegiatan dan lapangan secara umum, diterapkan prinsip-prinsip triangulasi untuk memperoleh kehandalan informasi yang dikumpulkan. Informasi yang terkumpul merupakan langkah pertama dalam kegiatan pendampingan. Sumber informasi sangat beragam berupa interview, diskusi, dan observasi. Seluruh tahapan proses akan dipelajari, dengan penekanan kepada partisipasi seluruh pelaku, berpedoman kepada panduan program yang telah disusun dan didistribusikan.
15.
Dalam kegiatan pendampingan, Tim akan terlibat secara penuh dalam seluruh tahapan kegiatan. Pendampingan akan difokuskan kepada pengembangan kelembagaan ekonomi pedesaan, khususnya kelembagaan-kelembagaan yang tercakup dalam Laboratorium Agribisnis di lokasi kegiatan Prima Tani. Pada hakekatnya kegiatan ini terdiri atas 3 bentuk yaitu: (1) kegiatan pendampingan terhadap pelaksana lapangan dan masyarakat, (2) Workshop dengan berbagai pihak yang terlibat dalam Prima Tani, dan (3) Studi pembelajaran pelaksanaan Prima Tani 2005-2006 dalam rangka memperoleh masukan kritis untuk menyempurnakan konsep dan implementasi kegiatan Prima Tani di Sumut, Jateng, Bali, dan Sulteng.
Ruang Lingkup Kegiatan 16.
Pada pokoknya yang menjadi objek utama kegiatan ini adalah seluruh komponen kelembagaan yang terlibat, serta seluruh tahapan pelaksanaan dan aspek manajemen pelaksanaan. Pendampingan mulai dari aspek perencanaan sampai implementasi. Sesuai dengan mandat dan tupoksi PSE-KP, maka dalam kegiatan pendampingan program Prima Tani juga membantu Propinsi diluar pembinaannya.
Metoda Analisis 17.
Dialkukan dua jenis analisis yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif diarahkan pada tiga komponen pokok, yaitu input, proses dan output dari empat aspek utama yang dikaji (penciptaan teknologi, diseminasi dan adopsi teknologi, pengembangan agribisnis, serta dampak pengembangan inovasi/teknologi). Dalam analisis kualitatif ini dilihat keragaan, kendala/hambatan dan persepsi yang dimiliki oleh penerima manfaat Prima Tani. Analisis kuantitatif diarahkan untuk melihat kelayakan teknologi unggulan yang dihitung atas dasar household farm analysis.
18.
Dalam mempalajari lembaga di tingkat petani digunakan analisis kelembagaan (Institutional Analisys) dengan metode Rapid Organizational Assessment (ROA).
RE-4
Aspek-aspek yang diperhatikan adalah kinerja organisasi (Organizational Performance), kemampuan organisasi tumbuh di lingkungannya (The Enabling Environment and Organizational Performance), motivasi organisasi (Organizational Motivation), dan kapasitas organisasi (Organizational Capacity). Selain itu juga dilakukan analisis Kelayakan Teknologi dengan menggunakan partial budgeting analysis.
Pendampingan Pelaksanaan Prima Tani 19.
Di Propinsi DI Yogyakarta, tim Penyelia PSEKP ikut memberi masukan dalam seminar proposal kegiatan BPTP tahun 2007. Dalam seminar ini dilakukan pembahasan secara kritis terhadap proposal yang sudah disusun, mulai dari aspek bahasa, sistematika, konsistensi dan metodologi. Untuk penyempurnaan laporan PRA dan rancang bangun Primatani, tim terlibat dalam penyempurnaan laporan. Tim Primatani PSE-KP dibantu Tim Teknis Primatani Pusat membantu seluruh tim dengan mendiskusikan secara bersama-sama bagaimana melengkapi kegiatan PRA serta menyusun laporan PRA secara lebih baik. Dalam pendampingan ini dilakukan beberapa kali pertemuan dengan manajer dan seluruh penanggung jawab Primatani, serta juga dibahas rencana dan jadwal kegiatan secara umum, mulai dari sosialisasi dan perkenalan Pemandu Teknologi kepada masing-masing Pemerintah Daerah Tingkat II, rencana pertemuan atau jadwal global pendampingan selanjutnya selama setahun.
20.
Sepanjang tahun 2007, Tim Penyelia PSEKP membantu dalam dua kali peresmian klinik agribsinis, yaitu Kabupaten Kulon Progo dan di Gunung Kidul. Klinik agribisnis ini disamping berfungsi sebagai pusat informasi bagi petani juga sebagai base camp bagi para manajer, pemantek, peneliti, teknisi dan penyuluh dalam mengawal program Prima Tani.
21.
Dalam pelaksanaan sosialisasi Program Prima Tani dengan Bupati Kabupaten Sleman, tanggapan Bupati sangat positif yaitu dengan menunjuk Kepala Bappeda sebagai ketua tim teknis di tingkat kabupaten. Untuk menindak lanjuti atas tanggapan bupati tersebut maka ketua Bappeda mengundang Kepala BPTP untuk memaparkan detailnya program Prima Tani yang akan dilakukan di Kabupaten Sleman. Pesertanya selain dari Bappeda sendiri juga dari dinas terkait, kelompok tani dari calon lokasi Prima Tani, Penyuluh dan dari perguruan tinggi yaitu dari Fakultas Biologi dan Pertanian UGM serta dari Fakultas Pertanian UPN.
22.
Tim juga terlibat dalam upaya peningkatan koordinasi dan sinergi dengan Bupati Gunung Kidul. Pertemuan dengan Bupati dihadiri oleh para Kepala Dinas terkait dan Staf BPTP. Dari pertemuan dengan Bupati, beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah perlunya perbaikan pola pertanaman karena selama ini pemanfaatan lahan belum optimal, perlu diusahakan pakan ternak dari limbah budidaya pertanian termasuk kulit kacang tanah dan lain-lain
RE-5
23.
Di di propinsi Sulawesi Utara, Untuk kegiatan tahun 2007, studi pemahaman wilayah secara komprehensif menggunakan metode PRA telah dilakukan sejak akhir tahun 2006. Dari hasil kegiatan ini, dirumuskan rancang bangun laboratorium agribisnis sebagai wujud kesepakatan antara masyarakat dengan pelaksana. Draft rancang bangun tersebut disempurnakan lagi melalui pertemuan sosialisasi dengan kalangan Pemerintah Daerah di tingkat kabupaten maupun propinsi.
24.
Tim penyelia PSEKP terlibat dalam penyempurnaan rancang bangun, yang dilakukan di ruang pertemuan BPTP Sulut dan dihadiri lebih kurang 40 peserta. Meskipun keempat tim sudah menyusun rancang bangun untuk masing-masing lokasi, namun terlihat kekurangan yang masih banyak dalam dokumen tersebut, di antaranya adalah ketidaklengkapan data pendukung, ketidakjelasan bentuk dan pendekatan aktifitas di lapangan, serta ketidakkonsistenan antara pengembangan teknologi dengan kelembagaan. Teknologi yang akan diintroduksikan belum detail dalam hal karakteristiknya, luas skala adopsi, petani kooperator, serta pelaksananya. Demikian pula halnya dengan rancangan kelembagaan. Tim Penyelia memberikan contoh sekaligus petunjuk penyusunan rancang bangun yang aplikatif.
25.
Di Kabupaten Bolaang Mongondow dan Kota Tomohon, Tim PSEKP terlibat dalam sosialisasi dengan Pemda setempat. Pertemuan dalam rangka soialisasi tersebut dihadiri para Kepala Bagian/Subdin dari Dinas terkait dan Staf BPTP yang bertugas melaksanakan Prima Tani di Kabupaten Bolaang Mongondow, termasuk Pemandu Teknologi, Penyelia dan Tim Teknis Pusat. Dari pertemuan tersebut disadari perlunya ditingkatkan koordinasi dan kerjasama dengan Penyuluh Pertanian di tingkat lapang. Pada sambutannya Walikota Tomohon menyambut baik Prima Tani di Kabupaten Bolaang Mongondow, dan akan melakukan koordinasi dengan jajaran Pemerintah Daerah Kabupaten Bolaang Mongondow, termasuk dengan instansi terkaitdengan harapan agar Prima Tani dapat mengembangkan agribisnis yang merupakan pendekatan baru dalam rangka diseminasi hasil ionvasi teknologi pertanian.
26.
Dalam konteks monev di Kabupaten Minahasa Selatan dan Bolaang Mongondow, telah dilakukan pengumpulan data dan informasi secara langsung ke BPTP Sulawesi Utara berupa hasil PRA dan laporannya, rancang bangun laboratorium agribisnis dan beberapa informasi mengenai rencana pelaksanaan Prima Tani kedepan. Kunjungan ke lokasi Prima Tani di Propinsi Sulawesi Utara hanya akan dilakukan di dua lokasi, yaitu Desa Ongkaw, Kabupaten Minahasa Selatan yang mulai dibangun tahun 2006 dan Desa Cempaka di Kabupaten Bolaang Mongondow yang mulai dibangun tahun 2007, dengan persiapan tahun 2006 akhir (mewakili Prima Tani 2007). Di Desa Ongkaw, dilakukan wawancara kelompok dengan kelompok tani peserta kegiatan Prima Tani. Wawancara difokuskan pada hasil kemajuan kegiatan Prima Tani yang telah dilaksanakan mulai tahun 2006 sampai saat kunjungan dilakukan. Sedangkan di Desa
RE-6
Cempaka, digali informasi dan data dari pengurus kelompok tani, pejabat desa serta kunjungan lapang. Hasil pembahasan dan pengamatan lapang dibandingkan dengan rancang bangun laboratorium agribisnis yang sudah disusun. 27.
Selanjutnya, untuk kegiatan pendampingan di propinsi Nusa Tenggara Barat, telah dilakukan sosialisasi dan pendampingan rancang bangun laboratorium agribisnis. Sosialisasi rancang bangun primatani lebih diarahkan kepada pemahaman bersama antara tim teknis, penyelia dan pelaksana Primatani di BPTP. Rancang bangun yang telah disusun selama ini hampir keseluruhan berdasarkan hasil PRA yang sudah dilaksanakan sebelumnya. Base line survey belum bisa menjadi acuan karena laporannya belum seselai. Rancang bangun belum sepenuhnya partisipatif dan belum merupakan milik masyarakat. Hal ini terlihat dari respon masyarakat terhadap Primatani yang cenderung menunggu apa lagi kegiatan yang akan dijalankan. Rancang bangun yang sudah dibuat dan telah mengalami perbaikan setelah sosialisasi bulan Juni lalu, perlu dilihat kembali sejauh mana perbaikan yang sudah dilakukan.
28.
Dalam upaya penyempurnaan rancang bangun, dipelajari semua dokumen rancang bangun yang sudah disusun oleh tim pelaksana Primatani di 8 desa. Kenyataan menunjukkan bahwa setelah sosialisasi bulan yang lalu, rancang bangun belum banyak mengalami perubahan untuk perbaikan. Alasan petugas adalah karena banyaknya kesibukan pengkajian lainnya. Untuk perbaikan secara menyeluruh diperlukan waktu yang khusus dengan pendampingan dari tim teknis atau penyelia. Isi rancang bangun cukup bervariasi, ada yang sedikit hanya berisi program-program secara singkat, ada juga yang isinya cukup komprehensif dan panjang lebar.
Workshop Pemantapan Pelaksanaan Penyeliaan Kegiatan Prima Tani 29.
Sepanjang tahun 2007 dilakukan dua kali workshop, yaitu Workshop untuk pembekalan Pemandu Teknologi di bidang sosial ekonomi dan kelembagaan, serta workshop Pemantapan Pelaksanaan Penyeliaan Kegiatan Prima Tani. Workshop untuk pemnadu pada hakekatnya merupakan pembekalan dan persamaan persepsi diantara para pelaksana tentang ruang lingkup dan materi pokok pengembangan Prima Tani. Dari kegiatan workshop ini, peserta workshop memperoleh manfaat yaitu dapat lebih memahami konsep Prima Tani dan implementasinya di lapangan, serta tumbuhnya kepercayaan dan motivasi terhadap bidang tugas yang akan menjadi tanggung jawabnya, baik bertugas dalam pendampingan maupun pemandu teknologi pertanian di lokasi Prima Tani. Kegiatan workshop ini, selain diberikan materi – materi berupa konsep Prima Tani, peserta juga diajak aktif berdiskusi untuk memberikan masukan ataupun pemikiran yang positif terhadap pengembangan Prima Tani.
RE-7
30.
Selanjutnya, pada workshop ”Pemantapan Pelaksanaan Penyeliaan Kegiatan Prima Tani” terdapat tujuh materi pokok yang dibahas dalam workshop ini, yaitu : (1) Kegiatan penyeliaan dan perkembangannya; (2) Pengalaman penyeliaan Prima Tani oleh PSEKP di Propinsi DI Yogjakarta, NTB dan Sulut; (3) Pengalaman penyeliaan/pendampingan terhadap BPTP dalam kegiatan penelitian, pengkajian dan diseminasi teknologi; (4) Pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan partisipatif; (5) Kebutuhan BPTP dalam kegiatan penyeliaan Prima Tani di Propinsi DI Yogjakarta; (6) Kebutuhan BPTP dalam kegiatan penyeliaan Prima Tani di Propinsi NTB dan (7) Kebutuhan BPTP dalam kegiatan penyeliaan Prima Tani di Propinsi Sulut. Setelah dua tahun lebih penyelenggaraan Prima Tani, dirasakan masih terdapat perbedaan persepsi dan pemahaman pelaksana baik dalam hal konsep maupun penyelenggaraannya, termasuk pada kegiatan kepenyeliaan dan pemanduan teknologi. Perbedaan persepsi ini sangat menentukan dalam penyelenggaraan Prima Tani di daerah, dan berdampak pada bervariasinya kinerja yang dicapai. Peserta workshop setuju perbedaan persepsi dan pemahaman tersebut perlu diluruskan dan di upayakan solusinya. Selain melalui workshop seperti yang saat ini dilakukan, juga dapat disebarluaskan dengan menyusun panduan/pedoman, juklak dan juknis dari berbagai kegiatan utama Prima Tani, termasuk kepenyeliaan Prima Tani.
31.
Terungkap dalam diskusi beberapa kendala penting yang dihadapi penyelia. Kendala administrasi dan manajemen mencakup komunikasi yang terbatas antara penyelia dengan BPTP, koordinasi yang belum optimal, panduan umum penyeliaan belum tersedia, otoritas penyelia lemah dihadapan BPTP, belum ada indikator dalam menilai keberhasilan tugas penyelia, serta blokir dan pemotongan anggaran di tahun 2007.
32.
Harapan BPTP kepada penyelia ditahun mendatang adalah membantu dalam pelaksanaan dan analisa survai base line, membantu dalam pengembangan kelembagaan Prima Tani di tingkat usahatani, membantu dalam koordinasi dan advokasi kegiatan Prima Tani, terutama pada lokasi Prima Tani tahun 2007, melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala, dan pengembangan model Prima Tani ke lokasi lainnya dalam tahapan pemasalan.
Pembelajaran Pelaksanaan Prima Tani 2005 di Propinsi Sumut, Jateng, Bali, dan Sulteng 33.
Dari studi di Desa Siparepare (Sumut) ditemukan bahwa kegiatan Prima Tani secara nyata baru dilakukan pada tahun 2006, sedang pada tahun 2005 digunakan untuk persiapan–persiapan dalam bentuk sosialisasi, pemilihan lokasi, PRA dan Base Line Survey yang cukup menyita waktu. Bahkan implementasi kegiatan dilapangan baru dapat berjalan setelah bulan september, karena keterlambatan pencairan dana DIPA. Dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan Prima Tani pada umumnya cukup tanggap dan baik. RE-8
Prima Tani berhasil mengintroduksikan inovasi teknologi, membina dan memotivasi kelembagaan kelompok tani untuk bangkit dan menumbuhkan kelembagaan penunjangnya, sehingga mereka dapat mengadopsi inovasi komponen teknologi yang diperbaiki (PTT padi sawah) dan sudah mulai mengadopsi inovasi paket teknologi introduksi (seperti pengembangan semangka). 34.
Pengembangan Prima Tani menjadi kelembagaan agroindustrial pedesaan (AIP) memerlukan waktu, partisipatif, kepercayaan masyarakat, pelayanan, pembinaan terpadu secara intensif, jaminan keberhasilan dan manfaat bagi masyarakat. Hal ini karena kondisi masyarakat petani masih perlu banyak pemberdayaan. Disamping itu, masalah utama dalam pengembangan kelembagaan AIP adalah sulitnya membuat keterkaitan yang saling menguntungkan antar kelembagaan, aturan main yang kurang jelas, lemahnya dukungan kebijakan, mental pasif dari masyarakat dan belum jelasnya tolok ukur keberhasilan.
35.
Agar dalam pelaksanaan mengembangkan Prima Tani dapat terlaksana sesuai rancang bangun yang dibuat maka perlu untuk dilihat dan disusun kembali secara lebih jelas peran, keterkaitan dan langkah–langkah pengembangannya sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Untuk memudahkan evaluasi, sebaiknya target yang ingin dicapai dalam roadmap harus jelas tolok ukurnya, maka dalam melaksanakannya perlu ada dokumen dari semua kegiatan yang dilakukan baik dana yang digunakan, pengelolaannya, kegiatannya sendiri dan output yang dihasilkan dari kegiatan tersebut.
36.
Pembentukan lembaga, apalagi lembaga Kelompok Kolaborasi, perlu pendekatan yang sangat partisipatif dari seluruh masyarakat, dan hindari dominasi sedikit elit saja. Khusus untuk lembaga yang sifatnya sekunder (representatif dan koordinatif), pembentukan dan manajemen operasionalnya tetap membutuhkan partisipasi warga, meskipun secara tidak langsung.
37.
Di Kabupaten Magelang (Jateng), berdasarkan faktor – faktor keberhasilan dan beberapa kelemahan yang ada tersebut disarankan adanya tindak lanjut untuk keberlanjutan usaha ternak sapi potong yaitu perlu ditinjau kembali apakah model kelompok atau rumah tangga yang sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Peternak hendaknya diberi keleluasaan memilih model usahatani ternak potong yang sesuai. Dikawatirkan bahwa sistem kandang kelompok yang ada hanya merupakan model percontohan bukan model yang diinginkan masyarakat. Hal ini yang menggambarkan belum optimalnya PRA yang dilaksanakan di Prima Tani Magelang. Perlu dijajagi model usaha ternak terpadu skala rumah tangga, karena kemungkinan besar skala rumah tangga lebih bisa diterima masyarakat petani secara luas, tentunya dibawah pembinaan Gapoktan sebagai lembaga usaha bersama.
38.
Respon dan partisipasi aktif masyarakat Banyuroto distimulasi oleh kemampuan tokoh masyarakat untuk ikut memberikan pemahaman, pandangan ke depan (cita
RE-9
– cita) dan kesadaran kepada anggota masyarakat. Sehingga kelompok tani dapat termobilisasi, khususnya di kelompok penggemukan sapi. Kelembagaan yang ada di tingkat desa sebelum program aksi Prima Tani masih bersifat sosial dan budaya, belum mengarah kepada lembaga usaha pertanian. Koordinasi dan integrasi dengan instansi terkait sangat diperlukan untuk pengembangan Prima Tani dan ini akan efektif kalau penentu kebijakan BPTP proaktif mengikuti dan siap membantu perencanaan pembangunan pertanian daerah. 39.
Secara umum kegiatan sosialisasi, sesuai identifikasi wilayah dan rancang bangun sudah dilaksanakan dengan baik dan partisipatif, hal yang perlu mendapat perhatian adalah bagaimana mengambil manfaat dari umpan balik yang ada. Respon petani terhadap kelembagaan AIP di Magelang cukup baik selain karakter masyarakat yang mudah menerima pembinaan juga menaruh harapan besar untuk keberhasilan dengan pendekatan Prima Tani yang intensif dan partisipatif.
40.
Faktor yang masih dianggap kelemahan dalam pengembangan Prima Tani di desa ini adalah kurang efektifnya lembaga penyuluhan didesa, kurang matangnya uji kelayakan teknbologi yang diintroduksikan, kurangnya antisipasi terhadap keberlanjutan pengembangan AIP, kurangnya kaderisasi pengurus kelompok tani dan usaha, kurangnya upaya pemberdayaan kelembagaan, dan kurangnya jaminan pemasaran produk pertanian dan hasil olahannya.
41.
Untuk pembelajaran di Bali, terlihat bahwa dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan Prima Tani pada umumnya cukup tanggap dan baik. Namun agar dukungan tersebut kontinyu, perlu ada pembuktian terlebih dahulu bahwa inovasi tersebut dapat meningkatkan produksi dan pendapatan. Prima Tani berhasil mengintroduksikan inovasi teknologi, membina dan memotivasi kelembagaan kelompok tani untuk bangkit dan menumbuhkan kelembagaan penunjangnya, sehingga mereka dapat mengadopsi inovasi teknologi yang ditawarkan.
42.
Belum disusun analisis inovasi teknologi dan kelembagaan untuk mencapai roadmap dalam rancang bangun laboratorium agribisnis, sehingga kegiatan SUID dan pengembangan AIP belum dapat diuraikan secara jelas. Pencapaian target roadmap laboratorium agribisnis hanya sekedar perkiraan saja. Kwalitas penerapan inovasi paket teknologi yang sama diantara keempat lokasi Prima Tani masih bervariasi. Selain masalah teknis (pengetahuan, kemampuan,dan keterampilan manager), juga masalah lemahnya pengelolaan menjadi pelaksanaanya kurang optimal. Lemahnya pengelolaan pemasaran untuk pengembangan AIP merupakan hal yang perlu mendapat perhatian.
43.
Dalam rancang bangun laboratorium agribisnis, investasi pembangunan sarana produksi yang membutuhkan modal selektif besar tidak/belum dianalisis kelayakan investasinya. Dengan pola produksi pakan konsentrat sapi jauh dibawah kapasitas terpasangnya, maka setelah dihitung kelayakan investasinya
RE-10
dalam jangka 10 tahun kedepan akan mengalami kerugian yang cukup besar, apabila sistim pengelolaan tidak diperbaiki. 44.
Agar dalam pelaksanaan mengembangkan Prima Tani dapat terlaksana sesuai rancang bangun yang dibuat maka perlu untuk dilihat dan disusun kembali secara lebih jelas peran, keterkaitan dan langkah–langkah pengembangannya sehingga tujuan yang ingin dicapai dapat terpenuhi. Agar kelayakan investasi pengembangan pabrik pakan konsentrat di Buleleng tidak mengalami kerugian, maka perlu diupaya kan peningkatan produksi mendekati kapasitas terpasangnya, untuk itu pangadaan bahan lokal sertifikat nutrisi pakan, dan perluasan pasar harus dilakukan, selain memperbaiki sistim pengelolaan pabrik pakan.
45.
Di Kabupaten Parigi Moutong (Sulteng), di awal perencanaan Prima Tani tahun 2005, para pelaksana di tingkat lapang sering mengalami kebingungan dan keraguan, mengingat Panduan dan Juklak Prima Tani yang diterbitkan belum memberikan kejelasan dan pemahaman yang memadai dalam konsep maupun pelaksanaan. Uraian inovasi teknologi dalam rancang bangun belum lengkap dan jelas, baik dari segi pemahaman, pentahapan apalagi tentang analisa target roadmap.
46.
Penangkaran benih padi berlabel dan bermutu di Parigi Moutong ternyata bukan merupakan bagian dari kegiatan kelompok Prima Tani tetapi usaha perorangan atas nama kelompok. Jaringan kelembagaan pemasaran benih padi bermutu di wilayah ini belum terbentuk, karena belum ada kerjasama kelembagaan dan perencanaan pengembangannya. Langkah–langkah pengembangan dalam rancang bangun kelembagaan belum terakomodasi secara jelas. Pengembangan kelembagaan kelompok tani cenderung tertumpu dan tergantung pada seorang tokoh dalam lembaga tersebut, sehingga proses demokrasi dan alih kepemimpinan serta kepengurusan kurang berjalan dengan baik. Perlu direncanakan kembali pengembangan penangkar benih padi yang telah mempunyai segmen pasar di lokasi Prima Tani. Keberhasilan dalam penerapan budidaya produksi benih padi harus disertai dengan pengembangan kelembagaan produksi dan pemasarannya. Sehingga usaha ini bukan menjadi usaha perorangan, tetapi merupakan usaha kelompok.
Kesimpulan dan Implikasi Kebijakan 47.
Dari ketiga propinsi lokasi penyeliaan PSEKP, yang seluruhnya mencakup 17 lokasi desa, sebagian besar merupakan tahun pertama kegiatan. Sehingga kegiatan pendampingan lebih fokus kepada penyusunan rancang bangun dan penyempurnaannya di lapangan. Penyusunan rancang bangun yang kurang didukung data dari pelaksanaan PRA yang memadai, menyebabkan materi dan strateginya tidak sesuai dengan kondisi lapangan secara memuaskan. Selain itu, penyusunan rancang bangun cenderung belum melibatkan petani secara
RE-11
mendalam, terutama dalam hal-hal yang bersifat lebih detail. Untuk itu, selain sosialisasi, diskusi dan respon masyarakat desa sebagai peserta kegiatan, sangat diperlukan untuk penyempurnaan rancang bangun yang disusun. 48.
Berdasarkan informasi dan diskusi dengan pelaksana, ditemukan berbagai kendala di lapangan, baik dari sisi konseptual, manajemen, maupun implementasi. Karena itu, kegiatan pendampingan menjadi berarti, karena dilakukan pada tahap-tahap awal dalam proses kegiatan Primatani yang akan berlangsung selama 5 tahun.
49.
Sebagaimana pelaksanaan tahun 2005 dan 2006, secara umum, pada petugas pelaksana Primatani yang dimulai tahun 2007 (tahun pertama), pemahaman tentang hal-hal berkenaan dengan kelembagaan belum memadai. Hal ini terlihat mulai dari hasil laporan PRA, dalam dokumen rancang bangun, maupun implementasi di lapangan. Dari pelaksanaan pembelajaran dari empat lokasi Primatani 2005 (tahun ketiga), juga ditemukan permasalahan serupa.
50.
Lebih jauh, dari kegiatan pembelajaran di empat lokasi Primatani 2005 telah berhasil diungkap berbagai kelemahan dan kendala dalam pelaksanaan. Adopsi teknologi belum berjalan secara memuaskan, dan secara umum sistematika pelaksanaan di lapangan cenderung kabur, terutama dalam target, strategi dan pencapaian adopsi teknologi inovasi maupun kelembagaan. Berbagai masukan yang diberikan langsung kepada petugas lapang, diharapkan dapat memperbaiki kinerja untuk masa selanjutnya.
51.
Meskipun banyak pihak yang sesungguhnya terlibat dalam pelaksanaan Primatani, misalnya Tim Teknis, penyelia, pemandu dan stakeholders lokal; namun tampaknya peran nyata di lapangan belum dapat diidentifikasi dengan mudah. Ke depan, manajemen pelaksana mulai dari pusat sampai daerah, dan sampai di tingkat petani, masih harus ditingkatkan. Untuk itu pembagian peran dan penyusunan jadwal keterlibatan masing-masing pihak perlu disusun setidaknya setiap awal tahun, sehingga dapat dipedomani dengan jelas.
RE-12