STRATEGI PENGEMBANGAN PRIMA TANI MENDUKUNG KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH KEPULAUAN Sjahrul Bustaman dan Yusuf Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT ABSTRAK Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian (PRIMA TANI), diinisiasi oleh Badan Litbang Pertanian di tahun 2004, saat ini telah menjadi program Departemen Pertanian dan mendapat respon dari beberapa Kabupaten / Kota yang mengalokasi dana APBDnya untuk kegiatan tersebut. Program ini menghasilkan keluaran yang bermuara pada ketahanan pangan, daya saing untuk mendapatkan nilai tambah guna meningkatkan kesejahteraan petani dan model pembangunan pertanian pedesaan berbasis inovasi teknologi. Ditahun 2007, kegiatan Prima Tani telah berada pada 200 Kabupaten / Kota, dimana BPTP Maluku baru memulai kegiatan tersebut di tiga kabupaten yaitu (1) Kabupaten Buru pada agro ekositem lahan sawah dengan komoditas padi, (2) Kabupaten Maluku Tenggara pada ekosistem lahan kering beriklim kering (ubi kayu) dan (3) Kabupaten Maluku Tengah pada agro ekosistem lahan kering beriklim basah (pala). Wilayah Maluku terdiri dari 1124 pulau, dengan luas daratan hanya sekitar 10 % yaitu 4.625.416 ha. Pulau-pulau yang ada sebagian besar adalah pulau kecil dengan memiliki karakteristik yang berbeda yang disebabkan oleh perbedaan aspek geografis, fisik iklim, sosial, budaya, etnis dan tahapan perkembangan ekonominya. Pemerintah Daerah Maluku yang memiliki 8 Kabupaten / Kota melakukan pembangunan wilayah melalui pendekatan konsep “gugus pulau”. Dari 12 gugus pulau yang ada, pemerintah Kabupaten / Kota dengan wewenang otonominya selanjutnya menjabarkan pembangunan wilayahnya berdasarkan Zona Pembangunan, sebagai contoh di Kabupaten Buru ada tiga zona pembangunan. Dalam membangun ketahanan pangan daerah yang berkelanjutan dilakukan dengan memulai membangun ketahanan pangan masyarakat desa, lebih khusus lagi pada masyarakat desa pulau-pulau kecil dan terpencil. Pembangunan pertanian difokuskan lebih pada peningkatan produktivitas hasil, kecukupan pangan untuk masyarakat lokal dan komoditas yang dikembangkan sesuai pola konsumsi masyarakat setempat. Inovasi teknologi spesifik lokasi, dan inovasi kelembagaan diharapkan dapat mengantisipasi kendala yang ada dalam membangun ketahanan pangan daerah. Pemerintah Daerah (Dinas Pertanian dan BAPEDA Kabupaten / Kota) bersama BPTP memegang peranan dalam memfasilitasi pengembangan Prima Tani pada 12 gugus pulau (8 Kabupaten / Kota) dengan memulai penguatan atau menumbuh kembangkan lembaga permodalan, penyuluhan, kelompok tani, dan sarana produksi. Kata kunci :
Prima Tani, Ketahanan Pangan, Wilayah Kepulauan. PENDAHULUAN
Badan Litbang Pertanian di tahun 2004 telah menginisiasi Prima Tani yang diimplementasikan mulai tahun 2005 di 21 kabupaten dalam 14 Provinsi. Prima Tani saat ini telah menjadi program Departemen Pertanian untuk menghasilkan keluaran yang bermuara pada ketahanan pangan, daya saing untuk mendapatkan nilai tambah guna meningkatkan kesejahteraan petani dan untuk mendapatkan model pembangunan pertanian pedesaan berbasis inovasi teknologi. Di tahun 2007, lokasi Prima tani terus ditambah seiring adanya respon positif dari Pemerintah Daerah, hingga meliputi 200 kabupaten / kota di seluruh provinsi di Indonesia. Beberapa indikasi awal keberhasilan Prima Tani di beberapa daerah terlihat dari banyaknya dukungan Pemerintah Daerah yang secara terpadu menyelaraskan programnya dengan Prima Tani, melalui pengalokasian dana khusus untuk kegiatan Prima Tani pada Dinas Pertanian. BPTP Maluku di tahun 2007 ini telah memulai kegiatan Prima Tani di 3 Kabupaten yaitu : (1) Kabupaten Buru pada agroekosistem lahan sawah dengan komoditas padi; (2) Kabupaten Maluku Tenggara dengan komoditas ubi kayu; (3) Kabupaten Maluku Tengah dengan komoditas pala, dimana yang menjadi dasar atas pemilihan lokasi Prima Tani di Maluku adalah agroekosistem dan komoditas yang telah biasa dikerjakan oleh oetani dalam suatu wilayah. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, BPTP Maluku telah menghasilkan sejumlah teknologi spesifik lokasi dan mendesiminasikan hasil
kajiannya kepada stake holder. Walaupun inovasi teknologi pertanian telah banyak dihasilkan dan pengkajiannya sendiri pun dilakukan di lahan petani (on farm) akan tetapi petani belum sepenuhnya mengadopsi inovasi teknologi sehingga produktivitas hasil masih menjadi masalah. Berbagai inovasi teknologi spesifik lokasi yang telah dihasilkan menjadi tumpuan untuk membantu mewujudkan kemandirian pangan daerah, pengembangan agribisnis dan peningkatan pendapatan petani. Pemikiran kearah bagaimana upaya mengakselerasi inovasi teknologi pertanian pada wilayah kepulauan, dalam usaha kecukupan pangan lokal perlu menjadi perhatian Pemerintah Daerah dan BPTP Maluku melalui PRIMA TANI. ARTI DAN CANGKUPAN PRIMA TANI Prima Tani adalah suatu model atau konsep baru diseminasi teknologi yang dipandang dapat mempercepat penyampaian informasi dengan bahan dasar inovasi baru yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian (Badan Litbang Pertanian, 2004). Prima Tani diharapkan dapat berfungsi sebagai jembatan penghubung antara Badan Litbang Pertanian sebagai penghasil inovasi dengan lembaga penyampaian maupun pelaku agribisnis pengguna inovasi. Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan berarti terobosan pembuka, pelopor atau inisiatif, penyampaian dan penerapan inovasi teknologi pertanian kepada dan oleh masyarakat luas. Prima Tani adalah langkah inisiatif Badan Litbang Pertanian untuk mengatasi masalah kebuntuan atau kelambanan dalam penerapan inovasi teknologi yang dihasilkannya secara luas oleh masyarakat pertanian sekaligus memperpendek waktu (lag period) yang dibutuhkan mulai dari penciptaan inovasi teknologi sampai penerapan oleh pengguna, Prima Tani hanyalah tindakan pembuka dan pelopor. Pembinaan Prima Tani harus sesegera mungkin dilepaskan kepada masyarakat dan pemerintah daerah setempat. Dengan demikian, pengembangan Prima Tani dilaksanakan dengan prinsip “bangun, operasikan, dan serahkan” (build, operate, and transfer). Inovasi Teknologi Pertanian adalah teknologi dan kelembagaan agribisnis unggul mutakhir hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian. Prima Tani merupakan wahana untuk mengintroduksikan teknologi dan kelembagaan unggul yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian. Oleh karena itu, karakteristik teknologi Prima Tani adalah teknologi unggul dan matang yang telah dihasilkan oleh Balit Komoditas maupun Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP). Dengan demikian, Prima Tani pada dasarnya ialah metode penelitian dan pengembangan yang juga salah satu modus diseminasi teknologi. (Bachrein, 2006) Dengan demikian Prima Tani dilaksanakan dengan empat strategi (Badan Litbang Pertanian, 2004): (1) Menerapkan teknologi inovatif tepat-guna melalui penelitian dan pengembangan partisipatif (Participatory Research and Development) berdasarkan paradigma Penelitian untuk Pembangunan; (2) Membangun model percontohan system dan usaha agribisnis progresif berbasis teknologi inovatif dengan mengintegrasikan system agribisnis; (3) Mendorong proses difusi dengan replikasi model percontohan teknologi inovatif. Melalui ekspose dan demonstrasi lapang, diseminasi informasi, advokasi serta fasilitasi; (4) Berbasis pengembangan dilaksanakan berdasarkan wilayah agroekosistem dan kondisi social ekonomi setempat.Pelaksanaan Prima Tani pada intinya adalah mengimplimentasi secara terbatas (unit percontohan) inovasi teknis dan kelembagaan agribisnis di lokasi. Implementasi inovasi tersebut akan mendorong perubahan pada kinerja teknologi kelembagaan dan hasil usahatani, yang dampaknya dapat diukur pada tingkat usahatani, rumah tangga sampai tingkat desa (Gambar 1) FAKTOR EKSTERNAL - Iklim - Kebijakan - Pasar
Inovasi teknis
Inovasi kelembaga an agribisnis
POTENSI Kinerja SUMBERDA teknologi YA PEDESAAN Kinerja kelembagaan agribisnis
Dampak Inovasi : - tingkat usahatani - tingkat rumah tangga - tingkat desa
Gambar 1. Kerangka Dampak Inovasi Pada Prima Tani. (Sumber : Hendayana et al, 2007) Di dalam prakteknya, adopsi inovasi teknologi oleh petani tidaklah mudah. Terbukti dari banyaknya teknologi hasil lembaga penelitian pertanian di tingkat nasional maupun regional yang belum diadopsi secara luas oleh petani (Basuki et al., 2000; Sulaiman, 2002). Disamping itu faktor kelembagaan dalam penyiapan dan penerapan teknologi, serta mekanisme penyiapan dan penerapan teknologi juga memberikan sumbangan yang besar terhadap adopsi teknologi oleh pengguna. Inovasi teknis dan kelembagaan dapat diterapkan pada seluruh bidang agribisnis, mulai dari bidang input usahatani hingga bidang pemasaran hasil pertanian (Gambar 2)
Inovasi Teknis dan Kelembagaan Melalui Prima Tani
Lembaga pendukung - Pemodalan - Penyuluhan
Sarana / prasarana produksi
Produksi pertanian
Pasca panen / pengolahan
Pemasaran hasil
Perubahan Kinerja Teknologi dan Kinerja Keseimbangan Agribisnis
Perubahan Kinerja Hasil Secara Fisik dan Finansial di Tingkat Usahatani, Tingkat Rumah Tangga Petani, dan Tingkat Desa Perubahan Keterkaitan Fungsional dan Institusional Antar Lembaga Agribisnis
Keterangan : Alur dampak Inovasi Alur kaitan timbale balik Gambar 2.
Kerangka Perubahan Kinerja Hasil Kegiatan dan Sistem Agribisnis Pedesaan Akibat Pelaksanaan Prima Tani (Sumber : Hendayana et al, 2007)
Ketika teknologi sudah diadopsi, persoalan berikutnya adalah bagaimana menyebar luaskan teknologi itu agar skala adopsinya tambah meningkat dan petani adapter lebih banyak lagi. Dalam hubungan dengan persoalan tersebut, peran diseminasi menjadi sangat strategis. Diseminasi merupakan tahapan penting dalam upaya menyebarluaskan teknologi hasil penelitian dan pengkajian pertanian. Keluaran akhir dari Prima Tani (Badan Litbang Pertanian, 2004) adalah terbentuknya unit agribisnis Industrial Pedesaan (AIP) dan Sistem Usahatani Intensifikasi dan Diversifikasi (SUID) yang merupakan representasi industri pertanian dan usahatani berbasis IPTEK di suatu kawasan pengembangan. Ada 8 elemen kelembagaan yang diperlukan untuk mendukung AIP yaitu meliputi : (1) Kelompok Tani / Gabungan Kelompok Tani, (2) Lembaga tanaman produksi, (3) Pasca panen dan pemasaran, (4) Lembaga pengolahan hasil, (5) Lembaga penyuluhan, (6) Klinik agribisnis, (7) Jasa alat dan mesin pertanian dan, (8) Lembaga jasa finansial. Beberapa kelembagaan utama yang sangat perlu ditumbuh kembangkan guna keberhasilan Prima Tani adalah (1) Kelompok Tani, (2) Lembaga Sarana Produksi dan (3) Lembaga Penguatan Modal. Kegiatan Prima Tani dilaksanakan di lahan petani, dimana petani berpartisipasi secara aktif, komoditas yang dikembangkan sinergi dengan komoditas yang ada pada program Dinas Pertanian Kabupaten dan telah diusahakan oleh masyarakat tani setempat di agroekosistem yang sesuai. Dalam usaha membangun ketahan pangan di wilayah kepulauan Maluku melalui Prima Tani data dan informasi yang diperlukan adalah : (1) Sumberdaya Lahan tingkat Tinjau dan tinjauan mendalam (dimanfaatkan untuk perencanaan pertanian Provinsi) serta tingkat semi detail dan detail (perencanaan pertanian Kabupaten dan Kecamatan). Data dan informasi ini telah tersedia di BPTP Maluku untuk seluruh gugus pulau yang ada. (2) Komoditas pertanian unggulan yang ada pada program revitalisasi Dinas Pertanian dan juga merupakan komoditas unggulan nasional (Departemen Pertanian). Hal ini bertujuan agar adanya alokasi dana dari Direktorat Jendral (Dekonsentrasi APBN) dan APBD, (3) Dukungan dan ketersediaan teknologi spesifik lokasi (Srappa dan Bustaman, 2006).
MEMBANGUN KETAHANAN PANGAN DI WILAYAH KEPULAUAN Ketersediaan pangan tidak identik dengan ketersediaan beras, karena itu ketahanan pangan tidak identik dengan swasembada beras, meskipun soko guru ketahanan pangan masih bertumpu pada swasembada beras. Ketimpangan neraca pangan berarti tantangan dalam penyediaan pangan kedepan akan semaikn berat dan kompleks. Inovasi teknologi sangat diperlukan untuk mengantisipasi masalah tersebut. Maluku memiliki ekosistem dan sumber hayati yang beragam. Lahan yang dapat dikembangkan untuk pengembangan pertanian di dua belas gugus pulau masih luas. Hal ini merupakan modal dasar dalam penyediaan bahan pangan kedepan. Ketahanan pangan hendaknya diartikan sebagai konsumsi yang cukup atas karbohidrat, protein, lemak, mineral, dan vitamin. Dengan demikian sumber pangan akan bersifat spesifik lokasi yang sesuai dengan selera masyarakat setempat. Pemerintah Daerah adalah institusi yang paling menguasai kondisi ketahanan pangan di daerahnya, namun kebijakan pangan di tingkat daerah memperhatikan kebijakan pangan tingkat nasional. Ini berarti ketahanan pangan rumah tangga harus diperkuat terlebih dahulu untuk membangun ketahanan pangan daerah lebih lanjut lagi ke tingkat nasional. Ketahanan pangan rumah tangga hanya dapat dibangun melalui peningkatan kesejahteraan dan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber – sumber pangan alternative selain beras. Mempertahankan pola konsumsi pangan suatu masyarakat tertentu perlu mendapatkan dukungan oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan keterpaduan antara institusi yang terkait seperti Bappeda, Dinas Pertanian dan BPTP. Diversifikasi pangan bukan merupakan hal yang baru. Diversifikasi pangan memiliki dua dimensi pokok yaitu (1) keragaman pola konsumsi dan (2) keanekaragaman sumber bahan pangan. Program diversifikasi pangan oleh pemerintah daerah belum secara intensif dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari kebutuhan beras yang terus bertambah dan mengisi pasar di desa dan wilayah kepulauan sehingga masyarakat di wilayah tersebut menu konsumennya bergeser ke beras. Seperti kita ketahui pola konsumsi masyarakat Maluku di desa dan pulau – pulau terpencil umumnya berbasis pada aneka umbi, jagung, pisang, dan sagu. Hanya mereka yang tinggal di kota yang mengkonsumsi beras . Dengan demikian diperlukan delineasi pola konsumsi dan ini terkait dengan penyediaan pangan yang bersifat spesifik lokasi (Adnyana, 2005). Upaya diversifikasi pangan berada di persimpangan jalan karena dukungan pemerintah lebih banyak pada peningkatan produksi beras sedangkan aneka umbi dan serelia sebagai sumber alternatif karbohidrat kurang mendapat perhatian. Begitu pula terhadap nasib sagu yang baru disentuh kembali di tahun 2006.
Strategi membangun ketahanan pangan berkelanjutan Dalam usaha untuk mencapai ketahanan pangan yang tinggi dan secara berkelanjutan diperlukan beberapa marka jalan yang harus ditempuh (Adnyana, 2005) seperti (1) Akses setara terhadap sumber daya, dimana petani diberikan akses terhadap lahan dan air, modal (bantuan penguatan modal / kredit (3) tenaga kerja (alsintan) dan teknologi; (2) Akses terhadap pangan, ketahanan pangan daerah menjadi rapuh tanpa ditopang oleh ketahanan pangan pada tingkat rumah tangga lebih khusus lagi pada masyarakat di pulau – pulau kecil dan wilayah terpencil. Akses pangan hanya dapat dibuka melalui peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumah tangga mereka. Kesejahteraan rumah tangga petani tanaman pangan relatif rendah rendah dan cenderung menurun (Krisnamurti, 2003), hal ini disebabkan beberapa faktor yaitu (a) sebagian petani tidak memiliki faktor produktif selain tenaga kerja dan termarjinalisasi, (b) penguasaan lahan yang terbatas, (c) kurang memadainya infra struktur seperti air, listrik, jalan dan (d) ketidakmampuan atau ketidaktahuan petani; (3) Wanita dan Ketahanan pangan, dimana peran kunci kaum wanita sebagai produsen dan penyedia pangan, sangat menentukan dalam membangun ketahanan pangan rumah tangga belum mendapat perhatian yang sungguh – sungguh dari pemerintah; (4) Ketersediaan Pangan dan Distribusi, dimana stabilitas harga pangan harus dicapai sepanjang waktu antar desa dan antar kota maupun antar wilayah kepulauan. Seluruh rumah tangga dapat menjaga ketersediaan pangannya secara berkelanjutan dalam jumlah dan kualitas yang memadai. Dampak musim terhadap fluktuasi harga supaya ditanggulangi. Stabilitas harga dapat dicapai dengan pengaturan system distribusi. Peningkatan ketersediaan pangan tampaknya lebih efisien ditempuh melalui peningkatan produktivitas dengan menerapkan teknologi spesifikasi wilayah juga dapat dilakukan melalui peningkatan Indeks Pertanaman (IP), pemanfaatan lahan tidur dan pembukaan lahan baru; (5) Harga Terjangkau, Sistem distribusi dapat dikatakan belum efisien bila masih ada variasi harga antar wilayah. Indikasi terjangkaunya harga pangan dapat dilihat bila pengeluaran rumah tangga untuk membeli pangan makin sedikit digunakan terhadap total pengeluaran. Sebaliknya makin menurun daya beli masyarakat terhadap pangan (Adnyana et al, 2000; DKT, 2003) Pemikiran Pembangunan Pertanian Kepulauan Wilayah Maluku dijuluki Provinsi Seribu Pulau, dimana daratannya hanya 10% yaitu 4.625.415.9 ha (BPTP Maluku,1999). Wilayah daratan tersebut bukan merupakan suatu wilayah continental, namun merupakan wilayah kepulauan yang didominasi oleh pulau – pulau kecil. Jumlah keseluruhan pulau di Provinsi Maluku berdasarkan identifikasi citra satelit dari Lapan adalah 1412 buah (Titaley P.2006). Luas pulau kurang dari 1 juta ha dikategorikan sebagai pulau kecil (Monk et al, 2000). Dari kriteria tersebut, maka hanya pulau Seram dengan luas 1,86 juta ha (Nanere, 2006) yang tidak termasuk pulau kecil, seedangkan pulau yang lain masuk dalam kategori pulau kecil. Pemberdayaan pulau – pulau kecil dalam membangun usaha pertanian dengan karakteristik yang spesifik perlu mendapat perhatian serius. Pulau – pulau yang ada di Maluku umumnya memiliki karakter yang berbeda – beda. Perbedaan karakter kepulauan ini disebabkan oleh perbedaan aspek geografis, fisik, iklim, social, budaya dan etnis serta tahapan perkembangan ekonominya (Sitaniapessy, 2002) Pembangunan pertanian di wilayah yang didominasi oleh pulau – pulau kecil seperti di Provinsi Maluku ini harus didasarkan pada karakteristik spesifik masing – masing wilayah. Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian penting dalam merumuskan kebijakan pembangunan pertanian pada wilayah kepulauan ini (Susanto dan Bustaman, 2006) antara lain: 1. Karena keterbatasan sumberdaya lahan sebagai basis pembangunan, maka diperlukan tata ruang secara terperinci (pemetaan skala detail sampai sangat detail) disertai perangkat hukumnya untuk memastikan bahwa pelaksanaannya berjalan dengan baik dan benar. Hal ini selain untuk menjamin produktivitas lahan dan tanaman, juga menghindari terjadinya alih fungsi lahan dan terjadinya erosi serta hilangnya kesuburan tanah. 2. Sistem usahatani komoditas tertentu pada wilayah yang telah diatur seperti pada nomor 1 di atas, disarankan tetap mempertahankan kaidah – kaidah konservasi karena pulau – pulau kecil di Maluku umumnya sangat miskin, mempunyai topografi tidak teratur (berbukit dan bergunung dengan dataran sempit), memiliki struktur geologis yang kurang stabil, dan curah hujan sangat lebat. Dengan kondisi seperti itu jika terjadi pembukaan lahan dalam skala besar akan semakin mendorong erosi tanah. 3. Keterbatasan sumber air, baik untuk kebutuhan air bersih penduduk maupun untuk air irigasi menyebabkan perkembangan dalam system usahatani terhambat dan kesehatan masyarakat menurun. Walalupun umumnya curah hujan tinggi pada pulau – pulau kecil di Maluku, namun karena
tidak beraturan dari musim ke musim dan dari tahun ke tahun, serta kemampuan menyimpan air tanah kecil akibat dominannya bantuan yang bersifat porous, serta banyknya DAS kecil yang langsung bermuara ke laut menyebabkan jumlah air tanah yang bias dimanfaatkan penduduk sedikit. 4. Penebangan hutan yang dilakukan oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk berbagai kepentingan akan mengakibatkan menurunnya debit air, longsor, banjir, dan sangat sulit / mahal untuk direboisasi ( kasus ini terjadi pada Pulau Buru, Selaru, Wokam, Yamdena, Sebagian Seram). Sudah saatnya eksploitasi hutan di pulau kecil apapun alasannya agar dihentikan. 5. Kemampuan dan ketrampilan penduduk lokal harus ditingkatkan, disertai penerapan teknologi spesifik lokasi untuk memanfaatkan sumber daya yang ada (daratan dan lautan) tanpa meninggalkan budaya yang ada. Pendekatan Pembangunan Wilayah Kepulauan Satu pendekatan pembangunan wilayah yang dikembangkan oleh Pemda adalah konsep ‘satuan gugus pulau’. Konsep ini diarahkan untuk melakukan pengelompokan wilayah berdasarkan kesamaan karakteristik wilayah seperti kedekatan geografis. kesamaan budaya, kesatuan alam, kecenderungan orientasi, kesamaan perekonomian dan potensi sumber daya alam. Selanjutnya, perkembangan wilayah akan diarahkan pada pusat – pusat pertumbuhan yaitu pada “pintu – pintu keluar” (multigate system). Pintu – pintu keluar tersebut berada pada kawasan – kawasan yang strategis dan mempunyai potensi besar untuk menjalin keterkaitan ekonomi dengan wilayah luarnya. Berdasarkan konsep gugus pulau ini maka Provinsi Maluku dibagi dalam dua belas gugus pulau yaitu; Gugus Pulau I : meliputi Pulau Buru dan Ambalau, Gugus Pulau II : meliputi Pulau Seram Bagian Barat, Pulau Buano,Kelang, Babi, dan Manipa. Gugus Pulau III : meliputi wilayah administratif kecamatan Seram Utara. Gugus IV : meliputi Seram Bagian Timur, Pulau Parang, Geser, Talang, Seram Laut, Kepulauan Gorom (Pulau Gorom, Panjang, Manowoka), Kepulauan Watubela (Pulau Watubela, Kesui, dan Rumoi). Gugus V : meliputi Pulau Seram Bagian Selatan ( Amahai, TNS, Tehoru). Gugus Pulau VI : meliputi Kepulauan Banda (Pulau Suanggi, Gunung Api, Neira, Hatta, Rhun, Ai, Banda Besar), Pulau Teon, Nila, dan Serua. Gugus Pulau VII meliputi Pulau-pulau Lease (Ambon, Saparua, Nusalaut, Haruku, Molana), Kepulauan Penyu dan Lucipara. Gugus Pulau VIII : meliputi pulau-pulau kecil yang sekarang ini termasuk Wilayah Administratif Kabupaten Maluku Tenggara. Gugus Pulau IX : meliputi pulau-pulau yang termasuk dalam Wilayah Administratif Kabupaten Kepulauan Aru. Gugus Pulau X : meliputi Kepulauan Tanimbar, Larat, Selaru,Sera, Wilaru, Molu. Gugus Pulau XI : meliputi Kepulauan Babar, dan Pulau Sermata, Gugus Pulau XII : meliputi Kep. Damar, Romang, Leti, Moa, Lakor, Kisar, Wetar, Liran, Reong Dalam penerapan konsep ‘satuan gugus pulau’ ini diharapkan setiap kabupaten kota dengan wewenang otonominya menjabarkan secara terperinci sampai tingkat kecamatan sesuai dengan perkembangan system ekonomi wilayah dan sumber daya manusia yang ada. Sebagai contoh Kabupaten Buru melalui BAPPEDAnya membagi Pulau Buru menjai tiga zona pengembangan dengan prioritas pembangunan di bidang pertanian. Strategi Pengembangan Prima Tani Inovasi teknologi spesifik lokasi yang telah dihasilkan oleh BPTP Maluku seperti (1) Data dan informasi sumber daya lahan, (2) Dukungan Ketersediaan Teknologi Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan, (3) Komoditas unggulan prioritas daerah / nasional yang perlu dikembangkan disetiap gugus pulau, dapat dijadikan bahan rujukan atau modal utama dalam mengembangkan Prima Tani terutama dibidang penyediaan pangan. Program ketahanan pangan merupakan program prioritas dari Dinas Pertanian Kabupaten / Kota melalui pendekatan Prima Tani pada setiap gugus pulau dimana petani harus berpartisipasi aktif . Pemerintah daerah memfasilitasi penguatan modal melalui dana dekonsentrasi APBN (BLM) dan APBD, selain itu juga dilakukan penguatan kelompok tani. Dalam penguatan modal ke petani melalui kelompok tani, dana tidak diberikan secara cuma – cuma akan tetapi dalam bentuk kredit, dimana besarnya bunga dan waktu pembayaran kembali ditentukan dari kesepakatan kelompok. Penguatan
modal ke petani tidak diberikan 100% dari kebutuhan usahataninya, paling tidak petani telah mempunyai modal kerja sebesar 40%. Apabila petani telah memiliki kecukupan modal untuk membeli sarana produksi sesuai dengan teknologi anjuran seperti dosis pemupukan, varietas benih unggul, PHT maka diharapkan produktivitas hasil naik. Hal ini berarti pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat sehingga memperkuat ketahanan pangan rumah tangga petani. PENUTUP -
-
-
Prima Tani adalah program Departemen Pertanian dalam upaya mempercepat transfer teknologi dengan luarannya bermuara pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani. Inovasi teknologi dan inovasi kelembagaan merupakan fokus Prima Tani. Dari 8 elemen kelembagaan yang perlu mendapat perhatian utama adalah lembaga kelompok tani dan lembaga penguatan modal (finansial). Membangun ketahanan pangan daerah diawali dengan membangun ketahanan pangan rumah tangga melalui peningkatan kesejahteraan dan diversifikasi pangan dengan memanfaatkan sumber pangan alternatif. Khusus untuk Provinsi Maluku prioritas membangun ketahanan pangan rumah tangga di pulau – pulau, apalagi bila letaknya terpencil atau disetiap gugus pulau. Diversifikasi pangan memiliki dua dimensi pokok yaitu (1) keragaman pola konsumsi dan keanekaragaman sumber bahan pangan Wilayah Maluku terdiri dari 12 gugus pulau dalam 7 kabupaten / kota, diharapkan pemerintah daerah melalui Dinas Pertanian, BAPPEDA, dsn BPTP Maluku mulai mengembangkan kegiatan Prima Tani di setiap gugus pulau pada komoditas unggulan spesifik lokasi menurut kesesuaian lahan. Selain itu juga diperlukan fasilitasi penguatan modal kelompok tani, guna mengikuti teknologi anjuran BPTP Maluku. DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, M.O; Sumaryanto; M. Rachmat; R. Kustiari; S.H. Susilowati; Supriyati; E.Suryani; and Soeprapto. 2000. Assessing the rural impact of the crisis in Indonesia. Center for Socio-economic Research (CASER) in collaboration with the World Bank-Asem, WB. Washington DC. Adnyana, M.O. 2005. Lintasan dan Marka Jalan Menuju Ketahanan Pangan Terlanjutkan. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 3 No. 3, Desember 2005 : 326-348. Bachrein, S. 2006. Penelitian Sistem Usaha Pertanian Di Indonesia. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 4 No. 2, Juni 2006 : 109-130. Badan Litbang Pertanian. 2004. Pedoman Umum Prima Tani (Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta. Basuki, I., Abdul Gani, J., Prisdiminggo, Sudjudi. 2000. Evaluasi Peran Penyuluh dalam Transfer Teknologi di Sub Sektor Pertanian Tanaman Pangan di NTB. Laporan Akhir Pengkajian Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Mataram. Proyek Pembinaan Kelembagaan Litbang Pertanian ARMP-II-NTB. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. BPTP Maluku. 1999. Peta Zona Agroekologi skala 1 : 250.000 Wilayah Provinsi Maluku (Termasuk Maluku Utara). BPTP Maluku. Ambon. Dewan Ketahanan Pangan (DKT). 2003. Peta Pangan: Keragaan distribusi pangan. www.Deptan.go.id., Homepage BBKP/Dewan Ketahanan Pangan.
Hendayana, R.; A. Dhalimi ; Sumedi ; R.S. Hutomo; U.T. Agustin; E. Syaefulloh; A. Saleh; H. Andryanyta dan Nurhayati. 2007, Materi Seminar Hasil Pengkajian Inovasi dan Diseminasi Program Prima Tani. BBP2TP. Krisnamurti, B. 2003. Agenda pemberdayaan petani dalam rangka pemantapan ketahanan pangan nasional. Jurnal Ekonomi Rakyat, II(7), UGM. Monk, K.A., De Fretes, Y., Reksodiharjo – Liley, G. 2000. Ekologi Nusa Tenggara dan Maluku. Edisi Indonesia. Prenhallindo. Jakarta.
Nanere, J.L 2006. Sagu dan Lingkungan di Maluku ( dalam rangka revitalisasi pertanian di kepulauan Maluku). Makalah disampaikan pada lokakarya Sagu Dengan Tema “Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku”. Kerjasama Universitas Pattimura, Bappeda Maluku, Dinas Pertanian Provinsi Maluku dan BPTP Maluku. Ambon 29 – 31 Mei 2006. Sirappa,. M.P dan S. Bustaman. 2006. Dukungan Ketersediaan Teknologi Dalam Menunjang Pembangunan Pertanian Tanaman Pangan Di Provinsi Maluku. BPTP Maluku : 76 hal. Sitaniapessy, P..M. 2002. Problema Lingkungan Pulau Kecil di Maluku, Jurnal Pertanian Kepuluan, Vol.1, No. 2, Oktober 2002 (79 – 82). Sulaiman, F. 2003. Program Informasi, Komunikasi dan Diseminasi Teknologi Pertanian. Makalah disajikan dalam Lokakarya Sinkronisasi Program Penelitian & Pengkajian Teknologi Pertanian Bogor, 1 – 3 Mei 2003. Susanto, A.N. dan S. Bustaman. 2006. Data dan Informasi Sumberdaya Lahan Untuk Mendukung Pengembangan Agribisnis Di Wilayah Kepulauan Provinsi Maluku. Titaley/P, P.A. 2006. Kebijakan Revitalisasi Pertanian di Maluku. Makalah disampaikan pada LOkakarya Sagu Dengan Tema “Sagu dalam Revitalisasi Pertanian Maluku”. Kerjasama Universitas Pattimura, Bappeda Maluku, Dinas Pertanian Provinsi Malukudan BPTP Maluku. Ambon 29 – 31 Mei 2006.