INTEGRASI TERNAK DENGAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DALAM PROGRAM PRIMA TANI DI PROPINSI DKI JAKARTA B. Bakrie, Suwandi, D. Setiabudi, Y. Sastro dan Waryat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta ABSTRAK Sehubungan dengan selalu adanya keterpaduan timbal balik antara komoditas peternakan dengan tanaman pangan dan hortikultura, maka untuk mendukung kegiatan Prima Tani di Propinsi DKI Jakarta juga dilakukan introduksi teknologi pemeliharaan ternak. Selain dapat memberikan pendapatan tambahan bagi petani, ternak juga bermanfaat dalam penyediaan limbah berupa kotoran ternak, baik berupa padatan maupun cairan, sebagai pupuk organik untuk tanaman milik petani. Untuk setiap lokasi dilakukan introduksi teknologi pemeliharaan ternak kambing termasuk juga teknologi untuk pemanfaatan limbah ternak sebagai pupuk tanaman. Untuk kegiatan di Jakarta Utara juga telah diintroduksikan teknologi pemeliharaan Tiktok sebagai itik pedaging yang dipelihara secara terintegrasi dengan padi sawah. Pola integrasi Tiktok dengan padi sawah mempunyai titik ungkit yang paling besar jika dibandingkan dengan usaha peningkatan produktivitas padi yang hanya secara monokultur, walaupun dilakukan melalui introduksi teknologi pola pengelolaan tanaman terpadu (PTT). Hasil yang diperoleh dari pemeliharaan secara terintegrasi tersebut memberikan peningkatan pendapatan petani padi sebanyak Rp.7.027.600 per Ha dengan B/C ratio meningkat dari 1,15 menjadi 1,67. Kata kunci: Prima Tani, Padi, Kambing, Tiktok, Pupuk PENDAHULUAN Pelaksanaan Program Rintisan dan Akselerasi Pemasyarakatan Inovasi Teknologi Pertanian atau yang dikenal sebagai Prima Tani di wilayah DKI Jakarta, secara resmi baru dimulai pada tahun anggaran 2007, yaitu dua tahun lebih belakangan daripada di beberapa wilayah lainnya. Hal ini disebabkan karena kegiatan budidaya pertanian di wilayah ini tidaklah sebesar di daerah lain, namun demikian, disebabkan karena program ini cukup tepat untuk diterapkan secepatnya, maka dengan upaya sendiri dan adanya dukungan serta permintaan dari Dinas/Suku Dinas lingkup Pertanian Propinsi DKI Jakarta, maka program ini telah mulai dilaksanakan di Kotamadya Jakarta Utara pada tahun 2006. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pertanian No.496/Kpts/OT.160/9/2006 telah ditetapkan bahwa program Prima Tani di Propinsi DKI Jakarta dilaksanakan di tiga wilayah, yaitu meliputi Kotamadya Jakarta Utara, Jakarta Selatan dan Jakarta Barat. Penentuan jenis komoditas dan kegiatan yang akan dilaksanakan di setiap wilayah tersebut telah ditentukan berdasarkan hasil PUA (Participatory Urban Appraisal) dan survai pendasaran (Baseline survey) yang dilakukan pada tahap persiapan dari kegiatan tersebut. Kegiatan persiapan untuk Kotamadya Jakarta Utara mulai dilakukan pada bulan Februari 2006, sedangkan untuk kedua wilayah lainnya pada bulan Desember 2006. Kegiatan Prima Tani di Kotamadya Jakarta Utara dilaksanakan di Kel. Rorotan, Kec. Cilincing dengan komoditas utama padi sawah, sedangkan di Jakarta Selatan berlokasi di Kel. Srengseng sawah dan Cipedak, Kec. Jagakarsa, dengan komoditas utama tanaman buah dan sayuran. Untuk wilayah Jakarta Barat dilaksanakan di Kel. Meruya Utara dan Selatan, Kec. Kembangan, dengan komoditas utama tanaman hias berdaun indah. Komoditas peternakan yang dibudidayakan di wilayah DKI Jakarta cukup banyak jenisnya, yaitu meliputi sapi perah, sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam ras pedaging/petelur, itik petelur, burung dara, burung puyuh, dan berbagai jenis hewan hias/hobi lainnya. Begitu juga pada setiap lokasi tempat pelaksanaan kegiatan Prima Tani juga terdapat berbagai jenis ternak, baik yang dipelihara secara terpisah maupun terpadu dengan komoditas pertanian yang diusahakan oleh petani. Pemeliharaan ternak secara terpadu atau terintegrasi dengan tanaman pangan dan perkebunan merupakan hal yang sudah biasa dilakukan oleh masyarakat Indonesia dari zaman dulu sampai sekarang dan sudah dapat dipastikan juga tetap akan dilakukan pada masa-masa yang akan datang.
Sebagaimana diketahui bahwa semua jenis tanaman memerlukan pupuk yang berasal dari kotoran hewan, dan begitu juga sebaliknya, ternak juga dapat memanfaatkan limbah dari tanaman untuk dijadikan sebagai pakan. Pemeliharaan ternak yang dilakukan secara terintegrasi dengan tanaman sekaligus akan bermanfaat dalam meminimalkan biaya produksi dan memaksimalkan keuntungan yang diperoleh. Oleh sebab itu dalam kegiatan Prima Tani di wilayah DKI Jakarta juga sekaligus dilakukan pembinaan atau pembimbingan teknologi untuk pengembangan komoditas ternak yang merupakan pendukung bagi pengembangan komoditas yang menjadi prioritas utama dalam program tersebut. Dalam makalah ini akan disampaikan berbagai jenis kegiatan berhubungan dengan pemeliharaan ternak yang merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan Prima Tani di wilayah DKI Jakarta. Sehubungan dengan kegiatan di Kotamadya Jakarta Utara telah berlangsung lebih dari satu tahun, maka juga akan disampaikan hasil yang telah diperoleh dari kegiatan pemeliharaan ternak di lokasi tersebut, sedangkan untuk kedua wilayah lainnya hanya akan disajikan informasi tentang rencana kegiatan dan tahapan awal dari pelaksanaan rencana tersebut. KEGIATAN PRIMA TANI KOTAMADYA JAKARTA UTARA Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kegiatan Prima Tani di wilayah Kotamadya Jakarta Utara dilaksanakan dengan kegiatan utama adalah pengembangan komoditas padi sawah (Setiabudi, dkk., 2006a). Pelaksanaan kegiatan ini disesuaikan dengan acuan bahwa pengembangan pertanian pada ekosistem sawah diarahkan kepada agribisnis perkotaan yang produktif, dengan tetap mempertahankan lahan terbuka hijau, dan peran multi fungsi ekosistem sawah. Pelaksanaan program kawasan ruang terbuka hijau (RTH) pada ekosistem sawah adalah merupakan implementasi dari kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) Propinsi DKI Jakarta yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) No. 6 tahun 2002, yang menyatakan bahwa 13,6 % dari total wilayah DKI Jakarta harus dipertahankan sebagai kawasan RTH. Selanjutnya dinyatakan bahwa salah satu bagian dari RTH itu adalah lahan pertanian yang berada pada kawasan agroekosistem sawah. Pelaksanaan kegiatan Prima Tani didukung oleh berbagai program dan kegiatan dari instansi terkait, yaitu meliputi: a) Dinas Pertanian dan Kehutanan (Dinas Tan-Hut) Propinsi DKI Jakarta yang akan membangun lahan sawah abadi dengan membebaskan tanah sawah milik petani. Menurut rencana akan diupayakan dalam tahun 2007 untuk membebaskan lahan seluas 6 Ha, dan selanjutnya akan dilakukan pembebasan secara bertahap sampai tercapai jumlah luas yang diingini, b) Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan (Dinas Pekanla) bekerjasama dengan Balai Penelitian Ternak (Balitnak), Ciawi, dalam penyediaan bibit ternak, c) Departemen Pertanian melalui Direktorat Jendral Penegelolaan Lahan dan Air (PLA) akan memperbaiki dan membangun saluran irigasi yang ditujukan untuk menyediakan air sawah di lokasi kegiatan, d) Program peningkatan kemampuan sumberdaya manusia (SDM) dan kemampuan dalam permodalan masyarakat pada umumnya dan pertanian pada khususnya, e) Program Pengendalian Hama Terpadu (PHT) oleh Balai Proteksi Tanaman (BPT) Propinsi DKI Jakarta, serta program-program pemberdayaan lainnya yang dilaksanakan oleh berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta (Setiabudi, dkk., 2006b). Kegiatan ini dilaksanakan pada agroekosistem Sawah di Kel. Rorotan, Kec. Cilincing, dimana di kelurahan ini terdapat sebanyak 720 Ha lahan sawah atau sekitar 67,7% dari keseluruhan lahan yang ada, dengan jumlah penduduk sebanyak 26.859 orang, terdiri atas 7.280 kepala keluarga (KK). Lebih dari 80% warga merupakan penduduk asli betawi, dan selebihnya merupakan pendatang dari berbagai etnis yang ada di Indonesia. Sebanyak 6 kelompok tani (KT) terlibat dalam kegiatan ini, yaitu meliputi: KT Bangkit Jaya, Karang Tengah Jaya, Teguh Karya, Makmur Jaya, Subur Abadi dan Mekar Jaya. Rataan jumlah anggota pada setiap KT adalah berkisar antara 20 – 30 orang, dengan rataan luas kepemilikan lahan antara 0,6 – 2,0 Ha. Sehingga jumlah keseluruhan lahan sawah yang dilibatkan dalam kegiatan ini mencapai lebih dari 80 Ha. Komoditas pertanian selain padi yang diusahakan oleh petani yaitu kambing, itik petelur, dan tanaman sayuran, meliputi kangkung, kacang panjang, timun. Berbagai jenis tanaman buah produktif juga terdapat pada lahan-lahan pekarangan yang masih tersedia. Jenis ternak kambing yang diusahakan adalah kambing lokal, dengan rataan kepemilikan sebanyak 5 – 20 ekor per petani. Sistem pemeliharan cukup bervariasi, ada yang dikandangkan, tetapi banyak juga yang masih dilepas atau diumbar. Tidak terdapat permasalahan yang cukup berarti dalam pemasaran kambing, petani dapat setiap saat menjual kambing untuk memenuhi keperluan uang tunai, karena di sekitar Kelurahan Rorotan terdapat pasar ternak kambing.
Belum optimalnya sistem pengelolaan ternak kambing adalah disebabkan karena manajemen produksi belum diketahui oleh peternak, jumlah kepemilikan ternak per petani masih sedikit dan kualitas dan kuantitas pakan masih rendah. Oleh sebab itu inovasi teknologi untuk ternak kambing yang akan dilaksanakan adalah meliputi perbaikan dalam hal: sistem perkandangan, pemberian pakan, penggunaan bibit unggul, sistem perkawinan dan pencegahan penyakit. Sedangkan pemeliharaan itik petelur sudah sejak lama dilakukan oleh penduduk asli keturunan Betawi yang tinggal di wilayah ini, sebagian besar dari peternak tersebut juga memiliki lahan sawah. Berdasarkan survai yang dilakukan oleh Lotulung et al. (2004) dilaporkan bahwa rataan lahan sawah yang digarap oleh peternak di wilayah Jakarta Utara adalah seluas 0,23 ha dengan rataan jumlah pemeliharaan itik petelur sebanyak 172 ekor per peternak. Jumlah keselurahan itik petelur yang dipelihara di wilayah ini mencapai 23 ribu ekor, yaitu merupakan 37,2% dari seluruh itik petelur yang dipelihara di Propinsi DKI Jakarta. Jumlah pemeliharaan tersebut adalah hanya 4% lebih rendah daripada yang dipelihara di Kotamadya Jakarta Timur dan 17% lebih banyak daripada di Jakarta Barat (Dinas Pekanla, 2005). Tingginya populasi ternak di Kotamadya Jakarta Utara dan Timur sepertinya berhubungan dengan terdapatnya lahan sawah yang cukup luas dan tersedianya bahan pakan untuk ternak itik, karena kedua wilayah ini berada tidak jauh dari pantai dan dekat dengan pabrik pengolahan udang untuk ekspor, sehingga mudah diperoleh bahan pakan sumber protein berupa ikan rucah dan cangkang/kepala udang. Selain itu di wilayah ini juga terdapat berbagai bahan pakan sumber energi atau karbohidrat berupa limbah pertanian atau agroindustri dan limbah dari restoran/kantin, yang berasal dari pabrik/industri yang ada di sekitar wilayah ini (Bakrie, dkk., 2005). Alasan utama peternak mengusahakan ternak itik petelur adalah untuk menambah pendapatan rumahtangga, dan sebanyak 73% peternak menyatakan bahwa usaha ini cukup mudah untuk dilakukan. Selain itik petelur, juga ada yang memelihara itik pedaging yang pada umumnya berupa entog yang dipelihara di pekarangan rumah. Namun demikian belum ada seorang petani/peternak yang memelihara itik pedaging secara terintegrasi dengan padi sawah. Beberapa tahun terakhir ini telah berhasil dikembangkan itik pedaging unggul, merupakan persilangan antara entok jantan dengan itik betina yang biasa dikenal sebagai itik Serati dan sekarang disetujui untuk disebut sebagai Tiktok (Hardjosworo et al., 2001; Setioko, 2003). Tiktok mempunyai berbagai kelebihan yaitu cepat tumbuh, jumlah bagian daging lebih banyak dan mempunyai kandungan lemak daging yang lebih rendah dengan tekstur daging lebih empuk, sehingga rasanya lebih gurih daripada daging itik petelur. Oleh sebab itu daging Tiktok selain cocok untuk dijual dalam bentuk digoreng atau dibakar, juga sangat cocok dijual sebagai sate daging itik yang cita rasanya dapat bersaing dengan sate ayam atau sate kambing. Kelemahan utama dari pemeliharaan Tiktok adalah dalam hal biaya pakan selama pemeliharaan, terutama apabila dipelihara secara intensif dengan pemberian pakan komersial. Untuk pemeliharaan selama 8 minggu, agar mencapai bobot potong sekitar 2,1 kg diperlukan pakan sebanyak 6,04 kg atau dengan nilai konversi pakan (FCR) sebesar 2,88. Oleh sebab itu perlu dicarikan upaya agar biaya pemeliharaan dapat ditekan atau dikurangi agar keuntungan yang diperoleh dapat menjadi lebih meningkat. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah melalui pemeliharaan Tiktok secara terintegrasi dengan padi, azolla dan ikan (Simanjuntak, 2005). Melalui sistem pemeliharaan seperti ini akan sekaligus diperoleh keuntungan tambahan selain dari ikan dan padi organik. Sistem integrasi antara padisawah dengan ternak itik mempunyai fungsi ganda, yaitu antara lain: a) sebagai fertilisator, pestisidator dan sekaligus sebagai herbisidator, b) mengurangi biaya produksi akibat penurunan pemberian pupuk, pestisida dan herbisida serta upah tenaga kerja untuk menyiang rumput, c) padi/beras yang dihasilkan menjadi padi/beras organik mempunyai harga jual yang lebih tinggi, d) peningkatan mutu dan kondisi lahan karena penggunaan pupuk an-organik yang minimal, e) biaya produksi Tiktok menjadi lebih rendah karena berkurangnya jumlah pakan tambahan yang haqrus disediakan (Simanjuntak, 2005). Sebagai pendukung kegiatan Prima Tani di wilayah ini, maka dalam tahun 2006 telah dilakukan introduksi teknologi pemeliharaan Tiktok secara terpadu dengan padi sawah. Hasil yang diperoleh dari pemeliharaan Tiktok secara terpadu dengan padi sawah akan disampaikan pada bagian akhir dari makalah ini. Selanjutnya, karena telah berhasilnya kegiatan pemeliharaan Tiktok secara terpadu ini, maka pada tahap lanjutan dari kegiatan Prima Tani di tahun 2007 ini, banyak petani yang menginginkan pemeliharaan Tiktok tersebut. Namun disebabkan karena tidak tersedianya bibit Tiktok dalam jumlah yang cukup, maka sebagai gantinya digunakan itik jantan hasil persilangan itik Mojosari dengan Alabio
(Itik MA). Pada bulan Juni 2007 telah dibagikan sebanyak 1.000 ekor itik MA jantan berumur 15 hari untuk dipelihara oleh 4 kelompok tani peserta kegiatan ini dengan jumlah pemeliharaan masing-masing 200 – 300 ekor per kelompok. KEGIATAN PRIMA TANI KOTAMADYA JAKARTA SELATAN Kegiatan Prima Tani untuk wilayah Kotamadya Jakarta Selatan dilaksanakan di dua lokasi, yaitu di Kel. Srengseng Sawah dan Cipedak, Kec. Jagakarsa, dengan luas keseluruhan wilayah mencapai 1072,2 Ha. Sebagian besar wilayah tersebut berupa daerah pemukiman dan selebihnya merupakan bantaran kali dan RTH. Lahan yang potensial sebagai tempat pengembangan pertanian berjumlah seluas 321,2 Ha, terdiri dari 17,0% lahan pekarangan, 65,4% tegalan, 8,0% lahan tidur milik pengembang dan perorangan, 7,2% berupa hutan produktif dan 2,4% lahan lainnya (Sudin Tan-Hut Jakarta Selatan, 2005). Jumlah penduduk yang bermukim di Kec. Jagakarsa mencapai 218.257 orang yang terdiri atas 70.339 KK, dengan rataan jumlah anggota keluarga sebanyak 5 orang yang sebagian diantaranya berada pada usia kerja produktif. Mayoritas penduduk adalah karyawan (PNS dan swasta), selain menjadi pedagang dan buruh, sedangkan yang berprofesi sebagai petani hanya sebanyak 5,6% dari jumlah penduduk yang ada. Berbagai jenis komoditas pertanian yang terutama diusahakan di wilayah ini, meliputi: 1) Buahbuahan, diantaranya belimbing, rambutan, dan jambu biji merah; 2) Sayuran, diantaranya bayam, kangkung, sawi, kacang panjang, dan terong; 3) Tanaman obat (TOGA), diantaranya sirih, binahong, mahkota dewa, xanxifera, dll.; 4) Olahan hasil pertanian, diantaranya minuman kesehatan (bir pletok), rempah instan, kripik, dan manisan; dan 5) Ternak pendukung terutama kambing dan ayam buras. Namun berdasarkan hasil PUA dan survai pendasaran serta kesepakatan dengan masyarakat, Dinas/Instasi terkait dan stakeholder lainnya, maka telah ditetapkan bahwa kegiatan Prima Tani di wilayah ini difokuskan pada tiga komoditas, yaitu: a) Belimbing, meliputi budidaya dan dan pengolahan hasil; b) Tanaman sayuran; dan c) Pemeliharaan ternak kambing (Sastro, dkk., 2007a). Di wilayah ini terdapat kecenderungan untuk terjadinya penurunan luasan pertanaman dan produksi Belimbing dari tahun ke tahun, yang antara lain disebabkan oleh peningkatan laju konversi lahan bukan untuk pertanian. Selain itu juga terjadi kecenderungan penurunan jumlah produksi yang disebabkan karena berbagai hal, meliputi: a) semakin sedikitnya jumlah pohon Belimbing yang diusahakan akibat tingginya serangan lalat buah; b) semakin sedikitnya petani yang menguasai teknis budidaya, khususnya teknis pembungkusan buah dan pemangkasan tanaman; c) keterbatasan bahan kertas karbon untuk pembungkus buah; dan d) tidak berminatnya generasi muda dalam melanjutkan usaha budidaya belimbing milik keluarga (Sastro, dkk., 2007b). Pada penanaman sayuran juga terjadi penurunan luas areal terutama disebabkan karena adanya kecenderungan peningkatan jumlah petani yang mengusahakan komoditas hortikultura lainnya, khususnya tanaman hias, yang dianggap lebih menguntungkan dibanding tanaman sayuran. Sedangkan terjadinya kecenderungan penurunan dalam populasi ternak kambing di lokasi Prima Tani lebih disebabkan karena keterbatasan sumber pakan, ruang yang tersedia, dan manajemen pemeliharaan ternak. Oleh sebab itu sangat diperlukan inovasi teknologi peternakan guna mendukung peningkatan populasi ternak kambing di wilayah ini. Sehubungan dengan terbatasnya luasan lahan yang potensial untuk pertanian, serta untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan hiburan/rekreasi dan RTH yang mempunyai peran penting dalam kelestarian lingkungan dan ruang edukasi bagi masyarakat, maka pengembangan pertanian di wilayah ini berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Pengembangan daerah ini sebagai kawasan agrowisata adalah sesuai dengan Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah (RTRW) Pemda Propinsi DKI Jakarta, yakni sekaligus berfungsi sebagai kawasan resapan dan pengendali banjir. Selain itu pengembangan kawasan agrowisata di Kec. Jagakarsa juga mendukung pengembangan Setu Babakan sebagai kawasan Wisata Budaya Betawi dan pelaksanaan program Pembangunan Kawasan Selatan-Selatan. Penetapan daerah Setu Babakan menjadi daerah Pengembangan Perkampungan Budaya Betawi telah dilakukan oleh Gubernur Propinsi DKI Jakarta sesuai dengan SK Gubernur No. 92 tahun 2000, tanggal 18 Agustus 2000. Jenis ternak kambing yang diusahakan di wilayah ini terutama adalah Peranakan Etawa (PE) dan berbagai jenis kambing lainnya yang merupakan keturunan dari perkawinan yang tidak terkontrol antara jenis kambing Kacang dan jenis lainnya. Kambing tersebut ada yang dipelihara secara lengkap, yaitu
terdiri dari pejantan, induk dan anak kambing, tetapi juga ada yang hanya dipelihara selama periode penggemukan sebelum dipotong, atau hanya didatangkan pada saat beberapa hari sebelum dijual sebagai ternak potong pada Hari Raya Iedul Adha. Jumlah petani pemilik ternak kambing adalah sebanyak 7 orang dengan rataan jumlah kepemilikan ternak berkisar antara 2 hingga 6 ekor. Selain itu tercatat ada 5 orang yang berprofesi sebagai penjual kambing dengan kapasitas penjualan sebanyak 20 hingga 50 ekor per orang per hari. Pada umumnya berbagai jenis atau rumpun kambing terdapat atau dipelihara di wilayah DKI Jakarta, namun salah satu jenis kambing yang dianggap merupakan kambing asli betawi atau sebagai ternak plasma nutfah bagi Propinsi ini adalah yang disebut sebagai kambing Kosta. Oleh sebab itu untuk mendukung pengembangan Perkampungan Budaya Betawi, pada tahun 2000 telah dibagikan kepada 20 orang peternak di Kec. Jagakarsa sebanyak 44 ekor kambing Kosta, terdiri dari 4 ekor jantan dan 40 ekor betina (Sudin Nak-Kan Jakarta Selatan, 2001). Sehingga dalam pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan introduksi teknologi tepat guna untuk pemeliharaan ternak kambing di lokasi Prima Tani, maka telah direncanakan juga untuk melakukan introduksi bibit kambing Kosta. Selain itu pada saat ini sedang dilakukan kerjasama dengan Dinas/Suku Dinas Pekanla untuk melakukan pemurnian bibit kambing Kosta yang ada di wilayah DKI Jakarta, terutama yang terdapat di Kotamadya Jakarta Selatan. Limbah kandang dari usaha peternakan kambing tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan guna mendukung usaha budidaya buah-buahan, sayuran, dan tanaman hias untuk wilayah ini. Diketahui juga bahwa di Kec. Jagakarsa terdapat usaha peternakan sapi perah dengan populasi ternak mencapai 200 ekor. Selain itu ternak sapi perah juga terdapat di Kel. Kukusan, Kotamadya Depok, yang bertetangga dengan Kec. Jagakarsa, dengan populasi sapi mencapai 500 ekor. Usaha peternakan di kedua wilayah ini secara teknis budidaya sudah cukup baik, namun keduanya mengalami permasalahan dalam penanganan limbah, khususnya limbah cair. Limbah cair peternakan terdiri atas campuran urin (kencing) dan cucian kotoran padat (feses). Hingga saat ini limbah cair tersebut di buang ke dalam sungai dan telah menimbulkan permasalahan lingkungan yang serius. Sebagaimana diketahui bahwa limbah cair dari budidaya peternakan memiliki nilai hara yang lebih baik dari limbah padat sehingga berpotensi untuk dikelola dan dikembangkan menjadi pupuk organik yang akan mendukung pengembangan usaha budidaya tanaman di wilayah tempat pelaksanaan kegiatan Prima Tani. KEGIATAN PRIMA TANI KOTAMADYA JAKARTA BARAT Kegiatan Prima Tani di Kotamadya Jakarta Barat difokuskan pada pengembangan agribisnis tanaman hias, karena tanaman ini merupakan salah satu produk unggulan di Propinsi DKI Jakarta dan sentranya berada di wilayah Jakarta Barat. Oleh sebab itu, pada saat ini Sudin Tan-Hut Kotamadya Jakarta Barat memiliki jumlah binaan KT tanaman hias yang paling banyak, yaitu sebanyak 26 KT dari keseluruhan 43 KT tanaman hias yang ada di DKI Jakarta. Setiap KT mempunyai anggota sekitar 15 orang, sehingga jumlah keseluruhan petani tanaman hias yang ada di wilayah ini mencapai sebanyak 450 orang. Namun demikian, jumlah tersebut tidak termasuk petani yang belum mendapat binaan dari Sudin Tan-Hut yang jumlahnya juga cukup banyak. Sebanyak 8 KT dari 26 KT yang ada merupakan petani tanaman anggrek dan sselebihnya adalah petani tanaman hias non anggrek (terutama tanaman hias berdaun indah). Tanaman anggrek banyak dibudidayakan di Kec. Kebon Jeruk, sedangkan tanaman hias non anggrek lebih banyak di Kec. Kembangan. Oleh sebab itu kegiatan Prima Tani ditetapkan untuk dilaksanakan terutama untuk pengembangan tanaman hias non anggrek di Kec. Kembangan, meliputi Kel. Meruya Utara dan Selatan. Kec. Kembangan merupakan salah satu dari 8 kecamatan di Wilayah Kotamadya Jakarta Barat, dan memiliki enam kelurahan, terdiri dari Kel. Joglo, Srengseng, Meruya Utara, Meruya Selatan, Kembangan Utara dan Kembangan Selatan. Luas lahan yang ada di wilayah Kec. Kembangan berjumlah sekitar 2.419 Ha dengan peruntukkan sebagai berikut: 1.290,91 Ha kawasan perumahan; 8,73 Ha industri; 116,08 Ha pertokoan/perkantoran; 36,75 Ha taman; 114,39 Ha pertanian; 643,43 Ha lahan tidur; dan 208,71 Ha lainnya. Luas wilayah Kel. Meruya Utara adalah 432,88 Ha dengan jumlah penduduk sampai tahun 2005 tercatat sebanyak 27.628 jiwa, terdiri dari 14.312 laki-laki dan 13.316 perempuan, dimana sebanyak 49,9% berada pada usia produktif (18-50 tahun). Sedangkan luas wilayah Kel. Meruya Selatan adalah 280 Ha dengan jumlah penduduk tercatat sebanyak 21.198 jiwa, terdiri dari 10.752 lakilaki dan 10.446 perempuan serta 46,97% berada pada usia produktif (BPS, 2004). Jenis komoditas pertanian yang diusahakan di wilayah ini adalah padi, sayuran, buah-buahan dan tanaman hias (Waryat, dkk., 2007a). Luas lahan untuk tanaman padi pada tahun 2005 mencapai 304 Ha,
dan tanaman sayuran seluas 3.010,9 Ha. Jenis sayuran yang dibudidayakan meliputi bayam, kangkung, kacang panjang, mentimun, terong, sawi, lobak, cabe rawit dan cabe merah. Sedangkan jenis buahbuahan yang masih ada antara lain: mangga, jambu biji, jambu air, sawo, belimbing, sirsak, durian, alpokat dan nangka. Jenis tanaman hias yang banyak dikembangkan meliputi: anggrek (Dendrobium, Vanda dll), tanaman berdaun indah (Aglaonema, Anthurium,dll), pisang-pisangan (Heliconia), dan tanaman berbunga (Mawar, Melati dll). Selanjutnya komoditas peternakan yang dikembangkan meliputi ternak unggas, yaitu ayam buras dan itik, serta ternak ruminansia, yaitu kambing, domba, sapi dan kerbau. Pada tahun 2006 tercatat populasi ternak terbesar adalah ayam buras dengan jumlah sebanyak 19.000 ekor dan diikuti oleh ternak itik sebanyak 12.473 ekor. Ternak ruminansia yang paling banyak diusahakan adalah kambing dengan populasi sebanyak 4.307 ekor, sedangkan sapi, kerbau dan domba masing-masing sebanyak 162 ekor, 79 ekor dan 12 ekor. Pada saat ini ternak kambing merupakan ternak yang dominan dipelihara oleh masyarakat disamping unggas. Akibat merebaknya wabah penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) di wilayah DKI Jakarta dan dengan adanya larangan budidaya unggas di kawasan pemukiman (Perda No.4 tahun 2007) menyebabkan produksi unggas menurun dan beberapa petani beralih ke pemeliharaan ternak kambing. Selain itu dukungan Pemda melalui Sudin Nak-Kan Kotamadya Jakarta Barat terhadap budidaya ternak ruminansia juga cukup tinggi, dimana dalam tahun 2007 ini direncanakan untuk pengembangan kambing PE sebagai penghasil susu, menggunakan bahan pakan ampas tahu, yang merupakan limbah dari pabrik tahu yang ada di wilayah ini. Jumlah populasi ternak kambing di Kec. Kembangan mencapai 715 ekor, namun dari kedua lokasi kegiatan Prima Tani ternak kambing hanya terdapat di Kel. Meruya Selatan. Di lokasi tersebut terdapat sebanyak 8 orang peternak dengan jumlah pemeliharaan berkisar antara 2 – 30 ekor per orang dan jumlah keseluruhan kambing yang dipelihara sebanyak 92 ekor (Sudin Nak-Kan Jakarta Barat, 2006). Kondisi usahatani yang ada pada saat ini adalah sebagian besar dengan sistem pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, yaitu 1) ternak dilepas atau diumbar pada siang hari dan dikandangkan pada malam hari; 2) sistem perkandangan masih sederhana, dimana tidak terdapat satupun sekat kandang, sehingga tidak ada pemisahan antara ternak jantan, betina dan anak; 3) sistem perkawinan bersifat inbreeding; 4) tidak ada pemberian pakan tambahan selain hijauan. Hubungan subsistem usahatani antara ternak dan budidaya tanaman hias di Kec. Kembangan sudah ada tetapi belum optimal. Peternak memanfaatkan kotoran kambing untuk dijual sebagai pupuk kandang atau pupuk organik untuk budidaya tanaman hias. Harga jual pupuk kandang berkisar Rp. 5000-10000 per karung. Akan tetapi kegiatan tersebut belum mendapat sentuhan teknologi untuk pembuatan kompos atau pupuk organik yang dapat meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut. Sehubungan dengan itu, sebagai pendukung kegiatan pengembangan tanaman hias, maka direncanakan untuk melakukan introduksi teknologi tepat guna dalam pemeliharaan ternak kambing. Jenis kegiatan yang akan dilaksanakan meliputi: a) perbaikan sistem perkandangan, b) peningkatan mutu bibit kambing melalui pengaturan sistem perkawinan menggunakan pejantan unggul, c) pemberian pakan tambahan dengan formulasi ransum yang tepat jumlah dan tepat mutu, d) pengendalian penyakit dan e) teknologi pemanfaatan kotoran kambing untuk media tanam tanaman hias (Waryat, dkk., 2007b). INTEGRASI TIKTOK DENGAN PADI SAWAH Pemeliharaan Tiktok secara terintegrasi dengan padi sawah telah dilakukan pada tahun 2006, yaitu sebagai pendukung kegiatan Prima Tani yang dilaksanakan di Kodya Jakarta Utara, dengan maksud agar pendapatan petani yang menanam padi dapat menjadi bertambah. Melalui integrasi ini, maka petani akan memperoleh tambahan pendapatan dari hasil penjualan Tiktok dengan biaya pemeliharaan yang sangat minimal. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa kebanyakan petani di lokasi kegiatan Prima Tani ini juga memelihara itik petelur serta itik pedaging berupa entog. Selain itu itik petelur yang diafkir juga selalu laku untuk dijual sebagai itik pedaging. Oleh sebab itu pemeliharaan Tiktok sebagai itik pedaging sangat diminati oleh semua petani yang menanam padi sawah. Penjualan itik pedaging tidak mempunyai masalah, karena tingkat konsumsi itik pedaging di wilayah DKI Jakarta cukup tinggi, yaitu mencapai lebih dari 5.000 ekor per hari (Suwandi, dkk., 2005). Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk memperkenalkan Tiktok hasil temuan dari Balitnak Ciawi kepada peternak di wilayah DKI Jakarta. Selain itu juga untuk mengetahui tingkat pertumbuhan
Tiktok yang dipelihara secara terintegrasi dengan padi sawah serta untuk menghitung tambahan pendapatn yang diperoleh dibanding dengan sistem usahatani padi yang biasa dilakukan petani (Setiabudi, dkk., 2006c). Kegiatan ini dilaksanakan bekerjasama dengan 4 KT, masing-masing menyediakan lahan seluas 2.000 m2. Penanaman padi dilakukan sesuai dengan teknologi yang dintroduksikan, yaitu dengan pola pengelolaan tanaman terpadu (PTT), menggunakan varietas padi Ciherang. Padi ditanam dengan cara jajar legowo, dimana jarak dalam barisan adalah 20 cm x 10 cm dan antar barisan 40 cm x 10 cm. Waktu penanaman padi diatur bertepatan dengan saat menetasnya Tiktok, sehingga umur Tiktok pada saat dilepaskan menjadi sama dengan umur padi, yaitu masing-masing berumur 14 hari. Jumlah Tiktok yang dilepas adalah sebanyak 70 ekor untuk setiap 2.000 m2 areal sawah atau setara dengan 350 ekor per Ha. Semua Tiktok terlebih dahulu dikurung selama 3 hari berturut-turut di dalam kandang setengah terbuka yang dibuat di pinggir sawah, setelah itu baru dilepaskan untuk mecari makan dan beraktifitas di dalam sawah. Tiktok dipelihara sampai berumur 75 hari, yaitu sampai dengan waktu akan keluarnya butir padi, dan diberi pakan tambahan berupa konsentrat berjumlah rata-rata 4 kg per ekor selama jangka waktu pemeliharaan. Data yang dikumpulkan meliputi penimbangan bobot badan Tiktok setiap 2 minggu sekali, biaya produksi dan pendapatan usahatani serta analisa usahatani padi tanpa Tiktok dibanding dengan padi yang diintegrasikan dengan Tiktok. Dari hasil percontohan ini diperoleh hasil bahwa Tiktok dapat dipelihara dengan baik secara terintegrasi dengan padi sawah karena tingkat kematian hanya sekitar 5%, rataan kenaikan bobot badan harian Tiktok selama pemeliharaan adalah sebesar 34,34 g/ekor/hari, dan rataan bobot badan pada umur 70 hari mencapai 2.450 gram/ekor (Tabel 1). Bobot badan yang diperoleh tersebut hanya sedikit lebih rendah daripada yang telah dilaporkan untuk Tiktok yang dipelihara secara intensif di dalam kandang, yaitu pada umur 8 minggu dapat mencapai bobot 2.100 gram/ekor dengan jumlah konsumsi pakan mencapai 6,04 kg/ekor (Simanjuntak, 2005). Namun demikian, perbedaan ini terlihat sangat menguntungkan karena jumlah tambahan pakan konsentrat yang diberikan kepada Tiktok selama pemeliharaan di sawah jauh lebih rendah, yaitu hanya sebanyak 4,0 kg/ekor. Tabel 1. Rataan bobot badan dan kenaikan bobot badan harian Tiktok selama pemeliharaan secara terintegrasi dengan padi sawah Umur Bobot Badan Kenaikan Bobot No. (Minggu) (gram/ekor) Badan (gram/ekor/hari) 1. 0 46 2. 2 130 6,00 3. 4 750 44,28 4. 6 1.250 35,71 5. 8 1.900 46,43 6. 10 2.450 39,28 Rataan 34,34 Selanjutnya diperoleh bahwa dengan pemeliharaan Tiktok yang diintegrasikan dengan padi sawah pendapatan petani menjadi meningkat sebanyak Rp.7.027.600 per Ha dan B/C ratio meningkat dari 1,15 menjadi 1,67 (Tabel 2). Oleh sebab itu dapat disimpulkan bahwa pola integrasi Tiktok dengan padi sawah mempunyai titik ungkit yang paling besar jika dibandingkan dengan usaha peningkatan produktivitas padi yang hanya secara monokultur, walaupun dilakukan melalui introduksi teknologi pola PTT. Sehingga untuk selanjutnya sangat dianjurkan agar pola integrasi ini akan terus menerus dilakukan oleh petani dengan asumsi bahwa bibit Tiktok harus selalu tersedia. Untuk mendukung ketersediaan bibit Tiktok, maka pada masa yang akan datang sebaiknya di lokasi kegiatan Prima Tani juga diintroduksikan teknologi pembibitan Tiktok atau jenis itik pedaging liannya.
Tabel 2. Perbandingan analisa usahatani padi sawah tanpa dan dengan terintegrasi Tiktok yang dipelihara sampai berumur 75 hari
A.
B.
C.
Komponen Biaya dan Pendapatan (Rp./Ha) Komponen Biaya : 1. Sewa Lahan 2. Tenaga Kerja - Biaya pengolahan tanah - Biaya penanaman - Biaya penyiangan (50 HOK @ Rp. 15.000) - Biaya panen (bagi hasil) Total biaya tenaga kerja 3. Bahan a) Padi - Benih padi (25 kg @ Rp. 4.500) - Pupuk Urea/TS (100 kg @ Rp. 2.000) b) Tiktok - Bibit Tiktok (350 ekor @ Rp. 5.000) - Pakan untuk 350 ekor 75 hari (4 kg @ Rp. 1.175) Total biaya bahan 4. Total biaya diluar bunga ( 1 + 2 + 3 ) 5. Bunga modal (12% dari biaya tunai pra panen) 6. Total biaya ( 4 + 5 ) Komponen Pendapatan : - Penerimaan usahatani padi - Penerimaan usahatani Tiktok dg mortalitas 5% (332 ekor @ Rp.32.500) Total penerimaan usahatani Analisis Usahatani : - Keuntungan finansial atas biaya total (B – A6) - B/C Ratio
Tanpa Tiktok
Dengan Tiktok
300.000
300.000
500.000 500.000 750.000 2.000.000 3.750.000
500.000 500.000 1.800.000 2.800.000
112.500
112.500
200.000
200.000
-
1.750.000
-
1.645.000
312.500 4.362.500 283.500
3.707.500 6.807.500 600.900
4.646.000
7.408.400
10.000.000
9.000.000
-
10.790.000
10.000.000
19.790.000
5.354.000
12.381.600
1,15
1,67
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disampaikan beberapa kesimpulan dan saran-saran sebagai berikut: 1. Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di wilayah Propinsi DKI Jakarta telah mulai dilakukan semenjak tahun 2007, yaitu di Kotamadya Jakarta Utara, dan selanjutnya pada tahun 2007 ditambah dengan dua lokasi lagi, meliputi Kotamadya Jakarta Selatan dan Barat. Komoditas utama pada kegiatan di Jakarta Utara adalah padi sawah dan di Jakarta Selatan adalah tanaman buah dan sayuran, sedangkan di Jakarta Barat adalah tanaman hias berdaun indah. 2. Di setiap lokasi diintroduksi teknologi usahatani campuran sehubungan dengan adanya keterpaduan secara timbal balik antara ternak dengan tanaman dan adanya saling ketergantungan satu sama lain.
Untuk wilayah Jakarta Utara juga dilakukan introduksi teknologi berupa pemeliharaan Tiktok secara terintegrasi dengan padi sawah untuk meningkatkan pendapatan petani. 3. Peningkatan pendapatan petani sebesar Rp.7.027.600 per Ha pada pemeliharaan Tiktok yang diintegrasikan dengan padi sawah, dengan B/C ratio meningkat dari 1,15 menjadi 1,67. 4. Untuk mendukung pemeliharaan ternak secara terintegrasi dengan tanaman padi ataupun tanaman lainnya, sebaiknya di lokasi Primatani juga diintroduksikan teknologi pembibitan ternak, terutama Tiktok atau jenis itik pedaging lainnya. DAFTAR PUSTAKA BPS. 2004. Jakarta Barat dalam Angka. Badan Pusat Statistik, Kotamadya Jakarta Barat. Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Bakrie, B., D. Andayani, M. Yanis dan B.V. Lotulung. 2005. Perbandingan Tingkat Produksi Itik Petelur Dengan Pemanfaatan Bahan Pakan Lokal dan Penambahan Konsentrat Dalam Ransum. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis. Special Edition, November 2005. Book I: Manajemen Produksi. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang. Hal.: 47 – 57. Dinas Pekanla. 2005. Buku Statistik Peternakan Propinsi DKI Jakarta tahun 2005. Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan Propinsi DKI Jakarta. Hardjosworo, P.S., A.R. Setioko, P.P. Ketaren, L.H. Prasetyo, A.P. Sinurat dan Rukmiasih. 2001. Perkembangan teknologi peternakan unggas air di Indonesia. Prosiding Lokakarya Unggas Air. Ciawi, 6 – 7 Agustus 2001. Balai Penelitian Ternak, Ciawi. Hal.: 22 – 24. Lotulung, B.V., B. Bakrie, A. Saenab, Sugiarto dan H.P. Saliem. Pengembangan Agribisnis Itik Petelur di Wilayah DKI Jakarta. 2004. Laporan Akhir. Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian Partisipatif (PAATP) Wilayah DKI Jakarta. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Sastro, Y., Suwandi, I.P.Lestari, F.Sulaiman, A.Saputra dan N.R.Sudolar. 2007a. Laporan Survai PRA pada Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di Kotamadya Jakarta Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Sastro, Y., Suwandi, I.P.Lestari, F.Sulaiman, A.Saputra dan N.R.Sudolar. 2007b. Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis pada Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di Kelurahan Srengseng Sawah dan , Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Setiabudi, D., Waryat, I.P.Lestari, O.T.Pakpahan, S.Sampeliling, H. Wijayanti. 2006a. Laporan Survai PRA pada Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di Agroekosistem Lahan sawah Irigasi Kelurahan Rorotan, Jakarta Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Setiabudi, D., Waryat, I.P.Lestari, O.T.Pakpahan, S.Sampeliling, H. Wijayanti. 2006b. Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis pada Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di Agroekosistem Lahan sawah Irigasi Kelurahan Rorotan, Jakarta Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Setiabudi, D., Waryat, I.P.Lestari, O.T.Pakpahan, S.Sampeliling, H. Wijayanti. 2006c. Laporan Tahunan Pelaksanaan Prima Tani ekosistem Lahan sawah Irigasi Kelurahan Rorotan Jakarta Utara. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Setioko, A.R. 2003. Keragaan itik “Serati” sebagai itik pedaging dan permasalahannya. Wartazoa. Vol.13 (1): 14 – 21.
Simanjuntak, L. 2005. Pengelolaan dan bisnis ternak itik, sebagai sarana pengembangan agribisnis di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Tentang Unggas Lokal III. Semarang, 25 Agustus 2005. Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang. Hal. 7-10. Sudin Nak-Kan Jakarta Selatan. 2001. Laporan Tahunan Suku Dinas Petenakan dan Perikanan. Pemerintah Daerah Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Sudin Nak-Kan Jakarta Barat, 2006. Laporan Tahunan Suku Dinas Petenakan dan Perikanan. Pemerintah Daerah Kotamadya Jakarta Barat, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Sudin Tan-Hut Jakarta Selatan, 2005. Laporan Tahunan Suku Dinas Pertanian dan Kehutanan. Pemerintah Daerah Kotamadya Jakarta Selatan, Propinsi DKI Jakarta. Jakarta. Suwandi, B. Bakrie, O.T. Pakpahan dan R. Indrasti. 2005. Rancangan model agribisnis itik pedaging (Tiktok) di DKI Jakarta. Prosiding Lokakarya Nasional Unggas Air II. Balai Penelitian Ternak Ciawi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor. Hal. 115 – 118. Waryat, B.Bakrie, H.Wijayanti, Nurmalinda, S.Sampeliling dan T.Ramdhan. 2007a. Laporan Survai PRA pada Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di Kotamadya Jakarta Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Waryat, B.Bakrie, H.Wijayanti, Nurmalinda, S.Sampeliling dan T.Ramdhan. 2007b. Rancang Bangun Laboratorium Agribisnis pada Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Prima Tani di Kelurahan Meruya Utara dan Selatan, Kecamatan Kembangan, Kotamadya Jakarta Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta.