KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan
PENGELOLAAN DAK: KONDISI DAN STRATEGI KE DEPAN
PENULIS Dr. Riatu Mariatul Qibthiyyah (Universitas Indonesia)
EDITOR Prof. Dr. Robert A. Simanjuntak (Universitas Indonesia)
Dr. Machfud Sidik
Dr. Hefrizal Handra
(Pakar Desentralisasi Fiskal)
(Universitas Andalas)
Drs. Masrizal, M.Soc. Sc (Universitas Andalas)
LAPORAN TIM ASISTENSI KEMENTERIAN KEUANGAN BIDANG DESENTRALISASI FISKAL 2013 Didukung oleh:
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Australian Aid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Australian Aid
ii |
Mendekatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Australian Aid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Australian Aid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Australian Aid
AUSTRALIA INDONESIA PARTNERSHIP FOR DECENTRALISATION (AIPD)
Australian Aid
Acknowledgement
Buku Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi ke Depan ini disusun oleh Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF) Republik Indonesia dan didukung oleh Program Australia Indonesia Partnership for Decentralisation (AIPD).
Disclaimer Pandangan dan pendapat dalam buku Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi ke Depan ini bersumber dari Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF) Republik Indonesia dan tidak menggambarkan pandangan Pemerintah Australia.
iv |
Mendekatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban
Daftar Isi
Kata Pengantar Direktur Program AIPD.............................................. vii Kata Pengantar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan............... ix Daftar Tabel dan Diagram................................................................... xi Ringkasan Eksekutif............................................................................ xiii 1
Pendahuluan................................................................................
1
1.1. Latar Belakang.......................................................................
1
1.2. Permasalahan.........................................................................
2
1.3. Metode Penelitian..................................................................
3
1.4. Ruang Lingkup Penelitian.......................................................
5
2
Perkembangan Kebijakan dan Pengelolaan DAK.........................
7
2.1.
Perkembangan Kebijakan Dana Alokasi Khusus......................
8
2.2.
Perkembangan Besaran Alokasi dan Daerah Penerima Dana
Alokasi Khusus....................................................................... 15
3
Hambatan dan Evaluasi Pengelolaan DAK................................... 19
3.1.
Hambatan Pengelolaan DAK.................................................. 19
3.2.
Evaluasi Pengelolaan dan Kinerja Penyerapan DAK................ 31
v
4
Kebijakan DAK dan Pencapaian SPM........................................... 40
4.1.
Kebijakan DAK untuk Pendanaan SPM Pelayanan Dasar......... 41
4.2.
Kebijakan DAK untuk Pencapaian SPM: Pendekatan
Top-down atau Bottom-up..................................................... 44
5
Arah Kebijakan Pengelolaan Dana Alokasi Khusus: Identifikasi .
Diskresi Pemerintah Daerah......................................................... 52
5.1. Kebijakan Perencanaan DAK................................................... 52
5.2. Kebijakan Formula Alokasi DAK.............................................. 55
5.3. Kebijakan Penggunaan: Petunjuk Teknis yang Bersifat Umum
dan terkait SPM...................................................................... 58
5.4. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi DAK: Pelibatan
Pemerintah Provinsi dan Performance-Based Criteria............. 60
6
Kesimpulan dan Rekomendasi..................................................... 62
6.1. Kesimpulan............................................................................ 62
6.2. Rekomendasi Umum.............................................................. 64
Daftar Pustaka..................................................................................... 67 Lampiran ............................................................................................ 69
Lampiran 1. Daftar Daerah Sampel dan Jumlah Responden......... 69
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Kuesioner I dan Kuesioner II........ 72
Lampiran 3. Arah Kegiatan DAK: Perkembangan Petunjuk
Lampiran 4. SPM Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan
Kesehatan dan Infrastruktur..................................... 93
Lampiran 5.2. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Umum...................................................................... 87
Lampiran 5.1 Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Teknis di 19 Bidang DAK........................................... 77
Pendidikan................................................................ 94
Lampiran 5.3. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
Lingkungan Hidup.................................................... 97
Lampiran 5.4. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Kelautan. 98
Lampiran 5.5. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang
vi
Pertanian.................................................................. 100
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Kata Pengantar Direktur Program AIPD
S
ejak tahun 2012, Program AIPD mendukung Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan melalui Tim Asistensi Ke menterian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF), terutama
untuk pengembangan kebijakan desentralisasi fiskal berbasis penelitian (research based policy).
Pada tahun 2013 TADF mendapatkan mandat untuk melaksanakan em
pat kajian dan penyusunan sejumlah policy brief. Hasil kajian tersebut telah didokumentasikan dalam empat judul buku berikut ini: 1) Pengelolaan Dana Alokasi Khusus (DAK): Kondisi dan Strategi ke Depan; 2) Municipal Development Funds sebagai Alternatif Pembiayaan Infra struktur Daerah; 3) Evaluasi Regulasi Pengelolaan Keuangan Daerah dan Pengaruhnya ter hadap Upaya Peningkatan Kualitas Belanja Daerah; 4) Evaluasi Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pa jak Daerah dan Retribusi dan Pengaruhnya terhadap Pendapatan Daerah.
Sedangkan hasil policy brief yang disusun oleh TADF didokumentasikan
dalam buku Policy Brief 2013.
Kami mengharapkan bahwa kelima buku tersebut dapat berkontribusi
untuk dialog kebijakan yang dapat memperkuat implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia, terutama untuk dampak peningkatan layanan publik bagi masyarakat. Jessica Ludwig-Maaroof Direktur Program
vii
viii |
Mendekatkan Akses Keadilan Bagi Perempuan Korban
Kata Pengantar Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan
D
inamika hubungan keuangan pusat dan daerah yang juga dipe ngaruhi oleh perubahan kondisi global maupun dinamika politik perlu mendapatkan perhatian serius dari Pemerintah Pusat karena
sangat berkaitan dengan berbagai kebijakan yang langsung berdampak pada penyelenggaraan layanan publik oleh Daerah. Oleh karenanya, perbaikan kebijakan yang didasarkan pada hasil kajian yang sifatnya netral, jujur, dan ilmiah harus dilakukan secara terus menerus.
Dalam rangka melakukan perbaikan kebijakan yang berbasis penelitian
atau research based policy, maka Kementerian Keuangan telah menjalin kerjasama dengan Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal (TADF). TADF beranggotakan para akademisi dari berbagai universitas terkemuka di Indonesia dan para pakar di bidang desentralisasi fiskal dan otonomi daerah. Pada tahun 2013, TADF telah melakukan empat buah pene litian dan menghasilkan 7 (tujuh) buah policy brief dan 1 (satu) buah policy note.
Salah satu hasil penelitian tersebut adalah “Pengelolaan DAK: Kondisi
dan Strategi ke Depan”. Penelitian mengenai DAK sudah banyak dilakukan, namun penelitian ini lebih fokus pada upaya mengidentifikasi diskresi peme rintah daerah dan menganalisis efisiensi pengelolaan DAK. Rekomendasi
ix
hasil penelitian ini antara lain perlunya penekanan bahwa DAK diprioritaskan untuk pencapaian SPM sektor pelayanan dasar, simplifikasi informasi dan tahap penetapan petunjuk teknis, perlunya penerapan Medium Term Frame work (MTF) untuk pagu dan penggunaan DAK, dan simplifikasi prosedur penyaluran dan monitoring evaluasi kegiatan DAK. Rekomendasi penelitian lainnya adalah pemerintah pusat sebaiknya memberikan diskresi yang lebih besar kepada pemerintah daerah dalam hal perencanaan DAK, pemerintah daerah juga diharapkan lebih besar perannya dalam penyediaan data yang akan dipakai dalam penghitungan formula alokasi, serta pemerintah daerah baik Provinsi, Kabupaten, dan Kota harus lebih mengoptimalkan mekanisme monitoring dan evaluasi DAK secara internal dan reguler.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini dan juga kepada Australia Indonesia Partnership for Decentralization yang telah mendukung terlaksana nya rangkaian kegiatan TADF 2013. Kami berharap bahwa hasil penelitian ini bermanfaat bagi kita semua dan pihak-pihak terkait lainnya dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang lebih baik di Indonesia. Direktur Jenderal,
Boediarso Teguh Widodo
Daftar Tabel dan Diagram Tabel 2.1. Perkembangan Bidang DAK Tahun 2003-2013.................... 10 Tabel 2.2. Proporsi Alokasi DAK Terhadap PDB.................................... 16 Tabel 2.3. Jumlah Pemerintah Kabupaten dan Kota Penerima DAK
2003-2013: Berdasarkan Bidang......................................... 17
Tabel 3.1. Regulasi Diketahui oleh (Unit SKPD) Pemerintah Daerah..... 20 Tabel 3.2. Perbandingan Tanggal Penetapan Petunjuk Teknis DAK
dengan Tanggal Penetapan Alokasi DAK............................. 27
Tabel 3.3. Tahapan Pengelolaan DAK: Identifikasi Diskresi Pemerintah
Pusat dan Daerah................................................................ 32
Tabel 3.4. Penyerapan Alokasi DAK Berdasarkan Bidang DAK.............. 35 Tabel 3.5. Rata-Rata Persentase Penyerapan DAK Per Wilayah
(Konsolidasi Provinsi Dan Kabupaten/Kota)......................... 37
Tabel 4.1. Persepsi mengenai Tujuan DAK untuk Pencapaian Prioritas
Nasional, Pencapaian SPM, dan Tujuan Lainnya................... 45
Tabel 4.2. Indikator Teknis dalam Penentuan Alokasi DAK................... 47 Tabel 4.4. Pencapaian SPM, Penyerapan Alokasi DAK & Persentase
Realisasi Terhadap Pengeluaran Daerah (Konsolidasi
Kabupaten/Kota Sampel)..................................................... 51
Tabel 5.1. Persepsi mengenai Penetapan DAK dalam Medium Term
Framework (MTF)................................................................ 55
xi
Tabel 5.2. Dana Pendamping DAK dari Pemerintah Daerah
disesuaikan dengan Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah..... 56
Tabel 5.3. Karakteristik Khusus Pemerintah Daerah Perlu Dibatasi
untuk Beberapa Bidang DAK............................................... 57
Tabel 5.4. Kebijakan DAK Ke Depan: Pandangan Mengenai Juknis
yang Bersifat Umum............................................................ 59
Diagram 3.1. Ada atau Tidaknya Regulasi yang Bermasalah dan Jenis .
Regulasi yang Perlu Diperbaiki........................................ 24
Diagram 3.2. Regulasi Petunjuk Teknis (Juknis) yang Perlu Diperbaiki... 25 Diagram 3.3. Jenis Kegiatan DAK dapat dimasukkan dalam APBD........ 29 Diagram 3.4. Alokasi DAK Mencerminkan Biaya Kegiatan.................... 34 Diagram 4.1. Persepsi Pencapaian SPM Berdasarkan Bidang................ 42 Diagram 4.2. Kesesuaian Kegiatan DAK sesuai dengan RPJMD............. 43 Diagram 4.3. Unit SKPD Pemerintah Daerah mengetahui Indikator
Teknis untuk Penetapan Alokasi DAK............................... 44
Diagram 4.4. Jenis Kegiatan DAK dapat diubah untuk Pencapaian SPM. 49 Diagram 5.1. Jumlah Pemerintah Daerah yangMendapatkan Alokasi
DAK selama 1, 2, dan 3 Tahun Berturut-Turut
(2010-2012).................................................................... 54
Diagram 1.
Jumlah Penerimaan Kuesioner II...................................... 71
xii
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Ringkasan Eksekutif
D
ana Alokasi Khusus (DAK) merupakan bagian dari Dana Perimbangan yang erat kaitannya dengan strategi pembangunan nasional. Kegiat an DAK dalam bentuk program pelayanan kepada masyarakat,
diharapkan tidak saja menjadi prioritas pembangunan bagi pemerintah pusat tetapi juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Hal ini mengingat ketentuan mengenai kegiatan yang dapat didanai dari DAK adalah bentuk kegiatan yang merupakan urusan pemerintah daerah.
Berdasarkan hal tersebut, studi ini difokuskan pada pembahasan me
ngenai interaksi antara inisiatif pemerintah pusat dan inisiatif pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK terkait dengan tahapan perencanaan, pe netapan alokasi, penggunaan dan evaluasi. Melalui instrumen FGD (Focus Group Discussion), kuesioner, in-depth interview dengan beberapa Kemen terian, dan juga ekplorasi data sekunder, studi ini mengidentifikasi diskresi pemerintah daerah dan menganalisis efisiensi pengelolaan DAK. Studi ini tidak menganalisis skema penetapan alokasi atau formula DAK, mengingat berbagai studi terdahulu telah membahas mengenai reform formula DAK (ADB 2011, Shah dkk 2012, DJPK dan GIZ 2013).
Perkembangan Kebijakan dan Pengelolaan DAK Secara umum, DAK merupakan transformasi Dana Inpres (Instruksi Presiden) di masa Pemerintahan Orde Baru yang diimplementasikan terakhir pada
xiii
tahun 1998. Berbeda halnya dengan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH), pemanfaatan DAK ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Sesuai dengan Pasal 1 angka 23 UU No. 33 Tahun 2004, pemerintah pusat menya lurkan alokasi DAK untuk membantu daerah tertentu dalam pendanaan ke butuhan sarana prasarana pelayanan dasar masyarakat dan mendorong percepatan pembangunan daerah untuk pencapaian sasaran prioritas na sional.
Pemerintah pusat melalui Bappenas menentukan target sektor penerima
DAK setiap tahun, sesuai dengan prioritas nasional. Bappenas menentukan sektor penerima DAK, dan didasarkan PP No. 55 Tahun 2005, Kementerian Teknis terkait menetapkan program yang menjadi prioritas nasional di sektor tersebut. Selama tahun 2003-2013, total alokasi DAK mengalami peningkatan dan untuk tahun 2013 DAK dialokasikan pada sekitar 90% daerah kabupaten dan kota yang meliputi 19 bidang. Terdapat peningkatan bidang dari 5 bidang prioritas di tahun 2003 menjadi 19 bidang sejak tahun 2011. Dan hampir di setiap bidang, terdapat peningkatan jumlah daerah penerima, walaupun pagu alokasi untuk setiap bidang relatif tidak banyak mengalami peningkatan. Dalam hal ini, penentuan prioritas nasional relatif belum terlihat jelas terkait dengan periode pencapaian dan evaluasi bidang DAK.
Hambatan dan Evaluasi Pengelolaan DAK Beberapa permasalahan dalam pengelolaan DAK yang kemungkinan berpe ngaruh pada efisiensi pengelolaan DAK diantaranya adalah:
Alur penetapan DAK relatif bersifat supply driven dan cenderung
tidak mengikuti prinsip “money follow functions”. Alur yang berlaku saat ini, penetapan petunjuk teknis terkait dengan penggunaan DAK dilakukan setelah adanya penetapan alokasi DAK. Apabila Kementerian Teknis terkait sudah menyusun Petunjuk Teknis, sebelum APBN ditetapkan, Petunjuk Teknis tersebut tidak dapat diterbitkan. Hal ini mengindikasikan bahwa penetapan DAK masih bersifat supply driven. Dalam hal ini, ketentuan di Petunjuk Teknis terkadang juga disesuaikan dengan besar alokasi DAK yang ditetapkan.
xiv
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Terdapat pandangan bahwa permasalahan utama pengelolaan DAK
adalah pada pelaksanaan kegiatan terutama karena Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh berbagai K/L umumnya: 1) sangat rinci untuk hal yang sebenarnya membutuhkan penyesuaian dengan karakteristik pelayanan dae rah, 2) sering berubah-ubah dan penerbitannya terlambat sehingga terjadi penundaan pelaksanaan kegiatan, dan 3) berlaku hanya dalam satu tahun anggaran sehingga relatif terdapat ketidakpastian yang tinggi apabila peme rintah daerah berupaya menyesuaikannya dengan dokumen perencanaan di daerah.
Permasalahan lainnya adalah bahwa kebijakan dana pendamping yang
bersifat sama untuk semua pemerintah daerah sementara alokasi yang di mungkinkan lebih besar untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal ren dah lebih memberatkan secara administratif untuk pemerintah daerah dengan kapasitas fiskal rendah. Penyaluran DAK yang bersifat umum untuk keseluruh an bidang dengan 3 tahap dan adanya persyaratan penyaluran di tiap tahap juga kurang memberikan fleksibilitas di setiap bidang untuk rekomendasi jadwal pelaksanaan kegiatan sesuai dengan karakteristik kegiatan terkait. Isu aspek administratif lainnya adalah mengenai prosedur dan kebijakan peng gunaan sisa DAK.
Dari aspek efisiensi, terdapat pola yang berbeda antar bidang dan
juga antar wilayah. Termasuk dalam hal tingkat kepentingan alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait. Penyerapan DAK relatif tidak jauh berbeda antara bidang yang terkait dengan pelayanan dasar dan bidang lainnya. Penyerapan DAK cenderung sangat rendah untuk bidang pendidikan yaitu kurang dari 50 persen untuk tahun 2010-2011. Di bidang pendidikan dan kesehatan, penyerapan DAK relatif tinggi hanya un tuk wilayah dengan kapasitas fiskal (PDRB per kapita) sedang, sementara untuk bidang infrastruktur, penyerapan relatif rendah untuk wilayah dengan kapa sitas fiskal (PDRB per kapita) yang rendah. Diantara 3 bidang yaitu pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, rata-rata alokasi DAK berkisar 9-10 persen dari pengeluaran pemerintah daerah untuk bidang kesehatan dan infrastruktur. Sementara untuk bidang pendidikan, rata-rata alokasi DAK hanya sekitar 3 persen dari pengeluaran pemerintah daerah di bidang pendidikan. Walaupun
R ingkasan E ksekutif
xv
berdasarkan pagu alokasi, DAK untuk bidang pendidikan mencapai 50 persen dari total alokasi untuk keseluruhan bidang DAK.
Kebijakan DAK dan Pencapaian SPM Pemerintah pusat telah menetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang menjadi acuan kualitas pelayanan dasar yang juga dilakukan oleh pemerintah daerah. Dan sesuai dengan GDFD - Grand Design Fiscal Decentralization (Ke menterian Keuangan, 2008) dan arah perubahan amandemen UU No. 33 Tahun 2004, alokasi DAK diharapkan terkait erat dengan penerapan dan dukungan pencapaian SPM yang dilakukan oleh pemerintah daerah.
Berdasarkan hasil kuesioner dan data realisasi DAK di setiap bidang dan
wilayah, pencapaian SPM relatif bervariasi untuk bidang dengan dukung an DAK dan apabila terkait dengan kinerja penyerapan DAK. Misalnya un tuk bidang pendidikan, penyerapan DAK cenderung rendah di wilayah sampel dengan persepsi pencapaian SPM yang tinggi. Pencapaian SPM juga dipersep sikan mendukung pencapaian prioritas nasional dan sesuai dengan hasil kue sioner relatif merupakan tujuan DAK yang lebih valid dibandingkan dengan tujuan untuk pendanaan kegiatan khusus.
Identifikasi Diskresi Pemerintah Daerah Pengelolaan DAK mencakup perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan dan penyaluran serta pengawasan (evaluasi). Berdasarkan tujuan DAK, pene tapan perencanaan sampai dengan penetapan alokasi ditentukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat. Sementera itu, peran pemerintah daerah dimungkin kan untuk aspek penggunaan dan pengawasan dana transfer tersebut. Misal nya, pemerintah provinsi dilibatkan dalam proses monitoring dan evaluasi DAK tingkat kabupaten dan kota di provinsi tersebut.
Diskresi pemerintah daerah yang lebih besar terkait dengan pengelolaan
DAK dapat dilakukan dari aspek kebijakan: 1) perencanaan yang mencakup penentuan prioritas nasional dan bentuk kegiatan atau target dari DAK, 2) formula alokasi DAK dari kebijakan yang terkait dengan penetapan dana pen damping, penggunaan indikator teknis dengan penyediaan data juga didu kung pemerintah daerah, sampai pada 3) mekanisme monitoring dan evaluasi
xvi
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
yang melibatkan pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten dan kota untuk penekanan bahwa mekanisme evaluasi DAK dapat dilakukan se cara internal dan reguler.
Rekomendasi 1. Prioritas DAK untuk Pencapaian SPM Sektor Pelayanan Dasar Evaluasi prioritas nasional dilakukan terutama untuk bidang dengan SPM yang relatif terkait serta standar dalam penetapan SPM agar SPM lebih ber sifat output dibandingkan dengan input-based. Hal ini dapat dilakukan me lalui review baik yang dilakukan berdasarkan feedback dari forum Musrenbang atau melalui koordinasi di tingkat pemerintah pusat. Kebijakan untuk penca paian SPM sebaiknya diarahkan untuk bidang pelayanan dasar yang menjadi urusan wajib daerah saja, terutama bidang kesehatan, pendidikan dan infra struktur.
2. Simplifikasi Informasi dan Tahap Penetapan Petunjuk Teknis Di bidang pelayanan dasar, terutama bidang pendidikan, petunjuk teknis perlu lebih fleksibel untuk memberikan diskresi bagi daerah dalam pengguna an DAK untuk percepatan pencapaian prioritas nasional dan SPM. Petunjuk teknis sudah diterbitkan sebelum penentuan alokasi DAK. Penerbitan petunjuk teknis dijadikan acuan untuk menentukan alokasi DAK yang juga disesuaikan dengan perencanaan kewilayahan. Petunjuk teknis juga perlu bersifat umum, hanya menetapkan kriterita penggunaan dana yang dapat mengacu pada output seperti SPM, dan tidak menetapkan aspek lainnya terutama yang ter kait dengan pengelolaan anggaran. Tim koordinasi di tingkat pusat, misalnya melalui DPOD, sebaiknya dioptimalkan sebagai clearing-house untuk menya makan hal-hal yang tidak perlu diatur dalam petunjuk teknis, dan juga simpli fikasi detail teknis untuk bidang dan atau kegiatan tertentu.
R ingkasan E ksekutif
xvii
3. Penerapan Medium Term Framework (MTF) untuk Pagu dan Penggunaan DAK Estimasi alokasi DAK untuk jangka menengah (forward estimate) sebaiknya disusun oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas untuk memudahkan pe rencanaan daerah dan antisipasi ketika pemerintah daerah tidak lagi men dapatkan DAK untuk bidang-bidang tertentu yang phase-out terutama yang sudah mencapai SPM. Dalam hal ini, petunjuk teknis juga perlu berlaku untuk periode lebih dari 1 tahun.
Penerapan MTF ini tentunya dilakukan dengan kondisi terdapat perbaikan
formula DAK, seperti juga rekomendasi dari studi-studi terdahulu (Shah dkk 2012, ADB 2011, DJPK & GIZ 2013). Salah satu rekomendasi dari studi-studi tersebut adalah aplikasi kriteria umum, teknis, dan khusus agar disederhanakan jika memang setiap bidang memiliki karakteristik untuk fokus di salah satu kriteria (misalnya antara kriteria teknis dan kriteria khusus). Dan untuk dae rah-daerah penerima DAK yang memiliki kapasitas fiskal di bawah rata-rata untuk bidang-bidang pelayanan dasar tertentu, tidak dipersyaratkan adanya dana pendamping.
4. Simplifikasi Prosedur Penyaluran dan Monitoring Evaluasi Kegiatan DAK Tahap penyaluran dapat dilakukan dalam termin yang lebih fleksible, apakah bersifat lumpsum (satu kali penyaluran) atau bersifat rutin per bulan agar dapat menyesuaikan dengan variasi implementasi kegiatan di setiap bidang. Monitoring dan evaluasi cukup minimal untuk aspek keuangan (karena sudah tercakup dalam pertanggungjawaban APBD). Hal yang dapat diujicoba ada lah evaluasi teknis untuk kesesuaian pencapaian target atau pelaksanaan kegiatan, dengan perencanaan, melalui pelibatan pemerintah provinsi. Pene tapan pagu DAK di setiap bidang atau DAK yang diterima pemerintah daerah dimungkinkan juga untuk didasarkan pada evaluasi kinerja setiap bidang dan atau pemerintah daerah.
xviii
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
1
Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
S
alah satu bentuk dan tujuan dari desentralisasi pengeluaran yang perlu dihindari, adalah ketika pengalihan fungsi bertujuan semata untuk mengalihkan beban pengeluaran pemerintah dari pemerintah pusat
ke tingkat pemerintahan yang lebih rendah. Oleh karenanya, terdapat meka nisme transfer untuk setidaknya pemerintah pusat tetap dapat mendukung pengeluaran atau fungsi yang dilakukan oleh pemerintah daerah sepanjang hal tersebut adalah bagian dari strategi perencanaan atau menjadi prioritas pembangunan pemerintah pusat.
DAK (Dana Alokasi Khusus) merupakan bagian dari Dana Perimbangan
yang erat kaitannya dengan strategi pembangunan pemerintah yang terkait dengan pelayanan kepada masyarakat, diharapkan tidak saja menjadi priori tas pembangunan pemerintah pusat tetapi tetapi juga mendapat dukungan dari pemerintah daerah. Hal ini mengingat dari ketentuan mengenai kegiatan yang dapat didanai dari DAK adalah bentuk kegiatan yang merupakan urusan pemerintah daerah.
Berdasarkan beberapa studi, konsep mengenai tujuan DAK untuk peme
nuhan prioritas nasional juga diinterpretasikan pemerintah daerah untuk mengakomodasi tujuan pembangunan di daerah (TADF, 2009). Perbedaan
1
konsepsi di tingkat pemerintah daerah ini, ditengarai karena skema DAK saat ini yang relatif masih dianggap inefisien. Dalam hal ini, inefisiensi ditengarai muncul karena kurangnya diskresi yang dimiliki oleh pemerintah daerah da lam pengggunaan DAK dari ketentuan dan administrasi yang relatif rigid (Bappenas, 2009; Bappenas dan GIZ, 2011), serta dari penetapan alokasi DAK itu sendiri (Shah dkk, 2012).
Inefisiensi yang terjadi dalam pengelolaan DAK kemungkinan bersumber
dari kerangka kebijakan yang bersifat top-down. Sementara itu disisi lain, DAK dihadapkan pada berbagai hambatan dalam pelaksanaannya di lapangan. Salah satu pandangan munculnya berbagai permasalahan tersebut adalah karena kurang diperhatikannya aspirasi dan diskresi daerah (bottom-up) dari aspek pengelolaan DAK.
1.2. Permasalahan Studi ini menganalisa kemungkinan diberlakukannya pendekatan bottom-up dari mekanisme atau skema DAK untuk meminimalkan inefisiensi yang terjadi dari implementasi DAK saat ini. Namun demikian sejauh mana diskresi peme rintah daerah dapat diprediksi untuk memperbaiki inefisiensi yang ada masih menjadi pertanyaan.1 Dalam perkembangannya, pemerintah pusat terutama untuk pelayanan dasar telah menetapkan SPM (Standar Pelayanan Minimal) yang menjadi acuan kualitas pelayanan dasar yang juga dilakukan oleh peme rintah daerah. Dalam hal ini, sesuai dengan GDFD - Grand Design Fiscal Decen tralization (Kementerian Keuangan, 2008), skema DAK terkait erat dengan penerapan dan dukungan pencapaian SPM yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Bentuk DAK untuk bidang pelayanan dasar yang relatif memiliki stan dar SPM dan telah diacu oleh pemerintah daerah kemungkinan berpotensi mengakomodasi lebih besar diskresi pemerintah daerah dalam pengelolaannya untuk meningkatkan efektifitas alokasi DAK.
1
2
Konsep inisiatif daerah yang cukup tinggi, misalnya, dapat menciptakan moral hazard dari pemerintah daerah dengan memindahkan urusan yang selama ini rutin dianggarkan sendiri oleh pemerintah daerah menjadi kegiatan yang didanai oleh transfer dari pemerintah pusat, melalui DAK. Hal ini lebih mudah terjadi apabila perencanaan daerah juga relatif tidak mencer minkan target pencapaian program pembangunan yang terukur.
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Untuk itu, beberapa pertanyaan mendasar dari masalah dalam penelitian
ini adalah: 1. Bagaimana interaksi antara inisiatif pemerintah pusat dan inisiatif peme rintah daerah dalam pengelolaan DAK (perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan dan evaluasi)? 2. Apakah terdapat permasalahan inefisiensi dalam pengelolaan DAK yang ada saat ini untuk fungsi pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan dan infra struktur)? 3. Apakah terdapat kesesuaian persepsi pengelolaan dan arah kebijakan DAK untuk pencapaian prioritas nasional terutama yang terkait dengan pencapaian SPM?
1.3. Metode Penelitian Berdasarkan pada pertanyaan penelitian tersebut, metode penelitian yang di gunakan adalah desk study, Focus Group Discussion (FGD), in-depth interview dan penyebaran kuesioner. Desk study dari studi dan kajian terdahulu menge nai DAK adalah untuk mengidentifikasi permasalahan utama dari skema DAK saat ini, serta pengumpulan dan identifikasi regulasi dan data sekunder untuk mendukung dan memberikan deskripsi mengenai setiap isu terkait.
Metode Penelitian yang digunakan dapat dijelaskan sbb:
1.
FGD (Focus Group Dicussion) dan kuesioner pada 10 pemerintah daerah dan 8 instansi pusat/kementerian teknis terkait.
2.
Kuesioner terhadap 40 pemerintah daerah sampel lainnya untuk penda laman masing-masing bidang DAK.
3.
In-depth interview terhadap instansi pusat (Bappenas, Kementerian Ke uangan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebu dayaan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup).
4.
Pengolahan data sekunder untuk deskripsi dan/atau estimasi model em pirik yang relevan untuk mengkaji kesesuaian alokasi dengan kebutuhan daerah.
FGD dan penyebaran kuesioner dilakukan melalui kunjungan ke lapangan
untuk memperoleh persepsi pemerintah daerah dan kementerian teknis me
Pendahuluan
3
ngenai konsep dan kebijakan pelaksanaan DAK selama ini maupun untuk strategi ke depan.
Lokasi kunjungan lapangan dan pemilihan daerah sampel didasarkan
pada data tahun 2010 untuk menentukan: 1) wilayah dengan karakteristik per kapita alokasi DAK yang relatif besar atau yang relatif kecil, 2) wilayah dengan porsi DAK untuk fungsi pelayanan dasar yang relatif besar atau yang relatif kecil.2
Berdasarkan indikator pemilihan pemerintah daerah tersebut, berikut
adalah daerah lokasi survai dan pemerintah kabupaten/kota yang berpartisipasi dalam FGD dan penyebaran kuesioner di lima wilayah provinsi, yaitu: 1. Nusa Tenggara Barat (Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat). 2. Bangka Belitung (Kabupaten Belitung dan Kabupaten Belitung Timur). 3. Gorontalo (Kota Gorontalo dan Kabupaten Gorontalo). 4. Kalimantan Barat (Kabupaten Kubu Raya dan Kota Pontianak). 5. Jawa Timur (Kabupaten Malang dan Kota Batu).
Selain kegiatan FGD, penyebaran kuesioner juga dilakukan untuk peme
rintah daerah lainnya terutama untuk mendalami masing-masing bidang DAK yang ada sekarang. Pemilihan wilayah FGD dilakukan dengan pendekatan purposive sampling, maka untuk penyebaran kuesioner, pemilihan daerah kabupaten dan kota dilakukan melalui random sampling, dengan daftar dae rah dapat dilihat di Lampiran 1 dan kuesioner yang digunakan dapat dilihat di Lampiran 2.
Sementara itu, institusi dan kementerian teknis di tingkat pemerintah
pusat yang menjadi target FGD dan penyebaran kuesioner, adalah sebagai berikut: 1. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2. Kementerian Kesehatan. 3. Kementerian PU. 4. Kementerian Lingkungan Hidup. 5. Kementerian Kelautan. 6. Bappenas.
2
4
Lihat Lampiran 1
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
7. Kementerian Keuangan. 8. Kementerian Dalam Negeri.
Pemilihan kementerian teknis didasarkan pada jenis DAK dari kementerian
teknis yang relatif besar ataupun yang cenderung rendah dibandingkan dengan rata-rata alokasi untuk setiap bidang DAK secara umum. Selain FGD, in-depth interview dilakukan dengan kementerian yang terkait dengan pengelolaan DAK, dengan sampel kementerian-kementerian yang menentukan kebijakan umum alokasi DAK yaitu Kementerian Keuangan, Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri dan kementerian yang menentukan penggunaan DAK sesuai dengan bidang yang mendapat alokasi DAK. Terdapat Kementerian yang me wakili bidang yang mendapatkan alokasi DAK terbesar dan bidang yang memperoleh alokasi DAK terkecil yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebuda yaan, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Lingkungan Hidup. Hal ini di lakukan untuk mengidentifikasi kebijakan dan perkembangan regulasi untuk perbaikan pengelolaan DAK ke depan.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Studi ini difokuskan pada masalah interaksi antara inisiatif pemerintah pusat dan inisiatif pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK terutama dalam tahapan perencanaan, penetapan alokasi, penggunaan dan evaluasi. Dalam instrumen kuesioner yang disesuaikan dengan tujuan identifikasi diskresi pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK, dieksplorasi mengenai konteks penggunaan dan administrasi penyaluran alokasi DAK.
Dalam hal analisis mengenai efisiensi dari pengelolaan DAK, kajian ini
tidak akan fokus pada skema penetapan alokasi atau formula DAK, mengingat berbagai studi terdahulu sudah banyak membahas mengenai reformulasi formula DAK (ADB 2011, Shah dkk 2012, DJPK dan GIZ 2013). Dari berbagai studi tersebut, studi ini lebih pada identifikasi mengenai perspektif pemerintah daerah dan juga instansi di pemerintah pusat untuk arah kebijakan tujuan DAK yang dapat berimplikasi pada perbedaan atau perubahan formula alokasi DAK.
Analisa efisiensi dalam studi dibatasi pada kajian mengenai sejauh mana
alokasi DAK dapat digunakan untuk pendanaan kegiatan yang telah ditetap
Pendahuluan
5
kan dan juga kinerja penyerapan DAK oleh pemerintah daerah. Sementara itu, kesesuaian antara tahap perencanaan terutama akan dikaitkan dengan analisa mengenai sejauhmana DAK digunakan untuk pencapaian SPM. Untuk analisa pencapaian SPM, studi ini membatasi pada bidang pelayanan dasar yang utama yaitu di 3 bidang: Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur.
Oleh karena itu, laporan ini disusun lebih untuk menyesuaikan analisa
dari setiap pertanyaan masalah yang menjadi fokus dari studi ini. Terdapat keseluruhan 6 Bab dalam laporan studi ini yang terdiri dari pendahuluan (Bab 1), perkembangan kebijakan dan pengelolaan DAK (Bab 2), hambatan dan evaluasi pengelolaan DAK (Bab 3), kebijakan DAK dan pencapaian SPM (Bab 4), arah kebijakan pengelolaan DAK dalam rangkat mengoptimalkan diskresi pemerintah daerah (Bab 5), serta bab terakhir adalah kesimpulan dan reko mendasi (Bab 6).
6
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
2
K
Perkembangan Kebijakan dan Pengelolaan DAK
ebijakan desentralisasi yang mulai diimplementasikan sejak tahun 2001 mengubah secara fundamental sistem pemerintahan yang sen tralistis ke sistem yang desentralistis, dengan diundangkannya Un
dang-Undang (UU) No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999. Berdasarkan ketentuan kedua UU tersebut, tanggung jawab terhadap sektor pembangunan sebagian besar diserahkan kepada pemerintah tingkat kabupaten dan kota, dan hanya sebagian kecil dari fungsi pelayanan dilakukan oleh pemerintah tingkat provinsi dan pusat. Pengalihan tanggung jawab (devolusi) ini disertai dengan peningkatan alokasi pendanaan dari APBN kepada pemerintah pro vinsi dan pemerintah kabupaten dan kota. Pada saat yang sama, standar pe layanan minimal (SPM) untuk pelayanan dasar diperkenalkan pada tahun 2002, dan tanggung jawab pemerintah daerah, misalnya di bidang kesehatan, pen didikan, administrasi umum, infrastruktur, serta pasokan air, merupakan se suatu yang diharuskan1. Setelah diimplementasikan, tiga tahun kemudian kedua undang-undang tersebut diamandemen masing-masing menjadi UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 33 Tahun 2004
1
Khususnya untuk pemerintah daerah tingkat kabupaten dan kota, sesuai dengan pembagian kewenangan berdasarkan PP 38 Tahun 2007.
7
tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
Di sepanjang tahun 2010-2013, fokus kebijakan desentralisasi mulai
bergeser lagi, dengan kerangka pemikiran desentralisasi yang juga disesuaikan dengan daya dukung politik, sosial, keberagaman kultural, harmonisasi pe rencanaan pembangunan, efisiensi penyelenggaraan pemerintahan dan upaya peningkatan pelayanan publik dalam rangka pencapaian Standar Pelayanan Minimum. Pada gilirannya, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 juga dalam tahap evaluasi untuk diamandemen kembali, sejalan dengan paradigma desentralisasi yang bersifat dinamik di berbagai aspeknya.
Pemahaman mengenai konsep desentralisasi, baik di pihak pemerintah
maupun masyarakat, sangatlah penting bagi pelaksanaan proses desentrali sasi. Pemerintah dan masyarakat di daerah umumnya memahami prinsipprinsip yang terkait dengan konsep otonomi, tetapi interpretasi mengenai konsep tersebut terkadang berbeda-beda (TADF, 2009; TADF, 2008). Komitmen pemerintah pusat untuk melaksanakan otonomi daerah dengan pelibatan pandangan dari pemerintah dan masyarakat di daerah akan menghilangkan anggapan bahwa pemerintah pusat ingin kembali kepada sistem sentrali sasi.
2.1. Perkembangan Kebijakan Dana Alokasi Khusus Dasar hukum DAK pada dasarnya meliputi sebagai berikut: (1) UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; (2) UU No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional; (3) UU No. 32 Tahun 2004 ten tang Pemerintahan Daerah; (4) UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah; (5) PP No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan; (6) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2012 tentang Pedoman Umum dan Alokasi DAK Tahun Anggaran 2013; (7) Permendagri No 20/2009 tentang Pengelolaan Keuangan DAK di Daerah; (8) Peraturan Menteri Teknis: Petunjuk Teknis Penggunaan DAK masing-masing Bidang yang diterbitkan oleh Kementerian/Lembaga terkait. Dua diantara peraturan perundangan tentang desentralisasi dan otonomi daerah tersebut, yaitu UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004,
8
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
menjadi dasar baru bagi penerapan struktur politik dan administrasi peme rintahan, khususnya fiskal, di Indonesia. Pengertian DAK diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Keuangan Pusat dan Keuangan Daerah, menyebutkan bahwa: “Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.”
Secara umum, DAK menyerupai Dana Inpres (Instruksi Presiden) yang
dikembangkan di masa Pemerintahan Orde Baru yang diimplementasikan terakhir pada tahun 1998. DAK dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membiayai berbagai kegiatan pembangunan khusus di daerah. Tujuannya adalah untuk mengurangi kesenjangan pelayan an publik antar daerah dan meningkatkan tanggung jawab pemerintah dae rah dalam memobilisasi sumber dayanya. Berbeda halnya dengan Dana Alo kasi Umum dan Dana Bagi Hasil, pemanfaatan DAK juga ditentukan oleh Pemerintah Pusat. Sumber pendanaan DAK adalah dari Pendapatan APBN. Sesuai dengan Pasal 1 ayat 23 UU No. 33 Tahun 2004 tersebut, pemerintah pusat menyalurkan alokasi DAK untuk membantu daerah tertentu dalam pendanaan kebutuhan sarana prasarana pelayanan dasar masyarakat dan mendorong percepatan pembangunan daerah untuk pencapaian sasaran prioritas nasional.
Pengelolaan DAK mencakup perencanaan, penetapan alokasi, pengguna
an dan penyaluran serta pengawasan (evaluasi). Berdasarkan tujuan DAK, penetapan perencanaan sampai dengan penetapan alokasi ditentukan se penuhnya oleh pemerintah pusat. Sementara itu, peran pemerintah daerah dimungkinkan untuk aspek penggunaan dan pengawasan dana transfer ter sebut.
Terkait dengan perencanaan, pemerintah pusat melalui Bappenas me
nentukan target sektor penerima DAK setiap tahun, sesuai dengan prioritas nasional. Bappenas menentukan sektor penerima DAK, dan sesuai dengan PP No. 55 Tahun 2005, Kementerian Teknis terkait akan menetapkan program yang menjadi prioritas nasional di sektor tersebut. Cakupan bidang DAK terus
P erkembangan K ebijakan dan Pengelolaan DAK
9
mengalami perluasan dari hanya lima bidang pada awal introduksi di tahun 2003 hingga menjadi 19 bidang pada tahun 2011 dan tetap bertahan hingga tahun 2013 (Tabel 2.1).
Lampiran 3 menggambarkan jenis kegiatan DAK untuk bidang pelayanan
dasar, yaitu untuk bidang pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan umum, dan juga untuk bidang lainnya. Dari lampiran 3, terlihat perkembangan bidang atau jenis kegiatan tidak saja dalam lingkup pelayanan dasar tetapi juga un tuk bidang lainnya dengan pola ketersediaan pagu DAK untuk suatu bidang tidak hanya pada tahun tertentu tetapi cenderung dilanjutkan di tahuntahun berikutnya. Pola fragmentasi bidang DAK, selain perkembangan kegi atan di sektor yang terkait dengan pelayanan dasar, perkembangan alokasi DAK juga untuk jenis sektor yang relatif merupakan urusan pilihan dari pe merintah daerah seperti untuk sektor lingkungan hidup, kehutanan, dan ke luarga berencana, dan untuk beberapa tahun terakhir DAK juga dialokasikan dengan penekanan karakteristik wilayah tertentu seperti pedesaan dan wilayah perbatasan.
Tabel 2.1. Perkembangan Bidang DAK Tahun 2003-2013
10
Tahun
Total Bidang
Jumlah Bidang Baru
2003
5
5
Pendidikan, Kesehatan, Infratruktur Jalan, Infrastruktur Irigasi & Sarana Pemerintahan
2004
6
1
Perikanan-Kelautan
2005
8
2
Pertanian & Air Minum
2006
9
1
Lingkungan Hidup
2007
9
-
-
2008
11
2
Keluarga Berencana & Kehutanan
2009
13
2
Sarana Prasarana Perdesaan & Perdagangan
2010
14
1
Infrastruktur Sanitasi
Bidang Baru
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
2011
19
5
2012
19
-
-
2013
19
-
-
Listrik Perdesaan, Transportasi Perdesaan, Sarana Prasarana Daerah Perbatasan, Perumahan-Permukiman & Keselamatan Transportasi Darat
Sumber: GIZ, 2012
Dalam hal penetapan alokasi, pemerintah daerah dapat menerima DAK
apabila memenuhi tiga kriteria, yaitu (1) kriteria umum berdasarkan indeks fiskal neto; (2) kriteria khusus berdasarkan peraturan perundangan dan ka rakteristik daerah; dan (3) kriteria teknis berdasarkan indeks teknis bidang terkait (UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004), dengan tujuan setiap jenis (kriteria) sebagai berikut:
Kriteria umum didasarkan pada pertimbangan kemampuan keuangan
pemda dengan prioritas pada daerah yang selisih penerimaan umumnya de ngan belanja pegawai nol atau negatif atau berada di bawah rata-rata nasio nal berdasarkan indeks fiskal netto.
Kriteria khusus disusun dengan memperhatikan peraturan perundangan,
seperti daerah otonomi khusus, dan karakteristik daerah, misalnya daerah pantai, kepulauan, perbatasan, dan lain-lain.
Kriteria teknis didasarkan pada pertimbangan yang ditentukan oleh ke
menterian teknis/kementerian negara dengan menggunakan indikator yang dapat menggambarkan kondisi sarana dan prasarana pada setiap bidang.
Penghitungan alokasi DAK dilakukan melalui dua tahapan, yaitu: (a) Pe
nentuan daerah tertentu yang menerima DAK; dan (b) Penentuan besaran alokasi DAK masing-masing daerah. Pemerintah Daerah yang dapat mene rima DAK harus memenuhi kriteria umum, kriteria khusus, dan kriteria teknis. Namun dalam perkembangannya, pemerintah daerah juga dapat menerima DAK selama memenuhi salah satu dari ketiga kriteria tersebut2.
Sementara itu, penentuan besaran alokasi DAK untuk masing-masing
daerah ditentukan dengan perhitungan indeks berdasarkan kriteria umum, 2
Disarikan dari hasil in-depth interview dan FGD dengan instansi di tingkat pemerintah pusat (2013).
P erkembangan K ebijakan dan Pengelolaan DAK
11
kriteria khusus, dan kriteria teknis (lihat Kotak 2.1). Dalam hal ini, indikator dan penentuan bobot dari kriteria umum ditentukan oleh Kementerian Ke uangan, sementara penentuan indikator untuk kriteria khusus, dan indikator untuk kriteria teknis serta bobot dari setiap indikator tersebut ditentukan oleh Kementerian Teknis. Besaran alokasi DAK untuk setiap daerah ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.
Kotak 2.1. Proses Penentuan Alokasi DAK untuk Kabupaten/Kota 1.
Penentuan kabupaten/kota yang berhak menerima DAK berdasarkan indeks fiskal netto (IFN) atau kemampuan keuangan suatu daerah (IFN<1 otomatis daerah berhak menerima). Langkah ini termasuk ke dalam kri teria umum.
2.
Apabila ada sebuah kabupaten/kota yang tidak memenuhi kriteria umum namun memenuhi salah satu kriteria dari kriteria khusus, yaitu otonomi khusus (otsus) dan daerah tertinggal sebagaimana tercantum dalam un dang-undang, seperti Provinsi NAD dan Provinsi Papua (untuk tahun 2007, hanya Papua), daerah tersebut secara otomatis berhak mendapat DAK.
3.
Jika daerah dimaksud tidak termasuk ke dalam wilayah Provinsi NAD atau Provinsi Papua, daerah itu harus melalui proses penentuan berdasarkan langkah kedua kriteria khusus, yakni karakteristik wilayah seperti daerah pesisir, daerah yang berbatasan dengan negara tetangga, daerah terpen cil, daerah yang rawan banjir dan tanah longsor, daerah rawan pangan dan, sejak tahun 2007, daerah pariwisata. Karakteristik wilayah tadi ma suk ke dalam indeks karakteristik wilayah (IKW).
4.
Menggabungkan IFN (setelah dikonversi sesuai dengan arah IKW) dan indeks karakteristik wilayah untuk mendapatkan indeks fiskal dan wilayah (IFW).
5.
Jika nilai IFW suatu kabupaten/kota lebih dari 1, kabupaten/kota tersebut secara otomatis berhak menerima DAK (walaupun berdasarkan kriteria umum daerah tadi tidak berhak). Apabila nilai IFW suatu daerah kurang dari 1, daerah tersebut tidak berhak menerima DAK.
6.
Daerah yang berhak menerima DAK adalah daerah yang memenuhi lang kah pertama (IFN<1) atau langkah kedua (kabupaten/kota berada pada
12
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
wilayah provinsi NAD atau Papua, meskipun IFN>1), atau memenuhi langkah kelima, yaitu IFW>1. 7.
Menghitung bobot daerah (BD) dengan cara mengalikan indeks fiskal
8.
Untuk seluruh kabupaten/kota, kementerian teknis menghitung indeks
dan wilayah (IFW) dengan indeks kemahalan konstruksi (IKK). teknis untuk tiap sektor yang akan menerima DAK. 9.
Menghitung bobot teknis (BT) dengan cara mengalikan indeks teknis de ngan IKK.
10. Menentukan bobot DAK berdasarkan hasil dari penggabungan BD dan BT. 11. Setelah mendapatkan bobot DAK, Kemenkeu kemudian menentukan jum lah DAK untuk tiap kabupaten/kota. Keterangan: Alur ini disusun berdasarkan hasil analisis beberapa peraturan yang berkaitan dengan DAK dan hasil wawancara dengan ke menterian terkait.
Dalam hal administrasi penyaluran alokasi DAK, DAK disalurkan sebagai satu keseluruhan alokasi seluruh bidang DAK yang diterima oleh pemerintah dae rah terkait. Kotak 2.2 menjelaskan prosedur dan tahapan penyaluran DAK.
Kotak 2.2. Tahap dan Prosedur Penyaluran Alokasi DAK 1.
Penyaluran DAK dilakukan dengan memindahkan rekening dari RKUN ke RKUD. Akun tersebut didasarkan pada basis kas dan tidak berdasarkan pengeluaran.
2.
Penyaluran disalurkan dalam 3 tahap: pertama 30%, kedua 45%, dan ketiga 25%.
3.
Penyaluran DAK tidak bisa dilakukan dalam satu waktu, dan tidak dapat
4.
Penyaluran DAK dilakukan setelah dokumen yang diminta diterima oleh
dilakukan setelah satu tahun fiskal. DJPK. Penyaluran tahap pertama paling cepat adalah pada bulan Februari.
P erkembangan K ebijakan dan Pengelolaan DAK
13
5.
Dokumen (dokumen) yang harus diserahkan untuk pencairan DAK tahap pertama adalah sebagai berikut:
a.
Penyampaian Perda APBD.
b.
Realisasi DAK dan laporan kegiatan DAK tahun lalu.
c.
DAK realisasi laporan tahap ketiga dari DAK tahun lalu.
d.
SP2D rekap pada tahap ketiga DAK tahun lalu.
e.
Surat pernyataan untuk dana pendampingan DAK tahun berjalan.
6.
Dokumen yang diserahkan untuk pencairan DAK tahap kedua adalah sebagai berikut:
a.
Laporan penyerapan DAK tahap pertama tahun berjalan
b.
SP2D rekap DAK tahap pertama tahun berjalan.
7.
Dokumen yang diserahkan pencairan DAK tahap ketiga:
a.
Laporan penyerapan DAK tahap kedua tahun berjalan.
b.
SP2D rekap DAK tahap kedua tahun berjalan.
8.
Laporan penyerapan DAK tahap pertama dan tahap kedua dapat dilaku kan setelah penggunaan dana DAK sama atau lebih dari 90% dari jumlah DAK yang telah diterima.
9.
Laporan penyerapan DAK tahap pertama dan kedua dapat disampaikan paling lambat 7 hari sebelum akhir tahun fiskal. Jika laporan disampaikan terlambat, maka sisa dana tidak akan ditransfer.
10. Semua dokumen prasyarat di kertas kop surat dan harus ditandatangani oleh kepala daerah dan dicap basah. Semua dokumen yang diserahkan harus dokumen asli yang ditambahkan dengan softcopy dari laporan excel.
Sumber: Risdiwinarsa (2012)
Diskresi yang lebih besar dari sisi pengeluaran memberi peluang bagi
pemerintah daerah untuk meningkatkan sumberdaya untuk meningkatkan kinerja berbagai indikator pembangunan. Tetapi banyak pemerintah kabupa ten dan atau kota tidak memiliki kapasitas untuk menerjemahkan potensi ini melalui perencanaan, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi yang efektif. Misalnya, telah ditemukan bahwa lebih dari 60 persen anggaran kabupaten dialokasikan untuk belanja tidak langsung, seperti upah dan gaji bagi pegawai
14
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
negeri sipil, yang hanya menyisakan sekitar 40 persen untuk belanja langsung pegawai, belanja modal, belanja barang dan jasa, dan belanja lainnya.
Dana alokasi khusus (DAK) merupakan salah satu mekanisme transfer
dari Pemerintah Pusat kepada pemerintah daerah yang bertujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Sesuai dengan peruntukannya, DAK hanya untuk kegiatan fisik. Walaupun kontribusi DAK relatif rendah (hanya sekitar 7%) dari total dana perimbangan, DAK dianggap memiliki peran strategis dalam dinamika pembangunan sarana dan prasarana pelayanan dasar di dae rah (Bappenas dan GIZ 2011). Peran strategis DAK dapat optimal apabila me kanisme transfer sudah sesuai dengan prinsip desentralisasi dan akuntabilitas bagi penyediaan pelayanan dasar masyarakat.
Dalam usaha meningkatkan efektivitas penggunaan DAK, pemerintah
daerah dapat membentuk Tim Koordinasi Kegiatan DAK yang mengoordinasi kan perencanaan, pelaksanaan, pelaporan, dan pemantauan. Tim ini biasanya dikoordinasikan oleh instansi Bappeda dengan anggota dari setiap satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pengelola DAK. Koordinasi ini bertujuan agar terjadi sinkronisasi dan sinergi penggunaan DAK, dan supaya penggunaannya tidak tumpang-tindih dengan penggunaan DAK untuk kegiatan pembangunan lain. Koordinasi ini juga bertujuan untuk menciptakan transparansi, partisipasi, dan akuntabilitas pada setiap kegiatan yang dibiayai DAK.
2.2. Perkembangan Besaran Alokasi dan Daerah Penerima Dana Alokasi Khusus Dari tahun ke tahun, DAK mengalami peningkatan yang signifikan, baik dari segi nilai nominalnya maupun dari segi perbandingan proporsinya dengan proporsi DAU dan DBH (Lihat Tabel 2.2). Selain disebabkan oleh kenaikan ang garan pada setiap bidang yang dibiayai DAK, peningkatan DAK tersebut juga disebabkan oleh perluasan bidang cakupan pembiayaan DAK dan peningkatan jumlah kabupaten/kota yang menerima DAK. Hasil penghitungan alokasi DAK dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Alokasi dan Pedoman Pengelolaan DAK per Daerah. Menurut PP No. 55 Tahun 2005, Men
P erkembangan K ebijakan dan Pengelolaan DAK
15
teri Keuangan sudah harus mengeluarkan PMK ini paling lambat 2 minggu setelah UU APBN disahkan.
Alokasi dana yang bersifat specific grant dalam bentuk DAK, juga terus
meningkat walaupun sempat turun pada tahun 2010. Alokasi DAK turun menjadi Rp 21,0 triliun (0,3 persen terhadap PDB) di tahun 2010 sebagai akibat dari terbatasnya kemampuan keuangan negara. Alokasi DAK kembali meningkat menjadi Rp24,8 triliun (0,3 persen terhadap PDB) tahun 2011 dan Rp26,1 triliun (0,3 persen terhadap PDB) tahun 2012. Peningkatan DAK tersebut antara lain terkait dengan (1) meningkatnya kemampuan keuangan negara, (2) bertambahnya bidang yang didanai DAK, (3) bertambahnya dae rah otonom baru, dan (4) adanya pengalihan sebagian anggaran kementerian negara/lembaga yang sebelumnya digunakan untuk mendanai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah menjadi DAK.
Tabel 2.2. Proporsi Alokasi DAK Terhadap PDB Tahun
Alokasi DAK Nasional (Miliar Rupiah)
Proporsi (%)
2004
2.839
0,12
2005
4.014
0,14
2006
11.570
0,35
2007
17.094
0,43
2008
21.202
0,43
2009
24.820
0,44
2010
21.133
0,33
2011
25.233
0,34
2012
26.116
0,32
Sumber: APBN Tahun 2012
Jumlah daerah penerima DAK juga bertambah signifikan, yakni dari 438
daerah tahun 2007, menjadi 476 daerah tahun 2008, 506 daerah tahun 2009, dan 518 daerah tahun 2010. Pada tahun 2011 dan 2012, jumlah dae
16
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
rah penerima DAK sama yakni 520 daerah. Perkembangan jumlah pemerintah kabupaten dan kota yang menerima alokasi DAK di setiap bidang DAK dapat dilihat di Tabel 2.3. Dari Tabel 2.3, terlihat bahwa jumlah pemerintah daerah yang menerima DAK relatif terus meningkat setiap tahunnya di setiap bidang DAK. Deskripsi di Tabel 2.3 ini menunjukkan kecenderungan yang kontradiktif dengan amanat atau insight awal dari Pasal 162 ayat (1) UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 39 UU No. 33 Tahun 2004 bahwa DAK hanya dialokasikan kepada daerah tertentu. Apabila alokasi DAK akan membantu pemerintah daerah mencapai prioritas dan target nasional, tentunya setiap tahun, jumlah pemerintah daerah yang menerima DAK akan berkurang dan bukan justru bertambah sesuai dengan kemajuan pencapaian prioritas nasional terkait.
Pada APBN 2013, pemerintah pusat mengalokasikan DAK sebesar Rp31,7
triliun yang terdiri dari Rp29,7 triliun dialokasikan untuk 19 bidang dan bagi seluruh pemerintah daerah serta Rp2 triliun yang dialokasikan untuk infra struktur jalan dan pendidikan bagi 183 daerah tertinggal. Dari 524 pemerintah daerah, terdapat 6 daerah yang tidak mendapatkan alokasi DAK, yaitu Provinsi DKI Jakarta, Kota Tarakan, Kota Bontang, Kota Dumai, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Tabalong.
Tabel 2.3. Jumlah Pemerintah Kabupaten dan Kota Penerima DAK 2003-2013: Berdasarkan Bidang Bidang
Pendidikan SD
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
267
282
311
409
409
425
426
425
421
415
415
415
423
374
407
395
414
419
416
Pendidikan SMP Kesehatan Pelayanan Dasar
267
282
309
409
409
409
406
429
Kesehatan Pelayanan Farmasi Kesehatan Pelayanan Rujukan
229
216
255
234
370
Infrastruktur Jalan
296
285
324
409
409
446
411
457
430
447
431
Infrastruktur Irigasi
200
192
217
319
342
395
368
389
380
389
376
P erkembangan K ebijakan dan Pengelolaan DAK
17
Bidang
2003
2004
Infrastruktur Air Minum
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
240
408
409
425
407
426
407
419
414
407
423
402
423
421
Infrastruktur Sanitasi Sarpras Pemerintahan Daerah
53
32
129
152
101
97
118
98
133
81
188
279
380
409
409
388
415
441
454
445
144
378
409
409
380
333
287
360
393
311
409
409
388
394
393
417
407
Keluarga Berencana
261
351
378
355
412
422
Kehutanan
98
94
222
332
354
356
Sarpras Perdesaan
103
221
171
171
171
Perdagangan
226
109
198
218
306
Keselamatan Transportasi Darat
401
420
441
Listrik Perdesaan
39
54
70
Perumahan Dan Permukiman
58
35
42
Sarpras Kawasan Perbatasan
7
13
23
Transportasi Perdesaan
37
41
65
Kelautan Dan Perikanan Pertanian Lingkungan Hidup
22
Sumber: Diolah dari data PMK Alokasi DAK
18
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
3
Hambatan dan Evaluasi Pengelolaan DAK
3.1. Hambatan Pengelolaan DAK Dalam pengelolaan DAK, pemerintah daerah yang memperoleh alokasi DAK harus mengikuti berbagai regulasi pusat, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan presiden, peraturan/keputusan menteri, Petunjuk Teknis (Juknis) dan Surat Edaran Direktur Jenderal Kementerian dan Lembaga. Banyaknya regulasi Pemerintah Pusat yang harus dijadikan acuan, mengaki batkan daerah menjadi tidak kreatif dalam membuat regulasi untuk memerinci kebijakan pengelolaan DAK.
Tabel 3.1 dibawah ini menggambarkan mekanisme pengelolaan DAK
yang tidak sepenuhnya diketahui oleh pemerintah daerah. Pemerintah daerah relatif tidak banyak mengetahui (dibawah 80% yang mengetahui) mengenai: 1) formula atau proses penentuan besaran alokasi DAK untuk setiap daerah, 2) penentuan pagu DAK untuk setiap bidang, 3) informasi mengenai penen tuan bidang DAK, serta 4) proses evaluasi DAK. Kondisi ini hampir tidak ber beda antara pemerintah kabupaten dan pemerintah kota, serta antar unit SKPD yang menerima DAK.
Pada bidang DAK; cakupan dan proses evaluasi DAK di bidang pendidikan
dan kesehatan pemerintah daerah dan SKPD sudah mengetahui dengan baik.
19
Sekitar 95 persen responden di bidang pendidikan dan 96 persen responden di bidang kesehatan relatif sudah mengetahui regulasi mengenai cakupan dan proses evaluasi DAK di bidang terkait. Sedangkan untuk bidang pekerjaan umum, terdapat 83 persen responden dari unit SKPD tersebut yang menya takan mengetahui cakupan dan proses evaluasi untuk DAK Bidang Pekerjaan Umum. Tingginya pemahaman mengenai regulasi yang terkait dengan eva luasi DAK di tiga bidang ini disebabkan karena adanya dukungan sosialisasi skema evaluasi dan ketersedian data yang lebih baik dibandingkan dengan bidang DAK lainnya.1
Tabel 3.1. Regulasi Diketahui oleh (Unit SKPD) Pemerintah Daerah Bappeda & DPPKAD
Pendi dikan
Kesehatan
PU
Bidang Lainnya
Keselu ruhan Bidang
Penetapan pagu bidang DAK
82.35%
60.00%
30.43%
58.33%
65.00%
61.70%
Penentuan bidang DAK
88.24%
70.00%
56.52%
88.00%
72.50%
76.06%
Formula Alokasi DAK
64.71%
64.71%
50.00%
66.67%
62.50%
60.87%
Kegiatan yang dapat didanai DAK
88.24%
100.00%
43.48%
100.00%
92.50%
95.07%
Persyaratan penyaluran DAK
93.94%
94.74%
100.00%
91.67%
87.50%
90.65%
Cakupan & proses evaluasi DAK
78.79%
94.12%
95.65%
83.33%
82.50%
85.40%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
1
Untuk bidang pendidikan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah mengembangkan sistem on-line yang tersambung langsung dengan pihak sekolah. Sementara untuk bidang kesehatan, sekretariat DAK di Kementerian Kesehatan rutin dalam pengumpulan data indikator dari setiap wilayah melalui Dinas Kesehatan di masing-masing pemerintah Kabupaten dan Kota.
20
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Berdasarkan FGD di daerah sampel dan hasil kuesioner yang diedarkan,
banyak daerah menilai bahwa regulasi tentang DAK yang dikeluarkan Peme rintah Pusat seringkali terlambat, berubah-ubah, sangat kaku, dan tidak se suai dengan jadwal perencanaan di daerah. Penetapan pagu alokasi ataupun ketentuan penggunaan dana transfer misalnya, pada umumnya ditetapkan berdekatan atau bahkan baru terbit setelah selesainya jadwal penyusunan APBD oleh pemerintah daerah. Akibatnya, beberapa kegiatan dalam kom ponen belanja dalam APBD terpaksa harus diubah dan dimusyawarahkan lagi dengan DPRD, terutama apabila ketetapan dari pemerintah pusat berbeda dengan perkiraan pendapatan dalam penyusunan APBD. Proses birokrasi yang berulang ini selain menyita waktu aparatur pemerintah juga berimplikasi pada tingginya beban administrasi.
Kotak 3.1. Regulasi Sektor: Kesesuaian dengan Sistem Desentralisasi Peraturan perundangan mengenai Desentralisasi, UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004, masih sering terhambat dalam pelaksanaannya oleh karena peraturan perundangan tentang tugas dan fungsi kementerian dan lembaga nonkementerian belum disesuaikan dengan regulasi tersebut atau justru menganut sistem yang berbeda. Peraturan perundangan tentang tugas dan fungsi kementerian dan lembaga nonkementerian yang ada disusun di bawah nuansa sentralistis dengan kewenangan yang sangat besar untuk mengatur dan memutuskan berbagai hal di seluruh pelosok tanah air. Meskipun sebagian besar kewenangan pemerintahan sudah didesentralisasikan, namun struktur kementerian dan lembaga nonkementerian tetap tidak berubah. Dari segi anggaran, unit di tingkat pemerintah pusat masih menguasai proporsi anggaran yang cukup besar, termasuk pengelolaan dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan untuk urusan yang sebenarnya sudah didesentralisasikan.
Pasal 108 UU No. 33 Tahun 2004 menyatakan bahwa dana dekonsentrasi
dan tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian/ lembaga negara yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah secara bertahap di alihkan menjadi DAK. Untuk mengalihkan dana tersebut, Undang-Undang ini memerintahkan agar Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah pelak
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
21
sanaannya. Setelah 9 tahun pelaksanaan undang-undang ini, proses pengalihan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang merupakan bagian dari anggaran kementerian/lembaga negara yang digunakan untuk melaksanakan urusan yang menurut peraturan perundang-undangan menjadi urusan daerah berjalan sangat lambat.
PP No. 55 Tahun 2005 Pasal 50 Ayat 2 menyebutkan “DAK … dialokasikan
dalam APBN sesuai dengan program yang menjadi prioritas nasional.” Se mentara itu, Pasal 51 meletakkan prioritas nasional mendahului urusan dae rah, sebagaimana tertulis dalam Ayat 1, “DAK dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari pro gram yang menjadi prioritas nasional … yang menjadi urusan daerah.” Dalam perspektif ini, DAK rentan untuk diperlakukan seperti pelimpahan wewenang seperti Dana Dekonsentrasi atau penugasan seperti Dana Tugas Pembantuan dengan titik tekan prioritas nasional (Bappenas 2011). Dilihat dari praktek perkembangan jumlah bidang dan juga jumlah pemerintah daerah penerima DAK di setiap bidang, terdapat kecenderungan bahwa alokasi DAK dari pe merintah pusat di bidang terkait merupakan “quasi kanwil” dari Kementerian terkait di daerah.
Perkembangan ini tidak terlepas dari klausul mengenai tujuan alokasi
DAK untuk mendukung prioritas nasional relatif bersifat abstrak dan perlu untuk diperjelas apakah prioritas nasional yang dimaksud disini adalah untuk pencapaian output atau outcome tertentu di bidang yang menjadi target alokasi DAK, atau bahwa prioritas nasional perlu juga untuk dijabarkan sam pai pada tingkat kegiatan. Selanjutnya prasyarat suatu bidang mendapatkan pagu alokasi DAK adalah ketika bidang tersebut memang menjadi prioritas pembangunan yang utama dan terangkum dalam dokumen RPJMN. Penge lolaan DAK dikoordinasikan setidaknya melalui tiga kementerian, yaitu Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Kementerian Dalam Negeri. Dalam hal ini, Bappenas menentukan bidang yang mendapatkan alokasi DAK setiap tahunnya mengacu pada RPJMN, penetapan fokus bidang juga dapat dilaku kan tidak setiap tahun tetapi untuk jangka waktu sesuai dengan RPJMN.
22
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Keterlibatan pemerintah daerah dalam penetapan prioritas nasional,
dilakukan melalui Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional). Selain itu, sesuai dengan proses penetapan dokumen perencanaan di tingkat pemerintah daerah, dokumen perencanaan pemerintah daerah RPJMD, mengacu pada RPJMN atau dokumen perencanaan pemerintah di tingkat pusat yang merupakan acuan dari penentuan prioritas nasional.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor
37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013, belanja yang bersumber dari DAK dianggarkan pada SKPD yang berkenaan sesuai dengan tugas dan fungsinya. Dalam rangka optimalisasi pencapaian sasaran DAK, terhadap sisa tender pelaksanaan kegiatan DAK, agar digunakan untuk menambah target dan capaian sasaran kinerja kegiatan DAK yang telah ditetapkan dalam petunjuk teknis DAK masing-masing bidang. Apabila sisa tender tidak dapat dimanfaat kan pada tahun berkenaan dan harus dilaksanakan pada tahun anggaran berikutnya tetap menggunakan petunjuk teknis tahun anggaran berkenaan.
Dalam rangka peningkatan efisiensi DAK yang didasarkan pada karak
teristik DAK untuk pencapaian prioritas nasional dan pencapaian SPM, maka bentuk diskresi pemerintah daerah dapat dilakukan dari aspek penggunaan DAK dalam bidang-bidang terkait. Seperti terlihat pada Diagram 3.1, sekitar 66 persen responden dari sampel di tingkat pemerintah daerah kabupaten dan kota, menyatakan terdapat permasalahan regulasi pengelolaan DAK yang perlu diperbaiki.
Salah satu regulasi yang relatif dianggap menghambat pemerintah dae
rah terutama terkait dengan penggunaan DAK adalah regulasi petunjuk tek nis pada setiap bidang. Sekitar 70 persen dari responden yang menyetujui terdapat masalah regulasi dalam pengelolaan DAK menyatakan bahwa regu lasi yang bermasalah adalah regulasi mengenai petunjuk teknis. Permasalahan regulasi lainnya diantaranya mencakup hal yang terkait dengan tahapan penyaluran (6,67 persen), penggunaan sisa DAK (1,33 persen), serta persya ratan untuk penyediaan dana pendamping (1,33 persen).
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
23
Diagram 3.1. Ada atau Tidaknya Regulasi yang Bermasalah dan Jenis Regulasi yang Perlu Diperbaiki 21.33%
Lainnya Lainnya Lainnya
Dana
TidakAda TidakAda TidakAda Masalah Masalah Masalah Regulasi Regulasi Regulasi Masalah Masalah Masalah Regulasi Regulasi Regulasi
34%
34% 34%
66% 66%66%
21.33% 21.33%
1.33%
pendamping Dana Dana 1.33% pendamping 1.33% pendamping Tahapan
6.67%
Tahapan Tahapan penyaluran 6.67% 6.67% penyaluran penyaluran Penggunaan Penggunaan 1.33% Penggunaan 1.33% sisaDAK1.33% sisaDAK sisaDAK
RegulasiJuknis RegulasiJuknis RegulasiJuknis
69.33% 69.33% 69.33%
0% 20% 20% 40% 40% 60% 80% 100% 60%100% 80% 100% 0% 0% 20% 40% 60% 80%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Hal yang menjadi permasalahan utama mengenai regulasi petunjuk
teknis adalah bahwa petunjuk teknis dibanyak bidang dinilai terlalu detail dan kaku sampai pada tingkat dimana beban administrasi yang tinggi untuk persiapan dan pencairan dana oleh pihak ketiga sebagai pelaksana kegiatan. Detail pelaksanaan kegiatan yang ditetapkan dalam Petunjuk Teknis, dapat dijustifikasi ketika kegiatan bersifat teknis dan perlu untuk memenuhi standar tertentu, misalnya dalam ketentuan mengenai penyediaan alat laboratorium atau pengadaan kebutuhan farmasi untuk penangangan dan pencegahan penyakit tertentu.2 Namun untuk bentuk kegiatan yang bersifat umum, detail kegiatan yang dianggap terlalu spesifik justru dapat membuat biaya pelak sanaan kegiatan menjadi lebih tinggi atau bahkan tidak sesuai dengan kon disi yang dibutuhkan di unit atau wilayah terkait.
Dari Diagram 3.2, sebanyak 61 persen dari total responden yang menya
takan perlunya perbaikan regulasi petunjuk teknis, memiliki pandangan bah wa juknis mengenai DAK di bidangnya relatif terlalu kaku. Terdapat anggapan bahwa acuan penggunaan dalam juknis adalah untuk kegiatan yang justru tidak sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah di bidang tersebut. Se 2
Dari hasil in-depth interview di beberapa kementerian, antara lain Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, menyatakan bahwa Petunjuk Teknis yang relatif detail masih diperlukan untuk menjamin target-target nasional dapat mudah dikontrol.
24
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
mentara itu, sekitar 35 persen dari total responden yang menyatakan keter lambatan penetapan petunjuk teknis merupakan aspek yang perlu segera ditangani dari regulasi petunjuk teknis.
Diagram 3.2. Regulasi Petunjuk Teknis (Juknis) yang Perlu Diperbaiki 2% 2% Juknisyangterlalu kaku Juknisyang terlambat
35% 61%
JuknisLainnya Periodeberlakunya juknis
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Keterlambatan penetapan peraturan petunjuk teknis untuk kegiatan
DAK yang hanya bersifat fisik berimplikasi pada proses pelaksanaan kegiatan yang tidak optimal. Penyelesaian kegiatan tidak dimungkinkan karena periode waktu yang sangat terbatas, selain juga karena mekanisme penyaluran juga dievaluasi berdasarkan kinerja penggunaan dana secara agregat dari keselu ruhan alokasi DAK yang diterima oleh pemerintah daerah terkait.
Sementara itu, proses mekanisme pelaksanaan kegiatan yang perlu dila
kukan melalui proses lelang ataupun swa-kelola, membutuhkan waktu dan biaya persiapan administrasi. Semua hal itu dibutuhkan untuk mencari dan menarik partisipasi dari calon atau peminat pelaksana kegiatan untuk meng ikuti proses lelang dan atau pihak penerima manfaat kegiatan terkait ter utama untuk kegiatan yang mensyaratkan pelaksanaanya berdasarkan swakelola. Dalam hal ini, permasalahan mengenai keterlambatan Petunjuk Teknis relatif cukup sering terjadi untuk DAK bidang Pendidikan (lihat Kotak 3.2).
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
25
Kotak 3.2. Permasalahan terkait Petunjuk Teknis Bidang Pendidikan Keterlambatan penetapan ataupun adanya perubahan Petunjuk Teknis terjadi di tahun 2010, 2011, dan 2013, dengan sebab yang bervariasi. Tahun 2010: Perubahan Juknis di tengah tahun anggaran, khususnya terkait dengan: a.
Pola pelaksanaan kegiatan; berubah dari mekanisme swakelola hibah
b.
Pelaksana kegiatan; berubah dari satuan pendidikan/sekolah menjadi
menjadi mekanisme pengadaan barang/jasa. SKPD Teknis/dinas pendidikan. c.
Revisi Juknis terkait perubahan tersebut ditetapkan di akhir bulan agustus 2010.
Tahun 2011: Keterlambatan Penerbitan Juknis : a.
Juknis diterbitkan pada bulan Agustus, karena harus dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan dari Komisi X DPR RI.
b.
Proses tender/lelang terlambat.
Tahun 2012: a.
Perubahan pola pelaksanaan DAK dalam Juknis, yakni dari mekanisme pengadaan barang dan jasa, menjadi mekanisme swakelola hibah (hibah kepada unit/satuan kerja yang berada dibawah pemda itu sendiri).
b.
Perubahan tersebut membingungkan Daerah karena sesuai PP No 58 Tahun 2005 ttg Pengelolaan Keuangan Daerah, hibah dapat diberikan kepada pemerintah pusat, pemerintah daerah lain, dan kelompok masyarakat/ perorangan (tidak kepada Satker di bawahnya).
c.
Revisi Juknis baru terbit tgl 14 September 2012, sehingga Daerah hanya memiliki waktu yang terbatas untuk menyesuaikan proses penganggaran dan pelaksanaan DAK pendidikan.
Sumber: Kementerian Keuangan (2013)
Terkait dengan jadwal penetapan Petunjuk Teknis di berbagai bidang
DAK, Tabel 3.2 di bawah ini berisi informasi mengenai tanggal penetapan
26
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Petunjuk Teknis untuk periode 2008-2013. Diantara ketiga bidang pelayanan dasar (pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur), Petunjuk Teknis untuk bidang Pendidikan seringkali mengalami keterlambatan dalam penetapannya. Apa bila untuk bidang infrastruktur relatif menggunakan Petunjuk Teknis yang tidak berubah sejak penetapannya di tahun 2010, Petunjuk Teknis di bidang kesehatan walaupun mengalami perubahan setiap tahunnya, cenderung tidak terlambat dalam penetapannya. Dalam hal ini, acuan keterlambatan penetapan Petunjuk Teknis, sesuai dengan penjelasan PP No. 55 Tahun 2004 Pasal 59 ayat (2) adalah apabila Petunjuk Teknis ditetapkan melewati batas waktu yaitu 2 (dua) minggu setelah penetapan alokasi DAK oleh Menteri Keuangan.
Tabel 3.2. Perbandingan Tanggal Penetapan Petunjuk Teknis DAK dengan Tanggal Penetapan Alokasi DAK No.
Bidang DAK
Juknis DAK 2008
2009
2010
2011
2012
2013
09/04/08
29/01/2009
01/02/10
23/08/2011 16/12/2011 15/02/2013
23/08/2011 16/12/2011 08/02/2013
1
Pendidikan SD
SMP
2
Kesehatan
3
Jalan *
18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
4
Irigasi *
18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
5
Air minum *
18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
6
Sanitasi *
18/12/2007 18/12/2007 15/12/2009 01/11/2010 01/11/2010 01/11/2010
8
Prasarana Pemerintah
9
Kelautan Dan Perikanan
10/12/08
08/12/09
09/12/2010 15/12/2011 27/12/2012
10
Pertanian
17/12/2008
08/10/09
29/12/2010 27/12/2011 10/01/2013
11
Lingkungan Hidup
31/12/2008
2009
11/02/2011 29/12/2011 16/12/2012
12
Keluarga Berencana
31/12/2008 26/11/2009
13
Kehutanan
18/11/2008 26/11/2009 17/12/2010 10/12/2011 26/12/2012
15/12/2008 26/01/2010
24/01/2008 29/10/2008
5/1/10
28/12/2012
20/12/2012 20/12/2012
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
27
14
Sarana Prasaran Perdesaan
Belum ada
04/02/09
28/12/2012
15
Perdagangan
Belum ada
27/01/2010
28/02/2012
Penetapan Alokasi DAK -
PMK Penetapan Alokasi DAK
PMK No. PMK No. PMK No. PMK No. PMK PMK 142/07/2007 171/07/2008 175/07/2009 216/07/2010 209/07/2011 201/07/2012
-
Tanggal Penetapan
20/11/2007 13/11/2008
11/11/09
3/12/2011
12/12/2011 17/12/2012
Sumber: Update dari Kementerian Keuangan (2009) dan Kementerian Keuangan (2013) Catatan: Tanggal yang di-Bold adalah tanggal penetapan Petunjuk Teknis yang terlambat.
Permasalahan mengenai petunjuk teknis untuk tingkatan tertentu meru
pakan kendala bagi pemerintah daerah tidak hanya dalam pelaksanaan kegi atan tetapi juga untuk dimasukkannya kegiatan DAK dalam APBD. Apabila penetapan petunjuk teknis relatif terlambat dari periode yang sudah dijad walkan, kegiatan DAK kemungkinan baru dapat dicantumkan di APBD Per ubahan (APBD-P). Namun demikian, secara keseluruhan, dari Diagram 3.3, kegiatan yang didanai dari DAK secara umum dapat dimasukkan dalam APBD, terlihat dari setidaknya 80 persen responden menyatakan bahwa kegiatan DAK dapat dimasukkan dalam APBD.
Pencantuman kegiatan DAK dari bidang seperti pendidikan dan kese
hatan pada APBD atau APBD-P lebih membutuhkan birokrasi panjang. Hal ini dapat disebabkan dari karakteristik kegiatan dan petunjuk teknis yang dapat berbeda dari tahun-tahun sebelumnya ataupun faktor keterlambatan dari penetapan petunjuk teknis. Kegiatan DAK yang dapat dimasukkan di APBD atau dalam penyusunan APBD-P juga membutuhkan proses birokrasi yang cukup detail. Disamping itu, masalah koordinasi tidak saja terjadi antara pi hak eksekutif tetapi juga dengan pihak DPRD.
28
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Diagram 3.3. Jenis Kegiatan DAK dapat dimasukkan dalam APBD
Lainnya
48.72%
PU
54.17%
Dinkes
54.55%
Dikbud
33.33% 41.67% 31.82%
63.16%
Bappeda& DPPKAD
73.91% 0%
20% 40% SangatSetuju
26.32% 21.74% 60% 80% Setuju
100%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Permasalahan lainnya adalah mengenai tahap atau administrasi penya
luran alokasi DAK. Tahap penyaluran DAK didasarkan pada penggunaan dana dari keseluruhan alokasi DAK dan bukan di setiap bidang. Untuk itu, tingkat penyerapan DAK juga terkadang disebabkan oleh keputusan dan preferensi pemerintah daerah untuk prioritas pelaksanaan bidang DAK.3 Apabila kepu tusan untuk prioritas penggunaan atau pelaksanaan bidang dan kegiatan sangat tergantung dari pilihan pemerintah daerah, aspek penyerapan alokasi DAK di akhir periode cukup krusial karena sisa dana yang belum digunakan untuk alokasi DAK yang sudah disalurkan hanya dapat digunakan untuk bi dang dengan kegiatan yang belum terlaksanakan tersebut.
Prosedur penggunaan sisa alokasi DAK yang tidak terserap dapat ber
beda untuk setiap sektor, yang mensyaratkan bahwa penggunaan sisa alokasi DAK di tahun sebelumnya hanya dapat digunakan untuk kegiatan yang dite tapkan dalam petunjuk teknis di tahun terkait. Konteks kegiatan DAK yang merupakan kegiatan fisik memiliki karakteristik lumpiness atau bentuk pro 3
Terkait dengan prioritas penggunaan dana dan pelaksanaan kegiatan, untuk bidang kesehatan misalnya, rekomendasi dari Kementerian Teknis umumnya adalah untuk memprioritaskan penggunaan dana untuk bidang terkait terutama karena menyangkut antisipasi dan peme nuhan akses dan keberlanjutan pelayanan kesehatan.
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
29
gram pengeluaran yang perlu dilakukan secara keseluruhan. Oleh karena itu, untuk pelaksanaan kegiatan DAK umumnya membutuhkan dana tertentu yang relatif besar, tidak cocok dengan besar sisa DAK yang selain umumnya kecil dibandingkan dengan kebutuhan total dana untuk pelaksanaan kegiatan DAK tersebut, juga menjadi tidak relevan untuk kembali dilaksanakan jika kegiatan terkait telah (selesai) dilakukan. Pengecualian adalah ketika jenis fasilitas pelayanan tersebut di pemerintah daerah terkait memang relatif masih sedikit berdasarkan standar nasional.
Penundaan atau tidak optimalnya pelaksanaan kegiatan DAK, juga
dipengaruhi oleh karakteristik dari jenis kegiatan dalam petunjuk teknis yang relatif terbatas atau dianggap tidak sesuai dengan karakteristik daerah terkait.4
Sementara itu, permasalahan mengenai kebijakan dana pendamping
terutama karena ketentuan yang relatif tidak mempertimbangkan aspek kapasitas fiskal pemerintah daerah seperti dideskripsikan di Kotak 3.3.
Kotak 3.3. Kebijakan Dana Pendamping Berdasarkan ketentuan Pasal 41 UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah antara lain me nyatakan “Daerah penerima DAK wajib menyediakan Dana Pendamping seku rang-kurangnya 10% dari alokasi DAK, kecuali Daerah dengan kapasitas fiskal tertentu yaitu Daerah yang selisih antara Penerimaan Umum APBD dan Belanja Pegawainya sama dengan nol atau negatif”. Berdasarkan ketentuan ini, tidak ada satu daerahpun yang dikecualikan dari ketentuan Dana Pendamping un tuk alokasi DAK yang diterima, atau dengan kata lain Dana Pendamping me rupakan suatu keharusan untuk seluruh pemerintah daerah.
Namun kenyataannya, banyak daerah mengalami keterbatasan anggaran
yang mengancam kelangsungan jasa layanan tertentu seperti kesehatan, pen didikan dan infrastruktur. Akibatnya alokasi DAK yang tidak terserap dalam kurun waktu beberapa tahun anggaran, selain karena keterlambatan terbitnya
4
Kotak 4.1 di Bab 4 menggambarkan mengenai kendala petunjuk teknis yang relatif spesifik untuk setiap sektor, dalam hal ini adalah di Sektor Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur.
30
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Juknis dan hambatan-hambatan lainnya, termasuk karena pemerintah daerah keterbatasan sumber pendanaan untuk pemenuhan Dana Pendamping.
Dana pendamping sebagaimana yang dikemukakan dalam PP No. 55
Tahun 2005, pada pasal 60 ayat 3) DAK dibatasi untuk belanja yang bersifat fisik (belanja modal). Selain itu beban administrasi untuk pelaksanaan kegiatan DAK juga perlu untuk dipenuhi oleh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pe merintah daerah tidak saja menyediakan alokasi dana untuk pemenuhan dana pendamping yang merupakan bagian yang tidak terpisah dari pelaksanaan kegiatan DAK, tetapi juga perlu menyediakan sumber pendanaan untuk be lanja yang bersifat non fisik yang terkait dengan administrasi, koordinasi, mau pun untuk kebutuhan evaluasi internal dari pelaksanaan kegiatan DAK tersebut.
3.2. Evaluasi Pengelolaan dan Kinerja Penyerapan DAK Tahap pengelolaan DAK dapat diklasifikasikan berdasarkan proses perencana an dan penetapan alokasi DAK yang umumnya lebih merupakan diskresi dari pemerintah pusat, walaupun untuk beberapa aspek, pemerintah daerah juga dilibatkan. Misalnya dalam proses perencanaan, yaitu pada konteks penetapan prioritas nasional, terdapat mekanisme Musrenbang dimana pemerintah daerah dapat urun rembuk dan memberikan feedback terkait dengan arah kebijakan dari pemerintah pusat, dalam hal ini yang terkait dengan penetapan prioritas nasional. Sementara itu, untuk tahap penetapan pemerintah daerah yang dapat menerima DAK dan juga penetapan besar alokasi DAK, formula yang dijadikan acuan ditentukan oleh instansi di tingkat pusat. Dalam hal ini, pemerintah daerah di beberapa bidang dilibatkan untuk penyediaan data yang akan digunakan untuk konstruksi variabel indikator teknis. Penggunaan data dari pemerintah daerah perlu kehati-hatian agar upaya untuk menghin dari gaming atau penyediaan data atau prilaku inefisiensi (apabila indikator teknis didasarkan pada input) tidak dilakukan dengan mengorbankan trans paransi formula DAK.5 5
Apabila formula mengenai indikator yang dijadikan acuan untuk kriteria cenderung bersifat tetap, untuk formula kriteria teknis, bobot dan indikator cenderung berubah-ubah. Dalam hal
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
31
Tabel 3.3 memberikan gambaran peran pemerintah pusat dan keterli
batan pemerintah daerah dalam pengelolaan DAK. Dalam hal ini, diskresi pemerintah daerah dapat cukup besar di tahap penggunaan dan juga evaluasi penggunaan DAK, terlebih jika mengacu bahwa yang mendapatkan penda naan DAK adalah urusan daerah yang juga menjadi prioritas nasional. Semen tara itu, seperti juga dalam proses penetapan alokasi, tahap penyaluran DAK dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah pusat (Kementerian Keuangan).
Tabel 3.3. Tahapan Pengelolaan DAK: Identifikasi Diskresi Pemerintah Pusat dan Daerah Tahap
Diskresi Pusat
Diskresi Daerah
Perencanaan
Penetapan prioritas nasional
Masukan dari Musrenbang
Penetapan Alokasi
Penetapan formula dan perhitungan
Penyediaan data
Penggunaan
Penetapan Juknis
Usulan perubahan kegiatan
Penyaluran
Penyaluran (evaluasi) untuk seluruh bidang
Evaluasi
Dilakukan fragmentasi setiap Kementerian
Pelibatan provinsi di beberapa Kementerian
Dana Penyerapan DAK dapat mengacu pada besaran dana dari alokasi
DAK yang diterima oleh pemerintah daerah dan masuk di kas daerah namun tidak atau belum dapat digunakan untuk pendanaan pelaksanaan kegiatan yang dimaksud dalam Petunjuk Teknis. Kinerja DAK juga dapat dikaitkan de ngan seberapa besar untuk setiap pemerintah daerah, besar alokasi DAK yang disalurkan oleh pemerintah pusat. Dari data pagu alokasi dan realisasi DAK, data realisasi DAK mengacu pada besar dana DAK yang sudah masuk dalam kas daerah. Dari keterbatasan karakteristik data tersebut, maka penyerapan DAK hanya mengacu untuk pemerintah daerah yang memiliki besar pagu DAK sama atau melebihi realisasi DAK. Ini berarti aspek inefisiensi hanya dari lihat
ini, perubahannya disangsikan merupakan refleksi dari perubahan atau roadmap prioritas nasional di sektor terkait.
32
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
dari definisi data penyerapan DAK, yaitu kondisi bahwa tidak keseluruhan alokasi DAK dapat disalurkan kepada pemerintah daerah.
Apabila besar alokasi atau pagu DAK tidak seluruhnya disalurkan kepada
pemerintah daerah karena prosedur yang tidak dapat dipenuhi oleh peme rintah daerah, maka sisa alokasi yang belum tersalurkan tidak akan dapat disalurkan di tahun berikutnya. Dalam hal ini, sisa DAK yang tidak tersalurkan akan kembali ke kas negara. Sedangkan untuk sisa dana yang sudah ada di Kas Daerah namun belum dimanfaatkan atau merupakan sisa penghematan dari kegiatan tender misalnya, maka dana tersebut umumnya dapat diguna kan untuk peruntukan yang telah diatur dan wajib digunakan di bidang DAK yang sama. Tentunya ketentuan ini kemungkinan akan membuat pemerintah daerah berupaya memenuhi prosedur penggunaan DAK agar alokasi DAK, tetap masuk sebagai Kas Daerah. Aspek governance dalam konteks ini dite ngarai minimal untuk pengelolaan DAK terutama untuk bidang dengan ukuran DAK yang relatif besar.
1. Alokasi DAK dan Biaya Kegiatan Berdasarkan hasil kuesioner, untuk bidang kesehatan, hanya sekitar 25 persen responden yang menyatakan bahwa alokasi DAK sesuai dengan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Sedangkan sekitar 50 per sen responden di bidang pendidikan dan perkerjaan umum yang menyatakan bahwa alokasi DAK sesuai dengan kebutuhan biaya pelaksanaan kegiatan tersebut. Khusus untuk bidang pendidikan dan juga sub bidang sanitasi yang menjadi bagian bidang pekerjaan umum, pelaksanaan kegiatan dilakukan secara swakelola sementara bidang lainnya umumnya dilakukan berdasarkan lelang.
Penggunaan alokasi DAK yang telah ditetapkan untuk jenis kegiatan
tertentu di setiap bidang, agar relatif efisien dan efektif, maka syarat kecukup an setidaknya menjamin adanya keterkaitan besar alokasi pendanaan dengan kegiatan yang perlu dilakukan. Dari Diagram 3.4, sekitar 62,5 persen respon den di bidang pendidikan menyatakan bahwa alokasi DAK yang diterima untuk bidang yang terkait dengan unit SKPD-nya memang sesuai dengan biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan tersebut. Namun, hanya sekitar
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
33
27,3 persen responden dari unit SKPD di bidang kesehatan yang menyatakan bahwa alokasi DAK sudah mencerminkan biaya kegiatan.
Diagram 3.4. Alokasi DAK Mencerminkan Biaya Kegiatan 70.00% 60.00%
57.14%
62.50% 52.00%
55.00%
50.00% 40.00% 27.27%
30.00% 20.00% 10.00% 0.00% Bappeda& DPPKAD
Dikbud
Dinkes
PU
Lainnya
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
2. Pengelolaan DAK dan Kinerja Penyerapan Alokasi Bidang DAK Penyerapan alokasi DAK sangat tergantung dari kinerja bidang DAK dengan nilai alokasi yang relatif besar seperti untuk bidang-bidang yang terkait de ngan pelayanan dasar, seperti sektor pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Tabel 3.4 menunjukkan bahwa penyerapan atau realisasi penggunaan DAK untuk sektor pendidikan secara rata-rata dibawah 50 persen untuk tahun 2010 dan tahun 2011 (Kementerian Keuangan 2013).
34
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Tabel 3.4. Penyerapan Alokasi DAK Berdasarkan Bidang DAK 2010 No
Bidang
Pagu
Real
2011 %
Pagu
Real
2012 %
Pagu
Real
%
1
Pendidikan
9.334,9 4.090,2
43,8
10.041,3 3.419.1
34,1
10.041,3 7.709,7 76,8%
2
Kesehatan
2.829,8 2.619,9
92,6
3.000,8 2.710,2
90,3
3.005,9 2,745,5 91,3%
3
Inf Jalan
2.810,2 2.668,9
94,9
3.900,0 3,538.1
90,7
4.012,8 3.746,8 93,4%
4
Inf Irigasi
968,4
908,4
93,8
1.311,8 1.202,6
91,7
1.348,5 1.253,4 92,9%
5
Inf Sanitasi
357,2
312,8
87,6
419,6
375,7
89,5
463,7
422,8
91,2%
6
Inf Air Minum
357,2
335,6
93,9
419,6
381,9
91,0
502,5
457,7
91,1%
7
Pras PemdA
386,3
347,6
89,8
400,0
320,6
80,2
444,5
372,6
83,8%
8
Kelautan & Perikanan
1.207,8 1.115,1
92,3
1.500,0 1.318,9
87,9
1.547,1 1.401,9 90,6%
9
Pertanian
1.543,6 1.394,3
90,3
1.806,1 1.615,1
89,4
1.879,6 1.752,4 93,2%
10
Lingkungan Hidup
351,6
327,2
93,1
400,0
361,3
90,3
479,7
431,5
90,0%
11
Keluarga Berencana
329,0
309,1
93,9
368,1
329,8
89,6
392,3
354,5
90,4%
12
Kehutanan
250,0
221,2
88,5
400,0
350,1
87,5
489,8
440,3
89,9%
13
Sarpras Perdesaan
300,0
276,6
92,2
315,5
281,2
89,1
356,9
316,6
88,7%
14
PerdaganGan
107,3
103,2
96,1
300,0
269,6
89,9
345,1
309,9
89,8%
15
Kes Trans Darat
-
-
-
100,0
89,4
89,4
131,6
119,6
90,9%
16
Listrik Perdesaan
-
-
-
150,0
128,5
85,7
190,6
170,7
89,6%
17
Perumkim
-
-
-
150,0
95,1
63,4
191,2
145,2
75,9%
18
Sarpras Perbatasan
-
-
-
100,0
87,4
87,4
121,4
108,5
89,4%
19
Trans Perdesaan
-
-
-
150,0
129,6
86,4
171,4
158,8
92,6%
Sumber: Kementerian Keuangan (2013)
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
35
Di bidang pendidikan, permasalahan keterlambatan tampaknya juga
disebabkan oleh kompleksnya kriteria juknis, sehingga berpengaruh terhadap relatif rendahnya penyerapan di sektor ini, yaitu 34,1 persen di tahun 2011 dan 43,8 persen di tahun 2010. Berdasarkan hasil FGD dengan beberapa pe merintah daerah, ternyata masalah petunjuk teknis di bidang pendidikan me rupakan salah satu faktor penghambat yang paling banyak diungkapkan.
Sementara itu, penyerapan untuk DAK di bidang kesehatan sudah diatas
90 persen, walaupun apabila dilihat berdasarkan sub bidang, penyerapan relatif rendah justru untuk jenis kesehatan pelayanan farmasi di tahun 2011, dan pada tahun 2012 penyerapan DAK yang relatif rendah adalah penyerapan DAK untuk pelayanan rujukan. Hal ini kemungkinan disebabkan sistem daftar menu dengan jenis kegiatan baru ataupun penetapan sub-bidang baru yang menjadi kendala bagi pemerintah daerah dalam melakukan persiapan dan implementasi kegiatan.
Dibandingkan dengan penyerapan DAK di bidang pendidikan dan
kesehatan, penyerapan DAK di bidang infrastruktur relatif lebih baik. Kecuali untuk DAK infrastruktur sanitasi, rata-rata penyerapan DAK untuk infrastruktur selalu diatas 90 persen. Kemudahan implementasi dan juga tipe juknis yang relatif tidak berubah-ubah memudahkan daerah dan melakukan persiapan dan kegiatan implementasi DAK.
3. Kinerja Penyerapan Alokasi DAK dan Pengeluaran Pemerintah Daerah Perbandingan antara penyerapan anggaran pemerintah daerah secara keselu ruhan dan penyerapan DAK antar daerah dapat menunjukkan sejauh mana pengelolaan DAK terjadi karena hambatan regulasi atau lebih pada prilaku pemerintah daerah yang relatif berbeda. Tabel 3.5 dibawah ini menunjukkan total persentase penyerapan DAK antar provinsi (konsolidasi antara pemerin tah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota). Dari Tabel 3.5, penyerapan alokasi DAK untuk tahun 2011 dan 2012 relatif rendah secara agregat untuk pemerintah daerah seperti di Jawa Barat, Lampung, Kalimantan Selatan, Maluku Utara, dan wilayah Papua. Secara agregat, penyerapan DAK di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur untuk pemerintah daerah di wila yah-wilayah ini relatif kurang dari 50 persen. Variasi penyerapan DAK antar
36
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
wilayah relatif besar untuk DAK bidang Kesehatan dan DAK bidang Perkejaan Umum, kemungkinan menunjukkan bahwa tingkat penyerapan DAK juga tergantung kinerja pengelolaan pemerintah daerah terkait selain disebabkan oleh faktor eksternal dari bentuk ketetapan regulasi dari pemerintah pusat.
Dalam hal ini, penyerapan sangat rendah untuk bidang pendidikan baik
untuk tahun 2011 maupun tahun 2012 dengan variasi penyerapan maksimum untuk provinsi dan kabupaten kota secara agregat adalah 65% dan minimum 2,21% untuk wilayah Maluku Utara. Hal ini relatif kontras dengan karakteristik penyerapan DAK antar wilayah untuk bidang kesehatan dan bidang infra struktur. Di antara ketiga bidang ini, apabila permasalahan yang terkait de ngan regulasi pengelolaan terutama untuk penggunaan DAK kemungkinan diantisipasi secara berbeda antar wilayah, sehingga dimungkinkan penyerapan DAK yang tinggi di beberapa wilayah.
Apakah penyerapan DAK yang relatif tinggi merupakan bentuk dari efi
siensi di wilayah tersebut masih perlu untuk dieksplorasi lebih lanjut. Sekilas, dari Tabel 3.5, wilayah dengan penyerapan yang relatif tinggi umumnya tidak hanya spesifik di satu bidang tertentu, tetapi di keseluruhan bidang tersebut. Terdapat kemungkinan bahwa tingkat penyerapan DAK juga tergantung ki nerja pengelolaan pemerintah daerah terkait selain disebabkan oleh faktor eksternal dari bentuk ketetapan regulasi dari pemerintah pusat.
Tabel 3.5. Rata-Rata Persentase Penyerapan DAK Per Wilayah (Konsolidasi Provinsi Dan Kabupaten/Kota) 2011 Provinsi
2012
Pendidikan
Kesehatan
Infrastruktur
Pendidikan
Kesehatan
Infrastruktur
Aceh
58.51
88.38
93.21
42.63
86.76
91.34
Sumatera Utara
56.75
74.78
90.38
39.23
80.46
90.84
Sumatera Barat
16.99
69.64
83.95
28.60
81.17
86.29
Riau
58.53
87.17
86.58
31.69
90.61
90.22
Kepulauan Riau
56.68
44.61
52.72
20.36
36.31
Jambi
38.30
42.64
50.97
25.04
31.50
53.37
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
37
Sumatera Selatan
24.01
60.01
64.42
28.00
56.69
56.49
Kep. Bangka Belitung
21.49
71.97
81.07
34.99
71.54
71.54
Bengkulu
18.37
55.17
30.01
36.14
68.06
45.46
Lampung
13.62
38.96
42.83
25.73
54.05
46.86
Jawa Barat
4.68
26.84
16.42
14.11
25.37
16.87
Banten
9.40
54.17
81.50
37.26
60.04
82.88
Jawa Tengah
3.38
47.72
53.57
18.83
56.96
59.85
Daerah Istimewa Yogyakarta
12.37
46.66
54.28
27.59
55.07
64.21
Jawa Timur
40.87
58.28
51.81
61.31
62.88
66.59
Kalimantan Barat
13.69
52.21
57.03
24.10
37.81
54.64
Kalimantan Tengah
8.90
36.00
48.09
15.93
50.33
43.47
Kalimantan Selatan
4.42
19.60
33.65
13.74
0.43
36.17
27.89
44.18
36.70
5.25
18.34
DKI Jakarta
Kalimantan Timur
38
Sulawesi Utara
8.12
63.78
64.68
20.98
92.07
47.59
Gorontalo
28.96
76.01
63.05
50.82
80.15
61.22
Sulawesi Tengah
28.12
89.09
65.48
58.63
85.58
72.79
Sulawesi Selatan
16.48
56.02
59.01
35.96
60.97
65.12
Sulawesi Barat
4.44
81.96
47.35
25.77
66.36
39.91
Sulawesi Tenggara
25.65
68.85
59.88
36.47
67.73
69.87
Bali
17.03
77.35
68.10
37.02
57.43
65.96
Nusa Tenggara Barat
47.68
59.31
54.06
36.31
68.51
35.53
Nusa Tenggara Timur
65.48
78.77
36.95
63.33
69.19
Maluku
46.50
71.98
80.05
43.45
67.28
79.84
Maluku Utara
2.21
34.64
38.81
27.65
30.11
47.89
Papua
14.31
26.22
37.47
15.58
39.50
40.11
Papua Barat
43.23
60.09
64.05
45.94
75.79
56.98
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
rata-rata
26.10
57.03
59.29
32.30
58.32
57.11
maksimum
65.48
89.09
93.21
61.31
92.07
91.34
minimum
2.21
19.60
16.42
13.74
0.43
16.87
Standar Deviasi
19.53
19.51
18.60
11.99
22.94
19.70
Sumber: DJPK, diolah Catatan: data penyerapan yang dimasukkan hanya untuk wilayah dengan data realisasi DAK (kondisi di kas daerah) tidak melebihi pagu DAK.
Rata-rata persentase penyerapan DAK per wilayah (konsolidasi provinsi
dan kabupaten/kota) tampaknya cukup bervariasi. Tabel 3.6 menunjukkan rata-rata persentase realisasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah, mencakup keseluruhan pemerintah provinsi dan tingkat kabupaten dan kota di masing-masing wilayah. Dari Tabel 3.6, terlihat bahwa alokasi DAK dari bidang pendidikan dan juga untuk bidang kesehatan hampir diseluruh dae rah kecuali untuk wilayah Nusa Tenggara Timur dan Maluku, yang persentasenya tidaklah besar. Dana Alokasi Khusus untuk bidang Pendidikan di sebagian besar daerah kurang dari 5 persen total pengeluaran bidang pendidikan yang dilakukan agregat pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten dan kota di wilayah tersebut. Sementara untuk bidang kesehatan, rata-rata alokasi DAK mencapai 9 persen dari total pengeluaran untuk bidang kesehatan oleh pe merintah daerah provinsi dan kabupaten dan kota di wilayah tersebut. Dalam hal ini, khusus untuk wilayah Nusa Tenggara Timur dan Maluku, persentase DAK untuk bidang kesehatan cukup dominan mencapai hampir 40 persen dari total pengeluaran pemerintah daerah untuk bidang kesehatan di wilayah tersebut.
Hambatan dan E v aluasi Pengelolaan DAK
39
4
Kebijakan DAK dan Pencapaian SPM
P
elayanan dasar yang berkualitas merupakan acuan bagi efektifitas penyediaan pelayanan oleh pemerintah, baik di tingkat pemerintah pusat maupun untuk tingkat pemerintah daerah. Setiap tingkat pe
merintahan memiliki porsi tanggung jawab sesuai dengan fungsi dan kewe nangannya untuk menyediakan layanan yang berkualitas dalam rangka me ningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Dalam hal ini, pelayanan dasar yang sudah mencapai standar pelayanan minimum (SPM) tertentu merupakan awal untuk menciptakan pelayanan dasar yang berkualitas. Artinya selama pelayanan dasar pada suatu negara ataupun daerah belum dapat terpenuhi, maka masyarakat di negara ataupun di daerah itu boleh dikatakan belum tercapai tingkat kesejahteraannya, meskipun pada level yang minimum.
DAK merupakan jenis transfer yang dapat diarahkan untuk pencapaian
SPM, didasarkan pada tujuan DAK yang dapat mengakomodasi setidaknya tiga hal berikut; Pertama, diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah yang kemampuan keuangan daerahnya relatif rendah, dalam rangka mendorong pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) kepada masyarakat, melalui penyediaan sarana dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat. Kedua, mendukung prioritas percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan sistem perlindungan
40
sosial, terutama dalam rangka perluasan akses pelayanan dasar masyarakat miskin. Ketiga, mendukung prioritas peningkatan kualitas sumberdaya ma nusia, khususnya dalam rangka meningkatkan akses dan kualitas pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, dan di wilayah tertinggal.
Konteks efisiensi untuk bentuk conditional transfer seperti DAK, sebe
narnya perlu dilihat tidak saja dari apa dan bagaimana penggunaan alokasi dana transfer tersebut tetapi juga dalam hal: 1) penentuan prioritas nasional yang memang dapat mendorong pencapaian kesejahteraan masyarakat, 2) penentuan besar dana alokasi untuk setiap bidang memang mencukupi un tuk pencapaian prioritas nasional, 3) penentuan kegiatan yang dapat didanai oleh DAK konsisten dan efektif untuk pencapaian prioritas di bidang tersebut, serta 4) formula transfer yang digunakan sesuai dengan outcome yang diha rapkan dipengaruhi dari adanya pendanaan pelaksanaan kegiatan tersebut.
4.1. Kebijakan DAK untuk Pendanaan SPM Pelayanan Dasar Sebagaimana sudah dikemukakan sebelumnya bahwa salah satu tujuan alo kasi DAK adalah untuk pencapaian SPM pada bidang pelayanan dasar. Dia gram 4.1 menunjukkan persepsi unit SKPD mengenai pencapaian SPM dibi dangnya, dan terkait dengan bidang yang menerima alokasi DAK, hampir keseluruhan bidang yang telah menetapkan SPM juga memiliki alokasi DAK. Sekitar 60 persen responden dari unit SKPD Kesehatan dan Pekerjaan Umum berpandangan bahwa SPM di bidangnya relatif telah tercapai, sementara untuk bidang pendidikan hanya sekitar 36 persen responden dari SKPD Pendidikan yang menyatakan telah mencapai SPM di daerahnya. Persentase pencapaian SPM di bidang pendidikan ini relatif lebih rendah dibandingkan dengan pandangan responden dari SKPD lainnya di luar bidang pelayanan dasar. Namun demikian, secara agregat persentase responden yang menya takan telah mencapai SPM di bidangnya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan pencapaian SPM di bidang lainnya. Adapun pelayanan dasar yang dimaksudkan di sini adalah pelayanan bidang pendidikan, bidang kesehatan dan pelayanan dasar bidang infrastruktur.
K ebijakan DAK dan Penc apaian SPM
41
Diagram 4.1. Persepsi Pencapaian SPM Berdasarkan Bidang Lainnya PU
94.12%
52.38%
Dikbud
66.67%
36.84%
Bappeda&DPPKAD
41.94% 0%
91.30%
65.38%
Dinkes
70.83%
47.22%
SPMtercantumdalamRPJMD PencapaianSPM
65.00%
10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Dukungan dari pemerintah daerah relatif akan cukup besar ketika DAK
yang bertujuan untuk pencapaian prioritas nasional juga merupakan ke bijakan prioritas pemerintah daerah. Dari hasil kuesioner pemerintah daerah, seperti ditampilkan di Diagram 4.2, mayoritas unit SKPD di pemerintah ka bupaten dan kota relatif berpandangan bahwa kegiatan DAK juga sesuai dengan prioritas pemerintah daerah yang ada di RPJMD.
Didasarkan pada pandangan bahwa prioritas nasional yang terangkum
di RPJMN selayaknya juga diadopsi dalam RPJMD pemerintah daerah. Dari Diagram 4.2, hanya sekitar 70 persen dari responden di setiap unit SKPD yang menyatakan bahwa terdapat kesesuaian antara kegiatan DAK yang diasumsi kan merupakan representasi dari prioritas nasional yang ada di RPJMN de ngan RPJMD pemerintah daerah.
Informasi mengenai kesesuaian kegiatan DAK yang dilakukan dengan
RPJMD yang disusun dan ditetapkan oleh pemerintah daerah tentunya men syaratkan bahwa keseluruhan pemerintah daerah telah menetapkan dokumen RPJMD. Dokumen RPJMD tersebut diasumsikan telah juga selaras dengan RPJMN atau dokumen perencanaan pemerintah pusat.Namun demikian, da lam prakteknya, tidak semua pemerintah daerah, terutama untuk tingkat
42
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
kabupaten dan kota telah menyusun dan menetapkan RPJMD ataupun RPJPD (Kemendagri 2013).
Diagram 4.2. Kesesuaian Kegiatan DAK sesuai dengan RPJMD Lainnya
52.50%
PU
40.00% 72.00%
Dinkes
45.45%
Dikbud
27.27%
52.63%
Bappeda&DPPKAD
24.00%
31.58%
50.00% 0%
20%
40%
SangatSetuju
45.45% 60%
80%
100%
120%
Setuju
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Salah satu isu mengenai penetapan kegiatan atau program pemerintah
daerah untuk mendukung pencapaian SPM di bidang tersebut adalah bahwa
prioritas atau target pemerintah daerah untuk pencapaian SPM di bidang tersebut sudah dimasukkan dalam dokumen RPMJD. Diagram 4.1 juga me nunjukkan informasi dan pandangan responden mengenai apakah indikator SPM dicantumkan dalam RPJMD. Dalam hal ini, pandangan responden di bidangnya masing-masing menunjukkan pola yang relatif sama dengan kon teks pencapaian SPM. Dari Diagram 4.1 hanya sekitar 50 persen dari respon den di unit SKPD bidang pendidikan kabupaten atau kota terkait yang menya takan bahwa indikator SPM tercantum dalam RPJMD.
K ebijakan DAK dan Penc apaian SPM
43
Diagram 4.3. Unit SKPD Pemerintah Daerah mengetahui Indikator Teknis untuk Penetapan Alokasi DAK 100.00% 80.00% 60.00%
61.29%
63.16%
69.23%
66.67%
PU
Lainnya
47.83%
40.00% 20.00% 0.00% Bappeda& DPPKAD
Dikbud
Dinkes
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
4.2. Kebijakan DAK untuk Pencapaian SPM: Pendekatan Top-down atau Bottom-up
Salah satu perubahan dalam cakupan tujuan DAK dalam draft revisi UU No. 33 Tahun 2004 yang disusun oleh pemerintah adalah bahwa DAK tidak hanya untuk pencapaian prioritas nasional tetapi juga dapat digunakan untuk men dukung pemerintah daerah mencapai SPM di bidang yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah, serta untuk tujuan lainnya. Berdasarkan hasil kue sioner mengenai pandangan terhadap arah kebijakan DAK ke depan ini, dari keseluruhan daerah sampel, lebih dari 80 persen responden menyatakan bahwa penetapan DAK diperlukan untuk mengakomodasi pencapaian prio ritas nasional dan SPM nasional, dan hanya 6 persen responden yang menya takan ketidaksetujuannya. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas pemerintah daerah juga menyadari tujuan DAK untuk prioritas nasional walaupun pe ngelolaan DAK berada di bawah pemerintah daerah.1 1
Sementara itu, tidak banyak responden yang menyatakan persetujuan mengenai penyaluran DAK diluar tujuan prioritas nasional dan pencapaian SPM. Hanya sekitar 30 persen responden yang menyetujui perlunya penetapan DAK untuk tujuan lainnya. Konteks DAK untuk tujuan lainnya, relatif untuk mengakomodasi adanya berbagai jenis transfer yang sebenarnya tidak atau belum diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 seperti jenis-jenis transfer dari pemerintah
44
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Tabel 4.1. Persepsi mengenai Tujuan DAK untuk Pencapaian Prioritas Nasional, Pencapaian SPM, dan Tujuan Lainnya Sangat Setuju
Setuju
Tidak Setuju
Sangat Tidak Setuju
Penetapan DAK Perlu untuk Mengakomodasi Pencapaian Prioritas Nasional
69.2%
24.2%
4.4%
2.2%
Penetapan DAK Perlu untuk Mengakomodasi Pencapaian SPM Nasional
67.0%
26.4%
4.4%
2.2%
Penetapan DAK Perlu untuk Mengakomodasi Tujuan Lainnya
66.7%
30.3%
3.0%
0.0%
Tujuan DAK
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Namun demikian, dalam hal indikator SPM yang dijadikan acuan, relatif
belum ada standar untuk penetapan SPM yang dapat menjamin bahwa indi kator SPM memang dapat merepresentasikan kualitas layanan di bidang ter kait, dan juga jenis bidang apa saja yang memang cocok untuk diterapkan SPM yang berlaku nasional. Hasil studi dari Bappenas dan GIZ (2011) dan DSF (2011) menyatakan bahwa hampir semua indikator SPM di bidang Pendidikan, Kesehatan dan Pekerjaan Umum berupa input, output dan proses, dengan jumlah indikatornya cenderung sangat banyak. Untuk bidang pendidikan dasar, terdapat 27 indikator, bidang kesehatan 18 indikator dan bidang pe kerjaan umum dan penataan ruang 23 indikator. Banyaknya indikator, tentu relatif menyulitkan untuk menghitung kebutuhan jumlah DAK untuk SPM di masing-masing bidang.
Studi-studi terdahulu juga telah menekankan bahwa upaya pencapaian
SPM di Indonesia tidak mungkin terjadi dalam jangka pendek (satu tahun). Desain SPM sendiri masih banyak dipermasalahkan oleh berbagai pihak baik di tingkat Pusat maupun Daerah. Salah satu input dari FGD dan in-depth in terview dengan Kementerian adalah bahwa SPM sebaiknya tidak diterapkan
pusat kepada pemerintah daerah yang masuk dalam kategori Dana Penyesuaian.
K ebijakan DAK dan Penc apaian SPM
45
untuk seluruh urusan pemerintahan yang menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah. Penetapan SPM cukup dibatasi pada beberapa urusan wajib yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah, serta dihindari pengukuran SPM yang ambigu. Pendanaan pencapaian SPM memerlukan kepastian dan keberlanjutan, sehingga perhitungan DAK untuk SPM dalam jangka menengah (paling tidak tiga tahunan) akan memberikan kepastian dan keberlanjutan. Hasil FGD yang dilakukan dengan beberapa daerah yang menjadi sampel dalam penelitian ini juga mengkonfirmasi kesamaan pandangan dari peme rintah daerah dan pemerintah pusat bahwa penggunaan DAK untuk penca paian SPM tidak cukup dalam satu tahun saja.
Pendekatan perencanaan dan pelaksanaan dengan model top-down,
tampaknya semakin tidak efisien untuk pencapaian SPM di daerah. Karena itu, berdasarkan hasil FGD yang dilakukan kepada beberapa daerah dan pe merintah pusat menunjukkan efisiensi yang lebih baik dalam perencanaan dan pelaksanaan DAK. Hal ini dilakukan oleh Kementrian Kesehatan dengan jalan memberikan menu dalam menentukan DAK ke daerah. Artinya Kemenkes tidak menetapkan juknis yang sangat kaku (rigid) tetapi lebih fleksibel sehing ga setiap daerah memiliki deskresi untuk memilih menu yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan di daerah mereka dalam rangka pencapaian SPM.
Disamping itu, Kemenkes juga sudah memiliki sistim online yang lang
sung dari setiap Puskesmas di daerah ke Kemenkes. Dengan demikian maka semua informasi yang terkait dengan kebutuhan dan permasalahan dapat dilaporkan secara cepat kepada Kemenkes sebagai penentu alokasi DAK. Kenyataan yang demikian sudah tentu diharapkan akan dapat mempercepat proses pencapaian SPM di daerah.
Selanjutnya, untuk melakukan evaluasi terhadap pencapaian SPM pada
Kemendikbud, maka sudah dibangun sistem informasi yang langsung dengan setiap sekolah, sehingga pencapaian SPM itu juga dapat dievaluasi sampai di tingkat sekolah. Namun demikian, kriteria dalam juknis untuk pendidikkan dasar yang relatif kaku justru tidak dapat dikaitkan langsung dengan SPM dan kualitas output dari bidang pendidikan yang menjadi target dari alokasi DAK ini. Misalnya penggunaan DAK untuk peralatan meubeler sekolah (almari, meja dan kursi) maka juknisnya juga sampai mengatur hal yang sangat detail se perti ukuran dan jenis kursi dan almari tersebut. Hal ini tentunya akan menyu
46
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
litkan semua sekolah dalam pengadaan barang dan kemungkinan berimplikasi pada biaya yang lebih tinggi.
Dari kegiatan FGD yang dilakukan pada beberapa instansi pusat dan
daerah, para peserta secara umum menyetujui agar penetapan prioritas na sional sebaiknya fokus pada pencapaian SPM untuk pelayanan dasar saja yaitu: pendidikan, kesehatan, infrastruktur. Sebab dengan tetap meluaskan sektor penerima DAK, maka cakupan sektor penerima DAK akan semakin kecil, sehingga dapat berimplikasi pada relatif kecilnya pengaruh dari DAK terhadap pencapaian SPM untuk masing-masing sektor terutama mengingat pool penerimaan nasional yang disalurkan untuk jenis transfer DAK cenderung tidak banyak berubah.
Skema alokasi DAK dengan pendekatan sektor untuk pencapaian SPM
di bidang terkait relatif dapat ditunjukkan dengan sejauh mana indikator teknis dijadikan acuan untuk penetapan daerah penerima dan besaran alokasi DAK. Hasil kuesioner menyatakan mayoritas daerah sampel (89 persen) setuju adanya karakteristik teknis dalam penetapan besar alokasi DAK, dan hanya sekitar 10 persen responden yang menyatakan tidak setuju. Adapun alasan utama adalah agar kualitas kegiatan dapat dipertanggungjawabkan untuk dapat mencapai target atau indikator SPM dari masing-masing daerah de ngan alokasi yang efektif sesuai dengan kebutuhan daerah. Sedangkan dari 10 persen yang menyatakan tidak setuju, alasan yang diutarakan adalah karena ada hal-hal di luar karakteristik teknis yang perlu diperhatikan sesuai dengan kebutuhan daerah itu, seperti potensi daerah dalam pariwisata untuk Kabupaten Belitung.
Tabel 4.2. Indikator Teknis dalam Penentuan Alokasi DAK
Setuju
Tidak Setuju
89.02%
10.98%
100.00%
0.00%
Pemerintah Daerah Karakteristik teknis perlu mendominasi penetapan besar alokasi DAK setiap bidang Pemerintah Pusat Karakteristik teknis perlu mendominasi penetapan besar alokasi DAK setiap bidang Sumber: Hasil Kuesioner, diolah K ebijakan DAK dan Penc apaian SPM
47
Kotak 4.1. Karakteristik Kegiatan dan Petunjuk Teknis Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum Untuk sektor pendidikan, bidang DAK mencakup pendidikan dasar yaitu DAK untuk SD (sekolah dasar), DAK untuk SMP (Sekolah Menengah Pertama), serta DAK untuk pendidikan SMA dan SMK. DAK untuk SMP mulai dialokasikan tahun 2012 sedangkan alokasi DAK untuk pendidikan SMA dan SMK dimulai tahun 2013. Untuk DAK sektor pendidikan, terdapat kegiatan yang berbentuk kegiatan fisik dan juga jenis kegiatan yang ditujukan untuk peningkatan mutu pendidikan.
Sementara itu untuk sektor kesehatan, DAK dialokasikan untuk pelayanan
dasar, pelayanan rujukan, dan bidang kefarmasian. Perbedaan antara kegiatan untuk pelayanan dasar dan pelayanan rujukan lebih pada jenis penyedia layanannya, bahwa untuk pelayanan dasar adalah pemenuhan sarana dan prasarana untuk puskesmas, sedangkan untuk pelayanan rujukan adalah untuk rumah sakit. Mengenai target penyedia layanan (puskesmas dan atau rumah sakit) yang akan diberikan DAK, penentuannya dilakukan oleh peme rintah daerah (Dinas Kesehatan), yang kemudian akan dilaporkan ke Kemen terian Kesehatan. DAK untuk pelayanan kefarmasian mulai dialokasikan tahun 2012 dan umumnya ditujukan untuk penyediaan obat dan unit farmasi.
Petunjuk teknis dari Kementerian Kesehatan bersifat menu list, dimana
pemerintah daerah dapat memilih jenis kegiatan di setiap bidang yang men dapatkan alokasi DAK. Namun demikian, sistem menu list untuk Petunjuk Teknis di Kementerian Kesehatan relatif masih dipandang oleh pemerintah daerah cukup kaku, terutama karena penetapan sistem paket dari pilihan ma sing-masing kegiatan di Petunjuk Teknis tersebut.2
Terkait dengan DAK untuk sektor pekerjaan umum, jenis kegiatan yang
dapat didanai dari DAK relatif tidak berubah. Untuk sektor pekerjaan umum, DAK mencakup alokasi untuk infrastruktur jalan, infrastruktur irigasi, infra struktur air minum, dan infrastruktur sanitasi. Dalam hal ini, infrastruktur irigasi relatif bersinggungan dengan kegiatan DAK dari bidang pertanian.
2
2
Akan tetapi hal ini dimaksudkan oleh Kemenkes sebagai salah satu pengawasan (control) agar daerah benar-benar digunakan untuk pencapaian SPM di daerah. Sebab bila daerah diberi
48
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Terkait dengan alokasi DAK digunakan untuk pencapaian SPM di bidang
tertentu, pada prakteknya, pemerintah daerah relatif juga dapat merubah jenis kegiatan DAK yang telah ditetapkan untuk disesuaikan agar dapat men capai SPM. Dalam hal ini, informasi di kuesioner, tidak mengeksplorasi lebih lanjut mengenai apakah perubahan jenis kegiatan untuk pencapaian SPM tersebut relatif masih sesuai dengan ketetapan yang ada dalam pentunjuk teknis bidang terkait. Dari Diagram 4.4, terlihat bahwa hampir 92 persen responden dari SKPD yang terkait dengan DAK Bidang Pekerjaan Umum me nyatakan bahwa implementasi kegiatan DAK dapat diubah untuk pencapaian SPM di bidang tersebut. Sementara itu, sekitar 73 persen responden di bi dang kesehatan dan 84 persen responden di bidang pendidikan menyatakan bahwa jenis kegiatan DAK relatif dapat diubah untuk pencapaian SPM bidang terkait.
Diagram 4.4. Jenis Kegiatan DAK dapat diubah untuk Pencapaian SPM
Lainnya
84.62%
PU
92.00%
Dinkes
72.73%
Dikbud
84.21%
Bappeda&DPPKAD 0.00%
77.27% 20.00%
40.00%
60.00%
80.00%
100.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah. keleluasaan yang penuh maka seringkali daerah salah dalam menggunakan kewenangannya tersebut. Misalnya “Daerah diberi kewenangan penuh dalam menggunakan DAK untuk pem belian kenderaan Ambulance untuk Puskesmas, tapi daerah malahan membelikan kenderaan Innova”. Oleh karena itu, sistim menu list tersebut masih perlu untuk dilakukan sebagai bentuk pengawasan.
K ebijakan DAK dan Penc apaian SPM
49
Aspek diskresi pemerintah daerah untuk penggunaan DAK di bidang
yang telah ditetapkan pemerintah pusat dapat terdiri dari pemilihan kegiatan yang didanai oleh DAK. Skema administrasi pengelolaan DAK, misalnya, apa kah melalui swa-kelola ataupun sistem lelang untuk meningkatkan penyerapan dari alokasi yang sudah dianggap efisien tersebut, fleksibilitas atau pilihan tahapan penyaluran, dan hal yang terkait dengan penggunaan sisa DAK.
Tabel 4.4 memberikan gambaran mengenai kesesuaian antara penye
rapan alokasi DAK, persentase DAK yang terserap tersebut terhadap realisasi pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait, dan persepsi responden (aparat pemerintah daerah dari unit SKPD terkait) di daerah sampel mengenai pencapaian SPM di bidang pelayanan dasar. Untuk bidang pendidikan, peme rintah daerah dari wilayah dengan persepsi pencapaian SPM yang relatif tinggi cenderung terkait dengan kinerja penyerapan DAK yang rendah, seti daknya untuk wilayah di luar Jawa. Sementara itu, wilayah dengan proporsi alokasi DAK bidang pendidikan yang relatif rendah terhadap total pengeluaran pemerintah daerah di bidang tersebut cenderung juga menunjukkan kinerja penyerapan alokasi DAK yang rendah, dengan pengecualian adalah untuk wilayah Nusa Tenggara.
Untuk bidang infrastruktur, Tabel 4.4 juga menunjukkan pola yang sama
dengan yang tergambarkan di bidang pendidikan. Kinerja penyerapan DAK bidang infrastruktur cenderung tinggi untuk wilayah dengan proporsi alokasi DAK dari total pengeluaran pemerintah daerah di bidang tersebut yang juga tinggi. Sementara itu, untuk bidang kesehatan, tidak cukup terlihat pola keter kaitan antara proporsi alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah di bidang kesehatan dengan kinerja penyerapan DAK di bidang tersebut.
50
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Tabel 4.4. Pencapaian SPM, Penyerapan Alokasi DAK & Persentase Realisasi Terhadap Pengeluaran Daerah (Konsolidasi Kabupaten/Kota Sampel) Penyerapan (%)
Pencapaian SPM
Realisasi Terhadap Pengeluaran (%)
Pendidikan SD
Pendidikan SMP
2011
2012
2011
Sumatera
50.00
50.00
13.88
47.23
2.28
Jawa
20.00
20.00
2.01
19.97
0.12
Kalimantan
100.00
100.00
21.10
27.26
1.62
Sulawesi
16.67
0.00
38.06
46.42
3.01
Nusa Tenggara
33.33
33.33
8.91
55.80
10.16
Kesehatan Dasar
2011
2012
2011
Sumatera
42.86
27.20
61.12
7.29
Jawa
75.00
12.70
35.13
4.34
Kalimantan
66.67
42.38
28.90
9.45
Sulawesi
66.67
34.33
12.01
4.96
Nusa Tenggara
50.00
25.83
15.33
25.99
Infrastruktur Jalan
Infrastruktur Sanitasi
2011
2012
2011
Sumatera
85.71
60.00
56.96
57.19
9.98
Jawa
0.00
0.00
33.54
49.48
21.85
Kalimantan
50.00
50.00
23.09
0.00
6.05
Sulawesi
80.00
25.00
49.33
21.57
16.25
Nusa Tenggara
100.00
0.00
10.13
16.03
14.34
Sumber: Hasil Kuesioner dan DJPK, diolah Catatan: Data konsolidasi hanya memasukkan daerah yang termasuk dalam sampel.
K ebijakan DAK dan Penc apaian SPM
51
5
Arah Kebijakan Pengelolaan Dana Alokasi Khusus: Identifikasi Diskresi Pemerintah Daerah
D
iskresi pemerintah daerah yang lebih besar terkait dengan penge lolaan DAK dapat dilakukan dari aspek kebijakan: 1) perencanaan yang mencakup penentuan prioritas nasional dan bentuk kegiatan
atau target dari DAK, 2) formula alokasi DAK dari kebijakan yang terkait de ngan penetapan dana pendamping, penggunaan indikator teknis dan penye diaan data oleh pemerintah daerah, sampai pada 3) mekanisme monitoring dan evaluasi yang melibatkan pemerintah provinsi ataupun pemerintah kabupaten dan kota untuk penekanan bahwa mekanisme evaluasi DAK dapat dilakukan secara internal dan reguler.
5.1. Kebijakan Perencanaan DAK Peningkatan diskresi pemerintah daerah dalam aspek perencanaan dapat meningkatkan efektifitas dan kemungkinan juga terkait dengan efisiensi pengelolaan DAK. Pemerintah daerah akan lebih terdorong untuk meman faatkan DAK apabila target dari penggunaan dana tersebut memang sesuai dengan kebutuhan pemerintah daerah. Untuk kegiatan yang juga memang
52
menjadi prioritas dan kebutuhan pemerintah daerah, pemerintah daerah kemungkinan akan meningkatkan pelayanan atau jenis kegiatan dari yang sudah didanai melalui DAK.
Karena DAK ditujukan untuk mencapai prioritas-prioritas nasional yang
sudah menjadi kewenangan daerah, seyogyanya pemerintah daerah lebih berperan dalam perencanaan DAK. Pemerintah daerah dianggap lebih me ngetahui dan memahami kekhususan dan kebutuhan daerahnya. Dalam hal ini, peraturan pelaksanaan sangat dibutuhkan oleh pemerintah daerah untuk menjalankan kewenangannya dalam kerangka desentralisasi. Peraturan pe laksanaan yang terutama dibutuhkan adalah yang terkait dengan prosedur, standar, dan arahan untuk menjalankan berbagai tugas dan kewenangan pemerintah daerah, misalnya standar pelayanan publik.
Dokumen perencanaan terkait dengan penentuan kegiatan DAK dengan
pola yang lebih bottom-up dan terintegrasi kedalam mekanisme dan siklus perencanaan pembangunan nasional dan daerah merupakan alternatif untuk mendorong pembangunan di daerah yang sesuai dengan prioritas nasional. Perencanaan melalui proses Musyawarah Perencanaan Pembangunan me rupakan salah satu mekanisme untuk mengidentifikasi bidang dan kegiatan prioritas nasional yang juga dapat didukung oleh pemerintah daerah.
Pelaksanaan kegiatan DAK terkait erat dengan koordinasi perencanaan
pemerintah daerah dan pemerintah pusat dan kemungkinan relatif banyak kegiatan DAK yang memerlukan investasi beberapa tahun (multi-years). Oleh karena itu, DAK idealnya mengadopsi pendekatan yang berorientasi jangka menengah sesuai dengan RPJMN.
Dalam hal karakteristik alokasi DAK untuk setiap bidang yang diterima
oleh pemerintah daerah, seperti terlihat di Diagram 5.1, untuk bidang pela yanan dasar dan jenis bidang yang relatif telah cukup lama menjadi bidang DAK, sebagian besar daerah umumnya terus menerima DAK setidaknya selama tiga tahun berturut-turut. Misalnya, untuk bidang pendidikan dasar (SD), infra struktur jalan, dan juga DAK di bidang Kelautan dan Perikanan, lebih dari 80 persen pemerintah daerah yang menerima DAK telah menerima DAK setidak nya selama tiga tahun berurutan. Dalam hal ini, untuk jenis pelayanan dasar dan juga untuk bidang DAK yang disalurkan terkait dengan karakteristik wila yah daerah, penentuan suatu daerah menerima DAK atau tidak untuk jangka
Arah Kebijakan P engelolaan Dana A lokasi K husus: I dentifikasi Diskresi . . .
53
waktu lebih dari satu tahun pada prakteknya telah dijalankan. Implikasi dari hal ini adalah, bahwa untuk bidang-bidang tertentu, penentuan daerah dan besar alokasi memang relevan untuk disusun dalam konteks medium term.
Diagram 5.1. Jumlah Pemerintah Daerah yangMendapatkan Alokasi DAK selama 1, 2, dan 3 Tahun Berturut-Turut (2010-2012) Perdagangan
3Tahun
SaranaPrasaranaPedesaan Kehutanan
2Tahun
KeluargaBerencana
1Tahun
LingkunganHidup Pertanian PrasaranaPemerintah Kelautan&Perikanan Sanitasi(PU) AirMinum(PU) InfrastrukturIrigasi(PU) InfrastrukturJalan(PU) Pelayananrujukan(Kesehatan) Pelayanandasar(Kesehatan) SekolahDasar(Pendidikan) 0
100
200
300
400
500
Sumber: DJPK, diolah
Hasil kuesioner di Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sekitar 76.25 persen
responden dari daerah sampel dan 80 persen pemerintah pusat menyatakan setuju agar arah kebijakan alokasi DAK untuk periode lebih dari satu tahun. Alasan yang diutarakan terutama adalah untuk mengurangi ketidakpastian besaran alokasi di tahun ke depannya sehingga perencanaan dapat menjadi lebih cepat dan tepat. Alasan lainnya adalah agar dapat terdanai dan lebih ter jamin keberlanjutannya kegiatan-kegiatan yang membutuhkan waktu lebih dari satu tahun. Sementara itu hanya sekitar 20 persen responden menyatakan
54
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
tidak setuju, mayoritas beralasan bahwa beban administrasi akan tinggi karena birokrasi dan pertanggungjawaban yang lebih rumit dan kekakuan terkait dengan kebutuhan daerah yang bisa berubah-ubah untuk setiap tahun.
Tabel 5.1. Persepsi mengenai Penetapan DAK dalam Medium Term Framework (MTF) Setuju
Tidak Setuju
76.25%
23.75%
80.00%
20.00%
Pemerintah Daerah Besar alokasi DAK bidang tertentu ditetapkan untuk periode lebih dari satu tahun Pemerintah Pusat Besar alokasi DAK bidang tertentu ditetapkan untuk periode lebih dari satu tahun Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
5.2. Kebijakan Formula Alokasi DAK Penetapan formula alokasi DAK apabila dilihat dari penentuan formula alo kasi dapat dikatakan bersifat top-down. Namun demikian, untuk pengukuran besar alokasi yang diterima oleh pemerintah daerah, salah satu bentuk dis kresi pemerintah daerah adalah pemerintah pusat menggunakan data yang disampaikan oleh pemerintah daerah.1 Hal ini terkait dengan kemungkinan data yang disampaikan bukan merupakan data yang benar, dan apabila veri fikasi tidak dilakukan, dapat terjadi bahwa alokasi yang diterima oleh peme rintah daerah lebih tinggi dari yang seharusnya. Bila hal itu terjadi maka ter dapat kelompok di pemerintah daerah yang cenderung dirugikan.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, formula alokasi DAK didasarkan pada
kriteria umum mengenai kondisi kapasitas fiskal pemerintah daerah, kriteria 1
Terkait dengan data yang didasarkan atau dilaporkan oleh pemerintah daerah ini, sulit untuk menjamin kebenaran data yang disampaikan oleh pemerintah kabupaten dan pemerintah kota. Pengukuran alokasi DAK didasarkan pada data yang disampaikan oleh pemerintah dae rah, tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten dan kota, relatif sulit untuk dikatakan reliable. Data dari pemerintah daerah ini digunakan untuk menentukan kelayakan suatu daerah (berda sarkan kriteria teknis) termasuk capaian pelayanan daerah untuk mendapatkan alokasi DAK.
Arah Kebijakan P engelolaan Dana A lokasi K husus: I dentifikasi Diskresi . . .
55
khusus atau karakteristik wilayah pemerintah daerah, dan indikator teknis yang terkait dengan target pelaksanaan kegiatan untuk mencapai prioritas nasional di sektor terkait. Dalam hal ini, persyaratan pemerintah daerah yang dapat menerima alokasi DAK adalah pemerintah daerah yang relatif memiliki kapasitas fiskal yang rendah, merupakan wilayah yang memang menjadi prioritas pengembangan karena kondisi khusus tertentu (misalnya wilayah perbatasan). Kondisi pencapaian outcome dari sektor terkait juga perlu untuk ditingkatkan karena merupakan bagian dari prioritas nasional.
Berdasarkan PP No. 55 Tahun 2005, indikator formula alokasi DAK sudah
ditetapkan untuk indikator yang bersifat indikator umum yaitu mengenai pengukuran kapasitas fiskal pemerintah daerah dan juga cakupan dari indi kator karakteristik khusus. Namun demikian untuk cakupan indikator teknis yang digunakan, tidak terangkum dalam PP No. 55 Tahun 2005, dengan per timbangan bahwa pemilihan indikator teknis didasarkan untuk pencapaian prioritas nasional.
Sementara itu, terkait dengan dana pendamping yang apakah perlu un
tuk disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah, mayoritas res ponden baik yang berasal dari sampel institusi pemerintah daerah maupun dari instansi pemerintah pusat menyatakan setuju bahwa dana pendamping DAK disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah. Dana pendam ping dirasa memberatkan pemerintah daerah selain juga karena berbedanya kemampuan fiskal antar daerah. Berdasarkan diskusi pada FGD hal ini juga telah disadari oleh pemerintah pusat dan telah ada rencana untuk menyesu aikan dana pendamping tersebut dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah dengan dibaginya daerah dalam beberapa kluster.
Tabel 5.2. Dana Pendamping DAK dari Pemerintah Daerah disesuaikan dengan Kapasitas Fiskal Pemerintah Daerah
Setuju
Tidak Setuju
93.90%
6.10%
Pemerintah Daerah Dana pendamping DAK dari pemda disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemda tersebut
56
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Pemerintah Pusat Dana pendamping DAK dari pemda disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemda tersebut
100.00%
0.00%
Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Berbeda dari pertanyaan lainnya, pada pertanyaan mengenai pembatasan
karakteristik khusus pemerintah daerah relatif lebih banyak sampel pemerintah daerah yang menyatakan tidak setuju dengan persentase lebih dari setengah (61,84 persen). Mayoritas alasan yang diutarakan adalah terkait dengan per bedaan kondisi antar daerah untuk setiap bidangnya sehingga prioritas ke butuhan setiap daerah juga berbeda. Dari 38,16 persen yang menyatakan se tuju bahwa karakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi, keseluruhan sampel dari pemerintah pusat termasuk di dalamnya. Alasan terbesar adalah agar alokasi DAK dapat sesuai dengan prioritas nasional dan tidak digunakan semena-mena oleh pemerintah daerah untuk kebutuhan yang sebenarnya bukan prioritas.
Tabel 5.3. Karakteristik Khusus Pemerintah Daerah Perlu Dibatasi untuk Beberapa Bidang DAK Setuju
Tidak Setuju
38.16%
61.84%
90.00%
10.00%
Pemerintah Daerah Karakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi untuk beberapa bidang Pemerintah Pusat Karakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi untuk beberapa bidang Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Perkembangan dan perbaikan sistem administrasi pengelolaan DAK ada
lah untuk menyelaraskan penetapan peraturan yang terkait dengan DAK agar dapat sesuai dengan jadwal pengelolaan keuangan baik di tingkat pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Penetapan regulasi mengenai informasi
Arah Kebijakan P engelolaan Dana A lokasi K husus: I dentifikasi Diskresi . . .
57
kegiatan dan besar alokasi DAK yang akan diterima pemerintah daerah di upayakan untuk tidak berimplikasi pada penundaan penyusunan dan perse tujuan pelaksanaan kegiatan oleh pemerintah daerah terkait.
Jadwal pengelolaan keuangan yang relatif tidak jauh berbeda antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah menyebabkan keterlambatan pe netapan regulasi kebijakan akan sangat berpengaruh ke tingkat pemerintah daerah. Untuk DAK, tidak hanya informasi mengenai besar alokasi untuk DAK dan juga besar dana pendamping yang perlu disediakan oleh pemerintah daerah akan berakibat pada penyesuaian penyusunan APBD, bentuk kegiatan dari DAK juga perlu dicantumkan dalam APBD. Dari kebijakan DAK saat ini, penetapan regulasi mengenai bentuk kegiatan DAK di tingkat pemerintah pusat baru dilakukan setelah adanya keputusan mengenai alokasi DAK yang akan diterima oleh setiap daerah.
5.3. Kebijakan Penggunaan: Petunjuk Teknis yang Bersifat Umum dan terkait SPM Kebijakan terkait dengan review atas penetapan indikator teknis ataupun detail persyaratan dan prosedur penggunaan yang ada di peraturan Petunjuk Teknis, kemungkinan dapat berimplikasi pada penurunan inefisiensi. Hal ini misalnya dapat terjadi untuk pihak yang melakukan evaluasi dan monitoring reguler.
Dari hasil kuesioner mengenai arah kebijakan DAK, sekitar 65 persen
responden dari sampel pemerintah daerah dan 50 persen instansi pusat me nyatakan kesetujuannya akan petunjuk teknis yang bersifat umum. Alasan yang diutarakan di antaranya adalah agar pelaksanaan dapat menjadi lebih mudah dan fleksibel serta agar terbentuk keseragaman dan integrasi antar bidang sehingga proses monitoring akan lebih mudah. Sekitar sepertiga dari sampel menyatakan pandangan yang berbeda dengan alasan terbesar adalah karena setiap bidang memiliki karakteristik teknis yang berbeda. Juknis yang bersifat umum dirasakan dapat mengakibatkan tumpang tindih dan rentan akan penyalahgunaan.
58
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Tabel 5.4. Kebijakan DAK Ke Depan: Pandangan Mengenai Juknis yang Bersifat Umum
Setuju
Tidak Setuju
65.00%
35.00%
50.00%
50.00%
Pemerintah Daerah Juknis bersifat umum berlaku untuk semua bidang Pemerintah Pusat Juknis bersifat umum berlaku untuk semua bidang Sumber: Hasil Kuesioner, diolah
Dari Lampiran 5.1-5.5, terlihat variasi informasi yang terdapat dalam Petunjuk Teknis antar bidang. Dalam hal ini, untuk Juknis bidang Pendidikan dan Juknis bidang Lingkungan Hidup, selain menetapkan penggunaan dan bentuk kegi atan, juknis di bidang tersebut juga menetapkan pengelolaan anggaran atau proses penyaluran dari alokasi DAK. Sedangkan untuk, mekanisme monitoring dan evaluasi serta pelaporan juga terangkum dalam petunjuk teknis di hampir setiap bidang. Dalam hal ini, mekanisme monitoring dan evaluasi serta pela poran yang ditampilkan di bidang Kesehatan cukup komprehensif dengan menyertakan pemerintah provinsi untuk pelaporan dan monitoring DAK yang dialokasikan ke tingkat pemerintah kabupaten dan kota.
Dari informasi yang ada dalam Petunjuk Teknis, selayaknya Petunjuk
Teknis hanya menampilkan kriteria atau acuan penggunaan untuk DAK, dan tidak perlu untuk menetapkan informasi lainnya yang kemungkinan juga dapat berbeda dengan prosedur yang berlaku secara umum. Seperti untuk Juknis di bidang pendidikan, pengelolaan anggaran DAK yang ditetapkan dalam Juknis berbeda dengan mekanisme pengelolaan anggaran pemerintah daerah yang diatur Kementerian Dalam Negeri.
Untuk itu, terkait dengan format Petunjuk Teknis yang bersifat umum, maka
bentuk informasi yang ada dalam Petunjuk Teknis tidak perlu untuk mengatur hal lain terkait dengan pengelolaan DAK selain aspek penggunaan dana. Ke bijakan mengenai evaluasi DAK dapat diatur tidak dalam bentuk Petunjuk
Arah Kebijakan P engelolaan Dana A lokasi K husus: I dentifikasi Diskresi . . .
59
Teknis, tetapi misalnya, melalui regulasi bersama misalnya antara Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Teknis untuk meka nisme evaluasi dan monitoring DAK yang bersifat terpadu. Termasuk untuk mekanisme sinkronisasi antara dokumen perencanaan dan bentuk penggu naan DAK, diperlukan koordinasi antara Bappenas dan Kementerian Teknis.
Dalam hal bentuk informasi penggunaan DAK, dalam konteks Petunjuk
Teknis yang bersifat umum, dapat membebaskan pilihan kegiatan selama dana digunakan di bidang terkait, dan pelaksanaan kegiatan terkait dengan kualitasnya telah memenuhi standar atau guideline yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat (Kementerian Teknis) tidak hanya untuk kegiatan yang didanai dari DAK tetapi juga kegiatan yang relatif sama dengan pendanaan lainnya. Penekanan pada pencapaian SPM juga mengindikasikan bahwa Petunjuk Teknis DAK dapat juga disesuaikan dengan SPM di bidang terkait, atau dalam hal ini aturan penggunaan dana dalam Petunjuk Teknis tidak di dasarkan pada bentuk detail kegiatan (yang bersifat input) tetapi lebih dilihat dari pencapaian output atau target di bidang tersebut.
Persepsi pemerintah daerah, dari hasil kuesioner di sampel pemerintah
daerah, dapat dijadikan acuan untuk mengidentifikasi jenis regulasi yang dianggap menghambat efektifitas pengelolaan DAK. Seperti juga telah dije laskan di bagian sebelumnya, regulasi mengenai pengelolaan DAK yang dianggap menciptakan beban administrasi yang cukup besar bagi pemerintah daerah adalah terkait dengan masalah: 1) petunjuk teknis yang mengatur penggunaan dana alokasi khusus di setiap sektor dan perlu ditetapkan dalam alokasi anggaran di APBD, 2) peraturan dan prosedur penggunaan sisa ang garan dari DAK tahun sebelumnya yang dapat berbeda antar sektor, 3) dana pendamping yang bersumber dari penerimaan pemerintah daerah di APBD, dan 4) mekanisme pelaporan dan evaluasi penggunaan DAK.
5.4. Kebijakan Monitoring dan Evaluasi DAK: Pelibatan Pemerintah Provinsi dan PerformanceBased Criteria Inefisiensi tidak hanya dapat terjadi dari aspek kinerja penggunaan alokasi DAK, tetapi juga dari proses monitoring dan evaluasi yang relatif kurang
60
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
cakupannya. Disamping itu juga karena hasil monitoring dan evaluasi yang tidak disebarkan antar institusi atau diketahui oleh pemerintah daerah terkait untuk perbaikan pengelolaan, dan kurangnya pemanfaatan komunitas atau masyarakat sebagai penerima manfaat untuk terlibat dalam pengawasan.
Mekanisme monitoring dan evaluasi DAK yang dilakukan oleh pemerintah
pusat, terlepas dari sudah adanya Sekretariat Bersama, proses monitoring dan evaluasi yang dilakukan cenderung fragmented. Monitoring dan evaluasi dilakukan oleh setiap instansi pusat, walaupun sudah menghindari overlapping dengan penetapan fokus evaluasi yang berbeda, hasil dari monitoring dan evaluasi ini cenderung tidak ada follow-up dalam konteks pemerintah daerah tidak mendapatkan feedback dari proses monitoring dan evaluasi yang telah dilakukan.
Dalam hal cakupan kegiatan monitoring dan evaluasi oleh pemerintah
pusat yang relatif minimal, selain karena keterbatasan jumlah sumberdaya yang dapat melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi, juga kemungkinan dapat disebabkan dari proses pengelolaan DAK yang bersifat hanya satu ta hun. Perbaikan skema monitoring dan evaluasi tidak hanya terkait jadwal te tapi juga institusi yang terlibat.
Mekanisme monitoring dan evaluasi yang ditetapkan dalam buku Pe
tunjuk Teknis cenderung berbeda antar bidang. Dalam hal ini, seperti juga telah dijelaskan sebelumnya, mekanisme evaluasi dan monitoring di Kemen terian Kesehatan relatif lebih baik dibandingkan dengan bidang lainnya terutama karena mengkaitkan aspek pelaporan penggunaan DAK dan juga pelibatan provinsi dalam pelaporan dan kegiatan monitoring dan evaluasi.
Kegiatan monitoring dan evaluasi yang dilakukan oleh Kementerian Tek
nis (K/L), adalah bahwa pemerintah daerah provinsi dapat menjadi perwakilan pemerintah pusat. Pemerintah provinsi dilibatkan dalam pelaporan hasil eva luasi penggunaan DAK tingkat pemerintah kabupaten dan kota serta mem berikan atau meneruskan feedback terkait dengan penggunaan DAK dari pemerintah pusat. Selanjutnya, hasil evaluasi untuk tingkatan tertentu dikait kan dengan alokasi DAK di periode akan datang (performance-based criteria).
Arah Kebijakan P engelolaan Dana A lokasi K husus: I dentifikasi Diskresi . . .
61
6
Kesimpulan dan Rekomendasi
6.1. Kesimpulan Secara umum, dari hasil kuesioner dan deskripsi data sekunder, serta studi literatur mengenai penerapan kebijakan DAK, persepsi dan pandangan peme rintah daerah dan juga pemerintah pusat mengenai permasalahan pengelo laan DAK relatif sama. Berikut adalah kesimpulan dari analisis perkembangan pengelolaan DAK termasuk dalam aspek pencapaian SPM melalui DAK: 1. Penentuan prioritas nasional relatif belum terlihat jelas terkait de ngan periode pencapaian dan evaluasi bidang DAK.
Alokasi DAK, hampir di setiap bidang, mengalami peningkatan terkait dengan jumlah penerima. Juga tidak ada periode yang cukup jelas me ngenai suatu bidang dan kegiatan tertentu di bidang tersebut sebagai prioritas nasional yang juga menjadi urusan daerah. DAK dialokasikan pada sekitar 90% daerah kabupaten dan kota yang meliputi 19 bidang.
2. Alur penetapan DAK relatif bersifat supply driven dan cenderung tidak mengikuti prinsip “money follow functions”.
Alur yang berlaku saat ini, penetapan petunjuk teknis (juknis) terkait de ngan penggunaan DAK dilakukan setelah adanya penetapan alokasi
62
DAK. Apabila Kementerian Teknis terkait sudah menyusun Petunjuk Teknis, sebelum APBN ditetapkan, Petunjuk Teknis tersebut tidak dapat diterbitkan. Hal ini mengindikasikan bahwa penetapan DAK masih ber sifat supply driven. Dalam hal ini, ketentuan di Petunjuk Teknis terkadang juga disesuaikan dengan besar alokasi DAK yang ditetapkan. 3. Petunjuk Teknis yang diterbitkan oleh berbagai K/L sangat bervariasi yang menimbulkan berbagai masalah, terutama: a.
Menu dalam juknis sangat rinci, tapi seringkali terdapat kebutuhan daerah yang tidak ada dalam menu sehingga membatasi keleluasaan daerah dalam pengadaan.
b. Juknis sering berubah-ubah dan penerbitannya terlambat. c.
Juknis pada umumnya berlaku hanya dalam satu tahun anggaran meskipun untuk beberapa K/L tidak ada perubahan yang signifikan, tetapi pemerintah daerah tetap saja menunggu penerbitan juknis untuk menghindari penyimpangan pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan juknis.
Beberapa juknis yang diterbitkan K/L seperti Bidang PU dan Bidang
Kesehatan secara umum dinilai oleh pemerintah daerah relatif baik, mi salnya juknis Bidang PU berlaku untuk beberapa tahun dan menunya relatif fleksibel (memberikan diskresi pada daerah). 4. Koordinasi antar K/L dalam perencanaan, penyusunan kebijakan dan monitoring dan evaluasi sangat lemah karena jangkauan pemerintah pusat yang terbatas.
Dalam hal ini, sedikit pemerintah daerah yang mengetahui tentang me kanisme penentuan bidang dan pagu DAK serta formula untuk penentuan alokasi DAK.
5. Dari aspek efisiensi, terdapat pola yang berbeda antar bidang dan juga antar wilayah. Termasuk dalam hal tingkat kepentingan alokasi DAK terhadap pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait. a.
Penyerapan DAK relatif tidak jauh berbeda antara bidang yang ter kait dengan pelayanan dasar dan bidang lainnya. Penyerapan DAK cenderung sangat rendah untuk bidang pendidikan.
K esimpulan dan R ekomendasi
63
b. Berdasarkan kinerja penyerapan antar wilayah, untuk bidang infra struktur, penyerapan juga rendah untuk wilayah dengan kapasitas fiskal (PDRB per kapita yang rendah). c.
Porsi DAK dari pengeluaran pemerintah daerah di bidang terkait, antara 3 bidang yaitu Pendidikan, Kesehatan, dan Infrastruktur, cu kup dominan (diatas 10 persen) hanya untuk bidang infrastruktur.
6. Pencapaian SPM dipersepsikan mendukung pencapaian prioritas nasional, dan relatif merupakan tujuan DAK yang lebih valid diban dingkan dengan tujuan untuk pendanaan kegiatan khusus. 7. Untuk bidang pendidikan, penyerapan DAK cenderung rendah di wilayah sampel dengan persepsi pencapaian SPM yang tinggi.
6.2. Rekomendasi Umum 1. Prioritas DAK untuk Pencapaian SPM Sektor Pelayanan Dasar -
Diperlukan evaluasi prioritas nasional terutama untuk bidang de ngan SPM yang relatif terkait serta penetapan standar SPM agar SPM lebih bersifat output-based dibandingkan dengan input-based. Hal ini dapat dilakukan melalui review baik yang dilakukan berdasar kan feedback dari forum Musrenbang atau melalui koordinasi di tingkat pemerintah pusat.
-
Bagi sektor yang sudah tercapai SPM-nya, maka alokasi bidang DAK dari 19 bidang sebaiknya dikurangi secara bertahap berdasarkan evaluasi indikator teknis dan juga kesesuaian dengan hasil atau cakupan pelayanannya.
- SPM sebaiknya diarahkan untuk bidang pelayanan dasar yang men jadi urusan wajib daerah saja, terutama bidang kesehatan, pendi dikan dan infrastruktur. 2. Simplifikasi Informasi dan Tahap Penetapan Petunjuk Teknis -
Terkait bidang pelayanan dasar, terutama Bidang Pendidikan, pe tunjuk teknis perlu lebih fleksibel untuk memberikan diskresi bagi daerah dalam penggunaan DAK untuk percepatan pencapaian prio ritas nasional dan SPM.
64
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
-
Sebelum penentuan alokasi DAK, maka sebaiknya petunjuk teknis sudah diterbitkan sehingga implementasi DAK lebih mudah dilaku kan oleh daerah untuk pencapaian prioritas nasional dan SPM di daerah. Apabila DAK bertujuan untuk mendanai prioritas nasional dan menekankan pada koordinasi perencanaan pembangunan an tara pemerintah pusat dan daerah, maka penerbitan pentunjuk tek nis seharusnya merupakan tahap awal setelah penetapan prioritas nasional dilakukan. Penerbitan petunjuk teknis dijadikan acuan un tuk menentukan alokasi DAK yang juga disesuaikan dengan peren canaan kewilayahan.
- Juknis bersifat umum dan hanya menetapkan kriterita penggunaan dana yang dapat mengacu pada output seperti SPM, dan tidak me netapkan aspek lainnya terutama yang terkait dengan pengelolaan anggaran. - Juknis berlaku untuk periode lebih dari 1 tahun. -
Tim koordinasi di tingkat pusat, misalnya melalui DPOD, sebaiknya dioptimalkan sebagai clearing-house untuk menyamakan juknis yang lebih sederhana agar daerah lebih memiliki diskresi.
3. Perbaikan Formula Alokasi DAK dan Penerapan MTF untuk Pagu DAK -
Aplikasi kriteria umum, teknis dan khusus agar disederhanakan dan diperketat sedemikian rupa sehingga hanya daerah-daerah tertentu yang benar-benar memenuhi syarat yang menerima alokasi DAK
-
Untuk daerah-daerah penerima DAK yang memiliki kapasitas fiskal di bawah rata-rata untuk bidang-bidang pelayanan dasar tertentu, tidak dipersyaratkan adanya dana pendamping.
-
Estimasi alokasi DAK untuk jangka menengah (forward estimate) sebaiknya disusun oleh Kementerian Keuangan dan Bappenas untuk memudahkan perencanaan daerah dan antisipasi ketika pemerintah daerah tidak lagi mendapatkan DAK untuk bidang-bidang tertentu yang phase-out terutama yang sudah mencapai SPM.
K esimpulan dan R ekomendasi
65
4. Simplifikasi Prosedur Penyaluran, Monitoring dan Evaluasi Kegiatan DAK -
Kemudahan persyaratan penyaluran dana dengan dimungkinkannya untuk didasarkan pada kinerja setiap bidang.
-
Tahap penyaluran dapat dilakukan dalam termin yang lebih fleksibel, apakah bersifat lumpsum (satu kali penyaluran) atau bersifat rutin per bulan agar implementasi DAK tidak bias ke bidang tertentu yang relatif memiliki alokasi DAK cukup besar diantara bidang lainnya.
-
Monitoring dan evaluasi cukup minimal untuk aspek keuangan (ka rena sudah tercakup dalam pertanggungjawaban APBD) dan yang perlu ditekankan adalah evaluasi teknis untuk kesesuaian pencapaian target atau pelaksanaan kegiatan, dengan perencanaan, melalui pelibatan pemerintah provinsi.
66
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Daftar Pustaka
ADB (2011). Proposals for Reform of the Special Allocations Grant (DAK). DJPK dan GIZ. (2013). Penyusunan Mekanisme Dana Alokasi Khusus Untuk Pembiayaan Standar Pelayanan Minimum. DSF. (2011). Status Pelaksanaan Program Pengembangan Kapasitas Peren canaan Pembiayaan dan Pelaksanaan SPM. BAPPENAS. (2009). Evaluasi Dana Alokasi Khusus (DAK). Sekretariat Bersama DAK. Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Bappenas: Jakarta. White Paper. BAPPENAS dan GIZ (2012). Analisis Perspektif, Permasalahan dan Dampak Dana Alokasi Khusus (DAK). White Paper Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Jakarta. Kementerian Dalam Negeri. (2013), Hasil Evaluasi Penyusunan Rencana Pem bangunan Daerah dan Rencana SKPD Provinsi, Kabupaten/Kota Tahun 2012. Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah, Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2009a). Grand Design Desen tralisasi Fiskal Indonesia. Kemenkeu. Jakarta. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2009b). Laporan Hasil Monitoring dan Evaluasi DAK 2009.
67
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2012). Nota Keuangan dan Ran cangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Neagra 2013. Kemenkeu, Jakarta. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.07/2012 Tentang Pedoman Umum dan Alokasi DAK Tahun Anggaran 2013. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20/2009 Tentang Pengelolaan Keuangan DAK di Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2013. Republik Indonesia. (2003). Undang-Undang No.17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara; Jakarta. ______. (2004). Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. ______. (2004). Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta. ______. (2004). Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan Daerah. Jakarta. ______. (2005). Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2005 tentang Dana Per imbangan. Jakarta. Shah, A., R., Qibthiyyah, dan A. Ditta (2012). General Purpose Central-pro vincial-local Transfers (DAU) in Indonesia From Gap Filling to Ensuring Fair Access to Essential Public Services for All. Policy research Working Paper 6075. Worldbank. Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal. (2006). Pengalihan Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Yang Mendanai Urusan Daerah Menjadi DAK, Laporan Penelitian. Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal. (2008). Grand Design Desentralisasi Fiskal di Indonesia. Tim Asistensi Kementerian Keuangan Bidang Desentralisasi Fiskal. (2009). Review Kebijakan Specific Grants DAK: Evaluasi Perspektif Daerah.
68
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Lampiran
Lampiran 1. Daftar Daerah Sampel dan Jumlah Responden 1. Gambaran Umum Penerimaan Kuesioner: Kuesioner I No
FGD
Jumlah Kuesioner yang Diterima
1
Lombok
15
2
Belitung
23
3
Gorontalo
15
4
Pontianak
14
5
Malang
22
Total
89
No
40 Daerah
Jumlah Kuesioner yang Diterima
1
Kab. Bombana
1
2
Kab. Asahan
0
3
Kab. Konawe Utara
5
4
Kab. Indragiri Hulu
0
5
Kab. Brebes
5
6
Kab. Gunung Mas
1
7
Kab. Sumba Barat
1
69
8
Kab. Badung
1
9
Kab. Minahasa Utara
0
10
Kab. Kepulauan Mentawai
0
11
Kota Pekanbaru
0
12
Kab. Maros
0
13
Kota Padang Sidimpuan
0
14
Kab. Pidie
5
15
Kab. Ponorogo
2
16
Kota Magelang
5
17
Kota Singkawang
1
18
Kab. Tegal
0
19
Kab. Bantaeng
1
20
Kab. Cilacap
3
21
Kab. Karawang
2
22
Kab. Lampung Selatan
1
23
Kota Palangkaraya
0
24
Kab. Agam
5
25
Kota Samarinda
0
26
Kab. Pemalang
0
27
Kab. Lombok Utara
5
28
Kab. Ngada
2
29
Kab. Sukamara
0
30
Kab. Kampar
1
31
Kota Denpasar
0
32
Kab. Kaur
1
33
Kota Lhokseumawe
0
34
Kota Bengkulu
5
35
Kab. Nagekeo
0
36
Kab. Timor Tengah Utara
0
37
Kota Pare-pare
0
38
Kota Padang
0
39
Kab. Buol
8
40
Kab. Rembang
1
70
Total Total Seluruh Kuesioner I
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
62 151
2. Gambaran Umum Penerimaan Kuesioner: Kuesioner II Dari dua metode persebaran kuesioner, yaitu melalui FGD dan melalui pengi riman ke 40 daerah, kuesioner II hanya disebarkan pada saat FGD baik di daerah maupun FGD dengan pemerintah pusat di Jakarta. Dari lima FGD di daerah sampel yang mencakup 10 kabupaten/kota dan satu FGD pusat kue sioner yang terkumpul berjumlah 99 buah dengan rincian seperti pada Diagram 1. Penerimaan kuesioner terbanyak adalah dari FGD di Belitung yang menca kup Kab. Belitung dan Kab. Belitung Timur serta dari FGD di Malang yang mencakup Kota Batu dan Kab. Malang dengan masing-masing penerimaan kuesioner sebanyak 23 buah.
Diagram 1. Jumlah Penerimaan Kuesioner II 25
23
23
20 15
15
15
13 10
10 5 0 Lombok Belitung GorontaloPontianak Malang
Pusat
L AM PI R AN
71
Lampiran 2. Daftar Pertanyaan Kuesioner I dan Kuesioner II Kuesioner I Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi DAK Ke Depan Nama
: . ................................................................
Nama Daerah (Kabupaten/Kota) : . ................................................................ Unit SKPD
: . ................................................................
I. Informasi Umum 1. Apakah unit SKPD Bapak/Ibu telah mencapai SPM (Standar Pelayanan Minimum)
a. Ya
Sejak (tahun): ............................
b. Tidak
2.
(Jika jawaban pertanyaan I.1: Ya), Apakah SPM di unit Bapak/Ibu
a. Ya
3.
Menurut pengetahuan Bapak/Ibu, apakah pemerintah daerah telah
3.1. Pendidikan SD
a. Ya
b. Belum
3.2. Pendidikan SMP
a. Ya
b. Belum
3.3. Kesehatan Dasar
a. Ya
b. Belum
3.4. Infrastruktur Jalan
a. Ya
b. Belum
3.5
a. Ya
b. Belum
3.6. Lainnya (sebutkan bidang/unit yang telah mencapai SPM):
tercantum dalam RPJMD? b. Tidak
mencapai SPM di bidang/unit berikut?
Infrastruktur Sanitasi
................................................................................................................. ............................................................................................................... 4.
Apakah unit SKPD Bapak/Ibu mendapatkan alokasi DAK selama tiga
a. Ya
tahun terakhir ini (tahun 2011-2013)?
72
b. Tidak
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
II. Perencanaan 1.
Bagaimana kesesuaian target RPJMD untuk unit SKPD Bapak/Ibu dengan target RPJMN nasional?
a. Sesuai
b. Sebagian tidak sesuai
c. Sama sekali tidak sesuai
2. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu mengenai jenis kegiatan DAK dalam petunjuk teknis di unit SKPD Bapak/Ibu? (1: sangat setuju - 4: sangat tidak setuju)
2.1. Jenis kegiatan sesuai dengan RPJMD
2.2. Jenis kegiatan dapat dapat diubah untuk
1
2
3
4
1
2
3
4
2.3. Jenis kegiatan dapat dimasukkan dalam APBD 1
2
3
4
mencapai SPM daerah
III. Penetapan dan Penggunaan 1.
Apakah Bapak/Ibu mengetahui indikator teknis yang digunakan untuk penetapan besar alokasi DAK di bidang/unit SKPD Bapak/Ibu? a. Ya
2.
Apakah besar alokasi DAK mencerminkan biaya pelaksanaan kegiatan? a. Ya
3.
b. Tidak b. Tidak (lebih besar/lebih kecil)
Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah kegiatan DAK di bidang/unit SKPD Bapak/Ibu juga telah mendukung pemerintah daerah dalam hal:
(1: selalu sesuai 2: seringkali sesuai 3: jarang sesuai - 4: tidak sesuai sama sekali)
1.1. Pencapaian prioritas daerah
1
2
3
4
1.2. Pencapaian SPM daerah
1
2
3
4
1.3. Tujuan khusus lainnya
1
2
3
4
(sebutkan: …………………………......................................................) 4. Apakah unit SKPD Bapak/Ibu menggunakan keseluruhan alokasi DAK yang disalurkan? a. Ya
b. Tidak
(Jika Tidak) Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
L AM PI R AN
73
IV. Regulasi Pendukung 1.
Apakah Bapak/Ibu mengetahui peraturan terkait dengan:
1.1. Penetapan pagu bidang DAK
a. Ya
b. Tidak
1.2. Penentuan bidang (jenis) DAK
a. Ya
b. Tidak
1.3. Formula alokasi DAK
a. Ya
b. Tidak
1.4. Kegiatan yang dapat didanai DAK
a. Ya
b. Tidak
1.5. Persyaratan penyaluran DAK
a. Ya
b. Tidak
1.6. Cakupan dan proses evaluasi DAK
a. Ya
b. Tidak
2.
Menurut pandangan Bapak/Ibu, adakah regulasi spesifik yang perlu di perbaiki dari pengelolaan DAK?
a. Ya
(Jika pertanyaan II.2: Ya) Sebutkan nama regulasi tersebut dan berikan
b. Tidak
alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
Kuesioner II Pengelolaan DAK: Kondisi dan Strategi DAK Ke Depan Nama
:..............................................................
Nama Kementerian/Kabupaten/Kota : . ........................................................... Direktorat/Unit SKPD
: . ...........................................................
I.
Kebijakan Umum DAK
1.
Menurut pandangan Bapak/Ibu, apakah penetapan DAK perlu untuk meng akomodasi tujuan berikut (1: sangat setuju - 4: sangat tidak setuju):
74
1.1. Pencapaian prioritas nasional
1
2
3
4
1.2. Pencapaian SPM nasional
1
2
3
4
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
1.3. Tujuan khusus lainnya
1
2
3
4
(sebutkan: …….) 2.
(3) Apakah Bapak/Ibu menyetujui bahwa karakteristik teknis perlu men dominasi penetapan besar alokasi DAK setiap bidang?
a. Ya
Alasannya:
b. Tidak
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
3.
(6) Apakah Bapak/Ibu menyetujui petunjuk teknis yang bersifat umum
a. Ya
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
4.
(2) Apakah Bapak/Ibu menyetujui besar alokasi DAK bidang tertentu dite
berlaku untuk semua bidang? b. Tidak
tapkan untuk periode lebih dari satu tahun?
a. Ya
b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
5.
Apakah Bapak/Ibu menyetujui bahwa dana pendamping DAK dari peme rintah daerah disesuaikan dengan kapasitas fiskal pemerintah daerah tersebut?
a. Ya
Alasannya:
b. Tidak
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
L AM PI R AN
75
6. (4) Menurut Bapak/Ibu apakah karakteristik khusus pemerintah daerah perlu dibatasi untuk beberapa bidang?
76
a. Ya
b. Tidak
Alasannya:
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
................................................................................................................
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Lampiran 3. Arah Kegiatan DAK: Perkembangan Petunjuk Teknis di 19 Bidang DAK 1) DAK Pendidikan, Tujuan DAK bidang pendidikan adalah mewujudkan pengelolaan pendidikan yang transparan, profesional, dan bertanggung gugat; melibatkan masyarakat secara aktif; mendorong masyarakat untuk ikut mengawasi kegiatan pendidikan secara langsung; dan meng gerakkan perekonomian masyarakat bawah. Arah kebijakannya, antara lain, untuk menghindari ketumpangtindihan dengan kegiatan yang di danai anggaran kementerian dan secara bertahap mengalihkan penda naan kegiatan yang telah menjadi urusan daerah dari dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan ke DAK. DAK Pendidikan diarahkan untuk menun jang penuntasan program Wajib Belajar (Wajar) Pendidikan Dasar 9 tahun yang bermutu, dan merata dalam rangka memenuhi SPM dan secara ber tahap memenuhi Standar Nasional Pendidikan terutama yang diperuntuk kan bagi SD, baik negeri maupun swasta, yang diprioritaskan pada daerah ter tinggal, daerah terpencil, daerah perbatasan, daerah rawan bencana, dan daerah pesisir dan pulau- pulau kecil.
Kegiatan DAK Pendidikan tahun 2013 diprioritaskan untuk melaksa
nakan rehabilitasi ruang kelas dan/atau ruang belajar rusak sedang jenjang SD/SDLB dan SMP/SMPLB, rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/ SMLB, pembangunan Ruang Kelas Baru (RKB) dan Ruang Belajar Lain (RBL) beserta perabotnya bagi jenjang SMP/SMPLB, pembangunan ruang perpustakaan beserta perabotnya, penyediaan buku referensi perpustakaan, pembangunan laboratorium bagi jenjang SMA/SMK/SMLB, dan penyediaan peralatan pendidikan. Sekolah pene rima DAK Bidang Pendidikan tahun 2013 meliputi jenjang SD/SDLB, SMP/ SMPLB, dan SMA/SMK/ SMLB, baik negeri maupun swasta. Lingkup kegi atannya diprioritaskan untuk melaksanakan: (1) rehabilitasi ruang kelas rusak sedang jenjang SD/SDLB; (2) rehabilitasi ruang kelas rusak sedang jenjang SMP/SMPLB; (3) pembangunan ruang belajar jenjang SMP/ SMPLB; (4) rehabilitasi ruang belajar rusak berat jenjang SMA/SMK/ SMLB; (5) pembangunan ruang kelas baru jenjang SMP/SMPLB; (6) pem bangunan perpustakaan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB dan SMA/SMK/
L AM PI R AN
77
SMLB; (7) pembangunan ruang Laboratorium jenjang SMA/SMK/ SMLB; (8) pengadaan peralatan pendidikan jenjang SD/SDLB, SMP/SMPLB, dan SMA/ SMK/ SMLB; serta (9) pengadaan buku teks pelajaran/ referensi jenjang SMP/SMPLB dan SMA/SMK/SMLB. 2) DAK Kesehatan, Tujuan kebijakan DAK bidang kesehatan diarahkan un tuk meningkatkan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs yang difokuskan pada penurunan angka kematian ibu, bayi dan anak, penanggulangan masalah gizi, serta pencegahan penyakit dan penyehatan lingkungan terutama untuk pela yanan kesehatan penduduk miskin dan penduduk di daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah ke sehatan (DBK), dengan dukungan penyediaan jaminan persalinan dan jaminan kesehatan di pelayanan kesehatan dasar dan rujukan pening katan sarana prasarana pelayanan kesehatan dasar dan rujukan termasuk kelas III Rumah Sakit, penyediaan dan pengelolaan obat, perbekalan kesehatan dan vaksin yang berkhasiat, aman, bermutu dan bermanfaat dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Lingkup kegiatannya adalah: (1) pela yanan kesehatan dasar yakni pemenuhan sarana, prasarana, dan peralat an bagi puskesmas dan jaringannya, antara lain meliputi: (a) Pembangun an Puskesmas Pembantu/Puskesmas di DTPK/Puskesmas Perawatan mampu PONED/Instalasi pengolahan limbah puskesmas/pembangunan poskes des/ pos bindu, (b) Peningkatan Puskesmas menjadi Puskesmas Perawatan di DTPK, (c) Rehabilitasi puskesmas/rumah dinas dokter/dokter gigi/ paramedis (Kope l), (d) Penyediaan sarana dan prasarana penyehatan lingkungan/pengadaan UKBM Kit; (2) pelayanan kesehatan rujukan yakni pemenuhan/pengadaan sarana, prasarana dan peralatan bagi RSUD an tara lain meliputi: (a) Pengadaan sarana dan prasarana RS Siap PONEK, (b) Penyediaan fasilitas Tempat Tidur Kelas III RS, (c) Pembangunan IPL RS, (d) Pemenuhan peralatan UTD RS/ BDRS, (e) Pengadaan sarana dan prasarana ICU dan IGD; (3) pelayanan kefarmasian, antara lain meliputi: (a) Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan, (b) Pembangunan baru, rehabilitasi, penyediaan sarana pendukung instalasi Farmasi Kabupaten/
78
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Kota, (c) Pembangunan baru Instalasi Farmasi gugus kepulauan/satelite dan sarana pendukungnya.
Keputusan Menteri Kesehatan No. 7/Menkes/SK/I/2007 tentang Pe
tunjuk Teknis Penggunaan DAK Tahun Anggaran 2007 dikeluarkan pada 8 Januari 2007 atau 3 minggu setelah keluarnya PMK tentang Penetapan Alokasi DAK 2007. DAK bidang kesehatan dialokasikan untuk usaha peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan. Kegiatannya diarah kan untuk peningkatan, rehabilitasi, perluasan, pengadaan, dan pem bangunan berbagai jenis unit pelayanan kesehatan serta pengadaan peralatan kesehatan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dasar. Pendistribusian alokasi DAK bidang kesehatan ke puskesmas dan jaring annya ditetapkan oleh bupati/walikota atas usulan Dinas Kesehatan ka bupaten/kota. Pendistribusian ini tidak didasarkan atas asas pemerataan, melainkan diprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pemanfaatnya. Setiap kabupaten wajib memprioritaskan pembangunan pos kesehatan desa (poskesdes) dalam rangka mendukung Program Desa Siaga. 12 Bupati/walikota menunjuk SKPD bidang kesehatan sebagai penanggung jawab pelaksana kegiatan kesehatan yang dibiayai DAK. Setiap triwulan sekali (pada Maret, Juni, September, dan Desember), bupati/walikota harus menyampaikan laporan yang berisi jenis kegiatan, realisasi fisik, realisasi keuangan, dan permasalahan kepada Sekretaris Jenderal Dep kes. Pada Maret, kabupaten/kota juga diminta untuk mengirimkan data jumlah dan kondisi seluruh sarana kesehatan di wilayahnya. 3) DAK Infrastruktur Jalan, diarahkan untuk mempertahankan dan me ningkatkan kinerja pelayanan prasarana jalan provinsi, kabupaten dan kota serta menunjang aksesibilitas keterhubungan wilayah (domestic connectivity) dalam mendukung pengembangan koridor ekonomi wila yah/kawasan. Lingkup kegiatannya adalah: (1) pemeliharaan berkala jalan dan jembatan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah pro vinsi/ kabupaten/kota, (2) peningkatan dan pembangunan jalan yang kewenangan pengaturannya oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota, (3) penggantian dan pembangunan jembatan yang kewenangan peng aturannya oleh pemerintah provinsi / kabupaten/kota.
L AM PI R AN
79
4) DAK Infrastruktur Irigasi, diarahkan untuk mempertahankan dan me ningkatkan kinerja layanan jaringan irigasi/rawa kewenangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam rangka mendukung pemenuhan sasaran Prioritas Nasional di Bidang Ketahanan Pangan khususnya Pe ningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) Menuju Surplus Beras 10 Juta Ton Pada Tahun 2014. Lingkup kegiatannya adalah untuk kegiatan reha bilitasi jaringan irigasi yang kewenangan Pemerintah Provinsi/ Kabupaten/ Kota dengan tidak menutup kemungkinan dimanfaatkan untuk kegiatan peningkatan jaringan irigasi. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan DAK Irigasi, kegiatan SID dan Operasi/Pemeliharaan jaringan irigasi menjadi tanggungjawab Pemerintah Daerah sebagai kegiatan komplementer. 5) DAK Infrastruktur Air Minum, diarahkan untuk meningkatkan cakupan pelayanan air dalam rangka percepatan pencapaian target MDGs untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM) penyediaan air minum di kawasan perkotaan, perdesaan termasuk daerah tertinggal. Lingkup kegiatannya adalah:(1) perluasan dan peningkatan sambungan rumah (SR) perpipaan bagi ma syarakat berpenghasilan rendah (MBR) perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang mema dai untuk dibangun SR perpipaan, (2) pemasangan master meter untuk MBR perkotaan khususnya yang bermukim di kawasan kumuh perkotaan. Daerah yang menjadi sasaran adalah kabupaten/kota yang memiliki idle capacity yang memadai untuk dibangun SR perpipaan; dan (3) pemba ngunan sistem penyediaan air minum (SPAM) perdesaan Daerah yang men jadi sasaran adalah desa-desa dengan sumber air baku yang relatif mudah. 6) DAK Infrastruktur Sanitasi, diarahkan untuk meningkatkan cakupan dan kehandalan pelayanan sanitasi, terutama dalam pengelolaan air limbah dan persampahan secara komunal/terdesentralisasi untuk meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dan memenuhi standar pelayanan mini mal (SPM) penyediaan sanitasi di kawasan daerah rawan sanitasi, terma suk daerah tertinggal. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) sub bidang air lim bah: pembangunan dan pengembangan prasarana dan sarana air limbah komunal; dan (2) sub bidang persampahan: pembangunan dan pengem
80
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
bangan fasilitas pengelolaan sampah dengan pola 3R (reduce, reuse, dan recycle) di tingkat komunal yang terhubung dengan sistem penge lolaan sampah di tingkat kota. 7) DAK Prasarana Pemerintahan Daerah, diarahkan untuk meningkatkan kinerja pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pelayanan pu blik. Prioritas diberikan kepada daerah pemekaran, dan daerah tertinggal guna meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerah tersebut. Ling kup Kegiatannya adalah: (1) Pembangunan/perluasan gedung kantor Bupati/Walikota, (2) Pembangunan/perluasan gedung kantor Setda Kab/ Kota, (3) Pembangunan/perluasan gedung kantor DPRD Kab/Kota dan Sekretariat DPRD Kab/Kota, dan (4) Pembangunan/ perluasan gedung kantor SKPD Kab/Kota. 8) DAK Kelautan dan Perikanan, diarahkan untuk meningkatkan sarana dan prasarana produksi, pengolahan, mutu, pemasaran, pengawasan, penyuluhan, data statistik dalam rangka mendukung industrialisasi kelautan dan perikanan dan minapolitan, serta penyediaan sarana pra sarana terkait dengan pengembangan kelautan dan perikanan di pulaupulau kecil. Lingkup Kegiatannya adalah untuk DAK KP Provinsi yaitu penyediaan kapal perikanan > 30 GT dan untuk DAK KP Kabupaten/Kota yaitu: (1) pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap, (2) pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya, (3) pengem bangan sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pe masaran hasil perikanan, (4) pengembangan sarana dan prasarana dasar di pesisir dan pulau-pulau kecil, (5) pengembangan sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan, (6) pengembangan sarana dan prasarana penyuluhan perikanan, dan (7) pengembangan sarana penyediaan data statistik kelautan dan perikanan. 9) DAK Pertanian, diarahkan untuk mendukung pengembangan prasarana dan sarana air, pengembangan prasarana dan sarana lahan, pemba ngunan dan rehabilitasi balai penyuluhan pertanian serta pengembangan lumbung pangan masyarakat dalam rangka peningkatan produksi ba han pangan dalam negeri guna mendukung ketahanan pangan nasional. Lingkup Kegiatannya adalah: (a) untuk provinsi: (1) Pembangunan/Reha bilitasi PTD/ Balai/Pembenihan/Perbibitan, (2) Pembangunan/Rehabilitasi L AM PI R AN
81
UPTD/Proteksi Tanaman, (3) Pembangunan/Rehabilitasi Laboratorium Kesehatan Hewan; (b) untuk Kabupaten/ Kota: (1) Pengembangan Prasa rana dan Sarana Air, (2) Pengembangan Prasarana dan Sarana Lahan, (3) Pembangunan/Rehabilitasi balai penyuluhan pertanian kecamatan; dan (4) Pembangunan Lumbung Pangan masyarakat. 10) DAK Lingkungan Hidup, diarahkan untuk membantu Kab/Kota, dalam rangka mendanai kegiatan untuk memenuhi standar pelayanan minimal (SPM) di bidang lingkungan hidup yang merupakan urusan daerah, dan upaya pencegahan perubahan iklim, (2) Menunjang percepatan pena nganan masalah lingkungan hidup di daerah, (3) Memperkuat kapasitas kelembagaan/institusi pengelolaan LH di daerah, (4) Mendorong pencip taan komitmen Pimpinan Daerah untuk memperbaiki dan atau memper tahankan kualitas lingkungan, (5) Mendorong pimpinan institusi LH dae rah untuk meningkatkan kapasitas dan kinerja lembaganya, (6) Mendorong pengembangan orientasi pengelolaan LH yang berbasis output dan outcome sebagai upaya pemecahan masalah lingkungan, (7) Mendorong pencapaian indikator kinerja utama (IKU) Kab/Kota, Provinsi dan KLH; dan (8) Mendorong peran Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) dan Pro vinsi dalam pembinaan dan pengawasan pelaksanaan DAK Bidang LH di Kab/Kota guna peningkatan kinerja DAK Bidang Lingkungan Hidup. Lingkup Kegiatannya adalah :(1) alat pemantauan dan pengawasan LH melalui kegiatan: pengadaan peralatan laboratorium (untuk laboratorium yang telah beroperasi) dan kendaraan operasional pemantauan dan pengawasan, (2) alat pengendalian pencemaran lingkungan melalui kegiatan: pembangunan IPAL UKM, IPAL Medik, IPAL Komunal dan unit pengolah sampah 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di fasilitas umum, (3) ke giatan pencegahan perubahan iklim melalui kegiatan: pembangunan taman hijau/kehati dan instalasi biogas; dan, (4) kegiatan perlindungan fungsi lingkungan melalui kegiatan: pembangunan sumur resapan/bio pori, pengolahan gulma, pencegah longsor/turap, embung, dan pena naman pohon. 11) DAK Keluarga Berencana, diarahkan untuk mendukung kebijakan pe ningkatan akses dan kualitas pelayanan KB yang merata, yang dilakukan melalui: (a) peningkatan daya jangkau dan kualitas penyuluhan, peng
82
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
gerakan, pembinaan program KB lini lapangan, (b) peningkatan sarana dan prasarana pelayanan KB, (c) peningkatan sarana pelayanan advokasi, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) Program KB, (d) peningkatan sarana pembinaan tumbuh kembang anak; dan (e) peningkatan pela poran dan pengolahan data dan informasi berbasis teknologi informasi. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) penyediaan sarana kerja dan mobilitas serta sarana pengelolaan data dan informasi berbasis teknologi informasi bagi tenaga lini lapangan, (2) pemenuhan sarana pelayanan KB di klinik KB (statis) dan sarana dan prasarana pelayanan KB keliling dan pemba ngunan gudang alat/obat kontrasepsi, (3) penyediaan sarana dan pra sarana penerangan KB keliling, pengadaan Public Address dan KIE Kit, (4) Penyediaan Bina Keluarga Balita (BKB) Kit, (5) Pembangunan/Renovasi Balai Penyuluhan KB tingkat Kecamatan. 12) DAK Kehutanan, diarahkan untuk peningkatan fungsi Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di daerah hulu dalam rangka memperta hankan dan meningkatkan daya dukung wilayah, mendukung komitmen Presi den dalam penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dengan usaha sendiri dan sampai dengan 41% dengan dukungan internasional pada tahun 2020 sebagaimana tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Ru mah Kaca (RAN-GRK). Selain itu, DAK Bidang Kehutanan diarahkan untuk meningkatkan tata kelola kehutanan melalui pembentukan, operasio nalisasi dan perkuatan KPHP dan KPHL yang menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) rehabilitasi hutan lindung dan lahan kritis di luar kawasan hutan (termasuk hutan rakyat, penghi jauan lingkungan, turus jalan), kawasan mangrove, hutan pantai, Tahura dan Hutan Kota, (2) Pengelolaan Tahura dan Hutan Kota termasuk peng amanan hutan, (3) Pemeliharaan tanaman hasil rehabilitasi tahun sebe lumnya, (4) Pembangunan dan pemeliharaan bangunan sipil teknis (ba ngunan Konservasi Tanah dan Air/KTA) yang meliputi dam penahan, dam pengendali, gully plug, sumur resapan, embung dan bangunan konser vasi tanah dan air lainny a, (5) Peningkatan penyediaan sarana dan pra sarana pengamanan hutan, (6) Peningkatan penyediaan sarana dan
L AM PI R AN
83
prasarana penyuluhan kehutanan; dan (7) Pe ningk at an penyediaan sarana dan prasarana operasionalisasi KPH. 13) DAK Sarana dan Prasarana Perdagangan, diarahkan untuk mening katkan kuantitas dan kualitas sarana perdagangan untuk mendukung: (1) Pasokan dan ketersediaan barang (khususnya bahan pokok) sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, terutama di daerah-daerah tertinggal, perbatasan, daerah pemekaran, dan/atau daerah yang minim sarana perdagangannya, serta (2) Pelaksanaan tertib ukur untuk men dukung upaya perlindungan konsumen dalam hal jaminan ke bena ran has il pengukuran terutama di daerah-daerah yang memiliki potensi UTTP yang cukup besar dan belum dapat ditangani. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) Pembangunan dan pengembangan sarana distribusi perda gangan (pasar), (2) Pembangunan dan peningkatan sarana metrologi legal, melalui pembangunan gedung laboratorium Metrologi Legal dan pengadaan peralatan pelayanan tera/tera ulang (meliputi peralatan stan dar kerja, unit berjalan tera/tera ulang roda empat, unit fungsional peng awasan roda empat dan unit mobilitas roda dua); serta (3) Pembangunan gudang komoditas pertanian dalam kerangka Sistem Resi Gudang. 14) DAK Sarana dan Prasarana Daerah Tertinggal, diarahkan untuk men dukung kebijakan pembangunan daerah tertinggal yang diamanatkan dalam RPJMN 2010-2014 dan RKP 2013 yaitu pengembangan pereko nomian lokal di daerah tertinggal melalui peningkatan kapasitas, pro duktivitas dan industrialisasi berbasis komoditas unggulan lokal secara berkesinambungan beserta sarana prasarana pendukungnya sehingga daerah tertinggal dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat guna dapat mengejar ketertinggalan pembangunannya dari daerah lain yang relatif lebih maju. Lingkup Kegiatannya adalah:(1) penyediaan sa rana transportasi umum darat dan air untuk menduk ung pengembangan ekonomi lokal, (2) pembangunan/ rehabilitasi dermaga kecil/tambatan perahu, (3) pembangunan embung di daerah rawan air. 15) DAK Energi Perdesaan, diarahkan untuk diversifikasi energi: meman faatkan sumber energi terbarukan setempat untuk meningkatkan akses masyarakat perdesaan, termasuk masyarakat di daerah tertinggal dan kawasan perbatasan, terhadap energi modern. Lingkup kegiatannya ada 84
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
lah: (1) Pembangunan PLTMH baru, (2) Rehabilitasi PLTMH yang rusak, (3) Perluasan/peningkatan pelayanan tenaga listrik dari PLTMH, (4) Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat dan PLTS tersebar (SHS); dan (5) Pembangunan instalasi biogas. 16) DAK Perumahan dan Permukiman, diarahkan untuk meningkatkan penyediaan Prasarana, Sarana dan Utilitas (PSU) perumahan dan kawas an permukiman dalam rangka menstimulan pembangunan perumahan dan permukiman bagi Masyarakat Berpenghasilan Menengah dan Ma syarakat Berpenghasilan Rendah (MBM/R) di Kabupaten/Kota termasuk kawasan tertinggal, rawan air dan rawan sanitasi. Lingkup Kegiatannya adalah membantu daerah dalam mendanai kebutuhan fisik infrastruktur perumahan dan permukiman dalam rangka mencapai Standar Pelayanan Minimum (SPM) meliputi: (1) Penyediaan jaringan pipa air minum, (2) Sarana air limbah komunal, (3) Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST), (4) Jaringan distribusi listrik, (5) Penerangan jalan umum. 17) DAK Keselamatan Transportasi Darat, diarahkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan terutama keselamatan bagi pengguna transportasi jalan di provinsi, kabupaten/kota guna menurunkan tingkat fatalitas (jumlah korban meninggal) akibat kecelakaan lalu lintas secara bertahap sebesar 20% pada akhir tahun 2014 dan menurunkan korban luka-luka sebesar 50% hingga akhir tahun 2014. Lingkup kegiatannya adalah: (1) pengadaan dan pemasangan fasilitas keselamatan transportasi darat; dan (2) pengadaan dan pemasangan alat pengujian kendaraan bermotor. 18) DAK Transportasi Perdesaan, diarahkan untuk: (1) meningkatkan pe layanan mobilitas penduduk dan sumber daya lainnya yang dapat men dukung terjadinya pertumbuhan ekonomi daerah perdesaan, dan diha rapkan dapat menghilangkan keterisolasian dan memberi stimulan ke arah perkembangan di semua bidang kehidupan, baik perdagangan, industri maupun sektor lainnya di daerah perdesaan, (2) pengembangan sarana dan prasarana wilayah perdesaan yang memiliki nilai strategis dan diprioritaskan untuk mendukung pusat-pusat pertumbuhan di ka wasan strategis cepat tumbuh yang meliputi sektor pertanian, perikanan, pariwisata, industri, energi dan sumber daya mineral, kehutanan dan perdagangan. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) pembangunan, pening L AM PI R AN
85
katan, dan pemeliharaan jalan poros desa; (2) pengadaan sarana trans portasi perdesaan. 19) DAK Sarana dan Prasarana Kawasan Perbatasan, diarahkan untuk mendukung kebijakan pembangunan kawasan perbatasan yang diama natkan dalam RKP 2013 yaitu untuk mengatasi keterisolasian wilayah yang dapat menghambat upaya pengamanan batas wilayah, pelayanan sosial dasar, serta pengembangan kegiatan ekonomi lokal secara berkelanjutan di kecamatan-kecamatan lokasi prioritas yang ditetapkan oleh Keputusan Kepala Badan Nasional Pengelola Perbatasan Nomor 2 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Lingkup Kegiatannya adalah: (1) pembangunan/ peningkatan kondisi permukaan jalan non-status yang menghubungkan kecamatan perbatasan prioritas dengan pusat kegiatan di sekitarnya, (2) pembangunan dan rehabilitasi dermaga kecil atau tambatan perahu untuk mendukung angkutan orang dan barang, khususnya dermaga kecil atau tambatan perahu di wilayah pesisir yang tidak ditangani Ke menterian Perhubungan; dan (3) penyediaan moda transportasi perairan/ kepulauan untuk meningkatkan arus orang, barang dan jasa.
86
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Lampiran 4. SPM Bidang Pendidikan, Kesehatan, dan Pekerjaan Umum Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Dalam rangka pencapaian SPM dibidang pendidikan maka Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan dasar di Kabupaten/Kota. Sedangkan, peraturan mengenai Pedoman Teknis SPMnya ditetapkan dalam Keputusan Dirjen Pendidikan Dasar. Akan tetapi sampai sekarang ini tampaknya belum ada pedoman teknis perencanaan pembiayaan tentang SPM. Saat ini sedang di buat atau dihitung unit cost untuk masing-masing indikator pencapaian SPM. Disamping itu Permendiknas yang mengatur mengenai SPM ini tampaknya juga mengalami perubahan. Kenyataan yang demikian sudah tentu akan mem bawa kesulitan dan beberapa kendala bagi setiap daerah untuk mencapai SPM nya, sebab setiap ada perubahan Permendiknas tentang SPM sudah tentu akan membutukan dana, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana untuk mendukungnya.
Dalam Permendiknas No.15 Tahun 2010 tentang SPM itu dijelaskan bah
wa ada 14 indikator SPM yang merupakan Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Kabupaten/Kota, dan ada 13 indikator SPM yang merupakan Pelayanan Pen didikan Dasar oleh Satuan Pendidikan. Pendidikan dasar disini mencakup Seko lah Dasar (SD/Madrasah Ibtidaiyah) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP/ Madrasah Tsanawiyah). Pada tahun 2013 Permendikbud No. 23 tahun 2013 menjelaskan perubahan atas Permendiknas Tahun 2010 tentang SPM di ka bupaten/kota. Terjadinya perubahan Permendibud tersebut adalah akibat dari adanya perubahan kurikulum pendidikan. Meskipun dari sisi jumlah indi kator SPM yang ada memang tidak mengalami perubahan yang mendasar, akan tetapi membawa implikasi terhadap pencapaian SPM nya. Sebab dengan adanya perubahan kurikulum membawa dampak terhadap perubahan Juknis dan juga realiasi pelaksanaan DAK baik dari sisi jumlah kebutuhan dana nya maupun dari sisi kualitas pelayanan. Hal ini terjadi karena didalam implemen tasi kebijakannya masih berorientasi kepada input. Hal ini berarti, bahwa
L AM PI R AN
87
semua indikator SPM di bidang pendidikan menggambarkan input dan proses, karena sesuai pemahaman tentang SPM yang harusnya menggambarkan input atau proses dalam pelayanan pendidikan dasar.
Dalam penyusunan 27 Indikator SPM ini Kemendikbud memang telah
mendapatkan pendampingan dari Kemendagri. Akan tetapi menurut Anwar Syah (2007) pelaksanaan DAK yang masih berorientasi terhadap input paling lemah pengaruhnya terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, akun tabilitas keuangan dan penambahan kapasitas keuangan daerah. Kondisi yang demikian jelas akan sulit untuk mencapai SPM sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena disamping jenis transfernya adalah bersyarat dengan tujuan khusus, kelihatannya masih banyak juga Pemda yang belum mengerti dan memahami masalah SPM tersebut.
Meskipun untuk pencapaian SPM pendidikan sudah disosialisasikan ke
masyarakat, namun masih banyak Pemda yang belum mengerti terhadap SPM. Disamping itu, berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh ADB (2011) ternyata ada 1 indikator yang sulit diukur, terutama di daerah luar Jawa ten tang “tersedianya satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km untuk SMP/MTs dari kelompok pemukiman permanen di daerah terpencil.”
Suatu hal yang cukup menggembirakan dalam mewujudkan pencapaian
SPM untuk daerah kabupaten/kota, adalah saat ini Kemendikbud sedang menyusun dan mengembangkan Sistem Database Sekolah, yang diantaranya berisi pencapaian SPM di satuan pendidikan, dan kemudian diagregasi ke ting kat Kabupaten/Kota. Dengan adanya sistem database sekolah ini “diharapkan” tahun depan dapat dilihat pencapaian SPM seluruh satuan pendidikan secara lengkap di Indonesia. Dengan adanya sistim ini, maka setiap sekolah juga akan dapat menginformasikan semua kebutuhannya di daerah baik kebutuhan fisik maupun kebutuhan peningkatan mutu untuk pencapaian SPM tersebut.
Karena pendanaan DAK pendidikan untuk pencapaian SPM juga relative
terbatas, maka untuk percepatan pencapaian SPM maka DAK itu harus diga bungkan atau diintegrasikan dengan pendanaan dari sumber-sumber lainnya (DSF 2011). Saat ini misalnya, pendanaan untuk peningkatan mutu SD di prioritaskan untuk perpustakaan, dan SMP diprioritaskan untuk laboratorium. Mekanisme pendanaan dari BOS melalui alokasi ke Provinsi dialokasikan
88
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
langsung ke satuan pendidikan (SD/MI dan SMP/MTs). Berkaitan dengan hal itu, maka harus ada pembagian yang jelas antara berbagai sumber pendanaan ini dengan DAK pendidikan yang dilokasikan langsung ke Kabupaten/Kota maupun kedalam satuan pendidikan. Disamping itu juga diperlukan petunjuk teknis yang terintegrasi, sehingga akan relatif lebih mudah dalam menyusun perencanaan serta evaluasi dan monitoringnya. Saat ini, umumnya Kabupaten/ kota boleh dikatakan malas untuk memonitor satuan pendidikan yang relatif jauh.
Untuk mempercepat pencapaian SPM, maka Kemendikbud sangat men
dukung pendanaan melalui DAK. Jika pendanaan DAK untuk pencapaian SPM ini diberlakukan, paling tidak untuk tahun pertama ada permasalahan yang terkait dengan ketersediaan data. Sampai sekarang ini ternyata masih ada dae rah yang belum punya data yang diperlukan untuk menghitung SPM sebagai mana yang nanti ditetapkan oleh peraturan tersebut. Karena itu, ketersediaan data untuk mengukur SPM bidang Pendidikan Dasar nampaknya akan menj adi persoalan dalam menentukan jumlah DAK-SPM.
Dalam rangka percepatan pencapaian SPM maka mau tidak mau peran
Gubernur selaku wakil pemeritah di daerah hendaklah difungsikan. Fungsi tersebut adalah terkait dengan melakukan monitoring dan evaluasi terhadap pencapaian SPM Kabupaten/Kota sesuai dengan Peraturan Menteri pendidikan tersebut. Hal ini sudah tentu akan menjadi tugas tambahan (dekonsentrasi) bagi Propinsi yang juga memerlukan kapasitas sumber daya manusia yang memadai. Bahkan untuk perhitungan DAK yang sekarang ini, perlu adanya per baikan data dasar DAK, karena dirasa sudah tidak valid lagi dan datanya itu perlu diperbaharui kembali (update).
Kementerian Kesehatan Sejak tahun 2003 Kementerian Kesehatan sudah mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1457/MENKES/SK/X/2003 tentang SPM bidang kese hatan untuk kabupaten/kota. Didalam keputusan Menkes ini sudah dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan yang meliputi jenis pelayanan beserta indicator kinerja dan target yang ingin dicapai pada tahun 2010. Didalam Kemenkes ini dijelaskan bahwa ada lebih kurang terda
L AM PI R AN
89
pat 26 jenis pelayanan. Masing-masing jenis pelayanan tersebut juga memiliki indikator yang bervariasi antara satu dengan lainnya (lihat Lampiran 4).
Oleh karena banyaknya jenis pelayanan tersebut maka jelas mengalami
kesulitan didalam mengimplementasikannya terutama untuk mencapai SPM bidang kesehatan. Karena itu, untuk mempercepat pencapaian Standar Pela yanan Minimal (SPM) maka Kementerian Kesehatan juga telah menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan No.741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan di kabupaten/Kota. Di dalam Permenkes tentang SPM ini dijelaskan bahwa terdapat 4 Jenis Pelayanan Dasar yaitu: Pertama adalah Pelayanan Kesehatan Dasar (Puskesmas) yang terdiri dari 14 indikator SPM. Kedua adalah Pelayanan Kesehatan Rujukan (Rumah Sakit) yang terdiri dari 2 indikator SPM. Ketiga adalah Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB dengan hanya 1 indikator SPM saja, serta Keempat ada lah Promosi Kesehatan dan pemberdayaan Masyarakat yang juga hanya mem punyai 1 indikator SPM saja (Bappenas, 2012)
Selanjutnya juga dijelaskan bahwa untuk jenis Pelayanan Kesehatan
Dasar (Puskesmas), 9 indikator SPM ditargetkan telah dicapai pada Tahun 2010. Sedangkan batas waktu pencapaian SPM untuk 9 indikator lainnya ada lah pada Tahun 2015. Menurut salah satu Kasub di Biro Perencanaan Kemen kes, data mengenai 18 indikator SPM di Kabupaten/Kota sudah ada, meskipun untuk beberapa Kabupaten datanya belum lengkap. Ketidak-lengkapan data diantaranya disebabkan karena pemekaran daerah. Untuk Puskesmas, ada 400 laporan yang rutin disampaikan tiap bulan.
Disamping adanya perubahan peraturan Kemenkes untuk percepatan
pencapaian SPM tersebut, suatu kebijakan yang cukup menggembirakan yang dilakukan oleh Kemenkes adalah membangun jaringan langsung antara Puskesmas dengan dengan Kementerian. Dengan adanya jaringan ini jelas akan dapat mempercepat mekanisme penyampaian data atau informasi terkait dengan Pelayanan Kesehatan Dasar. Dalam hal ini, data atau informasi terse but disampaikan oleh masing-masing Puskesmas ke Dinas kesehatan di daerah, kemudian disampaikan ke Direktorat yang terkait di Kemenkes. Sedangkan mekanisme penyampaian data atau informasi terkait dengan Pelayanan Kesehatan Rujukan disampaikan oleh masing-masing Rumah Sakit langsung ke Direktorat yang terkait di Kemenkes.
90
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Meskipun untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam
Kemenkes sudah dilakukan reformasi terhadap jenis pelayanan kesehatan, namun tampaknya belum semua jenis layanan kesehatan dapat terpenuhi SPM nya. Hal ini terbukti dimana pada tahun 2010, tidak semua 9 indikator SPM jenis Pelayanan Kesehatan Dasar dicapai, tergantung konteknya. Misal nya Polio, sampai tahun tertentu bebas polio. Saat ini ada 45 daerah DTPK (Daerah Terpencil Kepulauan) dan DBK (Daerah berusaha Kesehatan) yang diprioritaskan oleh Kemenkes. Selain itu sudah 101 Puskesmas telah mencapai SPM terkait dengan PONEK dengan pendanaan DAK (Bappenas 2011).
Kementerian Pekerjaan Umum Salah satu pelayanan dasar yang juga harus disediakan oleh Pemerintah ada lah sarana dan prasarana infrastruktur yang memadai sesuai dengan SPM. Berkaitan dengan hal ini, dalam rangka pencapaian SPM itu, maka Kementerian PU telah menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang, lengkap dengan petunjuk teknisnya. Namun demikian didalam Permen PU ini ternyata belum ada pedoman teknis perencanaan pembiayaan SPM.
Peraturan tersebut ternyata juga belum memuat SPM Propinsi, sehingga
ada rencana untuk melakukan revisi Peraturan Menteri tersebut dan sekaligus melakukan revisi terkait SPM Kabupaten/Kota. Saat ini Peraturan Menteri sedang dalam proses revisi. Dengan menambah SPM Propinsi, maka peraturan tentang SPM menjadi lebih menyeluruh. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Tim dari Bappenas (2011) menunjukkan bahwa terdapat beberapa kelemahan dari Peraturan mentri PU tersebut sehingga harus dilakukan perubahan. Ada pun beberapa kelemahan yang telah diketahui dalam peraturan tersebut antara lain adalah: a.
Untuk bidang jalan, indikator yang diambil dengan amanat Peraturan Pemerintah tentang jalan, hanya bisa dipakai jika ada sinergi pusat dan daerah serta lintas sektor (terkait dengan sektor lain). Sebagai contoh, indikator Aksesibilitas, jaringan dasar bisa diukur jika ada jalan Propinsi dan Nasional. Sementara itu, di Pusat tidak dihitung indikator aksesibilitas
L AM PI R AN
91
dan mobilitas. Jadi perubahan Permen direncanakan untuk membuat SPM terkait dengan kewenangan masing-masing tingkatan pemerintahan. b.
Indikator yang ada saat ini merupakan indikator pada tinggi tingkatan output yang lebih tinggi (kalaupun tidak bisa disebut outcome). Rencana nya indikator akan diturunkan ke level output langsung (direct output). Beberapa indikator mungkin akan dipertahankan, seperti indikator kon disi mantap, supaya sejalan dengan target pusat (membina dan mem fasilitasi kondisi jalan kab/kota), tetapi yang lain akan lebih direct output, seperti peningkatan jalan dari tanah ke aspal, dll.
c.
Untuk Bidang Cipta Karya kemungkinan indikatornya tetap yang lama dan lebih berbasis outcome (MDGs). Di Cipta Karya ada mekanisme RPJM, sharing pembiayaan, mulai dari jaringan air baku sampai kran.
d.
Permasalahan lain terkait dengan SPM adalah semua daerah belum punya Perda RTRW.
e.
Permeu PU SPM yang lama, ketika dirancang tidak mengundang unit teknis. Jadi target-target dirasa tidak realistis.
f.
Indikator SPM daerah sepertinya perlu dikaitkan dengan IKU KementErian PU yang saat ini ada 35 indikator (diciutkan dari 104).
Disamping adanya beberapa kelemahan seperti diatas, permasalahan
lain yang juga cukup mendasar adalah terkait dengan ketersediaan data. Tidak semua daerah punya data yang diperlukan untuk menghitung SPM seba gaimana yang ditetapkan oleh peraturan tersebut. Ketersediaan data untuk mengukur SPM bidang Pekerjaan Umum untuk seluruh daerah nampaknya akan menjadi persoalan dalam menentukan jumlah DAK untuk pencapaian SPM. Menurut Peraturan Menteri tersebut, Gubernur selaku Wakil Pemerintah di daerah harus melakukan monitoring dan evaluasBebei terhadap pencapaian SPM Kabupaten/Kota. Hal ini sudah tentu akan menjadi tugas tambahan (de konsentrasi) bagi Propinsi yang juga memerlukan kapasitas sumber daya manusia yang memadai
92
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Lampiran 5.1. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Kesehatan dan Infrastruktur 1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Kesehatan
Infrastruktur
Ya (Subbidang tetap sama, namun kegiatan di dalam setiap subbidang mengalami beberapa perubahan)
Tidak (Juknis tidak berubah sejak 2010 hingga sekarang)
Menu
Menu
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu) 3. Waktu pengesahan juknis
17-Dec-10
2011
15-Dec-11
2012
26-Dec-12
2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah 5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
Tidak
Tidak
Mengikuti standar biaya dari PU daerah
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
134
2011
124
2012
1-Nov-10
144
84
2013
7. Jumlah kegiatan yg ada
Pelayanan Kesehatan Dasar
5
Pelayanan Kesehatan Rujukan
6
Pelayanan Kefarmasian
Prasarana Jalan
8
Prasarana Irigasi
2
3
Prasarana Air Minum
1
Pelayanan Kesehatan Dasar
4
Prasarana Sanitasi
1
Pelayanan Kesehatan Rujukan
4
Pelayanan Kefarmasian
3
Pelayanan Kesehatan Dasar
4
Pelayanan Kesehatan Rujukan
6
Pelayanan Kefarmasian
4
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/ kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
2011
2012
2013
Detail kegiatan relatif berbeda antar setiap subbidang sesuai dengan klasifikasi subbidang. Subbidang pelayanan kesehatan rujukan relatif lebih detail dengan lebih kompleksnya persyaratan teknis untuk setiap kegiatan
Selain pembangunan, kegiatan-kegiatan dalam setiap subbidang berbeda. Subbidang Air Minum & Sanitasi hanya terdiri dari kegiatan pembangunan. Subbidang jalan dan irigasi masih serupa dalam hal rehabilitasi dan peningkatan
L AM PI R AN
93
Lampiran 5.2. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Pendidikan
Pendidikan 2011
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Ya (Empat juknis pada 2011)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis
9-Aug-11
SD
9-Aug-11
SMP
23-Aug-11
Mutu Pendidikan SD
23-Aug-11
Mutu Pendidikan SMP
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
94
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
86
136
SMP
85
Mutu Pendidikan SD
110
Mutu Pendidikan SMP
SD
7. Jumlah kegiatan yg ada
Rehabilitasi Ruang Kelas Rusat Sedang & berat
1
Ruang Kelas Baru & Perabotnya
1
Perpustakaan & Perabotnya
1
Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan
1
Pembangunan Ruang Kelas Baru
1
Pembangunan Perpustakaan
1
Pembangunan Lab IPA
1
Pembangunan Lab Komputer
1
Pembangunan Lab Bahasa
1
Pembangunan Ruang Keterampilan
1
Pembangunan Ruang Kesenian
1
Rehabilitasi Ruang Belajar
1
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
SD
SMP
buku pengayaan
1
buku referensi
1
buku panduan pendidik
1
alat peraga pendidikan
1
sarana teknologi informasi dan komunikasi pendidikan
1
multimedia interaktif
1
Alat Laboratortium IPA
1
Alat Laboratorium bahasa.
1
Peralatan Matematika
1
Peralatan IPS
1
Peralatan Kesenian
1
Peralatan Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan
1
Buku Perpustakaan
1
Sarana TIK Pendidikan dan Multimedia Pembelajaran Interaktif
1
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/ kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
Mutu Pendidikan SMP
Jenis kegiatan dalam juknis SD & SMP berbeda namun masing-masing juga memasukkan kegiatan peningkatan mutu pendidikan yang memiliki juknis sendiri
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Mutu Pendidikan SD
Pendidikan 2012 Ya (2 Juknis terbagi menjadi SD & SMP)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis
16-Dec-11
SD
16-Dec-11
SMP
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Ya (Juknis SD Permendikbud No. 56 Tahun 2011 diperbaharui dengan Permendikbud No. 61 Tahun 2012 pada bulan September)
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
93
SD
L AM PI R AN
95
110
SMP
7. Jumlah kegiatan yg ada
Rehabilitasi ruang kelas rusak berat termasuk perabotnya
1
Pembangunan ruang perpustakaan termasuk perabotnya
2
Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan berupa peralatan pendidikan
6
Rehabilitasi ruang kelas rusak berat termasuk perabotnya
1
Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan berupa peralatan pendidikan
3
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/ kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
SD
SMP
Secara keseluruhan jenis kegiatan hanya berbeda pada tidak adanya pembangunan ruang perpustakaan dalam juknis SMP dan pada rincian kegiatan
Pendidikan 2013 1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Ya (Dua juknis terbagi menjadi pendidikan dasar dan pendidikan menengah)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
96
Menu
3. Waktu pengesahan juknis
11-Feb-13
Pendidikan Dasar
20-Feb-13
Pendidikan Menengah
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Ya (Kedua juknis Permendikbud No. 8 & No.12 Tahun 2013 diperbaharui dengan Permendikbud No. 74 & 79 Tahun 2013 untuk masing-masing juknis)
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
IKK
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
19*
Pendidikan Dasar
18*
Pendidikan Menengah
7. Jumlah kegiatan yg ada
SD: Rehabilitasi ruang kelas rusak sedang
1
SD: Pembangunan ruang perpustakaan termasuk perabotnya
1
SD: Pengadaan Sarana Peningkatan Mutu Pendidikan
6
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Pendidikan Dasar
SMP: Penggandaan dan distribusi buku teks pelajaran sesuai kurikulum 2013 sehingga seluruh peserta didik kelas VII terpenuhi kebutuhan bukunya
1
SMP: Peningkatan prasarana pendidikan dan pengadaan sarana peningkatan mutu pendidikan
10
Penggandaan dan distribusi buku teks pelajaran
1
Rehabilitasi ruang belajar rusak berat
1
Pengadaan sarana dan prasarana peningkatan mutu pendidikan
4
8. Untuk sektor dengan sub-bidang di pendidikan/ kesehatan/infrastruktur apakah detail kegiatan relatif sama antar sub bidang (jika tidak sub-bidang mana di setiap bidang/sektor yang relatif lebih detail.
Pendidikan Menengah
Secara keseluruhan jenis kegiatan dalam pendidikan dasar & pendidikan menengah hanya berbeda pada detailnya namun tetap terkait dengan rehabilitasi ruang belajar, pengadaan perpustakaan & sapras peningkatan mutu serta distribusi buku
Lampiran 5.3. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Lingkungan Hidup 1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
LH Ya (Kategori kegiatan berubah pada tahun 2012)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis
11-Feb-11
2011
29-Dec-11
2012
28-Dec-12
2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
41
2011
L AM PI R AN
97
64
2012
68
2013
7. Jumlah kegiatan yg ada
Pemantauan Kualitas LH
4
Pengendalian Pencemaran LH
4
Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
2
Perlindungan Fungsi LH
2
Sistem Informasi Kualitas Lingkungan
3
Pemantauan Kualitas LH
3
Pengendalian Pencemaran LH
4
Adaptasi & Mitigasi Perubahan Iklim
2
Perlindungan Fungsi LH
6
Program Tambahan (Bank Sampah & Adiwiyata)
2
Pemantauan Kualitas LH
3
Pengendalian Pencemaran LH
4
Adaptasi & Mitigasi Perubahan Iklim
4
Perlindungan Fungsi LH
7
Program Tambahan (Bank Sampah, Adiwiyata & Kampung Iklim)
3
2011
2012
2013
Lampiran 5.4. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Kelautan
Kelautan
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Ya (Kategori kegiatan tetap namun kegiatan di dalamnya mengalami berubah)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis
9-Dec-10
2011
15-Dec-11
2012
27-Dec-12
2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah 5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
98
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
Tidak
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
148
2011
151
2012
173
2013
7. Jumlah kegiatan yg ada
sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap
3
sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya
2
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan
2
sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil
3
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan
4
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan
6
penyediaan sarana statistik kelautan dan perikanan
3
sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap
6
sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya
2
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan
2
sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil
3
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan
6
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan
6
penyediaan sarana statistik kelautan dan perikanan
3
sarana dan prasarana produksi perikanan tangkap
6
sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya
2
sarana dan prasarana pengolahan, peningkatan mutu dan pemasaran hasil perikanan
2
sarana dan prasarana pemberdayaan ekonomi masyarakat di pesisir dan pulau-pulau kecil
3
sarana dan prasarana pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan
6
sarana dan prasarana penyuluhan perikanan
6
penyediaan sarana statistik kelautan dan perikanan
3
2011
2012
2013
L AM PI R AN
99
Lampiran 5.5. Tabel Ulasan Singkat Petunjuk Teknis Bidang Pertanian
Pertanian
1. Juknis selalu berubah 3 tahun terakhir ini.
Ya (Tahun 2013 dipisahkan menu kegiatan untuk provinsi dan untuk kabupaten/kota)
2. Jenis kegiatan perlu dilakukan seluruhnya atau sistem pilihan (menu)
Menu
3. Waktu pengesahan juknis
29-Dec-10
2011
27-Dec-11
2012
10-Jan-13
2013
4. Informasi apakah juknis yang ditetapkan utk satu tahun berjalan pernah diubah
Tidak
5. Ada standar biaya ditetapkan di juknis.
6. Jumlah halaman juknis dan lampirannya
14
2011
28
2012
39
2013
7. Jumlah kegiatan yg ada
Perluasan areal pertanian
4
Sapras pengelolaan air
4
Sapras pengelolaan lahan
5
Lumbung pangan masyarakat dan atau gudang pangan pemerintah
1
Pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian/Kecamatan
4
Sapras Balai Perbenihan untuk tanaman pangan/ hortikultura/perkebunan/peternakan
4
Pembangunan/rehabilitasi Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan
1
Perluasan areal pertanian
3
Sapras pengelolaan air
3
Sapras pengelolaan lahan
4
Lumbung pangan masyarakat dan atau gudang pangan pemerintah
4
Pembangunan/rehabilitasi Balai Penyuluhan Pertanian/Kecamatan
5
Sapras Balai Perbenihan untuk tanaman pangan/ hortikultura/perkebunan/peternakan
4
Pembangunan/rehabilitasi Pusat Pelayanan Kesehatan Hewan dan Inseminasi Buatan
1
Penanganan Pasca Panen
4
100
Pengelolaan DA K: Kondisi dan Strategi ke Depan
2011
2012
Sapras Air
4
Sapras Lahan Jalan Usaha Tani
3
Pembangunan/rehabilitasi/renovasi Balai Penyuluhan Pertanian & Penyedian Sarana Penyuluhan
5
Lumbung pangan masyarakat
1
2013
L AM PI R AN
101