Tentang Jurnal Agrimor merupakan jurnal ilmiah yang memuat artikel tentang agribisnis yang mengkaji manajemen dan sosial ekonomi pada bidang usahatani, agroindustri, pemasaran, sistim informasi dan komunikasi dengan berbasiskan pertanian lahan kering termasuk aspek kebijakan pemerintah. Pengelola Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Timor Alamat JL. Eltari Km. 9, Kelurahan Sasi, Kefamenanu – Timor – NTT. 85613. Telp : 0388 – 2705800, Fax : 0388 2705802; e-mail:
[email protected] CP : +6281315023025 Dewan Redaksi Penanggung Jawab Ketua Dewan Redaksi Dewan Redaksi
Redaksi Pelaksana Layout Editor Edisi Terbitan Januari, April, Juli & Oktober Situs www.savana-cendana.id
: Marsianus Falo, SP. M.Si : Agustinus Nubatonis, SP. MP : Adeline Norawati Hutapea, SP. M.Sc Simon Juan Kune, SP. MP : Maria Dafrosa Pilis, A.Md : Roberto I. C. O. Taolin, SP. M.Si
Daftar Isi Pemasaran Sirih Buah Di Desa Sunsea Kecamatan Naibenu Kabupaten Timur Tengga Utara Wilfridus Sasi, Agustinus Nubatonis
1-3
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Melalui Transformasi Nilai-Nilai Kewirausahaan dalam Pelaksanaan Program Desa Mandiri Cinta Petani (Sari Tani) di Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara Stefanus Bekun, Agustinus L. Tiza
4-9
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jagung di Desa Tesi Ayofanu Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan Yuliana Bantaika
10-11
Peranan Lembaga Keuangan Credit Union Kasih Sejahtera Bagi Petani di Kabupaten Timor Tengah Utara Marsianus Falo, Simon Kune
12-14
Analisis Kelayakan Finansial Industri Tempe Di Kelurahan Oelami Kecamatan Bikomi Selatan Adeline Norawati Hutapea, Yosefina Marice Fallo
15-16
Agrimor 2 (1) 1-3 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Pemasaran Sirih Buah Di Desa Sunsea Kecamatan Naibenu Kabupaten Timur Tengga Utara Wilfridus Sasi a, Agustinus Nubatonis b a b
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 27 Oktober 2016 Received in revised form 14 November 2016 Accepted 11 Desember 2016 Keywords: Pemasaran Sirih Buah Sunsea Naibenu
Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui saluran pemasaran sirih buah; 2) mengetahui fungsi–fungsi pemasaran sirih buah yang dilakukan oleh petani dan pedangang perantara, dan; 3) mengetahui pemasaran sirih buah. Metode pengambilan sampel yang digunakan melipui 1) purposive sampling untuk penentua petani, dan; 2) snow ball sampling untuk pedangang. Metode analisis data menggunakan metode analisis kulitatif untuk menjawab tujuan pertama dan kedua, metode analisis margin pemasaran untuk menjawab tujuan ketiga. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat 3 saluran pemasaran sirih buah yaitu: a) Petani Produsen Ke Konsumen; b) Petani Produsen – Pengecer – Wini - Konsumen Wini, dan; c) Petani Produsen – Pemborong – Pengecer Kefamenanu – Konsumen kefamenanu. Petani dan pedagang tidak menjalankan semua fungsi pemasaran. Terdapat perbedaan margin disetiap saluran pemasaran yaitu: (a) margin pemasaran sirih buah/tumpuk pada saluran II yaitu: Rp. 540,000 (b) margin pemasaran sirih buah/bugkus pada saluran III yaitu: Rp. 753,333. ©2017 dipublikasikan oleh Agrimor.
1.
Pendahuluan Indonesia adalah negara agraris sehingga sebagian besar kehidupan penduduknya bergantung pada sektor pertanian. Oleh karena itu, sektor pertanian menjadi salah satu prioritas utama adalah pembangunan ekonomi, karena secara potensial banyak yang dapat di sumbangkan oleh sektor pertanian terhadap perekonomian Indonesia, mulai dari sumber penting penciptaan lapangan kerja atau sumber pendapatan bagi sebagian besar penduduk. sumber devisa Negara dan pemasok bahan baku bagi industry. Sirih merupakan tanaman yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain dan merupakan tanaman asli Indonesia (Swara dan Risa, 2012). Tanaman sirih memiliki beberapa bagian yakni daun, batang, bunga, buah dan akar. Panajang daun sirih berkisar 5 – 8 cm dan lebar 2- 5 cm, daunnya tunggal berbentuk jantung, berujung runcing tumbuh berselang seling, bertangkai,dan mengeluarkan bau yang sedap bila diremas. Bunga daun sirih majemuk berbentuk bulir dan terdapat daun pelindung ± 1 mili meter (mm), berbentuk bulat panjang pada bulir jantan penjangnya sekitar 1,5 – 3 cm dan terdapat 2 benang sari yang pendek sedang pada bulir betina panjangnya sekitar 1,5 – 6 cm dimana terdapat kepala putik 3- 5 buah, berwarna putih dan hijau kekuningan. Buah sirih, buahnya buah buni berbentuk bulat berwarna hijau keabu-abuan. Akar sirih tunggal, bulat dan berwarna coklat kekuningan. Tanaman sirih di Kabupaten Timor Tengga Utara di kelompokan dalam komoditas tanaman perkebunan rakyat. Hasil utama tanaman sirih adalah buahnya yang dapat bermanfaat untuk konsumsi sebagian masyarakat, sarana upacara adat dan bahan pengobatan tradisional. Desa Sunsea merupakan salah satu desa di Kecamatan Naibenu Kabupaten Timor Tengah Utara dengan luas wilayah 28 km2. pemasaran sirih buah selama ini sangat membatntu petani dalam mendistribusikan hasilnya, Luas area tanaman sirih di Desa Sunsea 20 Ha. Sirih buah yang berasal dari desa sunsea ada petani yang memasarkan sirih buah di tepi jalan ada juga yang menjual ke pedagang perantara yang berasal dari Pantura wini dan kota Kefamenanu karena Desa Sunsea berdekatan dengan pantura wini dan kota kefamenanu. Sirih buah yang di pasarkan di tepi jalan satu tumpuk 4 batang Rp 5.000 dan 6-7 batang Rp 10.000 sedangkan sirih buah yang di jual ke pedagang perantara 1 bungkus kecil atau yang di sebut dengan bika pada bulan Maret – April harganya menurun yakni dengan harga paling rendah Rp 50.000/bika - Rp.150.000/bika, bungkusan sedang Rp.200.000 – Rp.300.000 dan bungkusan besar Rp 400.000 – Rp 500.000. Sedangkan pada bulan Mei – Februari harganya meningkat yakni dengan harga paling rendah Rp.600.000/bika - Rp.650.000/bika, bungkusan sedang Rp.700.000 – Rp.800.000, dan bungkusan besar harganya berkisar antara Rp.900.000 – Rp. 950.000. Dari hasil penjualan sirih buah dapat membantu masyarakat untuk menghidupkan keluarga mereka karena pendapatan masyarakat tergantung pada hasil sirih buah. Selain itu juga masyarakat yang ada di desa sunsea dapat memberikan sumbangan untuk pembangunan gereja, itu semua dari hasil sirih buah. Petani mendistribusikan sirih kepada konsumen melalui lembaga pemasaran dalam hal ini pedangang dengan tingkat harga yang berbeda baik pada petani maupun pada pedangang. Dengan demikian petani, pedangang, maupun konsumen telah melakukan dan atau menjalankan fungsi–fungsi pemasaran yakni petani menjalankan fungsi penjualan, pedangan menjalankan fungsi pertukaran., dan konsumen melakukan fungsi pembeli. Margin pemasaran yang tinggi menunjukan semakin besarnya perbedaan harga yang dibayar konsumen dengan harga yang diterima oleh produsen. Hal ini disebabkan prasarana lembaga pemasaran yang diminta untuk konsumen dan penggunaan pemasaran yang berlebihan. Saluran pemasaran yang pendek mengakibatkan proses pemasaran akan lebih efisien. Biaya yang diperlukan dalam proses pemasaran dapat ditekan seminimal mungkin. Sesuai dengan hukum ekonomi semakin pendek rantai pemasaran antara produsen dan konsumen, maka nilai jual petani akan semakin kecil bahkan cenderung merugi. Upaya yang dapat di lakukan untuk mendapatkan harga jual yang tinggi dalam pemasaran pertaniaan diantaranya yaitu Memasarkan langsung ke konsumen atau memasarkan ke pedangang pengumpul. Masalah yang dihadapi petani sirih buah di Desa Sunsea dalam memasarkan sirih buah selisih harga dalam memasaran sirih dimana ada inpor sirih dari W. Sasi & A. Nubatonis / Agrimor 2 (1) 1–3
Kabupaten Sumba, Pulau Flores, Kabupaten Timor Tengah selatan dan Negara Timor Leste (Oecuse) akan mengalami penurunan harga, (survei awal). 2.
Metode Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Sunsea Kecamatan Naibenu, Kabupaten Timor Tengah Utara mulai dari bulan Februari tahun 2015 hingga bulan Mei tahun 2016. Sampel diambil dengan cara purposive sampling dan snow ball sampling, di mana purposive sampling untuk penentuan sample untuk petani sedangkan untuk pedanggang menggunakan snow ball sampling. Dari populasi petani sirih buah sebanayak 136 kk yang berada di Desa Sunsea, sample yang diambil sebanayak 50 kk dangan kriteria petani yang mempunyai tanaman sirih buah sebanyak 25 pohon yang sudah berbuah, Snow ball sampling digunakan untuk menelusuri setiap pedagang yang terlibat dalam pemasaran sirih buah di Desa Sunsea. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder dimana data primer merupakan hasil observasi dan wawancara langsung dengan responden, sedangkan data sekunder berasal dari lembaga atau instansi terkait. Variabel yang akan diukur dalam penelitian ini meliputi a) identitas responden (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tempat tinggal, pendidikan, pengalaman, jumlah tanggungan keluarga); b) pemasaran sirih adalah proses menjual sirih dari produsen kepada pedangang yang terjadi di Desa Sunsea. Jumlah sirih yang di pasarkan per tumpuk dan juga per bungkus (bika); c) saluran pemasaran adalah aliran komoditas sirih buah dari produsen ke konsumen yang dilakukan oleh lembaga pemasaran; d) fungsi–fungsi pemasaran adalah semua jasa atau kegiatan dan tindakan yang diberikan dalam proses pengaliran barang dari tangan produsen ke tangan konsumen; e) harga jual adalah harga jual sirih buah di tingkat petani dan di tingkat pedagang perantara per tumpuk dan per bungkus (Rp/bika; f) biaya yang digunakan dalam pemasaran sirih buah adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan pemasaran, sejak dari produsen ke konsumen (RP); g) keuntungan adalah besarnya hasil yang diperoleh petani dalam memasarkan sirih buah (Rp); h) margin pemasaran adalah selisih antara harga yang dibayarkan oleh konsumen dengan harga yang di terima oleh produsen, dan; i) farmer share adalah bagian yang diterimah oleh petani produsen dari harga yang dibayar oleh konsumen. Data penelitian kemudian dianalisis menggunakan analisis deskripsi kualitatif sesuai petunjuk (Soekartawi, 1995) dan untuk mengetahui margin pemasaran dan bagian harga (farmer’s share) yang diterima petani digunakan rumus sesuai petunjuk (Hamid, 1972; Sudiyono, 2002). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Saluran Pemasaran Saluran pemasaran merupakan pola-pola pemasaran yang terbentu selama pergerak arus komoditi pertanian dari petani produsen ke konsumen akhir. Saluran pemasaran yang terbentuk selama penyaluran sirih dari petani produsen di Desa Sunsea ke konsumen akhir, ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1. Saluran Pemasaran Sirih di Desa Sunsea. Gambar 1. menunjukan bahwa saluran yang terbentuk menjadi 3 macam yaitu 1. Produsen – Konsumen Desa Sunsea Pada saluran ini petani produsen menjual sirih secara langsung ke tanggan konsumen, di pasar terdekat sekitar Desa Sunsea. Hal ini dilihat dari jawaban 37 atau 74% responden petani. jumlah rata – rata sirih yang dipasarkan disekitar
1
Agrimor 2 (1) 1-3 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Desa Sunsea, per hari pasar sebanyak 484 tumpuk sirih, jumlah rata – rata sirih yang dipasarkan sanggat memenuhi kebutuhan dalam rumah tangga. 2. Petani Produsen – Pengecer – Konsumen Wini Pada saluran ini petani produsen menjual sirih ke pengecer, dan pengecer menyalurkan ke konsumen. Hal ini menunjukan, semakian panjang saluran yang dilalui oleh komoditi sirih untuk sampai tangan konsumen akan menyebabkan semakin besar biaya yang di keluarkan untuk memperoleh sirih karena harga sirih akan semakin meningkat di setiap saluran Dari 50 responden petani sebanyak 8 orang (16%) yang menjual ke pengecer jenis sirih putih yang di pasarkan di pantura wini sebanyk 5 bungkus, 195 tumpuk. 3. Petani Produsen – Pemborong – Pengecer – Konsumen Kefamenanu Kondisi pemasaran sirih buah pada saluran ini yakni; petani produsen menjual sirih ke pedangang pemborong kefa kemudiaan disalurkan ke pengecer, pengecer menyalurkan ke konsumen. Hal ini menunjukan semakin panjang saluran yang dilalui oleh komoditi sirih buah untuk sampai ke tanggan konsumen. Dari 50 responden petani, 5 responden (0,1%) yan g hanya menjual ke pemborong, 8 responden (0,16%) yang hanya menjual ke pengecer, 12 responden (0,24%) yang menjual ke konsumen dan pemborong, 9 responden (0,18%) yang menjual ke konsumen dan pengecer, dan dari jenis sirih putih yang dipasarkan ke kefamenanu sebanyak 15 bungkus,387 tumpuk. 3.2 Fungsi Pemasaran di Tingkat Petani Produsen Fungsi – fungsi yang dilakukan oleh petani produsen dalam memasarkan sirih ke konsumen di sekitar Desa Sunsea maupun dipasaran ke pedagang adalah sebangai berikut: 1. Fungsi pertukaran Fungsi pertukaran merupakan suatu kegiatan yang berfungsi memperlancarkan berpindahnya hak milik atas produk dari satu orang ke yang lainnya. Fungsi pertukaran ini meliputi fungsi penjualan yakni petani menjual sirih ke konsumen di pasar sekitar Desa Sunsea. Harga sirih yang dijual ke konsumen dengan 1 tumpuk 6 – 7 batang Rp. 5000. Sedangkan petani menjual sirih ke pedagang perantara dengan 1 bungkus Rp. 200.000 ketika pedangang mendatangi rumah. 2. Fungsi fisik Fungsi fisik meliputi kegiatan kegiatan yang secara langsung diperlakukan terhadap komoditi pertanian, sehingga komoditi pertanian mengalami tambahan guna tempat, guna waktu, guna bentuk. Sirih yang dijual masih dalam bentuk mentah dan sudah siap untuk dikonsumsi. Fungsi fisik antara lain 1) fungsi penyimpanan yakni sirih buah dapat disimpan sampe 2-3 hari karena belum habis terjual dipasar terdekat di Desa Sunsea. Sedangkan yang dijual untuk pedagang pengumpul penyimpananya hanya 1 hari saja karena para pedagang langsung membelinya di rumah petani; 2) fungsi pengangkutan yakni proses pengangkutan ke pasar dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor (ojek) maupun dengan agkutan selama penyaluran sirih buah dari petani produsen ke tangan konsumen membutuhkan sejumlah uang biaya yaitu rata rata biaya transportasi Rp. 10.000. 3. Fungsi penyediaan fasilitas Fungsi penyedia fasilitas merupakan usaha – usaha perbaikan system pemsaran untuk meningkatkan efisiensi operasional dan efisiensi penetapan harga. Fungsi penyedia fasilitas ini meliputi: penyediaan dana/modal yang dibutuhka petani dalam memasarkan sirih buah ketangan konsumen dapat diperoleh atau bersumber dari modal sendiri(keluarga). 3.3 Fungsi Pemasaran di Tingkat Pedagang Pemborong Kefamenanu Selama pengerakan sirih buah ke konsumen, tentu mengalami tindakan yang dilakukan oleh pedagang sehingga biasa sampe ke konsumen. Harga rata – rata sirih buah tersebut diperoleh dari hasil konversi dari bungkus, sehingga mudah dalam memperhitug margin dan farmer’s share. Sirih yang dikonversikan dari bungkus ke tumpuk adalah sirih buah yang dijual di Desa Sunsea, sedangkan sirih buah yang jual ke kefamenanu dan pantura wini dalam bentuk bungkus. Rata – rata sirih yang dikonvesi, berbeda satu sama lain dikarenakan rata – rata harga sirih yang dijual dalam bentuk bungkus. Harga sirih buah pada tingkat kelembagaan pemasaran dapat dilihat pada Tabel 1. Table 1. Harga Sirih Buah Pada Tingkat Kelembagaan Pemasaran Harga/Bungkus Saluran Pemasaran Tingkat Lembaga Harga Beli (Pemborong) Rp. 246,667 I Harga Jual (Pemborong) Rp. 296,667 Sumber : Data Primer Diolah, 2016
1
Fungsi pertukaran a. Fungsi pembelian: pemborong membeli sirih buah dari petani dengan cara pemborong mendatagi petani dengan sore hari untuk memberikan informasi kepada petani bahwa akan membeli sirih buah 2 atau 5 bungkus. Kemudiaan baru dilakukan pembayaran dengan harga rata – rata yang di tawarkan pemborong. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh pemborong adalah pembayaran secara kontan/tunai. b. Fungsi penjualan: pemborong menjual sirih ke pasar kefamenanu dengan beberapa pengecer dan mengeluarkan biaya. biaya yang dikeluarkan oleh pemborong yaitu biaya transportas dan lain-lain Rp.30.000.
W. Sasi & A. Nubatonis / Agrimor 2 (1) 1–3
2
3
Fungsi fisik a Fungsi penyimpanan: pemborong melakukan penyimpanan 1 malam di rumah petani dikarenkan pemborong mendatangi petani untuk membeli sirih dengan sore hari keesokan harinya pemborong mengangkut sirihnya. b Fungsi pengangkutan: fungsi pengangkutan ini pemborong sendriri mengangkut dari rumah petani ke pasar (pengecer) biaya transportasi yang dikeluaran sebesar Rp. 20000. Fungsi penyediaan fasilitas a. Standarisasi dan Grading: standarisai dan grading akan dilakukan oleh pemborong karena pemborong akan memeperhatikan kualitas atau besar kecilnya sirih buah akan tetapi mereka akan menawarkan harga secara merata. Dalam pemasaran sirih harga sirih akan berbeda. b. Penanggung risiko: penanggung resiko tidak dialami oleh pemborong dikarenakan mereka tidak menyimpan sirih dalam waktu yang lama. c. Informasi Pasar: Pada fungsi ini, hal yang paling mereka perhatikan adalah informasi harga dan penyediaan sirih buah dipasar. Informasi ini hanya dalam ruang lingkup para pedagang yaitu para pemborong dan pengecer saling meinformasikan mengenai penyediaan sirih dipasar, sehingga penyaluran sirih masi banyak, untuk menjaga kedua belah pihak tidak mengalami kerugian. d. Penyediaan dana: dalam memasarkan suatu produk, seringkali terkendala akibat kurang modal untuk melakukan transaksi – transaksi. Modal yang digunaka dalam memasarkan sirih adalah dari modal sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan pedagang kawatir akan keuntungan yang diperoleh tidak memenuhi kebutuhan atau hanya kembalikan modalnya sajah.
3.4 Fungsi Pemasaran di Tingkat Pengecer Selama pergerak produk dari pengecer ke konsumen, tentu mengalami tindakan yang dilakukan oleh pedagang sehingga biasa sampe ke konsumen. Fungsi – fungsi yang dilakukan pedangang pengecer meliputi: 1 Fungsi pertukaran Harga jual, ditingkat pengecer dapat dilihat pada Tabel 2. Table 2. Hagar Sirih Pada Tingkat Pengecer Tingkatan Lembaga/Saluran Harga/Tumpuk Pengecer/I Rp. 540,000 Pengecer/II Rp. 1,000,000 Sumber : Data Primer Diolah, 2016
a.
2
3
Fungsi Pembeli: pengecer langsung menunggu dan membeli sirih dipasar dengan harga rata – rata sirih seperti yang ada pada Tabel 2. b. Fungsi Penjualan: pengecer menjual sirih dipasar secara eceran setiap hari dilapak – lapak yang telah dibuatnya dan menjual ke langganan dengan harga rata – rata yang seperti ditunjukan pada Table 2. Biaya yang dikeluarkan oleh pengecer kefamenanu retribusi harian Rp. 5000 dan lain lain Rp.5000 Sedangkan pengecer pantura wini tidak memiliki retribusi dikarenakan pengecer menjual didepan rumahnya. Fungsi fisik Fungsi Penyimpanan: penyimpanan sirih buah diatas meja yang sudah disiapkan di tempat pemasaran yang sudah dibongkar dari bungkusan untuk dijual setiap hari. Fungsi Penyediaan Fasilitas. a. Fungsi standarisasi dan grading: yang dilakukan oleh pengecer pada fungsi ini adalah standariasi dan grading berdasarkan besar kecilnya tumpuk yaitu ukuran kecil, sedang, besar. b. Informasi Pasar: pada fungsi ini, hal yang paling mereka perhatikan adalah informasi harga dan penyediaan sirih buah dipasar. Informasi ini hanya dalam ruang lingkup para pedagang yaitu para pemborong dan pengecer saling meinformasikan mengenai penyediaan sirih dipasar, sehingga penyaluran sirih masi banyak, untuk menjaga kedua belah pihak tidak mengalami kerugian. c. Penyediaan Dana: dalam memasarkan suatu produk, seringkali terkendala akibat kurang modal untuk melakukan transaksi – transaksi. Modal yang digunaka dalam memasarkan sirih adalah dari modal sendiri. Hal ini terjadi dikarenakan pedagang kawatir akan keuntungan yang diperoleh tidak memenuhi kebutuhan atau hanya kembalikan modal sajah.
3.5 Margin Pemasaran Sirih Puti Margin pemasaran sirih puti merupakan selisi antara harga yang dibayar oleh konsumen dan harga yang diterima oleh produsen. Margin pemasaran terdiri atas dua komponen yaitu komponen biaya pemasaran dan komponen keuntungan lembaga pemasaran. Dilihat dari saluran pemasaran sirih puti di Desa Sunsea yang bervariasi maka margin pemasaran juga sanggat bervariasi seiring dengan berbedanya pemasaran sirih puti. Margin pemasaran yang terjadi pada setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 3.
2
Agrimor 2 (1) 1-3 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Tabel 3. Distribusi Margin Pemasaran Sirih Puti di Kefamenanu Pemborong Uraian Distribusi Margin Nilai (Rp) / Bungkus Rp % Harga Jual 296,667 Harga Beli 246667 50,000 16,85 Biaya Biaya 1. Transport 4000 8,0 2. Retribusi 3. Pengepakan 4. Lain Lain 2000 4,0 Total Biaya 6000 12,0 Keuntungan 44000 88,00 Jumlah Margin 50,000 100
Nilai (Rp) / Bungkus 1,000,000 296.667
Pengecer Distribusi Margin Rp % 703,333
0,7033
388 388 155 931 702,402 703,333
0,06 0,06 0,02 0,013 99.87 100
Nilai (Rp) / Bungkus 1,000,000 246667
Margin Total Distribusi Margin Rp % 753,333
0,7533
388 388 155 931 702,87 753,333
0,06 0,06 0,02 0,013 99,87 100
Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Tabel 3. menunjukan margin pada pemborong sebesar Rp. 50,000/bungkus (16.85%), pedagang pengecer sebesar Rp.703,333/bungkus (0,7033%), hal ini menunjukan bahwa selisih antara harga beli dengan harga jual pedagang pemborong lebih kecil dari selisih harga belih dan harga jual oleh lembaga pengecer. Karena dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya dan komponen keuntungan, maka yang disumbangkan oleh komponen biaya adalah untuk pemborong sebesar Rp.6000/bungkus(12,0%), untuk pedagang pengecer sebesar Rp.931/bungkus (0,013%) dan komponen keuntungan untuk pedagang pemborong sebesar Rp.44000/bungkus (8,00%) dan untuk pedangang pengecer Rp. 702,402/bungkus (99,87%). Hal ini menunjukan bahwa biaya yang dikeluarkan oleh pemborong lebih besar dari pada pedagang pengecer akan tetapi keuntungan yang diterimah pengecer lebih besar dari pada pemborong. Tabel 4. Distribusi Margin Pemasaran Sirih Puti di Pantura Wini Distribusi Margin Nilai Uraian (Rp) / Margin Presentase Tumpuk Total Margin Harga Jual 1,290,000 Harga Beli 750,000 540,000 0.4186 Biaya Pemasrn 1. Transportasi 2326 0.43 2. Pengepakan 388 0.07 3. Sirih Pinang, Rokok 775 0.14 Jumlah Biaya 3489 0.65 Keuntungan 536,511 0.99 Jumlah Margin 540,000 100
farmer"s share 58,1
Tabel 6. menunjukan bahwa bagian harga (farmer’s Share) yang paling tinggi yang diterima petani pada saluran II (58,1). Karena pada saluran ke-III produsen jual ke pemborong dan pemborong jual ke pengecer, pengecer jual ke konsumen kefa, sedangkan pada saluran ke-II pengecer beli langsung dari produsen dan jual ke konsumen wini. 4.
Simpulan Terdapat tiga saluran pemasaran sirih buah yaitu: a) Petani Produsen Ke Konsumen; b) Petani Produsen – Pengecer – Wini - Konsumen Wini, dan; c) Petani Produsen – Pemborong – Pengecer Kefamenanu – Konsumen kefamenanu. Petani dan pedagang tidak menjalankan semua fungsi pemasaran. Terdapat perbedaan margin disetiap saluran pemasaran yaitu: (a) margin pemasaran sirih buah/tumpuk pada saluran II yaitu: Rp. 540,000 (b) margin pemasaran sirih buah/bugkus pada saluran III yaitu: Rp. 753,333. Pustaka Hamid, A.K., 1972. Tataniaga Pertanian. Soekartawi, 1995. Analisis Usaha Tani. Universitas Indonesia Press. Sudiyono, A., 2002. Pemasaran Pertanian. Universitas Muhamadya, Malang. Swara, P., Risa, I., 2012. Hanya Ada di Indonesia: 1100+Keajaiban dan Prestasi yang Mendunia. Puspa Swara.
Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Tabel 4. menunjukan bahwa margin pemasaran pada lembaga pemasaran di pantura Wini, margin pada pengecer sebesar 540,000/bungkus (0,4186%). Dalam margin pemasaran terdapat dua komponen yaitu komponen biaya dan komponen keuntungan, maka komponen biaya sebesar 4389/bungkus (0,65%) dan komponen keuntungan sebesar 536,511/bungkus (0,99%). Hal ini menunjukan bahwa komponen biaya yang dikeluarkan lebih kecil sehingga komponen keuntungan lebih besar. 3.6 Rekapitulasi Margin Pemasaran Sirih Distribusi margin pemasaran merupakan selisih harga yang diterima oleh pedagang pengecer dengan harga yang diterima oleh petani. Distribusi margin pemasaran dapat dilihat pada Tabel 5. Table 5. Rekapitulasi Margin Pemasaran Sirih Puti di Desa Sunsea Saluran Pemasaran Margin Pemasaran II. Petani-Pengecer-Konsumen Wini Rp. 540,000 III.Petani-pemborong-pengecer–konsumen kefa Rp. 753,333 Sumber : Data Primer Diolah, 2016
Dari Tabel 5. diketahui bahwa margin pemasaran terbesar, terdapat pada saluran III petani – pemborong – pengecer – konsumen kefa (Rp.753,333). Hal ini terjadi, dikarenakan lembaga pemasaran yang terlibat dalam proses penyaluran sirih puti dari petani ke tangan konsumen lebih banyak sehingga nilai uangnya semakin tinggi dibandingkan dengan saluran II petani – pengecer – konsumen wini (Rp.540,000). 3.7 Bagian Harga Yang Diterima Petani (Farmer’s Share) Bagian harga yang diterima petani (Farmer’s Share) adalah persentase harga yang diterima oleh petani sebagai imbalan dari kegiatan usahatani yang dilakukan dalam menghasilkan produk. Tabel 6. Distribusi Farmer’s Share Saluran Pemasaran II III
Farmer’s Share (%) 58,1 24,67
Sumber : Data Primer Diolah, 2016 W. Sasi & A. Nubatonis / Agrimor 2 (1) 1–3
3
Agrimor 2 (1) 4-9 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Melalui Transformasi Nilai-Nilai Kewirausahaan dalam Pelaksanaan Program Desa Mandiri Cinta Petani (Sari Tani) di Kecamatan Insana, Kabupaten Timor Tengah Utara Stefanus Bekun a, Agustinus L. Tiza b a b
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 2 November 2016 Received in revised form 14 November 2016 Accepted 11 Desember 2016
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui Program Sari Tani serta transformasikan nilai-nilai kewrirausahaan kepada masyarakat desa melaui Program Sari Tani di Kecamatan Insana Kabupaten Timor Tengah Utara. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan Target pengurangan KK Miskin selama 5 tahun RPJMD adalah Tahun 2010 sebesar 65,62% atau 36.225 KK, Tahun 2011 sebesar 61.92 % atau 34.182 KK, Tahun 2012 sebesar 58.22 % atau 32.139 KK, Tahun 2013 54.52 % atau 30.097 KK, Tahun 201 sebesar 50.82 % = 28.054 KK dan Tahun 2015 sebesar 47.12 % atau 26. 012 KK. Prosentase penurunan per tahun adalah: 3.7 %. Sehingga akumulasi penurunan prosentase kemiskinan di Kabupaten TTU selama lima tahun adalah sebesar 18.53%. Di tahun 2015 diharapkan jumlah KK miskin di TTU: 26.012 KK. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten TTU menurut Data Terpadu PPLS tahun 2011 adalah 31.175 KK atau sebesar 55,54 % dari 56. 494 KK. Tahun 2012, data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Timor Tengah Utara: 51.200 jiwa atau 25.600 KK atau 44,47 %. Dalam implementasinya progran Sari Tani bertujuan meningkatkan populasi ternak. Tetapi dalam pelaksanaan Sari Tani belum berjalan baik yang disebabkan karena 1) masyarakat masih memposisikan dirinya sebagai obyek dalam program Sari Tani, sehingga cenderung untuk tidak pro aktif dalam pengelolaan dana; 2) Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM) belum memahami tupoksinya secara baik dan benar; 3) Unit Pelaksana Sari Tani (UPST) belum memahami tupoksinya secara baik dan benar; 4) Rendahnya dukungan Pemerintah Desa; 5) Sikap dan perilaku masyarakat yang masih terikat dengan budaya (adat istiadat) sehingga pola pikir terhadap program Sari Tani belum memadai. Kondisi ini menjadi tantangan dalam mentransformasi semangat kewirausahan bagi masyarakat dalam mengembangkan dirinya menjadi masyarakat yang madiri, terutama secara ekonomi. ©2017 dipublikasikan oleh Agrimor.
Keywords: Pemberdayaan Transformasi Nilai Kewirausahaan Desa Mandiri Cinta Petani Sari Tani
1.
Pendahuluan Persoalan mendasar dalam proses penyelenggaran pemerintahan, baik di tingkat pusat, daerah, maupun desa adalah bagaimana membangun atau menciptakan mekanisme pemerintahan yang dapat mengemban misinya dalam mewujudkan masyarakat yang sejahtera secara berkeadilan. Karena itu, pemerintah harus melaksanakan pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat, dan memberikan pelayanan publik dengan sebaik-baiknya. Dengan diberlakukanya kebijakan otonomi daerah sesunguhnya mengisyaratkan agar pemerintah daerah harus mampu untuk mengoptimalkan pemanfaatan semua potensi yang dimiliki daerah tersebut. Melalui kebijakan otonomi daerah diharapkan dapat membangun kemandirian dalam menentukan seluruh kegiatannya sehingga pemerintah daerah tidak selalu berada dalam bayang-bayang pemerintah pusat. Artinya, bahwa pemerintah daerah harus memilki kemampuan untuk memainkan perannya dalam memajukan daerah dengan mengoptimalkan potensi yang ada. Pemberian otonomi kepada daerah sesungguhnya bertujuan untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dalam meningkatkan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Konsep otonomi daerah tidak dapat dilepaskan dari pemahaman terhadap asas desentralisasi. Rondinelli yang dikutip Dwiyanto (2003) mengemukakan bahwa desentralisasi merupakan perpindahan kewenangan atau pembagian kekuasaan dalam perencanaan pemerintah dan manajemen serta pengambilan keputusan dari tingkat nasional ke tingkat daerah. Intinya adalah pelimpahan kewenangan atau kekuasaan kepada pemerintah daerah; yang dalam realisasinya diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah yang seringkali dimaknai sebagai kepemilikan kekuasaan untuk mengatur rumah tangga sendiri dan mengelolanya demi mencapai tujuan bersama yang telah disepakati bersama masyarakat. Dengan demikian sesungguhnya desentralisasi memiliki sesuatu tujuan politik yang penting yakni memberikan kesempatan munculnya partisipasi mayarakat dan kemandirian daerah serta menjamin kecermatan pejabat publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya”. Selain itu pada tingkat pragmatis, desentralisasi dianggap sebagai cara untuk mengatasi berbagai hambatan kelembagaan, fisik, budaya maupun administratif dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan. Prinsipnya adalah mendekatkan kebijakan dan pelayanan pemerintah yang diimplementasikan melalui berbagai cara termasuk upaya melakukan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan daerah dalam kancah otonomi daerah yang disesuaikan dengan kondisi lokal sehingga pembangunan dapat berjalan dengan lebih lancar dan efektif. Kebijakan pembangunan dalam rangka menjawab tantangan sebagaimana disebutkan di atas adalah upaya peningkatan pemerataan pembangunan beserta hasil-hasilnya melalui arah kebijakan pembangunan sektoral dan pemberdayaan masyarakat (people empowering) terutama di pedesaan oleh karena penduduk Indonesia sebagian besar bermukim di pedesaan dengan segala problematika seperti kemiskinan, keterbelakangan serta kerawanan sosial yang membelenggu masyarakat desa. Untuk itu, Muhi (2012) menyatakan bahwa secara umum pembangunan desa meliputi dua aspek yang sangat penting, yakni 1) Aspek fisik, yaitu pembangunan yang obyek utamanya dalam aspek fisik; 2) Aspek pemberdayaan insani, yaitu pembangunan yang obyek utamanya aspek pengembangan dan peningkatan kemampuan, skill, dan memberdayakan masyarakat di daerah pedesaan sebagai warga negara. Tujuan utamanya adalah untuk membatu asyarakat yang masih tergolong marginal agar dapat melepaskan diri dari belenggu keterbelakangan sosial , ekonomi, politik dan lain sebagainya”. Selama ini yang tampak bahwa perjalanan pembangunan daerah masih didominasi oleh strategi yang menempatkan pembangunan pedesaan pada posisi S. Bekun & A. L. Tiza / Agrimor 2 (1) 4–9
yang terpisah dari pembangunan perkotaan. Baik dari rencana pembangunan yang disusun maupun dalam bentuk implementasi yang diterapkan, pemerintah daerah tampak masih diilhami dan dipandu oleh pemikiran bahwa pembangunan pedesaan memiliki kerakteristik, regulasi, perkembangan dan perubahan yang berlainan dengan pembangunan perkotaan. Posisi masyarakat desa yang bersifat semi otonom dengan segala perangkat yang dimilikinya merupakan modal dasar dalam perencanaan pembangunan dengan prinsip partisipasi. Jaringan organisasi yang terdapat di dalam struktur masyarakat pedesaan merupakan jalur penyampaian pendapat dan pembahasan keputusan yang solid. Dalam konteks pembangunan sebenarnya mempunyai kaitan resikprokal. Kaitan resikprokal itu ada hubungan yang signfikan antara diversifikasi dan peningkatan hasil produk dipedesaan dengan pertumbuhan kota, hubungan antara diversifikasi dengan peningkatan dipedesaan dengan tumbuhnya pusat – pusat perdagangan diperkotaan. Hal ini terjadi karena pemerintah daerah hanya meningkatkan pembangunan perkotaan sehingga dipedesaan masih sangat tertinggal dengan pembangunan yang masih minim, dalam hal ini pembangunan di desa masih sangat relatif rendah. Oleh karena itulah pendekatan pembangunan desa harus dilakukan secara hati-hati dan didasari oleh pemahaman yang baik atas masyarakat desa yang bersangkutan. Menurut Chambers (1996), bahwa memahami desa secara partisipatif mencerminkan adanya perkembangan pendekatan dan metode yang memungkinkan masyarakat desa saling berbagi, menambah, dan menganalisis pengetahuan tentang kondisi kehidupannya dalam upaya membuat perencanaan dan tindakan. Dalam hal demikian, pembangunan pedesaan merupakan suatu proses yang membawa peningkatan kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan sosial yang disertai meningkatnya taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan tersebut. Untuk itu, pembangunan desa sebagai suatu proses melalui langkah-langkah yang meliputi dua dimensi sebagai berikut; Dimensi pertama merupakan dimensi formal. Langkah-langkah dalam dimensi ini merupakan tahapan yang harus dilalui dalam perencanaan atau penentu program pembangunan dan biasanya telah ditentukan dari atas atau disepakati bersama oleh anggota komunitas. Dimensi kedua adalah dimensi substansial. Dimensi ini meliputi langkah-langkah yang terdapat dalam mekanisme pengambilan keputusan dan didalamnya tersirat adanya pergulatan kepentingan dan pelaksanaan fungsi institusional ataupun aktor-aktor (stakeholders) yang bermain didalam struktur tertentu pada masyarakat. Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan pembangunan sering disebut dengan partisipasi masyarakat. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Sastrodipoetro dalam Safi’i (2008), bahwa partisipasi diartikan sebagai keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan atau pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan. Akan tetapi dalam pelaksanaannya pola bottom up planing yang lebih mengutamakan partisipasi masayarakat belum berjalan sebagaimana yang diharapkan. Lebih lanjut Najih et al., (2006) juga mengemukakan pengalamanpengalaman yang telah terjadi sebagai akibat rendahnya pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan telah memperlihatkan dampak negatif sebagai berikut; 1) rendahnya rasa memiliki dari masyarakat atas proyek-proyek pembangunan yang disusun, yang mengakibatkan keberlanjutan (subtainnability) dari program yang dilaksanakan tidak terwujud. 2) munculnya biaya transaksi (transaction coast) yang sangat mahal karena masyarakat kurang memahami tujuan program/proyek pembangunan sehingga muncul penolakan atas program/proyek yang dilaksanakan. 3) program/ proyek pembangunan wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik masyarakat. 4)
4
Agrimor 2 (1) 4-9 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
lunturnya kepercayaan masyarakat pada pemerintah. 5) terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dalam konteks perencanaan pembangunan daerah, mekanisme perencanaan dari bawah tidak lebih sebagai mata rantai birokrasi yang membuat desa tergantung pada kabupaten. Desa dijadikan sebagai tempat membuang bantuan program pembangunan, yang dalam prakteknya proses perencanaan pembangunan di tingkat kabupaten/ kota berjalan secara mekanisme yang tidak dihasilkan melalui berbasis pada partisipasi dari desa. Pada umumnya, perencanaan pembangunan daerah kurang memperhatikan usulan dari desa sehingga rencana pembangunan tahunan daerah yang dihasilkan melalui kegiatan Musrenbang dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah masih merupakan hasil rencana birokrasi tingkat kabupaten dan kurang mengakomodir usulan prioritas kegiatan Pemerintah Desa yang telah disepakati melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes) maupun musyawarahmusyawarah yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga mitra pemerintah. Pendekatan pengambilan keputusan dalam pembangunan yang dilakukan di daerah masih menggunakan pola top down, sehingga memposisikan masyarakat (desa) sebagai objek dalam setiap program pembangunan dan keterlibatan atau partisipasi masyarakat dalam program tersebut merupakan kemauan sepihak dari atas untuk menyukseskan program dimaksud. Hal Ini membawa masyarakat ke dalam situasi ketidakberdayaan untuk menampilkan citra dan harga diri sebagai manusia yang memiliki aspirasi, keinginan dan harapan. Selama ini model pembangunan yang dianut pada masa orde baru yang menempatkan masyarakat dalam posisi marginal dan bukan pada posisi sentral sebagai subjek, sekaligus objek pembangunan itu sendiri. Hal ini sebagai akibat dari program dan kegiatan yang direncanakan oleh pemerintah sebagai program dan kegiatan yang mencerminkan kebutuhan yang dinyatakan sebagai prioritas program dan kegiatan, sementara apa yang diusulkan oleh masyarakat hanya merupakan keinginan yang tidak harus direalisasikan, bahkan harus dihilangkan/dikeluarkan dari daftar usulan rencana pembangunan. Akibat dari proses pengambilan keputusan itu dapat melumpuhkan partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan karena proses dan seluruh tahapan pembangunan (mengidentifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan tindak lanjut) telah didominasi oleh pemerintah. Kondisi ini sangat berpengaruh dalam proses perencanaan pembangunan, sehinggamembuat masyarakat apatis terhadap setiap program yang diperuntukan baginya karena masyarakat beranggapan bahwa program dan kegiatan tersebut merupakan program dan kegiatan pemerintah dan bukan sebagai solusi untuk memecahkan persoalan masyarakat. Kenyataan ini, telah membawa perubahan paradigma baru dalam hal perencanaan pembangunan dimana masyarakat sebagai pemegang kedaulatan harus diberikan ruang untuk turut berpartisipasi dalam proses perencanaan pembangunan dalam era otonomi daerah ini. Keterlibatan masyarakat secara langsung sangat diperlukan dalam proses perencanaan pembangunan, mulai dari tahap identifikasi, penggalian gagasan, perencanaan program/kegiatan, pelaksanaan program/kegiatan, pelestarian program/kegiatan dan pengendalian program/kegiatan, sebagai salah satu aspek penting dalam proses pemberdayaan masyarakat menuju kemandirian masyarakat sehingga masyarakat benar-benar turut merasa memiliki dan turut bertanggung jawab atas hasil pembangunan demi peningkatan kesejahteraan hidupnya lahir dan batin. Sehubungan dengan itu, dapat dikatakan bahwa suatu keniscayaan apabila program dan kegiatan pembangunan yang ingin meningkatkan kesejahteraan suatu komunitas (masyarakat) tertentu, tanpa melibatkan masyarakat terutama masyarakat miskin atau rumah tangga miskin. Dengan demikian, untuk mencapai keberhasilan dari suatu program pembangunan maka kata kunci yang harus mendapat perhatian adalah keterlibatan masyarakat terutama masyarakat miskin sebagai suatu keharusan yang tidak dapat ditawar, karena keputusan pembangunan yang kurang melibatkan masyarakat, dapat menimbulkan sikap apatis, frustasi, kecemburuan sosial, dan ketidapercayaan terhadap pemerintah sehingga persoalan kemiskinan dan pengangguran tidak dapat diatasi, bahkan setiap tahun semakin meningkat dan menjadi beban pembangunan. Untuk menopang pelaksanaan pembangunan kemasyarakatan tersebut perlu usaha yang terencana baik dalam upaya pembangunan sarana-sarana pendukung, sarana perhubungan, produksi, sarana pemasaran dan prasarana lainnya untuk peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.Seiring bergulirnya reformasi, tuntutan untuk memberdayakan masyarakat terutama masyarakat kelas bawah adalah merupakan hal yang harus dilakukan, sebab fenomena pemberdayaan masyarakat adalah merupakan siklus yang terus menerus. Dengan mengoptimalkan sumberdaya yang ada diharapkan masyarakat yang berdaya akan dapat tercapai. Untuk itu pemerintah melalui Badan-Badan atau Dinas terkait, memfasilitasi proses-proses pemberdayaan tersebut, melalui berbagai program kemasyarakatan, pembinaan dan pemberian stimulan untuk menggairahkan pembangunan desa serta pemberian pelatihan keterampilan dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Kemiskinan disadari sebagai fenomena sosial yang telah lama ada. Berkembang sejalan dengan peradaban manusia. Untuk itu, Hakim, (2007) menegaskan bahwa kemiskinan merupakan masalah yang sangat kompleks, baik dilihat dari sisi peyebabnya maupun dampak yang ditimbulkannya. Kompleksitas ini tampak dari konsepsi kemiskinan itu sendiri yang tidak hanya menyangkut persoalan ekonomi yang ditandai oleh rendahnya tingkat pendapatan dan kualitas hidup tetapi juga menyangkut persoalan sosal, budaya dan hukum yang ditandai oleh ketidakberdayaan, ketertinggalan,ketidakadilan dan marginalisasi, kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi S. Bekun & A. L. Tiza / Agrimor 2 (1) 4–9
bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Permasalahan kemiskinan semakin hari menjadi sangat kompleks. Belum lagi jika dikaitkan dengan adanya hidden interest di balik program penanggulangan kemiskinan yang mana berbagai kepentingan politik ikut terlibat di dalamnya. Para pejabat politik menempatkan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan program-program yang mengarah pada upaya membebaskan masyarakat dari belenggu kemiskinan sebagai bagian dari agenda poitik mereka untuk menarik simpati masyarakat dalam proses politik sesaat (seperti misalnya supaya terpilih dalam sebuah perhelatan politik pemilihan kepala daerah). Dampak yang dihasilkan dari pola pikir ini adalah memunculkan ketergantungan masyarakat terhadap pola pembangunan yang bersifat karitatif atau bantuan sesaat. Kelemahan lain dari model pembangunan yang dikembangkan untuk mengatasi kemiskinan adalah adanya kesan yang sangat kuat akan intervensi pemerintah dalam setiap peroses penyelenggaraan pembagunan, mulai dari tingkat perencanaan hingga pelaksanaannya. Pemerintah memprogramkan berbagai upaya pembangunan yang dikelola melalui mekanisme birokrasi dan proses pembangunan bercirikan perembesan dari atas. Walupun pemerintah secara formal mengatakan bahwa partisipasi rakyat merupakan unsur yang paling penting dalam pembangunan sekaligus untuk menciptakan keberhasilan pembangunan. Dalam upaya untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat pemerintah tidak cukup hanya mengucurkan dana bantuan kepada masyarakat atau upayaupaya yang sifatnya karitatif semata, karena hal yang demikian justru akan rawan bias dan justru memperlebar ketimpangan dan kesenjangan antar kelas, sementara disisi lain, upaya-upaya karitatif dengan cara menyantuni secara penuh dan menjadikan keluarga-keluarga miskin menjadi obyek justru akan menimbulkan ketergantungan saja di pihak mereka yang disantuni serta menjadikan masyarakat miskin semakin tidak berdaya, maka model pembangunan yang perlu dikembangkan adalah pembangunan pemberdayaan. Masyarakat Kabupaten Timor Tengah Utara sebagian besar adalah petani yang senantiasa mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber utama untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan segala kemampuan yang ada, mereka berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Untuk itu, perhatian pembangunan perlu diarahkan kepada pembangunan pedesaan dan kemasyarakatan, karena sebagian besar masyarakat berada di pedesaan maka wajar bila pembangunan dan pemberdayaan difokuskan pada pembangunan desa dengan segala aspeknya, baik aspek kemasyarakatan maupun pelayanan publik pedesaan melalui pemerintahan desa. Hal ini dilakukan karena masih banyaknya masyarakat kita yang diliputi dengan masalah kemiskinan, keterbelakangan dan berbagai kerawanan sosial lainnya. Mengacu dari berbagai pandangan di atas menunjukkan bahwa terdapat permasalahan mendasar dalam penyelenggaraan pembangunan daerah di Kabupaten Timor Tengah Utara. Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Tingginya angka kemiskinan. Tingkat perkonomian masyarakat Kabupaten TTU ditunjukkan oleh beberapa indikator yakni pertumbuhan PDRB, PDRB per kapita serta persentase penduduk di bawah garis kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi daerah yang ditunjukkan oleh laju pertumbuhan PDRB dan pendapatan perkapita mengalami perkembangan yang cukup baik meski trendnya fluktuatif. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten TTU menurut Data Terpadu PPLS tahun 2011 adalah 31.175 KK atau sebesar 55,54 % dari 56.494 KK. Tahun 2012, data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Timor Tengah Utara: 51.200 jiwa atau 25.600 KK atau 44,47 %. b. Rendahnya kualitas sumber daya manusia. Kemiskinan berimplikasi pada rendahnya kualitas sumber daya manusia di Kabupaten TTU karena dengan kondisi tersebut masyarakat tidak mampu memperoleh pendidikan formal yang baik sehinggga SDM masyarakat masih rendah dan kondisi kesehatan masyarakat yang buruk. Mengacu pada Data Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga, Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk buta huruf (usia 10 tahun ke atas) pada tahun 2006 sampai 2010 berturut-turut mencapai 36.796 jiwa, 29.476 jiwa, 23.486 jiwa, 17.866 lalu menurun menjadi 12.556 jiwa pada kondisi 2010. Trend penurunan jumlah penduduk buta huruf ini mengindikasikan performance di bidang pendidikan yang cukup baik. Kendati demikian, angka ini masih tergolong tinggi sehingga membutuhkan intervensi kebijakan yang cukup intens. Selain angka buta huruf, tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Timor Tengah Utara yang masih rendah dapat dilihat dari angka rata-rata lama sekolah yang hanya 6,7 tahun pada tahun 2010. Artinya rata-rata penduduk hanya menamatkan sekolah dasar sederajat. c. Masalah rawan bencana alam. Wilayah Kabupaten TTU sering dilanda bencana alam seperti banjir, tanah longsor dan kekeringan yang mengakibatkan kerusakan pada lahan pertanian masyarakat. Mengacu pada Rekapitulasi Kecamatan dan Desa yang Mengalami Rawan Pangan tahun 2010 menunjukkan bahwa di Kabupaten Timor Tengah Utara terdapat 15 Kecamatan, 64 Desa, 12.679 Kepala Keluarga dan 63.395 jiwa mengalami resiko rawan pangan. Terhadap berbagai permasalahan di atas, tentunya sangat dibutuhkan suatu kebijakan publik yang populis sehingga masyarakat dapat keluar dari keterbelengguan tersebut. Secara sederhana kebijakan publik dapat dipahami 5
Agrimor 2 (1) 4-9 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
sebagai keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak dalam tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Meskipun begitu tidak ada konsensus yang mengatur secara pasti mengenai definisi yang diberikan untuk memahami kebijakan publik ini. Studi yang dilakukan oleh Thomas A. Birdfucker (2001) yang dikutip Darumurti et al., (2007) menjelaskan bahwa terdapat beberapa karakteristik yang bisa dipakai untuk menjelaskan kebijakan publik. Karakteristik tersebut diantaranya adalah kebijakan dibuat atas nama publik, pada umumnya dibuat dan atas inisiatif pemerintah, kebijakan diinterpretasikan dan diimplementasikan oleh publik serta pihak lain, kebijakan adalah apa yang secara intens dilakukan oleh pemerintah. Lain lagi dengan pendapat yang dikemukakan James Anderson dalam Darumurti et al., (2007) bahwa terdapat dua aktor yang terlibat dalam pembuatan kebijakan, yakni pertama adalah Official Policy Markers, yaitu organ-organ yang menduduki pos-pos kekuasaan secara resmi atau legal. Yang termasuk dalam kategori ini adalah para anggota legislatif, para administrator dan hakim pengadilan. Kedua adalah Unofficial Policy Markers, yaitu organ-organ yang secara formal memang tidak tidak mempunyai wewenang untuk merumuskan kebijakan publik tetapi kegiatan-kegiatannya banyak mempengaruhi official policy markers. Golongan ini sering berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan, dan partisipasi mereka itu memang dibenarkan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah kelompok-kelompok kepentingan, partai politik, media massa dan warga negara secara individual”. Mengacu dari karakteristik kebijakan tersebut di atas, maka sejumlah kebijakan pembangunan yang diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara, baik kebijakan pendistribusian sumber pembangunan dari pusat maupun yang bersumber dari kebijakan daerah dalam upaya memacu perkembangan kemasyarakatan. Salah satu program yang digalakan adalah menghadirkan Program Padat Karya Pangan (PKP). Program Padat Karya Pangan (PKP) bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan masyarakat desa, yang diatur melalui Peraturan Daerah Kabupaten Timor Tengah Utara Nomor 4 Tahun 2011 tentang Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2011-2015. Dalam RPJMD ini, Program Padat Karya Pangan menjadi bagian dari salah satu program strategis Bupati TTU yakni program pengembangan pertanian yang dikemas dalam Program Desa Mandiri Cinta Petni (Sari Tani) menuju Pensiun Petani sebagai replikasi dari Program Pembangunan Desa Mandiri Anggur Merah. Program pengembangan pertanian menjadi perioritas utama di Kabupaten TTU untuk menjawab persoalan kemiskinan. Dengan argument ini, pertanian ditempatkan sebagai lokomotif pembangunan daerah yang mampu menarik “gerbong” bidang pembangunan lainnya. Asumsinya bahwa pertanian yang maju akan memperbaiki ekonomi rakyat, memajukan pendidikan dan kesehatan masyarakat, berkontribusi secara signifikan terhadap pelestarian lingkungan hidup serta dapat mendorong penguatan koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Dengan spirit “gerakan cinta petani”, diupayakan pengembangan pertanian melalui beberapa program prioritas diantaranya Program Padat Karya Pangan dengan tujuan utamanya adalah menciptakan ketahanan pangan dan penigkatan pendapatan petani. Program-program yang mengarah pada penanggulangan kemiskinan di pedesaan sebenarnya secara konseptual memiliki makna yang strategis. Permasalahan utamanya adalah pada tahapan implementasinya yang kurang signifikan. Kebanyakan mind set para implementor program masih berorientasi proyek, sehingga substansi yang sebenarnya mengenai pemberdayaan dan partisipasi masyarakat belum tersentuh. Keyataan ini mengakibatkan terjadinya pragmatisme dan kembali pada paradigma lama bahwa masyarakat miskin ditempatkan sebagai obyek dari sebuah kebijakan (program). Masyarakat miskin kurang digairahkan sebagai pelaku utama dari sebuah program. Dengan demikian implementasi program menjadi terkesan jauh dari tujuan dan sasaran yang sesungguhnya. Kenyataan empirik menunjukkan adanya kontradiktif berbagai upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan berbagai kebijakan yang dihasilkan. Antara harapan dan kenyataan tidak selalu berjalan linier akan tetapi senantiasa selalu berbenturan yang pada gilirannya menimbulkan ketimpangan antara harapan dan realitas. Harapan yang diletakkan pada Program Desa Mandiri Cinta Petani belum menemui wujud nyata dalam menuntaskan berbagai problematika kehidupan masyarakat. Kesejahteraan yang menjadi tujuan utama program justru belum menampakkan hasil yang diharapkan. Berbagai program yang dicanangkan tersebut belumlah menunjukkan hasil yang maksimal sebagai upaya penanggulangan kemiskinan di Kabupaten Timor Tengah Utara. Untuk itu, dalam rangka mendukung terwujudnya cita-cita dalam mengurangi angka kemiskinan di daerah kabupaten/kota, Pemerintah Kabupaten TTU mengembangkan suatu strategi yang dikemas melalui Sari Tani. Di Kabupaten TTU pemberdayaan masyarakat melalui Program Sari Tani dimaksudkan untuk mentransformasikan nilai-nilai kewirausaahaan kepada masyarakat, yakni inovasi dan kreativitas, semangat kompetitif, meningkatkan kualitas kerja, sikap berani mencoba, percaya diri, inisiatif, tanggungjawab, berani mengambil resiko. Program ini mengandung empat pengertian dasar yakni : 1) sebagai upaya penanggulangan kemiskinan masyarakat desa; 2) sebagai upaya Pengembangan ekonomi produktif melalui pemberian bantuan dana bergulir sebagai modal usaha bagi masyarakat miskin: 3) Sebagai strategi untuk mengembangkan produk unggulan kabupaten, dan; 4) Sebagai upaya untuk menguatkan kapasitas fiskal desa.
S. Bekun & A. L. Tiza / Agrimor 2 (1) 4–9
Komoditas yang diandalkan dikabupaten TTU yakni : jagung, kacang tanah, bawang putih siung tunggal, ternak sapi dan garam. Jenis komoditas yang dipilih untuk dikembangkan di suatu desa, berdasarkan potensi desa tersebut untuk mendukung pengembangan dan peningkatan produksi salah satu atau lebih dari kelima produk unggulan dan pengembangan ternak babi serta pengembangan bawang putih lokal. Sesuai dengan potensi wilayah, maka jenis komuditas yang dapat dikembangkan disuatu desa terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Pengembangan Komuditas Unggulan No Komoditas Nama desa 1. Jagung Semua desa 2. Kacang tanah Semua desa Tasinifu, Noepesu, Fatuneno, Saenam, Manusasi, Bawang putih siung 3. Eban, salu, Lemon, Sunae, Fatunaisuan, Sa’tab, Jak tunggal dan Tunoe. 4. Ternak sapi Semua desa Humusu C, Oesoko, Oepuah Utara, ponu, Tuamese, 5. Garam Motadik. 6. Ternak Babi Semua desa. Tasinifu, , noepesu, Fatuneno, Saenam, Manusasi, 7. Bawang putih lokal Eban, Salu, Lemon, sunae, Fatunaisuan, Sa,tab, Jak dan Tunoe. Sumber: Kecamatan Insana, 2016
Penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pemberdayaan masyarakat pedesaan melalui Program Sari Tani serta transformasikan nilai-nilai kewrirausahaan kepada masyarakat desa melaui Program Sari Tani di Kecamatan Insana Kabupaten Timor Tengah Utara. 2.
Metode Penulisan menggunakan metode kualitatif. Penggunaan metode ini diharapkan mampu menyajikan bentuk yang menyeluruh (holistic) dalam menganalisis fenomena Program Sari Tani di Kecamatan Insana. Strauss dan Corbin, (1998) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif merupakan penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat diperoleh dengan mengunakan prosedur statistik atau dengan cara lain dari kuantifikasi (pengukuran). Setelah data dikumpulkan, proses selanjutnya adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasi sebagai suatu upaya peneliti untuk mencari jawaban atas permasalahan yang dirumuskan. Dengan demikian, metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif dengan model analisis interaktif (interactive model analysis) yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, (1994) dengan prosedurnya, sebagi berikut; a) Data Reduction (Reduksi Data) yakni merangkum, memilih dan memfokuskan pada pengambilan data yang pokok/penting sesuai dengan focus peneltian. Dengan demikian, data telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan; b) Data Display (Penyajian Data) yakni display data dengan maksud agar data yang sudah dihimpun akan terorganisasikan, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami. Dengan penyajian data dapat memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut, dan; c) Conclusion Data/Drawing/Verivication (Kesimpulan Data) yakni melakukan penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila belum ditemukan bukti-bukti yang kuat yang medunkung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Pemberdayaan Masyarakat Pedesaan Melalui Program Sari Tani Program Desa Mandiri Cinta Petani yang diakronimkan menjadi Sari Tani, merupakan salah satu program unggulan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU), yang dicetuskan Bupati TTU periode 2010-2015 Raymundus Sau Fernandes bersama Wakil Bupati Aloysius Kobes. Program ini mulai diaplikasikan pada tahun 2011. Pada awal masa kepemimpinan Bupati Raymundus Sau Fernandes dan Wakil Bupati Aloysius Kobes di akhir tahun 2010, jumlah keluarga miskin di Kabupaten TTU sebesar 65,62 persen atau 31.375 Kepala Keluarga Miskin. Hal tersebut berarti sebagian penduduk di Kabupaten TTU berada pada kategori miskin. Kondisi itu diakibatkan oleh kurang tersedianya lapangan kerja yang dapat memberikan penghidupan yang layak bagi masyarakat. Meskipun sekitar 90 persen angkatan kerja di Kabupaten TTU merupakan tenaga kerja yang terserap pada lapangan kerja, namun dalam kenyataannya, telah terjadi pengangguran terselubung. Sekitar 70 persen tenaga kerja merupakan pekerja yang tidak diupah. Akibatnya, angka kemiskinan tinggi karena ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok. Tingginya angka kemiskinan tersebut telah menjadi perhatian serius pemerintah, sehingga dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2011-2015 menempatkan kemiskinan sebagai salah satu isu strategis yang membutuhkan Penanganan secara tepat. Untuk Kabupaten Timor 6
Agrimor 2 (1) 4-9 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Tengah Utara, penurunan angka kemiskinan cukup signifikan sebagaimana terlihat dalam Gambar 1. 70 65,62 60 55,54
Persentase (%)
50 44,47 40 30 20 10 0 Tahun 2010
Tahun 2011
Tahun 2012
Persentase penduduk miskin Kab. TTU Sumber: RPJMD Penyelarasan Kabupaten TTU, 2014
Gambar 1. Trend Penurunan Angka Kemiskinan TTU Gambar 1. memberikan gambaran bahwa target pengurangan KK Miskin selama 5 tahun RPJMD adalah Tahun 2010 sebesar 65,62% atau 36.225 KK, Tahun 2011 sebesar 61.92 % atau 34.182 KK, Tahun 2012 sebesar 58.22 % atau 32.139 KK, Tahun 2013 54.52 % atau 30.097 KK, Tahun 201 sebesar 50.82 % = 28.054 KK dan Tahun 2015 sebesar 47.12 % atau 26. 012 KK. Prosentase penurunan per tahun adalah: 3.7 %. Sehingga akumulasi penurunan prosentase kemiskinan di Kabupaten TTU selama lima tahun adalah sebesar 18.53%. Di tahun 2015 diharapkan jumlah KK miskin di TTU: 26.012 KK. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten TTU menurut Data Terpadu PPLS tahun 2011 adalah 31.175 KK atau sebesar 55,54 % dari 56. 494 KK. Tahun 2012, data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Timor Tengah Utara: 51.200 jiwa atau 25.600 KK atau 44,47 %. Pada masa pemerintahan kepala daerah sebelumnya, ada sejumlah upaya yang dilakukan untuk menanggulangi kemiskinan, antara lain Program Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Ketahanan Pangan (KKP), Inpres Desa Tertinggal (IDT), Nusa Tenggara Agricultiure Area Development Project (NTAADP), Program Pengembangan Kecamatan (PPK), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Pedesaan, serta masih banyak program lainnya yang bertujuan mengentaskan kemiskinan di masyarakat. Namun, kebiajakan penanggulangan kemiskinan tersebut didesain secara sentralistik dengan program-program yang sifatnya memanjakan masyarakat. Berbagai kebijakan pemerintah yang bersifat sentralistik tersebut belum membawa perubahan yang signifikan terhadap pola piker masyarakat akan konsep pemberdayaan yang sesungguhnya. Sebagaimana dikemukan Sulistiyani, (2004), bahwa tahapan pemberdayaan, sebagai berikut : a. Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri. b. Tahap transformasi kemampuan berupa pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memeberikan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran didalam pembangunan. c. Tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk mengantarkan pada kemandirian.
Merubah pola pikir merupakan sejumlah faktor yang berpengaruh terhadap pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat yang telah diterapkan, diantaranya pola piker masyarakat yang masih menganggap bahwa bantuan/program pemberdayaan tersebut merupakan pemberian gratis dari pemerintah kepada masyarakat dan tidak dipertanggungjawabkan. Selain itu, seleksi calon penerima bantuan sangat subyektif dan tidak tepat sasaran. Lemahnya pengawasan dalam penyaluran, dan penggunaan kreditpun turut berpengaruh sehingga kredit lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumtif daripada usaha produktif. Pemahaman masyarakat bahwa dana yang diberikan merupakan dana hibah yang tidak perlu dikembalikan, membuat masyarakat tidak bertanggungjawab menggunakannya. Program yang didesain secara sentralistik dari pusat itupun tidak mempertimbangkan kondisi social masyarakat tiap daerah, sehingga program tersebut belum tentu dapat diterapkan secara merapa disemua daerah. Melihat kelemahan berbagai program penanggulangan kemiskinan yang diterapkan pemerintahan terdahulu, sejalan dengan semangat RPJMD 2011-2015, Pemerintah Kabupaten TTU dibawah kepemimpinan Bupati Raymundus Sau Fernandes dan Aloysius Kobes, merasa perlu mengembangkan strategi dan alternative penanggulangan kemiskinan yang berpihak pada rakyat miskin. Berpihak kepada rakyat miskin dapat diartikan bahwa masyarakat miskin diberi kesempatan seluas-luasnya untuk menentukan apa yang akan dijalankan dalam upaya mengangkatnya keluar dari garis kemiskinan. Tugas pemerintah hanyalah sebagai fasilitator dan mengawasi pelaksanaan kegiatan. Pemikiran pendekatan pedesaan tersebut yang menjadi spirit pelaksanaan Program Desa Mandiri Cinta Petani. Program Sari Tani adalah program pengentasan kemiskinan dengan pendekatan pembangunan di pedesaan yang diarahkan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat melalui pengembangan berbagai produk unggulan sesuai ketersediaan potensi sumberdaya, agar tercapai peningkatan pendapatan. Secara umum, tujuan program Sari Tani Kabupaten TTU adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa mnelalui penciptaan kesempatan kerja yang berfokus pada pengembangan usaha ekononomi produktif. Secara spesifik, tujuan program Sari Tani adalah untuk menurunkan angka kemiskinan masyarakat desa dan meningkatkan kesempatan berusaha masyarakat desa, terutama yang berpenghasilan rendah. Dukungan Pemerintan Desa untuk mengawal program Sari Tani juga sangat menentukan keberhasilan program, karena program ini dilaksanakan oleh kelompok masyarakat di desa. Sebagai ujung tombak keberhasilan program Sari Tani di lapangan, Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM) memiliki peranan yang sangat penting. Tugas mereka dalam memfasiltasi kelompok penerima dana Sari Tani dibilang cukup berat oleh karena bagaimana membantu merubah pola pikir dan perilaku masyarakat menuju kemandirian dalam berusaha. Selain itu, program Sari Tani tersebut juga dilaksanakan untuk mengembangkan produk unggulan kabupaten (prukab) serta memperkuat kapasitas fiskal desa. Peningkatan pendapatan sebagai sasaran yang ingin dicapai dari program Sari Tani, adalah meningkatnya pendapatan masyarakat desa Rp 4.081.912 di tahun 2011 menjadi Rp 4.803.026 pada tahun 2015, dan menurunkan presentasi keluarga miskin di pedesaan dari 65,62% di tahun 2011 menjadi 47,12% pada tahun 2015. Sasaran lainya, terciptanya 720 unit usaha produktif baru dikalangan masyarakat pedesaan pada tahun 2015, dan terbentuknya 144 unit lembaga keuangan desa yang sehat di tahun 2015. Selain itu, sasaran program tersebut juga untuk mewujudkan lima jenis produk unggulan kabupaten di tahun 2015 dan meningkatkan rata-rata Pendapatan Asli Desa (PADes) dari Rp 1.500.000,di tahun 2011 menjadi Rp 7.500.000,- di tahun 2015. Berikut data alokasi dan realisasi Penggunaan Dana Sari Tani.
Tabel 2. Data Alokasi dan Realiasasi Dana Sari Tani Kecamatan Insana No Nama Desa Jumlah Dana Realisasi 1. Susulaku B 2012 248.850.000 217.503.300 2. Oinbit 2013 247.500.000 134.625.000 3. Sekon 2013 250.000.000 94.800.000 4. Manunain B 164.285.000 106.395.000 5. Nansean 246. 185.000 108.680.000 6. Keun 241.680.000 90.910.000 7. Fatuana 246.185.000 92.600.000 8. Loeram 248.850.000 217.503.000 9. Botof 159.000.0000 10. Tapenpah 218.450.000 218.450.000 11. Nansean Timur 192.180.000 12. Susulaku 232.390.000 89.325.000 Total 3.880.370.000 1.370.791.300
Sisa 118.820.000 112.875.000 155.200.000 57.890.000 137.505.000 150.770.000 153.585.000 30.747.000 143.065.000 1.060.457.000
Jenis Kegiatan Paronisasi Sapi Paronisasi Sapi, Ternak Babi Paronisasi Sapi, Ternak Babi Paronisasi Sapi, Ternak Babi Paronisasi Sapi Penggemukan Babi, Paronisasi Sapi, Ternak Babi Paronisasi Sapi Paronisasi Sapi Paronisasi Sapi Paronisasi Sapi Paronisasi Sapi, Penggemukan Babi Paronisasi Sapi, Penggemukan Babi
Sumber : Kecamatan Insana, 2016
Tabel 2. menjelaskan bahwa dari total dana yang dialokasikan ke 12 (dua belas) kelompok sebesar Rp 3.880.370.000,- terealisasi sebesar Rp 1.370.791.300 dan masih terdapat Rp 1.066.457.000 yang masih harus dikembalikan. Dengan demikian, guna mengefektifkan dan menyukseskan pelaksanaan Program Desa Mandiri Cinta Petani “Sari Tani” maka diperlukan Tim Pelaksana dan Tim Koordinasi yang kuat dan solid pada semua tingkatan S. Bekun & A. L. Tiza / Agrimor 2 (1) 4–9
pemerintah. Pelaksanaan Program Sari Tani yang kini memasuki tahun keenam. Dalam rentang waktu tersebut terdapat berbagai kendala. Beberapa kendala dimaksud, sebagai berikut 1) masyarakat masih memposisikan dirinya sebagai obyek dalam program, sehingga kurang pro aktif dalam mengeloladan program; 2) Pendamping belum memahami tupoksinya secara baik dan benar. Pendamping yang bukan anak asli desa bersangkutan jarang datang ke desa dampingan, PKM 7
Agrimor 2 (1) 4-9 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
belum mampu mengorganisir kelompok secara baik, PKM jarang berkoordinasi dengan pemeritah desa, Absensi kehadiran PKM secara keseluruhan ditandatagani oleh kepala desa tanpa mengetahui frekuensi kehadiran PKM di Desa, Pemberian dana transport kepada PKM tanpa memeperhatikan frekuensi keharidan dan kinerja PKM; 3) UPST belum memahami tupoksinya secara bain dan benar, Minimnya pelatihan bagi UPST berdampak pada rendahnya pemahaman UPST terhadap administrasi kelompok dan teknik pengorganisasian kelompok, PKM tidak tinggal di lokasi dampingan berimplikasi langsung terhadap fungsi ganda yang harus menjadi beban UPST, Minimnya SDM UPST; 4) Rendahnya dukungan pemerintah desa. Pemerintah desa seringkali bersikap apatis terhadap penagihan dana pinjaman kelompok padahal dana Sari Tani dana abadi di desa yang peruntukannya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, Yang terjadi selama ini bahwa pengembalian pinjaman dana Sari Tani dapat ditagih jika dibantu oleh pemerintah kecamatan. Malahan pada beberapa desa, aparat desanya tidak berada di tempat ketika tim kecamatan turun melakukan penagihan pinjaman, Pemerintah Desa mengalokasikan biaya transport bagi PKM dalam APBDes, dan tetap membayar biaya transport tersebut walaupun PKM kurang bertanggungjawab terhadap tugas, Kepala desa tetap membubuhkan tanda tangan pada absensi PKM walaupun mengetahui rendahnya frekuensi kehadiran PKM di desa. Terhadap berbagai permasalahan sebagaimana terungkap di atas dalam pelaksanaan Program Sari Tani, maka sudah tentu harus diatasi sedini mungkin demi keberhasilan pencapaian tujuan program. Untuk hal tersebut, diharapkan peran serta aktif dari semua pihak yang dalam hal ini Camat selaku Ketua Tim Koordinasi, Kasie Perekonomian sebagai Ketua Tim Pelakaksana Program Sari Tani, para Kepala Desa, para Pendamping Kelompok Masyarakat, Unit Pelaksana Program Sari Tani (UPST) sebagai pengelola kegiatan di desa, juga masyarakat penerima manfaat sehingga terbentuk sinergi positif secara komprehensif dan integral dan bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tanpa komitmen ini, maka bukan mustahil program ini akan sia-sia. Semua pihak memiliki tanggungjawab yang sama dalam menyukseskan program Sari Tani. 3.2 Strategi Mentransformasi Nilai-nilai Kewirausahaan Melalui Program Sari Tani Transformasi semangat kewirausahaan sebagai pemasukan virus mental kedalam setiap anggota masyarakat di pedesaan melalui berbagai cara, yang dikemukakan Wasistiono, (2003) yakni melalui penyuluhan/ sosialisasi; melalui pemberian contoh nyata; melalui pemberian kesempatan berusaha; dan melalui proses pembelajaran secara terus-menerus melalui program pendampingan. Strategi mentransformasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam program Sari Tani yakni melalui sosialisasi, Pemberian contoh nyata, Pemberian kesempatan, dan Proses pembelajaran secara terus-menerus. Staregi ini dilakukan didasari oleh pemikiran bahwa pemerintah mempunyai tanggungjawab yang besar dalam menanamkan nilai-nilai inovavati dan kreatif kepada masyarakat. Dengan demikian, program Sari Tani dilaksanakan dengan pola pendampingan yang maksimal dan didukung oleh komunikasi yang efektif diantara elemen program. Komunikasi yang intensif diantara pelaku program akan memberikan kejelasan serta menghindari pembiasan keberadaan program. Untuk itu, Seksi Ekonomi sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap program ini perlu menjalin komunikasi dengan para pelaku program yakni Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM), pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Desa yang dilakukan secara terus menerus baik dalam bentuk Rapat Koordinasi yang dilakukan di Kabupaten, Kecamatan dan Desa, juga dilakukan melalui sosialisasi program, juga melalui kunjungan langsung ke kelompok masyarakat. Dengan terbangunnya komunikasi yang intensif tentunya kami berharap para pemangku kepentigan di wilayah kabupaten ini dapat bersinergi sehingga kita semua memiliki komitmen untuk kesuksesan program. Sebagai pelaku program ditingkat kecamatan, pemerintah kecamatan juga memiliki tanggungjawab yang besar terhadap keberhasilan program. Sesuai dengan dengan perannya dalam malakukan pembinaan dan pengendalian serta menjembatani antara pemerintah desa dengan pemerintah kabupaten tentunya membutuhkan kesamaan pemikiran tentang program Sari Tani. Mengacu pada beragam pendapat yang dikemukakan di atas, dalam pelaksanaan program Sari Tani indikator pencapaian untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui penciptaan kesempatan kerja yang berfokus pengembangan usaha eknomi produktif. Secara umum, indikator capaian keberhasilan program dapat dijabarkan dalam tujuan program sesuai Pedoman Pelaksanaan Program Desa Mandiri Cinta Petani Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2012-2015 (BPMPD Kab. TTU, 2013), sebagai berikut: 1. Meningkatnya pendapatan masyarakat dari Rp 4.081.912 di tahun 2011 menjadi Rp 4.803.026 di tahun 2015. 2. Menurunkan prosentase keluarga miskin di pedesaan dari 65,62% keluarga di tahun 2011 menjadi 47,12% keluarga di tahun 2015. 3. Terciptanya 720 unit usaha produktif di kalangan masyarakat pedesaan di tahun 2015. 4. Terbentuknya 144 unit lembaga keuangan desa yang sehat di tahun 2015. 5. Terwujudnya 5 jenis produk unggulan kabupaten di tahun 2015. 6. Meningkatnya rata-rata Pendapatan Asli Desa (PADes) dari Rp 1.500.000 di tahun 2011 menjadi Rp 7.500.000 di tahun 2015. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indikator capaian di atas belum menunjukan kebehasilan secara signifikan dikarenakan oleh beberapa hal, seperti S. Bekun & A. L. Tiza / Agrimor 2 (1) 4–9
masih banyak kelompok penerima manfaat yang belum memahami secara baik tujuan pengelolaan dana Sari Tani, disisi lain bahwa kelompok penerima manfaat belum secara maksimal menerapkan pengetahuan dan keterampilan sesuai usaha tani yang dikembangkan. Hal lain yang sangat berpengaruh pada pencapaian tujuan pelaksanaan program Sari Tani adalah bahwa kondisi sosial budaya di mana masyarakat masih sangat terikat kuat dengan urusan adat, apabila tidak dilaksanakan akan mendatangkan malapetaka, jadi wajib dilaksanakan. Kewajiban inilah yang membuat perubahan sikap terhadap program menjadi masalah. Kebiasaan masyarakat yang tidak mau mengmbalikan dana bergulir itu sudah ada sejak lama karena tidak ada tindaklanjut yang berkaitan dengan ketegasan memberikan sanksi”. Terhadap kenyataan diatas, maka seluruh komponen program dari tingkat Kabupaten kecamatan, desa, pendamping dan anggota kelompok/masyarakat penerima manfaat perlu berkoordinasi dengan baik agar Program Sari Tani ini benar-benar dapat membentuk karakter kewirausahaan kepada masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar menciptakan kemandirian masyarakat desa dalam menata kehidupan mereka ke arah yang lebih baik, lebih maju dan lebih berkembang. Melalui strategi mentaransformasikan nilai-niai kewirausahaan tersebut akan membentuk karakter kewirausahaan, seperti : a. Berorientasi ke masa depan, bukan hanya masa lalu b. Berani mengambil resiko dengan penuh perhitungan c. Berani bertanggungjawab terhadap keputusan yang diambil, tampa berupaya melimpahkan kesalahan pada pihak lain. d. Memegang teguh janji e. Penuh daya kreativitas dan inovasi f. Cenderung berpikir positif g. Sangat menghargai waktu Hal ini ditegaskan Frinces, (2009), bahwa salah satu aspek penting membangun strategi adalah menanamkan jiwa dan semangat kewirausahaan yakni adanya kemauan yang kuat untuk berubah, selalu membangun kepercayaan diri yang tinggi, selalu bersikap positif. Dengan demikian maka melalui Program Sari Tani akan mentransformasikan nilai-nilai kewirausaahaan kepada masyarakat, yakni inovasi dan kreativitas, semangat kompetitif, meningkatkan kualitas kerja, sikap berani mencoba, percaya diri, inisiatif, tanggungjawab, berani mengambil resiko. Namun, upaya mentransformasikan nilai-nilai kewirausahaan ini belum dapat terwujud oleh karena pola pikir dan perilaku masyarakat yag masih sangat terikat dengan buadaya (adat istiadat) setempat. Terhadap hal ini, para pelaku program mesti secara terus menerus memotivasi masyarakat agar terjadi perubaha pola pikir dan perilaku tersebut. 4.
Simpulan Target pengurangan KK Miskin selama 5 tahun RPJMD adalah Tahun 2010 sebesar 65,62% atau 36.225 KK, Tahun 2011 sebesar 61.92 % atau 34.182 KK, Tahun 2012 sebesar 58.22 % atau 32.139 KK, Tahun 2013 54.52 % atau 30.097 KK, Tahun 201 sebesar 50.82 % = 28.054 KK dan Tahun 2015 sebesar 47.12 % atau 26. 012 KK. Prosentase penurunan per tahun adalah: 3.7 %. Sehingga akumulasi penurunan prosentase kemiskinan di Kabupaten TTU selama lima tahun adalah sebesar 18.53%. Di tahun 2015 diharapkan jumlah KK miskin di TTU: 26.012 KK. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten TTU menurut Data Terpadu PPLS tahun 2011 adalah 31.175 KK atau sebesar 55,54 % dari 56. 494 KK. Tahun 2012, data BPS menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Timor Tengah Utara: 51.200 jiwa atau 25.600 KK atau 44,47 %. Dalam implementasinya progran Sari Tani bertujuan meningkatkan populasi ternak. Tetapi dalam pelaksanaan Sari Tani belum berjalan baik yang disebabkan karena 1) masyarakat masih memposisikan dirinya sebagai obyek dalam program Sari Tani, sehingga cenderung untuk tidak pro aktif dalam pengelolaan dana; 2) Pendamping Kelompok Masyarakat (PKM) belum memahami tupoksinya secara baik dan benar; 3) Unit Pelaksana Sari Tani (UPST) belum memahami tupoksinya secara baik dan benar; 4) Rendahnya dukungan Pemerintah Desa; 5) Sikap dan perilaku masyarakat yang masih terikat dengan budaya (adat istiadat) sehingga pola pikir terhadap program Sari Tani belum memadai. Kondisi ini menjadi tantangan dalam mentransformasi semangat kewirausahan bagi masyarakat dalam mengembangkan dirinya menjadi masyarakat yang madiri, terutama secara ekonomi. Pustaka BPMPD Kab. TTU, 2013. Pedoman Pelaksanaan Program Desa Mandiri Cinta Petani Kabupaten Timor Tengah Utara Tahun 2012-2015. Chambers, R., 1996. PRA: Participatory Rural Appraisal, Memahami Desa Secara Partisipatif. Kanisius. Darumurti, A., Erawan, M.A., Putra, I.K., 2007. Institusi Informal dan Kebijakan Publik di Aras Lokal :: Studi tentang Eksistensi dan Kontribusi Institusi Informal dalam Proses agenda Setting serta Implementasi Kebijakan Publik di Desa Krecek Kecamatan Pare Kabupaten Kediri. Universitas Gadjah Mada. Dwiyanto, A., 2003. Reformasi tata pemerintahan dan otonomi daerah: Ringkasan eksekutif. Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan, Universitas Gadjah Mada. Frinces, Z.H., 2009. Kepemimpinan berbasis kewirausahaan. Mida Pustaka. Hakim, A., 2007. Dinamika Sosial Ekonomi Masyarakat Pedesaan. Lembaga Penerbitan dan Dokumentasi FIA-UB, Malang.
8
Agrimor 2 (1) 4-9 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Miles, M.B., Huberman, A.M., 1994. Qualitative Data Analysis: An Expanded Sourcebook. SAGE. Muhi, A.H., 2012. Fenomena Pembangunan Desa. Institut Pemerintahan Dalam Negeri, Jatinangor. Najih, M., Watch, M.C., Indonesia, Y.P.P.I. dan K.M., 2006. Hak rakyat mengontrol negara: membangun model partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Diterbitkan atas kerjasama Malang Corruption Watch (MWC) [dengan] Yappika. Safi’i, M., 2008. Paradigma baru kebijakan pembangunan ekonomi daerah: pengembangan model kebijakan pembangunan ekonomi daerah, belajar dari pengalaman Kabupaten Hulu Sungai Selatan periode 1998-2003 dan 20042006. Averroes Press. Strauss, A., Corbin, J.M., 1998. Basics of Qualitative Research: Techniques and Procedures for Developing Grounded Theory. SAGE Publications. Sulistiyani, A.T., 2004. Kemitraan dan model-model pemberdayaan. Gava Media. Wasistiono, S., 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Fokusmedia, Bandung.
S. Bekun & A. L. Tiza / Agrimor 2 (1) 4–9
9
Agrimor 2 (1) 10-11 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jagung di Desa Tesi Ayofanu Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan Yuliana Bantaika a a
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 8 November 2016 Received in revised form 14 November 2016 Accepted 7 Januari 2017 Keywords: Faktor Produksi Usahatani Jagung
Penelitian ini berujuan untuk mengetahui gambaran usahatani jagung, dan faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani jagung. Metode analisis data yang digunakan adalah analasis deskriptif kualitatif dan model analis data Cobb-Douglas. Hasil penelitian menunjukkan usahatani jagung di desa Tesi Ayofanu dimulai dari persiapan lahan, persiapan benih, penanaman, penyiangan, panen, pasca panen dan penyimpanan. Pada uji f semua faktor yang diuji secara bersama-sama berpengaruh terhadap produksi usahatani jagung. Sedangkan pada uji t atau secara parsial variabel yang berpengaruh terhadap produksi usahatani jagung yaitu luas lahan dan benih sedangkan variabel tenaga kerja, pengalaman dan pendidikan tidak berpengaruh terhadap produksi usahatani jagung. Nilai koefisien determinasi sebesar sebesar 88,5% terhadap produksi usahatani jagung, sisanya sebesar 11,5% dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. ©2017 dipublikasikan oleh Agrimor.
1.
Pendahuluan Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian antara lain meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, memperluas lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri. Salah satu sektor pertanian yang cukup strategis adalah sub sektor tanaman pangan. Subsektor tanaman pangan semakin signifikan posisinya manakala dikaitkan dengan isu ketahanan pangan, baik pada skala rumah tangga maupun wilayah. Ketersediaan pangan yang cukup dan disertai kemudahan masyarakat untuk mendapatkannya akan menjamin terwujudnya upaya pencapaian dan peningkatan ketahanan pangan (Cahyadinata dan Sukiyono, 2008). Jagung merupakan salah satu komoditi tanaman pangan yang potensial untuk dikembangkan karena merupakan sumber utama karbohidrat dan protein. Jagung menjadi salah satu komoditas pertanian yang sangat dan saling terkait dengan industri besar. Selain untuk dikonsumsi untuk sayuran, buah jagung juga bisa diolah menjadi aneka makan. Selain itu, pipilan keringnya dimanfaatkan untuk pakan ternak. Nilai kalori pada jagung mempunyai keunggulan bila dibandingkan dengan beras, Karena jagung mengandung asam lemak esensial yang sangat bermanfaat bagi pencegahan penyakit pembulu darah, (Warisno, 2007). Kandungan zat gizi jagung per 100 gram antara lain Energi 129 kcal, protein 4,1 g, lemak 1,3 g, karbohidrat 30,3 g, kalsium 5 mg, fosfor 108 mg, besi 1,1 mg, vitamin A 117 SI, vitamin B 0,18 mg, vitamin C 9 mg dan air 63,5 g, (Gz, 2013). Dimana semua zat yang terkandung dapat bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia dan jugadapat mencegah beberapa penyakit. Tabel 1. Data Produksi dan Luas Panen di Kecamatan Kie Tahun 2010-2014 No Tahun Produksi (Ton ) Luas Panen (Ha ) 1 2010 2,429 1,812 2 2011 4,144 1,480 3 2012 9,293 3,319 4 2013 12,692 4,533 5 2014 12 ,681 12,681 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Timot Tengah Selatan, 2014.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Timor Tengah Selatan produksi Jagung mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir sehingga pada tahun 2011 produksi jagung sebesar 524.000 ton, tahun 2012 sebesar 625.000 ton, dan tahun 2013 sebesar 101.000 ton, (BPS Kab. TTS, 2014). Kecamatan Kie merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Timor Tengah Selatan. Kecamatan ini terdiri dari 13 desa yakni Desa fatu ulun, Desa Tesi Ayofanu, Desa Belle, Desa Nekmese, Desa Boti, Desa Oinlasi, Desa Napi, Desa Falas, Desa Eno Napi, Desa Oenai, Desa Naileu, Desa Pili dan diantara ke 13 desa tersebut terdapat salah satu desa yang memiliki produksi jagung yang sangat tinggi yaitu Desa Tesi Ayofanu, (BPS Kab. TTS, 2014). Tabel 2. Data Produksi, Luas Tanam dan Luas Panen di Desa Tesi Ayofanu Tahun 2011-2015. No Tahun Produksi (Ton) Luas Tanam (Ha) Luas Panen (Ha) 1 2011 587 19,5 16,5 2 2012 587 19,5 16,5 3 2013 587 19,5 16,5 4 2014 587 19,5 16,5 5 2015 587 19,5 16,5 Sumber: Desa Tesi Ayofanu, 2015.
Tabel 1. menunjukan bahwa produksi jagung di Kecamatan Kie dari tahun 2010-2014 mengalami peningkatan. Tabel 2. juga menunjukan bahwa produksi jagung di Desa Tesi Aiyofanu dari tahun 2011-2015 mengalami peningkatan yang sama. Hal inilah yang memotivasi penulis untuk melakukan penelitian
Y. Bantaika / Agrimor 2 (1) 10–11
tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Jagung di Kecamatan Kie Desa Tesi Aiyofanu Kabupaten Timor Tengah Selatan. 2.
Metode Penelitian dilaksanakan di Desa Tesi Aiyofanu, Kecamatan Kie, Kabupaten Timor Tengah Selatan. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian menggunakan teknik simple random sampling dengan total sampel 53 orang. Data yang digunakan yaitu data primer dan data sekunder. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu luas lahan, benih, tenaga kerja, pengalaman dan pendidikan. Untuk mengetahui gambaran usahatani jagung digunakan analisis deskriptif kualitatif sesuai petunjuk Nasir, (2003), sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi usahatani jagung digunakan analisis regresi berganda dalam bentuk fungsi produksi Cobbdouglas sesuai petunjuk Soekartawi, (1990). Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan responden diolah dengan menggunakan bantuan software SPSS 16.0. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Usahatani Jagung Budidaya jagung yang dilakukan oleh petani Desa Tesi Ayofanu kecamatan kie biasanya dilakukan pada awal musim hujan dan jenis jagung yang dibudidayakan adalah jenis jagung lokal putih. Dan pada umumnya jenis jagung yang dibudidaayakan di desa Tesi Ayofanu pada umumnya dilakukan dengan sistem tumpangsari dengan tanaman semusim lainnya seperti labu, kacang tali, kacang gude(turis), kacang hijau, kacang tanah, kacang merah ubi jalar, dan ubi kayu. Teknik budidaya jagung yang dilakukan oleh petani atau responden dimulai dari kegiatan persiapan lahan sampai pada panen dan pasca panen. a. Persiapan lahan dan pengolahan lahan Persiapan lahan dan pengolahan lahan biasanya dilakukan pada musim kemarau yaitu bulan agustus - oktober. Persiapan lahan yang dilakukan dilokasi penelitian yaitu: dengan cara sistem tebas bakar yaitu untuk membuka lahan yang baru dengan menggunkan parang, setelah itu petani mengolah kembali lahan yang lama dengan cara tanah dibalik menggunakan pacul atau linggis dengan tujuan untuk menggemburkan tanah sehingga tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik. b. Persipan benih Persiapan benih yang dilakukan oleh masyarakat Tesi Ayofanu yaitu pertama-tama jagung diluruh, setelah diluruh pisahkan biji jagung yang baik untuk ditanam dan biji jagung yang dipisahkan sebagai benih yaitu biji jagung yang dipanen pada tahun lalu. c. Penanaman Penanaman dilakukan pada awal saat musim turunnya hujan yaitu berkisar antara bulan November-desember. Kegiatan penanaman jagung di lokasi penelitian secara tradisional yakni setiap lubang tanam diisi lebih dari 2 jenis tanaman seperti jagung, labu, kacang tali , kacang gude (turis), kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar. Jagung ditanam dengan jarak 75 x 25 cm menggunakan lingis setiap lubang tanam diisi 3-4 biji jagung kemudian ditutup dengan tanah. d. Penyiangan Penyiangan dilakukan oleh petani 1-2 kali tergantung dari kondisi gulma. Penyiangan pada tanaman jagung dapat dilakukan apabila tanaman itu sudah berumur 5-6 helai daun. Kegiatan penyiangan dimaksudkan untuk menekan pertumbuhan tanaman gulma dan tanaman jagung bersaing dalam unsur hara. Alat-alat yang digunakan saat menyiang yaitu : tofa dan pacul . Tenaga kerja yang digunakan untuk kegiatan penyiangan adalah tenaga kerja dari dalam keluarga. e. Panen Pemanenan di lakukan setelah tanaman jagung mencapai umur panen yaitu 3-4 bulan setelah tanam. pemanenan dilakukan apabila jagung sudah tua dan bila kulit jagung sudah kuning dan mengering dan Pemanenan yang dilakukan dilokasi penelitian biasanya dilakukan dengan cara manual yaitu jagung dipatah
10
Agrimor 2 (1) 10-11 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
lalu dikumpulkan dan disusun didalam karung dan hasil jagung yang sudah dipanen di bawah ke rumah. f. Pasca Panen Penanganan pasca panen biasa dilakukan dengan cara pengeringan, pada umumnya dilakukan dengan menghamparkan jagung disinar matahari menggunakan tikar atau terpal, pada waktu matahari cerah penjemuran dilakukan selama 3-4 hari. g. Penyimpanan Setelah selesai dijemur jagung disimpan dalam rumah bulat sehingga dilakukan pengasapan agar jagung dapat disimpan lebih lama dan tidak mudah rusak. 3.2 Analis Cobb-Douglas Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regrersi berganda dalam bentuk logaritma dengan fungsi produksi Cobb-Douglas. Model matematis fungsi produksi dengan metode ordinary least square (OLS). Fungsi Cobb-Douglas digunakan untuk menguji pengaruh antara variebel independen terhadap produksi jagung. Dari angka korelasi pada tabel kemudian dilakukan model pendugaan dengan cara regresi yang hasilnya disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Analisis Varians Variebel (Constant) Luas lahan (X1) Benih (X2) Tenaga Kerja (X3) Pengalaman (X4) Pendidikan (X5)
Koefisien Bebas B 4.399 .121 .675 .042 .059 -.014
Std.Eror .849 .581 .548 .160 .063 .115
Koefisien Baku Beta .138 .771 .034 .049 -.007
T
Sig
5.179 2.208 2.420 0.261 0.935 -0.124
.000 .836 .224 .795 .355 .902
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Dari Tabel 3. diketahui bahwa hasil dari fungsi Cobb-douglas adalah Y= ln 4.399 + 0,138 lnx1+ 0,771 lnx2 + 0,034 lnx1 + 0,049 lnx4 – 0,007 lnx5 3.3 Uji F Uji F dilakukan untuk mengetahui variebel-variebel (luas lahan, benih, tenaga kerja, pengalaman, dan pendidikan) secara bersama-sama mempengaruhi produksi usahatani jagung dengan membandingkan rata-rata regresi dengan ratarata kuadrat residu, hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 4. Secara sersempak (bersama-sama) variabel luas lahan, benih, jumlah tenaga, pengalaman, dan pendidikan memiliki pengaruh yang signifikan terhadp produksi usahatani jagung. Hal ini dapat ditunjukkan dari nilai fhitung lebih besar dari ftabel (72.637 > 2,57). Tabel 4. Analisis Fhitung Jumlah Model Kuadrat Regresion 10.656 Residual 1.379 Total 12.035
Df 5 47 52
Jumlah Rerata 2.131 .029
Fhitung 72.637
Ftabel
3.4 Uji t Pengaruh dari variabel-variabel bebas terhadap produksi jagung disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Analisis Thitung
(Constant) Luas lahan (X) Benih (X2) Tenaga Kerja (X3) Pengalaman (X4) Pendidikan (X5)
Koefisien Bebas B Std.Eror 4.399 .849 .121 .581 .675 .548 .042 .160 .059 .063 -.014 .115
Koefisien Baku Beta .138 .771 .034 .049 -.007
T hitung 5.179 2.802 2.420 0,261 0,935 -0,124
Tenaga kerja Berdasarkan hasil perhitungan diatas t hitung (0,261) < dari t tabel (1,67), dapat dikatakan tidak adanya pengaruh tenaga kerja terhadap produksi uasahatani jagung. Hal ini berarti kurangnya tenaga kerja dalam berusahatani jagung sehingga mempengaruhi produksi uasahatani jagung. Ketika terjadi penambahan 1 input satuan akan menigkatkan produksi sebesar 0.042 satuan. d. Pengalaman (X4) Berdasarkan hasil perhitungan diatas t hitung (0,935) < dari t tabel (1,67), dapat dikatakan tidak adanya pengaruh pengalaman terhadap produksi uasahatani jagung. Di duga kurangnya pengalaman responden dalam berusahatani jagung sehingga mempengaruhi produksi usahatani jagung. Artinya ketika terjadi penambahan 1 satuan input pada pengalaman maka akan meningkatkan produksi sebesar 0.059 satuan. e. Pendidikan (X5) Berdasarkan hasil perhitungan diatas t hitung (-0,124) < dari t tabel (1,67), pada taraf singnifikansi 5%, dapat dikatakan pendidikan memiliki pengaruh yang negatif terhadap produksi usahatani jagung. Pendidikan petani diukur berdasarkan jenjang pendidikan yang ditempuh oleh petani, pada daerah penelitian tingkat pendidikan petani terbanyak pada tingkat SD kemudian diikuti tingkat SMP dan SMA. Pendidikan berpengaruh negatif karena dalam pendidikan, petani hanya mempelajari ilmu pengetahuan umum dan tidak mempelajari tentang bagaimana cara budidaya jagung. Artinya ketika pendidikan bertambah akan menyebabkan pengurangan produksi sebesar 0.014. 3.5 Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi adalah besarnya variebel terikat (Y) yang mampu dijelaskan oleh seluruh variebel bebas (X) dalam model nilai koefisien determinasi merupakan perbandingan antara jumlah kuadrat regresi dengan kuadrat total dapat dilihat pada Tabel 6. Faktor luas lahan, benih, tenaga kerja, pengalaman dan pendidikan memiliki pengaruh sebesar 88,5% terhadap produksi usahatani jagung, sisanya sebesar 11,5 dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Tabel 6. R2 (Koefisien Determinasi) Model
R
R Square
1
.941a
.885
Adjusted R Square .873
Std. Error of the Estimate .17129
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
4.
Simpulan Usahatani Jagung di Desa Tesi Ayofanu dimulai dari 1) Persiapan lahan dan pengolahan lahan; 2) Persiapan benih; 3) Penanaman; 4) Penyiangan; 5) Panen; 6) Pasca panen, dan; 7) Penyimpanan. Secara simultan dengan menggunakan uji f pada tingkat kepercayaan 5% yaitu fhitung > ftabel 72,637 > 2,57 bahwa variebel luas lahan, benih, tenaga kerja, pengalaman dan pendidikan berpengaruh secara nyata. Sedangkan secara parsial variabel yang berpengaruh nyata yaitu luas lahan dan benih pada taraf kepercayaan 5%. Sedangkan yang tidak berpengaruh nyata yaitu tenaga kerja, pengalaman dan pendidikan.
2,41(5%)
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
Variebel
c.
T Table (5%) 1.67
Pustaka BPS Kab. TTS, 2014. Timor Tengah Selatan dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten TTS, So’e. Cahyadinata, I., Sukiyono, K., 2008. Partisipasi Pasar Petani Jagung danEfeknya terhadap Marketed Surplus Jagung di Kabupaten Seluma Propinsi Bengkulu. Desa Tesi Ayofanu, 2015. Data Produksi, Luas Tanam dan Luas Panen di Desa Tesi Ayofanu Tahun 2011-2015. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Timot Tengah Selatan, 2014. Data Produksi dan Luas Panen di Kecamatan Kie Tahun 2010-2014. Gz, F.R., S., 2013. The Miracle of Vegetables. AgroMedia. Nasir, N., 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Soekartawi, 1990. Teori Ekonomi Produksi dengan Pokok Bahasan Analisis Fungsi Cobb-Douglas. Rajawali. Warisno, 2007. Budi Daya Jagung Hibrida. Kanisius, Yogyakarta.
Sumber: Data Primer Diolah, 2016
a.
Luas Lahan (X1) Berdasarkan hasil perhitungan diatas t hitung (2.802) > dari t tabel (1,67), oleh karena itu dapat dikatakan secara parsial adanya pengaruh luas lahan terhadap faktor produksi. Luas lahan pada daerah penelitian cukup luas berkisar antara 50 are -2 ha sehingga mempengaruhi produksi usahatani jagung. Artinya ketika luas lahan ditambah 1 are akan meningkatkan produksi sebesar 0,121 satuan. b. Benih (X2) Berdasarkan hasil perhitungan diatas t hitung (2,420) > dari t tabel (1,67), oleh karena itu dapat dikatakan faktor benih memiliki pengaruh terhadap produksi usahatani jagung. Namun dalam penambahan benih harus disesuaikan dengan kondisi lahan yang ada. Artinya ketika benih ditambah akan meningkatkan produksi sebesar 0.675 satuan. Y. Bantaika / Agrimor 2 (1) 10–11
11
Agrimor 2 (1) 12-14 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Peranan Lembaga Keuangan Credit Union Kasih Sejahtera Bagi Petani di Kabupaten Timor Tengah Utara Marsianus Falo a, Simon Juan Kune b a b
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 18 November 2016 Received in revised form 24 November 2016 Accepted 7 Januari 2017
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) mengetahui gambaran Credit Union Kasih Sejahtera Cabang Kefamenanu Kabupaten TTU, 2) mengetahui peranan Credit Union Kasih Sejahtera Cabang Kefamenanu bagi petani di Kabupaten TTU. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode survei. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Credit Union Kasih Sejahtera adalah lembaga keuangan yang menjalankan usaha simpan pinjam serta memiliki 3 ciri utama yang menjadi keunikannya yakni ciri bank, ciri koperasi, serta ciri asuransi. Ada upaya pemberdayaan dari Credit Union bagi petani yang bertujuan untuk mengubah pola pikir petani yang bersifat konsumtif atau boros menjadi petani yang hemat serta mampu mengelola keuangannya secara mandiri dan terarah melalui pendidikan dan pelatihan yang berlangsung secara kontinyu. Produk-produk yang dimiliki oleh Credit Union Kasih Sejahtera bersifat memudahkan serta membantu anggota khususnya petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan serta derajat hidupnya. Peranan nyata Credit Union Kasih Sejahtera bagi petani di antaranya adalah sebagai penyedia dana segar dengan bunga yang rendah sehingga dapat dimanfaatkan oleh petani untuk dapat membiayai pendidikan anak, membangun rumah yang layak huni, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Credit Union juga berperan merubah pola pikir petani agar hidup hemat dan mulai menabung demi masa depan. ©2017 dipublikasikan oleh Agrimor.
Keywords: Credit Union Lembaga Keuangan Kasih Sejahtera
1.
Pendahuluan Lembaga keuangan adalah salah satu penopang utama dalam pembangunan nasional. Sebab sasaran utama dari lembaga keuangan adalah pembangunan di bidang ekonomi dan merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional (Triandaru dan Santoso, 2006). Lembaga keuangan di Indonesia terdiri atas dua bentuk yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan non-bank. Lembaga keuangan bank terdiri atas bank sentral, bank umum, dan bank perkreditan rakyat, sedangkan lembaga keuangan non-bank terdiri atas lembaga-lembaga keuangan di luar bank yang salah satunya adalah koperasi (Kasmir, 2007). Koperasi sebagai salah satu lembaga keuangan non-bank, sangat penting peranannya dalam upaya memupuk pertumbuhan ekonomi serta meningkatkan kesadaran, peran dan tanggungjawab masyarakat (Funan, 2010). Koperasi dikenal di Indonesia sebagai salah satu pelaku ekonomi terhadap pembangunan di samping BUMN dan swasta. Koperasi kredit adalah koperasi yang beroperasi di bidang pemberian kredit kepada para anggota dengan bunga yang serendahrendahnya. Salah satu bentuk koperasi kredit yang mulai berkembang di Indonesia adalah Credit Union. Credit Union adalah sebuah lembaga keuangan yang bergerak di bidang simpan pinjam yang dimiliki dan dikelola oleh anggotanya dan bertujuan untuk mensejahterakan anggotanya sendiri. Koperasi Kredit atau Credit Union memang unik dan sangat menarik untuk dikaji bahkan dicurigai oleh pihak-pihak yang tidak paham atau baru mengenal. Salah satu Credit Union yang saat ini mulai berkembang pesat adalah Credit Union Kasih Sejahtera. Credit Union Kasih Sejahtera didirikan pada tanggal 8 Juni 2007 di Emaus Atambua melalui proses Perencanaan Strategis (Renstra) bimbingan tim BKCU Kalimantan. Credit Union menerapkan prinsip-prinsip yang berlaku di tingkat Lokal, Nasional, dan Internasional. Prinsip dari Credit Union ini adalah: 1) Keanggotaan bersifat terbuka dan sukarela, 2) Kontrol dilakukan secara demokratis oleh anggota, 3) Tidak diskriminatif, 4) Pelayanan dan distribusi yang baik terhadap anggota, 5) Membangun stabilitas keuangan, 6) Pendidikan yang terus-menerus, 7) Membangun kerjasama antar Credit Union, dan 8) Tanggung jawab sosial. Tujuan dari Credit Union Kasih Sejahtera adalah : 1) Membimbing dan mengembangkan sikap menghemat diantara anggota untuk menabung, 2) Mengembangkan asset anggota secara bersamasama, 3) Memberikan pelayanan pinjaman yang layak, terarah, dan bijaksana bagi anggota, 4) Mengadakan pendidikan dan pelatihan secara terus-menerus bagi anggota, pengurus, dan manajemen. Credit Union Kasih Sejahtera sebagai lembaga keuangan non-bank yang formal memiliki produk simpanan maupun produk pinjaman. Produk-produk simpanan terdiri dari : 1) Simpanan Saham terdiri dari (a) Simpanan Pokok, (b) Simpanan Wajib, 2) Simpanan Non-saham yang terdiri dari : (a) Fini adalah simpanan pensiun yang diperlakukan setara simpanan saham, (b) Sufa adalah simpanan bunga harian, 3) Simpanan Berjangka yang diberi nama Lopo atau lumbung, 4) Simpanan perumahan, 5) Simpanan pendidikan. Sedangkan produkproduk pinjaman terdiri dari kredit kapitalisasi (pinjaman untuk disimpan sebagai modal), kredit usaha produktif, kredit konsumtif, kredit kendaraan bermotor, kredit kepemilikan rumah, serta kredit pertanian. Credit Union cabang Kefamenanu Kabupaten Timor Tengah Utara adalah termasuk koperasi kredit oleh karenanya pendidikan terhadap anggota maupun pengurus selalu dikedepankan sehingga masing-masing dapat mengetahui dan memahami hak serta kewajibannya. Hingga saat ini jumlah anggota dari Credit Union Cabang Kefamenanu telah mencapai 4.409 orang. Anggota dari Credit Union sendiri terdiri dari berbagai macam latar belakang profesi serta agama, dengan kata lain setiap orang berkesempatan untuk menjadi anggota dari Credit Union asalkan memiliki watak serta sifat yang baik sebab keanggotaan di Credit Union sangat mengandalkan kepercayaan di antara sesama anggota. Credit Union memiliki ciri-ciri koperasi yang umum seperti pendidikan dan pelatihan bagi anggota dan perangkat pengurus yang lain, Credit Union juga memiliki ciriciri bank serta ciri-ciri asuransi yang terlihat dari berbagai produk simpanan serta produk pinjamannya. M. Falo & S. Kune / Agrimor 2 (1) 12–14
Dilihat dari berbagai produk dan ciri-ciri Credit Union tersebut, ternyata sangat berpihak terhadap masyarakat yang berekonomi lemah khususnya petani. Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa kehidupan masyarakat petani khususnya di Kabupaten TTU belum menunjukkan perubahan yang memuaskan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran Credit Union Kasih Sejahtera Cabang Kefamenanu Kabupaten TTU serta mengetahui peranan Credit Union Kasih Sejahtera Cabang Kefamenanu bagi petani di Kabupaten TTU. 2.
Metode Penelitian telah dilakukan di Credit Union Cabang Kefamenanu, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten TTU mulai Bulan Februari sampai dengan April 2013. Metode pengambilan sampel adalah metode quota sampling dengan memilih 20 orang yang terdiri dari pengurus 5 orang, pengelola/manajer 1 orang, karyawan/staf 4 orang, anggota 10 orang dengan dasar pertimbangan mudah dihubungi, mampu memberikan penjelasan dan bersedia untuk memberikan data. Data dikumpulkan melalui metode survey, jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder dimana data primer diperoleh dari wawancara langsung dengan responden, berdasarkan daftar pertanyaan yang disiapkan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait yang ada hubungannya dengan penelitian ini. Untuk mengetahui gambaran dan dampak Credit Union Kasih Sejahtera Cabang Kefamenanu dapat digunakan analisis deskriptif sesuai petunjuk (Nasir, 2003). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan Kefamenanu Pada tahun 2009, Credit Union Kasih Sejahtera resmi membuka Tempat Pelayanan (TP) Kefamenanu tepatnya di samping gereja Sta. Theresia. Hal ini bertujuan untuk semakin mendekatkan pelayanan kepada anggota di Kabupaten Timor Tengah Utara. Dibukanya Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan Kefamenanu tentunya disambut antusias masyarakat khususnya petani di Kabupaten Timor Tengah Utara (Deprindakop, 2010). Jenis usaha yang dijalankan oleh Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan Kefamenanu adalah usaha simpan pinjam dengan lembaga penjamin simpanan pada Credit Union Kasih Sejahtera adalah Badan Koordinasi Credit Union Kalimantan (BKCUK) yang berkedudukan di Kalimantan. Ketentuan umum pelayanan pinjaman meliputi: 1. Yang boleh mengajukan pinjaman adalah anggota biasa yang telah menabung secara aktif setidaknya selama 3 bulan dan sudah mengikuti Pendidikan Dasar secara penuh terkecuali pinjaman Pinta, 2. Anggota Luar biasa (anak-anak umur di bawah 17 tahun dan belum menikah) Tidak boleh meminjam, 3. Pemohon pinjaman mengisi Surat Permohonan Pinjaman (SPP), pemohon berkonsultasi (wawancara) langsung dengan Bagian Kredit pada jam kerja, 4. Surat Permohonan Pinjaman yang diajukan harus ditandatangani minimal 2 orang penjamin, 5. Membawa kelengkapan administrasi antara lain: a) foto copy KTP suami/istri, b) foto copy sertifikat Pendidikan Dasar, c) foto copy kartu keluarga, d) rekening listrik bulan terakhir, e) slip/struk pembayaran gaji bulan terakhir, f) foto copy bukti kepemilikan barang jaminan yang ditawarkan, g) foto copy bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan. 6. Suami/isteri wajib mengetahui dan menandatangani SPP yang diajukan. Menjadi saksi berarti menjadi penjamin (ikut bertanggungjawab) penuh atas pinjaman. 7. Pinjaman di bawah simpanan atau sebesar simpanan, langsung dicairkan dan tidak perlu penjamin tetapi tetap melalui analisa 5 C. 8. Pinjaman pertama diutamakan untuk Pinta. 9. Pinjaman pertama yang bukan Pinta maksimal sebesar Simpanan. 10. Pinjaman kedua dan seterusnya dapat diberikan jika pinjaman Pinta dan pinjaman pertama telah lunas minimal 50%. 12
Agrimor 2 (1) 12-14 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
11. Pinjaman selanjutnya setelah point 8 s.d 9 lunas; dapat meminjam maksimal 50% di atas simpanannya tetapi tidak boleh melebihi Plafon pinjaman. 12. Jaminan Pinjaman adalah simpanannya. 13. Perjanjian Pinjaman menggunakan MATERAI, kecuali Pinta tahap pertama. 14. Jasa Pelayanan 1% dari pinjaman yang dicairkan. 15. Denda 3% dari (angsuran tertunggak ditambah bunga tertunggak). 16. Pembayaran pokok pinjaman dan bunga pinjaman dikenakan jangka waktu jatuh tempo dengan toleransi paling lama 5 hari. 17. Pencairan pinjaman hanya dapat dilakukan sampai dengan tanggal 25 dalam bulan, kecuali pinjaman setara simpanan dan Pinta. 18. Sistem pengembalian pinjaman dapat menggunakan Setoran Biasa/Setoran Tetap. 19. Pengajuan pinjaman baru dilakukan setelah pinjaman lama dilunasi minimal 50%. 20. Besar pinjaman yang dikabulkan menjadi wewenang bagian kredit berdasarkan hasil penelitian terhadap Capacity Based Lending (CBL) dan analisa 5C (capacity/kemampuan mengembalikan, character/watak, capital/modal, condition/kondisi, dan collateral/jaminan). Jumlah asset Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan (TP) Kefamenanu sampai dengan 30 April 2012 sebesar: Rp. 45.931.629.754.Sedangkan jumlah anggota Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan (TP) Kefamenanu per 30 April 2012 sebanyak: 4.588 orang (Credit Union, 2010). Credit Union Kasih Sejahtera TP Kefamenanu sebagai lembaga keuangan yang diakui dan memiliki nomor badan hukum, memiliki jalinan kerjasama dengan semua instansi pemerintahan dan lembaga keuangan bank. Bentuk kerjasama yang dijalin dengan instansi pemerintahan diantaranya, 1) berkoordinasi dengan instansi pemerintahan yang bersangkutan mengenai kegiatan-kegiatan yang akan dijalankan oleh Credit Union Kasih Sejahtera, 2) berkoordinasi dengan bendahara di setiap instansi pemerintahan dalam hal pemotongan gaji PNS yang bertugas di instansi tersebut dan memiliki pinjaman pada Credit Union Kasih Sejahtera. Sedangkan bentuk kerjasama dengan lembaga keuangan bank yaitu berkoordinasi dengan lembaga keuangan bank dalam hal mengamankan asset Credit Union Kasih Sejahtera pada bank yang ditunjuk. Lembaga keuangan bank yang memiliki hubungan kerjasama dengan Credit Union Kasih Sejahtera TP Kefamenanu adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD). Produk-produk yang dimiliki oleh Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan (TP) Kefamenanu antara lain simpanan, pinjaman dan pelayanan non simpan-pinjam. A Simpanan A.1 Simpanan Saham Simpanan saham: simpanan Pokok Rp. 1.000.000,- per anggota, Simpanan Wajib Rp. 5.000,- per bulan, per anggota, Balas Jasa Simpanan (BJS) 14% per tahun, bagi anggota aktif, Balas Jasa Simpanan (BJS) bagi anggota tidak aktif ditetapkan oleh Pengurus, BJS dibukukan setahun sekali setelah RAT, Diikutsertakan dalam program JALINAN (Jaminan Perlindungan Kalimantan) Puskopdit BKCU Kalimantan, Dijadikan jaminan pinjaman, Selama menjadi anggota, Simpanan Saham tidak dapat ditarik, Penggantian buku yang hilang dikenakan biaya Rp 5.000,A.2 Simpanan Non Saham • Fini (Simpanan Investasi: Benih Unggul) FINI adalah Simpanan yang diperuntukkan sebagai dana pensiun yang diperlakukan setara Simpanan Saham: Simpanan perdana dan saldo minimal Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah), simpanan perdana secara tunai maksimal Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah), kecuali melalui Pinta, Setoran tunai selanjutnya maksimal Rp. 500.000,- per bulan, kecuali melalui Pinta, Bagi anggota yang menabung Rp. 10.000,- s.d Rp. 500.000,- dan tidak ada penarikan mendapat BJS 14% per tahun, Jika ada penarikan maka BJS 3% per tahun pada bulan yang bersangkutan, Jika tidak ada penarikan dan atau tidak menabung maka BJS 8 % per tahun dalam bulan bersangkutan, Jika menabung kurang dari Rp 10.000,maka BJS 11% per tahun dalam bulan bersangkutan, Bagi anggota yang telah memiliki FINI Rp 100.000.000,- maka aturan 1.4 – 1.7 tidak berlaku dan BJS tetap dihitung 14% per tahun, Anggota yang sudah memiliki saldo Simpanan FINI Rp 100.000.000,- BJS nya dapat ditarik, BJS dibukukan setiap akhir bulan, FINI diikutsertakan dalam program JALINAN (Jaminan Perlindungan Kalimantan), Puskopdit BKCU Kalimantan, Pergantian buku yang hilang dikenakan biaya Rp 5.000,• Sufa (Bunga) SUFA adalah simpanan bunga harian: Balas Jasa SUFA 4% per tahun dan sewaktu - waktu dapat berubah, Dapat disetor atau ditarik kapan saja pada saat jam kerja, Penarikan SUFA tidak dapat diwakilkan, kecuali dengan Surat Kuasa bermeterai dari yang bersangkutan, Saldo minimal Rp. 25.000,-Bunga dibukukan setiap akhir bulan, Simpanan ini tidak diikutsertakan dalam program JALINAN, Pergantian buku yang hilang dikenakan biaya administrasi Rp 5.000,-, Penutupan rekening SUFA dikenakan biaya administrasi Rp. 10.000,A.3 Simpanan Berjangka/Lopo (Lumbung) LOPO adalah simpanan bunga berjangka, setoran minimal Rp 500.000,-, jangka waktu penyimpanan: 1) 3 bulan = 5 % p.a (per tahun); 2) 6 bulan = 6 % p.a (per tahun); 3) 12 bulan = 7 % p.a (per tahun). LOPO tidak dapat dipindahtangankan, bunga LOPO dibukukan di rekening SUFA setiap tanggal jatuh tempo, pencairan LOPO sebelum jatuh tempo dikenakan pinalti (biaya administrasi) 4 % dari jumlah pencairan, pencairan LOPO tidak dapat M. Falo & S. Kune / Agrimor 2 (1) 12–14
diwakilkan, kecuali dengan Surat Kuasa bermeterai dari yang bersangkutan, bila penyimpan LOPO meninggal dunia, penarikan simpanan dilakukan oleh ahli waris yang sah, tidak diikutsertakan dalam program JALINAN. A.4 Simpanan Perumahan ( Simperum CU) Tujuannya adalah membantu anggota merancang atau mempersiapkan modal untuk membangun atau merenovasi rumah dan untuk pembelian (kepemilikan) rumah atau tanah. Syarat-syarat: 1) Balas jasa simpanan 8% p.a dan dibukukan setiap akhir bulan, 2) Pemilik rekening simpanan adalah anggota penuh CU Kasih Sejahtera, 3) Setoran awal untuk membuka rekening simpanan dan saldo minimal adalah Rp. 100.000,- dan setoran selanjutnya minimal Rp. 10.000,- per bulan., 4) Simpanan dapat ditarik apabila telah mencapai saldo Rp. 5.000.000,- dan mengendap minimal 12 bulan, 5) Penarikan simpanan yang tujuannya bukan untuk pembelian rumah/renovasi rumah dan pembelian tanah dikenakan sanksi 2% dari jumlah yang ditarik apabila simpanan sudah mengendap lebih dari 12 bulan, 6) Penarikan simpanan yang belum mengendap 12 bulan dikenakan sanksi 5% dari jumlah penarikan, 7) Apabila penarikan simpanan melebihi saldo minimal maka rekening anggota langsung ditutup dan dikenakan sanksi 2% dari jumlah saldo simpanan, 8) Penarikan simpanan perumahan maksimal 3 kali dalam setahun, 9) Simpanan perumahan dapat dijadikan jaminan dan syarat untuk mengajukan Pinjaman Kepemilikan Rumah atau Tanah, 10) Diikutsertakan dalam program JALINAN, 11) Apabila dijadikan sebagai jaminan Pinjaman Perumahan maka simpanan tidak dapat ditarik. A.5 Simpanan Pendidikan Tujuannya untuk membangun dan menanamkan kebiasaan menabung bagi pelajar/mahasiswa sejak dini serta membantu meringankan biaya sekolah (biaya pendaftaran, uang semester, buku, pakaian seragam, dll) dengan menyisihkan sebagian uang jajan. Syarat-syarat: 1) Balas jasa simpanan 6% p.a dan dibukukan setiap akhir bulan, 2) Penabung wajib menambahkan saldo simpanannya minimal Rp. 10.000,- dan maksimal Rp. 100.000,- per bulan., 3) Setoran awal untuk membuka rekening simpanan adalah Rp. 25.000,-, 4) Jenis simpanan ini tidak terbatas hanya bagi anggota, tetapi ditujukan juga kepada para pelajar atau mahasiswa yang belum menjadi anggota, 5) Simpanan hanya dapat ditarik untuk biaya pendidikan, maksimal 1 kali/bulan, 6) Masa keanggotaan hanya sampai pada usia anggota/penabung maksimal 24 tahun, apabila usia melebihi batasan maka rekening ditutup secara otomatis, 7) Jika terjadi penarikan lebih dari 1 kali per bulan dikenakan pinalti 3% dari jumlah yang ditarik, 8) Buka rekening bagi penabung (non anggota) dikenakan biaya administrasi buku Rp. 5.000,-, 9) Jika buku hilang atau rusak, dikenakan biaya administrasi penggantian buku Rp. 5.000,-, 10) Dikenakan biaya administrasi tutup rekening Rp.10.000,-, 11) Simpanan tidak diikutsertakan dalam program JALINAN BKCU Kalimantan. B Pinjaman B.1 Kredit Pinta (PINjaman mengembangkan TAbungan) Tujuannya adalah membangun kebiasaan menabung dan memperbesar tabungan menuju kebebasan finansial. Hanya mereka yang mempunyai simpanan yang dapat bertahan hidup pada masa-masa sulit. Syarat-syarat: 1) Pinjaman dicairkan pada saat pengajuan pinjaman, 2) Setiap anggota baru wajib PINTA minimal Rp. 2.000.000,- dan maksimal Rp. 20.000.000,- dengan jangka waktu pengembalian minimal 6 bulan dan maksimal 36 bulan, 3) Plafon Pinta tahap kedua dan seterusnya maksimal Rp. 25.000.000., dengan jangka waktu pengembalian minimal 6 bulan dan maksimal 60 bulan, 4) Balas jasa pinjaman 1,75% menurun per bulan atau 21% p.a., 5) Jasa pelayanan 1% dari pinjaman cair, 6) Apabila 3 bulan berturut-turut tidak mengangsur, maka anggota yang bersangkutan akan dikeluarkan dari keanggotaan (pinjaman PINTA perdana saat menjadi anggota baru), 7) Apabila pinjaman PINTA tahap kedua dan seterusnya tidak diangsur setelah jatuh tempo dan masa toleransi 5 hari maka Staf Manajemen dapat menarik Simpanan Fini untuk mengangsur dan membayar balas jasa pinjaman, 8) Simpanan Fini dijadikan jaminan pinjaman, artinya selama pinjaman belum lunas maka anggota yang bersangkutan tidak dapat menarik Simpanan Fini, 9) Pinjaman diikutsertakan dalam program JALINAN. B.2 Kredit Kendaraan Bermotor Tujuannya adalah membantu anggota memenuhi kebutuhan kepemilikan kendaraan bermotor berupa sepeda motor maupun mobil baik untuk kebutuhan pribadi maupun tujuan usaha. Syarat-syarat: 1) Tidak untuk tujuan uang muka kredit di dealer, 2) Pencairan pinjaman dilakukan oleh staf bagian kredit dengan membayarkan langsung ke dealer motor atau mobil, 3) Plafon pinjaman maksimal Rp. 350.000.000., 4) Memiliki jaminan tabungan yang riil (Simpanan Saham + Simpanan Fini dikurangi sisa pinjaman) sebesar 25% dari harga kendaraan yang dibeli, 5) Kendaraan tersebut diasuransikan (asuransi kecelakaan, asuransi kehilangan) dan nominalnya ditambahkan pada pinjaman. BPKB dari kendaraan tersebut harus atas nama peminjam, dan disimpan oleh CU Kasih Sejahtera sebagai barang jaminan, 6) BPKB dari kendaraan akan dikembalikan kepada anggota (peminjam) setelah pinjamannya lunas, 7) Lamanya pengembalian pinjaman maksimal 60 (enam puluh) bulan, 8) Balas jasa pinjaman 1,8% menurun per bulan, 9) Jasa pelayanan 1% dari pinjaman yang dicairkan, 10) Pinjaman diikutsertakan dalam program JALINAN. B.3 Kredit Kepemilikan Rumah Tujuannya adalah membantu anggota untuk membangun rumah, membeli rumah, dan membeli tanah. Syarat-syarat: 1) Berlaku bagi anggota yang suami dan istri telah menjadi anggota CU Kasih Sejahtera, kecuali yang tidak/belum menikah, 2) Rumah yang dibangun/dibeli menjadi jaminan pinjaman dan diasuransikan (asuransi kebakaran) sesuai jangka waktu pengembalian pinjaman, 3) Jangka waktu pengembalian pinjaman maksimal 120 bulan, 4) Plafon 13
Agrimor 2 (1) 12-14 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
pinjaman maksimal Rp. 150.000.000,-, 5) Jaminan pinjaman diikat oleh notaris, biaya notaris ditanggung peminjam, 6) Memiliki simpanan perumahan minimal 25% dari pinjaman yang dicairkan dan barang berharga lainnya bila diperlukan, 7) Bunga pinjaman 1,75% menurun per bulan atau 21% p.a, 8) Jasa pelayanan 1% dari pinjaman cair, 9) Pinjaman diikutsertakan dalam program JALINAN. B.4 Kredit Pertanian Tujuannya adalah membiayai usaha agrobisnis atau budi daya komoditi pertanian jangka pendek seperti: padi, jagung, dll, termasuk peternakan dan usaha ikan air tawar bagi petani dengan memperhatikan usaha pertanian yang ramah lingkungan. Syarat-syarat: 1) Balas jasa pinjaman dibayar dimuka, 2) Plafon pinjaman maksimal Rp. 10.000.000,-, 3) Pelunasan pinjaman dilakukan setelah panen, 4) Balas jasa pinjaman sebesar 1% tetap per bulan atau 12% p.a, 5) Memiliki jaminan tabungan yang riil ( Simpanan Saham + Simpanan Fini dikurangi sisa pinjaman) sebesar 20% dari jumlah pinjaman yang dicairkan, 6) Bersedia dikunjungi, dipantau dan dibina oleh staf dari CU Kasih Sejahtera, 7) Jasa pelayanan 1% dari saldo pinjaman yang dicairkan, 8) Pinjaman diikutsertakan dalam program JALINAN. B.5 Kredit Usaha Produktif Umum Tujuannya adalah diperuntukan bagi anggota yang ingin membuka usaha atau ingin mengembangkan usahanya dalam rangka meningkatkan modal usaha. Syarat-syarat: 1) Plafon kredit usaha produktif umum maksimal Rp. 150.000.000,-, 2) Memiliki jaminan tabungan yang riil (Simpanan Saham + Simpanan Fini dikurangi sisa pinjaman) sebesar 25% dari jumlah pinjaman yang dicairkan, 3) Jaminan pinjaman diikat oleh notaris jika dipandang perlu, 4) Peminjam bersedia usahanya dikunjungi dan dipantau oleh staf kredit, 5) Lama pengembalian pinjaman maksimal 60 (enam puluh) bulan, 6) Balas jasa pinjaman 2% menurun per bulan, 7) Jasa pelayanan 1% dari pinjaman yang dicairkan, 8) Pinjaman diikutsertakan dalam program JALINAN. B.6 Kredit Konsumtif Umum Tujuannya adalah membantu memecahkan masalah keuangan yang dihadapi oleh anggota terutama untuk memenuhi berbagai keperluan konsumtif, seperti pengadaan barang-barang elektronik, pengadaan perabot rumah tangga, biaya berobat anggota keluarga, pendidikan. Syarat-syarat: 1) Memiliki jaminan tabungan yang riil (Simpanan Saham + Simpanan Fini dikurangi sisa pinjaman) sebesar 40% dari jumlah pinjaman yang dicairkan, 2) Jangka waktu pengembalian maksimal 36 bulan, 3) Plafon pinjaman maksimal Rp. 50.000.000,-, 4) Balas jasa pinjaman 2% menurun, 5) Jasa pelayanan 1% dari saldo pinjaman yang dicairkan, 6) Pinjaman diikutsertakan dalam program JALINAN, 7) Jaminan tambahan berupa rumah dan/atau tanah diikat oleh notaris, jika dianggap perlu. Biaya notaris menjadi tanggungan pinjaman. B.7 Kredit Pendidikan Tujuannya adalah Pinjaman ini diberikan kepada anggota untuk membantu membiayai pendidikan ditingkat perguruan tinggi. Syarat-syarat: 1) Melampirkan foto copy kartu keluarga, 2) Anak yang menerima manfaat pinjaman harus anggota CU-KS, 3) Melampirkan buku rekening tabungan pendidikan dan memiliki saldo minimal Rp. 1.000.000,- dan sudah mengendap minimal 1 bulan, 4) Menunjukan bukti tes di perguruan tinggi atau akan menyusun skripsi/tugas akhir, 5) Dicairkan sekaligus, tetapi dibawa pulang sesuai keperluan pendidikan. Sisanya yang belum dibutuhkan saat itu, sementara disimpan di tabungan pendidikan, 6) Diikutsertakan dalam program oleh JALINAN BKCU Kalimantan, 7) Melampirkan catatan biaya pendidikan dari universitas yang bersangkutan dan catatan pembiayaan lainnya yang relevan, 8) Bunga pinjaman 1,8% menurun perbulan, 9) Jasa pelayanan 1% dari pinjaman, 10) Pinjaman diberikan atas nama orang tua, 11) Plafon pinjaman maksimal Rp. 50.000.000,-, 12) Jangka waktu maksimal 60 bulan, 13) Jaminan pinjaman (Simpanan saham, setara saham dan jaminan lain bila diperlukan). C Pelayanan Non-Simpan Pinjam C.1 JALINAN (Jaminan Perlindungan Kalimantan) Santunan Solidaritas Anggota (Tunas) maksimal Rp. 50.000.000,- dengan ketentuan: Usia di bawah 1 tahun maksimal Rp. 5.000.000,- Usia di atas 1 tahun s/d 70 tahun, maksimal Rp. 50.000.000,- dan usia masuk CU 60 tahun ke atas, maksimal sebesar Rp. 10.000.000,-. Perlindungan Piutang Anggota (Lintang) dengan ketentuan: cacat tetap/meninggal dunia maksimal Rp. 150.000.000,- dan Pinjaman lalai di atas 6 bulan tidak dapat mengklaim. C.2 SOLID Iuran Solidaritas Duka sebesar Rp 100.000,- per anggota per tahun. Jika anggota meninggal, ahli waris yang bersangkutan mendapatkan solidaritas kematian sebesar Rp 10.000.000,-. Batas penyetoran SOLID sampai dengan tanggal 31 Maret dalam tahun berjalan. Apabila sampai dengan batas waktu belum disetorkan maka akan ditarik dari simpanan Sufa dan atau simpanan Fini. C.3 Santunan Rawat Inap (SRI) Tujuannya adalah santunan ini diperuntukkan bagi anggota yang sakit dan dirawat inap di Rumah Sakit. Syarat-syarat: 1) Iuran SRI sebesar Rp. 50.000,per anggota per tahun, 2) Klaim SRI maksimal Rp. 500.000,- per tahun per anggota dengan melampirkan bukti (asli) biaya rawat inap dari Rumah Sakit, 3) Sebelum pencairan klaim SRI, Staf Manajemen terlebih dahulu akan melakukan pengecekan ke Rumah Sakit yang bersangkutan, 4) Jika biaya rawat inap melebihi klaim SRI maka kelebihan tersebut menjadi tanggungan anggota yang bersangkutan. Demikian juga jika klaim kurang dari plafon klaim SRI dalam setahun maka tidak dapat diambil, akan diperuntukkan bagi anggota lain yang membutuhkan sesuai perhitungan diatas, 5) Klaim SRI bukanlah jatah setiap anggota yang harus dihabiskan dalam setiap tahun buku, 6) Apabila M. Falo & S. Kune / Agrimor 2 (1) 12–14
ditemukannya manipulasi data (nota fiktif) maka akan diberikan sanksi berupa pengembalian klaim sebesar 300% dan dikeluarkan dari keanggotaan CU Kasih Sejahtera dengan terlebih dahulu membuat perhitungan hak dan kewajiban anggota yang bersangkutan, 7) Batas penyetoran SRI sampai dengan tanggal 31 Maret dalam tahun berjalan. Apabila sampai dengan batas waktu belum disetorkan maka akan ditarik dari simpanan Sufa dan atau simpanan Fini, 8) Klaim dapat diajukan apabila iuran SRI telah mengendap 1 bulan. 3.2 Peranan Credit Union Kasih Sejahtera Tempat Pelayanan (TP) Kefamenanu bagi petani di Kabupaten TTU a. Responden Pegawai Berdasarkan hasil penelitian, seluruh responden menyatakan bahwa: 1) jenis usaha yang dijalankan oleh Credit Union Kasih Sejahtera adalah Usaha Simpan Pinjam; 2) keunggulan Credit Union Kasih Sejahtera adalah bahwa Credit Union mengandung 3 ciri utama yakni ciri koperasi, ciri bank, dan ciri asuransi; 3) setiap anggota termasuk anggota petani yang meminjam pada Credit Union memiliki kemampuan untuk mengembalikan pinjaman. Bahkan anggota yang berlatar belakang profesi sebagai petani cenderung lebih aktif dan tepat waktu dalam mengembalikan pinjaman; 4) ada beberapa kendala yang sering ditemukan dalam proses pengembalian pinjaman diantaranya, apabila anggota yang meminjam tersebut terkena musibah, atau adanya kebutuhan tiba-tiba sehingga penggunaan pinjaman agak melenceng dari tujuan meminjam sebelumnya. Namun Credit Union juga memiliki kebijakan untuk meringankan beban peminjam dengan menunda waktu pengembalian pinjaman selama 1 bulan asalkan peminjam tersebut melaporkan kendala yang dialami serta telah dipastikan kebenarannya melalui pemeriksaan di lapangan oleh staf Credit Union. Dalam hal alasan penyetujuan pinjaman bagi anggota petani, jawaban responden sangat bervariasi. Dari 10 orang responden, 4 orang atau 40% di antaranya menjawab bahwa alasan penyetujuan pinjaman lebih didasarkan pada alasan kemanusiaan bahwa petani adalah termasuk dalam golongan kaum miskin yang harus dibantu karna bagaimanapun juga petani adalah bagian dari Credit Union Kasih Sejahtera yang memiliki hak dan kewajiban yang sama. Sedangkan 6 orang responden atau 60% diantaranya menjawab bahwa alasan penyetujuan pinjaman lebih didasarkan pada hal-hal yang bersifat teknis yakni apabila peminjam (petani) memenuhi syarat yang ditentukan dan telah disurvey. b. Responden Petani Berdasarkan hasil penelitian, dari 10 orang responden, 4 orang di antaranya atau 40% responden memilih menjadi anggota Credit Union oleh karna sistem pengelolaan yang profesional. Sedangkan 6 orang atau 60% responden memilih menjadi anggota Credit Union oleh karna kebijakan Credit Union yang memberikan pinjaman dengan bunga yang rendah dan terjangkau. Dari 10 orang responden, 8 orang di antaranya atau 80% responden menjawab bahwa syaratsyarat untuk meminjam pada Credit Union termasuk mudah dan disanggupi oleh responden. Sedangkan 2 orang atau 20% responden menyatakan bahwa syarat yang ditetapkan oleh Credit Union termasuk sulit dikarenakan untuk meminjam dalam jumlah yang besar terbentur pada faktor usia mengingat usia responden yang tidak lagi memenuhi syarat untuk melakukan peminjaman. Dari 10 orang responden, 5 orang di antaranya atau 50% responden meminjam pada Credit Union untuk membiayai pendidikan anak, 3 orang di antaranya atau 30% responden meminjam pada Credit Union untuk membiayai pembangunan rumah yang layak huni, serta 2 orang atau 20% responden meminjam pada Credit Union untuk membeli kendaraan bermotor (sepeda motor). 4.
Simpulan Credit Union Kasih Sejahtera adalah lembaga keuangan yang menjalankan usaha simpan pinjam serta memiliki 3 ciri utama yang menjadi keunikannya yakni ciri bank, ciri koperasi, serta ciri asuransi. Ada upaya pemberdayaan dari Credit Union bagi petani yang bertujuan untuk mengubah pola pikir petani yang bersifat konsumtif atau boros menjadi petani yang hemat serta mampu mengelola keuangannya secara mandiri dan terarah melalui pendidikan dan pelatihan yang berlangsung secara kontinyu. Produk-produk yang dimiliki oleh Credit Union Kasih Sejahtera bersifat memudahkan serta membantu anggota khususnya petani dalam rangka meningkatkan kesejahteraan serta derajat hidupnya. Peranan nyata Credit Union Kasih Sejahtera bagi petani di antaranya adalah sebagai penyedia dana segar dengan bunga yang rendah sehingga dapat dimanfaatkan oleh petani untuk dapat membiayai pendidikan anak, membangun rumah yang layak huni, serta memenuhi kebutuhan-kebutuhan lainnya. Credit Union juga berperan merubah pola pikir petani agar hidup hemat dan mulai menabung demi masa depan. Pustaka Credit Union, 2010. Panduan Credit Union Kasih Sejahtera Cabang Kefamenanu. Deprindakop, 2010. Perindustrian dan Koperasi Kabupaten Timor Tengah Utara. Funan, H., 2010. Kajian Kinerja Koperasi Kredit (Kopdit) Sami Jaya Cabang Oetalus Kecamatan Bikomi Selatan Kabupaten Timor Tengah Utara. Kasmir, 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nasir, N., 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia, Jakarta. Triandaru, S., Santoso, T., 2006. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Salemba Empat, Jakarta.
14
Agrimor 2 (1) 15-16 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
Analisis Kelayakan Finansial Industri Tempe di Kelurahan Oelami Kecamatan Bikomi Selatan Adeline Norawati Hutapea a, Yosefina Marice Fallo b a b
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 18 November 2016 Received in revised form 24 November 2016 Accepted 7 Januari 2017
Penelitian ini bertujuan menganalisis kelayakan finansial industri kecil tempe di Kelurahan Oelami Kecamatan Bikomi Selatan Kabupaten Timor Tengah Utara tahun 2015. Penelitian menggunakan metode deskriptif analitis dan menggunakan data primer dan data sekunder. berupa modal, tenaga kerja, bahan baku, teknologi, produksi, pemasaran dan kelayakan finansial dengan teknik sampling sensus. Analisis kelayakan investasi menggunakan analisis Net Present Value (NPV), dan untuk mengetahui industri kecil tempe layak atau tidak untuk terus dijalankan menggunakan analisis Benefit Cost Ratio (BCR), sedangkan analisis Internal Rate of Return (IRR) untuk mengetahui kelayakan investasi dan operasional industri tempe. Hasil penelitian menunjukkan nilai BCR (1,1) > 1, artinya industri tempe layak dilanjutkan, dan nilai NPV positif (+) menunjukkan industri tempe tersebut layak dilakukan investasi. Sedangkan nilai IRR (30,3519%) > bunga pinjaman (DF=18%) menunjukkan industri tempe di Kelurahan Oelami layak untuk dilakukan investasi dan menjalankan operasional perusahaan dan Break Event Point (BEP) sebesar 180.496 unit/tahun. Dengan demikian industri kecil tempe bisa dikembangkan karena memberikan potensi keuntungan. ©2017 dipublikasikan oleh Agrimor.
Keywords: Kelayakan Finansial Tempe Oelami Bikomi Selatan
1.
Pendahuluan Industri kecil memiliki peran yang cukup strategis dalam menggerakkan perekonomian. Salah satu industri kecil yang potensial untuk dikembangkan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) adalah industri tempe. Sebagai produk industri olahan berbasis pertanian, tempe memiliki keunggulan terutama kandungan proteinnya yang tinggi, selain itu harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan protein hewani. Seiring menurunnya daya beli masyarakat, menjadikan tempe sebagai alternatif pilihan konsumen untuk memenuhi kebutuhan gizinya. Sehingga, tingginya permintaan tempe di TTU membuka peluang bagi pengembangan industri olahan produk pertanian tersebut. Sampai saat ini belum ada data yang pasti tentang tingkat konsumsi tempe masyarakat di TTU. Namun, berdasarkan fenomena di lapangan memperlihatkan bahwa akhir-akhir ini jumlah penjual dan produsen tempe mengalami tren yang semakin meningkat dengan jumlah produksi yang semakin banyak dari tahun ke tahun. Dari aspek hukum penawaran dan permintaan, hal ini sebenarnya menunjukkan adanya fenomena bahwa permintaan tempe di Kota Kefamenanu dan sekitarnya terus mengalami peningkatan. Untuk itu, perlu adanya suatu kajian terhadap kelayakan finansial industri tempe untuk melihat kemungkinan tingkat keberhasilan dari investasi usaha yang relatif baru bagi masyarakat TTU. Sehingga, analisis kelayakan ini akan memberikan informasi sebagai dasar pertimbangan baik dari aspek teknis, ekonomis, dan komersial untuk memutuskan apakah investasi usaha tempe bisa dikembangkan atau tidak bagi pengambilan keputusan investasi. Penelitian ini secara spesifik hendak menganalisis kelayakan usaha tempe di Kelurahan Oelami, Kecamatan Bikomi Selatan ditinjau dari aspek keuangan (financial). 2.
Metode Penelitian menggunakan metode descriptive analysis sebagaimana menurut Singarimbun dan Effendi, (1982) adalah meneliti suatu objek pada masa sekarang atau sekurang-kurangnya jangka waktu yang masih terjangkau dalam ingatan responden, atau pengukuran secara cermat terhadap fenomena sosial tertentu. Data yang diperoleh di lapangan disusun, dianalisis, dan dijelaskan sehingga didapatkan penjelasan mengenai fenomena-fenomena yang terjadi. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus maka keseluruhan populasi sebanyak 12 pengusaha tempe dijadikan sebagai responden. Data penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari lapangan, dengan wawancara dan pengamatan langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder berupa sumber-sumber bacaan seperti surat-surat, notula rapat, atau dokumen-dokumen resmi pemerintah, yang didapatkan dari perpustakaan dan instansi pemerintah yang dapat mendukung penelitian (Nasution, 2012). Variabel dalam penelitian ini meliputi modal, tenaga kerja, bahan baku, teknologi, produksi, pemasaran dan kelayakan finansial. Kelayakan usaha dianalisis menggunakan analisis kelayakan finansial sesuai petunjuk (Firdaus, 2012; Hernanto, 1991; Obst et al., 2007). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Industri Tempe Berdasarkan penelusuran di lapangan menunjukkan bahwa jumlah industri kecil tempe pada tahun 2015 di Kelurahan Oelami sebanyak 12 pengusaha. Karakteristik industri kecil tempe di Kelurahan Oelami seluruhnya merupakan industri rumah tangga, sehingga kepemilikannya melekat pada kepala keluarga. Sebagian besar pengusaha tempe berusia antara 31 – 40 tahun (58,3%), pengusaha yang memiliki rentang usia 20 – 30 tahun sebanyak 3 orang (25%), sedangkan pengusaha yang berusia antara 41 – 50 tahun sebanyak 2 orang (16,7%). Pengusaha kecil tempe paling banyak berpendidikan SMP yaitu sebanyak 7 orang (58,3%), pengusaha yang memiliki pendidikan SMA sebanyak 5 orang (41,7%). Kepemilikan usaha pada industri kecil tempe di Kelurahan Oelami seluruhnya merupakan milik sendiri, artinya bahwa industri kecil tempe di A. N. Hutapea & Y. M. Fallo / Agrimor 2 (1) 15–16
Kelurahan Oelami tidak ada yang berstatus usaha bersama atau patungan dari beberapa orang. Sebanyak lima orang pengusaha (41,7%) telah mendirikan usaha indusri kecil tempe selama kurang lebih empat tahun. Sedangkan pengusaha industri kecil tempe yang telah berusaha selama kurang lebih lima tahun dan tujuh tahun masing-masing sebanyak tiga orang pengusaha, dan sebanyak satu orang pengusaha (8,3%) baru mendirikan usahanya selama satu tahun berjalan. Modal industri kecil tempe antara Rp. 510.000-Rp. 800.000 sebanyak lima orang (41,6%), sedangkan yang memulai usaha dengan modal awal antara Rp. 100.000-Rp. 300.000 dan antara Rp. 310.000-Rp. 500.000 masing-masing sebanyak dua pengusaha (16,7%), dan terdapat tiga pengusaha kecil (25%) yang memulai usaha dengan modal awal berkisar antara Rp. 810.000-Rp.1.000.000. Sedangkan sumber modal awal, seluruhnya berasal dari modal sendiri. Asal tenaga kerja pada industri kecil tempe di Kelurahan Oelami berasal dari anggota keluarga sebanyak tujuh pengusaha (58,7%), dan yang berasal dari saudara sebanyak tiga pengusaha (25%), sedangkan sebanyak dua pengusaha (16,7%) memiliki tenaga kerja yang berasal dari tetangga sekitar. Sebanyak enam pengusaha (50%) memiliki tenaga kerja antara 3-4 orang, empat pengusaha (33,4%) memiliki jumlah tenaga kerja antara 1-2 orang, sedangkan yang memiliki jumlah tenaga kerja antara 5-6 orang dan lebih dari enam orang masingmasing sebanyak satu pengusaha. Bahan baku yang digunakan pada industri tempe di Kelurahan Oelami seluruhnya diperoleh dengan cara membeli di toko-toko di Kota Kefamenanu. Hal ini disebabkan mereka masih belum memiliki mitra bisnis yang berfungsi sebagai pemasok kedelai secara rutin. Para pengusaha tempe seluruhnya masih memanfaatkan teknologi tradisional. Pesaing utama dalam pemasaran pada industri tempe di Kelurahan Oelami berasal dari perusahaan sejenis yang berada di Kota Kefamenanu. Hal ini berdasarkan pada asumsi; 1) Memiliki pengalaman lebih lama, sehingga lebih dikenal oleh masyarakat Kota Kefamenanu, 2) Jumlah modal relatif lebih besar, sehingga jumlah produksi juga lebih besar, 3) Lebih terampil, karena kebanyakan pengusaha tempe berasal dari Jawa, 4) Akses kepada konsumen (pasar) lebih luas, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi pengusaha tempe di Kelurahan Oelami dalam memasarkan produknya. Jenis produk pada industri tempe di Kelurahan Oelami adalah jenis produk tempe dengan menggunakan bungkus plastik. Hal ini disebabkan bahwa dengan menggunakan plastik sebagai pembungkus tempe dengan alasan lebih mudah memasukkan kedelai ke dalam bungkus plastik, sehingga dalam memperoduksi tempe lebih efektif dan efisien. Daerah pemasaran pada industri tempe di Kelurahan memasarkan produknya ke Kota Kefamenanu, beberapa diantaranya sampai ke Noemuti dan Maubesi, bahkan dua pengusaha tempe telah memiliki pelanggan tetap sampai ke Wini dan masyarakat di daerah perbatasan. Dalam tiga tahun terakhir ini terdapat lima pengusaha tempe baru. Hal ini menunjukkan bahwa industri kecil tempe menjadi salah satu primadona industri berbasis keluarga bagi masyarakat di Kelurahan Oelami, karena secara ekonomis industri ini cukup menjanjikan. Walaupun memiliki prospek ekonomis, ternyata seluruh pengusaha tempe tersebut belum memanfaatkan teknologi modern dalam proses produksinya. Misalnya, dalam proses pembersihan kedelai masih ditampi secara manual. Selanjutnya kedelai dicuci dan direbus diatas kayu bakar, setelah itu ditriskan dan direndam dalam air selama satu malam, gunanya untuk memisahkan kulit arinya dari biji kedelai. Esok harinya, kedelai dicuci di sungai untuk memisahkan kulit dengan biji kedelai, setelah bersih kedelai kembali kedelai dicuci dengan air panas supaya higienis. Selanjutnya kedelai ditaburi ragi dan diaduk sampai rata sambil diangin-anginkan. Setelah ragi tercampur dengan rata selanjutnya masuk tahap pengemasan.Pada tahap pengemasan mereka masih menggunakan lampu pelita untuk merekatkan plastik pembungkus tempe, karena memang jenis produk mereka seluruhnya adalah tempe dengan kemasan plastik, tidak ada yang menggunakan kemasan daun. Seluruh tahapan pembuatan tempe tersebut masih dilakukan secara manual. Sedangkan menyangkut asal bahan baku, seluruh pengusaha tempe tersebut membeli dari toko di Kota Kefamenanu, sampai dengan saat penelitian belum 15
Agrimor 2 (1) 15-16 Jurnal Agribisnis Lahan Kering - 2017 International Standard of Serial Number 2502-1710
satupun pengusaha yang memiliki mitra sebagai pemasok tetap kedelai. Kondisi ini akan berpengaruh pada kontinuitas ketersediaan kedelai dan stabilitas harga kedelai. Fluktuasi harga kedelai tersebut akan berpengaruh pada besaran biaya variabel. Patut diapresiasi bahwa ternyata para pengusaha tempe di Oelami tidak hanya memasarkan produknya di sekitar wilayah Oelami, namun telah menembus sampai ke Kota Kefamenanubahkan dua pengusaha tempe setempat memasarkan produk tempe sampai ke Noemuti, Maubesi dan Wini. Khusus untuk konsumen di Kota Kefamenanu rata-rata mereka telah memiliki pangsa pasar tersendiri, baik kalangan rumah tangga maupun rumah makan, bahkan beberapa diantaranya rela untuk datang langsung ke perusahaan untuk membeli tempe, karena telah menjadi pelanggan tetap. Berdasarkan gambaran pemasaran tempe tersebut, sebenarnya menunjukkan bahwa pengusaha tempe dari Kelurahan Oelami bisa bersaing dengan produsen tempe dari Kota Kefamenanu. Hal ini tidak terlepas dari kualitas produk tempe yang mereka hasilkan. Berdasarkan penelusuran di lapangan, produk tempe dari Oelami ternyata memiliki keunggulan dibandingkan dengan tempe hasil produksi pengusaha di Kefamenanu, keunggulan tersebut adalah; 1) menyangkut tingkat kebersihan tempe, tempe produk sentra industri tempe Kelurahan Oelami relatif bersih tidak ada kotoran berupa serpihan kayu maupun kerikil, 2) tidak ada bahan campuran berupa tepung, beberapa produsen tempe di Kefamenanu berdasarkan hasil pemeriksaan Dinas Kesehatan TTU positif menggunakan campuran tepung terigu supaya tempe terlihat lebih putih, dan 3) tidak menggunakan campuran jagung untuk mengurangi bahan baku kedelai. Ketiga keunggulan tersebut yang menjadikan tempe produk sentra industri Kelurahan Oelami tetap eksis karena dapat bersaing dengan industri sejenis dari Kota Kefamenanu.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis kelayakan usaha tempe di Kelurahan Oelami nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 96.717.999,2658. Hal ini memiliki arti bahwa ternyata nilai NPV > 0, dengan demikian industri tempe di Kelurahan Oelami layak untuk terus diusahakan dan pengusaha tempe setempat maupun calon pengusaha tempe yang berminat membuka usaha tempe secara finansial layak melakukan investasi. Tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang aliran kas masuk dengan nilai investasi atau Internal Rate of Return (IRR) memiliki nilai sebesar 30,3519. Hal ini menunjukkan bahwa nilai IRR (30,3519%) >tingkat bunga pinjaman bank (DF=18%), sehingga para pengusaha tempe di Kelurahan Oelami layak untuk melakukan investasi untuk pengembangan usaha dan layak untuk terus menjalankan perusahaan tempe mereka. Nilai Benefit Cost Ratio (B/C R) merupakan perbandingan antara nilai sekarang arus manfaat yang bernilai positif dengan nilai sekarang arus manfaat yang bernilai negatif. Berdasarkan perhitungan nilai B/C R besarnya 1,1. Karena nilai B/C R > 1 atau positif, maka usaha atau industri tempe di Kelurahan Oelami layak untuk dilaksanakan dan dilanjutkan. Berdasarkan penghitungan, nilai Break Event Point (BEP) sebesar 180.496 unit/tahun. Hal ini berarti bahwa industri tempe di Kelurahan Oelami akan mencapai titik impas jika mereka memproduksi tempe sebanyak 180.496 unit per tahun. Sehingga untuk memperoleh keuntungan mereka harus memproduksi tempe diatas titik impas, sebaliknya jika produksi mereka dibawah 180.496 unit per tahun maka mereka akan mengalami kerugian finansial. Berdasarkan analisis kelayakan finansial tersebut, maka dalam penelitian ini dapat disimpulkan bahwa usaha industri tempe di Kelurahan Oelami layak terus dilaksanakan bahkan bisa dilakukan investasi untuk pengembangan perusahaan tempe tersebut.
3.2 Analisis Kelayakan Finasial Biaya tetap para pengusaha tempe di Kelurahan Oelami meliputi biaya yang dialokasikan untuk pembelian berbagai peralatan penunjang operasional. Dengan demikian, biaya tetap disebut juga sebagai biaya inventaris. Berdasarkan data lapangan menunjukkan bahwa besarnya biaya tetap yang dikeluarkan oleh para pengusaha tempe di Kelurahan Oelami sebesar Rp. 72.000.000. Biaya sebesar itu rata-rata dialokasikan untuk pembelian peralatan operasional, instalasi listrik, instalasi air, penambahan ruang khusus untuk kegiatan produksi tempe dan pembuatan bak penampung air, dan lain-lain. Berdasarkan data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa variabel produksi tempe di Kelurahan Oelami untuk total biaya per hari sebesar Rp. 3.585.000, dan total biaya per bulan sebesar Rp. 71.700.000, sedangkan jumlah biaya per tahun sebesar Rp. 860.400.000. Data di lapangan hasil pendapatan tiap unit/bungkus tempe di Kelurahan Oelami adalah 1) Produksi tempe tiap hari = 1.707 unit (bungkus); 2) Produksi tempe tiap bulan = 34.125 unit (bungkus); 3) Produksi tempe tiap tahun = 409.500 unit (bungkus); 4) Harga penjualan/unit = Rp. 2.500; 5) Total penerimaan /tahun = Rp. 1.023.750.000, dan; 6) Total Pendapatan /tahun =Rp. 91.350. 000. Arus kas produksi tempe pada industri kecil tempe di Kelurahan Oelami menunjukkan rata-rata pendapatan para pengusaha tempe di Kelurahan Oelami mengalami fluktuasi setiap tahunnya, yaitu berkisar antara Rp. 40.000.000 sampai dengan Rp. 42.000.000. Hal tersebut karena dipengaruhi oleh fluktuasi biaya dan penerimaan setiap tahunnya.
4.
a.
Net Present Value (NPV) Net Present Value (NPV) atau nilai uang sekarang industri tempe di Kelurahan Oelami berdasarkan suku bunga pinjaman bank sebesar 18%, menunjukkan nilai NPV positif, dengan demikian industri tempe di Keluarahan Oelami secara finansial layak untuk dilakukan investasi. b. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return (IRR) merupakan tingkat bunga yang menyamakan nilai sekarang aliran kas masuk dengan nilai investasi. Berdasarkan perhitungan, nilai IRR adalah 30,3519%. Karena nilai IRR (30,3519%) > bunga pinjaman (18%) sehingga para pengusaha tempe di Kelurahan Oelami layak untuk melakukan investasi dan menjalankan perusahaan tempe mereka. c. Benefit Cost Ratio (BCR) Benefit Cost Ratio (BCR) merupakan perbandingan penerimaan dan biaya, berdasarkan perhitungan nilai BCR sebesar 1,1. Karena nilai BCR > 1, maka usaha tempe di Kelurahan Oelami layak untuk terus dijalankan. d. Break Event Point (BEP) Berdasarkan perhitungan, Break Event Ponit (BEP) sebesar 180.496 unit/tahun, sehingga industri tempe di Kelurahan Oelami akan mencapai titik impas jika mereka memproduksi tempe sebanyak 180.496 unit/tahun. Dengan demikian, untuk memperoleh keuntungan mereka harus memproduksi tempe diatas titik impas.
Simpulan Industri tempe di Kelurahan Oelami seluruhnya merupakan usaha dengan status milik sendiri yang dikelola keluarga, sehingga tenaga kerja sebagian besar berasal dari internal keluarga maupun saudara. Dalam mendirikan usahanya, mereka menggunakan modal sendiri, rata-rata mereka telah berusaha selama 3 – 8 tahun dan sampai saat ini masih bisa bertahan karena komitmen yang mereka bangun, yaitu untuk mempertahankan kualitas produk dan menetapan harga yang bisa bersaing dengan perusahaan sejenis di Kota Kefamenanu. Berdasarkan analisis finansial, industri tempe di Kelurahan Oelami layak untuk terus diusahakan bahkan bisa dikembangkan dengan menambah investasi. Hal ini dibuktikan berdasarkan perhitungan nilai Net Present Value (NPV) > 0 atau sebesar Rp. 96.717.999,2658, dan Internal Rate of Return (IRR) memiliki nilai sebesar 30,3519 atau nilai IRR (30,3519%) > DF sebesar 18%, sedangkan nilai Benefit Cost Ratio (B/C R) sebesar 1,1 atau B/C R > 1, sehingga usaha atau industri tempe di Kelurahan Oelami layak untuk dilaksanakan dan dilanjutkan. Sedangkan nilai Break Event Point (BEP) sebesar 180.496 unit/tahun atau industri tempe di Kelurahan Oelami akan mencapai titik impas jika mereka memproduksi tempe sebanyak 180.496 unit per tahun, dan sampai saat ini produksi tempe dari sentra industri tempe di Kelurahan Oelami rata-rata bisa mencapai produksi 409.500 unit per tahun. Pustaka Firdaus, M., 2012. Manajemen Agribisnis. Bumi Aksara, Jakarta. Hernanto, F., 1991. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Nasution, S., 2012. Metode Research. Bumi Aksara, Jakarta. Obst, W.J., Graham, R., Christie, G., 2007. Financial Management for Agribusiness. Landlinks Press. Singarimbun, M., Effendi, S., 1982. Metode Penelitian Survei. Lembaga Penelitian Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES).
Pada dasarnya setiap usaha atau industri membutuhkan dana untuk kelangsungan dan keberlanjutan industri tersebut, baik untuk pembiayaan proses produksi maupun investasi. Pada kasus tertentu, walaupun suatu perusahaan sudah beroperasi sekian lama ternyata tidak menguntungkan secara finansial, sehingga tidak layak untuk dilanjutkan. Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu ada suatu kajian tentang kelayakan finansial untuk meninjau kembali apakah suatu perusahaan layak atau tidak untuk terus diusahakan.
A. N. Hutapea & Y. M. Fallo / Agrimor 2 (1) 15–16
16
Panduan Penulisan Artikel untuk Author Artikel dalam jurnal ini tersusun atas bagian-bagian Judul, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan Pustaka. Judul Judul harus singkat (maksimum 15 kata), tetapi cukup memberikan identitas subyek, indikasi tujuan dan memuat kata-kata kunci, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak Abstrak mewakili seluruh materi tulisan dan implikasinya, ditulis secara singkat (sekitar 200-250 kata) dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan isi yang sama, dan tidak ada singkatan. Pendahuluan Menyajikan alasan diadakannya penelitian atau hipotesis yang mendasari, ringkasan tinjauan pustaka yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, pendekatan yang digunakan serta tujuan. Metode Memuat penjelasan lokasi dan waktu pelaksanaan, metode, prosedur dan teknik analisis data yang digunakan ditulis dengan jelas dan sistematis disertai dengan bahan dan alat yang digunakan pada setiap bagian prosedur, sehingga peneliti lain yang akan meneliti ulang dapat melakukan dengan cara yang sama. Hasil dan Pembahasan Hasil yang disajikan secara singkat dapat dibantu dengan tabel, gambar grafik, ilustrasi dan foto-foto. Masing-masing data disajikan satu kali pada naskah, tabel atau grafik. Judul tabel dan gambar, serta keterangannya, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Pembahasan merupakan tinjauan terhadap hasil penelitian secara singkat tetapi cukup luas. Pustaka yang diacu diutamakan publikasi primer. Simpulan Menyajikan hasil penelitian yang dianggap penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan jawaban dari tujuan. Pustaka Mencantumkan semua pustaka yang digunakan dengan menyebutkan nama penulis, tahun penerbitan, judul, penerbit, kota, volume, nomor dan halamannya, serta pustaka dari website. Persyaratan Umum 1. Artikel belum pernah dipublikasikan (atau sedang dijadwalkan untuk diterbitkan) pada jurnal lain. 2. Nama-nama penulis disertai catatan tentang instansi. 3. Kata-kata kunci sesuai dengan isi artikel, berpedoman pada Agrovoc, dan ditulis setelah abstrak. 4. Setiap nama organisme yang disebut pertama kali dalam abstrak atau tulisan pokok disertai nama ilmiahnya. 5. Makalah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 6. Nama kimiawi yang disebut untuk pertama kali dalam abstrak atau tulisan pokok supaya ditulis penuh, tidak boleh menyebutkan nama dagang (merk). 7. Angka desimal dalam bahasa Indonesia ditandai dengan koma dan dalam bahasa Inggris ditandai dengan titik. 8. Naskah diketik dua spasi kurang lebih 15 halaman kuarto, dalam format Microsoft Word dengan huruf Times New Roman ukuran 12. 9. Gambar, grafik dan foto harus kontras dan jelas. 10. Tabel tanpa garis pemisah vertikal. 11. Artikel disampaikan melalui situs www.savana-cendana.id dengan melakukan registrasi terlebih dahulu. 12. Setiap nama penulis dan tahun pustaka dalam tulisan pokok telah ter-link ke masing-masing daftar pustaka dengan tulisan berwarna biru. 13. Setiap daftar pustaka yang bersumber dari internet telah ter-link dengan URL internetnya dengan tulisan berwarna biru.