Tentang Jurnal Journal of Animal Science (JAS) merupakan Jurnal ilmiah yang memuat tulisan-tulisan yang berkaitan dengan hasil penelitian, artikel ulas balik (review), dan laporan kasus dalam bidang Ilmu Peternakan yang mencakup Produksi Ternak, Makanan Ternak, Reproduksi Ternak, Pemuliaan Ternak, Kesehatan Hewan, Teknologi Hasil Ternak. Pengelola Program Studi Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Timor Alamat JL. Eltari Km. 9, Kelurahan Sasi, Kefamenanu – Timor – NTT. 85613. Telp : 0388 – 2705800, Fax : 0388 2705802; e-mail:
[email protected] CP : +6281239524144 Dewan Redaksi Pelindung Penanggung Jawab Ketua Tim Editor Wakil Editor
Administrasi Layout Editor Edisi Terbitan Januari, April, Juli & Oktober Situs www.savana-cendana.id
: Marsianus Falo, SP. M.Si : Veronika Beyleto, S.Pt, M.Sc : Oktovianus R. Nahak T. B., S.Pt, M.Si : Agustinus A. Dethan, S.Pt, M.Sc : Ir. Stefanus Sio, MP Charles V. Lisnahan, S.Pt, MP Oktovianus R. Nahak TB S. Pt., M.Si Paulus Klau Tahuk, S.Pt, M.Sc : Philip Yosua Th. Dima, ST : Roberto I. C. O. Taolin, SP. M.Si
Daftar Isi
Korelasi Bobot Badan dengan Ukuran Linear Tubuh Ternak Babi Jantan Peranakan VDL pada Peternakan Rakyat di Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara Maria M Kapitan, Veronika Yuneriati Beyleto, Agustinus Agung Dethan 20-21 Analisis Nutrisi Rumput Alam (Mexicana grass) dan Rumput Raja (King grass) Sebagai Pakan Ternak di Kelompok Tani Nekmese Kecamatan Insana Barat pada Musim Kemarau Genosela Virginia Tas’au, Oktovianus Rafael Nahak 22-23 Korelasi PBBH dengan Perubahan Ukuran Linear Tubuh pada Ternak Kambing Kacang Betina Lokal yang Diberikan Kombinasi Hijauan Aloysia Febronia Lake
24-25
Pengaruh Pemberian Kombinasi Rumput Alam, Lamtoro dan Daun Turi Terhadap Konsumsi Ransum, PBBH dan Konversi Pakan pada Ternak Kambing Kacang Betina Lokal Anna Handriana Luruk
26-27
Uji Viabilitas Spermatozoa Sapi Bali Jantan dengan Menggunakan Larutan Natrium Clorida (NaCl) yang Berbeda Level Maria Noviana J. Soa
28-29
J A S 1 (2) 20-21 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
Korelasi Bobot Badan dengan Ukuran Linear Tubuh Ternak Babi Jantan Peranakan VDL pada Peternakan Rakyat di Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara Maria M. Kapitana, Veronika Y. Beyletob dan Agustinus A. Dethanc. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia.
a b c
Article Info
Abstrak
Article history: Received 10 Januari 2016 Received in revised form 25 Januari 2016 Accepted 17 Maret 2016 Keywords: Korelasi Lingkar Dada Panjang Badan Tinggi Pundak VDL
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi bobot badan dengan ukuran linear tubuh ternak babi jantan peranakan VDL di Kecamatan Kota Kefamenanu. Metode yang digunakan adalah survey dengan teknik wawancara dan pengukuran langsung di lapangan untuk mendapatkan data primer, sedangkan data sekunder diambil dari instansi terkait. Penentuan desa dilakukan secara (purposive sampling) dari 3 kelurahan yang berada di satu kecamatan dengan pertimbangan memiliki populasi babi terbanyak. Parameter yang diukur yaitu bobot badan untuk setiap kelompok umur ternak (anak, muda, dewasa) dan ukuran linear tubuh (panjang badan, lingkat dada, tinggi pundak). Hasil penelitian menunjukkan korelasi antara bobot badan dengan panjang badan untuk kelompok umur anak, muda, dewasa adalah, 0,93; 0,97; 0,96. Korelasi antara bobot badan dengan lingkar dada untuk kelompok umur anak, muda, dewasa, adalah 0,92; 0,97; 0,97. Korelasi antara bobot badan dengan tinggi pundak umtuk kelompok umur anak, muda, dewasa, adalah 0,93; 0,97; 0,96. Korelasi bersifat positif antara bobot badan dengan ukuran linear tubuh ternak babi jantan peranakan VDL dari berbagai kelompok umur di Kecamatan Kota Kefamenanu. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
1.
Pendahuluan Ternak babi merupakan salah satu komoditas yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat yang menguntungkan antara lain laju pertumbuhan yang cepat dan ternak babi juga merupakan ternak monogastrik yang mempunyai sifat makan yang rakus serta memerlukan pakan yang mempunyai protein, energi, mineral, dan vitamin yang tinggi, Salah satu jenis ternak babi yang banyak dijumpai pada peternakan masyarakat adalah babi peranakan VDL, babi ini merupakan jenis babi tipe pedaging yang diketahui memiliki kemampuan produksi yang tinggi, selain itu memilki daya adaptasi yang tinggi pada lahan kering. Manajemen pakan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha penggemukan. Pakan yang tepat akan berpengaruh terhadap tercapainya produktivitas ternak secara maksimal. Salah satu ukuran produktivitas adalah melalui penilaian terhadap tubuh ternak, hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (1998). Di Kecamatan kota kefamenanu populasi ternak babi sangat tinggi yaitu 7.116 (BPS, 2014). Tingginya populasi dan produksi ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, pakan (tata laksana pemberian pakan yang ketersediaan bahan makanan tersebut dalam jumlah yang cukup, berkualitas baik, selalu tersedia dan harganya terjangkau murah), dan faktor pemasaran yang cukup baik. Akan tetapi dengan data populasi saja tidak dapat memberikan gambaran tentang tingkat produksi ternak babi jantan VDL. Proses pertumbuhan ternak babi, pertumbuhan kerangka diprioritaskan kemudian baru pertumbuhan daging, dan pada akhirnya terjadinya penimbunan lemak. Keeratan antara hubungan bobot badan dengan lingkar dada, lebih bertahan sampai umur yang lebih tua, dibandingkan dengan keeratan hubungan antara bobot badan dengan ukuran-ukuran tubuh lainnya. Secara umum panjang badan dan lingkar dada bertambah sesuai dengan pertambahan bobot badan. Ukuran panjang badan banyak dipengaruhi oleh pertumbuhan tulang, sedangkan ukuran lingkar dada banyak dipengaruhi oleh keadaan perdagingan dan perlemakan. Jika keadaan tersebut berjalan normal, maka ternak babi dalam keadaan bentuk badan yang kompak. Artinya semakin panjang dan semakin besar badan akan menyebabkan bobot badan meningkat, hal ini dapat diumpamakan sebagai selinder yang volumenya dipengaruhi oleh tinggi (panjang badan) dan diameter (lingkar dada). Penimbangan adalah cara terbaik dalam menentukan bobot badan ternak. Namun bobot badan ternak dapat diduga dengan mengukur tubuh ternak. Ukuran-ukuran tubuh ternak yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan adalah lingkar dada, tinggi pundak, panjang badan, dalam dada, serta tinggi dan lebar kemudi. Akan tetapi yang paling sering digunakan yaitu panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pundak. Ukuran linear tubuh ternak didasarkan pada panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pundak, yang merupakan indikator dalam penafsiran berat badan, menyeleksi dan menilai kemampuan produksi seekor ternak. 2.
Metode Penelitian ini telah dilaksanakan di Kecamatan Kota Kefamenanu, yakni di Kelurahan Tubuhue, Kelurahan Sasi, dan Kelurahan Bansone, sejak awal Januari sampai akhir Februari tahun 2015. Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak babi jantan peranakan VDL dari berbagai kelompok umur, sebagai ternak sampel yaitu kelompok I jantan sepasang gigi seri (umur 0,5-1 tahun) anak, kelompok II jantan gigi seri tetap (umur ≥ 1-2 tahun) muda, dan kelompok III jantan gigi seri tetap (umur ≥ 2-4 tahun ) dewasa. Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah peternak yang memiliki minimal 2 ekor babi jantan peranakan VDL dan pengalaman beternak minimal 3 tahun, sehingga terpilih 30 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survei dan pengukuran langsung di lapangan.
M. M. Kapitan et al. / Journal of Animal Science 1 (2) 20–21
Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah korelasi bobot badan dengan panjang badan, korelasi bobot badan dengan lingkar dada dan korelasi bobot badan dengan tinggi pundak. Analisis data dilakukan untuk mengetahui derajat hubungan antara variabel bebas (independent) dengan variabel terikat (dependent) menggunakan korelasi Pearson Product Moment (PPM) atau disebut korelasi pearson. Analisis data dilakukan sesuai petunjuk Irianto (2010). 3.
Hasil dan Pembahasan Sistem pemeliharaan ternak babi jantan peranakan VDL yang diterapkan adalah sistem pemeliharaan secara intensif atau dikandangkan dengan bangunan sederhana terbuat dari kayu, bambu, yang beratap alang-alang, lantainya adalah tanah, dan sebagiannya menggunakan setengah tembok, beratap seng, alas kandangnya menggunakan semen. Ventilasi/jalan keluar masuknya udara 100% ada karena dinding kandang umumnya dibuat hanya setengah bangunan. Lokasi kandang di samping rumah atau di belakang rumah, tujuannya adalah untuk memudahkan pengawasan dan penjagaan dari berbagai gangguan dan pencurian. Masing-masing ternak memiliki satu kandang dalam hal ini kandang individu dengan luas 2 x 2 m2. Sebanyak 75% peternak tidak memiliki lahan untuk pakan ternak sedangkan 25% memilki lahan untuk pakan ternak seperti ubi, hijauan (Lamtoro), batang jagung dan batang pisang. Pakan yang diberikan sehari-hari adalah dedak padi, jagung, ampas tahu, limbah rumah tangga, limbah rumah makan, limbah pasar (sayur-sayur). Kandang ternak babi biasanya dibersihkan sehari sekali, tetapi ada sebagian peternak yang membersikan dua kali dalam seminggu karena petani peternak mengalami kekurangan air. Pengontrolan terhadap penyakit selalu diperhatikan dan vaksinasi atau tindakan awal pencegahan terhadap penyakit ternak babi selalu dilakukan. Peternak yang melaporkan ternak babinya yang sakit ke dokter hewan atau petugas untuk diobati ada 57,5%, disuntik dan diobati sendiri oleh petani peternak ada 32,5% dan dibiarkan saja ada 10%. 3.1 Korelasi Bobot Badan dengan Panjang Badan Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya nilai korelasi antara bobot badan dengan panjang badan ternak babi jantan peranakan VDL pada berbagai kelompok umur di kecamatan kota kefamenanu sebagai berikut r = 0,93; 0,97; 0,96. Nilai korelasi yang positif menunjukkan bahwa setiap peningkatan atau pertambahan bobot badan akan diikuti dengan peningkatan panjang badan ternak babi jantan peranakan VDL. Hal ini sesuai dengan pernyataan Budiono dan Coster (2001) bahwa nilai korelasi positif menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara dua variabel. Menurut Saleh (1998) dalam hubungan antara variabel x dan y tinggi rendahnya keeratan hubungan tersebut ditentukan oleh koefisien korelasinya, apabilah mendekati +1 berarti hubungan kedua variabel x dan y adalah sangat erat dan positif. Menurut Galeon (1951) menyatakan bahwa, ada korelasi positif yang nyata antara berat hidup dengan lingkar dada, antara berat hidup dengan panjang badan dan antara panjang badan dengan lingkar dada. 3.2 Korelasi Bobot Badan dengan Lingkar Dada Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya nilai korelasi antara bobot badan dengan lingkar dada ternak babi jantan peranakan VDL pada berbagai kelompok umur adalah r = 0,92; 0,97; 0,97. Hal ini menunjukan bahwa setiap peningkatan atau pertambahan bobot badan akan diikuti dengan peningkatan lingkar dada ternak babi jantan peranakan VDL di kecamatan kota kefamenanu. Hal ini didukung oleh Rice, et al (1975) yang dikutip oleh Laha (1988), bahwa hubungan antara bobot badan dengan lingkar dada pada dasarnya adalah korelasi yang positif.
20
J A S 1 (2) 20-21 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
3.3 Korelasi Bobot Badan dengan Tinggi Pundak Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya nilai korelasi antara bobot badan dengan tinggi pundak ternak babi jantan peranakan VDL pada berbagai kelompok umur di kecamatan kota kefamenanu sebagai berikut : r = 0,93; 0,97; 0,96. Hal ini menunjukkan bahwa setiap peningkatan atau pertambahan bobot badan akan diikuti dengan peningkatan tinggi pundak ternak babi jantan peranakan VDL pada peternakan rakyat di kecamatan kota kefamenanu. Hal ini sesuai dengan pernyataan Leading (1996) bahwa korelasi disebut positif apabila peningkatan satu sifat diikuti dengan peningkatan pada sifat lain, dan apabila satu sifat meningkat sedangkan sifat lain berkurang maka korelasinya disebut negatif. Sugeng (1987) menyatakan bahwa hubungan antara pertumbuhan pada permukaan tinggi tubuh seperti berat badan, lingkar dada, dan tinggi pundak pada umur pertumbuhan ternak babi adalah positif. 4.
Simpulan Korelasi antara bobot badan dengan panjang badan, lingkar dada, dan tinggi pundak berturut-turut untuk kelompok anak adalah 0,93; 0,92; 0,93. Untuk kelompok muda adalah 0,97; 0,97; 0,97 sedangkan untuk kelompok dewasa adalah 0,96; 0,97; 0,96, sehingga dapat dikatakan bahwa setiap perubahan bobot badan akan diikuti oleh perubahan ukuran linear tubuh (Panjang Badan, Lingkar Dada, dan Tinggi Pundak) pada semua kelompok umur ternak babi peranakan VDL. Pustaka BPS TTU. 2014. Timor Tengah Utara Dalam Angka. BPS TTU. Kefamenanu Budiono dan Coster, W. 2001. Teori dan aplikasi statistika dan probabilitas. PT. Remaja. Bandung. Gunawan. 1998. Beternak Babi. Angkasa Bandung. Yokyakarta. Irianto A. 2010. Statistika Konsep, Dasar, Aplikasi, dan Pengembangannya. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Laha O. 1988. Korelasi Antara Ukuran Linear Tubuh Dengan Berat Badan Pada Kambing Lokal. Skripsi Fapet Undana Kupang. Leading Change. 1996. Menjadi Pioner Perubahan Sifat Korelasi Pada Pertumbuhan Ternak Babi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Saleh Samsubar. 1998. Statistik Deskriptip. UPP AMP YKPN. Yogyakarta. Sugeng, Y.B., 1987. Hubungan Antara Permukaan Tubuh Seperti Tinggi Bobot Hidup, Lebar Dada, Lingkar Dada, Pundak, Pada Berbagai Umur Ternak Babi, Penerbit PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
M. M. Kapitan et al. / Journal of Animal Science 1 (2) 20–21
21
J A S 1 (2) 22-23 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
Analisis Nutrisi Rumput Alam (Mexicana grass) dan Rumput Raja (King grass) Sebagai Pakan Ternak di Kelompok Tani Nekmese Kecamatan Insana Barat pada Musim Kemarau Genosela Virginia Tas’aua dan Oktovianus R. Nahak T. Bb a b
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia. Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 10 Januari 2016 Received in revised form 20 Februari 2016 Accepted 13 Maret 2016 Keywords: Rumput Alam Rumput Raja Protein Kasar Bahan Kering Bahan Organik
Penelitian bertujuan untuk menganalisis kandungan nutrisi rumput alam (Mexicuna grass) dan rumput raja (King grass) yang digunakan sebagai pakan ternak sapi pada kelompok Tani Nekmese, Kecamatan Insana Barat. Hasil analisis uji laboratorium menunjukkan bahwa nilai kandungan Protein Kasar Rumput Alam 4,70 %, dan Bahan Organik 89,48%, sedangkan pada Rumput Raja memiliki nilai Protein Kasar 10,71%, Bahan Kering 95,04%, dan Bahan Organik 86,37%. Hasil perhitungan Standar Deviasi dan Koefisien Variasi kandungan Protein Kasar Rumput Alam adalah 1,07%; 22,75% lebih rendah dibandingkan Rumput Raja itu 1,33%; 12,44%; Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Bahan Kering yaitu masing-masing 0,44%; 0,46%; lebih tinggi dibandingkan Rumput Raja yaitu 0,35%; 0,36%; Standar Deviasi dan Koefisien Variasi Bahan Organik Rumput Alam masing-masing 0,79%; 0,88%, lebih rendah dibandingkan Rumput Raja yaitu 2,73%; 3,16%. Dapat disimpulkan bahwa kualitas Rumput Alam dan Rumput Raja yang digunakan oleh kelompok Tani Nekmese dalam program penggemukan sudah cukup baik. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
1.
Pendahuluan Peningkatan produksi ternak tidak terlepas dari pengadaan pakan, karena pakan merupakan kebutuhan utama untuk kelangsungan hidup, produksi dan reproduksi. Pakan utama bagi ternak ruminansia adalah hijauan baik rumput maupun legum sehingga penyediaan pakan hijauan baik kualitas maupun kuantitas merupakan hal penting yang perlu diperhatikan dalam usaha peternakan. Kenyataannya di NTT menunjukkan bahwa pada musim hujan yang lamanya tiga sampai empat bulan per tahun, ketersediaan hijauan pakan (rumput alam) berada dalam jumlah cukup bahkan berlebihan sebaliknya pada musim kemarau yang lamanya delapan sampai sembilan bulan ketersediaan rumput alam masih cukup tetapi telah menurun kualitasnya (Hau, 2005). Pola penggemukan sapi Bali Jantan di tingkat peternak saat ini sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah penggemukan sapi Bali Jantan di kelompok tani “Nekmese, Kecamatan Insana Barat”. Pada awalnya usaha ini hanya bersifat sampingan tapi dengan berkembangnya permintaan ternak untuk diekspor maka menjadi satu peluang bagi peternak untuk meningkatkan pendapatan. Pola penggemukan ternak sapi yang dilakukan oleh kelompok tani Nekmese adalah pola penggemukan dengan memanfaatkan hijauan jenis rumput baik rumput alam (Mexicana grass) maupun rumput raja (King grass) sebagai bahan pakan utama. Kualitas rumput alam merupakan sumber pakan utama ternak ruminansia. Gunawan (1998) lebih lanjut menjelaskan bahwa rumput atau hijauan lainnya memegang peranan penting sebagai pakan utama ternak ruminansia di Indonesia. Hal ini disebabkan karena rumino-retikulum ternak ruminansia terdapat mikroba yang membantu proses pencernaan serat kasar sebagai bahan makanan yang tidak dapat digunakan oleh jenis ternak lain. Umumnya bahan pakan dasar yang ada seperti rumput alam memiliki kecernaan yang relatif rendah. Rendahnya kualitas bahan pakan tentunya dapat berpengaruh terhadap nilai kecernaan bahan pakan dan pada akhirnya berdampak pada rendahnya pertambahan berat badan dan ukuran linear tubuh ternak. Hal ini berbeda dengan rumput raja yang memiliki kualitas nutrisi dan kecernaan yang lebih baik dibanding rumput alam. Rumput ini merupakan persilangan antara rumput berjenis unggul. Rumput raja dapat hidup di dataran rendah hingga dataran tinggi. Rumput raja yang ditanam di dataran rendah memilki ruas daun yang lebih besar dari pada yang ditanam di dataran tinggi. Rumput raja memiliki produktivitas yang cukup tinggi dengan tingginya dapat mencapai 3-4 m. Pada daerah tropis kering, pada saat rumput mulai tua, kandungan rumput mulai berkurang maka selera makan mulai turun sehingga konsumsi rumput berkurang karena menurunya daya cerna pakan. Daya cerna rumput raja dapat mencapai 70% pada pertumbuhannya dan akan menurun hingga 40-50% sesuai dengan bertambahnya umur tanaman, sehingga menyebabkan turunnya berat hidup ternak. Hijauan makanan ternak di daerah tropis lebih cepat berbunga dan cepat menjadi tua yang diiringi dengan menurunnya kadar protein dan meningkatnya serat kasar. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kandungan nutrisi rumput alam dan rumput raja yang digunakan sebagai pakan ternak sapi pada kelompok Tani Nekmese, Kecamatan Insana Barat. 2. Metode 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Tani Nekmese, Kecamatan Insana Barat, Kabupaten Timor Tengah Utara, selama 5 minggu terhitung tanggal 26 Juli sampai 31 Agustus 2015, sedangkan analisis laboratorium dilakukan di Laboratorium Kimia Pakan, Fakultas Peternakan, Universitas Nusa Cendana Kupang, dimulai dari tanggal 16-17 September 2015.
G. V. Tas’au dan O. R. Nahak T. B. / Journal of Animal Science 1 (2) 22–23
2.2 Variabel Penentuan kadar protein bahan dilakukan melalui tahap-tahap yakni melakukan penimbangan bahan sampel yang telah dikeringkan dan dihaluskan sebanyak 5 gr. Sampel dimasukan ke dalam labu destruksi kemudian ditambahkan ± 6 gram katalis serta 25 ml H2SO4 pekat. Campuran dipanaskan awalnya dengan api kecil di atas nyala pembakaran di dalam lemari asap. Apabila tidak berbuih lagi maka nyala api baru diperbesar. Sampel terus didestruksi sampai larutan jernih dan berwarna hijau. Dilakukan pendinginan pada labu destruksi dan larutan dimasukan ke dalam labu penyuling kemudian dilakukan pengenceran dengan 300 ml air. Larutan dijadikan basa dengan menambahkan 100 ml NaOH 33%, kedalam labu kembali dipasang pada alat penyuling. Hasil penyulingan NH3 dan air ditangkap dalam suatu elenmeyer yang telah diberi H2SO4 penyulingan terus dilakukan sampai semua N tertangkap H2SO4. Labu elenmeyer bersi sulingan diambil dan kelebihan H2SO4 dititrasi dengan larutan NaOH. Perubahan warna dari biru kehijauan menandakan titik akhir kemudian dibandingkan hasil titrasi blanko. Rumus yang digunakan: 𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑃𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝐾𝑎𝑠𝑎𝑟 =
(𝑌 − 𝑍) 𝑥 𝑇𝑖𝑡𝑒𝑟𝑁𝑎𝑜𝐻 𝑥 0,01 𝑥 ,25 100% 𝑋
Keterangan : Y : Hasil titrasi blanko (ml) Z : NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi (ml) X : Banyaknya sampel yang digunakan untuk analisis (gr)
Adapun prosedur analisis untuk memperoleh kandungan bahan organik yakni 1) Digestion, merupakan proses dimana semua protein yang terkandung di dalam sampel didestruksi (dipecah), sehingga ikatan peptida terpecah sampai terbentuk ammonia dalam bentuk ion ammonium (NH4+); 2) Destilasi, proses ini berfungsi untuk mendapatkan gas ammonia (NH3). Proses destilasi dilakukan dengan cara menaruh hasil destruksi kadestilator. Pada proses ini dilakukan dengan penambahan asam hidroksida (NHOH) sehingga hasil dari reaksi dari NHOH dengan ammonium sulfat menghasilkan gas amonia; 3) Titrasi, langkah terakir dalam proses analisis protein adalah titrasi. Dengan pengembangan teknologi saat ini proses titrasi dapat dilakukan dengan metode potensiometri. Metode ini dilakukan dengan menggunakan elektrode pH. Larutan yang telah mengandung ion borat dengan adanya klorida. Maka berapa jumlah asam klorida yang digunakan akan berfungsi sebagai data untuk mengkalkulasikan hasil protein sampel tersebut. Pengukuran bahan kering dilakukan analisa laboratorium menggunakan oven dengan suhu 105°C. Adapun prosedur analisanya yakni 1) Diambil sampel sebanyak 1,5 gr (A) kemudian dioven dengan suhu 65°C (Kering Udara) selama 2 hari. Kemudian ditimbang (B); 2) Cawan porselin yang sudah bersih dikeringkan dengan oven pengering pada suhu 105°C selama 1 jam (tutup dilepas); 3) Cawan porselin (tutup dilepas) didinginkan dalam desikator selama 1 jam, kemudian ditimbang dalam keadaan tertutup (X) gram; 4) diambil sebanyak sampel 1,5 gram (Y) dan dimasukan ke dalam cawan dan Dioven selama 8-12 jam pada suhu 105°C. Selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 1 jam. Setelah dingin kemudian ditimbang sebnyak 3 kali tiap jam sampai beratnya konstan (Z). Kalkulasi Berat Kering: 𝐵𝐾 % =
𝐵 𝑍−𝑋 𝑋 𝑋 100% 𝐴 𝑌
Keterangan : a : Berat sampel awal b : Berat sampel kering oven 65°C X : Cawan kosong Y : Berat sampel Z : Berat cawan + sampel 105°C
22
J A S 1 (2) 22-23 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
2.3 Prosedur Penelitian Penelitian dilakukan melalui prosedur-prosedur yakni 1) Mengambil sampel pakan berupa rumput alam (Mexicana gress) dan rumput raja (King grass) pada kebun masyarakat; 2) Penimbangan berat pakan sebagai sampel; 3) Sampel dijemur sampai kering; 4) Sampel dihaluskan menggunakan alat bantu blender atau mol hijauan pakan; 5) Setelah sampel diambil, dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. 2.4 Analisis Data Data yang diperoleh dikumpulkan kemudian ditabulasikan dengan menggunakan analisis Deskriptif, Standar Deviasi dan Koevisien Variasi sesuai petunjuk Steel dan Torrie (1995). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Nilai Nutrisi Rumput Alam Rumput alam merupakan sumber serat potensial bagi ternak. Ketersediaan rumput yang berkualitas merupakan hal penting mengingat bahwa rumput alam merupakan pakan bagi ternak yang dibutuhkan dalam jumlah besar pada penyusunan ransum. Nilai nutrisi rumput alam dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Nilai Nutrisi Rumput Alam pada Waktu Pengambilan Berbeda (%) Umur Rumput Protein Kasar Bahan Kering Bahan Organik 1 Minggu 4,05 94,95 90,47 2 Minggu 4,45 94,18 89,51 3 Minggu 5,91 94,98 88,52 4 Minggu 3,41 95,03 88,88 5 Minggu 5,69 95,38 90,00 Jumlah 23,51 474,52 447,38 Rataan 4,70 94,90 89,48 Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata nilai kandungan protein rumput alam sebesar 4,70%. Selama pengambilan sampel dilakukan nampak bahwa nilai protein rumput alam sangat bervariasi. Perbedaan nilai nutrisi protein kasar rumput alam dapat disebabkan karena faktor usia tanaman, selain itu dapat disebabkan karena perubahan iklim yang terjadi seiring penelitian berlangsung (Darmono, 1993). Bamualim et al. (1990), mengatakan bahwa kualitas rumput alam di daerah tropis NTT, khususnya di pulau Timor dan Sumba yaitu kisaran protein kasarnya 3-8%. Keadaan ini berada pada ambang minimal kebutuhan protein kasar untuk ternak ruminansia sebesar 8% menurut Soesetyo (1974). Hasil perhitungan standar deviasi kandungan protein kasar 1,07 sedangkan nilai koefisien variasi sebesar 22,75%, dapat dikatakan bahwa variasi nilai protein kasar rumput cukup tinggi, hal ini disebabkan karena fluktuasi nilai nutrisi protein kasar rumput alam. Pada nilai bahan organik rumput alam rata-rata sebesar 89,48%, hal ini tergolong cukup tinggi. Tingginya bahan organik dapat menyebabkan tersedianya nutrien yang cukup pada bahan organik sehingga variasi nutrien akan semakin tinggi. Hasil perhitungan standar deviasi bahan organik menunjukkan nilai sebesar 0,79 dan nilai koefisien variasi sebesar 0,88%. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai bahan organik pada setiap sampel yang diambil relatif sama (homogen) dengan kata lain bahwa nilai homogenitas bahan organik relatif sama. Perhitungan bahan kering rumput alam menunjukkan nilai rataan sebesar 94,90, kondisi ini tergolong sangat tinggi. Kandungan bahan kering yang tinggi dapat disebabkan karena rendahnya kadar air pada bahan rumput alam. Hasil perhitungan standar deviasi bahan kering menunjukan nilai sebesar 0,44 dan koefisien variasi sebesar 0,46%, dapat dikatakan nilai bahan kering memiliki tingkat homogenitas yang rendah atau nilai bahan kering sampel rumput alam yang diambil relatif sama.
protein kasar tergolong cukup tinggi sehingga dapat dikatakan bahwa nilai homogenitas protein kasar rumput gajah tergolong rendah (bervariasi). Hasil perhitungan bahan organik sebesar 86,37 dimana bahan organik tergolong tinggi mengingat kandungan air pada bahan diperkirakan sudah mengalami penurunan. Nilai standar deviasi dan koefisien variasi pada bahan organik masing-masing sebesar 2,73 dan 3,16%, hasil ini masih dapat dikatakan rendah sehingga dapat diartikan bahwa homogenitas nilai bahan organik pada rumput raja relatif sama. Pada perhitungan nilai rataan bahan kering rumput raja sebesar 95,04%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai bahan kering rumput raja tergolong tinggi. Pada perhitungan standar deviasi dan koefisien variasi bahan kering masingmasing sebesar 0,35 dan 0,30%, hal ini dapat dikatakan bahwa nilai homogenitas bahan kering relatif sama pada semua sampel rumput raja yang diambil. 4.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan disimpulkan bahwa nilai nutrisi pada rumput alam memiliki protein kasar dengan rata-rata 4,70%, bahan kering 94,90%, dan bahan organik 89,48%. Bahan kering memiliki tingkat homogenitas yang tinggi atau dapat dikatakan bahwan nilai sampel rumput yang diambil relatif sama. Sedangkan pada rumput raja memiliki nilai nutrisi dengan rata-rata protein kasar 10,71%. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan protein kasar rumput raja lebih tinggi dibandingkan rumput Alam (4,70%). Nilai bahan kering 95,04% dan bahan organik memiliki nilai nutrisi sebanyak 86,37%. Pustaka Babualim, A Saleh dan W. R. Babualim 1990. Produksi dan kualitas hijauan. Darmono.1999. Tatalaksana Usaha Sapi Keremau. Kanisius. Yogyakarta. Gunawan, S. 2008. Bibit Sapi Potong. Pusat Pengembangan Pendidik dan Penataran Guru (PPPPG) Pertanian Cianjur. Jawa Barat. Hau, Erich.2005. Wind Turbines : Fundamentals, Technologies, Aplication, Economics. Springer. Berlin. Soesetyo, S. 1974. Beberapa Aspek Teknis dalam Rangka Produksi Hijauan Makanan Ternak. Fapet IPB Bogor. Steel, R.G.D. dan Torrie, J.H. 1995. Prinsip dan prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: Gramedia.
3.2 Nilai Nutrisi Rumput Raja Rumput raja merupakan salah satu jenis rumput unggulan dan saat ini sudah banyak digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Rumput raja dikenal memiliki nilai nutrisi yang cukup baik selain itu rumput raja juga memiliki nilai palatabilitas yang tinggi. Hasil perhitungan nilai nutrisi rumput raja dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Nilai Nutrisi Rumput Raja pada Waktu Pengambilan Berbeda (%) Umur Rumput Protein Kasar Bahan Kering Bahan Organik 1 Minggu 12,43 95,48 83,30 2 Minggu 11,61 95,00 87,86 3 Minggu 10,62 94,76 89,60 4 Minggu 9,76 95,33 83,75 5 Minggu 9,15 94,65 87,33 Jumlah 53,57 475,22 431,84 Rataan 10,71 95,04 86,37 Hasil Perhitungan menunjukkan bahwa nilai protein kasar rumput raja adalah sebesar 10,71%. Hal ini menunjukan bahwa kandungan protein kasar rumput raja lebih tinggi dibandingkan rumput alam (4,70%). Hasil perhitungan standar deviasi dan koefisien variasi protein kasar rumput raja adalah masingmasing sebesar 1,3 dan 12,44%, hal ini menunjukkan bahwa nilai variasi nilai G. V. Tas’au dan O. R. Nahak T. B. / Journal of Animal Science 1 (2) 22–23
23
J A S 1 (2) 24-25 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
Korelasi PBBH dengan Perubahan Ukuran Linear Tubuh pada Ternak Kambing Kacang Betina Lokal yang Diberikan Kombinasi Hijauan Aloysia Febronia Lakea a
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia.
Article Info
Abstrak
Article history: Received 12 Januari 2016 Received in revised form 2 Februari 2016 Accepted 15 Maret 2016 Keywords : Kambing Kacang PBBH Ukuran Linear
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai korelasi antara pertambahan bobot badan harian (PBBH) dengan perubahan ukuran linear tubuh ternak kambing betina lokal yang diberi kombinasi hijauan berupa rumput alam, lamtoro dan turi. Penelitian ini menggunakan 16 ekor ternak kambing yang berumur 6-9 bulan dengan berat badan awal 10 kg – 21 kg. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan tersebut adalah r0 (100% rumput alam), r1 (40% rumput alam, 30% lamtoro, 30% turi), r2 (30% rumput alam, 35% lamtoro, 35% turi) dan r3 (20% rumput alam, 40% lamtoro, 40% turi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa besaran nilai korelasi antara PBBH dengan perubahan lingkar dada yakni 0,163774, panjang badan 0,9889526, tinggi pundak 0,35564, sehingga disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara PBBH dan perubahan ukuran linear tubuh ternak (lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak). ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
1.
Pendahuluan Sektor pertanian, khususnya sektor peternakan merupakan salah satu bagian dari sumber daya alam yang perlu dikelola semaksimal mungkin dan diharapkan dapat mendukung pembangunan masyarakat. Melalui nilai gizi dari produk peternakan yang dihasilkan, seperti daging, susu dan telur akan berdampak pada peningkatan sumber daya manusia yang sehat, handal, cerdas, berkualitas dan produktif. Salah satu komoditi penghasil daging yang potensial dan produktif berasal dari ternak kambing. Ternak kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang mudah dalam pemeliharaannya serta modal yang dibutuhkan sedikit dan resiko kerugiannya kecil bila dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Ternak kambing juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam rangka memenuhi kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Namun demikian usaha ternak kambing pada umumnya masing-masing dilakukan petani peternak sebagai usaha sampingan atau tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan pemeliharaan yang masih sederhana atau tradisional. Makanan pokok bagi ternak ruminansia adalah hijauan yang terdiri dari rumput alam dan leguminosa. Rumput merupakan pakan dasar ternak kambing yang banyak digunakan oleh masyarakat petani peternak diwilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). Nilai nutrisi rumput lapangan dianggap rendah selain itu sifatnya sangat fluktuasi seiring dengan perubahan musim. Selain rumput lapangan, terdapat sumber bahan makanan lain yang biasanya digunakan sebagai pakan ternak seperti lamtoro (Leucaenan leucocephala) dan turi (Sesbania grandiflora). Ketiga jenis makanan ini banyak dijumpai hampir di seluruh wilayah NTT. Daun lamtoro, turi dan rumput lapangan merupakan sumber protein bahan makanan yang potensial dan juga memiliki nilai kecernaan yang tinggi. Pemanfaatan daun lamtoro, turi dan rumput lapangan sebagai pakan ternak oleh petani peternak di pedesaan merupakan suatu solusi menuju pola pemeliharaan ternak kambing secara intensif sehingga sangat menunjang usaha ternak kambing karena jumlahnya yang berlimpah. Manajemen pakan merupakan salah satu faktor penentu dalam keberhasilan usaha penggemukan karena penerapan manajemen pakan yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap tercapainya produktifitas ternak secara maksimal. Salah satu ukuran produktifitas adalah melalui penilaian terhadap linear tubuh ternak hal ini sesuai dengan pendapat Gunawan (1998) yang menyatakan bahwa ukuran linear tubuh adalah ukuran bagian tertentu yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui pertumbuhan atau pertambahan berat badan harian pada ternak. Korelasi merupakan teknik analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi/hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variable. Ukuran linier tubuh dapat dijadikan dasar untuk menafsir bobot badan ternak. Ukuran linier tubuh memiliki korelasi yang positif dengan bobot badan (Obeth, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai korelasi antara pertambahan bobot badan harian (PBBH) dengan perubahan ukuran linear tubuh ternak kambing betina lokal yang diberi kombinasi hijauan berupa rumput alam, lamtoro dan turi. 2.
Metode Penelitian dilaksanakan di Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timur Tengah Utara (TTU). Penelitian dilakukan selama sembilan minggu (63 hari) termasuk persiapan dan pelaksanaan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak kelompok (RAK) sebagai rancangan lingkungannya dan terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan sehingga terdapat 16 unit satuan percobaan. Adapun perlakuan yang diuji adalah r0 (100% rumput alam), r1 (40% rumput alam, 30% lamtoro, 30% turi), r2 (30% rumput alam, 35% lamtoro, 35% turi) dan r3 (20% rumput alam, 40% lamtoro, 40% turi).
A. F. Lake / Journal of Animal Science 1 (2) 24–25
Penelitian diawali dengan survey lokasi untuk meninjau sejauh mana potensi yang dimiliki di sekitar lokasi penelitian serta kaidah-kaidah yang dapat diatasi sebelum penelitian dimulai beserta konsultasi dengan pemilik ternak. Yang termasuk disini adalah ternak percobaan serta alat-alat dan bahan-bahan yang mendukung terlaksananya penelitian harus memadai. Pembangunan kandang juga termasuk rangkaian kegiatan yang terlebih dahulu dipersiapkan sesuai dengan jumlah ternak percobaan. Alat dan bahan yang dipakai dalam pembuatan kandang ini disediakan disekitar lokasi penelitian. Periode penyesuaian atau preliminary merupakan tahap dimana ternak percobaan harus memperoleh perlakuan ransum sebelum memasuki periode pertama. Periode penyesuaian ini diaplikasikan selama kurun waktu satu minggu, dengan tujuan menyesuaikan ternak terhadap pakan lingkungan serta menghilangkan efek dan pakan sebelumnya. Ternak yang digunakan sebanyak 12 ekor dengan masing-masing perlakuan sebanyak empat ekor. Selanjutnya dilakukan penimbangan bobot badan harian awal serta pengukuran linear tubuh (lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak) awal. Setelah ukuran tubuh awal diketahui selanjutnya melakukan pengacakan ternak terhadap kandang serta ransum perlakuan. Satu minggu sebelum preliminary dan awal periode sepanjang periode pengambilan data, pakan sudah disediakan. Ransum dapat diberikan kepada ternak ± 10% per hari serta pemberian air secara ad libitum setiap hari. Sebelum diberikan ransum tersebut ditimbang sesuai dengan kebutuhannya. Sisa dari hasil pakan yang tidak dikonsumsi selama 24 jam juga ditimbang untuk mengetahui tingkat konsumsi. Sebagai variabel yang diteliti dalam penelitian ini, pengukuran linear tubuh (lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak) diukur setiap minggu. Untuk menjamin kesehatan ternak, diadakan pembersihan kandang setiap hari. Variabel yang di ukur dalam penelitian ini adalah 1) Korelasi bobot badan dengan lingkar dada; 2) Korelasi bobot badan dengan panjang badan dan 3) Korelasi bobot badan dengan tinggi pundak. Analisis data dilakukan dengan menggunakan korelasi pearson product moment (PPM) atau disebut korelasi pearson. Analisis data dilakukan sesuai petunjuk Irianto (2010). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Korelasi PBBH dengan Lingkar Dada Kecepatan pertumbuhan adalah karakteristik penting dalam usaha ternak. Menurut Dwiyanto et al. (1982), dalam proses pertumbuhan ternak kambing, pertumbuhan kerangka diperioritaskan kemudian baru pertumbuhan daging dan pada akhirnya terjadi penimbunan lemak. Hasil analisis menunjukkan nilai korelasi (r) sebesar 0,163774 yang berarti adanya hubungan yang positif antara pertambahan bobot badan harian dengan pertambahan ukuran linear tubuh ternak. Artinya setiap peningkatan lingkar dada sebesar 0,44 cm per minggu maka diikuti pula pertambahan bobot badan sebesar 0,57 g per minggu. Pertambahan ukuran lingkar dada dipengaruhi oleh dua aspek yaitu perubahan ukuran tulang, dalam hal ini rusuk dada dan perubahan ukuran atau penimbunan lemak dan daging dalam tubuh (jaringan otot). Pada ternak yang bertumbuh mengalami pertambahan berat badan akan semakin meningkat, sehingga ternak tersebut memiliki perototan yang baik dan secara langsung mempengaruhi konformasi tubuh. Kondisi ini dipahami bahwa dengan makin bertambah pula ukuran lingkar dada (Anggorodi, 1994). Pertambahan ukuran lingkar dada akan diikuti oleh perubahan ukuran lebar dan panjang kulit (luas kulit), sehingga pada bobot badan yang berbeda akan berbeda pula ukuran berat dan luas kulitnya. Data yang diperoleh pada penelitian ini sejalan dengan pendapat Dwiyanto et al. (1982) bahwa komponen tubuh yang mempunyai hubungan paling erat dengan bobot hidup adalah lingkar dada. 3.2 Korelasi PBBH dengan Panjang Badan Hasil analisis menunjukkan nilai korelasi (r) sebesar 0,989526 yang berarti adanya hubungan yang positif dan kuat antara panjang badan dengan rata-rata pertambahan bobot badan harian ternak. Artinya setiap peningkatan panjang badan sebesar 0,44 cm per minggu maka diikuti pula pertambahan bobot badan 24
J A S 1 (2) 24-25 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
sebesar 0,57 g per minggu. Hal ini sejalan dengan Frandson (1992) yang menyatakan bahwa kerangka yang disusun dari beberapa jenis tulang memberikan dasar pada struktur eksternal dan wujud ternak. Scanes (2003) juga menyatakan perbedaan ukuran tubuh pada saat dewasa kelamin dapat memberikan penampakan yang berbeda setiap ternak walaupun ternak-ternak tersebut berada dalam satu areal kandang penelitian. Kecepatan pertumbuhan pada ternak Kambing Kacang betina lokal dipengaruhi oleh kebutuhan pakan dengan proporsi tinggi dan pengelolaan yang baik sebagaimana pendapat Parakasi (1999) bahwa faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan, kekurangan pakan merupakan suatu kendala besar dalam proses pertumbuhan. Lebih parah lagi dalam pakan tersebut tidak banyak memiliki zat-zat yang diperlukan untuk pertumbuhan seperti vitamin, protein dan lemak. 3.3 Korelasi PBBH dengan Tinggi Pundak Hasil analisis menunjukkan nilai r sebesar 0,035 yang berarti adanya hubungan positif antara tinggi pundak ternak dengan rata-rata pertambahan bobot badan harian ternak. Artinya setiap peningkatan tinggi pundak sebesar 0,30 cm per minggu maka diikuti pula pertambahan bobot badan sebesar 0,57 g per minggu. Faktor yang diduga mempengaruhi kecepatan pertambahan ukuran tinggi pundak ternak adalah pada sifat fisiologi ternak sehubungan dengan tumbuh kembang ternak status produksinya, dimana fase awal kecepatan pertumbuhan pada pembentukan struktur tulang, menyusul pembentukan struktur otot dan berakhir pada pembentukan deposit lemak. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1994) bahwa pertumbuhan mempunyai tahap yang cepat (terjadi sampai pubertas) dan tahap lambat (jika dewasa tubuh telah tercapai), dan tulang paling cepat pertumbuhannya disusul otot dan lemak paling lambat berhenti pertumbuhannya. Secara keseluruhan pertumbuhan dibagi dalam dua periode yaitu periode pertumbuhan prenatal dan postnatal. Pada periode postnatal biasanya mulai perlahan-lahan, pertumbuhan yang cepat terjadi pada saat hewan masih muda atau belum mencapai dewasa kelamin, dan bila mencapai dewasa kelamin pertumbuhan akan menurun sampai pada saat tidak terjadinya pertumbuhan atau berhenti sama sekali. Pertumbuhan tubuh dan organ-organ tersebut akan tumbuh dan mengalami pembesaran sejalan dengan pertumbuhan ternak. Menurut Murtidjo (1995) makanan diperlukan untuk memproduksi jaringan tubuh dan meningkatkan berat tubuh. Faktor pakan sangat penting dalam pemenuhan kebutuhan pertumbuhan, sehingga dengan demikian kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses pertumbuhan. 4.
Simpulan Terdapat hubungan yang positif antara perubahan ukuran linear tubuh ternak (lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak) dengan pertambahan bobot badan harian ternak kambing kacang betina yang diberi kombinasi hijauan berupa rumput alam, lamtoro dan turi. Peningkatan bobot badan sebesar 0,57 g per minggu maka peningkatan lingkar dadanya sebesar 0,44 cm per minggu, panjang badannya sebesar 0,44 cm per minggu dan tinggi pundaknya sebesar 0,30 cm per minggu dengan nilai korelasi antara PBBH dengan perubahan lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak, berturut-turut adalah sebesar 0,16; 0,98 dan 0,03. Pustaka Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit PT. Gramedia, Jakarta. Dwiyanto, K,. H. Martojo dan Siswadi.1982. Pengamatan ukuran permukaan Tubuh Domba di Kapupaten Garut Serta Hubungan Dengan Bobot Badan. Procceding Pertemuan Ilmiah Penelitian Rumunansia Kecil. Bogor Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan: Srigandono dan K. Praseno. Edisi Keempat. Gajah Mada University Press: Yogyakarta. Gunawan, 1998. Ukuran Linier Tubuh, Sebagai Acuan Untuk Mengetahui Pertumbuhan Atau Pertambahan Berat Badan Ternak. Tarsito: Bandung Irianto A. 2010. Statistika Konsep, Dasar, Aplikasi, dan Pengembangannya. Kencana Prenada Media Group. Jakarta. Murtidjo B. A. 2005. Memelihara Kambing Sebagai Ternak Potong dan Perah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Obeth, I. 1989. Korelasi Antara Ukuran Linear Tubuh Dengan Bobot Badan Pada Kambing Lokal Di Kecamatan Amarasi Kabupaten Kupang. Penerbit Fakultas Peternakan Undana Kupang (Tidak Di Publikasikan), Kupang. Parakasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Universitas Indonesia, Jakarta. Scanes, C. G. 2003. Biology of Growth of Domestic Animals.1St. Edition. Iowa State Press, Iowa.
A. F. Lake / Journal of Animal Science 1 (2) 24–25
25
J A S 1 (2) 26-27 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
Pengaruh Pemberian Kombinasi Rumput Alam, Lamtoro dan Daun Turi Terhadap Konsumsi Ransum, PBBH dan Konversi Pakan pada Ternak Kambing Kacang Betina Lokal Anna Handriana Luruka a
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia
Article Info
Abstrak
Article history: Received 20 Januari 2016 Received in revised form 15 Februari 2016 Accepted 23 Maret 2016 Keywords : Ransum PBBH Konversi Pakan Kambing Kacang
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian kombinasi hijauan rumput alam, lamtoro dan daun turi terhadap pertubuhan ternak kambing kacang betina lokal, dimana ternak kambing yang digunakan adalah sebanyak 16 ekor yang berumur antara 6–9 bulan dengan kisaran berat badan awal antara ± 10–21 kg. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Adapun perlakuan yang diuji terdiri dari r0 (100% rumput alam), r1 (40% rumput alam, 30% Lamtoro, 30% daun turi), r2 (30% rumput alam, 35% Lamtoro, 35% daun turi), r3 (20% rumput alam, 40% Lamtoro, 40% daun turi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian konsumsi ransum rumput alam, lamtoro dan daun turi berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai konsumsi ransum percobaan (r3 : 8021,83 g/ekor/minggu), pada variabel pertambahan bobot badan (r3 : 241,17 g/ekor/minggu) dan pada variabel konversi pakan (r3 : 7,33%). Dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian 20% rumput alam, 40% lamtoro, 40% daun turi memberikan hasil terbaik terhadap semua variabel yang diuji cobakan. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
1.
Pendahuluan Ternak kambing adalah salah satu komoditi yang memiliki prospek yang cukup baik untuk dikembangkan bila dibandingkan dengan ternak ruminansia besar, karena ternak kambing dengan sifat yang cocok dibudidayakan di daerah pedesaan yang sebagian besar penduduknya adalah petani penghasilan rendah. Ternak kambing juga dikenal oleh masyarakat dan memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat pedesaan karena pada umumnya usaha pemeliharaan ternak kambing dilakukan di daerah pedesaan dan tidak dapat dipisahkan dari usahatani di Indonesia. Ternak kambing merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaannya mudah dilakukan, modal dan resiko kerugiannya sangat kecil bila dibandingkan dengan ternak ruminansia besar. Ternak kambing juga mempunyai peranan yang cukup penting dalam rangka memenuhi kebutuhan hewani bagi masyarakat. Namun demikian usaha ternak kambing pada umumnya masih dilakukan petani peternak sebagai usaha sampingan atau tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dengan pemeliharaan yang masih sederhana atau tradisional. Hijauan di daerah tropis tumbuh dengan cepat namun kualitasnya yang diperoleh pada umumnya serta kontinuitasnya juga terbatas. Hal ini terjadi karena pada musim hujan ketersediaan hijauan melimpah bahkan banyak yang tidak maksimal dapat dimanfaatkan karena terbatasnya pengetahuan tentang aplikasi teknologi pada tingkat peternak. Sebaliknya pada musim kemarau yang biasanya berlangsung selama 8-9 bulan per tahun menyebabkan terjadinya penurunan kualitas, kuantitas dan kontiniutas hijauan pakan ternak (Devendra dan Burns, 1996). Sarwono (1991) mendefinisikan bahwa, pakan adalah semua bahan makanan yang penting bagi ternak sebagai sarana pembina pertumbuhan tubuh. Sebab tubuh membutuhkan bahan pembangun yang berasal dari pakan yang sempurna. Oleh karena itu, pakan yang sempurna mengandung protein, karbohidrat, lemak, air, vitamin, BETN dan mineral. Menurut Anggorodi (1994), umumnya bahan makanan ternak terdiri dari bahan-bahan yang berasal dari tanaman-tanaman terutama sisa-sisa hasil ikutan dari berbagai pabrik dan perusahaan. Umumnya bahan makanan ternak tersebut terdiri dari tanaman-tanaman yaitu rumput alam, lamtoro dan turi. Susetyo (1969) menyatakan bahwa, tanaman lamtoro (Laucaena leucocephala) berbentuk pohon mencapai ketinggian 10-50 m dan memiliki sistem perakaran yang cukup dalam, daun kecil-kecil, bentuk lonjong sedangkan bunganya bertangkai dan warnanya kekuningan. Daun tanaman lamtoro untuk makanan ternak kambing dan memiliki protein yang tinggi dan diberikan dalam bentuk segar juga diberikan dalam bentuk campur dengan bahan pakan yang lain untuk melengkapi protein dan energi. Tanaman turi (Sesbania grandiflora) berbentuk pohon termasuk jenis kacang-kacangan. Hijauan turi yang digunakan sebagai pakan ternak sangat menguntungkan karena merupakan sumber protein mineral terutama cadangan pakan. Salah satu jenis pohon legume yang sangat baik untuk diberikan pada ternak ruminansia adalah daun turi dimana kandungan proteinnya cukup baik yakni 18,8%, sedangkan kandungan lemak sebesar 4,80% (Soeyanto, 1981). Dengan keadaan yang demikian ini, maka keberadaan rumput alam, daun lamtoro dan turi yang cukup tersedia dan mengandung nilai protein yang tinggi dapat dijadikan sebagai bahan pakan untuk meningkatkan konsumsi dan pertambahan bobot badan ternak kambing. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kombinasi rumput alam, lamtoro dan daun turi terhadap konsumsi ransum, PBBH dan konversi pakan pada ternak kambing kacang betina lokal. 2. Metode 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Desa Inbate, Kecamatan Bikomi Nilulat, Kabupaten Timur Tengah Utara yang berlangsung selama dua bulan dari bulan Juni 2015 sampai Agustus 2015. A. H. Luruk / Journal of Animal Science 1 (2) 26–27
2.2 Materi Penelitian Ternak yang digunakan adalah ternak kambing kacang betina lokal sebanyak 16 ekor dengan kisaran umur rata-rata 6-9 bulan, kisaran berat badan awal 10-21 kg. Penentuan umur ternak didasarkan pada rumus pergantian gigi. Ransum yang diberikan pada ternak terdiri dari rumput alam, lamtoro dan turi yang diperoleh di sekitar lokasi penelitian. Kandang yang digunakan adalah kandang tipe individu terdiri dari 16 petak dan dibagi dalam empat blok dimana setiap blok terdiri dari empat petak kandang berukuran 50 cm x 1 m2. Tiap petaknya dilengkapi tempat makan dan minum. 2.3 Rancangan Percobaan Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diuji terdiri dari r0 (100% rumput alam), r1 (40% rumput alam, 30% Lamtoro, 30% daun turi), r2 (30% rumput alam, 35% Lamtoro, 35% daun turi), r3 (20% rumput alam, 40% Lamtoro, 40% daun turi). 2.4 Tahapan Penelitian Tahap-tahap yang dilakukan dalam penelitian ini adalah 1) Melakukan pembuatan kandang; 2) Menempatkan ternak ke dalam kandang sesuai dengan hasil pengacakan; 3) Memberikan ransum yang telah disusun pada ternak sesuai hasil pengacakan ternak terhadap perlakuan; 4) Melakukan penimbangan pakan yang diberikan maupun sisa pakan yang tidak habis terkonsumsi; 5) Melakukan penimbangan berat badan ternak setiap minggu; dan 6) Melakukan pengolahan data konsumsi ransum, PBBH dan konversi pakan. 2.5 Variabel Penelitian Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah konsumsi ransum, pertambahan bobot badan dan konversi ransum. Konsumsi ransum diperoleh dari hasil pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan ransum yang sisa atau tidak dikonsumsi (g/ekor/hari). Pertambahan bobot badan diperoleh dari berat badan akhir dikurangi berat badan awal ternak kemudian dibagi dengan lamanya waktu penelitian (kg/ekor/hari). Konversi pakan (%) diperoleh dengan membagi jumlah pakan yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan harian dengan satuan berat yang sama. 2.6 Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis berdasarkan prosedur statistik Rancangan Acak Kelompok dan apabila terdapat perbedaan perlakuan maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbandingan antara ransum perlakuan sesuai dengan petunjuk Steel dan Torrie (1993). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Keadaan Umum Ternak kambing yang digunakan di ambil dari petani peternak dalam wilayah Kecamatan Bikomi Nilulat Desa Inbate. Secara umum semua ternak (16 ekor) dalam keadaan sehat dan normal serta tidak cacat fisik maupun bentuk tubuhnya, yang ditandai dengan tingkah laku makan dalam mengkonsumsi pakan yang yang diberikan. Pemberian ransum perlakuan dilakukan dua kali sehari yakni pagi dan sore hari. 3.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Rata-rata konsumsi ransum selama penelitian disajikan pada Tabel 1. Terlihat bahwa rata-rata konsumsi makanan tertinggi terdapat pada ternak percobaan yang mendapat perlakuan r3 yaitu sebesar 8021,835 gram/minggu dan diikuti oleh r2 sebesar 7594,322 gram/minggu, r1 sebesar 7326,412 gram/minggu dan r0 sebesar 6355,312 gram/minggu. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konsumsi ransum. Hasil uji lanjut (Duncan) mengindikasi bahwa ransum perlakuan r3 yang tersusun dari rumput alam (20%), lamtoro (40%) dan turi (40%) lebih baik dengan ransum perlakuan lainnya. Perlakuan 26
J A S 1 (2) 26-27 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
berpengaruh sangat nyata terhadap variabel yang diteliti ini disebabkan kondisi fisik dari ternak dan kemampuan palatabilitas dari ternak dalam mengkonsumsi ransum perlakuan, serta tergantung pada kandungan nutrisi yang terkandung dalam bahan pakan. Menurut Parakasi (2000), tingkat gizi pakan mempengaruhi palatabilitas atau suka tidaknya ternak terhadap bahan pakan yang diberikan. Tabel 1. Rata-Rata Konsumsi Ransum Ternak (Gram/Ekor/Minggu) Ulangan Perlakuan Total I II III IV r0 3929 5313 7420 8758 25421 r1 4899 7368 8187 8849 29305 r2 5575 7512 8193 9095 30377 r3 6078 7927 8900 9180 32087 Total 20483 28122 32701 35883 117191 Rataan 5120 7030 8175 8970
Rataan 6355 7326 7594 8021
Menurut Tilman (1989), salah satu faktor utama penghambat dalam pakan yaitu adanya partisipasi yang sangat besar dari efek fisik pakan dalam saluran pencernaan yang bersifat volumius (Bulky), misalnya kandungan serat kasar dalam jumlah yang besar dalam pakan yang dapat menyebabkan pembatasan tingkat kesukaan oleh ternak kambing. Konsumsi pakan dapat dikendalikan oleh dua faktor yaitu yaitu1) palatabilitas yakni jumlah konsumsi pakan pada ternak lebih tinggi disebabkan baik dari segi kuantitas maupun kualitas sangat bagus; 2) laju pengosongan lambung yaitu gerak laju bahan makanan dalam saluran pencernaan membutuhkan waktu untuk mengosongkan lambung tergantung pada umur ternak. Cepat lambatnya pengosongan lambung dari bahan makan yang terisi tergantung pada kapasitas tampung lambung dari ternak (Tilman, 1989). 3.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap Pertambahan Bobot Badan Rata–rata pertambahan berat badan ternak disajikan pada Tabel 2. Rata– rata pertambahan berat badan tertinggi pada ternak yang mendapat perlakuan r3 yakni rumput alam 20%, lamtoro 40% dan turi 40% yaitu sebesar 243,17 gram/minggu diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan r2 yakni rumput alam 30%, lamtoro 35% dan turi 35% yaitu sebesar 233,98 gram/minggu, kemudian yang mendapat perlakuan r1 yakni rumput alam 40%, lamtoro 30% dan turi 30% yaitu sebesar 220,16 gram/minggu dan tanpa perlakuan atau r0 yakni rumput alam 100% yaitu sebesar 207,32 gram/minggu. Tabel 2. Rata-Rata Pertambahan Bobot Badan (Gram/Ekor/Minggu) Ulangan Perlakuan Total I II III IV r0 139,52 231,82 240,68 269,68 881,28 r1 164,92 204,12 205,31 254,28 828,65 r2 192,69 215,95 241,58 285,71 935,95 r3 267,46 203,80 230,31 271,11 972,69 Total 764,60 855,71 917,47 1080,79 3618,58 Rataan 191,15 213,92 229,36 270,19
Rataan 207,32 220,16 233,98 243,17
menunjukkan perbedaan tidak nyata. Dengan demikian meningkatnya kecernaan bahan pakan yang dikonsumsi menyebabkan meningkatnya penyerapan zat–zat makanan hasil pencernaan yang dapat dipergunakan untuk fungsi biologik ternak (Pond dan Church, 2005). Kemungkinan ternak kambing mampu menggunakan ransum berfungsi memfermentasikan pakan berserat kasar tinggi dan rendah kadar nutriennya, sehingga tidak semuanya terbuang lewat feses tetapi separuhnya masih bermanfaat bagi pertumbuhan. Pertumbuhan itu sendiri merupakan proses pembesaran dan perbanyakan sel sehingga dengan semakin meningkatnya energi yang tersedia dalam pakan menyebabkan produksi meningkat termasuk pertambahan berat badan dan konversi pakan penggunaan ransum. Tabel 3. Rata-Rata Konversi Pakan (%) Ulangan Perlakuan I II III r0 3,74 2,68 2,44 r1 3,81 3,12 2,97 r2 6,70 4,79 3,54 r3 9,02 6,02 7,96 Total 23,27 16,61 16,91 Rataan 5,81 4,15 4,22
IV 1,79 2,72 3,41 6,35 14,27 3,56
Total
Rataan
10,65 12,62 18,44 29,35 71,06
2,66 3,15 4,61 7,33
4.
Simpulan Pemberian konsumsi ransum rumput alam, lamtoro dan daun turi berpengaruh sangat nyata terhadap nilai konsumsi ransum percobaan (r 3 8021,83 g/ekor/minggu), pada variabel pertambahan bobot badan (r3 241,17 g/ekor/minggu) dan pada variabel konversi pakan (r3 7,33%). Pemberian 20% rumput alam, 40% lamtoro, 40% daun turi memberikan hasil terbaik terhadap semua variabel yang diuji cobakan. Pustaka Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Anggorodi. 1985. Konsumsi Pakan Ternak Ruminansia. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Devandra dan Burns. 1996. Pemanfaaatan Ternak Kambing. PT Swadaya, Jakarta. Nazzaruddin dan Viviana. 1991. Petunjuk Praktis Usaha Peternakan. PT Mahkota. Jakarta. Pond dan church. 2005. Peranan Konversi Pakan Terhadap Pertambahan Bobot Badan dipropinsi Bengkulu. Jurnal Penelitian Universitas Bengkulu. Parakasi. 2000. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Monogastrik. PT Angkasa Bandung. Sarwano. 1991. Pakan Ternak Kambing dan Ilmu Nutrisi. PT Swadaya. Jakarta. Susetyo. 1969. Ilmu Makanan Ternak Kambing. PT Kanisius. Yogyakarta. Soeyanto. 1981. Ilmu Makanan Ternak dan Ilmu Nutrisi. PT Swadaya. Jakarta. Steel dan Torrie. 1993. Perlakuan Ransum dan Rancangan percobaan Praktis Bidang Pertaninan. Kanisius. Yogyakarta. Tillman, A.D., Hari H., Soedomo R., Soeharto P., dan Sukato, L., 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. UGM-Press, Yogyakarta.
Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terdapat pertambahan berat badan ternak kambing. Uji lanjut Duncan di peroleh hasil perlakuan r3–r0, r2–r0, r3–r1, r2–r1, r3–r2 menunjukkan perbedaan sangat nyata (P<0,01). Sedangkan untuk perlakuan r1– r0 menunjukan perbedaan yang tidak nyata. Dengan demikian pemberian hijauan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ternak kambing karena pertumbuhan sebagai proses perbanyakan atau pertambahan jumlah sel yang disebut hyperplasia dan penambahan ukuran sel yang disebut hypertrophy yang diikuti oleh pertumbuhan berat badan dan perkembangan ukuran tubuh. Nazzaruddin dan Viviana (1991) menyatakan bahwa pada umumnya semua ternak kambing dapat digemukan akan tetapi yang mencapai optimal adalah ternak kambing yang mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat, untuk mendapat pertambahan berat badan yang efisien perlu meningkatkan kandungan energi dalam pakan yang erat hubungannya dengan protein pakan, sehingga dengan kandungan zat-zat tersebut, maka ternak yang dipelihara pertumbuhan dan produksi dapat ditingkatkan. Oleh karena itu pakan yang diberikan dapat dibagi menjadi bagian yang diperlukan untuk pemeliharaan tubuh dan juga untuk produksi. Menurut Anggorodi (1985), pertumbuhan mencakup pertambahan dalam bentuk dan berat jaringan-jaringan pembangun seperti urat, daging, tulang, jantung, otak dan semua tubuh lainnya. 3.4 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Pakan Rata–rata konversi pakan penggunaan ransum ternak penelitian disajikan pada Tabel 3. Rata–rata konversi pakan penggunaan ransum tertinggi ditunjukkan oleh ternak yang mendapat perlakuan r3 yaitu sebesar 7,33, kemudian diikuti oleh ternak yang mendapat perlakuan r2 sebesar 4,61 dan kemudian r1 sebesar 3,15 dan r0 sebesar 2,66. Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap konversi pakan penggunaan ransum ternak kambing. Uji lanjut Duncan menunjukan bahwa perbedaan yang sangat nyata (P<0,01) antara perlakuan r3–r0, r2–r0, r3–r1, r2–r1, r3–r2. Sedangkan r1–r0 A. H. Luruk / Journal of Animal Science 1 (2) 26–27
27
J A S 1 (2) 28-29 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
Uji Viabilitas Spermatozoa Sapi Bali Jantan dengan Menggunakan Larutan Natrium Clorida (NaCl) yang Berbeda Level Maria Noviana J. Soia a
Fakultas Pertanian, Universitas Timor, Kefamenanu, TTU – NTT, 85613, Indonesia
Article Info
Abstrak
Article history: Received 2 Januari 2016 Received in revised form 7 Februari 2016 Accepted 18 Maret 2016
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan level Natrium Clorida (NaCl) terhadap viabilitas spermatozoa sapi bali, dimana ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi bali jantan dewasa yang berumur ± 4 tahun sebanyak satu ekor jantan dan satu ekor betina. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan empat ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Perlakuan yang akan diuji adalah r1 (5 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen), r2 (10 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen), r3 (15 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen) dan r4 (20 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen). Hasil penelitian viabilitas atau daya tahan hidup spermatozoa dalam penelitian adalah sangat baik karena sel spermatozoa masih dapat bertahan hidup pada penambahan level tertinggi larutan NaCl yakni 20 ml, walaupun persentase sel spermatozoa yang mati tidak mencapai 100% karena masih terdapat sel spermatozoa yang hidup sebanyak 5,63% namun terjadi penurunan persentase hidup sel spermatozoa yang signifikan. Penambahan NaCl tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH semen.. ©2016 dipublikasikan oleh JAS.
Keywords : Sapi Bali Viabilitas Semen NaCl
1.
Pendahuluan Dalam rangka meningkatkan produktivitas sapi bali, pejantan memberikan sumbangan yang lebih berarti dibandingkan dengan betina. Kemampuan pejantan menyebarkan materi genetik jauh lebih besar jika dibandingkan dengan betina. Pejantan dengan kualitas yang unggul sebagai pemacek, penting untuk diperhatikan dalam program perkawinan dimana peran pejantan berpengaruh besar terhadap keberhasilan kebuntingan. Salah satu kriteria yang harus dipenuhi dalam menentukan keunggulan ternak sapi yang akan digunakan sebagai pejantan adalah berdasarkan kualitas dan kuantitas spermatozoanya. Semen merupakan hasil sekresi organ reproduksi ternak jantan yang secara normal diejakulasikan melalui penis ke dalam saluran kelamin betina sewaktu terjadi kopulasi, tetapi dengan kemajuan teknologi dapat pula ditampung dengan berbagai cara untuk keperluan inseminasi buatan. Semen mengandung dua unsur utama, yaitu plasma semen dan sel spermatozoa. Plasma semen merupakan cairan yang sebagian besar disekresikan oleh kelenjar vesikularis dan dalam jumlah kecil disekresikan oleh testis (Hafez, 2000), sedangkan spermatozoa adalah sel kecambah yang mana setelah masak kemudian bergerak melalui epidydimis, yang mampu membuahi ovum melalui suatu proses spermatogenesis dan mengalami pematangan yang mempunyai fungsi untuk pembuahan ovum hewan betina. Agar fungsi ini dapat berjalan dengan baik perlu memperhatikan viabilitas spermatozoanya. Viabilitas yaitu persentase hidup spermatozoa didasarkan atas perbedaan daya permeabilitas terhadap cairan pada spermatozoa yang diberi pewarna eosin dan dibuat preparat ulas untuk membedakan spermatozoa yang hidup dan yang mati. Natrium Clorida (NaCl) merupakan salah satu bahan kimia yang memiliki manfaat sebagai bahan pengawet pada beberapa produk bahan makanan karena sifat osmotiknya yang tinggi mampu memecah membran sel mikroba. Kenyataannya walaupun memiliki manfaat sebagai bahan pengawet makanan namun pada bidang reproduksi sering digunakan untuk menghentikan pergerakan spermatozoa atau mematikan sel spermatozoa disaat menghitung konsentrasi sel spermatozoa pada kamar hitung neubauer. Pengaruh pemberian larutan NaCl pada semen yang dapat mengakibatkan sel spermatozoa berhenti bergerak karena tidak adanya pasokan energi dari organel mitokondria. Ini terjadi karena membran plasma tidak berfungsi dengan baik. Membran plasma dimiliki oleh spermatozoa agar dapat memfertilisasi karena selain berfungsi melindungi secara fisik organel-organel sel, membran plasma juga mengatur keluar masuknya zat-zat makanan. Apabila membran plasma rusak maka proses metabolisme sel akan terganggu dan berakibat kematian spermatozoa. Berdasarkan pemikiran di atas maka dianggap perlu dilakukan penelitian dengan judul “Uji Viabilitas Spermatozoa Sapi Bali Jantan Dengan Menggunakan Larutan Natrium Clorida (NaCl) Yang Berbeda Level”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan level Natrium Clorida (NaCl) terhadap viabilitas spermatozoa sapi bali. 2. Metode 2.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2015, yang berlokasi di Laboratorium dan kandang sapi Fakultas Pertanian Universitas Timor, Kelurahan Sasi, Kecamatan Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara. 2.2 Prosedur Pelaksanaan Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah ternak sapi bali jantan dewasa yang berumur ± 4 tahun sebanyak satu ekor jantan dan satu ekor betina sebagai pemancing. Sebelum melakukan penelitian terlebih dahulu peneliti menyiapkan ternak dan alat-alat yang sudah disteril untuk melakukan pengambilan semen. Penampungan semen dilakukan melalui pengambilan semen dari pejantan yang telah dewasa tubuh dan dewasa kelamin dengan menggunakan vagina buatan yang dibuat menyerupai alat kelamin betina. Prosedur penampungan semen meliputi 1) Mempersiapkan pejantan yang akan ditampung semennya beserta teasernya yang berada dalam keadaan bersih dan sehat khususnya M. N. J. Soi / Journal of Animal Science 1 (2) 28–29
pejantan pada bagian preputium agar tidak mempengaruhi kualitas semen, memasukkan teaser ke dalam kandang kawin atau kandang jepit; 2) Perakitan vagina buatan yaitu memasang corong karet pada badan vagina buatan dan posisi lubang udara pada corong harus sejajar dengan kran vagina buatan kemudian diikat dengan tali pita agar pada saat pelaksanaan penampungan, corong tidak terlepas dari tabung vagina buatan; 3) Memasang tabung sperma pada ujung corong VB serta memasang pelindung tabung sperma dengan tujuan agar sperma tidak langsung terkena sinar matahari dan melindungi pecahnya tabung sperma dari benturan kemudian mengisi air hangat pada VB dengan suhu 410C – 450C; 4) Memberi vaselin secukupnya melalui vagina buatan dengan menggunakan stick gelas bertujuan agar pada saat penampungan penis pejantan setelah masuk ke dalam vagina buatan tidak terluka; 5) Mengisi udara melalui kran vagina buatan dengan cara memompa atau meniup dan diatur kekenyalannya menyerupai alat kelamin betina; 6) Mengecek kembali vagina buatan sebelum digunakan untuk penampungan; 7) Sapi betina dimasukkan ke dalam kandang jepit kemudian sapi jantan didekatkan agar dapat menaiki sapi betina, dan pada saat sapi jantan menaiki sapi betina penis dicegah masuk ke dalam alat kelamin betina. Preputium dipegang dan penis diarahkan ke dalam vagina buatan sampai ejakulasi dan semen tertampung. Prosedur pencampuran semen dan larutan NaCl meliputi 1) Menyiapkan alat dan bahan yang yang sudah disteril; 2) Mengukur sperma dengan menggunakan tabung berskala lalu dimasukan ke dalam tabung yang sudah diberi label dengan takaran sperma 0,2 ml pada setiap perlakuan yang diukur mengggunakan spoit dengan variasi larutan yaitu (r1) 5 ml NaCl, (r2) 10 ml NaCl, (r3) 15 ml NaCl dan (r4) 20 ml NaCl, kemudian digoyang secara perlahan agar terjadi pencampuran antara larutan NaCl dan semen kemudian diletakan masing-masing tabung pada rak penyimpanan; dan 3) Melakukan pengamatan viabilitas dengan mengambil satu tetes sperma ± 0,01 ml yang telah disimpan tadi dan diletakkan pada objek gelas lalu ditambah dengan larutan eosin kemudian dihomogenkan dan dibuat preparat ulas yang tipis dan segera dikeringkan di atas nyala lilin, kemudian dilihat di bawah mikroskop dengan pembesaran 40x10 untuk melihat spermatozoa yang mati dan hidup. Spermatozoa yang dikategorikan hidup adalah spermatozoa yang tidak menyerap zat warna sehingga pada bagian kepala spermatozoa tidak terwarnai (putih), sedangkan spermatozoa yang dikategorikan mati adalah spermatozoa yang menyerap zat warna sehingga pada bagian kepalanya berwarna merah. Evaluasi semen tahap awal adalah untuk melihat semen secara keseluruhan sebelum menggunakan larutan NaCl. Evaluasi secara makroskopik yaitu dengan melihat 1) Volume semen diamati melalui skala yang tertera pada dinding tabung penampung; 2) Warna semen diamati langsung karena tabung penampung semen terbuat dari gelas atau plastik tembus pandang; 3) Bau semen langsung dicium pada tabung penampung dengan cara melewatkan tabung penampung semen di bawah lubang hidung; 4) Konsistensi dari semen diperiksa dengan cara memiringkan tabung yang berisi sperma secara perlahan-lahan. Semen yang baik derajat kekentalannya akan bergerak sangat lambat mengikuti kemiringan tabung penampung dimana hampir semua atau sedikit lebih kental dari susu; dan 5) Keasaman atau pH semen diketuhui dengan cara mencelupkan kertas lakmus ke dalam semen yang sudah ditampung hingga menunjukan angka keasaman. Evaluasi secara mikroskopik yaitu dengan melihat 1) Gerakan massa sperma merupakan keaktifan bergerak dari sperma; 2) Konsentrasi sperma atau jumlah sperma dalam setiap mililiter semen; dan 3) Motilitas atau daya gerak sperma yang merupakan ukuran kesanggupan untuk pembuahan sel telur. Semen yang berkualitas baik adalah semen yang memiliki kandungan sperma hidup dan bergerak maju ke depan dalam jumlah yang banyak (motil progresif). Penentuan motilitas sperma dalam satu contoh semen dilakukan dengan metode pewarnaan diferensial yaitu suatu metode pewarnaan yang memberi kemungkinan pada kita untuk membedakan sperma yang hidup dan sperma yang mati. 2.3 Rancangan Percobaan Rancangan lingkungan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari empat perlakuan dan empat 28
J A S 1 (2) 28-29 Journal of Animal Science - 2016 International Standard of Serial Number 2502-1869
ulangan sehingga terdapat 16 unit percobaan. Perlakuan yang akan diuji adalah r1 (5 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen), r2 (10 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen), r3 (15 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen) dan r4 (20 ml larutan NaCl + 0,2 ml semen). 2.4 Variabel Penelitian Variabel yang akan diamati dalam penelitian ini adalah viabilitas dan pH spermatozoa sapi bali yaitu melihat spermatozoa yang hidup setelah menambahkan larutan Natrium Clorida (NaCl) pada level berbeda. 2.5 Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif maupun ANOVA berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan apabilah terdapat perbedaan rata-rata perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan sesuai petunjuk Steel dan Torrie (1995). 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Gambaran Umum Semen segar yang digunakan dalam penelitian ini adalah semen hasil penampungan dari ternak sapi bali dewasa kelamin umur ± 4 tahun dengan kondisi penampilan dan kesehatan yang baik dan terdiri dari dua ekor yaitu satu ekor betina sebagai pemancing dan satu ekor sapi jantan untuk ditampung semennya. Setelah penampungan selanjutnya semen langsung dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan awal. Evaluasi semen segar dilakukan untuk melihat kelayakan kualitas dari semen yang akan digunakan. Adapun data awal hasil pengamatan pada semen segar tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Evaluasi Semen Secara Makroskopis No Uraian 1 Volume 2 Warna 3 Bau 4 Konsistensi 5 pH
Hasil 5 ml Putih Krem Khas Semen Sapi Kental 6
Data pada Tabel 1. menunjukan bahwa volume semen dari hasil ejakulasi sebanyak 5 ml. Hal ini masih dalam kisaran normal karena menurut pendapat Almquist dan Hale (1956), kisaran normal volume semen sapi bali antara 4 - 8 ml, sedangkan warna semen sapi berwarna susu atau krem keputihan dan keruh sedangkan bau semen memiliki bau amis khas disertai dengan bau dari hewan itu sendiri. Konsistensi atau derajat kekentalannya sedikit lebih kental dari susu sedangkan keasaman atau pH semen adalah 6 masih dalam kisaran normal. Tabel 2. Evaluasi Semen Secara Mikroskopis No Uraian Hasil 1 Gerakan Massa +++ 2 Gerakan Individu 80% 3 Konsentrasi 1000 juta sel sperma / ml semen Keterangan:
+ + + : Gerakan massa sangat baik (gelombang besar, tampak gelap tebal, aktif dan cepat berpindah), 80% : Gerakan individu sangat baik, 1000 juta sel sperma / ml semen : konsentrasi dari sperma
Hasil penelitian semen secara mikroskopis disajikan pada Tabel 2. Gerakan massa sperma dinilai berdasarkan kecendrungan sperma bergerak ke satu arah yaitu +++ menunjukkan semen segar yang digunakan masih baik. Toelihere (1993) menjelaskan bahwa kualitas semen tergolong sangat baik jika gerakan massa spermatozoa (+++) terlihat gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif bagaikan gumpalan awan hitam yang bergerak cepat berpindahpindah, dan tergolong baik jika gerak massa spermatozoa (++) apabila terlihat gelombang-gelombang kecil, tipis, kurang jelas, dan bergerak lamban sedangkan gerakan individu mencerminkan daya hidup sperma dengan rata-rata yang berguna untuk menilai fertilitas pejantan dengan rata-rata yaitu 80%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa rata-rata motilitas semen segar sapi masih baik. Salisbury dan Denmark (1985) menjelaskan bahwa persentase gerakan individu minimal 70% semen segar dikatakan normal apabila semen tersebut mengandung spermatozoa yang memperlihatkan daya gerak aktif dan gerakan bergelombang dan konsentrasi semen segar sapi bali 1000 juta sel sperma / ml semen. 3.2 Pengaruh Perlakuan Terhadap Persentase Spermatozoa Hidup Rataan persentase spermatozoa hidup hasil penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh perlakuan sangat berbeda nyata pada taraf 1% (P<0,01). Hal ini menggambarkan bahwa terjadi penurunan persentase hidup spermatozoa yakni penambahan 5 ml NaCl terjadi penurunan persentase spermatozoa hidup menjadi 39,25% kemudian diikuti perlakuan penambahan 10 ml NaCl menyebabkan penurunan spermatozoa hidup menjadi 15,25% dan penambahan 15 ml NaCl persentase spermatozoa hidup menurun menjadi 8,75% serta nilai persentase spermatozoa hidup yang paling terendah adalah pada perlakuan penambahan 20 ml NaCl menyebabkan penurunan persentase spermatozoa hidup menjadi 5,62%.
M. N. J. Soi / Journal of Animal Science 1 (2) 28–29
Tabel 3. Rataan Persentase Spermatozoa Hidup (%) Perlakuan Ulangan r1 r2 r3 1 35,0 20,0 8,5 2 41,5 12,0 9,5 3 37,0 15,5 11,5 4 43,5 13,5 5,5 Jumlah 157,0 61,0 35,0 Rataan 39,25a 15,25b 8,75c Keterangan :
r4 6,0 6,5 5,5 4,5 22,5 5,62d
Jumlah 69,5 69,5 69,5 67,0 275,5 17,21
Nilai pada baris rataan dengan super skrip yang berbeda menunjukkan berbeda sangat nyata (P <0,01) antara perlakuan.
Penurunan persentase hidup spermatozoa terjadi disaat penambahan level NaCl yang makin tinggi, hal ini menunjukkan bahwa daya tahan hidup spermatozoa sangat baik. Dikatakan viabilitasnya bagus karena dibutuhkan konsentrasi larutan NaCl yang tinggi untuk bisa mematikan sel spermatozoa namun penurunan persentase hidup ini belum mencapai 0% karena kemungkinan NaCl juga merupakan larutan yang isotonis dengan plasma darah. Hasil analisis sidik ragam menunjukan bahwa keempat macam perlakuan sangat berbeda nyata (P<0,01) terhadap persentase spermatozoa hidup, hal ini disebabkan karena pemberian larutan NaCl pada level yang lebih tinggi dapat mengakibatkan sel spermatozoa berhenti bergerak karena tidak adanya pasokan energi dari mitokondria, ini terjadi karena membran plasma tidak berfungsi dengan baik. 3.3 Pengaruh Perlakuan Terhadap pH Semen PH semen mencerminkan aktifitas sperma, yang mana pH semen yang normal maka motilitas, viabilitas, konsentrasi sperma akan semakin baik serta merupakan faktor yang mempengaruhi daya hidup spermatozoa. PH dari semen segar yang telah dilarutkan dengan NaCl tersaji dalam Tabel 4. Tabel 4. Rataan pH Spermatozoa dari Perlakuan Perlakuan Ulangan r1 r2 r3 1 7 7 6 2 7 6 6 3 6 7 7 4 7 7 7 Jumlah 27 27 26 Rataan 6,7a 6,7a 6,5a Keterangan :
r4 6 7 6 6 25 6,25a
Jumlah 26 26 26 27 105 6,6
Nilai pada baris rataan dengan super skrip yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P >0,05) antara perlakuan.
Rataan pH semen dan hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan 5 ml NaCl tidak berbeda nyata dengan pH level NaCl 10 ml, 15 ml dan 20 ml (P>0,05). Hal ini diduga larutan NaCl pada level rendah maupun level yang tinggi tidak mempengaruhi pH semen. Kisaran pH semen normal yaitu 6,3 – 6,9. Peningkatan pH semen karena sperma menghasilkan asam laktat yang tinggi sehingga aktifitas sperma pada kondisi anaerob dimana sperma yang menghasilkan asam laktat semakin rendah nilai pH-nya maka akan menyebabkan terjadi penurunan kualitas dari sperma tersebut. Lebih lanjut dikatakan oleh Soerensen (1979) derajat keasaman memegang peranan sangat penting karena dapat mempengaruhi viabilitas spermatozoa. Apabila pH tinggi atau rendah akan menyebabkan spermatozoa mati. 4.
Simpulan Viabilitas atau daya tahan hidup spermatozoa dalam penelitian adalah sangat baik karena sel spermatozoa masih dapat bertahan hidup pada penambahan level tertinggi larutan NaCl yakni 20 ml, walaupun persentase sel spermatozoa yang mati tidak mencapai 100% karena masih terdapat sel spermatozoa yang hidup sebanyak 5,63% namun terjadi penurunan persentase hidup sel spermatozoa yang signifikan. Penambahan NaCl tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pH semen. Pustaka Almquist, J. O dan E. B. Hale, 1956. An Approach to the Measurement of sexual Behavior And Semen Production in Dairy Bulls, III Internat. Congr. On. Anim. Repro. Cambridge. Hafez, E. S. E. 2000. Anatomy of Male Reproduction. Dalam E. S. E. Hafez (E.d) Salisbury, G. W, dan Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan Pada Sapi. (Terjemah R. Djanwar). Gajah Mada Universitas Press, Yogyakarta. Soerensen, 1979. Pengaruh Jenis Pengecer Semen Terhadap Motilitas, Abnormalitas dan Daya Tahan Hidup Spermatozoa Ayam Buras pada Penyimpanan Suhu 50C. J. Agroland Vol. 15 (3) : 229-235 Steel R. G. D. dan Torrie, J. H, 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika: suatu pendekatan biometrik. Sumantri B. penterjemah. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Toelihere M. R. 1993. Inseminasi Buatan Pada Ternak. Angkasa. Bandung.
29
Panduan Penulisan Artikel untuk Author Artikel dalam jurnal ini tersusun atas bagian-bagian Judul, Abstrak, Pendahuluan, Metode, Hasil dan Pembahasan, Simpulan dan Pustaka. Judul Judul harus singkat (maksimum 15 kata), tetapi cukup memberikan identitas subyek, indikasi tujuan dan memuat kata-kata kunci, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Abstrak Abstrak mewakili seluruh materi tulisan dan implikasinya, ditulis secara singkat (sekitar 200-250 kata) dalam bahasa Indonesia dan Inggris dengan isi yang sama, dan tidak ada singkatan. Pendahuluan Menyajikan alasan diadakannya penelitian atau hipotesis yang mendasari, ringkasan tinjauan pustaka yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, pendekatan yang digunakan serta tujuan. Metode Memuat penjelasan lokasi dan waktu pelaksanaan, metode, prosedur dan teknik analisis data yang digunakan ditulis dengan jelas dan sistematis disertai dengan bahan dan alat yang digunakan pada setiap bagian prosedur, sehingga peneliti lain yang akan meneliti ulang dapat melakukan dengan cara yang sama. Hasil dan Pembahasan Hasil yang disajikan secara singkat dapat dibantu dengan tabel, gambar grafik, ilustrasi dan foto-foto. Masing-masing data disajikan satu kali pada naskah, tabel atau grafik. Judul tabel dan gambar, serta keterangannya, ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Pembahasan merupakan tinjauan terhadap hasil penelitian secara singkat tetapi cukup luas. Pustaka yang diacu diutamakan publikasi primer. Simpulan Menyajikan hasil penelitian yang dianggap penting untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan jawaban dari tujuan. Pustaka Mencantumkan semua pustaka yang digunakan dengan menyebutkan nama penulis, tahun penerbitan, judul, penerbit, kota, volume, nomor dan halamannya, serta pustaka dari website. Persyaratan Umum 1. Artikel belum pernah dipublikasikan (atau sedang dijadwalkan untuk diterbitkan) pada jurnal lain. 2. Nama-nama penulis disertai catatan tentang instansi. 3. Kata-kata kunci sesuai dengan isi artikel, berpedoman pada Agrovoc, dan ditulis setelah abstrak. 4. Setiap nama organisme yang disebut pertama kali dalam abstrak atau tulisan pokok disertai nama ilmiahnya. 5. Makalah dapat ditulis dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. 6. Nama kimiawi yang disebut untuk pertama kali dalam abstrak atau tulisan pokok supaya ditulis penuh, tidak boleh menyebutkan nama dagang (merk). 7. Angka desimal dalam bahasa Indonesia ditandai dengan koma dan dalam bahasa Inggris ditandai dengan titik. 8. Naskah diketik dua spasi kurang lebih 15 halaman kuarto, dalam format Microsoft Word dengan huruf Times New Roman ukuran 12. 9. Gambar, grafik dan foto harus kontras dan jelas. 10. Tabel tanpa garis pemisah vertikal. 11. Artikel disampaikan melalui situs www.savana-cendana.id dengan melakukan registrasi terlebih dahulu. 12. Setiap nama penulis dan tahun pustaka dalam tulisan pokok telah ter-link ke masing-masing daftar pustaka dengan tulisan berwarna biru. 13. Setiap daftar pustaka yang bersumber dari internet telah ter-link dengan URL internetnya dengan tulisan berwarna biru.