PENGARUH TIPE KEPRIBADIAN BIG FIVE DAN SELF-CONTROL TERHADAP AGRESIVITAS SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KOTA TANGERANG Skripsi Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun oleh: Al-
ahmatillah
NIM: 106070002189
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO : “Allah SWT Mengikuti Prasangka Hambanya”
“Kehidupan ini ibarat jalan satu arah, seberapa bannyakpun perubahan rute yang anda tempuh, tidak satupun membawa anda kembali. Begitu anda mengetahui dan menerima hal itu, kehidupan akan tampak jauh lebih sederhana.” (Isabel Moore)
“Jika semua yang kita inginkan harus kita miliki, lantas darimana kita bisa belajar ikhlas? Jika semua yang kita mau harus terpenuhi, lantas darimana kita bisa belajar sabar? Jika doa kita langsung dikabulkan, bagaimana kita memaksimalkan kemampuan yang diberikan pada kita? Jika kehidupan kita selalu bahagia, darimana kita dapat mengenal Allah dekat? Yakinlah bahwa segala kektentuan-Nya adalah yang TERBAIK untuk kita..”
PERSEMBAHAN: Skripsi ini aku persembahkan untuk Ayah, Ibu, Kekasih dan Sahabatku.
iv
ABSTRAK (A). Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B). Juni 2011 (C). Al-Jum’atu Rahmatillah (D). Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five dan Self-Control Terhadap Agresivitas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang (E). 110 hal, 38 tabel, 10 gambar, lampiran (F). Agresivitas dapat dilakukan oleh siapa saja. Bahkan pegawai pemerintah penegak hukum (seperti Satpol PP) berkecenderungan melakukan perilaku agresif. Hal ini terlihat dari beberapa pemberitaan tentang Satpol PP yang kerap kali berlaku anarkis. Perilaku tersebut tidak seharusnya dilakukan oleh Satpol PP, karena tugas utama Satpol PP yaitu melindungi dan mengayomi masyarakat. Namun mengapa agresivitas masih sering terjadi. Faktor yang mungkin menjadi penyebabnya adalah kepribadian masing-masing individu. Dimana individu yang memiliki kepribadian agresif akan lebih mudah memunculkannya dalam banyak situasi dibanding individu yang memiliki sifat agresif yang rendah. Salah satu tipe kepribadian adalah big five personality, yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yaitu neuoriticism, extraversion, openness to experiences, agreeableness, conscientiousneess. Selain itu, self control juga dapat mempengaruhi agresivitas seseorang. Self-control adalah kemampuan dalam mengatur tingkah laku, mengatur kognisi, dan membuat keputusan. Jika self control tinggi, maka kemungkinan individu itu mampu dalam mengendalikan emosi dan mampu menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi lingkungannya juga dirinya, dan sebaliknya. Faktor usia, etnis juga dapat mempengaruhi munculnya agresivitas. Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa besar pengaruh trait big five, dimensi self control, usia, etnis terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang. Penelitian kuantitatif ini melibatkan 168 anggota satpol pp yang bertugas di Kota Tangerang. Instrument pengumpulan data dengan menggunakan skala Likert. Alat ukur agresivitas diadaptasi dari skala agresivitas oleh Buss dan Perry (1992), alat ukur big five didapat dengan menggunakan skala baku Costa & McCrae (1997), alat ukur self control dikembangkan berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Averill (1973). Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik Multiple Regression Analysis. Secara umum tipe kepribadian big five, self control memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang. Berdasarkan koefisien regresi menunjukkan ada enam variabel yang signifikan berpengaruh terhadap agresivitas yaitu neuroticism, agreeableness, conscientiousneess, cognitif control, decisional control, dan etnis. Selanjutnya berdasarkan proporsi varian dari masing-masing IV menunjukkan tujuh variabel yang signifikan pengaruhnya terhadap agresivitas, yaitu extraversion sebesar 19,2 %, agreeableness sebesar 3,7 %, conscientiousneess sebesar 15,8 %, cognitif control sebesar vi
v
8,1 %, decisional control sebesar 2,7 %, etnis sebesar 26,1 %. Berdasarkan hasil penelitian ini, disarankan meneliti variabel lain selain yang ada dalam penelitian ini. Kemudian juga perlu mengkaji variabel lain diluar penelitian ini yang mempengaruhi agresivitas. Untuk satpol pp, agar dapat meningkatkan self control dalam dirinya dengan berbagai pelatihan seperti pelatihan peningkatan diri dan meminimalisir dalam merekruit anggota dengan kepribadian extraversion. (G). Bahan Bacaan: 28 Buku, 2 Bulletin, 4 Jurnal, 3 Tesis, 1 Skripsi, 10 Web
vi
KATA PENGANTAR Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Tipe Kepribadian Big Five dan Self Control terhadap Agresivitas Satuan Polisi Pamong Praja Kota Tangerang.” Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rosul tauladan, Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan seluruh umat yang senantiasa mencintainya. Penulisan laporan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama pengerjaan skripsi ini, penulis dihadapkan dengan beragam cobaan, kesulitan, rintangan, dan penuh perjuangan serta kesabaran yang telah memberikan banyak pelajaran hidup yang berarti bagi penulis. Penulis menyadari tidaklah mudah untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan, bimbingan, masukan, dorongan dan do’a dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi. Untuk itu dengan segala ketulusan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Jahja Umar, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan arahan dan nasehat-nasehatnya. 2. Dra. Hj. Fadhilah Suralaga, M.Si, selaku Pembantu Dekan bagian Akademik, yang telah memberikan semangat dan masukan guna menyelesaikan skripsi ini. 3. Bambang Suryadi, Ph.D sebagai dosen penguji I, Ikhwan Luthfi, M.Psi sebagai dosen pembimbing I dan penguji II, atas motivasi, arahan, bimbingan dan masukan yang sangat membangun. Bapak Gazi Saloom, M.Si sebagai pembimbing II, yang dengan sabar dan kebesaran hati dalam membimbing penulis. Terima kasih telah meluangkan waktu Bapak berdua untuk penulis agar dapat mewujudkan skripsi ini. 4. H. Alwani sebagai Kepala Bagian Perencanaan Operasi di Kantor Satpol PP Kota Tangerang dan para Stafnya yang telah memberikan informasi dan data yang dibutuhkan oleh penulis serta kesediaan waktunya untuk mendampingi penulis dalam menyebarkan kuesioner. 5. Ibunda dan Ayahanda tercinta, terimakasih atas doa yang tak henti-hentinya di panjatkan untuk penulis agar dapat menjadi yang terbaik. Terimakasih atas motivasi, nasehat dan dukungan materil, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. Mas To dan Mas
vii
Pan, kakakku tersayang, terimakasih atas dukungan dan bantuannya selama pembuatan skripsi. 6. Teman-teman Kelompok Pencinta Alam (KPA) Arkadia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan inspirasi, pengalaman yang berharga dan berbagai cerita seru yang unik dan lucu. Kebersamaan seperti awan yang berarak. Setiyawan, kekasihku tercinta, terimakasih atas motivasi dan dukungan yang selalu diberikan agar dapat menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih juga atas kebersamaan yang takkan pernah dilupakan. 7. Sahabatku, Rikha, Ana, terimakasih atas dukungan, motivasi dan tumpangannya selama ini. Tanpamu skripsi ini tidak akan selesai dengan cepat. Mas Zaman, Zulfa, Baiti, Erlinda, ka Ega, Eja, Nur’aini, Kartika, Qiki terimakasih untuk motivasi, dan dukungannya. 8. Adiyo, ka Via, terimakasih telah banyak membantu penulis dalam menganalisa data. Teman-teman Psikologi UIN Jakarta khususnya kelas A angkatan 2006 dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terimakasih telah memberikan semangat dan dukungannya kepada penulis. Hanya doa dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya yang dapat penulis sampaikan kepada semua pihak yang turut membantu ataupun terlibat dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini. Tidak ada manusia yang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak guna perbaikan untuk masa yang akan datang. Akhir kata semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 10 Juni 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI Halaman Judul Lembar Pengesahan Pembimbing.........................................................................................
i
Lembar Pengesahan ............................................................................................................
ii
Lembar Pernyataan Orisinalitas............................................................................................
iii
Motto dan Persembahan .......................................................................................................
iv
Abstrak ................................................................................................................................
v
Kata Pengantarv ...................................................................................................................
ii
Daftar Isi..............................................................................................................................
ix
Daftar Tabel.........................................................................................................................
xii
Daftar Gambar .....................................................................................................................
xiv
BAB I Pendahuluan ...........................................................................................................
1
1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................
1
1.2 Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah ......................................................
9
1.2.1 Perumusan Masalah.....................................................................................
9
1.2.2 Pembatasan Masalah ...................................................................................
10
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................................
11
1.3.1 Tujuan .........................................................................................................
11
1.3.2 Manfaat .......................................................................................................
11
1.4 Sistematika Penulisan............................................................................................
12
BAB II Landasan Teori .....................................................................................................
13
2.1 Agresivitas ............................................................................................................
13
2.1.1 Pengertian Agresivitas .................................................................................
13
2.1.2 Teori Agresi ................................................................................................
14
2.1.3 Bentuk-bentuk Agresivitas ..........................................................................
19
2.1.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas ............................................
22
2.2 Kepribadian Big Five ............................................................................................
25
2.2.1 Pengertian Kepribadian Big Five .................................................................
25
2.2.2 Trait-trait dalam Big Five Personality..........................................................
26
ix
2.3 Self Control...........................................................................................................
33
2.3.1 Pengertian Self Control................................................................................
33
2.3.2 Aspek-aspek Self Control ............................................................................
35
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri ..........................................
37
2.4 Kerangka Berfikir .................................................................................................
38
2.5 Hipotesis Penelitian...............................................................................................
44
BAB III Metode Penelitian ................................................................................................
46
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ..............................................
46
3.1.1 Populasi ......................................................................................................
46
3.1.2 Sampel Penelitian ........................................................................................
46
3.2 Variabel Penelitian ................................................................................................
47
3.3 Definisi Operasional Variabel Penelitian ...............................................................
48
3.4 Instrumen Pengumpulan Data ...............................................................................
49
3.5 Uji Validitas..........................................................................................................
54
3.5.1 Variabel Konstruk Agresivitas .....................................................................
56
3.5.2 Validitas Konstruk Kepribadian Big Five ....................................................
58
3.5.3 Validitas Konstruk Self Control ...................................................................
69
3.6 Prosedur Penelitian ...............................................................................................
75
3.7 Metode Analisis Data ............................................................................................
75
BAB IV Hasil Penelitian ....................................................................................................
79
4.1 Gambaran Umum Responden................................................................................
79
4.1.1 Responden Berdasarkan Usia ......................................................................
79
4.1.2 Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...............................................
80
4.1.3 Responden Berdasarkan Etnis......................................................................
81
4.1.4 Responden Berdasarkan Masa Kerja ............................................................
81
4.2 Analisis Deskriptif ................................................................................................
82
4.2.1 Kategori Tipe Kepribadian ..........................................................................
82
4.2.2 Kategori Self Control...................................................................................
83
4.2.3 Kategori Agresivitas ....................................................................................
85
4.3 Uji Hipotesis .........................................................................................................
86
x
4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian ............................................................
86
4.3.2 Proporsi Varian untuk Masing-masing Independen Variabel .......................
93
BAB V Kesimpulan, Diskusi, dan Saran...........................................................................
98
5.1 Kesimpulan ...........................................................................................................
98
5.2 Diskusi..................................................................................................................
99
5.3 Saran.....................................................................................................................
105
5.3.1 Saran Teoritis ..............................................................................................
105
5.3.2 Saran Praktis ...............................................................................................
106
Daftar Pustaka ...................................................................................................................
107
Lampiran ...........................................................................................................................
xii
xi
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Blue Print Skala Agresivitas Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five Tabel 3.3 Blue Print Skala Self Control Tabel 3.4 Item Valid Agresivitas Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Neuroticism Tabel 3.6 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Neuroticism Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion Tabel 3.8 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Extraversion Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Openness Tabel 3.10 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Openness Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Agreeableness Tabel 3.12 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Agreeableness Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Conscientiousness Tabel 3.14 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Conscientiousness Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Behavior Control Tabel 3.16 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Behavior Control Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Cognitve Control Tabel 3.18 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Cognitive Control Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Decisional Control Tabel 3.20 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari Item Decisional Control Tabel 4.1 Distribusi Sampel Penelitian Berdasarkan Usia Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir xiii
xii
Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Etnis Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Masa Kerja Tabel 4.5 Kategori Tipe Kepribadian Satpol PP Tabel 4.6 Kategori Self Control Tabel 4.7 Self Control Tabel 4.8 Kategori Agresivitas Tabel 4.9 Anova Tabel 4.10 Model Summary Tabel 4.11 Koefisien Regresi Tabel 4.12 Variabel Etnis Tabel 4.13 Model Summary Tabel 4.14 Uji Beda Variabel Etnis Tabel 4.15 Uji Beda Big Five Table 4.16 Perhitungan Proporsi Varian Agresivitas xiv
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Proses Episodik dari GAAM Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatori dari Agresivitas Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Neuroticism Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Extraversion Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Openness Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Agreeableness Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Conscientiousness Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Behavior Control Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Cognitive Control Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Decisional Control Gambar 4.1 Bagan Proporsi Varian
xiv
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. 1. 1. Latar Belakang Masalah Agresivitas bukanlah masalah yang sederhana, bukan juga masalah yang baru karena agresi merupakan tema yang kompleks dan mempunyai sejarah panjang. Kekerasan yang meningkat baik pada skala nasional maupun internasional, telah menarik kaum professional dan masyarakat ramai untuk mengajukan pertanyaan umum mengenai sifat dan penyebab agresi. Tercatat (dalam http://www.who.int), lebih dari 1,6 juta orang diseluruh dunia dengan rentang usia 15-44 tahun meninggal akibat kekerasan, setiap tahunnya. Di Indonesia, peningkatan perilaku agresif dapat terlihat dibeberapa kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan beberapa kota besar lainnya. Aksi kekerasan ini dapat dilakukan oleh siapa saja. Bukan hanya masyarakat sipil biasa, bahkan pegawai pemerintah penegak hukum (seperti Satpol PP) sekalipun berkecenderungan melakukan perilaku agresif. Hal ini terlihat dari beberapa pemberitaan tentang Satpol PP yang kerap kali berlaku anarkis pada saat menjalankan tugasnya. Menurut data Institute for Ecosoc Rights (solocybercity.com), pada tahun 2006 terjadi 146 kasus penggusuran yang dilakukan oleh satpol pp dengan korban
2
42.498 warga. Pada tahun 2007 terjadi 99 penggusuran dengan 45.345 korban. Hingga Februari 2008 terjadi 17 penggusuran dengan 5.704 korban. Tahun 2009, Kontras mencatat kekerasan yang dilakukan Satpol PP sebanyak 9 kasus dengan obyek penggusuran rumah 620 unit dan korban luka 2 orang. Dalam tindakan penggusuran PKL, terjadi 11 kali. Sekitar 62 unit kios yang menjadi sasaran dan 11 orang luka-luka (www.solocybercity.com).
bentrok terjadi antara Satpol PP, TNI dan warga sipil menyebabkan 134 korban lukaluka dan 2 orang tewas (http://rumahabi.info), belum lagi pemberitaan PKL (Pedagang Kaki Lima) yang merugi hingga Rp 5 Juta dikarenakan ulah Satpol PP yang mengambil paksa barang dagangannya dalam penggusuran PKL di Kawasan Stadiun Teladan Medan, Sumatra Utara (http://www.waspada.co.id). Kemudian, sebanyak lima warga Cina Benteng melaporkan oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Tangerang yang melakukan pengeroyokan saat penggusuran yang terjadi senin 12 April 2010 (www.tempointeraktif.com). Ditambah lagi dengan pemberitaan pencabulan remaja yang dilakukan Satpol PP di kawasan Monas pada bulan Juli 2010 (http://rumahabi.info/satpol-pp-cabuli-gadis-dibawah-umur.html). Pemberitaan tertangkapnya oknum Satpol PP yang sedang menghisap ganja di sebuah warung kopi Dusun Brenggolo, Desa Dawuhan, Kecamatan
Plosoklaten,
Kabupaten
Kediri
pada
bulan
Juli
2010
(http://news.okezone.com). Berita adanya anggota Satpol PP yang membuat
3
keributan dengan salah satu satpam kantor Pikiran Rakyat pada malam tahun baru di Bandung, Jawa Barat (http://bandung.detik.com) menambah panjang catatan buruk Satpol PP. Perilaku negatif diatas tidak seharusnya dilakukan oleh Satpol PP. Tentunya bukan secara intitusional Satpol PP bersalah, tetapi keberadaan personil yang melakukan tindakan kriminal tersebut mau tidak mau telah mencemarkan nama baik institusi. Karena tugas utama Satpol PP yang adalah melindungi dan mengayomi masyarakat. Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat daerah yang bertugas dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah. Organisasi dan tata kerja Satuan Polisi Pamong Praja ditetapkan dengan peraturan daerah (id.wikipedia.org/wiki/ Polisi_Pamong_Praja). Menurut Peraturan Pemerintah RI no.32 tahun 2004, Satpol PP dapat berkedudukan di daerah Provinsi dan daerah Kabupaten/Kota. Standar pelayanan Satpol PP meliputi: pelaksanaan ketentraman,
pelaksanaan
ketertiban,
pelaksanaan
penyidikan,
pelaksanaan
penindakan, pengawasan pelaksanaan perda, pelaksanaan operasi pembongkaran, penghentian dan penutupan. Karena itu, menjadi aneh bila Satpol PP yang sudah memiliki peraturan tetap namun masih terjadi tindakan agesif. Hal ini memunculkan pertanyaan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi agresivitas Satpol PP?
4
Setidaknya terdapat beberapa faktor munculnya agresivitas, antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu : frustasi, deindividualisasi, stress, hormon, gender, dan kepribadian (personality). Faktor eksternal yaitu : kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obat-obatan, suhu udara, polusi udara, media, dan budaya (Luthfi, 2009). Penelitian-penelitian tentang perilaku agresif yang terkait dengan kepribadian telah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian Glass (dalam Baron & Byrne, 2005) menyimpulkan bahwa faktor kepribadian berperan penting dalam perilaku agresif. Menurut Glass, kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari kepribadiannya. Individu yang memilki kepribadian tipe A cenderung lebih agresif dalam banyak situasi daripada individu dengan kepribadian tipe B. Penelitian lain dilakukan Furnham dan Saipe (1993; dalam Tremblay, 2002) mengenai hubungan antara agresi pengemudi dengan tiga model faktor (three factor model) dari Eysenck (1990; dalam Trembley, 2002), menyimpulkan bahwa perilaku agresif berkorelasi positif dengan tipe Extraversion dan Neuroticism dalam tiga model faktor kepribadian dari Eysenck. Penelitian yang dilakukan oleh Juan J. Bartemi (2005) mengenai agresivitas dan kepribadian big five yang dihubungkan dengan prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara agresivitas dan kepribadian big five dengan prestasi belajar pada siswa tingkat delapan (setara dengan SMP).
5
Kepribadian itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya (Allport, 1937; dalam Ghufron,
2010). Kepribadian seseorang
mempengaruhi cara individu dalam beraksi, berpikir, merasa, berinteraksi, dan beradaptasi dengan orang lain, termasuk dalam bentuk perilaku agresif (Larsen & Buss, 2005). Mischel (1968; dalam Friedman, 2008) menyimpulkan bahwa kepribadian itu terdiri dari struktur, antara lain adalah trait dan tipe (type). Trait adalah konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar dibandingkan trait. Faktor kepribadian adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam perilaku agresif, karena kepribadian merupakan salah satu variabel person yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Kepribadian dapat mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di dalam memori. Di dalam memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan pikiran, agresi, emosi dan kecenderungan untuk bertingkah laku (Anderson & Bushman, 2002). Dengan demikian individu yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses dan lebih siap untuk teraktivasi pada situasi lain, yang dapat membimbing tingkah laku di masa yang akan datang. Kepribadian juga dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan
6
agresi di dalam memori yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arrousal yang dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Moyer (dalam Luthfi, 2009) beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang ada didalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang yang agresivitasnya rendah. Dalam Anderson & Bushman (2002), Bushman menyatakan bahwa terdapat perbedaan individual dalam merespon stimulasi agresif dan ambigu yang disebabkan karena adanya perbedaan individu dalam struktur memorinya. Menurut Bushman, hal ini disebabkan karena individu yang memiliki sifat agresi yang tinggi memiliki jaringan asosiatif kognitif tentang agresi yang lebih banyak dan lebih berkembang daripada individu yang memiliki sifat agresif rendah. Perbedaan jaringan asosiatif ini menyebabkan individu dengan sifat agresif yang lebih tinggi lebih cepat mengakses konsep-konsep agresi, yang dapat dengan mudah teraktivasi dengan hanya adanya sedikit situasi yang tidak menyenangkan. Selain itu juga, individu dengan sifat agresi tinggi dapat menginterpretasi hal-hal yang ambigu menjadi terasosiasi dengan konsep agresi dibandingkan dengan individu yang memiliki sifat agresif rendah. Maksudnya adalah individu dengan sifat agresif tinggi akan mengartikan hal-hal yang belum pasti berhubungan dengan agresi, menjadi terkait dengan konsep-konsep agresi yang dipunyainya. Salah satu tipe kepribadian adalah big five personality, yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang
7
tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Selain tipe kepribadian, variabel lain yang juga mempengaruhi agresivitas seorang individu adalah self control yang dimilikinya. Self-control bisa muncul karena adanya perbedaan dalam pengelolaan emosi, cara mengatasi masalah, tinggi rendahnya motivasi
dan
kemampuan
mengolah
segala
kompetensinya.
Self-control
berkaitan
dengan
potensi
dan
bagaimana
pengembangan
individu
mampu
mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya (Hurlock, 2000). Sel-Control dapat diartikan sebagai pengatur proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Self-Control juga berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Dengan adanya kontrol diri yang baik, akibat yang tidak menyenangkan dari suatu situasi dapat diantisipasi (Luthfi, 2009). Ketika seseorang memiliki self-control yang tinggi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi akan peran, nilai dan pola hidup yang baru, maka kemungkinan ia berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi lingkungan sekitar dan mengembalikan kebermaknaan hidup pada diri individu tersebut. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki self-control yang rendah, kemungkinan ia tidak akan berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola
8
tingkah laku yang negatif bagi lingkungan sekitar. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki self-control rendah akan cenderung untuk melakuakan agresivitas. Selain tipe kepribadian dan self-control, faktor usia, dan etnis/suku bangsa juga mempengaruhi agresivitas. Penelitian Parry (1968; dalam Tremblay, 2002) yang mengkaitkan usia dengan agresivitas menemukan, pengemudi yang lebih muda mempunyai dorongan untuk melakukan agresi lebih besar dibandingkan pengemudi yang lebih tua. Wiesenthal, dkk (2000; dalam Tremblay, 2002) juga menemukan bahwa pengemudi yang lebih muda (usia 18-23) memiliki skor signifikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi yang lebih tua (usia 24-66) pada the Driving Vengeance Questionnaire. Pendapat ahli dari ilmu antropologi dan psikologi seperti Segall, Dasen, Berry dan Poortinga, 1999; dalam Sarwono, 2009) menyebutkan bahwa lingkungan geografis mempengaruhi agresivitas. Masyarakat yang hidup di pantai/pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Dalam penelitian di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan Amerika Serikat mempunyai Agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka pembunuhan yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Penelitian Dewi Suryani Ekawati (2007; dalam Nashori, 2008) juga menyatakan ada perbedaan perilaku agresif antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di Yogyakarta. Dimana mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibanding mahasiswa etnis Jawa.
9
Dari uraian diatas, faktor kepribadian big five, self-control, usia, dan etnis/ suku bangsa dinilai dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat prediksi dan estimasi efektivitas sikap dan perilaku Satpol PP saat sekarang dan akan datang. Selain itu, bahwa selama ini pembahasan dan penelitian dengan tema permasalahan agresivitas Satpol PP yang dikaitkan dengan faktor-faktor tersebut belum banyak diteliti. Atas dasar inilah penulis dengan segala keterbatasan yang ada mencoba mengungkap pengaruh kepribadian big five, self-control, usia, dan etnis/ suku bangsa terhadap agresivitas pada Satpol PP. Dari fenomena-fenomena yang ada dan penelitian-penelitian sebelumnya yang telah dilakukan, maka peneliti sangat tertarik untuk meneliti topik agresivitas. Dengan demikian penelitian ini berjudul
Big Five dan Self-
Control terhadap Agresivitas Satuan Polisis Pamong Praja Kota Tangerang
1.2. Perumusan Masalah dan Pembatasan Masalah 1.2.1. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti mengajukan rumusan masalah sebagai berikut: 1.
Variabel apa sajakah yang mempengaruhi agresivitas satpol pp Kota Tangerang?
2.
Dari variabel-variabel yang dianalisis, manakah yang memiliki pengaruh paling besar dan signifikan terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang?
10
3.
Bagaimanakah model persamaan regresi yang dapat dipakai untuk memprediksi agresivitas satpol pp Kota Tanngerang?
1.2.2. Pembatasan Masalah Untuk menghindari peninjauan yang terlalu luas terhadap masalah yang akan diteliti, maka penulis melakukan pembatasan masalah sebagai berikut: - Agresivitas merupakan kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif. Sedangkan perilaku agresif adalah sebagai suatu cara untuk melawan dengan sangat kuat, berkelahi, melukai, menyerang, membunuh, atau menghukum orang lain. Atau secara singkatnya agresi adalah tindakan yang dimaksudkan untuk melukai orang lain atau merusak milik orang lain (Baron, 2003). - Big Five Personality adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima
traits
kepribadian
tersebut
adalah
extraversion,
agreeableness,
conscientiousness, neuoriticism, dan openness to experiences. - Self-control adalah kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri (behavior control), kemampuan untuk mengolah informasi (cognitive control), dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan yang diyakininya (decisional control). - Usia merupakan usia partisipan yang diperoleh melalui identitas partisipan.
11
- Etnis/suku bangsa merupakan suku bangsa dari mana partisipan berasal. Data ini diperoleh melalui identitas partisipan yang diisikan pada lembar kuesioner. - Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) merupakan perangkat daerah yang bertugas dalam memelihara ketentraman dan ketertiban umum serta menegakkan peraturan daerah di Kota Tangerang.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah ada pengaruh tipe kepribadian, dan self control terhadap agresivitas Satpol PP. 1.3.2. Manfaat Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu psikologi, khususnya pada ranah psikologi sosial. Yang mana hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber data tambahan bagi pengembangan studi tentang agresivitas, self-control dan kepribadian Big Five mana yang lebih kuat mempengaruhinya. Secara praktis, hasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi mahasiswa, para pendidik ataupun bagi instansi pemerintah dalam mengetahui kepribadian yang semestinya dimiliki oleh petugas Satpol PP agar lebih dapat selektif dalam melakukan rekruitmen.
12
1.4. Sistematika Penulisan BAB I : Pendahuluan Bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : Landasan Teori Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, beserta kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. BAB III : Metodelogi Penelitian Bab ini meliputi, populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, instrument pengumpulan data, uji validitas, prosedur penelitian, dan metode analisis data. BAB IV : Analisis Hasil Penelitian Dalam bab ini peneliti akan membahas mengenai hasil penelitian meliputi, gambran umum responden, analisis deskriptif, dan uji hipotesis. BAB V : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan meyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.
Daftar Pustaka
13
BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini, akan dibahas mengenai agresivitas, kepribadian big five, self control, satpol pp, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. 2. 1.
Agresivitas
2. 1. 1. Pengertian Agresivitas Buss dan Perry (1992; juga lihat Anderson & Bushman, 2002; Berkowitz, 1995) mendefinisikan agresivitas sebagai kecenderungan untuk terlibat dalam agresi fisik dan verbal, permusuhan (Hostility), dan kemarahan (Anger). Dalam kamus Psikologi, agresivitas adalah kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif (J.P. Chaplin, 2000). Definisi agresif yang paling sederhana diungkapkan oleh Geen (1998; dalam Taylor, 2009), agresif adalah setiap tindakan yang menyakiti atau melukai orang lain. Definisi ini mengabaikan niat orang yang melakukan tindakan. Pendekatan ini didukung oleh pendekatan behavioris atau belajar. Hal berbeda ditunjukkan oleh David O. Sears (1985; dalam Taylor, 2009), menurutnya perilaku agresif adalah setiap perilaku yang bertujuan menyakiti orang lain, dapat juga ditujukan kepada perasaan ingin menyakiti orang lain dalam diri seseorang. Agresif menurut Baron & Richardson (1994; dalam Krahe, 2005) adalah
14
tingkah laku yang diarahkan kepada tunjuan untuk menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan semacam itu. Aggressive behavior is relatively stable as an individual characteristic, and because stable aggression predicts antisocial behavior during adolescence and adulthood for males at least (Hartup, 2005). Dari beberapa penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan kecenderungan individu untuk berperilaku agresif, yaitu perilaku yang dimunculkan seseorang yang sifatnya menyakiti lawannya baik secara fisik maupun psikis, dengan rasa permusuhan (hostility), dan kemarahan (anger) dengan disertai tujuan maupun tanpa tujuan. 2. 1. 2. Teori Agresi Teori agresi memberi gambaran bagaimana perilaku agresi itu muncul. Pendekatan untuk memberikan penjelasan kemunculan agresi terdiri dari 4 (empat), yaitu sebagai berikut (Baron & Byrne, 2005): 1. Teori Bawaan Teori bawaaan menekan pada kemunculan agresi sebagai sesuatu yang inheren/ terberi dalam setiap orang.
15
a. Agresi sebagai instink Kelompok ini beranggapan bahwa agresi sebagai dorongan naluriah/instingtif yang dimiliki seseorang. Setiap orang memilki insting/naluri untuk agresi. Perbedaan kemunculan agresivitas antar individu dipengaruhi dari control individu tersebut. Agresi sebagai insting merujuk pada teori psikoanalisa dengan tokoh utama Sigmund Freud. Dalam teorinya, Freud berpendapat bahwa setiap manusia memiliki insting hidup dan insting mati. Agresi adalah bentuk dari insting mati (dalam Brehm & Kassin, 1993). Tokoh kedua adalah Koward Lorens (1966; dalam Luthfi, 2009) yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki survivial insting, yaitu dorongan/insting untuk mempertahankan hidup dengan beradaptasi dengan lingkungan. b. Genetis Kelompok ini menganggap bahwa agresi adalah sesuatu yang terdapat dalam biologis seseorang. Ada 2 tokoh yang mengembangkan pandangan ini. Yang pertama adalah Moyer (dalam Davidoff, 1991) beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang ada didalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang yang agresivitasnya rendah.pokok pikiran lainnya adalah bahwa agresi terkait dengan hormon testosteron. Semakin tinggi hormone testosterone yang dimiliki oleh seseorang maka orang tersebut cenderung untuk menjadi agresif.
16
Tokoh kedua adalah Lagerspetz (1979, dalam Luthfi, 2009) berpandangan bahwa agresi adalah karakter atau sifat yang diturunkan dari orang tua ke anak dan seterusnya. Orang tua yang agresif, maka anaknya akan agresif pula. Dasar pikiran Lagerspetz adalah teori Mendell. 2. Teori Lingkungan Agresi merukan perilaku yang disebabkan oleh faktor lingkungan. Agresi adalah reaksi terhadap stimulus lingkungan. a. Frustasi Agresi Klasik Frustasi agresi klasik menekankan pada munculnya perilaku agresi disebabkan karena rasa frustasi yang dialami oleh seseorang. Rasa frustasi muncul bila seseorang tidak dapat
mencapai/mendapatkan
apa
yang
didinginkannya.
Ketidakberhasilan
mendatangkan frustasi yang kemudian memunculkan agresi. Dollard (1939) dan Miller (1941) sebagai tokoh utamanya (Luthfi, 2009). b. Neo Frustasi Agresi Teori ini muncul sebagai usaha untuk mengevaluasi teori frustasi klasik. Burstein & Worchel (1962; dalam Luthfi, 2009) menganggap bahwa frustasi mendapatkan sesuatu tidaklah seta merta memunculkan agresi. Tetapi frustasi yang dimiliki seseorang akan memicu kemarahannya. Dan kemarahan inilah yang akan memunculkan agresi. Jadi antara frustasi dan agresi memiliki variabel antara yaitu
17
marah. Dan frustasi baru akan memunculkan marah bila ternyata tidak ada perilaku lain yang dapat dijadikan alternative. c. Deprivasi Berkowitz (1995) memberikan istilah untuk kondisi kekurangan untuk deprivasi. Keadaan kurang ini bersifat subjektif. Seseorang akan merasa kurang atau merasa cukup dengan membandingkan keadaan dirinya dengan orang lain. Kondisi kekurangan yang bersifat objektif (benar-benar kekurangan) disebut deprivasi absolute, sedangkan deprivasi relative adalah perasaan kurang yang dimiliki oleh seseorang. Kondisi yang dianggap tidak sebandingkan atau tidak sama dengan yang dimiliki oleh orang lain. Dan deprivasi relative lebih berpeluang memunculkan agresi dibandingkan dengan deprivasi absolute (Myers, 2009). Tetapi yang perlu dicatat adalah kondisi deprivasi tidak serta merta mendatangkan agresi. Tetapi masih -hal yang dapat memicu adalah peluang, kesempatan dan media massa. d. Belajar Sosial Teori belajar sosial menekankan pada faktor yang menimbulkan agresi berasal dari luar. Tokoh utama teori belajar sosial tentang agresi adalah Albert Bandura (1979; dalam Brehm & Kassin, 1993) yaitu perilaku agresif dipelajari dari model yang dilihat di lingkungan sosial, baik dalam keluarga, maupun media massa.
18
Selain belajar sosial dengan modeling, reward dan punishment adalah faktor yang juga memperkuat munculnya agresi. Seseorang yang merasa mendapatkan imbalan/ reward dengan agresi, tentunya dia akan mengulanginya lagi dikesempatan lain. 3. Teori Kognitif Agresi menurut pendekatan kognisi adalah hasil penggolahan inform di level/ranah kognisi. Proses kognisi menimbulkan agresi adanya kesalahan dalam melakukan kategorisasi dan atribusi. Teori kognitif yang lebih memberikan gambaran munculnya agresi adalah teori excitation transfer. Teori ini menjelaskan bahwa agresi muncul karena interpretasi terhadap stimulus atau kejadian. Kejadian yang akan memunculkan agresi adalah kejadian yang interpretasi/atribusi sebagai awal dari sebuah kecelakaan atau kerugian. Sebaliknya, kalau suatu kejadian yang menimpa seseorang diinterpretasi sebagai hal
4. Teori Afektif (GAAM; General Affective Aggression Model) Dikemukakan oleh Anderson dkk (2002). Teori GAAM (General Affective Aggression Model) adalah teori yang mencoba menjelaskan agresi dari sisi internal maupun eksternal. Agresi akan muncul bila kondisi-kondisi yang berperan muncul secara bersamaan. Faktor-faktor/kondisi tersebut adalah faktor internal sebagai individual differences, yang meliputi trait, attitude, dan belief tentang kekerasan, nilai-nilai kekerasan, skill atau pengetahuan dan kemampuan berkelahi dan senjata.
19
Sedangkan faktor eksternal meliputi situasi-situasi yang mendatangkan frustasi seperti serangan dari pihak lain, munculnya model/provokator, keberadaan cue/pencetus (seperti keberadaan senjata) dan ketidaknyamanan yang dirasakan secara subjektif. Agresi baru akan muncul bila seluruh faktor-faktor diatan muncul secara bersamaan. Bila salah satu faktor ternyata tidak hadir, besar kemungkinan agresi tidak akan dimunculkan seseorang.
Gambar 2.1 Proses episodic dari The General Aggression Model (Anderson & Bushman, 2002) 2. 1. 3. Bentuk-bentuk Agresivitas Bentuk agresivitas mengacu pada perilaku agresi. Buss dan Perry (1992) mengelompokkan bentuk agresi tersebut kedalam empat bentuk agresi, yaitu agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger) dan agresi dalam bentuk
20
kebencian (hostility). Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu komponen motorik, afektif dan kognitif. a. Agresi Fisik, merupakan komponen dari perilaku motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik misalnya dengan menyerang dan memukul. b. Agresi Verbal, merupakan komponen motorik seperti melukai dan menyakiti orang lain,
hanya
saja
melalui
verbalisasi,
misalnya
berdebat,
menunjukkan
ketidaksukaan dari ketidaksetujuan pada orang lain, kadang kala sering menyebarkan gossip. c. Sikap Permusuhan, merupakan perwakilan dari komponen kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati. d. Rasa Marah, merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif, misalkan mudah kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
Taylor & Peplau (2009) membagi agresi menjadi tiga macam, yaitu: 1. Prosoial Aggression (Agresi Prososial) Agresi prososial adalah tindakan agresi yang sebenarnya diatur atau disetujui oleh norma social, seperti polisi memukul penjahat.
21
2. Antisocial Aggression (Agresi Antisosial) Agresi antisosial adalah tindakan melukai orang lain dimana tindakan itu secara normative dilarang oleh norma masyarakat, seperti orang yang mempunyai kekuasaan bertindak sewenang-wenang terhadap warga miskin dan tak berdaya. 3. Sanctioned Aggression (Agresi yang disetujui) Jenis agresi ini termasuk tindakan yang tidak diharuskan oleh norma sosial tetapi ada di dalam batas-batasnya. Tindakan ini tidak melanggar standar moral yang diterima luas. Misalnya, pelatih yang menghukum pemain tim dengan menyuruhnya push-up biasanya dianggap bertindak sesuai dengan haknya dan masih dalam batas yang diterima. Demikian juga wanita yang menyerang pemerkosa.
Bond, dkk (1997) membagi agresi menjadi : 1. Affective Aggression atau Hostile Aggression (rasa benci), yaitu keungkapan kemarahan yang ditandai dengan emosi yang tinggi. Agresi ini disebut juga dengan agresi jenis panas. 2. Instrumental Aggression (agresi sebagai sarana mencapai tujuan), yaitu jenis agresi ini tidak disertai emosi, misalnya polisi yang menembak kaki tahanan yang kabur.
22
2. 1. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Agresivitas Taylor, Peplau, dan Sears (1997) menyebutkan bahwa perilaku agresif disebabkan oleh dua faktor utama yaitu adanya serangan serta frustasi. Serangan merupakan salah satu faktor yang paling sering menjadi penyebab agresif dan muncul dalam bentuk serangan verbal atau serangan fisik. Faktor penyebab agresi selanjutnya adalah frustasi. Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh suatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, penghargaan atau tindakan tertentu. Koeswara (1988; dalam Luthfi, 2009) menyebutkan bahwa faktor penyebab seseorang berperilaku agresif bermacam-macam, sehingga dapat dikelompokkan menjadi faktor internal (frustasi, deindividuasi, stres, dan kepribadian) dan faktor eksternal (kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alkohol dan obatobatan, suhu udara, media massa, budaya), yaitu: 1. Faktor Internal a. Frustasi yakni suatu situasi yang menghambat individu dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, dari frustasi maka akan timbul perasaanperasaan agresif b. Deindividuasi adalah suatu keadaan dimana individu kehilangan kesadaran atas dirinya (self awareness) yang diakibatkan oleh situasi yang merasa tertekan. Anonymity memperbesar deindividuasi (Wiggins & Zanden, 1994).
23
c. Stress, dalam istilah psikologi stress dikatakan sebagai stimulus, seperti ketakutan, kesakitan, yang mengganggu atau menghambat mekanisme-mekanisme fisiologis yang normal dari organisme. d. Kepribadian. Orang dengan kepribadian otoriter memiliki kecenderungan agresi yang lebih tinggi. Demikian juga halnya dengan orang-orang yang bertemperamen pemarah, memiliki kecenderungan agresi lebih tinggi dibandingkan temperamen bukan pemarah. 2. Faktor Eksternal a. Kekuasaan dan kepatuhan. Kekuasaan yang dimaksud adalah kekuasaan yang cenderung disalahgunakan dan penyalahgunaan tersebut merubah kekuasaan menjadi kekuasaan yang memaksa, yang memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku agresif, seperti yang ditunjukkan oleh Hitler, Mussolini, Stalin dan sejumlah besar manipulator kekuasaan lainnya. b. Efek senjata. Dalam penelitian Berkowitz dan Lepage (1967; dalam Berkowitz, 1995) yang menguji tentang efek senjata api terhadap kecenderungan perilaku agresi pada individu akan menghasilkan kesimpulan bahwa individu yang berhubungan dengan senjata api cenderung menjadi lebih agresif dari pada individu yang tidak berhubungan dengan senjata api. c. Provokasi yaitu oleh pelaku agresi provokasi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agersif untuk meniadakan bahaya yang diisaratkan oleh ancaman tersebut.
24
d. Akohol dan obat-obatan. Ada petunjuk bahwa agresi berhubungan dengan kadar alkhohol dan obat-obatan. Subyek yang menerima alkohol dalam takaran-takaran yang tinggi menunjukkan taraf agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek yang tidak menerima alkhohol atau menerima alkhohol dalam taraf yang rendah. Alkhohol dapat melemahkan kendali diri peminumnya, sehingga taraf agresivitas juga tinggi (Myers, 2009). e. Suhu, polusi udara, bau busuk dan kebisingan dilaporkan dapat menimbulkan perilaku agresi. Clarsmith dan Anderson (1979; dalam Iska, 2008), menyimpulkan bahwa musim panas terjadi lebih banyak tingkah laku agresif karena musim panas hari-hari lebih panjang serta individu memiliki keleluasaan bertindak yang lebih besar ketimbang pada musim-musim yang lain. f. Media massa. Film dan TV dengan kekerasan dapat menimbulkjan agresi pada seorang anak, makin banyak menonton kekerasan dalam acara TV makin besar tingkat agresif mereka terhadap orang lain, makin lama mereka menonton, makin kuat hubungannya tersebut. g. Budaya. Beberapa daerah mengembangkan budaya kekerasan/agresi. Orang yang lebih agresif mendapatkan penghargaan sosial yang lebih tinggi dalam suatu masyarakat.
25
2. 2.
Kepribadian Big Five
2. 2. 1. Pengertian Kepribadian Big Five Allport (1937; dalam Ghufron 2010) mendefinisikan kepribadian sebagai sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya. Allport menemukan ribuan kata sifat yang bisa menggambarkan kepribadian dalam bahasa Inggris, tetapi ia mengasumsikan daftar tersebut harus dikurangi dengan menghilangkan istilah yang memmilki arti yang sama. Cattell kemudian mengembangkan metode leksikal (berdasarkan bahasa). Sejumlah trait yang Allport temukan dikelompokkan, dinilai, dan dihitung berdasarkan metode analisis faktor oleh Cattell (1966; dalam Friedman 2008), yang mengemukakan adanya 16 trait kepribadian dasar. Dari analisis inilah mulai muncul berbagai penelitian mengenai trait, dan kebanyakan penelitian menyimpulkan bahwa pendekatan trait terhadap kepribadian dapat dilihat melalui lima dimensi, yang biasa disebut big five personality (Friedman, 2008). Secara modern bentuk dari taksonomi big five, diukur dengan dua pendekatan utama. Cara pertama dengan berdasar pada self rating pada trait kata sifat tunggal, seperti talkactive, warm, moody, dsb. Pendekatan lain dengan self rating pada item-item kalimat, seperti hidupku seperti langkah yang cepat (Larsen & Buss, 2005).
26
2. 2. 2. Trait-Trait dalam Big Five Personality Trait-trait dalam domain-domain dari Big Five Personality Costa & McCrae (1997; dalam McCrae & John, tanpa tahun) : 1. Neuroticism (N) Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Facet yang terdapat dalam Neuroticism adalah sebagai berikut: Anxiety ; Kecenderungan untuk gelisah, penuh ketakutan, merasa kuatir, gugup dan tegang Hostility ; Kecenderungan untuk mengalami amarah, frustasi dan penuh kebencian Depression ; Kecenderungan untuk mengalami depresi pada individu normal Self-consciousness ; Individu yang menunjukkan emosi malu, merasa tidak nyaman diantara orang lain, terlalu sensitive, dan mudah merasa rendah diri
27
Impulsiveness ; Tidak mampu mengotrol keinginan yang berlebihan atau dorongan untuk melakukan sesuatu Vulnerability ; Kecenderungan untuk tidak mampu menghadapi stress, bergantung pada orang lain, mudah menyerah dan panik bila menghadapi sesuatu yang datang mendadak.
2. Extraversion (E) Faktor kedua adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peergroup mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative. Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain. Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya. Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat
28
lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah. Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang dan menarik diri dari lingkungannya. Facet yang terdapat dalam extraversion adalah sebagai berikut: Warmth ; Kecenderungan untuk mudah bergaul dan membagi kasih sayang Gregariousness ; Kecenderungan untuk banyak berteman dan berinteraksi dengan orang banyak Activity ; Individu yang sering mengikuti berbagai kegiatan, memiliki energi dan semangat yang tinggi Assertiveness ; Individu yang cenderung tegas Excitement-seeking ; Individu yang suka mencari sensasi dan suka mengambil resiko Positive emotion ; Kecenderungan untuk mengalami emosi-emosi yang positif seperti bahagia, cinta, dan kegembiraan. 3. Openness to Experience (O) Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru.
29
Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broadmindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan. Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Facet yang terdapat dalam Opennes to Experience adalah sebagai berikut: Fantasy ; Individu yang memiliki imajinasi yang tinggi dan aktif Aesthetic ; Individu yang memiliki apresiasi yang tinggi terhadap seni dan keindahan Feelings ; Individu yang menyadari dan menyelami emosi dan perasannya sendiri Action ; Individu yang berkeinginan untuk mencoba hal-hal baru Ideas ; Berpikiran terbuka dan mau menyadari ide baru dan tidak konvensional Values ; Kesiapan seseorang untuk menguji ulang nilai-nilai social politik dan agama.
30
4. Agreeableness (A) Agreebleness
dapat
disebut
juga
social
adaptibility
atau
likability
yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif. Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita. Facet agreeableness adalah sebagai berikut: Trust ; Tingkat kepercayaan individu terhadap orang lain Straight-forwardness ; Individu yang terus terang, sungguh-sungguh dalam menyatakan sesuatu Altruism ; Individu yang murah hati dan memiliki keinginan untuk membantu orang lain
31
Compliance ; Karakteristik dari reaksi terhadap konflik interpersonal Modesty ; Individu yang sederhana dan rendah hati Tender-mindedness ; Simpatik dan peduli terhadap orang lain. 5. Conscientiousness (C) Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientious memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius. Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Disisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya. Facet conscientiousness adalah sebagai berikut: Competence ; Kesanggupan, efektifitas dan kebijaksanaan dalam melakukan sesuatu Order ; Kemampuan mengorganisasi Dutifulness ; Memegang erat prinsip hidup Achievement-striving ; Aspirasi individu dalam mencapai prestasi
32
Self-discipline ; Mampu mengatur diri sendiri Deliberation ; Selalu berpikir dahulu sebelum bertindak Berikut ini merupakan gambaran karakteristik individu ketika diukur dengan skor tinggi rendah (Pervin, 2005): Skala Trait Neuroticism (N) Menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupancakupan perasaan negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension. Ekstraversion (E) Mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan kesenangan. Agreeableness (A) Mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain. Openness (O) Gambaran keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individu dan pengalamannya. Conscientiousness(C) Mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial.
Karakteristik Skor Tinggi Rendah Cemas, gugup, Tenang, santai, emosional, merasa merasa aman, puas tidak aman, merasa terhadap dirinya, tidak tidak mampu, mudah emosional, tabah. panik
Mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, aktif, banyak bicara, orientasi pada hubungan sesama, optimis, fun-loving, affectionate. Lembut hati, dapat dipercaya, suka menolong, pemaaf, penurut.
Tidak ramah, bersahaja, suka menyendiri, orientasi pada tugas, pendiam. Sinis, kasar, curiga, tidak kooperatif, pendendam, kejam, manipulatif.
Ingin tahu, minat luas, kreatif, original, imajinatif, untraditional. Teratur, pekerja keras, dapat diandalkan, disiplin, tepat waktu, rapi, hati-hati.
Konvensional, sederhana, minat sempit, tidak artistik, tidak analitis. Tanpa tujuan, tidak dapat diandalkan, malas, sembrono, lalai, mudah menyerah, hedonistic.
33
2. 3. Self-Control 2. 3. 1. Definisi Self-Control Averill (1973) mendefinisikan kontrol diri sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri (behavior control), kemampuan untuk mengolah informasi (cognitive control), dan kemampuan untuk memilih suatu tindakan yang diyakininya (decisional control). Calhoun dan Acocella (1990) mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang mebentuk dirinya sendiri. Golfried dan Merbaum (dalam Lazaruz, 1976) mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan. Dalam Chaplin (2000), self-control diartikan sebagai kemampuan untuk membimbing tingkah laku sendiri, kemampuan untuk menekan atau merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsive. Synder dan Ganested (1986; dalam Ghufron, 2010) mengatakan bahwa konsep mengenai kontrol diri secara langsung sangat relevan untuk melihat hubungan antara
34
pribadi dengan lingkungan masyarakat dalam mengatur kesan masyarakat yang sesuai dengan isyarat situasional dalam bersikap dan berpendirian yang efektif. Hurlock (2000) menyebutkan bahwa kontrol diri berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Menurut konsep ilmiah, pengendalian emosi berarti mengarahkan energy emosi ke saluran ekspresi yang bermanfaat dan dapat diterima secara social. Konsep ilmiah menitikberatkan pada pengendalian. Tetapi, tidak sama artinya dengan penekanan. Ada dua criteria yang menentukan apakah kontrol emosi dapat diterima secara social atau tidak. Kontrol emosi dapat diterima bila reaksi masyarakat terhadap pengendalian emosi adalah positif. Namun, reaksi positif saja tidaklah cukup karenanya perlu diperhatihkan kriteria lain, yaitu efek yang muncul setelah mengontrol emosi terhadap kondisi fisik dan psikis. Kontrol emosi seharusnya tidak membahyakan fisik dan psikis individu. Artinya, dengan mengontrol emosi kondisi fisik dan psikis individu harus membaik. Hurlock (2000) menyebutkan tiga kriteria emosi, yaitu dapat melakukan kontrol diri yang bisa diterima secara sosial, dapat memahami seberapa banyak kontrol yang dibutuhkan untuk memuaskan kebutuhannya dan sesuai dengan harapan masyarkat, dan dapat menilai secara kritis sebelum meresponnya dan memutuskan cara beraksi terhadap situasi tersebut.
35
Berdasarkan penjelasan diatas, maka kontrol diri dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku, kemampuan untuk mengolah informasi, dan kemampuan untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. 2. 3. 2. Aspek-Aspek Self-control Averill (1973) menyebut kontrol diri dengan sebutan kontrol personal, yaitu : 1. Kontrol perilaku (behavior control) Kontrol perilaku merupakan kesiapan tersedianya suatu respons yang dapat secara langsung mempengaruhi atau memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Kemampuan mengontrol perilaku ini diperinci menjadi dua komponen, yaitu: a. Mengatur pelaksanaan (regulated administration), merupakan kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan. Apakah dirinya sendiri atau aturan perilaku dengan menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan menggunakn sumber eksternal. b. Kemampuan
memodifikasi
stimulus
(stimulus
modifiability),
merupakan
kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggangbwaktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.
36
2. Kontrol kognitif (cognitive control) Kontrol kognitif merupakan kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan. Aspek ini terdiri atas dua komponen, yaitu: a. Memperoleh informasi (information gain), maksudnya dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai suatu keadaan yang tidak menyenangkan, individu dapat mengantisipasi keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. b. Melakukan penilaian (appraisal), berarti individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaaan atau peristiwa dengan cara memerhatikan segi-segi positif secara subjektif. 3. Mengontrol keputusan (decisional control) Mengontrol keputusan merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Kontrol diri dalam menentukan pilihan akan berfungsi, baik dengan adanya suatu kesempatan, kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih kemungkinan berbagai tindakan.
37
Menurut Block dan Block (1952; dalam Lazarus, 1991) ada tiga jenis kualitas kontrol diri, yaitu: 1. Over Control, merupakan kontrol diri yang dilakuakan oleh individu secara berlebihan yang menyebabkan individu banyak menahan diri dalam bereaksi terhadap stimulus. 2. Under Control, merupakan suatu kecenderuangan individu untuk melepaskan impulsivitas dengan bebas tapa perhitungan yang masak. 3. Appropriate Control, merupakan kontrol individu dalam upaya mengendalikan impuls secara tepat.
2. 3. 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kontrol Diri Sebagaimana faktor psikologis lainnya, kontrol diri dipengaruhi oleh faktor internal (dari diri individu) dan faktor ekternal (lingkungan individu). 1. Faktor Internal Faktor internal yang ikut andil terhadap kontrol diri adalah usia. Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin baik kemampuan mengontrool diri seseorang itu. 2. Faktor Ekternal Faktor ekternal ini diantaranya adalah lingkungan keluarga, terutama orang tua menentukan bagaimana kemampuan mengontrol diri seseorang. Hasil penelitian Nasichah (2000; dalam Ghufron, 2010) menunjukkan bahwa persepsi remaja terhadap penerapan disiplin orang tua yang semakin demokratis cenderung diikuti
38
tingginya kemampuan mengontrol dirinya. Oleh sebab itu, bila orang tua menerapkan sikap disiplin kepada anaknya secara intens sejak dini, dan orang tua tetap konsisten terhadap semua konsekuensi yang dilakukan anak bila ia menyimpang dari yang sudah ditetapkan, maka sikap kekonsistenan ini akan didinternalisasi anak. Di kemudian akan menjadi kontrol diri baginya.
2.4. Kerangka Berfikir Agresivitas dapat dilakukan oleh siapa saja, bukan hanya masyarakat sipil biasa. Bahkan pegawai pemerintah penegak hukum (seperti Satpol PP) sekalipun berkecenderungan melakukan perilaku agresif. Tindakan ini biasanya dilakukan satpol pp saat menjalankan tugasnya. Padahal, menurut Peraturan Pemerintah RI no.32 tahun 2004, standar pelayanan Satpol PP meliputi: pelaksanaan ketentraman, pelaksanaan
ketertiban,
pelaksanaan
penyidikan,
pelaksanaan
penindakan,
pengawasan pelaksanaan perda, pelaksanaan operasi pembongkaran, penghentian dan penutupan. Namun, tampaknya standar pelayanan ini belum dipahami betul sehingga perilaku agresi masih sering dilakukan oleh oknum satpol pp. Karena itu, menjadi aneh bila Satpol PP yang sudah memiliki peraturan tetap namun masih terjadi tindakan agesif. Hal ini memunculkan pertanyaan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi agresivitas Satpol PP? Setidaknya terdapat beberapa faktor munculnya agresivitas, antara lain faktor internal dan eksternal. Faktor internal yaitu: frustasi, deindividualisasi, stress, hormon,
39
gender, dan kepribadian. Faktor eksternal yaitu: kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi, alcohol dan obat-obatan, suhu udara, polusi udara, media, dan budaya (Luthfi, 2009; Baron&Byrne, 2005; Krahe, 2005). Penelitian-penelitian tentang penyebab munculnya perilaku agresif telah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian Glass (dalam Baron & Byrne, 2005) yang menyimpulkan bahwa faktor kepribadian berperan penting dalam perilaku agresif. Menurutnya bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari kepribadiannya. Individu yang memilki kepribadian tipe A cenderung lebih agresif dalam banyak situasi daripada individu dengan kepribadian tipe B. Penelitian yang dilakukan oleh Juan J. Bartemi (2005) mengenai agresivitas dan kepribadian big five yang dihubungkan dengan prestasi belajar siswa, menyimpulkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara agresivitas dan kepribadian big five dengan prestasi belajar pada siswa tingkat delapan (setara dengan SMP). Kepribadian itu sendiri didefinisikan sebagai sebuah organisasi dinamis di dalam sistem psikis dan fisik individu yang menentukan karakteristik perilaku dan pikirannya (Allport, 1937; dalam Ghufron,
2010).
Kepribadian seseorang
mempengaruhi cara individu dalam beraksi, berpikir, merasa, berinteraksi, dan beradaptasi dengan orang lain, termasuk dalam bentuk perilaku agresif (Larsen & Buss, 2005). Mischel (1968; dalam Friedman, 2008) menyimpulkan bahwa kepribadian itu terdiri dari struktur, antara lain adalah trait dan tipe (type). Trait
40
adalah konsistensi respon individu dalam situasi yang berbeda-beda. Sedangkan tipe adalah pengelompokan bermacam-macam trait. Dibandingkan dengan konsep trait, tipe memiliki tingkat regularity dan generality yang lebih besar dibandingkan trait. Faktor kepribadian adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam perilaku agresif, karena kepribadian merupakan salah satu variabel person yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Kepribadian dapat mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di dalam memori (Anderson & Bushman, 2002). Individu yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep agresi, sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses dan lebih siap untuk teraktivasi pada situasi lain. Kepribadian juga dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam memori yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arrousal yang dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Moyer (dalam Luthfi, 2009) beranggapan bahwa agresivitas merupakan suatu proses yang ada didalam otak dan saraf pusat. Orang-orang yang memiliki kecenderungan agresivitas tinggi memiliki struktur dan komponen otak yang berbeda dengan orang yang agresivitasnya rendah. Salah satu tipe kepribadian adalah big five personality, yaitu suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan
41
menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Neuroticism menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupan-cakupan perasaan negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension. Ekstraversion mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan kesenangan. Openness mengukur gambaran keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individu dan pengalamannya. Agreeableness mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain. Conscientiousness mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial. Dengan demikian, neuroticism memiliki hubungan positif dengan agresivitas. Sedangkan trait yang lain tidak memiliki hubungan yang positif (Mastuti, 2005). Self-control juga mempengaruhi agresivitas seseorang. Sel-Control dapat diartikan sebagai pengatur proses fisik, psikologis dan perilaku seseorang. Self-Control juga berkaitan dengan bagaimana individu mengendalikan emosi serta dorongan-dorongan dari dalam dirinya. Dengan adanya kontrol diri yang baik, akibat yang tidak menyenangkan dari suatu situasi dapat diantisipasi (Luthfi, 2009). Ketika seseorang memiliki self-control yang tinggi, maka kemungkinan ia berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang positif bagi
42
lingkungan sekitar. Namun sebaliknya, jika seseorang memiliki self-control yang rendah, kemungkinan ia tidak akan berhasil dalam mengolah emosinya dan menciptakan pola tingkah laku yang negatif bagi lingkungan sekitar. Dengan kata lain, seseorang yang memiliki self-control rendah akan cenderung untuk melakukan agresivitas. Selain tipe kepribadian dan self-control, faktor usia, dan etnis/suku bangsa juga mempengaruhi agresivitas. Penelitian Parry (1968; dalam Tremblay, 2002) yang mengkaitkan usia dengan agresivitas menemukan, pengemudi yang lebih muda mempunyai dorongan untuk melakukan agresi lebih besar dibandingkan pengemudi yang lebih tua. Wiesenthal, dkk (2000; dalam Tremblay, 2002) juga menemukan bahwa pengemudi yang lebih muda (usia 18-23) memiliki skor signifikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi yang lebih tua (usia 24-66) pada the Driving Vengeance Questionnaire. Pendapat ahli dari ilmu antropologi dan psikologi seperti Segall, Dasen, Berry dan Poortinga (1999; dalam Sarwono, 2009) menyebutkan bahwa lingkungan geografis mempengaruhi agresivitas. Masyarakat yang hidup di pantai/pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Dalam penelitian di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan Amerika Serikat mempunyai Agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka pembunuhan yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Penelitian Dewi Suryani Ekawati (2007; dalam Nashori, 2008) juga menyatakan ada perbedaan perilaku agresif antara
43
mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di Yogyakarta. Dimana mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibanding mahasiswa etnis Jawa.
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berfikir
Kepribadian big five
Behavior control Self control
Cognitif control
Decisional control
Usia
Etnis
44
2. 6. Hipotesis Penelitian A. Hipotesa Mayor : Ada pengaruh yang signifikan tipe kepribadian big five (neuroticism, extraversion, openness, agreeableness, conscientiousness), self control (behavior control, cognitive control, decisional control), usia dan etnis terhadap agresivitas. B. Hipotesa Minor : 1. Ada pengaruh yang signifikan neuroticism dalam kepribadian Big five terhadap agresivitas 2. Ada pengaruh yang signifikan extraversion dalam kepribadian Big five terhadap agresivitas 3. Ada pengaruh yang signifikan openness dalam kepribadian Big five terhadap agresivitas. 4. Ada pengaruh yang signifikan agreeableness dalam kepribadian Big five terhadap agresivitas. 5. Ada pengaruh yang signifikan conscientiousness dalam kepribadian Big five terhadap agresivitas. 6. Ada pengaruh yang signifikan antara behavior control dalam self-control terhadap agresivitas. 7. Ada pengaruh yang signifikan antara cognitif control dalam self-control terhadap agresivitas.
45
8. Ada pengaruh yang signifikan antara decisional control dalam self-control terhadap agresivitas. 9. Ada pengaruh yang signifikan tingkat usia dengan agresivitas. 10. Ada pengaruh yang signifikan antara etnis/ suku bangsa dengan agresivitas. 11. Ada pengaruh yang signifikan variabel dominan dengan agresivitas.
46
BAB III METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, devinisi operasional variabel, instrument pengumpulan data, uji validitas, prosedur penelitian, dan metode analisis data. 3. 1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 3. 1. 1. Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah anggota Satpol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) di wilayah Kota Tangerang yang berjumlah 259 orang. 3. 1. 2. Sampel Penelitian Penentuan sampel penelitian dengan dasar rumus dari Slovin (1960; dalam Sevilla, 1993) yaitu sebagai berikut: n
=
n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaran ketidaktelitian pengambilan sampel populasi). Dari rumus tersebut didapat ukuran sampel yang disyaratkan adalah sebanyak 157,2 (dibulatkan menjadi 158 orang). Untuk meminimalisir kesalahan, maka peneliti mengambil sampel sebanyak mungkin hingga mendekati populasi. Namun dari 170
47
kuesioner yang disebar, hanya 168 kuesioner yang kembali. Jadi, sampel yang digunakan peneliti sebanyak 168 orang. Metode pengambilan sampel yang digunakan di dalam penelitian ini adalah non-acak atau non-probability sampling dimana semua anggota atau subjek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, dimana pengambilan sampel didasarkan pada hal-hal tertentu yang dikenakan ke dalam sub kelompok (Sevilla, 1993). Sedangkan teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel purposive yaitu suatu teknik pengambilan sampel yang digunakan oleh seorang peneliti jika peneliti memiliki pertimbangan-pertimbangan di dalam pengambilan sampelnya, dimana sampel diasumsikan sesuai dengan karakteristik populasi yang telah ditetapkan (Sevilla, 1993). Karakteristik sampel yang akan diambil adalah : 1.
Satuan Polisi Pamong Praja di wilayah Kota Tangerang yang bekerja di lapangan maupun staff kantor.
2.
Masih aktif bertugas saat pengambilan sampel berlangsung.
3.
Telah bekerja sebagai Satpol PP minimal satu tahun.
3. 2. Variabel Penelitian Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Dependent variabel (outcome variabel) adalah agresivitas.
48
2.
Independen variabel (predictor variabel) adalah neuroticism, extraversion, openness, agreeableness, conscientiousness, behavior control, cognitive control, decisional control, usia, suku/etnis.
3. 3. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1.
Agresivitas adalah skor yang diperoleh dari pengukuran terhadap agresivitas memlaui indikator agresi fisik, agresi verbal, permusuhan (hostility), dan kemarahan (anger).
2.
Neuroticism (dalam Kepribadian Big Five) yaitu menggambarkan stabilitas emosional dengan cakupan-cakupan perasaan negatif yang kuat termasuk kecemasan, kesedihan, irritability dan nervous tension.
3.
Extraversion (dalam Kepribadian Big Five) yaitu mengukur kuantitas dan intensitas dari interaksi interpersonal, tingkatan aktivitas, kebutuhan akan dorongan, dan kapasitas dan kesenangan.
4.
Openness (dalam Kepribadian Big Five) yaitu gambaran keluasan, kedalaman, dan kompleksitas mental individu dan pengalamannya.
5.
Agreeableness (dalam Kepribadian Big Five) yaitu mengukur kualitas dari apa yang dilakukan dengan orang lain dan apa yang dilakukan terhadap orang lain.
6.
Conscientiousness (dalam Kepribadian Big Five) yaitu mendeskripsikan perilaku yang diarahkan pada tugas dan tujuan dan kontrol dorongan secara sosial.
49
7.
Behavior control (dalam Self-Control) yaitu mengukur kemampuan individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan siatuasi dan memodifikasi suatu keadaan yang tidak menyenangkan.
8.
Cognitive control (dalam Self-Control) yaitu mengukur kemampuan individu dalam mengolah informasi yang tidak diinginkan dengan cara menginterpretasi, menilai, atau menghubungkan suatu kejadian dalam suatu kerangka kognitif sebagai adaptasi psikologis atau mengurangi tekanan.
9.
Decisional control (dalam Self-Control) yaitu kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya.
10. Usia merupakan usia partisipan yang diperoleh melalui identitas partisipan. 11. Suku Bangsa/etnis merupakan suku bangsa dari mana partisipan berasal yang diperoleh melalui identitas partisipan yang diisikan pada lembar kuesioner.
3. 4. Instrumen Pengumpulan Data 1.
Agresivitas didapatkan dari alat ukur agresivitas yang disusun oleh peneliti dengan mengadaptasi skala agresivitas Buss dan Perry (1992), dengan pengelompokan yang diukur melalui bentuk-bentuk agresi fisik, agresi verbal, permusuhan (hostility), kemarahan (anger). Skala Buss dan Perry dimodifikasi oleh peneliti sesuai dengan apa yang sering terjadi di lapangan. Sehinga alat ukur
50
ini terdiri dari 10 item agresi fisik, 10 item agresi verbal, 10 item permusuhan (hostility), 10 item kemarahan (anger). Dengan rentangan respon yang diberikan mulai dari sangat sesuai sangat tidak sesuai. 2.
Neuroticism (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai
sangat tidak
sesuai. 3.
Extraversion (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai
sangat tidak
sesuai. 4.
Openness (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai
sangat tidak
sesuai. 5.
Agreeableness (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai tidak sesuai.
sangat
51
6.
Conscientiousness (dalam Kepribadian Big Five) didapatkan dari alat ukur kepribadian Big Five dengan menggunakan Skala Costa & McCrae (1997). Skala ini terdiri dari 10 item dengan rentangan respon mulai dari sangat sesuai
sangat
tidak sesuai. 7.
Behavior control (mengontrol tingkah laku) didapatkan dari alat ukur self-control yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, dengan rentangan respon sangat sesuai sangat tidak sesuai.
8.
Cognitive control (mengontrol kognisi) didapatkan dari alat ukur self-control yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, dengan rentangan respon sangat sesuai sangat tidak sesuai.
9.
Decisional control (mengontrol keputusan) didapatkan dari alat ukur self-control yang disusun oleh peneliti. Alat ukur ini terdiri dari 10 item, dengan rentangan respon sangat sesuai sangat tidak sesuai.
10. Usia merupakan usia partisipan yang diperoleh melalui identitas partisipan. 11. Suku Bangsa/etnis merupakan suku bangsa dari mana partisipan berasal yang diperoleh melalui identitas partisipan yang diisikan pada lembar kuesioner. Adapun blue print skala agresivitas, big five dan self control adalah sebagai berikut:
52
Tabel 3.1 Blue Print Skala Aggresivitas Indikator
Aspek
Fisik
Verbal
Hostility
Anger
Menampar Memukul Menendang Mendorong Merusak barang Menghina Memaki Membentak Berteriak Mengancam Curiga Merasa kehidupan tidak adil Mudah kesal Tidak mampu mengontrol rasa marah Hilang kesabaran
F
U
17* 1* 9* 25* 33* 2* 10* 18* 26* 34 3,11*,19*,35* 27*
21 5 13 29 37 6 14 22 30 38 31,39 7,15,23
4*,12* 20*,28
8*,16,40
36*
24,32
Jumlah Item Valid 10 5
10
4
10
4
10
5
40
18
Ket. *) item yang valid
Tabel 3.2 Blue Print Skala Big Five
Aspek
Indikator
F 14*,24*
Neoruticism
Kecemasan Kemarahan Depresi Kesadaran diri Kurangnya kontrol diri Kerapuhan
44 4*,34
U
29,39 49 19 9
Jumlah Item valid 10 3
53
Extraversion
Openness to Experience
Agreeableness
Conscientiosness
Minat Berteman Minat Berkelompok Kemampuan Asertif Tingkat Aktivitas Mencari Kesenangan Emosi Positif Kemampuan Imajinasi Minat terhadap Seni Kemampuan Menyelami Emosi Minat Berpetualang Berpikiran terbuka
21* 11*,31*
Kebebasan Kepercayaan Kesungguhan Perilaku Menolong Kemampuan Bekerjasama Kerendahan Hati Simpatik Kecukupan diri Keteraturan Rasa Tanggung Jawab Keinginan Berprestasi Disiplin Diri Kehati-hatian
25*
Jumlah Ket. *) item yang valid
1* 41* 15 5 35*
26 46 6 36 16 30,40
10
5
10
3
10
2
10
5
50
18
45* 10,20,5 0
7*,47 37 27 17* 3,43* 33 13 23
42 32 22 12
2 38*
48 8*,28* 18*
54
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self control Aspek
Behavior control
Cognitive control
Decisional control
Indikator
F
U
Kemampuan Mengatur Pelaksanaan Kemampuan memodifikasi stimulus Kemampuan memperolah informasi Kemampuan melakukan penilaian Kemampuan memilih dan menentukan bentuk tindakan
1*,7*,13*
4*, 28*
19*, 25*
10, 16, 22
3*,9*,15*
5*,11*
21, 27
17*, 23, 29
6*, 12, 18, 24*, 30*
2, 8, 14, 20, 26
Jumlah Ket. *) item yang valid
Jumlah Item 10
Valid 7
10
6
10
3
30
16
3. 5. Uji Validitas Pada instrument 1) agresivitas, 2) neuroticism, 3) extravertion, 4) openness, 5) agreeableness, 6) conscientiousness, 7) behavior control, 8) cognitive control, dan 9) decisional control, peneliti melakukan uji validitas konstruk instrument tersebut. Oleh karena itu, digunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk pengujian validitas instrument dengan menggunakan software LISREL 8.70 (Joreskog, dan Sorbom, 2006). Adapun langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut (Widhiarso, 2004):
55
1) Dilakukan uji CFA dengan model unidimensional (satu faktor) dan dilihat nilai Chi Square yang dihasilkan. Jika nilai Chi Square tidak signifikan (p > 0,05) berarti semua item telah mengukur sesuai dengan yang diteorikan, yaitu hanya mengukur satu faktor saja. Jika ini terjadi maka analisis dilanjutkan ke langkah ketiga, yaitu melihat muatan faktor pada masing-masing item. Namun jika nilai Chi Square signifikan (p < 0,05), maka diperlukan modifikasi terhadap model pengukuran yang diuji sesuai langkah kedua berikut ini. 2) Jika nilai Chi Square signifikan, maka dilakukan modifikasi model pengukuran dengan cara mengestimasi korelasi antar kesalahan pengukuran pada beberapa item yang mungkin bersifat multidimensional. Ini berarti bahwa selain suatu item mengukur konstruk yang diniati ingin diukur (sesuai teori), juga dapat dilihat apakah item tersebut mengukur hal yang lain (mengukur lebih dari satu hal). Jika setelah beberapa kesalahan pengukuran dibebaskan untuk saling berkorelasi dan akhirnya diperoleh model yang fit, maka model terakhir inilah yang akan digunakan pada langkah selanjutnya. 3) Setelah diperoleh model pengukuran yang fit (unidimensional) maka dilihat apakah ada item yang muatan faktornya negatif. Jika ada, item tersebut harus didrop (tidak diikutsertakan dalam skoring). 4) Dengan menggunakan SPSS dan model unidimensional (satu faktor) kemudian dihitung (diestimasi) nilai skor faktor (true score) bagi setiap orang untuk variabel yang bersangkutan. Dalam hal ini yang dianalisis faktor hanya item yang baik saja (tidak didrop).
56
Adapun kriteria item yang baik pada CFA adalah (Wijayanto, 2008): 1) Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah jika t > 1,96 maka item tersebut tidak akan didrop dan sebaliknya. 2) Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring dengan favorable (pada skala Likert 1- 4), maka nilai koefisien muatan faktor harus bermuatan positif, dan sebaliknya. Apabila item favorable, namun koefisien muatan faktor item bernilai negatif, maka item tersebut akan didrop dan sebaliknya. 3) Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi, maka item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lain. Dalam penelitian ini data yang akan dianalisis adalah hasil pengukuran dalam bentuk skor faktor seperti yang diperoleh pada langkah keempat dalam melakukan uji validitas CFA di atas, kecuali untuk variabel usia, dan suku. Adapun uji validitas alat ukur akan dipaparkan pada subbab berikut:
3.5.1. Validitas Konstruk Agresivitas Pada konstruk Agresivitas ini, teorinya mensyaratkan untuk dilakukan CFA dua tingkat (second order CFA). Dalam hal ini, diteorikan bahwa ada 4 faktor
57
(komponen) agresivitas yaitu fisik, verbal, permusuhan, dan kemarahan. Berikut gambar second order CFA dengan 4 faktor:
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatori dari Agresivitas Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 40 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 1, 9, 17, 25, 33, 5, 13, 21, 29, 37, 2, 10, 18, 26, 34, 6, 14, 22, 30, 38, 3, 11, 19, 27, 35, 7, 15, 23, 31, 39, 4, 12, 20, 28, 36, 8, 16, 24, 32, 40.
58
Gambar diatas merupakan hasil awal analisis second order CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit dengan Chi Square = 2927,07 , df = 736, P-Value = 0,00000, RMSEA = 0,134. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya maka diperoleh Chi Square = 1338,96 , df = 672, P-Value = 0,00000, RMSEA = 0,077. Model pengukuran ini terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensi pada dirinya masing-masing (gambar dapat dilihat pada lampiran). Namun karena model ini belum menemukan nilai fit (pvalue < 0,05) dan untuk menghitung (mengestimasi) skor faktor yang bersifat general (dua tingkat) cukup rumit untuk dilakukan, maka dalam penelitian ini untuk melihat validitas item pada agresivitas, dilihat dengan menggunakan alpha-cronbach. Setelah item yang tidak valid (<0,3) didrop, maka didapat Alpha Cronbach sebesar 0,877. 3.5.2. Validitas Konstruk Kepribadian Big Five 1. Neoriticism
59
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Neuroticism Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 9,19,29,39,49,4,14,24,34,44. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,4926 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima, bahwa seluruh item terbukti mengukur satu hal saja. Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Neuroticism No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 9. 0,07 0,08 0,92 X 19. -0,65 0,08 -8,41 X 29. -0,17 0,09 -1,97 X 39. -0,58 0,07 -7,72 X 49. -0,73 0,07 -10,67 X 4. 0,68 0,07 9,50 V 14. 0,61 0,07 8,23 V 24. 0,82 0,07 11,99 V 34. 0,41 0,08 5,01 V 44. 0,02 0,09 0,27 X Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 9, 19, 29, 39, 49, dan 44. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
60
Tabel 3.6 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Neoriticism 9 1
19
29
39
49
4
14
24
34
44
9 19 1 29 V V 1 39 V 1 49 1 4 V 1 14 V 1 24 V 1 34 V V V V 1 44 V V V V V V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 34 dan 44. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop. 2. Extraversion
61
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Extraversion Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 1,11,21,31,41,6,16,26,36,46. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,14069 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi. Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Extraversion No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 1. 0,24 0,08 2,87 V 11. 0,26 0,08 3,06 V 21. 0,32 0,09 3,68 V 31. 0,56 0,08 7,15 V 41. 0,42 0,08 5,06 V 6. -0,38 0,08 -4,58 X 16. -0,09 0,09 -1,08 X 26. -0,45 0,09 -5,05 X 36. -0,46 0,08 -5,52 X 46. -0,74 0,08 -9,28 X Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 6, 16, 26, 36, dan 46. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor.
62
Tabel 3.8 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Extraversion 1 1
11
21
31
41
6
16
26
36
46
1 11 1 21 1 31 1 41 1 6 V V V 1 16 V 1 26 1 36 V V V 1 46 V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 6 dan 36. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop.
63
3. Openness
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Openness Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 5,15,25,35,45,10,20,30,40 Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,05169 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi.
64
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Openness No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 5 0,12 0,08 1,43 X 15 0,05 0,08 0,63 X 25 0,58 0,08 7,34 V 35 0,54 0,08 6,81 V 45 0,55 0,08 6,89 V 10 -0,37 0,08 -4,56 X 20 0,11 0,08 1,37 X 30 -0,22 0,09 -2,54 X 40 -0,10 0,08 -1,17 X 50 -0,89 0,08 -11,74 X Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 5, 15, 10, 20, 30, 40, 50. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Tabel 3.10 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Openness 5 1 V
15
25
35
45
10
20
30
40
50
5 15 1 25 1 35 1 45 1 10 V V 1 20 V V V 1 30 V V V 1 40 V V V 1 50 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
65
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 20, 30 dan 40. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop. 4. Agreeableness
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Agreeableness Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 7,17,27,37,47,2,12,22,32,42. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,07178 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi.
66
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Agreeableness No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 7 0,85 0,13 6,78 V 17 0,43 0,08 5,38 V 27 0,14 0,07 1,88 X 37 0,06 0,08 0,82 X 47 0,11 0,08 1,45 X 2 -0,42 0,10 -4,11 X 12 -0,69 0,11 -6,40 X 22 0,02 0,09 -2,69 X 32 -0,24 0,09 -2,69 X 42 -0,46 0,09 -5,34 X Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 27, 37, 47, 2, 12, 22, 32, dan 42. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Tabel 3.12 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Agreeableness 1 1
11
21
31
41
6
16
26
36
46
1 11 1 21 1 31 1 41 V V 1 6 V V V 1 16 V 1 26 V V V 1 36 V V V V 1 46 V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
67
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 36. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop. 5. Conscientiousness
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Conscientiousness Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 3,13,23,33,8,18,28,38,48. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,06436 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi.
68
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Conscientiousness No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 3 0,11 0,09 1,26 X 13 0,15 0,09 1,66 X 23 0,08 0,09 0,89 X 33 -0,63 0,08 -8,03 X 43 0,20 0,09 2,31 V 8 0,64 0,08 8,11 V 18 0,63 0,08 8,06 V 28 0,30 0,09 3,54 V 38 0,77 0,07 10,26 V 48 -0,01 0,09 -0,14 X Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 3, 13, 23, 33, dan 48. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Tabel 3.14 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Conscientiousness 3 1 V
13
23
33
43
8
18
28
38
48
3 13 1 23 V 1 33 V 1 43 V V V 1 8 V V 1 18 1 28 V 1 38 1 48 V V V V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
69
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 48. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop.
3.5.3. Variabel Konstruk Self control 1. Behavior control
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Behavior control Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 1,7,13,19,25,4,10,16,22,28. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,20305 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi.
70
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Behavior control No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 1 0,42 0,08 5,11 V 7 0,82 0,09 9,61 V 13 0,35 0,09 4,09 V 19 0,37 0,08 4,70 V 25 0,41 0,09 4,83 V 4 0,32 0,08 3,89 V 10 -0,59 0,14 -4,18 X 16 -0,01 0,08 -0,18 X 22 -0,17 0,08 -2,17 X 28 0,42 0,09 4,76 V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 10, 16, dan 22. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Tabel 3.16 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Behavior control 1 1
7
13
19
25
4
10
16
22
28
1 7 1 13 1 19 1 25 1 4 V 1 10 V V V V 1 16 V 1 22 V 1 28 V V V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
71
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 10. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop. 2. Cognitive control
Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Cognitif control Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 3,9,15,21,27,5,11,17,23,29. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,07798 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi.
72
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Cognitif control No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 3 0,33 0,08 4,05 V 9 0,65 0,11 5,97 V 15 0,53 0,08 6,76 V 21 0,17 0,09 1,95 X 27 -0,22 0,09 -2,50 X 5 0,47 0,08 5,97 V 11 0,79 0,08 9,32 V 17 0,26 0,08 3,25 V 23 0,06 0,08 0,68 X 29 0,49 0,08 6,04 V Keterangan : tanda V = signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 21, 27, dan 23. Dengan demikian item-item tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Tabel 3.18 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Cognitif control 3 1
9
15
21
27
5
11
17
23
29
3 9 1 15 1 21 1 27 V V 1 5 V V 1 11 V V 1 17 V 1 23 V V 1 29 V V V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
73
Dari tabel diatas, dapat dilihat kesalahan pengukuran item terbanyak terdapat pada item 29. Artinya item tersebut mengukur lebih dari satu hal, sehingga item tersebut di drop. 3. Decisional control
Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatori dari Faktor Decisional control Ket: Pada gambar diatas, item 1 s/d 10 hanya sebagai symbol, sedangkan urutan item yang benar adalah 6,12,18,24,30,2,8,14,20,26. Dari gambar diatas, bahwa nilai Chi Square menghasilkan P-Value > 0,05 yaitu 0,07114 (tidak signifikan), yang artinya model dengan hanya satu faktor dapat diterima. Namun terdapat beberapa kesalahan item, dimana terdapat beberapa item yang saling berkorelasi.
74
Tabel 3.19 Muatan Faktor Item Decisional control No. Item Koefisien Std.Error Nilai t Signifikan 6 0,27 0,08 3,29 V 12 0,13 0,12 1,08 X 18 -0,18 0,09 -2,03 X 24 0,33 0,08 4,13 V 30 0,53 0,08 6,62 V 2 -0,03 0,10 -0,29 X 8 -0,72 0,08 -8,44 X 14 -0,74 0,08 -8,93 X 20 -0,17 0,09 -1,86 X 26 -0,16 0,08 -1,89 X Keterangan : tanda V =signifikan (t > 1,96) ; X = tidak signifikan Pada tabel diatas, nilai t bagi koefisien muatan faktor yang tidak signifikan dan bermuatan negative yaitu item 12, 18, 2, 8, 14, 20, dan 26. Dengan demikian itemitem tersebut akan di drop. Artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Tabel 3.20 Matriks Korelasi antar Kesalahan Pengukuran dari item Decisional control 6 1
12
18
24
30
2
8
14
20
26
6 12 1 18 V 1 24 V 1 30 V 1 2 V V V 1 8 V V V 1 14 V 1 20 V V V 1 26 V V V 1 Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
75
3. 6. Prosedur Penelitian Tahapan pertama penelitian ini mempersiapkan alat ukur, kemudian pengambilan data sesungguhnya. Sebelum mengambil data, peneliti melakukan serangkaian perijinan. Proses perijinan dimulai dari kampus, kemudian diproses di Kesbang & Linmas Kota Tangerang untuk mendapatkan surat rekomendasi. Setelah itu, peneliti langsung meminta ijin ke kantor Satpol PP di Kota Tangerang. Penyebaran angket di bantu oleh komandan Satpol PP, dimana angket di berikan kepada Danton kemudian disebar kepada masing-masing anggota. Dalam pengambilan data, mula-mula subjek diminta untuk mengisi lembar kesediaan menjadi partisipan pada penelitian ini dan juga lembar data diri. Untuk pengisian nama, boleh menggunakan inisial saja jika subjek tidak bersedia mencantumkan nama asli. Skala kepribadian big five, skala self-control, dan skala agresivitas yang didahului oleh lembar petunjuk pengisian diberikan secara bersamaan kepada subjek setelah lembar kesediaan dan lembar data diri. Setelah subjek mengisi semua aitem alat ukur, angket dikumpulkan kembali dan peneliti mengucapkan terima kasih.
3. 7. Metode Analisis Data Dalam rangka menjawab pertanyaan penelitian yaitu apakah terdapat pengaruh yang signifikan masing-masing variabel terhadap agresivitas, dan untuk mengetahui seberapa besar sumbangan yang diberikan masing-masing variabel terhadap
76
agresivitas, penulis menggunakan metode statistikakarena datanya berupa angkaangka yang merupakan hasil pengukuran atau perhitungan. Dalam hal ini berdasarkan hipotesis yang akan diukur peneliti menggunakan teknik analisis multiple regression atau analisis regresi berganda untuk mengetahui besar dan arah hubungan antara independen variabel dengan dependen variabel. Analisis multi regresi adalah suatu metode untuk mengkaji akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih satu variabel bebas terhadap satu variabel terikat, dengan menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi (Pedhazur, 1982). Adapun persamaan umum analisis regresi berganda ini adalah :
Y= a+b1X1+b2X2+b3X3
Keterangan: Y
: Nilai yang diprediksi (DV) yang dalam hal ini adalah agresivitas
X
: Nilai variabel predictor (IV)
a
: Koefisien variabel
b
: Konstanta
Dalam analisis multiple regression ini dapat diperoleh beberapa informasi, yaitu : 1. R2 yang menunjukkan proporsi varian (presentase varian) dari dependen variabel (DV) yang bisa diterangkan oleh independen variabel (IV).
77
2. Uji hipotesis mengenai signifikan atau tidaknya masing-masing koefisien regresi. Koefisien yang signifikan menunjukan dampak yang signifikan dari independen variabel (IV) yang bersangkutan. 3. Persamaan regresi yang ditemukan bisa digunakan untuk membuat prediksi tentang berapa harga Y jika nilai setiap independen variabel (IV) diketahui. Untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
Dimana SSreg merupakan jumlah kuadrat dari regresi dan y2 adalah jumlah kuadrat dari DV. Uji R2 merupakan proporsi varian y yang mempengaruhi IV. Uji hipotesis secara statistika tentang apakah DV yang dipengaruhi IV signifikan atau tidak, maka digunakan uji F untuk membuktikan hal tersebut dengan menggunakan rumus F (Pedhazur, 1982), yaitu sebagai berikut:
Dimana k adalah jumlah independent variable dan N adalah jumlah sampel. Dari hasil uji F signifikan dapat dilanjutkan dengan uji hipotesis minor yaitu, apakah masingmasing variabel independent mempengaruhi dependent variable.
78
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel independent signifikan terhadap dependent variable maka peneliti melakukan uji t (Pedhazur, 1982). Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb adalah standard eror dari koefisien b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang dilakukan oleh peneliti. Uji t yang dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut :
79
BAB IV HASIL PENELITIAN Dalam bab empat ini akan dibahas mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan. Pembahasan tersebut meliputi tiga bagian yaitu: gambaran umum responden, analisis deskriptif, dan pengujian hipotesis penelitian. 4. 1. Gambaran Umum Responden Berikut ini akan diuraikan gambaran responden berdasarkan usia, pendidikan terakhir, dan masa kerja. Pada penelitian ini, penulis menggunakan sampel sebanyak 168 orang Satpol PP Kota Tangerang. 4.1.1. Responden Berdasarkan Usia Pengelompokan responden berdasarkan usia, peneliti membaginya berdasarkan jarak dari usia termuda sampai usia tertua, dimana usia tertua dikurangi usia termuda. Adapun usia termuda yaitu 25 tahun, sedangkan usia tertua yaitu 48 tahun sehingga luas sebarannya adalah 23. Dalam penelitian ini skor usia dibagi ke dalam 3 kategori, maka didapat rentangan sebesar 7,67 yang dibulatkan menjadi 8. Tabel 4.1 Ditribusi sampel penelitian berdasarkan usia Usia 25 32 33 40 41 48 Jumlah
Frekuensi 80 71 17 168
Persentase 47,62 % 42,26 % 10,12 % 100 %
80
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa responden yang memiliki presentase terbesar yakni 47,62% atau berjumlah 80 orang terdapat pada rentangan usia 25
32 tahun. Selanjutnya dengan presentase 42,26% atau berjumlah
71 orang terdapat pada rentangan usia 33
40 tahun. Presentase 10,12% atau
berjumlah 17 orang terdapat pada rentangan usia 41
48 tahun.
4.1.2. Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Di bawah ini tabel yang menunjukkan jumlah responden berdasarkan pendidikan terakhir. Tabel 4.2 Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir Pendidikan SMU/sederajat D3 S1/S2 Total
Frekuensi 148 3 17 168
Persentase 88,1% 1,8 % 10,1% 100%
Berdasarkan tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa mayoritas responden pada penelitian ini tingkat pendidikannya adalah SMU atau sederajat yaitu sebanyak 148 orang atau 88,1%. Responden yang berpendidikan D3 sebanyak 3 orang atau 1,8%, sedangkan responden yang berpendidikan sarjana sebanyak 17 orang atau 10,1%. Hal ini dikarenakan syarat untuk dapat mengikuti pelatihan sebagai anggota satpol pp berpendidikan minimal SMU/sederajat.
81
4.1.3. Responden Berdasarkan Etnis/Suku Bangsa Di bawah ini tabel yang menunjukkan jumlah responden berdasarkan etnis/suku bangsa. Tabel 4.3 Responden Berdasarkan Etnis Etnis Jawa Sunda Betawi Minang/Flores Total
Frekuensi 27 35 100 6 168
Persentase 16,1% 20,8% 59,5% 3,6 % 100 %
Dari tabel diatas, didapat bahwa 100 orang atau 59,5 % berasal dari suku betawi, 35 orang atau 20,8 % berasal dari suku sunda, 27 orang atau 16,1 % berasal dari suku jawa. 6 orang atau 3,6 % berasal dari suku minang/flores, dimana 4 orang atau 2,4 % berasal dari suku minang, dan 2 orang atau 1,2 % berasal dari suku flores. Artinya bahwa mayoritas responden berasal dari suku Betawi. Hal ini mungkin dikarenakan lokasi dalam pengambilan sampel yang berada di wilayah Kota Tangerang, yang masih dalam kawasan Jakarta, dengan suku asli Betawi. 4.1.4. Responden Berdasarkan Masa Kerja Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai rata-rata skor variabel masa kerja = 7.6786, modus = 9, median = 8.00, standar deviasi = 3.22104, varian = 10.375, min = 2, dan max = 21. Distribusi frekuensi masa kerja yang sudah dikelompokkan terlihat dalam tabel berikut :
82
Tabel 4.4 Responden Berdasarkan Masa Kerja Interval Kelas 2 8 9 15 > 16 tahun Total
Frekuensi 98 66 4 168
Presentase 58,33 % 39,29 % 2,38 % 100 %
Berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa masa kerja dengan jumlah frekuensi tertinggi yaitu 98 orang atau 58,33 % terdapat pada rentangan 2
8 tahun.
Selanjutnya dengan presentase 39,29 % atau 66 orang terdapat pada rentangan masa kerja 9
15 tahun. Frekuensi terendah dengan nilai presentase 2,38 % atau 4 orang
terdapat pada rentang masa kerja 16 tahun keatas.
4.2 Analisis Deskriptif 4.2.1 Kategori Tipe Kepribadian Kategori ini menggambarkan tipe kepribadian yang dimiliki oleh satpol pp Kota Tangerang, dengan melihat nilai true-skor terbesar pada masing-masing kategori. Perhitungannya dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.5 Kategori Tipe Kepribadian Satpol PP Kategori Neuroticism Extraversion Openness Agreeableness Conscientiousness Jumlah
Frekuensi 44 36 16 26 46 168
Persentase 26,2 % 21,4 % 9,5 % 15,5 % 27,4 % 100 %
83
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tipe Kepribadian yang menonjol pada satpol pp Kota Tangerang yaitu conscientiousness dan neuroticism. Hal ini menggambarkan bahwa 27,4% atau 46 orang anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki sifat conscientiousness, dimana individu mampu mengontrol tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan,
mengikuti
peraturan
dan
norma,
terencana,
terorganisir,
dan
memprioritaskan tugas. Disisi lain trait kepribadian ini menggambarkan orang yang sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, dan membosankan. Kemudian 26,2% atau 44 orang anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki sifat neuroticsm. Individu yang memiliki kepribadian ini mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive. Sedangkan karakteristik yang paling sedikit dimiliki satpol pp Kota Tangerang adalah openness yaitu sebesar 9,5% atau sebanyak 16 orang. Individu ini mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. 4.2.2 Kategori Self control Kategori skor self control yang dipergunakan adalah dua kategori, tinggi, dan rendah. Dimana kategori tinggi adalah nilai t-skor diatas rata-rata, kategori rendah adalah nilai t-skor dibawah rata-rata. Dengan nilai mean = 49.9972, standar deviasi = 10.00, skor minimum = 24.88, skor maximum = 70,56. Hasil perhitungan kategori dapat dilihat pada tabel berikut :
84
Tabel 4.6 Kategori Self control
Self control
Kategori Tinggi Rendah Jumlah
T Skor < mean
Frekuensi 81 87 168
Persentase 48,21 % 51,79 % 100 %
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa 48,21% atau 81 anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki self control yang tinggi, dan 51,79% atau 87 anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki self control yang rendah. Dalam perhitungan tiap dimensi digunakan mean dari t-skor masing-masing dimensi. Dimana kategori tinggi adalah nilai t-skor diatas rata-rata, dan kategori rendah adalah nilai true skor dibawah rata-rata. Adapun tabelnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.7 Self control Dimensi Behavior control Cognitif control Decisional control
Kategori Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah
T skor < mean < mean < mean
Frekuensi 82 86 89 79 81 87
Presentase 48,81 % 51,19 % 52,98 % 47,02 % 48,21 % 51,79 %
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat : 1. Untuk behavior control, memiliki Mean sebesar 49,998. Nilai > 49,998 dinyatakan dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 48,81% atau sebanyak 82 orang. Nilai < 49,998 dinyatakan dalam kategori rendah, yaitu sebesar 51,19% atau sebanyak 86
85
orang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa satpol pp di Kota Tangerang memiliki kontrol perilaku yang rendah. 2. Untuk cognitif control, memiliki Mean sebesar 50,00. Nilai > 50,00 dinyatakan dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 52,98% atau sebanyak 89 orang. Nilai < 50,00 dinyatakan dalam kategori rendah, yaitu sebesar 47,02% atau sebanyak 79 orang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa satpol pp di Kota Tangerang memiliki kontrol kognitif yang tinggi. 3. Untuk decisional control, memiliki Mean sebesar 49,997. Nilai > 49,997 dinyatakan dalam kategori tinggi, yaitu sebesar 48,21% atau sebanyak 81 orang. Nilai < 49,997 dinyatakan dalam kategori rendah, yaitu sebesar 51,79% atau sebanyak 87 orang. Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa satpol pp di Kota Tangerang memiliki kontrol yang rendah dalam mengambil keputusan. 4.2.3 Kategori Agresivitas Kategori skor agresivitas yang dipergunakan adalah dua kategori, tinggi dan rendah. Dimana kategori tinggi adalah dengan skor diatas rata-rata, dan kategori rendah adalah dibawah skor rata-rata. Diperoleh nilai mean = 49,6071, median = 48,00, standar deviasi = 10,24142, minimum = 31,00, maksimum = 76,00. Hasil perhitungan kategori dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.8 Kategori Agresivitas Kategori Tinggi Rendah < Mean Jumlah
Frekuensi 74 94 168
Persentase 44,05 % 55,95 % 100 %
86
Berdasarkan tabel diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa 55,95 % atau 94 anggota satpol pp di Kota Tangerang memiliki tingkat agresivitas yang rendah, dan 44,05 % atau 74 anggota satpol pp Kota Tangerang memiliki tingkat agresivitas yang tinggi. Kemungkinan hal ini terjadi karena mayoritas satpol pp Kota Tangerang memiliki tipe kepribadian conscientiousness.
4.3 Uji Hipotesis 4.3.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian Peneliti melakukan uji hipotesis dengan teknik analisis regresi multivariate, dimana perhitungannya dibantu oleh software SPSS 17. Dalam analisis regresi ini, ada 3 hal yang dilihat yaitu, melihat apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kedua melihat besaran R Square untuk mengetahui berapa persen (%) varian pada DV yang dijelaskan oleh IV, ketiga melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variabel terhadap agresivitas. Karena variabel etnis merupakan data kategorik, maka pengujian hipotesis untuk variabel ini tidak dimasukkan kedalam analisis keseluruhan independent variabel. Sedangkan untuk Tipe Kepribadian dapat dijadikan data kategorik maupun nominal. Hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut :
87
Tabel 4.9 Anova b
ANOVA Model 1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
8581.182
9
953.465
Residual
8117.922
158
51.379
16699.105
167
Total
F
Sig.
18.557
a
.000
a. Predictors: (Constant), Usia, Extraversion, CognitifControl, Neuroticism, DecisionalControl, Agreeableness, Openness, BehaviorControl, Conscientiousness b. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa Sig. 0,000 (p < 0,05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh independen variabel terhadap agresivitas ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan dari trait Big Five (Neurotic, Extraversion, Openness, Agreeableness, dan Conscientiousness), Self control (Behavior control, Cognitif control, dan Decisional control), dan Usia terhadap Agrevitas. Sedangkan tabel R square, dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.10 Model Summary Model Summary Model 1
R .717a
R Square
Adjusted R Square
.514
Std. Error of the Estimate
.486
7.16793
a. Predictors: (Constant), Usia, Extraversion, CognitifControl, Neuroticism, DecisionalControl, Agreeableness, Openness, BehaviorControl, Conscientiousness
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa perolehan R Square sebesar 0.514 atau 51,4 %. Artinya proporsi varian dari agresivitas yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 51,4 %, sedangkan 48,6 % sisanya dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel dalam penelitian ini.
88
Selanjutnya adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel berikut : Tabel 4.11 Koefisien Regresi Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model
B
1
39.617
6.240
Neuroticism
.254
.066
Extraversion
.108
Openness Agreeableness
(Constant)
Std. Error
Standardized Coefficients Beta
T
Sig.
6.349
.000
.254
3.837
.000
.073
.108
1.480
.141
.090
.068
.090
1.329
.186
.240
.065
.240
3.668
.000
-.341
.080
-.341
-4.286
.000
BehaviorControl
.107
.076
.107
1.413
.160
CognitifControl
-.362
.067
-.362
-5.406
.000
.207
.069
.207
3.008
.003
-.142
.114
-.072
-1.240
.217
Conscientiousness
DecisionalControl Usia
a. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat variabel (IV) mana saja yang mempengaruhi secara signifikan terhadap agresivitas (DV). Dengan melihat pada kolom Sig. < 0,05 maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap agresivitas dan sebaliknya. Dari hasil diatas hanya koefisien Neuroticism, Agreeableness, Conscientiousness, Cognitif control dan Decisional control, sedangkan yang lainnya tidak signifikan (sig. > 0,05). Adapun informasi yang disampaikan dari hasil tersebut adalah sebagai berikut :
89
1. Variabel Neuroticism : Diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar 0.254, yang berarti bahwa variabel ini secara positif mempengaruhi agresivitas satpol pp. 2. Variabel Extraversion : Diperoleh nilai sig. 0.141 (> 0.05), yang berarti bahwa variabel ini tidak signifikan atau dengan kata lain variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap agresivitas satpol pp. Nilai regresi dari variabel ini sebesar 0.108. 3. Variabel Openness : Diperoleh nilai sig. 0.186 (> 0.05), yang berarti bahwa variabel ini tidak signifikan atau variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap agresivitas satpol pp. Nilai regresi variabel ini sebesar 0.090. 4. Variabel Agreeableness : Diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar 0.240, yang berarti bahwa variabel ini secara positif mempengaruhi agresivitas satpol pp. 5. Variabel Conscientiousness : Diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar -0.341, bahwa variabel ini secara negatif mempengaruhi agresivitas satpol pp. Artinya jika skor variabel conscientiousness tinggi maka agresivitas rendah, dan sebaliknya. 6. Variabel Behavior control : diperoleh nilai sig. 0.160 (> 0.05), yang berarti bahwa variabel ini tidak signifikan atau variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap agresivitas satpol pp. Nilai regresi variabel ini sebesar 0.107.
90
7. Variabel Cognitif control : diperoleh nilai sig. 0.000 (< 0.05), yang berarti bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar -0.362, bahwa variabel ini secara negative mempengaruhi agresivitas satpol pp. Artinya jika skor cognitive control tinggi maka agresivitas rendah, dan sebaliknya. 8. Variabel Decisional control : diperoleh nilai sig. 0.003 (< 0.05), yang berarti bahwa variabel ini signifikan. Nilai regresi sebesar 0.207, bahwa variabel ini secara positif mempengaruhi agresivitas satpol pp. 9. Variabel Usia : diperoleh nilai sig. 0.217 (> 0.05), yang berarti bahwa variabel ini tidak signifikan atau variabel ini tidak memberikan pengaruh terhadap agresivitas satpol pp. Nilai regresi variabel ini sebesar -0.142. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada agresivitas, yaitu : Persamaan 4.1 Regresi Agresivitas Agresivitas = 39,617 + 0,254*Neuroticism + 0,108*Extraversion + 0,090*Openness + 0,240*Agreeableness
0,341*Conscientiousness
+ 0,107*Behavior control
0,362*Cognitif control +
0,207*Decisional control
0,142*Usia
91
Hasil uji F untuk variabel etnis dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.12 Variabel Etnis b
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression
Df
Mean Square
4363.059
3
1454.353
Residual
12336.046
164
75.220
Total
16699.105
167
F
Sig.
19.335
.000a
a. Predictors: (Constant), VAR00004, VAR00002, VAR00003 b. Dependent Variable: Agresivitas
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa sig. 0,000 (p < 0,05) , maka hipotesis nihil ditolak. Artinya, ada pengaruh yang signifikan dari variabel etnis terhadap agresivitas. Untuk R square, dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 4.13 Model Summary Change Statistics Model 1
R .511a
R Adjusted R Square Square .261
.248
Std. Error of the Estimate
R Square Change
8.67293
.261
Sig. F F Change df1 df2 Change 19.335
3 164
.000
a. Predictors: (Constant), VAR00004, VAR00002, VAR00003
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0,261 atau 26,1 %. Artinya proporsi varians dari agresivitas yang dijelaskan oleh variabel etnis adalah sebesar 26,1%. Hasil uji beda variabel etnis adalah sebagai berikut :
92
Tabel 4.14 Uji Beda Variabel Etnis Report Agresivitas Etnis
Mean
N
Std. Deviation
Jawa
49.9137
27
11.92250
Sunda
59.5337
35
8.04806
Betawi
47.1614
100
7.96104
minang/flores
42.0850
6
5.71985
Total
50.0000
168
9.99973
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa etnis yang agresivitasnya paling tinggi berasal dari suku Sunda dengan mean = 59,5337. Selanjutnya suku Jawa dengan mean = 49,9137, suku Betawi dengan mean = 47,1614. Dan yang paling rendah agresivitasnya berasal dari suku Minang/Flores dengan mean = 42,0850. Hasil uji beda tipe kepribadian Big Five adalah sebagai berikut: Tabel 4.15 Uji Beda Tipe Kepribadian Report Agresivitas BigFive
Mean
N
Std. Deviation
neuroticism
49.8514
44
11.03339
extraversion
55.9706
36
8.02664
openness to experience
52.9469
16
10.71804
agreeableness
52.1119
26
9.74503
conscientiousness
43.2509
46
5.73043
Total
50.0000
168
9.99973
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tipe kepribadian dengan agresivitas paling tinggi adalah extraversion dengan mean = 55,9706. Selanjutnya kepribadian
93
openness to experience dengan mean = 52,9469, kepribadian agreeableness dengan mean = 52,1119. Dan yang paling rendah agresivitasnya adalah kepribadian conscientiousness dengan mean = 43,2509. Hal inilah yang menjadi asumsi bahwa rendahnya agresivitas satpol pp Kota Tangerang, disebabkan sebagian besar satpol pp Kota Tangerang memiliki kepribadian conscientiousness. Langkah berikutnya adalah menguji penambahan proporsi varians dari tiap independen variabel jika IV tersebut dimasukkan satu per satu kedalam analisis regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan proporsi varian dari tiap IV apakah signifikan atau tidak. Untuk analisis berikutnya dibahas pada sub bab berikut. 4.3.2 Proporsi Varians Untuk Masing-masing Independent Variabel Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya penambahan proporsi varians dari tiap IV, dimana tiap IV tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel 4.16 kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua merupakan total penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom keempat adalah harga f hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom f tabel adalah kolom mengenai nilai/harga IV pada tabel f dengan df dan taraf level of significance 5 % yang telah ditentukan sebelumnya, harga pada kolom inilah yang akan dibandingkan dengan harga pada kolom f hitung. Apabila harga f hitung lebih besar daripada f
94
tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikan akan dituliskan signifikan dan sebaliknya. Jika signifikan artinya bahwa penambahan proporsi varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya proporsi varians pada agresivitas dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 4.16 Perhitungan Proporsi Varians Agresivitas
Neuroticism
0,000
R2 Change 0,000
Extraversion Openness
0,192 0,204
0,192 0,012
39,259 2,386
Agreeableness Conscientiousness Behavior control
0,241 0,399 0,401
0,037 0,158 0,002
7,983 42,609 0,570
Cognitif control Decisional control Usia
0,482 0,509 0,514
0,081 0,027 0,005
24,922 8,810 1,538
Etnis Total
0,775
0,261 0,775
19,333
IV
R2
F Hitung 0,027
DF
F Signifikan Tabel 1,166 3,90 Tidak Signifikan 1,165 3,90 Signifikan 1,164 3,90 Tidak Signifikan 1,163 3,90 Signifikan 1,162 3,90 Signifikan 1,161 3,90 Tidak Signifikan 1,160 3,90 Signifikan 1,159 3,90 Signifikan 1,158 3,90 Tidak signifikan 3,164 2,67 Signifikan
Dari tabel diatas maka dapat disimpulkan : Variabel Neuroticism tidak memberikan sumbangan varians sama sekali, sebesar 0 % pada agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 0,027 dan df = 1,166.
95
Variabel Extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 19,2 % pada agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 39,259 dan df = 1,165. Variabel Openness memberikan sumbangan varians sebesar 1,2 % pada agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 2,386 dan df = 1,164. Variabel Agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 3,7 % pada agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 7,983 dan df = 1,163. Variabel Conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 15,8 % pada agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 42,609 dan df = 1,162. Variabel Behavior control memberikan sumbangan varians sebesar 0,2 % pada agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 0,57 dan df = 1,161. Variabel Cognitif control memberikan sumbangan varians sebesar 8,1 % pada agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 24,922 dan df = 1,160.
96
Variabel Decisional control memberikan sumbangan varians sebesar 2,7 % pada agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 8,810 dan df = 1,159. Variabel Usia memberikan sumbangan varians sebesar 0,5 % pada agresivitas. Sumbangan ini tidak signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 1,538 dan df = 1,158. Variabel etnis memberikan sumbangan varians sebesar 26,1 % pada agresivitas. Sumbangan ini signifikan dengan nilai F hitung sebesar = 19,333 dan df = 3,164. F tabel = 2,67. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada 6 IV yang signifikan sumbangannya terhadap
agresivitas
satpol
pp,
yaitu:
Extraversion,
Agreeableness,
Conscientiousness, Cognitif control, Decisional control, dan Etnis. Sedangkan 4 IV lainnya tidak memberikan sumbangan secara signifikan.
97
Gambar 4.1 Bagan Proporsi Varian Neuroticism Ekstraversion 19,2 % big five Kepribadian
Openness Agreebleness Consenciousness Behavior control
0,2% 8,1%
Cognitif control 2,7% Decisional control Usia Etnis/Suku Bangsa
0,5% 26,1%
98
BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Pada bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
big five
dan self control hipotesis mayor yang menyatakan bahwa ada pengaruh dari tipe kepribadian dan self control secara bersama-sama terhadap agresivitas diterima. Selanjutnya, dari hipotesis minor, dapat dinyatakan bahwa dari 10 variabel independen yang diuji hanya 6 variabel yang dinyatakan signifikan mempengaruhi agresivitas, yaitu: neuroticism, agreeableness, conscientiousness, cognitive control, desicional control, dan etnis/suku bangsa terhadap agresivitas satpol pp Kota Tangerang. Sedangkan 4 variabel lainnya walaupun memberikan pengaruh namun pengaruh tersebut tidak signifikan hingga hipotesis peneliti yang menyatakan adanya pengaruh ditolak. Namun jika dilihat berdasarkan sumbangan proporsi varians terhadap agresivitas, terdapat 6 variabel yang dinyatakan signifikan, yaitu: Extraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Cognitive control, Decisional control, dan etnis. Dimana masing-
99
masing memberikan sumbangan sebesar 19,2 % dari extraversion, 3,7% dari agreeableness, 15,8% dari conscientiousness, 8,1% dari cognitive control, 2,7% dari decisional control, dan 26,1 % dari etnis. Sehingga diketahui bahwa sumbangan proporsi varians yang terbesar diberikan oleh etnis yaitu sebesar 26,1 %. 5.2 Diskusi Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh tipe kepribadian dan self control secara bersama-sama terhadap agresivitas. Hal ini sesuai dengan penelitian Glass (dalam Baron & Byrne, 2005) yang menyimpulkan bahwa faktor kepribadian berperan penting dalam perilaku agresif. Menurutnya bahwa kecenderungan seseorang untuk berperilaku agresif dapat dilihat dari kepribadiannya. Senada dengan teori Anderson & Bushman (2002) yang menyatakan bahwa faktor kepribadian adalah faktor manusia yang dianggap cukup berperan dalam perilaku agresif, karena kepribadian merupakan salah satu variabel person (variabel masukan) yang dapat menyebabkan terjadinya perilaku agresif. Selain itu, kepribadian juga dapat mengaktivasi konsep-konsep yang berhubungan dengan agresi di dalam memori yang dapat mempengaruhi cognition, affect, dan arrousal yang dapat mempengaruhi hasil akhir tingkah laku. Variabel person (kepribadian) dapat mempengaruhi kognisi dengan membuat konsep agresi lebih mudah diakses di dalam memori. Di dalam memori tersebut, jaringan asosiatif menghubungkan pikiran, agresi, emosi dan kecenderungan untuk bertingkah laku. Dengan demikian individu yang memiliki sifat agresif hanya akan membutuhkan sedikit energi untuk mengaktifkan konsep-konsep
100
agresi, sehingga konsep-konsep agresi tersebut menjadi semakin mudah untuk diakses dan lebih siap untuk teraktivasi pada situasi lain, yang dapat membimbing tingkah laku di masa yang akan datang. Dalam penelitian ini, tipe kepribadian yang dimaksud adalah big five. Dimana neuroticism, agreeableness dan conscientiousness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Denson, dkk (2006) yang menunjukkan bahwa trait neuroticism, agreeableness, dan conscientiousness dalam kepribadian big five memberikan pengaruh yang signifikan terhadap agresivitas. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Furnham dan Saipe (1993) mengenai hubungan antara agresi pengemudi dengan tiga model faktor (three factor model), disimpulkan bahwa perilaku agresif berkorelasi positif dengan tipe Extraversion dan Neuroticism dalam tiga model faktor kepribadian. Hal ini menjelaskan bahwa perbedaan faktor (trait) menyebabkan perbedaan korelasi antara trait yang ada dengan agresivitas sebagai dependent varibelnya. Jika dalam penelitian Furnham dan Saipe (1993) yang berkorelasi adalah faktor extraversion dan neuroticism, maka dalam penelitian yang dilakukan, yang berkorelasi adalah faktor neuroticism, agreeableness dan conscientiousness. Dimana neuroticism dan agreeableness berkorelasi secara positif dengan agresivitas. Sedangkan conscientiousness berkorelasi negatif terhadap agresivitas. Artinya semakin tinggi skor neuroticism dan agreeableness yang dimiliki
101
seseorang maka semakin tinggi tingkat agresivitasnya, namun semakin tinggi skor conscientiousness maka semakin rendah tingkat agresivitasnya, begitupun sebaliknya. Diteorikan (Costa & McCrae, 1997) bahwa karakteristik individu yang memiliki skor neuroticism tinggi merupakan individu yang mudah cemas, gugup, emosional, merasa tidak aman, merasa tidak mampu, mudah panik. Hal ini sesuai dengan teori agresivitas (Buss dan Perry, 1992; Anderson & Bushman, 2001; Berkowitz, 1993) yang menyatakan bahwa agresivitas merupakan kecenderungan untuk terlibat dalam agresi fisik dan verbal, rasa permusuhan dan rasa kemarahan. Kesesuain ini juga ditunjukkan oleh teori Geen (1998) yang menyatakan bahwa agresif adalah setiap tindakan yang menyakiti atau melukai individu lain dengan mengabaikan niat dari individu itu sendiri. Penelitian menunjukkan bahwa trait agreeableness mempengaruhi secara positif terhadap agresivitas. Hal ini tidak sesuai dengan teori (Costa & McCrae, 1997) yang menyebutkan bahwa karakteristik individu dengan skor agreeableness tinggi yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki sifat suka membantu, forgiving (mudah memaafkan), dan penyayang. Ketidaksesuaian ini mugkin terjadi karena sampel pada penelitian adalah satpol pp. Dimana dalam menjalankan beberapa tugasnya, satpol pp diharuskan untuk agresif. Namun karena sifat dasar individu itu
102
yang agreeableness maka tindakan agresif tersebut hanya dilakukan saat bekerja. Agresivitas seperti ini dimasukkan dalam tipe agresi prososial, yaitu tindakan agresi yang sebenarnya diatur atau di setujui oleh norma sosial seperti polisi memukul penjahat (Taylor & Peplau, 2009). Sifat agreeableness juga dapat dimasukkan dalam tipe agresi yang disetujui (sanctioned aggression), dimana jenis agresi ini termasuk tindakan yang tidak diharuskan oleh norma social tetapi ada di dalam batas-batasnya. Tindakan ini tidak melanggar standar moral yang diterima luas. Misalnya, pelatih yang menghukum pemain tim dengan menyuruhnya push-up biasanya dianggap bertindak sesuai dengan haknya dan masih dalam batas yang diterima. Trait conscientiousness yang memberikan pengaruh negatif terhadap agresivitas. Artinya, semakin tinggi skor conscientiousness maka semakin rendah tingkat agresivitas, begitupun sebaliknya. Hal ini sesuai dengan teori (Costa & McCrae, 1997) yang menyebutkan bahwa karakteristik individu conscientiousness memiliki sifat yang mampu mengontrol tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Sedangkan agresivitas memiliki sifat sebaliknya. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa self control memberikan pengaruh terhadap agresivitas seseorang. Dimana variabel behavior control memiliki nilai regresi sebesar 0,107 dan sig. 0,160. Artinya variabel behavior control tidak mempengaruhi agresivitas. Variabel ini memberikan sumbangan varians sebesar 0,2 %, walaupun
103
sumbangan ini tidak signifikan dengan F hitung. Cognitif control memiliki nilai regresi
sebesar -0,362 dan sig. 0,000. Artinya variabel cognitif control
mempengaruhi secara negatif terhadap agresivitas. Jika cognitif control nya tinggi maka agresivitasnya rendah, dan sebaliknya. Variabel ini memberikan sumbangan sebesar 8,1 % dan signifikan dengan F hitung. Sedangkan decisional control memiliki nilai regresi sebesar 0,207 dan sig. 0,003. Artinya variabel cognitif control mempengaruhi secara positif terhadap agresivitas. Jika decisional control nya tinggi maka agresivitas juga tinggi, dan sebaliknya. Variabel ini memberikan sumbangan sebesar 2,7 % dan signifikan dengan F hitung. Hasil penelitian yang dilakukan Stephen W. Baron (2003) yang menyebutkan bahwa rendahnya self control dapat memprediksi tindakan kriminal, yang identik dengan perilaku agresif. Penelitian Nurfaujiyanti (2010) juga menunjukkan hal yang sama, bahwa ada hubungan yang negatif antara self control dengan agresivitas anak jalanan, dengan korelasi sebesar 0,529. Hal ini mendukung teori Calhoun dan Acocella (1990) yang mendefinisikan kontrol diri (self-control) sebagai pengaturan proses-proses fisik, psikologis, dan perilaku seseorang, dengan kata lain serangkaian proses yang mebentuk dirinya sendiri. Golfried dan Merbaum juga mendefinisikan kontrol diri sebagai suatu kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan mengarahkan bentuk perilaku yang dapat membawa individu kearah konsekuensi positif. Kontrol diri juga menggambarkan keputusan individu yang melalui pertimbangan kognitif untuk menyatukan perilaku yang telah disusun untuk meningkatkan hasil dan tujuan tertentu seperti yang diinginkan.
104
Hasil penelitian ini menyebutkan bahwa variabel usia tidak mempengaruhi agresivitas. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan Wiesenthal, dkk (2000; dalam Tremblay, 2002) yang menemukan bahwa pengemudi yang lebih muda (usia 18-23) memiliki skor agresivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengemudi yang lebih tua (usia 24-66) pada the Driving Vengeance Questionnaire. Hasil penelitian juga menyebutkan bahwa etnis/suku bangsa mempengaruhi agresivitas. Dimana sumbangannya sebesar 26,1%. Hal ini sesuai dengan pendapat ahli dari berbagai bidang ilmu seperti antropologi dan psikologi, (seperti Segall, Dasen, Berry dan Poortinga, 1999; Kottak, 2006; Groos, 1992; Price dan Crapo, 2002; dalam Sarwono, 2009) yang menyebutkan bahwa lingkungan geografis mempengaruhi agresivitas. Masyarakat yang hidup di pantai/pesisir, menunjukkan karakter lebih keras daripada masyarakat yang hidup di pedalaman. Dalam penelitian di Amerika Serikat, diketahui bahwa masyarakat di bagian selatan Amerika Serikat mempunyai Agresivitas lebih tinggi. Hal ini diketahui melalui angka pembunuhan yang tinggi (Taylor, Peplau, dan Sears, 2009). Penelitian Dewi Suryani Ekawati (2007; dalam Nashori, 2008) juga menyatakan ada perbedaan perilaku agresif antara mahasiswa etnis Jawa dan mahasiswa etnis Batak yang tinggal di Yogyakarta. Dimana mahasiswa etnis Batak memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibanding mahasiswa etnis Jawa. Sebelum dilakukan analisis item, pada variabel big five terdapat 50 item yang terdiri dari 10 item Neuroticism, 10 item Extraversion, 10 item Openness, 10 item
105
Agreeableness, 10 item Conscientiousness. Namun setelah dilakukan analisis faktor konfirmatori, maka item yang digunakan untuk uji hipotesis adalah 3 item Neuroticism, 5 item Extraversion, 3 item Openness, 2 item Agreeableness, dan 5 item Conscientiousness. Pada variabel agresivitas dari 40 item, hanya 18 item yang valid dan dipakai dalam uji hipotesis. Kemungkinan hal ini terjadi dalam pembuatan item yang mengukur lebih dari satu faktor atau pada sampel yang tidak mengerti dengan kalimat dalam skala item yang diberikan, atau dikarenakan dalam pengisian kuesioner yang asal-asalan. 5.3 Saran Peneliti menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan yang ada dalam penelitian yang telah dilakukan. Namun hal tersebut merupakan pembelajaran yang berharga baik bagi peneliti sendiri maupun peneliti dibidang yang sama pada masa yang akan datang. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka ada beberapa saran yang kiranya dapat bermanfaat, sebagai berikut: 5.3.1 Saran Metodologis 1. Variasi dari 9 independen variabel yang ada hanya menyumbang 51,4 %. Sisanya sebanyak 48,6 % kemungkinan dipengaruhi oleh variabel lainnya. Oleh sebab itu, disarankan untuk penelitian selanjutnya agar meneliti/ menganalisa variabelvariabel lain yang mempengaruhi agresivitas.
106
2. Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk membuat item agresivitas yang lebih baik. Sehingga meminimalisir banyaknya item yang di drop. 3. Dalam penelitian selanjutnya, lebih baik mengambil sampel dalam jumlah yang lebih banyak. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sudah cukup memadai, namun dalam proses analisis data ditemukan beberapa hambatan karena jumlah sampel yang tidak seimbang dengan jumlah item pernyataan yang terdapat dalam seluruh skala pengukuran pada penelitian ini. 5.3.2 Saran Praktis Untuk mengurangi agresivitas maka disarankan kepada satpol pp: 1. Meningkatkan self control dalam pribadi masing-masing. Peningkatan self control dapat dilatih dengan berbagai pelatihan yang ada, seperti dengan mengikuti pelatihan peningkatan diri. 2. Meminimalisir dalam merekruit anggota dengan kepribadian extraversion.
107
DAFTAR PUSTAKA
Anderson & Bushman. 2002. Human aggression. Iowa State University. Anderson & Huesmann. 2003. The sage handbook of social psychology. Thousand Oaks, CA: Sage Publications, Inc. Averill, JR. 1973. Personal control over aversive stimuli and stress. Psychological Bulletin No.80.
to
Baron & Byrne. 2005. Psikologi sosial. Jakarta: Erlangga. Baron, Stephen W. 2003. Self-control, social consequences and criminal behavior: street youth and the general theory of crime. Journal of Research in Crime and Deliquency. Vol.40 No.4 . Sage Publications. Barthelemy, Juan J. 2005. Aggression and the big five personality factors of grades and attendance. Disertasi Univercity of Tennessee Benjamin, James, et al. 2006. Personality and aggressive behavior under provoking and neutral condition: a meta-analitic review. Psychological Bulletin Vol. 132 No.5 hal 751-756. Berkowitz, Leonard. 1995. Agresi: sebab & akibatnya. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo Bond, Alyson J. et al. 1997. Aggression individual differences, alchohol, and benzodiazepines. Psychology Press. Brehm & Kassin. 1993. Social psychology_2nd ed. USA: Houghton Miflin Company. Buss & Perry. 1992. The aggression questionaire. Journal of Personality and Social Psychology Vol. 63 hal. 452-458. Calhoun & Acocella. 1990. Psychology of adjusment & human relationship. Chaplin, J.P. 2000. Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Rajawali Pers. Davidoff, Linda L. 1991. Psikologi suatu pengantar, jilid 2_edisi kedua. Jakarta: Erlangga. Denson, Thomas F., et al. 2006. The displaced aggression questionaire. Journal of Personality & Social Psychology Vol. 90 No. 6 hal. 1032. Feldman, Robert S. 1985. Social psychology, theories, research and applications. Singapore: McGraw_Hill. Friedman & Schustack. 2008. Kepribadian: teori klasik dan riset modern. Jakarta: Erlangga. Ghufron & Risnawita. 2010. Teori-teori psikologi. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.
108
Hartup, Willard et al. 2005. Development origins of aggression. New York: The Guilford Press. Hurlock, Elizabeth B. 2000. Psikologi perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga. Iska, Zikri Neni. 2008. Psikologi pengantar pemahaman diri dan lingkungan. Jakarta: Krahe, Barbara. 2005. Perilaku agresif, buku panduan psikologi sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Larsen & Buss. 2005. Personality psichology: domains of knowledge about human human nature_2nd editon. New York. Lazarus, Richard S. 1991. Emotion and adaptation. New York: Oxford Univercity Press. Luthfi, Ikhwan dkk. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta Mastuti, Endah. 2005. Analisis faktor alat ukur kepribadian big five (adaptasi dari ipip) pada mahasiswa suku jawa. Tesis Fakultas Psikologi Universitas Erlangga. McCrae & John. Tanpa Tahun. An introd applications. Myers, David G. 2009. exploring social psychology_5th ed. USA: McGraw-Hill, Inc. Nashori, Fuad. 2008. Psikologi sosial islami. Bandung: Rafika Aditama. Nurfaujiyanti. 2010. Hubungan self-control dengan agresivitas anak jalanan. Skripsi Fakultas Psikologi UIN Pedhazur, Elazar J. 1982. Multiple regression in behavioral research, explanation and prediction_2nd ed. New York: CBS College Publishing. Pervin, Lawrence, et al. 2005. Personality theory & research_9th ed. USA: John Willey & Sons, Inc. Sarwono, Sarlito W. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Salemba Humanika. Sevilla, Consuelo G. 1993. Pengantar metode penelitian. Jakarta: UI-Press. Taylor, Shelly E. dkk. 2009. Psikologi sosial. Jakarta: Kencana. Tremblay, Paul F. 2002. A review of driver aggression research: conceptual, theoritical, and methodological issues. London, Ontario, Canada. Wade & Tavris. 2007. Psikologi, jilid dua_edisi ke 9. Jakarta: Erlangga. Widhiarso, Wahyu. 2004. Evaluasi faktor dalam big five: pendekatan analisis konfirmatori. Yogyakarta: Univ. Gajah Mada.
109
Wigins & Zanden. 1994. Social psychology_5th ed. USA: McGraw-Hill, Inc. Wijayanto, Setyo Hari. 2008. Structural equation modeling dengan lisrel 8.8_edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. Website: Arif, Solichan. 2010. Nyimenk, oknum Satpol PP ditangkap. news.okezone.com diunduh pada 17 Januari 2011. Gandapurna, Baban. 2011. Berulah tahun baru, Satpol PP Jabar periksa anggota. bandung.detik.com diunduh pada 17 Januari 2011. Hadi, Mahardika Satria. 2010. Warga Cina Benteng Adukan Oknum Satpol PP ke Polda Metro. tempointeraktif.com/hg/kriminal/2010/04/14/brk,20100414240423,id.html diunduh pada tanggal 16 Juni 2011. Irwansyah, Romi. 2011. Satpol pp rugikan PKL 5 juta. waspada.com diundah pada 17 januari 2011. Tanpa nama. Tanpa tahun. Polisi Pamong Praja. id.wikipedia.org diunduh pada 17 Januari 2011. Tanjung, Satria. 2010. Tragedi makam mbah priuk, bukti kurang komunikasi. rumahabi.info diunduh pada 17 Januari 2011. Tanjung, Satria. 2010. Satpol pp cabuli gadis di bawah umur. rumahabi.info diunduh pada 17 Januari 2011. Tanpa nama. Tanpa tahun. Kepribadian. rumahbelajarpsikologi.com diunduh pada 17 Januari 2011. Tanpa nama. 2010. Satpol pp. solocybercity.com diunduh pada 20 Januari 2011. Tanpa nama. 2010. Data and Statistics. who.int diunduh pada 20 Januari 2011.
CFA Agresivitas 1st Order
CFA Agresivitas 2nd Order setelah Dimodifikasi
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 651 Minimum Fit Function Chi-Square = 1222.44 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 1145.64 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 494.64 90 Percent Confidence Interval for NCP = (404.32 ; 592.81) Minimum Fit Function Value = 7.32 Population Discrepancy Function Value (F0) = 2.96 90 Percent Confidence Interval for F0 = (2.42 ; 3.55) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.067 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.061 ; 0.074) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 8.88 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (8.34 ; 9.47) ECVI for Saturated Model = 9.82 ECVI for Independence Model = 36.82 Chi-Square for Independence Model with 780 Degrees of Freedom = 6068.86 Independence AIC = 6148.86 Model AIC = 1483.64 Saturated AIC = 1640.00 Independence CAIC = 6313.82 Model CAIC = 2180.59 Saturated CAIC = 5021.65 Normed Fit Index (NFI) = 0.80 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.87 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.67 Comparative Fit Index (CFI) = 0.89 Incremental Fit Index (IFI) = 0.89 Relative Fit Index (RFI) = 0.76 Critical N (CN) = 101.80 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.11 Standardized RMR = 0.10 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.74 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.68 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.59 uji validitas cfa AGRESIFITAS Modification Indices and Expected Change
Output CFA Big Five trait Agreeableness Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 20 Minimum Fit Function Chi-Square = 31.04 (P = 0.055) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 29.88 (P = 0.072) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 9.88 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 28.66) Minimum Fit Function Value = 0.19 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.059 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.17) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.054 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.093) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.39 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.60 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.54 ; 0.71) ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 2.14 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 337.18 Independence AIC = 357.18 Model AIC = 99.88 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 398.42 Model CAIC = 244.22 Saturated CAIC = 336.82 Normed Fit Index (NFI) = 0.91 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.91 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.40 Comparative Fit Index (CFI) = 0.96 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.79 Critical N (CN) = 203.11
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.060 Standardized RMR = 0.060 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.97 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.90 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.35
Output CFA Big Five trait Conscientiousness Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 22 Minimum Fit Function Chi-Square = 33.29 (P = 0.058) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 32.83 (P = 0.064) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 10.83 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 30.30) Minimum Fit Function Value = 0.20 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.065 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.18) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.054 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.091) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.39 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.59 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.53 ; 0.71) ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 2.72 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 433.85 Independence AIC = 453.85 Model AIC = 98.83 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 495.09 Model CAIC = 234.92 Saturated CAIC = 336.82 Normed Fit Index (NFI) = 0.92 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.45 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.84 Critical N (CN) = 203.12
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.071 Standardized RMR = 0.071 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.91 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.38
Output CFA Big Five trait Ekstraversion Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 27 Minimum Fit Function Chi-Square = 34.68 (P = 0.15) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 34.93 (P = 0.14) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 7.93 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 27.32) Minimum Fit Function Value = 0.21 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.047 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.16) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.042 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.078) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.60 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.54 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.50 ; 0.66) ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 1.75 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 272.28 Independence AIC = 292.28 Model AIC = 90.93 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 333.52 Model CAIC = 206.40 Saturated CAIC = 336.82 Normed Fit Index (NFI) = 0.87 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.52 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.79 Critical N (CN) = 227.13 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.064 Standardized RMR = 0.064 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.92 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47
Output CFA Big Five trait Neuroticsm Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 19 Minimum Fit Function Chi-Square = 19.33 (P = 0.44) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 18.45 (P = 0.49) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 13.68) Minimum Fit Function Value = 0.12 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.082) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.0 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.066) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.85 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.54 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.54 ; 0.63) ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 4.98 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 810.95 Independence AIC = 830.95 Model AIC = 90.45 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 872.19 Model CAIC = 238.91 Saturated CAIC = 336.82 Normed Fit Index (NFI) = 0.98 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 1.00 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.41 Comparative Fit Index (CFI) = 1.00 Incremental Fit Index (IFI) = 1.00 Relative Fit Index (RFI) = 0.94 Critical N (CN) = 313.71
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.040 Standardized RMR = 0.040 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.98 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.34
Output CFA Big Five trait Openness Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 23 Minimum Fit Function Chi-Square = 36.21 (P = 0.039) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 35.03 (P = 0.052) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 12.03 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 32.08) Minimum Fit Function Value = 0.22 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.072 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.19) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.056 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.091) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.36 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.59 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.52 ; 0.71) ECVI for Saturated Model = 0.66 ECVI for Independence Model = 2.83 Chi-Square for Independence Model with 45 Degrees of Freedom = 452.01 Independence AIC = 472.01 Model AIC = 99.03 Saturated AIC = 110.00 Independence CAIC = 513.25 Model CAIC = 230.99 Saturated CAIC = 336.82 Normed Fit Index (NFI) = 0.92 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.94 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.47 Comparative Fit Index (CFI) = 0.97 Incremental Fit Index (IFI) = 0.97 Relative Fit Index (RFI) = 0.84 Critical N (CN) = 193.06
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.061 Standardized RMR = 0.062 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.96 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.90 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.40