PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN SBI TERHADAP KINERJA PEMBIAYAAN BANK SYARIAH MANDIRI PERIODE TAHUN 2009-2011 Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy)
Disusun oleh :
ANGGIARA PRATAMA NIM : 207046100053
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI SYARIAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435H/ 2014M I
PENGARUH TINGKAT INFLASI DAN SBI TERHADAP KINERJA PEMBIAYAAN BANK SYARIAH MANDIRI PERIODE TAHUN 2009-2011 Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)
Oleh:
ANGGIARA PRATAMA NIM. 207046100053
Dibawah Bimbingan Pembimbing
Drs. Heldi, M. Pd NIP.196304141993031002
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M II
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul “Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap Kinerja Pembiayaan Bank Syariah Mandiri 2009-2011” telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Pada tanggal 10 April 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana program strata 1 (S1) pada program studi muamalat (Ekonomi Islam).
Jakarta, 10 April 2014 Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP.195505051982031012
Ketua
Panitia Ujian Munaqasyah : Dr. H. Ahmad Mukri Aji, M.A. NIP.195703121985031003
(…………………….. )
Sekretaris
: Mufidah. SHI
(…………………….. )
Pembimbing : Drs. Heldi, M. Pd NIP.196304141993031002
(…………………….. )
Penguji 1
: Afwan Faizin,M.A NIP.19721026200312001
(…………………….. )
Penguji 2
: Aini Masrurah, SE.i, M.M
(…………………...... )
III
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memnuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif hidayatullah Jakarta. 2. Seluruh sumber yang saya gunakan selama penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 25 maret 2014M 23 Jumadil awal 1435H
Anggiara Pratama
IV
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq, serta nikmatnya, sehingga Alhamdulillah penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI dan Inflasi terhadap Kinerja Pembiayaan Bank Syariah Mandiri 2009-2011”. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, kepada keluarganya, para sahabatnya, serta umatnya hingga akhir zaman. Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan serta kesulitanyang penulis hadapi. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras serta dorongan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung ataupun tidak langsung, membuat penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, dengan segala kerendahan hati, maka penulis berterima kasih kepada: 1. Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Euis Amalia, M.ag dan Bapak Mu’min Rauf, S.ag, M.A. selaku ketua Prodi Muamalat. Serta Bapak Dr. Dzawahir Hejazziey, SH, MA
V
dan Bapak Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag selaku Ketua Koordinator Teknis Program Non Reguler dan Sekretaris Teknis Program Non Reguler, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Bapak Drs. Heldi, M. Pd selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan banyak ilmu, dukungan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Semoga Allah senantiasa mencurahkan rahmat dan keberkahan kepada beliau. 4. Segenap pimpinan dan staff perpustakaan utama dan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas dan referensi yang dibutuhkan selama penulisan skripsi. 5. Ayah dan Bunda yang selalu memberikan kasih sayang, dukungan dan doa yang tiada henti dan tidak mengenal lelah hingga saat ini. 6. Adik-adik tersayang, Regi dan M. Ridwan Aprilian, jangan pernah lelah mencari ilmu dan menggapai cita-cita. Semoga kita semua menjadi anak-anak yang saleh dan berbakti serta member kebanggaan. 7. Untuk seseorang yang setia menemani penulis, yang tak pernah henti memberi saran, semangat, doa dan cinta.
VI
8. Teman-teman Perbankan Syariah seperjuangan, terima kasih telah saling berbagi, mendukung, mengingatkan dan mendoakan. Semoga silaturrahim kita semua tetap terjaga, langgeng dan lestari. 9. Teman, sahabat, kerabat dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan sebaik-baiknya. Akhirnya, kepada Allah jualah penulis serahkan, semoga kebaikan yang telah diberikan menjadi amal saleh dan pahala yang berlipat ganda dari Allah SWT. Dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada, semoga Allah SWT. selalu memberikan jalan kebaikan dan keridhaan dalam setiap langkah baik kita. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya. Amin Ya Rabbal Alamin.
Jakarta, 25 Maret 2014 M 23 Jumadil awal 1435H
Penulis VII
DAFTAR ISI Halaman
JUDUL……………..………………………………………………........................ I PERSETUJUAN PEMBIMBING………………………………………………. II PENGESAHAN KELULUSAN…………………………….................................. III LEMBAR PERNYATAAN………………………………………………………. IV KATA PENGANTAR………………………………………………………..........V DAFTAR ISI……………………………………………………………………...VIII BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1 A. Latar Belakang Masalah…………………………………… 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah……………………… 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………….. 6 D. Kajian Kepustakaan……………………………………….. 7 E. Kerangka Teori…………………………………………….. 8 F. Variabel Penelitian………………………………………..... 14 BAB II
LANDASAN TEORI………………………………………….….. 16 A. Inflasi………………………………………………………. 16 B. SBI…………………………………………………………. 24 C. Kinerja Pembiayaan Perbankan Syariah…………………… 27 1. FDR………………………………………………… 29 2. NPF………………………………………………… 36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 43 A. Metode Penelitian…………………………………………. 43 B. Hipotesis dan Metode Hipotesis………………………….... 48 VIII
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………………….. 52 A. Profil BSM…………………………………………………. 52 B. Hasil Penelitian…………………………………………….. 56 C. Uji Normalitas………………………………………………61 D. Pembahasan…………………………………………………64
BAB V
PENUTUP………………………………………………………….72 A. Kesimpulan………………………………………………….72 B. Saran-Saran………………………………………………….74
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………... 78 LAMPIRAN………………………………………………………………………. .X
IX
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumber utama pembiayaan investasi di Negara berkembang termasuk di Indonesia umumnya masih didominasi oleh penyaluran kredit perbankan sehingga wajar apabila banyak pihak yang menuding lambatnya penyaluran kredit perbankan di Indonesia setelah krisis 1997 merupakan salah satu penyebab lambatnya pemulihan ekonomi Indonesia dibandingkan dengan Negara Asia lainya yang terkena dampak krisis, membaiknya kondisi makroekonomi dalam beberapa tahun terakhir yang tercermin dari terkendalinya laju inflasi, stabilnya nilai tukar, dan turunnya suku bunga namun kredit yang disalurkan oleh perbankan belum cukup menjadi mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi untuk kembali pada level sebelum krisis. Ini
berarti bahwa fungsi intermediary perbankan di Indonesia belum pulih. Laporan Bank Indonesia (2003) menyebutkan bahwa belum pulihnya fungsi intermediasi perbankan tersebut antara lain di sebabkan oleh masih berlangsungnya konsolidasi internal perbankan dan belum mempunyai sektor riil menyerap kredit. Dari sisi kebijakan moneter terjadinya credit crunch juga dapat mengurangi ruang gerak bagi kebijakan moneter karena dalam kondisi yang demikian kebijkan moneter yang menaikkan suku bunga akan memperparah kondisi dunia usaha.
1
Kompleksitas inflasi yang berdampak pada berbagai sektor ekonomi, menyebabkan target pencapaian inflasi menjadi sasaran utama kebijakan moneter di Indonesia. Dalam kebijakan moneter di Indonesia, kenaikan tingkat inflasi akan direspon oleh otoritas moneter dengan mengeluarkan kebijakan moneter yang bersifat kontraktif, seperti menaikkan tingkat suku bunga SBI. Sehingga perbankan konvensional dapat menanamkan dananya ke dalam SBI dengan tingkat bunga yang tinggi tanpa resiko yang tinggi. Sehingga meskipun inflasi dapat menurunkan pemberian kredit ke sektor riil, kalangan perbankan konvensional tetap dapat meraih pandapatan yang tinggi dari bunga SBI. Bahkan dewasa ini terjadi perubahan prefensi Bank dalam portofolio penanaman dananya dimana bank cenderung untuk memegang aset likuid dan relatif kurang berisiko seperti SBI, obligasi pemerintah dan penanaman modal di Pasar Uang Antar Bank (PUAB).
Keadaan ini berbeda dengan keadaan perbankan syariah. Bank Syariah adalah lembaga keuangan yang tidak mengenal bunga sebagai pendapatannya. Sehingga perbankan syariah tidak dapat menempatkan likuiditasnya ke dalam SBI. Apalagi pasar keuangan bagi bank syariah belum sebesar pasar keuangan perbankan konvensional. Adiwarman Karim (Teori Bejana Berhubungan) menyebutkan “Kebijakan Moneter konvensional akan mempunyai pengaruh terhadap perbankan syariah
2
seperti misalnya tingkat suku bunga SBI”1. Sedangkan Pramuharjo dalam penelitiannya menyebutkan “pengaruh kebijakan moneter konvensional terhadap perbankan syariah pada kontraksi moneter berupa kenaikan suku bunga SBI akan mengakibatkan pengurangan deposito, penurunan pembiayaan, serta pengurangan likuiditas perbankan syariah”2. Karena Indonesia masih menganut dual banking system maka gejolak makro ekonomi dan kebijakan moneter konvensional mempunyai pengaruh terhadap kinerja perbankan syariah. Hal ini membuat perbankan syariah harus bersentuhan langsung dengan sektor riil, tetapi di sisi lain perbankan syariah harus menghadapi risiko yang besar. Pengukuran efisiensi perbankan yang dilandasi konsep yang tepat sangat dibutuhkan dalam mengukur kinerja keuangan sebuah bank, terutama pada Perbankan Syariah. Bank yang tidak efisien sulit bersaing. Tidak terkecuali bagi bank syariah yang kiprahnya di industri perbankan Indonesia belum berumur panjang. Perkembangan bank dengan prinsip bagi hasil (syariah) mulai terasa sejak dilakukan amandemen terhadap UU No. 7 tahun 1992 menjadi UU No. 10 tahun 1998 dan sekarang mengalami revisi lagi menjadi UU No. 21 tahun 2008 yang
1
2
Adiwarman A. Karim, Bejana Berhubungan Bank Syariah, (Jakarta: Republika 2004). Pramuharjo, Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Deposito, Pembiayaan, dan Likuiditas Perbankan Syariah, (Jakarta: Tesis UI, 2005).
3
memberikan landasan operasi yang lebih jelas bagi perbankan syariah. Saat ini Bank Syariah berkembang sangat pesat, hal ini menunjukan bahwa pasar perbankan syariah tetap eksis dan terus berkembang dalam skala yang bankable. Selain itu gairah masyarakat untuk melaksanakan syariah dalam praktek perbankan terlihat jelas dalam masyarakat. Hal tersebut tercermin dari jumlah bank syariah yang semakin banyak dan meningkatnya dana masyarakat serta pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah. Toni
Hidayat
dalam
penelitiannya
menyimpulkan
bahwa
“inflasi
mempengaruhi kinerja pembiayaan (FDR & NPF) perbankan syariah”3. Inflasi juga mempengaruhi instrumen penanaman dana perbankan syariah seperti Pasar Uang Antarbank Syariah (PUAS), karena secara umum inflasi berpengaruh terhadap transaksi di lembaga keuangan. Karakteristik pasar uang dengan risiko investasi kecil dan investasi dilakukan kurang dari satu tahun membuat perbankan syariah lebih memilih pasar uang untuk menanamkan dananya.
3
Toni Hidayat. 2007. Pengaruh Inflasi terhadap Kinerja Pembiayaan (FDR & NPF) Perbankan Syariah. Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.
4
Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mencoba mengkaji sejauh mana peran perbankan dalam proses pinjaman modal terhadap masyarakat. Oleh karena itu penulis tertarik menulis dengan judul “PENGARUH TINGKAT SUKU BUNGA SBI DAN INFLASI TERHADAP KINERJA PEMBIAYAAN BANK SYARIAH MANDIRI 2009-2011” B. Pembatasan Masalah dan perumusan Masalah Pada penelitian ini penulis mencoba menganalisis tiga variabel yaitu Tingkat suku bunga SBI dan inflasi terhadap kinerja pembiayaan Bank Syariah Madiri. Data yang digunakan adalah time series dari tahun 2009-2011. Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak meluas maka sesuai judul skripsi tersebut, penulis membatasi masalah pada pengaruh besarnya tingkat suku bunga SBI dan inflasi terhadap kinerja pembiayaan Bank Syariah Mandiri. Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan bahwa pokok-pokok permasalahan yang dibahas adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana perkembangan tingkat inflasi, SBI, dan kinerja pembiayaan (FDR dan NPF) pada bank syariah mandiri tahun 2009-2011? 2. Apakah ada pengaruh antara Inflasi dan tingkat suku bunga SBI terhadap kinerja pembiayaan (FDR dan NPF) bank syariah mandiri tahun 2009-2011?
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dan manfaat penelitian yang hendak dicapai penulis dengan melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mengetahui bagaimana dan seberapa besar tingkat suku bunga SBI dan inflasi terhadap kinerja pembiayaan tahun 2009-2011. b. Untuk menganalisis apakah ada pengaruh yang signifikan antara besar tingkat suku bunga SBI dan inflasi terhadap kinerja pembiayaan tahun 2009-2011. 2.
Manfaat penelitian a. Bagi Akademisi Dengan adanya penelitian ini diharapkan akan menjadi tambahan ilmu pengetahuan dan referensi bagi peneliti atau peneliti lain sebagai gambaran mengenai pembiayaan. b. Bagi Instansi Terkait (Pihak Perbankan) Penelitian ini dapat memberikan masukan kepada pihak perbankan dalam merumuskan penawaran pembiayaan.
6
D. Kajian Kepustakaan Beberapa referensi yang telah ada dan berkaitan dengan judul skripsi yang diangkat adalah: 1. Judul skripsi “Pengaruh Financing To Deposit Ratio (FDR) Dan Tingkat Inflasi Terhadap Non Performing Financing (NPF) Bank Syariah di indonesia” ditulis oleh Siti Maryam, NIM 105046101613 No. Skripsi SJM 13/2010. Skripsi ini membahas bagaimana pengaruh FDR yang dimiliki oleh Bank Syariah dan tingkat inflasi yang nyata secara simultan terhadap NPF. 2. Judul skripsi “Analisis Pengaruh Non Performing Financing (NPF) dan Financing To Deposit Ratio (FDR) Terhadap Persentase Return Bagi Hasil Deposito Mudharabah Mutlaqah Pada Bank Muamalat Indonesia” ditulis oleh Umaira Arifa, NIM 104046101700 No. Skripsi SJM 152/2008. Skripsi ini membahas tentang seberapa besar kemampuan variabel FDR dan NPF terhadap return bagi hasil pada deposito mudharabah mutlaqoh di Bank Muamalat Indonesia berepengaruh secara simultan atau secara parsial.
7
E. Kerangka Teori Bank adalah sebuah lembaga keuangan yang kegiatan usahanya menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan atau simpanan
dan menyalurkan dana
untuk masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-bentuk lainnya yang diarahkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Ada lima jenis alokasi dana oleh suatu bank umum yaitu: Alokasi dana yang paling utama dalam memenuhi ketentuan liquiditas wajib minimum yang di tetapkan oleh bank Indonesia. Primary reserve (cadangan primer) adalah Alokasi dana yang paling utama dalam memenuhi ketentuan liquiditas wajib minimum yang di tetapkan oleh Bank Indonesia. Secondary reserve (cadangan sekunder) adalah : prioritas kedua dalam alokasi dana bank adalah penempatan dana-dana kedalam asset liquid yang bukan terdapat dalam kas. Dan tujuan dari cadangan sekunder adalah untuk di jadikan sebagai pengganti cadangan primer. Loan profit (kredit) adalah setelah bank mencukupi cadangan sekunder maupun cadangan primer maka bank akan menyalurkan kelebihan liquiditasnya kedalam bentuk kredit.
8
Portofolio investment (investasi portofolio) adalah pengalokasian dana sisa dapat di wujudkan dalam investasi portofolio yang bertujuan untuk memberikan tambahan pendapatan. Investasi ini dapat berupa penanaman dalam bentuk surat-surat berharga jangka panjang atau yang berliquiditas tinggi seperti obligasi. Fixed asset (aktifa tetap) adalah penanaman modal bank yang terakhir yakni dalam bentuk aktifa tetap seperti: pembelian tanah, pembelian bangunan kantor, pembelian peralatan operasional bank, dan pembelain aktifa tetap lainnya hal ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan operasional yang dilakukan oleh bank. 1. INFLASI Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus-menerus4. Kenaikan beberapa kondisi saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas atau mengakibatkan kenaikan sebagian besar dari hargaharga barang lain. Sebab awal inflasi : 1. Demand Pull Inflation yaitu inflasi yang timbul karena tingginya permintaan masyarakat akan berbagai barang. 2. Cost Push Inflation yaitu inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi.
4
Nur’aini Chaniago, Hubungan Antara Inflasi dengan Tingkat Output di Indonesia, Media Ekonomi, Vol. 9, No. 1, April 2003, hlm. 40-55.
9
Inflasi sendiri didefenisikan sebagai kondisi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar mobil, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga mengalami kenaikan. 2. TINGKAT SUKU BUNGA SBI Pengertian dasar dari tingkat suku bunga yaitu harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Pengertian tingkat suku bunga sebagai harga dapat juga dinyatakan sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi pertukaran antara satu rupiah sekarang dengan satu rupiah nanti, misalnya hutang piutang timbul karena terjadi pertukaran semacam ini. Salah satu instrument moneter yang dapat mempengaruhi atau memotivasi masyarakat maupun pengusaha untuk menabung atau melakukan investasi adalah tingkat suku bunga. Dalam perhitungan tingkat suku bunga, biasanya digunakan prosentase dari jumlah uang yang dipinjam atau ditanamkan seseorang. 3. Kinerja Pembiayaan (Financing to Depocit Ratio dan Non Performing Financing) Financing to Depocit Ratio (FDR) adalah rasio dari jumlah pembiayaan yang disalurkan bank syariah dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun. Dalam konteks bank konvensional FDR adalah Loan to Depocit Ratio
10
(LDR). Berdasarkan penilaian tingkat kesehatan bank maka FDR yang baik adalah diatas 85%-100%. Non Performing Financing (NPF) adalah jumlah pembiayaan yang tidak dapat terbayarkan (bermasalah). NPF mengukur kemampuan debitur dalam mengembalikan dana bank. NPF yang baik adalah di bawah 5%. 3.1. Financing to Depocit Ratio (FDR) Financing to Depocit Ratio (FDR) adalah rasio dari jumlah pembiayaan yang disalurkan bank syariah dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun5. Dalam konteks bank konvensional FDR adalah Loan to Depocit Ratio (LDR) yaitu rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Mandala dan Prathama menjelaskan pengertian dari FDR adalah rasio yang menunjukkan berapa besar jumlah dana pihak ketiga dibandingkan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan6. Jika rasionya terlalu rendah, banyak dana pihak ketiga
5
Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta, Berbagai Terbitan.
6
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008), hlm. 179.
11
yang tidak disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Hal ini merupakan indikasi awal bank tidak melakukan fungsi intermediasi sepenuhnya. Tetapi jika rasionya terlalu besar, merupakan indikasi awal bahwa bank terlalu ekspansif menyalurkan kredit dibanding sumber dana yang tersedia. Bila tidak dikendalikan, bank akan mengalami kesulitan likuiditas atau yang lebih buruk adalah pembiayan bermasalah yang sangat besar. Menurut Yusdani dalam penelitiannya, FDR adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan dengan dana pihak ketiga yang diterima bank7. Jadi Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. FDR = Total Pembiayaan x100% Total DPK Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperhitungkan dalam analisis FDR adalah tabungan, deposito, pinjaman atau deposito yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, modal inti, dan modal pinjaman.
7
Yusdani, Perbankan Syariah Berbasis Floating Market, 2005, Millah Vol IV No. 2, hlm. 61.
12
3.2. Non Performing Financing (NPF) Non Performing Financing (NPF) adalah jumlah pembiayaan yang tidak dapat terbayarkan
(bermasalah)8.
NPF
mengukur
kemampuan
debitur
dalam
mengembalikan dana bank. NPF dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kolektibilitas merupakan gambaran kondisi pembayaran pokok dan bunga pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga. Dalam konteks bank konvensional, NPF pada bank syariah disebut Non Performing Loans (NPL)
yaitu kredit
yang disalurkan tetapi pada saat
pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan, bahkan tidak dikembalikan sama sekali9. Non Performing Financing (NPF), yakni jumlah pembiayaan yang tergolong non lancar dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet10, berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif. Jadi Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan yang masuk ke dalam kategori kredit Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet, berdasarkan kriteria 8
Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta, Berbagai Terbitan.
9
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter: Kajian Kontekstual Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), hlm. 196.
10
Yusdani, Perbankan Syariah Berbasis Floating Market, 2005, Millah Vol IV No. 2, hlm. 61.
13
yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPF pada prinsipnya didasarkan pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. NPF=
Total Pembiayaan Bermasalah x100% Total Pembiayaan yg disalurkan
Apabila kredit dikaitkan dengan tingkat kolektibilitasnya, maka yang digolongkan kredit bermasalah adalah kredit yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet. Semakin tinggi NPF maka semakin tinggi risiko gagal bayar debitur. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, sebuah bank dikatakan sehat bila NPF di bawah 5%11 F. Variabel Penelitian X1 Suku bunga SBI Y Kinerja Pembiayaan (Y1=FRD, Y2=NPF) X2 Inflasi
11
Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Berbagai Terbitan.
14
Untuk lebih jelasnya dan fokus variabel penelitian ini maka variable penelitian sebagai berikut: X1 : suku bunga SBI X2 : Inflasi Y1 : FDR Y2 : NPF
15
BAB II LANDASAN TEORI A. Inflasi 1. Pengertian Inflasi Sejak tahun 1965 perekonomian Indonesia menunjukkan perkembangan yang pesat, ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan tingkat inflasi yang terkendali. Tetapi krisis ekonomi yang berlangsung sejak pertengahan 1997 telah menyebabkan tehambatnya proses pertumbuhan tersebut, ditandai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang semakin rendah dan tingkat inflasi yang tinggi. Dalam dunia nyata inflasi sering terjadi dan merupakan fenomena yang diperhatikan. Lebih penting lagi karena secara praktis inflasi sering terjadi dan sulit diantisipasi. Pada umumnya analisis mengenai inflasi dihubungkan dengan sektor riil maupun sektor moneter1. Dalam sektor riil inflasi memiliki pengaruh yang besar dalam proses produksi dan permintaan barang, sedangkan dalam sektor moneter dianggap sebagai pemicu terjadinya inflasi. 1. Definisi Inflasi Definisi inflasi banyak ragamnya seperti yang dapat kita temukan dalam literatur ekonomi. Keanekaragaman definisi (pengertian) tersebut terjadi karena luasnya pengaruh inflasi terhadap berbagai sektor perekonomian. Hubungan yang erat 1
Said Kelana, Teori Ekonomi Makro, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), hlm 199
16
dan luas antara inflasi dan berbagai sektor perekonomian tersebut melahirkan berbagai perbedaan pengertian dan persepsi tentang inflasi, demikian pula dalam memformulasikan kebijakan-kebijakan untuk solusinya. Teori Inflasi Klasik berpendapat, tingkat harga terutama ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dengan harga2. Jadi menurut teori klasik, inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi. Analisis ekonomi dan kebijakan ekonomi terhadap inflasi sejak tahun 1970-an dapat dibedakan menjadi dua kelompok aliran, yakni Keynesian dan Monetaris3. Teori inflasi Keynes mengasumsikan bahwa perekonomian sudah berada pada tingkat full employment. Menurut Keynes kuantitas uang tidak berpengaruh terhadap tingkat permintaan total, karena suatu perekonomian dapat mengalami inflasi walaupun tingkat kuantitas uang tetap konstan. Jika uang beredar bertambah maka harga akan naik4. Kenaikan harga ini akan menyebabkan bertambahnya permintaan uang untuk transaksi, dengan demikian akan menaikkan suku bunga. Hal ini akan mencegah pertambahan permintaan untuk investasi dan akan melunakkan tekanan inflasi. Teori inflasi Moneterisme berpendapat bahwa, inflasi timbul disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di 2
Edy Sahputra, Model Struktural Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Sumut, 2003. Soetrisno Prawirohardjono, Ekonomi Publik II, (Jakarta: Kurnia,1988), hlm. 35. 4 Ibid. 3
17
masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan
moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan
cara menahan dan
menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing5. Inflasi sendiri didefenisikan sebagai kondisi apabila tingkat harga-harga dan biaya-biaya umum naik, harga beras, bahan bakar mobil, tingkat upah, harga tanah, sewa barang-barang modal juga mengalami kenaikan6. Sedangkan Lerner mendefenisikan inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kelebihan permintaan (excess demand) terhadap barang-barang dalam perekonomian, secara keseluruhan dan terus-menerus7. Kelebihan permintaan tersebut dapat diartikan ganda yaitu, pengeluaran yang diharapkan terlalu banyak dibandingkan dengan barang yang tersedia, atau barang yang tersedia terlalu sedikit bila dibandingkan dengan tingkat pengeluaran yang diharapkan. Milton Friedman seorang ekonom yang memenangkan hadiah nobel dalam ilmu ekonomi pada tahun 1976 agaknya lebih cenderung memandang bahwa inflasi merupakan bagian dari ekonomi moneter, sebagaimana diungkapkannya dalam
5
Edy Sahputra, Model Struktural Inflasi dan Pertumbuhan Ekonomi Sumut, 2003. Paul A. Samuelson dan Nordhaus William D., Ekonomi, Terjemahan dari Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen. Oleh A. Jaka Wasana, (Jakarta: Erlangga, 1995), Edisi Keduabelas, Jilid 1, hlm. 196. 7 Gunawan, Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1995), hlm.1. 6
18
sebuah tulisannya, bahwa “Inflasi selalu dan dimana pun merupakan fenomena moneter”8. 2. Macam-Macam Inflasi Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat dilakukan pengelompokkan terhadap macam-macam inflasi berdasarkan sudut pandang9 sebagai berikut : A. Asal Inflasi a. Domestic Inflation, yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestik). Kenaikan harga disebabkan karena adanya kejutan dari dalam negeri, baik karena perilaku masyarakat maupun perilaku pemerintah dalam mengeluarkan kebijakankebijakan. b. Imported Inflation, yaitu inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri terutama barang-barang impor atau kenaikan bahan baku industri yang masih belum dapat diproduksi di dalam negeri. B. Intensitas Inflasi a. Crepping inflation, yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan berlangsung lambat dengan laju kenaikan tingkat di bawah 5%.
8
Mankiw N Gregory, Teori Makro Ekonomi, Harvard University, Alih Bahasa Imam Nurmawan, Editor Yati Sumiharti, (Jakarta: Erlangga, 2000), Edisi Keempat, Hlm. 154. 9 Tajul Khalwaty, Inflasi dan Solusinya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 31.
19
b. Moderate inflation, yaitu inflasi lunak dengan laju kenaikan lebih tinggi dari crepping inflation di atas 5%. c. Galloping inflation, yaitu inflasi yang memeiliki akselerasi kenaikan harga lebih besar dari moderate inflation, berkisar antara 10%-30% per tahun. d. Hyperinflation, yaitu inflasi yang laju kenaikan harganya luar biasa tinggi dan terus bergerak naik di atas 50% per tahun. C. Besar Inflasi10, dibagi dalam beberapa katagori : a. Inflasi ringan, yaitu inflasi yang besarnya di bawah 10% per tahun. b. Inflasi sedang, yaitu inflasi yang besarnya antara 10%-30% per tahun. c. Inflasi berat, yaitu inflasi yang besarnya antara 30%-100% per tahun. d. Hiperinflasi, yaitu inflasi yang besarnya diatas 100% per tahun. 3. Sebab-Sebab dan Dampak Inflasi A. Sebab-sebab inflasi Di dalam teori kuantitas, dijelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyarakat bertambah banyak11, sehingga perputaran uang tidak sebagaimana mestinya.
10
Bramantyo Djohanputro, Prinsip-prinsip Ekonomi Makro, (Jakarta: PPM, 2006), hlm. 150151. 11 Tajul Khalwaty, Inflasi dan Solusinya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 15.
20
Teori kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi dua12, yaitu : 1. Demand Pull Inflation Demand Pull Inflation adalah inflasi yang timbul karena tingginya permintaan masyarakat akan berbagai barang. Inflasi ini terjadi karena permintaan masyarakat akan barang-barang (aggregat demand) bertambah, maka tingkat harga-harga akan naik. Faktor penyebab terjadinya Demand Pull Inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap persediaanya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (aggregat demand) lebih besar dari pada kapasitas ekonomi. Secara grafis, Demand Pull Inflation digambarkan dengan setiap kenaikan permintaan agregat (aggregat demand) dari AD1 ke AD2 akan menyebabkan kenaikan harga (price) dari P1 ke P2 dan seterusnya. Gambar 2.1 Demand Pull Inflation P
P3 AD3
P2 P1
AD2 AD1
12
Tajul Khalwaty, Inflasi dan Solusinya, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), hlm. 1525. Lihat juga Nur’aini Chaniago, Hubungan Antara Inflasi dengan Tingkat Output di Indonesia, Media Ekonomi, Vol. 9, No. 1, April 2003, hlm. 43. Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008),Edisi ke 3, hlm. 361-365.
21
2. Cost Push Inflation Cost Push Inflation adalah inflasi yang timbul karena kenaikan biaya produksi. Inflasi ini terjadi bila biaya produksi naik maka harga barang ikut naik. Faktor-faktor terjadinya Cost Push Inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar domestik dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara mitra dagang, kenaikan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah seperti cukai, rokok, tarif tol, tarif PAM, dan terjadi bencana alam. Secara grafis, Demand Push Inflation digambarkan dengan setiap kenaikan penawaran agregat (aggregat supply) dari AS1 ke AS2 akan direspon dengan adanya kenaikan harga (price) dari P1 ke P2 dan seterusnya. Gambar 2.2 Cost Push Inflation P
P3 P2
AS3 AS2
P1 AS1 Y
22
4. Indikator Inflasi Indikator inflasi adalah ukuran yang digunakan untuk menghitung nilai inflasi untuk mengetahui tingkat inflasi pada waktu tertentu13. Indikator inflasi umumnya dihitung dengan menggunakan angka indeks sekelompok harga barang dan jasa. Secara umum ada tiga indikator inflasi14, yaitu : 1. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Angka IHK diperoleh dengan menghitung harga-harga barang dan jasa utama yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. IHK pada umumnya digunakan untuk mengukur perubahan harga (price changes), biaya hidup (cost of living), daya beli (purchasing power)15, dan tingkat inflasi. Inflasi = (IHK – IHK-1) x 100% IHK-1
13
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008), Edisi ke 3, hlm. 367. 14 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Pengantar Ilmu Ekonomi, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008), Edisi ke 3, hlm. 367-369. 15 Budi Trisnanto, Identifikasi Bias (Measurment Bias) dalam Indeks Harga Konsumen di Indonesia, 2008
23
2. Indeks Harga Pedagangan besar (IHPB) IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga rata-rata dan komoditas yang diperdagangkan di suatu daerah dengan mengutamakan harga barang pada tingkat grosir atau pedagang besar. 3. PDB Deflator PDB Deflator adalah rasio antara PDB nominal dan PDB riil. Mencakup seluruh barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian domestik. Deflator PDB menggunakan metode paasche artinya yang menjadi penimbang adalah kuantitas pada tahun berlaku. Indikator inflasi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Indeks Harga Konsumen (IHK).
B. Suku Bunga SBI 1.
Pengertian SBI
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan sistem diskonto/bunga.
24
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Dalam penelitian, tingkat suku bunga SBI yang digunakan adalah dalam periode bulanan. Oleh karena itu, data tingkat suku bunga SBI yang diperoleh dalam periode harian akan diubah menjadi periode bulanan dengan rumus sebagai berikut:
“
Rata-rata tingkat suku bunga SBI = Jumlah tingkat suku bunga periode harian selama 1 bulan dibagi dengan jumlah periode waktu selama 1 bulan.
”
25
2.
Konsep Dasar SBI Sertifikat Bank Indonesia diterbitkan sebagai surat pengakuan utang
berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Adapun karakteristik SBI adalah sebagai berikut : 1. SBI mamiliki satuan unit sebesar Rp 1.000.000,00( satu juta rupiah) 2. Jangka waktu SBI sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan yang dinyatakan dalam jumlah hari dan dihitung dari tanggal penyelesaian transaksi sampai dengan tanggal jatuh tempo. 3.
SBI diterbitkan dan diperdagangkan dengan sistem diskonto.
4. Nilai transaksi dihitung berdasarkan diskonto murni (true discount) 5. Nilai diskonto dihitung sebagai berikut: Nilai Diskonto= Nilai Nominal-Nilai Tunai 6. SBI diterbitkan tanpa warkat ( Scriptless). 7. SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. SBI sendiri diterbitkan melalui mekanisme lelang dan berdasarkan target kuantitas dengan memperhatikan tingkat suku bunga / diskonto yang terjadi. Sebagaimana kita tahu, bahwa SBI dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Perdagangan SBI ini dapat dilakukan oleh bank dengan Bank Indonesia maupun dengan antar Bank. Dalam hal perdagangan SBI dengan Bank Indonesia
maka
dilakukan secara Repurchase Agreement atau dikenal dengan SBI Repo. Sementara untuk perdagangan SBI antar Bank dapat dilakukan secara Repo atau Out Right. 26
SBI yang dapat ditransaksikan dalam perdagangan SBI yang dilakukan antar bank adalah SBI yang masih memiliki sisa jangka waktu lebih dari 1 hari kerja. Setelmen transaksi SBI dalam hal ini harus dilakukan melalui mekanisme Delivery Versus Payment. Keuntungan bank yang didapatkan dalam Lelang SBI ini adalah berupa bunga yang dibayarkan oleh Bank Indonesia pada saat jatuh tempo.
C. Kinerja Pembiayaan Perbankan Syariah Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil16, dan bukan tambahan dalam katagori riba. Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah mengandung risiko, sehingga dalam pelaksanaannya bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah yang sehat17. Pemberian pembiayaan oleh bank mengandung risiko kegagalan atau kemacetan dalam pelunasannya, sehingga dapat berpengaruh terhadap kesehatan bank. Mengingat bahwa pembiayaan bersumber dari dana masyarakat (DPK) yang disimpan pada bank, risiko yang dihadapi bank dapat berpengaruh pula kepada keamanan dana masyarakat tersebut. Oleh karena itu, untuk 16
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, Pasal 1, ayat 25. Abdul Ghofur Anshori. Payung Hukum Perbankan Syariah. UII Press. Penjelasan tentang UU No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan. 2007. Yogyakarta. Hlm. 19. 17
27
memelihara kesehatan dan meningkatkan daya tahannya, bank diwajibkan menyebar risiko dengan mengatur pemberian pembiayaan, pemberian jaminan ataupun fasilitas lain sedemikian rupa18 sehingga tidak terpusat pada nasabah debitur tertentu. Fenomena rendahnya pembiayaan bagi hasil merupakan permasalahan penting yang perlu di bahas. Berbagai Implikasi dari tingginya pembiayaan nonbagi hasil membentuk persepsi publik bahwa perbankan syariah hampir tidak ada bedanya dengan perbankan konvensional. Persepsi yang demikian dikhawatirkan akan menimbulkan sinisme dikalangan masyarakat bahwa perbankan syariah hanya merupakan pergantian nama saja sedangkan pelakunya tetaplah konvensional19. Permasalahan menjadi semakin penting karena kondisi yang demikian juga terjadi di negara-negara yang menerapkan sistem perbankan syariah, terutama di negara-negara yang menerapkan dual banking system. Dari Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kinerja pembiayaan dipengaruhi oleh DPK, penyaluran pembiayaan, dan pembiayaan bermasalah. Oleh sebab itu kinerja pembiayaan diukur dengan rasio. Rasio sendiri menggambarkan suatu hubungan antara suatu jumlah tertentu dengan suatu jumlah yang lain20. Rasio yang digunakan untuk mengukur kinerja pembiayaan perbankan syariah adalah Financing to Depocit Ratio (FDR) yakni rasio antara pembiayaan yang diberikan dengan dana pihak ketiga yang diterima bank dan Non Performing Financing (NPF) yaitu rasio 18
Ibid. Hlm. 20. Ascarya dan Diana Yumanita. Mencari Solusi Pembiayaan Bagi Hasil Perbankan Syariah. Bank Indonesia. 2004. Jakarta. Hlm. 9. 20 Lisa Narulia dan Suryadi H.S., Analisis Kinerja Bank Syariah Mandiri, Majalah Ekonomi dan Komputer No.2 Tahun XIV-2006, Universitas Gunadarma, Depok. Hlm. 62. 19
28
antara pembiayaan bermasalah dengan pembiayaan yang disalurkan21. Rasio tersebut dapat menjelaskan bagaimana perbankan syariah mengelola DPK, penyaluran pembiayaan dan seberapa besar pembiayaan yang bermasalah. 1. Financing to Depocit Ratio (FDR) a. Definisi Financing to Depocit Ratio (FDR) Financing to Depocit Ratio (FDR) adalah rasio dari jumlah pembiayaan yang disalurkan bank syariah dibandingkan dengan jumlah dana pihak ketiga yang dihimpun22. Dalam konteks bank konvensional FDR adalah Loan to Depocit Ratio (LDR) yaitu rasio antara seluruh jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank23. Mandala dan Prathama menjelaskan pengertian dari FDR adalah rasio yang menunjukkan berapa besar jumlah dana pihak ketiga dibandingkan dengan jumlah pembiayaan yang disalurkan24. Jika rasionya terlalu rendah, banyak dana pihak ketiga yang tidak disalurkan dalam bentuk pembiayaan. Hal ini merupakan indikasi awal bank tidak melakukan fungsi intermediasi sepenuhnya. Tetapi jika rasionya terlalu besar, merupakan indikasi awal bahwa bank terlalu ekspansif menyalurkan kredit dibanding sumber dana yang tersedia. Bila tidak dikendalikan, bank akan mengalami kesulitan likuiditas atau yang lebih buruk adalah pembiayan bermasalah yang sangat besar. 21
Yusdani, Perbankan Syariah Berbasis Floating Market, 2005, Millah Vol IV No. 2, hlm. 61. Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta, Berbagai Terbitan. 23 Anonim, Analisis Kinerja Keuangan Bank Umum Swasta Nasional Go Public Sebelum dan Pada Masa Krisis, http://www.skripsi-tesis.com 24 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008), hlm. 179. 22
29
Menurut Yusdani dalam penelitiannya, FDR adalah rasio antara pembiayaan yang diberikan dengan dana pihak ketiga yang diterima bank25. Jadi Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan rasio untuk mengukur komposisi jumlah pembiayaan yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. FDR = Total Pembiayaan x100% Total DPK Dana Pihak Ketiga (DPK) yang diperhitungkan dalam analisis FDR adalah tabungan, deposito, pinjaman atau deposito yang berjangka waktu lebih dari tiga bulan, modal inti, dan modal pinjaman. Dalam teori intermediasi, semakin tinggi FDR maka semakin banyak dana yang disalurkan sebagai pembiayaan ke sektor riil, sehingga semakin tinggi korelasi antara sektor riil dengan sektor moneter. Meskipun peningkatan FDR terbilang positif, tapi dapat meningkatkan resiko bagi bank syariah. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, sebuah bank dikatakan sehat bila rasio FDR berkisar antara 85%-110%26. Umumnya rasio sampai 100% sudah memberikan gambaran yang cukup baik atas keadaan likuiditas bank syariah. Jika lebih dari 100% maka risiko likuiditasnya lebih tinggi. Bahkan BI memberi nilai
25
Yusdani, Perbankan Syariah Berbasis Floating Market, 2005, Millah Vol IV No. 2, hlm. 61. Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta, Berbagai Terbitan. Lihat juga Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2008), hlm. 212. 26
30
kredit nol (0) bagi bank yang memiliki rasio sebesar 115% atau lebih27, kondisi seperti ini dapat dikatakan kondisi bank dalam keadaan kurang baik. b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi FDR Faktor-faktor yang mempengaruhi FDR adalah: 1. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga Sebagaimana pada bank konvensional, penghimpunan dana di perbankan syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Prinsip syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadia’ah dan Mudharabah28. Landasan hukum prinsip Wadi’ah (titipan)29 adalah sebagai berikut :
•
(Q:S. An Nisa / 4:58)
إِ ﱠن ﱠ اس ِ ﷲَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَ ْن تُ َؤ ﱡدوا ْاألَ َمانَا ِ ت إِلَ ٰى أَ ْھلِھَا َوإِ َذا َح َك ْمتُ ْم بَ ْينَ النﱠ ﷲَ نِ ِع ﱠما يَ ِعظُ ُك ْم بِ ِه ۗ إِ ﱠن ﱠ أَ ْن تَحْ ُك ُموا بِ ْال َع ْد ِل ۚ إِ ﱠن ﱠ صيرًا َ ﷲَ َك ِ َان َس ِميعًا ب ( 4:58/ )النساء “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan), kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
27
Ibid. Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 39. 29 Ibid., hlm. 39-40. 28
31
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya padamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar Lagi Maha Melihat.” (Q:S. An Nisa / 4:58)
•
(Q.S. Al Baqarah / 2:283)
ٌ ََوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َعلَ ٰى َسفَ ٍر َولَ ْم تَ ِج ُدوا َكاتِبًا فَ ِرھ ضةٌ ۖ فَإ ِ ْن أَ ِم َن َ ان َم ْقبُو ق ﱠ ْ ض ُك ْم بَ ْعضًا فَ ْليُ َؤ ﱢد الﱠ ِذي ﷲَ َربﱠهُ ۗ َو َال ُ بَ ْع ِ اؤتُ ِم َن أَ َمانَتَهُ َو ْليَتﱠ تَ ْكتُ ُموا ال ﱠشھَا َدةَ ۚ َو َم ْن يَ ْكتُ ْمھَا فَإِنﱠهُ آثِ ٌم قَ ْلبُهُ ۗ َو ﱠ ون َعلِي ٌم َ ُﷲُ بِ َما تَ ْع َمل (2:283 / )البقرة “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Q.S. Al Baqarah / 2:283)
32
Landasan hukum prinsip Mudharabah30 adalah sebagai berikut :
•
(Q.S. An Nisa / 4:12)
ُ َْولَ ُك ْم نِص ان لَھ ﱠُن َولَ ٌد َ ك أَ ْز َوا ُج ُك ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَھ ﱠُن َولَ ٌد ۚ فَإ ِ ْن َك َ ف َما تَ َر ين بِھَا أَ ْو َد ْي ٍن ۚ َولَھ ﱠُن َ ص ِ صي ﱠ ٍة يُو ِ فَلَ ُك ُم ال ﱡربُ ُع ِم ﱠما تَ َر ْك َن ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو ان لَ ُك ْم َولَ ٌد فَلَھ ﱠُن الثﱡ ُم ُن َ الرﱡ بُ ُع ِم ﱠما تَ َر ْكتُ ْم إِ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َولَ ٌد ۚ فَإ ِ ْن َك ان َر ُج ٌل َ ُون بِھَا أَ ْو َد ْي ٍن ۗ َوإِ ْن َك َ صيﱠ ٍة تُوص ِ ِم ﱠما تَ َر ْكتُ ْم ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو ُ يُو َر ٌ ث َك َاللَةً أَ ِو ا ْم َرأَةٌ َولَهُ أَ ٌخ أَ ْو أُ ْخ ۚ ُت فَلِ ُكلﱢ َوا ِح ٍد ِم ْنھُ َما ال ﱡس ُدس صي ﱠ ٍة َ ِفَإ ِ ْن َكانُوا أَ ْكثَ َر ِم ْن ٰ َذل ِ ث ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو ِ ُك فَھُ ْم ُش َر َكا ُء فِي الثﱡل ﷲِ ۗ َو ﱠ صيﱠةً ِم َن ﱠ ﷲُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم َ ص ٰى ِبھَا أَ ْو َد ْي ٍن َغ ْي َر ُم َ يُو ِ ضا ﱟر ۚ َو (4:12/ )النساء ”Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteriisterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika Isteri-isterimu itu mempunyai anak, Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. para
30
Edy Wibowo dan Untung Hendy Widodo, Mengapa memilih Bank Syariah, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), hlm. 40-41.
33
isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. jika kamu mempunyai anak, Maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. tetapi jika Saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Q.S. An Nisa / 4:12) Penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)31 terdiri dari instrument-instrumen sebagai berikut: a. Giro Wadiah Giro wadiah adalah giro yang dijalankan berdasarkan akad wadiah, yakni titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki. Dalam kaitannya dengan giro, Bank Syariah menerapkan prinsip wadiah yad 31
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 291-307.
34
dhamanah, yakni nasabah bertindak sebagai penitip yang memberi hak kepada bank untuk menggunakan atau memanfaatkan uang atau barang titipannya, sedangkan bank bertindak sebagai pihak yang dititipi yang disertai hak untuk mengelola dana titipan dengan tanpa mempunyai kewajiban mmberikan bagi hasil dari keuntungan pengelolaan dana tersebut. b. Tabungan Mudharabah Tabungan mudharabah adalah tabungan yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. Bank Syariah mempunyai kuasa untuk melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah serta mengembangkannya, termasuk melakukan akad mudharabah dengan pihak lain. Dalam hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukuan rekening. c. Deposito Mudharabah Deposito mudharabah adalah deposito yang dijalankan berdasarkan akad mudharabah. bank Syariah dapat bertindak sebagai kuasa dari usaha bisnis pemilik dana yang diharapkan dapat memperoleh keuntungan seoptimal mungkin tanpa melanggar berbagai aturan syariah. Dari hasil pengelolaan dana mudharabah, Bank Syariah akan membagihasilkan kepada pemilik dana sesuai dengan nisbah yang telah disepakati dan dituangkan dalam akad pembukuan
rekening.
Dalam mengelola 35
dana tersebut,
bank
tidak
bertanggung jawab terhadap kerugian yang bukan disebabkan oleh kelalaiannya. 2. Non Performing Financing (NPF) a. Definisi Non Performing Fiannacing (NPF) Non Performing Financing (NPF) adalah jumlah pembiayaan yang tidak dapat terbayarkan
(bermasalah)32.
NPF
mengukur
kemampuan
debitur
dalam
mengembalikan dana bank. NPF dapat diukur dari kolektibilitasnya. Kolektibilitas merupakan gambaran kondisi pembayaran pokok dan bunga pinjaman serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana yang ditanamkan dalam surat-surat berharga. Dalam konteks bank konvensional, NPF pada bank syariah disebut Non Performing Loans (NPL)
yaitu kredit
yang disalurkan tetapi pada saat
pengembaliannya terlambat dibanding jadwal yang direncanakan33, bahkan tidak dikembalikan sama sekali. Menurut Yusdani dalam penelitiannya, Non Performing Financing (NPF), yakni jumlah pembiayaan yang tergolong non lancar dengan kualitas kurang lancar, diragukan, dan macet, berdasarkan ketentuan Bank Indonesia tentang Kualitas Aktiva Produktif34. Jadi Non Performing Financing (NPF) adalah pembiayaan yang masuk ke dalam kategori kredit Kurang Lancar, Diragukan, dan Macet berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Status NPF pada prinsipnya didasarkan 32
Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Jakarta, Berbagai Terbitan. 33 Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter: Kajian Kontekstual Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), hlm. 196. 34 Yusdani, Perbankan Syariah Berbasis Floating Market, 2005, Millah Vol IV No. 2, hlm. 61.
36
pada ketepatan waktu bagi nasabah untuk membayarkan kewajiban, baik berupa pembayaran bunga maupun pengembalian pokok pinjaman. NPF=
Total Pembiayaan Bermasalah x100% Total Pembiayaan yg disalurkan
Apabila kredit dikaitkan dengan tingkat kolektibilitasnya, maka yang digolongkan kredit bermasalah adalah kredit yang memiliki kualitas dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan, dan macet35. Semakin tinggi NPF maka semakin tinggi risiko gagal bayar debitur. Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, sebuah bank dikatakan sehat bila NPF di bawah 5%36. Apabila di atas 5%, maka bank dapat dikatakan kurang sehat atau bahkan tidak sehat. b. Penggolongan Kolektibilitas Likuiditas Kredit Penggolongan kolektibilitas likuditas kredit menurut ketentuan Bank Indonesia37 ditetapkan sebagai berikut : 1. Lancar (pass) a. Kredit dengan angsuran pokok, dimana tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, tunggakan bunga, atau tunggakan karena penarikan kredit.
35
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: FEUI, 2004), hlm. 174. Direktorat Perbankan Syariah, Laporan Perkembangan Perbankan Syariah, Bank Indonesia, Berbagai Terbitan. 37 Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/267/KEP/DIR tanggal 27 Februari 1998. 36
37
b. Kredit dengan angsuran untuk KPR, dimana tidak terdapat tunggakan angsuran pokok, atau terdapat tunggakan angsuran pokok tetapi belum melampaui 1 bulan. c. Kredit tanpa angsuran atau kredit rekening koran, dimana kredit belum jatuh tempo, dan tidak terdapat tunggakan bunga. 2. Dalam perhatian khusus (special mention) a. Terdapat tunggakan angsuran pokok, dan belum melampaui 3 bulan, baik kredit yang ditetapkan masa angsurannya bulanan, b. Terdapat tunggakan bunga belum melampaui 3 bulan, bagi kredit yang masa angsurannya bulanan, c. Terdapat tunggakan karena penarikan, tetapi jangka waktunya belum melampaui 15 hari kerja, d. Terdapat indikasi masalah keuangan yang dihadapi debitur, e. Dokumen pinjaman lemah. 3. Kurang lancar (substandard) a. Kredit dengan angsuran di luar KPR, terdapat tunggakan pokok yang: •
Melampaui 1 bulan dan belum melampaui 2 bulan bagi kredit masa angsurannya kurang 1 bulan,
•
Melampaui 3 bulan dan belum melampaui 6 bulan bagi kredit yang masa angsurannya ditetapkan bulanan, dua bulanan, dan tiga bulanan, atau
38
•
Terdapat tunggakan akibat penarikan yang jangka waktunya telah melampaui 15 hari kerja tetapi belum melampaui 30 hari kerja.
b. Kredit dengan angsuran utuk KPR terdapat tunggakan angsuran pokok yang telah melampaui 4 bulan tetapi belum melampaui 4 bulan tetapi belum melampaui 6 bulan. c. Kredit tanpa angsuran, terdapat tunggakan bunga yang melampaui 4 bulan tetapi belum melampaui 6 bulan. 4. Diragukan (doubtful) a. Kredit yang diragukan adalah kredit yang tidak termasuk kurang lancar, tetapi kredit tersebut dapat diselamatkan dan agunannya ≥ 75% utang debitur, atau b. Kredit yang tidak dapat diselamatkan tetapi agunannya masih ≥ 100% utang debitur. 5. Macet (loss) a. Kredit macet adalah kredit yang sejak ± 21 bulan dikategorikan diragukan, b. Belum ada pelunasan atau upaya penyelamatan kredit, c. Kredit tersebut penyelesaiannya telah diserahkan kepada Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang Negara (BUPN), atau d. Telah diajukan penggantian rugi kepada perusahaan asuransi kredit.
39
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi NPF Munculnya pembiayaan bermasalah dapat disebabkan oleh berbagai faktor38, diantaranya : 1. Faktor Internal Bank a. Manajeman • Lemahnya sistem manajemen informasi, • Ketidakjelasan aturan main, • Adanya pimpinan atau kelompok pimpinan yang dominan, • Hubungan yang terlalu dekat dan melampaui batas antara debitur dan pihak bank, dan • Penekanan yang berlebihan pada upaya peningkatan aset dan target pencapaian laba. b. Sumber Daya Manusia (SDM) • Penilaian yang terlalu tinggi atas barang jaminan atau agunan, • Kesalahan dalam analisis kredit, • Ketidakmampuan melakukan monitoring setelah kredit disalurkan dan ketidakmampuan mendiagnosis masalah yang dihadapi debitur. 2. Faktor Internal Perusahaan/ Perorangan a. Terlalu berani memasuki bisnis baru yang belum pernah ditangani, b. Ketidakdisiplinan dalam penggunaan dana kredit, 38
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter: Kajian Kontekstual Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), hlm. 198-199.
40
c. Banyaknya campur tangan pemilik perusahaan dalam pengambilan keputusan. d. Pencegahan dan Penanganan Pembiayaan Bermasalah Pencegahan dan penanganan pembiayaan bermasalah bermanfaat untuk mencegah kondisi yang lebih buruk dan meminimalkan potensi kerugian. 1. Pencegahan Pembiayaan Bermasalah (NPF)39 Jika faktor-faktor eksternal dapat diprediksi dengan sangat tepat, maka pembiayaan bermasalah dapat dicegah. Namun dalam dunia nyata manusia tidak mampu secara akurat memprediksi masa depan, maka yang dapat dilakukan adalah menurunkan presentase kemungkinan terjadinya pembiayaan bermasalah. Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kredit bermasalah adalah sebagai berikut : a. Penyempurnaan Organisasi dan Manajemen mencakup penyederhanaan, namun merupakan penguatan organisasi karena mekanisme pengambilan keputusan menjadi lebih cepat dan efisien. b. Peningkatan Kualitas SDM, yang perlu ditingkatkan adalah SDM yang banyak berkomunikasi dengan nasabah dalam rangka memonitor pembiayaan. c. Strategi Out Sourcing, bank dapat menggunakan tenaga-tenaga luar dengan sistem sewa atau kontrak. Dengan demikian bank dapat menekan biaya tetap. 2. Penanganan Pembiayaan Bermasalah (NPF)
39
Mandala Manurung dan Prathama Rahardja, Uang, Perbankan, dan Ekonomi Moneter: Kajian Kontekstual Indonesia, (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2004), hlm. 200.
41
Langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk menangani pembiayaan bermasalah adalah sebagai berikut : a. Konsultasi dan Bantuan Teknis, dilakukan dalam rangka meningkatkan kemampuan debitur dalam pengelolaan usaha. b. Penjadwalan Ulang (Rescheduling), bank memberikan kelonggaran waktu pelunasan dengan cara menyusun ulang jadwal pelunasan. Penjadwalan kembali sebaiknya dilakukan untuk usaha-usaha yang masih punya prospek. c. Rekondisi (Reconditioning), dilakukan dengan cara mengubah syarat-syarat pembiayaan dalam rangka meningkatkan kemampuan membayar pembiayaan. d. Restrukturisasi (Restructuring), dapat dilakukan antara lain dengan peninjauan kembali syarat-syarat pembiayaan, pembatasan rencana ekspansi perusahaan, memperbaiki struktur pendanaan, menekan biaya-biaya tetap, penambahan modal, dan penambahan pinjaman. e. Merjer (Merger), merupakan salah satu pilihan untuk menangani pembiayaan bermasalah. Melalui merjer debitur yang bermasalah digabung dengan perusahaan yang lain. f. Penyitaan Jaminan, dilakukan bila usaha debitur sudah tidak dapat diselamatkan lagi.
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian 1. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Penelitian Pustaka (library research), dalam hal ini penulis menelaah data tertulis yang berhubungan dengan topik permasalahan penelitian baik dalam bentuk buku, artikel makalah, majalah dan lain-lain untuk menemukan kajian teoritis. 2. Pendekatan penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan empiris kuantitatif yaitu pendekatan yang memungkinkan pencatatan hasil penelitian dalam bentuk angka. Populasi dan Universal adalah keseluruhan dari objek penelitian yang cirri-cirinya akan diduga. Populasi adalah objek penelitian. Sampel adalah bagian dari kumpulan objek penelitian (populasi) yang di pelajari dan diamati.1 3. Sumber Data Penelitian Penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari laporan-laporan atau data-data berupa data kuantitatif yang dikeluarkan oleh Bank Syariah Mandiri dan BI.
1
Sanapsiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial (Bandung: Rajawali press, 1992) h 86.
43
4. Teknis Analisa Data Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dua metode analisis yaitu : 1. Deskriftif analysis adalah suatu bentuk penelitian dalam menganalisa serta membahas masalah yang akan diuraikan dalam bentuk penjelasan-penjelasan serta gambaran-gambaran yang disusun secara sistematis, objektif, dan relevan berdasarkan data-data kualitatif yang akurat dan terpercaya. Dalam hal ini deskriftif analysis dilakukan terhadap variabel-variabel yang akan diteliti yaitu Inflasi, SBI, dan Kinerja pembiayaan (FDR dan NPF). 2. Verifikatif Analysis adalah upaya untuk menganalisis data-data dengan menggunakan rumus statistik sebagai perhitungan untuk membuktikan hipotesis, apakah ada pengaruh antarvariabel. a. Pengaruh Inflasi dan SBI terhadap Financing to Depocit Ratio (FDR) pada Bank Syariah Mandiri. b. Pengaruh Inflasi dan SBI terhadap Non Performing Financing (NPF) pada Bank Syariah Mandiri.
5. Variabel Penelitian Variabel
adalah
konsep
yang
mempunyai
bermacam-macam
nilai.
Berdasarkan rumusan hipotesis penelitian, variabel penelitian terdiri dari satu variabel
44
X (variabel independen) dan dua variabel Y (variabel dependen). Varibel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel X adalah inflasi dan SBI. 2. Variabel Y adalah: a. Variabel Y1 adalah Financing to Depocit Ratio (FDR). b. Variabel Y2 adalah Non Performing Financing (NPF).
6. Teknik Analisa Statistik 1.Analisis Korelasi Analisis korelasi digunakan untuk mengetahui kuat tidaknya korelasi antara variabel independen dengan variabel dependen, dengan rumus2 sebagai berikut :
r=
Dimana :
n(∑ xy ) − (∑ x )(∑ y )
{n∑ x
}{
− (∑ x ) n∑ y 2 − (∑ y ) 2
2
}
r = Koefisien korelasi Pearson
`
2
2
n
= Banyaknya data
∑X
= Jumlah variabel independen
∑Y
= Jumlah variabel dependen
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabet, 2005), Cetakan Ketujuh, hlm. 213.
45
Pada hakekatnya, nilai r dapat bervariasi dari -1 melalui 0 hingga +1, dengan ketentuan3 sebagai berikut : 1. Bila nilai r =0 atau mendekati 0, maka hubungan antara kedua variabel sangat lemah, atau tidak terdapat hubungan sama sekali. 2. Bila nilai r = +1 atau mendekati 1, maka korelasi antara kedua variabel dikatakan positif (korelasi searah), artinya kenaikan variabel X akan diikuti dengan kenaikan variabel Y atau sebaliknya. 3. Bila nilai r = -1 atau mendekati -1, maka korelasi antara kedua variabel bersifat korelasi negatif (korelasi tidak searah), artinya kenaikan variabel X akan diikuti dengan penurunan variabel Y atau sebaliknya.
Tabel 1.1 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap Koefisien Korelasi
3
Besarnya Nilai r
Tingkat Hubungan
Antara 0,00 – 0,199
Sangat Rendah
Anto Dajan, Pengantar Metode Statistik, (Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia, 1996), Jilid 2, hlm. 316.
46
Antara 0,20 – 0,399
Rendah
Antara 0,40 – 0,599
Sedang
Antara 0,60 – 0,799
Kuat
Antara 0,80 – 0,1000
Sangat Kuat
Sumber: Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabet, 2005), Cetakan 7, hlm. 216. 2. Koefisien Determinasi Koefisien determinasi adalah suatu nilai yang menggambarkan seberapa besar perubahan atau variasi dari variabel dependen bisa dijelaskan oleh perubahan atau variasi dari variabel independen. untuk mengetahui pengaruh perubahan dari variabel X terhadap variabel Y, maka digunakan koefisien determinasi yang merupakan bentuk kuadrat dari koefisien korelasi, dengan rumus sebagai berikut : KD = r 2 x 100%
B. Hipotesis dan Metode Uji Hipotesis Dalam penelitian ini, hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap suatu masalah yang dihadapi dan merupakan titik tolak dari suatu pembahasan. 47
Hipotesa adalah pernyataan yang diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya4, pada saat fenomena dikenal dan merupakan dasar kerja serta panduan dalam verifikasi. 1. Uji Hipotesis Sesuai dengan maksud dan tujuan penelitian ini yaitu ingin membuktikan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Maka hipotesis yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah: a. Hipotesis pertama: Ho : ρ = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi dan SBI terhadap Financing to Depocit Ratio (FDR). H1 : ρ ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi dan SBI terhadap Financing to Depocit Ratio (FDR). b. Hipotesis kedua: Ho : ρ = 0, artinya tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi dan SBI terhadap Non Performing Financing (NPF). H1 : ρ ≠ 0, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara inflasi dan SBI terhadap Non Performing Financing (NPF) 4
Moh. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), hlm. 182.
48
2. Metode Uji Hipotesis Pengujian atas hipotesis yang diajukan dilakukan dengan menggunakan metode statistik, maksud dari pengujian ini adalah untuk menentukan apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak. Dalam penelitian ini dilakukan pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Uji F Uji F statistik digunakan untuk menguji apakah variabel independen mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. Uji F dilakukan dengan cara membandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel. Untuk mencari Fhitung digunakan rumus5 sebagai berikut:
F hitung
R2 / k = (1 − R 2 ) /( n − k − 1)
Dimana : R = Koefisien korelasi ganda k = Jumlah variabel independen n = Jumlah anggota sampel
5
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabet, 2005), Cetakan Ketujuh, hlm. 219.
49
Harga koefisien Fhitung kemudian dibandingkan dengan Ftabel pada tingkat alpha yang ditetapkan yaitu 5%, dengan dk pembilang adalah k, dan dk penyebut adalah (n – k – 1). Kriteria uji sebagai berikut : Apabila Fhitung > Ftabel, Tolak Ho dan Terima Ha Apabila Fhitung < Ftabel, Terima Ho dan Tolak Ha
2. Uji t Uji t (t-test) digunakan untuk menguji koefisien korelasi secara parsial dari variabel independen terhadap variabel dependen, apakah koefisien korelasi dapat digeneralisasikan (berlaku pada populasi dimana sampel diambil) atau tidak. Uji-t dilakukan dengan cara membandingkan antara thitung dengan ttabel. Adapun thitung dapat dicari dengan rumus6 sebagai berikut :
thitung = Dimana:
6
r n−2 1− r2
r = Koefisien korelasi
n = Jumlah data
Sugiyono, Statistika Untuk Penelitian, (Bandung: Alfabet, 2005), Cetakan Ketujuh, hlm. 215.
50
Menggunakan harga koefisien thitung yang dibandingkan dengan harga ttabel untuk tingkat alpha 5% dengan dk = (n-2) atau ttabel = t/2,(n-2). Kriteria uji sebagai berikut Apabila thitung > ttabel, Tolak Ho dan Terima Ha Apabila thitung < ttabel, Terima Ho dan Tolak Ha
51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. PROFIL BSM 1. Sejarah berdirinya Bank Syariah Mandiri
Kehadiran BSM sejak tahun 1999, sesungguhnya merupakan hikmah sekaligus berkah pasca krisis ekonomi dan moneter 1997-1998. Sebagaimana diketahui, krisis ekonomi dan moneter sejak Juli 1997, yang disusul dengan krisis multi-dimensi termasuk di panggung politik nasional, telah menimbulkan beragam dampak negatif yang sangat hebat terhadap seluruh sendi kehidupan masyarakat, tidak terkecuali dunia usaha. Dalam kondisi tersebut, industri perbankan Nasional yang didominasi oleh bank-bank konvensional mengalami krisis luar biasa. Pemerintah
akhirnya
mengambil
tindakan
dengan
merestrukturisasi
dan
merekapitalisasi sebagian bank-bank di Indonesia.
Salah satu bank konvensional, PT Bank Susila Bakti (BSB) yang dimiliki oleh Yayasan Kesejahteraan Pegawai (YKP) PT Bank Dagang Negara dan PT Mahkota Prestasi juga terkena dampak krisis. BSB berusaha keluar dari situasi tersebut dengan melakukan upaya merger dengan beberapa bank lain serta mengundang investor asing.
52
Pada saat bersamaan, pemerintah melakukan penggabungan (merger) empat bank (Bank Dagang Negara, Bank Bumi Daya, Bank Exim, dan Bapindo) menjadi satu bank baru bernama PT Bank Mandiri (Persero) pada tanggal 31 Juli 1999. Kebijakan penggabungan tersebut juga menempatkan dan menetapkan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. sebagai pemilik mayoritas baru BSB.
Sebagai tindak lanjut dari keputusan merger, Bank Mandiri melakukan konsolidasi serta membentuk Tim Pengembangan Perbankan Syariah. Pembentukan tim ini bertujuan untuk mengembangkan layanan perbankan syariah di kelompok perusahaan Bank Mandiri, sebagai respon atas diberlakukannya UU No. 10 tahun 1998, yang memberi peluang bank umum untuk melayani transaksi syariah (dual banking system).
Tim Pengembangan Perbankan Syariah memandang bahwa pemberlakuan UU tersebut merupakan momentum yang tepat untuk melakukan konversi PT Bank Susila Bakti dari bank konvensional menjadi bank syariah. Oleh karenanya, Tim Pengembangan
Perbankan
Syariah
segera
mempersiapkan
sistem
dan
infrastrukturnya, sehingga kegiatan usaha BSB berubah dari bank konvensional menjadi bank yang beroperasi berdasarkan prinsip syariah dengan nama PT Bank Syariah Mandiri sebagaimana tercantum dalam Akta Notaris: Sutjipto, SH, No. 23 tanggal 8 September 1999.
53
Perubahan kegiatan usaha BSB menjadi bank umum syariah dikukuhkan oleh Gubernur Bank Indonesia melalui SK Gubernur BI No. 1/24/ KEP.BI/1999, 25 Oktober 1999. Selanjutnya, melalui Surat Keputusan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia No. 1/1/KEP.DGS/ 1999, BI menyetujui perubahan nama menjadi PT Bank Syariah Mandiri. Menyusul pengukuhan dan pengakuan legal tersebut, PT Bank Syariah Mandiri secara resmi mulai beroperasi sejak Senin tanggal 25 Rajab 1420 H atau tanggal 1 November 1999.
PT Bank Syariah Mandiri hadir, tampil dan tumbuh sebagai bank yang mampu memadukan idealisme usaha dengan nilai-nilai rohani, yang melandasi kegiatan operasionalnya. Harmoni antara idealisme usaha dan nilai-nilai rohani inilah yang menjadi salah satu keunggulan Bank Syariah Mandiri dalam kiprahnya di perbankan Indonesia. BSM hadir untuk bersama membangun Indonesia menuju Indonesia yang lebih baik.
2. Visi dan Misi Perusahaan
a) Visi
Memimpin pengembangan peradaban ekonomi yang mulia. 54
b)
Misi
− Mewujudkan pertumbuhan dan keuntungan di atas rata-rata industri yang berkesinambungan. − Mengutamakan penghimpunan dana murah dan penyaluran pembiayaan pada segmen UMKM. − Mengembangkan manajemen talenta dan lingkungan kerja yang sehat. − Meningkatkan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan. − Mengembangkan nilai-nilai syariah universal 3. Produk-Produk Bank Syariah Mandiri dalam Pembiayaan − BSM Implan − Pembiayaan Peralatan Kedokteran − Pembiayaan Edukasi BSM − Pembiayaan Kepada Pensiunan − Pembiayaan Kepada Koperasi Karyawan untuk Para Anggotanya − Pembiayaan Griya BSM − Pembiayaan Griya BSM Bersubsidi − Pembiayaan Kendaraan Bermotor
B. HASIL PENELITIAN 55
1. Perkembangan Inflasi Perkembangan Inflasi di Indonesia dari Januari 2009 sampai Desember 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.1 Tingkat Inflasi Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
9,17
8,60
7,92
7,31
6,04
3,65
2,71
2,75
2,83
2,57
2,41
2,78
2010
3,72
3,81
3,43
3,91
4,16
5,05
6,22
6,44
5,80
5,67
6,33
6,96
2011
7,02
6,84
6,65
6,16
5,98
5,54
4,79
4,61
4,42
4,15
3,79
4,61
Sumber: Statistik Perbankan, Data Inflasi. Bank Indonesia, 2009-2011 Awal tahun 2009 sampai bulan Juni, inflasi menunjukkan kepada angka di atas 3%, hal ini menunjukkan inflasi masih dalam keadaan inflasi ringan karena masih berada di bawah 10%. Sedangkan pada bulan Juli sampai Desember, tingkat inflasi menunjukkan pada level yang stabil, yakni persis pada angka 2 koma sekian persen. Hal ini menunjukkan bahwa inflasi yang terjadi sepanjang tahun 2009 masih termasuk ke dalam golongan inflasi ringan dan tidak berpengaruh banyak ke dalam sistem perekonomian Indonesia, walaupun pada saat itu Bangsa Indonesia sedang merayakan pesta rakyat atau sedang berlangsungnya Pemilihan Umum (Pemilu) 56
tahun 2009 untuk memilih para wakil rakyat dan Presiden serta Wakil Presiden RI. Di awal tahun 2010 tingkat inflasi mencapai 3,72%, inflasi tahun 2010 tergolong konstan (3%-6%), karena tidak terdapat fenomena moneter yang signifikan mempengaruhi laju inflasi. Tahun 2010 inflasi tergolong ringan, tidak ada penurunan atau peningkatan yang cukup berarti. Rata-rata tingkat inflasi setiap bulannya adalah 3%-6%. Rata-rata inflasi tahun 2010 adalah 4,95%. Pada awal tahun 2011 inflasi cukup tinggi dibanding tahun sebelumnya yaitu 7,02%. Penyebab tingginya inflasi didominasi oleh tekanan bahan pangan yang antara lain disebabkan terkendalanya pencapaian target produksi pangan akibat anomali cuaca. Kondisi cuaca yang tidak normal mengakibatkan menurunnya pasokan beberapa komoditas pertanian seperti cabe merah dan cabe rawit sehingga tidak dapat menahan lonjakan harga komoditas tersebut. Selain itu, kenaikan harga Crude Palm Oil (CPO) di pasar dunia pada akhir tahun 2010 mendorong kenaikan harga minyak goreng
domestik
dan
menjadi
salah
satu
penyumbang
inflasi.
Perubahan cuaca ini tak hanya melanda Indonesia, tapi juga melanda hampir semua negara di dunia. Perubahan cuaca tersebut membuat laju inflasi volatile food mencatat kenaikan tertinggi. Namun seiring berjalannya waktu pada bulan-bulan berikutnya tingkat inflasi kembali stabil dan pada desember 2011 menyentuh angka 3,79%.
2.
Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBI Perkembangan tingkat suku bunga SBI di Indonesia dari Januari 2009 sampai 57
Desember 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.2 Tingkat Suku Bunga SBI Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
9,86
8,78
8,29
7,78
7,28
6,97
6,77
6,59
6,51
6,47
6,48
6,46
2010
6,45
6,42
6,34
6,22
6,29
6,53
6,68
6,73
6,73
6,65
6,56
6,43
2011
6,29
6,71
6,72
7,18
7,36
7,36
7,27
6,77
6,28
5,77
5,22
5,04
Sumber: Statistik Perbankan, Data Suku Bunga SBI. Bank Indonesia, 2009-2011. Jika dilihat dari table diatas maka bisa disimpulkan bahwa tingkat suku bunga SBI cenderung stabil berkisar antara 5% - 9%. Jika dilihat dari rata-ratanya pada tahun 2009 suku bunga SBI lebih besar dibanding 2tahun setelah itu yaitu 7,35%,sedangkan ditahun berikutnya berkisar antara 6,5%.
3. Perkembangan Kinerja Pembiayaan a. Perkembangan Financing to Depocit Ratio Perkembangan FDR pada Bank Syariah Mandiri dari Januari 2009 sampai Desember 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: 58
Tabel 4.3 Tingkat FDR Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan
Rata-
Tahun
rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
87,85
86,76
86,85
86,29
86,53
87,03
91,47
90,45
87,93
87,11
87,96
83,07
87,44
2010
80,60
81,17
83,93
83,88
85,45
85,16
85,69
89,19
86,31
87.38
87,38
82,54
84.89
2011
84,59
88,53
84,06
88,13
89,09
88,52
86,75
91,57
89,86
91,52
89,57
86,03
88,18
Sumber: Statistik Perbankan, Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri 2009-2011. Sebagian praktisi perbankan menyepakati bahwa batas aman dari pembiayaan suatu bank adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100%, batas aman untuk besarnya pembiayaan menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110%. Tujuan penting dari perhitungan pembiayaan (FDR) adalah untuk mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata lain FDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. Maka dari table yang sudah ada kita bisa simpulkan bahwa bank tersebut dalam kondisi sehat dan baik dalam menjalankan operasionalnya karna tingkat pembiayaannya berada pada kisaran antara 84,89% sampai dengan 88,18%. 59
b. Perkembangan Non Performing Financing Perkembangan NPF pada Bank Syariah Mandiri dari Januari 2009 sampai Desember 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.4 Tingkat NPF Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan
Rata-
Tahun
rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
5,04
4,83
4,87
5,23
6,06
6,11
6,33
5,66
5,90
5,83
4,99
6,79
5,64
2010
7,01
7,18
8,06
7,57
7,81
7,07
7,39
7,46
7,62
7,00
5,78
4,39
7,03
2011
6,50
5,57
5, 22
5,61
5, 28
4, 22
4,17
4,15
3,99
3,96
3,91
3,72
4,69
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2009-2011, diolah Rata-rata NPF tahun 2009 adalah 5,64%, hal ini menunjukkan bahwa tahun tersebut jumlah pembiayaan cukup tinggi, mencapai level 5,00% dan mencerminkan kualitas pengelolaan aset Bank Syariah Mandiri yang kurang baik. Hal ini disebabkan nilai inflasi yang cukup tinggi pada tahun ini Trend pertumbuhan pembiayaan bermasalah (NPF) yang terus berlangsung hingga awal kuartal tahun 2011. namun pada triwulan 2 dan seterusnya atau sampai dengan kuartal akhir tahun 2011, NPF Bank Syariah Mandiri terus mengalami 60
penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2011 pengelolaan aset Bank Syariah Mandiri cukup baik, hal ini pun yang mendorong Bank Syariah Mandiri berupaya terus mendiversifikasi risiko, selain itu Bank Syariah Mandiri juga mengembangkan pola-pola pembiayaan yang memiliki risiko relatif rendah, misalnya melalui penyaluran pembiayaan kepada lembaga keuangan seperti koperasi pegawai. Bank Syariah Mandiri juga berupaya menurunkan jumlah pembiayaan bermasalah melalui restrukturisasi dan peningkatan intensitas penagihan. C. UJI NORMALITAS Pengujian normalitas bertujuan untuk melihat apakah variabel independen (Inflasi dan suku bunga SBI) serta variabel dependen (FDR dan NPF) terdistribusi secara normal atau tidak. Untuk menguji normalitas data digunakan normal probability plot, yaitu deteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik.
1. Inflasi dan SBI (X) dan FDR (Y1) Untuk melihat apakah data inflasi (X) dan FDR (Y1) terdistribusi secara normal atau tidak, dapat dilihat pada grafik PP Plots. Gambar 4.5 Grafik Probability Inflasi (X1), suku bunga SBI (X2) dan FDR (Y1) 61
Sumber: Output SPSS Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai Plots PP terletak di sekitar garis diagonal dan tidak menyimpang jauh dari garis diagonal, sehingga bisa diartikan bahwa distribusi data adalah normal. Kesimpulannya bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Inflasi (X) dan NPF (Y2) Untuk melihat apakah data inflasi (X) dan NPF (Y2) terdistribusi secara normal atau tidak, dapat dilihat pada grafik PP Plots. Gambar 4.6 Grafik Probability Inflasi (X1), suku bunga SBI (X2) dan NPF (Y1) 62
Sumber: Output SPSS Gambar diatas menunjukkan bahwa nilai Plots PP terletak di sekitar garis diagonal dan tidak menyimpang jauh dari garis diagonal, sehingga bisa diartikan bahwa distribusi data adalah normal. Kesimpulannya bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas.
D. PEMBAHASAN a. Pengaruh Inflasi (X1), suku bunga SBI (X2) terhadap FDR (Y1)
63
Berdasarkan tabel 4.1 , 4.2 dan tabel 4.3, maka variabel X1 (Inflasi),X2 (suku bunga SBI) dan variabel Y1 FDR(Pembiayaan) sebagai berikut: Tabel 4.7 variabel X1 (Inflasi),X2 (suku bunga SBI) dan variabel Y1 (FDR) Inflasi (X1) (%)
SBI (X2)
FDR (Y1)
(%)
(%)
9.17 8.6 7.92 7.31 6.04 3.65 2.71 2.75 2.83 2.57 2.41 2.78 3.72 3.81 3.43 3.91 4.16 5.05 6.22 6.44 5.80 5.67 6.33 6.96 7.02 6.84
9.86 8.78 8.29 7.78 7.28 6.97 6.77 6.59 6.51 6.47 6.48 6.46 6.45 6.42 6.34 6.22 6.29 6.53 6.68 6.73 6.73 6.65 6.56 6.43 6.29 6.71
87.85 86.76 86.85 86.29 86.53 87.03 91.47 90.45 87.93 87.11 87.96 83.07 80.6 81.17 83.93 83.88 85.45 85.16 85.69 89.19 86.31 87.38 87.38 82.54 84.59 88.53
64
6.65 6.16 5.98 5.54 4.61 4.79 4.61 4.42 4.15 3.79
6.72 7.18 7.36 7.36 7.27 6.77 6.28 5.77 5.22 5.04
84.06 88.13 89.09 88.52 86.75 91.57 89.86 91.52 89.57 86.03
1. Koefisien Determinasi Tabel 4.8 Koefisien Determinasi Inflasi, suku bunga SBI terhadap Pembiayaan (FDR) b
Model Summary
Model 1
R
R Square
.122
a
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
.015
-.045
2.77866
a. Predictors: (Constant), inflasi, SBI b. Dependent Variable: pembiayaan
Sumber: Output SPSS
Multiple R menunjukan angka 0,122 sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi antara variable Inflasi dan suku bunga SBI terhadap variabel Pembiayaan 65
sebesar 0,122. Hal ini menunjukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sangat rendah. Koefisien determinasi (R Square) menunjukan angka 0,015. Artinya bahwa variabel total pembiayaan 1,5% dapat dijelaskan oleh frekuensi Inflasi dan suku bunga SBI sisanya dipengaruhi oleh faktor lain. 2. Uji Hipotesis 1. Uji F Tabel 4.9 Uji F Inflasi, suku bunga SBI terhadap Pembiayaan (FDR) a
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Df
Mean Square
3.846
2
1.923
254.791
33
7.721
258.637
35
F
Sig. .249
.781
a. Dependent Variable: pembiayaan
b. Predictors: (Constant), inflasi, SBI
Pengolahan data Inflasi melalui uji F didapat hasil Fhitung sebesar 0,249 dan Ftabel 3,28. Sementara untuk uji signifikansi konstanta dan variabel independen, dalam tabel di atas diperoleh nilai Sig. sebesar 0,781 lalu dibandingkan dengan taraf signifikansi (α=0,05). Karena Fhitung (0,249) < Ftabel (3,28) dan Sig. (0,781) > α (0,05).
66
b
Maka H0 diterima yang artinya tidak terdapat hubungan linier antara variable Inflasi dan suku bunga SBI dengan variabel Pembiayaan. 2. Uji t Tabel 4.10 Uji t Inflasi, suku bunga SBI terhadap Pembiayaan (FDR) Coefficients
a
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant) SBI inflasi
Std. Error
84.492
3.915
.490
.708
-.191
.345
Coefficients Beta
T
Sig.
21.582
.000
.158
.693
.493
-.126
-.553
.584
a. Dependent Variable: pembiayaan
Sumber: Output SPSS Pengolahan data Inflasi melalui uji t didapat hasil thitung sebesar 0,693 dan 0,553 sedangkan ttabel 2,035. Sementara untuk uji signifikansi konstanta dan variabel independen, dalam tabel di atas diperoleh nilai Sig. sebesar 0,781 lalu dibandingkan dengan taraf signifikansi (α=0,05). Karena thitung 0,693 dan -0,553 < ttabel 2,035 dan Sig. (0,781) > α (0,05). Maka Ho diterima yang artinya Inflasi dan suku bunga SBI tidak mempunyai pengaruh terhadap Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri.
67
b. Pengaruh Inflasi (X1), suku bunga SBI (X2) terhadap NPF (Y2) Tabel 4.11 variabel X1 (Inflasi),X2 (suku bunga SBI) dan variabel Y2 (NPF) Inflasi (X1) (%)
SBI (X2)
NPF (Y2)
(%)
(%)
9.17 8.6 7.92 7.31 6.04 3.65 2.71 2.75 2.83 2.57 2.41 2.78 3.72 3.81 3.43 3.91 4.16 5.05 6.22 6.44 5.8 5.67 6.33 6.96 7.02 6.84 6.65 6.16
9.86 8.78 8.29 7.78 7.28 6.97 6.77 6.59 6.51 6.47 6.48 6.46 6.45 6.42 6.34 6.22 6.29 6.53 6.68 6.73 6.73 6.65 6.56 6.43 6.29 6.71 6.72 7.18
5.04 4.83 4.87 5.23 6.06 6.11 6.33 5.66 5.90 5.83 4.99 6.79 7.01 7.18 8.06 7.57 7.81 7.07 7.39 7.46 7.62 7.00 5.78 4.39 6.50 5.57 5.22 5.61
68
5.98 5.54 4.61 4.79 4.61 4.42 4.15 3.79
7.36 7.36 7.27 6.77 6.28 5.77 5.22 5.04
5.28 4.22 4.17 4.15 3.99 3.96 3.91 3.72
Sumber: Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia, 2009-2011. 1. Koefisien Determinasi Tabel 4.12 Koefisien Determinasi Inflasi, suku bunga SBI terhadap Pembiayaan (NPF) Model Summary
Model 1
R .167
R Square a
.028
Adjusted R
Std. Error of the
Square
Estimate
-.031
1.30406
a. Predictors: (Constant), inflasi, SBI
Multiple R menunjukan angka 0,167 sehingga dapat disimpulkan bahwa korelasi antara variable Inflasi dan suku bunga SBI terhadap variabel NPF sebesar 0,167. Hal ini menunjukan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat sangat rendah. Koefisien determinasi (R Square) menunjukan angka 0,028. Artinya bahwa variabel total pembiayaan 2,8% dapat dijelaskan oleh frekuensi Inflasi dan suku bunga SBI sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
69
2. Uji Hipotesis 1. Uji F Tabel 4.13 Uji F Inflasi, suku bunga SBI terhadap Pembiayaan (NPF) b
ANOVA Model
1
Sum of Squares
Regression Residual
Total
Df
Mean Square
1.602
2
.801
56.119
33
1.701
57.720
35
F
Sig.
.471
.629
a
a. Predictors: (Constant), inflasi, SBI b. Dependent Variable: NPF
Pengolahan data Inflasi melalui uji F didapat hasil Fhitung sebesar 0,471 dan Ftabel 3,28. Sementara untuk uji signifikansi konstanta dan variabel independen, dalam tabel di atas diperoleh nilai Sig. sebesar 0,629 lalu dibandingkan dengan taraf signifikansi (α=0,05). Karena Fhitung (0,471) < Ftabel (3,28) dan Sig. (0,629) > α (0,05). Maka H0 diterima yang artinya tidak terdapat hubungan linier antara variable Inflasi dan suku bunga SBI dengan variabel NPF
. 2. Uji t 70
Tabel 4.14 Uji t Inflasi, suku bunga SBI terhadap NPF a
Coefficients
Standardized Unstandardized Coefficients Model 1
B (Constant)
SBI
Inflasi
Std. Error 6.111
1.837
.054
.332
-.135
.162
Coefficients Beta
T
Sig.
3.326
.002
.037
.163
.872
-.188
-.832
.411
a. Dependent Variable: NPF
Sumber: Output SPSS Pengolahan data Inflasi melalui uji t didapat hasil thitung sebesar 0,163 dan 0,832 sedangkan ttabel 2,035. Sementara untuk uji signifikansi konstanta dan variabel independen, dalam tabel di atas diperoleh nilai Sig. sebesar 0,629 lalu dibandingkan dengan taraf signifikansi (α=0,05). Karena thitung 0,163 dan -0,832 < ttabel 2,035 dan Sig. (0,781) > α (0,05). Maka Ho diterima yang artinya Inflasi dan suku bunga SBI tidak mempunyai pengaruh terhadap NPF pada Bank Syariah Mandiri.
71
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai pengaruh inflasi dan SBI terhadap kinerja pembiayaan Perbankan Syariah (FDR dan NPF) yang dilakukan pada Bank Syariah Mandiri periode 2008-2010, diperoleh kesimpulan: 1. Pengaruh inflasi dan SBI terhadap kinerja pembiayaan (FDR dan NPF) Bank Syariah Mandiri dari tahun 2009-2011 adalah sebagai berikut: a. Hasil penelitian terhadap pengaruh Inflasi dan SBI terhadap FDR Bank Syariah Mandiri menghasilkan korelasi yang sangat kecil (0,122) dengan koefisien determinasi 0,015. Artinya Inflasi dan SBI hanya mempengaruhi tingkat pembiayaan Bank Syariah Mandiri 1,5%. Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan uji F diperoleh Fhitung (0,249) < Ftabel (3,28) maka H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan linier antara variable Inflasi dan suku bunga SBI dengan variabel Pembiayaan dan koefisien korelasi tidak signifikan secara statistik dan uji t diperoleh thitung 0,693 dan -0,553 < ttabel 2,035 maka H0 diterima, artinya Inflasi dan suku bunga SBI tidak mempunyai pengaruh terhadap Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa perbankan syariah masih dapat menghimpun DPK dan 72
melakukan pembiayaan saat terjadi inflasi dan tingkat SBI yang fluktuatif dapat mempertahankan tingkat pembiayaan antara 85%-95%. b. Hasil penelitian terhadap pengaruh Inflasi dan SBI terhadap NPF menghasilkan korelasi yang sangat rendah (0.167) dengan koefisien determinasi 0,028. Artinya Inflasi dan SBI hanya mempengaruhi tingkat NPF Bank
Syariah
Mandiri 2,8%.
Setelah
dilakukan
pengujian
dengan
menggunakan uji F diperoleh Fhitung (0,471) < Ftabel (3,28) H0 diterima, artinya tidak terdapat hubungan linier antara variable Inflasi dan suku bunga SBI dengan variabel Pembiayaan (NPF) dan koefisien korelasi tidak signifikan secara statistik dan uji t diperoleh thitung 0,163dan -0,832< ttabel 2,035maka H0 diterima, artinya Inflasi dan suku bunga SBI tidak mempunyai pengaruh terhadap Pembiayaan pada Bank Syariah Mandiri. Hal tersebut menunjukkan bahwa Bank Syariah Mandiri.masih dapat melakukan pembiayaan saat terjadi inflasi tanpa harus takut pembiayaan tersebut akan bermasalah dan dapat mempertahankan tingkat FDR antara 2%-5%. 2. Bahwa perkembangan kinerja pembiayaan Bank Syariah Mandiri yakni selama periode analisis periode 2009 sampai dengan 2011 kinerja pembiayaan Bank Syariah Mandiri terbaik dicapai pada bulan Agustus dan November tahun 2011. Keadaan tersebut tak lepas dari pengaruh kondisi eksternal makro ekonomi dan kebijakan
otoritas
moneter
dalam 73
mempengaruhi
Dana
Pihak
Ketiga,
Pembiayaan, Likuditas, disamping juga kondisi internal operasi usaha perbankan syariah. Selama periode penelitian tercatat rata-rata pembiayaan (84,89%),yang menggambarkan bahwa Bank Syariah Mandiri sebagai fungsi intermediasi Perbankan Syariah selama periode 2009-2011 tergolong baik walaupun pada awal 2009 terjadi inflasi cukup tinggi dan pernah mencapai tingkat 9%. Tetapi Perbankan Syariah terbukti lebih mampu bertahan di saat krisis ekonomi, karena inflasi hanya sedikit mempengaruhi fungsi intermediasi Perbankan Syariah. B. Saran-saran 1. Saran Untuk Manajemen Perbankan Syariah Indonesia Manajemen perbankan syariah harus mengontrol variabel-variabel kinerja pembiayaan dan volume transaksi untuk mencapai tingkat efisiensi fungsi intermediasi bank yang diharapkan. Dengan memperhatikan kondisi eksternal makro ekonomi dan kebijakan otoritas moneter, dan juga kondisi internal operasi usaha perbankan syariah. Walaupun inflasi tidak begitu mempengaruhi fungsi intermediasi perbankan syariah, tetapi tidak ada salahnya apabila perbankan syariah selalu siap untuk menghadapi keadaan ekonomi yang paling buruk sekalipun. Penyaluran dana dengan basis pembiayaan (partnership), hasilnya ditetapkan dengan menggunakan formula bagi hasil, relatif lebih fleksibel dibanding murabahah (jual beli). Sebagai ilustrasi, bila bunga kredit di pasar perbankan naik, maka para pengusaha (debitor) akan membebankan kenaikan bunga kredit tersebut kepada 74
konsumen dengan cara menaikkan harga barang/jasa yang dijualnya. Akibatnya, harga barang/jasa akan cenderung naik. Kenaikan harga barang/jasa di pasar tentu akan direspons oleh nasabah pembiayaan bank syariah dengan menaikkan harga jual barangnya. Pendapatan nasabah pembiayaan yang meningkat, sebagai akibat kenaikan harga barang/jasa pada gilirannya akan meningkatkan return bank syariah, karena kinerja usaha nasabah akan berpengaruh secara langsung terhadap kinerja bank syariah melalui mekanisme bagi hasil. Pada akhirnya bagi hasil yang diterima nasabah danapun akan meningkat. Untuk
jangka
panjang
perlu
dipikirkan
kemungkinan
pembentukan
departemen/unit yang khusus menangani penyaluran/penempatan dana sesuai karakteristiknya masing-masing, mengingat beragamnya produk penyaluran dana bank syariah. Bank syariah boleh menyalurkan dana dalam jenis usaha yang selama ini merupakan core business lembaga keuangan bukan bank seperti leasing (ijarah), rahn (gadai) dan berbagai instrumen penyaluran dana lainnya. Akibatnya, mungkin staf bank syariah belum mempunyai keahlian di bisnis baru ini. Mengacu pada karakteristik/anatomi bisnisnya, pembentukan departemen/unit tersebut dapat didasarkan menurut kategori sifat penyaluran dana seperti pembiayaan dengan basis bagi hasil (musyarakah dan mudharabah), piutang (murabahah, salam, istishna dan ijarah), invesment banking dan sebagainya. Sehingga ke depan mungkin akan terdapat departemen pembiayaan bagi hasil, departemen jual beli, departemen sewa guna (leasing), departemen gadai dan sebagainya. Dengan demikian bank 75
syariah akan mempunyai penguasaan yang dalam atas berbagai macam instrumen penyaluran dana. Hal ini akan selaras dengan kategorisasi pembiayaan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/7/PBI/2003 tanggal 19 Mei 2003 tentang Kualitas Aktiva Produktif Bagi Bank Syariah.
2. Saran Untuk Para Investor Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan parameter untuk menilai kinerja perbankan syariah, sehingga dapat memberikan masukan dalam pengambilan keputusan bagi investor dalam menginvestasikan dananya. Disarankan bagi para investor untuk menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat efisiensi dari fungsi intermediasi perbankan syariah.
3. Saran Untuk Otoritas Moneter Bank Indonesia sebagai otoritas moneter, dalam hal ini Direktorat Perbankan Syariah (DPbS) harus mampu mengawasi kinerja perbankan syariah. Terlebih saat ini perbankan syariah sedang banyak diminati nasabah. Sehingga perkembangan perbankan syariah yang cukup cepat ini dapat dijadikan motivator bagi perbaikan perekonomian Indonesia.
76
4. Saran Untuk Penelitian Lebih Lanjut a. Penggunaan sampel / objek penelitian yang lebih banyak. Hal ini agar hasil yang diperoleh menjadi lebih optimal. c. Peneliatian selanjutnya diharapkan dapat menambah variabel-variabel baru agar penelitian ini lebih berkembang d. Pemilihan variabel yang berbeda akan memberikan hasil penelitian yang berbeda pula.
77
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul Karim. A. Karim, Adiwarman. 2004. Bejana Berhubungan Bank Syariah. Republika: Jakarta. A. Samuelson, Paul, dan Nordhaus William D. 1995. Ekonomi, Terjemahan dari Institut Pendidikan dan Pembinaan Manajemen. Oleh A. Jaka Wasana. Edisi Keduabelas Jilid 1. Erlangga: Jakarta. Bramantyo, Djohanputro. 2006. Prinsip-Prinsip Ekonomi Makro. PPM: Jakarta. Dajan, Anto. 1996. Pengantar Metode Statistik. Jilid 2. Pustaka LP3ES Indonesia: Jakarta. Dornbus, R. dan Fischer, Stanley. 1997. Ekonomi Makro. Rineka Cipta : Jakarta. Faisal, Sanapsiah. 1992. Format-format Penelitian Sosial Rajawali press: Bandung. Gunawan. 1995. Anggaran Pemerintah dan Inflasi di Indonesia. Gramedia : Jakarta. Iman, Hilman dkk. 2003. Perbankan Syariah Masa depan. Senayan Abadi Publishing: Jakarta. Kelana, Said. 1996. Teori Ekonomi Makro. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Khalwaty, Tajul. 2000. Inflasi dan Solusinya. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
78
M. Rianto, Nur. 2010. Teori Makro Ekonomi Islam (Konsep, Teori, dan Analisis). CV. Alfabeta: Bandung. Manurung, Mandala, dan Prathama Rahardja. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi. Lembaga Penerbit FEUI: Jakarta. Mardani. 2011. Ayat-ayat dan Hadist Ekonomi Syariah. Raja Grafindo persada: Jakarta. Moh. Nazir. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia: Jakarta. Pramuharjo. 2005. “Analisis Pengaruh Kebijakan Moneter terhadap Deposito, Pembiayaan, dan Likuiditas Perbankan Syariah”. Universitas Indonesia. Depok. Prawirohardjono, Soetrisno. 1988. Ekonomi Publik II. Kurnia: Jakarta. Rochaeti, Eti, Ratih Tresnati,dan Abdul Madjid Latif. 2009. Metode Penelitian Bisnis : dengan Aplikasi SPSS, Edisi Revisi. Mitra Wacana Media: Jakarta. Sugiono. 1999. Metode Penelitian Bisni. CV. Allfabeta: Bandung. Sugiono. 2005. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Ketujuh. Alfabet: Bandung. Sugiono. 2007. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan kesatu. Allfabeta: Bandung. Sukirno, Sadono. 2005. Mikro Ekonomi Teori Pengantar. Raja Grafindo Persada: Jakarta. Supranto. 2000. Statistik: Teori dan Aplikasi. Edisi keenam. Erlangga: Jakarta Syafi’I Antonio, Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani Pers: Jakarta. 79
Tim Penyusun. 2007. Pedoman Penulisan Skripsi. UIN Jakarta Press: Jakarta. Umar, Husein. 2003. Desain Penelitian. Raja Grafindo: Jakarta. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah.
80
LAMPIRAN a. Data Inflasi, Suku Bunga SBI dan Pembiayaan tahun 2009 - 2011 Tingkat Inflasi Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
9,17
8,60
7,92
7,31
6,04
3,65
2,71
2,75
2,83
2,57
2,41
2,78
2010
3,72
3,81
3,43
3,91
4,16
5,05
6,22
6,44
5,80
5,67
6,33
6,96
2011
7.02
6.84
6.65
6.16
5.98
5.54
4.61
4.79
4.61
4.42
4.15
3.79
Sumber: Statistik Perbankan, Data Inflasi. Bank Indonesia, 2009-2011
Tingkat Suku Bunga SBI Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan Tahun 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
9.86
8.78
8.29
7.78
7.28
6.97
6.77
6.59
6.51
6.47
6.48
6.46
2010
6.45
6.42
6.34
6.22
6.29
6.53
6.68
6.73
6.73
6.65
6.56
6.43
2011
6.29
6.71
6.72
7.18
7.36
7.36
7.27
6.77
6.28
5.77
5.22
5.04
Sumber: Statistik Perbankan, Data Suku Bunga SBI. Bank Indonesia, 2009-2011
X
Tingkat pembiayaan Periode Januari 2009 - Desember 2011 Persen Bulan
Rata-
Tahun
rata
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2009
87.85
86.76
86.85
86.29
86.53
87,03
91,47
90,45
87,93
87,11
87,96
83,07
87,44
2010
80,60
81,17
83,93
83,88
85,45
85,16
85,69
89,19
86,31
87.38
87,38
82,54
84.89
2011
84,59
88,53
84,06
88,13
89,09
88,52
86,75
91,57
89,86
91,52
89,57
86,03
88,18
Sumber: Statistik Perbankan, Laporan Keuangan Bank Syariah Mandiri 2009-2011. b. Output SPSS Descriptive Statistics Mean pembiayaan
Std. Deviation
N
86.8389
2.71839
36
SBI
6.7844
.87429
36
inflasi
5.1333
1.79178
36
Correlations
pembiayaan Pearson Correlation
pembiayaan
.076
-.023
.076
1.000
.651
-.023
.651
1.000
.
.330
.447
SBI
.330
.
.000
inflasi
.447
.000
.
pembiayaan
36
36
36
SBI
36
36
36
inflasi
36
36
36
inflasi
N
inflasi
1.000
SBI
Sig. (1-tailed)
SBI
pembiayaan
XI
Model Summaryb Change Statistics
Std. Error
R .122
F
R
Adjusted
of the
R Square
Chang
Square
R Square
Estimate
Change
e
a
.015
-.045
2.77866
.015
Sig. F df1
.249
df2 2
33
Change .781
a. Predictors: (Constant), inflasi, SBI b. Dependent Variable: pembiayaan
a
ANOVA Model 1
Sum of Squares Regression Residual Total
Df
Mean Square
3.846
2
1.923
254.791
33
7.721
258.637
35
F
Sig. .249
.781
b
a. Dependent Variable: pembiayaan
b. Predictors: (Constant), inflasi, SBI
Collinearity Diagnosticsa Variance Proportions Model
Dimension
Eigenvalue
Condition Index
1
1
2.935
1.000
.00
.00
.01
2
.059
7.027
.07
.01
.66
3
.006
22.976
.93
.99
.33
a. Dependent Variable: pembiayaan
XII
(Constant)
SBI
inflasi
c. Fatwa MUI
Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah(Qiradh) Ketentuan Fatwa DSN-MUI No. 07/DSN-MUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Mudharabah (Qiradh) ini adalah sebagai berikut :
XIII
Pertama : Ketentuan Pembiayaan:
1. Pembiayaan Mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS kepada pihak lain untuk suatu usaha yang produktif. 2. Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai 100 % kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah) bertindak sebagai mudharib atau pengelola usaha. 3. Jangka waktu usaha, tatacara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan pengusaha). 4. Mudharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati bersama dan sesuai dengan syari’ah; dan LKS tidak ikut serta dalam managemen perusahaan atau proyek tetapi mempunyai hak untuk melakukan pembinaan dan pengawasan. 5. Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai dan bukan piutang. 6. LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah kecuali jika mudharib (nasabah) melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. 7. Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mudharabah tidak ada jaminan, namun agar mudharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan XIV
dari mudharib atau pihak ketiga. Jaminan ini hanya dapat dicairkan apabila mudharib terbukti melakukan pelanggaran terhadap hal-hal yang telah disepakati bersama dalam akad. 8. Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan fatwa DSN. 9. Biaya operasional dibebankan kepada mudharib. 10. Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mudharib berhak mendapat ganti
rugi
atau
biaya
yang
telah
dikeluarkan.
Kedua : Rukun dan Syarat Pembiayaan:
A. Penyedia dana (sahibul maal) dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. B. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:
1. Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad). 2. Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.
XV
3. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.
C. Modal ialah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepada mudharib untuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:
1. Modal harus diketahui jumlah dan jenisnya. 2. Modal dapat berbentuk uang atau barang yang dinilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad. 3. Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
D. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:
1. Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak. 2. Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keun-tungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.
XVI
3. Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apapun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.
E. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan (muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:
1. Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan. 2. Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuan mudharabah, yaitu keuntungan. 3. Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syari’ah Islam dalam tindakannya yang berhubungan dengan mudhara-bah, dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktifitas itu.
Ketiga : Beberapa Ketentuan Hukum Pembiayaan:
1. Mudharabah boleh dibatasi pada periode tertentu. 2. Kontrak tidak boleh dikaitkan (mu’allaq) dengan sebuah kejadian di masa depan yang belum tentu terjadi. 3. Pada dasarnya, dalam mudharabah tidak ada ganti rugi, karena pada dasarnya akad ini bersifat amanah (yad al-amanah), kecuali akibat dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan. XVII
4. Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syari’ah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
XVIII