PENGARUH TINGKAT PEMBIAYAAN PERBANKAN SYARIAH, JUB DAN PDB TERHADAP SBI SYARIAH PERIODE 2003-2013 DENGAN PENDEKATAN ECM Fitri Amalia Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[email protected]
Abstract The purpose of this research is to analyze in the short term and long term between three independent variable namely: Islamic Banking Financing, Money Supply (JUB) and Gross Domestic Product (GDP) against Certificates of Bank Indonesia Sharia (SBIS), a period of 2003-2013.The data used in this research is data quarterly (per three months) of march 2003 until september 2013 which are obtained from the monthly reports economic indicators of the Badan Pusat Statistik and monthly reports macro of Bank Indonesia.This research use Error Correction Model approach to see the short-term and long-term relationship between the independent variable against the dependent variable. The result showed in the long term only variable Islamic Banking Financing affect Certificates of Bank Indonesia Sharia (SBIS ).While in the short-term Certificates of Bank Indonesia Sharia (SBIS ) affected Islamic Banking Financing and Gross Domestic Product. Keywords:
Banking Financing, Money Supply, Gross Domestic Product
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis dalam jangka pendek dan jangka panjang antara tiga variabel independen yaitu: Pembiayaan Perbankan Syariah, Jumlah Uang Beredar (JUB) dan Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), periode 2003-2013. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuartalan (per tiga bulan) dari Maret 2003 sampai September 2013 yang diperoleh dari laporan bulanan Indikator Ekonomi Badan Pusat Statistik dan Laporan Bulanan Makro Bank Indonesia. Penelitian ini menggunakan pendekatan Error Correction Model untuk melihat adanya hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil penelitian menunjukkan dalam jangka panjang hanya variabel Pembiayaan Perbankan Syariah yang mempengaruhi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Sedangkan dalam jangka pendek, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dipengaruhi oleh Pembiayaan Perbankan Syariah dan Produk Domestik Bruto (PDB). Kata Kunci: Pembiayaan Perbankan, Jumlah Uang Beredar, Produk Domestik Bruto
Vol. 8, No. 2, Desember 2014
267
Fitri Amalia
Pendahuluan Saat ini Indonesia memiliki dua sistem perbankan, yaitu sistem bunga (interest rate system) dan sistem bagi hasil atau yang lebih dikenal dengan sistem tanpa bunga (free interest rate system). Semenjak sistem syariah mempunyai instrumen SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia) yang sekarang menjadi SBIS (Sertifikat Bank Indonesia Syariah), Indonesia mempunyai dual monetary system yakni mekanisme tingkat bunga dan bagi hasil. Sistem bagi hasil sebagai sebuah prinsip perhitungan berdasarkan pendapatan produsen atau peminjam mempunyai sifat fleksibel terhadap pengembalian bagi hasilnya. Sertifikat Bank Indonesia Syariah diatur dalam PBI Nomor 10/11/PBI/2008 yang mulai diberlakukan sejak 31 Maret 2008. Peraturan tersebut dikeluarkan setelah Bank Indonesia mengantongi izin dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia berdasarkan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 63/DSN-MUI/XII/2007 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah dan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomor 64/DSN-MUI/XII/2007. Sertifikat Bank Indonesia Syariah Ju’alah untuk menerbitkan Sertifikat Bank Indonesia Syariah. Adapun pengertian Sertifikat Bank Indonesia Syariah berdasarkan FAQS (frequently Asked Questions) atas PBI Nomor 10/ 11/PBI/2008 tentang Sertifikat Bank Indonesia Syariah, Sertifikat Bank Indonesia Syariah adalah surat berharga berdasarkan prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang Rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Tujuan dari dikeluarkannya Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini ditujukan sebagai instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka pengendalian moneter yang dilakukan berdasarkan prinsip syariah dan menggunakan akad ju’alah (Pasal 2 dan 3 Peraturan Bank Indonesia Nomor 10/36/ PBI/2008 Operasi Moneter Syariah). Dalam Peraturan Bank Indonesia itu disebutkan bahwa Sertifikat Bank Indonesia Syariah diterbitkan melalui mekanisme lelang (Pasal 6 ayat 1). Adapun pihak yang berhak mengikuti lelang adalah Bank Syariah, Unit Usaha Syariah yang memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan oleh Bank Indo-
268
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
nesia, melalui pengajuan pembelian SBIS secara langsung dan/ atau melalui perusahaan pialang pasar uang rupiah dan valuta asing (Pasal 7). Sertifikat Wadiah Bank Indonesia yang telah diterbitkan sebelum Peraturan Bank Indonesia ini diberlakukan, tetap berlaku dan tunduk pada ketentuan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia sampai Sertifikat Wadiah Bank Indonesia tersebut jatuh waktu (Pasal 15). Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia mengenai Sertifikat Bank Indonesia Syariah ini, Peraturan Bank Indonesia Nomor : 6/7/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (Pasal 16). Bank Indonesia sebagai bank sentral yang salah satu tugas utamanya adalah mengatur jumlah uang yang beredar dan diberi kuasa oleh pemerintah untuk mencetak uang. Bank Indonesia didirikan pada tahun 1953 dengan mengubah status De Javasche Bank N.V. (yang dinasionalisasi di tahun 1951) menjadi bank sentral Indonesia. Dasar hukum pendirian BI adalah Undang-Undang Nomor 11/1953 (Rahardja dan Manurung, 2008: 335). Pemerintah memberikan kekuasaan kepada bank sentral untuk mencetak uang yang diperlukan untuk melancarkan kegiatan perdagangan dan produksi. Di dalam menjalankan tugas ini bank sentral haruslah menentukan besarnya jumlah uang yang harus disediakannya pada suatu waktu tertentu (Sukirno, 2004: 288). Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh dan berkembang jumlah uang beredar bertambah, sedang komposisinya berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal (kertas dan logam) makin sedikit, digantikan uang giral atau near money. Bank sentral menentukan pertambahan jumlah uang dilakukan agar kegiatan perdagangan dan produksi tetap berjalan dengan lancar, dan perkembangan ekonomi yang teguh terus berlangsung (Sukirno, 2004: 288). Salah satu indikator telah terjadinya alokasi yang efisien secara makro adalah nilai output nasional yang dihasilkan sebuah perekonomian pada suatu periode tertentu (Rahardja
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
269
Fitri Amalia
dan Manurung, 2008: 223-224). Sebab, besarnya output nasional dapat menunjukkan beberapa hal penting dalam sebuah perekonomian. Itulah sebabnya perhitungan output nasional/pendapatan nasional, dengan istilah yang sering dipakai adalah Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP) merupakan ukuran atau indikator tingkat pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh suatu negara. Case & Fair (1996) menerangkan bahwa PDB adalah nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam satu periode (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penulis akan menggunakan indikator pertumbuhan ekonomi dengan melihat pergerakan pertumbuhan SBIS di dalam negeri untuk mengetahui perkembangan perekonomian terutama pengendalian moneter negara. Kegiatan ekonomi yang berjalan aktif dan lancar, merupakan hasil sinergi yang baik antara pihak swasta, perbankan dan pemerintah. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis ingin menganalisis pengaruh tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan Produk Domestik Bruto terhadap peningkatan Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) melalui penelitian yang berjudul “Analisis Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, Jumlah Uang Beredar (JUB), dan Produk Domestik Bruto (PDB) Terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dengan Pendekatan Error Correction Model”. Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan: 1)Apakah terdapat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek penyaluran dana Pembiayaan Perbankan Syariah terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)?; 2) Apakah terdapat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek Jumlah Uang yang Beredar terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)?; 3)Apakah terdapat pengaruh jangka panjang dan jangka pendek Produk Domestik Bruto terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS)?.
270
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
Landasan Teori Pengertian Bank Syariah Menurut Karim (2009:7) bank syariah merupakan bank yang berdasarkan prinsip syariah yaitu peraturan dan hukum yang berisi perintah dan larangan yang dibebankan oleh Allah SWT kepada manusia. Definisi lainnya menurut Antonio (2001:13) bahwa bank syariah adalah bank yang beroperasi dengan tidak mengandalkan bunga. Bank Islam atau biasa disebut bank tanpa bunga, adalah lembaga keuangan/perbankan uang operasional dan produknya dikembangkan berdasarkan pada Al-Qur’an dan Hadist Nabi SAW. Sumitro (2004:5) mendefinisikan bank islam sebagai lembaga keuangan yang usaha pokoknya memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan prinsip-prinsip syariat islam. Pengertian bank syariah adalah bank yang dalam aktivitasnya, baik dalam penghimpunan dana maupun dalam rangka penyaluran dananya memberikan dan mengenakan imbalan atas dasar prinsip syariah. (Rodoni, 2009:14). Pembiayaan Perbankan Syariah Perkembangan perbankan syariah pada era reformasi ditandai dengan disetujuinya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 (Muhammad Syafi’i Antonio, 2009: 26). Dalam Undang-Undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah. Bank syariah sejalan dengan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Kemanfaatan bank syariah yang sesuai dengan prinsip syariah, bertujuan untuk mencapai terciptanya masyarakat adil dan makmur berdasarkan demokrasi ekonomi, dikembangkan dengan system ekonomi yang berlandaskan pada nilai keadilan, kebersamaan, dan pemerataan (UU RI No. 21 Tahun 2008). Bank syariah dalam penyaluran pembiayaannya, menggunakan prinsip-prinsip Islami yang menekankan prinsip persaudaraan dan keadilan dengan menggunakan akad mudharabah, musyarakah, dan lainnya
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
271
Fitri Amalia
(Muhammad, 2005:17) Menurut Antonio (2001: 29), setiap akad dalam perbankan syariah, baik dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya, harus memenuhi ketentuan syarat, seperti hal-hal berikut: 1. Barang dan jasa harus halal sehingga transaksi atas barang dan jasa yang haram menjadi batal demi hukum syariah. 2. Harga barang dan jasa harus jelas. 3. Tempat penyerahan (delivery) harus jelas karena akan berdampak pada biaya transportasi. 4. boleh menjual sesuatu yang belum dimiliki atau dikuasai seperti yang terjadi pada transaksi short sale dalam pasar modal. Pembiayaan perbankan syariah menurut Antonio (2001: 160162) dapat dibagi menjadi empat macam dari sifat penggunaannya, yaitu: 1. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas, yaitu untuk peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun investasi. Menurut keperluannya dapat dibedakan menjadi: a. Pembiayaan modal kerja, yaitu untuk peningkatan produksi dan untuk keperluan perdagangan atau peningkatan utility of place dari suatu barang. b. Pembiayaan investasi (untuk memenuhi capital goods/ barang-barang modal serta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya dengan itu). 2. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, yang akan habis digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Pengertian Jumlah Uang Beredar (JUB) Jumlah uang beredar merupakan sarana strategis dalam kegiatan perekonomian. Sebagaimana pendapat JM. Keynes “kekuatan hukum ekonomi yang tersembunyi”, menunjukkan bahwa jumlah uang menentukan tingkat harga dan tingkat pertumbuhan jumlah uang menentukan tingkat inflasi. Uang memiliki
272
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
tiga fungsi utama, yaitu sebagai alat tukar (medium of exchange), unit hitung (unit of account), dan penyimpan nilai (store of value) (N. Gregory Mankiw, 2007: 76). Jumlah uang beredar adalah nilai keseluruhan uang yang berada di tangan masyarakat. Secara teknis, yang dihitung sebagai uang beredar adalah uang yang benar-benar berada di tangan masyarakat (Rahardja, 2008: 324). Uang yang berada di tangan bank (bank umum dan bank sentral), serta uang kertas dan uang logam (uang kartal) milik pemerintah tidak dihitung sebagai uang beredar. Perkembangan jumlah uang beredar mencerminkan atau seiring dengan perkembangan ekonomi. Biasanya bila perekonomian bertumbuh dan berkembang jumlah uang beredar juga bertambah, sedang komposisinya berubah. Bila perekonomian makin maju, porsi penggunaan uang kartal (kertas dan logam) semakin sedikit, digantikan uang giral atau near money. Biasanya perekonomian makin meningkat, komposisi M1 dalam peredaran uang makin kecil, sebab porsi uang kuasi makin besar. Uang dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu uang komoditas (uang yang memiliki nilain intrinsik) dan uang atas unjuk (ditetapkan sebagai uang menurut dekrit pemerintah, atau atas unjuk pemerintah). Jumlah uang yang tersedia disebut jumlah uang beredar (money supply). Uang dalam arti luas (M2) merupakan perluasan dari definisi M1 dengan uang kuasi. Uang kuasi adalah bentuk kekayaan yang sangat likuid yang terdiri dari deposito berjangka atau rekening tabungan pada bank, sehingga persamaan M2 adalah: M2 = M1+ TD + SD Dimana: M 2 M1 TD SD
= uang dalam arti luas = uang dalam arti sempit = time deposits (deposito berjangka) = saving deposits (saldo tabungan)
Tindakan yang dilakukan Bank Sentral adalah mempengaruhi besarnya uang inti yangs selanjutnya besaran ini akan mempengaruhi besarnya JUB melalui angka pengganda yang merupakan Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
273
Fitri Amalia
hasil bersih (netto) perilaku masyarakat dalam memegang uang kartal dan perilaku perbankan dalam menentukan cadangan yang ingin mereka pegang. Akan tetapi masih dipertanyakan apakah dengan kemampuannya mengendalikan uang inti, Bank Sentral juga mampu mengendalikan JUB dengan ketetapan yang sama. Hal ini tergantung pada keeratan hubungan uang inti dengan cadangan perbankan dan antara cadangan perbankan dengan JUB. Jika terdapat kaitan yang erat, maka penguasa moneter dapat merumuskan kebijakannya dan mampu mencapai target JUB yang telah ditetapkan. Namun jika kaitan antara variabel-variabel tidak begitu erat, maka penguasa moneter tidak akan mampu mencapai target JUB yang tepat. Produk Domestik Bruto (PDB) N. Gregory Mankiw (2007: 16) Gross Domestic Product (GDP/ PDB) merupakan jumlah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output barang dan jasa dalam satu waktu tertentu (biasanya satu tahun periode). PDB sering dianggap sebagai ukuran terbaik dari kinerja perekonomian (N. Gregory Mankiw, 2007: 17). Rumus untuk menghitung pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara adalah: Pertumbuhan Ekonomi tahun t =
x 100%
Keterangan: PDB tahun t = PDB tahun yang dicari PDB tahun t-1= PDB tahun sebelum PDB tahun t PDB dapat dihitung dengan memakai tiga pendekatan (Eko Untung Handjatmeko, 2004: 3), yaitu: Pendekatan Produksi, Pendekatan Pendapatan, dan Pendekatan Pengeluaran a. Metode output (Output Approach) atau metode produksi Dalam metode ini pendapatan dihitung berdasarkan perhitungan dari jumlah nilai akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh masyarakat dalam suatu perekonomian pada periode tertentu. Nilai barang dan jasa yang dimaksud adalah nilai akhir barang dan jasa atau nilai tambah (added value) barang. Nilai
274
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
akhir adalah nilai barang yang siap dikonsumsi dan tidak lagi digunakan dalam proses produksi berikutnya. Sedangkan nilai tambah adalah selisih antara nilai suatu barang dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi termasuk nilai bahan baku yang digunakan b. Metode pendapatan (Income Approach) Dalam metode ini PDB yang dihitung dengan jalan menghitung semua pendapatan dari masing-masing pendapatan dari faktor produksi yaitu pendapatan dari tanah, modal, tenaga kerja, dan kewirausahaan. Pendapatannya berupa sewa, bunga, upah, dan profit. (Pratomo, 2006: 13) c. Metode pengeluaran (Expenditure approach) Yaitu PDB yang dihitung dengan menjumlahkan seluruh pengeluaran yang dilakukan oleh semua pelaku ekonomi, baik rumah tangga, perusahaan, pemerintah, dan sektor luar negeri (Pratomo, 2006: 13). Sertifikat Bank Indonesia Syariah Pengelolaan likuiditas merupakan suatu fungsi terpenting yang dilaksanakan oleh lembaga perbankan. Untuk terlaksananya fungsi pengelolaan likuiditas secara efisien dan menguntungkan diperlukan adanya instrumen dan pasar keuangan baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk keperluan yang sangat mendasar, yaitu penempatan dan pemenuhan kebutuhan jangka pendek untuk perbankan yang berdasarkan prinsip syariah di Indonesia telah tersedia instrumen Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank (IMA) dan aturan-aturan tentang Pasar Keuangan Antarbank dengan Prinsip Syariah (PUAS), serta Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). SWBI merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah yang diatur oleh Bank Indonesia dan Fatwa Dewan Syariah Negara. Peraturan Bank Indonesia No. 10/11/PBItanggal 31 Maret 2008, SWBI diubah menjadi Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dan mulai berlaku pada tanggal 31 Maret 2008. Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) adalah surat Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
275
Fitri Amalia
berharga berdasarkan Prinsip Syariah berjangka waktu pendek dalam mata uang rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Hal ini sedikit berbeda dengan SBI Konvensional yang diterbitkan melalui lelang dengan tingkat diskonto yang berbasis bunga (interest), sedangkan SBIS diterbitkan menggunakan akad/ kontrak transaksi ju’alah. Akad ju’alah adalah janji atau komitmen (iltizam) untuk memberikan imbalan tertentu (‘iwadah/ju’l) atas pencapaian hasil (natijah) yang ditentukan dari suatu perkerjaan. Para peserta yang diperbolehkan untuk mengikuti lelang SBIS diantaranya Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) atau pialang yang bertindak untuk dan atas nama BUS/UUS. Ketentuan lainya, wajib memenuhi persyaratan Financing to Deposit Ratio (FDR) yang ditetapkan Bank Indonesia. Menurut Wirdyaningsih, Perwataatmadja, Gemala dan Yeni (2006:149) SWBI yang sekarang disebut SBIS merupakan instrumen kebijakan moneter yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan kelebihan likuiditas pada bank yang beroperasi dengan prinsip syariah. Beberapa karakteristik SBIS sebagai berikut : 1) Merupakan tanda bukti penitipan dana berjangka pendek. 2) Diterbitkan oleh Bank Indonesia. 3) Merupakan instrumen kebijakan moneter dan sarana penitipan dana sementara. 4) Ada bonus atas transaksi penitipan dana. Penelitian Adief Razali (2011) ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Sertifikat Bank Indonesia Syariah terhadap pengendalian lukuiditas industri perbankan syariah di Indonesia. Analisa Industri dalam penelitian Adief Razali ini dilakukan untuk melihat hubungan/kaitan antara volume SBIS dengan jumlah uang beredar, pembiayaan/financing dan suku bunga deposito. Analisis Ekonometri dalam penelitian Adief Razali ini dilakukan untuk melihat model manajemen likuiditas untuk operasi moneter syariah. Jumlah SBIS pada tahun 2000 hanya sebesar Rp 290 milyar, sementara pada tahun 2010 telah mencapai Rp 5,4 trilyun. Peningkatan volume SBIS tersebut terjadi karena semakin tingginya tingkat likuiditas di industri perbankan/ perekonomian. Peningkatan volume SBIS tersebut akan membantu dalam penyerapan likuiditas di industri sehingga akan mempengaruhi 276
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
jumlah uang beredar. Jumlah uang beredar yang tinggi tentunya akan berpengaruh terhadap likuiditas dan akhirnya akan berdampak pada tingkat inflasi. Untuk mengendalikan hal ini maka SBIS menjadi salah satu instrumen yang digunakan oleh bank sentral. Penelitian berikutnya dilakukan oleh Hamid Zangeneh dan Ahmad Salam (1993). Masalah bank sentral Islam adalah sama dengan yang dihadapi bank sentral di negara berbasis bunga. Artinya, bank sentral Islam harus berurusan dengan aspek regulasi, moneter, dan institusi perbankan yang sama yaitu melawan mereka yang di bank sentral tradisional berbasis bunga. Namun, beberapa modifikasi sederhana dari alat-alat yang sudah tersedia untuk bank sentral di negara dengan ekonomi konvensional/berbasis bunga masih dibutuhkan. Dalam penelitian ini Kebijakan Operasi Pasar Terbuka yang diusulkan adalah Central Deposit Certificates dalam Regulasi Perbankan Islam. Selanjutnya Imas Maesaroh dan Lely Fera Triani (2011) telah melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis faktor penentu jumlah uang yang beredar di Indonesia selama periode 2009-2011. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah produk domestik bruto berpengaruh kuat terhadap jumlah uang beredar di Indonesia. Variabel suku bunga SBI, kurs dan produk domestik bruto berpengaruh negatif atau berlawanan arah terhadap jumlah uang beredar, artinya apabila suku bunga SBI meningkat maka jumlah uang beredar akan mengalami penurunan. Begitu pula untuk varibel kurs dan produk domestik bruto. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan empat variabel, yakni satu variabel dependen dan tiga variabel independen. Variabel dependen yang digunakan adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS), sedangkan tiga variabel independen meliputi: Pembiayaan Perbankan Syariah. Jumlah Uang Beredar dan Produk Domestik Bruto. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, yang menggunakan data runtun waktu (time series) yaitu: SBIS, pembiayaan perbankan syariah, PDB, dan JUB per tiga bulan (kuartalan) dari Maret 2003 sampai dengan September 2013 dengan berupa data
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
277
Fitri Amalia
per tiga bulan (kuartalan). Data bersumber dari Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS). Metode analisis data menggunakan analisis statistik melalui pendekatan regresi berganda, yaitu suatu analisis yang mengukur pengaruh antarvariabel yang melibatkan lebih dari dua variabel independen terhadap variabel dependen (Sarwoko, 2005: 45). Dalam penelitian ini digunakan pendekatan Error Correction Model (ECM) untuk melihat hubungan jangka pendek dan menggunakan uji Kointegrasi untuk melihat indikasi adanya hubungan jangka panjang. Analisis data akan dilakukan dengan bantuan aplikasi komputer, program Eviews 6. Pengujian ECM baru dapat dilakukan bila terdapat indikasi adanya hubungan jangka panjang dengan menggunakan uji kointegrasi. Variabel-variabel dikatakan terkointegrasi bila stasioner pada ordo yang sama. Untuk menguji kestasioneran data, maka pada penelitian ini digunakan Phillips-Perron (PP) test. Dalam Phillips-Perron test, perlu menentukan jumlah truncation lag untuk koreksi Newey-West, yaitu dengan menggunakan rumus N1/3 = 321/ 3 = 3,17 yang kemudian dibulatkan pada nilai satuan terdekat dibawahnya yaitu 3 (Hamja, 2008: 209). Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data natural log (ln) dari variabel-variabel tersebut, yang berguna untuk memecahkan persamaan yang tidak diketahuinya merupakan pangkat dari variabel lain. Analisis Uji Akar Unit Tahap awal dalam proses pengujian yang dilakukan adalah uji stasioneritas terhadap seluruh variabel yang diuji. Pengujian akarakar unit dikatakan stasioner apabila nilai Phillips-Perron test (Pp test) lebih besar dari nilai Critical Value (CV) 5%, sebaliknya jika nilai Phillips-Perron test (PP test) lebih kecil dari nilai Critical Value (CV) 5% maka variabel tersebut tidak stasioner. Hasil dari pengujian akar-akar unit ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
278
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
Tabel 1. Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada tingkat Level No. 1 2 3 4
Variabel LnSBIS LnPPS LnJUB LnPDB
Pptest -2.448750 -2.087143 1.418100 0.978490
Level CV 5% -2.933158 -2.933158 -2.933158 -2.933158
Ho = Tidak Stasioner Ha = Stasioner Terima Ho Terima Ho Terima Ho Terima Ho
Sumber: output EViews 6.0 (data diolah)
Dari data yang diuji dapat dilihat bahwa semua variabel menunjukkan ketidakstasioneran pada Level. Hal ini dapat dibuktikan dengan Nilai Phillips-Perron test lebih kecil dari Mac.Kinnon Critical Value 5% (PPtest < CV 5%). Kesimpulan dari hasil data yang diolah adalah Ho (data tidak stasioner) diterima yaitu semua data. Variabel SBIS, PPS, JUB, dan PDB tidak stasioner pada tingkat Level sehingga harus dilanjutkan pada tingkat berikut sampai data menjadi stasioner yaitu dengan menggunakan Uji Derajat Integrasi. Uji Derajat Integrasi Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui pada derajat atau order diferensi ke berapa (langkah pertama di atas), jika ternyata data tersebut tidak stasioner pada derajat pertama. Tabel 2. Uji Akar Unit Phillips-Perron test pada First Difference Level No.
Variabel
1 2 3 4
LnSBIS LnPPS LnJUB LnPDB
Pptest
CV 5%
-17.66780 -3.260153 -13.47111 -15.53778
-2.935001 -2.935001 -2.935001 -2.935001
Ho = Tidak Stasioner Ha = Stasioner Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho Tolak Ho
Sumber: output EViews 6.0 (data diolah)
Dari data yang diuji pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semua variabel stasioner pada first difference. Hal ini dapat dibuktikan dengan Nilai Phillips-Perron test lebih besar dari Mac.Kinnon
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
279
Fitri Amalia
Critical Value 5% (PPtest > CV 5%). Kesimpulan dari data yang diolah adalah Ho ditolak yaitu semua variabel sudah stasioner pada tingkat first difference, sehingga pengujian dapat dilanjutkan dengan uji berikutnya yaitu Uji Kointegrasi. Uji Kointegrasi Pendekatan Kointegrasi merupakan isu statistik yang tidak dapat diabaikan yang berkaitan erat dengan pengujian terhadap kemungkinan adanya hubungan keseimbangan jangka panjang antara variabel-variabel ekonomi seperti yang dikehendaki teori ekonomi. Dari hasil Uji Kointegrasi di dapat bahwa semua variabel stasioner pada ordo yang sama, yaitu pada I (1) atau first difference. Hasil uji kointegrasi menunjukkan nilai PP tes > CV 5% yaitu 5,067425 > -1.948886 dengan probabilitas 0.0000 sehingga Ho ditolak. Artinya setiap variabel dikatakan terkointegrasi atau terdapat adanya indikasi hubungan dalam jangka panjang. Tabel 3. Hasil Uji Kointegrasi Null Hypothesis: RESID01 has a unit root Exogenous: None Bandwidth: 3 (Newey-West using Bartlett kernel)
Phillips-Perron test statistic Test critical values: 1% level 5% level 10% level
Adj. t-Stat
Prob.*
-5.067425 -2.621185 -1.948886 -1.611932
0.0000
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Sumber: output EViews 6.0 (data diolah)
Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan Uji Error Correction Model, terlebih dahulu dilakukan Uji Asumsi Klasik. Untuk melihat apakah data terbebas dari masalah multikolonieritas, heteroskedastisitas dan autokolerasi. Uji asumsi klasik penting dilakukan untuk menghasilkan estimator yang linear tidak bias dengan varian yang minimum (Best Linear Unbiased Estimator = BLUE), yang artinya model regresi 280
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
tidak mengandung masalah. Oleh karena itu perlu pembuktian lebih lanjut apakah model regresi yang digunakan sudah memenuhi asumsi tersebut. Berikut terdapat tiga asumsi yang digunakan: 1. Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varian dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Metode yang digunakan untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas pada penelitian ini adalah uji White. Tabel 4. Uji White Heteroskedasticity Heteroskedasticity Test: White F-statistic Obs*R-squared Scaled explained SS
0.678950 4.371172 6.436717
Prob. F(6,36) Prob. Chi-Square(6) Prob. Chi-Square(6)
0.6675 0.6266 0.3761
Sumber: EViews 6.0 (data diolah)
Dari hasil Uji White diatas dapat dilihat bahwa dalam model ini nilai probabilitas Chi-Square sebesar 0.6266 dengan obs*R2 4.371172 yaitu di atas 0,05. Hal ini berarti dalam model tidak terdapat adanya heteroskedastisitas atau berarti Ho diterima. 2. Autokorelasi Autokorelasi merupakan suatu kejadian di mana error term pada satu periode waktu secara sistematik tergantung pada error term pada periode-periode waktu yang lain. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi digunakan uji Langrange Multiplier (LMtest). Uji ini sangat berguna untuk mengindentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada derajat pertama (first order) tetapi juga digunakan pada tingkat derajat. Uji autokorelasi juga bisa dilihat dari nilai probabilitas ChiSquare. Jika probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikansi 5% maka tidak terdapat autokorelasi dan sebaliknya jika probabilitas Chi-Square lebih kecil dari 5% maka terdapat autokorelasi.
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
281
Fitri Amalia
Tabel 5. Uji Langrange Multiple Test Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
2.184635 4.541501
Prob. F(2,37) Prob. Chi-Square(2)
0.1268 0.1032
Sumber: output EViews 6.0 (data diolah)
Untuk melihat ada tidaknya penyakit autokorelasi, kita dapat menggunakan uji Langrange Multiplier (LM Test) dengan membandingkan nilai probabilitas R-Squared dengan = 0,05 (Gujarati, 2006: 112). Dari tabel uji LM diatas diketahui bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 4,541501 dan dapat dilihat bahwa nilai probabilitas Chi-Square 0,1023 atau lebih besar dari á = 0,05. Hal ini berarti dalam model ini tidak terdapat adanya autokorelasi, atau berarti Ho diterima 3. Multikolinearitas Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel independen dalam model regresi. Tabel 6. Uji Correlation Matrix LNSBIS LNPPS LNJUB LNPDB
LNSBIS 1 0.7768094 0.8171473 0.7805661
LNPPS 0.7768094 1 0.9858604 0.9884566
LNJUB 0.8171473 0.9858604 1 0.9941795
LNPDB 0.7805661 0.9884566 0.9941795 1
Sumber: output Eviews 6.0 (data diolah)
Dari hasil correlation matrix di atas terlihat bahwa koefisien korelasi ada yang di atas 0,8, sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam model terdapat masalah multikolinearitas. Uji multikolinieritas ini dapat diabaikan karena estimatornya masih dapat bersifat BLUE (Winarno, 2009:5.7). Sifat BLUE tidak terpengaruh oleh data ada tidaknya korelasi antarvariabel independen.
282
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
4. Uji Error Correction Model (ECM) Dengan ditemukannya fenomena hubungan jangka panjang pada setiap variabel, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pendekatan Error Correction Model (ECM) untuk melihat ada tidaknya hubungan antar variabel dalam jangka pendek. ECM merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji. Tabel 7. Hasil Regresi Error Correction Model Dependent Variable: D(LNSBIS) Method: Least Squares Date: 02/08/14 Time: 12:12 Sample (adjusted): 2003Q2 2013Q3 Included observations: 42 after adjustments Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
C D(LNPPS) D(LNJUB) D(LNPDB) LNPPS(-1) LNJUB(-1) LNPDB(-1) ECT
-63.47975 -3.331345 -1.741744 -12.66713 -1.314643 -0.006765 4.668706 0.541173
67.41602 1.597522 4.315587 3.839223 0.487813 3.004815 8.433820 0.148254
-0.941612 -2.085320 -0.403594 -3.299398 -2.694971 -0.002252 0.553570 3.650313
Prob. 0.3530 0.0446 0.6890 0.0023 0.0109 0.9982 0.5835 0.0009
Sumber: output Eviews 6.0 (data diolah)
ECM merupakan salah satu pendekatan untuk menganalisis model time series yang digunakan untuk melihat konsistensi antara hubungan jangka pendek dengan hubungan jangka panjang dari variabel-variabel yang diuji. Variabel jangka pendek di tunjukkan oleh DLNPPS, DLNJUB, dan DLNPDB. Namun dalam jangka panjang perlu dihitung dengan cara menjumlahkan koefisien tiap variabel jangka panjang LNPPS(-1). LNJUB(-1). dan LNPDB(-1) dengan koefisien ECT kemudian dibagi dengan koefisien ECT. Rumus koefisien jangka panjang sebagai berikut:
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
283
Fitri Amalia
Konstanta =
C C
..........................................................(1)
0 7
D(LNPPS) =
C4+C C7
D(LNSBIS) =
C5 + C C7
D(LNDPK) =
C6 + C 7 C7
7
..........................................................(2)
7
..........................................................(3)
..........................................................(4)
Dari hasil olah data Uji Error Correction Model, pada tabel di atas menunjukkan bahwa nilai koefisien ECT positif dan signifikan pada tingkat signifikansi 5% dengan probabilitas 0.0009, angka ini terletak dibawah 0,05. Hal ini berarti ECT sudah signifikan pada tingkat kepercayaan = 0,05 secara statistik. Oleh karena itu model dari pengujian ECM ini dapat dikatakan sahih atau valid. Berdasarkan output data diolah hasil regresi ECM di dapat hasil sebagai berikut: D(LNSBIS) = -63.47975 – 3.331345*D(LNPPS) – 1.741744*D(LJUB) – 12.66713*D(LNPDB) – 1.314643*LNPPS(-1) – 0.006765*LNJUB(-1) + 4.668706*LNPDB(-1) + 0.541173*ECT Keterangan: D(LNSBIS) = Perubahan Sertifikat Bank Indonesia Syariah periode t D(LNPPS) = Perubahan Pembiayaan Perbankan Syariah periode t D(LNJUB) = Perubahan Jumlah Uang Beredar periode t D(LNPDB) = Perubahan Produk Domestik Bruto periode t LNPPS(-1) = Pembiayaan Perbankan Syariah t-1 LNJUB(-1) = Jumlah Uang Beredar t-1 LNPDB(-1) = Produk Domestik Bruto t-1
284
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan
Pengaruh Tingkat Pembiayaan Perbankan Syariah, JUB dan PDB terhadap SBI...
Tabel 8. Uji F Statistik F-statistic Prob(F-statistic)
11.02565 0.000000
Probabilitas (F-statistik) nilainya adalah 0,000000, angka ini terletak dibawah 0,05, berarti signifikan secara statistik. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Independent yang ada pada model secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel Dependent. Interpretasi Data Dalam jangka pendek dan jangka panjang nilai konstanta sebesar -63,47975 menunjukkan apabila nilai variabel independen konstan maka besarnya SBIS turun sebesar 63,47 persen. Pembiayaan perbankan syariah dalam jangka pendek dan jangka panjang memiliki hubungan negatif terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Dalam jangka pendek, apabila pembiayaan meningkat sebesar 1 persen maka akan menyebabkan turunnya SBIS sebesar 3,33 persen, begitupun sebaliknya. Sedangkan dalam jangka panjang, apabila pembiayaan perbankan syariah meningkat sebesar 1 persen maka menyebabkan SBIS turun sebesar 1,31 persen. Jumlah Uang Beredar (JUB), baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS). Dikarenakan fungsi SBIS sebagai instrumen moneter agaknya tidak signifikan dalam perekonomian Indonesia. Dari hasil analisis dimana faktorfaktor yang berkaitan dengan likuiditaslah yang ternyata signifikan menjadi indikasi bahwa pada kenyataannya fungsi SBIS hanya sebagai penyangga likuiditas untuk menjamin kelangsungan bank syariah. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jumlah uang beredar yang ada di Indonesia tidak akan berpengaruh dalam jangka pendek maupun jangka panjang terhadap SBIS. Produk Domestik Bruto (PDB) dalam jangka pendek memiliki hubungan negatif terhadap SBIS. Setiap kenaikan setiap 1 persen pada PDB akan menyebabkan turunnya SBIS sebesar 12,6 persen. Namun dalam jangka panjang PDB tidak berpengaruh secara signifikan terhadap SBIS.
Vol. 8, No. 2, Desember 2014: 267-286
285
Fitri Amalia
Kesimpulan Dalam jangka panjang, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) hanya dipengaruhi oleh pembiayaan perbankan syariah. Dalam jangka pendek, Sertifikat Bank Indonesia Syariah (SBIS) dipengaruhi oleh pembiayaan perbankan syariah dan Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasakan hasil yang ada, peneliti menyarankan agar perlu dilakukan riset yang lebih fokus untuk mengembangkan instrumen moneter yang lebih islami dan efektif untuk pelaksanaan kebijakan memajukan perekonomian secara riil. Pengembangan instrumen moneter syariah ini juga untuk menanggapi perkembangan trend perbankan syariah yang semakin meningkat dari tahun ke tahunnya dan untuk efektifitas kontrol moneter terhadap kemampuan bank syariah sebagai lembaga intermediasi keuangan. Daftar Pustaka Antonio, Muhammad Syafi’i. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Gema Insani, Jakarta. Arifin, Zainul. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Pustaka Alvabet, Jakarta. Karim, Adiwarman A. 2001. Ekonomi Islam; Suatu Kajian Kontemporer. Gema Insani Press, Jakarta. Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi. Erlangga, Jakarta. Muhammad. 2005. Manajemen Dana Bank Syariah. Cetakan kedua. Ekonisia. Jakarta. Rahardja, Pratama & Mandala Manurung. 2008. Pengantar Ilmu Ekonomi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta. Rodoni, Ahmad. 2009. Investasi Syariah. Lembaga Penelitian UIN Jakarta: Ciputat. Sarwoko. 2005. Dasar-Dasar Ekonometrika. Andi Offset, Yogyakarta. Sukirno, Sadono. 2004. Makroekonomi Teori Pengantar. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Untung Handjatmeko, Eko. 2001. Pengantar Ekonomi Makro. UIN Jakarta, Jakarta. Wirdyaningsih, Dkk. 2006. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia. Kencana, Jakarta.
286
INFERENSI, Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan