Pengaruh Melemahnya Nilai Tukar Rupiah Terhadap Tingkat Kesehatan Perbankan Syariah Dwi Cahya Widiyanata Universitas Brawijaya Abstract: This study aims to observe the effect of the devaluation of Indonesian Rupiah on the level of risk-based bank rating of Islamic Banking in Indonesia. There are four factors studied; they are capital, asset quality, earnings and liquidity. These four factors are outlined in seven dependent variable (the ratio of CAR, EAQ, NOM, ROA, ROA, STM and FDR) and one independent variable (foreign exchange rate). This study uses MANOVA (Multivariate Analysis of Variance) to determine the effect. The result shows that the devaluation of Indonesian Rupiah does not significantly affect the level of risk based-bank rating of Islamic Banking. Based on the tests of Between-subject effects, the devaluation of Indonesian Rupiah does not affect asset quality and liquidity factors of Islamic banking significantly. Meanwhile the capital and earnings factor are significantly influenced by the devaluation of Indonesian rupiah. Keywords: foreign exchange rate, risk-based bank rating of islamic banking, capital, asset quality, earnings, liquidity, MANOVA
PENDAHULUAN Pada tahun 2015 Indonesia mengalami pelemahan nilai tukar yang sangat dalam. Adanya pelemahan rupiah ini juga mendapat perhatian lebih dari pemerintah, khususnya dari Kementrian Keuangan (Kemenkeu) sebagai pihak yang terkait dengan kebijakan-kebijakan keuangan di Indonesia. Menurut Fetai (2013:111) karakteristik dari terjadinya krisis keuangan adalah terjadinya krisis perbankan dan krisis mata uang. Berdasarkan apa yang sudah peneliti jelaskan mengenai keadaan nilai tukar mata uang rupiah pada tahun 2015, dapat dikatakan bahwa Indonesia bisa saja terkena krisis keuangan jika perbankan tidak mampu bertahan ditengah krisis melemahnya nilai tukar mata uang rupiah yang sedang terjadi di Indonesia. Indonesia sendiri sudah pernah mengalami krisis keuangan pada tahun 1998. Sejarah mencatat, awal mula dari krisis keuangan ini sendiri adalah ketika pada juli 1997 Indonesia mengalami gejolak nilai tukar yang akhirnya menyebabkan pencabutan ijin usaha 16 bank pada tanggal 1 November 1997. Krisis keuangan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1997 – 1999 memang sangat mengguncang dunia perbankan nasional. Namun ada yang menarik dari krisis perbankan yang terjadi pada saat itu. Berdasarkan laman www.muamalat.co.id, Bank Muamalat menyatakan bahwa ketika banyak bank-bank di Indonesia menerima bantuan dana BLBI untuk dapat bertahan, Bank Muamalat bisa tetap betahan tanpa menerima dana BLBI. Hal ini tentu saja bisa menjadi sebuah pembelajaran bagi bangsa Indonesia bahwa sistem perbankan syariah ternyata lebih tahan terhadap krisis keuangan.
Walaupun begitu, bukan berarti perbankan syariah anti terhadap krisis. Krisis perbankan yang menimpa bank konvensional bisa saja berdampak sistemik pada perbankan syariah karena pada dasarnya baik perbankan konvensional maupun syariah memerlukan kepercayaan masyarakat dalam kelangsungan usahanya. Kemampuan perbankan syariah dalam menghadapi krisis tidak terlepas dari aturanaturan yang mengatur mengenai perbankan syariah. Harahab et al., (2010:6) menyatakan bahwa perkembangan landasan hukum perbankan syariah dibagi menjadi empat periode, yaitu: Periode sebelum tahun 1992, Periode 1992-1998, Periode 1992-2008, Periode setelah 2008. PSAK syariah terus mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Selain itu, sejak tahun 2008 PSAK juga terus mengalami pembaharuan. Pada dasarnya setiap pembaharuan selalu menimbulkan dampak, baik dampak positif maupun negatif. Salah satu contoh dampak positif dari pembaharuan adalah perubahan aturan perbankan syariah yang mampu membuat perbankan syariah benar-benar menjalankan usahanya sesuai prinsip syariah. Sedangkan pembaharusan yang negatif adalah sebaliknya. pembaharuan yang berdampak negatif inilah yang harusnya dihindari. Berdasarkan pemahaman kami, ada kecenderungan bahwa aturan-aturan mengenai perbankan syariah cenderung menjauhi prinsip-prinsip syariah dan hampir menyamai prinsip-prinsip bank konvensional. Rahmanti (2013:62) menyatakan bahwa ada dua faktor yang memicu mengapa perbankan syariah masih diidentikkan dengan perbankan konvensional, yaitu karena faktor standard dan SDM. Standar yang berupa PSAK syariah dinilai belum sepenuhnya syar’i dan
implementatif. Alasan kedua terkait dengan pemahaman SDM perbankan syariah tentang syariah. Atas dasar itulah, peneliti akhirnya merasa perlu untuk meneliti keadaan perbankan syariah saat ini. Peneliti ingin mengetahui sejauh mana tingkat kesehatan perbankan syariah ditengah melemahnya nilai tukar rupiah yang sangat tajam. Indikator-indikator yang akan digunakan dalam peelitian ini akan disesuaikan dengan aturan-aturan terkait perbankan syariah yang ada di Indonesia. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/24/DPNP tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum menjelaskan bahwa ada empat faktor penilaian tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan prinsip syariah. Empat faktor tersebut adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital).
Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dibuatlah rumusan masalah yaitu, apakah dampak melemahnya nilai tukar rupiah pada tahun 2015 berpengaruh pada tingkat kesehatan perbankan syariah yang ada di Indonesia?
Peran uang dalam perekonomian Uang tentulah merupakan sosok utama dalam sebuah perekonomian suatu negara atau bahkan dunia. Setiap kegiatan ekonomi seperti jual-beli, simpanmeminjam, investasi ataupun kegiatan ekonomi lainnya pastinya sangat memerlukan uang sebagai alat tukar, alat penyimpanan nilai, satuan hitung dan
ukuran pembayaran yang tertunda. Menurut Solikin et al., (2002:42) peran uang dalam perekonomian dapat dilihat dari dua sektor yang saling berkaitan, yaitu sektor riil (barang dan jasa) dan sektor moneter (uang). Pada sektor riil, uang digunakan untuk kegiatan ekonomi masyarakat seperti jual-beli, simpanmeminjam, investasi dan lain sebagainya. Pada sektor moneter, jumlah uang yang beredar digunakan oleh bank sentral dan pemerintah untuk mengontrol sebuah perekenomian. Salah satu contohnya adalah uang yang beredar digunakan sebagai salah satu dasar untuk penentuan besarnya tingkat suku bunga.
Peran perbankan syariah dalam perekonomian Pada dasarnya bank syariah lebih diharapkan untuk mampu memberikan pengaruh pada sektor riil perekonomian dan mampu bertahan ditengah krisis keuangan. Mampunya bank syariah untuk bertahan disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah dikarenakan krisis keuangan biasanya berpengaruh pada sektor moneter. Jika bank syariah benar-benar melakukan kegiatan operasional sesuai dengan prinsip-prinsip syariah yang ada, seharusnya krisis keuangan tidak akan terlalu berpengaruh terhadap bank syariah. Hal ini karena pada dasarnya bank syariah lebih banyak bergerak di sektor riil daripada sektor moneter.
PENGEMBANGAN HIPOTESIS Berdasarkan kenyataan yang terjadi, ada kecenderungan bahwa aturan-aturan mengenai perbankan syariah cenderung menjauhi prinsip-prinsip syariah dan hampir menyamai prinsip-prinsip bank konvensional yang pada dasarnya sangat
rentan terhadap krisis keuangan. Rahmanti (2013:62) menyatakan bahwa ada dua faktor yang memicu mengapa perbankan syariah masih diidentikkan dengan perbankan konvensional, yaitu karena faktor standard dan SDM. Standar yang berupa PSAK syariah dinilai belum sepenuhnya syar’i dan implementatif. Alasan kedua terkait dengan pemahaman SDM perbankan syariah tentang syariah. Contoh dari kecenderungan perbankan syariah yang menyamai bank konvensional adalah perdebatan antara penggunaan revenue sharing dan profit loss sharing pada akad mudharabah. Selain itu, munculnya aturan mengenai murabahah berbasis pembiayaan yang pada penerapannya menggunakan PSAK konvensional (PSAK 50,55 dan 60) juga menimbulkan perdebatan. Penggunaan akad mudharabah pada tabungan pun pada dasarnya juga masih menjadi perdebatan. Hipotesis yang diajukan mengenai peengaruh melemahnya nilai mata uang terhadap perbankan adalah: Ha1 :Tingkat kesehatan perbankan syariah (capital, asset quality, earnings, dan liquidity) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing. Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/24/DPNP tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum menjelaskan bahwa ada empat faktor penilaian tingkat kesehatan Bank Umum berdasarkan prinsip syariah. Empat faktor tersebut adalah Profil Risiko (risk profile), Good Corporate Governance (GCG), Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital).
Penelitian ini hanya akan
mencakup tiga faktor, yaitu Profil Risiko (risk profile), Rentabilitas (earnings); dan Permodalan (capital). Hal ini dikarenakan informasi mengenai Good Corporate Governance (GCG) adalah informasi yang termasuk ke dalam informasi yang
rahasia karena informasi tersebut mengenai manajemen yang ada di bank yang bersangkutan.
Permodalan Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor: 13/24/DPNP penilaian atas faktor Permodalan meliputi evaluasi terhadap kecukupan Permodalan dan kecukupan pengelolaan Permodalan. Dalam melakukan perhitungan Permodalan, Bank wajib mengacu pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bagi Bank Umum. Selain itu, dalam melakukan penilaian kecukupan Permodalan, Bank juga harus mengaitkan kecukupan modal dengan Profil Risiko Bank. Semakin tinggi Risiko Bank, semakin besar modal yang harus disediakan untuk mengantisipasi Risiko tersebut. Ketika akan melakukan penilaian, Bank perlu mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, dan stabilitas Permodalan dengan memperhatikan kinerja peer group serta kecukupan manajemen Permodalan Bank. Penilaian dilakukan dengan menggunakan
parameter/indikator
kuantitatif
maupun
kualitatif.
Dalam
menentukan peer group, Bank perlu memperhatikan skala bisnis, karakteristik, dan/atau kompleksitas usaha Bank serta ketersediaan data dan informasi yang dimiliki. Hipotesis yang diajukan mengani pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap tingkat kesehatan perbankan syariah adalah: Ha2 :Tingkat kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing.
Profil risiko (Risk profile) Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 penilaian faktor Profil Risiko merupakan penilaian terhadap Risiko inheren dan kualitas penerapan Manajemen Risiko dalam aktivitas operasional Bank. Risiko yang wajib dinilai terdiri atas 8 (delapan) jenis Risiko yaitu Risiko Kredit, Risiko Pasar, Risiko Operasional, Risiko Likuiditas, Risiko Hukum, Risiko Stratejik, Risiko Kepatuhan, dan Risiko Reputasi. Penelitian ini sendiri hanya akan mengkaji dari sudut pandang risiko kredit dan risiko likuiditas. a. Risiko Kredit Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 Risiko Kredit adalah Risiko akibat kegagalan debitur dan/atau pihak lain dalam memenuhi kewajiban kepada Bank. Risiko kredit pada umumnya terdapat pada seluruh aktivitas Bank yang kinerjanya bergantung pada kinerja pihak lawan (counterparty), penerbit (issuer), atau kinerja peminjam dana (borrower). Risiko Kredit juga dapat diakibatkan oleh terkonsentrasinya penyediaan dana pada debitur, wilayah geografis, produk, jenis pembiayaan, atau lapangan usaha tertentu. Parameter yang akan digunakan pada risiko kredit ini adalah kualitas penyediaan dana dan kecukupan pencadangan atau kualitas aset produktif. Sudah menjadi kewajiban bagi perbankan syariah di Indonesia untuk mengungkapkan semua informasi dengan sebenar-benarnya dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Oleh karena itulah kualitas aset produktif perbankan syariah perlu untuk dihitung. Perhitungan ini akan mencakup seberapa kemampuan perbankan
syariah untuk menutup kerugian yang diakibatkan adanya aktiva produktif yang bermasalah. Hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap tingkat kualitas aset produktif adalah: Ha3 :Tingkat kualitas aktiva produktif (KAP) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing. b. Risiko Likuiditas Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas, dan/atau dari aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, tanpa mengganggu aktivitas dan kondisi keuangan Bank. Risiko ini disebut juga Risiko likuiditas pendanaan (funding liquidity risk). Risiko Likuiditas juga dapat disebabkan oleh ketidakmampuan Bank melikuidasi aset tanpa terkena diskon yang material karena tidak adanya pasar aktif atau adanya gangguan pasar (market disruption) yang parah. Risiko ini disebut sebagai Risiko likuiditas pasar (market liquidity risk). Faktor likuiditas digunakan sebagai salah satu faktor penilai tingkat kesehatan bank dikarenakan adanya risiko likuiditas yang dihadapi dunia perbankan. Sejarah mancatat bahwa Indonesia pernah dikejutkan dengan 16 bank yang harus dilikuidasi pada saat krisis keuangan tahun 1997 – 1999. Kejadian tersebut merupakan sebuah indikasi bahwa faktor likuidasi haruslah diperhitungkan juga oleh perbankan. Rasio yang digunakan adalah rasio short term mistmatch dan rasio financing to deposit ratio.
Hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap tingkat likuiditas adalah: Ha4 :Tingkat short term mistmatch (STM) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing. Ha5 :Tingkat financing to deposit ratio (FDR) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing.
Rentabilitas (Earning) Menurut Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 penilaian faktor Rentabilitas meliputi evaluasi terhadap kinerja Rentabilitas, sumber-sumber Rentabilitas, kesinambungan (sustainability) Rentabilitas, dan manajemen Rentabilitas. Penilaian dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat, trend, struktur, stabilitas Rentabilitas Bank, dan perbandingan kinerja Bank dengan kinerja peer group¸ baik melalui analisis aspek kuantitatif maupun kualitatif. Penilaian terhadap faktor rentabilitas ini sangatlah banyak. Surat Edaran BI Surat Edaran Bank Indonesia Nomor:13/24/NPDP tahun 2011 menyebutkan 12 indikator yang bisa digunakan dalam penilaian faktor rentabilitas ini. Namun, dari 12 indikator tersebut hanya ada satu rasio utama. Rasio tersebut adalah Net Operating Margin (NOM). Sedangkan untuk 13 rasio lainnya seperti Return on Asset (ROA), rasio efisiensi kegiatan operasional (BOPO) dan lain sebagainya adalah rasio penunjang. Hipotesis yang diajukan mengenai pengaruh melemahnya nilai tukar rupiah terhadap tingkat rentabilitas adalah:
Ha6 :Tingkat pendapatan operasional bersih (net operating margin) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing. Ha7 :Tingkat return on asset (ROA) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing. Ha8 :Tingkat efisiensi kegiatan operational (BOPO) dipengaruhi oleh perubahan nilai valuta asing.
METODOLOGI PENELITIAN Populasi dan sampel Populasi dari penelitian ini adalah semua perbankan syariah yang ada di Indonesia. Cara pemilihan sampel yang peneliti pilih adalah metode purposive sampling atau metode pemilihan sampel yang dipilih secara disengaja. Oleh sebab itu, sampel yang dipilih adalah Bank Umum Syariah. Dasar pemilihan sampling ini dipilih karena adanya penerbitan peraturan Bank Umum Syariah yang menimbulkan perdebatan hingga dipilihlah Bank Umum Syariah sebagai sampel.
Definisi variabel operasional Pada dasarnya, penelitian ini menggunakan 7 rasio yang mewakili tiga faktor penilaian tingkat kesehatan perbankan syariah. Rasio pada faktor permodalan menggunakan rasio KPMM atau CAR. Rasio pada profil risiko menggunakan rasio kualitas aset produktif (KAP), short term mistmatch (STM) dan financing to deposit ratio (FDR). Rasio pada faktor rentabilitas menggunakan rasio net operating margin (NOM), return on asset (ROA) dan tingkat efisiensi kegiatan
operasional (BOPO). Sedangkan untuk valuta asing yang digunakan adalah Dollar AS. Hal ini didasarkan pada laporan IMF yang menyebutkan bahwa Dollar AS adalah mata uang yang paling banyak digunakan di perdagangan internasional.
Statistik deskriptif “Statistik
deskriptif
adalah
metode
mengatur,
merangkum,
dan
mempresentasikan data dengan cara yang informatif” (Lind et al,. 2013:6).
Uji multikolinieritas Uji multikolenearitas atau analasis korelasi menurut Lind et al,. (2012:61) adalah sekumpulan teknik untuk mengukur hubungan antara dua variabel. Hasil dari pengukuran tersebut adalah koefisien korelasi. Uji ini pertama kali diungkapkan oleh Karl Pearson. Masih menurut Lind et al,. (2012:63) koefisien korelasi ini menunjukkan kekuatan hubungan antara dua himpunan variabel interval berskala atau rasio berskala.
Uji normalitas Pada dasarnya uji normalitas ini bertujuan untuk melihat apakah sebaran data sudah terdistribusi dengan normal. Hair et al,. (1998:349) menyatakan bahwa salah satu syarat dari uji multivarian haruslah berdistribusi normal. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa uji normalitas ini sangat diperlukan untuk menghindari adanya bias atau data yang tidak valid.
Justifikasi statistik Tujuan dari analisis-analisis yang sudah dilakukan pada dasarnya adalah untuk menyimpulkan apakah hipotesis yang dimunculkan itu diterima atau tidak. Menurut Lind et al,. (2013:377) ada lima langkah yang bisa dilakukan untuk pengujian hipotesis. Langkah-langkah tersebut adalah menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif, memilih
tingkat
signifikansi,
menentukan statistik pengujian,
merumuskan sebuah aturan keputusan dan yang terakhir adalah ambil sebuah sampel lalu ambil keputusan manakah hipotesis yang diterima atau ditolak
Analisis regresi linier multivarian Analisis regresi dipilih karena peneliti ingin mengetahui hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya. Lebih spesifik lagi, penelitian ini menggunakan analisis regresi linier multivarian. Menurut Johnson et al,. (2007:387) menyatakan bahwa analisis regresi linier multivarian pada dasarnya digunakan ketika ada lebih dari satu variabel terikat/dependen dalam suatu persamaan regresi. Jika ada lebih dari satu variabel terikat/dependen dan lebih dari satu variabel bebas/independen maka analisis regresinya disebut analisis regresi linier berganda multivarian. Atas dasar itulah, model dasar analisis regresi linier multivarian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:
dimana: Y = Variabel dependen KPMM, KAP, NOM, ROA, REO, STM, dan FDR Z = Variabel Independen NVA
β = Koefisien regresi ε = error [selisih antara Y ̂ (statistik) dengan Y (data)]
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Analisis data Hasil statistik deskriptif dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
Menurut aturan mengenai KPMM, rasio KPMM yang lebih besar dari 12% bahwa tingkat modal secara signifikan lebih tinggi dari ketentuan KPMM yang berlaku. Pada Rasio KAP, semakin sedikit nilai yang dihasilkan maka akan semakin baik. Hal ini dikarenakan perbankan tersebut memiliki aset produktif bermasalah yang sedikit. Menurut kriteria penilaian rasio KAP, KAP yang berada pada interval 4% - 7% memiliki tingkat KAP yang cukup baik namun akan mengalami penurunan jika tidak ada perbaikan. Menurut aturan mengenai NOM, rasio NOM yang berada dibawah 1% menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas Bank Umum Syariah sangat rendah untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Menurut aturan
mengenai ROA, rasio ROA yang berada diantara 0% - 0,5% menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas Bank Umum Syariah rendah untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal dan rasio ROA yang berada diantara 0,5% 1,25% menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas yang cukup tinggi untuk mengantisipasi potensi kerugian dan dan meningkatkan modal. Menurut aturan mengenai BOPO, rasio BOPO yang lebih dari 89% menunjukkan bahwa kemampuan rentabilitas yang sangat rendah untuk mengantisipasi potensi kerugian dan meningkatkan modal. Menurut aturan mengenai STM, ketika rasio STM lebih dari 25% maka likuiditasnya dinilai sangat baik. Ketika rasio STM berada diantara 20% - 25% maka likuiditasnya dinilai baik dan ketika rasio STM berada diantara 15% - 20% maka likuiditasnya dinilai cukup baik. Menurut aturan FDR, rasio yang diijinkan adalah 80% hingga 110% dengan aturan bahwa semakin kecil nilainya semakin tidak likuid. Hasil Uji Multikolinieritas dari peneltian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat gambarkan bahwa hasil uji multikolenearitas antar tujuh variabel dependen dengan variabel NVA cukup bervariatif. Begitu juga hubungan antar variabel dependen juga cukup bervariatif. Hasil uji normalitas pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Berdasarkan tabel diatas dapat diambil kesimpulan bahwa data yang peneliti peroleh memiliki distribusi yang normal walaupun masih ada nilai signifikansi dari uji Shapiro-Wilk yang kurang dari 0,05. Adanya nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 pada dasarnya menunjukkan adanya sebaran data yang ekstrim. Namun pada data diatas, niali signifikansi yang kurang dari 0,05 masih bisa ditoleransi. Mayers (2013:326) mengungkapkan bahwa sebaran data yang sedikit ekstrim masih bisa diterima normalitasnya.
Justifikasi statistik Berdasarkan aturan mengenai penilaian tingkat kesehatan perbankan syariah, nilai kredit yang dihasilkan adalah 89. Menurut kodifikasi Bank Indonesia mengenai hasil penilaian tingkat kesehatan bank, nilai kredit yang berada diinterval
81 hingga 100 diberikan kredit sehat. Jadi, tingkat kesehatan Bank Umum Syariah pada tahun 2015 memiliki predikat sehat. Namun perlu menjadi catatan bahwa penelitian yang peneliti lakukan ini tidak memperhitungkan faktor manajemen dari Bank Umum Syariah.
Uji MANOVA Sebelum Uji MANOVA dilakukan, ada beberapa asumsi yang harus diperhatikan. Namun memang penelitian ini tidak bisa memenuhi semua asumsiasumsi yang diharuskan. Menurut Mayers (2013:323) ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi: a) Variabel independen harus berupa kategori, minimal ada dua grup. Penelitian ini memakai nilai valuta asing (NVA) sebagai variabel independennya. NVA di dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga grup/kelompok. Data dengan nilai antara Rp12.500,- hingga Rp 13.000,- dikategorikan pada kelompok Rp 12.500,-. Data dengan nilai antara Rp13.000,- hingga Rp 13.500,dikategorikan pada kelompok Rp 13.000,-. Sedangkan untuk data dengan nilai lebih dari Rp 13.500,- dikategorikan pada kelompok Rp 13.500,-. b) Variabel dependen harus berupa interval atau rasio dan memiliki distribusi yang normal. c) Tidak boleh terlalu banyak outliers. Outliers yang dimaksudkan adalah distribusi data yang tidak normal. Pada uji normalitas memang ditemukan adanya beberapa data yang distribusinya tidak normal. Namun jumlahnya tidak terlalu banyak.
d) Harus ada korelasi antara variabel-variabel dependen yang ada. Korelasi ini bisa dilihat pada uji multikolenearitas yang sudah dilakukan sebelumnya. Jika mengacu pada asumsi Mayers, tentu masih ada dalam penelitiannya ini yang antar variabel dependennya memiliki hubungan korelasi negatif yang lebih dari korelasi negatif sedang. Namun hal ini memang tidak bisa dihindari karena memang variabel dependen yang digunakan memang cukup banyak. Jadi wajar saja kalau ada korelasi yang melebihi batas yang seharusnya. Namun menurut peneliti ini bukan menjadi masalah karena variabel dependen yang memiliki hubungan korelasi negatif yang lebih dari korelasi negatif sedang tidaklah terlalu banyak. e) Harus ada hubungan homogenitas pada variannya. Menurut Gudono (2012:45) homogenitas pada varian ini berarti varian nilai variabel dependen pada berbagai level prediktor (variabel independen) relatif tidak beda. Tes yang dapat dilakukan untuk memastikan homogenitas tersebut adalah Bartlett’s Test. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. Bartlett's Test of Sphericity
Approx. Chi-Square df
.474 92.188 21
Sig. .000 Bartlett’s Test menunjukkan bahwa variabel-variabel dependen yang digunakan sudah memiliki hubungan homogenitas. f) Korelasi antar variabel dependen haruskah sama antar grupnya atau linier.
Gudono (2012:46) mengungkapkan bahwa hubungan antar variabel-variabel dependen, hubungan antar kovariat dan hubungan variabel dependen dengan kovariat adalah linier. Uji yang digunakan untuk mengetahui hal tersebut adalah tes Box’s M. Berikut ini adalah hasilnya: Tabel 4.21 hasil Box's Test Box's M
16.146
F
1.351
df1
6
df2
289.487
Sig.
.234
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan antar variabelvariabel dependen, hubungan antar kovariat dan hubungan variabel dependen dengan kovariat adalah linier. Hal ini karena nilai sig yang dihasilkan lebih dari 0,001. Berikut ini hasil uji MANOVA yang telah peneliti lakukan:
Effect NVA_2
Value Pillai's Trace
F
Hypothes Error is df df
Sig.
Partial Eta Squared
1.420 1.399
14.000
8.000 .324
.710
.030 2.051a
14.000
6.000 .193
.827
Hotelling's Trace
17.419 2.488
14.000
4.000 .196
.897
Roy's Largest Root
16.506 9.432b
7.000
4.000 .023
.943
Wilks' Lambda
Menurut Mayers (2013:322) Uji Wilk’s Lambda biasa digunakan ketika variabel independen memiliki lebih dari dua kelompok. Berdasarkan Uji Wilk’s Lambda maka Ho1 diterima dan Ha1 ditolak. Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KPMM. Hal ini didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho2 ditolak dan Ha2 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable NVA_ KPMM 2
Type III Sum of Squares
Mean Square
Df
1.663
2
F
.832 33.572
Sig. .000
Partial Eta Squared .882
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat tidak ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KAP. Hal ini didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang lebih dari 0,05. Jadi, Ho3 diterima dan Ha3 ditolak. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable
Type III Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Partial Eta Squared
NVA_ KAP .001 2 .000 .008 .993 .002 2 Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat tidak ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KAP. Hal ini
didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang lebih dari 0,05. Jadi, Ho7 diterima dan Ha4 ditolak. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
F
Sig.
Partial Eta Squared
NVA_ STM 23.507 2 11.754 1.691 .238 .273 2 Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat tidak ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio KAP. Hal ini didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang lebih dari 0,05. Jadi, Ho8 diterima dan Ha5 ditolak. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable NVA_ FDR 2
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
2.568
2
1.284
F .946
Sig. .424
Partial Eta Squared .174
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio NOM. Hal ini didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho4 ditolak dan Ha6 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable NVA_ NOM 2
Type III Sum of Squares .179
Mean Square
df 2
F
.089 10.498
Sig. .004
Partial Eta Squared .700
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio ROA. Hal ini didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho5 ditolak dan Ha7 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable NVA_ ROA 2
Type III Sum of Squares
Mean Square
df
.133
2
.067
F 9.375
Sig. .006
Partial Eta Squared .676
Berdasarkan hasil tes Between-Subjects Effects terlihat ada pengaruh yang signifikan antara perubahan nilai valuta asing dengan rasio BOPO. Hal ini didasarkan pada nilai signifikan dari uji tersebut yang kurang dari 0,05. Jadi, Ho6 ditolak dan Ha8 diterima. Berikut ini adalah hasil dari uji tersebut:
Depende Sourc nt e Variable NVA_ BOPO 2
Type III Sum of Squares 5.787
Mean Square
df 2
2.893
F 6.328
Sig. .019
Partial Eta Squared .584
KESIMPULAN Perbankan syariah di Indonesia memiliki kemampuan untuk menghadapi krisis mata uang. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya pengaruh yang signifikan dari melemahnya nilai tukar rupiah terhadap tingkat kesehatan perbankan. Tingkat kesehatan perbankan syariah pada 2015 juga menunjukkan bahwa perbankan syariah masih dalam kondisi sehat ditengah melemahnya nilai tukar rupiah dan
melemahnya perekonomian global. Berdasarkan hubungan antara rasio KAP, STM dan FDR dengan Nilai Valuta Asing, dapat disimpulkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah tidak mempengaruhi tingkat kualitas aset dan tingkat likuiditas perbankan syariah di Indonesia. Walaupun begitu berdasarkan hubungan antara rasio KPMM, NOM, ROA dan BOPO dengan Nilai Valuta Asing, dapat disimpulkan bahwa melemahnya nilai tukar rupiah mempengaruhi tingkat permodalan dan kemampuan perbankan syariah untuk menghasilkan laba. Jika dikaji secara riil, tentu peran perbankan syariah dalam menjaga tingkat kesehatannya tidak terlepas dari dukungan pemerintah dan Bank Indonesia. Pada tahun 2015, Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia mengeluarkan kebijakankebijakan untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat ditengah melemahnya perekonomian global. kebijakan-kebijakan yang terkait dengan perbankan syariah adalah Kebijakan Ekonomi Jilid V yang dikeluarkan oleh pemerintah dan paket Kebijakan September 1. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2012. Genap 2 dekade, Bank Muamalat Luncurkan Logo Baru. (Online), (http://www.muamalat.co.id), diakses 28 Oktober 2015. Anonim. 2015. Laporan Keuangan Publikasi Bank. Bank Indonesia. (Online), (http://www.bi.go.id), diakses 28 Oktober 2015. Anonim. 2015. Paket Kebijakan Ekonomi V: Insentif Perpajakan, Revaluasi Aset, dan Mendorong Perbankan Syariah. (Online), (http://www.ekon.go.id), diakses 3 Maret 2016. Anonim. 2015. Bank Indonesia Dukung Paket Kebijakan Pemerintah September 1. (Online), (http://www.bi.go.id), diakses 3 Maret 2016. Anderon, Sweeney dan Williams. 2011. Statistics For Bussiness and Economics Iie. Mason: South-Western Cengage Learning.
Claessens, Stijn dan Kose, M. Ayhan. 2013. Financial Crises: Explanations, Types, and Implications. IMF Working Paper Communications Department. 2015. Review of The Special Drawing Right (SDR) Currency Basket. Washington, D.C.: International Monetary Fund Darmawi, Herman. 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Bumi Aksara Departemen Perizinan dan Informasi Perbankan. 2015. Statistik Perbankan Indonesia Agustus 2015. Jakarta. Otoritas Jasa Keuangan. Fetai, Besnik Taip. 2013. Monetary and Fiscal Response During The Financial Crisis in Developing and Emerging Economics. International Journal of Economics and Finance. Volume V;110-116. Gudono. 2012. Analisis Data Multivariat. Yogyakarta: BPFE Hair, Joseph F., Anderson, Rolph E., Tatham, Ronald L., Black, William C. 1998. Multivariate Data Analysis. New Jersey: Prentice Hall. Harahab, Sofyan S., Wiroso., Yusuf, Muhammad. 2010. Akuntansi Perbankan Syariah. Jakarta: LPFE Usakti. Johnson, Richard A. dan Wichern, Dean W. 2007. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Jurusan Akuntansi. 2008. Buku Pedoman Penulisan Skripsi. Malang. Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya. Lind, Marchal dan Wathen. 2007. Teknik-Teknik Statistika dalam Bisnis dan Ekonomi Menggunakan Kelompok Data Global. Terjemahan Chriswan Sungkono. 2012 dan 2013. Jakarta: Salemba Empat. Mayers, Andrew. 2013. Introduction To Statistics & SPSS in Psychology. New Jersey: Pearson Education Limited Mises, Ludwig Von. 1953. The Theory of Money and Credit. New Haven: Yale University Press. Novitasari, Handayani dan Susi. 2015. Pengaruh Tingkat Kesehatan Bank Dengan Metode CAMELS terhadap Pertumbuhan Laba Pada Bank Umum Syariah Periode 2011-2014. PortalGarudaIPI. (Online). (http://id.portalgaruda.org/), diakses 8 Desember 2015. Pusat Kebijakan Ekonomi Makro. 2015. Keterangan Pers: Perkembangan Perekonomian Terkini. Jakarta. Kementrian Keuangan Republik Indonesia
Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia: Aset, Penilaian Kualitas aset dan Restrukturisasi Pembiayaan. Jakarta. Bank Indonesia. Pusat Riset dan Edukasi Bank Sentral. 2012. Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia: Penilaian Tingkat Kesehatan Bank. Jakarta. Bank Indonesia. ______.2006. Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/7/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/13/PBI/2005 Tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah.. Jakarta. Bank Indonesia. ______. 2011. Surat Edaran No. 13/24/DPNP Perihal Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum. Jakarta. Bank Indonesia. ______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah. 2008. Jakarta: Disebarkan oleh Bank Indonesia. ______. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan. 2008. Jakarta: Disebarkan oleh Badan Pengawan Keuangan dan Pembangunan. Rahmanti, Virginia Nur. 2013. Mengapa Perbankan Syariah Masih Disamakan dengan Perbankan Konvensional. Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi Islam. Volume: 1; 1-74. Rivai, Veithzal dan Arifin, Arviyan. 2010. Islamic Banking: sebuah konsep, teori dan aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara Rustam, Bambang Rianto. 2013. Manajemen Risiko Perbankan Syariah Di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Solikin dan Suseno. 2002. Uang: Pengertian, Penciptaan, dan Peranannya Dalam Perekonomian. Jakarta: Bank Indonesia Suseno dan Abdullah, Piter. 2003. Sistem dan Kebijakan perbankan Di Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia Syaifuddin, Ahmad. 2013. Analisis Perbandingan Tingkat Kesehatan Bank Umum Syariah di Indonesia Dengan Menggunakan Metode CAMELS. Portal Garuda IPI. (Online), (http://id.portalgaruda.org/), diakses 8 Desember 2015. Unit Khusus Museum Bank Indonesia. Tanpa tahun. Sejarah Bank Indonesia: Perbankan Periode 1997-1999. Jakarta. Museum Bank Indonesia.