PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA
Oleh ISTIQOMAH NIM: 106084003634
JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS ILMU EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama Mahasiswa
: Istiqomah
NIM
: 106084003634
Jurusan
: Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA” adalah hasil karya saya sendiri yang merupakan hasil penelitian, pengolahan, dan analisis saya sendiri dan bukan merupakan rekapitulasi maupun saduran dari hasil karya atau penelitian orang lain. Apabila terbukti skripsi ini merupakan plagiat atas rekapitulasi maka skripsi dianggap gugur dan harus melakukan penelitian ulang ataupun menyususn skripsi baru dan kelulusan serta gelar dibatalkan. Demikian pernyataan ini dibuat dengan segala akibat yang timbul dikemudian hari menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 14 Februari 2011
(Istiqomah)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I.
IDENTITAS PRIBADI 1. Nama
:
Istiqomah
2. Tempat & Tgl Lahir
:
Jakarta, 19 November 1988
3. Alamat
:
Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah Baru – Ciputat
II.
4. Kebangsaan
:
Indonesia
5. Telepon
:
0856 880 1434/ 021 74630013
6. Jenis Kelamin
:
Perempuan
7. Agama
:
Islam
PENDIDIKAN Pendidikan Formal
Tempat
Waktu
1. SD Negeri Sawah Baru II
1994 – 2001
2. SMP Negeri 03 Ciputat
2001 – 2003
3. SMA Almubarak Pondok Aren I 2003 – 2006 4. UIN SYARIF HIDAYATULLAH Jakarta Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan 2006 – 2011
i
Pendidkan Non Formal
Pelatihan/Seminar
Waktu
1. Peserta Pendidikan dan Pelatihan April 2006 Komputer, Cendikia Indonesia Training Center, Jakarta. 2. Seminar Ekonomi Islam " Ekonomi Syariah sebagai Pondasi Pembangunan di Juni 2007 Indonesia". 3. Peserta Training Motivation Lancar Kerja Sukses”.
”Kuliah Mei 2008
4. Seminar Ekonomi ”Dampak Kenaikan BBM dari sudut pandang APBN”. 5. Kursus Bahasa Inggris, Practical Education Center (PEC). 6. Pelatihan SPSS.17, UIN Syarif Hidayatullah 7. KKN di Desa Situ Daun, Bogor
III.
Juni 2008 Agustus 2008 – April 2009 Desember 2009 Juli 2009 – Agustus 2009
LATAR BELAKANG KELUARGA 1. Ayah
:
Dwijo
2. Tempat & Tgl Lahir
:
Purworejo, 21 Februari 1959
3. Alamat
:
Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah Baru - Ciputat
4. Telepon
:
021 74630013
5. Ibu
:
Parmiyah
6. Tempat & Tgl Lahir
:
Purworejo, 20 Oktober 1960
7. Alamat
:
Jln. Cendrawasih V No.21 Sawah Baru - Ciputat
8. Telepon
:
021 74630013
ii
Abstract
Exchange rate is defined as a currency that can be exchange per unit to another currency, or the price of one currency to another currency. The purpose of this research is to know the effect of Inflation and investment to rupiah`s exchange rate in Indonesia. Variable which is used in this research is rupiah`s Exchange Rate to US dollar`s (ER), Inflation, Domestic Direct Investment (DDI), Foreign Direct Investment (FDI), and also Dummy crisis variable (DM) of Indonesia. The data which is used in this research is time series data in 1983-2009, the sources of the data are from Central Bank of Indonesia and Indonesia Statistical Base. The writer used the OLS (Ordinary Least Square) method for analysis in Eviews 5.1 program. The results of this research is to indicate inflation, foreign direct investment and dummy crisis that gave the positive influence to the rupiah`s exchange rate in Indonesia significantly. Meanwhile, domestic direct investment has not positive influence to the rupiah’s exchange rate in Indonesia significantly.
Keywords : exchange rate, inflation, DDI, FDI, dummy crisis
iii
Abstraksi
Nilai tukar didefinisikan sebagai mata uang yang dapat ditukaran dengan satu unit mata uang lain, atau merupakan harga dari suatu mata uang dengan mata uang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. variabel yang digunakan adalah nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (ER), Inflasi, Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), Penanaman Modal Asing (PMA), dan juga variabel dummy crisis (DM) di Indonesia. Data yang digunakan adalah data time series yaitu periode 19832009, yang bersumber dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik. Untuk menganalisis penulis menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) pada program Eviews 5.1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan inflasi, penanaman modal asing, dan dummy krisis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. Sedangkan, penanaman modal dalam negeri berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia.
Kata kunci : nilai tukar, inflasi, PMDN, PMA dan dummy crisis
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdu Lillahi Robbil ‘Alamin Puji syukur kepada Allah SWT atas segala kekuatan dan kesabaran yang diberikan kepada penulis sehingga mampu menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Inflasi Dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah Di Indonesia”. penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Sripsi ini merupakan sebuah karya yang tidak mungkin terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dwijo dan Ibu Parmiyah, sumber motivasi bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua doa dan dukungan yang telah diberikan padaku sampai detik ini. Semoga suatu saat aku dapat membalas kebaikan yang diberikan dan dapat menjadi kebanggan bagi Bapak dan Ibu. Amin. 2. Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi Dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Lukman M.Si. selaku ketua jurusan IESP Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif hidayatullah Jakarta.
v
4. Pheni Chalid Sf, MA, Ph.D. selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah banyak memberikan saran dan pembelajaran kepada penulis. 5. M. Hartana I. Putra M.Si. selaku dosen pembimbing II skripsi yang juga telah banyak memberikan saran kepada penulis. 6. Seluruh Dosen FEB atas ilmunya yang bermanfaat yang telah diberikan, esp for: Ibu Utami Baroroh, M.Si selaku Sekertaris Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan yang telah memberi motivasi dan penguji seminar proposal yang luar biasa dan Ibu Lili yang begitu baik dan murah hati untuk memudahkan saya dalam urusan di akademik jurusan IESP. 7. Asri, Uwie, Fatmy dan V-bie, yang telah banyak memberikan semangat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih karena kalian telah menjadi sahabat terbaik yang menemani hari-hari ku selama lebih dari 4 tahun ini. 8. Rekan-rekan IESP angkatan 2006 yang sama-sama berjuang untuk lulus skripsi. Terimakasih karena kalian telah memberikan banyak kenangan manis dalam catatan kehidupan penulis. 9. Teman-teman kkn green bean’09, terima kasih untuk hari-hari yang indah yang terlupakan posko Situ Daun-Bogor. 10. Kepada seluruh pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam penulisan skripsi ini.
vi
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangatlah diharapkan penulis dalam mencapai kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata penulis mengharapkan semoga penelitian ini dapat berguna dan bermanfaaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan. Terima Kasih
Jakarta, Februari 2011
ISTIQOMAH penulis
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................
i
ABSTRACT..............................................................................................
iii
ABSTRAKSI ...........................................................................................
iv
KATA PENGANTAR .............................................................................
v
DAFTAR ISI ...........................................................................................
viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xiii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................................
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………… ........................
10
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................
12
A. Nilai Tukar (Kurs) ................................................................................
12
1. Pengertian Nilai Tukar.......................................................................
12
2. Perubahan Nilai Tukar .......................................................................
14
3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang ..........................................................
17
4. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia ..............
20
5. Teori Nilai Tukar ...............................................................................
23
B. Inflasi ....................................................................................................
25
1. Pengertian Inflasi ...............................................................................
26
2. Penggolongan Inflasi .........................................................................
27
3. Penyebab Inflasi.................................................................................
31
4. Indikator Inflasi .................................................................................
30
C. Investasi ................................................................................................
32
viii
1. Pengertian Investasi ...........................................................................
32
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) .......................................
33
3. Penanaman Modal Asing PMA .........................................................
34
D. Krisis Ekonomi .....................................................................................
37
E. Penelitian Terdahulu .............................................................................
38
F. Kerangka Berpikir .................................................................................
45
G. Hipotesis ...............................................................................................
48
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .............................................
50
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................
50
B. Metode Pengumpulan Sampel ..............................................................
50
C. Metode Pengumpulan Data ...................................................................
51
D. Metode Analisis ...................................................................................
52
1. Uji Asumsi Klasik ............................................................................
54
a. Uji Normalitas..............................................................................
54
b. Uji Autokorelasi ..........................................................................
55
c. Uji Heterokedastisitas ..................................................................
56
d. Uji Linieritas ................................................................................
56
e. Uji Multikolinieritas ....................................................................
57
2. Uji Statistik ......................................................................................
58
a. Uji Signifikansi Individual (uji t - Statistik) ................................
58
b. Uji Fisher (uji F - Statistik)..........................................................
59
c. Uji Koefisien Determinasi ( R2)...................................................
60
E. Operasional Variabel ............................................................................
60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................................
63
A. Analisis Deskriptif
...........................................................................
63
1. Nilai Tukar .......................................................................................
63
2. Inflasi................................................................................................
66
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) .....................................
70
4. Penanaman Modal Asing (PMA) .....................................................
72
5. Variabel Dummy (Krisis Ekonomi) .................................................
74
B. Analisis Pembahasan dan Hasil Rgresi ................................................
75
ix
1. Uji Asumsi Klasik ...........................................................................
75
a. Hasil Uji Normalitas ...................................................................
75
b. Hasil Uji Autokorelasi ................................................................
76
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas ......................................................
77
d. Hasil Uji Linieritas .....................................................................
78
e. Hasil Uji Multikolinearitas .........................................................
78
2. Hasil Uji Regresi Metode OLS .......................................................
80
3. Uji Statistik .....................................................................................
81
a. Uji Parsial (Uji-t) ........................................................................
81
b. Uji F-statistik ..............................................................................
85
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)...................................................
86
4. Interprestasi Ekonomi .....................................................................
87
a. Inflasi ..........................................................................................
87
b. Investasi ......................................................................................
88
1). Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN). ..........................
88
2). Penanaman Modal Asing (PMA) .........................................
89
c. Dummy Krisis .............................................................................
90
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................
92
A. Kesimpulan .......................................................................................
92
B. Implikasi ............................................................................................
94
C. Saran ..................................................................................................
94
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................
96
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Keteangan
Hal
1.1
Data Nilai Tukar, IHK dan Investasi........................................
4
2.1
Penelitian Terdahulu ................................................................
39
3.1
Daerah Autokorelasi…….........................................................
55
4.1
Hasil Uji Autokorelasi……......................................................
76
4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas ...................................................
77
4.3
Hasil Uji Linieritas…………...................................................
78
4.4
Hasil Uji Multikolinearitas ......................................................
79
4.5
Hasil Olah Data Metode OLS ..................................................
80
4.6
Hasil Uji t-Statistik…………...................................................
81
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Ketrangan
Hal
2.1
Demand Pull Inflation.............................................................
28
2.2
Cost-Push Inflation.................................................................
29
2.3
Kerangka Berpikir………………...........................................
48
4.1
Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS periode 1983-2009..............................................................................
64
4.2
Perkembangan IHK periode 1983-2009.................................
68
4.3
Perkembangan PMDN periode 1983-2009.............................
70
4.4
Perkembangan PMA periode 1983-2009...............................
72
4.5
Hasil Uji Normalitas……………………................................
75
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Keteangan
Hal
1
Data Penelitian……................................................................
100
2
Hasil Data Setelah Diestimasi.................................................
102
3
Hasil Regresi Log Linier …………........................................
104
4
Hasil Normalitas Menggunakan JB Test ................................
105
5
Hasil Uji Autokorelasi ............................................................
106
6
Hasil Uji Heteroskedastisitas..................................................
107
7
Hasil Uji Linieritas…………..................................................
108
8
Hasil Uji Multkolinieritas ......................................................
109
) xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Uang merupakan salah satu hal penting dalam kegiatan perekonomian diseluruh dunia. Uang adalah seperangkat asset dalam perekonomian yang digunakan oleh orang secara rutin untuk membeli barang-barang atau jasa dari orang lain (Mankiw, 2006:169). Uang memiliki beberapa fungsi diantaranya yaitu sebagai alat tukar, satuan hitung, dan penyimpan nilai atau daya beli. Dalam fungsinya sebagai alat tukar, manusia menggunakan uang dalam berbagai kegiatan ekonomi. Kegiatan perdagangan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Esensi dari perdagangan adalah proses pertukaran. Setiap proses pertukaran tersebut memiliki adanya satu kesamaan yaitu penetapan nilai tukar, sehingga dibutuhkan alat pertukaran atau mata uang yang dapat diterima oleh semua pelaku ekonomi dengan mudah. Kegiatan perdagangan tidak hanya dilakukan antara masyarakat disuatu daerah atau wilayah tertentu, tetapi juga dilakukan antar suatu negara dengan negara lain. Hal ini dilakukan untuk memenuhi berbagai kebutuhan dari suatu negara, kegiatan ini biasa disebut dengan perdagangan internasional. Dalam melakukan kegiatan perdagangannya, setiap negara memiliki alat tukarnya atau mata uang masing-masing, sehingga untuk memperlancar proses
1
perdagangan tersebut mengharuskan adanya perbandingan nilai mata uang suatu negara (dalam negeri) dengan mata uang negara lain. Setiap negara selalu menjaga agar nilai tukar mata uang domestik negaranya dalam keadaan yang stabil terhadap nilai tukar mata uang asing. Nilai tukar dapat diartikan sebagai harga dari suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain. Dengan keadaan nilai tukar yang stabil diharapkan keadaan ekonomi suatu negara juga dalam keadaan yang baik. Terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik menyebabkan kekacauan pada berbagai bidang ekonomi. Perekonomian Indonesia pada awal tahun 1983 mengalami pergerakan yang pasang surut, ini disebabkan karena menurunnya harga minyak dunia. Pada masa itu, perekonomian Indonesia dihadapkan pada pertumbuhan ekonomi yang menurun, dan defisit neraca pembayaran. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah over-valued dan menurunkan daya saing ekspor Indonesia di luar negeri. dalam rangka meningkatkan daya saing ekspor, kebijakan nilai tukar yang dilakukan adalah mendevaluasi kembali nilai tukar rupiah pada 30 maret 1983 sebesar 38,1 persen yaitu dari Rp.702,50 menjadi Rp.970 per dollar
AS.
Selanjutnya
pada
September
1986
pemerintah
kembali
mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 45 persen dari Rp.1.134 menjadi Rp.1.644 per dollar AS (Simorangkir,2005:44) Dampak krisis nilai tukar pada tahun 1997/1998 telah memberikan dampak negatif terhadap seluruh sektor ekononomi di Indonesia. Terdepresiasi nilai tukar yang sangat tinggi telah mengakibatkan harga barang-barang impor
2
membumbung tinggi dan inflasi meroket hingga mencapai 77,6 persen pada tahun 1998. Depresiasi nilai tukar mengakibatkan banyak industri dalam negeri mengalami kesulitan teruatama industri yang bahan bakunya berasal dari impor. Kondisi tersebut ikut diperparah dengan besarnya kewajiban hutang luar negeri perusahaan dan perbankan di Indonesia serta kerusuhan sosia. Kesemua faktor tersebut berakumulasi dan mengakibatkan kegiatan ekonomi mengalami kontraksi yang dalam hingga mencapai -13,1% pada tahun 1998 (Simorangkir, 2005:45). Setelah krisis ekonomi, kondisi perekonomian Indonesia mulai kembali pulih dari masa keterpurukannya, tetapi dalam perjalanan tetap mengalami berbagai tantangan. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, nilai tukar rupiah tetap mengalami pergerakan yang berfluktuatif. Tingkat nilai tukar mata uang rupiah per dollar AS terus berfluktuatif dan pernah mengalami depresiasi yang cukup tinggi pada tahun 2008. Hal ini disebabkan karena berbagai pengaruh ekonomi dan non ekonomi baik dari dalam negeri maupun internasional. Berdasarkan tabel 1.1 dibawah ini dapat dilihat bahwa pada tahun 2005 kurs tedepresiasi menjadi Rp. 9.8f30 per dollar AS, jika dibandingkan dengan tahun 2004 yaitu sebesar Rp.9.290 per dollar AS. Pada tahun 2006 nilai tukar rupiah terapresias yaitu menjadi Rp.9.020 per dollar AS, tetapi di tahun 2007 nilai tukar rupiah per dollar AS kembali terdepresiasi terhadap dollar AS menjadi Rp.9.419 dan kembali terdepresiasi cukup tajam pada tahun 2008 yaitu Rp.10.950 per dollar AS. Terdepresiasinya nilai tukar tersebut merupakan dampak dari krisis keuangan global yang melanda Amerika, dan
3
ikut berdampak pada beberapa negara lain. Krisis keuangan global tersebut memberi tekanan pada rupiah, krisis ini memicu ketatnya likuiditas global. Kemudian pada tahun 2009 kurs kembali terapresiasi menjadi Rp.9.400 per dollar AS. Tabel 1.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS (Kurs), Indek Harga Konsumen (IHK), Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia Periode 2005 – 2009
TAHUN
NILAI TUKAR
IHK
INVESTASI
(RP/Dollar AS)
(2007 :100)
PMDN (Milyar Rupiah)
PMA (Milyar Rupiah)
2005
9.830
89,49
50.577.400.000
133.484,519.000
2006
9.020
95,47
162.767.200.000
140.928.480.000
2007
9.419
101,83
188.516.400.000
225.926.060.00
2008
10.950
113,86
20.359.900.000
162.841.830.000
9.400 117,03 37.799.900.000 101.662.880.000 Sumber : Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia(BI) dan Indikator Ekonomi (BPS)
2009
Nilai tukar sangat berperan penting dalam perekonomian suatu negara Saat ini, nilai tukar ditentukan oleh permintaan dan penawaran mata uang yang terjadi di pasar. Nilai tukar dapat dijadikan alat untuk mengukur kondisi perekonomian suatu negara. Keadaan nilai mata uang yang stabil disuatu negara, menunjukkan bahwa negara tersebut memiliki kondisi ekonomi yang relatif baik. Pergerakan nilai tukar tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi, diataranya arus modal atau
4
investasiperdagangan internasional dan keadaan sosial politik pada negara tersebut. Indonesia sebagai negara yang berada pada ditengah perekonomian global, juga melakukan kegiatan ekonomi internasional seperti impor, ekspor dan lain-lain. Sehingga jika Indonesia tidak dapat menjaga kestabilan nilai tukar mata uang dmestiknya, maka hal ini akan membawa dampak buruk bagi pergerakan roda perekonomian. Mengingat besarnya dampak dari fluktuasi kurs terhadap perekonomian, maka diperlukan suatu manajemen kurs yang baik, yang menjadikan kurs stabil, sehingga fluktuasi kurs dapat diprediksi dan perekonomian dapat berjalan dengan stabil. Apabila terjadi kegagalan pada manajemen kurs, maka hal tersebut mengakibatkan gangguan terhadap kestabilan perekonomian. Penelitian mengenai pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS sangat penting dilakukan, tujuannya ialah untuk mengetahui bagaimana hubungan dan seberapa besar pengaruh inflasi dan investasi dalam mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Pada akhirnya dapat diketahui kebijakan – kebijakan yang dapat diambil untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang berkaitan dengan variabel inflasi dan investasi. Pergerakan nilai tukar berhubungan dengan inflasi, hal ini karena inflasi merupakan cerminan dari perubahan tingkat harga barang yang terjadi di pasar, dan akan berujung pada tingkat permintaan dan penawaran uang. Pada tabel 1.1 menunjukkan bahwa indeks harga konsumen pada tahun 2005 berada pada nilai 89,49 dan terus meningkat menjadi 95,47 tahun 2006. Peningkatan
5
terus terjadi pada tahun berikutnya yaitu menjadi 101,83 dan 113,86 pada tahun 2007 dan 2008. Kemudian pada tahun 2009 sebesar 117,03. Walaupun IHK terus meningkat dari tahun ketahun tetapi memilki tingkat selisih yang berbeda antara tahun yang satu dengan tahun yang lain. Nilai tukar di Indonesia juga berkaitan dengan tingkat investasi yang terjadi pada negara tersebut, tingkat investasi yang tinggi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa suatu negara. Sehingga dengan perekonomian yang baik diharapkan menjaga nilai tukar rupiah dalam keadaan srabil. Selain itu masuknya investasi asing ke dalam negeri juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar mata uang. Investasi asing yang meningkatkan akan meningkatkan permintaan uang dalam negeri, sehingga mata uang dalam negeri akan terapresiasi terhadap mata uang asing. Pada tabel 1.1 menunjukkan investasi yang ada di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan 2009. Pada tabel diatas diatas menunjukkan bahwa tingkat investasi realisasi penanaman modal yang disetujui, baik PMDN maupun PMA memiliki pergerakan yang fluktuatif. Berdasarkan hasil pembahasan diatas, maka penulis tertarik untuk lebih meneliti mengenai pergerakan nilai tukar yang terjadi di Indonesia, oleh karena itu, dalam skripsi ini penulis mengambil judul “PENGARUH INFLASI DAN INVESTASI TERHADAP NILAI TUKAR RUPIAH DI INDONESIA”.
6
B. Rumusan Masalah Indonesia, seperti negara-negara lainnya berusaha menjaga kestabilan nilai tukar mata uangnya. Dalam menjaga kestabilan nilai tukar mata uang tersebut Indonesia membuat berbagai kebijakan, dengan tujuan membuat nilai tukar mata uang rupiah dalam keadaan stabil. Hal ini dilakukan agar Indonesia terus berada pada perekonomian yang baik. Naik turunnya nilai tukar mata uang suatu negara di tentukan oleh berbagai faktor baik yang bersifat ekonomi maupun non ekonomi. Penggunaan variabel inflasi dan investasi dalam rangka menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, merupakan suatu hal menarik untuk di teliti. Karena keduanya merupakan aspek yang ikut menunjukkan keadaan maroekonomi suatu negara, selain itu juga untuk melihat bagaimana pengaruh variabel tersebut terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui hubungan inflasi dan investasi terhadap nilai tukar. Inflasi mengambarkan tingkat kenaikan harga barang yang terdapat di masyarakat. Tingkat harga mempengaruhi jumlah penawaran dan penawaran uang. Meningkatnya harga barang-barang mendorong terjadinya inflasi. Inflasi tersebut menyebabkan daya beli masyarakat terhadap suatu barang akan menurun masyarakat, karena jumlah uang sama pada tahun lalu tidak dapat untuk membeli barang yang sama tahun ini. Hal ini menyebabkan mata uang rupiah terus terdepresiasi.
7
Selanjunya, investasi di suatu negara juga ikut mempengaruhi nilai tukar. Saat investasi meningkat maka nilai tukar akan mengalami apresiasi. Hal ini disebabkan karena tingginya investasi akan mendorong tingkat pertumbuhan ekonomi dan cadangan devisa suatu negara, sehingga dengan keadaan ekonomi yang baik maka diharapakan keadaan nilai tukar juga dalam keadaan stabil. Investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tingkat penanaman modal yang disetujui pemerintah, baik yang berasal dari dalam negeri (PMDN), maupun luar negeri (PMA). Variabel tersebut digunakan, karena keduanya menunjukkan nilai investasi yang secara nyata dan telah disetujui oleh pemerintah Indonesia untuk diinvestasikan di Indonesia. PMDN merupakan bentuk penanaman modal yang bersumber dari dalam negeri. Meningkatnya penanaman modal tersebut akan mendorong meningkatnya pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dengan pertumbuhan ekonomi yang positif, maka akan mendorong nilai tukar mata uang dalam negeri (rupiah) dalam keadaan yang stabil. Sedangkan PMA merupakan bentuk penanaman modal dari pihak asing (luar negeri) yang masuk kedalam negeri. Masuknya PMA kesuatu negara akan mendorong peningkatan perekonomian negara tujuan, oleh karena itu negara-negara berkembang termasuk Indonesia, yang masih membutuhkan modal besar dalam proses pembangunan ekonomi, selalu berusaha meningkatkan nilai investasinya. Selain itu nilai Investasi yang meningkat akan menguatkan nilai mata uang domestik. Hal ini karena permintaan mata uang domestik akan meningkat, akibat banyak investor yang membutuhkan mata uang domestik untuk berinvestasi di negara tujuan.
8
Sehingga dampak yang ditimbulkan ialah mata uang domestik akan terapresiasi. Sementara itu, krisis ekonomi hebat yang telah melanda Indonesia beberapa tahun lalu, juga ikut mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Krisis ekonomi 1997/1998 mengakibatkan perekonomian Indonesia memburuk disegala sektor, terutama posisi nilai tukar yang terdepresiasi secara tajam pada saat itu. Depresiasi yang tinggi pada saat krisis ekonomi disebabkan oleh ketidakstabilan sosial politik di Indonesia, hal tersebut telah menurunkan tingkat kepercayaan pada perekonomian nasional. Selain itu kegiatan spekulan yang meningkat tajam telah mengakibatkan nilai tukar rupiah terus terdepresiasi secara tajam. Berdasarkan pemaparan tersebut, maka pengaruh variabel inflasi dan investasi terhadap perkembangan nilai tukar rupiah per dollar AS dalam perekonomian di indonesia perlu diteliti, untuk mengetahui seberapa besar pengaruh setiap variabel tersebut terhadap pergerakan nilai tukar rupiah. Oleh karena itu penelitian ini akan meneliti bagaimana pengaruh dari inflasi, PMDN dan PMA terhadap nilai tukar di Indonesia pada periode 1983 – 2009. Berdasarkan pemaparan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka permasalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pengaruh Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah? 2. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap Nilai Tukar Rupiah?
9
3. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap Nilai Tukar Rupiah? 4. Bagaimana pengaruh Dummy Crisis (DM) terhadap Nilai Tukar Rupiah? 5. Bagaimana pengaruh Inflasi, PMDN, PMA dan dummy crisis secara bersama-sama terhadap Nilai Tukar Rupiah?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin di capai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui : a. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh inflasi terhadap nilai tukar rupiah. b. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap nilai tukar rupiah. c. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap nilai tukar rupiah. d. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh
Dummy Crisis
(DM)
terhadap nilai tukar rupiah. e. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Inflasi, PMDN, PMA dan Dummy Crisis secara bersama-sama terhadap nilai tukar rupiah
10
2. Manfaat Penulisan a. Bagi penulis, penilitian ini merupakan tambahan wawasan bidang ekonomi, sehingga penulis dapat mengembangkan ilmu yang di peroleh selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Ekonomi jurusan Ilmu Ekonomi Bisnis, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. b. Penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai hubungan inflasi dan investasi terhadap nilai tukar rupiah dan upaya menerapkan teori dan mencari jalan keluar mengenai permasalahan nilai tukar rupiah. c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan data, serta masukan bagi perumus kebijakan dalam penetapan kebijakan mengenai inflasi, investasi, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Nilai Tukar (Kurs) 1. Pengertian Nilai Tukar Nilai tukar menjadi sangat penting, apabila suatu negara harus melakukan transaksi ekonomi dengan negara lain. Hal ini karena pada proses tersebut digunakan dua mata uang berbeda misalnya, antara negara Indonesia dan Amerika Serikat. Amerika harus membeli rupiah untuk membeli barang atau melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia, dan juga sebaliknya. Secara sederhana nilai tukar dapat diartikan sebagai harga dari suatu mata uang domestik terhadap mata uang negara lain. Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar (exhange rate). Kurs merupakan salah satu hal yang terpenting dalam perekonomian terbuka, karena memiliki pengaruh yang sangat besar bagi neraca transaksi berjalan maupun variabel-variabel makroekonomi lainnya. Kurs menggambarkan harga dari suatu mata uang terhadap mata uang negara lainnya, juga merupakan harga dari suatu aktiva atau harga aset (asset price) (Krugman, 2005:40). Dalam ilmu ekonomi nilai tukar mata uang suatu negara dapat dibedakan menjadi dua yaitu nilai tukar riil dan nilai tukar nominal (Mankiw, 2006:242). Nilai tukar nominal adalah nilai yang digunakan seseorang saat menukar mata uang suatu negara dengan mata uang negara
12
lain. Jadi, nilai tukar rupiah merupakan nilai dari satu mata uang rupiah yang di tukarkan ke dalam mata uang negara lain. Contohnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, nilai tukar rupiah terhadap Yen, nilai tukar rupiah terhadap Euro dan lain-lain. Sedangkan nilai tukar riil ialah nilai yang digunakan seseorang saat menukar barang dan jasa suatu negara dengan barang dan jasa negara lain, nilai tukar riil menyatakan tingkat dimana pelaku ekonomi dapat memperdagangkan barang – barang dari suatu negara dengan barang –barang dari negara lain. Dalam pembayaran internasional diperlukan pertukaran mata uang, pertukaran dari satu mata uang dengan mata uang lainnya merupakan bagian dari proses valuta asing. Istilah valuta asing (valas) mengacu pada mata uang asing aktual atau berbagai klaim atasnya, seperti deposito bank. Nilai tukar adalah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing yaitu jumlah mata uang suatu negara asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang domestik. Karena nilai tukar menyatakan nilai suatu mata uang terhadap mata uang lainya, bila satu mata uang mengalami apresiasi, maka mata uang lain pasti mengalami depresiasi. (Richard, 1997:88). Terdepresiasinya nilai tukar rupiah berarti nilai rupiah yang harus ditukarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang asing (dollar AS) akan menjadi
lebih
banyak,
misal
dari
Rp.8000/dollar
AS
menjadi
Rp.9000/dollar AS). Sedangkan apresiasi adalah nilai rupiah yang harus ditukarkan untuk mendapat satu unit mata uang asing akan menjadi lebih
13
sedikit, misalnya Rp.9000/dollar AS menjadi Rp.8000/dollar AS (Richard,1997:189). Nilai tukar mata uang erat kaitannya dengan dengan konsep konvertibilitas (convertible currency). Mata uang konvertibel (convertible currency) adalah mata uang yang bisa digunakan secara bebas dalam berbagai transaksi internasional oleh penduduk dan negara dimana pun (Krugman, 2005:292). Konsep ini menekankan pada pentingnya penggunaan mata uang yang dapat dengan mudah ditukarkan dengan mata uang negara lain. Tidak adanya konvertibel mata uang akan sangat menyulitkan bagi transaksi atau perdagangan internasional.
2. Perubahan Nilai Tukar Perubahan nilai tukar di pengaruhi oleh beberapa faktor, tetapi secara sederhana hal yang paling fundamental mempengaruhi perubahan nilai tukar
ialah
permintaan
(Richard,1997:205).
dan
penawaran
di
pasar
valuta
asing
Kenaikan permintaan rupiah atau penurunan
penawaran rupiah akan menyebabkan terapresiasinya rupiah, sedangkan penurunan
permintaan
rupiah
dan
kenaikan
penawaran
rupiah
menyebabkan rupiah terdepresiasi. Pergeseran permintaan dan penawaran pada nilai ttukar tersebut di sebabkan oleh beberapa faktor, baik yang bersifat sementara maupun yang bersifat persisten. Faktor tersebut antara lain (Richard,1997:205) :
14
a. Kenaikan Harga Domestik Produk Ekspor Kenaikan harga tersebut akan mendorong kenaikan atau penurunan nilai tukar, karena keduanya bergantung pada elastisitas permintaan produk dalam negeri. Apabila bersifat elastis, yang disebabkan keseragaman produk dari negara lain, keniakan harga domestik menyebabkan permintaan akan produk tersebut menurun. Hal ini menyebabkan permintaan mata uang dalam negeri akan menurun sehingga mendorong nilai tukar rupiah terdepresiasi dengan mata uang negara lain. Sedangkan jika permintaan bersifat inelastis yang disebabkan keunikan produk dalam negeri dibandingkan produk negara lain menyebabkan permintaan akan mata uang domestik (rupiah) akan meningkat sehingga kurs rupiah akan mengalami apresiasi. b. Kenaikan Harga Luar Negeri Produk Impor Sama hal nya dengan kenaikan harga produk ekspor dalam negeri, kenaikan harga luar negeri juga bergantung pada elastisitas permintaan produk impor. Jika permintaan akan barang impor bersifat elastis karena kemudahan substitusi produk dengan produk negara lain atau produk dalam negeri sendiri. Hal ini menyebabkan permintaan mata uang dalam negeri akan meningkat, sehingga akan mengalami apresiasi. Sedangkan jika permintaan akan produk impor bersifat inelastis, hal ini menyebabkan permintaan akan mata uang dalam negeri
15
menurun, sehingga akan menyebabkan mata uang dalam negeri terdepresiasi. c. Perubahan Tingkat Harga Keseluruhan Perubahan harga terjadi tidak hanya dari produk ekspor atau impor tetapi dari seluruh harga barang pada suatu negara, hal ini menyebabkan inflasi. Jika terjadi perubahan tingkat harga pada suatu negara, maka inflasi akan mendorong harga barang-barang di negara tersebut menjadi lebih mahal di bandingkan harga barang di negara lain. Hal ini menyebabkan harga akan barang-barang dalam negeri akan melonjak naik, sedangkan harga barang-barang luar negeri yang masuk ke pasar domestik akan lebih murah dan menjadi pilihan menarik bagi para konsumen. Hal ini menyebabkan tingkat penurunan permintaan mata uang domestik dan kenaikan permintaan akan mata uang asing sehingga nilai tukar mata uang domestik akan melemah atau terdepresiasi. d. Arus Modal Peningkatan arus modal dapat dapat mempengaruhi nilai tukar, karena arus dana investasi mengakibatkan apresiasi nilai mata uang negara pengimpor modal dan mengakibatkan depresiasi nilai mata uang negara pengekspor modal. Hal diatas berlaku baik dalam modal jangka pendek maupun jangka panjang, dan didorong oleh motif investor itu sendiri. Pada arus modal jangka pendek motif investor biasanya di pengaruhi oleh tingkat
16
suku bunga dan spekulasi tentang nilai tukar mata uang suatu negara. Sedangkan untuk arus modal jangka panjang motif investor lebih dipengaruhi
oleh
harapan
jangka
panjang
mengenai
peluang
keuntungan disuatu negara serta nilai jangka panjang mata uangnya. e. Perubahan – Perubahan Struktural Perubahan struktural sendiri merupakan perubahan pada struktur biaya, penemuan produk baru, atau hal lain yang dapat mempengaruhi keunggulan komparatif dari suatu negara.
3. Sistem Nilai Tukar Mata Uang Sistem nilai tukar dapat diartikan sebagai suatu kebijakan, institusi, praktek, peraturan dan mekanisme yang menentukan tingkatan nilai suatu mata uang saat ditukar dengan negara lain. Terdapat beberapa sistem nilai tukar mata uang yang berlaku di perekonomian internasional, yaitu (Kuncoro,1996:23): a. Sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate). Sistem ini ditentukan oleh mekanisme pasar dengan atau tanpa adanya upaya stabilisasi oleh otoritas moneter. Didalam sistem nilai tukar ini terdapat dua macam sistem nilai tukar mengambang, yaitu : 1) Mengambang bebas (murni) Yaitu nilai tukar mata uang ditentukan sepenuhnya oleh mekanisme pasar tanpa ada campur tangan pemerintah. Sistem ini sering disebut (clean floating exchange rate), pada sistem ini
17
cadangan devisa tidak diperlukan karena otoritas moneter tidak berupaya untuk menetapkan atau memanipulasi nilai tukar. Penerapan sistem nilai tukar mengambang bebas dalam suatu negara memiliki beberapa kelebihan diantarannya yaitu: a) Terjadi koreksi otomatis terhadap ketimpangan neraca pembayaran nasional sehingga seringkali disebut stabilisator otomatis (automatic stabilizer). b) Cadangan valuta asing disuatu negara relatif utuh, karena tidak digunakan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing demi stabilitas kurs. c) Relatif lebih memiliki daya lindung terhadap fluktuasi perekonomian dunia. Negara yang menerapkan sistem ini tidak
akan
terikat
secara
langsung
terhadap
suatu
kemungkinan munculnya gejolak inflasi dunia yang tinggi. d) Pemerintah
memiliki
kebebasan
yang
besar
dalam
menentukan kebijaksanaan ekonomi di dalam negerinya. e) Kondisi asimetri dan ketidakadilan ala Bretton Wood dapat dihilangkan. 2) Mengambang terkendali Sistem ini disebut juga managed or dirty floating exchange rate,yaitu saat otoritas moneter berperan aktif dalam menstabilkan nilai tukar pada tingkat tertentu. Maka cadangan devisa biasanya
18
dibutuhkan karena otoritas moneter perlu membeli atau menjual valas untuk mempengaruhi pergerakan nilai tukar. b. Sistem nilai tukar tertambat (pegged exchange rate). Pada sistem ini, suatu negara mengkaitkan sistem mata uang negaranya dengan suatu mata uang negara lain, atau sekelompok mata uang, yang bisanya merupakan mata uang negara mitra dagang yang utama. Manambatkan ke suatu mata uang berarti nilai mata uang tersebut mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. Jadi pada kenyataan yang sebenarnya mata uang yang ditambatkan tidak mengalami fluktuasi tetapi hanya berfluktuasi terhadap mata uang lain yaitu mengikuti mata uang yang menjadi tambatannya. c. Sistem nilai tukar tertambat merangkak (crawling pegs). Dalam sistem ini, suatu negara melakukan sedikit perubahan dalam nilai mata uangnya secara periodik, dengan tujuan untuk bergerak menuju nilai tertentu pada rentan waktu tertentu. Keuntungan utama sistem ini adalah, suatu negara dapat mengatur penyesuaian nilai tukarnya dalam periode yang lebih lama dibandingkan sistem nilai tukar tertambat. Oleh karena itu, sistem ini dapat menghindari kejutankejutan terhadap perekonomian akibat revaluasi atau devaluasi yang tiba-tiba dan tajam. d. Sistem sekeranjang mata uang (basket of currencies). Banyak negara terutama negara sedang berkembang menetapkan nilai matau uangnya berdasarkan sekeranjang mata uang. Seleksi mata uang
19
yang dimasukkan dalam ”keranjang” umunya ditentukan oleh perananya dalam membiayai perdagangan negara tertentu. Mata uang yang berlainan diberi bobot yang berbeda tergantung peran relatifnya terhadap negara tersebut. Jadi sekeranjang mata uang bagi suatu negara dapat terdiri dari beberapa mata uang yang berbeda dengan bobot yang berbeda. e. Sistem nilai tukar tetap (fixed echange rate). Pada sistem ini, suatu negara mengumumkan suatu nilai tukar mata uang tertentu atas nama uangnya. Kemudian menjaga nilai tukar ini dengan menyetujui untuk menjual atau membeli valas dalam jumlah tidak terbatas pada nilai tukar tersebut. Nilai tukar biasanya tetap atau diperbolehkan berfluktuasi dalam batas yang sangat sempit.
4. Perkembangan Kebijakan Sistem Nilai Tukar di Indonesia Dalam perjalanan sejarah perekonomian indonesia telah beberapa kali melakukan perubahan pada sistem kebijakan nilai tukar. Sebelum diberlakukan Undang-Undang No.23 tahun 1999 dan diperbaharui dengan Undang-Undang No.3 tahun 2000. Tujuan kebijakan nilai tukar hanya ditekan pada keseimbangan neraca pembayaran, sedangkan sejak diberlakukanya undang-undang tersebut, tujuan kebijakan nilai tukar lebih ditekankan efektifitas kebijakan moneter. Dengan tercapainya tujuan akhir kebijakan moneter maka akan mendukung keseimbangan neraca pembayaran dan perekonomian nasional.
20
Beberapa sistem kebijakan nilai tukar yang pernah diambil indonesia diantara lain ialah: a. Sistem Nilai Kurs Tetap (Agustus 1971 - November 1978). Sistem ini terjadi pada tahun 1971 sampai 15 November 1978, Sistem ini dalam jangka pendek dapat menunjang stabilitas nilai tukar dan sejalan dengan strategi inward looking yang mewarnai kebijaksanaan ekonomi pada periode tersebut. sistem nilai tukar tersebut telah menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami over-valued yang menjadi salah satu sebab menurunnya daya saing produk dalam negeri. Untuk menjaga keseimbangan nilai tukar dan mendorong ekspor nonmigas, pada November 1978 dilakukan devaluasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat sebesar 30,9 persen, dimana nilai rupiah terhadap dollar adalah tetap yaitu Rp 415 per dollar AS (Deliarnov, 2006:186).
b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (November 1978 – Juli 1997). Laju Inflasi yang cendrung lebih besar dibandingkan negaranegara mitra dagang utama pada tahun 1970-an mengakibatkan nilai tukar rupiah over-valued. Nilai tukar yang over-valued dapat mengganggu ekspor karena harga barang-barang ekspor relatif lebih mahal dibandingkan negara pesaing. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, pemerintah mendevaluasi nilai tukar rupiah sebesar 33,6% dari Rp.415 per dollar AS menjadi Rp.625 per dollar AS pada
21
November 1978. Sejalan dengan kebijakan devaluasi tersebut, sistem nilai tukar juga diubah menjadi sistem nilai tukar mengambang terkendali. Dalam sisitem ini, nilai tukar rupiah diambangkan dengan sekeranjangmata uang mitra dagang utama. Secara harian ditetapkan ditetapkan kurs indikasi dan di biarkan bergerak pada kisaran kurs tertentu. Pemerintah akan melakukan intervensi apabila nilai tukar bergerak melebihi batas atas atau batas bawah yang di tetapkan (Simorangkir, 2004:43). c. Sistem Nilai Tukar Mengambang bebas (14 Agustus 1997 – sekarang). Krisis ekonomi yang dialami oleh Thailand pada pertengahan tahun 1997, telah menyebar secara cepet ke negara-negara Asia lainnya. Untuk mencegah terjadinya penularan dari krisis nilai tukar negara tetangga tersebut, Bank Indonesia mengeluarkan berbagai kebijakan untuk dapat menjaga kestabilan nilai tukar rupiah. Kebijakan tersebut antara lain kebijakan pelebaran rentan intervensi (spread) dan intervensi pasar valuta asing. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan kebijakan moneter yang ketat dan intervensi di pasar valuta asing untuk meredam melemahnya nilai tukar rupiah. Tetapi berbagai kebiajakan tersebut ternyata tidak mampu meredam depresiasi nilai tukar rupiah. Sehingga pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah mengambil kebijakan mengambangkan nilai tukar rupiah dengan
22
menganut sistem nilai tukar mengambang bebas (Simorangkir, 2004:45).
5. Teori Nilai Tukar a.
Paritas Daya Beli (Purchasing-Power Parity) Teori ini lahir dari tulisan – tulisan para ekonom inggris pada abad ke-19, antara lain ialah David Ricardo (penemu teori keuntungan komparatif) dan Gustav Cassel, seorang ekonom asal Swedia
yang
aktif
diawal
abad
ke-20,
dan
aktif
dalam
mempopulerkan PPP dengan menjadikannya sebagai intisari dari suatu teori ekonomi. Pada intinya teori ini mencoba menjelaskan pergerakan nilai tukar antara mata uang dua negara yang bersumber dari tingkat harga setiap negara. (Krugman, 2005 :117) Dalam teori ini dijelaskan bahwa nilai rata-rata jangka panjang nilai tukar antara dua mata uang bergantung pada daya beli relatif mereka. Jadi suatu mata uang akan memiliki nilai daya beli yang sama bila ia dibelanjakan dinegerinya sendiri dan saat dibelanjakan di negara lain setelah mata uang tersebut di konversi. Jika suatu mata uang memiliki nilai daya beli yang lebih tinggi di negerinya sendiri, disebut undervalued sehingga ada dorongan untuk menjual mata uang asing dan membeli mata uang domestik ini dilakukan untuk mendapatkan daya beli yang lebih tnggi di pasar
23
domestik. Hal ini mendorong menguatnya nilai mata uang domestik atau mata uang domestik terapresiasi. Tetapi jika mata uang memiliki nilai daya beli yang lebih rendah di negerinya sendiri, ini disebut overvalued. Ini menimbulkan keinginan untuk menjual mata uang domestik dan membeli mata uang asing, jika hal ini terjadi maka mata uang domesti akan terdepresiasi (Richard, 1997: 209).
b. Teori Pendekatan Aset Terhadap Kurs Dalam teori ini kurs adalah harga relatif dari dua aset yaitu harga uang domestik dan luar negeri. Kurs memungkinkan seseorang membandingkan harga uang domestik dan luar negeri dengan cara memperhitungkan keduanya dalam satuan (mata uang) yang sama. Nilai sekarang dari suatu aset tergantung pada apakah aset tersebut lebih bernilai dimasa depan atau tidak. Seseorang memiliki banyak pilihan dalam menyimpan berbagai kekayaannya dalam berbagai bentuk, dengan tujuan untuk menimbun kekayaan atau menabung dalam artian mengalihkan daya beli sekarang ke masa mendatang. Ini berarti kurs saat ini bergantung dengan kurs dimasa depan yang diharapkan. Sebaliknya kurs dimasa depan bergantung pada apa yang diharapkan terjadi terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan terhadap aset lain. Nilai suatu aset di masa depan selanjutnya di pengaruhi lagi beberapa faktor, diantaranya yaitu suku
24
bunga yang ditawarkan dan peluang perubahan selisih kurs mata uang (depresiasi atau apresiasi) yang diminati terhadap mata uang negara lain (Krugman, 2005:41).
B. Inflasi 1. Pengertian Inflasi Inflasi merupakan suatu permasalahan yang dihadapi disetiap negara. Inflasi berperan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat yang berada dalam suatu negara. Hal ini terjadi saat kenaikan harga atau inflasi tetapi tidak diiringi kenaikan pendapatan masyarakat sehingga pendapatan riil mereka menurun. Setiap negara selalu berupaya dengan berbagai kebijakan yang dikeluarkannya, agar inflasi yang terjadi di negara berada pada batas normal yang telah ditetapkan. Inflasi yang selalu berfluktuasi menyebabkan
ketidakpastian
bagi
kesejahteraan
masyarakat
dan
menurunkan daya beli masyarakat akan barang dan jasa (Mankiw, 2006:216). Secara umum inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan atas seluruh tingkat harga barang dan jasa. Menurut Pratama Rahardja (2008:359) inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus. Maka dapat disimpulkan ada tiga komponen yang harus di penuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan berlangsung terus menerus.
25
2. Penggolongan Inflasi a. Berdasarkan asalnya Berdasarkan asalnya inflasi dapat digolongkan menjadi dua (Boediono,1989:158), yaitu 1) Inflasi berasal dari dalam negeri Inflasi ini disebabkan karena terjadinya defisit anggaran yang hadapai oleh pemerintah, cara yang dilakukan untuk mengatasi defisit anggaran ini ialah dengan mencetak uang baru. Hal ini menyebabkan harga barang-barang dipasar menjadi mahal karena uang yang ada di masyarakat semakin banyak. 2) Inflasi berasal dari luar negeri Inflasi ini terjadi sebagai akibat naiknya harga barang-barang impor. Hal ini dapat terjadi jika biaya produksi barang di luar negeri mengalami kenaikan atau terdapat kenaikan tarif impor barang.
b. Berdasarkan Keparahannya Berdasarkan tingkat keparahannya inflasi dapat digolongkan menjadi beberapa golongan (Boediono, 1989:158), diantaranya yaitu : 1) Inflasi ringan (kurang dari 10%/tahun) 2) Inflasi sedang (antara 10% sampai 30%/tahun) 3) Inflasi berat (anatar 30% samapi 100%/tahun) 4) Hiperinflasi (lebih dari 100%/tahun)
26
c. Inflasi Berdasarkan Cakupan Harga Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh inflasi terhadap harga, maka inflasi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : 1) Inflasi tertutup (closed inflation) Jika inflasi atau kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu arah atau dua arah tertentu saja. 2) Inflasi terbuka (Open Inflation) Jika kenaikan harga terjadi pada seluruh barang secara umum. 3) Inflasi yang tidak terkendali (hiperinflasi) Jika kenaikan harga yang terjadi sangat tinggi karena kenaikan harga terus berubah dan meningkat setiap saat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang yang terus merosot.
3. Penyebab Inflasi Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu inflasi tarikan permintaan dan desakan biaya produksi : a. Inflasi tarikan permintaan (demand pull inflation) Inflasi ini terjadi karena tingkat permintaan agregat yang terlalu berlebihan
sehingga
terjadi
perubahan
pada
tingkat
harga.
Bertambahnya permintaan pada barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya
permintaan
terhadap
faktor-faktor
produksi.
Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Pada gambar diatas
27
menunjukkan tekanan permintaan digambarkan dengan AD0 dan AD1 tekanan permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya harga umum. Dalam inflasi tidak berarti penawaran (AS) tidak bertambah. Karena walaupun terjadi peningkatan dalam penawaran, jumlanya lebih kecil dibandingkan permintaan (Raharja,2008:265).
Gambar 2.1 Demand Pull Inflation
28
b. Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)
Gambar 2.2 Cost-Push Inflation
Inflasi ini terjadi karena kenaikan biaya produksi sehingga harga produk-produk yang dihasilkan ikut naik. Meningkatnya biaya produksi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu kenaikan harga bahan baku dan kenaikan upah / gaji sehingga menyebabkan kenaikan produksi barang-barang ouput sektor industri menjadi lebih mahal, sehingga mengurangi tingkat penwaran. Jika yang berkurang adalah penawaran agregat, inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output (PDB) menjadi lebih kecil (Y2
29
4. Indikator Inflasi Ada beberapa indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu (Raharja, 2008:367), diantaranya adalah : a. Indeks Harga Konsumen (Consumer price indeks). Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menunjukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Nilai IHK diperoleh dengan menghitung harga berbagai komoditas yang dikonsumsi masyarakat dalam satu periode tertentu. Di
Indonesia,
perhitungan
IHK
dilakukan
dengan
mempertimbangan beberapa ratus komoditas bahan pokok. Untuk lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka perhitungan IHK dilakukan dengan melihat perkembangan regional, yaitu dengan mempertimbangkan tingkat inflasi di kota-kota besar, terutama ibukota propinsi-propinsi di Indonesia. Rumus perhitungan inflasi IHK ialah Inflasi =
IHK t − IHK t−1 X 100% IHK 𝑡−1
30
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) IHPB melihat inflasi dari sisi yang berbeda jika dibandingkan dengan IHK, yaitu dari sisi produsen. Oleh karena itu IHPB sering disebut indeks harga produsen (producer price indeks). Rumus IHPB dalam menhitung inflasi ialah
Inflasi =
IHBP − IHPBt−1 X 100% IHPB𝑡−1
c. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator) GDP adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian dalam kurun waktu tertentu (Mankiw, 2003:16). Sedangkan GDP deflator adalah rasio GDP nominal atas GDP riil, yaitu ukuran dari keseluruahn tingkat harga yang akan menunjukkan biaya sekumpulan barang yang baru diproduksi relatif terhadap biaya kumpulan barang itu pada tahun dasar. Rumus GDP deflator ialah
GDP defaltor =
GDP Nominal GDP Riil
Sedangkan rumus untuk menghitung inflasi dengan menggunakan GDP deflator ialah Inflasi =
IHIt − IHIt−1 X 100% IHI𝑡−1 31
C. Investasi 1. Pengertian investasi Kata Investasi diambil dari bahasa latin investire, berarti ”membajui”, yang merupakan bayangan yang sesuai mengenai bagaimana investasi bisnis berlangsung. Investasi memungkinkan suatu perusahaan, suatu perekonomian nasional atau suatu wilayah, untuk memperoleh aset (nyata) yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa (Curry,2001:58). Investasi sering juga disebut sebagai penanaman modal atau pembentukan modal dan merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi
barang-barang
dan
jasa-jasa
yang
tersedia
dalam
perekonomian (Sadono, 2003:121). Investasi adalah pembelian (dan berarti produksi) dari kapital modal barang – barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Investasi juga merupakan suatu komponen dari PDB (http://id.wikipedia.org/wiki/Investasi). Investasi juga dapat di katakan sebagai suatu bentuk pembiayaan pembangunan yang merupakan langkah awal dalam kegiatan produksi. Kegiatan produksi yang produktif tersebut dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan dengan posisi semacam ini maka hakikatnya investasi juga merupakan langkah awal dari kegiatan pembangunan ekonomi.
32
Investasi ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya (Sadono, 2003,:122) ialah a. Tingkat keuntungan yang diramalkan dan di peroleh. b. Suku bunga dan tingkat pengembalian modal atau prospek keuntungan. c. Ramalan keadaan ekonomi di masa depan. d. Kemajuan teknologi. e. Tingkat pendapatan nasional, dan f. Keuntungan perusahaan.
2. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Modal dalam negeri adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimilki oleh Negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disediakan guna menjalankan sesuatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan Pasal 2 Undang-Undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) yang mengatur mengenai pengertian Modal Asing. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah Pengunaan kekayaan seperti diatas, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri, dapat secara perorangan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk membedakan antara perusahaan asing dengan
33
perusahaan nasional, maka hal tersebut dapat dilihat dar kepemilikan modalnya. Perusahaan Nasional adalah perusahaan yang sekurangkurangnya 51 persen dari modal dalam negeri yang ditanam di dalamnya dimiliki oleh negara atau swasta nasional. Jika dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT), maka sekurang-kuranggnya persentase 51 persen dari jumlah saham harus saham atas nama. Berdasarkan ketentuan yang berlaku, persentase itu harus selalu ditingkatkan menjadi sebesar 75 persen. Sedangkan perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan adalah termasuk perusahaan asing. Pengembangan
investasi-investasi
daerah
dalam
memacu
pertumbuhan PMDN, sangat penting untuk di tingkatkan. Sebab PMDN merupakan bentuk arus modal yang berasal dari dalam negeri sehingga dengan meningkatnya PMDN di harapkan investor-investor dalam negeri dapat bersaing dengan investor asing.
3. Penanaman Modal Asing (PMA) Investasi asing merupakan suatu kegiatan untuk merubah sumber daya potensial menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya potensial tersebuat ialah sumber daya yang di miliki oleh suatu negara untuk di manfaatkan guna mengingkatkan kesejahteraan masyarakat. Penanaman modal asing ialah aliran modal yang berasal dari luar negeri yang mengalir ke sektor swasta baik yang melalui investasi langsung (Direct Investment) maupun investasi tidak langsung (Portofolio) (Suryatno, 2003:72).
34
Investasi langsung ialah investasi yang melibatkan pihak investor secara langsung dalam menjalankan usahanya, sehingga pihak investor asing ikut ambil bagian dalam usaha menetapkan tujuan dan kebijakan perusahaan. Sedangkan investasi tidak langsung ialah investasi keuangan yang dilakukan di luar negeri. Investor membeli uang atau ekuitas, dengan harapan mendapat manfaat dari investasi tersebut. Contoh dari bentuk investasi ini adalah pembelian obligasi. Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanam modal tersebut (Widjaya, 2000:25). Pengertian modal asing sendiri dapat diartikan menjadi beberapa, diantaranya yaitu : a. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia, yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. b. Alat-alat untuk perusahaan termasuk penemuan-penemuan baru milik orang asing, dan bahan-bahan yang dimasukkan dari luar ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak di biayai dari kekayaan devisa Indonesia.
35
c. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-Undang No.1 Tahun 1967 diperkenankan ditransfer, tetapi dipergunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia. Investasi
asing
langsung
sangat
penting
peranannya
bagi
perekonomian Indonesia. Selain sebagai salah satu sumber untuk peningkatan devisa negara, investasi asing langsung juga berfungsi sebagai transfer teknologi, keterampilan manajemen dan lapangan kerja baru. Investasi asing langsung juga memberikan beberapa kelebihan, antara lain ialah investasi asing lebih memberikan rasa aman bagi negera yang menjadi tuan rumah dari resiko-resiko yang terjadi akibat perkembangan perekonomian kotemporer yang seringkali dramatis, terutama akibat perubahan apresiasi mata uang. Indonesia merupakan salah satu negara yang sangat membutuhkan peranan penting dari arus modal asing, baik yang berbentuk pinjaman, bantuan, dan investasi. Hal ini disebabkan karena sumber dana yang tersedia dalam negeri sangat terbatas, sehingga peranan asing diperlukan. Selain untuk meningkatan sumber dana, kegiatan investasi asing juga akan membawa pengaruh positif di berbagai sektor. Pada sektor moneter dengan meningkatnya invetasi maka akan mendorong peningkatan cadangan devisa negara, dengan cadangan devisa yang cukup maka nilai kurs rupiah akan dapat dijaga pada posisi yang stabil. Sedangkan pada sektor makroekonomi kegiatan investasi akan mendorong kegiatan ekspor,
36
menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan akan mendorong pada peningkatan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
D. Krisis Ekonomi Indonesia pernah mengalami krisis ekonomi yang cukup hebat sekitar tahun 1997-1998. Krisis finansial yang pertama terjadi di thailand pada bulan juli tahun 1997, yang menyebabkan nilai mata uang, harga saham dan asset beberapa negara merosot tajam. Terdepresiasi mata uang bath Tahiland, sebagi awal dari krisis asia yang menyebabkan kepanikan regional. Krisis ekonomi yang semula hanya melanda negara Thailand kemudian menyebar ke negara-negara lain di Asia, seperti Filipina, Malaysia dan juga Indonesia. Saat krisis ekonomi melanda indonesia tingkat inflasi meningkat tajam. Tingkat inflasi yang tinggi disebabkan karena ketidakstabilan harga, berpengaruh pada berkurangnya daya beli masyarakat. Sehingga saat inflasi tinggi jumlah uang yang beredar akan meningkat, hal ini berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Pergerakan nilai tukar rupiah yang berfluktuasi dari tahun-ketahun, pada masa sebelum krisis ekonomi pada tahun 1988-1996 nilai tukar rupiah berada pada kisaran Rp.1.685 – Rp.2.383 per dollar AS. Tetapi ketika krisis ekonomi nilai tukar rupiah mengalami depresiasi yang sangat tajam hingga pada akhir tahun 1997 mencapai Rp.4.4650 per dollar AS. Bahkan pada bulan juni 1998 nilai tukar rupiah terhadap dollar pernah mencapai Rp. 14.900 per dollar AS.
37
Krisis ekonomi tersebut juga berdampak luas pada seluruh sektor ekonomi di Indonesia, diantaranya ialah penurunan permintaan terhadap tenaga kerja khususnya pada sektor konstruksi dan manufaktur. Pemutusan hubungan kerja oleh banyak perusahaan, sehingga meningkatkan tingkat pengangguran. Pemerintah Indonesia juga berupaya untuk mengatasi tekanan spekulasi atas mata uang rupiah dengan memperlebar ambang batas intervensi (band intervention) dari 7 persen menjadi 13 persen pada juli 1997. Dan akhirnya, pemerintah Indonesia mengumumkan penggunaan sistem nilai tukar mengambang bebas pada agustus 1997. Kebijakan tersebut ditunjang dengan berbagai kebijakan lain. pengetatan uang beredar, dan menurunkan tarif impor, tetapi kebijakan tersebut dianggap masih belum untuk mengendalikan krisis ekonomi yang melanda indonesia. Untuk menanggulangi hal ini pemerintah indonesia bekerja sama dengan IMF, dan berupaya mengeluarkan berbagai solusi untuk mengatasi krisis ekonomi yang melanda indonesia ini.
E. Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian terdahulu akan di uraikan secara ringkas, meskipun terdapat kemiripan dalam ruang lingkup penelitian tetapi terdapat perbedaan dengan penelitian ini, baik dalam obyek atau periode waktu yang digunakan. Sehingga penelitian terdahulu tersebut dapat dijadikan sebagai referensi untuk saling melengkapi. Pada tabel 2.1 di bawah ini memaparkan beberapa penelitian terdahulu tersebut :
38
Tabel 2.1 Penelitian Sebelumnya
No
Peneliti,
Judul Penelitian
Variabel
Alat
Tahun 1.
Hasil
Analisis Kurs Niali tukar,
Error
Jangka Pendek :
Triyono,
Analisis
2008
Rupiah terhadap Inflasi
Corection
Dollar Amerika
JUB,Suku
Model
sinifikan
bunga, impor
(ECM).
positif.
- JUB dan SBI
- Inflasi
dan
Impor
tidak
signifikan. Jangka Pnajang: Seluruh variabel berpengaruh positif
terhadap
nilai
tukar,
kecuali
JUB
berpengaruh negatif.
2.
TriWibo wo
Faktor – Faktor Selisih PDB, Analisis
dan Yang
Hidayat
Mempengaruhi
Amir,
Nilai
2005.
Rupiah. (Januari Juni2005).
Variabel penelitian
selih inflasi, residual
ini
selisih
menunjukkan
dengan
Tukar tingkat bunga metode antara
pengaruh
yang
Root Mean signifikan terhadap
2000- Indonesia
Square
dan Amerika Error dan
belum
nilai
tukar
rupiah/dollar.
nilai (RMSE).
tukar
39
upiah/dollar 1
bulan
sebelumnya. 3.
Latif
Hubungan
Kurs, SBI,
Model
Kharie,
Kausal Dinamis
JUB, Output
vector
Signifikan dan
2006
Antara Variabel-
Riil, IHK
Error
Positif
Variabel
Corection
terhadap Kurs
Moneter Utama
(VEC).
adalah
dan Output :
Berpengaruh
JUB
dan IHK
Kasus Indonesia
Di Bawah Sistem
Berpengaruh
Nilai Tukar
Signifikan dan
Mengam dan
Negatif adalah
Mengambang
SBI.
dan Mengambang Terkendali. (Oktober 2004Desember 2006) 4.
Indra
Pengaruh Faktor Perbedaan
Suhendra, Fundamental, 2003.
Jangka Pendek :
Corection
Hanya variabel
Faktor resiko dan bunga,
Model
tingkat
Ekspektasi Nilai Tingkat
(ECM).
yang
Tukar
tingkat
Error
terhadap Harga, GDP
Nilai
Tukar riil,
Rupiah
penawaran
(Terhadap
uang,
Dollar)
Pasca cadangan
harga
berpengaruh positif. Jangka Panjang: tingkat
harga,
GDP
riil,
Penerapan Kurs devisa,
penawaran
Mengambang
uang, cadangan
investasi
40
Bebas
Pada asing
Tanggal
devisa, investasi
14 langsung,
Agustus 1997.
investasi
(September
asing
2007-Desember
langsung,
2001)
utang
asing langsung, pertumbuhahn
tidak
utang
luar
negeri, luar
pembayaran
negeri,
uatang
swasta,
uatang
ekspor
dan
swasta,
impor
ekspor,
berpengaruh
impor, indeks
positif terhadap
resiko
nilai
negara, nilai
rupiah.
tukar
tukar dimassa depan.
5.
Noer
Hubungan antara Nilai
tukar, Data Panel
Pengaruh
antara
Azam
Inflasi da nilai inflasi, ouput
inflasi
Achsani,
tukar,
study gap, Dummy
perubahan
Arie
kasus
crisis.
Jayanthy,
membandingkan
terhadap nilai
tukar lebih kuat terdapat di Asia
dan Piter antara Asean +3,
dibandingkan
Abdullah, EU dan Amerika
dan
2010
Utara.
Utara
(1991-
EU
Amerika
2005) 6.
Hafeez-
Pengaruh
ur-
Masuk
Rehman,
Penanaman
Atif
Ali Modal
Jaffri dan Terhadap
Arus Index
Normalized
Produksi, FDI dan
produksi
cointegrati
pekerja
industrial,
ng equation berpengaruh
Asing export, aliran masuk
FDI,
positif
terhadap
nilai
tukar,
41
Imtiaz
Keseimbangan
pekerja, nilai
sedangkan
export
Ahmed,
Nilai Tukar Di tukar.
berpengaruh
2010
Pakistan.
negatif
(Juli 2007-Maret 2009) 7.
Cristoper
Inflsi dan nilai GDP, Inflasi, Panel
Terdapat hubungan
P.Ball,
tukar
antara inflasi dan
Martha
perekonomian
beredar, nilai Autoregresi
jumlah
uang
Cruz-
terbuka kecil.
tukar.
ve
beredar
terhadap
Zuniga,
(Amerika Latin).
approach
nilai tukar.
pada jumlah uang Vector
Claude Lopez, Javier Reyes, 2010
Triyono (2008) dengan penelitiannya yang berjudul ”Analisis Kurs Rupiah terhadap Dollar Amerika”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel inflasi, jumlah uang beredar, tingkat suku bunga, dan nilai impor terhadap kurs rupiah/dollar AS. Penelitian ini menggunakan metode Error Corection Model (ECM). Hasil dari penelitian ini adalah variabel yang berpengaruh dengan analisis jangka pendek adalah JUB dan SBI sedangkan inflasi dan impor tidak berpengaruh. Dalam analisis jangka panjang seluruh variabel independen berpengaruh secara positif terhadap kurs, kecuali untuk variabel JUB yang secara signifikan berpengaruh negatif
42
Tri & Hidayat (2005), dengan penelitiannya yang berjudul ”Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Nilai Tukar Rupiah”, kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Januari 2000 sampai dengan Juni 2005, sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar Rp/US$, Wholesale Price Index (WPI) Indonesia dan USA, jumlah uang beredar, PDB riil, tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan. Penelitian ini berfokus pada identifikasi variabel-variabel penentu nilai tukar rupiah dan pemilihan model terbaik untuk untuk perkiraan nilai tukar rupiah di masa yang akan datang. Hasil dari penelitian ini adalah variabel yang berpengaruh terhadap nilai tukar Rp/dollar adalah selisih pendapatan riil Indonesia dan Amerika, selisih inflasi Indonesia dan Amerika, selisih tingkat suku bunga Indonesia dan Amerika dan nilai tukar rupiah terhadap dollar satu bulan sebelumnya (lag-1). Sedangkan selisih jumlah uang beredar Indonesia dan Amerika belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar. Latif Kharie (2006),
dengan penelitiaanya yang berjudul Hubungan
Kausal Dinamis Antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output : Kasus Indonesia Di Bawah Sistem Nilai Tukar Mengam dan Mengambang dan Mengambang Terkendali. kurun waktu yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari Oktober 2004 sampai dengan Desember 2006. Sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kurs, SBI, JUB, Output Riil, IHK. Hasil dari penelitian ini adalah variabel JUB dan IHK berpengaruh positif dan sifgnifikan terhadap Kurs, sedangkan variabel SBI berpengaruh negatif terhadap Kurs.
43
Indra Suhendra (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor resiko dan Ekspektasi Nilai Tukar terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap Dolar) Pasca Penerapan Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agustus 1997. Penelitian ini dilakukan pada periode seprtember 1997 sampai dengan Desember 2001), dengan variabel penelitian yaitu nilai tukar sebagai variabel independen dan variabel dependen terbagi dua yaitu variabel dependen sebagai faktor fundamental ialah perbedaan tingkat bunga kedua negara, Tingkat harga relatif, GDP riil, penawaran uang, cadangan devisa, Investasi asing langsung, investasi asing tidak langsung, pertumbuhan utang luar negeri, pembayaran uatng swasta, total nilai ekspor dan total nili impor. Sedangkan vriabel depdende sebagai faktor resiko dan ekspektasi ialah indeks resiko negara dan Nilai tukar rupiah terhadap dolar dimasa depan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan metode error corection model (ECM). Hasil penelitian ini adalah tingkat harga, GDP riil, penawaran uang, cadangan devisa, investasi asing langsung, pertumbuhahn utang luar negeri, pembayaran uatang swasta, ekspor dan impor berpengaruh positif
terhadap nilai tukar dalam jangka
panjang, sedangkan untuk variabel yang berpengaruh positif dalam jangka pendek adalah tingkat harga. Noer dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”hubungan antara inflasi dan nilai tukar : study antara ASEAN + 3 negara, eropa dan Amerika Utara. Metode analisis yang digunakan adalah Grange-causality test. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang kuat antara inflasi dan nilai tukar
44
di di beberapa negara. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai tukar, pengeluaran pemerintah, inflasi luar negeri, perubahan mata uang domestik, dan inflasi domestik. Hafeez dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”Pengaruh Arus Masuk Penanaman Modal Asing Terhadap Keseimbangan Nilai Tukar Di Pakistan”. Periode penelitiannya adalah dari Juli 1993 sampai dengan Maret 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kurs dengan Index produksi industrial, export, aliran masuk FDI, pekerja, nilai tukar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan Produksi, FDI dan pekerja berpengaruh positif terhadap nilai tukar, sedangkan export berpengaruh negatif. Chriztoper dkk., (2010), dalam penelitiannya yang berjudul ”Inflsi dan nilai tukar pada perekonomian terbuka kecil di Amerika Latin. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Inflasi, jumlah uang beredar, nilai tukar. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua variabel independen berpengaruh terhadap nilai tukar.
F. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan sintesa dari serangkaian teori yang tertuang dalam tinjauan pustaka, yang pada dasarnya merupakan gambaran dari kinerja teori dalam memberikan solusi atau alternatif solusi dari serangkaian masalah yang ditetapkan (Hamid, 2009:26). Penelitian ini menganalisis pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia. Variabel bebas yang terdiri dari Inflasi,
45
kemudian investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. berpengaruh terhadap Nilai Tukar Rupiah sebagai variabel terikatnya. Kenaikan harga barang merupakan penyebab terjadinya inflasi. Menurut teori kuantitas paritas daya beli, naiknya harga barang menyebabkan kurs terdepresiasi. Hal ini menyebabkan berkurangnya barang dan jasa yang dapat dibeli dan menyebabkan berkurangnya mata uang lain yang dapat diperoleh. Di sisi lain, investasi juga berpengaruh terhadap perubahan nilai tukar. Meningkatnya investasi baik yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri akan mendorong terapresiasinya nilai tukar. Hal ini karena kenaikan investasi tersebut akan mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang baik, diharapkan pergerakan nilai tukar rupiah juga dalam keadaan yang stabil. Selain itu masuk nya modal asing juga akan berpengaruh terhadap permintaan dan penawaran nilai tukar domestik dengan nilai tukar asing. Masuknya investasi asing menyebabkan permintaan terhadap mata uang dalam negeri meningkat sehingga nilai tukar mata uang domestik akan terapresiasi. Secara umum kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
46
Pengaruh Inflasi dan Investasi Terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia
Latar Belakan Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lain. Kurs menjadi perhatian penting dalam perekonomian suatu negara, karena melemah dan menguatnya kurs akan berdampak pada variabel makro ekonomi lainnya.
Tujuan
Perumusan Masalah
1. Mengetahui bagaimana pengaruh inflasi dan investasi secara individu terhadap nilai tukar rupiah. 2. Mengetahui bagaimana pengaruh inflasi dan investasi secara bersamasama terhadap nilai tukar rupiah.
1.Menentukan seberapa besar pengaruh Inflasi terhadap kurs. 2.Menentukan seberapa besar pengaruh Investasi (PMDN dan PMA) terhadap kurs. 3.Menentukan seberapa besar pengaruh Dummy Crisis terhadap kurs.
Variabel Dependen :
Variabel Independn : Inflasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Penanaman Modal Asing (PMA) Dummy Crisis (DM)
Metode Analisis : Model Regresi Berganda
Nilai Tukar Rupiah (Kurs) terhadap Dollar AS
Hasil Kesimpulan dan Implikasi
Gambar 2.3 Kerangka Berpikir
47
G. Hipotesis Beradasarkan
uraian
perumusan
masalah
diatas,
maka
penulis
mengajukan hipotesis untuk dilakukan pengujian ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dan hasil hipotesis sementara dari penelitian ini ialah : 1. Inflasi diduga berpengaruh signifikan dan positf terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan inflasi akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar di Indonesia. H1:β1 ≠ 0 Artinya, Inflasi berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. H0:β1 = 0 Artinya, Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar 2.
PMDN diduga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan PMDN akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi terhadap dollar di Indonesia. H1:β2 ≠ 0 Artinya, PMDN berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. H0:β2 = 0 Artinya, PMDN tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar
3.
PMA diduga berpengaruh signifikan dan negatif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan PMA akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi terhadap dollar di Indonesia.
48
H1:β3 ≠ 0 Artinya, PMA berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah. H0:β3 = 0 Artinya, PMA tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar 4.
Krisis ekonomi diduga berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah. Kenaikan krisis ekonomi akan menyebabkan nilai tukar rupiah terapresiasi terhadap dollar AS di Indonesia. H1:β4 ≠ 0
Artinya, krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
H0:β4 = 0
Artinya, krisis ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar
5.
Inflasi, PMDN, PMA dan Krisis ekonomi diduga secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan positif terhadap nilai tukar rupiah. H1:β4 ≠ 0
Artinya, inflasi, PMDN, PMA. dan krisis ekonomi berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
H0:β4 = 0
Artinya, Inflasi, PMDN, PMA, dan krisis ekonomi tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar
49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini, penelitian menggunakan data kuantitatif. Dimana data
kuantitatif
adalah
data
yang
bersifat
numerik
atau
angka
(Lukman,2007:4). Penelitian ini menggunakan studi literature tentang pengaruh inflasi, PMDN, PMA serta krisis ekonomi 1998 (dummy variabel) terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS di Indonesia. Penelitian ini menggunakan studi time series dari tahun 1983-2009. Serta pengolahan data dengan menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square) dan dan alat pengolahan data menggunakan eviews 5.
B. Metode Pengumpulan Sampel Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi (Kuncoro,2003:104). Sedangkan sampling,adalah proses memilih sejumlah elemen dari sebuah populasi yang mencukupi untuk mempelajari sampel dan memahami karakteristik elemen populasi. Sampel yang baik pada umumnya memiliki beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut ialah (Kuncoro, 2003:105) : 1. Sampel yang baik memungkinkan peneliti untuk mengambil keputusan yang berhubungan dengan besaran sampel untuk memperoleh jawaban yang dikendaki.
50
2. Sampel yang baik menidentifikasikan setiap probabilitas dari setiap unit analisis untuk menjadi sampel. 3. Sampel yang baik memungkinkan peneliti menghitung akurasi dan pengaruh dalam pemilihan sampel dari pada harus melakukan sensus. 4. Sampel
yang
baik
memungkinkan
peneliti
menghitung
derajat
kepercayaan yang diterapkan dalam estimasi populasi yang disusun dari sampel statistika. Proses pemilihan sampel merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berurutan. Adapun tahapan dalam penentuan sampel adalag sebagai berikut (Kuncoro, 2003:108) : 1. Penentuan Populasi 2. Penentuan Unit Pemilihan Sampel 3. Penentuan Kerangka Pemilihan Sampel 4. Penentuan Desain sampel 5. Penentuan Jumlah Sampel 6. Pemilihan Sampel
C. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari data-data statistik yang diterbitkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Badan Pusat Statistik (BPS).
51
D. Metode Analisis Penelitian ini menggunakan model regresi berganda dengan metode OLS (Ordinary Least Square), dengan rumussan model penelitian sebagai berikut :
ER = α + 1IHK + 2PMDN + 3PMA + 4DM + μi
Untuk menstandarkan data, model diatas kemudian di transformasikan kedalam bentuk persamaan logaritma natural, persamaannya adalah sebagai berikut :
LogER = α + β1LogIHK + β2LogPMDN + β3LogPMA + β4DM + μi Keterangan : ER
: Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS
IHK
: Indek Harga Konsumen
PMDN
: Penanaman Modal Dalam Negeri
PMA
: Penanaman Modal Asing
DM
: Dummy Crisis DM = 0 (Sebelum Krisis Ekonomi) DM = 1 (Setelah Krisis Ekonomi)
α
: Intercept / Konstan
i
: Observasi ke i
μ
: Kesalahan yang disebabkan oleh faktor acak
β1, β2, β3, β4,
: Parameter Elastisitas
52
Metode pangkat kuadrat terkecil (OLS) diperkenalkan pertama kali oleh seorang ahli matematika dari jerman, yaitu Carl Fredich Gaus. Metode OLS adalah metode untuk mengestimasi suatu garis regresi dengan jalan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan dari setiap observasi terhadap garis tersebut (Kuncoro, 2003:216). Menurut Widarjono, 2007:23-25, metode OLS adalah metode mencari nilai residual sekecil mungkin dengan menjumlahkan kuadrat residual. Metode kuadrat terkecil akan menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linier dan mempunyai varian yang minimum atau BLUE, yaitu a. Best adalah yang terbaik b. Linier Adalah kombinasi linier dari data sampel. Jika ukuran sampel ditambah maka hasil nilai estimasi akan mendekati parameter yang populasi sebenarnya. c. Unbiased adalah rata-rata atau nilai harapan atau estimasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. d. Efficient estimator adalah memiliki varians yang minimum diantara pemerkira lain yang tidak jelas. Sebelum melakukan interprestasi terhadap hasil regresi dari model penelitian yang akan digunakan, maka terlebih dahulu dilakukan pengujian terhadap data penelitian tersebut. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah model tersebut dapat dianggap relevan atau tidak. Pengujian yang dilakukan melalui uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, autokorelasi, heterokedastisitas, linieritas dan multikolinearitas, juga uji statistik yang
53
meiliputi uji signifikansi parameter individu (uji statistik t), uji sinifikan simultan (uji statistik F), dan uji koefisien determinasi (R2).
1. Uji Asumsi Klasik Pengujian ini digunakan untuk melihat apakah model yang diteliti mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pengadaan terhadap
penyimpangan
asumsi
klasik
tersebut
harus
dilakukan,
penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut diatas akan menyebabkan uji statistik uji t dan uji F yang dilakukan menjadi tidak valid dan secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh, Uji Asumsi Klasik yang dilakukan meliputi : a. Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah residual variabel dependen dan independen berdistribusi normal atau tidak. Pengujian
normalitas
ini
menggunakan
normality
histogram
(Insukindro, 2003:61). Uji Jarque-Bera atau J–B test adalah uji menggunakan hasil estimasi residual dan chisquare probability distributsi. Jika nilai J – B hitung < nilai X2 tabel, maka hipotesis tersebut menyatakan residual residual berdistribusi normal. Atau dengan nilai statistik JB didasarkan pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebasan (df) 2. Jika nilai probabilitas statistik JB lebih besar dari α = 5 persen maka tidak terjadi permasalahan normalitas (Widarjono, 2007:54).
54
b. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi dengan residual observasi lainnya. Autokorelasi lebih mudah timbul pada data yang bersifat runtut waktu. Karena berdasarkan sifatnya, data masa sekarang dipengaruhi data masa sebelumnya. Jika data yang di analisis mengandung autokorelasi maka menyebabkan estimator bersifat LUE, tidak lagi BLUE. Pengujian terhadap gejala auotokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Watson (DW) dan uji Breusch-Godfrey. Uji Durbin Watson (DW) dapat dilakukan dengan cara membandingkan nilai d (yang menggambarkan koefisien DW). Nilai d akan berada pada kisaran 0 hingga 4, seperti pada tabel 3.1 di bawah ini : Tabel 3.1 Daerah Autokorelasi Kriteria Pengambilan Keputusan : Tolak Ho, berarti ada autokorelasi positif 0
Tidak dapat diputuskan
dL 1,10
Tidak menolak Tidak Tolak Ho, Ho, berarti dapat di berarti ada tidak ada putuskan autokorelas autokorelasi i negatif positif du 2 4-du 4-dL 1,54 2,46 2,9
Atau dapat dilakukan dengan cara lain, yaitu menggunakan Uji Breusch-Godfrey, yang biasa disebut dengan uji LM (Langrange Multiplier). Adapun langkah pengujiannya dengan membandingkan Obs*R2 dengan X2 pada derajat kebebasan dan derajat keyakinan
55
tertentu. Jika Obs*R2 < X2 tabel maka Ho di tolak (ada autokorelasi) atau jika nilai probability > 0,05 atau α=5 persen, maka tidak ada autokorelasi (Winarno, 2007:5.25).
c. Uji Heterokedastisitas Heterokedastisitas adalah keadaan dimana faktor penggangu tidak memilki varian yang sama (Winarno, 2007:5.8). Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mengetahui masalah heterokedastisitas adalah dengan uji white. Asumsi yang digunakan ialah jika nilai χ2 hitung (Obs*R-Squared) < χ2 tabel atau variabel penggangu dan persamaan regresi mempunyai varian yang sama maka uji white test tidak memiliki masalah heterokedastisitas. Atau dapat diketahui dengan melihat nilai probablity, jika nilai probability Obs*RSqauared > 0,05 atau α 5%, maka tidak terdapat masalah heterokedastisitas.
d. Uji Linieritas Uji yang sangat popular untuk menguji masalah linieritas adalah uji yang dikembangkan oleh J.B. Ramsey tahun 1969 yang lebih dikenal dengan nama RESET Test. Uji linieritas didesain untuk menguji apakah suatu variabel penjelas cocok atau tidak dimasukkan dalam suatu model estimasi (Insukindro, 2003:64).
56
Asumsi yang digunakan ialah jika probalitas F Statistik > α = 5 pernsen (0,05), maka maka model adalah linier, dan sebaliknya jika probalitas F Statistik > α = 5 persen (0,05), maka mengandung masalah ketidak linieran.
e. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas adalah kondisi adanya hubungan linear antara variabel independen. Kondisi terjadinya multikolinearitas dapat ditunjukkan dengan berbagai informasi berikut, yaitu : 1) Nilai R2 tinggi, tapi variabel independen banyak yang tidak signifikan. 2) Dengan menghitung koefisien korelasi antarvariabel independen. Apabila koefisiennya rendah maka tidak terdapat multikolinearitas. 3) Dengan melakukan regresi auxiliary. Regresi ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel, sebagai variabel dependen dan variabel independen lain tetap diperlakukan sebagai variabel independen. Pengujian Multikolinieritas juga dapat dilakukan dengan metode deteksi Klien, yaitu dengan membandingkan koefisien determinasi auxiliary dengan koefisien determinasi model regresi aslinya. Jika koefisien determinasi auxiliary lebih besar dari koefisien determinasi model regresi aslinya, maka terjadi permasalahan multikolinieritas
57
antara variabel independen yang digunakan dalam model penelitian (Widarjono, 2007:117).
2. Uji Statistik Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel independen secara individu dan bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen. Uji statistik ini meliputi Uji t, Uji F dan Koefisien Determinasi (R2). a. Uji Siginifikansi Individual (Uji t-Statistik) Uji ini digunakan untuk melihat signifikansi dari pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen dengan variabel yang lain konstan. Untuk menguji pengaruh setiap variabel independen tersebut, maka nilai t hitung harus di bandingkan dengan nilai t tabel. Untuk nilai t tabel dapat diperoleh dengan melihat tabel distribusi untuk α = 0,05 dan derajat n – k. Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut : Ho : βi = 0 (variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen) Ha : βi ≠ 0 (variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen) Selain dengan menngunakan cara diatas, uji-t juga dapat dilakukan dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan
58
derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai t-tabel dengan t-hitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen dan jika nilai t-hitung lebih tinggi dari t-tabel yang berarti menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).
b. Uji Signifikansi Simultan (Uji F-Stastik) Pengujian ini akan memperlihatkan hubungan atau pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen (Widarjono,2007:73). Maka dalam pengujian ini dilakukan hipotesis sebagai berikut : 1) Jika F-hitung < F tabel, maka Ho diterima yang berarti secara bersama-sama
variabel
independen
secara
signifikan
tidak
dipengaruhi variabel dependen. 2) Jika F-hitung > F tabel, maka Ha ditolak yang berarti secara bersama-sama
variabel
independen
secara
signifikan
mempengaruhi variabel dependen. Selain dengan cara diatas, uji-F juga dapat dilakukan dengan cara Quick Look, yaitu: melihat nilai probability dan derajat kepercayaan yang ditentukan dalam penelitian atau melihat nilai F-tabel dengan Fhitungnya. Jika nilai probability < 0,05 atau α=5 persen yang berarti menolak Ho dan menerima Ha dan sebaliknya. Hal ini menunjukkan
59
bahwa variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya dan sebaliknya (Kuncoro, 2003:219).
c. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien
Determinasi
adalah
kemampuan
model
dalam
menjelaskan hubungan antar variabel (Winarno, 2007:4.5). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu, semakin angka mendekati satu maka semakin baik garis regresi karena mampu menjelaskan data aktualnya, sebaliknya semakin angka mendekati nol maka kita mempunyai garis regresi yang kurang baik. Koefisisen determinasi merupakan konsep statistik, sehingga sebuah garis regresi baik jika nilai R2 tinggi (Widarjono, 2007:29).
E. Operasioanal Variabel Penelitian Pada bagian ini akan diuraikan definisi dari masing-masing variabel penelitian yang digunakan, berikut operasional dan cara pengukurannya. Penjelasan dari masing-masing variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Variabel Dependen Variabel independen ialah variabel yang nilainya mempengaruhi perilaku dari variabel terikat (Lukman, 2007 : 5).
60
a. Nilai Tukar (Kurs) Data nilai tukar yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai tukar (kurs) tengah rupiah terhadap dollar AS. Dalam kurun waktu tahunan dari 1983 sampai dengan 2009 yang diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia.
2. Variabel Independen Variabel dependen ialah variabel yang nilainya dipengaruhi oleh variabel bebas (Lukman, 2007 : 5). a. Inflasi Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Indeks Harga Konsumen (IHK) dengan periode tahunan. Data IHK dipilih sebagai variabel penunjuk inflasi, karena IHK merupakan salah satu indikator yang digunakan sebagai ukuran dalam menentukan besaran inflasi. Perubahan IHK menunjukan inflasi yang terjadi pada suatu negara. IHK yang digunakan adalah IHK tahun dasar 2007 ,dengan periode penelitian 1983 sampai dengan 2009. Data diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia terbitan Bank Indonesia. b. PMDN Data PMDN yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi dengan periode tahunan yaitu dari 1983 sampai dengan 2009. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan
61
Indonesia berbagai edisi terbitan Bank Indonesia dan Indikator Ekonomi berbagai edisi terbitan BPS, dalam bentuk miliar rupiah. c. PMA Data PMA adalah data relisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang disetujui pemerintah menurut sektor ekonomi, dengan periode tahunan selama kurun waktu 1983 sampai dengan 2009. Data tersebut diperoleh dari Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia berbagai edisi terbitan Bank Indonesia, dan Indikator Ekonomi berbagai edisi terbitan BPS, dalam bentuk miliar rupiah. d. Dummy crisis Variabel ini digunakan sebagai variabel yang menjelaskan hubungan antara krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
62
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis Deskriptif 1. Nilai Tukar Nilai tukar ialah harga suatu mata uang dalam satuan mata uang asing, yaitu jumlah mata uang suatu asing yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu unit mata uang domestik (Richard, 1997:189). Kurs tengah antara rupiah terhadap dollar AS adalah kurs yang berada di antara kurs jual dan beli antara mata uang rupiah terhadap dollar AS. Sampai saat ini dollar AS dianggap sebagai mata uang internasional yang banyak digunakan oleh berbagai negara. Hal ini bermula dari perjanjian Bretton Woods setelah Perang Dunia II. Pada saat itu keadaan ekonomi negara-negara di dunia kecuali Amerika Serikat hancur akibat perang. Sehingga menyebabkan banyak negara tersebut bergantung pada pinjaman dari Amerika. Pinjaman yang diberikan Amerika adalah dalam bentuk dollar yang pada akhirnya mereka harus membayar pinjaman tersebut dengan dollar. Walaupun nilai dollar AS mengalami fluktuasi dalam perjalanannya, terutama saat Amerika mengalami krisis ekonomi di tahun 2008, tetapi dollar masih menjadi cadangan utama bagi negara-negara di dunia.
63
Nilai Tukar Rupiah per Dollar AS Nilai Tukar 12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Sumber: Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.1 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah/Dollar AS Periode 1983-2009
Berdasarkan
gambar 4.1 memperlihatkan bahwa nilai tukar rupiah
terhadap dollar AS terus terdepresiasi dari tahun 1983 – 1996. Pada tahun 1983 nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapat 1 unit dollar AS adalah Rp.1.020 per dollar AS. Nilai tersebut terus terdepresiasi menjadi Rp.2.383 per dollar AS pada tahun 1996. Namun di tahun 1997 nilai tukar rupiah terdepresiasi secara tajam, nilai tukar tersebut meningkat dua kali lipat di banding tahun sebelumnya. Pada tahun 1997 nilai tukar mencapai Rp.4.065 per dollar AS. Hal ini disebabkan karena Indonesia mengalami krisis ekonomi, krisis ekonomi ini terus berlanjut pada tahun berikutnya. Pada tahun 1998 nilai tukar terus
64
terdepresiasi menjadi Rp.8.025, bahkan pada bulan juni 1998 nilai tukar rupiah per dollar AS terdepresiasi sangat tajam, nilai tukar rupiah mencapai Rp.14.900 per dollar AS. Hal ini disebabkan karena kondisi fundamental perekonomian yang semakin melemah, perkembangan sosial politik yang memburuk, dan masalah utang luar negeri swasta. Disamping hal tersebut perkembangan kondisi moneter internasional yang kurang menguntungkan, seperti melemahnya nilai tukar yen, juga ikut berpengaruh negatif terhadap nilai tukar rupiah. Pada tahun 1999 yaitu kurs rupiah terapresiasi yaitu menjadi Rp.7.100 per dollar AS. Hal ini disebakan karena sentiment pasar yang positif terhadap perkembangan ekonomi dan kebijakan yang diambil pemerintah. Namun pada tahun 2000, kurs kembali terdepresiasi yaitu Rp.9.675 per dollar AS, penyebab terdepresiasinya nilai rupiah ialah karena kesenjangan antara penawaran dan permintaan valuta asing, akses likuiditas rupiah dipasar uang, sentiment negatif terhadap ketidakstabilan sosial politik dan keamamanan, terdepresiasi rupiah per dollar AS terus terjadi hingga tahun 2001. Nilai tukar rupiah akhirnya kembali terapresiasi di tahun 2002 yaitu Rp.8.940 per dollar AS, dibandingkan tahun sebelumnya yaitu Rp.10.400. hal ini sebagai akibat tekanan permintaan di pasar valas. Terapresiasinya nilai kurs rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor secara fundamental hal ini disebabkan karena membaiknya kinerja sektor eksternal yang tercermin dari surplus Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), sedangkan secara sentimen
65
menguatnya kurs turut didukung oleh menguatnya mata uang asia (regional), keberhasilan melakukan negosiasi dengan negara donor, dan kemajuan pada proses privatisasi sejumlah bank dan BUMN. Fluktuasi nilai tukar rupiah terus terjadi di tahun-tahun berikutnya, hal tersebut disebabkan karena keadaan ekonomi Indonesia yang dianggap masih tidak stabil. Pada tahun
2008 kurs rupiah per dollar AS terdepresiasi menjadi
Rp.10.950 hal ini sebagai akibat krisis keuangan global. Krisis keuangan global tersebut memberi tekanan terhadap rupiah, krisis ini memicu ketatnya likuiditas global. Sedangkan pada tahun 2009 kurs mengalami apresiasi pada posisi Rp 9400 per dollar AS akibat pulihnya kepercayaan pasar.
2. Inflasi Inflasi adalah kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus, sehingga menyebabkan merosotnya nilai mata uang terhadap barang. Maka dapat disimpulkan ada tiga komponen yang harus di penuhi agar dapat dikatakan telah terjadi inflasi yaitu kenaikan harga, bersifat umum, dan berlangsung terus menerus (Rahardja, 2008:359). Indek harga konsumen (IHK) adalah angka yang mencerminkan harga rata-rata barang pada tingkat konsumen pada suatu periode dengan periode sebelumnya yang sudah ditentukan, dimana ikut diperhitungkan juga peranan dari setipa barang dari paket komoditas sesuai dengan pola konsumsi masyarakat. Harga konsumen didalam IHK ini mencakup harga semua barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat secara umum, meliputi
66
kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, kelompok sandang, kelompok kesehatan, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga, serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Perubahan IHK merupakan merupakan indikator ekonomi makro yang cukup penting untuk memberikan gambaran mengenai inflasi disuatu negara dan pola konsumsi masyarakat. IHK menjadi salah satu indikator yang sering digunakan untuk mengukur inflasi, karena IHK mencerminkan peningkatan harga yang dialami konsumen terhadap barang dan jasa yang dikonsumsi. Sehingga IHK menunjukkan inflasi yang dialami oleh masyarakat atau konsumen disuatu negara. Pada gambar 4.2, diperlihatkan bahwa IHK terus mengalami peningkatan dari tahun 1983-2009. Maka dapat disimpulkan bahwa dari tahun ke tahun terjadi inflasi di Indonesia, walaupun nilai inflasi tersebut perbedaan dari tahun ketahun. Inflasi tetap diperlukan dalam perekonomian suatu negara, karena inflasi yang ringan akan mendorong peningkatan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah untuk bekerja, menabung dan juga berinvestasi. Sebaliknya inflasi yang parah (tinggi) berdampak negatif pada perekonomian. Sehingga yang perlu diperhatikan ialah inflasi tersebut harus berada pada tingkat yang stabil atau ringan.
67
IHK
IHK
140 120
S
100
u 80 m
60 40
b 20 e
0 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
S Sumber : Laporan Perekonomian Bank Indonesia
Gambar 4.2 Perkembangan Indek Harga Konsumen (IHK) 2007=100 Periode 1983-2009
Dari gambar diatas terlihat nilai IHK yang terus meningkat, tetapi pada tahun 1998 IHK mencapai nilai
49,17 yang menunjukkan terjadi
inflasi mencapai 77,06 persen. Hal ini disebakan karena krisis ekonomi yang melanda Indonesia, krisis tersebut bermula dari krisis nilai tukar di Thailand yang kemudian menyebar kenegara-negera lain di ASIA, termasuk Indonesia. Pada tahun selanjutnya nilai IHK sebebsar 50,06, yang mengindikasikan terjadinya inflasi menjadi 2,01 persen. Hal ini di sebabkan adanya perbaikan ekonomi setelah krisis.
68
Setelah terjadinya krisis ekonomi tersebut IHK tetap mengalami peningkatan pada setiap tahunnya, tetapi peningkatan tersebut masih dalam keadaan yang baik, sehingga inflasi tidak meningkat secara tajam. Tetapi pada tahun 2008 IHK berada pada posis 113.86 nilai ini meningkat di banding tahun sebelumnya. Pada tahun 2008 terjadi inflasi sebesar 11,06 persen. Faktor yang mempengaruhi hal tersebut ialah tingginya lonjakan harga komoditas global terutama harga komoditas minyak dan pangan. Kemudian pada tahun selanjutnya 2009 IHK tetap mengalami peningkatan dan berada pada posisi 117,03.
3. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Penanaman modal dalam negeri (PMDN) adalah Pengunaan kekayaan modal dalam negeri, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal. Pihak swasta yang memiliki modal dalam negeri, dapat secara perorangan atau merupakan badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku di Indonesia (Widjaya, 2000:25). PMDN ialah pengeluaran atau pembelanjaan modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang produksi, untuk menambah kemampuan memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian yang berasal dari investasi dalam negeri (Eni dan Siti, 2007: 63). Perkemabangan PMDN di Indonesia selama periode 1983-2009 dapat dilihat pada grafik 4.3. Realisai PMDN di Indonesia pada tahun 1983-1997
69
cendrung memiliki tingkat pertumbuhan yang positif, ini sebagai akibat membaiknya perekonomian pada saat itu. Perkembangan tersebut tidak terlepas dari berbagai kebijakan pemerintah yang ikut mendorong peningkatan realisasi investasi di Indonesia.
PMDN
PMDN
200000 180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Sumber: Indikator Ekonomi (BPS) Gambar 4.3 Perkembangan Penanaman Modal Dalam Negeri (dalam Miliar Rupiah) Periode 1983-2009
Pada grafik 4.3 terlihat bahwa nilai PMDN terus mengalami pergerakan yang meningkat dari tahun 1983 – 1997, hal ini didudukung oleh keadaan ekonomi yang membaik saat itu. Perkembangan investasi yang positif pada masa orde baru tersebut juga tidak dapat dilepas dari peranan pemerintah yang terus mendukung perkembangan investasi di Indonesia. Kebijakan tersebut diantaranya deregulasi sektor perbankan yang mempermudah 70
pendirian bank dan deregulasi pasar modal. Kebijakan tersebut ikut mendorong meningkatnya investasi di Indonesia. Tetapi setelah terjadi krisis ekonomi tahun 1998, PMDN mengalami pergerakan yang fluktuatif, bahkan cendrung negatif. Pada tahun 1998 dan 1999 nilai PMDN sebesar Rp.60.744.500.000 yang menurun menjadi Rp.55.600.300.000. Penurunan PMDN yang terjadi pada tahun tersebut, merupakan akibat dari krisis moneter yang terjadi di Indonesia. Penurunan investasi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pertama, dunia usaha dihadapkan pada beban yang cukup berat untuk mengatasi kenaikan harga bahan baku yang tinggi karena tingginya tingkat inflasi, kedua tingginya suku bunga kredit yang menghambat penyaluran kredit perbankan sehngga para investor kesulitan untuk memperoleh sumber pendanaan, dan ketiga situasi soail politik dan keamanan yang tidak stabil telah meningkatkan resiko dalam melakukan investasi. Pada tahun selanjutnya setelah krisis ekonomi tersebut, PMDN terus mengalami pergerakan yang fluktuatif. Tetapi di tahun 2007 PMDN mengalami penurunan yang cukup tajam, nilai PMDN turun dari Rp.188.516.400.000 menjadi Rp.20.359.900.000 miliar di tahun 2008. Hal ini di akibatkan karena krisis ekonomi yang melanda Amerika yang ikut berakibat pada lesunya minat investor-investor dalam negeri. Pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi Rp. 37.799.900.000 miliar.
71
4. Penanaman Modal Asing (PMA) Penanaman modal asing adalah penanaman modal asing secara langsung yang dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-Undang No. 1 tahun 1967 dan yang digunakan menjalankan perusahaan di Indonesia, dalam arti pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanam modal tersebut (Widjaya, 2000:25).
PMA
PMA
250000 200000 150000 100000 50000 0 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Sumber: Indikator Ekonomi (BPS) Gambar 4.4 Perkembangan Penanaman Modal Asing Periode 1983-2009
Penanaman modal asing meiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Indonesia sebagai salah satu negara berkembangan membutuhkan banyak tambahan modal untuk mendukung pertumbuhan ekonomi
72
negaranya. Selain itu investasi juga dapat mendorong terapreasinya nilai tukar rupiah, karena permintaa rupiah yang meningkat. Pada gambar 4.4 terlihat bahwa, terus terjadi peningkatan positif dari tahun 1983 sampai dengan tahun 1997. Keadaan ini menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang masih diminati oleh asing. Hal tersebut disebabkan oleh kondisi stabilitas ekonomi, politik dan keamanan Indonesia. Pada tahun berikutnya yaitu tahun 1998, PMA mengalami penurunan yaitu menjadi Rp.108.790.913.000. Hal ini sebagai dampak dari krisis ekonomi yang melanda Indonesia. Hal ini juga membuat keluarnya beberapa perusahaan asing seperti nike dan sony yang memindahkan penaman modalnya ke negara lain. PMA menunjukkan pergerakan yang kurang baik, jika dibandingkan dengan pergerakan PMA sebelum krisis. Pergerakan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, pada tahun 1998. Pada tahun 1999 PMA
terus
mengalami
kembali
mengalami
penurunan
yaitu
Rp.77.328.940.000. Pada tahun dua tahun berikutnya nilai realisasi PMA kembali meningkat, bahkan mencapai Rp.156.456.560.000. Hal ini di sebabkan sudah mulai pulihnya kepercayaan pada perekonmian Indonesia. meningkatnya investasi ini juga ditandai dengan meningkatnya impor bahan baku dan barang modal pada tahun tersebut. Tetapi pada tahun 2002 nilai PMA kembali menurun menjadi Rp.87.284.796.000, hal ini disebabkan kondisi perekonomian Indonesia yang dianggap masih tidak stabil. Selain itu ada indikasi beralihnya minat
73
investor asing dari sektor industri ke bidang perdagangan.
Pada tahun
selanjutnya nilai PMA terus mengalami pergerakan yang fluktuatif yang cendrung positif dan mengalami peningkatan yang cukup positif di tahun 2007 yaitu mencapai Rp.225.926.060.000. Hal ini didorong oleh permintaan minat yang investor untuk berinvestasi di Indonesia. Tetapi pada dua tahun berikunya yaitu tahun 2008 dan 2009, PMA kembali mengalami penurunan hal ini disebabkan sebagai dampak krisis ekonomi yang melanda Amerika dan beberapa negara eropa lainnya.
5. Variabel Dummy (Krisis Ekonomi) Variabel dummy krisis ini digunakan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan garis regresi baik dilihat dari perbedaan slope maupun intersep sebelum dan selama krisis ekonomi berlangsung. Krisis ekonomi yang melanda Indonesia merupakan efek yang melanda negara tetangga Indonesia yaitu Thailand. Krisis ekonomi tersebut akhirnya berdampak pada perekonomian Indonesia. Krisis ekonomi terjadi pertengahan tahun 1997 dan mencapai puncak krisis ekonomi pada tahun 1998, telah berdampak buruk pada perekonomian Indonesia. Dampak krisis ekonomi dirasakan hampir di seluruh sektor ekonomi di Indonesia,terutama terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Krisis ekonomi tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah per dollar AS jatuh. Pada tahun 1998 kurs rupiah berada pada posisi Rp.8.025 per dollar AS, dari posisi sebelumnya yaitu Rp.4.650 per dollar
74
AS. Hal ini disebabkan krisis ekonomi berdampak pada kelesuan seluruh bidang ekonomi di suatu negara.
B. Analisis dan Pembahasan 1. Hasil Uji Asumsi Klasik a. Hasil Uji Normalitas 7 Series: Residuals Sample 1983 2009 Observations 27
6 5 4 3 2 1 0 -0.2
-0.0
0.2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4.44e-16 -0.003437 0.408759 -0.246500 0.142677 0.960226 4.091037
Jarque-Bera Probability
5.488311 0.064303
0.4
Sumber: Data sekunder yang diolah Gambar 4.5 Hasil Uji Normalitas
Pengujian normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model peneltian, variabel dependen dan independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Model yang baik
75
adalah berdistribusi normal atau mendekati normal. Hal ini dapat dilihat dari nilai probability yang nilainya lebih besar dari 5 persen. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa uji statistik JB, nilai statistiknya sebesar 5,48311 yang lebih kecil dari nilai X2 tabel 0,05 df=(n-k) 27-5=22 sebesar 33,92444. Selain itu nilai probabilitas lebih besar dari α=5 persen yaitu: 0,064303 atau 6,4 persen. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan normlitas.
b. Hasil Uji Autokorelasi Pengujian autokorelasi dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah terdapat hubungan antara residual antar waktu pada model penelitian
yang digunakan, sehingga estimasi
menjadi
bias.
Identifikasi ada tidaknya permaslahan autokorelasi dilakukan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test. Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat dilihat pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Hasil Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic
0.721166
Probability
0.405339
Obs*R-squared
0.896429
Probability
0.343741
Sumber: Data sekunder yang diolah
76
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,343741. Nilai ini lebih besar dari derajat kesalahan (α)=5 persen atau 0,05. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat permasalahan autokorelasi.
c. Hasil Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Pengujian terhadap gejala heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melakukan White Test, Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilihat pada tabel 4.2. Tabel 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test:
F-statistic
2.743063
Probability
0.040111
Obs*R-squared
19.78666
Probability
0.100659
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.2 menujukkan bahwa, nilai Obs*R-squared adalah 19,78666 nilai ini lebih kecil dari χ2 tabel yaitu 33,92444. Selain itu nilai probabilitas Obs*R-squared adalah 0,100659. Nilai ini lebih
77
besar dari derajat kesalahan (α) = 5 persen (0,05), maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat permasalahan heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Linieritas Tabel 4.3 Hasil Uji Linieritas
Ramsey RESET Test: F-statistic
1.963620
Probability
0.175076
Log likelihood ratio
2.308348
Probability
0.128681
Sumber: Data sekunder yang diolah
Tabel 4.3 menujukkan bahwa , nilai probability untuk F-statistik adalah 0,175076, nilai tersebut lebih besar dari (α) = 5 persen (0,05), maka dapat dikatakan bahwa dalam model penelitian ini tidak terdapat permasalahan linieritas.
e. Hasil Uji Multikolinieritas Pengujian multikolinieritas dilakukan untuk menguji apakah dalam sebuah model terdapat hubungan linier antara variabel independen dalam suatu model regresi. Suatu model regresi dikatakan terkena multikolinieritas bila terjadi hubungan linier yang sempurna atau pasti
78
diantara beberapa atau seluruh variabel bebas dari suatu model regresi. Akibat yang ditimbulkan ialah terdapat kesulitan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinieritas dengan Regresi Auxiliary
Variabel
Koefisien R2
LIHK=f(LPMDN,LPMA,DM)
0,940293
LPMDN=f(LIHK,LPMA,DM)
0,723869
LPMA=f(LIHK,LPMDN,DM)
0,882534
DM=f(LIHK,LPMDN,LPMA)
0,889010
Sumber: Data sekunder yang diolah
Dari tabel 4.4, uji multikolinieritas dengan regresi auxiliary dapat menunjukkan koefisian determinasi regresi auxiliary masing-masing variabel. Hasil uji dengan regresi auxiliary menunjukkan bahwa R2LIHK = 0,8940293, R2LPMDN = 0,723869, R2LPMA = 0,882534 dan R2DM = 0,889010. Semua nilai koefisien determinasi tersebut harus lebih kecil dari koefisien determinasi untuk regresi aslinya (R2 = 0,973121). Dari hasil tersebut diketahui bahwa R-squared yang dihasilkan dari regresi auxiliary lebih kecil dari regresi model utama. Oleh karena itu dapat
79
disimpulkan bahwa pada model ini tidak terdapat permasalahan multikolinearitas.
3. Hasil Uji Regresi Metode OLS Hasil pengolahan data menggunakan regresi linier berganda dengan metode OLS untuk model persamaan LogER = α + β1LogIHK + β2LogPMDN + β3LogPMA + β4DM + μi adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5 Hasil Olah Data Dengan Metode OLS Dependent Variable: LER Method: Least Squares Date: 03/16/11 Time: 23:36 Sample: 1983 2009 Included observations: 27 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIHK LPMDN LPMA DM C
0.366086 0.010565 0.100658 0.751467 3.953790
0.139393 0.044710 0.047463 0.180189 0.674818
2.626292 0.236292 2.120770 4.170446 5.859048
0.0154 0.8154 0.0455 0.0004 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.973119 0.968231 0.155111 0.529304 14.77104 1.555914
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
8.221575 0.870248 -0.723781 -0.483811 199.1052 0.000000
Sumber: Data sekunder yang diolah
80
4. Hasil Uji Statistik a. Uji Parsial (Uji-t) Uji t statistik dapat dilakukan dengan uji satu sisi (one tail test), dengan α = 5%. Jika t-tabel < t-hitung berarti Ho ditolak atau variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen, tetapi jika t-tabel > t-hitung berarti Ho diterima, maka variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Tabel 4.6 Hasil Uji t-Statistik
Variabel
Prbabilitas
t-hitung
t-tabel
Keterangan
LIHK
0,0154
2.626619
1.717
Signifikan
LPMDN
0,8163
0.235152
1.717
Tidak signifikan
LPMA
0,0457
2.117947
1.717
Singifikan
DM
0,0004
4.165069
1.717
Signifikan
Sumber : data diolah dengan Eviews 5.0
1) Uji t-statistik terhadap variabel Inflasi / IHK Hipotesis pengaruh variabel Inflasi variabel nilai tukar rupiah per dollar AS adalah : Ho : X1 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
81
Ha : X1 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X1 = 2,626619 sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh ialah (2,626619 > 1,717). Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t tabel , sehingga Ho diterima maka dapat disimpulkan variabel X1 berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Nilai Prob. t-statistik Inflasi adalah 0,0154. Nilai ini lebih kecil dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima HA. Hal ini menunjukkan bahwa variabel Inflasi secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Nilai koefisien variabel inflasi adalah 0,366829 sehingga dapat diartikan jika inflasi mengalami kenaikan sebesar satu persen maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,366829 persen.
2) Uji t-statistk terhadap variabel Investasi (PMDN) Hipotesis pengaruh variabel Invetasi (PMDN) terhadap variabel nilai tukar rupiah per dollar AS adalah : Ho : X2 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
82
Ha : X2 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X2 = 0,235152 sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga dapat disimpulkan bahwa t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh 0.235152 < 1.717. Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug < t tabel , maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel X2 negatif dan tidak signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Nilai Prob. t-statistik PMDN adalah 0,8163. Nilai ini lebih besar dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak HAdan menerima Ho. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMDN secara individual tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah.
3) Uji t-statistk terhadap variabel Investasi (PMA) Hipotesis pengaruh variabel Invetasi (PMA) terhadap variabel nilai tukar rupiah per dollar AS adalah : Ho : X3 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Ha : X3 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X3 = 2,117947 sedangkan t-tabel = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga
83
dapat disimpulkan t-hitung > t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh 2,117947 > 1,717. Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t-tabel , maka Ho ditolak. Sehingga dapat disimpulkan variabel X3
positif dan
signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Selain itu, nilai Prob. t-statistik PMA adalah 0,0457. Nilai ini lebih kecil dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima HA. Hal ini menunjukkan bahwa variabel PMA secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah. Nilai koefisien variabel PMA adalah 0,100562 sehingga dapat diartikan jika PMA mengalami kenaikan sebesar satu persen maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,100562 persen.
4) Uji t-statistk terhadap variabel Dummy Krisis Hipotesis pengaruh variabel Inflasi variabel nilai tukar rupiah per dollar AS adalah : Ho : X4 = 0, maka variabel Independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Ha : X4 ≠ 0, maka variabel Independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Hasil perhitungan yang didapat adalah t-hitung X4 = 4,165069 sedangkan t-tabel = = 1,717 [df = n-k (27-5=22), α = 0,05], sehingga
84
dapat disimpulkan t-hitung
> t-tabel, tetapi hasil yang diperoleh
4,165069 > 1,717. Perbadingan tersebut menunjukkan jika t-hitug > t tabel, sehingga Ho diterima maka dapat disimpulkan variabel X4 berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Nilai Prob. t-statistik DM adalah 0,0004. Nilai ini lebih kecil dari α=5 persen atau 0,05 yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel dummy crisis secara individual berpengaruh secara signifikan terhadap variabel nilai tukar rupiah. Nilai koefisien variabel DM adalah 0,751027 sehingga dapat diartikan jika terjadi krisis ekonomi maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,7510 persen.
b. Uji F-statistik Uji statistik F digunakan untuk menguji signifikansi seluruh variabel independen secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel dependen, atau melihat pengaruh variabel independen secara bersamasama. Dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel. F tabel = (α : k-1, n-k), α = 0,05 (5-1= 4; 27-5 = 22). Hasil Perhitungan yang didapat adalah F hitung = 199,1173, sedangkan F tabel = 2,816708 (α = 0,05 ; 4 ; 22), Dari hasil perbandingan antara F hitung dan F tabel, menunjukkan nilai F hitung > F tabel maka Ho di tolak dan HA diterima. Dengan kata lain variabel
85
IHK, PMDN, PMA dan DM secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada tingkat kepercayaan 97 persen. Selain itu, nilai Prob. F-statistik adalah 0,000000. Nilai ini lebih kecil dari tingkat kesalahan (α=5 persen atau 0,05) yang berarti menolak Ho dan menerima Ha. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen (inflasi, PMDN, PMA, dan DM) bersama–sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen (nilai tukar rupiah). Nilai koefisien konstanta (C) adalah 3,955078 (β1, β2, β3, β4= 3,955078) berarti bila semua variabel independen (inflasi, PMDN, PMA, dan DM) naik sebesar satu persen secara rata-rata maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 3,955078 persen.
c. Koefisien Determinasi (R2) Perhitungan yang dilakukan untuk mengukur proporsi atau prosentase dari variasi total variabel dependen yang mampu dijelaskan oleh model regresi R2 dalam regresi sebesar 0.973121. Hal ini menunjukkan bahwa model regresi tersebut dapat menjelaskan sebesar 97,3121 persen terhadap permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini. Sedangkan sisanya sebesar 2,6879 persen dipengaruhi oleh variabael diluar model ini.
86
5. Interprestasi Ekonomi a. Inflasi Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien tingkat harga memiliki pengaruh yang posistif. Dapat diartikan jika Indek harga konsumen (IHK) mengalami kenaikan sebesar satu persen atau terjadi inflasi sebesar satu persen, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan terdepresiasi sebesar 0,366829 persen. Pengaruh positif Inflasi sesuai dengan teori paritas daya beli. Naiknya
harga
menyebabkan
barang
uang
akan
mendorong kehilangan
terjadinya
inflasi.
Inflasi
nilainya,
dalam
artiaan
berkurangnya barang dan jasa yang dapat dibeli dan berkurangnya jumlah mata uang lain yang dapat diperoleh. Sehingga hal ini mendorong rupiah terus terdepresiasi karena adanya inflasi. Jika tingkat harga (IHK) naik atau terjadi inflasi maka nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapatkan dollar AS akan terdepresiasi. Hal ini dapat memperburuk kestabilan nilai tukar rupiah, sehingga otoritas moneter perlu menjaga kestabilan tingkat harga. Oleh karena itu, kebijakan moneter dengan pengendalian inflasi harus menjadi salah satu perhatian utama negara Indonesia. Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh dua hasil penelitian sebelumnya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Triyono (2008:164) yang berjudul “Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang Inflasi berpengaruh pada kurs rupiah
87
terhadap dollar Amerika. Dan penelitian Indra Suhendra (2003:49) yang berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan Ekspektasi Nilai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap Dollar) Pasca Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agustus 1997”. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa perubahan tingkat harga yang merupakan cerminan dari inflasi berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek, pada periode 1997.9 -2001.12.
b. Investasi 1). Penanaman Modal Dalam Ngeri (PMDN) Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien PMDN (Penanaman Modal Dalam Negeri) tidak berpengaruh dengan nilai tukar rupiah. Nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dipengaruhi oleh permintaan dan penawaran rupiah terhadap dollar AS.
PMDN
merupakan bentuk penanaman modal yang berasal dari dalam negeri. Pada saat investor melakukan investasi, pengaruh yang timbul terhadap permintaan dan penawaran rupiah terhadap dollar AS sangat kecil atau tidak terpengaruh. Hal ini karena investasi dilakukan dengan mata uang rupiah, sedangkan mata uang asing dalam keadaan tetap atau tidak terpengaruh.
88
2). Penanaman Modal Asing (PMA) Hasil regresi tersebut menunjukkan bahwa koefisien PMA (Penanaman Modal Asing) memiliki pengaruh yang posistif dengan nilai tukar rupiah. Dapat diartikan jika PMA mengalami kenaikan sebesar satu persen, maka nilai tukar rupiah terhadap dollar AS akan terdepresiasi atau naik sebesar 0,100562 persen. Hal ini menujukkan bahwa saat nilai PMA meningkat maka nilai mata uang rupiah akan terdepresiasi. Terjadinya hubungan positif antara PMA dengan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Hal ini disebabkan oleh, PMA yang masih menggunakan input barang setengah jadi dan teknologi impor dalam proses produksinya. Hal tersebut menyebabakan adanya impor besarbesaran terhadap barang setengah jadi dan teknologi oleh para investor PMA. Kegiatan tersebut menyebabkan kurs rupiah terdepresiasi, karena
permintaan
mata
uang
dollar
AS
akan
meningkat,
meningkatnya permintaan tersebut menyebabkan rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. Pada penelitian yang dilakukan oleh Indra Suhendra (2003:51) yang berjudul “Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan Ekspektasi Nilai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (Terhadap Dollar) Pasca Penerapan Sistem Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agustus 1997”, yaitu investasi asing langsung berpengaruh positif pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS.
89
c. Dummy Krisis Pada hasil regresi ini diperoleh bahwa krisis ekonomi (DM) berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu krsis ekonomi dan nilai tukar rupiah mempunyai pengaruh yang positif. Jadi adanya krisis ekonomi akan melemahkan nilai rupiah yang harus di tukarkan untuk mendapat mata uang negara lain (dollar AS) atau rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. Berdasarkan hasil regresi, koefisien variabel krisis ekonomi bernilai 0,751027, sehingga pada saat krisis ekonomi terjadi maka nilai tukar rupiah akan terdepresiasi sebesar 0,751027 persen. Pada saat krisis ekonomi, berbagai perubahan terjadi pada kondisi perekonomian
Indonesia.
Nilai
rupiah
yang
dibutuhkan
untuk
mendapatakan mata uang negara lain (dollar AS) terdepresiasi secara tajam. Hal ini disebabkan karena krisis ekonomi mendorong, gojalak negatif pada perekonomian. Selain itu tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dalam negeri akan menurun, sehingga tingkat permintaan mata uang domestik pun ikut menurun. Disisi lain masyarakat lebih percaya terhadap mata uang asing, sehingga permintaan mata uang asing meningkat. Hal ini menyebabkan nilai tukar rupiah sebagai mata uang domestik akan terdepresiasi terhadap dollar AS. Krisis ekonomi yang mulai terjadi pada pertengahan tahun 1997 dan mencapai puncak pada tahun 1998. Krisis ekonomi ini bermula dari krisis
90
ekonomi Thailand, terdepresiasinya nilai tukar mata uang bath menyebabkan terjadinya krisis ekonomi. Krisis ekonomi yang terjadi tersebut kemudian menyebar ke beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, Korea dan termasuk Indonesia. Para spekulan pasar valuta asing dianggap menjadi salah satu faktor pendorong terjadinya krisis ekonomi. Tetapi selain faktor tersebut rapuhnya makro ekonomi Indonesia juga mendorong terjadinya krisis ekonomi. Krisis ekonomi tersebut, telah memberikan dampak buruk bagi perekonomian. Salah satu dari dampak buruk perekonomian tersebut ialah terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Adanya krisis ekonomi tersebut menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dalam negeri, sehingga mata uang rupiah akan terdepresiasi terhadap mata uang asing (dollar AS). Adanya krisis ekonomi juga menciptakan kelesuan usaha, kondisi stabilitas politik dan keamanan yang tidak stabil.
91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Penelitian ini mengkaji mengenai pengaruh inflasi dan investasi terhadap nilai tukar rupiah di Indonesia selama periode 1983-2009. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil pengujian secara individu terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah per dollar AS dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Hasil pengujian menunjukkan bahwa inflasi berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Jadi adanya kenaikan inflasi akan akan menyebabkan nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. Jadi nilai rupiah yang dibutuhkan untuk mendapat satu dolla AS akan meningkat. Inflasi merupakan faktor penting dalam perekonomian disuatu negara. Meningkatnya harga barang-barang menyebabkan terjadinya inflasi. Sehingga daya beli masyarakat terhadap suatu barang akan menurun masyarakat, karena jumlah uang sama tahun lalu tidak dapat untuk membeli barang yang sama tahun ini. Hal ini menyebabkan mata uang rupiah terus terdepresiasi karena inflasi. b. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa Penanaman Molda Dalam Negeri (PMDN) tidak berpengaruh terhadap nilai tukar rupiah. Hal tersebut disebabkan PMDN tidak berpengaruh terhadap pergerakan
92
nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Investor dalam negeri menggunakan mata uang domestik dalam melakukan investasinya, sehingga permintaan dan penawaran terhadap mata uang asing tidak terpengaruh. c. Hasil Pengujian ini menunjukkan bahwa Penanaman Modal Asing (PMA) berpengaruh positif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Jadi saat nilai PMA maka akan menyebabakan rupiah terdepresiasi terhadap dollar. Hal ini karena PMA masih menggunakan input bahan setengah jadi dan teknologi impor. Sehingga menyebabkan permintaan mata uang asing meningkat, hal ini mendorong nilai tukar rupiah terdepresiasi terhadap dollar AS. d. Hasil pengujian menunjukkan bahwa krisis ekonomi (DM) mempunyai pengaruh posistif terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS. Sehingga saat krisis ekonomi terjadi nilai tukar mata uang rupiah akan terdepresiasi terhadap dollar. Adanya krisis ekonomi tersebut menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap mata uang dalam negeri, sehingga mata uang rupiah akan terdepresiasi terhadap mata uang asing (dollar AS). 2. Variabel inflasi, investasi (PMDN dan PMA), serta dummy crisis secara bersama–sama mampu menjelaskan pengaruh pada nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dengan probability F-statistk ER = 0,000000 atau lebih kecil dari α = 5 persen. Nilai koefisien konstanta adalah 3,955078, berarti bila semua variabel independen naik satu persen secara rata-rata maka nilai
93
tukar rupiah terhadap dollar AS akan mengalami kenaikan sebesar 3,955078 persen. 3. Besarnya R-squared pada hasil estimasi model nilai tukar rupiah adalah sebesar 0,973121. Hal ini berarti 97,3121 persen perubahan nilai tukar rupiah secara bersama-sama dapat dijelaskan oleh variabel independen yang digunakan dalam model yaitu Inflasi, PMDN, PMA dan Dummy Krisis. Sedangkan sisanya sebesar 2,6879 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model yang digunakan.
B. Implikasi Implikasi kebijakan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh Inflasi dan Investasi terhadap nilai tukar rupiah per dollar AS adalah pemerintah harus menjaga nilai tukar rupiah dengan kebijakan– kebijakan yang dimilikinya.
C. Saran Dasri hasil penelitian yang diperoleh makan dapat diajukan beberapa saran yang bisa dijadikan sebagai pertimbangan bagi pengambilan kebijakan, saran tersebut adalah sebagai berikut : 1. Dengan ditemukannya bahwa bila Inflasi meningkat maka nilai tukar rupiah juga akan terdepresiasi, maka kebijakan yang dapat diambil adalah dengan menjaga kestabilan inflasi yang terjadi di masyarakat, sehingga harga barang-barang tidak meningkat terlalu tinggi. Maka nilai tukar rupiah
94
terhadap dollar akan berada dalam keadaan stabil dan inflasi pun pun juga demikian. 2. Hasil penelitian menemukan bahwa peningkatan PMA akan menimbulkan depresiasi nilai tukar rupiah. Hal ini disebabkan karena PMA masih banyak menngunakan input bahan baku impor dalam proses produksinya. Untuk itu pemerintah perlu mendorong PMA yang lebih menguntungkan bagi perekonomian. 3. Pemerintah Indonesia harus menjaga perekonomiannya agar permasalahan krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia tidak terulang lagi. Sehingga pemerintah secara insentif harus menjaga kestabilan seluruh sektor ekonomi agar perekonomian yang sehat dapat terus terjaga. 4. Dalamb penelitian selanjutnya, perlu adanya penambahan variabel makroekonomi lain yang kemungkinan mempengaruhi nilai tukar rupiah agar model estimasi dapat lebih dipercaya mampu menjelaskan nilai tukar rupiah.
95
DAFTAR PUSTAKA
Achsani, Ahmad. dkk. 2010. “The relationship between Inflation and real excange rate:comparative study between Asean + 3, EU and Nort America”. European Journal of Economics, Finance and Administrative Sciences. Atmaja, Adwin Surja. 2002.” Analisa pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dollar amerika setelah diterapkannya kebijakan sistem nilai tukar mengambang bebas di Indonesia.” Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 4, No. 1. Ball, Christoper P.dkk, 2010. “Remittances, inflation, and exchange rate regimes in small open Economies”. Journal of Economics and Finance. Badan Pusat Statistik. Indikator Ekonomi, Berbagai edisi, Jakarta. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia,Berbagai edisi, Jakarta. Curry, Jeffrey Edmun, 2001, “Memahami Ekonomi Internasional”. Jakarta: PPM. Deliarnov. 2006. “Ekonomi Politik”. Jakarta: Erlangga. Hamid, Abdul. 2009. “Buku Panduan Penulisan Skripsi”. Jakarta: UIN. Hamja, Yahya. 2008. ”Modul Ekonometrik I”. Jakarta: UIN. Herlambang, Sugiarto dan Baskara Said Kelana. 2001. “Ekonorni Makro: Teori Analisis dan Kebijakan”. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Husman, Jardine A. 2007. “Dampak Fluktuasi Nilai Tukar Terhadap Output Dan Harga: Perbandingan Dua Rezim Nilai Tukar”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Insukindro. 2003. “Modul Pelatihan Ekonometrika”. Yogyakarta: UGM. Karunia, Nurul Y. 2005. “Faktor yang mempengaruhi kurs rupiah terhadap yen tahun 1970-2002 : Error Corection Model (ECM)”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 6, No. 2. Kharie, Latif. 2006. “Hubungan Kausal Dinamis Antara Variabel-Variabel Moneter Utama dan Output : Kasus Indonesia Di Bawah Sistem Nilai Tukar Mengambang Dan Mengambang Terkendali”. Buletin Ekonoomi Moneter.
96
Kuncoro, Mudrajad. 2003. “Metode Riset Untuk Bisnis dan Ekonomi”. Jakarta: Erlangga. Krugman, Paul R. 2005. “Ekonomi Internasional Teori dan Kebijakan”, edisi ke dua. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Kuncoro, Mudrajat. 2001. “Ekonomi Pembangunan : Teori Masalah dan Kebijakan. Yogyakrta : UPP AMP YKPN. Kuncoro, Mudrajat. 1996. “Manajemen Keuanagn Internasional”. Yogyakrta : UPP AMP YKPN. Lukman. 2007. Modul I Praktikum Statistik Lab. Alat Analisis Kuantitatif. Semester Ganjil Tahun Akademik 2007/2008. Jakarta : UIN. Mankiw, N. Gregory. 2006. “Makroekonom”. Jakarta : Erlangga. Raharja, Pratama. 2008. “Pengantar Ekonomi makroekonmi)”.Edisi ke tiga. Jakarta : LPFEUI.
(mikroekonomi
dan
Rehman, Hafez ur. dkk. 2010. “ Impact Foreign Direct Investmen (FDI) Inflow On Equilibrium Real Exchange Rate Of Pakistan”. Research Journal of South Asian Studies. Vol. 25 No. 1, January-June 2010. Setyowati, Eni dan Siti Fatimah. 2007. “Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi investasi dalam negeri di Jawa Tengah”. Jurnal Ekonomi, Vol. 8. Simorangkir, Iskandar dan Suseno. 2005. “Sistem dan Kebijakan Nilai Tukar”. Jakarta : PBSK BI. Suhendra, Indra. 2003. “Pengaruh Faktor Fundamental, Faktor Resiko, dan Ekspektasi NIlai Tukar Terhadap Nilai Tukar Rupiah (terhadap Dollar) Pasca Penerapan Kurs Mengambang Bebas Pada Tanggal 14 Agusutus 1997 (Periode September 1997 S.D. Desember 2001)”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan. Sukirno, Sadono. 2003 ”Pengantar Teori Eonomi Makro”. Jakarta : Grafindo Persada, Suryatno. 2003. “Hutang Luar Negeri, Penanaman Modal Asing (PMA), Ekspor dan Peranan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 1975-2000”. Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 4, No.1. Triyono.2008. ”Analisis Perubahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika”. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 9, No. 2, Desember.
97
Widjaya, I.G. Rai. 2000. “Penanaman Modal Pedoman Prosedur Mendirikan Dan Menjalankan Perusahaan Dalam Rangka PMA dan PMDN”. Pradyan Paramita, Jakarta. Widarjono, Agus. 2007. “Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis”. Yogyakarta : Ekonisia FE UII. Winarno, Wing Wahyu. 2007.“Analisis Ekonometrik dan Statistika dengan Eviews”. UPP STIM YKPM, Yogyakarta.
98
99
Lampiran 1 : Data Penelitian (Data Mentah)
OBS
ER
IHK
PMDN
PMA
DM
1983
1020
8.56
7,428,200,000
2,939,844,000
0
1984
1103
9.33
2,099,900,000
1,221,131,300
0
1985
1114
9.74
3,749,700,000
956,926,000
0
1986
1282
10.63
4,416,700,000
1,059,060,200
0
1987
1643.8
11.62
1,026,500,000
2,394,852,200
0
1988
1685.7
12.27
14,915,900,000
7,475,236,700
0
1989
1795
13.02
19,593,900,000
847,024,600
0
1990
1901
14.44
56,510,500,000
16,635,841,000
0
1991
1992
15.98
41,077,900,000
17,485,776,000
0
1992
2062
16.9
29,450,400,000
21,286,438,000
0
1993
2110
18.77
39,450,400,000
17,179,198,000
0
1994
2200
21.25
53,289,100,000
52,193,460,000
0
1995
2308
23.28
69,853,000,000
92,123,128,000
0
1996
2383
24.94
100,715,200,000
71,326,526,000
0
1997
4650
27.98
119,755,500,000
154,038,225,000
0
1998
8025
49.17
60,748,500,000
108,790,913,000
1
1999
7100
50.06
55,600,300,000
77,328,940,000
1
2000
9595
54.19
88,294,400,000
146,638,466,000
1
2001
10400
61.1
58,636,000,000
156,456,560,000
1
2002
8940
68.12
25,262,400,000
87,284,796,000
1
2003
8465
71.71
48,484,800,000
111,798,948,000
1
2004
9290
76.36
36,747,600,000
95,476,117,000
1 100
2005
9830
89.49
50,577,400,000
133,484,519,000
1
2006
9020
95.47
162,767,200,000
140,928,480,000
1
2007
9419
101.83
188,516,400,000
225,926,060,000
1
2008
10950
113.86
20,359,900,000
162,841,830,000
1
2009
9400
117.03
37,799,900,000
101,662,880,000
1
Keterangan : ER
: Nilai Tukar (Rp/Dollar AS)
PMDN
: Penanaman Modal Dalam Negeri (Rp)
PMA
: Penanaman Modal Asing (Rp)
DM
: Dummy Crisis DM = 0 (Sebelum Krisis Ekonomi) DM = 1 (Setelah Krisis Ekonomi)
101
Lampiran 2 : Hasil Data Setelah Diestimasi
OBS
LER
LIHK
LPMDN
LPMA
DM
1983
6.927558
2.147100
22.72855
21.80162
0.000000
1984
7.005789
2.233235
21.46516
20.92304
0.000000
1985
7.015712
2.276241
22.04494
20.67924
0.000000
1986
7.156177
2.363680
22.20866
20.78065
0.000000
1987
7.404766
2.452728
20.74942
21.59659
0.000000
1988
7.429936
2.512035
23.42569
22.73486
0.000000
1989
7.492760
2.566487
23.69848
20.55724
0.000000
1990
7.550135
2.670002
24.75769
23.53483
0.000000
1991
7.596894
2.771338
24.43874
23.58465
0.000000
1992
7.631432
2.827314
24.10597
23.78134
0.000000
1993
7.654443
2.932260
24.39831
23.56697
0.000000
1994
7.696213
3.056357
24.69900
24.67822
0.000000
1995
7.744137
3.147595
24.96966
25.24639
0.000000
1996
7.776115
3.216473
25.33556
24.99053
0.000000
1997
8.444622
3.331490
25.50872
25.76047
0.000000
1998
8.990317
3.895284
24.83001
25.41269
1.000000
1999
8.867850
3.913222
24.74145
25.07133
1.000000
2000
9.168997
3.992496
25.20394
25.71123
1.000000
2001
9.249561
4.112512
24.79461
25.77605
1.000000
2002
9.098291
4.221271
23.95258
25.19244
1.000000
2003
9.043695
4.272630
24.60452
25.43997
1.000000
2004
9.136694
4.335459
24.32734
25.28214
1.000000
102
2005
9.193194
4.482890
24.64677
25.61725
1.000000
2006
9.107200
4.558812
25.81559
25.67151
1.000000
2007
9.150484
4.623305
25.96245
26.14347
1.000000
2008
9.301095
4.734970
23.73683
25.81605
1.000000
2009
9.148465
4.762430
24.35557
25.34493
1.000000
103
Lampiran 3 : Hasil Uji Regresi Log Linier
Dependent Variable: LER Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:15 Sample: 1983 2009 Included observations: 27 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIHK LPMDN LPMA DM C
0.366829 0.010513 0.100562 0.751027 3.955078
0.139658 0.044709 0.047481 0.180316 0.674983
2.626619 0.235152 2.117947 4.165069 5.859526
0.0154 0.8163 0.0457 0.0004 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.973121 0.968233 0.155106 0.529273 14.77184 1.559316
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
8.221575 0.870248 -0.723840 -0.483870 199.1173 0.000000
104
Lampiran 4 : Hasil Uji Normalitas JB Test
7 Series: Residuals Sample 1983 2009 Observations 27
6 5 4 3 2 1 0 -0.2
-0.0
0.2
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4.44e-16 -0.003437 0.408759 -0.246500 0.142677 0.960226 4.091037
Jarque-Bera Probability
5.488311 0.064303
0.4
105
Lampiran 5 : Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared
0.721166 0.896429
Probability Probability
0.405339 0.343741
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:16 Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIHK LPMDN LPMA DM C RESID(-1)
0.062685 -0.008173 -0.005347 -0.094345 0.152579 0.218963
0.158756 0.046013 0.048198 0.212776 0.702660 0.257842
0.394850 -0.177618 -0.110948 -0.443401 0.217144 0.849215
0.6969 0.8607 0.9127 0.6620 0.8302 0.4053
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.033201 -0.196989 0.156098 0.511701 15.22767 1.793888
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
4.44E-16 0.142677 -0.683531 -0.395567 0.144233 0.979620
106
Lampiran 6 : Hasil Uji Hetrokedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
2.743063 19.78666
Probability Probability
0.040111 0.100659
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:16 Sample: 1983 2009 Included observations: 27 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LIHK LIHK^2 LIHK*LPMDN LIHK*LPMA LIHK*DM LPMDN LPMDN^2 LPMDN*LPMA LPMDN*DM LPMA LPMA^2 LPMA*DM DM
4.799488 -1.257478 0.154353 0.106195 -0.096376 -0.268756 -0.008191 0.013597 -0.039923 -0.120332 -0.287276 0.033195 0.030901 3.171069
5.156751 1.335329 0.116468 0.068595 0.100834 0.305870 0.315289 0.008836 0.016679 0.120783 0.421142 0.012606 0.132477 1.524492
0.930719 -0.941699 1.325279 1.548144 -0.955789 -0.878661 -0.025980 1.538797 -2.393564 -0.996261 -0.682135 2.633206 0.233258 2.080081
0.3690 0.3635 0.2079 0.1456 0.3566 0.3955 0.9797 0.1478 0.0325 0.3373 0.5071 0.0207 0.8192 0.0579
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.732839 0.465678 0.025672 0.008568 70.43889 2.229526
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.019603 0.035121 -4.180659 -3.508743 2.743063 0.040111
107
Lampiran 7 : Hasil Uji Linieritas Ramsey RESET Test: F-statistic Log likelihood ratio
1.963620 2.308348
Probability Probability
0.175076 0.128681
Test Equation: Dependent Variable: LIHK Method: Least Squares Date: 03/05/11 Time: 10:16 Sample: 1983 2009 Included observations: 27 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LPMDN LPMA DM C FITTED^2
-0.027252 -0.248557 -2.543567 5.873084 0.428499
0.070260 0.319802 2.615466 5.636138 0.305788
-0.387875 -0.777221 -0.972510 1.042041 1.401292
0.7018 0.4453 0.3414 0.3087 0.1751
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.945186 0.935219 0.226874 1.132383 4.504075 0.903063
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
3.422578 0.891380 0.036735 0.276705 94.83872 0.000000
108
Lampiran 8 : Hasil Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: LIHK Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:17 Sample: 1983 2009 Included observations: 27
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LPMDN
0.008832
0.066727
0.132355
0.8959
LPMA
0.192335
0.058455
3.290289
0.0032
DM
1.116769
0.135103
8.266073
0.0000
C
-1.922114
0.924646
-2.078756
0.0490
R-squared
0.940293
Mean dependent var
3.422578
Adjusted R-squared
0.932505
S.D. dependent var
0.891380
S.E. of regression
0.231578
Akaike info criterion
0.048155
Sum squared resid
1.233455
Schwarz criterion
0.240131
Log likelihood
3.349901
F-statistic
120.7386
Durbin-Watson stat
0.808642
Prob(F-statistic)
0.000000
109
Dependent Variable: LPMA Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:18 Sample: 1983 2009 Included observations: 27
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIHK
1.664021
0.505737
3.290289
0.0032
LPMDN
0.615482
0.148595
4.142012
0.0004
DM
-0.796556
0.774253
-1.028806
0.3143
C
3.907129
2.850077
1.370886
0.1836
R-squared
0.882534
Mean dependent var
24.09984
Adjusted R-squared
0.867212
S.D. dependent var
1.869255
S.E. of regression
0.681158
Akaike info criterion
2.205909
Sum squared resid
10.67146
Schwarz criterion
2.397885
F-statistic
57.60031
Prob(F-statistic)
0.000000
Log likelihood Durbin-Watson stat
-25.77977 1.692009
110
Dependent Variable: LPMDN Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:18 Sample: 1983 2009 Included observations: 27
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIHK
0.086175
0.651089
0.132355
0.8959
LPMA
0.694151
0.167588
4.142012
0.0004
DM
-0.827387
0.823067
-1.005250
0.3252
C
7.473712
2.735181
2.732438
0.0119
R-squared
0.723869
Mean dependent var
24.12986
Adjusted R-squared
0.687852
S.D. dependent var
1.294754
S.E. of regression
0.723381
Akaike info criterion
2.326193
Sum squared resid
12.03545
Schwarz criterion
2.518169
F-statistic
20.09797
Prob(F-statistic)
0.000001
Log likelihood Durbin-Watson stat
-27.40361 1.755488
111
Dependent Variable: DM Method: Least Squares Date: 02/18/11 Time: 19:19 Sample: 1983 2009 Included observations: 27
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
LIHK
0.669933
0.081046
8.266073
0.0000
LPMDN
-0.050867
0.050601
-1.005250
0.3252
LPMA
-0.055231
0.053685
-1.028806
0.3143
C
0.710024
0.766371
0.926475
0.3638
R-squared
0.889010
Mean dependent var
0.444444
Adjusted R-squared
0.874534
S.D. dependent var
0.506370
S.E. of regression
0.179362
Akaike info criterion
-0.462863
Sum squared resid
0.739930
Schwarz criterion
-0.270887
Log likelihood
10.24865
F-statistic
61.40890
Durbin-Watson stat
0.716464
Prob(F-statistic)
0.000000
112