e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENGARUH TGT BERBANTUAN CONCEPT MAPPING TERHADAP MINAT BELAJAR IPA KELAS IV SD GUGUS IV PUPUAN I Kd. Dwirya Oka Subrata1, Ni Nym. Kusmariyatni2, Pt. Nanci Riastini 3 1,2,3
Jurusan PGSD, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected] 2,
[email protected] Abstrak Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap minat belajar IPA siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan Tahun Pelajaran 2014/2015. Penelitian ini merupakan quasi eksperiment dengan rancangan non-equivalent post test only control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah random sampling, tetapi yang dirandom adalah kelas. Kelas yang menjadi sampel penelitian adalah kelas IV di SD Negeri No. 3 Belimbing dan SD Negeri No 1 Sanda. Instrumen penelitian ini adalah kuesioner minat belajar IPA. Data yang diperoleh dianalisis dalam dua tahap, yaitu analisis statistik deskriptif dan analisis statistik inferensial (uji-t sample independent). Berdasarkan hasil analisis data minat belajar IPA, ditemukan hasil yaitu terdapat perbedaan minat belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (thit=4,419 > ttab=2,000). Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping berpengaruh terhadap minat belajar IPA pada siswa kelas IV di SD Gugus IV Kecamatan Pupuan Tahun Pelajaran 2014/2015. Kata-kata kunci: concept mapping, minat, TGT Abstract The aim of this study was to determine the differences between groups of students that learned by a TGT learning model assisted with concept mapping media. The groups of students that learned by conventional learning model to learn science toward their interest for the fourth grade students in Cluster IV Pupuan district in Academic Year 2014/2015. In this study used quasi experimental design with non-equivalent post test only control group design. The population was around the fourth grade elementary schools students in Cluster IV Pupuan district. The sampling technique used was random sampling, in this research the class were randomized. The sample class that was used in this research was fourth grade students of SD Negeri 3 Belimbing and SD N 1 Sanda. The research instrument was a questionnaire of interest in learning science. The data obtained were analyzed in two stages, namely the descriptive statistical analysis and inferential statistical analysis (independent sample t-test). Based on result of the data analysis showed that students interest in learning science, found that there was significant difference interest in learning science between groups of students that learned with a media-assisted learning model TGT assisted with concept mapping and groups of students that learned with conventional learning models (tobs = 4.419 > ttab = 2,000). Based on the explanation above, it can be concluded that learning using TGT learning model and concept mapping media affect the interest of learning science for fourth grade elementary students in Cluster IV Pupuan district in academic year 2014/2015. Key words: concept mapping, interest, TGT
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENDAHULUAN Berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan salah satu mata pelajaran pokok yang diajarkan pada jenjang sekolah dasar. IPA berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis (Trianto, 2007b). Hal ini menandakan bahwa IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Untuk itu, pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk dapat mewujudkan harapan pendidikan IPA, proses pembelajarannya harus menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Susanto (2014) mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran, siswa dituntut lebih proaktif dalam menggali ilmu pengetahuan, belajar secara mandiri dan mencapai kompetensi yang disyaratkan. Guru harus mampu menjadi fasilitator bagi siswa, mampu memanfaatkan dan menggunakan model dan sumber belajar yang tepat, sehingga siswa dapat mengikuti pembelajaran secara aktif dan menyenangkan. Dengan demikian, keberhasilan pembelajaran yang ditandai dengan perolehan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap positif pada diri individu, akan dapat tercapai. Pada kenyatannya, pembelajaran IPA tidak seperti yang diharapkan. Mata pelajaran IPA menjadi mata pelajaran yang dianggap sulit oleh sebagian besar siswa, termasuk pada jenjang sekolah dasar. Hal tersebut disebabkan oleh lemahnya pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan para guru di sekolah. Hal ini sejalan dengan laporan dari Raharjo (dalam Susanto, 2014) menyebutkan bahwa dalam pembelajaran di sekolah dasar saat ini,
guru masih menganggap siswa sebagai objek, bukan sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga guru dalam proses pembelajaran masih mendominasi aktivitas belajar. Siswa pun hanya menerima informasi dari guru secara pasif. Sejalan dengan hal tersebut, Solihatin (dalam Susanto, 2014) juga menemukan kelemahan-kelemahan di lapangan, antara lain sebagai berikut. a) Model pembelajaran konvensional/ceramah mendominasi, b) siswa hanya dijadikan objek pembelajaran, c) pembelajaran yang berlangsung cenderung tidak melibatkan pengembangan pengetahuan siswa, karena guru selalu mendominasi pembelajaran (teacher centered). Akibatnya proses pembelajaran sangat terbatas, sehingga kegiatan pembelajaran hanya diarahkan pada pengembangan aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif serta psikomotor, d) pembelajaran bersifat hafalan semata sehingga siswa kurang bergairah dalam belajar, dan e) dalam proses pembelajaran proses interaksi searah hanya dari guru ke siswa. Kondisi seperti ini mengakibatkan siswa kurang berminat untuk belajar, mengganggap IPA sebagai mata pelajaran yang sulit, dan identik dengan menghafal teori. Minat merupakan hal penting dalam belajar. Jahja (2012: 63) menyatakan minat adalah “suatu dorongan yang menyebabkan terikatnya perhatian individu pada objek tertentu seperti pekerjaan, pelajaran, benda, dan orang.” Dengan berkurangnya minat belajar siswa terhadap pelajaran IPA akan mengakibatkan berkurangnya motivasi belajar siswa, sehingga pada akhirnya tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Berdasarkan hasil kuesioner yang telah diisi oleh siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan ditemukan permasalahan yang sama seperti uraian di atas. Dari 6 SD yang ada di Gugus IV Kecamatan Pupuan, rata-rata minat belajar IPA siswa kelas IV SD hanya 63%. Hasil kuesioner yang mengukur keempat indikator minat belajar IPA dapat dilihat pada Tabel 01.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Tabel 01. Minat Belajar IPA Siswa Kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan Indikator minat Kesukaan Ketertarikan Perhatian Keterlibatan Rata-rata
Minat belajar IPA (%) SDN No. 1 SDN No. 2 SDN No. 3 SDN No. 4 Belimbing Belimbing Belimbing Belimbing 76% 65% 72% 79% 71% 68% 70% 79% 50% 71% 56% 55% 59% 42% 55% 40% 64% 62% 63% 63%
Berdasarkan tabel di atas, minat belajar siswa kelas IV masih dalam kategori rendah. Kategori rendah tersebut didasarkan pada kriteria penilaian dengan skala lima yang dikemukakan oleh Rasyid dan Mansur (2007). Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan pada bulan Februari 2015, kurangnya minat belajar siswa disebabkan oleh guru yang belum sepenuhnya melaksanakan pembelajaran secara aktif, kreatif, dan melibatkan siswa dalam pembelajaran. Metode ceramah paling mendominasi dan penggunaan media pembelajaran bisa dikatakan tidak ada. Selain itu, dari wawancara yang dilakukan dengan guru kelas IV, diperoleh hasil bahwa dalam pembelajaran guru hanya terpaku pada buku teks sebagai satusatunya sumber belajar. Akibatnya minat belajar IPA siswa kelas IV di Gugus IV Kecamatan Pupuan belum meningkat. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan minat belajar siswa adalah menggunakan pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan. Model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajaran dapat menjadikan siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran di kelas. Di samping itu, guru juga harus menggunakan media pembelajaran yang bervariasi agar menambah ketertarikan siswa untuk belajar. Berdasarkan hal tersebut maka dipilih model pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) untuk meningkatkan minat belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. TGT merupakan pembelajaran kooperatif yang menggunakan turnamen akademik dan kuis-kuis. Para siswa sebagai wakil tim berlomba dengan
SDN No. 5 SDN No. 1 Belimbing Sanda 69% 71% 66% 65% 57% 58% 63% 55% 64% 62%
anggota tim lain yang kinerja akademiknya setara (Slavin, 2008). Sejalan dengan pendapat di atas, Silver, dkk. (2012) menambahkan bahwa, Tim Pertandingan Turnamen atau TGT mengoptimalkan penguasaan konten melalui kompetisi dan juga kooperasi. Pada pelajaran TGT, para murid yang berlevel kemampuan berbedabeda bekerja sama dalam tim-tim belajar untuk meninjau konten penting, serta membantu satu sama lain menopang kesenjangan-kesenjangan dalam pemelajaran mereka. Para murid kemudian meninggalkan tim-tim belajar mereka untuk berkompetisi dengan para murid dari timtim belajar lain, dalam suatu turnamen akademis. Saat berlangsungnya turnamen ini, para murid memperoleh poin-poin bagi tim belajar mereka dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dan menantang jawaban-jawaban para pemain lain. Jadi, tim-tim belajar yang paling kooperatif yang bekerja paling efektif dalam penyiapan semua anggotanya hingga berhasil dalam kompetisi memperoleh poin terbesar. Selain itu, Slavin (2008) juga mengungkapkan bahwa model pembelajaran TGT dapat menumbuhkan kegembiraan pada siswa karena menggunakan permainan. Jika siswa merasa gembira dalam pembelajaran maka minat belajar siswa pun akan meningkat pula. Selain itu, dalam pembelajaran siswa akan berkompetisi dalam suasana yang kontruktif/positif. Hal tersebut karena dalam permainan siswa akan menghadapi siswa lain yang memiliki kemampuan akademis setara, sehingga siswa lebih bersemangat dalam pembelajaran. Jika suasana seperti ini dirasakan secara terus-menerus maka minat belajar siswa akan tumbuh secara sendirinya.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Akan tetapi, jika hanya model yang baik tanpa didukung oleh media yang tepat, tujuan pembelajaran tidak pula dapat tercapai maksimal. Agar model pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien, maka digunakan concept mapping sebagai media pembelajaran. Martin (dalam Trianto, 2007b) mendefinisikan peta konsep sebagai ilustrasi grafis konkret yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke konsepkonsep lain pada kategori yang sama. Dengan concept mapping, siswa akan mengingat banyak informasi yang mereka tulis karena concept mapping menggunakan konsep-konsep atau ide-ide pokok yang saling berhubungan antara satu dengan yang lainnya. Makna dari beberapa konsep akan mudah dipahami dengan melihat hubungan/keterkaitan antara satu konsep dengan konsep yang lainnya. Selain itu, siswa lebih mudah mengingat materi pelajaran, karena daya ingat otak dengan gambar jauh lebih kuat bertahan dalam otak dibandingkan daya ingat otak akan susunan kalimat (Munthe, 2009). Tidak hanya itu, concept mapping yang berbentuk bagan akan menimbulkan ketertarikan atau perhatian yang menyebabkan timbulnya rasa senang pada diri siswa, yang pada akhirnya akan mendatangkan kepuasan pada diri siswa. Jika kepuasan siswa meningkat, maka minat belajar siswa pun akan meningkat pula. Siswa yang memiliki minat belajar tinggi akan selalu berusaha mengikuti proses pembelajaran dengan sebaikbaiknya untuk memperoleh hasil belajar yang optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa model pembelajaran TGT berbantuan concept mapping sangat berbeda dengan model pembelajaran konvensional yang dilakukan oleh guruguru di sekolah. Perbedaan ini dapat dilihat dari sintaks dan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Dengan perbedaanperbedaan antara model TGT berbantuan concept mapping dan model pembelajaran konvensional diyakini memberikan efek yang berbeda terhadap minat belajar IPA. Dengan demikian maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional terhadap minat belajar IPA siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan Tahun Pelajaran 2014/2015.
METODE Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimen semu (quasi eksperiment). Alasan penelitian ini disebut eksperimen semu karena dalam penelitian ini unit eksperimennya berupa kelas. Penempatan subjek ke dalam kelompok yang dibandingkan tidak dilakukan secara acak. Individu sudah ada dalam kelompok yang dibandingkan sebelum diadakannya penelitian. Desain Penelitian yang digunakan adalah non equivalent post-test only control group design. Desain ini dapat dilihat pada Tabel 02.
Tabel 02. Non Equivalent Post-test Only Control Group Design Kelas Eksperimen Kontrol
Treatment X –
Post-test O1 O2 (diadaptasi dari Dantes, 2012)
Keterangan: X = treatment terhadap kelompok eksperimen, – = tidak menerima treatment, O1 = post–test terhadap kelompok eksperimen, O2 = post–test terhadap kelompok kontrol Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas IV Sekolah Dasar di Gugus IV
Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan pada tahun pelajaran 2014/2015. Gugus ini
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
terdiri dari enam sekolah, sehingga terdapat enam kelas IV, dengan jumlah seluruh siswanya sebanyak 104 orang. Dari enam kelas tersebut diambil dua kelas sebagai
kelas eksperimen dan kelas kontrol. Distribusi populasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 03.
Tabel 03. Komposisi Anggota Populasi No. 1 2 3 4 5 6
Nama Sekolah Jumlah Siswa Kelas IV Kelas IV SDN No.1 Belimbing 9 Kelas IV SDN No.2 Belimbing 15 Kelas IV SDN No.3 Belimbing 28 Kelas IV SDN No.4 Belimbing 10 Kelas IV SDN No.5 Belimbing 21 Kelas IV SDN No.1 Sanda 21 Jumlah 104 (Sumber: Tata Usaha SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan, 2015)
Dari enam SD yang ada di gugus IV dilakukan uji kesetaraan untuk menentukan sampel setara atau tidak. Uji kesetaraan pada penelitian ini dilakukan dengan menganalisis hasil dari kuesioner minat belajar IPA yang telah diisi oleh siswa kelas IV di gugus IV Kecamatan Pupuan. Uji kesetaraan dilakukan dengan menggunakan analisis varians satu jalur (ANAVA A). Hasil dari uji kesetaraan menunjukkan bahwa minat siswa SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan setara. Kemudian, dari keenam sekolah dasar yang ada di Gugus IV Kecamatan Pupuan dilakukan pengundian untuk diambil dua kelas yang dijadikan sampel penelitian. Kedua kelas tersebut diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian untuk menentukan kelas eksperimen dan kontrol, diperoleh sampel yaitu kelas IV SD Negeri No. 3 Belimbing sebagai kelas eksperimen dan kelas IV SD Negeri No. 1 Sanda sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelas kontrol diberikan perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Penelitian ini melibatkan dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping, sedangkan
variabel tergantungnya adalah minat belajar IPA. Data yang diperlukan adalah data minat belajar IPA. Untuk mengumpulkan data tersebut, dalam penelitian ini digunakan metode kuesioner. Dengan instrumen berupa kuesioner minat belajar IPA. Kuesioner minat belajar dalam penelitian ini berupa kuesioner berbentuk skala likert, yang terdiri dari 30 pernyataan. Kuesioner minat belajar IPA tersebut dikembangkan dari indikator minat belajar, yaitu: kesukaan, ketertarikan, perhatian, dan keterlibatan. Kuesioner tersebut kemudian dinilai oleh dua orang dosen untuk mengetahui validitas isinya. Berdasarkan hasil analisis, diperoleh koefisien isi sebesar 1,00. Berdasarkan tabel klasifikasi validitas maka validitas isi instrumen minat belajar IPA berada pada kategori sangat tinggi, Setelah itu, kuesioner diuji coba lapangan untuk mencari validitas butir dan reliabilitasnya. Dari hasil uji validitas butir dengan menggunakan korelasi product moment diperoleh bahwa dari 30 soal yang diujicobakan semua dikatakan valid. Sedangkan, hasil reliabitas uji coba instrumen minat belajar IPA yang dianalisis dengan rumus Alpha-Cronbach adalah 0,84. Berdasarkan kriteria reliabilitas maka dapat dikatakan bahwa reliabilitas instrumen minat belajar IPA yang diujicobakan tergolong sangat tinggi. Maka dari itu, instrumen ini dapat diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
kontrol. Teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif dan statistik inferensial. Statistik deskriptif yang digunakan adalah modus, median, dan mean dan statistik inferensial melalui Uji-t.
eksperimen dan 21 orang siswa kelas IV SD Negeri No. 1 Sanda sebagai kelas kontrol. Kelompok eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran berupa model pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) berbantuan media concept mapping, sedangkan pada kelas kontrol berupa model pembelajaran konvensional. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang minat belajar IPA dapat dilihat pada Tabel 04.
HASIL DAN PEMBAHASAN Data yang terkumpul dalam penelitian ini disusun sesuai dengan keperluan analisis. Data diperoleh dari 49 orang siswa, yaitu 28 orang siswa kelas IV SD Negeri No. 3 Belimbing sebagai kelas Tabel 04. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Minat Belajar IPA Data Minat Belajar IPA Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Statistik Mean 125,21 104,76 Median 129,5 102,6 Modus 135 97,83 Skor minimum 86 80 Skor maxsimum 150 133 Rentangan 64 53 Berdasarkan Tabel 04, dapat dideskripsikan mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dari data minat belajar IPA kelompok eksperimen, yaitu: mean (M) = 125,21, median (Md) = 129,5, dan modus (Mo) = 135, sedangkan mean (M), median (Md), dan modus (Mo) dari data minat belajar IPA kelompok kontrol, yaitu: mean (M) = 104,76, median (Md) = 102,6, dan modus (Mo) = 97,83. Kemudian data minat belajar IPA kelompok eksperimen tersebut dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 01.
M = 125,21 Md = 129,5
Mo = 135
Gambar 01. Poligon Data Minat Belajar IPA Kelompok Eksperimen
Berdasarkan poligon diatas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Untuk mengetahui kualitas dari variabel minat belajar IPA pada kelas eksperimen, skor rata-rata minat belajar IPA siswa dikonversikan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata minat belajar IPA siswa kelompok eksperimen dengan M = 125,21 tergolong kriteria sangat tinggi. Sedangkan data hasil minat belajar IPA kelompok kontrol dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 02.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Mo = 97,83
positif yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Untuk mengetahui kualitas dari variabel minat belajar IPA pada kelas kontrol, skor rata-rata minat belajar IPA dikonversikan menggunakan kriteria ratarata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi). Berdasarkan hasil konversi, diperoleh bahwa skor rata-rata minat belajara IPA siswa kelompok kontrol dengan M = 104,76 tergolong kriteria tinggi. Kemudian dilakukan uji hipotesis untuk mengetahui pangaruh dari model pembelajaran yang diterapkan. Namun sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat analisis data yaitu normalitas dan homogenitas. Uji normalitas dilakukan terhadap data minat belajar IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan model pembelajaran konvensional. Data skor minat belajar IPA diuji secara manual menggunakan rumus Chi-Kuadrat. Rekapitulasi hasil uji normalitas disajikan pada Tabel 05.
M = 104,76 Md = 102,6
Gambar 02. Poligon Data Minat Belajar IPA Kelompok Kontrol Berdasarkan poligon diatas, diketahui mean lebih besar dari median dan median lebih besar dari modus (M>Md>Mo). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling
Tabel 05. Rekapitulasi Hasil Uji Normalitas Distribusi Data No. 1 2
Kelompok Data Skor minat belajar IPA pada kelompok eksperimen Skor minat belajar IPA pada kelompok control
Berdasarkan tabel rekapitulasi di atas, 2 diperoleh seluruh hitung lebih kecil dari
2 tabel ( 2 hitung 2 tabel ), sehingga seluruh
χ 2hit
Nilai Kritis dengan Taraf Signifikansi 5%
Status
2,815
7,815
Normal
1,972
5,591
Normal
eksperimen dan kontrol menggunakan uji-F. Rekapitulasi hasil uji homogenitas varians antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 06.
kelompok data berdistribusi normal. Sedangkan uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok Tabel 06. Rekapitulasi Hasil Uji Homogenitas Varians antar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol
Minat belajar IPA
Sumber Data Kelompok eksperimen Kelompok kontrol
Berdasarkan tabel di atas diperoleh bahwa varians kedua kelompok adalah homogen.
Fhitung
Ftabel
Status
1,058
2,05
Homogen
Untuk itu, dilakukan dengan
pengujian hipotesis menggunakan uji-t
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled varians. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan minat belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa
kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan Tahun Pelajaran 2014/2015. Rangkuman hasil perhitungan uji-t antar kelompok eksperimen dan kontrol disajikan pada Tabel 07.
Tabel 07. Rangkuman Hasil Perhitungan Uji-t Minat Belajar IPA Data Minat Belajar IPA
N
X
s2
Eksperimen
28
125,21
263,21
Kontrol
21
104,76
248,69
Kelompok
Berdasarkan tabel hasil perhitungan uji-t, diperoleh nilai thitung sebesar 4,419. Sedangkan nilai ttabel adalah 2,000. Hal ini berarti nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel (thitung > ttabel), sehingga H0 ditolak atau H1 diterima. Dengan demikian, dapat diinterpretasikan bahwa terdapat perbedaan minat belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan Tahun Pelajaran 2014/2015. Hasil analisis data minat belajar IPA menunjukkan terdapat perbedaan minat belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Berdasarkan analisis data menggunakan uji-t, diketahui thitung = 4,412 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% = 2,000. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel). Hal ini berarti bahwa, terdapat perbedaan minat belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping
thit
ttab (t.s. 5%)
4,419
2,000
dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Selanjutnya, dilihat dari rata-rata skor minat belajar IPA, rata-rata skor minat belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping adalah 125,21, sedangkan rata-rata skor minat belajar IPA kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional adalah 104,76. Hal ini menunjukkan bahwa, kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping memiliki minat belajar IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional. Perbedaan minat belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh beberapa hal berikut. Pertama, model pembelajaran TGT berperan penting terhadap perbedaan yang terjadi. Pada model pembelajaran TGT, terdapat komponen berupa game dan tournament yang tentunya disukai oleh siswa. Dengan adanya game dan tournament menimbulkan persaingan dalam suasana yang kondusif untuk memperoleh nilai yang setinggi-tingginya, sehingga dengan
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
persaingan tersebut siswa akan merasa lebih tertantang agar menjadi yang terbaik. Dengan demikian, proses pembelajaran dengan tournament akan lebih menarik dan menyenangkan karena adanya persaingan antar siswa, sehingga siswa lebih bersemangat untuk belajar dan minat siswa terhadap pelajaran pun menjadi meningkat. Penjelasan di atas dipertegas oleh pendapat Slavin (2008) yang menyatakan bahwa, “jika diatur dengan baik, persaingan di antar para pesaing yang sesuai dapat menjadi sarana yang efektif dan tidak berbahaya untuk memotivasi orang melakukan yang terbaik”. Selain itu, Slavin (2008) juga menyatakan bahwa penggunaan permainan dalam model pembelajaran TGT dapat menambah kegembiraan siswa dalam belajar. Kedua, belajar kooperatif sangat baik bagi tumbuhnya minat. Dalam pembelajaran, siswa belajar dalam kelompok yang heterogen sehingga dapat memotivasi siswa untuk saling membantu anggota kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi menjadi tutor bagi siswa yang berkemampuan kurang. Siswa yang memiliki kemampuan tinggi, kemampuan akademiknya akan meningkat karena memberi pelayanan sebagai tutor yang membutuhkan pemikiran lebih tentang ideide yang terdapat dalam materi pelajaran. Hal ini membuat siswa memiliki kesempatan yang lebih besar untuk sukses dalam pelajaran. Adanya peluang yang lebih besar untuk sukses dalam pelajaran membuat siswa lebih suka belajar. Penjelasan di atas dipertegas oleh pendapat Slavin (2008) yang menyatakan bahwa, siswa lebih menyukai bekerja secara kooperatif karena siswa menikmati kerjasama dengan sesamanya. Ketiga, adanya penghargaan kelompok juga sangat berpengaruh terhadap minat siswa. Pemberian penghargaan terhadap kelompok yang mencapai kriteria tertentu dapat menggairahkan semangat belajar dan memberikan motivasi kepada setiap anggota kelompok untuk memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Selain itu, penghargaan kelompok membuat siswa merasa dihargai atas usaha yang telah
dilakukan dan akan terus-menerus melalukan hal positif tersebut. Adanya penghargaan tersebut juga menumbuhkan rasa kebanggan pada setiap anggota kelompok, dengan adanya kebanggan dan pengakuan dari orang lain maka dapat menumbuhkan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran tersebut. Penjelasan di atas dipertegas oleh pendapat Slameto (2010: 181) yang menyatakan bahwa, “dengan pemberian insentif akan membangkitkan motivasi siswa, dan mungkin minat terhadap bahan yang diajarkan akan muncul ”. Keempat, penggunaan media concept mapping tentunya juga berpengaruh terhadap minat. Media concept mapping yang berbentuk bagan sangat sesuai dengan karakteristik siswa SD yang kemampuan berpikir logisnya terbatas pada objek-objek konkret saja. Dengan bantuan media concept mapping, siswa akan terbantu untuk memahami materi pelajaran karena mereka dapat mengamati visualisasi materi. Hal tersebut membuat siswa lebih tertarik belajar dan dapat mempertahankan perhatian mereka terhadap materi. Hal tersebut dipertegas oleh pendapat Belawati, Tian dkk. (2006) yang menyatakan bahwa, media visual dapat memotivasi peserta didik dengan cara menarik perhatian dan mempertahankan perhatian mereka, serta menimbulkan respon emosional. Selain itu, Munthe (2009) menyatakan bahwa, siswa lebih mudah mengingat materi pelajaran karena daya ingat otak dengan gambar jauh lebih kuat bertahan dalam otak dibandingkan daya ingat otak akan susunan kalimat. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Widiantari (2013) yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Teams Games Tournaments (TGT) Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Keterampilan Berbicara Kelas IV SDN 2 Tihingan”. Hasil penelitian yang telah dilaksanakan selama 2 siklus menunjukkan terjadinya peningkatan motivasi dan keterampilan berbicara siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diinterpretasikan bahwa pembelajaran menggunakan model pembelajaran TGT berbantuan media
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
concept mapping berpengaruh terhadap minat belajar IPA pada siswa kelas IV SD di Gugus IV Kecamatan Pupuan pada Tahun Pelajaran 2014/2015. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dan pembahasan, maka simpulan penelitian ini adalah terdapat perbedaan minat belajar IPA yang signifikan antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di gugus IV Kecamatan Pupuan pada tahun pelajaran 2014/2015. Berdasarkan hasil ujit, thitung > ttabel (thitung = 4,419 > ttabel = 2,000). Berdasarkan rata-rata skor minat belajar IPA, diketahui bahwa rata-rata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping adalah 125,21 (kategori sangat tinggi), sedangkan ratarata skor kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional adalah 104,76 (kategori tinggi). Saran yang dapat diajukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. Secara teoretis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi pengetahuan tentang inovasi dalam teori pembelajaran. Selain itu, terdapat beberapa saran yang diberikan kepada pihak terkait. Saran-saran tersebut dipaparkan dalam penjelasan berikut. Pertama, bagi siswa di sekolah dasar diharapkan dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan aktif sehingga minat belajar siswa meningkat. Kedua, bagi guru disarankan agar mengggunakan model pembelajaran TGT berbantuan media concept mapping dalam melakukan pembelajaran di kelas agar siswa lebih berminat untuk belajar IPA karena model ini menggunakan turnamen akademik dan kuis-kuis. Ketiga, bagi kepala sekolah agar selalu berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah, salah satunya dengan cara mensosialisasikan penerapan suatu model pembelajaran yang inovatif, sehingga minat belajar siswa meningkat. Keempat, bagi peneliti yang berminat mengadakan
penelitian lebih lanjut dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai salah satu referensi untuk meneliti dalam lingkup yang lebih luas, sehingga diperoleh sumbangan ilmu yang lebih baik dan sesuai dengan perkembangan zaman. DAFTAR RUJUKAN Belawati, T. dkk. 2006. Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Universitas Terbuka. Dantes, N. 2012. Metode Yogyakarta: Andi. Jahja,
Penelitian.
Yudrik. 2012. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Kencana.
Munthe, B. 2009. Desain Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani. Rasyid, H. dan Mansur. 2007. Penilaian Hasil Belajar. Bandung: Wacana Prima. Silver, H.F. dkk. 2012. Strategi-strategi Pengajaran (Memilih Strategi yang Tepat untuk Setiap Pembelajaran). Jakarta: Indeks. Slavin, R.E. 2008. Cooperative Learning (Teori, Riset, dan Praktik). Terjemahan Nurulita Yusron. Cooperative Learning (Theory, Research, and Practice). 2005. Bandung: Nusa Media. Susanto, A. 2014. Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar. Jakarta: Kencana. Trianto.
2007a. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta: Prestasi Pustaka.
. 2007b. Model-model pembelajaran Inovatif Berorientasi Kontruktivistik (Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya).Jakarta: Prestasi Pustaka.