e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015
PENGARUH MEDIA SATUA BALI TERHADAP MINAT BELAJAR IPA SISWA KELAS IV SD DI GUGUS II A.A.Istri Vera Mahayuni1, Nym. Kusmariyatni2, Pt. Nanci Riastini3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan yang signifikan pada minat belajar IPA antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan media satua Bali dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Jenis penelitian ini adalah penelitian quasi experimen dengan rancangan penelitian pretest – posttest control group design. Populasi penelitian ini adalah seluruh kelas IV di Gugus II Kecamatan Buleleng. Sampel ditentukan melalui teknik random sampling. Berdasarkan teknik tersebut, diperoleh SD No. 5 Penarukan sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 2 Penarukan sebagai kelas kontrol. Data dikumpulkan melalui teknik angket. Data dianalisis menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial (uji-t). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, terdapat perbedaan yang signifikan pada minat belajar IPA siswa antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran menggunakan media satua Bali dengan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat dari hasil uji hipotesis menggunakan uji-t, dengan thitung lebih besar dari ttabel (thitung = 23,28 > ttabel = 2,021). Dari rata-rata N-Gain pada kedua kelompok, diketahui rata-rata nilai kelompok eksperimen lebih tinggi dari kelompok kontrol (0,5209 > 0,0645). Berdasarkan temuan tersebut, media satua Bali berpengaruh terhadap minat belajar IPA siswa kelas IV di gugus II Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng pada tahun pelajaran 2015/2016. Kata kunci: minat, IPA, satua Bali Abstract This study aims to find a significant difference of interest in learning science among the group of students who take the learning by using the media of satua Bali and a group of students who take conventional learning. This research is a quasi experimental research design by using pretest - posttest control group design. The study population was the entire class IV in Cluster II Buleleng District. The samples are determined through simple random sampling technique. Based on these techniques, it was obtained that SD No. 5 Penarukan as experimental class and SD Negeri 2 Penarukan as the control class. Data were collected through questionnaires technique. Data were analyzed by using descriptive statistics and inferential statistics (t-test). The results showed that, there were significant differences in the students' interest in learning science between groups of students who take the learning by using media of satua Bali with a group of students who take conventional learning. It can be seen from the results of hypothesis testing using t-test, with tcount greater than ttable (tcount = 23,28> ttable = 2,021). Based on the average of N-Gain in both groups, It was known that the average value of the experimental group was higher than the control group (0,5209 > 0,0645). Based on these findings, the media of satua Bali affects the interest of fourth grade students in
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 learning science of students grade IV in Cluster II Buleleng District Buleleng Regency in the academic year 2015/2016. Keywords : interest, science, satua Bali
PENDAHULUAN IPA merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib diikuti dalam semua jenjang pendidikan, termasuk di jenjang sekolah dasar. Depdiknas (2006) menjelaskan pembelajaran IPA pada jenjang sekolah dasar lebih menekankan kepada alam sekitar serta gejala-gejala yang terjadi di dalamnya. Dalam KTSP, IPA mengaitkan secara langsung antara pengetahuan tentang alam dengan masalah-masalah dalam kehidupan seharihari siswa. Dengan demikian, berdasarkan KTSP, pembelajaran IPA semestinya dekat dengan kehidupan siswa. Depdiknas (2006) menjelaskan untuk dapat menjadikan pembelajaran IPA menjadi pembelajaran yang dekat dengan kehidupan siswa, maka konten pembelajaran IPA harus dikaitkan dengan kehidupan siswa, baik dari segi kebiasaan maupun hal-hal yang terjadi dalam kehidupan siswa. Selain itu, siswa juga seharusnya dilibatkan secara langsung dalam proses pembelajaran IPA sehingga siswa menjadi tertarik untuk belajar IPA. Ketertarikan siswa terhadap pembelajaran IPA inilah yang nantinya akan meningkatkan minat belajar siswa. Slameto (2003:57) berpendapat bahwa “minat adalah kecenderungan yang
tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.” Selanjutnya, Sudarminta (2002:37) berpendapat, “bahwa yang mendasari adanya pengetahuan adalah minat dan rasa ingin tahu manusia. Minat mengarahkan perhatian terhadap hal-hal yang dialami dan dianggap penting untuk diperhatikan.” Winkel (2005:212) menyebutkan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh guru untuk meningkatkan minat belajar siswa, yaitu sebagai berikut. 1) Membina hubungan akrab dengan siswa. 2) Menyajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu di atas daya tangkap siswa, namun juga tidak terlalu jauh dibawahnya. 3) Menggunakan media pembelajaran yang sesuai. 4) Bervariasi dalam prosedur mengajar, namun tidak berganti prosedur yang belum dikenal siswa, dan tidak membodohkan siswa kalau mereka belum bisa. Namun sayangnya, minat siswa belajar IPA belum maksimal. Berdasarkan hasil wawancara serta penyebaran angket yang dilakukan pada tanggal 26 Januari sampai tanggal 11 Februari di gugus II Kecamatan Buleleng, minat belajar IPA siswa masih berada pada kategori kurang. Hal ini dapat dilihat pada tabel nilai rata-rata minat IPA siswa di bawah ini.
Tabel 1. Nilai Rata-Rata Minat IPA pada Siswa Kelas IV SD Gugus II Kecamatan Buleleng No
Sekolah
Jumlah Siswa
1 2 3 4 5 Jumlah
SD No. 1 Penarukan SD Negeri 2 Penarukan SD No. 3 Penarukan SD No. 4 Penarukan SD No. 5 Penarukan
27 22 37 32 21 139
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai rata-rata minat IPA siswa masih berada pada interval 50 - 69. Jika mengacu pada Penilaian Acuan Patokan (PAP) skala 5, nilai tersebut berada pada predikat cukup.
Nilai Rata-rata Minat 62,55 62,65 63,45 63,03 63,61 63,06
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada bulan Januari 2015, belum maksimalnya minat belajar IPA siswa dapat disebabkan oleh kurang tertariknya siswa terhadap pembelajaran IPA. Mereka sulit membayangkan materi yang mereka
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 pelajari. Selain itu, dalam belajar, siswa lebih sering untuk menghafal berbagai fakta dan konsep, sehingga mereka merasa sulit memahami hal-hal yang mereka pelajari. Padahal dalam mempelajari IPA, siswa tidak hanya harus dituntut untuk menghafal ataupun mengetahui fakta dan konsep, melainkan siswa juga harus melakukan cara mengumpulkan fakta dan menghubungkan fakta-fakta tersebut. Salah satu penyebab masalah yang terjadi adalah karena kurangnya guru dalam menggunakan media dalam proses pembelajaran. Guru lebih banyak menjelaskan fakta maupun konsep IPA kepada siswa, sehingga siswa lebih banyak mendengarkan daripada bekerja. Akibatnya, siswa kurang dapat mengaitkan materi IPA dengan kehidupan sehari-hari dan lebih banyak menerka-nerka hal yang dipelajari. Hal inilah yang membuat siswa kurang tertarik terhadap pembelajaran IPA. Berdasarkan penyebab tersebut, maka salah satu solusi yang dapat dipilih untuk mengatasi masalah di atas adalah dengan penggunaan media dalam pembelajaran. Arsyad (2011) menyebutkan manfaat penggunaan media dalam proses belajar mengajar, yaitu sebagai berikut.1) Memperjelas penyajian pesan dan informasi. 2) Meningkatkan dan mengarahkan perhatian anak. 3) Mengatasi keterbatasan indra. 4) Memberikan kesamaan pengalaman kepada siswa. Selain itu, agar pemilihan media tepat sasaran, maka perlu diperhatikan berbagai faktor yang menjadi dasar pertimbangan dalam pemilihan media pembelajaran. Sudjana dan Ahmad Rifai (1997) merumuskan ada 6 kriteria yang harus diperhatikan dalam pemilihan media pembelajaran, yakni 1) ketepatan media dengan tujuan pengajaran, 2) dukungan terhadap isi bahan pelajaran, 3) kemudahan memperoleh media, 4) keterampilan guru dalam menggunakannya, 5) tersedia waktu untuk menggunakannya, dan 6) sesuai dengan taraf berfikir anak. Berdasarkan kriteria tersebut, maka salah satu media pembelajaran yang dianggap cocok digunakan untuk meningkatkan minat belajar IPA siswa adalah media satua Bali. Tinggen (dalam Puspasari, 2013:14) menyatakan bahwa
“satua adalah kumpulan kalimat yang menceritakan kehidupan awal sampai akhir.” Selain itu menurut Antara (dalam Puspasari, 2013:14), “satua atau dongeng ini dinyatakan sebagai cerita khayal (fantasi) yang mengisahkan cerita uturan tentang keanehan atau keajaiban sesuatu”. Berdasarkan kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa satua Bali adalah cerita khayal (fantasi) yang mengisahkan tentang keanehan atau keajaiban sesuatu yang diceritakan dari awal sampai akhir. Musfiroh (dalam Handayaningrum, 2008) berpendapat bahwa manfaat cerita bagi anak adalah sebagai berikut. 1) Membantu pembentukan pribadi dan moral anak. 2) Menyalurkan kebutuhan imajinasi dan fantasi. 3) Memacu kemampuan verbal anak. 4) Merangsang minat menulis anak. 5) Merangsang minat baca anak. 6) Membuka cakrawala pengetahuan anak. Satua Bali yang digunakan dalam penelitian ini adalah I Buta teken I Rumpuh, I Ketimun Mas, Pan Balang Tamak, I Belog Nganten Ngajak Bangke. Satua ini dipilih karena isi satua dapat dikaitkan dengan materi IPA yaitu makhluk hidup dan proses kehidupan. Contohnya: satua I Buta teken I Rumpuh, yang menceritakan fungsi tulang bagi manusia serta fungsi mata sebagai indra penglihatan. Langkah-langkah pembelajaran dengan media satua Bali dimulai dengan guru merangsang minat belajar IPA siswa dengan menceritakan satua yang telah dipilih di depan kelas. Dengan menceritakan satua Bali, siswa akan tertarik dan pikiran siswa akan terpusat pada satua yang diceritakan oleh guru. Setelah itu, guru mengadakan tanya jawab dengan siswa berkaitan dengan satua Bali yang telah diceritakan. Dalam kegiatan tanya jawab tersebut, siswa dapat mengaitkan satua Bali yang telah diceritakan oleh guru dengan materi yang akan dipelajari. Untuk memahami materi secara lebih mendalam, guru memberikan tugas kepada siswa secara berkelompok. Selama diskusi kelompok berlangsung, guru mengarahkan kelompok siswa yang mengalami kesulitan. Jika semua kelompok telah selesai mengerjakan tugas yang diberikan, perwakilan dari masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi yang telah
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 mereka lakukan ke depan kelas. Langkah terakhir yang dilakukan guru dalam pembelajaran dengan media satua Bali adalah mengkonfirmasi materi yang telah dibahas, sehingga nantinya tidak ada misskonsepsi pada siswa. Seperti yang diketahui minat merupakan motif yang dipelajari, yang mendorong dan mengarahkan individu untuk menemukan serta aktif dalam kegiatan-kegiatan tertentu maka dari itu, Sukartini (dalam Susanto, 2013) menganalisis indikator-indikator minat sebagai berikut. 1) Keinginan untuk memiliki sesuatu. 2) Objek atau kegiatan yang disenangi. 3) Jenis kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh sesuatu yang disenangi. 4) Upaya-upaya yang dilakukan untuk merealisasikan keinginan terhadap objek atau kegiatan. Selain itu, Safari (dalam Wartini, 2012) menyatakan bahwa indikator minat ada empat, yaitu: 1) perasaan senang, 2) ketertarikan siswa, 3) perhatian siswa, dan 4) keterlibatan siswa. Dari beberapa indikator minat yang telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa indikator minat, yaitu kesenangan, ketertarikan, perhatian, serta
keterlibatan. Indikator-indikator inilah yang digunakan dalam penelitian ini. Mengingat masalah tersebut sangat penting, maka dilakukan penelitian dengan tujuan. untuk mengetahui perbedaan minat belajar siswa pada mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang belajar menggunakan media satua Bali dan kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional di kelas IV di Gugus II Kecamatan Buleleng, Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016. METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen. Kuasi eksperimen adalah sebuah penelitian yang memerlukan kelas eksperimen dan kelas kontrol, tetapi tidak memungkinkan diadakannya pengambilan subjek penelitian secara acak dari populasi yang ada. Hal tersebut dikarenakan subjek (siswa) secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok (satu kelas). Penelitian ini menggunakan desain penelitian pretest – posttest control group design, yang secara prosedural mengikuti pola seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 2. Pretest – Posttest Control Group Design R
Q1
X
Q2
R
Q3
-
Q4
Setyosari (2012) menyatakan, langkah desain eksperimen di atas adalah kedua kelompok sama-sama dipilih secara acak (random assignmen), yang ditandai R. Pada awalnya keduanya diberikan pretest (Q1 dan Q3). Bedanya kelompok yang satu diberikan perlakuan (X) sedangkan kelompok yang lain tidak dikenai perlakuan (diperlakukan sebagai kelompok kontrol). Setelah perlakuan (pada kelompok yang satu) selesai, kedua kelompok sama-sama mendapatkan pengukuran posstest (Q2 dan Q4). Penelitian ini dilaksanakan pada semester 1 di kelas IV SD gugus II Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Populasi dalam penelitian ini
Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol adalah seluruh kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng yang terdiri atas 5 SD. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling. Pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Sampel yang dirandom dalam penelitian ini adalah kelas, karena dalam eksperimen semu tidak memungkinkan untuk merubah kelas yang ada. Teknik random dilakukan dengan cara manual, yaitu dengan sistem undian. Pengundian sampel ini dilakukan pada semua kelas, karena setiap kelas mendapatkan kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Dua kelas
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 yang muncul dalam undian langsung dijadikan kelas sampel. Kelas sampel yang telah didapatkan kemudian diundi lagi untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Namun, sebelum menentukan sampel diperlukan uji kesetaraan terlebih dahulu. Uji kesetaraan pada penelitian ini dilakukan menggunakan tes minat belajar IPA yang dilakukan dengan pemberian angket minat belajar pada siswa kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng. Berdasarkan hasil uji kesetaraan yang dilakukan ternyata minat belajar pada siswa kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng adalah setara. Setelah diketahui kesetaraan populasi, langkah berikutnya adalah merandom kelas dengan teknik simple random sampling. Berdasarkan hasil random, didapatkan 1 pasang kelas sampel yaitu SD Negeri 2 Penarukan dan SD Negeri 5 Penarukan. Kedua kelas ini kemudian dirandom/diacak secara sederhana untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah diacak didapatkan SD No. 5 Penarukan sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 2 Penarukan sebagai kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan pembelajaran dengan bantuan media pembelajaran Satua Bali. Dalam metode ini, data yang diperlukan adalah data minat belajar IPA siswa. Pengumpulan data minat belajar IPA siswa, menggunakan teknik nontes. Penilaian dengan teknik nontes ini dilakukan tanpa “menguji” peserta didik, melainkan dengan melakukan pengamatan, wawancara, angket, maupun memeriksa dokumen. Teknik nontes yang digunakan dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik angket. Instrumen yang digunakan untuk mengukur minat belajar IPA siswa adalah dengan menggunakan angket. Data mengenai minat belajar IPA diperoleh melalui pemberian angket yang dilakukan pada pertemuan ke-1 dan ke-8. Angket yang digunakan berisi 30
pernyataan. Teknik skala yang digunakan untuk menilai minat belajar IPA siswa adalah menggunakan teknik skala Likert. Sebelum digunakan sebagai pre-test dan post-test, angket tersebut diujicoba lapangan untuk mencari validitas dan reliabilitas. Hasil tes uji lapangan tersebut diberikan kepada siswa kelas eksperimen dan kontrol sebagai pre-test dan post test. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu analisis statistik deskriptif dengan menghitung nilai rata-rata, modus, median, standar deviasi, varian, skor maksimum, dan skor minimum. Dalam penelitian ini, data disajikan dalam bentuk kurva poligon, sedangkan teknik yang digunakan untuk menganalisis data guna menguji hipotesis penelitian adalah uji-t (polled varians). Data yang diuji normalitas serta homogenitasnya adalah nilai gain ternormalisasi (N-Gain). N-Gain didapatkan dengan cara menghitung selisih antara jumlah poin nilai post-test dengan jumlah poin pada pre-test dibagi dengan selisih antara nilai maksimum dengan jumlah poin pada pretes. Untuk bisa melakukan uji hipotesis, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dan perlu dibuktikan. Persyaratan yang dimaksud, yaitu: (1) data yang dianalisis harus berdistribusi normal, (2) kedua data yang dianalisis apakah bersifat homogen atau tidak. Untuk dapat membuktikan dan mememenuhi persyaratan tersebut, maka dilakukan uji prasyarat analisis dengan uji normalitas dan uji homogenitas. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian ini adalah N-Gain (gain ternormalisasi) minat belajar IPA siswa sebagai akibat dari penerapan media satua Bali pada kelompok eksperimen dan model pembelajaran konvensional pada kelompok kontrol. Rekapitulasi perhitungan data hasil penelitian tentang minat belajar IPA siswa dapat dilihat pada Tabel 3.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 3 No: 1 Tahun: 2015 Tabel 3. Deskripsi Data Minat Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol Statistik Mean Median Modus Skor Maksimal Skor Minimal Rentangan
Kelas Eksperimen Pre-test Post-test 64,21 92,8 63,3 94 62 97 70 99 61 84 9 15
Kelas Kontrol Pre-test Post-test 64,68 68,4 64,5 68 62,38 67,59 70 73 60 64 10 9
Berdasarkan tabel di atas, dapat dideskripsikan mean (M), median (Md) dan modus (Mo), dari data pre-test dan post-test minat belajar IPA antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Dari Tabel 3. diketahui bahwa data minat belajar IPA kelompok eksperimen yang diperoleh melalui pre-test terhadap 21 orang siswa menunjukkan bahwa skor mean (M) = 64,21, median (Md) = 63,3 dan modus (Mo) = 62. Setelah skor rata-rata minat belajar IPA kelompok eksperimen dikonversikan ke dalan PAN skala 5, maka skor rata-rata minat belajar IPA kelompok eksperimen berada pada kategori cukup. Data minat belajar IPA kelompok eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 1.
Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Sedangkan data minat belajar IPA kelompok kontrol yang diperoleh melalui pre-test terhadap 22 orang siswa menunjukkan bahwa skor mean (M) = 64,68, median (Md) = 64,5 dan modus (Mo) = 62,38. Setelah skor rata-rata minat belajar IPA kelompok kontrol dikonversikan ke dalan PAN skala 5, maka skor rata-rata minat belajar IPA kelompok control berada pada kategori cukup. Data minat belajar IPA kelompok control dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 2.
Gambar 1. Grafik polygon data hasil pretest kelompok eksperimen
Gambar 2. Grafik polygon data hasil pretest kelompok kontrol
Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah.
Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah.
Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Berdasarkan Tabel 3. diketahui bahwa data minat belajar IPA kelompok eksperimen yang diperoleh melalui posttest terhadap 21 orang siswa menunjukkan bahwa skor mean (M) = 92.8, median (Md) = 94 dan modus (Mo) = 97. Setelah skor rata-rata post-test minat belajar IPA kelompok eksperimen dikonversikan ke dalan PAN skala 5, maka skor rata-rata post-test minat belajar IPA kelompok eksperimen berada pada kategori sangat tinggi. Data minat belajar IPA kelompok eksperimen dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 3.
menunjukkan bahwa skor mean (M) = 67,59, median (Md) = 68 dan modus (Mo) = 68, 4. Setelah skor rata-rata minat belajar IPA kelompok kontrol dikonversikan ke dalan PAN skala 5, maka skor rata-rata minat belajar IPA kelompok control berada pada kategori cukup. Data minat belajar IPA kelompok control dapat disajikan ke dalam bentuk poligon seperti pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik polygon data hasil posttest kelompok kontrol
Gambar 3. Grafik polygon data hasil posttest kelompok eksperimen Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui modus lebih besar dari median dan median lebih besar dari mean (Mo>Md>M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling negatif, yang berarti sebagian besar skor cenderung tinggi. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relative skor yang berada di atas rata-rata lebih besar dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Sedangkan data minat belajar IPA kelompok kontrol yang diperoleh melalui pre-test terhadap 22 orang siswa
Berdasarkan kurva poligon di atas, diketahui diketahui modus lebih kecil dari median dan median lebih kecil dari mean (Mo<Md<M). Dengan demikian, kurva di atas adalah kurva juling positif, yang berarti sebagian besar skor cenderung rendah. Kecenderungan skor ini dapat dibuktikan dengan melihat frekuensi relatif skor yang berada di atas rata-rata lebih kecil dibandingkan frekuensi relatif skor yang berada di bawah rata-rata. Sebelum melakukan uji hipotesis dilakukan beberapa uji prasyarat terhadap sebaran data minat belajar IPA siswa, yang meliputi uji normalitas dan uji homogenitas data. Uji normalitas data dilakukan terhadap nilai gain ternormalisasi (N-Gain) minat belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada penelitian ini uji normalitas data dilakukan dengan menggunakan SPSS. Data hasil perhitungan SPSS dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4 Uji Normalitas SPSS Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. Eksperimen Kontrol
.146 .119
21 21
Berdasarkan table diatas, diperoleh nilai signifikansi untuk kelas Eksperimen sebesar 0,166, sedangkan nilai signifikansi untuk kelas kontrol sebesar 0,786. Karena nilai signifikansi kelas eksperimen dan kelas kontrol lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa N-Gain minat belajar IPA berdistribusi normal. Selanjutnya dilakukan uji prasyarat yang ke dua, yaitu uji homogenitas varians. Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas varians menggunakan uji F, diketahui bahwa nilai gain ternormalisasi (N-Gain) kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan db pembilang 20 dan db penyebut 21 pada taraf signifikansi 5% diketahui Ftabel = 2,10 dan Fhitung = 1,094. Hal ini berarti bahwa Fhitung < Ftabel sehingga H1 ditolak dan H0 diterima oleh karena itu varians homogen. Jadi nilai gain ternormalisasi (N-Gain) minat belajar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol adalah homogen. Setelah diketahui data minat belajar IPA kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berdistribusi normal dan homogen, dilanjutkan dengan uji hipotesis. Uji hipotesis yang digunakan adalah uji–t independent “sampel tak berkorelasi” dengan rumas polled varians. Berdasarkan hasil perhitungan uji-t, diperoleh thitung sebesar 23,28. Untuk mengetahui signifikansinya maka perlu dibandingkan dengan nilai ttabel, nilai ttabel pada db 41 dan taraf signifikansi 5% diperoleh nilai ttabel yaitu 2,021. Karena nilai thitung > ttabel (23,28 > 2,021), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Ini berarti terdapat perbedaan yang signifikan pada minat belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan media satua Bali dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016.
*
.200 .200*
Shapiro-Wilk Statistic df
.934 .972
21 21
Sig.
.166 .786
PEMBAHASAN Hasil analisis data minat belajar IPA menunjukkan bahwa terdapat perbedaan minat belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan media satua Bali dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional pada kelas IV SD di Gugus II Kecamatan Buleleng tahun pelajaran 2015/2016. Tinjauan ini didasarkan pada 1) rata-rata N-Gain minat belajar siswa dan 2) hasil perhiungan uji-t. Rata-rata N-Gain minat belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan media satua Bali adalah 0,5209 dan ratarata N-Gain minat belajar IPA kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional adalah 0,0645. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok siswa yang dibelajarkan dengan media satua Bali memiliki minat belajar IPA yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional. Selanjutnya, berdasarkan analisis minat belajar IPA menggunakan uji-t, diketahui t hitung= 23,28 dan t tabel pada taraf signifikansi 5% = 2,021. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa thitung lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel). Hal ini berarti, terdapat perbedaan minat belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan media satua Bali dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model konvensional. Perbedaan minat belajar IPA ini disebabkan oleh dua faktor. Pertama, pembelajaran dengan media satua Bali merupakan media pembelajaran yang sudah tidak asing lagi bagi siswa. Adanya terdapat tokoh-tokoh yang lucu dan jalan cerita yang disajikan dalam satua Bali sangat menghibur membuat siswa tertarik mrngikuti pembelajaran IPA. Ketertarikan muncul karena siswa telah memiliki minat sebelumnya. Rasa tertarik ini merupakan ciri awal siswa berminat terhadap pembelajaran IPA.
Pendapat diatas sesuai dengan pendapat Slameto (2003) yang menyebutkan bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Dalam hal ini adalah satua Bali. Satua telah berkembang sejak dahulu sebelum adanya tulisan, dan diceritakan dari mulut ke mulut secara turun-temurun dari satu generasi ke generasi berikutnya (Suardiana, dalam Yuliawati 2014). Ini berarti satua Bali sudah melekat pada diri siswa dan minat ini dapat digunakan untuk menumbuhkan minat lainnya, dalam hal ini adalah minat belajar IPA. Kedua, media satua Bali memberikan ruang untuk menggaitkan informasi yang telah diketahui dengan materi yang akan dipelajari. Dengan menggunakan media satua Bali, siswa akan dilatih untuk menemukan pengetahuan baru dari informasi awal yang sudah ia ketahui. Siswa tidak hanya mendapatkan pengetahuan itu sejak awal, tapi dia dilatih untuk mengaitkan informasi yang telah diketahui dengan materi yang akan ia pelajari, sehingga siswa belajar bermakna. Pembelajaran yang demikian, membuat pengetahuan akan lebih melekat pada diri siswa dan dalam kegiatan belajar mengajar siswa akan lebih aktif dan kreatif. Pendapat tersebut sesuai dengan pendapat yang disampaikan oleh Ausubel (dalam Budiningsih, 2012) menyatakan bahwa pembelajaran bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Kebermaknaan belajar sebagai hasil dari peristiwa mengajar ditandai oleh terjadinya hubungan antara aspek-aspek, konsepkonsep, informasi atau situasi baru dengan komponen-komponen yang relevan di dalam struktur kognitif siswa. Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi merupakan kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh, sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan. Dengan demikian, agar terjadi belajar bermakna maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali
konsep-konsep yang telah dimiliki siswa dan membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa penggunaan media satua Bali dalam pembelajaran IPA juga mengalami beberapa kendala. Kendala tersebut antara lain sebagai berikut. Pertama, sulit mencari satua Bali yang sesuai dengan materi yang akan dipelajari. Meskipun kita sering mendengar maupun membaca satua Bali, namun dalam menemukan satua Bali yang dianggap cocok dengan materi yang akan diajarkan merupakan hal yang sulit. Itu dikarenakan sedikitnya buku yang memuat satua Bali, kalaupun ada satua Bali yang dimuat dalam buku tersebut kurang beragam dan satua yang itu-itu saja. Selain itu pencarian satua Bali di media internet juga kurang membantu. Sehingga dalam menerapkan pembelajaran media dengan satua Bali, kita diharuskan untuk mencari satua Bali di perpustakaan yang memang banyak memuat satua Bali salah satu tempatnya adalah di Gedong Kertya. Kedua, minimnya jenis satua Bali yang pernah didengar oleh siswa. Meskipun siswa mengatakan bahwa dia pernah mendengarkan satua Bali, namun satua Bali yang pernah mereka dengarkan tidak sama dengan satua Bali yang hendak diberikan dalam penelitian ini. Sebagai contohnya, satua I Ketimun Mas dan I Belog Nganten Ngajak Bangke merupakan satua yang begitu asing bagi siswa, sehingga kita harus lebih jelas dalam menceritakan satua tersebut agar siswa memahami isi cerita dari satua tersebut. Ketiga, dalam mengaitkan satua Bali dengan materi yang akan dipelajari, siswa membutuhkan bimbingan guru. Bimbingan dari guru merupakan hal yang diperlukan dalam penggunaan media satua Bali. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pertanyaan pancingan agar siswa mengaitkan satua yang diceritakan dengan materi yang dipelajari. Selain itu, dengan pertanyaan yang kita berikan siswa akan lebih memahami keterkaitan antara satua Bali dengan pembelajaran yang akan dibelajarkan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian mengenai pengaruh media satua Bali terhadap minat belajar siswa adalah penelitian yang dilakukan oleh Nanci Riastini dan Margunayasa (2013). Hasil penelitian ini menunjukkan pembelajaran IPA menggunakan media satua Bali dapat meningkatkan nilai-nilai karakter bangsa pada siswa kelas IV SD di Gugus III Kecamatan Buleleng. Hasil rata-rata nilai angket yang diperoleh oleh kelas eksperimen lebih besar daripada kelas kontrol (85,3>78,65). Selain itu, hasil penelitian Wira Bayu (2012) menunjukkan bahwa penerapan metode bercerita berbantuan media gambar berhasil meningkatkan minat dan hasil belajar siswa dalam pelajaran Bahasa Inggris. Sebanyak 52% siswa menyukai penggunaan metode bercerita berbantuan media bergambar dan 70% siswa menyatakan bahwa metode bercerita berbantuan media bergambar sangat meningkatkan keinginan siswa untuk belajar Bahasa Inggris, khususnya membaca dan menulis. Berdasarkan paparan tersebut dapat diinterprestasikan bahwa terdapat perbedaan minat belajar IPA dengan menggunakan media satua Bali dibandingkan dengan penggunaan model konvensional. Dengan demikian, penggunaan media satua Bali dalam pembelajran IPA dapat meningkatkan minat belajar siswa. SIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini menemukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada minat belajar IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan media satua Bali dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas IV Gugus II Kecamatan Buleleng Kabupaten Buleleng Tahun Pelajaran 2015/2016. Berdasarkan hasil uji-t terhadap minat belajar menunjukkan bahwa ditemukan thitung sebesar 23,28, ttabel pada taraf signifikansi 0,05 sebesar 2,021. Lebih jauh, perbedaan minat belajar antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol dapat dilihat dari rata-rata N-Gain pada kedua kelompok. Diketahui bahwa rata-rata nilai kelompok eksperimen lebih
tinggi dari kelompok kontrol (0,5209 > 0,0645).
Sejalan dengan temuan tersebut, dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut. 1) Kepada Guru hendaknya selalu menggunakan media pembelajaran yang inovatif serta sesuai dengan karakteristik peserta didik. Penerapan media pembelajaran yang inovatif, sesuai dengan materi pelajaran, dan sesuai karakteristik siswa akan berpengaruh positif padapeningkatan minat belajar siswa. 2) Kepada Kepala sekolah diharapkan dapat memotivasi guru untuk mengembangkan alternatif media pembelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan siswa. 3) Kepada peneliti lain yang berminat untuk melakukan penelitian yang serupa, agar memperhatikan kendala-kendala yang dialami dalam penelitian ini sebagai bahan bandingan dan pertimbangan untuk penyempurnaan penelitian yang akan dilaksanakan. DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Azhar. 2011. Media Pembelajaran. Jakarta : Raja Grafindo Persada Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Depdiknas. 2006. Pendidikan IPA di Sekolah Dasar. Tersedia dalam http://www.depdiknas.go.id. Diakses pada tanggal 19 Maret 2015. Puspasari, Made Ayu. 2013. Pengaruh Metode Sosiodrama Berbantuan Satua Bali Terhadap Hasil Belajar Ranah Afektif Pendidikan Kewarganegaraan Kelas IV SD. Skripsi (tidak diterbitkan) Universitas Pendidikan Ganesha. Rohani, Ahmad. 1997. Media Inruksional Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta Setyosari, Punaji. 2012. Metode Penelitian Pendidikan dan Pengembangannya. Jakarta: Kencana.
Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta Sudarminta.2002. Epistemologi Dasar Pengantar Filsafat Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius. Sudjana, Nana dan Ahmad Rifai. 1997. Media Pengajaran. Bandung: CV Sinar Baru Winkel. 2005. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. Yuliawati, Ni Nyoman. 2014. “Wacana Persahabatan Dalam Kumpulan Satua I Punyan Kepuh Teken I Goak”.Humanis. Volume XVII. No. 1.