PENGARUH KONTRAK PELAYANAN TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN LEMBAGA BIROKRASI PUBLIK PADA KANTOR DESA BOLON KECAMATAN COLOMADU KABUPATEN KARANGANYAR Oleh : Drs. Sugiyanto, MSi. Dosen Kopertis Wilayah VI dpk. Pada STIA ASMI Solo Abstrak Peningkatan kualitas pelayanan publik adalah hal yang paling dikeluhkan oleh masyarakat selaku pengguna pelayanan mengingat lembaga birokrasi publik dengan para pesonil yang berada di dalamnya selaku penyedia pelayanan belum menunjukkan kualitasnya. Salah satu sistem atau model untuk meningkatkan kualitas pelayanan di satu sisi dan peningkatan kualitas lembaga birokrasi publik adalah dengan mengimplementasikan kontrak pelayanan atau citizen’s charter. Implementasi kontrak pelayanan mensyaratkan lembaga birokrasi publik yang berkualitas yang ditandai dengan adanya responsivitas, responsibilitas, transparansi dan akuntabilitas. Kata-kata kunci: Kontrak Pelayanan, Lembaga Birokrasi Publik, Kualitas Pelayanan A. Pendahuluan Pemberian praktek
profesional
pelayanan
yang
yang
menjadi
alat
berkualitas merupakan cerminan dari dalam
bersaing
untuk
meraih
dan
mempertahankan pasar. Pelayanan yang berkualitas disamping melibatkan seluruh komponen organisasi secara menyeluruh dan terintegrasi di dalam melaksanakan tanggung jawab dan perannya dalam memberikan pelayanan, juga mencakup tata cara, perilaku dan juga penguasaan pengetahuan tentang produk dari penyelenggaraan layanan, sehingga penyampaian informasi dan pemberian fasilitas/jasa pelayanan kepada pelanggan secara optimal dapat memenuhi kebutuhan yang diharapkan pelanggan.
Sehingga
pelanggan
merasa
puas
dan
organisasi
mendapatkan
manfaatnya. Sebagai contoh seorang petugas penyedia tiket kereta api yang ada di loket tidak sekedar melakukan kegiatan pelayanan pembelian tiket kepada calon
penumpang, tetapi juga harus mengetahui informasi secara lengkap tentang jadwal keberangkatan seluruh kereta api hari itu. Kepastian jumlah kursi yang masih kosong, jam pemberangkatan/tibanya kereta api. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menpan No. 63 tahun 2003 dan Undang-Undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, maka pelayanan yang berkualitas harus dapat menjamin warga negara atau masyarakat menerima kejelasan dan kepastian tentang biaya, persyaratan, prosedur dan tatacara, lamanya proses pelayanan, penyelesaian pengaduan.
dan prosedur serta
Sehubungan dengan hal tersebut, salah satu upaya
meningkatkan kualitas pelayanan dan agar kualitas pelayanan dimaksud dapat dijangkau
oleh
seluruh
lapisan
masyarakat
pengguna
membedakan status sosial mereka, perlu diimplementasikan
layanan
publik
tanpa
kontrak pelayanan atau
lazim disebut citizen’s charter. Dengan diimplementasikannya kontrak pelayanan di satu sisi diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan itu sendiri. Di sisi lain kontrak pelayanan secara langsung maupun tidak langsung juga dapat meningkatkan kualitas lembaga birokrasi publik sebagai lembaga penyedia pelayanan.
B. Permasalahan Masih banyaknya lembaga birokrasi publik belum mengimplementasikan kontrak pelayanan kepada masyarakat selaku penyedia pelayanan di satu sisi akan dapat mempengaruhi kualitas lembaga birokrasi publik itu sendiri dalam hal memberi jaminan bahwa pelayanan publik akan menjadi lebih responsif, transparan dan akuntabel.
Di sisi lain akan dapat menciptakan adanya ketidakpastian serta
ketidaknyamanan masyarakat dalam menerima pelayanan yang berkualitas dari penyedia pelayanan sebagaimana diamanatkan oleh regulasi tentang pelayanan publik. Hal tersebut tercermin dari berbagai persoalan atau permasalahan yang muncul di masyarakat terkait dengan pelayanan yang diterimanya mulai dari praktek uang sogok,
uang rokok,
uang amplop,
uang pelican dan lain-lain bentuk
penyimpangan akibat belum atau tidak diterapkannya kontrak pelayanan.
C. Pembahasan 1.
Pengertian Kontrak Pelayanan (citizen’s charter)
Kontrak pelayanan (citizen’s charter) pada dasarnya adalah pendekatan dalam pelayanan publik yang menempatkan pengguna layanan sebagai pusat perhatian atau unsur
yang paling penting.
Dengan demikian terwujudnya kontrak
pelayanan
diharapkan akan dapat membentuk budaya melayani di kalangan birokrasi publik yang selama ini memposisikan sebagai penguasa bukan sebagai abdi masyarakat. Oleh Subarsono (2006:153) kontrak pelayanan diartikan sebagai kontrak sosial antara birokrasi dengan pelanggan guna menjamin kualitas pelayanan publik. Melalui kontrak
pelayanan,
hak
dan
kewajiban pengguna maupun penyedia layanan
disepakati, didefinisikan dan diatur secara jelas. Prosedur, biaya dan waktu pelayanan juga harus didefinisikan dan disepakati bersama, tentunya dengan mengkaji peraturan yang ada secara kritis. Dengan mengimplementasikan kontrak pelayanan, maka birokrasi juga harus menetapkan sistem untuk menangani keluhan pelanggan dengan tujuan memperbaiki kinerjanya secara terus menerus. 2. Kepuasan Penerima Pelayanan
Di dalam praktek, kontrak pelayanan digunakan sebagai instrumen publik untuk mengontrol penyelenggaraan pelayanan publik agar semakin lebih tanggap atau responsif, transparan dan bertanggungjawab atau akuntabel, dan juga sebagai sarana untuk mengatur hak dan kewajiban dari pengguna maupun penyedia layanan secara seimbang dan adil. Di sisi lain dengan diterapkannya kontrak pelayanan akan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat selaku pengguna pelayanan. Dalam hal ini kepuasan pengguna pelayanan diartikan sebagai persepsi terhadap kualitas pelayanan yang telah memenuhi atau melampaui harapnnya. Mengingat kepuasan bukan dilihat dari akutualisasi pelayanan yang diterimanya namun dipandang dari segi seseorang mempersepsikan pelayanan yang diterimanya sebanding atau sama atau bahkan melampaui harapannya atau tidak. Di samping itu kepuasan juga sangat bergantung pada harapan penerima pelayanan.
3. Memahami Harapan Pengguna Pelayanan Dengan mengetahui dan memahami kebutuhan pengguna pelayanan maka penyedia pelayanan akan tahu apa yang harus dilakukan dan dikerjakan dalam memberikan pelaynaan yang tepat sesuai dengan apa yangdiinginkan serta dibutuhkan pengguna pelayanan dan berusaha memberikan pelayanan terbaik dan maksimal sehingga memuaskan pengguna pelayanan. Inti dari kebutuhan pengguna pelayanan meliputi kebutuhan praktis yang berwujud, dapat dirabat dan dilihat dan kebutuhan emosional yang meliputi nilai rasa fisiologis yang dipenuhi dari sikap, tindakan dan perilaku penyedia pelayanan, terdiri dari kebutuhan untuk dihargai, dianggap penting, dipuji, dihormati,
tepat
waktu,
sopan
santun
dan
lain-lain bentuk
pelayanan yang
mencerminkan sikap, tindakan dan perilaku penyedia pelayanan. Setelah memahami harapan pengguna pelayanan,
maka perlu juga diketahui jenis-jenis penerima
pelayanan yang antara lain (1) pengguna pelayanan internal yaitu orang-orang di dalam
di organisasi yang pelayanannya bergantung pada penyedia pelayanan dan
hanya memiliki sedikit pilihan atau tidak punya pilihan sama sekali. (2) pengguna pelayanan
ekternal yaitu
pelayanannya
tidak
orang-orang
bergantung
yang
pada
berada
organisasi
di luar
penyedia
organisasi yang pelayanan
karena
mempunyai berbagai atau banyak pilihan.
4. Pengaruh Implementasi Kontrak Pelayanan Terhadap Peningkatan Kualitas Lembaga Birokrasi Publik Lembaga
atau
organisasi
birokrasi
keberadaannya sebagai implementor kontrak masyarakat sebagai pengguna pelayanan.
publik
sebagai
institusi
yang
pelayanan sangatlah disorot oleh
Mengingat sampai saat ini lembaga
birokrasi publik dan para personilnya masih mendapatkan pengakuan kurang baik di hati masyarakat. Tidak dapat dipungkiri bahwa praktik-praktik yang merupakan indikasi belum baiknya atau belum berkualitasnya lembaga birokrasi publik yang ditandai dengan persoalan yang masih membelitnya sampai saat ini. Adapun persoalan tersebut antara lain meliputi
(1) Orientasi kekuasan, dimana pola pikir
atau mindset para pejabat birokrasi publik masih memposisikan diri sebagai penguasa dan bukan sebagai pelayan masyarakat akibatnya sikap dan perilaku birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna pelayanan cenderung mengabaikan aspirasi dan kepentingan masyarakat. (2) Berkembangnya budaya
paternalistik,
kondisi ini ikut memperburuk
sistem pelayanan publik melalui
penempatan kepentingan elite politik dan birokrasi sebagai variabel
yang dominan
dalam penyelenggaraan pelayanan publik. (3) Pelayanan Diskriminasi, Kesulitan yang dialami masyarakat dalam mengakses atau mendapatkan pelayanan publik tanpa dibedakan sudah bukan rahasia umum lagi karena memang prosedur pelayanan publik tidak dirancang untuk mempermudah warga memperoleh dibedakan atau
diskriminasi,
mengendalikan perilaku
pelayanan publik tanpa
tetapi justru dirancang untuk mengontrol dan
masyarakat agar mereka tidak menyalahgunakan pelayanan
publik. Akibatnya prosedur menjadi lebih panjang serta kompleks dan oleh karena itu tidak mengherankan jika banyak prosedur pelayanan publik di Indonesia yang tidak dapat diikuti secara wajar oleh masyarakat. (4) Misi yang terlalu luas dan tidak fokus kepada publik. Misi pemerintah sering tidak dirumuskan dengan jelas, berdimensi banyak dan tidak mudah diintegrasikan. Karena memiliki misi yang sering kabur dan ambigu maka birokrasi pemerintah cenderung mengembangkan fungsi dan kegiatan yang cakupannya sangat luas sehingga pada akhirnya justru semakin kehilangan fokus kepada pelayanan publik. (5)Kelembagaan yang terlalu kaku. Kondisi ini terjadi karena alasan untuk melindungi kepentingan publik dalam pelayanan publik, oleh karena itu semua lembaga birokrasi public keberadaannya selalu diproteksi dengan regulasi atau peraturan perundang-undangan yang bersifat kaku dan kurang lentur. Pemerintah mungkin merasa khawatir jika keberadaan dan kegiatan lembaga birokrasi publik justru merugikan kepentingan publik, misalnya terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh pengelola birokrasi. Untuk itu diperlukan peraturan yang jelas dan rinci agar penyalahgunaan kewenangan dapat dihindari.
Tetapi perlu juga diingat bahwa keberadaan peraturan yang terlalu rinci dan pelaksanaannya yang sangat kaku justru membuat lembaga birokrasi kehilangan fleksibilitas dalam menjawab dinamika lingkungan. (6) Praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme) Masih sulitnya memberantas KKN di tubuh lembaga birokrasi public semakin menambah image jelek di masyarakat selaku pengguna pelayanan bahwa lembaga birokrasi public merupakan sarang KKN yang paling subur. Terlebih pada akhir-akhir ini banyak di ekspose di media massa atau media sosial para pejabat lembaga birokrasi publik yang terlibat KKN. Yang lebih mengagetkan adalah makin banyaknya para pejabat lembaga peradilan tertangkap tangan menerima uang suap terkait dengan kasu hukum yang ditangani. Persoalan sebagaimana telah dipaparkan tersebut di atas menjadikan pelayanan yang diberikan lembaga birokrasi publik sebagai penyedia pelayanan kepada masyarakat sebagai pengguna pelayanan menjadi tidak produktif. Oleh karena itu kontrak pelayanan atas segala jenis pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan perundangan-undangan pelayanan publik sebagai solusi ampuh yang mengharuskan lembaga birokrasi publik meningkatkan kualitasnya di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Mengingat implementasi kontrak pelayanan publik tidak akan berjalan optimal tanpa dibarengi dengan kualitas lembaga birokrasi publik selaku implementor. Adapun kualitas yang diharapkan tercermin dalam lembaga birokrasi publik antara lain ditandai dengan : a. Responsivitas, Daya tanggap penyedia pelayanan terhadap harapan, keinginan, aspirasi maupun tuntutan pengguna pelayanan b. Responsibilitas
Ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan pornsip-prinsip atau ketentuan-ketentuan administrasi dan organisasi yang benar dan telah ditetapkan c. Akuntabilitas Merupakan
ukuran
yang
menunjukkan
seberapa
besar
proses
penyelenggaraan pelayanan sesuai dengan kepentingan stakeholders dan normanorma yang berkembang dalam masyarakat.
d. Transparansi Sejauhmana lembaga penyedia pelayanan memberikan akses seluasluasnya kepada masyarakat untuk ikut terlibat atau berpartisipasi dalam proses pemberian pelayanan publik kepada masyarakat Kualitas lembaga birokrasi publik sebagaimana diindikasikna dengan 4 (empat) kondisi tersebut di atas sebagai persyaratan utama implementasi kontrak pelayanan oleh lembaga birokrasi publik adalah hal mutlak. Oleh karena itu sebelum dimplementasikan, kontrak pelayanan di dalam perumusannya harus melibatkan berbagai pihak pengguna dan penyedia layanan, baik dari pihak stakeholders internal maupun stakeholders eksternal yang terlibat dalam penyediaan layanan, seperti LSM, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, tokoh masyarakat lokal dan stakeholders (pemangku kepentingan) lainnya. Selanjutnya berdasarkan fakta di lapangan dalam hal pelaksanaan kontrak pelayanan terdapat daerah yang berhasil menerapkannya, sebagai terobosan penciptaan mekanisme pelayanan yang lebih berkualitas serta untuk
mendorong terciptnya lembaga birokrasi publik
yang berkualitas.Terkait
dengan keberhasilan dan kekurangsuksesan pengimplementasian kontrak pelayanan
dalam usaha meningkatkan kualitas pelayanan publik,
maka manfaat kontrak
pelayanan dapat dibagi dalam 2 (dua) sisi yaitu dari sisi pengguna pelayanan publik dan dari sisi penyedia pelayanan publik. Dari sisi pengguna layanan publik, manfaatnya antara lain : 1. Memberikan jaminan bahwa pelayanan publik akan menjadi lebih responsif, transparan dan akuntabel. 2. Memberikan kemudahan untuk mengakses informasi pelayanan publik 3. Untuk
melakukan kontrol terhadap penyelenggaraan pelayanan publik oleh
penyedia layanan. Dari sisi lembaga
birokrasi publik
sebagai penyedia
layanan publik,
manfaatnya antara lain : 1. Memudahkan melakukan evaluasi terhadap kinerja pelayanan 2. Membantu memahami kebutuhan dan aspirasi warga dan stakeholders tentang penyelenggaraan pelayanan publik. 3. Meningkatkan kesadaran masyarakat bahwa pelayanan publik bukan hanya tanggung jawab pemerintah tetapi menjadi tanggung jawab semua termasuk warga dan pengguna layanan.
D. Penutup Kontrak pelayanan merupakan suatu sistem yang diciptakan sebagai suatu terobosan untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik di era reformasi di satu sisi dan di sisi lain sebagai sulusi untuk meningkatkan kualitas lembaga birokrasi publik sebagai penyedia pelayanan yang selama ini punyak image tidak baik di mata masyarakat dengan segala problematika yang dihadapi. Dengan kontrak pelayanan yang perumusannya melibatkan stakehorlders internal maupun eksternal diharapkan dapat mengikis segala praktik-praktik pelayanan publik yang tidak baik.
Meskipun
dalam faktanya masih dijumpai berbagai persoalan dan permasalahan di dalam implementasinya. Namun dengan diterapkannya kontrak pelayanan yang dilandasi semangat transparansi, responsivitas, responsibilitas dan akuntabilitas, di satu sisi diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik dan di sisi lain dapat mendorong terciptanya peningkatan kualitas lembaga birokrasi publik secara keseluruhan.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Dwiyanto, 2006. Mewujudkan Good Gonernance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Agus Dwiyanto, 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gadjah Mada University, Yogyakarta.
Handi Irawan, 200. 10 Prinsip Kepuasan Pelanggan, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, 2006. Strategi Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, Jakarta.
.Nina Rahmayanty, 2010. Manajemen Pelayanan Prima, Graha Ilmu, Yogyakarta.
Undang-Undang No. 25 tahun 2009, Pelayanan Publik, Galangpres, Yogyakarta.