Y.Gabriel Maniagasi, S.Sos, M.Si Gabriel Maniagasi
Memahami Memahami PERILAKU PERILAKU BIROKRASI PELAYANAN BIROKRASI PUBLIK
PELAYANAN PUBLIK
Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Jayapura 2016
KATA PENGANTAR
RASANYA tak ada kata yang pantas untuk diucapkan selain terima Kasih yang tak terhingga kepada Maha Besar Sang Pencipta langit dan bumi, karena atas perkenaannyalah sehingga naskah ini dapat diselesaikan dalam waktu yang relatif cepat. Bacaan pada tangan pembaca ini merupakan hasil penelitian penulis dalam bentuk tesis yang kemudian disederhanakan penulisannya agar mudah dibaca masyarakat luas. tulisan ini mengulas tentang Perilaku Birokrasi Pelayanan Publik dengan obyek penelitian pada Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari Kabupaten Jayapura dengan pertimbangan bahwa RSUD Yowari sebagai organisasi publik yang memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, sehingga dipandang perlu untuk dikaji secara ilmiah hal-hal yang berkaitan dengan pelayanannya sehingga suatu saat hasil penelitian ini dapat menjadi kontribusi bagi perubahan Perilaku Birokrasi dalam peningkatan pelayanan publik bagi masyarakat. Buku ini terdiri dari lima bab, masing-masing Bab I berisi Pendahuluan yang terdiri dari latarbelakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kemudian bab II berisi uraian mengenai metodologi penelitian. Pada bab ini terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, informan penelitian, unit analisis dan teknik analisi data. Bab III Pendekatan Perilaku dalam Organisasi Publik. Pada bagian ini berisi Perilaku Birokrasi dalam Administrasi
Publik, Pengertian Perilaku Birokrasi, serta Konsep Perilaku Birokrasi Bab IV Memahami Pelayanan Publik. Terdiri dari Pengertian Pelayanan Publik, Prinsip-prinsip Pelayanan Publik, Kualitas Pelayanan Publik dan Kerangka Pemikiran. Bab V terdiri dari Hasil Studi pada RSUD Yowari dengan fokus pada Struktur dan Desain Organisasi, Budaya Organisasi dan Kebijakan Sumber daya manusia sebagai langkah untuk mengukur Perilaku Birokrasi Pelayanan Publik pada bidang Pelayanan rumah Sakit. Penulis menyadari bahwa sampai pada usainya penulisan naskah ini ada banyak pihak yang telah membantu sehingga pada kesempatan ini penulis berkesempatan menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada Prof. DR Alwi, MSi dan Prof. DR Akmal Ibrahim, MSi yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan studi Magister pada Program Studi Administrasi Pembangunan Fisip Universitas Hasanuddin Makassar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda) Kabupaten Jayapura, Dr Timotius Demetouw, MSi dan jajarannya yang berkenaan menerbitkan naskah tesis ini menjadi sebuah buku bacaan. Ucapan Terima Kasih juga disampaikan kepada Bapak Frans Lokolo yang berkenaan mengevaluasi naskah ini sehingga dapat dicetak. Terima kasih juga kepada Dokter Frans Sigala sebagai Mantan Direktur RSUD Yowari yang mana telah memberi dukungan pada saat penelitian dilakukan pada tahun 2013-2014, juga ucapan terima kasih kepada rekan, sahabat yang menjadi narasumber dan
memberikan banyak informasi guna menambah pemahaman dan wawasan penulis sepanjang penelitian dilakukan. Dan terakhir ucapan terima kasih kepada kawan-kawan seperjuangan pada saat menempuh pendidikan Magister di Universitas Hasanuddin Makassar, yakni : Dr.Samuel Ririhena, MSi; Dr (Kandidat) Iknatius Pangkata, S.IP, MSi, Leo Antonio, S,Sos, MSi, Bowo Siswandoyo, S.IP, MSi, John Roberth Manggo, S.Sos, MSi, Sevnat Marey, Spi MSi, Ir Hans Liborang, dan Antonetta Lensru, S.Ip, MSi. Akhirnya tak ada gading yang tak retak, demikian pula naskah ini disadari bahwa masih jauh dari kata sempurna, namun dari ketidaksempurnaan itulah penulis diajar untuk menerima sumbang-saran demi perbaikan pada edisi revisinya. Salam. Sentani, 5 Februari 20165 Gabriel Maniagasi
DAFTAR ISI
Kata Pengantar Daftar Isi BAB I Pendahuluan (2) A. Latarbelakang Masalah (3) B. Rumusan masalah (11) C. Tujuan Penelitian (11) D. Manfaat Penelitian (12) BAB II Metodologi Penelitian (13) A. Pendekatan dan Jenis Penelitian (14) B. Lokasi Penelitian (14) C. Sumber data (14) D. Teknik Pengumpulan Data (15) E. Informan Penelitian (16) F. Unit Analisis data (16) G. Teknik Analisis Data (16) BAB III Pendekatan Perilaku dalam Organisasi Publik (18) A. Perilaku Organisasi Dalam Administrasi Publik (19) B. Pengertian Perilaku Organisasi (21) C. Konsep Perilaku Birokrasi (26) BAB IV Memahami Pelayanan Publik (32) A. Pengertian Pelayanan Publik (33) B. Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik (36) C. Kualitas Pelayanan Publik (41) D. Kerangka Pemikiran (47)
BAB V Studi Kasus RSUD Yowari (49) A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian (50) 1. Sejarah RSUD Yowari (50) 2. Visi, Misi, dan Tujuan RSUD Yowari (57) 3. Komposisi SDM RSUD Yowari (59) 4. Tugas dan fungsi (Tusi) RSUD Yowari (65) 5. Struktur Organisasi dan Uraian Tugas RSUD Yowari (67) 6. Fasilitas Pendukung RSUD Yowari (73) 7. Masalah-masalah yang dihadapi RSUD Yowari (78) B. Perilaku organisasi RSUD Yowari (81) 1. Struktur dan Desain Organisasi (82) 2. Budaya Organisasi (112) 3. Kebijakan SDM Organisasi (131) BAB VI Penutup (142) A. Kesimpulan (143) B. Saran (144) Daftar Pustaka (146) Lampiran (153)
Gabriel Maniagasi
Memahami Perilaku
Birokrasi Pelayanan Publik BALITBANGDA KABUPATEN JAYAPURA 2016
Tentang Penulis Y.GABRIEL MANIAGASI, S.SOS, MSI, adalah dosen tetap pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) Universitas Cenderawasih (Uncen). Memulai karier sebagai dosen pada tahun 2003. Menyelesaikan Pendidikan Kesarjanaan pada Program Studi Ilmu Pemerintahan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado sejak tahun 2000. Menyelesaikan Pendidikan Magister
pada
Program
Studi
Administrasi
Pembangunan dengan Konsentrasi Manajemen Publik. Gabriel‐demikian
sapaan
yang
mengakrabinya‐
termasuk penulis yang cukup produktif karena selain sebagai dosen ia juga menjalani kariernya sebagai jurnalis pada beberapa media di Tanah Papua, dan di Jakarta. Gabriel pernah menulis untuk Harian Umum Suara Pembaruan di Jakarta (2003‐2010). Sebagai Wakil Pemimpin Redaksi Tabloid Suara Perempuan Papua (2004), Sebagai Redaktur pada Harian pagi Bintang Papua (2008‐2009), dan sebagai Redaktur tamu untuk Tabloid Dwi Mingguan Boda Post (2009‐2015) dan Harian Suluh Papua (2013) selain itu Gabriel juga menjadi kolumnis tetap yang menulis untuk Majalah MOP (2013‐2014). Karya‐karya tulis yang pernah ditulis
Gabriel Maniagasi, antara lain : Ketika Tanah Papua Terbuka Bagi Firman (2007); Kiat Jitu memenangkan Pemilu (Panduan Praktis Bagi Calon anggota Legislatif menuju Pemilu 2009); Makassar : Hitam Putih (2014) dan Buku Yang ada di tangan pembaca Memahami Perilaku Birokrasi Pelayanan Publik. KATALOG DALAM TERBITAN Perpustakaan Nasional Republik Indonesia MEMAHAMI PERILAKU BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK
Penulis : Gabriel Maniagasi Hak Cipta © ada pada penulis 184 hal, 14 x 21 cm Cetakan I Juni 2016 ISBN Penerbit : Badan
Penelitian
Kabupaten Jayapura Dicetak oleh :
dan
Pengembangan
Daerah
BAB I PENDAHULUAN
1
Salah satu tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat. Maka sektor kesehatan merupakan bagian dari kesejahteraan yang dicita-citakan untuk dinikmati rakyat, selain sektor pendidikan, hukum, transportasi, infrastruktur dan peningkatan ekonomi kerakyatan. Dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat inilah maka tugas pokok negara melalui birokrasi pemerintah adalah mewujudnyatakannya melalui penyediaan berbagai kebutuhan publik seperti “fasilitas layanan” kepada masyarakat luas melalui organisasi publik. Organisasi publik diawali kemunculannya dari adanya konsep barang publik (public goods) dan jasa yang tidak dapat dipenuhi melalui mekanisme pasar seperti yang dilakukan individu-individu. Sebaliknya, pemenuhannya harus kolektif, misalnya penegakkan hukum, pelayanan kesehatan, pelayanan pendidikan, pelayanan transportasi dan pengadaan sistem keamanan nasional. (Kusdi, 2011). Fungsi organisasi publik adalah mengatur pelayanan yang dibutuhkan masyarakat dalam berbagai aspek, sehingga pelayanan kesehatan pun menjadi bagian yang disediakan pemerintah untuk warganya. Bisa disebutkan beberapa bidang tertentu yang bersifat kolektif dimana organisasi publik memainkan perannya, misalnya penegakkan hukum, pelayanan kesehatan, pendidikan, keamanan nasional, dan sebagainya. semua itu tidak bisa diupayakan secara individual. Jadi secara sederhana organisasi publik diadakan untuk memberikan pelayanan publik kepada masyarakat, yakni pelayanan-pelayanan yang
2
tidak dapat diusahakan sendiri secara terpisah oleh usaha masing-masing individu (Kusdi, 2011) Dengan demikian, urusan kesehatan menjadi kewajiban pemerintah melalui unit-unit organisasi yang ditugaskan sesuai fungsinya. Sebagai organisasi publik, Rumah Sakit Umum Daerah “Yowari” Kabupaten Jayapura (selanjutnya disebut RSUD Yowari) memiliki tugas dan tanggung jawab melayani masyarakat dengan menyediakan “jasa layanan” kesehatan yang diharapkan berkualitas baik, murah, dan mudah dijangkau dengan pendekatan pelayanan yang profesional, cepat, tanggap, dan akuntable. Disamping itu, RSUD Yowari juga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas organisasi untuk menjawab tuntutan masyarakat terhadap jasa layanan kesehatan yang ideal, memenuhi standar dan prosedur hukum yang berlaku. Untuk itu, dibutuhkan penguatan kapasitas kelembagaan dengan melakukan kajiankajian ilmiah sehingga dapat memberi arah yang tepat, guna pengembangan organisasi dalam kaitannya dengan pemenuhan fungsinya sebagai organisasi publik yang melayani kebutuhan masyarakat atas jasa layanan kesehatan. Walau idealnya demikian, namun kenyataannya tidak seperti yang diharapkan. RSUD Yowari mengalami keterhambatan dalam berbagai hal sehingga berdampak pada pelayanannya kepada masyarakat. Misalnya kekurangan sumber daya manusia (SDM) tenaga medis (dokter spesialis dan tenaga perawat), terbatasnya fasilitas penunjang pelayanan medis, keterbatasan dana operasional yang bersumber dari
3
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jayapura. Manajemen pelayanan belum memenuhi harapan masyarakat. Petugas melayani apa adanya, bahkan dalam beberapa kasus dilaporkan mengabaikan pasien di bangsal, bahkan dari aspek struktur organisasi tampak bahwa Formalisasi, Rentang Kendali dan Rantai Komando tidak berfungsi maksimal. Akibatnya, tidak menunjukan budaya kerja yang baik. Sebaliknya, keadaan ini memberi kesan bahwa kinerja organisasi kurang maksimal. Pada dasarnya, perilaku birokrasi merupakan hasil interaksi birokrasi yang di dalamnya berkumpul para individu dengan lingkungannya. Perilaku menyimpang dipandang sebagai “patologi birokrasi” atau gejala menyimpang (disfunction of bureaucracy) yang muncul karena beberapa sebab : Pertama, persepsi dan gaya manajerial pejabat. Kedua, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, ketiga, tindakan birokrat yang melanggar norma hukum. Keempat, manifestasi perilaku birokrat yang bersifat disfungsional, dan kelima, situasi internal dalam lingkup organisasi pemerintah. Patologi birokrasi ini harus mendapat perhatian ekstra dalam kaitannya dengan mewujudkan birokrasi profesional, handal dan dapat dipercaya. (Siagian, 1994). Setidaknya ada enam prinsip perilaku birokrasi yang mampu memperbaiki citra birokrasi yang dinilai miris, karena pandangan publik yang terlanjur memandang miring terhadap birokrasi. Berikut ini merupakan tindakan-tindakan yang dapat memperbaiki citra birokrasi, yakni : kesopanan, keadilan, kepedulian,
4
kedisiplinan, kepekaan, dan tanggung jawab. (Siagian, 1994:98) Dalam kaitannya dengan fenomena Perilaku Birokrasi maka kedudukan, peran dan fungsi organisasi tidak dapat dipisahkan dari individu selaku aparat (petugas kesehatan) yang secara alamiah memiliki persepsi, nilai, motivasi, pengalaman dan pengetahuan dalam rangka melaksanakan tugas, fungsi dan tanggung jawab sosialnya. Apalagi, perilaku manusia dalam organisasi sangat menentukan pencapaian hasil yang maksimal dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. Perilaku seorang individu terbentuk melalui proses interaksi atau hubungan antara individu itu sendiri dengan lingkungan dimana ia berada. Setiap individu mempunyai karakteristik tersendiri, dan karakteristik tersebut akan dibawanya ketika memasuki lingkungan tertentu, termasuk memasuki organisasi formal seperti RSUD Yowari. Karakteristik itu antara lain adalah kemampuan, kepercayaan pribadi, kebutuhan, pengalaman, pengetahuan dan sebagainya. Demikian juga dengan organisasi sebagai lingkungan mempunyai karakteristik tertentu, seperti yang disampaikan Max Weber (Mifta Thoha,1995:29) yakni : formalisasi, keteraturan, disiplin yang diwujudkan dalam susunan hirarki, pekerjaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab, sistem imbalan dan sistem pengendalian. Jika karakteristik individu sebagai aparatur pemerintah daerah dan karakteristik organisasi (birokrasi) berinteraksi maka terbentuklah perilaku aparatur dalam organisasi pemerintah daerah.
5
Dalam perspektif pelayanan publik, keadaan RSUD Yowari, seperti yang digambarkan diatas seharusnya tidak akan terjadi kalau petugasnya menyadari kapasitasnya sebagai aparatur pemerintah daerah yang berfungsi melakukan tugas pokoknya dalam organisasi publik, yakni melakukan pelayanan kepada masyarakat secara sopan, ramah, disiplin, jujur, semangat, dan bertanggung jawab. Aparatur pemerintah dalam menjalankan peran, tugas dan fungsinya berangkat dari budaya yang dianut, nilai-nilai yang diyakini, dan sikap yang menjadi perilakunya. Kesadaran mengenai nilai-nilai tentang baik atau buruk, yang pantas atau tidak pantas dilakukan, terutama dalam menafsirkan dan menerapkan kekuasaan dan kewenangan yang berada di tangannya. (Suratman, 2008:91) Untuk mencapai keefektifannya, maka rangkaian penelitian ini berangkat dari teori organisasi menurut Stephen P. Robbins. Ia mendefinisikan organisasi sebagai kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasikan, untuk mencapai tujuan bersama. Jika dikontekskan dengan penelitian ini, maka yang dimaksudkan dengan Kesatuan Sosial itu adalah RSUD “Yowari” yang terdiri dari petugas kesehatan dan sekelompok orang yang berinteraksi disana. Dikoordinasikan dengan sadar mengandung pengertian manajemen organisasi RSUD Yowari, kemudian orangorang dalam organisasi yakni petugas medis, dokter, dan petugas administrasi. Mempunyai keterikatan yang terus-menerus memiliki hak, kewajiban, tugas dan
6
tanggung jawab. Terakhir tujuan, yakni tujuan adalah melayani masyarakat sesuai dengan aturan pemerintah dan prinsip-prinsip pelayanan yang berkualitas. Dalam penelitian ini, tema pokoknya adalah Perilaku Organisasi yang dalam perspektif Ilmu Administrasi Publik menjadi kajian Teori Organisasi. Teori Organisasi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari Struktur Organisasi dan Desain organisasi, Budaya Organisasi, termasuk bagaimana pengelolaan sumber daya manusia dalam organisasi. Teori Organisasi memfokuskan diri pada Perilaku “dari” Organisasi dan menggunakan definisi yang lebih luas tentang efektifnya organisasi. Teori Organisasi juga tidak hanya memerhatikan prestasi dan sikap pegawai, tapi juga kemampuan organisasi secara keseluruhan untuk menyesuaikan diri dalam mencapai tujuantujuannya. Dalam kajian Teori Organisasi, Perilaku Organisasi membahas Struktur dan Desain Organisasi, Budaya Organisasi dan Kebijakan Sumber Daya Manusia. (Robbins, 2008:256) Penelitian ini mengacu pada Teori Organisasi menurut Stephen P. Robbins dengan alasan bahwa Perilaku “dari” Organisasi dapat diamati dari Struktur dan desain organisasi, budaya organisasi, dan kebijakan sumber daya manusianya, sehingga hasil akhir dapat diukur pada capaian-capaian organisasi. Mengingat RSUD Yowari adalah organisasi formal maka birokrasi dengan keunggulannya memberikan jaminan keberhasilan pelayanan dengan produk jasa layanan yang terstandarisasi.
7
Selain teori yang menjadi acuan, penelitian ini pun berpijak pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2005 tentang pelayanan publik. Dimana kehadiran perangkat hukum ini menjadi rambu-rambu yang wajib dipatuhi oleh setiap penyelenggara pelayanan publik. Disamping itu, sebagai organisasi yang khusus pelayanannya pada bidang kesehatan, rumah sakit pun diatur pengelolaannya dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Selain itu, untuk RSUD Yowari pun secara teknis operasional diatur keberadaannya melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jayapura Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Kabupaten Jayapura, bahkan jauh sebelum itu, ada Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah kepada masyarakat. Peraturan hukum tersebut sebagai landasaran yuridis formal dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagai Organisasi Pemerintah Daerah yang melayani masyarakat dalam bidang kesehatan. Hanya saja, terpulang pada, kepemimpinan organisasi (leadership organizational), manajemen pelayanan (management services) serta pengawasan (controlling) terhadap aparatur birokrasi yang dilakukan secara internal maupun ekternal sehingga semua sumber daya yang ada dapat berfungsi maksimal untuk melayani para pengguna jasa layanannya. Penelitian ini dimulai dengan memanfaatkan “data awal” berupa informasi pengunjung dan fasilitas
8
yang dimiliki RSUD Yowari yang dikutib dari Rekam Medik RSUD Yowari pada tahun 2012. Adapun jumlah pengunjung rawat jalan tercatat sebanyak 23.439, rawat inap sebanyak 7.295, gawat darurat sebanyak 24.584, ICU sebanyak 209 pasien, NICU sebanyak 813 pasien, kamar bersalin sebanyak 769, Kamar operasi sebanyak 548, sedangkan pelayanan radiologi sebanyak 5.506 dan laboratorium klinik sebanyak 43.657 kunjungan. Lalu untuk pelayanan masyarakat miskin sebanyak 34.134 yang terdiri dari Jamkesmas (6.779), Jamkesda/OTSUS Kabupaten Jayapura (6.842) dan Jamkespa/Otsus Provinsi Papua (20.513). Sementara itu, berdasarkan proyeksi BPS Kabupaten Jayapura Jumlah penduduk Kabupaten Jayapura pada 2011 berjumlah 114.824 orang, yang terdiri dari 60.670 penduduk laki-laki dan 54.154 penduduk perempuan. Dengan wilayah seluas 17.516,6 km persegi dengan tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Jayapura 6,6 jiwa/Km2 (Kabupaten Jayapura dalam Angka 2012) Kendati demikian, penyebaran jumlah penduduk tidak merata antara satu kecamatan (distrik) dengan distrik lain. Pada umumnya distrik-distrik di sekitar ibukota Kabupaten Jayapura (Kota Sentani) sangat mudah mengakses layanan kesehatan melalui RSUD Yowari, karena selain jarak tempuh yang sangat memungkinkan, dan tersedia sarana transportasi yang memadai. Sedangkan distrik-distrik yang jauh biasanya sangat kerepotan untuk menjangkau layanan RSUD Yowari khususnya karena jarak tempuh yang sangat jauh dan kesulitan sarana transportasi disamping
9
sulitnya medan. Sehingga yang dapat dilakukan adalah mengakses layanan kesehatan “seadanya” melalui pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) terdekat pada distrik yang bersangkutan. (Kabupaten Jayapura dalam angka, 2012). Dengan demikian penulis memandang penelitian ini penting dilakukan sebab berkaitan dengan Perilaku Organisasi yang memberi dampak terhadap kredibilitas dan kapabilitas pemerintah daerah karena pada dasarnya perilaku organisasi apapun termasuk birokrasi pemerintah sangat ditentukan oleh manusia sebagai pendukung utama dari suatu organisasi, sehingga dengan penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi untuk mengurangi sikap petugas medis dan juga pimpinannya yang tidak respektif pada manusia, dengan cara memusatkan perhatiannya pada perilaku manusia itu sendiri, karena keefektifan setiap organisasi sangat dipengaruhi oleh perilaku manusianya yang unik dengan kepelbagaian pengalaman, pengetahuan, sikap, persepsi, harapan dan juga keyakinan sehingga secara teoritis, Teori Organisasi yang dikemukakan Robbins, dipandang tepat untuk menjelaskan fenomena Perilaku Birokrasi Pelayanan Publik pada Studi tentang RSUD Yowari Kabupaten Jayapura.
***
10
BAB II PENDEKATAN PERILAKU DALAM ORGANISASI PUBLIK
11
A. Perilaku Organisasi dalam Administrasi Publik
Administrasi publik berkenaan dengan prosesproses dimana sumber daya dan personel publik diorganisir dan dikoordinasikan untuk memformulasikan, mengimplementasikan dan me-manajemen-i keputusankeputusan dalam kebijakan publik. Administrasi Publik bertujuan memecahkan masalah-masalah publik melalui perbaikan-perbaikan terutama di bidang organisasi, sumber daya manusia dan keuangan (Tawai, 2013:20). Dalam perspektif disiplin Ilmu Administrasi Publik, Perilaku Organisasi masuk dalam kajian Teori Organisasi. Menurut Stephen P Robbins, Teori Organisasi adalah disiplin ilmu yang mempelajari struktur dan desain organisasi. Teori Organisasi memfokuskan dirinya kepada Perilaku dari organisasi, dan tidak hanya memerhatikan prestasi dan sikap para pegawai tetapi juga kemampuan organisasi secara keseluruhan untuk menyesuaikan diri dalam mencapai tujuan-tujuannya. (Indrawijaya, 2010:176) Ide dalam kajian Teori Organisasi adalah Struktur dan Desain Organisasi. Robbins melihat bahwa Struktur Organisasi menghendaki bagaimana tugas akan dibagi, siapa melapor kepada siapa dan mekanisme koordinasi yang formal serta pola interaksi yang akan diikuti. Pada dasarnya Struktur Organisasi mempunyai tiga komponen: Kompleksitas, Formalisasi, dan Sentralisasi. Kompleksitas mempertimbangkan tingkat diferesiasi yang ada dalam organisasi, termasuk di dalamnya tingkat spesialisasi atau tingkat pembagian
12
kerja, jumlah tingkatan di dalam hirarki organisasi, serta tingkat sejauhmana unit-unit organisasi tersebar secara geografis. Formalisasi adalah tingkat sejauhmana organisasi menjalankan peraturan dan prosedur untuk mengatur perilaku individu yang berada dalam organisasi tersebut. Sentralisasi, mempertimbangkan dimana letak pusat pengambilan keputusan. Pada sejumlah organisasi, pengambilan keputusan sangat disentralisasikan. Masalah-masalah dialirkan keatas dan para eksekutif senior memilih tindakan yang tepat. Pada kasus lainnya, pengambilan keputusan sangat didesentralisasikan. Kekuasaan disebar kebawah dalam hirarki. Sentralisasi dan desentralisasi merupakan dua ujung dari sebuah rangkaian. (Sentot 2010:16) Sebagaimana diuraikan di atas bahwa Teori Organisasi mengambil kajian makro, maka Perilaku Organisasi, mengambil pandangan mikro—memberi tekanan pada individu-individu dan kelompok kecil. Perilaku Organisasi memfokuskan diri kepada perilaku di dalam organisasi dan kepada seperangkat prestasi dan variasi mengenai sikap yang sempit dari para pegawai yakni produktivitas pegawai, absensi, perputaran pegawai, dan kepuasan kerja. Topik-topik mengenai perilaku individu dan perilaku organisasi adalah persepsi, nilai-nilai, pengetahuan, motivasi, serta kepribadian. Sedangkan topik mengenai perilaku kelompok adalah peran, status kepemimpinan, kekuasaan, komunikasi dan konflik.
13
B. Pengertian Perilaku Organisasi Studi tentang perilaku organisasi semakin berkembang sejalan dengan kesadaran bahwa perilaku individu berpengaruh pada kinerja individu, kelompok dan organisasi. Perilaku positif (atasan maupun bawahan) akan menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan pada gilirannya akan meningkatkan kinerja individu maupun kinerja organisasi. Sebaliknya perilaku negatif akan menumbuhkan suasana kerja yang tidak kondusif. Perilaku organisasi berkaitan dengan bagaimana orang bertindak dan bereaksi dalam semua jenis organisasi. Dalam kehidupan organisasi, orang dipekerjakan, dididik dan dilatih, diberi informasi, dilindungi, dan dikembangkan. Dengan kata lain, perilaku organisasi adalah bagaimana orang berperilaku di dalam suatu organisasi. Namun demikian, apa itu organisasi? Istilah organisasi berasal dari kata Yunani “organon”, yang bermakna alat atau instrumen. Organisasi merupakan instrumen yang diciptakan untuk mencapai sasaran akhir. Ide tentang tugas-tugas, tujuan, dan sasaran merupakan konsep yang mendasar dari organisasi. (Suratman, 2012:20). Instrument merupakan alat mekanik yang dikembangkan untuk membantu dalam melakukan sejumlah bentuk aktivitas yang berorientasi pada sasaran. Konsep organisasi dimekanisasikan dan diadaptasi sesuai kebutuhan mesin (Morgan, dalam Suratman, 2012:20). Istilah organisasi masih bersifat
14
abstrak, karena hanya menekankan pada aspek instrumen tanpa melihat adanya proses, manusia, dan kerjasama dalam organisasi (Suratman, 2012:12) Sejumlah penulis memberi pengertian tentang organisasi secara berbeda, namun sifatnya saling melengkapi. Organisasi adalah unit sosial yang secara sadar dikoordinasikan, terdiri dari dua orang atau lebih yang berfungsi secara relatif berkelanjutan untuk mencapai tujuan bersama atau serangkaian tujuan (Robbins, et al, 2011:39) Organisasi adalah suatu sistem yang dikoordinasikan secara sadar dari aktivitas dua orang atau lebih (Kreitner, et al, 2010:5), sedangkan Greenberg, et al, (2003:3) menyatakan organisasi adalah sistem sosial yang terstruktur terdiri dari kelompok dan individu bekerjasama untuk mencapai beberapa sasaran yang disepakati. Meski demikian, pandangan klasik tentang organisasi pernah dikemukakan oleh Weber (1947) dengan membedakan suatu kelompok kerjasama dengan organisasi kemasyarakatan. Menurutnya, kelompok kerjasama adalah suatu tata hubungan sosial yang dihubungkan dan dibatasi dengan sejumlah tata aturan. Aturan-aturan itu didesain untuk memaksa seseorang melakukan kerja sebagai suatu fungsinya yang ajek, baik dilakukan oleh pimpinan maupun oleh pegawai-pegawai administrasi lainnya. Weber menilai bahwa setiap kelompok kerjasama sudah tentu memiliki unsur-unsur properties, seperti : 1. Adanya tata hubungan sosial (ada interaksi antarindividu); 2. Organisasi memiliki batasan-batasan
15
tertentu (boundaries), artinya interaksi individu bukan karena kemauan sendiri, melainkan dibatasi dengan peraturan-peraturan tertentu; 3. Tata aturan ini menyusun proses interaksi diantara orang-orang yang bekerjasama di dalamnya, sehingga interaksi tidak muncul begitu saja. Aturan itulah yang membedakan organisasi dengan kumpulan-kumpulan kemasyarakatan, 4. Memiliki kerangka hubungan berstruktur yang menjelaskan wewenang, tanggung jawab, pembagian kerja untuk menjalankan fungsifungsi tertentu. Hubungan berstruktur itu disebut hirarki sehingga melahirkan konsekuensi logis, bahwa dalam organisasi ada pimpinan atau kepala dan ada bawahan (Arifin, 2010:23). Sama halnya dengan organisasi, pandangan para pakar tentang Perilaku Organisasi pun sangat beragam. Perilaku Organisasi adalah suatu bidang studi yang menginvestigasikan dampak perilaku dari individu, kelompok, dan struktur dalam organisasi dengan maksud menerapkan pengetahuan untuk memperbaiki efektivitas organisasi (Robbins, et al, 2003:43). Greenberg dan Baron memberi batasan Perilaku Organisasi merupakan bidang yang mencari peningkatan dari semua aspek perilaku dalam pengaturan organisasional melalui penggunaan metode saintifik. Perilaku organisasi adalah suatu bidang studi yang dicurahkan untuk memahami, menjelaskan dan akhirnya memperbaiki sikap dan perilaku individu dan kelompok dalam organisasi (Colquitt, et al, 2011:7). Perilaku organisasi adalah bidang yang bersifat interdisiplin didedikasikan untuk memahami lebih baik
16
dan mengelola orang di pekerjaan (Kreitner, et al, 2010:5). Perilaku organisasi adalah studi tentang apa yang orang pikirkan, rasakan, dan lakukan di dalam dan sekitar organisasi (McShane, et al, 2010:4). Perilaku organisasi adalah suatu studi tentang perilaku manusia dalam pengaturan organisasi, hubungan antara individu dengan organisasi dan organisasi itu sendiri. (Tyagi, 2000:2) Dari beragamnya batasan diatas, Wibowo (2013:2) berpendapat bahwa Perilaku organisasi pada hakikatnya adalah merupakan bidang studi lintas disiplin yang mempelajari tentang bagaimana memperbaiki sikap dan perilaku individu, dan kelompok dalam organisasi sehingga dapat memberikan kontribusi secara efektif dalam mencapai tujuan. Sementara Sentot Imam Wahyono, (2010:6) memberi batasan Perilaku organisasi merupakan bidang studi yang mencakup teori, metode dan prinsip dari berbagai disiplin ilmu guna mempelajari persepsi individu, nilai-nilai, kapasitas pembelajar individu, dan tindakan-tindakan saat bekerja dalam kelompok dan dalam organisasi secara keseluruhan, menganalisis akibat lingkungan eksternal terhadap organisasi dan sumber dayanya, misi, sasaran dan strateginya. Perilaku merupakan operasionalisasi dan aktualisasi sikap seseorang atau sekelompok orang dalam atau terhadap situasi (kondisi) atau lingkungan (masyarakat, alam, teknologi dan organisasi). Ada dua hal yang memengaruhi perilaku seseorang, yakni kondisi dari luar dirinya (lingkungan) dan adanya kepentingan yang disadari dari dalam (Ndraha ,1997).
17
Sedangkan pakar psikologi Rita L Atkinson dan Ernest R Hilgard menyatakan bahwa perilaku adalah kegiatan organisme yang dapat diamati oleh organisme lain atau berbagai instrument penelitian. Jika lingkungan yang dimaksud adalah suatu organisasi maka perilaku yang terjadi adalah perilaku keorganisasian (organizational behavior) yakni perilaku yang didasarkan pada kesadaran akan kewajiban, kebebasan, kewenangan, dan tanggung jawab secara pribadi maupun kelompok di masyakarat.(Pasolong, 2012) Menurut Robbins (2008:59), ada empat faktor yang membentuk perilaku, yaitu : 1). Penguatan Positif. Dimaksudkan bahwa dengan pemberian hadiah, motivasi, penghargaan, maka perilaku seseorang akan semakin baik dan terpacu melakukan pekerjaan sesuai dengan tujuan organisasi. 2) Penguatan Negatif. Penguatan negatif dimaksudkan dengan menundah memberikan hadiah, atau sebaliknya dari penguatan positif. 3) Hukuman. Berupa tindakan-tindakan untuk mengubah perilaku agar sesuai dengan apa yang dikehendaki organisasi. 4) Pemunahan. Berupa tindakan untuk menghilangkan sama sekali perilaku buruk individu yang tidak sesuai dengan kehendak organisasi. Sentot Imam Wahjono (2010:9) menjabarkan lebih lanjut bahwa perilaku di dalam organisasi berasal dari dua sumber yaitu individu dan kelompok karena keduanya saling berinteraksi sehingga pada suatu titik sangat sulit dibedakan lagi asal-usul perilaku yang terdapat dalam suatu organisasi. Dalam bukunya, Sentot menjelaskan kinerja individu adalah dasar kinerja
18
organisasi, sehingga menurutnya pemahaman tentang perilaku masing-masing anggota organisasi menjadi titik sentral dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Semakin seseorang mengetahui dan memahami perilaku unik dari anggota organisasinya semakin besar kemungkinan orang itu memperoleh sukses menggerakan atau mengendalikan organisasi ke arah pencapaian tujuan. C. Konsep Perilaku Birokrasi Stephen P Robbins (2011:63) menjelaskan bahwa perilaku organisasi merupakan bidang yang bersifat multidisiplin yang membahas perilaku organisasi sebagai proses individu, kelompok dan organisasional. Pengetahuan ini dipergunakan ilmuan yang tertarik memahami perilaku manusia dan praktisi yang tertarik dalam meningkatkan efektivitas organisasional dan kesejahteraan individu. Robbins mengemukakan tiga tingkatan analisis yang dipergunakan dalam perilaku organisasi, yaitu proses individual, proses kelompok dan proses organisasional. Proses individual menggambarkan mengenai karakteristik biografis, personaliti dan emosional, nilainilai dan sikap serta kemampuan individual dalam organisasi. Karakteristik biografis memberikan uraian mengenai usia, jenis kelamin, pengalaman, dan harapan-harapan. Personaliti dan emosional menggambarkan tentang persepsi dan motivasi individu terhadap pengambilan keputusan secara individu. Nilai dan sikap memberikan penjelasan analisis menyangkut
19
motivasi seseorang dalam pembuatan keputusan, sedangkan kemampuan (ability) terbagai dua, yakni kemampuan untuk membuat keputusan dan kemampuan pembelajaran. Model analisis Perilaku kelompok terkait dengan komunikasi. Proses komunikasi menjelaskan banyak aspek misalnya aspek struktur kelompok, pengambilan keputusan kelompok, kepemimpinan dan kepercayaan, kerja tim (kelompok), politik dan kekuasaan, serta konflik dalam organisasi. Model analisis Perilaku Organisasi. Terkait dengan Sistem Organisasi itu sendiri. Pada level ini, analisis ditekankan pada aspek pengelolaan organisasi yang bertalian dengan Struktur Organisasi dan Desain Organisasi, Budaya Organisasi, dan Kebijakan Sumberdaya Manusia. Struktur Organisasi menjelaskan mengenai kompleksitas, Sentralisasi dan Formalisasi, sedangkan Desain organisasi menjelaskan mengenai struktur sederhana, struktur birokrasi dan struktur matriks. Struktur sederhana adalah sebuah struktur yang dicirikan dengan kadar departementalisasi yang rendah, rentang kendali yang luas, wewenang yang terpusat pada seseorang dan sedikit formalitasnya. Struktur Birokrasi adalah sebuah struktur dengan tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, aturan dan ketentuan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan pada berbagai departemen fungsional, wewenang terpusat, rentang kendali yang sempit dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando Struktur Matriks adalah sebuah struktur yang menciptakan garis wewenang
20
ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk. (Robbins, 2008:226). Budaya organisasi. Didefinisikan sebagai sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota yang membedakan suatu organisasi dengan organisasi lainnya. Sistem makna bersama ini, ketika dicermati secara lebih dalam adalah sekumpulan karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi (Robbins, 2008:256). Robbins mencatat sedikitnya ada tujuh hakikat kultur sebuah organisasi, yakni : inovasi dan keberanisan mengambil resiko; perhatian pada halhal rinci; orientasi hasil; orientasi orang; orientasi tim; keagresifan dan stabilitas. Sedangkan Kebijakan Sumber Daya Manusia, terkait dengan proses rekrutmen anggota baru yang disesuaikan dengan kebutuhan organisasi dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Kebijakan sumberdaya manusia merupakan proses bertahap sejak calon anggota membawa lamarannya sampai dengan proses dimana ia dinyatakan lolos berbagai persyaratan dan tahapan seleksi dan diterima sebagai anggota organisasi kemudian beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan tuntutan dan kebutuhan organisasi. Untuk memenuhi kebutuhan organisasi maka yang bersangkutan diikutkan dalam program-program organisasi untuk meningkatkan kapasitas diri dalam menunjang kebutuhan organisasi. Mengenai konsep “Perilaku Birokrasi”, menurut Mifta Thoha, (2012:8) tidak banyak diulas pada literatur asing, umumnya yang dibahas adalah Perilaku Organisasi atau Perilaku Administrasi. Jarang ditemui
21
istilah Perilaku Birokrasi. Oleh karena itu ia menjelaskan bahwa perlu diberi “perhatian” makna terhadap konsep ini. Sehingga ada kesamaan pemahaman terhadap bagaimana Perilaku Birokrasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Selanjutnya, Thoha menjelaskan, kalau organisasi atau administrasi bisa berperilaku, maka pertanyaannya mengapa birokrasi tidak? Padahal baik organisasi, administrasi maupun birokrasi sama-sama sebagai suatu sistem. Menurutnya, organisasi merupakan kumpulan orang yang mempunyai sikap dan perilaku tertentu di dalam usaha bekerja sama mencapai tujuan tertentu. Begitu juga birokrasi sebagai suatu sistem mempunyai sikap dan perilaku tertentu dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Jika demikian, maka birokrasi pun merupakan suatu sistem yang mencoba memahami perilaku-perilaku pada organisasi agar tetap rasional, sehingga efektif dalam upaya mencapai tujuannya. Menurut Thoha, selama organisasi, administrasi, dan birokrasi masih dikendalikan manusia untuk mencapai tujuannya maka masih terbuka kemungkinan untuk berperilaku. Untuk itu, penyebutan perilaku untuk birokrasi, organisasi ataupun administrasi bukanlah tanpa alasan. Perilaku dipandang sebagai suatu fungsi dari interaksi antara manusia sebagai mahluk individu dengan lingkungannya. Tentu saja hal ini merupakan konsep psikologi, dan mengandung pengertian bahwa perilaku seseorang tidak hanya ditentukan oleh dirinya sendiri, melainkan ditentukan oleh bagaimana interaksinya dengan lingkungan dimana ia berada.
22
Dengan konteks demikian, maka Perilaku Birokrasi pada hakikatnya merupakan hasil interaksi antara individu-individu sebagai aparatur pemerintah daerah dengan organisasi dimana ia beraktivitas setiap saat sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu, untuk memahami birokrasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu individu-individu sebagai pendukung organisasi tersebut. Individu membawa ke dalam tatanan birokrasi, kemampuannya, kemauan, kepercayaan pribadi, pengharapan, nilai-nilai, persepsi, termasuk kebutuhan dan pengalamannya. Hal Ini merupakan karakteristik individu, dan karakteristik itu akan terbawa juga ketika individu tersebut memasuki suatu lingkungan baru, misalnya memasuki birokrasi atau organisasi pemerintah. Adapun birokrasi sebagai suatu sistem untuk merasionalisasikan organisasi itu juga mempunyai karakteristik tersendiri. Karakteristiknya seperti yang disebutkan Max Weber, antara lain: adanya keteraturan yang diwujudkan dalam susunan hierarki, adanya pembagian kerja, adanya tugas-tugas dalam jabatan tertentu, adanya wewenang dan tanggung jawab, adanya sistem penggajian tertentu, adanya sistem pengendalian dan sebagainya. Jika karakteristik individu yang disebutkan di atas berinteraksi dengan karakteristik birokrasi, maka timbullah "Perilaku Birokrasi" yang akan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan ketika menerima pelayanan. Konsep perilaku birokrasi yang dikemukakan di atas, adalah perilaku yang mencerminkan Sikap Pelayanan yang dipahami dalam kaitan dengan formula
23
psikologi. Hal tersebut bisa saja terjadi dimanapun dalam masyarakat. Perilaku Birokrasi pada saat memberikan pelayanan kepada masyarakat dinilai telah menjadi penyakit (patologi) dalam pemerintahan, yang ditandai dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1). Kentalnya Budaya feodalistik. (2). Adanya kebiasaan menunggu petunjuk atau pengarahan.(3). Loyalitas kepada atasan bukan kepada tugas organisasi.(4). Belum berorientasi pada prestasi.(5). Keinginan untuk melayani masih rendah.(6). Belum ditopang dengan teknologi secara menyeluruh. (7). Budaya ekonomi biaya tinggi. (8). Jumlah pegawai negeri relatif banyak namun kurang memiliki kompetensi (Thoha, 2010). Dengan demikian, maka dalam penelitian ini, konsep Perilaku Birokrasi yang dimaksud adalah sikap pelayanan yang terkonsep dalam Struktur Organisasi dan Desain Organisasi, Budaya Organisasi dan Kebijakan Sumber Daya Manusia.
***
24
BAB III MEMAHAMI PELAYANAN PUBLIK
25
A. Pengertian Pelayanan Publik Pelayanan publik masih menjadi persoalan yang perlu memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komprehensif (Sinambela, 2011). Hipotesis ini, secara kualitatif misalnya masih dengan mudah dibuktikan dengan munculnya berbagai tuntutan pelayanan publik yang dimaknai sebagai bentuk ketidakpuasan. Harus pula diakui bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat terus mengalami pembaruan, baik dari aspek paradigma maupun format pelayanan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan. Meski demikian, pembaruan dilihat dari kedua sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih diposisikan sebagai pihak yang tidak berdaya dan termarginalisasikan dalam kerangka pelayanan. Pada dasarnya manusia membutuhkan pelayanan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia (Sinambela, 1992:198) misalnya, sejak seseorang dilahirkan ia membutuhkan pelayanan dari orang tuanya. Ketika si bayi mendapatkan pelayanan dari ibunya maka iapun akan tenang. Artinya pelayanan si ibu membuat si bayi merasa nyaman dan bahagia (Budiman Rusli, 2004). Kebutuhan akan pelayanan menurut Budiman Rusli memiliki kemiripan dengan Life Cycle Theory of Leadership (LCTL) bahwa pada awalnya kehidupan manusia (bayi) membutuhkan pelayanan.
26
Masyarakat setiap waktu membutuhkan pelayanan publik yang berkualitas dari birokrat. Meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai dengan harapan karena secara empiris pelayanan publik masih terkesan berbelit-belit (red-tape), lamban, mahal, dan melelahkan (Sinambela, 2011:4). Dalam konteks ini masih terjadi kecenderungan bahwa masyarakat diposisikan sebagai pihak yang “melayani” bukan “dilayani”, sehingga menurut Sinambela dkk, dibutuhkan reformasi pelayanan publik dengan target mengembalikan dan mendudukan “pelayan” dan yang “dilayani” ke pengertian yang sesungguhnya. Pertanyaannya kemudian adalah apakah pelayanan publik itu? Kotler dan Sampara Lukman yang dikutip Sinambela mengungkapkan bahwa pelayanan adalah setiap kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Selanjutnya, Sampara (Sinambela) menyatakan bahwa Pelayanan adalah suatu kegiatan atau urutan kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain dan menyediakan kepuasan pelanggan. Istilah publik berasal dari Bahasa Inggris “Public” yang berarti Umum, masyarakat, dan negara. Kata Publik menurut Sinambela sudah lama diterima menjadi Bahasa Indonesia Baku menjadi “Publik” yang mengandung makna umum, orang banyak, ramai namun demikian, kata “Public” dalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita temukan dalam istilah public
27
offering (penawaran umum), public ownership (milik umum), dan public utility (perusahaan umum), public relations (hubungan masyarakat), public service (pelayanan masyarakat), public interest (kepentingan umum) dll. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara) Meskipun demikian, Inu Kencana Syafiie menyatakan bahwa publik adalah sejumlah manusia yang memiliki kesamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai-nilai norma. Oleh karena itu, pelayanan publik dapat diartikan sebagai setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap sejumlah manusia atas kegiatan yang menguntungkan dalam suatu kumpulan atau kesatuan, dan menawarkan kepuasan meskipun hasilnya tidak terikat pada suatu produk secara fisik. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa Pelayanan Publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan berdasarkan prosedur tetap (protap). Selanjutnya menurut KEPMENPAN No 63/KEP/M.PAN/7/2003, menyebutkan bahwa pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundangundangan.
28
Pelayanan publik merupakan pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Pada hakikatnya negara (yang diwakili para birokrat) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan misalnya kesehatan, pendidikan, transportasi dan jasa lainnya. B. Prinsip-prinsip Pelayanan Publik Sangkala, (2012:198) menjelaskan bahwa bila reformasi pemerintahan dilakukan maka pada dasarnya reformasi tersebut untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomis dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, namun menurutnya, reformasi seharusnya bukan untuk tujuan efisiensi semata, namun juga terkait akuntabilitas negara melalui para birokrat terhadap warganya. Rakyat tidak dilihat sebagai konsumen tapi sebagai warga negara (citizen) yang memiliki hak untuk menilai tindakan termasuk kegagalan pemerintahnya. Dalam konteks ini warga masyarakat tentu berkeinginan agar pelayanan yang diperolehnya lebih efisien, jelas, dan murah disamping hak-hak mereka harus terlindungi, suara mereka didengar dan nilai-nilai pilihannya dihargai. (Sangkala, 2012:198). Menurut Sangkala, ada empat prinsip dasar yang termuat dalam sebuah charter, yakni kualitas, pilihan, standar, dan nilai. Namun dalam
29
perkembangannya mengalami penambahan. Prinsip dasar yang termaktub dalam Citizen Charter memuat pengakuan hak-hak publik atas pelayanan yang harus diterima karena mereka telah membayar atau melaksanakan kewajibannya melalui pajak, baik langsung maupun tidak langsung. Berikut adalah prinsip dasar penyelenggaraan pelayanan publik : 1. Terdapat Standar yang jelas. Artinya setting dan monitoring diungkapkan secara eksplisit bagi pengguna sesuai yang diharapkan 2. Informasinya jelas dan terbuka. Informasi harus akurat, tersedia setiap saat dalam bahasa yang sederhana. 3. Terdapat Kesamaan. Artinya, informasi yang diberikan sama bagi setiap pengguna. 4. Tidak Memihak. Dalam memberikan pelayanan petugas tidak boleh membeda-bedakan. 5. Kontinuitas. Pelayanan yang diberikan baik kuantitas maupun kualitasnya tetap berkelanjutan. 6. Teratur. Mekanisme pelaksanaan pelayanan yang diberikan runut dan jelas 7. Pilihan. Pemerintah membuka peluang bagi pihak ketiga untuk memberikan layanan yang sama (contracting out) 8. Konsultasi. Kegiatan konsultasi harus dilaksanakan secara reguler dan sistematis dengan para pengguna. Pandangan pengguna layanan dan prioritasnya harus dapat dijadikan sebagai patokan atau standar yang diterapkan dalam pelayanan publik.
30
9. Sopan dan Penolong. Sopan dan suka membantu memberikan pelayanan kepada pengguna layanan merupakan ciri para pegawai yang bertugas memberikan pelayanan. Layanan yang diberikan harus adil bagi siapa saja yang memerlukan pelayanan serta dalam suasana dan kondisi yang menyenangkan semua pihak. 10. Perbaikan. Jika dirasa perlaksanaannya salah maka segera diperbaiki. 11. Ekonomis. Pelayanan publik yang diselenggarakan seyogyanya ekonomis dan efisien didalam konteks kemampuan sumberdaya dan kemampuan keuangan negara. 12. Pengukuran. Pelayanan yang diberikan semestinya didasarkan atas standar dan target yang dapat diukur kinerjanya. Hasil pengukuran tersebut dapat menjadi sumber perbaikan agar mutu pelayanan ditingkatkan dan jika tidak bisa maka tetap dipertahankan. Selain memiliki prinsip-prinsip dasar seperti yang diungkapkan (Sangkala, 2012:200) diatas, paling tidak setiap petugas hendaknya mempraktekkan sikap-sikap sebagai berikut : 1. Tanggung jawab. Petugas pelayanan harus bertanggung jawab atas setiap pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, dengan menyelesaikannya sampai tuntas tanpa menimbulkan masalah dari pekerjaannya, kecuali masalah tersebut penyelesaiannya diluar jangkauannya. 2. Tabah. Petugas pelayanan harus tabah menghadapi kesulitan-kesulitan yang timbul dalam memberikan
31
pelayanan kepada masyarakat, seperti tidak boleh cepat emosi. Selain itu sikap tabah antara lain, jika terjadi kerusakan atau gangguan pada komputer petugas harus tenang dan meminta bantuan petugas lain yang mengerti komputer untuk memperbaikinya serta memberitahukan mengenai adanya kerusakan teknis agar mereka tidak gusar. 3. Tenang. Petugas janganlah mudah panik bila banyak masyarakat yang datang dan minta dilayani dengan baik dan cepat. Berusahalah tetap tenang, sebab kepanikan tidak bisa menyelesaikan masalah, sebaliknya, hanya menambah kalut situasi. Sikap tenang ini antara lain jika masyarakat yang datang untuk dilayani banyak jumlahnya sedangkan jumlah petugas yang ada terbatas, maka harus dihadapi dengan tenang dimohon menunggu giliran untuk bersabar sesuai dengan urutannya. 4. Rajin. Kerajinan petugas yang melayani ini sangat diharapkan seperti membaca ulang peraturan dan meneliti kembali buku catatan yang berhubungan dengan tugas pelayanan. 5. Toleran. Petugas yang melayani harus bersikap toleran dan memiliki sikap tenggang rasa serta bisa menghargai pendapat orang lain. 6. Ikut Memiliki. Petugas pelayanan harus mempunyai sifat rasa memiliki terhadap kantor tempat kerjanya. Sikap ini antara lain berwujud dalam hemat energi dengan cara mematikan lampu pada saat tidak digunakan, dan hemat menggunakan alat tulis kantor. 7. Bersungguh-sungguh. Petugas pelayanan harus bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya, bekerja
32
penuh perhatian dan ketelitian serta penuh dedikasi walaupun tanpa diawasi oleh atasannya, seperti tidak menggunakan komputer untuk permainan pada jam kerja. 8. Ramah dan Simpatik. Sikap yang ramah dari petugas pelayanan menunjukkan nilai lebih dari petugas itu sendiri. Sikap yang ramah dan simpatik terlihat dari ucapan dan perbuatan petugas. Sikap itu antara lain membantu masyarakat yang kesulitan menyelesaikan urusannya. 9. Pengabdian. Pengabdian yang sungguh-sungguh akan memajukan tempat bekerjanya. Bentuk dari pengabdian ini antara lain, menjaga nama baik kantor, tempat bekerja, memelihara peralatan kantor, mematuhi jam kerja, dll. 10. Sopan. Petugas pelayanan harus bersikap sopan terhadap masyarakat yang dilayaninya. Sikap yang sopan ini akan memberikan citra yang baik terhadap kantornya. Sesuai SK Menpan No. 61/1993 memuat pedoman dasar bagi tata laksana pelayanan umum oleh lembaga pemerintah kepada masyarakat. Semua layanan umum diharapkan dapat mengandung unsurunsur : a). Kesederhanaan : pelayanan umum harus mudah, cepat, lancar, tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan. b). Kejelasan dan Kepastian : dalam hal prosedur pelayanan, persyaratan pelayanan, unit dan pejabat yang bertanggung jawab, hak dan kewajiban petugas
33
maupun pelanggan, dan pejabat yang menangani keluhan. c). Keamanan: proses dan hasil pelayanan harus aman dan nyaman, serta memberikan kepastian hukum. d). Keterbukaan: segala sesuatu tentang proses pelayanan harus disam-paikan secara terbuka kepada masyarakat, diminta atau tidak diminta. e).Efisien: tidak perlu terjadi duplikasi persyaratan oleh beberapa pelayanan sekaligus. f).Ekonomis: biaya pelayanan ditetapkan secara wajar dengan mempertimbangkan nilai layanan, daya beli masyarakat, dan peraturan perundangan lainnya. g).Keadilan: pelayanan harus merata dalam hal jangkauan dan pemanfaatannya. h).Ketepatan waktu: tidak perlu berlama-lama. Jika bisa diselesaikan 1 jam jangan ditunda sampai seharian. Jika bisa sehari mengapa harus seminggu? C. Kualitas Pelayanan Publik Kata Kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvensional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik suatu produk seperti : kinerja (performance), keandalan (realibility), mudah digunakan (easy to use), estetika (esthetics), dan sebagainya. Sedangkan dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers).
34
Berdasarkan pengertiannya maka, kata “kualitas’ baik yang konvensional maupun yang strategis oleh Gasperz (1997) dinyatakan bahwa pada dasarnya mengacu pada pengertian pokok, dimana “kualitas” itu sendiri, terdiri dari sejumlah keistimewaan produk (sesuatu yang dihasilkan) yang memenuhi keinginan pelanggan dan memberi rasa puas (kepuasan) atas pemanfaatan produk (barang atau jasa yang digunakan/dimanfaatkan). “Kualitas” berarti terbebas dari segala bentuk kekurangan dan kerusakan. Jadi kualitas dapat dimaknai sebagai bentuk “janji pelayanan” agar pihak yang dilayani merasa puas dan diuntungkan. Parasurahman et al (1985) menyatakan ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu pelayanan yang diharapkan (expectived services) dan Pelayanan yang diterima (perceived services), karena kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan. Untuk itu, Zeithml dan Bitner (1996:118) seperti dikutip Parasurahman dkk menyatakan dalam menilai kualitas jasa maka ada lima dimensi yang perlu diperhatikan : Pertama, Tangibel. Meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi. Kedua. Emphaty, yaitu meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan. Ketiga, Responsiveness, yaitu keinginan para staff untuk membantu para pelanggan untuk memberikan pelayanan dengan tanggap. Keempat. Realibility, yaitu
35
kemampuan memberikan layanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, kehandalan, dan memuaskan. Kelima, Assurance, mencakup pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat yang dapat dipercaya yang harus dimiliki oleh staff dimana harus bebas dari bahaya, resiko, dan keragu-raguan). Sementara itu, Tjiptono (1997:61) menyimpulkan bahwa citra kualitas layanan yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang penyedia jasa, melainkan berdasarkan persepsi konsumen (pengguna jasa layanan). Hal ini disebabkan karena pengguna jasa layananlah yang mengkonsumsi serta menikmati jasa layanan, sehingga merekalah yang seharusnya menentukan kualitas jasa. Persepsi pengguna jasa layanan terhadap kualitas jasa merupakan penilaian yang menyeluruh terhadap keunggulan suatu jasa layanan. Bagi pengguna jasa layanan, kualitas pelayanan adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi yang dituntutnya. Artinya pengguna jasa layanan memutuskan bagaimana kualitas yang dimaksud dan apa yang dianggap penting. Mereka mempertimbangkan suatu kualitas pelayanan, untuk itu kualitas dapat dideteksi pada persoalan bentuk, sehingga dapat ditemukan hal-hal sebagai berikut bahwa : 1. Kualitas pelayanan merupakan bentuk dari sebuah janji 2. Kualitas adalah tercapainya sebuah harapan dan kenyataan sesuai komitmen yang telah ditetapkan sebelumnya.
36
3. Kualitas dan integritas merupakan sesuatu yang tak terpisahkan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memberi batasan Kualitas sebagai tingkat baik buruknya sesuatu atau pribadi yang baik dalam bentuk tingkah laku seseorang yang dapat dijadikan teladan dalam hidup bernegara atau bermasyarakat. Kualitas dapat juga diartikan sebagai kesesuaian dengan persyaratan, kesesuaian dengan pihak pemakai atau bebas dari kerusakan atau cacat. Untuk itu, kualitas pelayanan adalah suatu kegiatan pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai dengan prinsip : lebih mudah, lebih baik, cepat, tepat, akurat, ramah, dan sesuai dengan harapan pelanggan. Arti lain dari kualitas pelayanan adalah sebagai kegiatan pelayanan yang diberikan kepada seseorang atau orang lain, organisasi pemerintah/swasta sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kualitas pelayanan sektor publik adalah pelayanan yang memuaskan masyarakat sesuai dengan standar pelayanan dan azas-azas pelayanan publik. Parasurahman seperti dikutib Tjiptono (1996:69) mengidentifikasikan faktor utama pelayanan yang berkualitas (kriteria pelayanan yang berkualitas), sebagai berikut : Realibility, responsiveness, Competence, Access, Courtesy, Communication, Credibility, Security, Understanding Knowing the costumers, dan Tangible, Sementara itu, kompetensi pelayanan prima yang diberikan oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat selain dapat pula dilihat dalam keputusan
37
Menteri Pendayagunaan Aparatur Pemerintah (Menpan No 81/1983 yang kemudian dipertegas dalam Instruksi Presiden No 1/1995 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. Oleh karena itu, kualitas pelayanan masyarakat tidak boleh diabaikan karena sejalan dengan tuntutan globalisasi. Apalagi era globalisasi ditandai dengan ketatnya persaingan pada segala bidang sehingga untuk menjawab tuntutan dan kebutuhan itu dibutuhkan kualitas pelayanan sebagai salah satu jawaban. Sering dalam kehidupan setiap hari cenderung masyarakat membuat streotype atau sigma negatif terhadap pelayanan pemerintah, dimana pelayanan pemerintah cenderung kurang baik dan tidak berkualitas. Hal tersebut dapat disimak melalui sejumlah pengaduan yang disampaikan kepada oknum aparatur yang memberikan layanan kepada masyarakat (data observasi Medio Desember 2012). Salah satu keluhan yang terungkap terkait pelayanan oleh aparatur pemerintah adalah berbelitbelit, dan perilaku oknum aparatur yang kurang bersahabat. Kondisi demikian memerlukan kepedulian aparatur agar masyarakat mendapatkan pelayanan prima. Keprimaan dalam pemberian layanan pada gilirannya akan mendapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang memuaskan para pengguna jasa layanan (pelanggan). Pelayanan Prima adalah layanan yang memberikan kepuasan kepada pelanggan. Hal ini sesuai dengan keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur negara (MenPAN) No
38
81/1995 yang isinya antara lain mendeskripsikan tentang sendi-sendi pelayanan prima, yakni : kesederahanaan; kejelasan dan kepastian : Pasti dalam prosedur, atau tatacara pelayanan umum, persyaratan pelayanan umum (teknis maupun administratif), unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab memberikan pelayanan umum, rincian biaya (tarif) dan tatacara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum, hak dan kewajiban pemberi layanan dan pengguna (penerima) jasa layanan serta pejabat yang menerima keluhan; keamanan; keterbukaan; efisiensi; ekonomis; adil dan tepat waktu. Sementara itu dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik SESPANAS LAN (1998) dinyatakan bahwa pelayanan prima adalah : 1. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pengguna jasa 2. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan 3. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar. Sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan, pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar, dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal. Peningkatan pelayanan kepada masyarakat seperti yang terdapat dalam agenda reinventing government adalah pengembangan organisasi yang bermuara pada terwujudnya “a smaller, better, faster, and cheaper government”. Osborn dan Gaebler (1993) seperti dikutib Sudarsono Hardjosoekarto dalam tulisannya
39
Manajemen Pembangunan No. 19/V/April 1997 menyatakan bahwa agenda Reinventing Government bertumpu pada prinsip pemerintah berorientasi pada pelanggan (Costumer Driven by Government). Menurut Sudarsono instrumen dari prinsip diatas adalah pembalikkan mental model pada birokrat dari keadaan lebih suka “dilayani” menuju pada birokrat yang lebih suka “melayani”.
***
40
BAB IV STUDI TENTANG PERILAKU BIROKRASI PELAYANAN PUBLIK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH YOWARI KABUPATEN JAYAPURA
41
A. Keadaan Umum RSUD Yowari 1. Sejarah Berdirinya RSUD Yowari RSUD Yowari Kabupaten Jayapura, merupakan salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) pada lingkup Pemerintah Kabupaten Jayapura, yang terbentuk melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jayapura No 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja RSUD Kabupaten Jayapura. SKPD ini terletak pada Distrik (Kecamatan) Waibu, tepatnya pada Kampung Doyo Baru. Rumah Sakit ini didirikan pada tahun 2003 dan operasionalnya pada 21 April 2006 setelah “soft opening” oleh Mantan Bupati Jayapura saat itu Habel Melkias Suwae (HMS). Dalam sebuah kesempatan wawancara di Sentani, HMS mengungkapkan ide awal mendirikan RS di Kota Sentani adalah sebagai berikut : Pertama, untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang memadai. Apalagi setelah Ibukota Kabupaten Jayapura di Kota Jayapura dipindahkan secara resmi ke Kota Sentani, maka sudah sewajarnya Kabupaten Jayapura memiliki RS sendiri yang dapat melayani kebutuhan masyarakat di Kabupaten Jayapura. Kedua, Sebelumnya ibukota Kabupaten Jayapura berada di Kota Jayapura, namun seiring pemekaran wilayah, maka Kota Jayapura menjadi sebuah Kota Madya dan mengambilalih sebagian wilayah Kabupaten Jayapura, sekaligus ibukotanya sehingga pusat pemerintahan dan pusat bisnis Kabupaten Jayapura dipindahkan ke Kota Sentani.
42
Ketiga, alasan jarak tempuh dan keselamatan manusia. Menurut HMS, selain alasan di atas, untuk urusan pelayanan kesehatan, maka Kabupaten Jayapura harus memiliki RS sendiri, apalagi jika dari puskesmas yang jauh di pelosok Kabupaten Jayapura hendak merujuk pasien, tentu membutuhkan waktu lebih lama karena harus menyusuri jalan panjang dari Kota Sentani ke Kota Jayapura yang membutuhkan waktu lebih lama untuk sampai RS, belum lagi dengan perubahan dan perkembangan kota yang memberi dampak langsung pada kemacetan karena bertambahnya jumlah penduduk dan jumlah kepemilikkan kendaraan bermotor baik roda dua dan roda empat, sehingga untuk menjawab kebutuhan pelayanan kesehatan di Kabupaten Jayapura maka Pemerintah harus bisa mem-fasilitasi berdirinya sebuah RS. Keempat, mendirikan RS di Kota Sentani bukan saja soal bagaimana menjawab tuntutan kebutuhan pelayanan masyarakat namun juga bagaimana mengisi tata ruang wilayah Kabupaten Jayapura, sehingga sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Jayapura, maka dipilihlah lokasi RSUD Yowari yang sekarang di Kampung Doyo Baru pada Distrik Waibu. Lokasi tersebut dipandang cocok dan strategis untuk mendirikan RS dengan keadaan lingkungan yang tenang, suasana pemandangan alam yang dianggap sangat baik untuk pemulihan dan penanganan pasien. Sayangnya, belum pernah diresmikan Pemerintah Daerah sebagai sebuah institusi yang
43
beroperasi secara resmi dalam lingkup Pemerintahan Daerah bahkan sejak beroperasinya, sudah tiga kali berganti kepemimpinan direktur bersama stafnya. Berikut adalah urutan kepemimpinan RSUD Yowari, yang dapat diuraikan sebagai berikut : Pertama, Kepemimpinan dr. Alban Dien, Sp.B (K). Onk. (200720 Agustus 2008) dibantu stafnya masing-masing Kepala Sub Bagian Tata Usaha: Yanece Wambrauw, Kepala Seksi Pelayanan Medis : dr. Robbinhard Parsuit, Kepala Seksi Perencanaan dan Rekam Medik : drg. Merry Brawery, dan Kepala Keperawatan dijabat Idonesia Pri Utami; Kedua, Kepemimpinan dr. Nico Barends, M.Kes (20 Agustus 2008-19 Januari 2013) yang dibantu Kepala Tata Usaha Sinyorita, Kepala Pelayanan Medis dr Gusty, Kepala Perencanaan dan Rekam Medik drg. Merry Brawery, dan Kepala Seksi keperawatan Idonesia Pri Utami; ketiga, kepemimpinan dr Frans Sigala, Sp.Rad. (19 Januari 2013-sekarang). Kepemimpinan ini didukung Kepala Tata Usaha Idonesia Pri Utami, Kepala Seksi Pelayanan Medis dr Jerry Mandang, Kepala Seksi Perencanaan dan Rekam Medik Hans Himber, dan Kepala Seksi Keperawatan dijabat Kaleb Tablaseray. Para direktur inipun masing-masing memiliki tanggung jawab yang sama dalam pengelolaan rumah sakit, yakni menyelenggarakan pelayanan publik melalui tugas pokok dan fungsi rumah sakit, sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Disamping itu, RSUD Yowari setelah dilaunching melalui “soft opening” kepada masyarakat di Kabupaten
44
Jayapura, beroperasi dengan landasan yuridis Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jayapura. Dimana Perda ini mengatur tentang Pembentukan Organisasi, struktur organisasi dan bagaimana mekanisme penyelenggaraan operasional rumah sakit sesuai status dan tipenya. Saat itu RSUD berstatus sebagai rumah sakit umum dengan kategori tipe D. Namun dalam perjalanannya mengalami perubahan statusnya dari tipe D menuju pada tipe C. Meskipun belum pernah dilakukan akreditasi namun operasional dan pelayananya telah beralih menuju tipe C dan sedang diupayakan untuk mencapai tipe B. Direktur RSUD Yowari dr. Frans Sigala1 mengatakan pihaknya sedang berupaya meningkatkan statusnya dari tipe D ke tipe C, sebab kebutuhan pelayanan dan tuntutan pelayanan mengharuskan RSUD Yowari harus ditingkatkan statusnya. Untuk itu, kita sedang melakukan berbagai upaya, termasuk menyiapkan sarana dan prasarana termasuk tenaga medis dan dokter-dokter spesialis, sehingga pada saatnya dapat meningkatkan statusnya. 2. Nama RSUD Yowari Apa arti sebuah nama? Pertanyaan ini pernah disampaikan sastrawan terkenal, Shakespear. Ia mengatakan apalah arti sebuah nama. Pertanyaan 1
Wawancara Direktur RSUD Yowari, dr Frans Sigala.
45
tersebut sangat kontraproduktif jika disandingkan dalam konteks yuridis. Bagi seorang seniman barangkali tepat menanyakannya, namun dalam perspektif hukum nama memberi kejelasan dan kepastian. Pada konteks ini nomenklatur RSUD Yowari harus memiliki landasan yuridis formal. Artinya sejak didirikan RSUD Yowari belum memiliki penyebutan yang pasti dan jelas yang memberi jaminan kepastian. Terdapat tiga penggunaan nomenklatur yang berbeda untuk satu obyek, hal ini terlihat pada penggunaan sebagai berikut : Rumah Sakit Umum (RSU) Sentani, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kabupaten Jayapura dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Yowari Kabupaten Jayapura. Penyebutan Nama RSU Sentani terlihat pada mata anggaran yang bersumber dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia atau dari anggaran yang dikucurkan Pemerintah Pusat (misalnya dari anggaran pendapatan dan belanja negara-APBN). Sedangkan penggunaan nama RSUD Kabupaten Jayapura tercatat pada Perda Nomor 4 tahun 2009. Sedangkan pada Papan Nama Rumah Sakit disebutkan RSUD Yowari Kabupaten Jayapura”2
2
Hasil dokumen-dokumen RSUD Yowari sepanjang bulan Agustus – Oktober 2013
46
Harus diakui bahwa penyebutan nama untuk RSUD ini masih belum seragam, untuk itu sangat dianjurkan agar manajemen RSUD Yowari Kabupaten Jayapura dapat memikirkan penggunaan nama (nomenklatur) yang sama dan seragam sehingga tidak menimbulkan “masalah” kelak. Terlihat sederhana, namun memiliki dampak yuridis. Disamping penggunaan nomenklatur tadi, nama Yowari pun tidak luput dari perhatian peneliti, dimana nama Yowari sendiri berasal dari Bahasa Ambora (salah satu daerah di Distrik Demta). Kata Yowari terdiri dari dua kata, yakni “Yo” dan “Wari”. Istilah “Yo” artinya tempat, atau kampung. sedangkan kata “Wari” atau “Walli” berarti sehat, sehingga secara harafiah, nama “Yowari” berarti “kampung sehat”3. Tempat dimana “pengunjung rumah sakit” (pasien) memperoleh kesembuhan. Nama Yowari sesungguhnya memiliki makna filosofis sehingga dengan nilai yang dikandung tersebut dapat memberi dampak positif terhadap masa depan RSUD Yowari. Mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Jayapura, Gideon Dodop yang ketika itu (2006) memimpin rapat dalam menentukan nama bagi rumah sakit ini, pun mengomentari bahwa nama itu ada makna filosofisnya sehingga dengan dasar itu memberi harapan bahwa orang-orang yang sakit dibawa kesitu pasti mendapat kesembuhan. Makanya, nama “Yowari” berarti tempat dimana seseorang yang sakit dapat ditangani secara 3
Wawancara Mantan Bupati Jayapura, Habel Melkias Suwae (HMS), 25-9-2013
47
medis, supaya menjadi sembuh dalam waktu yang singkat dan membuat tubuhnya terlihat sehat dan damai sejahtera4. Dengan demikian, kata “Yowari” sendiri memiliki makna filosofis yang dipandang mempunyai kekuatan “supranatural” untuk mendorong orang mendapatkan kesembuhan. Sehingga “sembuh” dapat dimaknai sehat secara jasmani dan rohani. Sehat secara jasmani atau ketubuhan seseorang dapat dipahami tidak terbaring dan dirawat inap atau dirawat jalan pada rumah sakit, sedangkan sehat secara psikis (mental) atau rohanipun dapat dimaknai senang, sentosa, bahagia, damai sejahtera, gembira, sukacita dan berbagai hal yang membuat pengunjung rumah sakit tidak lagi tersiksa dengan apa yang diderita tubuhnya.
3. Visi, Misi, dan Tujuan RSUD Yowari
RSUD Yowari mulai beroperasi dengan mengusung Visi “MEWUJUDKAN PELAYANAN KESEHATAN YANG PRIMA DENGAN PENUH KASIH MENUJU JAYAPURA SEHAT”
4
Wawancara Bapak Gideon Dodop, pada 27-9-2013 dalam kapasitas sebagai Wakil Ketua DPRD kabupaten Jayapura
48
Misi 1. Memberikan Pelayanan Kesehatan Paripurna dan Bermutu Prima kepada seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Jayapura 2. Memberikan Pelayanan Paripurna dan Bermutu Prima kepada seluruh lapisan masyarakat miskin Kabupaten Jayapura dengan gratis. 3. Menjadikan RSUD Yowari sebagai Pusat Rujukan dari Puskesmas, Sarana Kesehatan lainnya yang dapat memenuhi Kepuasan Pelanggan 4. Menjadikan RSUD Yowari menjadi Rumah Sakit Rujukan khususnya Penyakit Tumor di Tanah Papua.
Tujuan Selain visi dan misi diatas, ada juga tujuan yang hendak dicapai RSUD Yowari, sebagai berikut : 1. Masyarakat Kabupaten Jayapura mendapat Pelayanan Kesehatan yang Paripurna dan Bermutu Prima. 2. Masyarakat Miskin Kabupaten Jayapura mendapat pelayanan kesehatan yang paripurna dan bermutu prima dengan gratis 3. Mewujudkan Pelayanan Kesehatan Masyarakat Kabupaten Jayapura dengan Penuh Kasih 4. Mewujudkan Rumah Sakit yang mengkhususkan Pelayanan Penyakit Tumor di Tanah Papua.
49
Dalam melayani pasien yang membutuhkan pelayanan, maka RSUD Yowari ditunjang dengan peralatan pelayanan Rawat Jalan yang mempunyai lima poliklinik, yaitu : 1. Polik Gigi 2. Polik Penyakit Dalam 3. Polik Bedah 4. Polik Anak, dan 5. Polik Kebidanan
4. Komposisi SDM RSUD Yowari Sumber Daya Manusia (SDM) atau pegawai RSUD Yowari dibedakan dalam dua kategori, yakni Pegawai dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) berjumlah 213 orang (59%) sedangkan pegawai dengan status kontrak sebanyak 148 orang (41%), sehingga jika ditotalkan seluruhnya berjumlah 361 orang (100%). Selain jumlah pegawai secara keseluruhan, ada juga jumlah tenaga dokter yang bekerja di RSUD Yowari. Dapat dijelaskan bahwa total tenaga dokter pada RSUD Yowari berjumlah 19 orang, yang terdiri dari dokter umum sebanyak 7 orang (36,8%) dan 3 orang (15,78%) diantaranya berstatus kontrak sedangkan 4 orang lainnya (21%) berstatus pegawai tetap atau PNS. Kemudian dokter spesialis sebanyak 7 orang (36,8%) yakni : Spesialis Anak, Spesialis Bedah, Spesialis Obstetri, Spesialis Ortopedi gigi, Spesialis Periodental, dan Spesialis Radiologi. Dokter patologi klinis 2 orang (10,52%) dan dokter Penyakit Dalam sebanyak 2 orang
50
(10,52%) dan dokter anastesi serta dokter umum gigi masing-masing pun 1 orang dokter (5,26%). Disamping itu, dapat dijelaskan pula komposisi pegawai RSUD yang berstatus PNS menurut tingkat pendidikannya, bahwa sebagian besar memiliki kualifikasi pendidikan menengah atas/kejuruan, Diploma III, strata satu dan strata dua dan strata tiga. Karyawan dgn tingkat pendidikan menengah atas/kejuruan sebanyak 27 orang (12,6%), karyawan dengan tingkat pendidikan diploma III sebanyak 154 orang (72,3%). Karyawan dengan tingkat pendidikan sarjana sebanyak 26 orang (12,2%) dan magister 13 orang (6,10%) dan sub spesialis dengan tingkat pendidikan setara doktor 1 orang (0,46%). Sementara tingkat pendidikan karyawan yang berstatus kontrak terdiri dari pendidikan dasar, menengah atas/kejuruan, Diploma III, sarjana dan magister. Karyawan dengan tingkat pendidikan SD/SR sebanyak 2 orang (1,35%), SMP 4 orang (2,70%), SMU/kejuruan sebanyak 41 orang (27 %), diploma III sebanyak 80 orang (54%), sarjana 22 orang (14,86%) dan selebihnya adalah karyawan dengan tingkat pendidikan magister sebanyak 5 orang (3,3%).
5. Tugas Pokok dan Fungsi RSUD Yowari Seperti halnya rumah sakit pada umumnya maka RSUD Yowari memiliki kedudukan, tugas pokok dan fungsi sebagaimana termuat dalam Peraturan Daerah
51
Nomor 4 Tahun 2006 yang dapat diuraikan sebagai berikut: RSUD Yowari merupakan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Jayapura yang berkedudukan sebagai unsur pelaksana Pemerintah Daerah (Pasal 3). Sedangkan tugas RSUD Yowari adalah: “Melaksanakan upaya Pelayanan Kesehatan kepada masyarakat secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan, pemulihan yang dilaksanakan secara serasi, terpadu, dengan upaya pengobatan, serta pencegahan dan melaksanakan upaya rujukan, sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku (pasal 4). Sementara fungsi RSUD Yowari, antara lain : Menyelenggarakan Pelayanan Medis Penyelenggaraan Pelayanan Asuhan Keperawatan Penyelenggaraan Pelayanan Penunjang Medis dan Non-Medis Penyelenggaraan Rujukan Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan, serta Penyelenggaraan Administrasi Umum dan Keuangan (pasal 4) Meskipun Peraturan Daerah telah menetapkan demikian, namun tidak bisa dipungkiri bahwa sudah ada Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit yang mengatur Tugas Pokok, dan Fungsi dari RSUD secara umum, apalagi UU ini merupakan landasan yuridis terbaru setelah Peraturan daerah
52
tersebut pada tahun 2006, sehingga secara teknis yuridis formal, Peraturan Daerah (Perda) ini harus menyesuaikan dengan UU yang terbaru. Namun kenyataannya Perda tersebut belum direvisi dan masih digunakan sebagai landasan hukum. Kendati demikian, UU Nomor 44 Tahun 2009 khususnya pada pasal 4 berbunyi : Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna”, sedangkan pasal 5 menyebutkan bahwa dalam menjalankan tugasnya Rumah Sakit berfungsi (pasal 4) : Menyelenggarakan Pelayanan Pengobatan dan Pemulihan Kesehatan sesuai dengan Standar Pelayanan Rumah Sakit Pemeliharaan dan Peningkatan Kesehatan Perorangan melalui Pelayanan Kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai Kebutuhan Medis. Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Manusia dalam rangka Peningkatan Kemampuan dalam Pemberian Pelayanan Kesehatan, dan Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan serta Penapisan Teknologi bidang Kesehatan dalam rangka peningkatan Pelayanan Kesehatan dengan memperhatikan Etika Ilmu Pengetahuan bidang Kesehatan.
53
6. Struktur Organisasi RSUD Yowari dan Uraian Tugas
Pada bagian ini dipaparkan mengenai Struktur Organisasi RSUD Yowari Kabupaten Jayapura dan uraian tugasnya, sebagai berikut : Struktur Organisasi RSUD Yowari
Sumber : Perda Nomor 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tatakerja RSUD Kabupaten Jayapura.
Direktur RSUD Yowari dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggung jawab kepada Bupati Jayapura melalui Sekretaris Daerah. Direktur mempunyai tugas antara lain :
54
Memimpin, Menyusun, Membina Pelaksanaan, Mengoordinasikan dan Mengawasi Pelaksanaan Tugas sesuai peraturan yang berlaku. Sedangkan fungsinya adalah : Merencanakan dan Menyusun Program Kerja Mengorganisir Pelaksanaan Program Kerja mengoordinasikan Pelaksanaan Program Kerja Mengawasi, Mengevaluasi dan Menganalisa Pelaksanaan Program Kerja. Kasub bagian Tata Usaha Sub Bagian Tata Usaha dipimpin oleh seorang kepala yang mempunyai tugas pokok menjalankan Administrasi Umum, Kepegawaian, Keuangan, Kerumahtanggaan, Perlengkapan Dan Perpustakaan. Sedangkan fungsinya adalah : Merencanakan dan Menyusun Program Kerja di bidang Administrasi Umum, Kepegawaian, Keuangan, Kerumahtanggaan, Perlengkapan, Dan Perpustakaan. Mengorganisir Pelaksanaan Program Kerja di Bidang Administrasi Umum Kepegawaian, Keuangan, Kerumahtanggaan, Perlengkapan dan Perpustakaan. Melaksanakan Urusan Administrasi Umum, Kepegawaian, Keuangan, Kerumahtanggaan, Perlengkapan dan Perpustakaan. Mengoordinasikan Pelaksanaan Urusan Administrasi umum, Kepegawaian, Keuangan, Kerumahtanggaan, Perlengkapan dan Perpustakaan
55
Mengawasi, Mengendalikan dan Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang Administrasi Umum, Kepegawaian, Keuangan, Kerumahtanggaan, Perlengkapan, dan Perpustakaan. Melaksanakan Tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Kepala Seksi Keperawatan Seksi Keperawatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan Bimbingan Pelaksanaan Asuhan dan Pelayanan Keperawatan, Mutu, Keperawatan dan Etika Profesi. Sedangkan fungsinya adalah : Menyusun Rencana dan Pedoman Kerja sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Menyiapkan Bimbingan Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Program Asuhan dan Pelayanan Keperawatan, Logistik Keperawatan serta meningkatkan pelaksanaan Etika Profesi Keperawatan. Menyusun dan melaksanakan Standar Asuhan Keperawatan, Logistik Keperawatan. Melakukan Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Menyiapkan usulan Penempatan Tenaga Keperawatan, dan Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Kepala Seksi Pelayanan Medis Seksi pelayanan dipimpin oleh seorang kepala seksi yang mempunyai tugas pokok mengoordinasikan
56
semua kebutuhan pelayanan medis dan penunjang medis, melakukan pemantauan, pengawasan penggunaan fasilitas pelayanan medis, penunjang medis dan pengendalian penerimaan serta pemulangan pasien. Sedangkan fungsinya adalah : Menyusun perencanaan dan program kerja sebagai pedoman pelaksanaan tugas. Melaksanakan program pelayanan medis, logistik pelayanan medis, peningkatan etika profesi dan mutu pelayanan medis Menyusun Rencana Penempatan dan Mutasi Tenaga Medis atas Persetujuan Direktur Melaksanakan Pendidikan dan Pelatihan Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan. Kepala Seksi Rekam Medis dan Perencanaan Seksi Rekam Medis dan Perencanaan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang mempunyai tugas pokok melaksanakan Rekam Medis, Perencanaan, Pelaporan, Hukum, Pemasaran Sosial, dan Hubungan Masyarakat. Sedangkan fungsinya adalah : Menyusun Rencana dan Program Kerja sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas. Melaksanakan Urusan Rekam Medis dan Pelaporan Melaksanakan Urusan Hukum, Pemasaran Sosial dan Hubungan Masyarakat. Melaksanakan Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesehatan
57
Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh atasan.
Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional adalah kedudukan yang menunjukan tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang pegawai negeri sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok dan fungsi keahlian dan/atau keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi. Instalasi dipimpin oleh seorang Kepala dalam jabatan fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh Direktur sesuai ketentuan yang berlaku. Tugas kepala instalasi adalah membantu direktur dalam penyelenggaraan pelayanan fungsional sesuai dengan fungsi masing-masing instalasi. Instalasi terdiri dari : Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Darurat, Instalasi Bedah Sentral, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Radiologi, Instalasi Farmasi, Instalasi Gizi, Instalasi laboratorium, Instalasi Pemeliharaan Rumah Sakit, Instalasi Sanitasi dan Pembuangan Limbah, Instalasi Laundry dan Sterilisasi. Untuk melaksanakan tugas-tugas sebagaimana disebutkan maka kepala instalasi mempunyai fungsi : Melaksanakan Pelayanan Pemeliharaan dan Perawatan Jalan sesuai prosedur yang telah ditentukan RSUD Merencanakan, Mengatur dan Mengawasi Pelayanan Perawatan Pasien sesuai prosedur yang telah ditetapkan RSUD.
58
Merencanakan, Melaksanakan dan Mengawasi Pelayanan Gawat Darurat atau UGD dan ICU sesuai dengan ketentuan dan standar yang ditetapkan RSUD. Merencanakan, Melaksanakan dan Mengawasi Pelayanan Operasi dan Pemulihan Pasien sesuai standar dan prosedur yang ditetapkan RSUD Melaksanakan Pelayanan Fisioterapi sesuai standar yang ditetapkan RSUD. Melaksanakan Pelayanan Foto Rontgent dan USG sesuai prosedur dan standar yang ditetapkan RSUD. Merencanakan Kebutuhan, Distribusi, Penyimpanan dan Pelayanan Obat sesuai prosedur yang ditetapkan RSUD. Merencanakan, Melaksanakan dan Mengawasi Pelayanan Makan dan Minum Pasien. Merencanakan dan Melaksanakan Kebutuhan dan Pelayanan Pemeriksaan Laboratorium sesuai prosedur yang telah ditetapkan RSUD. Melaksanakan Perawatan dan Pemeliharaan Sarana Fisik, dan Kerumahtanggaan RSUD. Merencanakan dan Mengawasi Pembuangan Limbah, Kebersihan Lingkungan Rumah Sakit sesuai prosedur yang telah ditetapkan RSUD. Melaksanakan Pelayanan Pencucian dan Sterilisasi Alat Medis dan non-medis sesuai standar yang berlaku. 7. Fasilitas Pendukung
59
RSUD Yowari memiliki unit kerja-unit kerja yang satu sama lainnya saling mendukung, yakni Rawat Jalan; Rawat Inap; Rawat Intensif (ICU); Unit Gawat Darurat (UGD); Ruang Bersaling; Ruang Operasi dan intalasi penunjang seperti : Laboratorium, Radiologi, Gizi, Farmasi, Rekam Medik, Laundry, Sanitasi, IPRS, Endoskopi, dan Laparaskopi. Pada tahun 2011 jumlah tempat tidur berjumlah 108, mengalami peningkatan menjadi 118 tempat tidur pada tahun 2012. Kemudian pada tahun 2013 hanya bertambah tiga buah tempat tidur sehingga dalam tiga tahun terakhir jumlah tempat tidur berjumlah 121 buah untuk melayani seluruh pasien rawat inap pada berbagai ruangan perawatan. Selain fasilitas tersebut ada pula fasilitas pendukung lainnya yang juga terkesan sangat buruk. hal itu tampak melalui keadaan sejumlah kendaraan operasional yang nyaris tidak dapat digunakan untuk kebutuhan operasional RSUD Yowari. misalnya, berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2013 disebutkan bahwa dari 11 unit kendaraan operasional yang dinyatakan terdaftar dalam barang inventaris miliki RSUD Yowari, lima unit diantaranya dinyatakan rusak dengan berbagai kategori (rusak, rusak ringan dan rusak berat). Tentu saja hal ini menjadi salah satu kendala dalam upaya RSUD Yowari meningkatkan mutu layanannya karena tidak ditopang dengan keadaan fasilitas pendukung yang memadai. Sebagai tambahan informasi bahwa meskipun keadaan RSUD Yowari demikian, namun tidak
60
mengurangi jumlah pasien untuk berobat dan menggunakan jasa layanannya. Data pasien yang berkunjung ke RSUD Yowari dan mendapatkan pelayanan kesehatan Rawat Jalan dan Rawat inap yang dihimpun pada tahun 2013 sebagai berikut, misalnya tahun 2010 pasien Rawat Inap meningkat cukup tajam hingga mencapai angka 24.310 orang (kasus) kemudian pada tahun 2011 mengalami penurunan hingga mencapai angka 23.439 kasus dan terakhir tahun 2012 angka kunjungan pasien ke RSUD Yowari menurun cukup tajam hingga mencapai angka 20.497 kasus. Tentu saja hal ini disebabkan oleh banyak faktor diantaranya, beralih ke RS lain, atau tingkat kesadaran warga akan hidup sehat sudah menjadi lebih baik sehingga terjadi penurunan angka kunjungan pasien ke RSUD Yowari. Kendati demikian, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Sementara itu, RSUD Yowari tidak saja melakukan pelayanan kepada pasien umum semata, tapi juga terhadap pasien miskin yang dibiayai oleh dana jaminan kesehatan masyarakat (jamkesmas), Jaminan Kesehatan Papua (jamkespa) dan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Dana Jamkesmas bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan membiayai pasien miskin yang bukan orang asli Papua, dana Jamkespa diperuntukan untuk membiayai orang asli Papua dengan sumber pendanaan dari dana Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua sedangkan dana jamkesda adalah dana jaminan kesehatan untuk
61
orang asli Papua yang bersumber dari dana Otsus Kabupaten yang juga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Jayapura. Dengan demikian diketahui bahwa jumlah pasien miskin yang bukan orang asli Papua yang dibiayai dengan dana Jamkesmas pada tahun 2012 sebanyak 5.162 kasus, kemudian untuk pasien miskin orang asli Papua yang dibiayai oleh dana Jamkespa sebanyak 13.548 kasus dan terakhir untuk pasien miskin yang dibiayai oleh dana jamkesda sebanyak 14.685 kasus. 8. Masalah-Masalah yang dihadapi RSUD Yowari Secara keseluruhan RSUD Yowari memiliki kendala-kendala yang menjadi sebab lambannya pelayanan organisasi ini kepada masyarakat. Padahal, tuntutan akan kebutuhan pelayanan yang memadai menjadi sesuatu yang harus dipenuhi sementara secara organisasi RSUD belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Berikut adalah masalah-masalah yang dihadapi RSUD Yowari yang dapat diiidentifikasi antara lain. Pertama, Sumber Daya Manusia. Secara umum, RSUD Yowari mengalami stagnasi sumber daya manusia. Hal ini dapat terlihat pada jumlah tenaga spesialis dan perawat yang mengabdi pada organisasi tersebut. Parameter yang dapat dijadikan patokan adalah terkait dengan kualitas SDM yang dimiliki RSUD Yowari, bagaimana potensi SDM tersebut memaknai tugas pokok dan fungsinya. Meski jumlah tenaga kerja
62
yang dimiliki RSUD sebanyak 361 orang namun bagaimana jumlah tersebut dapat dengan leluasa melakukan tugas-tugasnya secara maksimal. Ditemukan bahwa tidak semua menunjukan keterampilannya dalam melayani masyarakat. Sebagian justru cenderung bersikap pasif bahkan cenderung apatis, sementara yang lain cenderung agresif. Disisi lain, belum tampak peningkatan kualitas SDM dalam hasil bekerja. Tercatat 7 orang dokter umum yang mengambil keputusan untuk melanjutkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kapasitas dirinya. Kedua, Manajemen Pelayanan. Dari aspek manajemen pelayanan, RSUD Yowari memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Diantaranya adalah Standar Operasional Prosedur (SOP) dan standar pelayanan Minimal (SPM) yang belum terdefinisikan dengan baik dan benar. Seperti prosedur pelayanan minimal, prosedur pembakaran sampah atau limbah medis. Siapa yang harus membakar, bagaimana caranya, dan fasilitas apa yang harus digunakan. Kemudian, untuk prosedur-prosedur lain, belum terdefinisikan dengan jelas sehingga belum menunjukkan pelayanan yang berkualitas, seperti yang diharapkan masyarakat. Di sisi lain, standar pelayanan minimal (SPM) pun belum terukur dengan jelas. Misalnya pada saat seorang pasien memasuki UGD berapa lama waktu yang dibutuhkan, apa saja hakhaknya sehingga pasien tidak menunggu dan akhirnya memiliki pandangan yang buruk terhadap pelayanan RSUD. Bagaimana kualitas toilet, kebersihan lingkungan rumah sakit dan keramahan petugasnya,
63
semua ini tentu berangkat dari manajemen yang baik sehingga tujuan pelayanan yang berkualitas menjadi target yang harus dicapai. Ketiga, Keterbatasan Fasilitas Penunjang Pelayanan. Pelayanan kesehatan, tentu tidak akan berjalan maksimal jika tidak ditunjang dengan kelengkapan fasilitas penunjang pelayanan yang memadai. Misalnya saja, ambulan yang seharusnya dalam kondisi baik dan prima untuk melayani antar atau jemput pasien gawat justru terletak rusak di instalasi teknik. Kemudian sejumlah alat USG dan tempat tidur banyak yang tampak rusak dan tidak terpakai. Tentu saja, kerusakan-kerusakan ini menjadi salah satu kendala bagi pelayanan RSUD Yowari yang berkualitas baik. Barangkali RSUD Yowari merupakan satu-satunya RSUD (di Indonesia) yang tidak memiliki dapur khusus. Sebagai tempat memasak makanan khusus untuk pasien. Yang ada bahwa makanan untuk pasien dipesan dari luar RSUD, lebih tepatnya adalah menggunakan jasa catering untuk menyediakan makanan bagi pasien. Keadaan ini tentu sangat tidak tepat. Ditemukan bahwa makanan pasien akan diantar ke ruang perawatan pasien setelah disiapkan pada instalasi gizi. Tentu saja dengan keadaan ini menunjukkan potret buruk manajemen pelayanan RSUD Yowari. Pasien atau keluarga pasien yang menjaga di rumah sakit pun kesulitan untuk mendapatkan air panas. Sebaliknya air panas diperoleh dari warung-warung terdekat dengan biaya Rp 500010.000 per termos. Inilah kondisi yang barangkali harus
64
mendapat perhatian pemerintah daerah (eksekutif dan legislatif). Keempat, Keterbatasan Anggaran. Soal anggaranpun tidak bisa dipungkiri, karena dengan anggaran yang cukup dapat menopang kelancaran pembelian fasilitas dan pembiayaan operasional RSUD Yowari. Sumber pendanaan bagi RSUD Yowari berasal dari dana APBD Kabupaten Jayapura, yang besarannya disesuaikan dengan tingkat kebutuhannya, tahun 2012 RSUD mendapatkan suplay anggaran dari Pemerintah Kabupaten senilai Rp 17 Miliar. jumlah ini terbilang besar namun belum mampu untuk membiayai berbagai kebutuhan operasional RSUD Yowari sehingga masih membutuhkan dukungan dana operasional yang bersumber dari APBN ataupun sektor-sektor lain. Kepala Seksi Perencanaan dan Rekam Medik RSUD Yowari, HH menyatakan bahwa total kebutuhan anggaran operasional RSUD Yowari tahun 2014 ditaksir senilai Rp 40 miliar, tentu saja hal ini jika berhasil dipenuhi oleh eksekutif dan legislatif daerah justru akan semakin baik untuk menunjang operasional dan perbaikan kinerja RSUD Yowari.*
B. Perilaku Organisasi RSUD Yowari Kabupaten Jayapura
65
Tulisan ini merujuk pada Teori Organisasi yang dikemukakan Stephen P. Robbins, seorang pakar Organisasi dengan pertimbangan bahwa Perilaku “dari” Organisasi dapat dilihat pada aspek-aspek struktur dan Desain Organisasi, Budaya Organisasi dan Kebijakan Sumber Daya Manusia sehingga hasil akhirnya tercermin pada capaian organisasi. Mengingat RSUD Yowari adalah organisasi formal maka birokrasi dengan keunggulannya yang digambarkan Max Weber sebagaimana dikutib Denhardt & Denhardt (2007:157) memberikan jaminan keberhasilan pelayanan dengan produk jasa layanan yang terstandarisasi dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat di Kabupaten Jayapura. 1. Struktur Dan Desain Organisasi Struktur Organisasi Struktur Organisasi menjadi sarana yang dapat digunakan untuk mengubah perilaku manusia dan organisasi atau dengan sebutan lain bahwa struktur organisasi dapat membentuk sikap dan perilaku (Robbins, 2008). Lebih lanjut Robbins mendefinisikan struktur organisasi (organizational structure) sebagai langkah atau upaya pekerjaan dibagi-bagi, dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal. Berikut adalah elemen-elemen kunci yang membentuk Struktur Organisasi, yakni : a. Spesialisasi (specialization).
66
Spesialisasi Pekerjaan memperlihatkan keunggulan positif bahwa suatu pekerjaan dapat dikerjakan efektif dan efisien jika karyawan/pegawai dibiarkan untuk mengkhususkan diri melakukan tugas-tugas tertentu. Istilah Spesialisasi Pekerjaan (work specialization) atau pembagian tenaga kerja (division of labor) dimaksudkan untuk menggambarkan bagaimana berbagai kegiatan dalam organisasi dibagi-bagi menjadi beberapa pekerjaan tersendiri. Hakikat dari Spesialisasi adalah bahwa daripada seluruh pekerjaan dilakukan oleh seorang individu, sebaiknya pekerjaan itu dipecah-pecah menjadi sejumlah tahap, dengan masing-masing tahap diselesaikan oleh seorang individu tersendiri. Intinya, individu mengkhususkan diri dalam melakukan bagian dari suatu kegiatan ketimbang seluruh kegiatan. Walau idealnya demikian, namun dalam kenyataannya ditemukan bahwa RSUD Yowari belum sepenuhnya melakukan Spesialisasi Pekerjaan karena masih ada beberapa “unit organisasi” yang di dalamnya terjadi penumpukan pekerjaan pada satu dua orang. Misalnya Kepala Sub Bagian Tata Usaha masih menangani beberapa tugas sekaligus yakni urusan kepegawaian, urusan keuangan, urusan administrasi dan logistik.5 5
Wawancara Kepala Sub Bagian Tata Usaha, RSUD Yowari, pada 23 Agustus 2013.
67
Keadaan ini memberi gambaran telah terjadi penumpukan pekerjaan pada satu orang dengan beban kerja yang banyak. Hal yang sama juga terjadi pada Ruang Penyakit Dalam (interna) dimana terjadi penumpukan pekerjaan pada satu orang yang bekerja merangkap beberapa pekerjaan yang seharusnya dapat dikerjakan oleh dua atau tiga orang, seperti yang disampaikan Kepala Ruangan Penyakit Dalam (interna) : “Tugas saya sebagai kepala ruangan adalah membuat jadwal, membagi teman-teman dalam tim, merencanakan penggunaan alat kesehatan dalam seminggu dan membuat pencatatan dan pelaporan. Disamping tugas ini masih ada tugas rangkap lainnya yakni harus menggantikan kawan-kawan yang berhalangan dalam merawat dan melayani pasien di bangsal.”ujar Kepala Ruangan Penyakit Dalam (Interna)6 Beban kerja yang menumpuk pada satu orang menjadi penyebab kelambanan pergerakkan organisasi dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat. Kalem juga menjelaskan karena RSUD Yowari kekurangan tenaga, sehingga sulit baginya untuk membuat struktur organisasi di Ruangan. Dimana jika perawat yang ada dibagi dalam struktur maka tidak mungkin melakukan tugas yang banyak 6
Wawancara Kepala Ruang Penyakit Dalam (Interna) Helsa Kalem pada 23 Agustus 2013
68
dengan jumlah orang yang terbatas, makanya untuk memaksimalkan pelayanan, dirinya gunakan “metode fungsional”. Baginya, metode fungsional dimaknai satu orang dapat berfungsi melakukan beberapa bidang atau bagian, jadi masalah lain yang dihadapi adalah jumlah tenaga perawat yang terbatas.7 Kondisi ini tampaknya bertolakbelakang dengan data yang ada. Sebab jumlah pegawai yang bekerja di RSUD Yowari pada tahun 2013 tercatat sebanyak 361 orang yang terdiri dari 213 orang dengan status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 148 orang berstatus pegawai kontrak. Meski jumlah karyawan sebanyak itu namun manajemen RSUD dipandang belum mampu menjawab tuntutan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan publik. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan (knowledge and skills) disamping Struktur Organisasi RSUD Yowari yang dipandang belum bisa membagi habis pegawai untuk melakukan pekerjaannya. Kendatipun secara fungsi, Spesialisasi Pekerjaan dapat terlihat melalui ketersediaan dokter spesialis yang khusus melayani pasien. Misalnya spesialis gigi dan spesialis radiologi. Namun untuk urusan administrasi masih didominasi satu dua orang. Kondisi ini, tampak juga pada pernyataan Direktur RSUD Yowari yang menyatakan Sesuai 7
Wawancara Kepala Ruangan Penyakit Dalam, Helda Kalem pada 23 Agustus 2013
69
fungsinya, RSUD Yowari memiliki bidang tugas yang sangat beragam, sehingga harus dibagi-bagi secara struktural dan fungsional. Kalau Fungsional kita bagi sesuai profesi dan spesialisasinya sedangkan struktural dibagi sesuai struktur organisasi yang ada. Dengan keadaan RSUD Yowari seperti yang baru saja dikemukakan beserta data empirik dan hasil wawancara, maka dapat disimpulkan bahwa RSUD Yowari belum sepenuhnya menerapkan Spesialisasi, seperti yang dikehendaki oleh Teori Organisasi yang disampaikan Stephen P. Robbins karena efektifnya sebuah organisasi maka orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut harus mempunyai “spesialisasi” sehingga memudahkan pelayanan dan membentuk citra positif bagi RSUD Yowari agar mengembangkan “spesialisasi” kepada karyawannya secara tegas sebab dengan Spesialisasi Pekerjaan yang tinggi dapat dijadikan sarana yang efektif untuk memanfaatkan keterampilan karyawan. Apalagi dalam sebagian besar organisasi sejumlah tugas tertentu membutuhkan keterampilan yang sangat tinggi dan beberapa yang lain dapat dijalankan oleh pekerja yang kurang terlatih. Jika semua pekerja dalam setiap tahap memiliki keterampilan maka hal ini dapat membentuk Perilaku Organisasi menuju tipe yang diharapkan yakni mampu menjawab kebutuhan masyarakat dengan menyediakan karyawan
70
(pegawai) yang terampil dan berpengetahuan. Keuntungan lain dari karyawan yang bekerja dengan tingkat keterampilan tinggi adalah mereka dibayar dengan gaji tinggi dan mampu menunjukan sikap profesionalnya. b. Departementalisasi (departementalizational) Setelah memecah-mecah pekerjaan melalui spesialisasi, maka pekerjaan itu perlu dikelompokan bersama sehingga tugas-tugas yang sama dapat dikoordinasikan dalam satu basis. Pengempokkan ini dikenal dengan sebutan Departementalisasi. (Robbins, 2008:217) Salah satu cara paling populer untuk mengelompokkan kegiatan adalah berdasarkan fungsi-fungsi yang dijalankannya, seperti yang dilakukan sebuah perusahaan manufaktur melalui manajernya, mampu mengorganisir sebuah pabrik dengan cara memisahkan para ahli teknik, akuntansi, manufaktur, personalia dan persediaan pada sejumlah departemen yang lazim dikenal. Departementalisasi berdasarkan fungsi dapat digunakan pada semua organisasi, termasuk pada RSUD Yowari Kabupaten Jayapura. Tapi, fungsi tersebut dapat berubah guna mencerminkan tujuan dan aktivitas organisasi. Misalnya sebuah rumah sakit mungkin pula memiliki departemen yang dikhususkan untuk penelitian, perawatan pasien, pembukuan dan sebagainya. Stephen P Robbins mencontohkan sebuah pewaralaba sepakbola profesional yang memiliki
71
berbagai departemen seperti Departemen Personalia Pemain, Departemen Penjualan Tiket, serta Departemen Perjalanan dan Akomodasi. Keuntungan dari cara pengelompokkan ini adalah diperolehnya efisiensi dari disatukannya para spesialis yang sama. Departementalisasi fungsional berusaha mencapai skala ekonomis dengan cara menempatkan orang-orang dengan keterampilan dan orientasi yang sama ke dalam unit-unit yang sama. Pada sisi yang lain, Departementalisasi dapat dilakukan bukan saja melalui fungsi tapi juga berdasarkan produk atau jasa yang dihasilkan organisasi. Keunggulan Departementalisasi dengan cara ini adalah meningkatkan akuntabilitas terhadap kinerja produk atau jasa, karena semua kegiatan yang terkait dengan produk atau jasa berada di bawah kendali seorang manajer. Terkait dengan tulisan ini, ditemukan bahwa RSUD Yowari sudah melakukan Departementalisasi berdasarkan fungsi-fungsi. Hal ini terlihat pada hasil studi dokumen, sebagai berikut Dimana hal itu tampak pada struktur organisasinya dengan bidang-bidang kerja yang spesifik, misalnya Unit Gawat Darurat (UGD), Unit Perawatan Intensif (Intensive Care Unit atau ICU) dan unit perawatan pasien yang berada dalam kendali Seksi Keperawatan. Pada Struktur Organisasi RSUD Yowari berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Jayapura No 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan, susunan Organisasi
72
dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jayapura disebutkan bahwa RSUD memiliki departemen-departemen (bagian-bagian) yang khusus untuk menangani bidang-bidang tertentu. Misalnya Sub Bagian Tata Usaha dengan tugas menangani urusan rumah tangga rumah sakit, ketatausahaan, kepegawaian, administrasi umum, urusan keuangan dan perpustakaan. Kemudian ada Kelompok Jabatan Fungsional yang menangani bidang Instalasi dan Komite Medik, Staf Medik Fungsional dan Komite Keperawatan. Pada bidang lain, ada Seksi Keperawatan, Seksi Pelayanan, Seksi Rekam Medis dan Perencanaan. Masing-masing bidang ini memiliki tugas dan tanggung jawab tersendiri dalam menjalankan tugasnya sesuai ketentuan yang berlaku8. Keadaan ini memberi gambaran bahwa RSUD Yowari telah menjalankan prinsip Departementalisasi berdasarkan fungsi-fungsi yang dilandasi pada ketentuan yuridis pada Perda No 4 Tahun 2006 tentang Pembentukan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jayapura. c. Rantai Komando (Chain Of Command) Rantai Komando (Chain of Command) dapat dipahami sebagai suatu garis wewenang tanpa putus dari puncak organisasi ke eselon 8
Hasil studi dokumentasi pada 13 Agustus 2013.
73
paling bawah dan menjelaskan siapa bertanggung jawab kepada siapa. Konsep ini menjawab pertanyaan karyawan seperti : “Saya harus menemui siapa jika punya masalah?” dan “Kepada siapa saya bertanggung jawab?” Rantai Komando tidak dapat dibahas tanpa terlebih dahulu membahas konsep yang saling terkait yakni “Wewenang” dan “Kesatuan Komando”. Wewenang (authority) mengacu pada hakhak yang melekat dalam sebuah posisi manajerial untuk memberikan perintah dan untuk mengharapkan bahwa perintah itu dipatuhi. Untuk memfasilitas koordinasi, tiap posisi manajerial diberi sebuah tempat dalam rantai komando, dan tiap manajer diberi tingkat wewenang tertentu untuk memenuhi tanggung jawabnya. Prinsip kesatuan komando (unity of command) membantu melanggengkan konsep garis wewenang yang tidak terputus. Prinsip ini menyatakan bahwa seseorang hanya mempunyai satu dan satu-satunya atasan yang kepadanya ia bertanggung jawab secara langsung. Jika kesatuan komando putus, seorang karyawan/pegawai mungkin akan menghadapi berbagai permintaan atau prioritas yang saling bertentangan dari beberapa atasan. Seiring perjalanan waktu yang kian berubah demikian pula prinsip-prinsip dalam desain organisasi, konsep Rantai Komando, Wewenang dan Kesatuan Komando sudah tidak lagi relevan karena kemajuan teknologi informasi
74
dan trend ke arah pemberdayaan karyawan. Stephen P Robbins (2008:220) mengemukakan contoh bahwa seorang karyawan biasa kini dalam beberapa detik dapat mengakses informasi 35 tahun lalu yang hanya tersedia bagi para manajer puncak. Demikian pula, komputer jaringan semakin memungkinkan karyawan dalam sebuah organisasi untuk berkomunikasi dengan siapapun tanpa melalui saluran formal. Selain itu, konsep wewenang dan rantai komando semakin tidak relevan karena karyawan yang bekerja kini turut diberdayakan untuk membuat keputusan yang sebelumnya merupakan hak eksekutif manajemen. Dengan semakin populernya tim swa-kelola dan lintas fungsi serta terciptanya desain-desain struktur baru yang di dalamnya mencakup multiatasan, konsep kesatuan komando pun berkurang relevansinya. Tentu, masih ada banyak organisasi yang bisa terus produktif dengan cara memperkuat rantai komando. Hanya saja, jumlahnya sekarang sepertinya semakin sedikit. Rantai Komando masih dibutuhkan RSUD Yowari dalam kaitannya dengan pertanggung jawaban pekerjaan secara berjenjang dari karyawan biasa kepada manajer tingkat bawah dan manajer tingkat bawah meneruskannya kepada manajer puncak. Walaupun telah dijelaskan Robbins namun, seiring perubahan waktu maka terjadi pula pergeseran dalam hal kesatuan komando dimana seorang bawahan hanya memiliki seorang atasan langsung. Tentu saja perubahan
75
ini, sangat dimungkinkan karena kemajuan teknologi informasi. Kendati demikian, RSUD Yowari masih membutuhkan kesatuan komando dalam mengefisienkan tugas pekerjaan pelayanan publik kepada masyarakat di Kabupaten Jayapura. Tingkat kebutuhan itu, dapat dilihat pada ungkapan Kepala Sub Bagian Tata Usaha bahwa : “Jika ada tugas saya selesaikan dan langsung memberikan laporan kepada atasan langsung saya, yakni direktur RSUD Yowari. Tapi umumnya tergantung jenis tugasnya. Kalau tugasnya diminta untuk dibuat dalam bentuk tertulis, maka kami membuatnya dan segera melaporkan kepada atasan (Direktur), jadi tergantung tugasnya.9 Pernyataan ini pun di dukung Kepala Ruangan Penyakit Dalam (interna). “Terkait bidang tugas, maka laporan yang dibuat pun saya laporkan pada pimpinan tingkat atas. Laporan yang saya buat misalnya jumlah pasien, jenis penyakitnya, kemudian tindakan dokter seperti apa, serta kondisi pasien pada saat dirawat. Laporan ini dicatat dalam buku khusus pasien (status) dan dilaporkan sebagai hasil pekerjaan pelayanan di ruangan, karena tentunya akan berhubungan dengan jasa pelayanan yang diterima petugas/perawat dalam bentuk insentif. Jadi pekerjaan perawat di ruangan pada RSUD Yowari bukan hanya berurusan dengan suntik dan obat 9
Wawancara Kepala Sub Bagian Tata Usaha, 23 Agustus 2013
76
tetapi juga banyak dengan manajemen administrasi pasien. Kita dituntut untuk mencatat atau mendokumentasikan kegiatan yang terjadi dalam ruangan, sehingga pada saat ada komplain kita punya bukti.10 Juga diperkuat dengan pengakuan Kepala UGD RSUD Yowari yang menyatakan “....Dalam hal membuat laporan kami melakukannya secara teratur kepada pimpinan kami yakni kepada kepala keperawatan dan seterusnya hingga laporan itu sampai kepada direktur, selain itu direktur juga sering berkunjung ke UGD sekadar untuk melihat kerja-kerja teman-teman dan jika dimungkinkan kami melaporkan hal-hal yang dimintakan oleh pimpinan”.11
Dengan demikian, maka prinsip Rantai Komando ini telah dilakukan secara berjenjang tanpa putus dari pimpinan sampai ke level bawah dimana urutan pelaporan dilakukan secara berjenjang pada RSUD Yowari.
d. Rentang Kendali (Span Of Control) Stephen P Robbin mengajukan pertanyaan : Berapa banyak karyawan yang dapat diarahkan secara efisien dan efektif oleh seorang manajer? Pertanyaan mengenai Rentang Kendali 10
Wawancara Kepala Ruangan Penyakit Dalam (Interna) pada 23 Agustus 2013 11 Wawancara Kepala Ruangan Unit Gawat Darurat, 29 September 2013
77
(Span of control) ini penting karena dalam kadar tertentu, menentukan jumlah tingkatan dan manajer yang perlu dimiliki oleh suatu organisasi. Dengan mengandaikan semua hal sama, semakin lebar atau besar rentangannya, semakin efisien organisasi. Berangkat dari pendapat Robbins mengenai Rentang Kendali maka RSUD Yowari Kabupaten Jayapura, sesungguhnya memiliki rentang kendali yang sempit karena jumlah karyawan yang sedikit dalam sebuah unit yang dikendalikan oleh seorang pimpinan (manajer). Bahkan dengan rentang kendali yang demikian justru seharusnya memudahkan pengendalian dalam menjalankan tugas-tugas pekerjaan dan pelayanan kepada masyarakat. Namun, pimpinan RSUD Yowari masih kewalahan mengatur karyawan dalam menjalankan tugas pekerjaannya. Hal ini dapat disimak pada pernyataan Kepala Unit Gawat Darurat “Kami memiliki tiga shift dalam sehari, dan setiap shift ada lima orang yang bertugas, sehingga dengan jumlah ini dipandang cukup untuk melayani pasien yang datang berobat, entah karena kecelakaan, atau sakit yang lain”, namun sering kami terhambat karena kurangnya komunikasi yang baik diantara sesama petugas. Barangkali hal ini disebabkan oleh faktor adanya perbedaan pandangan, persepsi, harapan, karakter, pengetahuan, dan pengalaman, sehingga kesulitan dalam mengendalikan
78
karyawan dalam bekerja. Meski banyak hal menjadi hambatan, namun yang harus dikedepankan adalah pelayanan kepada masyarakat agar tetap berjalan”12. Selain itu, tercermin pula pada pernyataan informan pegawai tidak tetap RSUD Yowari yang menyatakan bahwa Sub Bagian Tata Usaha, Seksi Pelayanan Medis dan Seksi Keperawatan tidak mempunyai staf yang membantunya dalam menjalankan tugastugas teknis operasional.“...Untuk jabatan Sub Bagian Tata Usaha seharusnya dapat dijabarkan untuk beberapa jabatan sehingga efisien dalam menjalankan tugas-tugas. Namun yang terjadi adalah Kasubag TU mengerjakan semua tugastugas sendiri tanpa ada staf yang membantu untuk itu. Apalagi TU mengerjakan tiga bagian pekerjaan seperti Administrasi Umum, Kepegawaian dan Keuangan begitu juga seksi pelayanan medis, seharusnya dapat dikembangkan menjadi bidang penunjang pelayanan dan sebagainya...“13 Dengan situasi ini, Rentang Kendali menjadi penting dilakukan dalam kaitannya dengan mengendalikan Sumber Daya Manusia (SDM) pada unit-unit kerja RSUD Yowari untuk lebih memaknai tugas pokok dan fungsinya sebagai aparatur pemerintah daerah yang berada pada garda depan pelayanan urusan wajib, yakni kesehatan. Dengan demikian dapat dikatakan 12 Wawancara Kepala Ruangan Unit Gawat Darurat, 23 September 2013 13 Wawancara Karyawan RSUD Yowari, 23 Agustus 2013
79
bahwa Rentang Kendali pada RSUD Yowari tergolong sempit dengan jumlah personil yang relatif sedikit seharusnya menunjukkan kinerja yang semakin baik, namun dalam pelaksanaan tugas-tugas justru Rentang Kendali menjadi hambatan. Setidaknya hal ini harus ditata kembali demi perbaikan citra RSUD Yowari kedepan yang jauh lebih baik. e. Sentralisasi/Desentralisasi Pada sejumlah organisasi biasanya manajer puncak membuat semua keputusan, manajer level bawah hanya menjalankan arahan manajemen puncak. Sementara pada ekstrem yang lain ada organisasi yang pengambilan keputusannya diserahkan kepada para manajer yang lebih dekat dengan tindakan. Organisasi yang pertama disebut sangat sentralistis, dan yang kedua desentralistis. Istilah sentralisasi (centralization) mengacu pada tingkat sampai sejauhmana pengambilan keputusan dikonsentrasikan pada satu titik tunggal dalam organisasi. Konsep tersebut hanya mencakup wewenang formal, yaitu hakhak yang melekat pada posisi seseorang. Biasanya suatu organisasi dikatakan sentralistis jika manajemen puncak membuat keputusankeputusan kunci organisasi dengan meminta sedikit atau tanpa masukan sama sekali dari personel tingkat bawah. Sebaliknya, semakin banyak personel tingkat bawah yang
80
memberikan masukan atau secara aktual diberi kebebasan memilih untuk membuat keputusan, semakin desentralistis suatu organisasi. Organisasi yang dicirikan dengan sentralisasi secara inheren berbeda dengan organisasi desentralistis, dalam organisasi ini, tindakan untuk memecahkan masalah dapat diambil dengan lebih cepat, lebih banyak orang bisa memberikan masukan bagi keputusan, dan karyawan lebih kecil kemungkinannya merasa terasing dari mereka yang membuat keputusan yang memengaruhi kehidupan kerja mereka. Selaras dengan upaya-upaya manajemen dewasa ini untuk membuat organisasi lebih fleksibel dan tanggap, ada tren yang tegas ke arah desentralisasi pengambilan keputusan. Dengan demikian tampak jelas bahwa RSUD Yowari menerapkan prinsip sentralisasi dan desentralisasi. Dimana pada peran-peran tertentu direktur RSUD Yowari memainkan peran tunggal untuk menentukan keputusan yang bersifat strategis tanpa meminta masukan dari manajer tingkat bawah atau stafnya, sementara dalam konteks yang lain peran desentralisasipun diterapkan dengan memberi kemudahan dan kewenangan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan. “...Pengambilan keputusan secara umum dilakukan oleh direktur, sedangkan pengambilan keputusan pada unit-unit organisasi kami
81
memberi kesempatan kepada mereka untuk kemandiriannya” kata Direktur RSUD Yowari. Dijelaskannya, tujuannya adalah memberikan tanggung jawab dan kesempatan untuk menata dan mengelola unit-unit organisasi sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, asalkan selalu berkomunikasi dengan pimpinan sehingga dapat dipilah mana yang kewenangan pimpinan dan mana yang menjadi porsinya. Meskipun demikian pengambilan keputusan secara umum tentu dilakukan melalui mekanisme rapat-rapat yang biasanya dilakukan bersama, misalnya dalam rapat komite medik, rapat komite keperawatan maupun rapat staf administrasi secara umum, tergantung isu-isu yang dikomunikasikan.”14. Pernyataan Direktur RSUD Yowari didukung pula dengan pernyataan responden HK bahwa “Dalam hal-hal tertentu direktur sering melibatkan kami dalam proses pengambilan keputusan. Beliau cukup moderat dan bersikap fleksibel dan sangat demokratis, artinya memberi kesempatan kepada bawahan untuk terlibat memberi masukan sebelum diambil keputusan final”. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa RSUD Yowari Kabupaten Jayapura masih menerapkan prinsip sentralisasi dan 14
Wawancara Direktur RSUD pada 9 September 2013
82
desentralisasi yang kebutuhan dan konteks.
disesuaikan
dengan
f.
Formalisasi (formalization) Formalisasi (formalization) mengacu sejauhmana pekerjaan-pekerjaan di dalam organisasi dibakukan. Jika sebuah pekerjaan sangat formal, pemangku pekerjaan akan memiliki sedikit sekali kebebasan untuk memilih apa yang harus dikerjakan, kapan harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Karyawan diharapkan untuk selalu menangani input yang sama dengan cara yang sama serta akhirnya mengahasilkan output yang konsisten dan seragam. (Robbins, 2008) Organisasi dengan tingkat formalisasi tinggi biasanya mempunyai uraian tugas yang jelas, memiliki beragam aturan organisasi, dan mempunyai prosedur yang didefinisikan secara tegas. Manakala tingkat formalisasi rendah perilaku pekerjaan relatif tidak terprogram dan anggota organisasi memiliki banyak kebebasan untuk menjalankan diskresinya terkait dengan pekerjaan. Karena kebebasan seorang individu atas pekerjaan berbanding terbalik dengan jumlah perilaku dalam pekerjaan yang diprogramkan sebelumnya oleh organisasi, semakin besar standardisasi maka semakin kecil input yang dimiliki karyawan mengenai bagaimana suatu pekerjaan harus dilakukan. Standarisasi tidak hanya meniadakan kemungkinan karyawan untuk terlibat dalam
83
perilaku-perilaku alternatif, tetapi juga menghapuskan perlunya karyawan mempertimbangkan pilihan lain. Kadar formalisasi bisa sangat beragam antarorganisasi dan di dalam organisasi. Ada pekerjaan yang memang membutuhkan sedikit sekali formalisasi, karena memang menghendaki kebebasan untuk berekspresi tanpa harus dibebani dengan prinsip formalisasi. Ditemukan bahwa RSUD Yowari sedikit sekali mengedepankan formalisasi. Hal ini terbukti bahwa tingkat ketaatan terhadap aturan masih jauh dari harapan. Banyak pegawai menafsirkan disiplin kerja, jam masuk kerja dan pulang kantor sesukanya. Tidak taat untuk mengikuti apel pagi, setiap hari pukul 07.00 wit sebelum memulai melakukan pelayanan di RSUD Yowari. Tingkat formalisasi yang rendah ini terungkap melalui pernyataan informan yang mengatakan bahwa “..Aturan kerja tidak jelas, status rumah sakit juga tidak jelas, apakah mereka ini pegawai kontrak atau pegawai honor. Ini membingungkan seharusnya UU No 44/2009 tentang Rumah Sakit jadi rujukan untuk pelaksanaan tugas-tugas rumah sakit. Harus ada kejelasan status”15.
Pernyataan informan diatas, setidaknya dapat dipahami bahwa RSUD Yowari sedang mengalami masalah dalam hal statusnya, secara operasional disebut sebagai Tipe C namun secara yuridis formal sesuai dasar pendirian RSUD 15
Wawancara Karyawan RSUD Yowari WT, 23 Agustus 2013
84
bertatus tipe D. Hal ini seperti pernyataan berikut : “...Jika dilihat dari sisi struktur organisasi, maka struktur organisasinya dikategorikan tipe C sedangkan aspek pelayanannya dikategorikan tipe D. Masih ada ketidakpastian status, apalagi RSUD Yowari belum juga diakreditasi sehingga menimbulkan kelambanan dalam pergerakan organisasi untuk melayani masyarakat secara total16” demikian juga dipertegas Direktur RSUD Yowari, yang mengatakan “..Rumah sakit ini berada pada tipe D belum masuk pada tipe C. Untuk mengubah ini kita butuh regulasi baru karena untuk menduduki jabatan direktur harus dengan eselon II sedangkan kapasitas sumber daya manusia yang ada baru mencapai eselon III. Ini yang sedang diperjuangkan untuk menyamaratakan antara status dan tipe. Kendala kita disini adalah strukturnya tipe D sedangkan statusnya tipe C. Hal ini terjadi karena keterlambatan kebijakan politik mengenai rumah sakit ini. Akibatnya memengaruhi kinerja yang terkait dengan tugas pokok, tanggung jawab dan kewenangan. Makanya dibutuhkan regulasi baru untuk membenahi ketidakjelasan ini” Ketidakjelasan regulasi menjadi sebab rendahnya formalisasi pada RSUD Yowari sehingga masing-masing karyawan menafsirkan aturan menurut persepsi, pengalaman, 16
Wawancara Kepala Ruangan Interna, 23 Agustus 2013
85
pemahaman dan pengetahuannya. Akibatnya berdampak pada kurang adanya jaminan kepastian mengenai aturan yang berlaku untuk mengatur disiplin dan tatakerja pegawai RSUD. Keadaan ini tentu saja dapat menjadi pemicu lambannya pergerakan organisasi RSUD sebagai organisasi publik dalam tugas dan fungsinya melayani masyarakat sesuai visi dan misinya yakni pelayanan kesehatan yang berkualitas prima. Untuk itu manajemen RSUD Yowari harus dapat memikirkan, dan segera melakukan pembenahan dalam hal Formalisasi karena hal tersebut dapat mengatur perilaku para pegawai. Standarisasi perilaku dapat mengurangi keanekaragaman, disamping dapat mendorong dilakukannya koordinasi.
Desain Organisasi RSUD Yowari memiliki desain struktur organisasi dengan tingkat kompleksitas cukup tinggi. Hal ini terlihat pada struktur organisasi yang ada, dimana pimpinan RSUD (direktur) dibantu staf (Kepala Sub Tata Usaha; Kepala Bagian Keperawatan, Kepala Bagian Pelayanan Medis, Kepala Bagian Perencanaan dan Rekam Medik) dan kepala-kepala instalasi sebagai unsur pelaksana teknis. Desain Organisasi pada dasarnya mempertimbangkan konstruksi dan mengubah
86
struktur organisasi untuk mencapai tujuantujuannya. Dalam desain struktur organisasi terdapat ada tiga tipe desain yang lazim digunakan, yakni desain Struktur Sederhana, Desain Birokrasi dan Desain Matriks. Desain Struktur Sederhana memiliki kadar departementalisasi rendah, rentang kendali luas dan wewenang yang tersentralisasi pada satu orang dan sedikit formalisasinya. Biasanya desain sederhana hanya memiliki dua atau tiga tingkatan vertikal, badan karyawan yang longgar, dan satu individu yang kepadanya wewenang pengambilan keputusan dipusatkan. Kekuatan dari struktur sederhana seperti ini terletak pada kesederhanaannya, cepat, fleksibel, tidak mahal dikelola dan akuntabilitasnya jelas. Namun, kelemahannya adalah bahwa struktur ini sulit dijalankan di manapun selain pada organisasi kecil. Oleh karena itu, struktur sederhana menjadi semakin tidak memadai ketika organisasi berkembang karena formalisasinya yang rendah dan sentralisasi yang tinggi cenderung menciptakan kelebihan beban informasi di puncak mananjemen. Ketika organisasi bertambah besar, proses pengambilan keputusan biasanya semakin lambat dan pada akhirnya bisa mandek sama sekali manakala eksekutif tunggal mencoba untuk terus membuat seluruh keputusan. Hal ini sering menjadi awal dari jatuhnya banyak usaha kecil. Ketika sebuah organisasi mulai mempekerjakan 50-100
87
orang, maka sulit sekali bagi pemilik atau manajer membuat semua keputusan. Jika strukturnya tidak diubah dan dibuat lebih rinci, maka organisasi akan kehilangan momentum dan akhirnya gagal. Kelemahan lain dari struktur sederhana adalah bahwa struktur ini sangat beresiko, karena sangat bergantung dari satu orang. Sekali saja sang pemimpin dalam masalah maka dapat menghancurkan pusat informasi dan sistem pengambilan keputusan organisasi. Desain Struktur Birokrasi. Desain ini menyandang konsep Birokrasi dengan ciri khasnya standarisasi. Standarisasi menjadi konsep inti dari semua birokrasi. Birokrasi dicirikan dengan tugastugas operasi yang sangat rutin yang dicapai melalui spesialisasi, formalisasi yang ketat dan sangat formal. Tugas-tugas yang dikelompokkan ke dalam berbagai departemen fungsional, wewenang yang tersentralisasi, rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mengikuti rantai komando. Birokrasi adalah sebuah kata yang memiliki konotasi tak menyenangkan pada kebanyakan orang. Namun, birokrasi justru memiliki keunggulan tersendiri. Kekuatan utama birokrasi terletak pada kemampuannya menjalankan kegiatan-kegiatan yang terstandar secara sangat efisien. Menyatukan beberapa kekhususan dalam departemendepartemen fungsional dan menghasilkan skala ekonomi, duplikasi yang minim pada personel,
88
peralatan, dan karyawan memiliki kesempatan untuk berbicara “dengan bahasa yang sama” di antara rekan-rekan sejawatnya. Lebih jauh birokrasi bisa berjalan cukup baik dengan manajer tingkat menengah dan bawah yang mungkin kurang berbakat. Karena lebih murah. Aturan dan ketentuan yang jumlahnya banyak menggantikan kebebasan manajerial. Operasi standar ditambah dengan formalisasi yang tinggi memungkinkan pengambilan keputusan terpusat. Karena itu, sedikit sekali dibutuhkan pengambilan keputusan yang inovatif dan berpengalaman di bawah tingkat eksekutif senior. Kelemahan lain dari birokrasi adalah berlebihan dalam mengikuti aturan. Ketika ada kasus-kasus yang tidak sesuai sedikit saja dengan aturan, tidak ada ruang untuk modifikasi. Birokrasi hanya efisien sepanjang karyawan menghadapi masalah-masalah yang sebelumnya telah mereka hadapi dan sudah ada aturan keputusan terprogram yang mapan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa RSUD Yowari membutuhkan desain organisasi birokrasi karena mengharuskan standarisasi dalam berbagai hal. Standar spesialisasi, departementalisasi, maupun formalisasi. Desain Struktur Matriks adalah sebuah desain struktur yang menciptakan garis wewenang ganda dan menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk. Kekuatan departementalisasi fungsional terletak pada
89
penyatuan para spesialis yang meminimalkan jumlah yang diperlukan sembari memungkinkan pengumpulan dan pembagian sumber-sumber daya khusus untuk seluruh produk. Kelemahan terbesar adalah sulitnya mengoordinasikan tugas para spesialis fungsional yang beragam agar kegiatan mereka rampung tepat waktu dan sesuai anggaran. Departementalisasi produk, disisi lain memiliki keuntungan dan kerugian yang berlawanan. Departementalisasi ini memudahkan koordinasi di antara para spesialis untuk menyelesaikan tugas tepat waktu. Dan memenuhi target anggaran. Lebih jauh, departementalisasi ini memberikan tanggung jawab yang jelas atas semua kegiatan yang terkait dengan sebuah produk, tetapi dengan duplikasi kegiatan dan biaya. Matriks berupaya menarik kekuatan tersebut, sembari menghindari kelemahan-kelemahannya. Karakteristik struktural yang paling nyata dari matriks adalah bahwa ia mematahkan konsep kesatuan komando. Karyawan-karyawan dalam struktur ini memiliki dua atasan (manajer departemen fungsional dan manajer produk), karena itu desain matriks memiliki rantai komando ganda. Kekuatan struktur matriks terletak pada kemampuannya untuk memfasilitasi koordinasi manakala organisasi tersebut memiliki banyak aktivitas yang rumit dan saling tergantung. Ketika organisasi bertambah besar, kapasitas pemrosesan informasi bisa menjadi terlalu penuh. Dalam birokrasi kompleksitas menyebabkan meningkatnya formalisasi. Kontak langsung dan
90
sering antara beberapa spesialisasi yang berbeda dalam matriks dapat menghasilkan komunikasi yang lebih baik dan menghasilkan fleksibilitas. Informasi menyebar ke seluruh organisasi dan lebih cepat menjangkau orang-orang yang berkepentingan untuk menjadi begitu sibuk melindungi akitivitasnya sehingga tujuan keseluruhan organisasi bisa dikesampingkan. Keuntungan struktur ini adalah, memudahkan penempatan para spesialis secara efisien. Ketika individu-individu yang memiliki keterampilan tertentu dimasukkan ke satu departemen fungsional atau kelompok produk, bakat mereka termonopoli dan kurang termanfaatkan secara penuh. Matriks mencapai keuntungan skala ekonomi dengan cara menyediakan sumber-sumber daya terbaik maupun cara yang efektif bagi organisasi untuk memastikan penggunaan sumber daya tersebut secara efisien. Kelemahan lainnya terletak pada kebingungan yang diciptakannya, kecenderungannya untuk menumbuhkan perjuangan meraih kekuasaan dan stres yang dirasakan para individu. Ketika konsep kesatuan komando dibuang maka ambigu akan meningkat secara signifikan dan hal ini dapat memicu konflik. Karena tidak jelas alur pertanggungjawabannya. Artinya siapa bertanggung jawab kepada siapa, dan bukan hal aneh bagi para manajer produk untuk memperebutkan para spesialis terbaik agar bekerja di departemennya. Kebingungan dan ambiguitas ini juga menciptakan benih-benih perjuangan meraih
91
kekuasaan. Birokrasi mengurangi potensi perebutan kekuasaan dengan aturan main yang jelas. Ketika aturan itu bisa diperebutkan muncullah konflik untuk meraih kekuasaan antara manajer fungsional dan manajer produk. Bagi individu yang menginginkan rasa aman dan tiadanya ambiguitas, suasana kerja seperti ini dapat menimbulkan stres. Mempertangungjawabkan pekerjaan kepada lebih dari satu atasan memunculkan konflik peran. Rasa nyaman yang bisa diperoleh dari kepastian birokrasi tidak ada, digantikan oleh rasa tidak aman dan stres. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa struktur matriks memungkinkan digunakan namun desain ini tidak cocok untuk organisasi seperti RSUD Yowari, karena menimbulkan ambiguitas dan memiliki dua rantai komando yang pada gilirannya dapat memicu terjadinya konflik peran yang berkepanjangan dalam organisasi. Unit kerja dalam organisasi harus berada dalam kendali seorang manajer fungsional agar memungkinkan pemanfaatan sumber daya dan sistem pelaporan terkendali sehingga kinerja organisasi semakin jelas terlihat. Dari ketiga desain organisasi seperti yang baru diuraikan, kemudian jika dikontekskan dengan teori organisasi menurut Robbins, maka komposisi desain organisasi RSUD Yowari saat ini menganut Desain Birokrasi. Hal ini ditandai dengan standarisasi sebagai ciri khasnya. Standarisasi menjadi konsep inti dari semua birokrasi, dimana
92
tugas-tugas utama yang serba rutin dan dicapai melalui spesialisasi, dan formalisasi yang tinggi, seperti yang tergambar melalui pernyataan Direktur RSUD Yowari bahwa “RSUD Yowari ini merupakan organisasi Pemerintah sehingga pelayanan yang birokratis merupakan ciri khasnya. Hanya saja, kita melihat struktur organisasinya yang demikian memberi jaminan bahwa pelayanan publik akan diupayakan untuk lebih teratur, ada standar pelayanan agar lebih tertib, baik secara sosial maupun secara hukum”. Hal serupa didukung pula oleh penyataan Bupati Jayapura Mathius Awoitauw, SE, M.Si bahwa keunggulan birokrasi sangat jelas bahwa kemampuannya menjalankan pekerjaan lebih efisien dan sesuai prosedur, punya standar pelayanan yang jelas dan memberi arah dan gerak yang seragam. Artinya, memberi sinyal agar apa yang dibicarakan dan dilakukan senantiasa dalam bahasa yang sama, satu pikiran satu rasa17. Dengan demikian dapatlah dimaknai bahwa desain organisasi RSUD Yowari saat ini merujuk pada desain birokrasi. Tentu saja hal ini berangkat dengan argumentasi bahwa ciri-ciri birokrasi yang nampak seperti keteraturan, punya standarisasi pelayanan dan pola pelayanan rutin dan prosedural merupakan indikasi yang jelas. Oleh sebab itu, dapatlah disimpulkan bahwa RSUD Yowari memiliki desain organisasi birokrasi 17 Wawancara Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, SE, M.Si pada 29 September 2013.
93
dengan keunggulan-keunggulan yang kemudian menjadi citra positif bagi RSUD Yowari dalam upaya peningkatan kapasitasnya sebagai organisasi publik yang melayani kebutuhan masyarakat dalam bidang kesehatan sebagai urusan wajib pemerintahan di Kabupaten Jayapura. Disamping itu, untuk pengembangan Organisasi ke depan, manajemen RSUD Yowari harus mendesain organisasinya dengan memperluas beberapa bidang yang ada, misalnya pada Sub Bagian Tata Usaha, masih bisa dikembangkan menjadi beberapa bidang seperti urusan umum, urusan kepegawaian, urusan keuangan dan urusan kerumahtanggaan, serta urusan perpustakaan. Pimpinan dapat menunjuk secara formal orang-orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang sesuai untuk menduduki posisi tersebut dalam kaitannya dengan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pekerjaan. Selain itu, perlu juga pengembangan pada bidang Pelayanan, dimana dapat dikembangkan menjadi sub bagian penunjang pelayanan dan sub bidang keperawatan. Tentu saja pengembangan itu dilakukan dalam hubungannya dengan pencapaian tujuan organisasi yang lebih, dalam menjawab tuntutan kebutuhan pelayanan itu sendiri. 2. Budaya Organisasi Kultur Organisasi atau diterjemahkan menjadi budaya organisasi merupakan sekumpulan
94
karakteristik kunci yang dijunjung tinggi oleh organisasi. Artinya dapat dipahami bahwa kultur organisasi (organizational culture) mengacu pada sebuah sistem makna bersama yang dianut oleh para anggota organisasi yang membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. (Robbins, 2008:256) Budaya Organisasi berkaitan dengan bagaimana anggotanya memahami karakteristik budaya suatu organisasi, bukannya dengan apakah mereka menyukai karakteristik itu atau tidak. Budaya organisasi berupaya mengukur bagaimana para anggotanya memandang organisasinya, misalnya apakah ada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama tim, apakah menghargai inovasi, apakah ada inisiatif dan sebagainya. Secara eksplisit budaya organisasi yang kuat terkait erat dengan rendahnya perputaran karyawan, disamping memiliki fungsi-fungsi yang menjadi alat perekat sosial. Budaya Organisasi memiliki fungsi-fungsi yakni : pertama, sebagai penentu batas-batas, artinya budaya organisasi menciptakan perbedaan antara satu organisasi dengan organisasi lainnya. Kedua, menjadi identitas anggota organisasi. Ketiga, memfasilitasi lahirnya sesuatu yang lebih besar daripada kepentingan individu. Keempat, meningkatkan stabilitas sistem sosial. Budaya adalah perekat sosial yang membantu menyatukan organisasi dengan cara menyediakan standar mengenai apa yang sebaiknya dikatakan dan dilakukan anggota
95
organisasi. Kelima, budaya bertindak sebagai mekanisme sense-making serta alat kontrol yang menuntun dan membentuk sikap dan perilaku anggota organisasi. Fungsi inilah yang kemudian dapat dimaknai sebagai pendefinisi aturan main. Peran budaya dalam memengaruhi perilaku anggota organisasi menjadi semakin penting ketika organisasi terus memperluas rentang kendali, meratakan struktur, memperkenalkan tim, mengurangi formalisasi, dan memberdayakan anggotanya, makna bersama yang diberikan oleh budaya organisasi yang kuat memastikan bahwa setiap orang dituntun ke arah yang sama. Pada prinsipnya isi dan kekuatan suatu kultur sangat memengaruhi suasana etis sebuah organisasi dan perilaku etis para anggotanya. Kultur organisasi yang punya kemungkinan paling besar untuk membentuk standar etika tinggi adalah kultur yang tinggi toleransinya terhadap berbagai kadar resiko, baik resiko tinggi, rendah maupun sedang dalam hal keagresifan, dan fokus pada sarana dan hasil. Para manajer dalam kultur semacam ini diarahkan untuk mengambil resiko dan berani melakukan inovasi, mereka dilarang terlibat dalam persaingan yang tidak sehat dan akan memberikan perhatian pada bagaimana tujuan dicapai dan juga pada tujuan apa yang dicapai. Ada dua kultur yang dapat dibangun oleh sebuah organisasi, seperti RSUD Yowari yakni kultur organisasi yang etis dan kultur organisasi yang tanggap pelanggan.
96
Pertama, kultur organisasi yang etis. kultur ini pada dasarnya mengharapkan standar etika yang tinggi dari para anggotanya. Berikut adalah beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menciptakan kultur yang etis : Jadi model peran yang visibel. Pada model ini umumnya karyawan belajar dari pimpinannya tentang prinsip dan standar etika. Karyawan atau anggota organisasi akan “belajar” dari manajer tingkat atasnya tentang prinsip-prinsip etika, melayani pelanggan, memperhatikan halhal detail dan sebagainya. sehingga peran pimpinan sangat menentukan keberhasilan kultur etis yang hendak dibangun oleh organisasi. Komunikasikan harapan-harapan yang etis. Kode etik organisasi seharusnya dikomunikasikan kepada anggota organisasi, karena mengandung nilai-nilai utama organisasi dan berbagai aturan etis yang diharapkan akan dipatuhi oleh karyawan atau anggota organisasi. Berikan Pelatihan Etis. Seminar, lokakarya, dan program-program pelatihan etika menjadi sarana yang cukup efektif untuk membentuk Kultur Etis. Untuk itu organisasi harus dapat menyelenggarakan berbagai kegiatan tersebut sehingga dapat membangun Kultur Etis yang dikehendaki organisasi. Dalam pelatihanpelatihan tersebut ada sesi-sesi yang dapat dimanfaatkan untuk memperkuat standar
97
tuntutan organisasi, menjelaskan praktik-praktik yang diperbolehkan dan tidak atau menyelesaikan Dilema Etika yang mungkin saja muncul. Berikan Penghargaan atas Tindakan Etis dan Beri Hukuman atas Tindakan Yang Tidak Etis. Tindakan memberi penghargaan terhadap anggota organisasi yang bertindak etis harus dilakukan dalam kaitannya dengan menjaga Kultur Etis yang telah dibangun dan memberi ganjaran pada anggota organisasi yang bertindak tidak etis. Hal ini mutlak dilakukan manajer dalam kaitannya dengan memelihara kultur yang sudah terbangun. Berikan Mekanisme Perlindungan. Organisasi perlu memiliki mekanisme formal sehingga anggotanya dapat mendiskusikan DilemaDilema Etika dan melaporkan perilaku tidak etis tanpa takut.
Kedua, Kultur Tanggap Pelanggan. Organisasi yang berorientasi jasa harus dapat melakukan hal-hal sebagai berikut sebagai langkah untuk membangun kultur tanggap pelanggan, yakni : 1. Merekrut karyawan yang ramah dan bersahabat. 2. Anggota organisasi diberi kebebasan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan yang senantiasa berubah. 3. Memanfaatkan pemberdayaan dalam pengertian yang luas. Artinya, karyawan diberi kebebasan untuk memutuskan apa yang perlu dilakukan untuk
98
memuaskan kebutuhan pelanggan. 4. Memiliki keterampilan mendengar dan memahami pesan pelanggan dengan baik. 5. Memiliki kejelasan peran. Anggota organisasi bertindak sebagai penghubung organisasi dengan pelanggannya. 6. Memiliki kesadaran penuh untuk menyenangkan pelanggan. Tegasnya, Kultur Organisasi yang Tanggap Pelanggan merekrut anggotanya yang memiliki Keterampilan Mendengar yang baik dan kesediaan untuk mengatasi kendala-kendala pekerjaannya dan melakukan apa yang diperlukan guna memuaskan pelanggannya. Kultur ini kemudian menjelaskan perannya. Berikut adalah hakekat kultur organisasi menurut Stephen P. Robbins yakni : inovasi dan keberanian mengambil resiko; perhatian pada hal-hal detail; orientasi hasil; orientasi orang; orientasi tim; keagresifan; dan kestabilan, lebih rincinya diuraikan sebagai berikut : a.
Inovasi dan Keberanian Mengambil Resiko Hasil penelitian menujukkan bahwa RSUD Yowari belum berani dan tegas melakukan inovasiinovasi pelayanan dan juga belum berani mengambil resiko. Hal ini terlihat pada kondisi RSUD yang belum mampu untuk mengembangkan dirinya dari tipe D menjadi tipe C atau tipe B. Secara regulatif RSUD Yowari berstatus tipe D namun dalam pelaksanaannya menyandang status tipe C, tanpa aturan hukum yang melandasinya.
99
Setidaknya manajemen RSUD Yowari harus berani dan tegas dalam mengambil keputusan. Tidak serta-merta mengklaim dirinya dengan predikat sebagai tipe tertentu tanpa dilandasi dasar hukum yang jelas. Secara kasat mata dapat dilihat bahwa struktur organisasinya masih menggunakan regulasi yang lama, padahal secara legal-formal dirubah karena model dan pola pelayanan harus disesuaikan dengan UU No 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dasar hukum operasional RSUD Yowari masih berdasarkan Perda No 4 Tahun 2006 yang kondisinya tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan masyarakat saat ini yang menuntut statusnya harus dinaikkan dari tipe D menjadi tipe C atau tipe B. Selain itu ditemukan bahwa sudah tiga kali berganti pimpinan puncak (Top Leader) RSUD Yowari namun belum ada keberanian untuk menaikan status RSUD. Terkai pengembangan RSUD Yowari kedepan setidaknya pihak manajemen harus berani mengambil resiko untuk membuat inovasi-inovasi baru dalam manajeman pelayanan, penambahan personil bahkan terobosan baru untuk melobi berbagai pihak terkait untuk penambahan dana operasional maupun peningkatan status dan penataan manajemen serta pola pelayanan di RSUD Yowari. Ada kesan bahwa Top Manajement RSUD Yowari kehilangan keberanian mengambil resiko. Hal ini ditemukan melalui pernyataan-pernyataan informan yang
100
menyatakan bahwa RSUD Yowari belum diakreditasi sehingga belum bisa ditentukan tipe rumah sakit dan model pelayanan yang tepat juga ditunjang dengan pernyataan informan yang menyatakan bahwa pihaknya pernah mengajukan konsep pengamanan kepada pimpinan (direktur lama) termasuk usulan pembelian seragam sekuriti supaya dapat dibedakan mana yang petugas pengamanan dan mana pasien atau pengunjung rumah sakit. Namun konsep itu tidak pernah direspons tanpa alasan yang tidak jelas”18. Merujuk dari pernyataan-pernyataan informan tersebut dapat dimaknai bahwa pimpinan dan manajemen RSUD Yowari belum berani melakukan terobosan-terobosan terkait dengan status dan keadaan rumah sakit. Padahal, dengan keberanian mengambil resiko dan melakukan inovasi justru menjadi peluang pengembangan organisasi. Artinya semua karyawan dapat didorong untuk berani melakukan terobosan-terobosan baru dan melakukan inovasiinovasi dalam hal pelayanan karena pimpinan telah memberi contoh melakukan terobosan baru. Walaupun demikian, tidak bisa dipungkiri juga bahwa manajemen RSUD Yowari sedang berjuang untuk melakukan banyak hal guna meningkatkan kapasitasnya dalam melayani masyarakat. Hal ini seperti yang diungkapkan seorang informan bahwa meski banyak 18
Wawancara informan HK , 23 Agustus 2013
101
keterbatasan-keterbatasan, namun mereka masih tetap melayani pasien. Tentunya karena adanya perasaan kemanusiaan, sehingga mereka tetap melayani, apalagi telah menjadi komitmen mereka sebagai perawat. Dengan keterbatasan yang ada, namun masih melakukan pelayanan terhadap pengunjung RSUD Yowari. Tentu saja hal seperti ini perlu diapresiasi, karena masih ada upaya dan kerja keras manajemen melakukan tugas pokoknya sebagai organisasi publik dalam melayani masyarakat. Selain itu, inovasi untuk menerapkan kultur etis dan tanggap pelanggan belum tampak dalam manajemen pelayanan. Petugas sering marahmarah, berlaku tidak sopan kepada pasien bahkan membiarkan pasien tanpa pelayanan yang maksimal. Hal ini tampak pada observasi penulis dalam kasus berikut : “Pada 28-08-2013 pukul 14.00 wit di UGD RSUD Yowari, ada sebuah kasus kecelakaan lalu lintas di Kota Sentani Kabupaten Jayapura. Dimana korbannya adalah seorang anak usia sekolah berusia kurang lebih 14-15 tahun. Pada sekujur tubuh korban tampak luka lecet dan memar-memar akibat terjatuh dari motor, luka-luka pada tubuhnya membuat anak ini sangat kesakitan. Namun yang terjadi adalah petugas tersebut terlihat sedang membersihkan luka-luka si korban namun diselingi ungkapan kata-kata yang penulis pandang tak pantas. Misalnya, “rasakan akibatnya,...”; “...ah, tidak sakit mo....inikan yang dicari....”
Dari kasus tersebut dapat dianalisis bahwa sekilas bagi petugas hal tersebut dianggap biasa-
102
biasa saja, namun ungkapan-ungkapan petugas itu tidak menunjukkan kultur etis dari petugas UGD RSUD Yowari, apalagi untuk anak-anak. Akan lebih baik petugas tersebut tidak memberi komentar apapun pada saat melayani dari pada mengatangatai seperti itu. Selain kasus tersebut, ada pula kasus lain yang dialami seorang informan yang menceritakan pengalamannya pada saat berobat ke bagian Penyakit Dalam, berikut pernyataannya : “Saya pernah datang berobat suatu pagi pukul 08.00 wit saya lupa tanggal dan tahunnya, namun saya masih ingat peristiwanya. Saat itu masih pagi. Saya datang dan mendaftar di loket kemudian diarahkan untuk melakukan pemeriksaan darah pada laboratorium. Saya, menunggu lama, sampai sudah lemas, tapi nama saya belum dipanggil untuk diperiksa, karena lama menunggu, terpaksa saya memasuki ruang kerja perawat untuk menanyakan mengapa nama saya belum dipanggil. Ternyata petugasnya sedang asyik dengan kesibukannya sendiri, sambil melihat-lihat wajahnya ke cermin”19. Walaupun akhirnya BS bisa diperiksa darahnya namun dokter yang melayani Pengobatan Penyakit Dalam sudah pulang, akhirnya ia harus kembali keesokan harinya. Dua kasus yang diungkapkan tersebut merupakan sikap petugas yang tidak membangun Kultur Etis Organisasi dan Kultur Tanggap Pelanggan. Dengan kondisi demikian dapat 19
Wawancara informan BS pada 28 Agustus 2013
103
disimpulkan bahwa RSUD Yowari belum ada keberanian untuk melakukan inovasi pelayanan ataupun pengembangan institusi untuk meningkatkan pola pelayanannya. b.
Perhatian pada Hal-hal Detail Karyawan/pegawai sebuah organisasi diharapkan melakukan analisis dan memberi perhatian pada hal-hal detail. Sangat disadari bahwa tidak mudah memang untuk memberi perhatian pada hal-hal detail. Namun untuk membangun kultur atau budaya organisasi teori menghendakinya demikian. Hal ini kemudian dapat menjadi sesuatu yang membedakan organisasi satu dengan organisasi lainnya. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa budaya organisasi dapat dilihat melalui nilai-nilai strategis yang diakui dan dilakukan bersama, misalnya memberi atensi pada hal-hal kecil, seperti anggota organisasi wajib memberi salam pada pelanggan, tidak mengambil barang pelanggan yang ketinggalan, selalu ramah dan sopan kepada pelanggan, dan sebagainya. Meski idealnya demikian, namun hasil penelitian menunjukkan bahwa karyawan/pegawai RSUD Yowari belum menaruh perhatian pada halhal detail, hal ini seperti yang terlihat pada observasi sebagai berikut : “Masih ada petugas RSUD Yowari yang bekerja melayani pasien di ruangan perawatan sambil mengunyah pinang, petugas RSUD Yowari terlihat merokok dalam
104
lingkungan rumah sakit, dalam bekerja (berdinas) petugas tidak menggunakan tanda pengenal (ID card), tidak membiasakan diri untuk berpakaian rapi, hadir di kantor (tempat tugas) tepat waktu dan bekerja sesuai tugas pokoknya, tidak ngobrol pada saat sedang bekerja, dan sebagainya20. Hal-hal detail masih sangat jauh dari perhatian dan belum dianggap sebagai pembentuk perilaku. Hal ini juga tidak lepas dari keteladanan dan pengendalian oleh Top Manajement dalam hal ini Pimpinan RSUD Yowari. Setidaknya kepemimpinan dan keteladanan menjadi kata kunci bagi suksesnya menerapkan budaya organisasi yang menaruh perhatian pada hal-hal detail. c. Orientasi Hasil Sesuai hasil penelitian ditemukan bahwa manajemen RSUD Yowari berfokus pada hasil, dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil. Orientasi hasil dan proses merupakan sebuah cara yang ditempuh organisasi dalam kaitannya dengan membangun budaya organisasi. Ada banyak orang yang memilih hasil tanpa memedulikan proses, namun ada juga yang menaruh perhatian pada keduanya. Hasil dan proses. Keduanya merupakan dua sisi mata uang yang tidak boleh terpisahkan, harus selalu bersama. Jika sebuah organisasi ingin membangun kultur yang etis maka harus dimulai dengan proses, tidak bisa langsung memperoleh 20
Hasil observasi Agustus-Oktober 2013
105
hasil bahwa perilaku anggota organisasi tampak etis. Ada proses panjang yang ditempuh untuk mencapai hasil itu. Namun pada sisi lain ada juga yang menghendaki hasil tanpa memedulikan prosesnya para petugas diharapkan dapat melakukan tugas pokok dan fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku, seperti yang diungkapkan Kepala UGD RSUD Yowari bahwa yang pimpinan tahu, petugas di UGD atau pada unit lain dapat melakukan tugasnya dengan baik sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku. Pendapat ini dapat ditafsirkan sebagai salah satu upaya membentuk budaya kerja, dimana berorientasi pada hasil. Sehingga apabila bawahan diberi tugas-tugas tertentu maka yang diketahui oleh pimpinan bahwa hasilnya beres. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa manajemen RSUD Yowari dalam membangun budaya organisasi cenderung berorientasi pada hasil.
d. Orientasi Orang Orientasi orang atau manusia, merupakan sesuatu yang wajib dilakukan organisasi. Manusia pada dasarnya merupakan faktor utama dalam organisasi. Oleh sebab itu, organisasi yang berorientasi manusia pada hakikatnya dapat mencapai tujuannya dengan memerhatikan sumber daya manusia. Manusia menjadi penentu
106
keberhasilan organisasi. Meskipun demikian dapatlah disebutkan bahwa orientasi ini sering dilupakan dalam prakteknya. Pengabaian terhadap karier seseorang atau ketidakpedulian atasan terhadap bawahan juga menjadi kontradiksi dengan bagaimana membangun budaya organisasi yang etis ataupun tanggap terhadap pelanggan. RSUD Yowari masih berorientasi pada orang. Hal ini dapat dilihat pada ungkapan seorang informan yang menyatakan bahwa “sebagai perawat mereka punya keterikatan pada rasa kemanusiaan sehingga walaupun kondisi kurang kondusif (marah atau jengkel) terhadap situasi yang dihadapinya di kantor namun pihaknya tetap melaksanakan tugas melayani pasien di ruang rawat inap, yang dimulai sesuai jadwal, kecuali jam-jam berkunjung yang diatur antara pagi dan sore hari, kalau pagi sekitar pukul 10.00-11.00 sedangkan sore hari pukul 16.00-18.00...” Kondisi ini juga diperkuat oleh pernyataan Kepala Seksi Perencanaan dan Rekam Medik RSUD Yowari yang menyatakan bahwa “...Kita bekerja selalu melakukan koordinasi dengan sesama teman dan juga pimpinan sehingga komunikasi yang terbangun baik menjadi dasar pelaksanaan pekerjaan sehingga berjalan dengan baik21. Berdasarkan informasi tersebut dapatlah disimpulkan bahwa Manajemen RSUD Yowari 21
Wawancara informan 5 September 2013
107
masih memiliki budaya organisasi yang berorientasi pada manusia. Melakukan pelayanan dengan berorientasi pada pasien. e. Orientasi Tim Pekerjaan-pekerjaan pada RSUD Yowari dilakukan dalam tim tidak ditemukan pekerjaan yang dilakukan secara individu-individu, khususnya kegiatan pelayanan kesehatan pada masyarakat, seperti yang diungkapkan Direktur RSUD Yowari bahwa RSUD merupakan lembaga padat karya, padat modal dan padat manusia. Artinya pekerjaan-pekerjaan di RS membutuhkan orang yang banyak dengan berbagai kualifikasi dan tingkat pendidikan.
Disamping itu, membutuhkan modal yang tidak sedikit. Banyak sarana dan prasarana yang harus dibeli dengan biaya tinggi dan membutuhkan orang dengan tingkat pendidikan yang memadai untuk mengoperasikan fasilitas tersebut22. Patut diakui bahwa kerja-kerja di rumah sakit adalah kerja-kerja yang membutuhkan kebersamaan atau kerja tim. Sepanjang penelitian ini, tidak ditemukan individu-individu petugas RSUD Yowari melakukan tugas pelayanan secara perorangan dan mandiri. Mereka bekerja dalam tim, sehingga hal ini merupakan bukti bahwa ada budaya organisasi yang terbangun yakni berorientasi tim. Hal ini dapatlah disebutkan sebagai sebuah potensi yang dimiliki RSUD Yowari 22
Wawancara Direktur RSUD Yowari, 5 September 2013
108
sebagai kekuatan dan salah satu ciri dari RSUD Yowari. Untuk itu, dapatlah dinyatakan bahwa RSUD Yowari memiliki budaya organisasi (kultur) yang berorientasi pada tim. f.
Keagresifan (ketepatan) Keagresifan dimaksud adalah bagaimana anggota organisasi berlomba-lomba atau berkompetisi secara sehat untuk melakukan yang terbaik (hal-hal yang tepat). Ketepatan melakukan sesuatu yang baik pada dasarnya merupakan ciri membangunan budaya organisasi dan merupakan salah satu kultur kuat dari organisasi. Artinya para anggota dipacu untuk lebih bersemangat dan saling mendahului secara sehat melakukan sesuatu yang positif untuk kemajuan organisasi. Namun dalam kenyataan belum ditemukan seperti yang diharapkan Robbins. Sebaliknya, penulis menemukan hal-hal sebagai berikut ....karyawan RSUD Yowari masih terlihat bersantai-santai dalam bekerja, pelayanan di ruang rawat inap tidak sesuai dengan janji rumah sakit memberikan yang terbaik. Pelayanan makan pagi kadang-kadang sama dengan jam makan siang, makan pagi seharusnya jam 06.00 kadang-kadang bisa sampe jam 11.00 siang. Hal ini disebabkan RSUD tidak punya dapur umum sehingga untuk makan pasien di pesan pada rekanan RSUD Yowari. Selain itu, kurang bersemangat untuk bekerja, disiplin kerja dan jam
109
masuk termasuk jam pulang kantor ditafsirkan sesuka hati.23 Akibat, sikap yang demikian tidak membentuk budaya organisasi yang positif, sebaliknya kebiasaan buruk “terpelihara”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa belum terbangun budaya organisasi untuk berlomba-lomba melakukan hal yang tepat dan positif seperti ketepatan pelayanan sesuai janji, mau menjaga kebersihan, atau tidak meludah sembarangan, dan sebagainya dengan demikian dapat disimpulkan bahwa karyawan RSUD Yowari kurang agresif melakukan tugas pelayanan. g. Stabilitas Mempertahankan status quo kadang dinilai sebagai sesuatu yang negatif, padahal tidak selalu demikian. Stabilitas dalam konteks membangun kultur organisasi yang etis, dan tanggap pelanggan sebenarnya merupakan sebuah iktiar dan niat suci untuk menjaga citra RSUD Yowari sebagai organisasi publik yang tetap konsisten melakukan tugas pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Namun terkadang niat suci saja tidak cukup untuk menjawab berbagai tuntutan dan kebutuhan publik akan jasa layanan kesehatan bagi masyarakat. RSUD Yowari membutuhkan stabilitas irama dan model pelayanan yang baik. Artinya kebiasaan dan budaya kerja yang telah terbangun yakni 23
Observasi, Agustus-Oktober 2013
110
membangun komunikasi dan pemahaman yang baik antara satu unit dengan unit kerja yang lain setidaknya harus terus dipertahankan. Meski tidak bisa dipungkiri juga bahwa kebiasaan buruk karyawan RSUD dan juga pengunjung masih tetap terpelihara. Misalnya saja, seperti yang ditemukan dalam observasi pada RSUD Yowari bahwa Beberapa petugas saat bekerja sedang mengunyah pinang, masih merokok dalam lingkungan RSUD Yowari, begitu juga dengan pengunjung rumah sakit, yang menunggui keluarganya pada ruang perawatan terlihat mengunyah pinang dan meludah sembarangan, akibatnya sudut-sudut RSUD Yowari khususnya pada bangsal atau ruang perawatan tampak kotor karena bercak noda bekas ludah pinang”. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa stabilitas untuk membangun kultur positif masih dijaga namun juga kebiasaan buruk petugas dan pengunjung pun masih terbawa-bawa. Butuh upaya dan kerja keras untuk meningkatkan formalisasi agar aturan-aturan dalam rumah sakit dapat ditegakkan, demi mewujudkan tata layanan kesehatan yang baik dan benar, sehingga kultur organisasi yang mencerminkan sikap pelayanan yang baik dapat tercapai secara maksimal. Harus dipahami bahwa kultur sebuah organisasi tidak muncul begitu saja atau tiba-tiba, ia hadir dari sebuah proses panjang. Tegasnya, ia memiliki jalan cerita sendiri. Stephen P Robbins menyebutkan ada tiga cara sebuah kultur organisasi tercipta. Pertama, para pendiri organisasi hanya
111
memilih dan merekrut orang-orang (karyawan/anggota organisasi) yang sepikiran dan seperasaan dengannya. Kedua, mereka melakukan indoktrinasi dan menyosialisasikan cara pikir dan berperilakunya kepada anggota organisasinya. Ketiga, perilaku pendiri organisasi bertindak sebagai model peran yang mendorong anggota organisasi untuk mengidentifikasikan diri, menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan asumsinya. Ketika kultur telah terbentuk, dibutuhkan praktik-praktik di dalam organisasi yang berfungsi memeliharanya dengan cara membuat karyawan memiliki pengalaman yang sama, dengan fokus pada pengembangan kapasitas manusia sebagai pendukung utama organisasi. 3. Kebijakan Sumber Daya Manusia Pada dasarnya berbagai kebijakan Sumber Daya Manusia dan praktiknya memengaruhi efektivitas organisasi. Kebijakan Sumber Daya Manusia, dimulai dengan proses seleksi, pelatihan dan pengembangan (manajemen kinerja) serta evaluasi kinerja. Praktik dan kebijakan SDM sebuah organisasi merupakan kekuatan penting yang membentuk perilaku dan sikap karyawan, setidaknya ada tiga proses yang menyertainya, yakni proses seleksi, proses pelatihan dan pengembangan serta proses evaluasi kinerja. a. Proses Seleksi Proses seleksi suatu organisasi akan menentukan siapa yang diterima untuk bekerja di
112
dalamnya. Jika proses ini didesain dengan baik, akan menghasilkan kandidat yang memiliki kompetensi dan kualifikasi sesuai pekerjaan dan organisasi. Pemakaian alat seleksi yang tepat akan meningkatkan kemungkinan bahwa orang yang sesuai akan terpilih untuk mengisi posisi yang lowong. Walaupun seleksi anggota organisasi belumlah terlalu ilmiah namun sejumlah organisasi tidak mampu membuat rancangan sistem seleksi yang tepat yang memperbesar kemungkinan bahwa orang yang tepat akan mendapatkan pekerjaan yang sesuai. Ketika ada kesalahan, kinerja kandidat terpilih akan berada dibawah ukuran yang memuaskan. Pelatihan, karenanya diperlukan untuk meningkatkan keterampilan kandidat tersebut. Dalam skenario terburuk, kandidat akan terbukti sulit diterima dan penggantinya harus segera ditemukan. Serupa dengannya, bila proses seleksi menghasilkan calon karyawan yang belum memenuhi syarat atau individu yang tidak cocok dengan organisasi, calon terpilih itu akan merasa tidak nyaman, dan suatu saat akan memunculkan ketidakpuasan pada pekerjaan. Hasil penelitian menunjukan bahwa proses seleksi awal untuk merekrut pegawai atau karyawan RSUD Yowari menurut informan ada dua pola, yakni mengikuti pola penerimaan pegawai negeri sipil seperti yang lazim dilakukan pemerintah pada umumnya. ”Untuk pengadaan pegawai di RSUD Yowari biasanya menerima jatah dari pemerintah daerah, yakni ada quota yang dijatahkan setiap tahun untuk rumah sakit. Meskipun kadang dengan alokasi seperti itu tidak
113
cukup untuk memenuhi kebutuhan pegawai yang ada di RSUD Yowari.24 Selain penjatahan dari Pemerintah Daerah, RSUD Yowari pun memiliki cara untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja, karena melalui mekanisme itu tidak mencukupi, sehingga untuk memenuhinya manajemen RSUD Yowari berupaya menerima tenaga honorer yang kompetensi dan kualifikasinya dihitung, setelah itu barulah dibuka pendaftaran untuk menerima tenaga honorer. Dalam rentang waktu itu akan terlihat minat masyarakat atau pelamar. Setelah itu, barulah dilakukan seleksi sesuai ketentuan. Pola penerimaan tersebut mengikuti seleksi awal berupa seleksi berkas. Tujuannya melakukan seleksi berkas untuk meneliti kelengkapan berkas, keabsahan ijazah, surat keterangan tertentu dan kualifikasi lain yang dimiliki calon pelamar. Jika proses ini berhasil maka calon berhak untuk mengikuti seleksi tertulis, dan wawancara. jika dinyatakan lolos barulah calon diterima sebagai karyawan atau anggota organisasi25. Meskipun demikian, proses ini telah berhasil menerima 30 orang calon tenaga kerja yang akan bergabung dengan karyawan RSUD lainnya dari 90 orang pelamar yang kemudian akan memasuki proses selanjutnya, pelatihan dan bimbingan untuk memulai tugas dan pekerjaannya.
24 25
Wawancara KTU pada 23 Agustus 2013 Ibid,
114
Pada proses seleksi ini ada beberapa aspek penting yang dilakukan, yakni test tertulis, wawancara dan praktikum. Untuk tes tertulis, materinya berhubungan dengan asuhan keperawatan, hal-ikhwal tentang penyakit, disipilin kerja dan sebagainya. kemudian materi wawancara juga masih ada kaitannya dengan motivasi, bagaimana upaya dan langkahlangkah penanganan pasien kasus, dan bagaimana cara mengatasi pasien kejang. Kemudian pada materi praktikum umumnya memberi kesempatan kepada perawat untuk berkarya, mempraktekkan ilmunya kepada pasien secara langsung, untuk dinilai oleh tim khusus sebelum dirinya diterima menjadi petugas medis pada RSUD Yowari. Dari apa yang diungkapkan ditas, dapat disimpulkan bahwa proses seleksi untuk mendapatkan calon tenaga kerja di RSUD Yowari masih mengikuti prosedur dan mekanisme yang wajar. Hanya saja, proses ini belum menunjukan perubahan perilaku yang signifikan bagi kemajuan pelayanan publik pada RSUD Yowari. b. Pelatihan dan Pengembangan Program pelatihan dapat memengaruhi perilaku kerja karyawan atau anggota organisasi. Hal yang paling ektrim terlihat adalah dengan meningkatkan keterampilan karyawan secara langsung agar mampu melakukan tugasnya. Peningkatan kemampuan dapat memperbaiki potensinya untuk berkinerja dalam level yang lebih tinggi. Tentu saja, apakah potensi tersebut akan menjadi nyata sangat bergantung pada motivasi.
115
Keuntungan berikutnya dari pelatihan adalah meningkatkan keyakinan diri anggota organisasi. Keyakinan diri adalah harapan seseorang bahwa ia mampu menunjukkan perilaku yang dibutuhkan untuk menghasilkan apa yang diinginkan. Bagi karyawan atau anggota organisasi perilaku tersebut berarti tugas kerja dan hasil yang diinginkan adalah kinerja yang efektif. Anggota organisasi dengan keyakinan diri tinggi mempunyai harapan yang kuat mengenai kemampuannya melakukan sesuatu dengan berhasil dalam situasi baru. Mereka percaya diri dan mengharapkan kesuksesan. Oleh karena itu, secara positif memengaruhi keyakinan diri karena mereka menjadi lebih siap untuk melakukan tugas pekerjaannya dan memberi usaha yang besar untuknya, atau dalam istilah harapan individu lebih mudah untuk memandang usahanya sebagai penggerak kinerja. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa RSUD Yowari jarang melakukan pelatihan dan pengembangan terhadap karyawannya, seperti yang diungkapkan informan sebagai berikut : “...Kami pernah mengusulkan untuk pengembangan program demi peningkatan kapasitas perawat, agar diikutkan pada pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kapasitasnya, namun tidak pernah disetujui pimpinan dengan alasan keterbatasan dana”. Padahal, dengan mengikuti pelatihan-pelatihan perawat, justru memberi ruang bagi peningkatan kualitas, keyakinan diri, harapan dan semangat untuk mengabdikan dirinya pada organisasi, sebab bukan tidak mungkin, suatu ketika jika ada pasien yang memang membutuhkan “penanganan lebih”,
116
sedangkan perawat tidak pernah ditingkatkan kapasitasnya maka bisa menjadi kasus juga, kita serba salah namun karena keadaan sudah begini yah mau buat apalagi mungkin tergantung pimpinan”26. Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa karyawannya RSUD Yowari jarang diikutsertakan (perawatnya) pada berbagai kegiatan pelatihan (pendidikan informal) di luar kantornya, dengan berbagai pertimbangan, termasuk pertimbangan dana operasional. Namun pada sisi yang lain, manajemen RSUD memberi kesempatan kepada karyawan-karyawannya untuk mengikuti jenjang pendidikan formal, seperti mengirimkan sejumlah dokter untuk mengambil spesialisnya, dan perawatnya diberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan Ners pada berbagai universitas di Indonesia, dengan sumber biaya dari Pemerintah Daerah. Hal ini terungkap juga dari pernyataan Kepala Bagian Tata Usaha RSUD Yowari sebagai berikut : “Manajemen RSUD sesungguhnya memberi kesempatan kepada karyawan untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas diri dalam rangka menopang pelayanan rumah sakit, hanya saja harus dibedakan ada yang diberi izin belajar dan ada yang diberi tugas khusus untuk belajar. Tujuannya sama untuk pengembangan kapasitas SDM dan juga organisasi. Namun semua itu berdasarkan skala prioritas. Ada pendidikan formal dan informal, untuk pendidikan formal kesempatan diberikan kepada perawat yang lulusan 26
Wawancara informan pada 23 Agustus 2013
117
SPK untuk mengambil studi lanjut Diploma III Keperawatan, karena aturan mengharuskan Perawat memiliki ijazah diploma, sedangkan untuk dokter diberi kesempatan untuk mengambil spesialisasinya”27 Lebih lanjut dijelaskan juga bahwa sebenarnya bukan karyawan tidak diizinkan namun digilir secara bertahap agar tidak mengganggu pelayanan di RSUD, bisa dibayangkan kalau semua perawat diizinkan sekolah nanti malah RSUD Yowari benar-benar tidak bisa berjalan, karena tidak ada perawat, makanya diatur, dengan skala prioritas tadi”.28 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa (secara) internal RSUD Yowari masih terdapat mispersepsi terkait dengan pengembangan SDM karyawannya, karena masih ada perbedaan penafsiran. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi dan keterbukaan manajemen kepada seluruh karyawan, sehingga masing-masing karyawan menafsirkannya sesuai dengan persepsi, pengalaman dan harapanharapannya sendiri. Untuk itu, manajemen RSUD Yowari dapat memberi ruang yang seimbang dan mengajak seluruh karyawan mendiskusikan masalahmasalah internal untuk menemukan solusi bersama guna pengembangan SDM RSUD Yowari ke depan agar lebih baik dalam memberikan pelayanan kepada seluruh pengunjung RSUD Yowari. c. Evaluasi Kinerja 27 28
Wawancara KTU pada 27 November 2013 ibid
118
Tujuan utama dari evaluasi kinerja adalah untuk menilai kontribusi kinerja individu secara akurat sebagai dasar untuk membuat keputusan alokasi imbalan. Jika proses evaluasi kinerja ini menekankan kriteria yang salah atau tidak akurat dalam menilai kinerja aktual, karyawan entah akan mendapatkan penghargaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini bisa mengarah kepada konsekuensi negatif seperti usaha yang diturunkan, naiknya tingkat kemangkiran kerja, atau upaya untuk mencari pekerjaan alternatif. Selain itu, apa yang dievaluasi disadari juga memengaruhi kinerja dan kepuasan karyawan. Secara khusus tingkat kepuasan dan kinerja naik bila evaluasi didasarkan pada kriteriakriteria perilaku dan berorientasi hasil, ketika isu karier dan isu kinerja dipertimbangkan, dan jika karyawan diberi kesempatan untuk berpartisipasi di dalam proses tersebut. Ditemukan bahwa RSUD Yowari sering melakukan evaluasi kinerja. Meskipun hasilnya belum memberi kemajuan signifikan bagi perbaikan organisasi khususnya untuk kebijakan SDM. Memang dibutuhkan banyak hal untuk memperbaiki kinerja dan pelayanan RSUD Yowari sebagai sebuah organisasi publik. Secara mentalitas, para individu perlu dibimbing dan dibina melalui kemantapan kepemimpinan Direktur RSUD Yowari hari ini. Sebab dengan leadership yang mantap akan memacu pola tingkah laku individu-individu untuk berubah sesuai dengan arah gerak organisasi. Hal ini seperti yang dikatakan Bupati Jayapura, bahwa Pemerintah daerah berharap kepemimpinan direktur dapat melakukan pembinaan-pembinaan
119
personil agar karyawan-karyawan RSUD Yowari memiliki mentalitas pejuang, sehingga mereka mau berpartisipasi penuh dengan sikap yang mau melayani tanpa pamrih sesuai dengan visi dan misi RSUD Yowari29. Dengan demikian, dapatlah disebutkan bahwa untuk kebijakan SDM khususnya evaluasi kinerja RSUD Yowari telah melakukannya namun belum memberi efek perubahan yang signifikan terhadap perilaku organisasi dalam kaitannya dengan pelayanan publik. RSUD Yowari pernah melakukan kerjasama dengan lembaga auditor pemerintah yakni Badan Pemeriksa Keuangan Provinsi Papua (BPKP) tapi hasilnya belum mendorong perubahan kinerja organisasi. Untuk itu, evaluasi kinerja perlu dilakukan dengan kriteria yang jelas, karena pada dasarnya memberi dampak bagi kualitas kerja karyawan selanjutnya karena terkait dengan kepuasan kerja. Meski demikian, evaluasi kinerja ini juga harus dilakukan dengan berpegang pada sejumlah kriteria yang disepakati, misalnya tingkat disiplin kerja, kualitas hasil pekerjaan, disiplin masuk kantor dan hal-hal lain yang mendorong terciptanya peningkatan kualitas kerja, “Evaluasi kinerja harus dilakukan dengan kriteria-kriteria yang jelas, misalnya punya standar untuk melakukan evaluasi kinerja, seperti disiplin masuk kantor/pulang kantor, disiplin bekerja yang biasanya terlihat melalui hasil kerja, lalu disiplin berpakaian, dari sini akan terlihat 29
Wawancara Bupati Jayapura, 10 September 2013
120
upah/imbalan yang diterima sehingga memberi efek pada kinerja dan juga kepuasan kerja dari karyawan rumah sakit,”tegas Bupati Jayapura. Bercermin pada pernyataan-pernyataan di atas, maka kinerja organisasi dapat diukur berdasarkan kriteria yang jelas karena hal itu selain memberi dampak pada kepuasan kerja, juga punya implikasi pada pendapatan seseorang sebagai balasan atau imbalan atas prestasi-prestasi tertentu.
***
121
BAB V PENUTUP
122
Pandangan yang mengatakan bahwa perhatian organisasi seharusnya diberikan pada sumber daya manusia, sejatinya menjadi indikasi bahwa pekerja (karyawan) akan semakin mendapatkan kepercayaan, diberdayakan dan didengar pendapatnya. Organisasi yang demikian dimanakan organisasi yang berpusat pada manusia (People Cetred Organization). Jeffrey Pfeffer menyatakan bahwa hanya 12 persen dari organisasi yang mempunyai pendekatan sistematik dan terus-menerus dikualifikasikan sebagai People-centred Organization, karenanya memberi keunggulan kompetitif. Hampir sepanjang waktu manejer menghadapi masalah yang berkaitan dengan perilaku manusia. masalah ini dapat bervariasi menurut intensitas dan alasan terjadinya. Dengan demikian, jika merujuk dari ulasanulasan pada bab-bab sebelumnya maka pada bagian inidapat disimpulkan bahwa Perilaku Birokrasi Pelayanan Publik yang dikaitkan pada Pelayanan Kesehatan pada RSUD Yowari sangat dipengaruhi oleh Struktur Organisasi dan Desain Organisasi, Budaya Organisasi dan Kebijakan Sumber Daya Manusia.
123
RSUD Yowari telah memiliki Struktur Organisasi dan Desain Organisasi yang dipandang cukup relevan guna menunjang pelayanan publik, sehingga dipandang bahwa Struktur Organisasi RSUD Yowari sangat berperan terhadap pembentukan Perilaku Karyawan maupun Perilaku Organisasi. Sebab dengan Spesialisasi, Departementalisasi dan Formalisasi yang tinggi mampu untuk mengendalikan manusia sebagai pendukung utama organisasi dan pada gilirannya menentukan arah gerak organisasi dalam mencapai visi, misi dan tujuannya. Dengan demikian karyawan RSUD Yowari dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara benar dan konsisten karena peran Formalisasi, Departementalisasi dan Spesialisasi yang ada di RSUD Yowari. Budaya Organisasi RSUD Yowari belum menunjukkan budaya organisasi yang Etis dan Tanggap Pelanggan yang dapat menunjang pelayanan publik. Hal ini disebabkan manajemen RSUD Yowari belum melakukan inovasi-inovasi dan terkesan belum berani mengambil resiko tertentu dalam upaya pengembangan organisasi. Manajemen juga belum berorientasi pada hal-hal detail sehingga tidak memberi efek pada perubahan Perilaku Organisasi yang tanggap pelanggan dan etis. Manajemen RSUD Yowari belum memiliki Kebijakan Sumber Daya Manusia yang valid dan solid untuk pengembangan karier dan kinerja organisasi. Hal ini disebabkan perencanaannya yang belum komprehensif dan simultan sejak proses rekrutmen,
124
pelatihan dan pengembangan sampai dengan evaluasi kinerja.
***
125
CATATAN UNTUK PERUBAHAN Merujuk dari kajian yang telah dilakukan maka pada bagian ini disampaikan semacam catatan untuk perubahan RSUD Yowari kedepan. 1. Struktur Organisasi dan Desain Orgaisasi a. Potensi SDM yang ada pada struktur organisasi harus dikelola dan didistribusi habis pada unitunit kerja di lingkungan RSUD Yowari dan ditingkatkan formalisasinya untuk pengendalian demi perbaikan perilaku dan citra organisasi sehingga menunjukkan peningkatan kinerja dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. b. Desain organisasipun harus diubah sesuai dengan kebutuhan untuk pengembangan organisasi dan tipe rumah sakit, sebab desain organisasi yang ada menunjukan tipe organisasi sederhana. 2. Budaya Organisasi a. RSUD Yowari harus mampu membangun budaya organisasi yang etis dan tanggap pelanggan b. Tingkatkan agresifitas untuk melakukan sesuatu yang positif untuk kemajuan organisasi c. Harus berani melakukan inovasi-inovasi pelayanan dan berani mengambil resiko untuk perbaikan kinerja organisasi
126
3. Kebijakan SDM a. Untuk menciptakan Budaya Organisasi yang etis dan tanggap pelanggan maka RSUD Yowari disarankan memberi perhatian ekstra pada saat rekrutmen karyawan baru. b. Merekrut karyawan yang memiliki komitmen, persepsi dan pengetahuan yang dapat mendukung budaya organisasi yang menjunjung budaya etis dan budaya tanggap pelanggan. c. Memberi kesempatan kepada karyawan untuk mengembangan SDM dengan fokus pada bidang tugas dan dapat mencerminkan budaya dan perilaku organisasi yang dikehendaki. ***
127
DAFTAR PUSTAKA 128
Arifin, 2010, Birokrasi Pemerintahan dan Perubahan Sosial Politik, Pustaka Refleksi, Makassar. Colquitt, Jason A, Jeffery A LePine, and Michael J Wesson. 2011, Organizational Behavior, New Yok, McGraw-Hill. Greenberg Jerald and Roberth A Baron, 2003, Behavior in Organizations, New Jersey, Pearson Education, Inc. Indrawijaya, 2010, Teori, Perilaku dan Budaya Organisasi, Refika Aditama, Bandung. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1995 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat Janet V Denhardt and Roberth B Denhardt, 2007, The New Public Service, Expendededition Serving, Not Steering, M.E Sharpe, Armonk New York, London-England. Kabupaten Jayapura Dalam Angka 2010, BPS Kabupaten Jayapura Tahun 2010. Kepmen PAN Nomor 63/Kep/M.PAN/7/ 2003 tentang Pelayanan Publik
129
Kusdy, 2009, Teori Organisasi dan Administrasi, Salemba Humanika, Jakarta. Kreitner
Roberth and Angelo Kinicki, 2010, Organization Behavior, New York: McGrawHill.
Ndraha, Taliziduhu, 1997, Budaya Organisasi, Rineka Cipta. Jakarta Moenir, 2009, Perilaku Manajemen, Gunung Agung, Jakarta. Mifta Thoha, 2010, Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya, Rajagrafindo Persada, Jakarta Mifta
Thoha, 2012, Birokrasi Pemerintah dan Kekuasaan di Indonesia, Thafa MediaMetapena Institute, Yogyakarta.
Pasolong Harbani, 2012, Metode Penelitian Administrasi Publik, Alfabeta, Bandung. ---------------------------, 2013, Perilaku Birokrasi dalam Pelayanan Publik (Jurnal Penelitian), www.harbanipasolongblogspot.com, diakses 25 Mei 2013 pukul 15.30 wita. Papua dalam Angka 2012, BPS Provinsi Papua Tahun 2012
130
PERDA Kabupaten Jayapura Nomor 4 Tahun 2006 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Jayapura Robbins. Stephen, 1994, Teori Organisasi : Struktur, Desain dan Aplikasi, edisi III, Arcan Jakarta. -------------------------, dan Timothy A Judge, 2008, Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Buku 1 edisi 12,Person Education dan Salemba Empat, Jakarta. -------------------------, dan Timothy A Judge, 2008, Perilaku Organisasi (Organizational Behavior) Buku 2 edisi 12,Person Education dan Salemba Empat, Jakarta. Rusli Budiman, 2004, Pelayanan Publik di Era Reformasi, www.pikiran-rakyat.com, edisi 7 Juni 2004 Sangkala, 2012, Dimensi-Dimensi Manajemen Pelayanan Publik, Ombak, Yogyakarta Sinambela Lijan Poltak, 1992, Ilmu dan Budaya, Perkembangan Ilmu Administrasi Negara, Bumi Aksara, Jakarta. ----------------------------------, 2011, Reformasi Pelayanan
cetakan Publik,
ke 6. Teori,
131
Kebijakan dan Implementasi, Bumi Aksara, Jakarta. Siagian, S.P, 1994, Patologi Birokrasi, Analisis, Identifikasi Dan Terapinya, Ghalia Indonesia, Jakarta. Sentot Imam Wahjono, 2010, Perilaku Organisasi, Graha Ilmu, Yogyakarta Sugiyono, 2010, Memahami Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung. Suratman, 2008, Perilaku dan Akuntabilitas Birokrasi dalam Penggunaan Dana Publik, Jurnal Ilmu Administrasi, FISIP Unhas, Makassar ----------------, 2012, Konflik dan Efektivitas Organisasi, Teori, Konsep dan Aplikasi, Capika Publisher, Yogyakarta. Surbakti, 1992, Birokrasi, Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan, Humaniora Utama Press, Bandung. SK
Menpan Nomor 81 Tahun 1983 tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat
SK Menpan Nomor 61 Tahun 1993 tentang Pedoman Dasar Pelaksanaan Pelayanan Umum Oleh Lembaga Pemerintah Kepada Masyarakat
132
Tawai
Adrian, 2013, Pengembangan Kapasitas Organisasi Pemerintah daerah Dalam Implementasi Kebijakan Jamkesmas di Provinsi Sulawesi Tenggara, Disertasi, Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin, Makassar.
Tjiptono, Fandy, (1997), Total Quality Service, Andi, Yogyakarta Tyagi, Archana, 2000, Organizational Behavior, New Delhi, Excel Books. Torang Syamsir, 2012, Metode Riset Struktur dan Perilaku Organisasi, Alfabeta, Bandung. UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit UU Nomor 25 Tahun 2005 tentang Pelayanan Publik Wahyono, 2010, Perilaku Organisasi, Graha Ilmu, Yogyakarta Widodo,
1991, Good Governance Telaah dari Dimensi Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Insan Cendekia, Surabaya.
Winardi, 1992, Manajemen Perilaku Organisasi, PT Citra Aditya Bakti, Jakarta.
133
134
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DATA KUALITATIF
135
Identitas Informan Jabatan Tanggal wawancara Lokasi wawancara
: IPU : Kepala Sub Bagian Tata Usaha : Jumat, 23 Agustus 2013 : Gedung administrasi RSUD Yowari
PERTANYAAN
Bisa dijelas apa tugas pokok anda sebagai Kasubag TU?
JAWABAN
Kalau disini saya menjabat sebagai Kepala Sub Tata Usaha dengan tugas pokok, mengurusi :
Rumah Tangga Rumah Sakit, Ketatausahaan Rumah Sakit Bagian Umum, dan Bagian Kepegawaian dan Keuangan Rumah Sakit. (pengelolaan keuangan)
Rumah sakit itu padat modal, padat karya dan padat masalah.
Tampaknya anda memiliki beban dan tanggung jawab yang padat, bagaimana jika tugas itu terlewati? Apakah ada sanksi atau teguran pimpinan?
Kami ada dibantu oleh beberapa orang untuk bagian2 tersebut sesuai dengan petunjuk pimpinan. Ada beberapa orang yang diberi tanggung jawab untuk membantu menangani tugas-tugas pokok itu tadi meskipun tidak secara formal. Sehingga walaupun banyak, tugastugas pokok tersebut, dapat diselesaikan. Untuk saya, kalau tidak menyelesaikan tugas itu malu
136
sekali sehingga apapun tugas yang diberikan pimpinan harus diselesaikan. Pimpinan selalu memonitor tugas2. Jika ada yang belum diselesaikan biasanya beliau menanyakan apakah sudah dikerjakan atau belum.
Apakah anda merasa cocok dengan pekerjaan ini?
Hmm...bagaimana ya...apapun tugas yang diberikan kepada saya, tetap saya lakukan. Jadi mau bagaimana lagi.. dicocok-cocokin aja, dan harus belajar. Saya yang sebagai bidan, seharusnya berada di ruang bersalin, tidak seharusnya berada di sini, tapi karena diberi tanggung jawab dan kepercayaan, maka saya menjalankan kepercayaan itu.
Apakah pekerjaan yang anda geluti hari ini sesuai dengan keahlian anda?
Sesungguhnya pekerjaan ini tidak cocok, karena latarbelakang saya bidan. Namun karena diberi tanggung jawab maka pekerjaan ini saya terima, karena saya pernah bekerja di bagian administrasi sebagai staf, dimana saya belajar dan akhirnya pekerjaan ini saya terima.
Apa saran anda agar penempatan orang
Kalau hemat saya, memang harus
idealnya begitu.
137
sesuai keahlian (spesialisasi)?
Menempatkan orang pada posisi tertentu apalagi dalam struktur organisasi harus sesuai dengan disiplin ilmunya. Kalau di rumah sakit maka harus menempatkan orang sesuai keahliannya. Kalau di bidang tata usaha maka harus ditempatkan orang-orang yang sesuai bidang ilmunya agar linear.
Bagaimana anda melihat penempatan orang pada Struktur Organisasi di RSUD ini, apakah sudah sesuai dengan keahlian, pengalaman dan masa kerjanya?
Kalau saya melihat sudah sesuai, karena bagian-bagian pada rumah sakit ini sudah ditempati oleh orangorang yang mempunyai keahlian. Misalnya Kepala Keperawatan, sudah ditempati oleh orang yang pendidikannya dari keperawatan, kemudian Kepala Bagian Perencanaan juga sudah ditempati oleh orang yang mempunyai kemampuan manajemen dan Kepala Pelayanan Medis juga ditempati oleh seorang dokter. Kecuali saya, yang tidak linear antara disiplin ilmu dan posisi jabatan. Namun tentu saja penempatan saya ini barangkali karena senior, dan masa kerja saya yang lama, sehingga oleh pimpinan saya dipercayakan untuk menduduki jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha.
Melihat
Jika dilihat memang begitu, akan
tugas
pokok
138
anda yang meliputi beberapa bagian, apakah anda tidak kerepotan untuk menanganinya?
repot karena banyak hal yang harus dikerjakan, tapi seperti yang saya katakan tadi bahwa saya tidak sendirian dalam bekerja, namun dibantu oleh beberapa orang yang oleh pimpinan ditunjuk untuk membantu. Misalnya untuk urusan administrasi kepegawaian ada orang yang diitempatkan untuk membantu saya menyelesaikan pekerjaan teknisnya, begitu juga pada urusan keuangan, secara teknis pembukuan dan pengelolaan keuangan ada orang yang juga ditunjuk oleh pimpinan untuk membantu saya menyelesaikannya, sehingga walaupun terlihat berat, namun saya bisa mengerjakannya dengan bantuan mereka. Yah...begitulah adanya pekerjaan ini saya lakukan.
Bagaimana seharusnya struktur organisasi di RSUD Yowari?
Jika dilihat maka Struktur organisasi disini ada terdiri dari Direktur, Kasubbag TU, dibantu Kepala Seksi pelayanan Medik, kepala seksi Perencanaan dan Kepala seksi Keperawatan. Menurut saya struktur seperti ini kurang cocok. Sebab ada banyak tugas yang dirangkap oleh satu orang. Contohnya, seperti saya sebagai Kasubbag TU, ada beberapa tugas yang dirangkap seperti : urusan umum, urusan kepegawaian dan urusan keuangan. Nah, pada
139
urusan-urusan ini seharusnya ditunjuk secara formal dalam struktur organisasi. Selain itu, untuk Kepala Bagian Pelayanan maka harus dikembangkan pula sub bagian pelayanan penunjang, pelayanan keperawatan. Disamping itu, ada pula kelompok jabatan fungsional yang bekerja melayani masyarakat di rumah sakit. Harus dikoordinir baik supaya berjalan seimbang antara struktural dan fungsional agar mencapai tujuan rumah sakit.
Bagaimana dalam Organisasi Yowari?
koordinasi Struktur RSUD
Yah....masing-masing bagian berjalan baik namun masih tumpang-tindih. Ada dokter yang masih mengerjakan tugas-tugas manajemen. Kemudian ada dokter yang menjabat Kepala Seksi dan masih melakukan Tugas Pelayanan. Hal ini disebabkan kita masih sangat kekurangan tenaga, sehingga untuk mengatasinya maka kita harus bisa saling mengisi.
Bagaimana anda melihat penempatan orang-orang pada posisi jabatan struktural?
Ada kesan bahwa penempatan struktur ini sudah terakomodasi namun masih sempit, namun penempatan orang-orang pada jabatan manajemen telah mencukupi, sehingga mampu
140
melakukan tugas2 rumah sakit.
Apakah ada pengawasan dari pimpinan?
Sering melakukan kontrol. Pimpinan selalu mengingatkan, dan senantiasa mengingatkan tugas pokok agar diselesaikan tepat pada waktu. Selalu ingatkan dan tidak pake cek list
Bagaimana dengan pelaporannya?
Seadainya tugas saya selesai maka pasti akan memberikan laporan, kepada pimpinan. Tergantung jenis tugasnya. Sistem pelaporan ada, tergantung jenis tugasnya. Kalau tugasnya dimdinta untuk dibuat dalam bentuk tertulis maka kami membuatnya dan segera melaporkan kepada atasan (Direktur Rumah Sakit). Jadi sistemnya ada tapi tergantung tugasnya.
Terkait dengan pengambilan keputusan, apakah anda sering dilibatkan pimpinan (direktur). Apakah direktur selalu meminta pendapat atau saran anda?
Dalam hal pengambilan keputusan kami selalu ditanyai bahkan sering di rumah pun kami ditelepon direktur untuk menanyakan sesuatu. Intinya Kami senantiasa dimintai pendapat sebelum pimpinan mengambil keputusan, khususnya hal-hal yang bersifat strategis untuk kemajuan rumah sakit.
141
Apakah anda sering memberi sanksi terhadap staf yang melanggar aturan?
Tidak sering, juga namun biasanya staf yang keterlaluan saja yang diberi sanksi, karena selama ini staf yang lain masih bisa dikendalikan dan termasuk penurut.
Apa yang anda maksudkan dengan “keterlaluan”, bisa dijelaskan?
Keterlaluan disini adalah pergi tanpa pamit, dicari-cari tidak ada, dan pergi terlalu lama. Staf seperti ini memang menyebalkan karena ia merupakan bagian dari sistem dan ada tanggung jawab yang harus dikerjakan. Sehingga apabila ia tidak berada di tempat, akan menyulitkan pertanggungjawaban hirarki. Dicari-cari malah menghilang dan tanpa ada kabar. Nah, staf yang seperti ini, biasanya saya beri sanksi tegas namun sebelum menjatuhnya tindakan disiplin saya berkoordinasi dengan direktur untuk mohon petunjuk dan arahan agar keputusan yang diambil benar-benar memberi dampak positif kepada stad yang bersangkutan. Terhadap staf yang demikian biasanya saya menahan gajinya untuk beberapa saat sambil menunggu yang bersangkutan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diperbuatnya. Ada semacam “pembinaan” untuk memberi efek jera agar tidak diulang karena apa yang diperbuat
142
dapat juga dilakukan oleh rekanrekannya. Nantinya jika yang bersangkutan membuat pernyataan dan berjanji tidak melakukannya barulah apa yang menjadi hakhaknya akan dilayani, seperti gajinya dibayarkan, lalu permohonannya untuk meminta kredit dapat dilayani. Jika belum ada perubahan maka permohonannya tidak diresponi pimpinan. Hal itu dilakukan sematamata bukan benci atau dendam, namun sebagai langkah “pembinaan” terhadap staf yang “bandel”. Namun kami harus akui juga bahwa meski sudah melakukan proses pembinaan masih ada juga staf yang terkesan sulit diatur. Nah, untuk orang seperti ini biasanya kami akan memberikan surat ke pemerintah daerah untuk melakukan pembinaan secara organisatoris. Tapi biasanya dari Pemda sendiri yang lamban bahkan nyaris tidak pernah melakukan pembinaan seperti yang dimaksudkan. Akibatnya, pembinaan pegawai tidak berjalan seperti yang diharapkan. Itu yang bikin staf kami tidak jera. Hal ini pernah dilakukan direktur lama, namun tidak ada perubahan. Akibatnya yang malas, tetap malas.
Apakah harapannya tidak
Kalau tidak terpenuhi, tidak juga,
143
terpenuhi ?
Apakah salah?
ada
karena selain gaji ada insentif dari pemda, dan juga ada uang jasa yang diperoleh dari pasien di rumah sakit jika dibandingkan dengan PNS lain, sebenarnya PNS di rumah sakit itu pendapatannya lebih banyak dan resmi pemasukannya. Hal ini dikatakan unik. Karena semua “fasilitas” ada namun masih tetap malas.
hal
yang
Jadi kalau terkait dengan tugas pokok tidak ada masalah. Hanya mungkin dedikasinya yang kurang. Atau masih ada motivasi yang kurang dari pegawai. Soal tupoksi tidak ada masalah. Jadi berpulang pada dedikasi dan motivasi karyawan dalam bekerja.
Menurut anda, agar Rumah sakit ini semakin baik, apa yang harus dilakukan?
Jika ada yang ditunjuk untuk membantu kegiatan RS ini harus benar-benar mereka yang :
Mau bekerja keras. Fokus pada tugas dan tanggungjawab. Harus rela berkorban. Pembinaan atasan terhadap bawahan harus terarah dan kontinyu agar memberi dampak perubahan dan kemajuan organisasi yang jelas. Keteladan kepemimpinan.
144
Identitas Informan 2 Jabatan Tanggal wawancara Lokasi
Dedikasi pada masyarakat Motivasi yang benar untuk melayani orang banyak. Fasilitas harus di lengkapi Lengkapi sistem informasi manajemen rumah sakit (SIM) Sering ada pelatihan untuk peningkatan kapasitas petugas Sistem pengawasan dan pengamanan rumah sakit Penataan struktur dan organisasi Perubahan struktur organisasi
: HK : Kepala Ruangan Penyakit Dalam : 23 Agustur 2013 : Coffe Sentani
145
PERTANYAAN
Bisakah dijelaskan tugas pokok anda?
JAWABAN
Yah...., mengenai tugas pokok maka kita lihat dari segi struktur organisasinya, maka RSUD Yowari belum terakreditasi. Sehingga belum bisa dipastikan tipe dan model pelayanan yang tepat. Jika dilihat dari sisi struktur organisasi, maka struktur organisasi RSUD Yowari dikategorikan tipe C, sedangkan dari aspek pelayanannya, maka dikategorikan tipe D. Nah, ini masalah. Dari struktur ini, akhirnya pembagian struktur, Direktur, KTU, dan bidang2. Kalau perawat ada kepala bidang keperawatan, terus garis komandonya ke kepala ruangan. Karena strukturnya belum terakreditasi, makanya sistem pelayanan yang di ruangan menggunakan metode fungsional. Jadi dalam pelayanan Rumah sakit, utk keperawatan, Pelayanan keperawatan ada 3 model. Karena tipe RSUnya D maka digunakan model pelayanan fungsional. Nah, pada metode fungsional
146
ini, maka pasien pasti menjadi korban, mereka tidak puas dengan pelayanan kami yang dianggap tidak maksimal.
Mengapa tidak puas? Karena tenaganya kurang, sehingga sulit untuk membuat struktur di ruangan. Dimana jika perawat yang ada dibagi dalam struktur maka tidak mungkin melakukan tugas yang banyak dengan orang yang terbatas, makanya untuk memaksimalkan pelayanan, kita menggunakan metode fungsional tadi. Satu orang dapat berfungsi untuk beberapa bidang atau bagian. Jadi masalah lain yang dihadapi adalah jumlah tenaga perawat yang terbatas.
Lalu apa tugas pokok Kepala Ruangan? 1. 2. 3.
Membuat jadwal (manajemen) Pembagian tim (organisir anggota) Merencanakan alat kesehatan dalam seminggu (perencanaan)
147
4.
Bagaimana tugas itu dilakukan?
Pencatatan dan pelaporan.
Memang yah.. sangat sulit sih, dengan tenaga yang kurang atau pas-pasn, maka tugas pokok kepala ruangan yang begitu padat, akhirnya harus turun untuk melayani pasien. Jadi kembali lagi ke metode fungsional tadi yang saya ungkapkan bahwa satu orang harus melakukan banyak hal. Misalnya saya, sebagai kepala ruangan, terpaksa harus melayani pasien di ruangan. Padahal tugas saya itu banyak menyita waktu seperti melakukan pencatatan dan pelaporan. Disini banyak sekali hal yang harus dicatat. Tugas mendokumentasikan setiap hal ini membutuhkan waktu dan ketelitian. Di rumah sakit ada banyak laporan yang harus dicatat, misalnya laporan tentang jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas); jaminan kesehatan daerah (Jamkesda), jaminan kesehatan Papua (jamkespa), dan asuransi kesehatan (askes), belum lagi laporan mengenai penyakit, semua ini harus dicatat dan dilaporkan ke atasan, tentu saja semua ini membutuhkan waktu. Jika saya
148
fokus pada pasien dan masalahnya, maka banyak sekali laporan2 saya yang terbengkalai. Jadi agak berat memang dengan kondisi seperti ini. Kemudian, selain membuat laporan saya juga harus meregister pasien baru, jika ada pasien baru. dan memastikan pasien lama yang pulang dalam keadaan yang aman.
Apakah ada pembagian tugas?
Memang tugas-tugas ini bagibagi kepada perawat namun itu tadi tidak habis-habis dikerjakan. Apalagi kondisi bangunan yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Misalnya ruangan pasien dibuat terpisah dan berjauhan dengan ruang perawat, sehingga untuk menjangkau pasien dari ruang perawat menghabiskan banyak waktu. Posisi ruangan yang ideal seharusnya berada di tengah-tengah, sehingga perawat mudah mengakses dan menjangkau pasien dengan cepat. Dengan kondisi ruangan seperti yang sekarang, membuat perawat sangat kelelahan karena bolak-balik membutuhkan banyak energi.
149
Bagaimana menyiasati kerumitan dan kendala yang dihadapi dalam melakukan tugas anda?
Bagaimana respons anda dengan pekerjaan ini?
Kadang kami belajar untuk mengomunikasikan segala sesuatu dengan baik. Kuncinya adalah komunikasi. Kita menyampaikan sesuatu dengan baik dan benar. Kita menjelaskan kepada pasien dan keluarganya tentang keadaan yang kami hadapi dan keterbatasan yang membuat kami terasa lamban melayani mereka. Nah, dengan penjelasan yang baik seperti ini membuat pasien dan keluarganya bisa mengerti dan memahami. Jadi dengan komunikasi yang baik, kami bisa selamat dari pukulan, ataupun kata-kata makian yang tidak tidak mengenakkan kami.
Kami bersyukur kalau bisa dipercayakan untuk mengerjakannya. Itu artinya bahwa ada kemampuan yang dilihat pimpinan sehingga kepercayaan tersebut diberikan. Tapi pada sisi lain, tidak pernah terpikirkan tentang resiko, seperti yang diungkapkan tadi. Memang ini menjadi masalah tersendiri. Meskipun demikian,
150
kita dituntut untuk berpikir dan bersikap dewasa dalam menghadapi orang lain, melalui pekerjaan ini. Memang banyak orang bicara tentang suster atau perawat yang cerewet, suka ngomel pada pasien dan sebagainya, namun hal itu, hanyalah individu-individu dari perawat. Tidak semua perawat berbuat kejam terhadap pasien. Masing-masing individu memiliki karakter yang berbedabeda.
Saran anda untuk penempatan pegawai?
RSUD ini bukan berpikir pelayanan, tapi siapa lebih banyak didunia politik, banyak memberi sumbangsih, atau banyak pemikiran maka dialah yang dipercaya untuk jabatan tertentu. Kami punya KTU latarbelakang bidan. Dulunya kepala keperawatan, sekarang dipercayakan memangku jabatan Kepala Sub Bagian Tata Usaha. Meskipun sudah memiliki pendidikan S2 tapi menurut saya tidak nyambung dengan tugas pokok yang dikerjakannya. Sebaiknya pimpinan harus menempatkan orang sesuai dengan latarbelakang pendidikan, dan pengalamannya sehingga dapat memberi dampak pada
151
pelayanan organisasi pemerintah daerah kepada masyarakat di daerah ini. Menurut anda, apakah penempatan orang dalam jabatan2 tertentu di RSUD Yowari sudah sesuai dengan latarbelakang pendidikan?
Menurut pandangan anda penempatan orang pada jabatan tertentu sudah tepat?
Kalau di bagian keperawatan sudah pas. Pada bagian administrasi yang kelihatannya belum pas, penempatan orang dalam jabatan struktural belum sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan organisasi. Termasuk Direktur RSUD Yowari. Sebelum memangku jabatan Direktur, beliau sebagai dokter spesialis pada Radiologi, namun dengan posisi yang baru pada jabatan direktur, maka dapat mengganggu pelayanan terhadap pasien di ruang radiologi. Jadi butuh penambahan spesialis baru untuk menggantikan posisi direktur pada ruang radiologi.
Kalau untuk rumah sakit, biasanya disesuaikan dengan latarbelakang pendidikan, golongan, dan masa kerja. Kalau untuk kepala ruangan Keperawatan sudah pas. Namun untuk RSUD ini, penempatan orang-orang untuk menduduki jabatan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Jayapura. Karena sejak awal pendirian RS ini,
152
semuanya dikendalikan oleh mereka sehingga untuk penempatan orang-orang untuk mengisi posisi struktural dalam organisasi RSUD menjadi kewenangan mereka (dinas). Namun sejak, RSUD menjadi bagian tersendiri yang terpisah operasionalnya dengan dinas kesehatan kabupaten Jayapura, maka untuk menentukan jabatan sebagai kepala ruangan, ditentukan oleh Direktur berdasarkan : senioritas, golongan/pangkat, pengalaman dan masa kerja. Direktur sekarang menempatkan orang untuk jabatan kepala ruangan masih mengikuti pola lama yang dilakukan direktur pertama ketika RSUD ini dibangun. Sekarang ini, penempatan orang juga masih belum pas, karena masih ada senior yang sudah di sekolahkan dan kembali bekerja, namun belum diberi tanggung jawab untuk memangku jabatan tertentu.
Apakah sering ada pengawasan dari pimpinan?
Jarang sekali ada pengawasan dari kepala Keperawatan. Kita bekerja mengawasi diri sendiri. Kalau ada masalah baru dilapokan oleh kepala ruangan pada atasannya kepala
153
Keperawatan dan kepala Keperawatan yang meneruskannya kepada direktur RSUD. Begitu alurnya. Direktur sering melakukan pengawasan langsung di ruangan terhadap kinerja perawat.
Bisakah anda menjelaskan Mekanisme pelaporan ?
Untuk pelaporan itu, kalau dari ruangan ada tim pengendali. Misalnya untuk jamkesda, jamkesmas, dan jamkespa serta askes. Di ruangan sudah ada format yang harus dimasukan pada formatnya. Ketika pasien berobat, maka data-data pasien kami siapkan, dan serahkan pada loket kartu. Untuk mengisi data pasien itu butuh waktu ekstra karena berhubungan dengan formulir yang harus diisi oleh perawat. Misalnya biodata pasien, penyakit apa yang diderita, berapa kali kunjungan dokter, tindakan apa yang dilakukan terhadap pasien, dsb, semuanya ini harus diisi kemudian diserahkan lagi ke tim pengendali sesuai kartu jaminannya, (jamkesda, jamkesmas, jamkespa, dan askes). Betapa rumit, pekerjaan ini. Jadi kalau dilihat, maka pekerjaan perawat di ruangan
154
hampir lebih banyak berhubungan dengan urusan administrasi pasien. Artinya waktu untuk pasien 40 % dan 60 % untuk urusan administrasi. Makanya waktu habis untuk mengurus administrasi pasien. Kita tidak mungkin menggunakan model tim, karena keterbatasan tadi, sehingga untuk melancarkan pekerjaan maka model fungsional kita gunakan.
Bagaimana pelaporannya?
alur
Hmmmm, selain laporan tadi, ada juga laporan penyakit yang direkap setiap bulan dan laporkan ke atas, misalnya jumlah pasien, jenis penyakitnya, lalu tindakan dokter seperti apa, serta kondisi pasien pada saat dirawat. Semua ini dicatat baik dalam buku catatan khusus pasien (status) dan dilaporkan sebagai hasil pekerjaan pelayanan di ruangan, karena tentunya akan berhubungan dengan jasa pelayanan yang diterima petugas/perawat dalam bentuk insentif. Jadi pekerjaan perawat di rumah sakit (khususnya di ruangan) itu bukan cuma berhubungan dengan suntik saja, tapi lebih banyak berkaitan dengan manajemen
155
administrasi pasien. Kita dituntut untuk mencatat dan mendokumentasikan kegiatan yang terjadi dalam ruangan. Sehingga pada saat ada komplain maka ada bukti.
Bagaimana dengan SDM ?
Kita jangan bicara SDM itu soal kualitas, karena kebutuhan jumlah orang saja masih sangat kurang, sehingga dibutuhkan penambahan karyawan khususnya tenaga perawat sehingga tidak seperti kali lalu yang petugas dari ruanganruangan diarahkan untuk membantu di emergency. Yah,...karena kekurangan tenaga di emergency (UGD) terpaksa kami harus bergerak untuk membantu mereka menangani pasien yang membludak. Jadi kebutuhan kami di RSUD ini salah satu diantaranya adalah penambahan tenaga untuk perawat. Kita memang memiliki tenaga honor dan kontrak namun kadang terhalang karena masalah dana. Dari mana dana untuk membayarkan tenaga mereka. Intinya pemerintah daerah (Bupati) harus memberi tambahan kuota untuk tenaga perawat (PNS) di RSUD Yowari
156
kabupaten Jayapura.
Selain masalah SDM yang baru anda ungkapkan apakah ada masalah lain?
Oh..ada...masalah anggaran. soal dana jamkesmas. Pemanfaatan dana ini kan diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) yang intinya pengucuran dana ini harus ke rekening rumah sakit langsung namun dalam kenyataannya, masuk dulu ke kas daerah (rekening Pemkab Jayapura) setelah itu baru disalurkan ke RS. Sebenarnya yang dikehendaki Kepmenkes itu tidak begini, Ini merupakan kesalahan yang berakibat kekacauan pelayanan di RS. Semua dana-dana jasa pelayanan RS yang dikucurkan dari pusat seharusnya langsung ke rekening RS tidak direndam di rekening pemda. Nanti RS bikin laporannya berdasarkan data-data baru dikeluarkan, itupun bukan seluruhnya tapi per triwulan. Padahal, dana itu sudah masuk untuk program setahun. Tapi dikucurkan sedikit-sedikit. Tentu saja masih ada kaitan dengan Perda RS.
Terkait pengambilan keputusan, apakah anda dan
Hm,,,,kalau soal anggaran pernah. Sebagai kepala
157
kawan-kawan dilibatkan?.
pernah
ruangan kami pernah diminta untuk membahas anggaran operasional RS. Namun karena dana yang diusulkan tidak dijawab sepenuhnya maka kita diminta untuk melakukan pemangkasan dana sampai pada tingkat yang tidak rasional. Artinya kita diminta untuk mengerti dan melakukan kegiatan dengan dana yang memang sangat terbatas. Contohnya, bagian perencanaan mengundang kita rapat dan mempresentasikan kebutuhan anggaran. Waktu itu diusulkan Rp 12 M, kemudian di DPRD kabupaten dibahas dan disepakati Rp 7 M sehingga kita terpaksa mengikuti saja. Jadi dilibatkan dalam rapat hanya untuk mendengar keputusan pimpinan. Usulan perencanaan setahun tidak pernah dipenuhi. Makanya jd malas untuk mengusulkan rencana lebih baik melayani sesuai dengan tugas pokok aja. Kalau urusan usul untuk pengembangan sudah tidak mau.
Apakah pernah ada usulan untuk pengembangan SDM?
Saya melihat tidak ada keterbukaan. Karena ada usulan untuk pengembangan program demi peningkatan kapasitas perawat. Misalnya
158
diikutkan pada pelatihan2 untuk peningkatan kapasitasnya, tidak pernah disetujui pimpinan, selalu dengan alasan keterbatasan dana. Padahal pengembagnan SDM perawat itu sangat penting, karena bukan tidak mungkin, suati ketika jika ada pasien yang memang butuh penanganan lebih, sedangkan perawat tidak pernah ditingkatkan kapasitasnya maka bisa menjadi kasus juga, kita serba salah namun karena melihat keadaan yang sudah begini, yah mau buat apa lagi. Mungkin tergantung pimpinan.
Bagaimana respons anda jika tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan?
Yah.. sebagai manusia, pasti jengkel juga. Tapi kita punya keterikatan dan rasa kemanusiaan sehingga walaupun marah atau jengkel, kita tetap melaksanakan tugas.
Apa yang harus dilakukan agar RSUD Yowari tetap baik.
Saran saya untuk.... Pemerintah :
Harus lebih banyak supervisi, dan lihat kenyataan di lapangan. Jangan hanya dengar
159
laporan dari pimpinan Rumah Sakit. Bupati harus bisa kunjungan mendadak Cepat bantu RS untuk akreditasi (2006-2013)
RSUD
:
Harus libatkan semua komponen di RSUD untuk duduk bersama untuk membicarakan kemajuan RSUD Struktur dan tata letak bangunan harus dibenahi agar sesuai dengan kebutuhan pelayanan.
Pegawai :
Jaga kebersihan Harus bangun komunikasi dengan pasien (keluarganya) Semua sudah ikut aturan (melebihi porsi kerja)
Masyarakat :
Jaga kebersihan Jaga RSUD baik2 karena sudah ada
160
Perawat dan pasien harus jaga komunikasi Jangan pukul2 perawat. Harus dukung Pemerintah untuk melengkapi dokument diri agar mudah dilayani pada saat sakit.
Kita ini warga kabupaten Jayapura. Kita sudah lama bekerja di daerah ini sehingga kita butuh saran perbaikan untuk kemajuan RSUD Yowari.
Identitas Informan Jabatan Tanggal wawancara
3
: FS : Direktur RSUD Yowari Kabupaten Jayapura : Kamis, 5 September
161
2013 Lokasi
: Ruang Rapat RSUD Yowari
PERTANYAAN
JAWABAN
Apa saja tugas pokok dari RSUD?
Keberadaan RS tidak terlepas dari fungsi RS pada umumnya. Rumah untuk orang sakit. Jadi mereka yang sakit, disinilah tempat mereka dirawat sesuai dengan kebutuhannya. Sehingga tugas-tugas pokok RSU itu meliputi tindakantindakan Preventif, Kuratif, Promotion dan Rehabilitasi. Sementara pada sisi yang lain, RS juga bisa menjalin komunikasi dan kerjasama dengan berbagai pihak, terutama dengan RS lain, dan dinas-dinas atau instansi terkait.
Bagaimana RS melakukan tugas-tugas yang disebutkan tadi ?
Untuk menerapkan tugas-tugas sebagaimana disebutkan tadi maka dibutuhkan fungsi manajemen yang baik, agar mengatur, melakukan sinkronisasi, komunikasi, mengevaluasi dan melakukan perencanaan yang baik. Selain fungsi manajemen dibutuhkan juga SDM yang berkualitas,
162
yang mampu melakukan tugas pokoknya dengan baik dan benar. Meskipun SDM menjadi penting, namun faktor yang tidak boleh diabaikan adalah fasilitas kesehatan, obat-obatan dan bahan habis pakai, serta kebutuhan infrastruktur lainnya. Bahkan yang tidak kalah penting adalah bagaimana kebijakan politik pemerintah daerah mengenai rumah sakit. Nah, inilah faktor-faktor yang turut mempengaruhi di dalam melakukan tugas-tugas itu.
Apakah Struktur Organisasi RS ini bisa menjalankan fungsi-fungsi yang disebutkan tadi?
RS ini berada pada RS tipe D belum masuk pada tipe C. Untuk mengubah ini kita butuh Pergub karena untuk menduduki jabatan Direktur RSU harus dengan eselon II sedangkan kapasitas SDM yang ada baru mencapai Eselon III. Nah inilah yang sedang diperjuangkan untuk menyamaratakan antara status dan tipe. Kendala kita disini adalah strukturnya tipe D sedangkan Statusnya tipe C. Hal ini terjadi karena keterlambatan kebijakan politik mengenai RS ini. Akibatnya mempengaruhi kinerja RS karena terkait dengan tugas pokok, tanggung jawab, dan kewenangan. Makanya dibutuhkan regulasi yang harus
163
dibenahi.
Apakah ada sanksi yang diberlakukan jika ada staf anda yang tidak melakukan tugas-tugas pokok seperti yang dijelaskan?
Yah,...tentu saja sebagai aparatur pemerintah daerah sudah pasti ada aturan main yang diberlakukan, apabila yang bersangkutan tidak menjalankan tugasnya. Peraturan disiplin PNS. Sedangkan untuk karyawan honor atau pegawai tidak tetap akan dilakukan sesuai dengan mekanisme yang berlaku. Semua akan ada sanksi jika tidak bekerja sesuai tupoksi.
Apakah ada pembagian pekerjaan sesuai fungsinya?
Rumah Sakit ini sesuai fungsinya adalah heterogen. Artinya memiliki bidang tugas yang beragam profesi dan spesialisnya. Kita membaginya sesuai dua hal : struktural dan fungsional. Kalau fungsional kita bagi sesuai dengan profesi dan spesialisasinya. Lalu pada struktural dibagi sesuai dengan struktur organisasi yang ada. Misalnya di bagian keuangan kita tempatkan orang yang sesuai dengan bidangnya.
Bagaimana anda lakukan pengawasan terhadap
Dalam melakukan tugas pengawasan, tidak mungkin
164
Struktur yang ada?
dilakukan secara langsung karena begitu banyak hal yang harus dikerjakan. Oleh sebab itu saya meminta bantuan dari staf khusus, yang diberi tugas untuk mengawasi langsung kerja-kerja seluruh karyawan. mereka memiliki keahlian tertentu dalam bidanganya. Misalnya yang ada hubungannya dengan absensi. Aktif menyusun kegiatan seharihari dan melakukannya sesuai prosedur. Dari absensi dan pelaksanaan kegiatan inilah kita melakukan monitoring kepada seluruh staf dan karyawan RSU. Ini juga merupakan bagian dari mekanisme pengontrolan seperti yang ditanyakan tadi.
Bagaimana mekanisme pelaporan pekerjaan dalam struktur RSUD ?
Begini, untuk mekanisme pelaporan hasil pekerjaan, kita mulai dari masing-masing ruangan. Misalnya Ruang Penyakit Dalam. Kepala ruangan ini bertanggung jawab mencatat dan melaporkan semua aktivitas berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan kemudian merekapitulasinya dan melaporkan kepada pejabat ditingkat atasnya sesuai dengan masing-masing seksi. Nah, kalau ruang penyakit dalam maka kepala ruangannya melaporkan hasil pekerjaannya
165
kepada tim pengendalian pelaporan, lalu tim tersebut memeriksanya kemudian meneruskannya kepada tim audit dan selanjutnya kepada direktur.
Ada berapa unit kerja, di RSU Yowari?
Kalau unit kerja dalam RSU Yowari sesuai dengan tipenya. Jika diurutkan maka sebagai berikut :
Apa saja kendala dalam operasional unit-unit yang banyak itu?
UGD Unit Rawat Jalan (poliklinik) Unit Rawat Inap (Penyakit Dalam, Bedah, Anak, dll) Unit penunjang medis (lab, radiologi) Instalasi gizi, dll.
Kendala selalu ada kendala, dan kita selesaikan sesuai porsinya. Kalau masalah bisa diselesaikan secara internal kita selesaikan dan kalau memang tidak bisa diselesaikan karena memang membutuhkan kebijakan politik, maka kita teruskan ke pemerintah daerah untuk diatasi. Jadi kita kerjakan apa yang bisa dikerjakan dan selebihnya jika memang menjadi kendala kita dan kita tidak mampu untuk untuk mengatasinya maka kita
166
libatkan pemerintah untuk itu.
daerah
Bagaimana mekanisme pengambilan keputusan?
Kalau terkait pengambilan keputusan secara umum dilakukan oleh direktur rumah sakit. Sedangkan untuk tapi kalau ditingkat bagian2, kami memberi kesempatan untuk kemandirian kepada bagian2. Tujuannya adalah memberikan tanggung jawab dan kesempatan untuk menata dan mengelola bidang-bidang sesuai dengan kapasitas dan kemampuannya, asalkan selalu berkomunikasi dengan pimpinan sehingga dapat dipilah apakah hal tersebut memang menjadi porsi pimpinan secara umum. Meski demikian, untuk pengambilan keputusan secara umum tentu dilakukan melalui rapat-rapat yang biasanya dilakukan bersama, misalnya dalam rapat komite medik, rapat komite keperawaatan maupun rapat staf administrasi secara umum. Tergantung isu-isu apa yang kita komunikasikan.
Bagaimana dengan penerapan aturan?
Di tanah Papua ini agak unik, karakteristiknya. Akar budaya, ekonomi, dsb. Tidak sama
167
dengan jakarta. Kadang untuk penerapan aturan dibutuhkan kebijaksanaan khusus. Artinya tidak mentah-mentah sesuai aturan. Disini dibutuhkan kepekaan dan sense yang berbeda dari daerah lain. Memang unik. Namun kalau ada staf yang melakukan tindak kriminal, maka kita langsung menyerahkannya pada proses hukum. Namun kalau ada karyawan yang malas dan tidak melakukan tugasnya secara benar maka ada sanksi administrasi yang dilakukan, misalnya teguran tertulis dalam beberapa tahapan, kemudian teguran lisan dan jika masih kelewatan maka ada sanksi yang lain, berupa penahanan gaji. Sebenarnya tujuannya Cuma untuk pembinaan. Mendidik yang bersangkutan agar lebih bertanggung jawab dan membangun budaya malu jika tidak bekerja dengan baik dan benar.
Bagaimana respons karyawan anda jika anda melakukan tindakan pembinaan yang disebutkan tadi dengan menahan gaji mereka?
Yah, tergantung masing-masing pribadi, karena ini terkait dengan faktor budaya, pengetahuan, pengalaman dan sebagainya sehingga respons mereka juga berbeda-beda. Ada yang menerima dengan lapang dada,
168
namun ada juga yang diam dan sebagainya. Sehingga kadang direktur harus lebih bijak
Identitas Informan Jabatan Tanggal wawancara
4
: WT : Karyawan RSUD Yowari Kabupaten Jayapura : Kamis, 5 September
2013
169
Lokasi
: Doyo Baru PERTANYAAN
Apa tugas pokok anda sebagai karyawan RSUD?
JAWABAN
Ah..begini kalau bicara tugas pokok maka sebaiknya dimulai dari struktur organisasi. Jadi jika dilihat dari struktur organisasi maka bidang tugas saya berada pada kelompok jabatan fungsional bersama dengan instalasi-instalasi lainnya. Namun dalam struktur organisasi RSUD sekarang maka posisi bagian keamanan (sekurity) dalam struktur organisasi menjadi tidak jelas. Kita berada dibagian mana, dan berkoordinasi dengan siapa dan bagaimana mekanisme pertanggungjawabannya. Kalau berdasarkan struktur yang diatur PERDA No. 4 Tahun 2006 tanggal 21 April tahun 2006 tentang struktur Organisasi Rumah Sakit Umum Daerah Sentani. Sehingga kalau ditanya apa tugas pokok saya maka saya bisa jelaskan begini. Tugas saya adalah menjaga keamanan di RSUD. Namun karena ketidakjelasan struktur seperti itu maka membuat saya secara pribadi merasa kacau saja. Karena apapun ceritanya, RSUD adalah organisasi
170
pemerintah resmi yang seharusnya mempunyai struktur organisasi yang jelas, disertai dengan uraian tugas dan pertanggungjawaban yang jelas pula. Namun yang terjadi saat ini adalah struktur kita kacau dan orang-orang yang menempati struktur ini tidak sesuai dengan kompetensinya. Jadi saya melihat bahwa PERDA ini dipaksakan hanya untuk kebutuhan kepentingan pada saat itu, sehingga perda ini dibuat asal jadi dan tidak memperhatikan hal-hal teknis yuridis yang sesungguhnya sangat mempengaruhi kinerja sistem pelayanan, karena terkait struktur organisasi yang sempit namun dihadapkan dengan tugas-tugas pokok pelayanan publik yang sangat padat.
Jika demikian, bagaimana kondisi RSUD hari ini, dalam pengamatan anda?
Begini keadaan ini membuat cukup gerah juga karena sejak didirikan sampai hari ini Rumah Sakit ini tidak pernah diresmikan oleh pemerintah daerah. Yang baru dilakukan adalah soft opening . Maka yang terjadi saat ini adalah struktur organisasi sangat amburadul. Misalnya untuk Kapala Sub Bagian Tata Usaha (Kasubag TU) seharusnya dijabarkan untuk
171
beberapa jabatan lagi sehingga efisien dalam penanganan tugas-tugas. Namun yang terjadi adalah Kasubag TU mengerjakan semua tugas-tugas sendiri tanpa ada staf yang membantu untuk itu. Apalagi TU mengerjakan tiga bagian Administrasi Umum, Kepegawaian dan Keuangan sehingga yang terjadi adalah semuanya dikerjakan sendiri. Nah, model seperti ini menjadi sangat tidak jelas. Petugas juga tidak ramah. Petugas keamanan tidak pernah diberikan seragam. Tidak jelas manajemen RS sehingga sangat sulit dibedakan mana yang disebut seckurity.
Sebagai mantan komandan sekurity di RSUD Yowari apakah anda pernah membuat semacam “konsep pengamanan”?
Kalau konsep pengamanan sudah pernah kami buat, dan serahkan kepada pimpinan (direktur lama). Termasuk pembelian pakaian seragam anggota supaya dapat dibedakan mana petugas Sekurity RS dan mana yang pengunjung atau keluarga pasien. Namun konsep itu tidak pernah direspons secara baik, entah karena apa? Kami sendiri sampai sekarang sudah tidak lagi menjadi komandannya. Meski demikian dapat saya jelaskan bahwa konsep
172
pengamanan yang pernah dibuat adalah alur kerja, termasuk struktur organisasi petugas keamanan,
Lalu apa respons anda terhadap kondisi ini?
Sy melihat bahwa kondisi ini sangat amburadul. Penempatan orang-orang dalam sturuktur organisasi tidak sesuai dengan kebutuhan, sy melihat ada yang tidak pas. Misalnya KTU. Kalau KTU berarti terkait dengan administrasi dan itu berarti harus orang-orang yang punya kompetensi di bidang administrasi, tapi ini sebaliknya orang yang ditempatkan bukan dari latarbelakang administrasi. Kalau dulu waktu direktur pertama KTU ditempati oleh orang Farmasi. Yah, kita maklumi karena RS baru dibentuk sehingga penempatan orang belum sesuai disiplin ilmunya, tapi ketika datang pimpinan baru Dokter Niko Barends ia bukannya menempatkan orang sesuai disiplin ilmu administrasi untuk mengurus administrasi tapi menempatkan orang seorang perawat. Sekarang direktur yang baru lagi dr Frans Sigala, juga meneruskan pola lama dengan menempatkan orang dari Perawat (bidan) untuk duduk
173
sebagai KTU. Ah, ini kan model penempatan orang yang tidak sesuai dengan disiplin dan latarbelakangnya. Yang dikuatirkan apakah orang-orang ini mengerti dan tahu manajemen rumah sakit atau tidak. Justru dengan menempatkan orang sembarang akan berakibat pada kondisi pelayanan rumah sakit. Kalau saya melihat bahwa hal seperti ini berdampak pada kualitas dan kinerja rumah sakit itu sendiri Dengan keadaan ini apa yang harus diperbaiki untuk memperbaiki rumah sakit?
Kalau saran saya, sebaiknya manajemen rumah sakit harus diperbaiki total. Mulai dari sistem rekrutmen pegawai, manajemen keuangan, manajemen pelayanan, administrasi kepegawaian dan sistem pengamanan di rumah sakit. Kemudian kita harus bisa merevisi Peraturan Daerah (Perda No 4 tahun 2006 tentang Struktur dan Tata Kerja RSU Kabupaten Jayapura. Karena keadaan RS dan kondisi umum sudah tidak sesuai lagi dan menuntut harus ada perubahan. Oleh sebab itu, sebagai rujukan kita adalah UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Kita merujuk dari sana sebagai landasan yuris formal supaya secara hukum kita dibenarkan
174
karena ini adalah institusi pemerintah daerah yang juga melakukan pelayanan kepada masyarakat tapi dalam bidang kesehatan. Nah disini akan jelas, mengenai tugas pokoknya, tanggung jawabnya dan lain sebagainya.
Dalam pengambilan keputusan, apakah direktur sering melibatkan karyawan? Biasanya ada, itu kan wajar saja, direktur meminta pendapat.
Apakah direktur sering melakukan pengawasan?
Yah, kalau direktur dulu sering melakukan pengawasan terhadap kerja sekurity. Misalnya beliau datang kalau bertepatan ada keluarganya atau warga gerejanya yang dirawat. Direktur yang sekarang belum terlihat model pengawasannya. Beliau baru sembilan bulan menjabat, sehingga belum terlihat model pengawasannya. Namun saya melihat bahwa beliau cukup percaya kita untuk bekerja. temuan, seksi keperawatan : kerjanya sendiri-sendiri tanpa staf. Jadi perda harus direvisi agar perluasan kerja semakin
175
baik.
Dalam penerapan aturan (disiplin kerja) apakah rumah sakit telah menerapkannya?
Aturan kerja pegawai tidak jelas. Statusnya tidak jelas. Apakah mereka ini pegawai kontrak atau pegawai honor. Ini membingungkan. Seharusnya UU jadi rujukan untuk pelaksanaan tugas-tugas rumah sakit. Kita minta ada kejelasan status.
Menurut anda apa yang menjadi sebab, keadaan menjadi kacau seperti ini?
Saya melihat faktor penyebabnya adalah kepentingan. Kepentingan orang per orang, kepentingan kelompok. Ini merupakan kepentingan terorganisir yang bermain secara sistemik untuk meraup keuntungan dari kelemahan manajemen di rumah sakit ini. Makanya banyak aspek yang tidak ada.
Apa saja fasilitas yang seharusnya dimiliki oleh RS menurut UU rumah sakit?
Begini, menurut UU Rumah Sakit No. 44 Tahun 2004 pasal 10 menyebutkan bahwa fasilitas yang harus dimiliki sebagai berikut : (sarana-prasarana). Bangunan rumah sakit terdiri dari
176
atas ruang :
Rawat jalan Rawat Inap Ruang gawat darurat Ruang operasi Ruang tenaga kesehatan(tra jelas) Ruang Radiologi Ruang Sterilisasi (dipertanyakan) Ruang Farmasi Ruang Ibadah, ruang tunggu Ruang Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (tra jelas) Ruang Menyusui (tra jelas) Ruang mekanik (tra jelas) Ruang dapur (tidak ada) RSU menggunakan jasa catring. Laundry (ada tapi mesinnya rusak) Kamar jenazah (ada tapi tidak ada bak untuk membersihkan jenazah) Taman. (tidak jelas) Pengolahan sampah (tidak berfungsi) dan Pelataran parkir yang mencukupi (belum ada pagar) .
Namun dari yang disebutkan diatas,ada sejumlah hal yang belum dipenuhi RSUD Yowari
177
misalnya, tidak ada ruang sterilisasi, ruang tenaga kesehatan, ruang penyuluhan kesehatan, ruang menyusui, ruang mekanik, dan Dapur. RSUD Yowari tidak memipunyai dapur untuk memasak makanan pasien. Kendala ini seharusnya bisa diatasi pada tahun 2010 dengan adanya dana hibah dari kementrian kesehatan sebesar RP 40 M namun tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pengadaan ruangan-ruangan tadi. Entahlah dana itu dimanfaatkan untuk apa. Nah, untuk dapur saja, masih menggunakan jasa catring. Padahal dalam ketentuan UU No 44 Tahun 2004 tentang Rumah Sakit hal ini tidak dibenarkan. Umpamanya saja, kalau terjadi sesuatu di jalan. Katakanlah jembatan putus, kemudian catring tidak bisa mengakses jalan sementara pasien sudah menunggu makanan. Yah...kondisi ini dapat membahayakan pasien. Yang jelas, dapur RSUD Yowari harus ada, supaya dapat membantu kelancaran tugas-tugas pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Ingat bahwa RSUD merupakan salah satu SKPD yang melakukan pelayanan publik atas nama pemerintah,
178
sehingga keadaan ini menjadi cermin dan wajah pemerintah kabupaten Jayapura. Saya ini bekerja sudah lama di RSU ini, sejak rencana awal pendirian (2003-sekarang) jadi saya tahu persis keadaan rumah sakit ini. Terkait adanya dana hibah tahun 2010 sebesar Rp 40 M yang ditujukan kepada RSU Sentani, jadi menurut saya ada yang tidak benar disini, memang dibutuhkan ketulusan dan keseriusan dalam melayani masyarakat. Kita harus serius dan bekerja benar-benar untuk kesejahteraan masyarakat di daerah ini. Janganlah kepentingan politik menjadi halal dengan memanfaatkan peluang dan kesempatan yang ada untuk tujuan-tujuan yang sifatnya sangat pribadi. Kalau saya, okelah, ada sebagian kepentingan yang bisa diakomodir, tapi janganlah rakyat kita yang dikorbankan.
Bagaimana dengan rumah sakit?
tipe
Nah, ini juga yang membingungkan. Apakah tipenya C atau D karena sampai saat inipun belum dilakukan.
179
Kemudian bagaimana manajemennya?
Kalau mengenai SOP dan manajemen, kita bisa lihat saja dari kehadiran petugas di rumah sakit. Petugas banyak alasannya sehingga yang terkuak selalu alasan klasik kekuarangan tenaga. Namun menurut saya itu hanyalah alasan untuk membela diri atas kelemahan yang ada. Kalau tadi saya singgung mengenai dapur, itu penting karena makanan untuk pasien di masak di luar dengan jasa catring seperti yang tadi diungkapkan. Setelah makanan sudah dibawa ke ruang gizi barulah petugas mengantarkannya kepada pasien sesuai dengan jenis penyakitnya. Memang dibutuhkan rumah sakit. Kondisi seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Jadi ada hal-hal yang dilakukan diluar ketentuan UU.
Apa saran anda untuk perbaikan RSUD ke depan?
Saran saya untuk RSUD sebaiknya Perda harus direvisi dengan rujukan dari UU Rumah Sakit. Untuk Pemerintah Daerah, sebaiknya bupati harus lebih banyak tingkatkan pengawasan terhadap penggunaan anggaran dan pelaksanaan tugas-tugas pokoknya.
180
Kalau untuk DPRD, Harus bisa memperjuangkan kepentingan rakyat dan memberikan alokasi anggaran. . Kalau untuk masyarakat : sebaiknya turut menjaga suasana keamanan dan kenyamanan rumah sakit. Termasuk kebersihannya.
Bagaimana dengan Sanitasi RSU ?
Limba medis, sudah banyak berhamburan di belakang rumah sakit. Sedangkan insenerator sudah rusak. Padahal sudah ada alatnya, namun tidak dirawat sehingga sudah rusak. Disisi lain, petugas yang memiliki disiplin ilmu kesehatan lingkungan (kesling) tidak lagi bertugas untuk urusan kesehatan lingkungan, sebaliknya mereka telah direkrut dalam struktur, sehingga mereka tidak lagi menjalankan tugasnya sebagai tenaga fungsional. Ini juga menjadi masalah yang sangat rumit.
Bagaimana tingkat keselamatan dan kesehatan kerja orang yang melakukan tugas tersebut?
Ini persoalan besar, karena orang yang seharusnya di lapangan telah ditugaskan menjadi staf dalam struktur organisasi rumah sakit, maka
181
yang bertugas untuk memusnahkan sampah (limbah padat medis) diberikan kepada orang yang tidak mengetahuinya, dengan sedikit petunjuk. Disamping itu, petugas pun tidak dilengkapi dengan fasilitas kerja yang memadai yang dapat menjamin kesehatan dan keselamatan kerjanya, misalnya dengan menyediakan sarung tangan (haskun) masker, raincoat (mantel) dan mungkin helm. Alasannya keterbatasan dana. Memang ini alasan yang sangat klasik sekali sehingga dibutuhkan reformasi besarbesaran untuk memperbaiki RSUD Yowari dalam rangka menyiapkan rumah sakit ini untuk generasi kita di Kabupaten Jayapura.
***
182